Anda di halaman 1dari 144

Laporan Akhir

RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)
KOTA PALEMBANG 2005-2025
kerjasama antara
PEMERINTAH KOTA PALEMBANG
dengan
Badan Aplikasi Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Sriwijaya
(BALITEKSUNSRI)

BALITEKS UNSRI

BADAN APLIKASI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SRIWIJAYA


ALAMAT : GEDUNG KPA LT. 1 KAMPUS UNSRI BUKIT BESAR PALEMBANG 30139
TELP. (0711)362388 FAX. (0711) 376606

RPJP Kota Palembang

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah laporan ini telah dapat diselesaikan sesuai dengan jadual
yang telah ditetapkan. Laporan akhir ini merupakan pertanggungjawaban akhir dari
tim pelaksana Penulisan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota
Palembang 2005-2024.
Sistematika penyajian laporan ini meliputi pendahuluan, kondisi, analisis dan
prediksi kondisi umum, visi, misi dan arah pembangunan kota, arah kebijakan
pembangunan dan indikator keberhasilan, serta penutup.
Dalam kesempatan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi awal, sampai laporan
akhir ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan agar kerja sama yang baik ini dapat
dilanjutkan dan ditingkatkan di masa-masa yang akan datang.
Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk menunjang perencanaan dan
kebijakan pembangunan di Kota Palembang.

Palembang,

2006

Tim Penyusun

RPJP Kota Palembang

DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ..................................................................................................

2. Daftar Isi............................................................................................................

ii

3. BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

1.1. Latar Belakang ........................................................................................

1.2. Maksud dan Tujuan ..................................................................................

1.3. Dasar Hukum ...........................................................................................

1.4. Hubungan RPJP dengan Dokumen Perencanaan Lainnya .......................

1.5. Sistematika Penulisan...............................................................................

4. BAB II KONDISI, ANALISIS DAN PREDIKSI KONDISI UMUM ............

2.1. Sejarah Perkembangan Kota Palembang..................................................

2.2. Kondisi, Analisis dan Prediksi .................................................................

12

2.2.1. Geomorfologi dan lingkungan Hidup ...............................................

12

2.2.2.Kependudukan, Ketenagakerjaan dan Kemiskinan ............................

24

2.2.3. Ekonomi dan Keuangan ....................................................................

31

2.2.4. Sosial, Budaya dan Politik ................................................................

38

2.2.5. Prasarana dan Sarana Kota ................................................................

52

2.2.6. Hukum dan Pemerintahan .................................................................

61

2.3. Prediksi Kondisi Umum Kota .................................................................

68

5. BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN KOTA ......................

69

3.1. VISI .........................................................................................................

69

3.2. MISI ........................................................................................................

70

3.3. ARAH UMUM PEMBANGUNAN KOTA ...........................................

70

3.3.1. Arah Umum Pembangunan Jangka Panjang ..................................

70

ii

RPJP Kota Palembang

3.3.2. Peran Sub-Wilayah Pembangunan di Kota ....................................

73

6. BAB IV ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN INDIKATOR


KEBERHASILAN .........................................................................................

77

4.1. Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup ................................

78

4.2. Bidang Sumberdaya Manusia dan Kependudukan ..................................

79

4.3. Bidang Ekonomi dan Keuangan Daerah .................................................

80

4.4. Bidang Pembangunan Infrastruktur ........................................................

84

4.5. Bidang Politik dan Sosial Budaya ...........................................................

85

4.6. Bidang Pemerintahan, Ketertiban dan Penegakan Hukum .....................

88

7. BAB V PENUTUP .........................................................................................

93

8. LAMPIRAN

iii

RPJP Kota Palembang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan tugas

kewajiban yang harus dipersiapkan oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota). RPJP Kota
Palembang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan RPJP Provinsi Sumatera Selatan. Penyusunan RPJP
ini menjadi salah satu kebutuhan kota akan dokumen perencanaan sebagai acuan untuk
memajukan kota melalui optimalisasi sumber daya yang tersedia menuju peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Proses penyusunan RPJP Kota Palembang tetap mengacu pada berbagai dokumen
perencanaan kota, terutama penjabaran dari visi, misi, dan strategi pembangunan Kota
Palembang yang telah disepakati bersama. Konsekuensi dari penyusunan RPJP ini akan
bermuara pada berbagai rumusan perencanaan yang bersifat indikatif. Dokumen RPJP ini
akan dijabarkan dalam suatu rencana strategis yang secara operasional akan tertuang dalam
program-program pembangunan yang bisa diukur kinerjanya.
Penyusunan RPJP ini sangat penting mengingat secara administratif Kota Palembang
merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, yang saat ini memiliki luas wilayah + 400,61
Km2, yang terdiri atas 14 wilayah kecamatan, 103 kelurahan/desa, 982 RW dan 3.690 RT.
Jumlah penduduk pada akhir tahun 2005 sebanyak 1.338.793 jiwa, penduduk laki-laki
sebanyak 646.637 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 692.156 jiwa. Tingkat rata-rata
kepadatan 3.342 jiwa/km2.
Dari segi potensi yang dimiliki, Kota Palembang menunjukkan prospek
pembangunan kota yang relatif baik, terutama potensi sumber daya perkotaan yang relatif
lengkap dengan fasilitas publik, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi yang
semakin maju. Upaya untuk mendayagunakan potensi-potensi tersebut membutuhkan suatu
tahapan proses pembangunan secara terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan.
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, maka menjadi kewajiban Walikota
Palembang melalui Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeda) untuk menyusun
dokumen perencanaan yang sistematis dalam sebuah dokumen yang disebut Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang. Dengan demikian, terwujudnya

RPJP Kota Palembang

dokumen RPJP ini relatif penting karena itu harus dibentuk suatu tim penyusun yang
memahami benar mengenai kondisi dan situasi wilayah Kota Palembang.
1.2.

Maksud dan Tujuan


Penyusunan RPJP ini dimaksudkan untuk menyusun Visi, Misi, dan Arah

Pembangunan Kota Palembang Jangka Panjang 2005-2024. Ini sebagai perwujudan dan
tindak lanjut pemecahan agenda masalah pembangunan secara bertahap dan terencana
dengan sebaik-baiknya. Tujuan kegiatan ini adalah tersusunnya suatu dokumen perencanaan
jangka panjang yang relatif lengkap dan memuat berbagai konsepsi perencanaan yang
bersifat indikatif, komprehensif, dan akan dapat dioperasionalkan sesuai dengan kondisi
wilayah dan kebutuhan masyarakat. Dokumen yang dimaksud adalah Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang 2005-2024.
Manfaat tersusunnya RPJP adalah sebagai dokumen perencanaan kota dalam periode
20 (dua puluh) tahun yang dapat digunakan sebagai pedoman indikatif pembangunan secara
terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dokumen ini bermanfaat
bagi koridor perencanaan kota untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan baik sektoral
maupun regional secara terpadu.
Beberapa manfaat yang dapat diidentifikasi antara lain: (1) menjadi pedoman bagi
pemerintah kota dalam perencanaan pembangunan jangka menengah; (2) menjadi pedoman
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan di Kota
Palembang; (3) menjadi acuan untuk penyusunan berbagai perencanaan yang bersifat
strategis di Kota Palembang; (4) memberikan manfaat berupa dokumen informasi tentang
perencanaan pembangunan bagi stakeholder di Kota Palembang; dan (5) menjadi pedoman
bagi pelaku bisnis, terutama investor yang ingin menanamkan modal di Kota Palembang.
RPJP Kota Palembang 2005-2024 disusun dengan maksud sebagai acuan
penyusunan RPJM Kota Palembang. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka RPJP Kota
Palembang 2005-2024 ini disusun dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan Kota Palembang.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarwaktu,
maupun antarfungsi pemerintah daerah dan pusat.
3. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat Kota Palembang.
4. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya Kota Palembang yang efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.

RPJP Kota Palembang

5. Menjaga kesinambungan pembangunan Kota Palembang yang dilaksanakan perlima


tahunan.
1.3.

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dan


Kota praja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1821);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 4438, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4139).
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4275);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara RI Tahun 2006
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4663);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4664);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 48);
3

RPJP Kota Palembang

10. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Kota Palembang (Lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2008
Nomor 6).

1.4.

Hubungan RPJP dengan Dokumen Perencanaan Lainnya


Secara normatif, penyusunan RPJP Kota merupakan bagian dari RPJP Nasional.

Pola pikir penyusunan RPJP berdasarkan pendekatan sistematis yang berlandaskan pada
identifikasi permasalahan yang kemudian dijadikan agenda prioritas untuk pencapaian
sasaran-sasaran pembangunan secara indikatif. RPJP merupakan dokumen perencanaan
pembangunan kota dalam periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP paling tidak memuat
beberapa materi yang berkaitan dengan filosofi perencanaan kota yang merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan strategi pembangunan kota.
RPJP ini mempunyai kaitan erat dengan berbagai dokumen perencanaan lainnya,
terutama dengan RPJP Nasional dan RPJP Provinsi Sumatera Selatan, RTRW Kota
Palembang, dan dokumen hasil studi lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan
berbagai sumber informasi agar konsepsi perencanaan ini bersifat komprehensif. Secara
vertikal dan horisontal, RPJP Kota Palembang ini diharapkan dapat memenuhi konsistensi
pembangunan baik secara nasional maupun secara regional.
Penjabaran strategi pembangunan kota yang tertuang dalam penyusunan RPJP ini
meliputi kajian permasalahan dan agenda pembangunan, prioritas pembangunan, analisis
penjabaran agenda sektoral dan regional yang berisi permasalahan, kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman, serta program-program pembangunan indikatif yang bersifat makro.
Secara empirik, penyajian RPJP Kota tetap mengacu pada RPJP Provinsi dan
Nasional

untuk

menjaga

keterkaitan,

konsistensi,

sinergi,

dan

kesinambungan

pembangunan. Namun, adanya modifikasi skenario pembangunan kota tetap terbuka dan
dimungkinkan sesuai dengan potensi kota. Hal ini menjadi peluang untuk lebih besar
memberikan bobot perencanaan pembangunan bersumber dari kota (bottom-up planning)
sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan masyarakat.
Proses penyusunan RPJP Kota sangat berkaitan dengan dokumen perencanaan
lainnya yang berlandaskan pada hasil evaluasi pembangunan tahun-tahun sebelumnya,
terutama dalam menemukan permasalahan pembangunan masing-masing sektor dan
pembangunan regional. Hasil kajian yang berupa evaluasi tersebut dapat memberikan
alternatif-alternatif terobosan, sasaran, arah kebijakan, dan akan tertuang dalam program4

RPJP Kota Palembang

program pembangunan kota. Arah pembangunan dijabarkan dari visi dan misi pembangunan
Kota Palembang sehingga tersedia dokumen perencanaan jangka panjang yang
berkesinambungan.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Latar belakang; Maksud dan tujuan; Dasar hukum; Hubungan
RPJP dengan dokumen perencanaan lainnya; Sistematika penulisan.
Bab II Kondisi, analisis dan prediksi kondisi umum: Sejarah perkembangan Kota
Palembang; Kondisi, analisis dan prediksi; Prediksi kondisi umum kota
Bab III Visi, Misi, dan Arah Pembangunan Kota: Visi (Visi Renstra 2004-2008); Misi;
Visi (Visi RPJP 2005-2024); Misi; Arah umum pembangunan kota
Bab IV Arah kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan: Bidang sumberdaya
alam dan lingkungan hidup; Bidang sumberdaya manusia dan kependudukan;
Bidang ekonomi dan keuangan daerah; Bidang pembangunan infrastruktur;
Bidang politik dan sosial budaya; Bidang pemerintahan, ketertiban dan
penegakan hukum
Bab V Penutup

RPJP Kota Palembang

BAB II
KONDISI, ANALISIS DAN PREDIKSI KONDISI UMUM

2.1. Sejarah Perkembangan Kota Palembang


Menurut prasasti Kedukan Bukit yang berangka tahun 16 Juni 682, penguasa
Sriwijaya mendirikan wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang. Hal
ini diartikan sebagai lahirnya Palembang sekitar 1314 tahun yang lalu. Menurut
topografinya, Palembang dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air berupa sungai dan
rawa. Data statistik 1990 menunjukkan bahwa kota Palembang masih memiliki 52,24 %
tanah yang tergenang air. Dengan kondisi demikian, kota ini dijuluki sebagai Pa-lembang
dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan
lembang atau lembeng artinya adalah tanah yang rendah, lembah, akar yang membengkak
karena lama terendam air (Kamus Melayu), sedangkan menurut bahasa Melayu-Palembang,
lombang atau lembeng adalah genangan air.
Kondisi alam yang didominasi air menjadi sarana transportasi yang sangat vital,
ekonomis, efisien dan punya daya jangkau yang baik bagi masyarakat Palembang. Selain
kondisi alam, letak strategis Kota Palembang mampu mengendalikan lalu-lintas antara tiga
kesatuan wilayah: (i) Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu pegunungan Bukit Barisan;
(ii) Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki
dataran rendah; dan (iii) Daerah pesisir timur-laut.
Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat menentukan
dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban. Faktor setempat ini yang
membuat Palembang menjadi pusat kerajaan Sriwijaya, kekuatan politik dan ekonomi masa
lalu di wilayah Asia Tenggara. Kejayaan kerajaan Sriwijaya dilanjutkan oleh Kesultanan
Palembang Darussallam yang disegani di kawasan Nusantara.
Pada zaman Sriwijaya, Palembang dikenal sebagal Port-polity. Pengertian Portpolity secara sederhana bermula sebagai sebuah pusat redistribusi, yang secara perlahanlahan mengambil alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yang terkandung di dalam
spektrum luas. Pusat pertumbuhan dan sebuah Port-Polity adalah entreport yang
menghasilkan tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan, merupakan basis
untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan penguasaan politik di Asia Tenggara.
Kronik Cina Chu-fan-chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14
menceritakan tentang Sriwijaya sebagal berikut:
Negara ini terletak di Laut Selatan. Menguasai lalulintas perdagangan asing di Selat.
Pada zaman dahulu pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak
laut yang bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.
Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat tanpa
singgah di pelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua
awak-awak perahu tersebut berani mati. ltulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat
pelayaran.

RPJP Kota Palembang

Selanjutnya, pelaut Arab atau Parsi, menggambarkan keadaan Palembang di Sungai


Musi bagaikan kota di sungai Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka sangat besar,
jika memasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak berhenti bersahut-sahutan. Pelautpelaut Cina mencatat lebih realistis tentang kota Palembang, mereka melihat kehidupan
penduduk kota yang hidup di atas rakit-rakit tanpa dipungut pajak. Pemimpin masyarakat
Palembang hidup berumah di tanah kering, di atas rumah yang bertiang. Palembang disebut
pelaut Cina sebagai Po-lin-fong atau Ku-kang (berarti pelaut lama).
Sriwijaya mengalami kejayaan pada abad ke-7 9 dan semenjak abad ke 12
Sriwijaya mengalami keruntuhan secara perlahan-lahan. Keruntuhan kerajaan ini, baik
karena persaingan dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India
dan terakhir disebabkan bangkitnya kerajaan kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaankerajaan Islam yang mulanya merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya, berkembang
menjadi kerajaan besar seperti di Aceh dan semenanjung Malaysia. Sisa kerajaan Sriwijaya
tinggal Palembang sebagai satu kekuatan tersendiri yang kemudian menjelma menjadi
kerajaan Palembang. Menurut catatan Cina, raja Palembang yang bernama Ma-na-ha Paulin-pang mengirim dutanya menghadap kaisar pada tahun 1374 dan 1375. Maharaja ini
kemungkinan adalah raja Palembang terakhir, sebelum Palembang dihancurkan oleh
Majapahit pada tahun 1377. Parameswara, raja Palembang, tidak mau tunduk kepada
Majapahit. Parameswara dengan para pengikutnya hijrah ke semenanjung Malaka, di pulau
Temasik Parameswara mendirikan kerajaan Singapura. Pulau ini ditinggalkannya setelah
dia berperang melawan orang-orang Siam, selanjutnya hijrah ke semenanjung dan
mendirikan kerajaan Melaka.
Palembang menjadi chaos setelah ditinggalkan Parameswara. Majapahit tidak dapat
menempatkan adipati di Palembang karena ditolak oleh orang-orang Cina yang telah
menguasai Palembang, kelompok Cina yang terusir dari Cina Selatan. Selanjutnya, mereka
sepakat menolak pimpinan dari Majapahit dan mengangkat Liang Tau-ming.
Pada masa ini Palembang dikenal sebagai sarang bajak laut orang-orang Cina. Tokoh
sejarah dan legendaris dari Cina, yaitu Laksamana Chen-ho muncul beberapa kali di
Palembang guna memberantas bajak laut. Pada tahun 1407 setelah kembali dari pelayaran
dari Barat, Chen Ho menangkap tokoh bajak laut dari Palembang yaitu Chen Tsui-i. Chen
Ho membawa bajak laut ini kehadapan Kaisar dan dihukum pancung. Namun, beberapa
tokoh bajak laut di lautan Cina seperti Chian Lien, pada tahun 1577 bersembunyi di
Palembang dan menjadi pedagang yang disegani di Palembang. Chiang Lien mempunyai
tempat-tempat perdagangan dan mengkoordinasikan perahu-perahu penduduk setempat.
Orang Fukien mengikat perdagangan dengannya dan Chian Lien sebagai pengawas
perdagangan untuk Cina. Jabatan yang disahkan oleh Kaisar dan mempunyai wewenang
mengatur hukuman, imbalan, penurunan atau penaikan (promosi ) bagi warga Cina di
Palembang. Hal ini berarti kekuasaan orang-orang Cina di Palembang hampir 200 tahun.
8

RPJP Kota Palembang

Menurut Tome Pires, pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina di Palembang akibat
kebangkitan Islam di Nusantara dan di wilayah Palembang. Situasi ini menempatkan
Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak. Akibat kemelut
perebutan tahta di Demak sekitar tahun 1546, yang menyebabkan kematian Aria
Penangsang, para pengikutnya melarikan diri ke Palembang.
Para pengikut Aria Penangsang dari Jipang menyusun kekuatan baru dan mendirikan
kerajaan Palembang. Pendiri kerajaan Palembang adalah Ki Gede ing Suro. Keraton pertama
terletak di Kuto Gawang, situsnya tepat berada di kompleks PT. PUSRI. Makam Ki Gede
Ing Suro berada di belakang PUSRI.
Terjadi suatu akulturasi dan asimilasi kebudayaan Jawa dan Melayu, yang dikenal
sebagai kebudayaan Palembang. Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang
memperjelas jati diri Palembang, memutus hubungan ideologi dan kultural dengan pusat
kerajaan Mataram di Jawa dan menyatakan dirinya sebagai Sultan Abdurrahman (Sunan
Cinde Walang 1659-1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC tahun 1659,
akibat perlawanan Palembang terhadap VOC. Sultan Abdurrahman memindahkan
keratonnya ke Beringin Janggut, sekarang dikenal sebagai pusat perdagangan.
Sultan Mahmud Badaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo (1741-1757) merupakan
tokoh pembangunan Kesultanan Palembang modern yang membangun antara lain Mesjid
Agung Palembang, Makam Lemabang (Kawah Tekurep), Keraton Kuto Batu (sekarang
Museum Badaruddin dan Kantor Dinas Pariwisata Palembang). Selain itu Sultan juga
membuat kanal-kanal di wilayah kesultanan, yang berfungsi ganda, sebagai alur pelayaran,
pertanian, dan pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan konsep kosmologi
Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari kekuasaan Palembang. Batanghari
Sembilan adalah satu konsep Melayu-Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang
terpencar dan pusatnya, yang merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru
kesembilan ini berada di keraton Palembang. Batanghari adalah pengertian Melayu yang
berarti sungai, merupakan batas dari Kesultanan Palembang. Letak sungai tidak mutlak
berada dalam satu sungai tertentu, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan
penjuru kesembilan memancarkan pengaruhnya. Dengan kondisi mulur mengkeret-nya batas
wilayah, maka para penguasa Palembang akan selalu menunjukkan batas mereka adalah
berada di Batanghari Sembilan
Sultan Muhammad Badaruddin, bersama puteranya Mahmud Badaruddin II,
mengelola pelabuhan dan perdagangan menjadi pusat perdagangan yang modern, aman, dan
efisien. Citra Palembang Darussalam (tempat yang tenteram/damai) tercermin pada
pengelolaan pelabuhan dan perdagangan. Syahbandar yang diangkat penguasa biasanya
orang Eropa. Palembang memberlakukan hukum perdagangan yang bersifat
regional/internasional, undang-undang Laut Melaka, membuat suatu kepastian untuk
berniaga di Palembang. Orang Eropa memberi julukan Palembang sebagai het indische
9

RPJP Kota Palembang

Venetie, Palembang hampir sama dengan Venesia. Demikian juga ketentraman dan
ketertiban di Palembang dijuluki mereka sebagai suatu de Staddes Vredes (kota yang aman).
Kesemua julukan tersebut ditulis dalam argumentasi seorang Residen Inggris di Bangka,
yaitu Mayor Court (1821) adalah:
Dari seluruh pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu, Palembang telah membuktikan
dan terus secara seksama menjadi pelabuhan yang paling aman dan peraturan paling
balk, seperti dinyatakan oleh orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu
memasuki perairan sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa siaga
dengan tindakan-tindakan pencegahan yang akan mengamankan dari kekerasan dan
perampasan. Kemungkinan perahu perompak yang bersembunyi akan memangsa perahuperahu dagang kecil yang memasuki sungai, jarang terjadi karena ketatnya penjagaan
oleh kekuatan Sultan dengan segala peralatannya.

Sultan Mahmud Badaruddin mendirikan keraton Kuto Besak pada tahun 1780.
Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun 1821 Sultan Mahmud
Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah dua kali mengusir pasukan Belanda
keluar dari perairan Palembang.
Palembang di bawah pemerintah kolonial Belanda dirombak secara total termasuk
pengelolaan kota. Pada awalnya, wilayah permukiman penduduk di zaman Kesultanan lebih
dari sekedar permukiman yang terorganisasi. Permukiman pada waktu itu adalah suatu
lembaga persekutuan di mana patronage dan paternalis terbentuk akibat struktur
masyarakat tradisional dan feodalistis. Sistem ini dikenal dengan nama guguk. Kosakata
guguk berasal dari Jawa-Kawi yang berarti diturut diindahkan.
Setiap guguk mempunyai sifat sektoral ataupun aspiratif. Contoh wilayah
permukiman yang dikenal sebagai Sayangan, adalah wilayah paramiji dan alingan (struktur
bawah dan golongan penduduk Kesultanan) memproduksi hasil-hasil dan bahan tembaga.
Sayangan artinya perajin tembaga (Jawa-Kawi). Contoh lain adalah Kepandean adalah
perajin atau pandai besi, Pelampitan adalah perajin lampit, demikian juga dengan Kuningan
adalah perajin pembuat bahan-bahan dari kuningan.
Permukiman ini dapat pula bersifat aspiratif yaitu satu guguk yang mempunyai satu
profesi atau kedudukan yang sama, seperti guguk Pengulon, permukiman para penghulu dan
alim ulama di sekitar Masjid Agung. Kedemangan merupakan wilayah tokoh demang
tinggal, Kebumen yaitu tempat Mangkubumi menetap. Berikutnya, Kebangkan adalah
permukiman orang dari Bangka, Kebalen adalah permukiman orang dari Bali.
Setelah Palembang di bawah administrasi kolonial, oleh Regening Commisans J.I
Van Sevenhoven sistem perwilayahan guguk dipecah belah. Pemecahan ini memecah belah
kekuatan Kesultanan, sekaligus memecah masyarakat yang tunduk kepada sistem monarki,
menjadi tunduk pada administrasi kolonial. Guguk dijadikan beberapa kampung. Sebagai
kepala diangkat Kepala Kampung, dan Palembang dibagi menjadi dua wilayah, yaitu
Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk mengepalai wilayah tersebut diangkat menjadi
Demang, pamongpraja pribumi yang tunduk kepada Controleur. Kota Palembang pada
10

RPJP Kota Palembang

waktu itu terdiri dari 52 kampung, yaitu 36 kampung berada di Seberang Ilir dan 16
kampung di Seberang Ulu.
Pada tahun 1939, kampung tersebut tinggal 43 buah, 29 kampung berada di
Seberang Ilir dan 14 kampung di Seberang Ulu. Dapat diperkirakan penciutan administratif
kampung ini diperlukan karena cacah jiwa dan kaitannya dengan pajak.
Kepala Kampung hanya mengurus penduduk pribumi, sedangkan golongan Timur
Asing mempunyai kepala dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat
dengan kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor. Demikian
pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan kepalanya seorang Kapten.
Untuk kedudukan Kepala Bangsa Timur Asing, biasanya dipilih berdasarkan atas
pernyataan jumlah pajak yang akan mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah disertai
pula jaminan dana bagi kedudukannya.
Pemerintahan Kota Palembang pada 1 April 1906 menjadi satu Stadgemeente. Satu
pemerintahan kota yang otonom, Dewan Kota yang mengatur pemerintahan. Penduduk
menyebut pemerintah kota ini adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester
(Walikota), dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh penduduk
kota.
Pemerintah kota Palembang dibentuk bukan untuk memenuhi kepentingan pribumi,
tetapi lebih kepada kepentingan penguasa Barat yang sedang menikmati liberalisasi.
Liberalisasi menjadikan kota sebagai pusat/konsentrasi ekonomi, sebagai pelabuhan ekspor,
industri, jasa, perdagangan dan menjadi markas penguasa.
Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945), secara struktural tidak ada perubahan
kedudukan Kepala Kampung. Hanya gelarnya saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan
mereka di bawah koordinasi Gun-Co. Tugasnya dititikberatkan pada pembangunan ekonomi
peperangan Jepang. Untuk merapatkan barisan di kalangan penduduk, diperkenalkan suatu
sistem lingkungan Jepang, Tonari-gumi, yaitu Rukun Tetangga yang meliputi setiap 10
rumah di satu kampung. Tonari-gumi dipimpin oleh seorang Ku-Mi-Co (Ketua RT).
Saat Jepang memobilisasi massa di Indonesia untuk membantu Jepang dengan
membentuk organisasi semacam Seinendan, Seinentai, Gakuto-Tai, Heiho, Keibondan, dan
Fujinkai kesempatan ini dimanfaatkan oleh Haji Raden Tjek Yan dan dr. A.K Gani menjadi
sponsor dari organisasi yang bernama Syu-Syangikai sebagai jalan untuk menentukan nasib
sendiri. Pada saat kemerdekaan, dr. AK. Gani mengumpulkan para pemimpin laskar-laskar
dan meminta kesediaan untuk menjadikan Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR)
sebagai komando utama.
Palembang terus berkembang dengan cepat seiring dengan kemajuan perekonomian
Palembang yang merupakan kota perdagangan dan jasa sejak masa lalu. Pada tahun 1960
berdiri Universitas Sriwijaya, tahun 1962-1964 dibangun jembatan Ampera yang merupakan
pampasan Jepang. Keberadaan Jembatan Ampera menandai semakin berkembangnya
11

RPJP Kota Palembang

transportasi darat dan semakin surutnya transportasi air. Hal ini juga memiliki pengaruh
pada permukiman tradisional yang umumnya terletak di tepi sungai Musi.
Sejak tahun 1990 telah dilakukan pembebasan lahan di Jakabaring, wilayah di
Seberang Ulu yang merupakan lahan rawa, yang kemudian direklamasi dengan pasir dari
sungai Musi, tempat ini kemudian dibangun kompleks stadion olahraga yang dipergunakan
sebagai arena PON XVI tahun 2004. Pemerintah kota membangun RSUD Palembang Bari
tipe C di Seberang Ulu. Selanjutnya juga dikembangkan perkantoran Pemerintah dan Pasar
Induk di Seberang Ulu. Untuk mengembangkan wilayah, Palembang membangun Jalan
Lingkar barat dan Jalan Lingkar Selatan.

2.2. Kondisi, Analisis, dan Prediksi Umum


Untuk mewujudkan perencanaan yang baik dibutuhkan evaluasi data kondisi saat ini
yang mencakup aspek-aspek geomorfologi dan lingkungan hidup; kepedudukan,
ketenagakerjaan dan kemiskinan; ekonomi dan keuangan; sosial budaya dan politik;
prasarana dan sarana perkotaan; hukum, ketertiban dan pemerintahan.
2.2.1. Geomorfologi dan lingkungan Hidup
2.2.1.1. Kondisi dan Analisis
Kondisi Luas Kota Palembang, + 400,61 km2, dengan posisi Letak geografis pada +
0
2 52 3 0 5 Lintang Selatan, 104 0 37 104 0 52 Bujur Timur, dengan jarak tempuh ke
Pantai Timur Selat Bangka sepanjang 95 km. Keadaan topografi Kota Palembang, pada
umumnya merupakan dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata + 4 12 meter di atas
permukaan laut, dengan Komposisi: tanah dataran yang tidak tergenang air: 48 %, tanah
tergenang secara musiman: 15 %, Tanah tergenang terus menerus sepanjang musim: 35 %.
Lokasi daerah yang tertinggi berada di Bukit Seguntang Kecamatan Ilir Barat I, dengan
ketinggian sekitar 10 meter dpl. Sedangkan kondisi daerah terendah berada di daerah Sungai
Lais, Kecamatan Ilir Timur II. Kota Palembang dibedakan menjadi daerah dengan tofografi
mendatar sampai dengan landai, yaitu dengan kemiringan berkisar antara + 0-3 0 dan daerah
dengan topografi bergelombang dengan kemiringan berkisar antara +210 0 . Keadaan alam
kota Palembang merupakan daerah tropis lembah nisbi, dengan suhu rata-rata 22 0 32 0
Celsius, curah hujan 22 428 mml per tahun, pengaruh keadaan pasang surut antara + 2 5
meter, dengan ketinggian tanah rata-rata + 12 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar
dari wilayah Kota Palembang merupakan dataran rendah yang landai, sedangkan daerah
yang bergelumbang ditemukan di beberapa tempat seperti Kenten, Bukit Sangkal, Bukit
Siguntang dan Talang Buluh-Gandus. Bentang alam yang membentuk wilayah Kota
Palembang, berdasarkan kepada karateristik geomorfiknya, dapat dibedakan atas daerah
rawa dan daerah aliran sungai, meskipun di beberapa daerah lainnya mereka berinteraksi
12

RPJP Kota Palembang

dan agak sulit untuk dibedakan.


Satuan geomorfik rawa pada umumnya dicirikan oleh terbentuknya cekungan yang
lebih luas, dengan kedalaman relatif dangkal, genangan air yang relatif stagnant (yang
tergenang tidak mengalir, sepanjang masa), dan bahkan di beberapa lokasi dijumpai pula
area rawa yang telah kering atau tak berair kecuali di musim hujan. Sedangkan daerah aliran
sungai, termasuk di dalamnya adalah dataran limpahan banjir (fload plain), yang merupakan
bentuk cekungan yang memanjang, berlembah, dan biasanya lebih dalam, serta
memperlihatkan pula adanya aliran tertentu, yang dibentuk oleh sungai utama, beserta anakanak sungainya.
Satuan geomorfik rawa banyak mendominasi, terutama kawasan Barat, kawasan
Timur, daerah Seberang Ulu 1; dan Seberang Ulu II, yang hampir mencapai + 45 %, dari
luas Kota Palembang. Pada satuan ini dijumpai pula beberapa cekungan, yang relatif lebih
dalam bila dibandingkan dengan beberapa daerah di sekitarnya, dan bentuk bentang
alamnya ini merupakan perairan yang ditumbuhi oleh gulma, yang lazim disebut dengan
lebak. Daerah ini dikenal dengan daerah tangkapan air yang banyak digunakan untuk
kolam retensi banjir, yaitu di Kecamatan Ilir Barat I, (kambang iwak Talang Semut) di
Kecamatan Ilir Timur I, ada kolam retensi Rumah Sakit Siti Khodijah, kolam retensi depan
Kapolda, dan di Kecamatan Ilir Timur II, yaitu daerah kolam retensi Kenten.
Strategi kota dalam mengatasi luapan banjir meletakkan posisi kolam retensi sebagai
salah satu jalan keluar yang produktif. Jenis tanah penyusunan unit geomorfik rawa lebak,
sebagian besar adalah alluvial, yang bervariasi mulai dari endapan alluvial sungai, alluvial
rawa sampai dengan alluvial marine, terutama daerah di pantai Timur arah ke daerah Kenten
laut. Evolusi geomorfik resen (recent) geomorfologi daerah sekitar Kota Palembang pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh aktivitas, Sungai Musi. Berdasarkan pada proses ini, maka
daerah rawa di kota Palembang, dapat dibedakan, menjadi jenis rawa lebak dan rawa pasang
surut. Rawa lebak tersebar pada bagian di daerah Seberang Ulu II, Kecamatan Gandus, dan
Ilir Barat I, sedangkan rawa pasang surut, ditemukan di daerah Kecamatan Ilir Timur II
(Merah mata) dan sebagian di daerah Kenten Laut.
Terjadinya proses sedimentasi terutama oleh sungai, di beberapa daerah rawa,
menjadi penyebab terjadinya pendangkalan rawa-lebak, bahkan sebagian telah ditimbun
oleh masyarakat untuk kegiatan sosial dan ekonomi kota.
Proses secara geologi yang dinyatakan ikut bertanggung jawab terhadap perubahan
geomorfologis daerah rawa lebak ini hampir tidak ada, kecuali adanya perubahan, karena
kegiatan aktivitas manusia yang berjalan sangat cepat, bila dibandingkan dengan adanya
perubahan secara alamiah. Berdasarkan pola penyebaran areal permukiman di daerah Kota
Palembang ini, maka perubahan satuan geomorfik rawa lebak, yang paling significan terjadi
hampir di semua kawasan, seperti Kecamatan Ilir Timur II, Kecamatan Ilir Barat II,
Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Seberang Ulu II. Penyusutan lahan rawa lebak
13

RPJP Kota Palembang

ini, di samping akibat terjadinya kekeringan karena drainase, juga diakibatkan oleh adanya
alih fungsi rawa untuk kepentingan ekonomi kota (seperti untuk pembangunan jalan,
perumahan dan permukiman secara kolektif). Satuan Geomorfik sungai di daerah kota
Palembang, daerah penyebarannya mengalami tekanan, karena dipengaruhi oleh nilai
ekonomi lahan. Pola aliran sungai di Kota Palembang dapat digolongkan sebagai pola aliran
dendritik, artinya merupakan ranting pohon, di mana dibentuk oleh aliran sungai utama
(Sungai Musi) sebagai batang pohon, sedangkan anak-anak sungai, seperti sungai Sekanak,
sungai Bendung, dan sungai Lambidaro dan sungai lainnya sebagai ranting pohonnya. Pola
aliran sungai seperti ini mencerminkan bahwa, daerah yang di aliri sungai tersebut memiliki
topograpi mendatar. Dengan kekerasan batuan relatif sama (uniform) sehingga air
permukaan (run off) dapat berkembang secara luas, yang akhirnya akan membentuk pola
aliran sungai (river channels) yang menyebar, ke daerah tangkapan aliran sungai (catchment
area). Sungai utama yang mengaliri kota, dan yang membelah dua daerah kota Palembang,
adalah sungai Musi, dan beberapa anak sungai, yang diperkirakan sebanyak + 68 buah
sungai yang masih berfungsi, yaitu dari jumlah + 108 buah sungai. Semua sungai tersebut
bermuara ke sungai Musi di antaranya; seperti sungai Ogan, sungai Komering, sungai
Sekanak, sungai Bendung, sungai Baung, sungai Lambidaro, sungai Gandus, dan sungaisungai yang terdapat di daerah Seberang Ulu, seperti sungai Kedukan. Beberapa nama
sungai dan kondisinya saat ini kurang terpelihara (terlampir). Di samping itu beberapa
sungai lainnya, yang tidak bermuara ke sungai Musi, adalah seperti sungai Kenten yaitu
yang bermuara ke sungai Lalan di Kabupaten Banyuasin. Sungai-sungai tersebut memiliki
beberapa anak sungai tersendiri, dan masing- masing membentuk subsistem sungai dengan
pola aliran dendritik pula. Namun secara regional subsistem sungai yang paling berpengaruh
terhadap evolusi geomorfologi daerah Kota Palembang adalah subsistem sungai Bendung,
sungai Sekanak, dan sungai Kedukan. Oleh karena itu, bentang alam wilayah Kota
Palembang secara lokal termasuk ke dalam subsistem sungai Musi (Musi River Basin).
Secara umum tanah yang dijumpai di sekitar aliran sungai di kota Palembang adalah
yang dibentuk oleh alluvial hidromorf endapan liat. Satuan geomorfik seperti ini sebagian
dimanfaatkan untuk areal persawahan, atau perladangan, terutama di daerah limpahan banjir
seperti yang terdapat di Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir
Timur II (Merah Mata) dan Kecamatan Seberang Ulu I (daerah Plaju). Fungsi sungai di
Kota Palembang sebelumnya adalah sebagai alat angkutan sungai ke daerah pedalaman,
sekarang sudah banyak berubah fungsinya, antara lain sebagai drainase dan untuk
pengedalian banjir. Fungsi anak-anak sungai yang semula sebagai daerah tangkapan air,
sudah banyak ditimbun untuk kepentingan sosial, sehingga berubah fungsinya menjadi
permukiman, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya, rata-rata laju alih fungsi ini diperkirakan
adalah sebesar + 6 % per tahun. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa, kemajuan atau
perkembangan daerah pada satuan geomorfik sungai akan sangat dipengaruhi oleh kondisi
14

RPJP Kota Palembang

sungai itu sendiri. Artinya perubahan sistem sungai di kota Palembang, selain terjadi karena
faktor alami, dapat juga terjadi oleh faktor non-alami. Secara geomorfik perubahan bentang
alam pada satuan geomorfik di Kota Palembang berkaitan dengan; (1) adanya sidementasi
sungai, yang bertanggung jawab terhadap pendangkalan sungai, atau penyebab terjadinya
penyempitan (bottle neck) seperti di daerah Mariana Kecamatan Seberang Ulu I,
(2) penambangan pasir sungai atau gravel pada dasar sungai, yang akan berdampak kepada
pendalaman cekungan, (3) pemanfaatan dataran pada bentaran sungai, untuk permukiman,
persawahan, serta (4) aktivitas lain yang akan berinteraksi dengan atau yang berdampak
pada aliran sungai, seperti penimbunan rawa untuk kepentingan pembangunan (seperti jalan,
perumahan, dan permukiman secara massal), kegiatan industri, yang membuang sampah,
limbah cair, padat, cairan kimia ke dalam sistem sungai dan anak sungai yang ada, sehingga
terjadi perusakan lingkungan, (5) terjadi penebangan hutan secara (liar) illegal di daerah
hulu sungai.
Guna mengantisipasi terjadinya degradasi lingkungan sungai, maka diperlukan
adanya sistem manajemen lingkungan sungai dan anak sungai yang komprehensif, dan
program monitoring yang berkelanjutan terhadap segala aktivitas pembangunan yang
berinteraksi dengan aliran sungai. Implementasi program dalam rangka pemantauan
dan/atau pengendalian dampak yang berpotensi mendegradasi kualitas lingkungan sungai,
tentunya harus melibatkan banyak unsur (lintas sektoral) setidaknya mencakup elemen
masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai dan unsur pemerintahan dari kawasan hulu
(up-streams) dengan wilayah hilir (down-streams) sehingga dengan demikian kemampuan
untuk melakukan koordinasi atau bersinergi secara baik dari semua komponen tersebut akan
menjadi kunci dari keberhasilan dalam menjaga kualitas dan kesinambungan pembangunan
satuan geomorfik sungai di kota Palembang.
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Salah satu dari sumber daya alam di kota
Palembang adalah Pertanian Tanaman pangan dan Hortikultura, Peternakan dan Perikanan.
Komoditas Pertanian tidak merupakan skala prioritas daerah, sehingga arah pembangunan
Pertanian Kota Palembang lebih mengacu kepada sistem Agropolitan, dengan titik beratnya
pada sektor Agrobisnis dan Agroindustri. Sektor dan subsektor ini bukan merupakan sektor
unggulan untuk mendukung ekonomi Kota Palembang. Kondisi ini terlihat dari adanya
penurunan pertumbuhan pertanian dari 0,69 % pada tahun 1998, menjadi sebesar 0,60 %
pada tahun 2005. Sampai dengan tahun, 2004 luas areal Pertanian dan Hortikultura
berdasarkan tipelogi lahan di kota Palembang, adalah seluas + 29.653 Ha, yaitu terlihat pada
lampiran Tabel 2. Potensi lahan Pertanian dengan tipelogi ini tersebar di Kecamatan Ilir
Timur II, seperti daerah Sukabangun, Kenten, Ilir Barat I Kecamatan Gandus, Kecamatan
Seberang Ulu II, daerah Musi II dan Sebagian Kecamatan Plaju. Peluang pertanian kota
Palembang, mengacu kepada pola pertanian intesifikasi, dan diversifikasi (optimalisasi)
lahan yang tersedia, dengan pola Agrobisnis (seperti tanaman jenis hortikultura, buah15

RPJP Kota Palembang

buahan, rambutan jenis Aceh, serta berbagai sayur-sayuran organik (non pestisida), yang
dalam pelaksanaannya dianjurkan untuk menggunakan bibit tanaman usia pendek antara
40-100 hari telah dilakukan panen. Subsektor Agroindustri peternakan dan perikanan pola
pertaniannya dilakukan dengan cara pemeliharaan ikan secara intensif melalui running
water system, penggemukan sapi potong (patening system), ternak kambing, ternak unggas
itik, ayam petelur dan ayam buras. Kesemuanya itu dilakukan dengan pola pembinaan
wilayah pertanian Agropolitan, yang dipusatkan pada sentra pertanian di kecamatan Gandus.
Peternakan. Program peternakan dan perikanan di kota Palembang ini pada
hakikatnya adalah pembangunan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Sehingga dikenal dalam sistem pertanian secara luas, istilah ini sebagai
konsep pembangunan sistem usaha agribisnis dan agrindustri. Pada Tabel terlampir
ditunjukkan keadaan populasi ternak selama tahun 2004-2005 di kota Palembang, dari Tabel
3 terlampir terlihat perkembangan populasi ternak.
Mengacu kepada hal tersebut, maka konsep pembangunan peternakan kota
Palembang, diarahkan kepada pencapaian sasaran pokok, yaitu berupa perbaikan tingkat
pendapatan dan kesejahteraan petani, dengan melalui peningkatan konstribusi peternakan
terhadap pendapatan usaha tani. Untuk itu ada 3 (tiga) subsistem yang akan menjadi fokus
perhatian Pertama, subsistem hulu yang diarahkan pada usaha memaksimalisasi
pemanfaatan sumber daya lokal, sehingga potensi daerah dapat menjadikan spesifik wilayah
(unggulan). Kedua, sub-sistem tengah (off farm) yang akan diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan produktivitas persatuan ternak, dengan berusaha menekan angka kematian
ternak akibat berbagai kasus penyakit, dengan cara memberikan makanan tambahan
(supplement). Hal ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan usaha untuk menaikkan
kualitas produksi dan populasi ternak. Ketiga, subsistem hilir yang diarahkan kepada upaya
untuk mengoptimalkan fungsi pemasaran, yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
tukar ternak dan hasil ternak. Ketiga fungsi dari subsistem tersebut akan berjalan baik
apabila unsur pemerintahan bersama dengan masyarakat, swasta dan koperasi dapat
berperan secara aktif untuk saling mendorong dan mendukung dalam membentuk kerjasama
yang saling menguntungkan.
Perikanan. Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di kota Palembang,
terutama perikanan tangkap, mengalami kenaikan 1,5 % per tahun, terutama untuk perairan
umum. Demikian juga dengan RTP perikanan budidaya air tawar secara intensif, sistem
karamba apung mengalami kenaikan sebesar 1,6 % per tahun. Dari jumlah RTP tersebut,
komunitas petani ikan, ternyata masih terkonsentrasi kepada penangkapan di perairan umum
(35%), sedangkan budidaya air tawar, terkendala dengan penyediaan benih ikan. Potensi
pembibitan ini perlu menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan untuk tahun-tahun
mendatang di daerah Kota Palembang. Usaha budidaya ikan di Kota Palembang terus
berkembang yang meliputi budidaya ikan intensif, di dalam sangkar karamba (running
16

RPJP Kota Palembang

water system), dan budidaya kolam air tenang yang dilakukan untuk jenis ikan tertentu,
seperti patin, nila, gurami dan lele, seperti terlihat pada Tabel 4 terlampir.
Nilai produksi perikanan Kota Palembang mengalami penurunan. Nilai produksi
tahun 2003 mencapai Rp. 57.844.382.500 dengan produksi 9.088.500 kg, menjadi Rp
37.261.348,50 pada tahun 2004, dengan produksi sebesar 8.374,18 kg, namun pada tahun
2005 nilai ini meningkat menjadi Rp 46.092.589 dari produksi 6.325 kg. Nilai produksi ini
akibat berkurangnya pasokan, bukan dari produksi.
Produksi Ikan. Secara umum produksi perikanan di Kota Palembang menurun,
terlihat dari Tabel 5 terlampir, tentang produksi ikan darat dan sungai, terutama produksi
budidaya air tawar, walaupun konsumsi per kapitanya lebih tinggi dari nasional yaitu 22,5
kg/per kapita/th, menjadi sebesar, + 28,5 kg/per kapita/tahun (lihat Tabel 5 lampiran).
Untuk jenis perikanan tangkapan, yang dilakukan di perairan umum, seperti di
sungai Musi dan beberapa anak sungai, pada tahun 2005, sebesar + 328 Ton. Sementara itu,
pada kegiatan perikanan budidaya untuk air tawar, karamba dan tambak, produksi tahun
2005 mencapai +3.679 ton, atau mengalami penurunan sebesar +1,2% bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar +4120,48 ton. Produksi perikanan Kota Palembang
ini, selain dikonsumsi segar, sebagian diawetkan, dan diolah menjadi ikan asin, permentasi
(ikan bekasam), dan pengasapan (ikan salai). Beberapa jenis ikan air tawar yang banyak
dijadikan produk ikan awetan, seperti salai (asap), ikan asin adalah dari jenis gabus, sepat
siam, baung, lais. Total produksi perikanan Kota Palembang di perairan umum pada tahun
2005 adalah lebih rendah dibandingkan produksi kolam /tambak, yaitu + 328 ton. Produksi
ini mengalami penurunan rata-rata sebesar +8,9% apabila dibanding tahun 2004. Produksi
perikanan kolam pada tahun 2005 adalah sebesar +2.839 ton, artinya mengalami penurunan
sebesar +1,5% dibanding tahun sebelumnya. Hasil perikanan ini, pada umumnya selain
dikonsumsi, juga dipasarkan secara lokal, di beberapa pasar tradisional. Ketentuan yang
berlaku untuk usaha perikanan di Kota Palembang, didasarkan kepada Perda Tk.I. Sumatera
Selatan, Nomor 18 Tahun 1984, dan SK Gubernur Tk. I Sumatera Selatan Nomor 11 Tahun
1984, tentang pemberian izin Usaha Perikanan, di mana dalam peraturan tersebut dijelaskan
bahwa setiap usaha penangkapan ikan dan hasil laut lainnya, kegiatan budidaya laut serta
kapal penangkapan dan pengangkutan ikan serta hasil laut lainnya harus memiliki izin, yaitu
Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Izin Kapal Perikanan (SIKP). Izin tersebut
dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Selatan, atas nama
Gubernur Sumatera Selatan, dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kota Palembang.
Mengenai tata cara pengajuan izin telah ditetapkan dalam SKL Mentan Nomor
815/KPTS/IK/120/II/90 tentang perizinan usaha perikanan. Setiap kegiatan usaha perikanan
yang tidak mempunyai izin usaha perikanan dan izin kapal perikanan, harus mempunyai
surat Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan (TPKP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota
Palembang cq. Dinas Pertanian Kota Palembang, berdasarkan pada Perda Kota Palembang
17

RPJP Kota Palembang

Nomor 29 Tahun 2002 Perkembangan Perkoperasian yang bergerak disektor perikanan di


Kota Palembang ini belum tercatat dengan baik, hal ini karena terbatasnya ruang gerak
pemasaran, dan kesadaran masyarakat tentang keberadaan koperasi, sehingga masyarakat
lebih bergantung kepada pemilik modal perorangan atau tengkulak. Sumbangan dari sektor
perikanan terhadap PAD diperoleh melalui restribusi, pengolah hasil perikanan (cold
storage). Pada tahun 2004 tercatat sebesar 3 Milyar rupiah. Potensi budidaya air tawar,
terutama air deras (running water) karamba, terdapat di sepanjang sungai Musi, seperti di
kecamatan Gandus. Pola penangkapan ikan, seperti di sawah dan lebak dengan (fence
system) banyak terdapat di daerah lebak, dan sungai sungai kecil seperti di Kecamatan Plaju.
Dalam setiap kegiatan perikanan pada umumnya, dilakukan pengawasan dengan tujuan
untuk pelestarian sumber daya perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya sistem pengawasan ini dijabarkan ke dalam fungsi
monitoring, control dan surveyllance, yang saat ini masih belum optimal dilaksanakan di
Kota Palembang. Penangkapan ikan di perairan umum, dari hasil monitoring dan
pengamatan, banyak ditemukan pelanggaran penangkapan ikan, dengan menggunakan
bahan kimia seperti putas, strom listrik di perairan sungai, serta lebak. Namun dari hasil
Surveyllance dan laporan masyarakat mengenai pelanggaran tersebut belum dapat ditindak
lanjuti dengan fungsi investigasi, karena masih kurangnya perangkat lunak, berupa
peraturan dan perundang-undangan, serta tersedianya perangkat keras seperti sarana dan
prasarana, transportasi, komunikasi dan pembiayaan, serta SDM, yaitu belum tersedianya
PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) atau inspektorat di bidang perikanan ini di Kota
Palembang. Perlindungan terhadap sumber daya ikan dan lingkungan yang dilakukan di
Kota Palembang meliputi (a) pencegahan dan pemberantasan hama penyakit ikan, (b)
konservasi dan rehabilitasi sumber ikan kritis dan langka, dan (c) pencegahan dan
penanggulangan pencemaran perairan yang dirasakan oleh masyarakat di beberapa
Kecamatan, seperti di Ilir Timur I, daerah industri Pupuk PUSRI, di sungai Lais. Kegiatan
konservasi dan rehabilitasi sumber daya perikanan di lingkungan perairan belum dilakukan
secara khusus, kecuali menerima dampak dari adanya program pengelolaan suaka perikanan
(reservant) dan penebaran ikan (restocking) perairan umum, oleh beberapa Kabupaten yang
berbatasan dengan Kota Palembang, seperti Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Banyuasin,
dan Kabupaten Muara Enim.
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Perairan. Perairan umum Kota
Palembang, merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan limpahan banjir (flood plain),
sehingga sangat rentan terhadap pencemaran perairan, terutama pada waktu puncak musim
kemarau dan awal musim hujan (antara peralihan musim kemarau dan musim hujan), di
mana aktivitas pencemaran ini dipicu oleh adanya industri yang banyak terdapat di
sepanjang alur sungai Musi, dan membuang limbah padat dan limbah cairnya ke perairan
umum (seperti PT Pupuk Srwijaya, Crum Rubber, PT Pertamina,). Pencemaran perairan ini
18

RPJP Kota Palembang

setiap tahunnya banyak menyebabkan kematian ikan di aliran sungai yang terdapat di Kota
Palembang. Pencemaran ini terjadi pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a. Terjadinya proses pembusukan akar dan tumbuhan air yang terjadi dirawa-rawa sekitar
Kota Palembang, yang bersifat asam, yang kemudian dihanyutkan oleh aliran sungai
ke sungai Musi.
b. Bahan kimia dan limbah dari pabrik, (Pupuk, Pengilangan Minyak, crude palm oil
(CPO, Crum rubber) serta dari lahan pertanian yang menggunakan insektisida,
semuanya ini berasal dari daerah hulu kota Palembang.
c. Limbah domestik dari rumah tangga.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran di perairan ini, Dinas
Pertanian Kota Palembang berperan sebagai anggota pengawasan limbah cair Kota
Palembang. Badan Pengawasan Lingkungan Hidup (BAPEDALDA) Kota Palembang
berfungsi sebagai koordinator. Kegiatan monitoring dilakukan biasanya pada awal musim
hujan, atau pada saat pabrik tidak melakukan aktivitas, hal ini masih terbatas hanya
dilakukan di perairan terbuka seperti, sungai.
Perikanan Perairan Umum. Sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan, maka budidaya ikan dilaksanakan tidak terbatas di kolam-kolam
pemeliharaan, atau tambak, tetapi dapat juga dilakukan di perairan terbuka, seperti di
sungai, danau. Sedangkan di perairan yang menyangkut kepentingan umum, maka perlu
adanya penetapan lokasi dan luas daerah, serta cara menggunakannya, agar tidak
mengganggu kepentingan umum. Demikian pula dengan pola usaha, tidak terbatas pada
skala kecil atau besar. Maka program perlindungan terhadap usaha budidaya perikanan tetap
merupakan keharusan, yaitu dengan mengatur lokasi lahan usaha, perlindungan dari
pencemaran perairan. Dalam rangka perlindungan budidaya ikan di kota Palembang, upaya
yang sedang dilakukan masih terbatas pada pengamatan terhadap kegiatan budidaya dan
mengkonsentrasikan pada lokasi tertentu, terutama untuk mendukung kegiatan Program
Agropolitan. Pencapaian keberhasilan subsektor perikanan, pada tahun 2004 menunjukan
bahwa rumah tangga perikanan (RTP) untuk perikanan tangkap dan budidaya adalah sebesar
+ 110 KK, untuk jumlah nelayan pada kegiatan perikanan tangkap berjumlah + 75 KK. Alat
tangkap di perairan umum berjumlah + 150 unit, luas areal budidaya Kolam ikan air
tawar/lebak + 500 Ha, Kolam + 15 ha, Karamba sangkar sebanyak + 100 Unit. Produksi
perikanan tangkap di perairan umum + 100 ton, budidaya air tawar/lebak sebesar + 100 ton.
Produksi ikan olahan dari perairan umum sebesar + 100 ton. Hasil perikanan ini, umumnya
masih dipasarkan secara lokal di dalam Kota Palembang, sedangkan produk olahan seperti
salai, ikan asin terutama ikan beku (cold storage,) banyak dipasarkan ke luar negeri, seperti
ke Jepang dan Amerika.

19

RPJP Kota Palembang

Beberapa peluang yang mungkin ada pada subsektor perikanan di kota Palembang
ini antara lain tersedianya perairan yang cukup luas, terutama untuk pengembangan
budidaya air tawar, seperti usaha air deras, karamba (running watters) yaitu di sepanjang
sungai Musi, sungai Komering, sungai Ogan, semuanya bermuara ke sungai Musi. Adanya
dukungan sumber daya bahan baku pakan ikan (palawija, tepung ikan, dedak padi, pellet)
untuk mendukung usaha penyediaan pakan ikan pada sistem budidaya ini. Tersedianya
sistem pemasaran yang sangat strategis, dilihat dari aspek geografis, di dalam maupun ke
luar negeri Untuk pemasaran produk tersier (hasil olahan) dilakukan melalui rumah makan
terapung, hotel dan kegiatan pariwisata yang banyak ditemukan dan berkembang di kota
Palembang. Kebutuhan akan protein hewani asal ikan yang dianjurkan secara nasional ratarata + 22,5 kg/kap/tahun, dapat sebagai lapangan usaha yang cepat menghasilkan (quick
yeilding), sesuai dengan program yaitu untuk mendukung Agropolitan di Kota Palembang.
Sementara itu ancaman yang mungkin akan terjadi pada subsektor Perikanan, di
Kota Palembang diperkirakan antara lain dengan makin cepat terjadinya alih fungsi perairan
rawa, lebak menjadi permukiman, menjadi lahan industri, di mana hal ini akan mengancam
produk olahan (sekunder) dicold storage, yaitu mulai terancam karena sumber bahan ikan
olahan, makin berkurang karena alih fungsi lahan, dan pencemaran perairan, sehingga akan
mengurangi pendapatan asli daerah (PAD) dari subsektor perikanan. Kurangnya tenaga
pembimbing di sektor perikanan ini, juga menyebabkan lambatnya perkembangan ekonomi
yang berbasis perikanan, atau pertanian lainnya. Hal ini merupakan ancaman terhadap
pendapatan dan tingkat kesehatan, kesejahteraan keluarga nelayan di kota Palembang.
Beberapa kelemahan lain yang terdapat di subsektor perikanan antara lain adalah
terbatasnya sarana prasarana perikanan, seperti pembenihan, Balai Benih ikan (Hatchery),
Lembaga Keuangan dan kemampuan para petugas di lapangan seperti petugas penyuluh
lingkungan (PPL) serta penerapan teknologi di subsektor perikanan air tawar. Kelemahan
lain yang ada pada sektor perikanan adalah akses untuk memperoleh permodalan yang
rendah, sehingga petani dan nelayan kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Pola
pemeliharaan ikan yang dilaksanakan umumnya masih berskala kecil (non economic scale),
sehingga menyebabkan belum tercapainya efisiensi usaha pada skala ekonomi (masih
merupakan usaha sambilan) yang belum mengarah kepada cabang usaha perikanan.
Partisipasi pihak swasta untuk menumbuhkembangkan perikanan rakyat masih lambat.
Masih belum tertatanya lahan sebagai basis budidaya perikanan secara konsisten, yang
dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Daerah (RTRD), sehingga menjadi hambatan bagi
para investor untuk berinvestasi di subsektor perikanan di Kota Palembang.
Kebijaksanaan penetapan sentra produksi perikanan Kota Palembang diarahkan ke
lokasi daerah hulu, seperti di daerah Gandus, di sungai Musi, Rambutan di sungai
Komering, dan Inderalaya di daerah sungai Ogan, hal ini menghindari kerugian dan agar
terhindar dari polusi industri. Strategi kegiatan perikanan dan pertanian Kota Palembang
20

RPJP Kota Palembang

secara umum sebaiknya diarahkan kepada kegiatan off farm, seperti pengembangan lembaga
pendidikan, penyediaan fasilitas pembibitan, dan pemasaran hasil perikanan, sedangkan
kegiatan on farm diarahkan dengan menggunakan pola Agropolitan, yaitu dengan
memanfaatkan adanya kerjasama dengan daerah perbatasannya.
Lingkungan Hidup. Sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup seyogyanya
harus dikelola dengan baik demi menjamin keberlanjutan pembangunan (sustainable
development) secara nasional atau regional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah adalah menjadi prasyaratan utama untuk
diimplementasikan ke dalam kebijaksanan serta peraturan perundang-undangan. Prinsipprinsip tersebut saling sinergis serta melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan
yang baik, yang mendasarkan kepada asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas,
sehingga akan mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Percepatan pembangunan di kota Palembang juga menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan, di antaranya kondisi kualitas air permukaan sehingga
memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini
dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap kehidupan, terutama manusia yang
populasinya semakin besar.
Hutan Kota. Kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Palembang adalah seluas
20-30% dari total luas wilayah. Saat ini kota Palembang memiliki + 450 Ha ruang terbuka
hijau (RTH) yang di kelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang. Total
ruang terbuka hijau meliputi + 550 Ha, atau + 20 %, dengan kondisi saat ini + 30,43 Ha,
Hutan kota di areal SMB II Talang Betutu, Hutan Wisata Punti Kayu, dari total luas kota
Palembang; + 43,1 Km 2 . Walaupun kota Palembang tidak memiliki areal hutan produksi,
ternyata restribusi (PAD) dari kayu olahan mencapai 10.724.761 m3, dan non kayu (Damar)
83 Kg.
Sampai dengan Tahun 2020, kota Palembang ditantang untuk mewujudkan
ketersediaan RTH sebesar + 30 % sesuai dengan PERDA RTRWK Kota Palembang.
Semuanya ini memerlukan kesadaran warga kota untuk dapat terlibat penuh dalam
pengelolaan dan pengembangan hutan kota, serta keanekaragaman hayati di kota
Palembang, sehingga diperlukan usaha untuk memelihara kualitas lingkungan kota.
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Kota Palembang ke depan antara
lain:
Sampah dan Limbah Kota. Data negatif tentang permasalahan sampah dan limbah
kota baik di tingkat internasional dan nasional cukup banyak. Berdasarkan catatan dari dinas
kebersihan dan keindahan kota Palembang pada tahun 2004. Produksi sampah mencapai,
angka rata-rata + 5.500m 3 per hari dengan laju pertumbuhan sampah + 3 % per tahunnya,
terlampir Tabel 6 menunjukan produksi sampah kota Palembang dari tahun 2004-2005.
Besarnya timbunan sampah tersebut, dipastikan akan semakin bertambah seiring dengan
21

RPJP Kota Palembang

lajunya pertambahan penduduk dan perkembangan teknologi, keterbatasan sarana dan


parasarana tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Hal itu menuntut kota Palembang agar
dapat menyiapkan pola pengelolaan sampah terpadu, yaitu melalui regulasi yang
memfasilitasi terjadinya partisipasi serta kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Semua masyarakat harus ikut mendukung kota Palembang untuk menerapkan konsep zero
waste yaitu dengan menerapkan prinsip 5-R (recycle, reduce, reuse, recovery, revalue) dan
produksi bersih (clean production), serta menekankan arah program untuk lebih
meningkatkan pelayanan dari 45 % menjadi 75 % serta adanya peningkatan kualitas dan
penyebaran transfer ke TPA.
Kualitas Udara. Berdasarkan data tahun 2001 dan hasil survei Dinas Perhubungan
Kota terhadap kadar debu kota Palembang ternyata sudah menunjukan angka di atas
ambang batas, sesuai dengan ketetapan World Health Organization (WHO), akibat dari
bertambahnya jumlah kendaraan dan perkembangan industri yang masih belum
menyediakan instalasi pengolahan buangan gas, yang membawa dampak pada >50% dari
penduduk terutama anak-anak, terserang Inpeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Oleh
sebab itu, harus mulai dipertimbangkan dengan serius terhadap penyediaan dan kebijakan
mengenai ketentuan bahan bakar yang rendah polusi dan nonpolusi, pembatasan jumlah
kendaraan, uji kelayakan mesin kendaraan bermotor, dan penerapan peraturan pengelolaan
limbah gas buang industri.
2.2.1.2. Prediksi
Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup, sehingga dapat mewujudkan tujuan Kota Palembang
berkualitas dan mandiri. Di dalam melaksanakan pembangunan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, hanya akan dapat tercapai apabila memenuhi syarat dengan indikator
sebagai berikut: (i) Adanya kebijakan publik yang berorientasi pada pembangunan yang
berkelanjutan. (ii) Partisipasi masyarakat, swasta, dan lembaga-lembaga publik dalam
pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. (iii) Penegakan hukum di bidang lingkungan yang
konsisten, untuk mengurangi efek rumah kaca (penggunaan freon) dan pengurangan dampak
dari emisi gas buang/timbal.
Prediksi pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup kota Palembang
dapat diwujudkan melalui integrasi dan harmonisasi antara kebijakan lingkungan hidup
dengan sektor yang lain. Pengaruh utama prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
di seluruh bidang pembangunan, peningkatan kapasitas lembaga pengelola lingkungan,
penegakan hukum di bidang lingkungan hidup secara konsisten, sehingga dibutuhkan halhal berikut.

22

RPJP Kota Palembang

a. Basis data kekayaan SDA dan lingkungan dikelola secara profesional sebagai rujukan
dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengestimasi berbagai potensi SDA dan
lingkungan hidup dalam rangka kebijakan yang tepat.
b. Kebijaksanaan lingkungan hidup, yang diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan
sektor yang lain dengan cara-cara (a) pemberian kebijakan ruang hidup yang luas bagi
rakyat serta kerjasama antarkomponen masyarakat kota, yang tercerminkan pada
komitmen politik pemerintah, (b) peningkatan koordinasi antar komponen pemerintah,
masyarakat dan swasta (c) pengaruh utama prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan ke seluruh bidang disertai peningkatan koordinasi pengelolaan lingkungan
hidup di tingkat nasional dan daerah.
c. Kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup ditingkatkan dengan cara
(a) pengembangan penanganan masalah yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang
bersifat musiman dan bencana, (b) peningkatan penyebaran data informasi lingkungan,
informasi wilayah-wilayah yang rentan dan rawan terhadap bencana, (c) informasi
kewaspadaan dini terhadap bencana.
d. Melaksanakan kontrol sosial yang dapat dilakukan dengan cara (a) pembangunan
kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, (b) peningkatan peran
aktif masyarakat dalam memantau kualitas lingkungan hidup, dan (c) peningkatan
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum terkait dengan
pelanggaran eksploitasi lingkungan hidup.
e. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan tentang keterjaminan air yang mencakup
(i) jaminan ketersediaan pangan, (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, (iii)
perlindungan ekosistem, normalisasi sungai, (iv) pembagian sumber daya air
antarwilayah yang berkaitan, (v) penanggulangan resiko, (vi) pemberian nilai air, (vii)
penguasaan air secara bijaksana.
f. Pembagian infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan global, terutama
dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan infrastruktur juga harus
mempertimbangkan kebutuhan Kota Palembang di masa datang yang terlihat dari
beberapa indikator keberhasilan: (i) meningkatnya indeks baku mutu kualitas udara di
seluruh wilayah kota Palembang, (ii) meningkatnya kualitas/baku mutu air tanah
maupun air olahan, (iii) meningkatnya kualitas/baku mutu tanah, (iv) meningkatnya
kualitas/baku mutu pangan, (v) meningkatnya cadangan sumber daya energi di
perkotaan, (resources endowment), (vi) meningkatnya indeks keberlanjutan
pembangunan kota (sustainable development index), (vii) optimalisasi pembangunan
bagian wilayah kota, secara terkendali, dan terpacu, serta pencukupan kebutuhan dasar,
(viii) pengelolaan persampahan, dengan cara menaikkan kapasitas angkut gerobak dan
mobil sampah, penyediaan landasan kontener, berfungsinya TPA sampai 100 %.

23

RPJP Kota Palembang

2.2.2. Kependudukan, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan


2.2.2.1. Kondisi dan Analisis
Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Dalam rangka pengembangan
pembangunan berkelanjutan adalah penting untuk lebih mengembangkan Sumber Daya
Manusia (SDM). SDM bukan saja sebagai objek tetapi juga sebagai pelaksana
pembangunan, oleh karena itu pengendalian kuantitas SDM merupakan langkah penting
agar terwujud keharmonisan atau keseimbangan antara kuantitas dan kualitas SDM.
Pengendalian kuantitas SDM melalui pengendalian pertumbuhan penduduk melalui
besaran angka kelahiran (fertilitas), angka kematian (mortalitas) dan migrasi. Sementara
peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan penduduk, serta
usaha-usaha pemberdayaan masyarakat. Usaha dimaksud adalah membuka luas dan
membantu masyarakat memperoleh berbagai akses yang dapat menunjang dan memotivasi
diri untuk lebih maju, antara lain, akses terhadap informasi, pelatihan peningkatan mutu diri,
bahkan akses terhadap modal. Semua ini diperlukan agar masyarakat dapat keluar dari
kemiskinan melalui jalur self-help.
Gambaran jumlah penduduk kota Palembang selama 10 tahun terakhir adalah
sebagai berikut: 1.114.279 jiwa pada tahun 1990 meningkat menjadi 1.352.301 jiwa pada
tahun 1995. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun selama periode
1990-1995 adalah 3,4% per tahun. Selanjutnya dengan jumlah penduduk tahun 2000:
1.451.776 jiwa maka pertumbuhan penduduk Palembang selama periode 1995-2000 menurun
menjadi 1,4% per tahun (Lampiran Tabel 7).
Pertumbuhan penduduk Palembang periode 2000-2005 terus menurun; dengan
jumlah penduduk tahun 2000: 1.451.776 jiwa dan tahun 2005: 1.338.793 jiwa maka terjadi
pertumbuhan yang minus, yakni rata-rata 1,62% per tahun. Namun, dilakukan revisi
data penduduk tahun 2000. Revisi tersebut memunculkan data jumlah penduduk tahun 2001
yang lebih rendah dari tahun 2000. Bersamaan dengan itu terjadi pemecahan wilayah
Pemkot (Pemerintah Kota) Palembang dari 8 kecamatan menjadi 14 kecamatan sehingga
menyebabkan komposisi penduduk setiap kecamatan menjadi berubah. Berikut jumlah
penduduk Kota Palembang tahun 2001- 2005 (Lampiran Tabel 8).
Ada perbedaan kepadatan penduduk antarkecamatan. Sebagian besar penduduk
terkonsentrasi di Kec. Ilir Timur I dengan tingkat kepadatan 12.104 jiw`a, Kec. Ilir Barat II
sebanyak 10.171 jiwa dan yang paling jarang adalah di Kec. Gandus dan Kec. Kertapati
dengan kepadatan penduduk masing-masing 728 jiwa dan 1.832 jiwa per km2. Secara
keseluruhan, rata-rata kepadatan penduduk Kota Palembang tahun 2005 adalah 3.342 jiwa.
Berdasarkan banyaknya kelurahan di masing-masing kecamatan, maka Kec. Ilir Barat I
dengan 6 kelurahan didiami rata-rata penduduk setiap 1 kelurahan sebanyak 18.683 jiwa.
Diikuti Kec. Sukarami, 9 kelurahan, dengan rata-rata 18.563 jiwa setiap 1 kelurahan.
Sementara Kec. Ilir Timur I hanya dengan rata-rata penduduk setiap 1 kelurahan 7.152 jiwa.
24

RPJP Kota Palembang

Secara terinci kepadatan penduduk per kelurahan dan kepadatan penduduk per-kilometer
persegi dapat dilihat pada lampiran Tabel 9.
Terkonsentrasinya penduduk di dalam satu wilayah sedangkan wilayah lainnya
relatif kosong akan menyebabkan terjadi pengkonterasian wilayah ekonomi dan sosial. Di
daerah yang sangat padat penduduk akan terjadi benturan-benturan kepentingan, sehingga
rawan untuk terjadinya masalah kriminalitas. Juga memungkinkan munculnya wilayahwilayah kumuh dengan segala akibat turunannya, seperti masalah kebersihan lingkungan.
Sementara daerah yang jarang penduduk dapat ditata secara baik. Namun, dari sisi lain,
perkembangan perekonomian dan sosial pada wilayah yang relatif kosong akan relatif
lambat.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin mengalami perubahan. Sex rasio pada
tahun 2002: 98,45, tahun 2004 sex rasio: 102,97 dan tahun 2005: 93,42. Suatu fenomena
yang menarik penduduk Palembang tahun 2002 dan 2005 lebih banyak penduduk
perempuan sedangkan tahun 2004 lebih banyak penduduk laki-laki (Lampiran Tabel 10).
Perubahan sex rasio dari keadaan tahun 2002, tahun 2004 dan tahun 2005
menunjukkan ada perubahan pada komponen demografi: pertumbuhan alami (selisih antara
kelahiran dan kematian) atau faktor migrasi. Mengingat kurun waktu yang relatif singkat
maka diduga perubahan ini terjadi karena faktor migrasi. Pada tahun 2004, sex rasio
menurut kelompok umur menunjukkan bahwa hampir di setiap kelompok umur penduduk
usia kerja, sex rasio di atas 100 (Tabel 11). Ada 2 penyebab, kemungkinan pertama, migrasi
masuk ke Palembang lebih banyak laki-laki atau kedua, migrasi keluar lebih banyak
perempuan.
Sex rasio menurut kelompok umur tahun 2005 (Lampiran Tabel 11) menunjukkan
pola yang sama dengan sex rasio tahun 2002 dan berbeda dengan sex rasio tahun 2004.
Pada kelompok umur kerja, sex rasio menunjukkan di bawah 100, terutama pada kelompok
umur kerja. Diduga, pada tahun 2005 banyak laki-laki Palembang yang bermigrasi keluar.
Migrasi keluar ini dapat disebabkan perpindahan tempat kerja maupun karena menempuh
atau melanjutkan pendidikan.
Selanjutnya, dengan menggunakan konsep bahwa tenaga kerja adalah penduduk 15
tahun ke atas maka banyaknya penduduk usia kerja (tenaga kerja) di Kota Palembang pada
tahun 2004 sebanyak 908.817 jiwa atau 69,24% dari jumlah penduduk pada tahun tersebut
terdiri 438.403 perempuan dan 470.414 laki-laki. Sementara, banyaknya tenaga kerja tahun
2005: 956862 jiwa atau 71,47% sebanyak 493.030 perempuan dan 463.832 laki-laki
(Lampiran Tabel 11).
Tidak semua penduduk usia kerja masuk ke dalam angkatan kerja, sebagian lainnya
termasuk bukan angkatan kerja. Proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
disebut TPAK (tingkat partisipasi angkatan kerja).
Selanjutnya, dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2000, diketahui angka
25

RPJP Kota Palembang

pengangguran pada tahun tersebut adalah sebesar 13,46% terdiri dari 10,46% laki-laki dan
19,29% penganggur perempuan. Tahun 2002, angka pengangguran di Kota Palembang
adalah 15,94%. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Sumatera Selatan angka
pengangguran di Kota Palembang paling tinggi; OKU 1,73%, OKI 6,12%, Muara Enim
5,23%, Lahat 4,61%, Musi Rawas 2,06% dan Musi Banyuasin 3,18%. Sebaliknya, pada
tahun yang sama (tahun 2002) angka setengah pengangguran di Kota Palembang (31,14%)
relatif rendah dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera Selatan, OKU 57,23%, OKI
61,27%, Muara Enim 43,68%, Lahat 65,75%, Musi Rawas 68,12% dan Musi Banyuasin
56,65%.
Angka pengangguran mendeskripsikan maksimal curahan waktu kerja. Jika curahan
waktu kerja kurang dari 36 jam per minggu (di negara maju 42 jam per minggu) maka
dinyatakan sebagai setengah menganggur, bekerja tidak penuh, dan mereka bekerja di
bawah jam kerja normal. Dengan demikian, angka setengah pengangguran 31,14%
menunjukkan bahwa ada 31,14% dari jumlah penduduk kota ini yang bekerja di bawah jam
kerja normal sedangkan 68,86% lainnya bekerja dengan jam kerja penuh. Ini berarti tingkat
optimalisasi pekerja di Palembang cukup tinggi. Angka pengangguran dan setengah
pengangguran sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya output yang dihasilkan dan
kemiskinan.
Angka pengangguran di Kota Palembang terus mengalami peningkatan, tahun 2004
menjadi 17,64% (BPS Kota Palembang, 2005). Tingginya angka pengangguran ini antara
lain disebabkan para pencari kerja umumnya memilih bekerja di sektor formal. Pilihan ini
menyebabkan sebagian pencari kerja yang tidak diterima di sektor ini akan bersedia
menganggur dan sebagian lagi akan lari ke sektor informal. Data BPS (2003) menunjukkan
penduduk Palembang yang bekerja di sektor formal 37,06%, di sektor informal 45,59%
sedangkan yang tidak bekerja 17,35%. Apakah jumlah yang menganggur (rasio antara
pencari kerja dan jumlah angkatan kerja) ini akan terus bertambah atau dapat diturunkan?
Selanjutnya, dengan target Pemkot Palembang akan mencapai rata-rata pertumbuhan
ekonomi 6% per tahun maka ada optimisme bahwa permasalahan pengangguran dapat
dieliminasi. Target untuk menurunkan tingkat pengangguran dapat terealisasi jika target
pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Pemkot dapat mengurangi pengangguran lewat
penyediaan lapangan kerja atau penyediaan akses bagi setiap pencari kerja agar mereka
dapat membantu diri sendiri (self help).
Kemiskinan. Secara konseptual, penduduk miskin adalah penduduk yang tidak
mempunyai kemampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan makanan dan non
makanan yang bersifat mendasar (BPS, 2003). Dengan demikian, penduduk miskin adalah
penduduk yang pengeluarannya di bawah GK (garis kemiskinan) yang dihitung berdasarkan
kelompok referensi. Sementara kelompok referensi didefinisikan sebagai penduduk kelas
marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas GK. Garis
26

RPJP Kota Palembang

kemiskinan Kota Palembang tahun 2003*) adalah Rp 126.206,00, sedangkan garis


kemiskinan bagi fakir miskin adalah Rp 115.472,00 per kapita per bulan. Berdasarkan garis
kemiskinan ini maka dari jumlah penduduk pada tahun 2003 ada sebanyak 9,75% atau
125.200 jiwa termasuk ke dalam kelompok miskin dan 5,54% di antaranya termasuk
kelompok fakir miskin. (belum diperoleh data GK tahun 2005).
Seberapa besar kemiskinan pada suatu daerah dapat dilihat dari rangking IKM
(Indeks Kemiskinan Manusia), sedangkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan
manusia direfleksikan dari rangking IPM (Indeks Pembangunan Manusia). IKM adalah
indikator komposit kemiskinan yang meliputi indikator: penduduk yang tidak mencapai usia
40 tahun, angka buta huruf (ABH), penduduk tanpa akses pada air bersih, penduduk tanpa
akses pada fasilitas sarana kesehatan dan balita kurang gizi. Sementara indikator IPM terdiri
dari AHH (angka harapan hidup), AMH (angka melek huruf), RLS (rata-rata lama sekolah)
dan pengeluaran riil per kapita.
Dalam konteks nasional IKM Palembang berada pada rangking 45. Keberhasilan
dalam menekan angka IKM menunjukkan keberhasilan pemerintah Kota Palembang dalam
pembangunan manusia. Keberhasilan ini masih perlu ditingkatkan lagi, karena masih ada
sekitar 11,7% penduduk yang tidak mencapai usia 40 tahun, 2,2% buta huruf, masih terdapat
20,1% penduduk tanpa akses pada air bersih, 17,0% penduduk tanpa akses pada fasilitas
sarana kesehatan, dan ada 29,1% balita kurang gizi.
Keberhasilan dalam pembangunan manusia terlihat pula pada IPM Kota Palembang
yang berada pada rangking 50 di antara Kota dan Kabupaten lainnya di Indonesia. Hal ini
memperlihatkan komitmen Pemkot Palembang beserta masyarakat yang cukup tinggi
terhadap peningkatan kualitas SDM. Empat indikator komposit IPM memperlihatkan hal
sebagai berikut. AHH 68,3 tahun, berarti bahwa pemerintah kota Palembang cukup berhasil
dalam pembangunan bidang kesehatan. Demikian pun di bidang pendidikan, capaian di
bidang ini cukup baik, mereka yang buta huruf relatif sedikit, 2,2%. Pemerintah kota
Palembang juga mampu mengenjot penduduk muda untuk dapat menyelesaikan pendidikan
dasar (SD dan SMP), ini ditunjukkan oleh angka RLS yang mencapai 9,7 tahun. Rata-rata
pengeluaran riil penduduk Palembang perbulan Rp. 596.100,00, angka ini relatif tinggi jika
dibandingkan dengan angka GK Kota Palembang yang hanya Rp 126.206,00.
Keberhasilan meningkatkan IPM dan menekan IKM akan berimplikasi pada
keberhasilan pengurangan kemiskinan. Sebab dengan human capital yang lebih baik maka
peluang terhadap berbagai akses akan terbuka lebar, seperti akses terhadap informasi, baik
informasi atas lapangan pekerjaan yang tersedia maupun informasi untuk membuka
lapangan kerja sendiri, dan lain-lain. Selanjutnya, berdasarkan kondisi yang ada sekarang,
diperkirakan angka IPM kota Palembang pada tahun-tahun yang akan datang akan
meningkat.
Ada beberapa peluang dari sisi kependudukan yang akan mendorong pembangunan
27

RPJP Kota Palembang

di Kota Palembang lebih maju. Jumlah penduduk yang cukup banyak merupakan kekuatan
dalam pembangunan. Di sisi lain kualitas SDM yang mampu untuk berkompetensi dan
berdaya saing merupakan keunggulan.
Namun SDM yang berkualitas akan menjadi ancaman jika sekiranya kelompok ini
tidak tertampung pada pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang dipunyai.
Bargaining position dari SDM yang berkualitas lebih tinggi dan umumnya mereka
menghendaki bekerja di sektor-sektor formal. Bila tidak tertampung di sektor yang sesuai
dengan aspirasi mereka, kemungkinan untuk migrasi keluar akan lebih tinggi. Adanya
otonomi daerah membuat berbagai Kabupaten dan Kota lainnya membuka peluang-peluang
kerja baru dan ini menjadi daya tarik bagi SDM yang berkualitas untuk masuk dan pindah
ke Kabupaten atau Kota lainnya. Sementara, tenaga-tenaga kerja yang kurang berkualitas
akan bermigrasi masuk ke Palembang dan mereka akan masuk ke sektor-sektor informal.
Migrasi masuk ke Palembang jika tidak dikendalikan dan tidak segera memperoleh
pekerjaan akan menyebabkan permasalahan pengangguran. Sementara tingkat
pengangguran di kota Palembang pada saat ini relatif tinggi dibandingkan dengan Kota dan
Kabupaten lain di Sumatera Selatan. Permasalahan lainnya adalah kepadatan penduduk yang
tidak merata. Hal ini akan membuat kekumuhan pada wilayah-wilayah yang padat penduduk
dan terciptanya kantong-kantong kemiskinan.
Dari sisi lain, Pemkot Palembang cukup berhasil dalam pembangunan di bidang
kependudukan. Angka setengah pengangguran rendah menunjukkan optimalisasi dalam
pekerjaan. IPM dalam konteks nasional berada pada rangking 50 menunjukkan keberhasilan
dalam meningkatkan human capital. Keberhasilan ini ditunjang oleh keberhasilan dalam
meningkatkan derajat dan layanan kesehatan dan tingkat pendidikan.
2.2.2.2. Prediksi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu: angka kelahiran
(fertilitas), angka kematian (mortalitas), dan migrasi. Angka kelahiran di kota Palembang
pada tahun 2004 adalah 2,9% (Renstra Palembang). Angka ini lebih rendah dari angka
kelahiran di masa lalu yang mencapai di atas 3%. Penurunan angka kelahiran ini sebagai
akibat meningkatnya kualitas layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat.
Ditargetkan pada Renstra, angka kelahiran penduduk kota Palembang pada tahun 2008
menjadi 2,4%. Layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat yang semakin baik
akan berdampak pada angka kematian; angka kematian juga menjadi rendah. Semua ini
merupakan capaian keberhasilan dari sektor kependudukan.
Di sisi lain, diperkirakan angka migrasi keluar relatif tinggi. Pemekaran daerah
dengan dibukanya permukiman-permukiman baru di lokasi kabupaten tetangga sebagai
salah satu sebab migrasi keluar yang semakin banyak. Faktor lain adalah terbukanya
kesempatan kerja di kota dan kabupaten lain sebagai akibat Otonomi Daerah (OTDA).
28

RPJP Kota Palembang

OTDA membuat pemerintah setempat memerlukan pekerja baru untuk menduduki dan
menjalankan roda pemerintahan. OTDA juga membuat kota dan kabupaten lain semakin
tumbuhkembang yang ditandai dengan semakin berkembangnya perekonomian.
Penurunan ataupun pertumbuhan penduduk bila tidak terkendali akan menimbulkan
permasalahan, terutama permasalahan ketenagakerjaan. Bila pertumbuhan penduduk tinggi
maka permasalahannya adalah ketidakcukupan lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah
pencari kerja yang semakin tahun semakin bertambah. Dengan kata lain, jika penawaran
tenaga kerja lebih besar dari permintaannya maka dampak lebih lanjut adalah tingkat
pengangguran akan menjadi tinggi. Sebaliknya, pada konteks penurunan penduduk yang
cukup besar maka yang muncul adalah kekurangan tenaga kerja yang akan menjalankan
roda perekonomian. Sebagai suatu Negara Kesatuan, kota Palembang dapat mengimpor
tenaga kerja dari kota dan kabupaten lain. Akan tetapi, ini bukan jalan keluar yang baik,
sebab tidak dapat mengestimasi seberapa besar kebutuhan tenaga kerja selama
25
tahun ke depan.
Prediksi Penduduk. Seperti dinyatakan pada analisis terdahulu bahwa
pertumbuhan penduduk per tahun periode 1990-1995 adalah 3,4%, periode 1995-2000:
1,4% dan menurun menjadi -1,62% pada periode 2000-2005. Berdasarkan 3 periode
tersebut maka rata-rata pertumbuhan penduduk Palembang adalah 1,06% per tahun. Namun
seperti diketahui bahwa dilakukan revisi atas data kependudukan tahun 2000, dengan
demikian angka penduduk tahun 2000 tidak dapat dijadikan basis perhitungan proyeksi.
Oleh karena itu prediksi kependudukan Kota Palembang ke depan akan menggunakan ratarata pertumbuhan selama periode 1990-2005: 1,22% per tahun. Sampai tahun 2025, jumlah
penduduk Kota Palembang adalah sebanyak 1.708.761 jiwa.
Selanjutnya, dengan semakin meningkatnya pendidikan sebagian besar penduduk
maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) akan semakin meningkat dan ini terjadi
untuk kedua jenis kelamin. TPAK perempuan tahun 2000: 34,52 dan tahun 2004: 39,37
berarti terjadi peningkatan TPAK perempuan dengan rata-rata 1,21 per tahun. Sementara
TPAK laki-laki memperlihatkan gambaran sebagai berikut: tahun 2000: 72,14 dan tahun
2004: 80,38 maka dengan demikian berarti TPAK meningkat dengan rata-rata: 2,06 per
tahun. Berdasarkan peningkatan TPAK tersebut maka jumlah angkatan kerja Kota
Palembang sampai tahun 2025 adalah sebagaiman terlampir pada Tabel 16.
Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Kota Palembang terus mengalami
peningkatan, di sisi lain jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan. Untuk
angkatan kerja perempuan, sampai tahun 2025 baru mencapai 65% dari seluruh tenaga
kerja; sedangkan untuk waktu yang sama angkatan kerja laki-laki hampir mencapai 98%.
Secara keseluruhan jumlah angkatan kerja perempuan dan laki-laki tahun 2010 diprediksi
mencapai 690.697 jiwa, tahun 2015: 779.822 jiwa, tahun 2020: 870.633 jiwa dan tahun
2025 akan mencapai: 969.784 jiwa (terlampir pada Tabel 17).
29

RPJP Kota Palembang

Prediksi Pengangguran. Tidak semua angkatan kerja masuk ke dalam pasar kerja,
sebagian masih mencari kerja atau menganggur. Data memperlihatkan angka pengangguran
tahun 2000 sebesar 13,46%, tahun 2002: 15,94% dan tahun 2004: 17,64%; dan dari angka
penganggur tahun 2004, angka penganggur perempuan: 28,88% dan laki-laki: 11,50%. Bila
merujuk angka ini, apakah jumlah pengangguran akan dapat diturunkan? Sebab, dalam
Renstra Kota Palembang 2004-2008, pemerintah Kota Palembang mentargetkan pada tahun
2008 tingkat pengangguran di Kota Palembang 6%.
Untuk mencapai tingkat pengangguran 6% pada tahun 2008 maka perlu menekan
atau mengurangi angka pengangguran sekitar 2,91% per tahun (merupakan rata-rata antara
angka pengangguran tahun 2004 dan target 6% tahun 2008). Setelah tahun 2008,
diasumsikan penurunan angka pengangguran tidak sebesar 2.91%. Hal ini disebabkan
dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maka persaingan di pasar kerja akan juga
meningkat sehingga pasar kerja tidak dapat menyerap tenaga kerja sebanyak tahun-tahun
sebelumnya (Lihat lampiran pada Tabel 10).
Kemampuan untuk menurunkan angka pengangguran antara lain dengan
meningkatkan perekonomian, mendorong masuknya investasi, birokrasi yang kondusif,
mengurangi beban pajak bagi investor yang baru masuk, retribusi daerah dan membangun
infrastruktur. Sifat permintaan tenaga kerja adalah derived demand dan perkembangan
ekonomi yang pesat akan membuat semakin besarnya peluang terbukanya lapangan kerja,
sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan dieliminasi. Diprediksi pertumbuhan
ekonomi Kota Palembang untuk masa depan adalah 7% per tahun (Lampiran Tabel 19)
Prediksi Kemiskinan. Kemiskinan dapat dieliminasi melalui kebijakan secara
langsung maupun tidak langsung. Kebijakan langsung adalah upaya mengentaskan
kemiskinan dengan memberi bantuan langsung seperti memberi dana IDT, JPS dan BLT.
Sementara kebijakan tidak langsung lewat pemberdayaan SDM melalui peningkatan mutu
modal manusia (human capital). Dengan human capital yang baik berarti suatu daerah
memiliki SDM berkualitas. Dampak dari SDM berkualitas adalah dapat menciptakan
peluang pekerjaan dan hal ini pada periode berikutnya dapat mengurangi barisan
pengangguran, dan oleh karena itu tingkat pengangguran menjadi rendah.
Berikut gambaran IPM Kota Palembang tahun 2002 dan 2004 (Tabel 18). Ada
peningkatan nilai Angka Harapan Hidup dan Konsumsi Riel per kapita, dan ada pula
parameter yang mengalami penurunan yakni Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama
Sekolah, pada tahun 2004 dibandingkan tahun 2002. Dari hasil perhitungan ini ternyata
nilai IPM Kota Palembang meningkat dari 71,2 menjadi 73,1. Namun, dalam konteks
nasional peringkat IPM mengalami penurunan, dari rangking 50 menjadi rangking 58. Ini
berarti ada kota dan atau kabupaten lain di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.

30

RPJP Kota Palembang

Diprediksi semua nilai indikator komposit ini akan meningkat, seiring dengan
peningkatan layanan kesehatan, kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, terbukanya
akses terhadap lapangan pekerjaan dan perkembangan perekonomian. Sebagai contoh:
angka harapan hidup dan konsumsi riel per kapita yang semakin meningkat akan terus
diupayakan untuk mendekati kondisi ideal. Tentu saja upaya ini harus mencakup nilai dari
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Selanjutnya, dengan nilai IPM Kota Palembang 71,2 pada tahun 2002 atau 73,1 pada
tahun 2004, status pembangunan manusia Kota Palembang telah masuk ke dalam kategori
menengah ke atas maka untuk 20 tahun ke depan akan berada pada kategori tinggi dengan
nilai IPM > 80.
Peningkatan kategori IPM sebagai indikasi keberhasilan dalam menekan IKM.
Pada tahun 2002, nilai IKM Kota Palembang 16,0 dan secara nasional berada pada rangking
45. Diprediksi, 20 tahun kedepan rangking IKM dapat lebih rendah lagi. Adapun faktor
yang mendukung keberhasilan dalam menekan IKM adalah: (1) AHH yang semakin tinggi
berarti angka kematian sebelum usia 40 tahun akan semakin rendah, (2) keberhasilan dalam
meningkatkan pendidikan, terutama untuk pendidikan 9 tahun akan menyebabkan ABH
menjadi menurun, (3) semakin terbukanya akses kepada kesehatan dan air bersih, dan (4)
peningkatan layanan kesehatan akan membuat angka balita kurang gizi akan semakin
menurun.
Keberhasilan dalam meningkatkan IPM dan menekan IKM sebagai indikasi
keberhasilan menurunkan angka kemiskinan. Jika pada tahun 2003 ada sebanyak 9,75%
kelompok miskin di Kota Palembang, maka ditargetkan angka kemiskinan menjadi 5,54%
pada tahun 2008 akan tercapai. Dengan asumsi semua indikator komposit IPM dapat
ditingkatkan dan IKM dapat diturunkan maka diprediksi mendekati tahun 2025 jumlah
penduduk yang miskin relatif sedikit.
2.2.3. Ekonomi dan Keuangan
2.2.3.1. Kondisi dan Analisis
Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Kota
Palembang yang tercermin dalam laju kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
rata-rata selama kurun waktu 2000-2004 atas dasar harga konstan 2000 dengan migas adalah
sebesar 5,69 persen dan tanpa migas sebesar 6,77 persen per tahun. Pertumbuhan masingmasing sektor ekonomi relatif bervariasi. Sektor-sektor yang tumbuh di atas rata-rata adalah:
sektor bangunan (8,31%), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (8,09%), sektor listrik,
gas dan air bersih (7,42%), pengangkutan dan komunikasi (9,67%), sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan (6,95%), sedangkan sektor-sektor lainnya tumbuh di bawah
rata-rata. Lebih lengkap terdapat pada lampiran Tabel 19.

31

RPJP Kota Palembang

Bila dilihat dari besarnya sumbangan masing-masing sektor ekonomi dalam


membentuk PDRB, maka Kota Palembang bertumpu pada empat sektor ekonomi, yaitu
sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa dan
sektor pengangkutan dan komunikasi. Keempat sektor ini memberikan kontribusi terhadap
PDRB rata-rata di atas 80 persen tiap tahunnya, baik dengan migas maupun tanpa migas,
(lihat Tabel 20, terlampir).
Berdasarkan struktur ekonomi yang ditinjau dari peranan masing-masing sektor
dalam pembentukan PDRB selama 5 (lima) tahun terakhir (2000-2004) dapat diketahui
bahwa peranan sektor primer sangat kecil dan cenderung tetap. Peranan sektor primer yang
terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian dalam pembentukan
PDRB berdasarkan harga konstan 2000 dengan migas hanya sebesar 0,91 persen untuk
tahun 2004. Sedangkan, sektor sekunder yang terdiri dari sektor industri dan sektor listrik,
gas dan air bersih serta sektor bangunan adalah sebesar 52,24 persen dengan sektor
utamanya yaitu sektor industri (42,33%). Selanjutnya peranan sektor tersier terdiri dari
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa adalah sebesar 46,85 persen
dengan sektor utamanya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,50 persen.
Jika migas dikeluarkan (PDRB tanpa migas); peran sektor primer sebesar 1,09
persen, sektor sekunder sebesar 41,36 persen, sedangkan sektor tersier memberi sumbangan
sebesar 67,55 persen. Turunnya sumbangan sektor sekunder dalam membentuk PDRB
disebabkan berkurangnya kontribusi sektor industri pengolahan karena dikeluarkannya
subsektor industri migas.
Dengan komposisi masing-masing sektor seperti dipaparkan di atas, maka
perekonomian kota Palembang didominasi oleh sektor sekunder dan tersier, yang perannya
dalam pembentukan PDRB lebih dari 98 persen.
Sektor ekonomi yang sudah sejak lama menjadi andalan Kota Palembang adalah
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Perkembangan
sektor industri pengolahan tidak terlepas dari peranan subsektor industri migas, industri
pupuk, kimia dan barang dari karet, dan industri makanan. Sedangkan sektor perdagangan,
hotel dan restoran didukung oleh subsektor perdagangan besar dan eceran. Berkembangnya
dua sektor andalan Kota Palembang ini mendorong sektor lainnya untuk berkembang,
seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan dan sektor jasa-jasa.
PDRB Per Kapita. Salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan atau
kemakmuran masyarakat biasanya digunakan PDRB per kapita.
Pada tahun 2000 nilai PDRB per kapaita berdasarkan harga konstan 2000 dengan
migas sebesar Rp. 8.146.943,00 dan tanpa migas sebesar Rp. 6.597.515,00 sedangkan pada
tahun 2005 meningkat menjadi Rp. 9.776.627,00 (dengan migas) dan Rp. 8.330.068,00
32

RPJP Kota Palembang

(tanpa migas). Secara umum nilai PDRB per kapita Kota Palembang berdasarkan harga
konstan 2000 dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan, namun relatif lambat,
(lihat Tabel 21, terlampir).
Perubahan Tingkat Harga. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk
melihat stabilitas dalam perekonomian adalah tingkat inflasi yang terjadi di suatu daerah.
Tingkat inflasi merupakan proses perubahan naik-turunnya tingkat harga barang dan jasa.
Tingkat inflasi sering digunakan sebagai tolok ukur penyesuaian gaji, upah, dan kompensasi
sosial lainnya.
Perkembangan tingkat inflasi di Kota Palembang dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel tersebut dapat diketahui
bahwa tingkat inflasi di Kota Palembang relatif berfluktuasi dan sejalan dengan
perkembangan tingkat inflasi nasional.
Ekonomi Sektoral. Potensi ekonomi sektoral secara relatif dapat diketahui dengan
analisis location quotient (LQ). Pada umumnya cara ini digunakan untuk melihat
keunggulan sektoral dari suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Besaran nilai
LQ dapat digunakan sebagai indikator awal untuk melihat sektor-sektor ekonomi yang
potensial (apakah memiliki atau tidak memiliki keunggulan) sektoral dibandingkan dengan
keadaan secara rata-rata pada tingkat Provinsi.
Konsep LQ menyatakan bahwa bila besaran LQ suatu sektor pada suatu daerah lebih
dari 1 (LQ 1), menandakan bahwa kegiatan sektor ekonomi ini mempunyai potensi yang
dapat dikembangkan. Alasan sektor ini berpotensi untuk dikembangkan adalah karena sektor
tersebut surplus dan memiliki keuntungan lokasi pada daerah bersangkutan.
Sebaliknya bila besaran nilai LQ 1, maka memberikan indikasi bahwa sektor
ekonomi tersebut tidak berpotensi karena tidak memiliki keuntungan lokasi dan sektor ini
tidak mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Sektor yang memiliki nilai LQ 1
disebut sebagai sektor basis, yaitu suatu sektor yang keberadaannya pada suatu wilayah
tertentu berhubungan langsung dengan permintaan dari luar. Sedangkan bila besaran LQ 1
maka disebut sektor bukan basis, yaitu sektor yang hanya melayani kebutuhan lokal.
Dengan menggunakan data PDRB Kota Palembang dan PDRB Provinsi Sumatera
Selatan kurun waktu 2000-2003, maka diperoleh besaran LQ masing-masing sektor di Kota
Palembang. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa di Kota Palembang terdapat
6 sektor basis, yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan
jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Masuknya 6 sektor ini ke dalam sektor basis sangatlah
relevan dengan peran 6 sektor tersebut dalam membentuk PDRB Kota Palembang yang
dominan.
Peluang. (1) Adanya kemauan yang kuat dari Pemerintah Kota dan tuntutan dunia
usaha dan masyarakat untuk membangun sistem ekonomi yang lebih demokratis; (2)
33

RPJP Kota Palembang

Globalisasi yang mendorong terbukanya pasar (mobilitas orang dan barang lebih
meningkat); (3) Posisi Palembang sangat memungkinkan menjadi sentra perdagangan dan
bisnis lainnya di wilayah Sumatera Bagian Selatan; (4) Semakin dikedepankannya peran
serta BUMN, BUMD, dan lembaga keuangan dalam mendukung pembangunan daerah; (5)
Dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat; (6) Semakin disadarinya konsep
otonomi daerah, sehingga daerah bisa berkembang sesuai dengan potensinya.
Ancaman. (1) Adanya anggapan Kota Palembang sebagai kota yang tingkat
kriminalitasnya tinggi sehingga aspek keamanan sangat dikhawatirkan oleh pendatang, baik
sebagai pelaku bisnis maupun wisatawan biasa; (2) Akibat tingginya mobilitas barang, maka
produk-produk yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan Kota Palembang dapat
didatangkan dari daerah lain, bahkan dari luar negeri; (3) Ancaman terjadinya ketimpangan
distribusi pendapatan (Globalisasi memungkinkan berkembangnya kegiatan-kegiatan usaha
modern, efisien dan professional, yang akan semakin jauh meninggalkan usaha-usaha
tradisional); (4) Kecemburuan sosial (Globalisasi memungkinkan pelaku-pelaku pasar dari
luar menekan dan menguasai pelaku-pelaku pasar dari Palembang); (5) Ancaman
kriminalitas.
Permasalahan. (1) Kondisi keamanan Kota Palembang yang masih relatif labil; (2)
Pengelolaan lembaga yang relatif belum profesional (masalah koordinasi dan tumpang
tindih kewenangan masih sering muncul); (3) Masih lemahnya struktur permodalan dan
terbatasnya akses terhadap sumber permodalan bagi sebagian besar pengusaha kecil dan
menengah; (4) Jiwa kewirausahaan para pelaku bisnis masih relatif rendah (terutama
pengusaha-pengusaha kecil); (5) Koordinasi dan kerjasama antarlembaga pendukung
kegiatan usaha masih relatif kurang; (6) Informasi pasar dan jaringan usaha relatif belum
tersedia; (7) Terbatasnya kemampuan pengusaha dalam memanfaatkan dan memperluas
peluang dan akses pasar; (8) Rendahnya penguasaan dan akses teknologi dan informasi.
Keuangan Daerah. Perkembangan aktivitas pemerintahan dan pembangunan Kota
Palembang memerlukan dukungan dana yang memadai. Kinerja pengelolaan keuangan
daerah tercermin dari pengeloaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada
setiap tahunnya. Untuk mengetahui kondisi dan perkembangan dalam pengelolaan keuangan
daerah dapat dicerminkan oleh analisis masing-masing pos dalam APBD Kota Palembang
yaitu pos penerimaan daerah, pos belanja daerah, dan pos pembiayaan. Struktur APBD
merupakan satu kesatuan yg terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan.
Pendapatan adalah semua penerimaan yg merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
yg menjadi penerimaan kas daerah. Belanja adalah semua pengeluaran yg merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas daerah.
Pembiayaan adalah transaksi keuangan untuk menutup defisit untuk memanfaatkan surplus.
Pos Penerimaan. Pengelolaan sumber-sumber penerimaan daerah Kota Palembang
belum optimal. Hal ini terlihat dari belum dimanfaatkan sepenuhnya data kapasitas fiskal
34

RPJP Kota Palembang

untuk menentukan target-target. Tingkat kemandirian fiskal juga relatif rendah karena PAD
masih relatif rendah dibanding dana perimbangan (13% berbanding 87%).
Sejak otonomi dilaksanakan tahun 2001, penerimaan daerah Kota Palembang masih
didominasi oleh penerimaan yang berasal dari dana perimbangan. Pada tahun 2002,
besarnya realisasi dana perimbangan sebesar 88,59 persen (Rp 395,23 milyar) dan masih
bertahan hingga tahun 2005 sebesar 87,76 persen (Rp 555,15 milyar). Sementara itu, PAD
hanya memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah tahun 2002 sebesar 11,41 persen
(Rp 51,29 milyar) dan meningkat sedikit tahun 2005 sebesar 12,24 persen (Rp 77,42
milyar).
Peranan PAD sebagai sumber pendapatan daerah masih relatif belum bisa
diandalkan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini dikarenakan
data tentang kapasitas fiskal Kota Palembang tidak dimiliki sehingga penentuan target yang
dianggarkan masih bersifat incremental. Jika disimak derajat desentralisasi PAD Kota
Palembang berkembang sangat lambat. Hal ini terlihat bahwa rasio antara PAD dengan total
penerimaan daerah masing-masing sebesar 11,41%; 12,20%; 11,15%; 12,24% untuk tahun
2002, 2003, 2004, 2005.
Potensi real PAD Kota Palembang belum diketahui secara benar karena data yang
digunakan estimasi target masih didasarkan pada persentase kenaikan dari tahun
sebelumnya. Ini terlihat pada realisasi pencapaian target anggaran PAD sangat fluktuatif.
Komponen dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil bagi keuntungan perusahaan
daerah, penerimaan dinas-dinas, dan penerimaan lain yang sah menunjukkan peningkatan
yang relatif moderat. Kenaikan berkisar antara 20 persen sampai dengan 30 persen sehingga
rata-rata kenaikan PAD diprediksi sebesar 20 persen.
Desentralisasi fiskal mencerminkan upaya untuk meningkatkan peran dan
kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah
sendiri. Hal ini belum terbukti seluruhnya karena desentralisasi fiskal belum mendorong
kemandirian daerah. Sebagai ilustrasi, bahwa rata-rata derajat desentralisasi PAD hanya
sebesar 18,48 persen, derajat desentralisasi bagi hasil pajak daerah hanya sebesar 21,42
persen, dan derajat bantuan yang berasal dari pemerintah yang lebih tinggi sebesar 60,10
persen rata-rata per tahun periode 1993-2005. Informasi tersebut menunjukkan terjadinya
kesenjangan fiskal secara vertikal.
Pos Belanja. Belanja daerah atau pengeluaran daerah dalam APBD memiliki fungsi
penting dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan Kota Palembang.
Ada hal menarik selama pelaksanaan otonomi tahun 2001-2005 bahwa belanja
apartur lebih dominan dibanding belanja publik. Ini menunjukkan proporsi untuk pelayanan
publik masih belum optimal.
Realisasi belanja daerah tahun 2002 yang ditargetkan sebesar Rp 500,78 milyar
terealisasi sebesar Rp 459,08 milyar atau 91,67 persen. Sementara itu untuk tahun 2005
35

RPJP Kota Palembang

rencana anggaran belanja daerah sebesar Rp 718,37 milyar hanya teralisasi sebesar Rp
635,51 milyar atau 88,46 persen.
Proporsi belanja aparatur dibanding belanja untuk pelayanan publik masih senjang
dan tidak proporsional. Jika pemerintah kota berfungsi untuk memberikan pelayanan publik
kepada warganya, maka proporsi belanja untuk pelayanan publik harus ditingkatkan.
Sebagai ilustrasi realisasi belanja aparatur tahun 2002 sebesar Rp 363,39 milyar dan
meningkat menjadi sebesar Rp 422,68 milyar tahun 2005 atau tumbuh persen 5,17 persen
per tahun. Sementara itu, belanja untuk pelayanan publik tahun 2002 sebesar Rp 95.69
milyar dan meningkat menjadi Rp 212,30 milyar tahun 2005 atau meningkat sebesar 30
persen per tahun.
Tingkat kenaikan belanja pelayanan publik cukup besar, tetapi proporsinya relatif
lebih rendah dibanding belanja aparatur. Hal ini mencerminkan jumlah nominal belanja
pelayanan publik masih relatif kecil dan tingkat efisiensi untuk belanja aparatur perlu
ditingkatkan. Data menunjukkan bahwa perbandingan belanja aparatur dengan belanja
pelayanan publik tahun 2002 adalah 79,16 persen dibanding 20,84 persen. Pada tahun 2005
perbandingan tersebut sedikit berubah yaitu 66,51 persen berbanding 33,49 persen.
Pos Pembiayaan, Sumber pembiayaan daerah masih sangat terbatas karena daerah
masih sulit mengembangkan dana pinjaman, baik domestik maupun dari luar negeri. Hal ini
tentu akan membatasi kemampuan daerah dalam membuat perencanaan yang bersifat
program oriented untuk mempercepat kemajuan Kota Palembang.
Analisis yang digunakan terhadap kondisi keuangan daerah Kota Palembang
meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Beberapa kekuatan dalam
pengelolaan keuangan daerah adalah: (1) potensi PAD masih bisa ditingkatkan dengan
pertumbuhan yang semakin besar; (2) sumber penerimaan dana perimbangan semakin besar;
(3) prioritas belanja daerah akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta disiplin
anggaran; (4) pembiayaan dalam APBD mempunyai peran penting dalam mencerminkan
kinerja anggaran; dan (5) semakin jelas prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan.
Kelemahan yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain:
(1) belum ada data base yang akurat untuk semua kapasitas fiskal daerah; (2) penetapan
target masih bersifat kenaikan; dan (3) kebutuhan belanja aparatur lebih besar dari belanja
publik berarti belum ada upaya peningkatan pelayanan publik yang signifikan.
Peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: (1) potensi penerimaan daerah baik
yang bersumber dari PAD maupun dana peimbangan memiliki peluang untuk dioptimalkan;
(2) intensifikasi PAD belum optimal sehingga memiliki peluang untuk ditingkatkan; dan (3)
peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas masih terbula luas terutama pada sisi
belanja daerah sesuai dengan prinsip anggaran.

36

RPJP Kota Palembang

Ancaman dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain: (1)
semakin besar kebutuhan anggaran daerah yang tidak bisa dibiayai; (2) munculnya berbagai
potensi penyimpangan pada semua pos dalam APBD; dan (3) terjadinya praktik-praktik
negosiasi atau kompromi yang melanggar hukum dan merugikan anggaran daerah.
2.2.3.2. Prediksi
Ekonomi. Beberapa prediksi kondisi ekonomi Kota Palembang antara lain:
1. Semakin berkembangnya perekonomian secara umum dan khususnya sektor-sektor
ekonomi yang potensial, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa
2. Semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas fasilitas pendukung berupa sarana dan
prasarana perkotaan
3. Letak geografis Kota Palembang yang strategis, memungkinkan aktivitas ekonomi dan
non ekonomi dapat dilakukan di Kota Palembang, sehingga mendatangkan dampak
eksternalitas positif bagi Kota Palembang.
4. Prediksi Program Pembangunan Ekonomi antara lain: (a) Program pengembangan
kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah; (b) Program
pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha, mikro, kecil, dan menengah; (c)
Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi; (d) Program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi; (e) Program penyiapan potensi sumber daya, sarana dan
prasarana daerah; (f) Program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan
keamanan; (g) Program pengembangan pemasaran pariwisata; (h) Program
pengembangan destinasi pariwisata; (i) Program pengembangan kemitraan; (j) Program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir sungai; (k) Program peningkatan dan
pengembangan ekspor; (l) Program peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri; (m)
Program pembinaan pedagang kaki lima dan asongan; (n) Program peningkatan
kapasitas iptek sistem produksi industri; (o) Program pengembangan industri kecil dan
menengah; (p) Program penataan struktur industri; dan (q) Program pengembangan
sentra-sentra industri potensial.
Keuangan Daerah. Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan
peluang sektor keuangan daerah dapat dilakukan beberapa prediksi sebagai berikut:
Penerimaan. Prediksi penerimaan daerah antara lain sebagai berikut
(1) peningkatan sisi penerimaan harus dipercepat sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. (2)
intensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah terus dilakukan dengan penerapan law
enforcement yang bijak, terutama kemandirian fiskal. (3) intensifikasi potensi pajak daerah
dan retribusi daerah yang tergolong major taxes. (4) ekstensifikasi sumber-sumber
potensial yang memiliki kontribusi relatif besar dan relatif permanen sebagai pajak daerah
dan retribusi daerah. (5) peningkatan efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah dan
37

RPJP Kota Palembang

retribusi daerah: (a) intensifikasi pada major lokal tax seperti Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir; (b) intensifikasi major lokal
retribution: Retribusi IMB, Retribusi Pasar, Retribusi Parkir Tepi Jalan, Retribusi Terminal,
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; (c) memberikan insentif dan biaya operasional
yang memadai agar tidak terjadi tawar-menawar
Belanja. Prediksi untuk belanja daerah meliputi beberapa sasaran antara lain seperti
(1) disiplin anggaran dalam belanja daerah sehingga efisien dan efektif; (2) prioritas belanja
daerah untuk pelayanan publik yang semakin besar; (3) pembelanjaan untuk menambah
aset-aset daerah diusahakan yang produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah; dan (4) berkurangnya berbagai penyimpangan dalam pengelolaan belanja daerah
sehingga tercapai transparansi dan akuntablitas APBD.
Pembiayaan. Prediksi untuk pembiayaan daerah masih menghadapi beberapa
kendala
antara lain: (1) masih terbatasnya sumber-sumber pembiayaan daerah;
(2) dibutuhkan pola pengembangan sumber-sumber pembiayaan daerah untuk mempercepat
kemajuan dan kemamuran kota; (3) meningkatnya koordinasi, sinkronisasi, sinergi,
antardinas, instansi atau badan untuk mendukung peningkatan pembiayaan daerah; dan
(4) berlakunya shock therapy berupa reward dan punishment sesuai dengan prinsipprinsip law enforcement.
Secara akumulatif prediksi dalam pengelolaan keuangan daerah baik pada sisi
penerimaan, belanja daerah, dan pembiayaan membutuhkan langkah-langkah strategis
antara lain: (1) melengkapi data base obyek dan subyek fiskal yang bisa di up date; (2)
intensifikasi difokuskan pada major tax agar rasio penerimaan dengan cost of collection
semakin tinggi; (3) melengkapi sarana dan prasarana operasional tim intensifikasi
penerimaan daerah; (4) memperbaruhi tarif pajak dan retribusi sesuai dengan peraturan yang
berlaku; (5) melakukan penetapan target anggaran sesuai dengan kapasitas atau potensi
penerimaan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Dalam pembangunan jangka panjang pengeloaan keuangan daerah Kota Palembang
akan dikembangkan melalui beberapa cara yaitu: (a) pengembangan manajemen keuangan
daerah yang transparan, akuntabel, dan efektif; (b) revitalisasi sektor-sektor jasa keuangan
untuk memperkuat sumber-sumber pembiayaan daerah; (c) peningkatan kemampuan fiskal
daerah yang adil dan berpihak pada kebutuhan masyarakat; (d) peningkatan kesadaran
masyarakat akan haknya baik sebagai warga kota yang mempunyai wajib pemilih dan wajib
pajak.
2.2.4. Sosial, Budaya, dan Politik
2.2.4.1. Kondisi dan Analisis
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Penyandang masalah kesejahteraan
sosial adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat, yang karena sesuatu
38

RPJP Kota Palembang

hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan
karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik jasmani, rohani, maupun
sosialnya dengan memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat
berupa kemiskinan, kecacatan, ketunasusilaan, keterbelakangan, perubahan lingkungan
secara mendadak (bencana alam), dan lainnya. Penyandang masalah kesejahteraan sosial ini
dikelompokkan dalam 8 kelompok, yaitu anak, wanita, lanjut usia, penyandang cacat, tuna
sosial, penyalahgunaan narkoba, keluarga dan masyarakat.
Tabel 31 (terlampir) memperlihatkan bahwa besaran anak terlantar dan anak jalanan
relatif tinggi di Kota Palembang, begitu juga jumlah anak terlantar populasinya cukup
banyak di Sumatera Selatan. Hampir setiap kota/kabupaten memiliki anak terlantar dan
nakal yang besarnya cukup signifikan sebagai masalah anak yang meminta perhatian secara
serius. Dibandingkan dengan data anak di jalanan, yang besarannya relatif kecil, tetapi
dalam kenyataannya merupakan masalah besar dan menjadi masalah nasional yang perlu
penanganan secara khusus. Tidak ada data dan informasi tentang karakteristik, kondisi fisik,
sosialekonomi dan keluarga anak terlantar dan anak nakal. Padahal dalam UUD 1945,
disebutkan dalam pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar menjadi kewajiban dan
tanggungan negara untuk memeliharanya.
Sementara itu, anak jalanan berdasarkan pendataan dan sensus oleh Dinas
Kesejahteraan Sosial Provinsi tahun 2001 di empat kota, yaitu Palembang, Baturaja, Lahat,
dan Lubuk Linggau, terdapat sekitar 2.288 anak jalanan. Dengan perincian, kota Palembang
sekitar 1.647 anak, Baturaja sekitar 201 anak, Lahat sekitar 171 anak dan Lubuk Linggau
sekitar 268 anak. Dari 2.288 anak jalanan, sekitar 28% melakukan kegiatan di pasar
tradisional, di simpang jalan/jalan raya hanya sekitar 21%, tempat pembuangan sampah
sekitar 11%. Jenis kegiatan yang dilakukan sebagian besar (53%) adalah
pedagang/pengasong (seperti jual koran, kantong asoi, jualan rokok), pemulung sebesar
19%, semir sepatu sekitar 12%. Dilihat dari pendidikan anak jalanan, maka sekitar 70%
anak adalah masih sekolah, terbesar di sekolah dasar.
Organisasi sosial maupun lembaga sosial masyarakat yang menangani penyandang
masalah sosial secara kuantitas cukup banyak, namun tidak semua penyandang masalah
sosial didampingi. Data organisasi sosial sebagai wadah pendampingan maupun pembinaan
penyandang masalah sosial berdasarkan sumber Dinas Kesos Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2005 di Kota Palembang ada sekitar 114 organisasi sosial. Penyandang masalah yang
paling banyak di dampingi adalah anak terlantar, anak jalanan, fakir miskin, lanjut usia dan
penderita cacat dengan sistem panti maupun non-panti.
Pendidikan. Mutu sumber daya manusia di Kota Palembang jika dikaitkan dengan
tingkat pendidikan formal relatif cukup baik dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain
di Sumatera Selatan. Tingkat angka partisipasi sekolah tahun 2000 (BPS, Susenas, 2001)
39

RPJP Kota Palembang

penduduk umur 7-12 tahun rata-rata sekitar 95,58%; umur 13-15 tahun rata-rata sekitar
78,47%, dan umur 16-18 tahun sekitar 48,76%, serta 14,0% untuk umur antara 19-24 tahun.
Data angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok umur tahun 2000, 2003 dan 2004
disajikan dalam Tabel 32 (lampiran).
Begitu juga penduduk umur 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang
ditamatkan. Berdasarkan hasil Susenas 2000 (BPS, 2001) bahwa 68,03% penduduk umur 10
tahun ke atas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah (tidak pernah sekolah dan
belum tamat SD 33,66%, tamat SD 34,37%); 29,2% berpendidikan menengah (setingkat
SLTP dan SLTA) dan hanya 2,77% yang berpendidikan tinggi, yaitu diploma dan
universitas. Tabel 33 pada lampiran memperlihatkan kondisi penduduk menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan berdasarkan hasil Susenas tahun 1995, tahun 2000, tahun 2003
dan tahun 20004, serta persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang buta huruf dalam
Tabel 34. Sedangkan jumlah fasilitas pendidikan di Kota Palembang tahun 2001 dan tahun
2004 berdasarkan wilayah kecamatan disajikan dalam tabel 35, terlampir.
Perguruan tinggi yang ada di Kota Palembang masih relatif terbatas, khususnya
untuk bidang studi eksakta. Terdapat 3 perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Sriwijaya,
IAIN Raden Fatah, dan Politenik Negeri Sriwijaya, sedangkan perguruan tinggi swasta
sebanyak 7 Universitas, 25 Sekolah Tinggi, Akademi atau setingkat Diploma III sebanyak
19 dan Politenik swasta sebanyak 3. Data perkembangan perguruan tinggi sampai dengan
awal tahun 2005, jumlahnya masih tetap sama, kecuali jumlah akademi atau setingkat
Diploma III yang mengalami penurunan, menjadi 17 akademi/Diploma III.
Rasio program studi eksakta dengan non-eksakta masih jauh kesenjangannya, karena
hampir 75% merupakan bidang non-eksakta. Bidang studi Ekonomi yang nampaknya
mendominasi, disusul bidang studi Kesehatan (Kesehatan Masyarakat) dan Komputer.
Meskipun wilayah Sumatera Selatan memiliki potensi yang besar sebagai sumber energi
yang tidak terbarukan seperti batubara, minyak bumi dan gas, dan energi yang terbarukan
seperti panas bumi, energi air, biomassa dan coal belt methan, namun masih relatif terbatas
perguruan tinggi yang memiliki bidang studi keenergian, minyak dan gas.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah salah satu indikator
pengukuran yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah atau
negara. IPM dinyatakan dalam tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu lama hidup yang
diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang diukur berdasarkan ratarata lama sekolah dan angka melek huruf, dan standar hidup yang diukur dari pengeluaran
per kapita.
Indeks pembangunan manusia di Sumatera Selatan pada tahun 1999 adalah sebesar
63,90 dan berada pada urutan ke-16 dari 26 Provinsi, sedangkan pada tahun 2002 besarnya
IPM adalah 65,95 mengalami kenaikan, namun masih belum mengubah urutan dan masih
tetap berada dalam urutan ke-16. Sedangkan indeks pembangunan manusia di Kota
40

RPJP Kota Palembang

Palembang masih di atas rata-rata Sumatera Selatan, lihat Tabel 37 terlampir.


Sosial Budaya. Kota Palembang sebagai kota niaga, pusat pemerintahan, kota
industri dan juga kota industri pariwisata yang berpenduduk sekitar 1.418.709 jiwa pada
tahun 1998 (hasil Susenas, BPS,1999). Sebagai kota maritim sejak zaman Sriwijaya dan
sebagai ibukota provinsi, Palembang telah sejak dulu telah menjadi melting pot berbagai
suku atau etnis dari manca negara maupun dari dalam negeri sendiri, seperti Tionghoa
(Cina), India, Arab (Timur Tengah), Hindustan (India dan Pakistan), Jawa, Sunda, Padang,
Bugis, Batak, Melayu dan suku-suku yang asli dari Sumatera Selatan seperti suku
Palembang, Ogan, Komering, Semendo, Pasemah, Gumay, Lintang, Musi Rawas, Meranjat,
Kayuagung, Ranau, Kisam, Panesak, dan lain-lain. Menurut Sevenhoven bahwa suku-suku
bangsa tersebut pada awal datangnya hidup mengelompok dalam suatu wilayah termasuk di
pinggir-pinggir sungai (rumah rakit) dan memiliki kegiatan usaha yang spesifik, seperti
orang Arab sebagai pedagang kain linen, orang Tionghoa sebagai pedagang barang pecah
belah, sutra dan obat-obatan.
Adanya polarisasi permukiman berdasarkan kelompok etnis tertentu dan atau
adanya kelas sosial tertentu dapat membentuk proses sosial dan dinamika masyarakat, baik
yang sifatnya asosiatif maupun yang disasosiatif. Asosiatif dapat berupa bentuk kerjasama
antarmereka, sedangkan yang disasosiatif berupa kompetisi atau persaingan termasuk di
dalamnya konflik sosial.
Dalam proses sosial ini dapat melahirkan solidaritas sosial dalam bentuk tata nilai
yang melembaga dalam masyarakat sebagai himpunan pemahaman bersama atau shared
understanding untuk mengatasi berbagai perbedaan dalam masyarakat meski tidak tertulis
maupun kesenjangan sosial yang semakin melebar, sehingga hal ini merupakan potensi
konflik terhadap proses sosial tersebut. Potensi konflik inilah yang menjadi benih
munculnya kerusuhan di perkotaan, sehingga setiap kali kerusuhan yang menjadi sasaran
adalah daerah perkotaan.
Warga asli Palembang sering dikenal dengan istilah 'Wong Palembang' mayoritas
beragama Islam. Bahasa pengantar yang banyak dipergunakan antarsuku yaitu Bahasa
Palembang yang berakar dari bahasa Melayu. Rumah adat Palembang adalah rumah Limas,
yang mengandung pengertian lima emas.
Di mana emas pertama hingga emas kelima merupakan simbol norma-norma
masyarakat, yaitu keanggunan dan kebenaran, rukun damai, sopan santun, aman sentosa,
serta makmur dan sejahtera.
Salah satu jenis drama tradisional yang populer di Palembang dan pada umumnya di
Sumatera Selatan, yaitu Dulmuluk. Kesenian ini biasanya berlangsung selama semalam
suntuk. Dulmuluk sebagai seni drama tradisional bersumber dari kisah-kisah 1001 malam
dan sangat digemari masyarakat. Adapun bentuk tarian rakyat lain yang berkembang antara
lain Tari Gending Sriwijaya yang diciptakan pada zaman Jepang, dan Tari Dana.

41

RPJP Kota Palembang

Wong Palembang memiliki adat perkawinan yang khas, walaupun pada saat ini
perkawinan secara adat sudah banyak bagian-bagiannya yang ditinggalkan. Secara
keseluruhan tahap-tahap dalam adat perkawinan Palembang meliputi 10 tahapan, antara lain:
madik, menyenggung, melamar, sekali lagi keluarga laki-laki mengirim utusan ke keluarga
perempuan, memutus kato, ngulemi besan, upacara akad nikah, nganter keris, ngocek
bawang, dan munggah pengantin.
Produk kerajinan tangan yang terkenal adalah kain tenun songket yang dibuat dari
bahan benang kapas dan benang sutera. Tenun Songket biasanya diberi motif berwarna
emas, dan benang emas yang dipakai adalah benang emas cabutan, benang emas Sartibi dan
benang emas Bangkok. Kain tenun Songket mempunyai warna yang khas dan motif hiasnya
yang indah, dapat dipergunakan sebagai busana, mahar, busana kebesaran adat pengantin
maupun koleksi yang berharga.
Selain itu, Masjid Agung dan Benteng Kuto Besak adalah peninggalan bersejarah
bagi masyarakat Sumatera Selatan, yang dibangun pada akhir abad ke-18. Beberapa warisan
budaya lainnya seperti Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Taman Purbakala Ki Gede Ing
Suro, Sabokingking, Kawah Tengkurep dan seni ukir Palembang yang pengaruh Cina atau
Budha masih menonjol.
Pemberdayaan Perempuan. Secara normatif kaum perempuan mempunyai hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki di segala bidang, demikian
pula keterlibatan dan tanggung jawab dalam pembangunan dan tuntutan untuk berperan
serta dalam pembangunan. Namun, dalam fakta kehidupan sosial, baik disektor domestik
maupun publik, menunjukkan bahwa perempuan tidak saja dibedakan, tetapi juga
mengalami eksploitasi dan ditempatkan pada kasta terrendah (Budiman,1991). Di sektor
domestik, ayah, saudara atau anak laki-laki seringkali memperoleh hak-hak istimewa yang
berbeda dengan ibu, saudara atau anak perempuan, baik dalam kehidupan komunitas
tradisionalnya maupun dari kebijakan pemerintah. Demikian halnya di sektor publik, baik
dalam kehidupan sosial, percaturan politik, ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia,
perempuan acapkali tidak memperoleh manfaat yang sama dalam kesempatan, sumber daya
maupun hasil-hasil pembangunan dan pelecehan hak asasi manusia. Perempuan selalu dalam
posisi tawar yang lebih rendah, tidak memperoleh akses dalam proses pengambilan
keputusan, serta tidak memperoleh berbagai kesempatan untuk beraktualisasi. Dengan
singkat kata, dalam semua bidang, perempuan tidak otonom.
Berdasarkan penelitian di 33 negara, PBB harus menyatakan bahwa tidak ada negara
mana pun di dunia yang memperlakukan perempuan sejajar dengan laki-laki. Tidak peduli
ideologi negara, ataupun tingkat kemakmurannya, negara kaya atau miskin, tetap
menganggap perempuan subordinat daripada laki-laki. Laporan ini menyusun suatu
peringkat mengenai persamaan laki-laki dan perempuan yang kriterianya adalah tingkat
pendapatan, pendidikan dan kesempatan hidup kaum perempuan setempat. Jepang, misalnya
42

RPJP Kota Palembang

yang berpendapatan tinggi, hanya menduduki peringkat ke-17 soal perlakuan laki-laki
terhadap perempuan. Amerika Serikat, negara super liberal demokrasi hanya menduduki
peringkat ke 14, meski dalam soal pendapatan menduduki posisi ke 4 (The World
Women,UN, New York, 1992).
Meskipun hubungan jender berada dalam ruang lingkup pribadi, dalam kenyataan
negara semakin berperan mengatur kehidupan pribadi melalui perpajakan, jaminan sosial,
imigrasi, hukum kebangsaan, peraturan perburuhan, di samping undang-undang perkawinan
dan keluarga. Dalam bidang politik formal, sudah tidak perlu disebut lagi representasi yang
rendah dari perempuan secara universal. Misalnya saja hasil pemilihan umum legeslatif
tahun 1999 dari 44 Anggota DPRD Kota Palembang yang berjenis kelamin perempuan
hanya 3 orang, yaitu dari PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Begitu juga pemilihan umum
legeslatif tahun 2004 yang lalu, jumlah jumlah caleg perempuan jumlahnya lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah caleg laki-laki, sehingga tetap saja jumlah perempuan sebagai
anggota DPRD kecil.
Dalam keluarga, perempuan tidak mempunyai identitas yang independen, karena
dimasukan dalam identitas yang legal dari suami. Seringkali keluarga dinggap sebagai
tempat pelembagaan inferioritas perempuan serta superioritas laki-laki yang pertama,
karena secara tradisional yang dianggap pantas jadi kepala keluarga adalah laki-laki.
Struktur keluarga tradisional menciptakan pelembagaan hak, kewajiban, waktu,
pengupahan, pembagian kerja, dan nilai yang berbeda kepada setiap anggota keluarga, di
mana laki-laki menduduki posisi puncak.
Berbagai pertumbuhan terjadi berdasarkan pelanggaran hak-hak ekonomi
perempuan, melalui implementasi yang lemah dari hak-hak civil dan politik mereka, serta
status kultural dan sosial perempuan yang masih rendah. Belum lagi peran ganda
perempuan, tidak ada perempuan yang dibayar untuk melakukan pekerjaan domestik,
padahal ini essensial demi berlangsungnya kehidupan.
Dalam upaya mempercepat proses pembangunan pemerintah kota telah
memberikan perhatian pada peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan.
Perempuan merupakan sumber daya potensial yang harus dikembangkan secara maksimal,
sehingga dapat berperan dalam proses di berbagai bidang pembangunan. Namun demikian,
masih relatif rendah peran, kedudukan, tangung jawab dan penghargaan yang diberikan
kepada perempuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari data kondisi di beberapa bidang dan
sektor di Kota Palembang yang masih dikuasai oleh laki-laki. Meskipun jumlah pegawai
negeri sipil perempuan lebih besar daripada laki-laki, tahun 2000 misalnya PNS perempuan
sebanyak 10.945 orang sedangkan PNS laki-laki 5.433 orang. Begitu juga data pada tahun
2004 jumlah PNS perempuan lebih besar daripada PNS laki-laki.
Kehidupan Beragama. Pembangunan bidang agama merupakan pembangunan
mental spiritual, membentuk budi pekerti, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
43

RPJP Kota Palembang

Maha Esa. Bidang ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk masa sekarang
dan yang akan datang dan merupakan filter dari pengaruh luar yang dapat merusak akhlak
dan iman warga masyarakar pemeluk keyakinan agamanya. Meskipun kepercayaan dan
agama yang dipeluk warga masyarakat di Kota Palembang beragam, namun mayoritas
warga masyarakat memeluk agama Islam.
Dari segi tempat peribadatan, khususnya untuk umat Islam, setiap tahunnya
jumlahnya terus meningkat. Jumlah masjid tahun 2001 sebanyak 551 unit dan tahun 2004
menjadi sebanyak 635 unit begitu jumlah mushola dan langgar setiap tahunnya mengalami
penambahan dan tersebar di wilayah kelurahan. Sedangkan tempat peribadatan lainnya,
seperti gereja jumlahnya 20 unit dan vihara atau kuil sebanyak 12 unit dan 1 unit pura.
Solidaritas keagamaan antar umat agama dalam situasi rukun dan damai, masingmasing tokoh agama berperan aktif dalam usaha pembinaan kehidupan religius. Walaupun
demikian pemerintah kota masih perlu secara aktif memberikan dan meningkatkan
pelayanan kehidupan beragama dengan mengadakan bimbingan, membangun dan
memelihara prasarana-sarana peribadatan masing-masing agama. Mengingat bahwa Kota
Palembang sebagai kota metropolitan, sehingga mengalami arus informasi di segala bidang
kehidupan, sehingga diperlukan penguatan keimanan warga masyarakat sebagai benteng dan
filter pengaruh informasi tersebut, masih diperlukan uluran tangan pemerintah khususnya
kerjasama pemerintah dengan elemen-elemen masyarakat dalam menyusun dan pelaksanaan
program-program pembangunan bidang agama.
Kesehatan: (1) Status Gizi. Kelangsungan hidup dan pengembangan anak
merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesehatan dasar dan kesejahteraan
anak. Hal ini di antaranya dapat dilihat dari besaran jumlah anak lahir hidup (ALH) dan
anak masih hidup yang dilahirkan oleh perempuan yang berusia subur (15-49 tahun).
Selama periode 1996-2000 di Kota Palembang terdapat penurunan jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah anak yang masih hidup. Rata-rata anak yang dilahirkan pada tahun
1996 sebesar 3,33 per perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun. Angka tersebut
mengalami penurunan cukup signifikan menjadi 2,84. Begitu juga anak yang dilahirkan
masih hidup, jika pada tahun 1996 sebesar 3,02 menurun menjadi 2,63 pada tahun 2000.
Meskipun masih terdapat yang kawin pada usia 15-19 tahun, namun jumlahnya
mengalami penurunan. Pada tahun 1996 (data Sumsel) terdapat 38.390 orang perempuan
pada kelompok umur tersebut pernah kawin tetapi mengalami penurunan menjadi 33.960
pada tahun 2000. Sementara anak yang dilahirkan hidup pada kelompok umur ini
menunjukan peningkatan yaitu dari semula 0,52 menjadi 0,54 anak. Hal yang sama terjadi
pada jumlah rata-rata anak lahir yang masih hidup, mengalami peningkatan dari 0,49
menjadi 0,53 anak.
Kelangsungan hidup dan pengembangan anak ditentukan oleh jumlah asupan gizi
yang diperoleh anak balita, baik selama masih dalam kandungan maupun yang telah
44

RPJP Kota Palembang

dilahirkan. Di Kota Palembang balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 84,00 persen,
sedangkan berstatus gizi kurang sekitar 10,64 persen. Data tahun 2002, balita kurang gizi di
Kota Palembang sebanyak 29,1 persen.
Pada tahun 2000, angka kematian bayi (IMR) 53 anak, yang berarti terdapat 53 bayi
lahir mati per 1000 kelahiran. Ada kecenderungan angka kematian bayi laki-laki lebih
tinggi daripada angka kematian bayi perempuan. Meskipun angka kematian bayi ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004
sebanyak 81 bayi mati.
Sebaliknya angka kematian ibu ketika melahirkan masih tetap tinggi, berkisar 433,99
per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan penolong kelahiran (data tahun 2004) terbanyak
oleh bidan yaitu 72,81 persen dibandingkan dengan penolong kelahiran oleh dokter sekitar
17,27 persen, dan masih ada masyarakat yang menggunakan jasa dukun, yaitu 8,15 persen.
Pengambilan keputusan dalam proses persalinan berkaita erat dengan sosio-ekonomi,
pendidikan dan pengetahuan.
(2) Kondisi Kesehatan Penduduk. Salah satu dimensi penting sebagai refleksi
mutu sumber daya manusia adalah tingkat kesehatan penduduk dengan indikator pola
penyakit. Pola dominan penyakit yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit
khas daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap
wilayah bervariasi, tergantung dari lingkungan dan prilaku kebiasaan warga masyarakat
dalam hidup sehat. Pada umumnya penyakit yang banyak diderita warga masyarakat adalah
penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, gingivitis dan
penyakit periodental, demam berdarah, scabis, tuberculosis dan lainnya.
Masalah lain adalah kesehatan lingkungan termasuk antara lain penggunaan air
bersih, dan jamban keluarga. Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang
dominan sejak tahun 1995 sampai sekarang adalah ledeng, sebanyak 60 % lebih. Masih
sekitar 30% rumah tangga yang menggunakan sumber air minum dari sumur terlindung,
sumur tidak terlindung dan air sungai. Oleh karena masih banyak rumah tangga yang
menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih yang digunakan tidak
memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi, maupun bakteriologi ataupun air yang
mengalami pencemaran.
Begitu juga masalah jamban keluarga, pada umumnya rumah tangga yang memiliki
jamban keluarga sendiri telah mencapai 75% lebih, dibanding dengan rumah tangga yang
tidak memiliki jamban keluarga jumlahnya relatif kecil yaitu berkisar hanya 5% saja.
Dibandingkan dengan rumah tangga di kabupaten dan kota di Sumatera Selatan, rumah
tangga yang memiliki jamban keluarga relatif lebih baik, karena ada di beberapa kabupaten
yang rumah tangga memiliki jamban keluarga kurang dari 50 persen.
(3) Kondisi Lingkungan Permukiman. Kondisi permukiman penduduk ini
menggambarkan indikator kesejahteraan dan kualitas perumahan penduduk, seperti luas
45

RPJP Kota Palembang

lantai rumah, jenis atap, jenis dinding rumah, dan jenis lantai. Hasil Susenas 2000 (BPSSumsel, 2001) bahwa 7,88 persen rumah tangga di Kota Palembang memiliki luas lantai
rumah kurang dari 20 meter persegi, di atas rata-rata kabupaten dan kota serta provinsi yang
hanya 3,52 persen. Rumah tangga yang memiliki luas lantai rumah >100 m 2 sebanyak 21,55
persen, lebih besar daripada rata-rata provinsi yang hanya 7,88 persen. Sedangkan jenis atap
rumah yang banyak digunakan adalah dari genteng (59,71%) dan asbes/seng (30,08%) serta
rumah tangga yang menggunakan atap rumah dari daun-daunan sekitar 3,29% pada tahun
2000. Begitu juga lantai rumah, sebagian besar rumah tangga (98,09%) tidak lagi berlantai
tanah, yaitu semen/batu bata, kayu dan mamer/keramik. Hanya sekitar 1,82% rumah tangga
yang masih berlantai tanah. Jenis dinding yang terbanyak digunakan adalah kayu 40,99%
dan tembok 58,29%.
(4) Pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Puskesmas Pembantu dan Rumah Bersalin, telah tersebar di semua wilayah kecamatan,
sehingga dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan minimal.
Pada umumnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, Puskesmas Pembantu maupun
Puskesmas Keliling seperti pengukur berat badan (timbangan), pengukur tensi darah, tes
HB, peralatan kesehatan gigi, obat-obatan, alat kontrasepsi, dan vitamin telah memadai
untuk memenuhi kebutuhan minimal pengguna layanan kesehatan. Terlampir pada Tabel 42
yang menyajikan fasilitas kesehatan tahun 2000 dan 2004.
(5) Sumber Daya Kesehatan. Persoalan kesehatan lainnya adalah ketersediaan
tenaga medis. Tampaknya sumber daya kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan
terkonsentrasi di Kota Palembang. Oleh karena itu, tenaga medis di Kota Palembang sudah
relatif cukup tersedia baik untuk dokter umum maupun spesialis, meskipun jika dilihat dari
rasio ketersediaan tenaga medis dengan jumlah penduduk masih relatif besar. Misalnya saja
tenaga dokter umum jumlahnya 294 orang pada tahun 2003, sedangkan jumlah penduduk
Kota Palembang sebanyak 1.287.841 jiwa. Hal ini berarti satu orang dokter melayani
sebanyak 1.500 orang. Mengingat pada masa depan diperkirakan pola penyakit bertambah
kompleks, sehingga perlu penyediaan fasilitas kesehatan dan penyediaan sumber daya
tenaga medis yang cukup dari segi keahliannya, sesuai dengan kebutuhan. Jumlah tenaga
medis dan rasio dengan jumlah penduduk disajikan dalam tabel 43 terlampir.
Politik. Sejak pemilihan umum tahun 1999, terdapat sejumlah aturan (undangundang) yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi terhadap dinamika
partai politik di daerah. Di antara aturan tersebut adalah UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No.3/1999 tentang Pemilihan Umum, UU No. 4/1999 tentang Susduk MPR,
DPR dan DPRD, dan UU No. 43/1999 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sementara itu pada pemilihan umum tahun 2004, terdapat dua ketentuan penting
yang mengatur mengenai kehidupan kepartaian dan penyelenggaraan pemilihan umum,
yakni UU No. 31/2000 dan UU No. 12/2002.
46

RPJP Kota Palembang

Perempuan merupakan satu kelompok yang relatif tidak terwakili dalam proses
pencalonan kandidat legislatif. Pada pemilihan umum legislatif tahun 1999 hanya ada 3
perempuan yang menjadi anggota legislatif Kota Palembang, yaitu masing-masing satu dari
PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Bagitu juga pemilihan umum legislatif tahun 2004, calon
legislatif lebih didominasi laki-laki daripada perempuan (padahal berdasarkan ketentuan
undang-undang kuota perempuan sudah ditetapkan minimal 30 persen).
Rendahnya partisipasi perempuan dalam proses rekruitmen untuk menjadi anggota
legislatif merupakan persoalan tersendiri yang dihadapi dalam perluasan partisipasi politik.
Situasi ini tampaknya diawali dengan tidak adanya keharusan tentang kuota perempuan
dalam lembaga legislatif dan peraturan lainnya yang mengatur kepartaian. Selain itu,
pengurus partai sebagian besar didominasi kelompok laki-laki. Terdapat tiga faktor utama
mengapa tingkat keterwakilan perempuan relatif sangat minim dalam berbagai lembaga
perwakilan, yaitu peran dan organisasi partai politik dan penerimaan kultural.
Pada pemilihan umum legislatif tahun 2004, jumlah penduduk Kota Palembang
berdasarkan data sebanyak 1.285.839 jiwa, sedangkan jumlah pemilih yang terdaftar
sebanyak 884.641 peserta, yaitu peserta laki-laki sebanyak 431.252 orang dan perempuan
sebanyak 453.388 orang. Dari segi jumlah peserta pemilihan umum legislatif, jumlah
peserta perempuan lebih banyak dari laki-laki, namun dari segi calon legislatif masingmasing partai politik didominasi oleh laki-laki. Sedangkan jumlah partisipasi dalam
pemilihan umum legislatif sebesar 696.985 peserta, sehingga terdapat sekitar 187.656
peserta pemilu terdaftar yang tidak menggunakan haknya. Berdasarkan data tersebut sekitar
21,21% tidak menggunakan haknya dalam pemilu legislatif tahun 2004. Yang menjadi
persoalan adalah mengapa peserta pemilu tersebut tidak menggunakan haknya? Jumlah
anggota legislatif kota Palembang pada pemilu tahun 2004 tetap masih dominan laki-laki
daripada anggota perempuan dari jumlah 45 anggota legislatif.
2.2.4.2. Prediksi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Permasalahan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) di Kota Palembang semakin kompleks. Permasalahan yang
satu belum selesai muncul permasalahan baru, sehingga memerlukan penanganan yang
serius dan pelayanan dari berbagai pihak untuk menentukan arah kebijakan yang sesuai
dengan besaran dan karakteristik PMKS. Arah kebijakan ke depan adalah melakukan
pendataan secara akurat penyandang masalah sosial menurut karakteristik, besaran, ruang
lingkupnya, dan akar permasalahannya. Besaran setiap data perlu dilengkapi dengan nama
dan alamat (by name and address), sehingga menjadi data base dan dapat diakses dengan
mudah. Di samping pendataan penyandang masalah sosial tersebut, diperlukan juga
pembinaan terhadap wadah organisasi sosial atau LSM pendamping supaya arah kebijakan
dan program kegiatan yang dilakukan jelas. Program pembangunan antara lain
47

RPJP Kota Palembang

mengeliminasi dan rehabilitasi serta melakukan pemberdayaan penyandang masalah


kesejahteraan sosial. Dengan memprioritaskan paket-paket pelatihan keterampilan,
bimbingan manajemen usaha, pelatihan pengembangan potensi sumber daya alam, teknologi
tepat guna, dan meningkatkan pelayanan sosial. Sasaran lainnya adalah menciptakan
relawan-relawan sosial di masyarakat sebagai pekerja sosial untuk peningkatan pelayanan
sosial, menggalang dan menggali modal sosial di masyarakat yang dapat dipergunakan
untuk perlindungan sosial masyarakat. Membentuk kemitraan antarelemen masyarakat,
organisasi sosial, pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi dalam upaya pembangunan
kesejahteraan sosial. Tujuannya adalah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam
upaya pembangunan kesejahteraan sosial di lingkungan sosialnya.
Berdasarkan data base penyandang masalah kesejahteraan sosial, arah kebijakan
selanjutnya ditekankan pada penanganan secara terpadu dan terarah. Artinya, program
kebijakan penyandang masalah sosial dilakukan secara lintas sektoral dengan program
prioritas pada peningkatan kesejahteraan. Prioritas program-program pembangunan yang
mengarah pada pembinaan ketahanan sosial dan integritas sosial dengan memperkokoh
semangat kesetiakawanan sosial, peningkatan usaha ekonomi masyarakat dengan
pemberdayaan berdasarkan kemitraan serta meningkatnya sistem jaminan sosial, asuransi
kesejahteraan sosial dan kemandirian organisasi sosial masyarakat. Program-program
tersebut dilakukan secara berkelanjutan dan sinergis dengan instansi yang lainnya.
Pembangunan kesejahteraan sosial lebih ditekankan pada mencegah dan
mengendalikan serta mengatasi permasalahan sosial dari dampak yang tidak diharapkan dari
proses globalisasi, arus informasi dan industrialisasi. Program pembangunan diletakan pada
ketahanan masyarakat dan kemandirian penyandang masalah sosial serta meletakan
landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan
permasalahan sosial yang berkembang.
Menumbuh-kembangkan pembangunan kesejahteraan sosial melalui peningkatan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat berpartisipasi dalam melaksanakan
usaha kesejahteraan sosial. Arah kebijakan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin, selaras, adil dan merata.
Pendidikan. Masih terdapatnya angka buta huruf penduduk 10 tahun ke atas dan
angka partisipasi sekolah kelompok umur 12-15 belum optimal. Angka buta huruf tahun
2004 (2,24%) mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2003. Wajib belajar 9 tahun masih
belum tercapai, karena masih ada lulusan sekolah dasar yang tidak melanjutkan sekolah ke
tingkat SLTP. Oleh karena itu arah kebijakan pendidikan menuntaskan wajib belajar
sembilan tahun dan meningkatkan kualitas tenaga pendidik pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan serta kurikulum berbasis kompetensi. Di samping itu perlu perencanaan secara
berkelanjutan terhadap perawatan dan rehabilitasi prasarana dan sarana sekolah di semua
jenjang pendidikan. Pencanangan Sumatera Selatan sebagai lumbung energi dan pangan
48

RPJP Kota Palembang

nasional, perlu pertimbangan untuk pendidikan menengah kejuruan yang berkaitan dengan
hal tersebut, seperti sekolah pertanian dan keernergian. Hal ini untuk antisipasi kebutuhan
tenaga kerja menengah di kemudian hari.
Di samping menuntaskan wajib belajar sembilan tahun, pencanangan bebas buta
huruf bagi penduduk berumur di atas 10 tahun, rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan
dan meningkatkan kualitas mutu pendidikan secara umum dan khususnya di bidang
keernergian. Dalam rangka menghadapi arus informasi teknologi dan globalisasi serta
dampaknya, orientasi arah kebijakan pendidikan difokuskan pada perubahan dan evaluasi
kurikulum yang berbasis kompetensi dan menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Menyusun program-program pembelajaran yang berorientasi pada ilmu dan teknologi tepat
guna serta mendorong munculnya semangat kewirausahaan. Meletakan pendidikan sebagai
landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan
nilai-nilai luhur bangsa dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berbasis sumber daya lokal dalam upaya menghadapi daya saing global.
Program pembangunan diletakkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan dasar dan menengah serta meletakan landasan pembangunan yang mantap untuk
tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Menumbuhkembangkan pembangunan pendidikan dengan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
pendidikan. Arah kebijakan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
menghadapi tatangan dan perubahan zaman.
Sosial Budaya. Dinamika masyarakat Kota Palembang sangat tinggi, sebagai akibat
dari masyarakat pluralis dan mobilitas warga cenderung ke pusat kota Palembang. Hal ini
akan menambah beban kota, baik sarana-prasarana infrastruktur kota, penyediaan pelayanan
air bersih dan sanitasi, dan lain-lainnya. Dampaknya akan muncul permukiman-permukiman
baru yang tidak memenuhi standar kehidupan dan menjadi permukiman kumuh,
meningkatnya angka kriminalitas dan patologi sosial lainnya. Oleh karena itu, arah
kebijakan lebih ditujukan kepada pengendalian laju mobilitas masyarakat (migran) ke Kota
Palembang dengan menerbitkan peraturan daerah. Di samping itu, pengembangan
kebudayaan daerah sangat perlu digalakkan untuk menarik wisata dosmetik maupun manca
negara, dengan melakukan festival kebudayaan dan pelestarian peninggalan sejarah sebagai
objek wisata.
Kota Palembang sebagai pintu gerbang Sumatera Selatan menjadi barometer di
segala bidang kehidupan. Sebagai kota tua dan memiliki nilai-nilai sejarah yang khas,
sehingga menarik sebagai kota wisata dan budaya. Oleh karena itu, kebijakan ke depan
adalah melakukan promosi potensi wisata dengan dukungan meningkatkan sarana dan
prasarana yang mendukung industri pariwisata dan yang penting jaminan keamanan dan
49

RPJP Kota Palembang

kenyamanan. Promosi berbagai kerajinan dan tempat-tempat wisata dilakukan secara


kontinyu dan sinergis dengan bidang-bidang lainnya.
Diperkirakan mobilitas penduduk ke Kota Palembang akan semakin kompleks, hal
ini akan membawa dampak pada beban kota, angka kriminalitas dan patologi sosial. Secara
bertahap pembangunan sosial diarahkan untuk mengurangi kesenjangan sosial maupun
konflik sosial dalam masyarakat. Pengembangan kebudayaan daerah secara kontinyu
dipromosikan untuk menarik wisata dosmetik maupun manca negara, dengan melakukan
festival kebudayaan dan pelestarian peninggalan sejarah sebagai objek wisata serta
pengembangan museum sebagai tempat wisata sejarah dan pendidikan.
Meletakan pengembangan kebudayaan dan pembangunan sosial sebagai landasan
pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan nilai-nilai
luhur bangsa, menjunjung tinggi harkat nilai-nilai kemanusiaan dan menempatkan
pembangunan sosial sebagai landasan utama pembangunan.
Pemberdayaan Perempuan. Hakikat peningkatan peranan perempuan adalah
meningkatkan kedudukan, peranan, kemampuan, kemandirian dan ketahanan mental
spiritual perempuan. Upaya pembangunan untuk mewujudkan keadilan bagi perempuan
maupun laki-laki. Dengan adanya perencanaan yang responsif jender diharapkan
ketimpangan jender dapat teratasi, kinerja pembangunan menjadi lebih optimal, karena
mengoptimalkan sumber daya manusia baik perempuan maupun laki-laki akan
meningkatkan produktivitas. Arah kebijakan pembangunan bidang pemberdayaan
perempuan bertujuan memberdayakan perempuan agar meningkatkan kemampuan dan
kemandiriannya.
Sensitif jender mengintegrasikan aspirasi, kepentingan serta peranan laki-laki dan
perempuan dalam arus pembangunan. Perempuan dan laki-laki secara bersama-sama
menjadi subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Perencanaan yang responsif jender
merupakan suatu proses perencanaan yang mengintegrasikan peran, minat dan kebutuhan
perempuan dan laki-laki dalam seluruh kebijakan, strategi, program dan kegiatan
pembangunan sehingga hasil-hasilnya akan dapat termanfaatkan secara adil antara
perempuan dan laki-laki. Meletakan dan memantapkan pembangunan berdasarkan responsif
dan sensitif jender dalam segala bidang.
Kehidupan Beragama. Peningkatkan kualitas pendidikan agama, meningkatkan
peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan sebagai pusat dakwah
dan
memasyarakatkan Badan Amil Zakat (bagi umat Islam) sebagai perlindungan dan modal
sosial masyarakat.
Memberikan bantuan pembangunan, penambahan dan rehabilitasi prasarana-sarana
peribadatan, penunjang operasional pelayanan dan bimbingan keagamaan, pemupukan
solidaritas, kerukunan dan kesetiakawanan antarumat beragama.

50

RPJP Kota Palembang

Peningkatkan kualitas pendidikan agama, meningkatkan peran dan fungsi lembagalembaga keagamaan sebagai pusat dakwah dan kerukunan antar umat beragama serta
memasyarakatkan Badan Amil Zakat (bagi umat Islam) sebagai perlindungan dan modal
sosial masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan bidang agama sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan agama, meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan
sebagai pusat dakwah dan memasyarakatkan Badan Amil Zakat (bagi umat Islam) sebagai
perlindungan dan modal sosial masyarakat.
Kesehatan. Kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan status gizi masyarakat, dan
Palembang Sehat Tahun 2008 serta memasyarakatkan asuransi dan jaminan kesehatan
sebagai perlindungan kesehatan. Kota Palembang bebas polio dan mengurangi penyakit
tropis lainnya sebagai upaya masyarakat sehat.
Meningkatkan manajemen dan mutu pelayanan kesehatan serta kesehatan
lingkungan. Peningkatan masyarakat sehat sebagai landasan pembangunan kesehatan secara
berkelanjutan.
Dengan terbukanya hubungan antarberbagai bangsa, akan membuka peluang
terjadinya arus transformasi di berbagai sektor, terutama sektor kesehatan, seperti
penyebaran penyakit HIV/AIDS, Flu Burung, SARS dan berbagai influenza maupun
penyakit lainnya. Arah kebijakan dalam bidang kesehatan diprioritaskan pada pencegahan
penyakit dan mengeliminasi pola-pola penyakit dalam masyarakat.
Meletakan pembangunan kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
penduduk.
Politik. Sosialisasi undang-undang pemilu dan partai politik dan data base peserta
pemilu. Memprediksi dampak negatif dari perubahan sistem politik dan pemerintahan serta
adanya pemilihan langsung kepala daerah. Desiminasi dan penyuluhan pendidikan politik
kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga non politik untuk mengurangi konflik akibat
politik dalam kehidupan bermasyarakat.
Memasyarakatkan pendidikan politik sebagai landasan pembangunan politik dan
secara bertahap melakukan sosialisasi kehidupan politik secara demokratis dan adil. Arah
kebijakan diletakkan pada pembangunan politik yang jujur, adil, fair dan yang kalah dalam
pemilihan memiliki sikap demokratis, sebagai upaya untuk meredam koflik politik.
Pembangunan politik akan lebih demokratis, sehingga arah kebijakan diletakan pada
penguatan kelembagaan partai politik dan lembaga-lembaga penyelenggara pemilihan
umum legislatif maupun eksekutif. Meletakan pembangunan politik secara komprehensif
sebagai alat dan mekanisme penyelenggaraan demokrasi.

51

RPJP Kota Palembang

2.2.5. Prasarana dan Sarana Kota


2.2.5.1. Kondisi dan Analisis
Sampai tahun 2002, pembangunan bidang listrik di Kota Palembang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan guna mendorong kegiatan ekonomi penduduk yang lebih
produktif seperti kegiatan industri, perdagangan dan jasa. Walaupun demikian, PT. PLN
yang merupakan satu-satunya perusahaan penghasil listrik memiliki keterbatasan sehingga
sering kali terjadi pemadaman listrik secara bergiliran di Kota Palembang terutama pada
saat beban puncak.
Dalam kaitannya dengan penyediaan air minum di Kota Palembang, hingga saat ini
masih menghadapi berbagai permasalahan yaitu belum mampu menyediakan kebutuhan air
minum untuk masyarakat. Kemampuan PDAM dalam menyediakan kebutuhan air bersih
berkisar 60 % bagi seluruh penduduk Palembang.
Pendidikan masyarakat merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam
suatu wilayah dan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dalam mendukung
kemajuan wilayah. Adapun sarana pendidikan terbesar di Kota Palembang adalah SD
dengan 441 unit, sedangkan untuk Perguruan Tinggi/ Akademi berjumlah 23 unit
(Palembang dalam angka, 2003).
Kesehatan pada dasarnya merupakan salah satu indikator keberhasilaan
pembangunan yang dianggap cukup signifikan, tingkat kesehatan yang tinggi akan
mencerminkan tingkat kesejahteraan yang baik. Sarana kesehatan yang tersedia di Kota
Palembang terdiri atas rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, klinik bersalin dan
puskesmas keliling. Pada tahun 2000 jumlah sarana kesehatan terbanyak adalah Puskesmas
Pembantu sebanyak 67 unit, dengan jumlah terbesar berada di Kecamatan Sukarami yang
berjumlah 10 unit.
Pada tahun 2003, di Kota Palembang terdapat 612 buah masjid, 747 langgar, dan 104
mushola. Sedangkan jumlah gereja di Kota Palembang pada tahun yang sama adalah
sebanyak 44 buah, Pura 24 buah dan Wihara 3 buah. Sebagian besar masjid terdapat di
Kecamatan Sukarami (109 buah) dan Ilir Barat I (75 buah). Adapun langgar, sebarannya
lebih terpusat di Kecamatan Ilir Timur I (117 buah) dan Seberang Ulu I (112 buah). Untuk
gereja, hanya tersebar di sebelas kecamatan dengan jumlah paling banyak di Kecamatan Ilir
Timur I yakni 13 buah.
Fasilitas perekonomian di Kota Palembang berupa fasilitas perdagangan dan jasa
utama yang berperan sebagai pusat pelayanan berbagai kebutuhan penduduk dan pelayanan
yang berkaitan dengan perekonomian wilayah adalah pasar harian/tradisional, sebagai pusat
akumulasi dan distribusi berbagai komoditas dan kebutuhan penduduk. Sarana perdagangan
yang tersedia di Kota Palembang terdiri atas pasar, petak, los, pedagang dan pedagang kaki
lima. Pada tahun 2003, jumlah pasar di Kota Palembang sebanyak 21 buah yang tersebar di

52

RPJP Kota Palembang

14 kecamatan. Sedangkan sarana perdagangan dan jasa terbesar adalah pedagang 7.263 buah
yang diikuti oleh petak sebesar 4.477 buah.
Stasiun/pool pemadam kebakaran di Kota Palembang berada di lima lokasi, masingmasing 3 lokasi di Seberang Ilir dan 2 lokasi di Seberang Ulu. Unit pemadam kebakaran ini
baik yang dikelola oleh Pemda (Dinas Kebakaran) maupun oleh BUMN yaitu milik
Pertamina dan Pusri. Lokasi unit/pool pemadam kebakaran di Seberang Ilir: (1) Jalan
Merdeka, (2) Pelabuhan Boom Baru, (3) PT. Pusri. Sementara itu, lokasi unit/pool pemadam
kebakaran di Seberang Ulu: (1) Jalan K.H.A Wahid Hasyim, (2) PT. Pertamina (komperta).
Untuk mendukung sistem pamadam kebakaran perlu diberikan akses atau
kemudahan pencapaian terhadap sumber-sumber air, berupa: (1) Hidrant pada sistem
jaringan perpipaan air bersih (PDAM) yang diadakan pada jalan-jalan yang dapat dijangkau
oleh mobil-mobil pemadam kebakaran, (b) Sungai-sungai, anak sungai, kolam/kolam retensi
dan rawa-rawa.
Pelayanan prasarana gas oleh PT Perusahaan Gas Nasional (PGN) relatif baru untuk
Kota Palembang dan jangkauannya pun masih terbatas. Walaupun demikian, mengingat
biaya pemakaiannya lebih murah jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya, maka
prospek pengembangan di masa mendatang sangat baik, selain pelayanan untuk rumah
tangga, pelayanan gas juga diarahkan untuk kepentingan industri dan kegiatan komersial
lainnya. Dukungan prasarana gas ini diharapkan menjadi salah satu keuntungan dalam
pengembangan industri di Kota Palembang dan sekitarnya. Sumber gas yang didistribusikan
PT PGN ini berasal dari jaringan pipa gas PERTAMINA yang relatif melingkar di wilayah
Kota Palembang dan sekitarnya dengan lokasi off-take/tapping dewasa ini terletak di
Demang Lebar Daun.
Pada tahun 1998, pelayanan gas baru mencapai kompleks-kompleks perumahan
yaitu: Pakjo, Kampus, Trikora/Dwikora, Rumah Susun Perumnas, Perumahan Pemda
Talang Semut. Pada tahun 1999 pengembangan jaringan pelayanaan ke utara yaitu ke Jalan
Talang Kelapa untuk melayani Villa Bougenville dan Villa Kelapa Mas, serta industri PT
Indofood dan PT Interbis. Pada tahun 2000 pelayanan ke arah pusat kota, untuk kegiatan
perumahan dan komersial dengan mengikuti jaringan jalan Jend. Sudirman, Jl. Veteran, Jl.
Kap. A Rifai, Jl. Kol Atmo, Jl. Iskandar, Jl. Rajawali, Jl. Bendung, Jl. Bay Salim, dan Jl.
Madang.
Kota Palembang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat. Hal ini membawa
konsekuensi pada tingginya mobilitas penduduk Kota Palembang, sehingga kota ini
dihadapkan pada tantangan yang cukup besar di sektor angkutan (transportasi) yang
melayani pergerakan di dalam kota dan ke luar kota.
Saat ini, Kota Palembang dapat dicapai melalui transportasi darat, transportasi air,
dan transportasi udara. Terdapat 4 (empat) jenis moda transportasi yang dapat digunakan
dari dan menuju Kota Palembang, yaitu: dengan menggunakan mobil, kereta api, kapal
53

RPJP Kota Palembang

(speed boat, kapal, perahu baik bermotor maupun tidak) dan pesawat terbang. Keempat jenis
moda transportasi tersebut sangat diminati penumpang, khususnya untuk angkutan jurusan
antarkota dan antar provinsi. Untuk jenis moda transportasi kereta api dapat digunakan
untuk tujuan akhir ke Bandar Lampung dan Lubuk Linggau. Sedangkan moda transportasi
laut melayani jurusan Bangka, Pulau Batam dan ke daerah sepanjang anak Sungai Musi.
Transportasi udara dengan Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II yang melayani
penerbangan domestik (Jakarta, Batam, Bangka dll) serta luar negeri (Singapura, dan Kuala
Lumpur).
Total panjang jalan Kota Palembang pada tahun 2005 sudah mencapai 903,402 km
(sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah serta Hasil Analisis). Dari total panjang
tersebut secara keseluruhan dalam kondisi baik yaitu mencapai lebih dari 88,31 %, sisanya
8,91 % dalam kondisi sedang dan 2,78 % dalam kondisi rusak. Selain jalan, prasarana
transportasi darat yang sangat penting di Kota Palembang adalah jembatan yang dibelah
oleh Sungai Musi dan anak sungainya.
Jembatan-jembatan yang ada di atas sungai-sungai di Kota Palembang selain
berfungsi untuk menunjang sarana transportasi darat di lain pihak juga dapat mengganggu
tingkat pelayanan jaringan transportasi angkutan sungai/air, terutama jembatan yang
dibangun di atas Sungai Musi yang memiliki jalan paralel dengan sungai.
Jembatan-jembatan utama yang ada di Kota Palembang meliputi: (1) Jembatan
Ampera (Musi I), pada poros Jalan Sudirman. (2) Jembatan Musi II, pada poros Jalan
Lingkar Barat. (3) Jembatan Keramasan, di Jalan Lingkar Barat/Musi II. (4) Jembatan Ogan
I dan Ogan II, di Jalan KHA Wahid Hasyim di Kertapati. (5) Jembatan Komering, di Jalan
Antara Plaju Sungai Gerong. (6) Jembatan Ogan III, di Jalan Lingkar Selatan di luar
wilayah Kota Palembang.
Pola jaringan jalan Kota Palembang yang berbentuk Ring Radial dengan Outer Ring
Road (jalan lingkar) difungsikan untuk mengantisipasi agar lalu lintas tidak terbebani di
pusat kota, karena arus lalu lintas yang sifatnya terusan (through traffic) seperti dari Jakarta
ke Medan/Jambi/Pekanbaru langsung melalui lingkar (lingkar barat).
Untuk sistem jaringan jalan dalam kota, jalan Sudirman masih merupakan jalan
utama (main road) yang menghubungkan Daerah Seberang Ilir dan Daerah Seberang Ulu.
Hal ini disebabkan Jembatan Ampera masih dianggap satu-satunya penghubung wilayah
tersebut, walaupun sebenarnya masih ada Jembatan Musi II yang fungsinya masih belum
optimal. Kondisi ini semakin diperparah dengan kawasan CBD (Central Bussines District)
yang berpusat di kawasan 16 Ilir dan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan munculnya
penumpukkan arus lalu lintas di sepanjang Jl. Sudirman serta kawasan 16 Ilir dan sekitarnya
yang pada akhirnya berdampak terhadap kemacetan lalu lintas.
Kondisi jalan dan status jalan di Kota Palembang relatif baik, terutama di jalan
protokol, jalan kolektor dan jalan penghubung. Untuk status jalan kota merupakan status
54

RPJP Kota Palembang

jalan dengan panjang jalan terbesar untuk setiap kondisi jalan (baik, sedang dan rusak).
Untuk kondisi jalan baik mendominasi status jalan terbesar di Kota Palembang, yaitu sekitar
63,87 % dari luas total panjang jalan di Kota Palembang.
Sistem Primer. Pola utama jaringan jalan di Kota Palembang dan sekitarnya adalah
perpaduan antara pola radial dan pola melingkar. Dengan pola radial yang ada, maka
jaringan jalan keluar dan atau masuk Kota Palembang sudah dapat diidentifikasikan sistem
primer, yaitu: (1) Arteri Primer, meliputi: (a) Jalan Palembang ke arah Indralaya, yang
seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Bandar Lampung/Jakarta, Bengkulu dan
lainnya, (b) Jalan Palembang ke arah Betung, yang seterusnya menghubungkan ke kota-kota
utama: Jambi, Pekanbaru, Medan dan lainnya, (c) Jalan Palembang ke arah Tanjung Siapiapi, yang menghubungkan Palembang dengan Pelabuhan Laut. Fungsi jalan ini sebagai
arteri primer masih bersifat rencana. (2) Kolektor Primer, Jalan kolektor primer pada
prinsipnya menghubungkan Kota Palembang dengan pusat-pusat yang ada di bawahnya
secara hirarki, yaitu ibukota-ibukota kabupaten. Fungsi kolektor primer yang tidak
terintegrasi dengan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan Palembang Kayu
Agung melalui Plaju. Untuk kondisi eksisting, jalan lingkar yang ada di Kota Palembang
meliputi: (a) Jalan lingkar barat, dari persimpangan di Desa Karya Jaya Jembatan Musi
II Simpang Tanjung Api Api, yang telah berfungsi efektif dan terletak dalam wilayah Kota
Palembang, (b) Jalan lingkar selatan, dari persimpangan Desa Karya Jaya Jembatan Ogan
III simpang di Desa Pinang. Jalan lingkar selatan ini terletak di luar wilayah Kota
Palembang, yaitu di Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Banyuasin.
Sistem Sekunder. Untuk kepentingan pembentukan sistem kota secara internal
terdapat sistem sekunder. Pada kenyataannya sistem primer telah menentukan pula bentuk
struktur kota secara internal. Dengan kata lain jalan-jalan yang ada mempunyai fungsi
ganda, yaitu selain berfungsi primer juga mempunyai fungsi sekunder. Hal ini disebabkan
sebagian besar sistem primer terletak di dalam Kota Palembang.
Jalan arteri sekunder pada prinsipnya adalah jalan-jalan yang membentuk struktur
utama kota (selain fungsi primer), yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah kota, khususnya dari pusat utama (CBD/Central Bussines District) dengan pusatpusat kegiatan kota. Jalan kolektor adalah pendukung terhadap jalan-jalan arteri primer yang
ada. Jalan kolektor primer menghubungkan pusat-pusat bagian kota dengan pusat-pusat
bawahnya (sub pusat kota).
Jaringan arteri primer di Kota Palembang terhubung dengan jaringan arteri sekunder.
Dari sebagian jalan arteri sekunder ini terletak juga di luar wilayah Kota Palembang,
sehingga terdapat sebagian jalan arteri sekunder ini yang menyambung ke luar wilayah Kota
Palembang. Untuk jaringan jalan kolektor sekunder pada prinsipnya terletak di dalam
wilayah Kota Palembang, tapi mengingat konfigurasi di sekitar wilayah Kota Palembang

55

RPJP Kota Palembang

maka terbuka kemungkinan jaringan jalan tersebut keluar wilayah Kota Palembang (seperti
halnya jalan arteri sekunder).
Penetapan Sistem Jaringan Jalan. Dimensi jalan menurut ROW (Right of Way)
atau DAMIJA (Daerah Milik Jalan) adalah sebagai berikut: (1) Arteri Primer: 60 meter, (b)
Kolektor Primer: 30 meter, (c) Arteri Sekunder: 40 meter, (d) Kolektor Sekunder: 15 meter,
(e) Lokal Sekunder: 10 meter.
Klasifikasi/hirarki jaringan jalan menurut sistem primer (arteri dan kolektor) dan
atau sekunder (arteri dan kolektor) di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel dalam
lampiran.
Untuk jalan-jalan yang baru dibangun dan rencana-rencana jalan dimasa yang akan
datang, dapat diterapkan dimensi jalan menurut ROW atau DAMIJA. Walaupun demikian,
untuk jalan-jalan yang telah ada sebelumnya, ukuran dimensi jalan harus diterapkan secara
selektif dengan mempertimbangkan konstruksi jalan sebelumnya.
Dengan perkembangan kota yang sangat cepat, Pemerintah Kota Palembang telah
berupaya meningkatkan sarana angkutan di dalam kota untuk memenuhi kebutuhan
mobilitas penduduknya. Salah satu yang dikembangkan adalah angkutan kota yang lebih
bersifat massal berupa bus kota.
Pada tahun 2003 jumlah angkutan oplet biasa dan bus kecil tercatat pada Dinas
Perhubungan Kota Palembang sebesar 2.407 unit, bus kota/kecil sebesar 537 unit, angkutan
antarkota antarprovinsi sebesar 473 unit dan angkutan antarkota dalam provinsi sebesar
1235 unit. Jumlah Bus Mahasiswa tercatat 120 unit, jumlah travel tercatat 70 unit.
Salah satu peningkatan prasarana transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Palembang adalah dengan mengoperasikan Terminal Karyajaya (tipe A) pada tahun 2001
yang diharapkan secara berangsur dapat mengatasi kesemrawutan transportasi dalam kota
dan antarkota, khususnya dalam menaikkan dan menurunkan penumpang bagi angkutan
antarkota agar tidak melakukannya di dalam Kota Palembang. Pada saat sekarang Kota
Palembang sudah memiliki terminal dengan 3 (tiga) tipe pelayanan, yaitu: (1) Tipe A:
berlokasi di Desa Karya Jaya Kecamatan Kertapati. (2) Tipe B: di bagian Selatan kota yang
merupakan akses ke Plaju serta Alang-Alang Lebar. (3) Tipe C: di Sekip Ujung, Bukit
Besar, KM 5, Pakjo, Lemabang, Gandus, Talang Kelapa, dan Sako.
Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, di mana Kota
Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak
di Desa Karya Jaya, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati. Jaringan rel kereta
api melintas kawasan terminal terpadu tipe A, sehingga menjadikan jalur ini menjadi
strategis dan cepat berkembang.
Sumatera Selatan memiliki beberapa sungai yang memiliki potensi sebagai sumber
air untuk bahan baku air minum, pengairan, dan transportasi yang dikenal dengan Batang
Hari Sembilan, di samping sungai-sungai kecil lainnya. Kesembilan sungai besar itu adalah
56

RPJP Kota Palembang

Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lakitan, Sungai Lalan, dan Sungai Batang Hari Leko.
Alur sungai di Sumatera Selatan yang lebar sangat memungkinkan untuk dilalui
kapal-kapal motor, terlebih dengan kondisi kemiringan dasar sungai yang tidak terlalu
curam, hingga perjalanan ke arah hulu yang menentang arus sungai dan ke arah hilir yang
searah dengan arus sungai relatif dapat dilayari dengan tingkat kesulitan yang hampir sama.
Secara aktual keberadaan 9 (sembilan) anak sungai besar yang bermuara di Sungai
Musi yang memiliki panjang tidak kurang dari 700 km. Secara keseluruhan 9 (sembilan)
ruas sungai tersebut memiliki lebar bervariasi dari 50 sampai 200 m, kedalaman dari 2
sampai 10 m, dan panjang 2.630 km dengan 1.880 km di antaranya dapat dilayari.
Sebagian jalur pelayaran telah terbentuk dengan sendirinya karena terdesak oleh
tingkat kebutuhan yang harus meningkat untuk saling berhubungan antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi baik rute pelayaran dalam lingkup Kota Palembang
maupun rute pelayaran ke arah hulu Sungai Musi dan Sungai Ogan serta ke arah hilir Sungai
Musi. Keadaan ini mengakibatkan munculnya trayek-trayek komersial yang mengadaptasi
jalur tradisional pelayaran Sungai Musi.
Pergerakan penumpang terjadi antardermaga baik yang dibangun oleh pemerintah
maupun yang dibangun oleh pihak swasta dan oleh penduduk setempat secara swadaya.
Pergerakan tersebut dilayani oleh kapal kretek yaitu sampan bermotor yang mampu memuat
sampai 12 orang dan memiliki rute trayek yang tetap yaitu antar dermaga di tepian Sungai
Musi dalam jarak yang relatif tidak jauh.
Sarana angkutan sungai yang melayani dalam wilayah Kota Palembang (internal
kota) untuk penyeberangan antara kedua sisi sungai dan antartitik/tempat turun-naik
penumpang atau bongkar muat terdapat di beberapa tempat. Sedangkan dermaga yang ada
dengan skala pelayanannya adalah sebagai berikut: (a) Pelayanan lokal pada dermaga
Sekanak, 7 Ulu dan lain-lainnya, (b) Dermaga pelayanan obyek wisata di Benteng Kuto
Besak dan P. Kemaro, (c) Terminal dermaga di Keramasan (terminal terpadu), Tangga
Buntung, dan Ulu, (d) Dermaga industri skala besar di Plaju (daerah Sei Gerong), pabrik
Pusri, dan sebagainya, (e) Dermaga yang melayani pusat permukiman di Gandus dan Sei
Lais, dan (f) Dermaga untuk pengembangan angkutan sungai skala regional di Tangga
Buntung
Sarana angkutan penyeberangan melayani beberapa tujuan di sepanjang sungaisungai utama di Kota Palembang antartepian dan antarpulau-pulau atau regional. Terdapat 2
(dua) macam sarana angkutan penyebrangan, yaitu kapal cepat dan kapal Ro-ro (Roll-on
Roll-off).
Selama rentang tahun 1990 s/d 2001 jumlah penumpang dan barang yang
menggunakan 3 (tiga) dermaga utama di Kota Palembang mengalami fluktuasi yang cukup
berarti (Dermaga Tangga Buntung, 35 Ilir, dan Sei Lais). Jumlah penumpang dan barang di
57

RPJP Kota Palembang

tiga dermaga itu selama rentang 1990 s/d 2001 tersebut paling tinggi terjadi pada tahun 1995
s/d 1996, dan kemudian menurun sampai sekarang.
Sarana angkutan laut dari dan atau menuju Kota Palembang adalah rencana masa
yang akan datang yang sangat menjanjikan, yang didukung oleh keberadaan Pelabuhan Sei
Lais, Boom Baru dan 35 Ilir (Pelabuhan Dishub). Pelayanan angkutan laut khusus yang
menonjol adalah pelabuhan perusahaan, yaitu: pelabuhan Pertamina Plaju dan Sei Gerong
serta pelabuhan Pupuk Sriwijaya.
Dengan adanya pelabuhan-pelabuhan khusus tersebut, maka pada pembangunan
sektor transportasi darat diusahakan untuk menghindari pembangunan jembatan baru. Hal
ini didasarkan dapat menurunkan tingkat pelayanan transportasi sungai, mengurangi
aktivitas sungai serta dari segi ekonomis sangat mahal.
Jumlah penerbangan dan penumpang dari dan menuju Kota Palembang melalui
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II tahun 2001 mengalami penurunan dibanding tahun
sebelumnya. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat di tahun 2001 mengalami
penurunan sebesar 39,3 % dari 4.138 penumpang tahun 2000 menjadi 2.510 penumpang
pada tahun 2001. Jumlah barang bagasi yang dibongkar pada tahun 2001 paling banyak
terjadi pada bulan Juni seberat 217.746 kg, sedangkan barang kargo yang paling banyak
dimuat terjadi pada bulan April mencapai berat 227.255 kg.
Sampai tahun 2002 pembangunan di bidang listrik terus dilaksanakan dengan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan guna mendorong kegiatan ekonomi penduduk
yang lebih produktif seperti kegiatan industri kerajinan rumah tangga dan bisnis lainnya.
Walaupun sampai saat ini PT PLN sebagai satu-satunya perusahaan penghasil listrik tapi
masih kekurangan daya oleh karena itu PT PLN terpaksa melakukan pemadaman listrik
secara bergiliran di Kota Palembang pada saat puncak.
Jaringan listrik di Kota Palembang dan sekitarnya merupakan interkoneksi
antarpusat-pusat pembangkit PLN Wilayah IV Sumatera Selatan. Ada 2 macam tengangan
yaitu 70 KV dan 150 KV yang relatif melingkar jaringannya, di mana jaringan 70 KV pada
lingkaran bagian dalam dan jaringan tegangan 150 KV pada lingkaran bagian luar. Jaringanjaringan tersebut menghubungkan antara gardu induk atau pembangkit sebanyak 12 lokasi
di Kota Palembang dan sekitarnya, 8 di Kota Palembang dan 4 di pinggiran sekitarnya.
Untuk distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi di
Palembang Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV. Jenis pelanggan
yang tercatat ada 6 kelompok, dan pelanggan rumah tangga merupakan yang terbesar baik
jumlah pelanggannya maupun daya yang dikonsumsinya.
Kebutuhan air bersih Kota Palembang sebagian besar dipenuhi oleh PDAM Tirta
Musi dan sebagian memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, kolam/rawa, dan air
tanah. Sedangkan untuk beberapa kompleks perumahan, perusahaan dan atau perumnas
dipenuhi oleh masing-masing perusahaannya seperti Pertamina/Pusri dan PT TOP/OPI serta
58

RPJP Kota Palembang

Perumnas Talang Kelapa. Sumber air baku untuk air bersih sebenarnya melimpah, tetapi
belum optimal pemanfaatannya. PDAM Tirta Musi memiliki 6 Unit instalasi pengolahan air
dengan kapasitas terpasang 1.825,5 liter/detik dari kapasitas produksinya yang seharusnya
36.940 liter/detik.
PDAM Tirta Musi sebagai perusahaan penghasil air minum belum mampu
menyediakan air minum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kapasitas
produksi air minum selama tahun 2002 sebesar 61.308.868 M3 meningkat 13,57% dari tahun
sebelumnya. Air minum tersebut akan didistribusikan kepada 86.083 pelanggan sebanyak
59.442.580 M3 .
Timbulan air limbah sangat dipengaruhi oleh pola pemakaian air bersih, pada
umumnya timbulan air limbah yang dihasilkan kurang lebih 70% - 80% dari pemakaian air
bersih. Pada saat ini pengolahan air limbah perumahan di Kota Palembang menggunakan
pola penangan setempat atau On Site System yang berdasarkan Susenas tahun 2000 (BPS
Sumsel 2001) rumah tangga yang memiliki MCK sendiri sebanyak 75,51%, fasilitas
bersama 15,87%, fasilitas umum sekitar 2,51%, dan tidak memiliki MCK sebanyak 6,10%.
Sistem setempat (on site) dominan berada di kawasan perumahan, masing-masing rumah
mengalirkan air limbah ke tangki septic (septic tank). Untuk perumahan dengan kapling
relatif kecil (perumahan relatif padat) menggunakan sistem terpusat atau komunal.
Pembuangan air limbah Kota Palembang terlebih dahulu diolah di IPLT (Instalasi Pengolah
Limbah Tinja). Instalasi Pengolah Limbah Tinja dewasa ini terdapat di Borang (Sako) dan
Kelurahan Sukajaya (Sukarami) yang berintegrasi dengan TPA sampah. Untuk
pengangkutan Lumpur tinja tersebut disediakan mobil tangki penyedot tinja. Hasil
pengolahan Lumpur tinja di Instalasi Pengolah Limbah Tinja tersebut dimaksudkan untuk
dapat dimanfaatkan, yaitu terutama untuk pupuk bagi pertanian.
Pengelolaan persampahan di Kota Palembang dilakukan oleh: (1) Dinas Pasar,
mengelola sampah pasar dari tahap pewadahan, pengangkutan, sampai tempat pembuangan
akhir sampah (TPA); (2) Dinas Kebersihan Kota, mengelola sampah non-pasar, mulai dari
penampungan sampah sementara sampai ke TPA, pengelolaan sampah di TPA menjadi
tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota; (3) masyarakat, diwadahi oleh LKMD dan RT,
mengelola sampah dari perumahan sampai pengangkutan dengan gerobak sampai tempat
penampungan sementara (TPS).
Jumlah sampah secara kuantitas setiap harinya mengalami kenaikan, dan pelayanan
persampahan baru mencapai sekitar 38% dari total sampah secara keseluruhan. Kurangnya
pelayanan persampahan ini disebabkan, antara lain: (1) keterbatasan kapasitas sarana dan
prasarana pengangkutan sampah, (2) masih seringnya warga masyarakat membuang sampah
ke sungai dan tepi-tepi jalan, (3) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya,
sehingga membiarkan sampah berserakan .

59

RPJP Kota Palembang

TPA yang berfungsi saat ini berada di Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami)
dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT), sedangkan TPA yang sudah di persiapkan untuk
mengantisipasi masa yang akan datang berada di Desa Karya Jaya (Kecamatan Seberang
Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan sistem yang dipakai adalah sama yaitu Sanitary Land Fill.
Kota Palembang secara keseluruhan telah memiliki desain dan konstruksi jaringan
drainase yang diperkeras serta jaringan drainase sederhana dan bersifat konvensional,
kecuali pada jalur jalan arteri sudah menggunakan perkerasan dan tertutup. Sedangkan
untuk sistem jaringan drainase jalan lokal sudah terdapat jaringan yang diperkeras, tetapi
masih terbuka dengan kedalaman kurang lebih 50 cm. Untuk sistem drainase yang lain
masih secara alami dan ditumbuhi semak belukar dan merupakan sodetan tanah berbentuk
kurva setengah lingkaran dan terputus. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan belum
menunjukan jaringan drainase secara terpadu, di mana dimensinya pun hanya merupakan
pendekatan perkiraan, tidak diperhitungkan dan didesain sesuai dengan standar baku.
Dimensi ukuran yang ada untuk masing-masing saluran drainase bervariasi. Pada
ruas jalan yang memiliki lebar 3 meter, lebar saluran drainase yang terdapat di bagian kiri
dan kanan jalan sekitar 4050 cm dengan kedalaman 2030 cm. Pada ruas jalan yang lebih
sempit, yang memiliki konstruksi dasar perkerasan dan perkerasan tanah, dimensi saluran
drainase lebih kecil lagi, bahkan tidak memiliki sama sekali.
Sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi umumnya, Kota Palembang
mempunyai jaringan drainase yang dibedakan menjadi 3 bagian wilayah kota, yaitu: (i)
Seberang Ulu, dengan arah aliran ke Sungai Musi dengan anak-anak sungainya, Sungai
Ogan, Sungai Keramas, Sungai Komering, Sungai Aur dan sungai-sungai lainnya, (ii)
Seberang Ilir, dengan arah alirannya ke Sungai Musi dan anak-anak sungainya, Sungai
Sekanak, Sungai Lambidaro, Sungai Bendung, Sungai Buah, Sungai batang, Sungai
Selincah dan sebagainya, (iii) Sukarami/Sako, dengan arah aliran ke Sungai Gasing dan
Sungai Kenten.
Kebutuhan pelayanan jasa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang utama dalam
perkembangan informasi yang semakin cepat. Keberadaan prasarana telekomunikasi ini
antara lain akan mendukung dunia usaha yang semakin kompetitif. Hal ini dikaitkan dengan
keberadaan industri-industri yang semakin berkembang, pusat pemerintahan, dan aktivitas
komersial serta kegiatan pariwisata, maka kebutuhan akan telekomunikasi sangat diperlukan
sekali sehingga pihak PT Telkom dituntut menyediakan jaringan yang lebih banyak, guna
mempermudah dalam proses pemasangan sambungan baru telepon. Sementara itu, untuk
Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Gandus, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kalidoni,
Kecamatan Plaju dan Kecamatan Kertapati masih menyatu dengan kecamatan sebelum
pemekaran.

60

RPJP Kota Palembang

2.2.5.2. Prediksi
Pembangunan infrastruktur kota sebaiknya didasarkan pada pengembangan
perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara terpadu. Pembangunan infrastruktur
didasarkan pada pndekatan secara partisipatif dan pengembangan sistem sosialisasi publik
rencana pembangunan infrastruktur kota yang aksesibel.
Sumber daya sungai dikembangkan dengan berbagai pendekatan antara lain
penurunan tingkat sedimentasi sungai, peningkatan fungsi sungai dalam rangka
pengendalian banjir, pengembangan moda angkutan dan pariwisata sungai.
Kualitas dan kuantitas air bersih ditingkatkan dengan cara pengelolaan sumber daya
air yang efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pembangunan air bersih
diutamakan mampu menyediakan kebutuhan air minum untuk seluruh warga Kota
Palembang. Peningkatan investasi PDAM disamping untuk menyediakan kebutuhan air
bersih juga meminimalkan kebocoran.
Sistem transportasi dikembangkan dengan beberapa pendekatan antara lain
peningkatan mutu manajemen transportasi; aksesibilitas antarseluruh wilayah kota yang
mendorong pertumbuhan.
Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan pendekatan antara lain
pengembangan partisipasi publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasaranasarana permukiman, pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau
oleh daya beli masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang
mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien.
Pengelolaan energi ditingkatkan dengan pendekatan antara lain peningkatan
kepedulian dan partisipasi warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif,
efisien, dan berkelanjutan serta penghematan sumber daya energi.
Telematika perkotaan dikembangkan dengan pendektan antara lain peningkatan
kesadaran dan pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan
pemanfaatan prasarana telekomunikasi dan non-telekomunikasi.
Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota harus ditingkatkan
terutama kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota yang
sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan.
2.2.6. Hukum dan Pemerintahan
2.2.6.1. Kondisi dan Analisis
Pemerintahan Kota Palembang adalah pemerintahan di daerah yang bekerja
berdasarkan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Prinsip ini sejalan dengan amanat
Pasal 1 jo Pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen, yang menempatkan bentuk negara
(staatsvorm) Indonesia sebagai negara yang berbentuk republik dalam wujud negara
kesatuan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip desentralisasi dalam otonomi daerah.
61

RPJP Kota Palembang

Oleh karena itu, di dalam UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah daerah diharapkan mampu
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut diaplikasikan melalui proses demokrasi yang menempatkan
rakyat sebagai salah ujung tombak pembangunan. Demokratisasi yang dijalankan telah
membuat rakyat semakin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Partisipasi masyarakat
menjadi tema dalam penyelenggaraan pemerintah. Tingkat partisipasi masyarakat yang
rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat menghasilkan kebijaksanaan
pembangunan yang tepat. Kesiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokrasi
ini perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi aspek
transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima kinerja organisasi publik.
Pola interaksi hubungan antara rakyat dan aparatur dalam studi pemerintahan
seyogianya di dukung juga oleh pihak-pihak terkait, seperti pengusaha, lembaga swadaya
masyarakat dan atau pihak-pihak terkait lainya (stakeholders). Hubungan ketiga komponen
ini meletakan fondasi tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam setiap tindakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan Kota Palembang.
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah Kota Palembang didasarkan pada
kewenangan yang diberikan kepadanya dengan pengecualian urusan pemerintahan yang
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Pemerintah kota menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah didasarkan kriteria: (1) atas urusan wajib dan
urusan pilihan, (2) penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan
oleh Pemerintah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kota Palembang
merupakan urusan yang berskala kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian
pembangunan; (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c)
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan
prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan; (g)
penanggulangan masalah sosial; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; (j) pengendalian
lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
(m) pelayanan administrasi umum pemerintahan; (n) pelayanan administrasi penanaman
modal; (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
62

RPJP Kota Palembang

Selanjutnya terhadap urusan pemerintahan Kota Palembang yang bersifat pilihan


meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah
yang bersangkutan. Urusan pemerintahan kota yang bersifat pilihan memerlukan visi
berdasarkan kejelian, kecermatan dan tanggung jawab berdasarkan skala prioritas
perencanaan pembangunan dan kepekaan melihat permasalahan sejalan dengan dinamika
masyarakat Kota Palembang.
Berdasarkan urusan wajib dan pilihan penyelenggaraan pemerintahan tersebut, maka
bidang hukum dan pemerintahan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan daerah dalam
membangun dan mensejahterakan masyarakat. Penyelenggaraan pembangunan bidang
hukum Kota Palembang meliputi sub-sub bidang penegakan hukum, keamanan dan
ketertiban umum dan pemerintahan daerah.
Penegakan Hukum. Penegakan hukum merupakan perwujudan kinerja aparatur
penegak hukum dalam melakukan penegakan peraturan perundang-undangan dan peraturan
kebijakan (policy rules) tanpa membedakan subjek hukum. Dalam dekade terakhir Kota
Palembang termasuk kota tidak aman dan nyaman dengan tingkat kriminalitas tinggi; dan
seringkali diberi atribut Kota Preman. Dalam persepsi dunia usaha Kota Palembang pada
tahun 2004 termasuk kota terkorup di urutan ke-6. Hal ini penting untuk menjadi ukuran
terhadap kepastian hukum (legal certainty) bagi rakyat, aparatur, dan pelaku bisnis dalam
kaitanya dengan aktivitas kota.
Potret buram tersebut semakin menegaskan bahwa pembenahan kondisi penegakan
hukum merupakan titik penentu bagi pembangunan Kota Palembang dua puluh tahun yang
akan datang. Secara substantif, upaya pembenahan penegakan hukum di Kota Palembang
mensyaratkan adanya political-will yang harus dibarengi dengan good-will untuk mengubah
orientasi politik yang sangat bias kepada pemerintah menuju ke politik yang memihak
warga kota.
Tolok ukur keberhasilan politik semacam ini ialah pemenuhan hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya dari warga kota. Pertimbangan bukan pada kelompok, tetapi
perlindungan warga kota. Semua warga kota mempunyai hak dan kewajiban sama atau
kesamaan di depan hukum. Hukum yang represif pada akhirnya menjadi sumber
ketidakadilan. Dalam konteks ini penting adanya penyadaran agar masyarakat
mengefektifkan dan mengoptimalkan penggunaan jalur hukum. Selain agar bisa terwujud
apresiasi hukum oleh masyarakat, juga agar perubahan dalam perjuangan keadilan dapat
mengubah secara struktural kondisi yang tidak adil melalui aturan main dan bukan dengan
kekuasaan.
Masalah-masalah pelanggaran hukum dan masalah-masalah sengketa hukum harus
diletakkan dalam koridor peradilan. Hal ini bukan saja menghindarkan dari kecenderungan
untuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), melainkan lebih dari itu mendidik semua pihak
63

RPJP Kota Palembang

untuk menyelesaikan masalah secara adil melalui mekanisme yang dipahami dan disepakati
bersama. Pergeseran ke arah itu meliputi adanya mekanisme dan prosedur tetap proses
peradilan, keterjangkauan biaya dan keterbukaan terhadap proses dan hasil peradilan itu
sendiri. Oleh karena itu, tujuan meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan ini dicapai
dengan cara meningkatkan fasilitas peradilan yang aman, nyaman, dan aksesibel. Indikator
meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan adalah meningkatnya kepuasan penduduk
terhadap mutu pelayanan peradilan.
Perlu pemahaman bersama, penegakan hukum dalam suatu wilayah kota diatur dan
berdasarkan kepada produk-produk aturan hukum tingkat pusat. Daerah Kota Palembang
khususnya hanya memiliki kewenangan pengaturan hukum dalam bentuk Peratuan Daerah
dan Peraturan Walikota. Oleh karenanya fungsi koordinator kepala daerah memegang
peranan menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya. Kekhasan daerah dan
kewenangan daerah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di atasnya
dituangkan dalam aturan hukum peraturan daerah.
Sebagian besar peraturan daerah mengatur persoalan kelembagaan daerah,
peningkatan pendapatan daerah dan bidang administrasi. Peraturan Daerah Kota Palembang
yang dihasilkan sejak tahun 1998-2004 masih sedikit yang mengatur substansi arah
pembangunan berkelanjutan Kota Palembang sebagai kota metropolitan, mandiri dan
berkualitas. Selain itu Peraturan Daerah yang ada belum disusun secara komprehensif dan
partisipatif sehingga mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan yang ada di Kota
Palembang dan menimbulkan interpretasi berbeda yang mengakibatkan terjadinya
inkonsistensi.
Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan hukum yang ketat dengan keterlibatan
stakeholders kota untuk menindak terjadinya praktik korupsi merupakan salah satu pilar
dalam membangun pemerintahan yang bersih di Kota Palembang. Hal ini penting untuk
mendorong kepastian hukum (legal certainty/rechtszekerheid) yang meningkatkan posisi
daya tarik Kota Palembang sebagai salah satu sentra perdagangan dan jasa di tingkat global.
Pelibatan masyarakat kota perlu mendapatkan prioritas kelembagaan melalui
mekanisme sosialisasi publik dan konsultasi publik secara terencana dan terpadu.
Kepedulian masyarakat akan mampu mengefektifkan wibawa penegakan hukum Kota
Palembang. Unsur ini memberikan nilai tambah bagaimana kota berbenah menekan tingkat
kriminalitas melalui kepentingan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang terkait dengan penegakan
hukum perlu terus ditingkatkan. Penegakan hukum akan menjadi wacana ketika sarana dan
prasarana penegakan hukum tidak memadai. Indikator peningkatan akan terlihat ketika
masyarakat memahami kenapa hukum tersebut terasa adil ketika masyarakat terkena
penegakan hukum. Hal ini tercermin dengan berkurangnya komplain terhadap sarana tandatanda lalu lintas misalnya. Unsur ini setiap tahunya harus direvisi dan diperbaiki demi
64

RPJP Kota Palembang

menunjang tujuan pembangunan hukum pada umumnya, yaitu menciptakan kepastian


hukum dan keadilan.
Keamanan dan Ketertiban Umum. Kota Palembang saat ini masih dihadapkan
pada berbagai permasalahan sosial seperti pedagang kaki lima, pengangguran, kejahatan,
premanisme, dan sebagainya yang terus meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk. Pada tahun 2002 2004 tercatat adanya pelanggaran yang tinggi terhadap
peraturan daerah di sektor informal perkotaan, perumahan, dan kependudukan. Keadaan itu
juga diperparah dengan semakin meningkatnya angka kriminalitas seperti perjudian,
narkotika dan gangguan terhadap ketertiban umum.
Data tersebut mengindikasikan bahwa keamanan dan ketertiban di Kota Palembang
masih belum memadai. Ketidaknyamanan yang seringkali dikeluhkan oleh warga kota di
antaranya: (a) warga mulai merasa was-was jika berada di angkutan umum, karena berbagai
bentuk kejahatan seringkali mengancam keselamatan jiwa dan barang bawaan; (b)
kesemerawutan angkutan umum; (c) penyakit masyarakat dalam bentuk pelacuran di
pinggir-pinggir jalan atau peredaran minuman berakhohol yang gampang didapat; dan (d)
sulitnya berjalan kaki di trotoar. Perubahan fungsi trotoar terutama di kawasan pusat
keramaian yang menjadikannya sebagai tempat menjajakan dagangan menyebabkan pejalan
kaki harus berebut tempat dengan pengendara kendaraan. Mereka turun ke jalan dan
berjalan di pinggiran yang sangat membahayakan bagi kedua belah pihak.
Kondisi keamanan dan ketertiban umum tersebut merupakan tantangan bagi Kota
Palembang dua puluh tahun ke depan. Responsivitas, sinergi dan keterpaduan segenap
stakeholders kota dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban umum merupakan
kunci utama menuju Kota Palembang yang aman, tertib dan nyaman sebagai tempat tinggal.
2.2.6.2. Prediksi
Prediksi umum pembangunan penegakan hukum Kota Palembang adalah
terwujudnya supremasi hukum yang konsisten, mencerminkan ketertiban dan keadilan,
menjamin kepastian hukum dan memperoleh legitimasi yang kuat. Hal tersebut dapat
diwujudkan dengan strategi Kota Palembang dalam pembangunan bidang penegakan hukum
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) produk hukum yang berkeadilan; (b)
penegakan hukum yang konsisten dan efektif; (c) lembaga hukum yang independen,
akuntabel dan transparan; dan (d) partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi.
Sementara itu, prediksi kondisi penegakan hukum harus sejalan dengan arah
pembangunan penegakan hukum yang dapat diwujudkan melalui: (a) pembaruan peraturan
daerah, (b) penegakan peraturan daerah secara konsisten, (c) pengembangan kode etik
penegak hukum daerah, dan (d) pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.
Pembaruan peraturan daerah dilakukan secara terus-menerus melalui: (a) peninjauan
kembali dan mengganti peraturan daerah yang tumpang tindih, berlawanan dengan peraturan
65

RPJP Kota Palembang

perundang-undangan di atasnya, kepentingan umum dan tidak berpihak kepada kepentingan


masyarakat, (b) perwujudan peraturan daerah yang berorientasi pada rasa keadilan dan
mempertimbangkan otonomi daerah; (c) pengembangan komitmen dalam penegakan hukum
melalui perjanjian kerjasama komitmen dalam penegakan hukum melalui perjanjian
kerjasama antarlembaga dengan memperhatikan produk hukum nasional dan internasional
yang diratifikasi.
Peraturan daerah ditegakkan dengan maksud memberikan rasa aman, nyaman dan
mendukung terwujudnya iklim investasi yang kondusif dengan cara sebagai berikut:
(a) pengembangan komitmen penegakan peraturan daerah untuk mencegah intervensi;
(b) peningkatan kontrol masyarakat terhadap penegakan hukum; dan (c) peningkatan
partisipasi aktif masyarakat.
Pengembangan kode etik penegak hukum peraturan daerah dengan maksud
memberikan kedewasaan bertindak dan menempatkan aparat pada kedudukan dan fungsi
aparat penegak hukum di daerah dengan cara sebagai berikut: (a) pengembangan kode etik
aparatur penegak hukum daerah; dan (b) peningkatan pengetahuan penegak hukum dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, khusunya hukum dan etika.
Pemberdayaan masyarakat di bidang hukum dengan maksud memberikan
kemudahan untuk ikut berpartisipasi sekaligus untuk ikut memiliki pembangunan hukum
pada umumnya dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan sosialisasi publik secara
berkala; (b) peningkatan konsultasi publik secara berkala; dan (c) peningkatan pengawasan
sosial yang terencana.
Prediksi pembangunan keamanan dan ketertiban adalah untuk mewujudkan rasa
aman dan ketertiban masyarakat dan lingkungan. Terwujudnya tujuan Kota Palembang
dalam pembangunan bidang keamanan dan ketertiban dapat tercapai apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: (a) kebijakan publik yang berorientasi pada aspek pencegahan
terhadap gangguan keamanan dan ketertiban; (b) sistem keamanan dan ketertiban yang
terpadu; (c) partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi terhadap keamanan dan
ketertiban; dan (d) aparat keamanan dan ketertiban yang profesional.
Pembangunan keamanan dan ketertiban, maka arah pembangunan keamanan dan
ketertiban Kota Palembang diwujudkan melalui: (a) restrukturisasi kebijakan publik; (b)
peningkatan kualitas sistem keamanan dan ketertiban masyarakat; (c) peningkatan peran
serta dan tanggung jawab warga kota; dan (d) pengembangan standar pelayanan publik
dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Terhadap kualitas sistem keamanan dan ketertiban masyarakat ditingkatkan melalui:
(a) intensifikasi upaya pencegahan kejahatan konvensional termasuk bentuk kejahatan
terorisme, (b) peningkatan kapasitas institusi keamanan Kota Palembang, (c) pengurangan
potensi konflik horisontal antarmasyarakat, dan (d) pengembangan keterpaduan sistem
keamanan antarwilayah Kota Palembang.
66

RPJP Kota Palembang

Peran serta dan tanggung jawab warga kota terhadap keamanan dan ketertiban
ditingkatkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan komunikasi publik tentang
kondisi keamanan dan ketertiban warga kota, dan (b) peningkatan aktivasi sistem keamanan
lingkungan (siskamling).
Untuk standar pelayanan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban
dikembangkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan pendidikan warga kota tentang
standar-standar keselamatan, keamanan dan ketertiban; (b) peningkatan kualitas pelayanan
aparat dalam menanggapi dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara
merata di seluruh wilayah Kota Palembang.
Untuk mewujudkan tata pemerintahan kota yang baik (good governance),
dibutuhkan peningkatan kualitas aparatur daerah yang amanah dan mampu mendukung
pembangunan daerah serta menjawab kebutuhan dinamika daerah. Terwujudnya tujuan Kota
Palembang dalam pembangunan bidang pemerintahan daerah dapat tercapai apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
terpadu sesuai dengan prinsip-prinsi Good Governance and Clean Government; (b)
kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan; (c)
kebijakan publik di bidang pemerintahan daerah yang dapat diakses oleh warga kota; (d)
kenyelenggara pemerintahan daerah yang profesional; dan (e) sinergi antarstakeholder
yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
Sejalan dengan prediksi pembangunan bidang pemerintah kota maka arah
pembangunan pemerintahan daerah diwujudkan melalui: (a) peningkatan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang; penataan kelembagaan pemerintahan daerah; (b)
pengembangan sistem informasi manajemen tata kelola kota; peningkatan kualitas
kemitraan antar daerah dan/atau luar negeri; dan (c) peningkatan kapasitas pemerintah Kota
Palembang dan/atau jaminan iklmim berkelanjutan usaha.
Kinerja aparatur pemerintah Kota Palembang dapat ditingkatkan dengan cara sebagai
berikut: (1) pengembangan kualitas pelayanan publik; (2) perekayasaan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang secara simultan dan integratif berdasarkan karakteristik sebagai
berikut: (a) fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik, (b)
pemerintah yang memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat
yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community), (c) pemerintah yang kompetitif,
(d) pemerintah yang digerakkan oleh misi, (e) pemerintah yang berorientasi pada hasil, (f)
pemerintah berorientasi pada masyarakat, (g) pemerintahan mampu menciptakan
pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan, (h) pemerintah yang antisipatif, berupaya
mencegah daripada mengobati, (i) pemerintah desentralisasi, dari hierarkhi menuju
partisipatif dan tim kerja.
Kelembagaan penyelenggaraan pemerintahan daerah ditempuh melalui penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan yang disesuaikan dengan dinamika yang
67

RPJP Kota Palembang

berkembang dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi warga. Good Governance
dan Clean Government diselenggarakan dengan mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan.
2.3. Prediksi Kondisi Umum Kota
Kemajuan dan perkembangan kota yang sesuai dengan dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang akan memberikan dampak positif
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, peningkatan pelayanan publik optimal,
pertumbuhan ekonomi dan keuangan daerah, peningkatan pendapatan masyarakat,
supremasi hukum, penumbuhan partisipasi masyarakat, peningkatan prasarana dan sarana
kota, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Menjadikan Kota Palembang sebagai pusat pertumbuhan kegiatan melalui strategi
kota lima dimensi yaitu pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri, dan
pariwisata dapat diproyeksikan akan lebih maju dan modern. Hal ini dapat dilakukan dengan
strategi pembangunan yang memprioritaskan beberapa kegiatan: (1) pembangunan
kelembagaan pemerintahan efisien dan efektif; pengembangan sistem local good
governance dan local clean government; (2) peningkatan kualitas pendidikan dan
pengembangan SDM; peningkatan kualitas kesehatan masyarakat; penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran; (3) pengembangan sektor industri dan perdagangan;
pemberdayaan koperasi, UMKM, dan sektor informal; (4) pengembangan pariwisata kota
dan fasilitas pendukungnya; peningkatan investasi yang kondusif; (5) pembangunan
infrastruktur kota dan pengembangan wilayah; perbaikan dan pelestarian lingkungan hidup
kota; peningkatan ketertiban dan keamanan kota; supremasi hukum dan law enforcement
yang bijaksana.

68

RPJP Kota Palembang

BAB III
VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN KOTA

3.1. VISI
Untuk mengantisipasi perubahan dan paradigma kehidupan masyarakat kota yang
semakin maju dibutuhkan perumusan Visi Pembangunan Kota Palembang yang bisa
mengakomodasi gerak pembangunan hingga tahun 2024. Adapun Visi Pembangunan Kota
Palembang dalam pembangunan jangka panjang adalah:

Palembang Kota Jasa yang Berkualitas, Mandiri dan Berbudaya


Makna dari Visi tersebut mencakup arti harfiah dan memiliki filosofi yang
mendalam berkaitan dengan perubahan pola kehidupan masyarakat kota yang semakin
cerdas, kritis, dan bersahaja. Kota jasa dengan karakteristik kota lima dimensi yaitu sebagai
pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri, dan pariwisata masih relevan
sebagai arah pembangunan Kota Palembang. Implikasinya bahwa terbentuknya kota yang
layak huni dan lestari, mampu memberikan kenyamanan dan keadilan bagi semua lapisan
masyarakat, memiliki keunggulan untuk mewadahi berbagai kegiatan industri, bisnis dan
wisata yang berdaya saing global, serta menjadi wahana pengembangan dan belajar kearifan
budaya yang tinggi, dengan tetap menghormati Hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan dan kesetaraan, profesional, etika multikultural, transparansi, dan
kepedulian.
Kota Jasa adalah kota modern yang berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa
(services) untuk semua bidang kegiatan, sebagai penggerak kemajuan kota yang semakin
berkembang, sebagai pusat aktivitas untuk peningkatan kesejahteraan seluruh warga.
Berkualitas dimaksudkan memiliki karakteristik yang universal yang meliputi:
Penduduk dan pola kehidupan masyarakat yang berkualitas dan terbaik ditinjau dari segi
pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, olah raga, seni budaya, dan agama. Pemerintahan dan
tata pemerintahan yang baik (Good Governance) dalam memberikan pelayanan publik yang
optimal.
Mandiri artinya mempunyai sifat-sifat yang unik dan mandiri, antara lain: Mampu
meningkatkan Pendapatan asli daerah (PAD) secara optimal sebagai sumber penerimaan
daerah untuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Pendapatan masyarakat yang
meningkat dan perilaku individu dalam kehidupan semakin sejahtera. Peran dunia usaha dan
partisipasi masyarakat (stakeholders) dalam pembangunan semakin meningkat.
Berbudaya dimaksudkan memiliki dimensi yang lebih luas, antara lain: Setiap
elemen pelaku pembangunan memiliki jiwa dan sikap yang berbudaya tinggi untuk
69

RPJP Kota Palembang

membangun kota tercinta. Kota yang maju dan mampu memberikan kenyamanan,
kemakmuran dan keadilan bagi warga kota. Memiliki keunggulan untuk mewadahi berbagai
kegiatan industri, bisnis dan wisata yang berdaya saing global. Setiap warga kota memiliki
nilai-nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip demokrasi, keadilan
dan kesetaraan, profesional, etika multikultural, transparansi, dan kepedulian.
3.2. MISI
Untuk menjabarkan Visi Pembangunan Kota Palembang diperlukan beberapa Misi
yang diasumsikan sangat strategis dalam Pembangunan Jangka Panjang Periode 2005-2024,
antara lain:
1. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik (local good governance) dalam
memberikan pelayanan publik, menciptakan ketertiban, kenyamanan dan keamanan,
serta mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten.
2. Meningkatkan kapasitas warga kota untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota,
pengambilan keputusan publik dan penyelenggaraan pelayanan publik.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penataan ruang kota yang menjamin
aksesibilitas publik dan berwawasan lingkungan.
4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat secara optimal melalui upaya memajukan tingkat
kemakmuran dan produktivitas warga kota melalui peningkatan daya tarik investasi
dan iklim usaha.
3.3. ARAH UMUM PEMBANGUNAN KOTA
Secara umum arah pembangunan Kota Palembang dalam periode 2005-2024 adalah
untuk mewujudkan misi pembangunan secara terencana, terintegrasi, dan sinergi dari semua
perencanaan untuk mensejahterakan rakyat dan memajukan Kota Palembang agar menjadi
kota yang berkualitas, mandiri, dan berbudaya. Masyarakat yang sejahtera berarti
meningkatnya daya beli rakyat, memperoleh pelayanan publik yang prima, dan merasa
nyaman dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kota Palembang yang maju
berarti kota yang berkualitas, mandiri, dan berbudaya dengan memiliki prasarana dan sarana
perkotaan yang semakin lengkap sehingga sangat kondusif untuk semua aktivitas.
3.3.1. Arah Umum Pembangunan Jangka Panjang
Arah umum pembangunan jangka panjang Kota Palembang untuk mewujudkan
beberapa sasaran pembangunan yang merupakan penjabaran dari misi pembangunan Kota
Palembang:
Misi-1 adalah meningkatkan tata pemerintahan yang baik (local good governance)
dalam memberikan pelayanan publik, menciptakan ketertiban, kenyamanan dan keamanan,
serta mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten. Misi ini dijabarkan
dalam beberapa arahan: (1) Arah umum pembangunan bidang politik diwujudkan melalui
70

RPJP Kota Palembang

penyelenggaraan pendidikan citizenship (hak, kewajiban, dan etika warga kota);


peningkatan kualitas tata laksana pengawasan kinerja badan-badan publik; peningkatan
efektivitas lembaga pemerintah kota, organisasi politik dan sosial kemasyarakatan;
pengembangan budaya politik yang sehat; penyediaan media komunikasi politik;
peningkatan hubungan antardaerah dan/atau luar negeri. (2) Arah pembangunan penegakan
hukum diwujudkan melalui pembaruan peraturan daerah, penegakan peraturan daerah secara
konsisten, pengembangan kode etik penegak hukum daerah, dan pemberdayaan masyarakat
di bidang hukum. (3) Arah pembangunan keamanan dan ketertiban Kota Palembang
diwujudkan melalui restrukturisasi kebijakan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban;
peningkatan kualitas sistem keamanan dan ketertiban masyarakat; peningkatan peran serta
dan tanggung jawab warga kota; serta pengembangan standar pelayanan publik dalam
bidang keamanan dan ketertiban.
Misi-2 adalah meningkatkan kapasitas warga kota untuk berpartisipasi dalam
pembangunan kota, pengambilan keputusan publik dan penyelenggaraan pelayanan publik.
Misi ini dijabarkan dalam beberapa arahan: (1) Arah pembangunan sumber daya manusia
diwujudkan melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial
dasar; peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja menuju persaingan global;
pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; peningkatan partisipasi masyarakat di
segala bidang. (2) Arah pembangunan pemerintahan daerah diwujudkan melalui
peningkatan kinerja aparatur pemerintah Kota Palembang; penataan kelembagaan
pemerintahan daerah; pengembangan sistem informasi manajemen tata kelola kota;
peningkatan kualitas kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri; peningkatan kapasitas
pemerintah Kota Palembang.
Misi-3 adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas penataan ruang kota yang
menjamin aksesibilitas publik dan berwawasan lingkungan. Misi ini dijabarkan dalam
beberapa arahan: (1) Arah pembangunan infrastruktur diwujudkan melalui penguatan sistem
perencanaan infrastruktur kota; pengembangan sumber daya sungai; peningkatan kualitas
dan kuantitas air bersih; pengembangan sistem transportasi; pengembangan perumahan dan
permukiman; pengembangan pengelolaan energi; pengembangan telematika perkotaan; dan
peningkatan konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota; pembangunan
ekonomi wilayah diwujudkan melalui pengendalian pemanfaatan fungsi tata ruang wilayah
secara konsisten; pengembangan pusat pertumbuhan wilayah dengan mensinergikan
antarwilayah. (2) Arah pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup diwujudkan
melalui integrasi dan harmonisasi kebijakan lingkungan hidup dengan sektor yang lain;
pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang
pembangunan; peningkatan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup; peningkatan
kesadaran masyarakat peduli pada lingkungan; penegakan hukum di bidang lingkungan
secara konsisten.
71

RPJP Kota Palembang

Misi-4 adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat secara optimal melalui upaya


memajukan tingkat kemakmuran dan produktivitas warga kota melalui peningkatan daya
tarik investasi dan iklim usaha. Ini dijabarkan dalam beberapa arahan: (1) Arah
pembangunan ekonomi diwujudkan melalui peningkatan peranan pemerintah kota sebagai
fasilitator dan katalisator; peningkatan kemitraan dalam pengelolaan sumber daya
perkotaan, pengembangan kekuatan ekonomi lokal; peningkatan produktivitas dan inovasi;
pengembangan keuangan daerah; peningkatan dan pengembangan produk-produk unggulan;
peningkatan kerjasama antardaerah; dan peningkatan jaminan iklim keberlanjutan usaha.
(2) Arah pembangunan sosial budaya diwujudkan melalui pembangunan karakter kota yang
berbudaya; pembangunan jati diri warga kota; pembangunan nilai religi dan kesejarahan
kota; peningkatan kualitas setting kebudayan.
3.3.1.1. Arah Pengembangan Tata Ruang Makro Wilayah
Dasar pertimbangan dalam perumusan arahan pengembangan tata ruang makro
wilayah yakni sebagai berikut: (1) Peran Kota Palembang sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yang mengutamakan pengembangan ekonomi pada sektor perdagangan dan jasa serta
industri. (2) Secara eksternal pengembangan tata ruang wilayah Kota Palembang, tidak
dapat dilepaskan dari kedudukan atau peranan dalam lingkup antara wilayah, baik dalam
wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia Bagian Barat, nasional serta keterkaitannya
dengan negara lain di kawasan Asia. (3) Terdapatnya pusat-pusat pertumbuhan sesuai
dengan arahan RTRWN yang memiliki hubungan fungsional dengan Kota Palembang yakni
Pusat Pertumbuhan Nasional (PKN) Medan, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Ogan Ilir,
Musi Banyuasin dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kayu Agung dan Sekayu. Selain itu,
terdapat pula pusat pertumbuhan lain yakni Wilayah Musi Rawas dan Lubuk Linggau.
Keterkaitan ini mempengaruhi orientasi pemasaran ke luar (eksternal) bagi pengembangan
wilayah Kota Palembang. (4) Keterakaitan ekonomi antarwilayah Kota Palembang dengan
kabupaten dan provinsi lainnya yang telah terbentuk dan tercermin dari rute transportasi
darat, air (sungai), dan udara, pola aliran barang dan jasa, antara lain dengan Bandar
Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung dan Jakarta. (5) Pemanfaatan
sumber daya alam semaksimal mungkin untuk pengembangan komoditas yang bersifat
kompetitif dengan wilayah lain.
Dengan dasar pertimbangan tersebut maka dirumuskan arahan pengembangan tata
ruang makro sebagai berikut: (1) Peningkatan hubungan eksternal Kota Palembang dengan
pusat-pusat pertumbuhan di Sumatera Selatan (Padang, Medan). Ketiga pusat pertumbuhan
tersebut dimanfaatkan sebagai pusat pemasaran komoditas baik secara langsung maupun
tidak langsung. (2) Peningkatan hubungan eksternal Kota Palembang dengan sub pusatpusat pertumbuhan lain di Sumatera Selatan (PKW dan PKL). Diharapkan dengan
peningkatan hubungan eksternal tersebut dapat mendukung peran Kota Palembang sebagai
72

RPJP Kota Palembang

pusat pertumbuhan.
3.3.1.2. Arah Pengembangan Tata Ruang Mikro Wilayah
Rencana tata ruang kota pada dasarnya merupakan perwujudan kebijaksanaan tata
ruang kota dan wilayah jangka panjang yang akan menjadi arahan bagi pembangunan fisik
kota. Penyusunan arahan pengembangan tata ruang mikro wilayah Kota Palembang
didasarkan pada tujuan pengembangan dan fungsi Kota Palembang yang akan
dikembangkan dalam lingkup regional. Selain itu, arahan pengembangan tata ruang mikro
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: (1) Arahan Kebijaksanaan Tata Ruang. Arahan
pengembangan Kota Palembang sebagai kota metropolitan yang diwujudkan dengan
pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dan industri. (2) Karakteristik
dan Potensi Wilayah. Morfologi wilayah Kota Palembang yang berpola relatif datar pada
seluruh bagian wilayah. Kecenderungan pola struktur ruang wilayah Kota Palembang
menunjukkan pola perkembangan radial-konsentrik terutama pada jalur jalan utama dan
pola perkembangan pengelompokan (cluster) terutama pada pusat-pusat pertumbuhan
wilayah. Kecenderungan berkembangnya fungsi kegiatan perkotaan (utama dan sekunder)
pada pusat-pusat pertumbuhan Kota Palembang
Untuk memudahkan pelaksanaan prioritas pembangunan, Kota Palembang dapat
dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kriteria pembagian wilayah. Berdasarkan tata
ruang, penentuan Wilayah Pembangunan (WP) didasarkan pada beberapa aspek sebagai
berikut: Kesamaan sifat kondisi alami, kesamaan sifat fungsi bangunan, kesamaan sifat
kepadatan bangunan, kesaman sifat kegiatan penduduk, keterkaitan fungsi satu peruntukan
dengan peruntukan lainnya (Unity), batas alam maupun batas jalan, batas administrasi,
kekompakan wilayah pembangunan tersebut dilihat dari pola perkembangan, dan
kemudahan dalam pelaksanaan tahap pembangunan kota.
3.3.2. Peran Sub Wilayah Pembangunan di Kota
3.3.2.1. Kriteria Penentuan Wilayah Pembangunan
Berdasarkan maksud dan tujuan dari pembagian Wilayah Pembangunan (WP)
tersebut di atas, maka pada prinsipnya WP merupakan satu kesatuan lingkungan kegiatan
kota yang serasi dengan sarana dan prasarana yang sesuai untuk mendukungnya. Oleh
karena itu, untuk mewujudkan satu kesatuan proses penentuan WP dapat didasarkan atas
kriteria penentuan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Setiap WP yang
menceminkan satu kesatuan kegiatan kota harus mempunyai batas-batas fisik tegas, baik
berupa jalan utama kota maupun kendala fisik yang dapat memcerminkan kesatuan integral
ruang yang lebih kompak. (2) Dalam mewujudkan satu kesatuan kegiatan kota yang serasi,
maka setiap WP harus mencerminkan tingkat homogenitas dalam hal kegiatan fungsional,
kepadatan perumahan dan penduduknya. (3) Dalam rangka mewujudkan keserasian dan
73

RPJP Kota Palembang

kelestarian lingkungan permukiman pada masa mendatang, maka setiap WP yang


mencerminkan satu kesatuan kegiatan kota harus mempunyai pertamanan (Land Scape)
kekotaan tertentu.
Kriteria-kriteria tersebut di atas dapat digunakan sebagai dasar dalam proses
penentuan WP, yang pada akhirnya akan membentuk deliniasi dari WP yang mencerminkan
satu kesatuan kegiatan kota. Selain itu pendeliniasian dilakukan dengan melihat serta
memperhatikan data atau informasi hasil observasi lapangan. Dengan demikian akan
diketahui Wilayah Pembangunan yang mencerminkan satu kesatuan kegiatan kota yang
terpadu (terintegrasi) dalam kesatuan ruang yang lebih kompak serta terarah
pembangunannya, baik pada masa sekarang maupun sampai dengan akhir tahun
perencanaan.
Untuk mendapatkan gambaran dan kriteria-kriteria di atas, sehubungan dengan
keberadaannya di Kota Palembang, maka pembahasan-pembahasan berikut akan ditentukan
melalui analisis keadaan pola penebaran kegiatan perkotaan dan analisis tingkat kemudahan
pencapaian antar kegiatan kota.
(1) Analisis Makro Pola Penebaran Kegiatan Kota. Kegiatan kota yang dimaksudkan
di sini, adalah kegiatan dari penduduk kota yang langsung mempengaruhi terhadap kegiatan
kota, terutama kegiatan penduduk yang mempunyai dampak terhadap penggunaan lahan
perkotaan, yang pada gilirannya membentuk suatu kawasan yang bersangkutan. Dengan
demikian penebaran dari kegiatan kota yang menggambarkan bagaimana struktur ruang kota
yang terbentuk oleh kegiatan kota, dan ini tercermin dari pengelompokkan kawasan
kegiatan yang mencerminkan fungsi kegiatan. Hal inilah yang menjadi tujuan dari pada
analisis pola penebaran kegiatan kota. Bertolak dari maksud di atas kegiatan kota yang
secara tidak langsung membentuk kawasan kegiatan kota dan mencerminkan fungsi utama
dari kawasan tersebut di dalam Kota Palembang adalah kegiatan-kegiatan di sektor
pemerintahan, perdagangan dan jasa, industri, transportasi regional, pendidikan, serta
perumahan.
(2) Analisis Tingkat Kemudahan Pencapaian Antar Kegiatan Kota. Analisis ini
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran mengenai hubungan fungsional antar kegiatan
kota dari segi jarak, di mana dari keluaran analisis ini ditujukan sebagai bahan masukan
dalam menentukan bagian fungsi WP atau dengan kata lain untuk menentukan pengaruh
dari suatu fungsi kegiatan kota, sehingga akan didapat batasan antara satu kawsan kegiatan
kota dengan kawasan kegiatan kota lainnya.
Untuk mencapai sasaran analisis ini, maka akan dibahas melalui kawasan-kawasan
kegiatan kota dengan memperhatikan jarak, identifikasi jalan-jalan penghubung utama dan
keadaan sarana angkutan umum yang ada. Hubungan fungsional antarkegiatan kota ditinjau
dari sistem transportasi, terlihat bahwa Kota Palembang dengan wilayah internalnya dan
eksternalnya dengan didukung pula oleh sarana angkutan umum seperti kendaraan, pesawat
74

RPJP Kota Palembang

udara, dan transportasi laut.


3.3.2.2. Penentuan Bagian-Bagian dan Fungsi Wilayah Kota
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa WP merupakan
subwilayah yang ada di dalam kota. Dengan demikian, penentuan bagian wilayah kota
adalah membagi wilayah kota menjadi beberapa subwilayah kota, dalam kaitannya dengan
pendalaman yang lebih terinci mengenai karakteristik kehidupan perkotaan. Adapun produk
yang diharapkan guna mencapai tujuan perencanaan setiap WP, yaitu: (1) Menciptakan
keseimbangan dan keserasian lingkungan permukiman dan kegiatan kota; (2) Menciptakan
pola intensitas penggunaan ruang yang optimal untuk meningkatkan hasil guna dan daya
guna.
Secara umum, arah pengembangan tata ruang mikro wilayah Kota yakni: (a)
Pembatasan perkembangan kegiatan di pusat kota (lama); (b) Pengembangan pusat-pusat
kegiatan primer dan sekunder baru sebagai pendukung bagi pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi (misal Kertapati dan Jakabaring); (c) Peningkatan interaksi dan kondisi di Kota
Palembang, melalui pengembangan dan peningkatan prasarana dan sarana wilayah
(transportasi, komunikasi dan prasarana pokok wilayah lainnya).
Berdasarkan hal tersebut, dikaitkan dengan kriteria penentuan WP sebagaimana
dikemukakan pada sub bab sebelumnya serta melihat struktur ruang Kota Palembang saat
ini (yang didasarkan pada hasil analisis pola penebaran kegiatan kota dan tingkat
kemudahan pencapaian antara kegiatan, kecenderungan perkembangan yang akan terjadi
dan batasan-batasan fisik lainnya), maka arahan pengembangan wilayah Kota Palembang
dapat dibagi menjadi 10 (sepuluh) Wilayah Pembangunan (WP) untuk mengefektifkan
struktur ruang yang akan terbentuk.
Dasar pertimbangan pembagian Kota Palembang menjadi 10 (sepuluh) wilayah
pembangunan, secara rinci karakteristik tiap Wilayah Pembangunan (WP) tersebut adalah
sebagai berikut:
(1) Wilayah Pembangunan (WP) Pusat Kota. Berperan sebagai pusat kegiatan
Pemerintahan Kota Palembang. Pusat kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Palembang
skala regional (Nasional dan Internasional). Pusat kegiatan sosial budaya serta pariwisata
antara lain panorama S. Musi dan Benteng Kuto Besak.
(2) Wilayah Pembangunan (WP) Kertapati. Fungsi utama WP Kertapati adalah
sebagai pintu gerbang utama yang menghubungkan wilayah Kota Palembang dengan
wilayah di sebelah Selatan, mengingat keberadaan Terminal Multimoda Kertapati, serta
kegiatan perdagangan dan jasa skala regional. Arahan kegiatan pada WP Kertapati, antara
lain kegiatan pusat pemerintahan skala lokal, industri polutif ringan dan pergudangan. Pusat
koleksi dan distribusi karena didukung oleh akses yang baik terutama ke arah wilayah
selatan Kota Palembang dalam konteks regional maupun pusat kota.
75

RPJP Kota Palembang

(3) Wilayah Pembangunan (WP) Jakabaring. Kawasan Jakabaring merupakan


wilayah pengembangan baru, implikasi dari perluasan dan pemilahan kegiatan perdagangan
skala regional, sebagai bentuk antisipasi dari perkembangan yang over estimate di
kawasan pusat kota. WP ini diharapkan menjadi orientasi baru bagi penduduk dalam
pemenuhan kebutuhan dan memecah konsentrasi kegiatan di pusat kota lama. Kawasan
ini diarahkan menjadi pusat pelayanan baru berskala metro seperti Rumah Sakit type A,
Convention Centre, High Rise Building (perkantoran, apartemen), perumahan kavling besar,
sport centre, dan kegiatan lainnya yang memiliki skala pelayanan serupa. Pusat koleksi dan
distribusi regional dengan dibangunnya pasar induk di kawasan ini.
(4) Wilayah Pembangunan (WP) Sukarami. Perkembangan pada bagian kawasan ini
cukup pesat, diindikasikan dengan berkembangnya kegiatan perdagangan dan jasa yang
membentuk pola linier (ribbon development) mulai Jl. Kol. H. Burlian hingga arah Talang
Betutu. Pergerakan yang intensif pada ruas jalan di kawasan ini erat kaitannya dengan
keberadaan Bandara SMB II. Kawasan ini diarahkan untuk mengantisipasi pergerakan
dengan tujuan belanja yang berasal dari wilayah utara menuju pusat kota, sehingga akan
mengurangi beban yang harus ditanggung oleh pusat kota. Eksistensi Alang-Alang Lebar
sebagai terminal tipe A, merupakan gerbang utama pergerakan dari arah Sekayu/Jambi.
(5) Wilayah Pembangunan (WP) Lemabang. Berkembang kegiatan utama
pergudangan dan pelabuhan sungai Boom Baru dengan skala regional. Kegiatan
perdagangan skala lokal.
(6) Wilayah Pembangunan (WP) Sei Lais. Merupakan kawasan dengan kegiatan
utama industri (industri polutif) yang ditunjang oleh pelabuhan sungai. Kegiatan
perdagangan skala lokal.
(7) Wilayah Pembangunan (WP) Plaju. Kegiatan utama berupa industri skala besar
(industri polutif), mis industri migas. Kegiatan perdagangan skala lokal. Terminal Tipe B.
(8) Wilayah Pembangunan (WP) Sako. Kegiatan perdagangan skala lokal dan pusat
koleksi dan distribusi hasil pertanian. Kawasan Permukiman.
(9) Wilayah Pembangunan (WP) Gandus. Kegiatan perdagangan skala lokal.
Kawasan Permukiman.
(10) Wilayah Pembangunan (WP) Bukit Baru. Kegiatan perdagangan skala lokal dan
pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian. Kawasan Permukiman.

76

RPJP Kota Palembang

BAB IV
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN

Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan yang sudah ditetapkan,
maka diperlukan suatu prediksi arah kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan
untuk masing-masing bidang pembangunan. Arah kebijakan pembangunan tersebut
dijabarkan dalam beberapa kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan dalam
Pembangunan Jangka Panjang Kota Palembang periode 2005-2024.
Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait
dan ditetapkan oleh yang berwenang membuat kebijakan tersebut untuk dijadikan pedoman,
pegangan, dan petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintahan maupun
masyarakat agar tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam upaya pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran pembangunan.
Adapun arah kebijakan pembangunan Kota Palembang yang digariskan dalam
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Kota Palembang 2005-2024 ini adalah sebagai berikut.
(1) memberikan prioritas pada usaha-usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui peningkatan program pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agama, ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), seni budaya, olahraga dan pemuda serta peningkatan
sumber daya aparatur pemerintahan. (2) melaksanakan penataan ruang yang lebih
partisipatif sesuai dengan potensi yang ada, sehingga rencana tata ruang benar-benar dapat
digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang dan meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan serta memberikan prioritas pada pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan mengurangi permasalahan
lingkungan perkotaan. (3) memberikan peluang bagi masuknya investasi melalui berbagai
kemudahan dan insentif dengan prioritas pada pengembangan industri, produk unggulan,
koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), perdagangan dan jasa serta pariwisata
serta meningkatkan penerimaan daerah dari berbagai sumber penerimaan daerah tanpa
merusak iklim investasi dan prinsip pembangunan berkelanjutan. (4) meningkatkan usahausaha perbaikan kualitas layanan pemerintah kepada masyarakat dan merangsang
tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui peningkatan
swadaya masyarakat disertai dengan usaha-usaha pengentasan kemiskinan dan penanganan
masalah-masalah sosial. (5) mewujudkan kerjasama antara Kota Palembang dengan
kota/daerah lain terutama yang berbatasan guna menciptakan keterpaduan pembangunan di
wilayah perbatasan dan kerja sama baik di dalam maupun di luar negeri guna mendorong
peningkatan usaha, ekonomi, pendidikan, seni budaya, dan pariwisata.

77

RPJP Kota Palembang

4.1. Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup


Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Terwujudnya tujuan Kota Palembang
dalam pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat tercapai apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. kebijakan publik yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan;
b. partisipasi masyarakat, swasta, dan lembaga-lembaga publik bijak dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup;
c. penegakan hukum di bidang lingkungan yang konsisten.
4.1.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah kebijakan pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup diwujudkan
melalui integrasi dan harmonisasi kebijakan lingkungan hidup dengan sektor yang lain;
pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang
pembangunan; peningkatan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup; peningkatan
kesadaran masyarakat peduli pada lingkungan; penegakan hukum di bidang lingkungan
secara konsisten.
1. Basis data kekayaan SDA dan kondisi lingkungan dikelola secara profesional sebagai
rujukan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengestimasi berbagai potensi SDA
dan lingkungan hidup dalam rangka pengambilan kebijakan yang tepat.
2. Kebijakan lingkungan hidup diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan sektor yang
lain dengan cara; (a) pemberian kebijakan ruang hidup yang luas bagi rakyat serta kerja
sama antarkomponen masyarakat kota yang tercerminkan pada komitmen politik
pemerintah, (b) peningkatan koordinasi antarkomponen pemerintah, masyarakat, dan
swasta, (c) pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh
bidang disertai peningkatan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat nasional
dan daerah.
3. Kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup ditingkatkan dengan cara;
(a) pengembangan penanganan masalah yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang
bersifat musiman dan bencana, dan (b) peningkatan penyebaran data dan informasi
lingkungan (informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan
informasi kewaspadaan dini terhadap bencana).
4. Kontrol sosial dapat dilakukan dengan cara; (a) pembangunan kesadaran masyarakat agar
peduli pada isu lingkungan hidup, (b) peningkatan peran aktif masyarakat dalam
memantau kualitas lingkungan hidup, dan (c) peningkatan kesadaran dan partisipasi
masyarakat dalam penegakan hukum terkait dengan pelanggaran eksploitasi lingkungan
hidup.

78

RPJP Kota Palembang

5. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan keterjaminan air yang mencakup; (i)
jaminan kesediaan pangan; (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat; (iii)
perlindungan ekosistem; (iv) pembagian sumber daya air antarwilayah yang berkaitan;
(v) penanggulangan resiko; (vi) pemberian nilai air; dan (vii) penguasaan air secara
bijaksana. Pembangunan infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan
global, terutama dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan
infrastruktur juga harus mempertimbangkan kebutuhan energi Palembang di masa
depan.
4.1.2. Indikator Keberhasilan
1. Meningkatnya indeks baku mutu udara di seluruh wilayah kota;
2. Meningkatnya baku mutu air tanah maupun air olahan;
3. Meningkatnya baku mutu pangan;
4. Meningkatnya cadangan sumber daya energi perkotaan (resources endowment);
5. Meningkatnya indeks keberlanjutan pembangunan kota (sustainable development
index)
4.2. Bidang Sumber Daya Manusia dan Kependudukan
Terwujudnya masyarakat Palembang yang sehat, cerdas, produktif, partisipatif,
makmur, serta berakhlak mulia. Terwujudnya tujuan Kota Palembang dalam pembangunan
bidang sumber daya manusia dan kependudukan dapat tercapai apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
1. kualitas SDM yang kompeten dan berdaya saing;
2. keseimbangan antara jumlah dan laju penduduk dengan daya dukung dan daya tampung
kota;
3. partisipasi masyarakat yang mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
kota.
4.2.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan sumber daya manusia dan kependudukan diwujudkan melalui
peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial dasar; peningkatan
kualitas dan daya saing tenaga kerja menuju persaingan global; pengendalian jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk; peningkatan partisipasi masyarakat di segala bidang; penataan
administrasi kependudukan.
1. Akses, pemerataan, relevansi, dan mutu terhadap layanan sosial dasar ditingkatkan
melalui; (a) peningkatan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (sustainable) dan
berkualitas bagi kelompok masyarakat rentan; (b) perbaikan perilaku hidup sehat
masyarakat; (c) peningkatan kualitas gizi masyarakat; (d) peningkatan akses dan
79

RPJP Kota Palembang

2.

3.

4.

5.

pemerataan pelayanan pendidikan yang bermutu dan terjangkau dengan memperhatikan


masyarakat rentan; (d) meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan dan pelatihan
yang mampu merespon globalisasi dan kebutuhan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan daya saing bangsa; (e) peningkatan kualitas hidup seluruh masyarakat
dengan memberikan perhatian khusus bagi anak, remaja, pemuda, perempuan, keluarga
serta masyarakat miskin dan rentan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan,
dengan didukung oleh sistem hukum dan perlindungan sosial yang responsif terhadap
kebutuhan.
Kualitas tenaga kerja yang memiliki daya saing global ditingkatkan dengan cara (a)
perubahan orientasi pengelolaan pelatihan dan pemberian dukungan bagi programprogram pelatihan yang strategis, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi tenaga kerja
sebagai bagian dari investasi SDM, dan memenuhi struktur kebutuhan tenaga kerja yang
diharapkan oleh jasa; (b) penyediaan tenaga kerja terampil dan profesional melalui
penyetaraan kualitas standar kompetensi tenaga kerja, untuk memenuhi sistem standar
sertifikasi internasional dalam era global.
Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan dengan; (a) peningkatan
pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kesehatan reproduksi remaja dan keluarga
berencana (KB) yang bermutu, efektif, merata, dan terjangkau, serta pemberdayaan
keluarga menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas; (b) penataan persebaran
dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung kota; (c) peningkatan peran pemerintah kota dalam mendorong
terakomodasinya hak-hak penduduk dan perlindungan sosial.
Partisipasi masyarakat di segala bidang ditingkatkan dengan cara; (a) peningkatan
kualitas media informasi yang mencakup pembangunan dan pengembangan Kota
Palembang di segala bidang; (b) peningkatan pengetahuan dan keterampilan warga kota
sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman; (c) pengembangan minat dan gemar
membaca guna membangun masyarakat belajar dan kritis.
Penataan administrasi kependudukan untuk mendukung perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang berkelanjutan ditingkatkan dengan cara: (a) Peningkatan
pengelolaan data base kependudukan; (b) Penyusunan kebijakan kependudukan; dan (c)
peningkatan kapasitas kelembagaan kependudukan dengan peningkatan kapasitas SDM
aparatur dan penerapan Standar Pelayanan Minimum dan Prosedur Operasional Standar.

4.2.2. Indikator Keberhasilan:


1. Meningkatnya indeks pembangunan manusia (Human Development Index)
2. Meningkatnya indeks daya saing sumber daya manusia Kota Palembang
3. Menurunnya tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan
4. Meningkatnya pengguna media informasi baik media cetak maupun elektronik.
80

RPJP Kota Palembang

4.3. Bidang Ekonomi dan Keuangan Daerah


Terwujudnya perekonomian kota yang maju, mandiri, adil dan mengedepankan
persaingan sehat demi peningkatan kesejahteraan seluruh warga kota. Terwujudnya tujuan
Kota Palembang dalam pembangunan bidang ekonomi dan keuangan daerah dapat tercapai
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. tata kelola ekonomi perkotaan yang terpadu, aksesibel, dan berkelanjutan;
b. kapasitas pelaku ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif;
c. layanan jasa-jasa yang produktif dan inovatif;
d. kinerja sektor jasa keuangan yang profesional.
4.3.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan ekonomi diwujudkan melalui peningkatan peranan pemerintah
kota sebagai fasilitator dan katalisator; peningkatan kemitraan dalam pengelolaan sumber
daya perkotaan, pengembangan kekuatan ekonomi lokal; peningkatan produktivitas dan
inovasi; pengembangan dan kemandirian keuangan daerah.
1. Peranan pemerintah kota sebagai fasilitator dan katalisator ditujukan guna menjaga
keberlanjutan perekonomian kota. Peningkatan terhadap peranan pemerintah kota
dilakukan dengan (a) pengembangan kerangka regulasi non diskriminatif tata
perekonomian kota; (b) peningkatan iklim usaha yang menjamin keberlanjutan
perekonomian kota; (c) pengembangan kerjasama ekonomi dengan daerah-daerah
penyangga; (d) penataan sektor formal dan informal perkotaan yang memperhatikan
harmonisasi setting sosial, kultural, estetika, dan lingkungan; (e) fasilitasi terciptanya
lapangan kerja formal dan informal; (f) peningkatan aktivasi pemasaran kota.
2. Kemitraan dalam pengelolaan sumber daya perkotaan ditingkatkan dengan cara (a)
penataan sektor formal dan informal perkotaan yang memperhatikan harmonisasi setting
sosial, kultural, estetika, dan lingkungan; (b) peningkatan kemitraan sektor publik
dengan sektor swasta dalam pengelolaan sumber daya produktif; (c) peningkatan
intensifikasi jaringan usaha lintas pelaku.
3. Kekuatan ekonomi lokal dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan dan pemantapan
kapasitas kewirausahaan masyarakat; (b) pengembangan sarana dan prasarana publik
perkotaan yang berbasis keberlanjutan lingkungan; (c) pengembangan etos pelayanan di
bidang jasa.
4. Produktivitas dan inovasi dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dengan
(a) peningkatan kapasitas warga kota dalam pengelolaan sumber daya produktif,
penguasaan teknologi; (b) pengembangan diversifikasi produk layanan jasa;
(c) penciptaan dan pengembangan pusat pendidikan yang berbasis kompetensi sektor
jasa; (d) peningkatan mutu keserasian sumber daya produktif yang ramah lingkungan.
81

RPJP Kota Palembang

5. Pengembangan dan kemandirian keuangan daerah dilakukan melalui; (a) pengembangan


manajemen keuangan daerah yang transparan, akuntabel, dan efektif; (b) revitalisasi
sektor jasa keuangan; (c) peningkatan kemampuan fiskal daerah yang adil dan berpihak
pada pelayanan publik dan kebutuhan masyarakat; (d) peningkatan kesadaran
masyarakat akan haknya sebagai pemilih dan pembayar pajak.
6. Terwujudnya pembangunan daerah yang berkeadilan, berdaya saing dan berkelanjutan
dapat tercapai apabila terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut: (a) sistem perencanaan
pembangunan kota yang efektif dan berkelanjutan; (b) konsistensi pengendalian dan
pemanfaatan tata ruang wilayah; (c) partisipasi warga kota dan swasta yang menjamin
keberlanjutan pembangunan kota; (d) sinergi dan kerjasama antarwilayah dan
antardaerah.
7. Terselenggarakannya institusi yang berfungsi sebagai alat promosi daerah, pusat
informasi basis data, pusat informasi pembangunan dan investasi, institusi perekonomian
daerah yang kuat (BUMD atau Swasta), Forum Stakeholders Daerah, Lembaga
Perlindungan Hak Publik serta lembaga standar.
8. Meningkatnya jaminan sosial ekonomi untuk kelompok rentan.
Arah pembangunan daya saing wilayah diwujudkan melalui pengendalian
pemanfaatan fungsi tata ruang wilayah secara konsisten; pengembangan pusat pertumbuhan
wilayah dengan mensinergikan antarwilayah; peningkatan dan pengembangan produkproduk unggulan; dan peningkatan kerjasama antardaerah.
1. Fungsi tata ruang wilayah dimanfaatkan secara konsisten sesuai dengan perencanaan
sebagai acuan dan arah koordinasi pembangunan. Konsistensi terhadap pemanfaatan
fungsi tata ruang dikendalikan dengan cara; (a) peningkatan pengawasan dan penerapan
law enforcement tata ruang yang efektif; (b) penyeimbangan land-rent antara Palembang
dan sekitarnya dengan melakukan pembangunan infrastruktur yang mendukung
pengembangan daerah di sekitar; (c) pengembangan pusat-pusat pertumbuhan; (d)
perwujudan pengaturan insentif/disinsentif pemanfaatan lahan terbuka dan non-lahan
terbuka. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kerusakan
lingkungan, termasuk bencana banjir, kelangkaan sumber air bersih, aglomerasi
perkotaan yang tidak terkendali (unmanageable urban agglomerasions).
2. Pertumbuhan wilayah dan sinergi antarwilayah. Pengembangan pusat pertumbuhan
wilayah dengan mensinergikan antarwilayah dilakukan untuk mewujudkan keterkaitan
sosial ekonomi yang serasi dan seimbang antara Palembang dan daerah sekitarnya
dengan cara; (a) peningkatan kapasitas sumber daya manusia khususnya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; (b) pengembangan jaringan infrastruktur
penunjang kegiatan produksi di kawasan sekitar Palembang dalam upaya menciptakan
keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling
menguntungkan disertai peningkatan mobilitas produk maupun penduduk antara daerah
82

RPJP Kota Palembang

sekitar Palembang; (c) peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan,
kesempatan kerja dan teknologi; (d) pengembangan sosial capital dan human capital; (e)
formulasi strategi perkotaan dalam suatu kerangka pembangunan wilayah yang terpadu
dan dalam suatu regional network yang saling menguntungkan.
3. Produk-produk unggulan sesuai dengan potensi Palembang ditingkatkan dan
dikembangkan dengan cara; (a) pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif
Palembang melalui pengembangan pasar, meningkatkan akses permodalan, perluasan
jaringan dan keterkaitan, pemanfaatan riset dan teknologi, pengembangan kelembagaan
dan pemantapan iklim bisnis yang kondusif; (b) pengembangan potensi maritim dengan
menerapkan manajemen modern; serta menumbuhkan lembaga-lembaga pendukung
pembangunan berbasis maritim.
4. Kerjasama antardaerah ditingkatkan untuk memperkuat eksistensi dalam iklim kompetitif,
terutama dalam menghadapi globalisasi. Persaingan global akan semakin kuat
berpengaruh pada pembangunan Palembang pada masa datang. Pembangunan Kota
Palembang akan menjadi lebih terbuka dan langsung berpengaruh terhadap
perkembangan daerah-daerah di sekitarnya. Usaha yang diperlukan pada masa transisi
agar Palembang dapat memaksimalkan keuntungan sembari meminimalkan kerugian
persaingan global adalah dengan cara pengelolaan alokasi sumber daya yang efisien dan
efektif.
4.3.2. Indikator Keberhasilan:
1. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya produktif untuk kemakmuran;
2. Meningkatnya produk domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan perkapita;
3. Tumbuhnya kader pembangunan daerah yang handal, cekatan, cerdik dan
profesional dalam meningkatkan produktivitas dan mengembangkan jaringan
distribusi;
4. Meningkatnya pertumbuhan turisme, perdagangan dan investasi;
5. Adanya jaringan komunikasi dan informasi tentang pembangunan daerah atau daerah
lain, nasional dan internasional, serta jaringan guna membangun akses-akses pasar,
dana, investor, basis data berbagai daerah; jaringan ini sekaligus berfungsi sebagai
jaringan publikasi dan sosialisasi program daerah yang ditawarkan kepada
masyarakat luas;
6. Adanya kemitraan yang saling menguntungkan, saling hormat-menghormati, baik di
kalangan usaha rakyat, antar daerah skala nasional maupun internasional,
antarlembaga swasta dan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dan
terkait dengan pengembangan daerah;
7. Pembangunan yang ramah lingkungan (pembangunan berkelanjutan);

83

RPJP Kota Palembang

8. Terdapat keterkaitan lokal (hulu dan hilir) serta pelibatan unsur swasta dalam
pembangunan secara proporsional;
9. Meningkatnya pengelolaan keuangan daerah secara efisien dan efektif sesuai prinsip
transparansi dan akuntabilitas anggaran.
4.4. Bidang Pembangunan Infrastruktur
Terwujudnya infrastruktur yang mendukung pembangunan berbagai bidang dan
keberlanjutan ekosistem kota. Terwujudnya tujuan pembangunan infrastruktur dapat
tercapai, apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota yang efektif dan berkelanjutan.
b. Kualitas dan kuantitas infrastruktur yang seimbang dengan pengembangan kota.
c. Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota.
d. Partisipasi warga kota dalam menjamin keberlanjutan infrastruktur kota.
4.4.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan infrastruktur diwujudkan melalui penguatan sistem perencanaan
infrastruktur kota; pengembangan sumber daya sungai; peningkatan kualitas dan kuantitas
air bersih; pengembangan sistem transportasi; pengembangan perumahan dan permukiman;
pengembangan pengelolaan energi; pengembangan telematika perkotaan; dan peningkatan
konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota.
1. Sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota dikuatkan dengan cara; (a)
pengembangan perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara terpadu; (b)
pengembangan mekanisme baku perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara
partisipatif; (c) pengembangan sistem sosialisasi publik rencana pembangunan
infrastruktur kota yang aksesibel; dan (d) pengembangan sistem monitoring dan evaluasi
implementasi rencana pembangunan infrastruktur kota.
2. Sumber daya sungai dikembangkan dengan cara; (a) penurunan tingkat sedimentasi
sungai; (b) penurunan tingkat polusi sungai; (c) peningkatan fungsi sungai dalam rangka
pengendalian banjir; (d) pengembangan moda angkutan dan pariwisata sungai.
3. Kualitas dan kuantitas air bersih dikembangkan dengan cara; (a) pengelolaan sumber
daya air yang efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan; (b) penurunan tingkat
intrusi air laut ke dalam air tanah; dan (c) penurunan tingkat polusi ke dalam sumbersumber air bersih.
4. Sistem transportasi dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan mutu manajemen
transportasi; (b) peningkatan kesaling-terhubungan antarseluruh wilayah kota yang
mendorong pertumbuhan; (c) penurunan moda transportasi pribadi dan peningkatan
moda transportasi massal; (d) pengendalian dampak polusi dari berbagai moda
transportasi dalam kota; (e) peningkatan kualitas dan kuantitas jalur pejalan kaki dan
84

RPJP Kota Palembang

5.

6.

7.

8.

kendaraan tak bermotor yang aman dan nyaman; dan (f) pengembangan kereta api
sebagai moda transportasi dalam kota dan antara Palembang dengan daerah hinterland.
Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan cara; (a) pengembangan partisipasi
publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasarana-sarana permukiman;
(b) pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau oleh daya beli
masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang mencukupi dan
berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien; dan (c)
pengembangan perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang memperhatikan
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Pengelolaan energi ditingkatkan dengan cara; (a) peningkatan kepedulian dan partisipasi
warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan; (b) penghematan sumber daya energi tak terbarukan dan pengembangan
sumber daya energi terbarukan dalam rangka meningkatkan resources endowment; dan
(c) peningkatan mutu sumber daya manusia dan penguasaan teknologi pengelolaan
sumber daya energi.
Telematika perkotaan dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan kesadaran dan
pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan (b)
mengoptimalkan dan mensinergikan pengembangan dan pemanfaatan prasarana
telekomunikasi dan non-telekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika perkotaan
guna menciptakan efisiensi dan pengurangan beban masyarakat pengguna.
Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota ditingkatkan dengan cara; (a)
peningkatan kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota
yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan dan (b) peningkatan
manajemen pengawasan dalam rangka mengurangi tingkat penyimpangan dari rencana
yang telah ditetapkan.

4.4.2. Indikator Keberhasilan:


1. Meningkatnya keterpaduan sistem pembangunan infrastruktur kota;
2. Meningkatnya kualitas air bersih;
3. Menurunnya unsur polutan dari gas buang kendaraan bermotor;
4. Meningkatnya kualitas perumahan bagi seluruh warga kota;
5. Meningkatnya ketersediaan fasilitas umum dan sosial pada permukiman;
6. Meningkatnya pengelolaan limbah permukiman.
4.5. Bidang Politik dan Sosial Budaya
Terwujudnya kekuatan masyarakat madani (civil society) yang dijiwai oleh nilainilai demokrasi Pancasila. Prasyarat utama dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan
bidang politik terdiri dari:
85

RPJP Kota Palembang

a. partisipasi politik warga kota yang tinggi;


b. kebijakan yang berorientasi pada kepentingan publik;
c. lembaga-lembaga publik yang efektif;
d. budaya politik yang sehat;
e. media komunikasi politik yang interaktif dan mudah diakses.
4.5.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan politik Kota Palembang diwujudkan melalui penyelenggaraan
pendidikan citizenship (hak, kewajiban, dan etika warga kota); peningkatan kualitas tata
laksana pengawasan kinerja badan-badan publik; peningkatan efektivitas lembaga
pemerintah kota, organisasi politik dan sosial kemasyarakatan; pengembangan budaya
politik yang sehat; penyediaan media komunikasi politik; peningkatan hubungan
antardaerah dan/atau luar negeri.
1. Pendidikan kewarganegaraan (citizenship) yang mencakup hak, kewajiban, dan etika
warga kota diselenggarakan dengan cara (a) penyelenggaraan dan penyediaan
instrumentasi dan media pembelajaran dan (b) pelembagaan sistem pembelajaran
kepedulian terhadap Kota Palembang secara berkelanjutan.
2. Kualitas tata laksana pengawasan kinerja badan-badan publik ditingkatkan dengan cara:
(a) penyediaan mekanisme dan media pengawasan kinerja badan-badan publik dan (b)
peningkatan pemahaman publik tentang program anti-korupsi, kolusi dan nepotisme
(anti-KKN)
3. Efektivitas lembaga pemerintahan kota, organisasi politik dan sosial kemasyarakatan
ditingkatkan dengan (a) pengayaan alternatif politik dan birokrasi bagi masyarakat agar
makin terakomodasi aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan-keputusan publik
yang langsung berhubungan dengan hajat hidup masyarakat dan (b) peningkatan
hubungan antardaerah dan/atau luar negeri. Hubungan antardaerah dan/atau luar negeri
ditingkatkan dengan cara (a) perumusan prioritas penguatan kapasitas dan kredibilitas
tata kelola kota (good governance) dalam rangka ikut serta menciptakan iklim
perdamaian dunia serta keadilan dalam tata hubungan antardaerah dan/atau luar negeri;
(b) pengefektifan dan perluasan fungsi jaringan kerjasama antardaerah dan/atau luar
negeri.
4. Budaya politik yang sehat dikembangkan dengan: (a) penciptaan kesadaran budaya dan
penanaman nilai-nilai politik demokratis terutama penghormatan nilai-nilai HAM, nilainilai persamaan (egalitarianism), anti kekerasan, toleransi politik, keadilan, dan orientasi
kepada kepentingan masyarakat melalui berbagai wacana dan media; (b) peningkatan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengembangkan modal sosial melalui
berbagai wacana dan media.
5. Media komunikasi politik disediakan dengan cara: (a) perwujudan kebebasan pers yang
lebih mapan dan terlembaga serta menjamin hak masyarakat luas untuk berpendapat dan
86

RPJP Kota Palembang

mengontrol jalannya penyelenggaraan negara secara cerdas dan demokratis; (b)


perwujudan pemerataan informasi yang lebih besar dengan mendorong dan melindungi
munculnya media-media massa yang independen; (c) penciptaan jaringan informasi
yang lebih bersifat interaktif antara masyarakat dan kalangan pengambil keputusan
politik, untuk menciptakan kebijakan yang lebih mudah dipahami masyarakat.
Terwujudnya karakter kota yang memiliki martabat, daya tarik, dan keunikan
berdasarkan pada nilai religi dan nilai kesejarahan serta didukung oleh warga yang memiliki
etika, kesetiakawanan sosial yang tinggi, memiliki toleransi antar umat beragama yang
tinggi, beretos kerja tinggi, cerdas, sehat, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan menjunjung tinggi keadilan serta kesetaraan gender.
Terwujudnya tujuan Kota Palembang dalam pembangunan bidang sosial budaya
dapat tercapai apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) jati diri warga kota; (b)
pembentukan karakter kota; (c) praktik kehidupan yang berbasis pada etika multikultur; (d)
reaktualisasi nilai-nilai budaya yang berorientasi pada kearifan budaya lokal.
Arah pembangunan sosial budaya diwujudkan melalui pembangunan karakter kota
yang berbudaya; pembangunan jati diri warga kota; pembangunan nilai religi dan
kesejarahan kota; peningkatan kualitas setting kebudayan (milieu).
1. Karakter budaya kota yang berbudaya akan diarahkan pada terwujudnya daya tarik dan
keunikan kota melalui keberagaman dan tingginya kualitas pembangunan budaya lokal
untuk mendukung pemasaran kota, sehingga mampu bersaing di tingkat global. Upaya
pembangunan karakter kota ditempuh dengan cara (a) penggalian dan pengembangan
karakter bentang pandang budaya (cultural landscape) secara berkelanjutan; (b)
pengembangan mekanisme kelembagaan untuk menyerap apresiasi dan aksi (unjuk)
budaya secara berkelanjutan; (c) revitalisasi, re-edukasi dan reaktualisasi tata nilai tradisi
kota.
2. Jati diri warga kota diarahkan untuk membangun kepedulian (sharing community),
menghargai perbedaan, beretos kerja tinggi, cerdas, inovatif, beretika, dan berorientasi
pada ilmu pengetahuan dan teknologi agar tercipta masyarakat yang sehat sejahtera
jasmani dan rohani. Jati diri warga kota dibangun dengan cara (a) peningkatan
pemahaman dan kapasitas warga kota terhadap kekayaan budaya kota; (b)
penyelenggaraan pembelajaran budi pekerti di berbagai jenis dan jenjang pendidikan; (c)
pengembangan model-model keteladanan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.
3. Nilai religi dan kesejarahan kota dibangun dengan cara; (a) pendayagunaan warisan
kearifan budaya dan bangunan bersejarah; (b) peningkatan kualitas pelayanan,
pemahaman agama; (c) peningkatan pemahaman warga kota terhadap nilai pluralisme.
4.5.2. Indikator Keberhasilan:

87

RPJP Kota Palembang

1. Menurunnya tindak kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan tata


kelola kota;
2. Meningkatnya efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya publik;
3. Meningkatnya jumlah kerja sama antardaerah dan/atau dengan luar negeri
4. Meningkatnya kualitas dan jumlah partisipasi stakeholders kota dalam pelakasanaan
tata kelola kota dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
5. Meningkatnya daya tarik budaya kota;
6. Meningkatnya pertumbuhan modal sosial kota;
7. Meningkatnya jumlah dan mutu konservasi situs-situs bersejarah;
8. Adanya standar kompetensi warga kota;
9. Adanya sistem informasi tentang pelestarian dan perlindungan budaya kota;
4.6. Bidang Pemerintahan, Ketertiban dan Penegakan Hukum
Terwujudnya aparatur pemerintah kota yang aman dan mampu mendukung
pembangunan daerah serta menjawab kebutuhan dinamika daerah. Terwujudnya tujuan Kota
Palembang dalam pembangunan bidang pemerintahan daerah dapat tercapai apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. sistem penyelenggaraan pemerintahan yang terpadu sesuai dengan prinsip-prinsip Good
Governance dan Clean Goverment ;
b. kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri yang mengutamakan keadilan dan
kesetaraan;
c. kebijakan publik di bidang pemerintahan daerah yang dapat diakses warga kota;
d. penyelenggara pemerintahan daerah yang profesional; dan
e. sinergi antar- stakeholder yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
4.6.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan pemerintahan daerah diwujudkan melalui peningkatan kinerja
aparatur pemerintah Kota Palembang; penataan kelembagaan pemerintahan daerah;
pengembangan sistem informasi manajemen tata kelola kota; peningkatan kualitas
kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri; peningkatan kapasitas pemerintah Kota
Palembang; peningkatan jaminan iklim keberlanjutan usaha.
1. Kinerja aparatur pemerintah Kota Palembang dapat ditingkatkan dengan cara;
(a) pengembangan kualitas pelayanan publik; (b) perekayasaan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang secara simultan dan integratif berdasarkan karakteristik
sebagai berikut; (1) fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik,
(2) pemerintah yang memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community); (3) pemerintah
yang kompetitif; (4) pemerintah yang digerakkan oleh misi. (5) pemerintah yang
88

RPJP Kota Palembang

2.

3.

4.

5.

6.

7.

berorientasi pada hasil; (6) pemerintah yang berorientasi pada masyarakat;


(7) pemerintahan yang mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar
membelanjakan; (8) pemerintah yang antisipatif: berupaya mencegah daripada
mengobati; (9) pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim
kerja; dan (10) pemerintah yang berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan
perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme
administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Kelembagaan penyelenggaraan pemerintahan daerah ditempuh melalui penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan yang disesuaikan dengan dinamika
yang berkembang dalam rangka memberikan pelayanan terbaik.
Good Governance dan Clean Government diselenggarakan dengan pengedepanan
akuntabilitas dan transparansi, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
pelaksanaan dan pengawasannya; peningkatan partisipasi masyarakat untuk melakukan
penyelarasan pembangunan antarregional.
Kapasitas penyelenggara pemerintahan daerah ditingkatkan kualitas dan
kesejahteraannya melalui (a) peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah
(b) peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah; (c) peningkatan kapasitas
keuangan pemerintah daerah termasuk upaya peningkatan kemitraan dengan masyarakat
dan swasta dalam pembiayaan pembangunan daerah ditingkatkan; (d) penguatan
lembaga legislatif.
Kualitas pelayanan publik ditingkatkan dengan cara (a) penataan kembali fungsi-fungsi
kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara lebih memadai, ramping, luwes
dan responsif; (b) peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur
pada semua tingkat; (c) penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar
sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.
Otonomi daerah dan desentralisasi ditingkatkan melalui pengkajian regulasi yang kurang
berpihak pada masyarakat untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antarregional
dan urbanisasi; perwujudan regulasi yang memihak pada kepentingan publik untuk
mengurangi eksploitasi pada masyarakat; pemanfaatan perubahan sistem ketatanegaraan,
reformasi, pilkada untuk meniadakan KKN.
Kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri ditingkatkan dalam rangka (a) pemanfaatan
keunggulan komparatif maupun kompetitif masing-masing daerah; (b) menghilangkan
ego pemerintah daerah yang berlebihan, serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam
pelayanan publik. Pembangunan kerjasama antardaerah melalui sistem jejaring
antardaerah akan sangat bermanfaat sebagai sarana saling berbagi pengalaman, saling
berbagi keuntungan dari kerja sama, maupun saling berbagi dalam memikul tanggung

89

RPJP Kota Palembang

jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam pembangunan dan pemeliharaan


sarana dan prasarana, maupun untuk kegiatan pembangunan lainnya.
8. Sinergi antar-stakeholders dilakukan dengan peningkatan perhatian atas berbagai
kepentingan masyarakat sehingga terjadi keseimbangan kepentingan antartiga pelaku
pembangunan: publik, swasta, komunitas, antarinstansi, antarwilayah.
Terwujudnya rasa aman, ketertiban masyarakat dan lingkungan. Terwujudnya tujuan
Kota Palembang dalam pembangunan bidang keamanan dan ketertiban dapat tercapai
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. kebijakan publik yang berorientasi pada aspek pencegahan terhadap gangguan keamanan
dan ketertiban;
b. sistem keamanan dan ketertiban yang terpadu;
c. partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi terhadap keamanan dan
ketertiban;
d. aparat keamanan dan ketertiban yang profesional.
Arah pembangunan keamanan dan ketertiban Kota Palembang diwujudkan melalui
restrukturisasi kebijakan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban; peningkatan
kualitas sistem keamanan dan ketertiban masyarakat; peningkatan peran serta dan tanggung
jawab warga kota; serta pengembangan standar pelayanan publik dalam bidang keamanan
dan ketertiban.
1. Restrukturisasi kebijakan publik bidang keamanan dan ketertiban ditempuh dengan cara
(a) peninjauan kembali kebijakan publik yang bertentangan dengan asas pencegahan
terhadap gangguan keamanan dan ketertiban; (b) sinkronisasi kebijakan publik tentang
pencegahan dan penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban; dan (c) inisiasi
kebijakan publik baru yang berorientasi pada pencegahan gangguan keamanan dan
ketertiban.
2. Kualitas sistem keamanan dan ketertiban masyarakat ditingkatkan melalui:
(a) intensifikasi upaya pencegahan kejahatan konvensional termasuk bentuk kejahatan
terorisme, (b) peningkatan kapasitas institusi keamanan Kota Palembang,
(c) mengurangi potensi konflik horisontal antarmasyarakat, dan (d) pengembangan
keterpaduan sistem keamanan antarwilayah Kota Palembang.
3. Peran serta dan tanggung jawab warga kota terhadap keamanan dan ketertiban
ditingkatkan dengan cara: (a) peningkatan komunikasi publik tentang kondisi keamanan
dan ketertiban warga kota, (b) peningkatan aktivasi sistem keamanan lingkungan
(siskamling)
4. Standar pelayanan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban dikembangkan dengan
cara (a) peningkatan pendidikan warga kota tentang standar-standar keselamatan,
keamanan dan ketertiban; (b) peningkatan kualitas pelayanan aparat dalam menanggapi

90

RPJP Kota Palembang

dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara merata di seluruh wilayah
Kota Palembang.
Terwujudnya supremasi hukum yang konsisten mencerminkan ketertiban dan
keadilan, menjamin kepastian hukum dan memperoleh legitimasi yang kuat. Terwujudnya
tujuan Kota Palembang dalam pembangunan bidang penegakan hukum dapat tercapai
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) produk hukum yang berkeadilan;
(b). penegakan hukum yang konsisten dan efektif; (c). lembaga hukum yang independen,
akuntabel dan transparan; (d). partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi.
Arah pembangunan penegakan hukum diwujudkan melalui pembaruan peraturan
daerah, penegakan peraturan daerah secara konsisten, pengembangan kode etik penegak
hukum daerah, dan pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.
1. Pembaruan peraturan daerah dilakukan secara terus-menerus dengan (a) peninjauan
kembali dan mengganti peraturan daerah yang tumpang tindih, berlawanan dengan
undang-undang, dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat; (b) perwujudan
peraturan daerah yang berorientasi pada rasa keadilan dan mempertimbangkan otonomi
daerah; (c) pengembangan komitmen dalam penegakan hukum melalui perjanjian
kerjasama antarlembaga dengan memperhatikan produk hukum nasional dan
internasional yang diratifikasi.
2. Peraturan daerah ditegakkan dengan maksud memberikan rasa aman, nyaman, dan
mendukung terwujudnya iklim investasi yang kondusif dengan cara (a) pengembangan
komitmen penegakan peraturan daerah untuk mencegah intervensi; (b) peningkatan
kontrol masyarakat terhadap penegakan peraturan daerah dengan memanfaatkan peran
media; (c) perwujudan kontrol masyarakat atas pelanggaran hukum dan HAM.
3. Lembaga hukum yang independen, akuntabel dan transparan ditempuh dengan cara
(a) peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum dan aparatur hukum;
(b) perbaikan kinerja dan koordinasi antarlembaga hukum dalam penanganan
pelanggaran hukum, HAM, dan sesuai dengan perubahan sistem politik.;
(c) peningkatan peran dan fungsi lembaga hukum dan lembaga advokasi secara sinergis
untuk pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM.
4. Pemberdayaan masyarakat di bidang hukum ditujukan untuk peningkatan integritas dan
moral aparat penegak hukum dan aparatur hukum dengan cara (a) peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya; (b) peningkatan kualitas SDM
dengan memanfaatkan perubahan sistem politik yang mendukung penegakan hukum.
4.6.2. Indikator Keberhasilan:
1. Meningkatnya indeks good governance;
2. Ada pelayanan publik yang lancar, cepat, murah, sehat, bersih, komunikatif dan
profesional, sebagai salah satu unsur penjamin terwujudnya kemampuan bersaing
91

RPJP Kota Palembang

terkait dengan faktor dinamika kegiatan, pemanfaatan waktu, penghematan biaya


dan penekanan harga;
3. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi setiap warga kota;
4. Berkurangnya ketimpangan antarwilayah maupun antarsektor;
5. Pelibatan warga kota dalam pembangunan daerah;
6. Profesionalisme kinerja aparatur pemerintah.
7. Menurunnya angka kriminalitas;
8. Meningkatnya kepuasan warga kota terhadap pelayanan dalam bidang kemanan dan
ketertiban;
9. Meningkatnya penyelenggaraan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat secara
swadaya.
11. Meningkatnya kepercayaan publik terhadap kinerja penegakan hukum;
12. Meningkatnya kepuasan warga terhadap layanan peradilan;
13. Meningkatnya penyelesaian kasus-kasus hukum, baik pidana, perdata, maupun tata
usaha negara.

92

RPJP Kota Palembang

BAB V
PENUTUP

Pembangunan daerah dilaksanakan secara sinergis oleh seluruh komponen dan


potensi bangsa dengan berlandaskan asas keseimbangan, pemerataan, pertumbuhan antar
wilayah, kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, komunikasi dan
interaksi lintas pelaku secara terbuka dan demokratis, manajemen publik yang efektif dan
efisien, serta didukung dengan instrumen pengelolaan tata ruang, pertanahan, sumber daya
alam, dan lingkungan hidup yang memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan. Sejalan
dengan itu, upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah merupakan salah satu agenda
pembangunan yang integral dengan upaya untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan,
meningkatkan kehidupan demokrasi, mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang
baik dan bersih, mempercepat kemajuan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan
ekonomi berkelanjutan, serta membangun kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya
masyarakat.
Dengan demikian harapan yang diinginkan dari pembangunan Kota Palembang
adalah terwujudnya kapasitas pemerintah daerah yang handal dengan masyarakat yang
berdaya. Hal tersebut dilaksanakan dengan (1) memantapkan otonomi daerah dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, (2)
mempercepat pengembangan wilayah dengan mengutamakan peningkatan daya saing
sebagai dasar pertumbuhan daerah, pemerataan pertumbuhan antardaerah, dan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya alam dengan prinsip berkelanjutan, (3) meningkatkan
kapasitas masyarakat dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh dan
memanfaatkan hak-hak masyarakat dalam mengembangkan kesejahteraan dan kualitas
kehidupannya, dan (4) mempercepat penyelesaian masalah sosial, ekonomi, dan politik.
Program indikatif Pembangunan Jangka Panjang Kota Palembang yang telah
disusun, dengan fokus pada upaya memanfaatkan segala sumber daya yang ada dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi, diharapkan akan dijabarkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah, perencanaan strategis dan perencanaan program
pembangunan tahunan. Namun, yang terpenting dalam hal ini bahwa keberhasilan

93

RPJP Kota Palembang

pembangunan periode 2005-2024 diharapkan dapat mencapai terwujudnya kondisi sebagai


berikut:
1.
2.

Kualitas sumber daya manusia yang meningkat dan memiliki daya saing tinggi.
Masyarakat yang memiliki moral, akhlak dan iman yang lebih baik serta kerukunan
hidup umat beragama dan kerukunan sosial semakin mantap.
3. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa.
4. Terciptanya aparatur pemerintahan yang berkualitas, bersih dari KKN, profesional
dalam mengemban tugas, dan berperan sebagai fasilitator pembangunan guna
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih.
5. Semakin berkurangnya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan seiring dengan
makin terbukanya lapangan kerja dan kegiatan usaha.
6. Meningkatnya taraf hidup rakyat dan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan
pemeliharaan kesehatan.
7. Wilayah kota yang aman, damai, dan tentram sebagai wahana yang kondusif bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Hal tersebut dapat dicapai apabila pembangunan mendapatkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh rakyat serta peranan aparatur pemerintahan yang amanah dan
profesional. Optimisme akan keberhasilan dan/atau kesuksesan pembangunan muncul
seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat ini untuk secara serius mengambil bagian
dalam mengangkat harkat dan derajat masyarakat melalui pembangunan.
KAIDAH PELAKSANAAN
Pemerintah Kota Palembang wajib menerapkan 3 (tiga) pilar dari Good Governance
yang meliputi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam melaksanakan program dan
kegiatan dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan sebagaimana tertuang
dalam RPJP Kota Palembang 2005-2024.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta
kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik
yang handal (reliable). Transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang
memadai disediakan untuk dipahami dan dapat dipantau.
Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan untuk
bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Setiap instansi
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian
organisasinya dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari
tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi.
94

RPJP Kota Palembang

Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu dijalankan


dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu, akuntabilitas mensyaratkan
kejelasan tentang siapa yang bertanggung-gugat, kepada siapa, dan apa yang dipertanggunggugatkan. Akuntabilitas bisa berarti pula penetapan sejumlah kriteria dan indikator untuk
mengukur kinerja instansi pemerintah, serta mekanisme yang dapat mengontrol dan
memastikan tercapainya berbagai standar tersebut.
Akuntabilitas menuntut adanya kepastian hukum yang merupakan resultan dari
hukum dan perundangan-undangan yang jelas, tegas, diketahui publik di satu pihak, serta
upaya penegakan hukum yang efektif, konsisten, dan tanpa pandang bulu di pihak lain.
Kepastian hukum juga merupakan indikator penting dalam menimbang tingkat kewibawaan
suatu pemerintahan, legitimasinya di hadapan rakyatnya, dan dunia internasional.
Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai peran
masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima manfaat
(beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen pembangunan (subjek) yang mempunyai
posisi yang penting.
Pelaksanaan semua kegiatan, baik dalam kerangka regulasi maupun dalam kerangka
anggaran (budget intervention), mensyaratkan pentingnya keterpaduan dan sinkronisasi
antarkegiatan, baik di antara kegiatan dalam satu program maupun kegiatan antarprogram,
dalam satu dinas dan antardinas, dengan tetap memperhatikan peran/tanggung-jawab/tugas
yang melekat pada pemerintah kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Untuk mencapai keterpaduan dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan yang telah
diprogramkan, dapat dimanfaatkan antara lain melalui forum musyawarah rencana
pembangunan (Musrenbang). RPJP Kota Palembang 2005-2024 merupakan acuan bagi
pemerintah daerah maupun masyarakat termasuk dunia usaha sehingga tercapai sinergi
dalam pelaksanaan program pembangunan. Untuk itu, perlu ditetapkan kaidah-kaidah
pelaksanaannya sebagai berikut.
1. Pemerintah daerah, serta masyarakat termasuk dunia usaha berkewajiban untuk
melaksanakan visi, misi, dan arah pembangunan RPJP Kota Palembang 2005-2024
dengan sebaik-baiknya.
2. Walikota Palembang berkewajiban untuk menjabarkan visi, misi, dan arah
pembangunan RPJP Kota Palembang 2005-2024 ke dalam Renstra/RPJM Kota
Palembang yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pokok pembangunan yang nantinya akan menjadi pedoman bagi Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) dan/atau
SKPD.

95

RPJP Kota Palembang

3.

4.

Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kota Palembang berkewajiban menyusun


Rencana Strategis (Renstra) SKPD yang menjabarkan visi, misi, dan program Kepala
Daerah;
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palembang, Walikota Palembang,
Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas, Badan-Badan, Kantor-Kantor, dan Kecamatan
dalam jajaran organisasi pemerintah Kota Palembang, masyarakat, dan sektor swasta
berkewajiban menjamin konsistensi antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) Kota Palembang 2005-2024 dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Daerah Kota Palembang atau Rencana Strategis (Renstra) Kota
Palembang, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kota Palembang, dan Rencana Kerja
(Renja) SKPD Kota Palembang.

Palembang,
2009
WALIKOTA PALEMBANG

H. EDDY SANTANA PUTRA

96

Lampiran RPJP Kota Palembang

96

Lampiran RPJP Kota Palembang

Analisis SWOT
Tabel 1
Analisis Kekuatan dan kelemahan, Peluang dan Ancaman.
Geomorfologi, lingkungan hidup, dan sumber daya alam
No
1
1

ASPEK
2
Geomorfologi

KARATERISTIK
3

Sumberdaya
Alam dan
Lingkungan

35 % wilayah Kota
Palembang dala rawa
lebak, rawa pasang surut.
Banyak dialiri oleh anak
sungai (ada 68 anak
sungai aktif)
Kecepatan angin 3,3
Km 4,5 Km perjam
Suhu udara 2.00
3.000 mm
Kelembaban 75 89%
Penyinaran matahari,
45%
Kegiatan ekonomi
masyarakat, berbasis aliran
sungai.
Kehidupan terjadi
disepanjang aliran sungai,
segingga berdampak
kepada lingkungan hidup

KEKUATAN
4
Potensi
Pengembangan
sector perairan,
sungai, rawa
Posisi lintas,
transportasi
regional,
international
Basis wisata air
yang potensial

Adanya peraturan
daerah yang mengatur
tentang rawa dan
lebak.
Adanya peraturan
untuk memantau
kondisi lingkungan
sesuai dengan
peruntukkannya
Adanya PERDA
tentang tata ruang
kota dan penggunaan
lahan.
Adanya institusi
Dinas Kota yang
mengendalikan
sumberdaya alam

KELEMAHAN
5
Mudah terjadi banjir,
terutama dimusim
hujan
Terjadi pendangkalan
sungai, akibat
endapan yang dibawa
aliran dari hulu sungai

Kualitas SDM untuk


mendukung
pengendalian dan
pemanfaatan
lingkungan masih
belum optimal.
Perangkat Keras dan
perangkat lunak untuk
memantau lingkungan
masih terbatas
Pemantauan kualitas
ekosistem sungai,
rawa dan lebak dari
aktivitas penimbunan
terbatas
Sanksi untuk
pencemaran dan
penimbunan rawa
belum berfungsi
Pembangunan
wilayah belum
berimbang, masih
terpusat didaerah
Seberang Ilir sehingga
belum menjangkau
keseluruhan kota,
terutama daerah
pinggiran , perbatasan
Pembangunan fisik
masih bertumpu
kepada
pengembangan
daratan
Pemanfaatan
lingkungan sungai
dan rawa yang
merupakan karater
fisik kota.
Masih belum
mendapat prioritas
Pembangunan
transportasi kota,
masih terfokus kepada
transportasi daratan,
transportasi sungai
dan air masih belum
diaktifkan

PELUANG
6
Sebagai ibukota
Provinsi
Masuknya
investasi, disektor
jasa perdagangan,
industri.
Pengembangan
sektor wisata,
terutama berbasis
air sungai

ANCAMAN
7
Berkurangnya
kawasan Rawa,
lebak akibat
penimbunan
Terjadinya
pencemaran
sungai akibat
aktivitas industri
dan sedimentasi

Pemanfaatan
potensi
Sumberdaya
berbasis air. Masih
dpat dioptimalkan
Restribusi dan
peningkatan PAD
masih terbuka
Masuknya
investasi PMA dan
daerah PMDN
Koordinasi antar
pelaku
pembangunan
dikota Palembang,
solid.

Rawan
terjadinya
kebakaran kota,
kebanjiran,
kemacetan
akibat
infrastruktur
terbatas,
terutama
dipemukiman
yang padat
Komuter yang
melalui Kota
Palembang
belum terpantau
dngan intensif.
Ekologi biologi
air terancam
akibat terjadinya
pencemaran dan
perubahan
ekosistem rawa,
lebak karena
penimbunan

97

Lampiran RPJP Kota Palembang

No
1
3

ASPEK
2
Pertanian,
Tanaman
Pangan &
Peternakan

KARATERISTIK
3
Luas daerah kota
Palembang 400,61

Km . Pertanian yang
dapat diusahakan meliputi
:
Budidaya tanaman,
Pertanian & Holtikultura
Budidaya perikanan air
tawar/air deras karambah
(sungai)
Budidaya ikan hias
Penggemukkan sapi &
kambing
Peternakan ikan petelur
dan itik
Lahan pertanian yang
dapat ditanami,
Perairan untuk Budidaya
perikanan.

KEKUATAN
4
Potensi Tanaman
Pangan khususnya
Hortikultura,
peternakan unggas,
ternak badan besar
yang tersedia masih
cukup besar.
Infrastruktur untuk
menunjang
pemasaran produk
pertanian, baik
untuk dikonsumsi,
dan diekspor ke LN
cukup potensial
Potensi
pengembangan
usaha perikanan air
tawar, peternakan
unggas, sayursayuran di Kota
Palembang masih
tersedia cukup
besar.
Tersedia potensi
nilai tambah untuk
industri prosesseing
(secondary productpasca panen) antara
lain ikan asin, ikan
asap, udang beku,
paha kodok

KELEMAHAN
5
Kapasitas produksi
masih dapat
ditingkatkan
Luas real produksi
terbatas (tidak
ekonomis)
Ancaman hama,
keamanan karena
usaha dilakukan
diperkotaan
Kerusakan
lingkungan akibat
limbah industri yang
belum terkendali.
Penguasaan teknologi
pasca panen masih
rendah
Keterbatasan modal
petani untuk
mengembangkan
usaha
Kesulitan petani
memperoleh sumber
bibit yang baik
bermutu tinggi, bibit
unggul .

PELUANG
6
Perencanaan
Palembang sebagai
Lumbung Energi
dan Lumbung
Pangan
Tersedianya
aksesbilitas pasar
yang optimal (Jaka
barang, 45 pasar
tradisionil, moda
udara dan darat
yang strategis
lintas ASEAN,
bandara
internasional)
Permintaan pasar
internasional
terhadap produk
pertanian pangan
(organik) tinggi.
Tersedianya akses
pemasaran melalui
jaringan usaha (JU)
koperasi, UKM
dengan internet

ANCAMAN
7
Akupasi dan
alih fungsi lahan
pertanian
menjadi
pemukiman dan
industri
Kualitas limbah
padat dan cair
yang merusak
lingkungan
Kompetisi
produk tanaman
subsitusi di
pasaran.

Tabel. 2.
Potensi dan penggunaan lahan pertanian s.d. Tahun 2004
Di Kota Palembang
No

Tipologi

Potensi Lahan

Ditanam padi

Tidak

Lahan

( Ha)

( Ha )

Ditanami padi

Lahan sawah

8.138

Tadah Hujan

207

Lebak

Lahan Kering

2.705
29.653

6.810

1.328
917

6.995

Sumber : Dinas Pertanian kota Palembang TH 2004.

98

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 3
Populasi Ternak Tahun 2004 2005 di Kota Palembang
No

Jenis Ternak

Populasi (ekor)

Naik/

Tahun 2004

Tahun 2005

Turun

Sapi

4.732

5.848

1.116

19,08

Kerbau

506

380

-126

Kambing

12.726

18.908

6.182

33,15

Domba

196

985

789

32,69

Ayam pedaging

3.573.500

3.699.000

125.500

80.10

Ayam petelur

350.500

433.000

82.500

3.3

Ayam Buras

440.840

493.000

52.160

19,05

Itik

48.208

70.000

21.792

10,58
31,13

Sumber : Dinas Pertanian Kota Palembang, 2005.

Tabel 4
Potensi sumberdaya Perikanan tahun 2004 di Kota Palembang
No

Jenis Usaha

Potensi (Ha)

Pemanfaatan ( Ha)

7.708

2.698

35

SungaiUmum

Keramba

Luas Km2

6.441

135

2,1

Jumlah Unit

36.806

771

2,1

Kolam

16,06

22.53

19,4

Sumber : Dinas Pertanian Kota Palembang, 2005.

99

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 5
Produksi ikan darat & Sungai dan pemasukan ikan laut
di Kota Palembang, tahun 2003.- 2005
No

Jenis Produksi

Produksi ( Kg)

2003

2004

2005

Keterangan

Ikan Air Tawar

5.216,56

5.064,22

4,007

20,87

Turun

Ikan Laut

3.871,94

3.309,96

2.318

29,97

Turun

Jumlah

9.087,80

8.374,18

6.325.

24,48

Sumber : Dinas Peranian TH 2005.

Tabel 6
Timbunan sampah dan cakupan Layanan, tahun 2004 2005 di Kota palembang
No

Tahun

Timbunan sampah Terangkut

Kemampuan
%

2004

2.544 M3/Hari

55

2005

2.760 M3/Hari

58

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pemakanan Kota Palembang 2006.

Tabel 7
Penduduk Kota Palembang Tahun 1995 dan 2000
No.

Kecamatan

Jumlah Penduduk
1995*)

2000**)

1.

Ilir Barat I

169.063

171.389

2.

Ilir Barat II

115.884

127.786

3.

Ilir Timur I

213.013

185.317

4.

Ilir Timur II

280.609

268.000

5.

Seberang Ulu I

232.046

244.032

6.

Seberang Ulu II

174.698

183.534

7.

Sako

60.323

101.427

8.

Sukarami

106.665

170.297

1.352.301

1.451.776

Jumlah
Sumber: *) Kantor Statistik Kotamadya Palembang

**) Badan Pusat Statistik Kota Palembang berdasarkan hasil sensus penduduk

100

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 8
Penduduk Kota Palembang 2001-2005
No.

Kecamatan

Penduduk
2001

2002

2003

2004

2005

1.

Ilir Barat I

101.593

104.814

106.727

109.952

112.099

2.

Ilir Barat II

60.159

60.582

60.761

62.032

63.264

3.

Ilir Timur I

75.948

76.060

75.448

77.450

78.674

4.

Ilir Timur II

151.599

153.292

154.864

157.602

106.818

5.

Seb. Ulu I

139.141

141.545

142.587

146.403

149.135

6.

Seb. Ulu II

79.500

81.576

82.902

85.100

86.889

7.

Sako

86.365

87.561

90.229

90.263

92.214

8.

Sukarami

148.300

154.521

161.609

163.705

167.066

9.

Gandus

45.911

47.043

48.502

49.015

50.078

10.

Kertapati

71.962

73.541

74.738

76.417

77.978

11.

Plaju

77.153

77.500

76.996

79.155

80.749

12.

Bukit Kecil

45.380

45.245

45.408

45.865

46.789

13.

Kemuning

74.664

77.532

80.246

81.865

83.423

14.

Kalidoni

77.699

81.873

86.418

87.718

89.617

1.235.374

1.262.685

1.287.435

1.312.551

1.338.793

Palembang

Sumber: BPS Kota Palembang, 2004 dan 2005

101

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 9
Penduduk Kota Palembang 2005 dan Rata-Rata Kepadatan
per Kelurahan dan per Km2
No.

Kecamatan

Penduduk

Luas Area

Jumlah

Kepadatan

Kepadatan

(Km2)

Kelurahan

Penduduk

Penduduk

per

per Km2

kelurahan

1.

Ilir Barat I

112.099

19,77

18.683

5.670

2.

Ilir Barat II

63.264

6,22

9.038

10.171

3.

Ilir Timur I

78.674

6,50

11

7.152

12.104

4.

Ilir Timur II

106.818

25,58

12

13.402

6.287

5.

Seb. Ulu I

149.135

17,44

10

14.914

8.551

6.

Seb. Ulu II

86.889

10,69

12.413

8.128

7.

Sako

92.214

42,50

15.369

2.170

8.

Sukarami

167.066

98,56

18.563

1.695

9.

Gandus

50.078

68,78

10.016

728

10.

Kertapati

77.978

42,56

12.996

1.832

11.

Plaju

80.749

15,17

11.536

5.323

12.

Bukit Kecil

46.789

9,92

7.798

4.717

13.

Kemuning

83.423

9,00

13.904

9.269

14.

Kalidoni

89.617

27,92

17.923

3.210

1.338.793

400,61

103

12.998

3.342

Palembang

Sumber: BPS Kota Palembang, 2004 dan 2005

102

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 10
Penduduk dan Sex Ratio Kota Palembang
Berdasarkan Jenis Kelamin, tahun 2005
Kecamatan
1.

Ilir Barat I

Sex
Ratio
2002
99.06

2.

Ilir Barat II

97.57

30.484

31.548

60.032

103,49

3.

Ilir Timur I

92.94

34.866

42.584

77.450

122,14

4.

Ilir Timur II

98.33

78.303

79.299

157.602

5.

Seb. Ulu I

98.62

70.163

76.240

146.403

6.

Seb. Ulu II

98.96

42.713

42.396

85.109

7.

Sako

99.98

45.951

44.312

8.

Sukarami

98.97

81.559

83.146

9.

Gandus

No.

Perempuan
53.663

Tahun 2004
LakiJumlah Sex Ratio Perempuan
Laki
56.289
109.952
104,89
57.463

Tahun 2005
Laki-Laki
Jumlah

Sex Ratio

54.663

112.099

95.17

32.677

30.537

63.264

93.90

37.319

41.355

78.674

110,81

101,27

83.810

77.008

106.818

91,88

108,66

75.097

74.038

149.135

98,59

99,26

45.717

41.172

86.889

90,06

90.263

96,43

49.181

43.033

92.214

87,50

163.705

100,72

87.292

79.774

167.066

91,39

99.84

24.993

24.022

49.015

96,11

26.750

23.328

50.078

87,21

10. Kertapati

98.02

37.989

38.428

76.417

101,16

40.660

37.318

77.978

91,78

11. Plaju

99.27

39.117

40.038

78.155

102,35

41.867

38.882

80.749

92,87

12. Bukit Kecil

98.77

22.659

23.206

45.865

102,41

24.252

22.537

46.789

92,93

13. Kemuning

97.28

39.542

42.323

81.865

107,03

42.323

41.100

83.423

97,11

14. Kalidoni
Palembang

100.18

44.683

43.035

87.718

96,31

47.825

41.792

89.617

87,39

98.45

646.685

665.866

1.312.551

102,97

692.156

646.637

1.338.793

93,42

Sumber: BPS Kota Palembang, 2004 dan 2005

Tabel 11
Jumlah Penduduk Palembang Menurut Umur
Dan Jenis Kelamin tahun 2004
Katagori
Penduduk
Penduduk
dibawah 15
tahun

Penduduk
Usia Kerja
(Tenaga
Kerja)

Penduduk
Tua

Kelompok
Umur
Perempuan
0-14
04
5-9
10-14
15-64
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65+

208.282
63.229
72.606
72.447
414.249
77.715
65.736
53.794
48.276
45.639
41.810
30.487
21.916
14.144
13.631
24.154

Tahun 2004
LakiJumlah
Laki
195.452
403.734
64.182
127.481
60.857
133.463
70.413
142.890
444.742
858.991
83.773
161.489
70.210
135.947
68.520
122.313
53.169
101.445
48.408
94.047
35.503
77.313
33.153
63.640
26.532
48.448
14.710
29.854
10.764
24.395
25.672
49.826

Jumlah

646.685

665.866

Sumber: Palembang Dalam Angka 2004.dan BPS 2005

1.312.551

Sex
Ratio
93,84
101,51
83,82
97,19
107,36
107,80
106,81
127,38
110,14
106,07
84,92
108,74
121,06
104,00
78,97
106,28
102,97

197126
69.423
54.819
72.884
469635
82643
80082
59595
54473
49074
49074
42775
27763
14535
9621

Tahun 2005
LakiJumlah
Laki
182805
379931
59491
128914
55934
110753
67380
140264
444434
914069
74428
157071
68673
148755
66927
126522
44489
98962
41385
90459
44165
93239
40091
82866
33819
61582
17524
32059
12933
22554

Sex
Ratio
92,74
85,69
102,03
92,45
94,63
90,06
85,75
112,30
81,67
84,33
90,00
93.73
121.81
120.56
134.43

23395
692156

19398
646637

82.92
93.42

Perempuan

42793
1338793

103

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 12
IKM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
No

Kabupaten/

Kematian

Angka

Tanpa

Tanpa

Balita

Kota

Usia

Buta

Akses

Akses ke

Kurang

< 40 th

Huruf

ke Air

Kesehatan

Gizi

IKM

Rangking
IKM

Bersih

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

1.

Palembang

11,7

2,2

20,1

17,0

29,1

16,0

45

2.

OKU

12,1

7,8

55,2

37,0

25,1

27,5

230

3.

OKI

20,9

6,7

62,3

31,2

36,4

31,2

281

4.

Muara Enim1)

18,4

6,0

61,4

32,4

26,9

28,8

255

5.

Lahat

2)

19,1

3,4

58,9

45,0

24,6

30,6

268

6.

MURA3)

23,0

8,8

55,9

52,7

27,7

32,9

294

7.

4)

MUBA

13,9

7,9

59,0

45,1

27,3

30,8

271

SUMSEL

16,0

5,9

52,7

36,0

28,2

27,7

21

Sumber: BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
Catatan: (1) termasuk Prabumulih, (2) Pagar Alam, (3) Lubuk linggau, (4) termasuk Kab Banyuasin

Tabel 13
IPM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
No.

Kabupaten/Kota

AHH

AMH

RLS

Konsumsi

IPM

perkapita
(tahun)

(%)

(tahun)

(Rp 000)

Peringkat
IPM

1.

Palembang

68,3

97,8

9,7

596,1

71,2

50

2.

OKU

68,0

92,2

6,5

585,4

66,6

157

3.

OKI

62,8

93,3

6,3

576,5

63,1

268

64,3

94,0

6,5

576,5

64,2

236

63,8

96,6

7,1

577,8

65,1

199

4.

1)

Muara Enim
2)

5.

Lahat

6.

MURA3)

61,8

91,2

6,4

575,4

62,0

289

7.

MUBA4)

66,9

92,1

5,9

574,5

64,6

220

65,7

94,1

7,1

582,9

66,0

16

SUMSEL

Sumber: BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
Catatan: (1) termasuk Prabumulih, (2) Pagar Alam, (3) Lubuk linggau, (4) termasuk Kab. Banyuasin

104

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 14
Proyeksi Penduduk Kota Palembang 1990-2025
No.

Tahun

Penduduk
Awal Periode

Akhir Periode

1.144.279

1.338.793

Masa Lalu
1.

1990-2005

Rata-Rata Pertumbuhan 1,22%


2.

2005-2010

1.338.793

1.423.002

3.

2010-2015

1.423.002

1.512.506

4.

2015-2020

1.512.506

1.607.642

5.

2020-2025

1.607.642

1.708.761

Tabel 15
Prediksi Jumlah Tenaga Kerja Kota Palembang
2005-2025
Tahun

Penduduk

Tenaga Kerja
Perempuan

Laki-Laki

Jumlah

2004

1.312.551

490.827

440.211

931.038

2005

1.338.793

500.632

448.974

949.606

2010

1.423.002

532.122

477.214

1.009.335

2015

1.512.506

565.591

507.230

1.072.821

2020

1.607.642

601.166

539.134

1.140.300

2025

1.708.761

638.979

573.045

1.212.024

Tabel 16
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja Kota Palembang 2004-2025
Tahun

Perempuan
Tenaga

TPAK

Kerja

Angkatan

Laki-Laki
Bukan AK

TK

TPAK

Kerja

Angkatan

Bukan

Kerja

AK

2004

490.827 39,37

193.260

297.567

440.211

80,38

353.859

86.352

2005

500.632 40,58

203.157

297.476

448.974

82,44

370.134

78.840

2010

532.122 46,63

248.129

283.994

477.214

92,74

442.568

34.646

2015

565.591 52,68

297.953

267.638

507.230

95,00

481.869

25.362

2020

601.166 58,73

353.065

248.101

539.134

96,00

517.569

21.566

2025

638.979 64,78

413.931

225.048

573.045

97,00

555.854

17.191

105

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 17
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja, Mencari Kerja dan Bekerja
Kota Palembang 2004-2025 (Skenario 1)
Tahun

Angkatan

Prediksi

Mencari

Bekerja

Kerja

Pengangguran (%)

Kerja

2004

547.119

17,64

96.529

450.590

2005

573.291

15,73

90.179

483.112

2008

606.407

6,98

42.327

564.080

2010

690.697

4,98

34.397

656.300

2015

779.822

2,48

19.340

760.482

2020

870.633

2,0

17.413

853.220

2025

969.784

2,0

19.396

950.388

Tabel 18
IPM Kota Palembang Tahun 2002 dan 2004
Dan Kondisi Ideal dan kondisi Terburuk IPM
Parameter

NILAI IPM3)

IPM
20021)

20042)

Kondisi Ideal

Kondisi terburuk

68,3 tahun

69,5 tahun

85,0 tahun

25,0 tahun

97,8%

97,4%

100%

Rata-rata Lama Sekolah

9,7 tahun

9,5 tahun

15 tahun

Konsumsi Riel perkapita

Rp 596.100

Rp 616.500

Rp 792.720

Rp 360.000

71,2

73,1

50

58

Angka Harapan Hidup


Angka Melek Huruf

IPM
Peringkat IPM

Sumber : 1) BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
2) BPS Kota Palembang, 2005
3) BPS Kab. OKU Timur &Bappeda Kab OKU Timur, IPM Kab. OKU Timur

106

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 19
Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang, Tahun 2001-2005
Atas Dasar Harga Konstan 2000
No

Sektor Ekonomi

Pertumbuhan

Rerata

2001

2002

2003

2004

2005

Pertanian

-0,45

1,05

-3,00

0,74

-2,51

-0,83

Pertambangan dan Penggalian

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Industri Pengolahan

4,55

3,64

3,42

3,61

3,72

3,79

Listrik, Gas dan air bersih

6,26

8,53

6,61

7,97

7,73

Bangunan

8,06

8,37

8,52

8,53

8,08

8,31

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

7,06

8,16

7,78

8,47

8,97

8,09

Pengangkutan dan Komunikasi

5,72

7,57

7,03

13,41

14,63

9,67

Keuangan,

5,53

4,71

5,62

9,26

9,62

6,95

Jasa-Jasa

-5,73

5,28

6,48

4,74

7,29

3,61

PDRB dengan Migas

4,03

5,48

5,44

6,42

7,06

5,69

PDRB tanpa Migas

4,17

6,48

6,58

7,96

8,66

6,77

Persewaan,

dan

Jasa

Perusahaan
9

Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2005

Tabel 20
Distribusi Persentase PDRB Kota Palembang 2000-2004
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dengan Migas
No

Sektor

Tahun

Rerata

2000

2001

2002

2003

2004

1,14

1,09

1,05

0,96

0,91

1,03

44,20

44,44

43,66

42,95

42,33

43,52

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih

1,32

1,35

1,39

1,40

1,42

1,38

Bangunan

6,72

6,98

7,17

7,35

7,49

7,14

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

17,68

18,20

18,67

19,01

19,50

18,61

Pengangkutan dan Komunikasi

9,76

9,92

10,11

10,23

10,36

10,08

Keuangan,

6,13

6,22

6,18

6,16

6,32

Persewaan,

dan

Jasa

Perusahaan
9

Jasa-Jasa

6,20
13,05

11,79

11,77

11,95

11,68

12,05

Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2004

107

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 21
PDRB Per Kapita Kota Palembang Tahun 2000-2005
Menurut Harga Konstan 2000
No

Tahun

Dengan Migas

Tanpa Migas (Rp)

(Rp)
1

2000

8.146.943

6.597.515

2001

8.313.388

6.741.382

2002

8.609.497

7.047.988

2003

8.923.536

7.384.217

2004

9.374.449

7.869.365

2005

9.776.449

8.330.068

Sumber: BPS, PDRB Kota Palembang 2005

Tabel 22
Laju Inflasi di Kota Palembang dan Indonesia tahun 2000-2004

Tahun

Tingkat Inflasi (%)


Palembang

Indonesia

2000

8,49

9,35

2001

15,15

12,55

2002

12,25

10,03

2003

5,03

5,06

2004

8,94

6,40

Sumber: BPS Palembang, Palembang dalam Angka, 2004

108

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 23
Koefisien Location Quotient Sektor Ekonomi di Palembang
No
01

Sektor Ekonomi

2001

2002

2003

2004

Pertanian

0,03

0,03

0,04

0,04

- Tanaman Pangan

0,04

0,04

0,03

0,04

- Perkebunan

0,00

0,00

0,00

0,00

- Peternakan

0,13

0,12

0,11

0,20

- Kehutanan

0,00

0,00

0,00

0,00

- Perikanan

0,11

0,10

0,21

0,07

Pertambangan & Penggalian

0,00

0,00

0,00

0,00

- Minyak dan gas

0,00

0,00

0,00

0,00

- Non minyak

0,00

0,00

0,00

0,00

Industi Pengolahan

1,84

1,83

1,96

2,19

- Industri migas

1,70

1,68

3,17

2,96

- Industri non migas

1,90

1,90

1,47

1,68

04

Listrik, gas & Air bersih

2,76

2,81

2,44

2,57

05

Bangunan

0,73

0,74

0,64

0,91

06

Perdagangan,hotel&Restorn

1,33

1,28

1,26

1,80

- Perdagangan

1,31

1,26

1,26

1,76

- Hotel

1,99

1,96

1,80

3,67

- Restoran

1,52

1,51

1,25

2,11

Angkutan & Komunikasi

2,75

2,83

2,24

2,19

- Angkutan

2,12

2,09

2,27

2,16

- Komunikasi

4,72

4,99

2,12

2,25

08

Keuangan, Sewa&Jasa prsh

1,98

1,96

1,50

1,70

09

Jasa-jasa

1,54

1,59

1,34

1,40

02

03

07

Sumber: Hasil Analisis Data

109

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 24
Proyeksi Besaran Makro Ekonomi
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
No

Sektor Ekonomi

Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)

Pertanian

0,74 1,00

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

4,34 7,00

Listrik, Gas, dan Air Bersih

7,34 7,5

Bangunan

8,37 8,5

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

8,09 10,00

Pengangkutan dan Komunikasi

7,06 8,75

Keuangan,

Persewaan,

dan

Jasa

6,28 10,00

Perusahaan
9

Jasa-Jasa

2,71 7,50

10

PDRB dengan Migas

5,47 7,5

11

PDRB tanpa Migas

6,18 8,00

Tabel 25
Proyeksi Pertumbuhan Kebutuhan Investasi
Untuk Mencapai Pertumbuhan Yang Ditargetkan
No

Sektor Ekonomi

Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

8,07 13,02

Listrik, Gas, dan Air Bersih

28,04 28,65

Bangunan

30,97 31,45

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

15,86 19,60

Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-Jasa
Jumlah

14,68 19,84
-

1,98 2,45
27,51 43,80
0,65 1,80
11,32 15,53

110

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 26
Proyeksi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
No

Sektor Ekonomi

Pertumbuhan Rata-Rata Per Tahun (%)

Pertanian

26,32 35,56

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

6,60 10,65

Listrik, Gas, dan Air Bersih

10,02 10,24

Bangunan

3,72 3,78

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

5,17 6,39

Pengangkutan dan Komunikasi

5,11 6,33

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

11,26 17,93

Jasa-Jasa

5,39 14,92

Jumlah

4,85 6,65

Tabel 27
Anggaran dan Realisasi PAD dan Perimbangan
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
TAHUN

A/R

PAD

PERIMBANGAN

Jumlah

PAD/TPD

BAN/TPD

2002

45.09

395.23

440.32

10.24

89.76

51.29

398.21

449.50

11.41

88.59

64.17

460.76

524.93

12.22

87.78

63.52

457.31

520.83

12.20

87.80

75.37

521.35

596.72

12.63

87.37

61.59

490.73

552.32

11.15

88.85

101.02

553.57

654.59

15.43

84.57

77.42

555.15

632.57

12.24

87.76

103.26

754.43

857.69

12.04

87.96

2003
2004
2005
2006

R
Sumber: Bagian Keuangan Kota Palembang, 2006

111

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 28
Anggaran dan Realisasi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
Belanja

Belanja

Belanja

Belanja

TAHUN

A/R

Aparatur

Pelayanan Publik

Jumlah

Aparatur/TBD

Publik/TPD

2002

401.14

99.64

500.78

80.10

19.90

363.39

95.69

459.08

79.16

20.84

386.66

178.41

565.08

68.43

31.57

385.04

171.93

556.97

69.13

30.87

439.07

199.23

638.29

68.79

31.21

410.62

180.96

591.58

69.41

30.59

450.49

267.88

718.37

62.71

37.29

422.68

212.83

635.51

66.51

33.49

522.94

384.73

907.67

57.61

42.39

2003
2004
2005
2006

R
Sumber: Bagian Keuangan Kota Palembang, 2006

Tabel 29
Perkembangan Komponen Pendapatan Asli Daerah
Kota Palembang (Rupiah)
Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tahun

Pajak Daerah

Retribusi
Daerah

Laba BUMD

Pendapatan
Lain-lain

Total PAD

1993

4.521.256.724

3.591.933.530

10.173.048

371.196.877

8.494.560.181

1994

5.168.457.181

3.948.526.437

36.964.650

506.778.954

9.659.727.224

1995

5.914.522.910

4.338.627.241

75.338.229

1.135.333.119

11.513.821.569

1996

7.488.548.357

4.776.622.188

114.187.770

1.658.000.560

14.027.358.878

1997

8.043.109.346

6.548.675.552

278.973.728

1.727.851.950

16.598.610.577

1998

8.550.450.017

7.085.829.291

207.242.740

392.056.949

17.236.078.998

1999

9.537.954.726

5.808.516.035

145.679.736

3.454.365.079

18.943.515.577

2000

13.707.288.609

8.326.314.068

291.370.764

583.635.160

22.908.608.607

2001

17.601.879.447

15.453.716.748

678.418.363

3.225.401.969

36.959.416.529

2002

22.602.772.720

23.277.971.855

903.810.092

7.251.875.903

54.036.430.570

2003

26.036.154.076

25.418.742.848

1.077.405.243

14.619.514.839

67.151.817.006

2004

31.903.200.332

28.348.128.326

660.072.969

6.560.943.386

67.472.345.013

2005

37.862.702.142

39.904.051.546

2.820.766.465

5.512.585.294

86.100.105.448

112

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 30
Perkembangan Derajat Desentralisasi Fiskal, Pajak, dan Bantuan
Kota Palembang Tahun 1993-2005

Tahun

Derajat

Derajat

Desentralisasi

Desentralisasi

Fiskal

Pajak

Derajat Bantuan

1993

0,413012

0,307762

0,279226

1994

0,206027

0,190729

0,603244

1995

0,164193

0,192863

0,642944

1996

0,167856

0,184598

0,647546

1997

0,174661

0,186964

0,638375

1998

0,161890

0,184755

0,653355

1999

0,358356

0,257668

0,383976

2000

0,153658

0,108953

0,737389

2001

0,102309

0,229512

0,668179

2002

0,119617

0,237405

0,642978

2003

0,125733

0,190228

0,684039

2004

0,117095

0,214437

0,668468

2005

0,137739

0,299603

0,562658

Rata-rata

0,184780

0,214267

0,600952

113

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 31
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kota Palembang
No.

Jenis PMKS

2000

2004

Sumsel

1.

Anak balita terlantar

376

1.460

2.

Anak terlantar

12.825

12.224

221.812

3.

Anak nakal

655

335

8.473

4.

Anak korban tindak kekerasan


/diperlakukan salah

71

202

5.

Anak jalanan

1.647

739

3.718

6.

Anak cacat

Tuna rungu

11

569

Tuna netra

46

775

Tuna mental

976

Tuna daksa

43

2.172

Tuna susila

608

479

1.768

Pengemis

224

142

1.513

Gelandangan

343

79

880

10

Korban narkotika

138

84

274

11

Penyandang cacat

652

134

12.880

12

Penyandang cacat Penyakit Kronis

188

69

1.960

13

Mantan narapidana terlantar

386

169

1.368

14

Lanjut usia terlantar

1.929

427

20.333

15

Wanita rawan social ekonomi

1.710

3.340

13.392

16

Wanita korban tindak kekerasan

66

466

17

Keluaga fakir miskin

41.850

19.101

931.032

18

Keluarga berumah tak layak huni

2.339

8.171

167.171

19

Korban bencana alam

215

20.423

227.778

20

Masyarakat tinggal di wilayah rawan


bencana

235

347

287.916

21

Masyarakat terasing (KAT)

10.152

22

Perintis kemerdekaan

23

Anak perempuan & lanjut usia korban


tindak kekerasan

101

579

24.

Korban bencana social

304

25.

Keluarga bermasalah psikologis

40

649

1.291

26.

Pekerja migran bermasalah sosial

55

105

27.

Penyandang HIV & AIDS

61

83

Sumber : Dinkesos Prov. Sumsel tahun 2001 dan 2005

114

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 32
Angka Partisipasi Sekolah Kota Palembang Tahun 2000,2003 dan 2004
07 - 12 th

13 - 15 th

16 - 18 th

No

Tahun

1.

2000

93,48

97,29

88,69

88,85

65,92

66,51

Rata-rata Provinsi

95,58

95,58

78,33

78,61

46,11

48,49

2003

96,17

98,13

90,03

92,08

70,24

78,04

Rata-rata Provinsi

96,32

96,70

77,57

79,81

43,32

45,88

2004

98,62

99,51

89,28

94,10

73,28

77,42

Rata-rata Provinsi

96,91

97,58

82,51

84,74

49,18

51,21

2.
3.

Sumber : Susenas 2003, 2004, BPS Sumsel

Tabel 33
Persentase Penduduk Umur 10 tahun ke atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat

1995

2000

2003

Pendidikan

L+P

L+P

1.

< SD

29,43

21,74

14,45

18,60

14,87

20,50

2.

SD

26,25

21,63

24,05

27,18

21,84

23,05

3.

SLTP

17,42

18,81

22,27

20,23

19,33

20,23

4.

SLTA

22,21

28,66

33,25

28,62

36,51

30,91

5.

PT

4,68

9,16

5,98

5,37

7,47

5,29

No

2004

Sumber : Susenas 2000,2003 & 2004, BPS Sumsel

115

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 34
Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas yang Buta Huruf di Kota Palembang
No.

Uraian

1995
L

1.

Palembang

2.

Rata-rata Plg

3.

Sumsel

4.

Rata-rata Sumsel

2000
P

3,19

7,61

5,47
4,73

2003
P

1,2

L
4,2

2,7
11,34

8,04

2004
P

1,25

L
2,30

1,79

2,9

7,6

5,2

P
0,80

3,50

2,24

2,46

6,05

4,25

2,4

5,25

3,81

Sumber : Susenas 2000,2003 & 2004, BPS Sumsel

Tabel 35
Fasilitas Pendidikan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
No.

Kecamatan

TK (N/S)

SD (N/S)

SLTP (N/S)

SMU (N/S)

SMKK(N/S)

2000

2004

2000

2004

2000

2004

2000

2004

2000

2004

Ilir Barat I

21

1/16

57/2

34/2

8/18

6/11

4/16

4/10

3/3

2/3

Ilir Barat II

0/8

29/2

14/2

6/6

2/5

1/7

0/4

0/1

Ilir Timur I

22

0/23

25/10

12/11

4/30

2/12

3/10

1/9

1/8

2/2

Ilir Timur II

20

0/27

56/12

31/11

10/36

4/22

3/22

4/22

1/7

1/7

Seb. Ulu I

12

1/14

71/6

35/8

9/22

6/11

2/12

1/6

0/2

0/1

Seb. Ulu II

10

0/11

22/2

13/3

4/26

2/11

2/14

1/8

0/14

0/4

Sako

29

0/26

25/2

19/2

4/8

5/7

2/3

2/2

0/8

0/3

Sukarami

30

0/30

54/2

36/2

9/10

10/10

2/8

2/9

2/2

2/2

Gandus

0/6

24/2

16/1

4/2

2/3

0/0

10

Kertapati

0/6

53/4

33/5

3/9

0/1

11

Plaju

10

0/12

39/14

29/11

2/15

1/7

0/3

12

Bukit Kecil

0/8

19/5

10/5

2/5

0/4

0/0

13

Kemuning

13

0/14

42/11

20/10

2/10

2/11

0/6

14

Kalidoni

13

0/15

45/4

30/5

5/11

2/11

0/3

Jumlah

203

Negeri

561

332

54

55

19

23

Swasta

216

78

78

156

141

102

110

44

36

Sumber : Palembang dalam Angka 2000, 2004


Catatan : N = Negeri

S = Swasta

116

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 36
Jumlah Sekolah Agama/Madrasah di Kota Palembang Tahun 2004

No.

Ibtidaiyah

Tsanawiyah

Aliyah

N/S

N/S

N/S

Kecamatan

Ilir Barat I

1/2

1/1

2/1

Ilir Barat II

0/7

0/3

0/0

Ilir Timur I

1/6

1/0

0/1

Ilir Timur II

0/16

0/3

0/1

Seberang Ulu I

0/15

0/2

0/1

Seberang Ulu II

0/11

0/2

0/2

Sako

0/3

0/2

0/0

Sukarami

0/0

0/0

0/0

Gandus

0/6

0/5

0/1

10

Kertapati

0/5

0/0

0/0

11

Plaju

0/6

0/2

0/2

12

Bukit Kecil

0/3

0/1

0/1

13

Kemuning

0/0

0/1

14

Kalidoni

0/2

0/2

0/1

82

28

12

85

22

Tahun 2004 : Negeri


Swasta
Tahun 2001 : Negeri
Swasta

Sumber : Palembang dalam Angka 2004


Catatan : N = Negeri

S = Swasta

117

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 37
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Palembang Tahun 1996-2002
Tahun
No.

Indikator

1996

1999

2002

2004

1.

Angka Harapan Hidup (tahun)

66.4

67.8

68.3

69,5

2.

Tingkat Melek Huruf (%)

94.6

95.9

97.8

97,4

3.

Rata-rata lama Sekolah (tahun)

8.3

8.7

9.7

9,5

4.

Pengeluaran perkapita (ribu rupiah)

586.4

577.4

596.1

623,3

5.

IPM Kota Palembang

72.2

68.3

71.2

73,1

Sumber : UNDP, 2005 dan BPS Sumsel 2005

Tabel 38
Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota Palembang Tahun 2004
No.

Kecamatan

Masjid

Langgar

Mushola

Gereja

Vihara

Pura

Ilir Barat I

75

12

10

Ilir Barat II

16

46

Ilir Timur I

29

22

Ilir Timur II

54

123

Seberang Ulu I

37

57

24

Seberang Ulu II

32

70

Sako

53

34

Sukarami

128

37

23

11

Gandus

33

17

10

Kertapati

41

58

11

Plaju

22

14

32

12

Bukit Kecil

23

14

13

Kemuning

48

28

20

14

Kalidoni

44

635

518

128

20

12

Jumlah

Sumber : Palembang dalam Angka 2004

118

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 39
Persentase Rumah Tangga Menggunakan Sumber Air Minum di Kota Palembang
Tahun 1995, 2000, 2002, 2003 dan Tahun 2004
No.

Uraian

1995

2000

2002

2003

2004

1.

Ledeng

62,93

69,60

54,20

58,57

57,60

2.

Pompa

3,33

0,84

2,06

1,47

3,53

3.

Sumur terlindung

17,49

11,21

26,97

20,29

15,71

4.

Sumur tidak terlindung

4,57

10,26

3,42

8,57

8,96

5.

Mata air terlindung

0,51

0,13

0,27

6.

Air Sungai

9,09

5,75

9,03

9,31

10,50

7.

Air hujan

1,48

1,07

2,52

0,32

1,18

8.

Air dalam kemasan

1,54

1,07

2,26

Sumber : Susenas 1995, 2000, 2002,2003,2004 BPS Sumsel

Tabel 40
Persentase Rumah Tangga Memiliki Jamban Keluarga di Kota Palembang
Tahun 1995, 2000, 2002, 2003 dan Tahun 2004
No.

Fasilitas Jamban Klw.

1995

2000

2002

2003

2004

1.

Milik Sendiri

72,56

75,51

86,60

79,52

89,60

2.

Bersama

12,90

15,87

8,73

9,62

4,09

3.

Umum

8,44

2,51

2,01

5,62

4,97

4.

Tidak ada

6,10

6,10

2,65

5,24

1,34

Sumber : Susenas 1995, 2000, 2002,2003,2004 BPS Sumsel

119

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 41
Persentase Rumahtangga Luas Lantai Rumah, Jenis Atap-Dinding-Lantai
Kota Palembang Tahun 2000 dan 2004
No.

Uraian

2000

Sumsel

2004

Sumsel

1.

Luas lantai rumah < 20

7,88

3,52

4,81

3,13

2.

Luas lantai rumah > 100

21,55

7,88

12,44

3,04

3.

Atap rumah Genteng

59,71

58,80

65,35

62,55

4.

Atap rumah Seng/asbes

30,08

33,42

20,94

27,21

5.

Atap rumah daun-daunan

3,29

5,01

1,28

2,68

6.

Jenis lantai semen-keramik

98,09

93,56

97,38

88,33

7.

Jenis lantai masih tanah

1,82

9,91

2,62

11,67

8.

Jenis dinding rumah tembok

58,29

37,35

58,35

36,07

9.

Jenis dinding rumah kayu

40,99

60,00

41,00

61,35

Sumber : Susenas Tahun 2000 dan 2004, BPS-Sumsel

120

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 42
Fasilitas Kesehatan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
No.

Kecamatan

Rumah Sakit

Puskesmas

Pus.Pembantu

K. Bersalin

Pus.Keliling

2000

2004

2000

2004

2000

2004

2000

2004

2000

2004

Ilir Barat I

Ilir Barat II

Ilir Timur I

Ilir

Timur

II
5

Seb. Ulu I

Seb. Ulu II

Sako

Sukarami

11

10

Gandus

10

Kertapati

11

Plaju

12

Bukit Kecil

13

Kemuning

14

Kalidoni

17

21

36

36

64

67

38

33

14

13

Jumlah

Sumber : Palembang dalam Angka 2000, 2004

Tabel 43
Jumlah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berdasarkan Rasio Penduduk
Kota Palembang Tahun 2000, 2003 dan Tahun 2004
No.

Tenaga Kesehatan

1.

Dokter Umum

2.

Dokter Spesialis

3.

Dokter Gigi

4.

Perawat Umum

5.

Perawat Gigi

6.

Bidan

2000

2003

2004

Jumlah

Jumlah

Jumlah

181

294

354

142

163

36

52

30

180

944

833

100

100

148

361

256

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Palembang 2004.

121

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 44
Analisis SWOT
Sosial, Budaya dan Politik
No. Aspek

Karakteristik S

1.

PMKS

Penyandang
masalah kesejahteraan
social
semakin
kompleks.

Berlakunya
desentralisasi
mendorong
tumbuhnya
organisasi
social yang
peduli
dan
berperan
menangani
permasalahan
sosial

Besaran data
penyendang
masalah
kesejahteraan
tidak
di
dukung
dengan data
akurat ( by
name
dan
address).

Pembangunan
kesejahteraan
social menjadi
tanggung
jawab
bersama,
pemerintah
dan
masyarakat.

Munculnya
permasalahan
social
yang
baru.

2.

Pendidikan

Peningkatan
kualitas
pendidikan dasar
dan menengah
(Program wajib
belajar 9 tahun
belum optimal
dan angka buta
huruf
masih
tinggi)

Partisipasi
masyarakat
dalam
mengelola
pendidikan
semaki
meningkat.

Masi
terdapat
angka buta
huruf
penduduk
usia 10 tahun
ke atas dan
masih
randahnya
angka
partisipasi
sekolah umur
12-19 tahun.

Masyarakat
menyadari
bahwa pintu
masuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan teknologi
dari
pendidikan.

Globalisasi
dan persaingan
akan
mendorong
biaya
tinggi
bagi
pendidikan
formal.

3.

Kebudayaan

Pengembangan
kebudayaan dan
hasil-hasil
kebudayaan

Kekayaan
budaya
dalam bentuk
aneka
kerajinan dan
peninggalan
sejarah sebagai potensi
wisata
budaya.

Pengelolaan
peninggalan
sejarah
belum
optimal dan
dikelola
secara serius.

Potensi wisata
sebagai
sumber
pendapatan
daerah.

Kondisi
keamanan
yang kurang
kondusif bagi
pengembangan
wisata.

4.

Pemberdayaan Sensitif
dalam
Perempuan

jender
proses
pembangunan

Kualitas
sumberdaya
perempuan
semakin
meningkat.

Masih
adanya
pengaruh
budaya
paternalistic.

Program
pembangunan
telah
menggunakan
analisis jender.

Sensitif jender
hanya dalam
konsep dalam
pembangunan.

5.

Agama

Kerukunan umat
beragama

Solidaritas
keagamaan
dan
kerukunan
umat
beragama.

Potensi
konflik
internal
agama dan
pengaruh
kemiskinan.

Adanya
bermacammacam agama
merupakan
modal social
bagi
masyarakat.

Potensi konflik
sangat besar.

122

Lampiran RPJP Kota Palembang

No. Aspek

Karakteristik S

6.

Menyongsong
Kota Palembang
Sehat Tahun
2008.

Kesehatan

Sumberdaya
dan saranaprasarana
kesehatan
relatif telah
memenuhi
standar
pelayanan
minimal.

7.

Politik

Partisipasi
politik
masyarakat
masih
relatif
rendah

Berlakunya
otonomi
daerah,
masyarakat
dapat
memilih
pemimpin
sesuai yang
diinginkan.

Masyarakat
relatif belum
paham
proses pemilihan
baik
pemilu
legeslatif,
presiden
maupun
kepala
daerah.

Akses
pelayanan
kesehatan
semakin
terbuka
sebagai pilihan
untuk
masyarakat.

Munculnya
pengobatan
alternatif non
medis dan
munculnya
penyakit baru
di masyarakat.

Perangkat
hukum
pelaksanaan
demokrasi
sudah ada.

Berbagai
kepentingan
politik dalam
masyarakat
mengakibatkan
konflik social.

123

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 45
Sarana Pendidikan (unit) Kota Palembang Tahun 2003

Kecamatan

SD

TK

SLTP

SLTA

SMK

Ibtidaiyah

Tsanawiya M A
h

Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast
Ilir Timur I

23

12

11

15

Ilir Timur II

25

31

11

21

16

15

Ilir Barat I

25

34

11

11

Ilir Barat II

10

14

Seberang Ulu I 14

35

11

15

Seberang Ulu

10

13

11

11

Sukarami

38

36

10

Sako

19

Bukit Kecil

19

Gandus

16

Kemuning

13

20

11

Kalidomi

13

30

13

Plaju

12

29

13

15

Kertapati

33

219 332

79

55

104

35

84

28

II

Palembang

144 20

Sumber : Palembang dalam Angka, 2003

124

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 46
Sarana Kesehatan (unit) Kota Palembang Tahun 2004
Sarana Kesehatan
No

Kecamatan

Rumah
Sakit

Puskesmas

Pustu

Klinik

Puskesmas

Bersalin

Keliling

Ilir Timur I

Ilir Timur II

Ilir Barat I

Ilir Barat II

Seberang Ulu I

Seberang Ulu II

Sukarami

10

Sako

Bukit Kecil

10

Gandus

11

Kemuning

12

Kalidomi

13

Plaju

14

Kertapati

21

36

67

30

13

Palembang
Sumber : Palembang dalam Angka, 2003

125

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 47
Sarana Peribadatan (unit) Kota Palembang Tahun 2003
No

Kecamatan

Masjid

Langgar

Mushola

Gereja

Pura

Wihara

Ilir Timur I

29

34

13

13

Ilir Timur II

53

117

Ilir Barat I

75

45

Ilir Barat II

39

46

Seberang Ulu I

34

112

Seberang Ulu II

29

70

Sukarami

109

36

23

11

Sako

55

19

20

Bukit Kecil

22

13

14

10

Gandus

22

35

11

Kemuning

48

18

11

12

Kalidomi

43

86

13

Plaju

23

59

14

Kertapati

41

57

612

747

104

44

24

Kota Palembang

Sumber : Palembang dalam Angka, 2003

126

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 48
Sarana Perdagangan Kota Palembang (unit) Tahun 2003
No

Kecamatan

Pasar

Petak

Los

Pedagang Kaki

Pedagang

Lima

Ilir Timur I

308

1065

1373

Ilir Timur II

852

159

1038

1493

Ilir Barat I

89

73

162

Ilir Barat II

225

25

250

Seberang Ulu I

787

334

1121

240

Seberang Ulu II

Sukarami

Sako

Bukit Kecil

1065

298

1363

228

10

Gandus

108

163

271

47

11

Kemuning

442

335

777

199

12

Kalidomi

13

Plaju

406

215

621

202

14

Kertapati

195

92

287

213

21

4477

2759

7263

2.812

Kota Palembang

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Palembang, 2003

Tabel 49
Sarana Dinas Kebakaran Kota Palembang Tahun 2003
No

Jenis Sarana

Jumlah

Keadaan
Baik

Rusak

Mobil Unit Pemadam 6M3

13

11

Mobil Tengki 5M3

Mobil Pick Up Kijang

Mobil Pick Up Daihatsu

Pompa Vortable (PBK)

Ginset

Kompresor

Sumber :Palembang dalam Angka, 2002

127

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 50
Panjang dan Lebar Perkerasan Jalan Menurut Status di Kota Palembang
2003
No

Status

2004

2005

Panjang

Lebar

Panjang

Lebar

Panjang

Lebar

(Km)

(m)

(Km)

(m)

(Km)

(m)

Ket.

1.

Jalan Nasional

64,70

(8-30)

64,70

(8-30)

69,50

(8-30)

2.

Jalan Propinsi

85,98

(6-17)

85,98

(6-17)

85,98

(6-17)

3.

Jalan Kabupaten

4.

Jalan Kota

620,115

(4-17)

743,759

(4-17)

747,922

(4-17)

Jumlah

770,795

894,439

903,402

Sumber : Dinas Kimpraswil Kota Palembang, 2003.

Tabel 51
Panjang Jalan Menurut Status, Kelas dan Kondisi Jalan
di Kota Palembang Tahun 2004

No.
1.

2.

3.

Uraian
Status
- Jalan Kota
- Jalan Propinsi
- Jalan Negara
Kelas Jalan
- Kelas I
- Kelas II
- Kelas III
- Kelas IIIa
- Kelas IV b
- Kelas V c
Kondisi Jalan
- Baik
- Sedang
- Rusak

Panjang Jalan(km)

Prosentase (%)

620,115
85.980
64.700

80,45
11,01
8,39

770,795
-

100
-

770,795
-

100
-

Sumber : Palembang Dalam Angka 2003 dari Dinas Perhub. Kota Palembang

128

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 52
Prasarana dan Sarana Angkutan Jalan di Kota Palembang Tahun 2001
No.
1.
2.

3.

4.
5.

6.
7.

8.

9.

10.

Prasarana dan Sarana

Kondisi Saat Ini

Rencana

780.795 km

152.322 unit
65.605 unit
58.657 unit
10.712 unit
25.000 unit

--

Panjang Jalan
Jumlah Kendaraan
- Sepeda Motor
- Mobil Penumpang
- Mobil Barang
- Bus
- Becak
Jumlah Kend. Umum
- Otolet
- Bus Kecil
- Bus Sedang
- Taksi Kota
- Taksi Airport
Jumlah Trayek Angkot
Jumlah Terminal
- Tipe A
- Tipe B
- Tipe C
Tam Parkir
Tempat Hentian Bus
- Shelter
- Hanya Rambu
Fasilitas Pejalan Kaki
- Jembatan Penyeberangan
- Zebra Cross
Ketersediaan APIL
- Simpang 4/Lebih
- Simpang 3
- Penyeberang Jalan
- Lampu Kuning (WL)
Ruang Parkir

100 unit
60 unit
26 rute

1.872 unit
504 unit
508 unit
30 unit
50 unit
45 rute
1 buah
2 buah
8 buah
-

Keterangan

Th. 2003/04
Th. 2002 (peremajaan)
Penyusutan

2 lokasi

22 unit
195 unit

55 unit

8 dalam tahap bangun

2 unit
10 unit

9 unit
37 unit

8 berfungsi
37 berfungsi

24
5
1
11
5.561 SRP

24 berfungsi
2 berfungsi
1 berfungsi
11 berfungsi
-

Sumber : Laporan Bulanan Dinas Perhubungan Kota Palembang, Desember 2002.

Tabel 53
Kondisi Jalan Kota Palembang Tahun 2004
Kondisi
No

Status

Baik

Sedang

Rusak

(km)

(%)

(km)

(%)

(km)

(%)

1.

Jalan Nasional

64,700

7,55

2.

Jalan Propinsi

85,980

9,39

3.

Jalan Kabupaten

4.

Jalan Kota

638,159

46,93

25,070

788,839

63,87

25,070

Jumlah

Sumber : Dinas Kimpraswil Kota Palembang, 2004.

129

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 54
Hirarki Jaringan Jalan Utama di Kota Palembang
Hirarki

Jaringan/Ruas Jalan

Panjang (m)

Keterangan

Jalan
Arteri
Primer

Jl. Ki Merogan : Batas Kota (KM 14) Simpang

5.700

Ke arah Indralaya

Musi II
Jl. Parameswara (Musi II)

9.900

Jl. Lingkar Barat : Parameswara Simpang Tanjung

8.400

Api-Api
Jl. Kol. Barlian : Simpang Tanjung Api-Api Batas

3.800

Betung/Jambi

Kota
Jl. Ke Tg. Api-Api : Simpang Tg. Api-Api Batas

4.500

Ke arah Tanjung
Api-Api

Kota
Jl. SMB II (ke Bandara SMB II)

Ke arah

2.400

Jalan Bandara
Eksisting

Jl. Demang Lebar Daun Jl. Basuki Rahmad Jl.

16.800

Sukamto Jl. Residen Rozak (Patal Pusri) Jl.


Mayor Zen (ke P. Sei Lais)
Jl. Martadinata Jl. Yos Sudarso Jl. Brigjen M.

3.300

Boom Baru

Dani (ke Pelabuhan Boom Baru)


Jl. Lingkar Selatan via Jembatan Ogan III (Simpang

13.200

Primer
Arteri

Jl. Kapten Abdulah, sampai Batas Kota (Talang

3.200

Sekunder Jl. Jend. Sudirman


Jl. (Poros) Jakabaring

Ke arah Kayu
Agung

Putih)
Jl. Kol. Barlian (Simpang Tj. Api-Api KM. 5)

Jl. Eksisting diluar


Kota Palembang

Musi II Desa Sungai Pinang)


Kolektor

Ke Pelabuhan

4.500
6.800
8.700

Sebagian diluar
Kota

Jl. Ki Merogan Simpang Musi II

3.900

Jl. KHA. Wahid Hasyim

2.550

Jl. Pangeran Ratu

600

Jl. Jend. A. Yani

3.000

Jl. DI. Panjaitan

2.700

Jl. Perintis Kemerdekaan

1.200

Jl. Veteran

1.800

Jl. Kapten Rivai

2.100

Jl. Talang Kerangga (Ki Ronggo Wirosentiko)

1.550

130

Lampiran RPJP Kota Palembang

Hirarki

Jaringan/Ruas Jalan

Panjang (m)

Keterangan

Jalan
Jl. Dr. M. Isa Jl. AKBP Cik Agus Jl. M.P.

7.500

Ke Kenten Laut

Mangkunegara
Jl. Kedaton (Jl. Sultan Mahmud Badaruddin II)

600

Sejajar Tepian
Sungai Musi

Jl. Ki Gede Ing Suro (Depaten Baru)

1.100

Jl. Tangga Buntung via TPKSS Jembatan Musi

5.250

II
Jl. Gandus terus ke Pulau Kerto

5.700

Jl. Merdeka

1.200

Jl. Dipenogoro Jl. P.S.W Subekti Jl. Letkol

4.500

Iskandar Jl. Slamet Riyadi Jl. S. Memed


Jl. KHS. Dahlan Jl. Jagunf Suprapto Jl. Srijaya

3.150

Negara

Kolektor
Sekunder

Jl. Sultan Mahmud Mansyur

4.200

Jl. Angkatan 45

2.100

Sukabangun Jl. Lingkar Utara/Timur (Kec.

4.200

Sukarami)

Sumber : Studi Manajemen Transportasi Kota Palembang, 2003.

131

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 55
Jumlah Oplet dan Bus Kecil yang Beroperasi di Kota Palembang Tahun 2003
Jurusan

Jumlah

Jurusan

Oplet :

Jumlah

Angkutan Pinggiran :

Ampera Sekip

187

Km. 5 Lebangsiarang

Ampera Lemabang

310

Km. 8.5 Per. Griya Tl. Kelapa

Ampera Tg. Buntung

118

Km. 8.5 Per. Sukarame Indah

Ampera Pakjo

154

Km. 8.5 Perum Mas Karebet

Ampera Bukit Besar

119

Km. 9 Ds. Gasing Laut

Pasar Kuto Perumnas

200

7 Ulu Laut 1 Ulu Laut

Ampera Km. 5

351

7 Ulu Laut Tg. Takat

Sayangan Lemabang

228

Sekip Ujung Seduduk Putih

3
-

Km. 5 Talang Betutu

96

Perumnas Sako Borang

Pasar Kuto Kenten Laut

86

Musi II Simpang RRI

RRI Musi II

23

Lemabang Kalidoni

7 Ulu TOP

12

Punti Kayu Sukabangun II

7 Ulu OPI

25

Tg. Buntung Gandus

Patal Pusri

10

Sp. Jaka Baring Komp. OPI

25

Sp. Jaka Baring Komp. TOP

12

Sekip Pusri

12

7 Ulu Tegal Binangun


Jumlah

1927

Bus Kecil :

Jaka Baring Tegal Binangun

8
6

Km. 12 Ampera Terminal Karya Jaya

200

Mak Rayu Labak Keranji

Ampera Plaju Km. 12

200

Jumlah

Ampera Perumnas

109

Ampera Lemabang Sei Lais


Jumlah

23

97

60
569

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2003.

132

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 56
Jumlah Bus Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi Dan Angkutan Antar Kota Antar
Propinsi Yang Beroperasi Di Kota Palembang
Trayek Bus Angkutan Antar Kota Dalam

Jumlah

Propinsi

Trayek Bus Angkutan antar kota antar

Jumlah

propinsi

Palembang Tj. Raja Kayu Agung

344

Palembang Jambi

106

Palembang Ma. Enim Tj. Enim

174

Palembang Padang

44

Palembang Lahat Pagar Alam

161

Palembang Medan

35

Palembang Bengkulu

51

Palembang Lubuk Linggau

95

Palembang Martapura Muaradua

235

Palembang Baturaja

172

Palembang Betung Sekayu

Palembang P. Jawa

237

Jumlah

473

50

Jumlah

1235

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang

Tabel 57
Tipe dan Luas Terminal di Kota Palembang Tahun 2003
No

Nama Terminal

Tipe

Luas (m2)

1.

Alang-Alang

8.000

2.

Karya Jaya

18.000

3.

Km. 5

1.800

4.

Sako Kenten

2.400

5.

Lemabang

1.600

6.

Plaju

3.750

7.

Kertapati

820

8.

Tangga Buntung

780

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Palembang, 2003.

133

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 58
Prasarana dan Sarana Angkutan Kereta Api di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.
2.

Prasarana dan Sarana

Kondisi Saat Ini

Lokasi Stasiun

Kertapati

Kelas Stasiun

Besar

Rencana

Keterangan

KA. Penumpang
Palembang Lampung

3 KA / hari

2000 tmp duduk


(eksekutiv, bisnis,
ekonomi)

Palembang Lbk. Linggau

3 KA / hari

2000 tmp duduk


(eksekutiv, bisnis,
ekonomi)

3.

KA barang

6 KA / hari

Sumber : Laporan Bulanan Dinas Perhubungan Kota Palembang, Desember 2002

Tabel 59
Lalu lintas Masuk dan Keluar Kapal Barang dan Penumpang Melalui Dermaga
Tangga Buntung Tahun 1995 s/d 2000
Penumpang

Barang

No.

Tahun

1.

1995

13.435

15.930

84.327

13.433

13.725

76.462

2.

1996

11.409

11.161

68.920

77.940

15.747

13.696

3.

1997

7.706

13.646

55.968

8.022

14.699

60.655

4.

1998

5.982

9.967

36.217

6.126

10.141

36.852

5.

1999

4.403

8.114

21.739

4.455

10.141

22.022

6.

2000

4.407

8.154

21.739

4.428

10.700

21.781

7.

2001

Kapal

Barang

Penmp.

Kapal

Barang

Penmp.

Keterangan : Data 2001 belum diterima


Sumber : Palembang Dalam Angka 2001 dan Dinas Perhubungan Kota Palembang

134

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 60
Prasarana dan Sarana Angkutan Sungai dan Penyeberangan
di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.

2.

3.

4.

Prasarana dan Sarana

Kondisi Saat Ini

Sungai-sungai

Rencana

Keterangan

S. Musi

15 km x 270 m / 9m

S. Ogan

5 km x 150 m / 5 m

S. Komering

2 km x 160 m / 3 m

S. Keramasan

4 km x 50 m / 4 m

S. Terusan

5 km x 2 m / 5 m

Jumlah Kapal

Jukung

136 unit

Gandeng

33 unit

Speed Boat

55 unit

Ketek

56 unit

Tempel

42 unit

Tongkang

17 unit

Dermaga Sungai

Umum

1 buah

Pariwisata

1 buah

Tempat Tambat

3 buah

Dermaga Penyeberangan

Lokasi

35 Ilir

Pengembangan oleh Ditjen

Luas Lahan

3,5 Ha

Hubdat dengan bantuan

Luas Pontoon

240 m2 / 500 GRT

Loan JBIC Rp. 41,2 Milyar,

Luas Terminal

350m2 / 100 org

selesai akhir tahun 2003

Luas Lap. Parkir

500 m2 / 20 unit

Moveable Bridge

1 unit

Jembatan Timbang
Jalur Penyeberangan

Palembang Mentok
(Bangka) 1 kl/hr

Dilayani 2 kapal, kap @ 20


unti kendaraan

Sumber : Laporan Bulanan Dinas Perhubungan Kota Palembang, Desember 2002

135

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 61
Prasarana dan Sarana Angkutan Laut di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.

Prasarana dan Sarana

Kondisi Saat Ini


Boom Baru, 35

Lokasi Pelabuhan Umum


- DLKR

24 ha

- DLKP

7 Km

- Panjang Dermaga

740 m

3 ton / m3

8.972 m

2 ton / m2

- Luas Lap. Penumpukkan

4.173 m

- Kap. Lap. Penumpukkan

3 ton / m2

- Luas Gudang
- Kapasitas Gudang

Keterangan

Ilir

- Kapasitas Dermaga

2.

Rencana

Frekwensi Kapal Penumpang


- Palembang Bangka

7 kapal/minggu

PP

- Palembang Batam

3 kapal/minggu

PP

Sumber : Laporan Bulanan Dinas Perhubungan Kota Palembang, Desember 2002

Tabel 62
Lalu Lintas Pesawat dan Penumpang Melalui Bandar Udara
Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Tahun 1995 s/d 2000
Pesawat

Penumpang

No.

Tahun

1.

1995

7.288

7.293

304.405

306.074

6.046

2.

1996

7.045

7.067

316.643

300.238

10.720

3.

1997

7.183

7.192

262.424

286.094

7.364

4.

1998

5.056

5.066

187.687

184.632

3.183

5.

1999

3.913

3.909

171.806

167.360

7.254

6.

2000

4.138

4.140

195.165

188.837

5.345

7.

2001

2.510

2.511

133.306

134.870

4.767

Datang

Berangkat

Datang

Berangkat

Transit

Sumber : Palembang Dalam Angka 2001 dari Laporan Bandara SM. Badaruddin II Kota Palembang

136

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 63
Jumlah Langganan, KVA Tersambung dan Pemakaian Listrik
Per Kelompok Tarif di Kota Palembang Tahun 2002

No

Pelanggan

Tarif Sosial

Tarif Rumah Tangga

Tarif Biasa

Tarif Industri

5
6

Palembang Ilir
Pelanggan

Palembang Ulu

KVA

KWh

890

1,769,750

2,108,133

56,505

39,249,450

1,490

Tarif Kantor
Pemerintahan
Penerangan Jalan

Pelanggan

KVA

KWh

2.438

10.100.650

13.158.548

69,771,028

159.496

138.841.400

257.565.328

7,641,150

8,963,061

11.014

64.705.700

86.200.734

47

22,507,400

48,787,162

179

52.964.000

119.206.400

66

1,385,550

1,333,061

629

10.097.550

11.790.965

20

343,720

1,959,572

196

2.222.445

10.069.886

Sumber : Palembang dalam Angka, 2002

Tabel 64
Kapasitas Produksi dan Langganan Air Bersih Kota Palembang Tahun 2003
No

Tahun

Kapasitas

Air yg di

Produksi

distribusikan

(M3)

(M3)

Jumlah

Pekerja

Pekerja

Langganan

Operasional

Lainnya

1995

49,949,859

48,206,428

67,901

220

190

1996

53,099,885

52,287,624

71,123

223

193

1997

54,095,155

52,662,212

74,490

208

201

1998

54,921,816

51,664,741

76,854

191

204

1999

53,538,104

50,342,624

79,128

220

168

2000

54,175,245

49,264,061

80,392

291

78

2001

52,990,974

51,892,712

83,374

205

215

2002

61,308,868

59,442,580

86,083

160

245

Sumber : PDAM Tirta Musi Palembang dan Palembang dalam Angka, 2003

137

Lampiran RPJP Kota Palembang

Tabel 65
Data Alat Produksi dan Jumlah Pelanggan Telepon Kota Palembang Tahun 2003
No

Kecamatan

Satuan

Public Phone

Jumlah
Pelanggan

WTL/TUT

TUCC

TUC

TUCP

TUK

Ilir Timur I

SST

20,870

209

137

170

14

39

Ilir Timur II

SST

8,879

95

23

42

25

Ilir Barat I

SST

9,362

359

13

113

42

19

Ilir Barat II

SST

5,074

61

13

18

Seberang Ulu I

SST

7,715

153

45

25

11

Seberang Ulu II

SST

3,308

58

Sukarami

SST

12,643

115

43

39

12

Sako

SST

9,960

113

54

20

17

Bukit Kecil

10

Gandus

11

Kemuning

12

Kalidoni

13

Plaju

14

Kertapati

Sumber : Palembang dalam Angka, 2003

138

KETERKAITAN ANTARDOKUMEN PERENCANAAN

Visi Misi &


Program Presiden

RPJP
NASIONAL

RPJP
Daerah

pedoman

Renstra
KL

pedoman

Renja
KL

jabaran
RKP

RPJM
NASIONAL

pedoman

RPJM
Daerah

Visi Misi &


Program Kepala Daerah

Renstra
SKPD

jabaran

pedoman

RKPD

Renja
SKPD

POLA PIKIR PENYUSUNAN RPJP KOTA PALEMBANG 2005 2024

POLITIK, KEAMANAN
DAN KETERTIBAN

ANALISIS
KEBIJAKAN
UU 25/2000;
UU 32/2005;
PP; RPJPN;
...dll

PENEGAKAN HUKUM
PEMERINTAHAN
DAERAH

Development
Scenario
Kota
Palembang

Persiapan
Awal
ANALISA
SWOT,
Proses
Konsultasi &
Penelitian

SOSIAL BUDAYA

VISI
MISI

SUMBER DAYA
MANUSIA
EKONOMI
PEMBANGUNAN
DAERAH
SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
HIDUP
PRASARANA KOTA

ARAH
PEMBANGUNAN
JANGKA
PANJANG
DAERAH

R
P
J
M
D

R
S
K
P
D

R
K
P
D

Anda mungkin juga menyukai