Anda di halaman 1dari 22

TEORI FIGURE/ GROUND

Teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk
yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space).
Analisis Figure/ ground adalah alat yang baik untuk:
1. Mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric);
2. Mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ ruang perkotaan
Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau
mengolah pola existing figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau
pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa
bangunan dengan ruang terbuka.
Berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void).
A. Urban Solid

Tipe urban solid terdiri dari:


1. Massa bangunan, monumen
2. Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan
3. Edges yang berupa bangunan

B. Urban Void

Tipe urban void terdiri dari:


1. Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan privat
2. Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat
3. Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi aktivitas publik
berskala kota
4. Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi
kawasan hijau
5. Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran
sungai, danau dan semua yang alami dan basah.
Elemen-elemen solid dan void tidak boleh dilihat secara terpisah satu dengan yang
lain, karena secara bersama-sama membentuk unit-unit perkotaan yang sering menunjukkan
sebuah tekstur perkotaan di dalam dimensi yang lebih besar.
Ada enam pola kawasan kota secara tektural:
1. Anguler
2. Aksial
3. Grid
4. Kurva Linier
5. Radial Konsentrik
6. Organis
Istilah figure ground
Figure adalah istilah untuk massa yang dibangun (biasanya dalam gambar-gambar
ditunjukkan dengan warna hitam) Ground adalah istilah untuk semua ruang di luar massa itu
(biasanya ditunjukkan dengan warna putih). Kadang-kadang sebuah figure ground juga
digambarkan dengan warna sebliknya supaya dapat mengekspresikan efek tertentu. Pola
tekstur sebuah tempat sangat penting di dalam perancangan kota dan secara teknis sering
disebut sebagai landasan pengumpulan informasi. Pola-pola tekstur perkotaan dapat sangat
berbeda karena perbedaan tekstur pola-pola tersebut mengungkapkan perbedaan rupa
kehidupan dan kegiatan masyarakat perkotaan secara arsitektural.
Di dalam pola-pola kawasan kota secara tekstural mengekspresikan rupa kehidupan dan
kegiatan perkotaan secara arsitektural dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok:
1. Susunan kawasan bersifat homogen yang jelas, dimana ada satu pola penataan.
2. Susunan kawasan yang bersifat heterogen, dimana dua atau lebih pola berbenturan.
3. Susunan kawasan yang bersifat menyebar dengan kecenderungan kacau

Figure Ground Skala Makro Besar


Dalam Skala Makro Besar figure ground memperhatikan kota keseluruhan. Artinya sebuah
kawasan kota yang kecil dalam skala ini menjadi tidak terlalu penting.
Figure Ground Skala Makro Kecil
Dalam skala makro kecil, biasanya yang diperhatikan adalah sebuah figure ground kota
dengan fokus pada satu kawasan saja. Artinya pada skala ini kota secara keseluruhan tidak
terlalu penting. Karena gambar figure ground secara makro kecil berfokus pada ciri khas
testur dan masalah tekstur sebuah kawasan secara mendalam.

Dua pandangan pokok terhadap pola kota:


1. Figure yang figuratif
Padangan pertama memperhatikan kofigurasi figure atau dengan kata lain,
konfigurasi massa atau blok yang dilihat secara figuratif, artinya perhatian diberikan pada
figure massanya.

Kebanyakan perancang tertarik menggunakan pandangan pada konfigurasi figure yang


bersifat masif dan figuratif.
2. Ground yang figuratif
Padangan kedua mengutamakan konfigurasi ground (konfigurasi ruang atau void).
Artinya ruang atau void dilihat sebagai suatu bentuk tersendiri. Konfigurasi ruang itu
dianggap sebagai akibat kepadatan massa bangunan yang meninggalkan beberapa daerah
publik sebagai ground. Ruang publik ini biasanya secara organis sering berkualitas sebagai
bentuk yang mampu meninggalkan identitas kawasannya.
TEORI LINKAGE

Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu
dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan
yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang
berbentuk segaris dan sebagainya.
Linkage Theory merupakan bentukan kota tidak lepas dari adanya jaringjaring
sirkulasi (network circulation). Network yang ada dapat berupa jalan, jalur pedestrian, ruang
terbuka yang berbentuk linier ataupun bentuk-bentuk yang secara fisik menjadi penghubung
antar bagia kota/kawasan. Dalam perancangan teori jaringan ini berguna sebagai salah satu
titik acuan dalam mengorganisasi system pergerakan. (Finding Lost Space, 1973, Roger
Trancik)
Linkage Theory merupakan sistem ide pernyataan yang diambil dari garisgaris yang
menghubungkan antar unsur bagian kota. Penekanan lebih pada diagram sirkulasi daripada
diagram ruang. Dinamika sirkulasi menjadi generator bentuk kota, dengan penekanan pada
koneksi dan pergerakan tetapi kebutuhan akan ketentuan ruang kurang diperhatikan. (Imam
Djokomono, M. Arch dan Agung Murti Nugroho, ST ).
Analisis linkage adalah alat yang baik untuk :

 Memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerak aktivitas pada


sebuah ruang perkotaan.
Kelemahan analisis linkage adalah :

 Kurangnya perhatian dalam mendefinisikan ruang perkotaan secara spasial dan


kontekstual.
Sebuah linkage perkotaan dapat diamati dengan cara dan pendekatan yang berbeda,
terdapat 3 (tiga) pendekatan linkage perkotaan:
1. Linkage yang visual,
2. Linkage yang struktural,
3. Linkage bentuk yang kolektif.

1. Linkage Visual
Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu
kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada
dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
1. Yang menghubungkan dua daerah secara netral,
2.Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah

Gambar di atas merupakan gambar dari Las Vegas, yang memiliki linkage penghubung yang
bersifat kaitan saja (netral). Hal ini banyak kita jumpai di kota-kota Italia, Amsterdam,
Washington, Yogyakarta
Gambar diatas merupakan gambar dari Arc De Triomphe – Paris Linkage yang bersifat
fokus untuk memusatkan suatu kawasan, serta memiliki fungsi dan arti khusus dalam kota
karena bersifat dominan dan menonjol daripada lingkungannya.
Linkage visual menghasilkan hubungan visual : garis, koridor, sisi, sumbu dan irama.

 Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan
massa, baik berupa bangunan maupun deretan pepohonan yang memiliki massivitas.
 Elemen koridor dibentuk oleh dua deretan massa yang membentuk sebuah ruang.
 Elemen sisi menghubungkan suatu kawasan dengan satu massa, tetapi tidak perlu
diwujudkan dalam bentuk massa yang tipis seperti garis.
 Elemen sumbu mirip dengan koridor tetapi lebih banyak mengunakan axes untuk
menonjolkan bagian yang dianggap penting.
 Irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang (ulang, varian,
kontras, dan lainnya).
5 (Lima) elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan suasana
tertentu yang mampu menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari :

1. Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan
atau pohon).
2. Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk
sebuah ruang.
3. Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garus namun
sisi bersifat tidak langsung.
4. Sumbu: mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah lebih
mengutamakan salah satu daerah saja.
5. Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang

Gambar di atas merupakan koridor yang menghubungkan pusat kota dengan laut (patung
Columbus). Dibentuk dari deretan bangunan serta deretan pohon sebagai linkage visual
kota.
2. Linkage Struktural

 Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan.
 Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih
dikenal dengan collage (Colin Rowe dalam Zahnd) atau disebut dengan istilah
pattern atau pola struktur kota.
 Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural sama dalam kota, sehingga cara
menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.
 Linkage struktural pada dasarnya bertujuan :
- Menggabungkan dua atau lebih kawasan sesuai dengan pola yang diinginkan.
- Menggabungkan dua kawasan dengan menonjolkan kawasan tertentu
Namun secara struktural kawasan ini kurang jelas sehingga menyebabkan orang merasa
tersesat tanpa adanya hierarki yang memberikan stabilitasdengan menghubungkan kawasan
satu dengan lainnya.
Ada 3 (tiga) elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural, yaitu:
1. Tambahan / Menambah : melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
Bentuk massa dan ruang boleh berbeda tetapi harus tetap dipahami sebagai bagian dari
kawasan tersebut

Elemen tambahan untuk Kota Goteborg, Swedia


2. Sambungan / Menyambung elemen dengan memasukkan unsur-unsur atau pola baru dari
elemen-elemen di sekitar lingkungan atau di luar kawasan

Elemen sambungan untuk Kota Goteborg, Swedia


3. Tembusan / Menembus : terdapat dua atau lebih pola yang sudah ada di sekitarnya dan
akan disatukan sebagai pola-pola yang sekaligus menembus didalam suatu kawasan,
sehingga memberikan kesan sebagai campuran dari wujud lingkungan di sekitarnya

3. Linkage Kolektif
Teori linkage yang memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu
dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan
pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan
mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata
ruang perkotaan (urban fabric) Linkage kolektif menunjukkan hubungan menyeluruh yang
bersifat kolektif dari ciri khas dan organisasi wujud fisik (spatial) kota. Ini disebabkan
karena sebuah kota memiliki banyak wilayah yang mempunyai makna terhadap hubungan
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), yaitu dari dirinya sendiri maupun dari
lingkungannya. Dalam tipe ini, linkage dikembangkan secara organis.
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana,
suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan
bentuk fisik suatu kota.
Ada 3 (tiga) tipe bentuk Linkage kolektif (Fumihiko Maki; 1964) :

1. Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2
dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
contoh dari compositional form : Super Blok karya Le Corbusier dimana bangunan yang ada
menciptakan linkage sebuah ruang berdasarkan susunan secara 2 dimensi.
2. Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis
lurus dan hirarkis

contoh mega form : Kota New – Brasilia ( Costa / Niemayer ) Menghubungkan struktur-
struktur seperti bingkai yang linier atau sebagai grid. Adanya penghubung berupa garis
lengkung (warna ungu) yang menghubungkan kota secara makro
3. Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang
terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini

contoh dari group form : Kawasan Bern – Swiss. Pada sepanjang ruang terbuka berupa
garden dan sungai. Bern adalah ibu kota dari swiss ini merupakan kota tua dan bersejarah di
swiss. Kota historis Bern adalah sebuah warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai
tahun 1983
TEORI PLACE

Teori Place berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian
terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah void yang
hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila
diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya.
Kota merupakan wadah aktivitas penduduk yang memiliki nilai budaya, sejarah
maupun hal-hal lain yang sifatnya kontekstual. Keunikan, cirri khas suatu kota tidak lepas
dari perkembangan sejarah, budaya dan nilai sosial yang ada dalam komunitas kota tersebut.
Bentukan / rancangan kota harus dapat merespon dan mewadahi nilai sosial, budaya,
persepsi visual, sehingga kota tidak hanya hadir dan dirasakan sebagai space, namun juga
dapat dirasakan keberadaannya sebagai sebuah place. (Finding Lost Space, 1973, Roger
Trancik)
‘Place’ merupakan ‘ruang’ (space) yang memiliki suatu ciri khas, kekhasan,
keunikan tertentu dan memiliki karakter, memiliki ‘arti’ kekuatan, keunggulan terhadap
lingkungan alami dan budaya setempat. ( Locus Solus dalam Genius Loci, Nobert Schultz,
1980 )
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan
Kevin Lynch untuk desain ruang kota :
1. Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga
kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan
jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola
keseluruhannya.
2. Identitas dan Susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek
dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya,
sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan
pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya

3. Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar
untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik
suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen Pembentuk wajah kota,
yaitu :
a. Paths
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah.
Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki, kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
b. Edges
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang
merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan. Edges berupa dinding, pantai, hutan kota, dan
lain-lain.

c. Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari
luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu
karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.

d. Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang
berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat
mengumpulnya karakter fisik.
e. Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan
fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa
dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.

4. Visual and symbol connection


a. Visual connection
Visual connection adalah hubungan yang terjadi karena adanya kesamaan visual
antara satu bangunan dengan bangunan lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan
image tertentu. Visual connection ini lebih mencangkup ke non visual atau ke hal yang
lebih bersifat konsepsi dan simbolik, namun dapat memberikan kesan kuat dari kerangka
Kawasan. Dalam pengaturan suatu landuse atau tata guna lahan, relasi suatu kawasan
memegang peranan penting karena pada dasarnya menyangkut aspek fungsional dan
efektivitas. Seperti misalnya pada daerah perkantoran pada umumya dengan perdagangan
atau fungsi-fungsi lain yang kiranya memiliki hubungan yang relevan sesuai dengan
kebutuhannya.

b. Symbolic connection
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural
anthropology meliputi:
1. Vitality
Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang
mengontrol perencanaan urban struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place
yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang merupakan tingkat
dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
2.Fit
Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang
berkaitan dengan budaya, norma dan peraturan yang berlaku.
Elemen dalam Arsitektur Kota

Karakter dalam arsitektur sebuah kota dapat diidentifikasikan dengan mencari


elemen yang digunakan untuk merancang sebuah kota. Menurut Shirvani (1985),
elemen tersebut terdiri dari 8 elemen, yaitu:
1. Guna Lahan

Kawasan Industri Tanjung Buton

Elemen guna lahan adalah rencana dalam bentuk 2 dimensi tempat


berlangsungnya kegiatan di dalam ruang berbentuk 3 dimensi (Shirvani, 1985). Pada
prinsipnya guna lahan adalah :
 pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik
dalam mengalokasikan fungsi tertentu.
 Secara umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana
daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
 Guna Lahan bermanfaat untuk pengembangan sekaligus pengendalian
investasi pembangunan.
 Pada skala makro, guna lahan lebih bersifat multifungsi.

Adapun keuntungan dan kelemahan dalam penataan guna


lahan menggunakan pendekatan fungsional adalah :
 Menjamin keamanan dan kenyamanan antar zona atas dampak negatif
karena saling berpengaruh.
 Pengelompokan kegiatan, fungsi dan karakter tertentu pada tiap zona
yang terpisah mempermudah penataan dan perencanaan guna lahan
mikro (horizontal maupun vertikal).
 Memudahkan implementasi dan kontrol.
 Terpisahnya masing-masing zona menjadikan jarak antar berbagai
kegiatan jauh, dibutuhkan sarana transportasi yang lebih memadai
untuk mengantisipasi terjadinya kepadatan lalu lintas yang tinggi pada
jam-jam berangkat-pulang kerja.
 Terjadi kesenjangan keramahan kawasan karena memunculkan
perbedaan yang tinggi pada harga lahan.
 Kepadatan zona tidak seimbang dan pemanfaatan lahan tidak optimal.

2. Bentuk dan Massa Bangunan

Penentuan bentuk dan massa bangunan dilakukan untuk menjamin


keharmonisan hubungan antara bangunan, lingkungan dan keseluruhan kota.
Terdapat beberapa aspek ditinjau dari bentuk fisiknya seperti ketinggian bangunan,
kepejalan, penutupan tapak ‘site coverage’, maju mundur bangunan ‘setback’,
langgam, skala, material, tekstur maupun warna.
 Ketinggian Bangunan
Untuk melihat ketinggian bangunan dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu:
1. Focal point, digunakan untuk mendapatkan bangunan/elemen kota
yang menonjol ketinggiannya di antara bangunan sekitar
2. Skyline, dibentuk oleh ketinggian berbagai bangunan. Digunakan
untuk melihat karakter kota, melihat bagian mana yang penting dari
sebuah kota dengan skyline tertinggi atau terendah.
 Kepejalan Bangunan
Pengertian pejal adalah tebal, besar, atau gemuk. Bangunan besar
pada umumnya sulit mengatasi masalah angin karena terhalang oleh
padatnya massa bangunan. Pengolahan massa dapat dilakukan dengan
membuat variasi tinggi rendah maupun maju mundur bangunan. Hal
ini akan mengurangi kepejalan bangunan.
 Penztupan Tapak (Site coverage)
Semacam kulit yang menyelubungi / menutup bangunan sekaligus
memisahkan interior bangunan dengan eksterior / lingkungan luar
yang berfungsi untuk menjaga kontrol iklim di bagian dalam
bangunan. Dalam hal ini ada juga batasan maksimum terhadap tapak
yaitu KLB maupun KDB. KLB merupakan koefisien luas bangunan
yaitu luasan lantai dibagi dengan luas lahan. Sementara KDB
meupakan perbandingan antara luas lantai dasar dibagi dengan luas
lahan.
 Maju Mundur Bangunan/Setback
Merupakan pengawasan terhadap garis jalan (street line). Setback
dapat dilakukan di lantai dasar, bagian atas bangunan, maupun di
sudut bangunan. Maju mundurnya sebuah bangunan berfungsi untuk
mengawasi koridor visual (bukaan jalan melalui ruang terbuka) serta
mendukung orientasi dan kenyamanan pedestrian. Peraturan tersebut
lebih dikenal dengan istilah Garis Sempadan Bangunan (GSB). GSB
merupakan batas atau jarak antara bangunan terhadap as jalan. GSB
juga berfungsi untuk menjaga keselamatan bangunan dari
kemungkinan gangguan akibat moda transportasi yang melintas di
depannya.
 Langgam
Merupakan kumpulan karakter bangunan yang menunjukkan
periode/aliran arsitektur tertentu seperti langgam colonial, post-
modern, dan modern yang digunakan untuk mempertahankan karakter
kota.
 Skala
Merupakan perbandingan antara tinggi bangunan dan tinggi manusia.
Dipengaruhi oleh sudut pandang, jarak pengamat dengan objek, serta
ketinggian objek.
 Material, Tekstur dan Warna
Material bangunan di suatu tempat dilihat dari bahan bangunan yang
digunakan seperti beton, kayu atau baja yang masing-masing material
memiliki tekstur dan warna yang berbeda. Elemen ini digunakan
untuk mendapatkan komposisi visual dalam skala kota.

3. Sirkulasi dan Parkir

Parkiran di DWF Airport


Elemen ini digunakan untuk menghubungkan bagian kota secara fisik antara
ruang perkotaan dengan bangunan. Sistem sirkulasi berfungsi sebagai pengendali
pemanfaatan lahan melalui transportasi pergerakan manusia dan barang serta
pengendali arsitektur kota melalui penataan elemen fisik , pengaturan ketinggian dan
setback bangunan, jalur parkir dan jalur hijau dan pemberian orientasi pada
pengemudi. Sistem sirkulasi itu sendiri memiliki beberapa aspek yaitu:
 Pola jaringan jalan, dapat berbentuk grid, linier, radial, cluster, maupun
lingkaran
 Struktur jalan, terdiri dari badan jalan sebagai tempat sirkulasi kendaraan dan
bahu jalan yang berupa tempat pedestrian, utilitas, dan penghijauan.
 Perlengkapan jalan, terdiri dari lampu, rambu lalu lintas, shelter (tempat
perhentian) kendaraan, tanda (sign), halte, telepon umum, bangku-bangku,
tanaman, dan papan reklame.
 Arah, kecepatan, kepadatan lalu lintas, jenis moda angkutan dan kondisi
jalan.
 Parkir, diatur sehingga tidak mengganggu aktifitas sekitar, mudah dicapai,
serta menunjang karakter visual lingkungan.

4. Pedestrian

Pedestrian di Jakarta
Syarat utama sebuah pedestrian adalah keamanan dan kenyamanan pejalan
kaki. Pedestrian yang aman tidak berarti harus terlindung dari panas dan hujan tetapi
yang terpenting keselamatan pejalan kaki dari kendaraan bermotor. Pedestrian dapat
digunakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, promosi, citra kawasan, dan
kegiatan sosial, serta menurunkan pencemaran udara. Hal yang harus
dipertimbangkan dalam mendesain pedestrian adalah elemen lingkungan, hubungan
dengan jalur kendaraan bermotor melalui shelter/tempat menunggu kendaraan serta
parkir atau jangkauan pelayanan kawasan pedestrian.
5. Ruang Terbuka

Ruang Terbuka Hijau di Magelang, Jawa Timur


Elemen ruang terbuka terdiri dari: lapangan/square dan jalan/street. Elemen
tersebut dapat berwujud taman, ruang hijau, maupun komposisi antara pohoon,
bangku, tanaman, air, lampu, paving, kios, patung dll. Sebagai lapangan, ruang
terbuka berfungsi sebagai titik komunikasi dan interaksi manusia. Sebagai jalan,
ruang terbuka berfungsi sebagai saluran pergerakan kendaraan dan pedestrian. Ruang
terbuka memiliki dua jenis variasi penutup lantai ruang yaitu:
 Perkerasan/Paving, diciptakan melalui penggunaan material seperti bata,
batu, beton, atau aspal dengan pola tertentusebagai penutup lantai/alas sebuah
ruang terbuka.
 Lansekap Lunak/Soft Landscape, diciptakan melalui penggunaan vegetasi
sebagai penutup/ alas ruang terbuka. Keunikan penggunaan elemen ini adalah
kemungkinan perubahan karakter kawasan sesuai musim.
6. Penunjang Kegiatan

Elemen penunjang kegiatan yang dimaksud di sini lebih kepada aktifitas yang
mengarah pada pergerakan, kegembiraan, dan kehidupan (menghidupkan sebuah
ruang). Bentuk penunjang kegiatan dapat berupa kegiatan publik atau ruang bebas
untuk manusia yang dilakukan di dalam ruang maupun di luar ruang. Dalam bentuk
kegiatan public, aktifitasnya meliputi penjualan barang-barang seperti swalayan dan
restoran maupun penyediaan fasilitas ;ingkungan seperti taman rekreasi,
perpustakaan umum, pusat pemerintahan, atau kaki lima. Dalam bentuk ruang bebas,
manusia membutuhkan tempat untuk beristirahat seperti tempat duduk atau berteduh
serta tempat bergerak yang santai.
7. Penandaan/Tata Informasi/Signage

Elemen penandaan/informasi/signage diwujudkan dalam bentuk tulisan,


gambar, atau umbul-umbul. Penandaan berfungsi sebagai sarana penginformasian
dan iklan, pengidentifikasian bangunan dengan pemberian label bangunan,
pemberitahuan kepada pengendara untuk mempermudah pengambilan keputusan
seperti adanya jalan buntu di suatu kawasan, penginstruksian seperti polisi tidur agar
pengendara berhati-hati di kawassan tersebut, serta pengaturan sirkulasi untuk
mengurangi kemacetan.
8. Preservasi/Pelestarian

Preservasi berarti memelihara lingkungan dan bangunan agar makna kultural,


keindahan, sejarah, serta nilai sosial yang ada di suatu bangunan/kawassan dapat
terpelihara dengan baik. Preservasi berarti menjaga keutuhan bangunan kuno dalam
arti fisik. Hal ini berkembang menjadi konservasi. Konservasi merupakan metode
yang dilakukan untuk memperkuat karakter unik suatu lingkungan dan
masyarakatnya (Budiharjo, 2004:4). Dari sini terlihat bahwa konservasi merupakan
upaya yang tepat untuk memperkuat keberadaan bangunan historis. Objek yang
dikonservasi meliputi objek fisik, sosial ekonomi, psikologis, tradisi serta budaya.
Lingkungan dan ruang urban yang ada seperti square, plaza, maupun area
perbelanjaan di sebuah kawasan/kota tersebut dipelihara sebaik memelihara
tempat/ruang dan bangunan bersejarah.

Anda mungkin juga menyukai