Teori ini dapat dipahami melalui pola perkotaan dengan hubungan antara bentuk
yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space).
Analisis Figure/ ground adalah alat yang baik untuk:
1. Mengidentifikasi sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan (urban fabric);
2. Mengidentifikasi masalah keteraturan massa/ ruang perkotaan
Pendekatan figure ground adalah suatu bentuk usaha untuk memanipulasi atau
mengolah pola existing figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau
pengubahan pola geometris dan juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa
bangunan dengan ruang terbuka.
Berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void).
A. Urban Solid
B. Urban Void
Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu
dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau distrik yang satu dengan
yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang
berbentuk segaris dan sebagainya.
Linkage Theory merupakan bentukan kota tidak lepas dari adanya jaringjaring
sirkulasi (network circulation). Network yang ada dapat berupa jalan, jalur pedestrian, ruang
terbuka yang berbentuk linier ataupun bentuk-bentuk yang secara fisik menjadi penghubung
antar bagia kota/kawasan. Dalam perancangan teori jaringan ini berguna sebagai salah satu
titik acuan dalam mengorganisasi system pergerakan. (Finding Lost Space, 1973, Roger
Trancik)
Linkage Theory merupakan sistem ide pernyataan yang diambil dari garisgaris yang
menghubungkan antar unsur bagian kota. Penekanan lebih pada diagram sirkulasi daripada
diagram ruang. Dinamika sirkulasi menjadi generator bentuk kota, dengan penekanan pada
koneksi dan pergerakan tetapi kebutuhan akan ketentuan ruang kurang diperhatikan. (Imam
Djokomono, M. Arch dan Agung Murti Nugroho, ST ).
Analisis linkage adalah alat yang baik untuk :
1. Linkage Visual
Dalam linkage yang visual dua atau lebih fragmen kota dihubungkan menjadi satu
kesatuan yang secara visual, mampu menyatukan daerah kota dalam berbagai skala. Pada
dasarnya ada 2 pokok perbedaan antara linkage visual, yaitu:
1. Yang menghubungkan dua daerah secara netral,
2.Yang menghubungkan dua daerah, dengan mengutamakan satu daerah
Gambar di atas merupakan gambar dari Las Vegas, yang memiliki linkage penghubung yang
bersifat kaitan saja (netral). Hal ini banyak kita jumpai di kota-kota Italia, Amsterdam,
Washington, Yogyakarta
Gambar diatas merupakan gambar dari Arc De Triomphe – Paris Linkage yang bersifat
fokus untuk memusatkan suatu kawasan, serta memiliki fungsi dan arti khusus dalam kota
karena bersifat dominan dan menonjol daripada lingkungannya.
Linkage visual menghasilkan hubungan visual : garis, koridor, sisi, sumbu dan irama.
Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan
massa, baik berupa bangunan maupun deretan pepohonan yang memiliki massivitas.
Elemen koridor dibentuk oleh dua deretan massa yang membentuk sebuah ruang.
Elemen sisi menghubungkan suatu kawasan dengan satu massa, tetapi tidak perlu
diwujudkan dalam bentuk massa yang tipis seperti garis.
Elemen sumbu mirip dengan koridor tetapi lebih banyak mengunakan axes untuk
menonjolkan bagian yang dianggap penting.
Irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang (ulang, varian,
kontras, dan lainnya).
5 (Lima) elemen linkage visual, merupakan elemen yang memiliki ciri khas dan suasana
tertentu yang mampu menghasilkan hubungan secara visual, terdiri dari :
1. Garis: menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu deretan massa (bangunan
atau pohon).
2. Koridor: dibentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon) yang membentuk
sebuah ruang.
3. Sisi: menghubungkan dua kawasan dengan satu massa. Mirip dengan elemen garus namun
sisi bersifat tidak langsung.
4. Sumbu: mirip dengan elemen koridor, namun dalam menghubungkan dua daerah lebih
mengutamakan salah satu daerah saja.
5. Irama: menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang
Gambar di atas merupakan koridor yang menghubungkan pusat kota dengan laut (patung
Columbus). Dibentuk dari deretan bangunan serta deretan pohon sebagai linkage visual
kota.
2. Linkage Struktural
Menggabungkan dua atau lebih bentuk struktur kota menjadi satu kesatuan tatanan.
Menyatukan kawasan kawasan kota melalui bentuk jaringan struktural yang lebih
dikenal dengan collage (Colin Rowe dalam Zahnd) atau disebut dengan istilah
pattern atau pola struktur kota.
Tidak setiap kawasan memiliki arti struktural sama dalam kota, sehingga cara
menghubungkannya secara hierarkis juga dapat berbeda.
Linkage struktural pada dasarnya bertujuan :
- Menggabungkan dua atau lebih kawasan sesuai dengan pola yang diinginkan.
- Menggabungkan dua kawasan dengan menonjolkan kawasan tertentu
Namun secara struktural kawasan ini kurang jelas sehingga menyebabkan orang merasa
tersesat tanpa adanya hierarki yang memberikan stabilitasdengan menghubungkan kawasan
satu dengan lainnya.
Ada 3 (tiga) elemen linkage struktural yang mencapai hubungan secara arsitektural, yaitu:
1. Tambahan / Menambah : melanjutkan pola pembangunan yang sudah ada sebelumnya.
Bentuk massa dan ruang boleh berbeda tetapi harus tetap dipahami sebagai bagian dari
kawasan tersebut
3. Linkage Kolektif
Teori linkage yang memperhatikan susunan dari hubungan bagian-bagian kota satu
dengan lainnya. Dalam teori linkage, sirkulasi merupakan penekanan pada hubungan
pergerakan yang merupakan kontribusi yang sangat penting. Linkage memperhatikan dan
mempertegaskan hubungan-hubungan dan pergerakan-pergerakan (dinamika) sebuah tata
ruang perkotaan (urban fabric) Linkage kolektif menunjukkan hubungan menyeluruh yang
bersifat kolektif dari ciri khas dan organisasi wujud fisik (spatial) kota. Ini disebabkan
karena sebuah kota memiliki banyak wilayah yang mempunyai makna terhadap hubungan
dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), yaitu dari dirinya sendiri maupun dari
lingkungannya. Dalam tipe ini, linkage dikembangkan secara organis.
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana,
suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan yang menghasilkan
bentuk fisik suatu kota.
Ada 3 (tiga) tipe bentuk Linkage kolektif (Fumihiko Maki; 1964) :
1. Compositional form: bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2
dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
contoh dari compositional form : Super Blok karya Le Corbusier dimana bangunan yang ada
menciptakan linkage sebuah ruang berdasarkan susunan secara 2 dimensi.
2. Mega form: susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis
lurus dan hirarkis
contoh mega form : Kota New – Brasilia ( Costa / Niemayer ) Menghubungkan struktur-
struktur seperti bingkai yang linier atau sebagai grid. Adanya penghubung berupa garis
lengkung (warna ungu) yang menghubungkan kota secara makro
3. Group form: bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang
terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan pola ini
contoh dari group form : Kawasan Bern – Swiss. Pada sepanjang ruang terbuka berupa
garden dan sungai. Bern adalah ibu kota dari swiss ini merupakan kota tua dan bersejarah di
swiss. Kota historis Bern adalah sebuah warisan dunia yang dilindungi oleh UNESCO mulai
tahun 1983
TEORI PLACE
Teori Place berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian
terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah void yang
hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila
diberikan makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan lokalnya.
Kota merupakan wadah aktivitas penduduk yang memiliki nilai budaya, sejarah
maupun hal-hal lain yang sifatnya kontekstual. Keunikan, cirri khas suatu kota tidak lepas
dari perkembangan sejarah, budaya dan nilai sosial yang ada dalam komunitas kota tersebut.
Bentukan / rancangan kota harus dapat merespon dan mewadahi nilai sosial, budaya,
persepsi visual, sehingga kota tidak hanya hadir dan dirasakan sebagai space, namun juga
dapat dirasakan keberadaannya sebagai sebuah place. (Finding Lost Space, 1973, Roger
Trancik)
‘Place’ merupakan ‘ruang’ (space) yang memiliki suatu ciri khas, kekhasan,
keunikan tertentu dan memiliki karakter, memiliki ‘arti’ kekuatan, keunggulan terhadap
lingkungan alami dan budaya setempat. ( Locus Solus dalam Genius Loci, Nobert Schultz,
1980 )
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan
Kevin Lynch untuk desain ruang kota :
1. Legibillity (kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga
kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan
jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola
keseluruhannya.
2. Identitas dan Susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek
dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang lainnya,
sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan
pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya
3. Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar
untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik
suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen Pembentuk wajah kota,
yaitu :
a. Paths
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah.
Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki, kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
b. Edges
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang
merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan. Edges berupa dinding, pantai, hutan kota, dan
lain-lain.
c. Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari
luar apabila memiliki kesan visual. Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu
karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
d. Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang
berbeda. Sebuah titik konsentrasi dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat
mengumpulnya karakter fisik.
e. Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan
fisik buatan seperti menara, gedung, sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa
dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.
b. Symbolic connection
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural
anthropology meliputi:
1. Vitality
Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang
mengontrol perencanaan urban struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place
yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang merupakan tingkat
dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
2.Fit
Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang
berkaitan dengan budaya, norma dan peraturan yang berlaku.
Elemen dalam Arsitektur Kota
4. Pedestrian
Pedestrian di Jakarta
Syarat utama sebuah pedestrian adalah keamanan dan kenyamanan pejalan
kaki. Pedestrian yang aman tidak berarti harus terlindung dari panas dan hujan tetapi
yang terpenting keselamatan pejalan kaki dari kendaraan bermotor. Pedestrian dapat
digunakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, promosi, citra kawasan, dan
kegiatan sosial, serta menurunkan pencemaran udara. Hal yang harus
dipertimbangkan dalam mendesain pedestrian adalah elemen lingkungan, hubungan
dengan jalur kendaraan bermotor melalui shelter/tempat menunggu kendaraan serta
parkir atau jangkauan pelayanan kawasan pedestrian.
5. Ruang Terbuka
Elemen penunjang kegiatan yang dimaksud di sini lebih kepada aktifitas yang
mengarah pada pergerakan, kegembiraan, dan kehidupan (menghidupkan sebuah
ruang). Bentuk penunjang kegiatan dapat berupa kegiatan publik atau ruang bebas
untuk manusia yang dilakukan di dalam ruang maupun di luar ruang. Dalam bentuk
kegiatan public, aktifitasnya meliputi penjualan barang-barang seperti swalayan dan
restoran maupun penyediaan fasilitas ;ingkungan seperti taman rekreasi,
perpustakaan umum, pusat pemerintahan, atau kaki lima. Dalam bentuk ruang bebas,
manusia membutuhkan tempat untuk beristirahat seperti tempat duduk atau berteduh
serta tempat bergerak yang santai.
7. Penandaan/Tata Informasi/Signage