RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)
KOTA PALEMBANG 2005-2025
kerjasama antara
PEMERINTAH KOTA PALEMBANG
dengan
Badan Aplikasi Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Sriwijaya
(BALITEKSUNSRI)
BALITEKS UNSRI
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah laporan ini telah dapat diselesaikan sesuai dengan jadual
yang telah ditetapkan. Laporan akhir ini merupakan pertanggungjawaban akhir dari
tim pelaksana Penulisan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota
Palembang 2005-2024.
Sistematika penyajian laporan ini meliputi pendahuluan, kondisi, analisis dan
prediksi kondisi umum, visi, misi dan arah pembangunan kota, arah kebijakan
pembangunan dan indikator keberhasilan, serta penutup.
Dalam kesempatan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu memberikan data dan informasi awal, sampai laporan
akhir ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan agar kerja sama yang baik ini dapat
dilanjutkan dan ditingkatkan di masa-masa yang akan datang.
Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk menunjang perencanaan dan
kebijakan pembangunan di Kota Palembang.
Palembang,
2006
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
2. Daftar Isi............................................................................................................
ii
12
12
24
31
38
52
61
68
69
69
70
70
70
ii
73
77
78
79
80
84
85
88
93
8. LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan tugas
kewajiban yang harus dipersiapkan oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota). RPJP Kota
Palembang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan RPJP Provinsi Sumatera Selatan. Penyusunan RPJP
ini menjadi salah satu kebutuhan kota akan dokumen perencanaan sebagai acuan untuk
memajukan kota melalui optimalisasi sumber daya yang tersedia menuju peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Proses penyusunan RPJP Kota Palembang tetap mengacu pada berbagai dokumen
perencanaan kota, terutama penjabaran dari visi, misi, dan strategi pembangunan Kota
Palembang yang telah disepakati bersama. Konsekuensi dari penyusunan RPJP ini akan
bermuara pada berbagai rumusan perencanaan yang bersifat indikatif. Dokumen RPJP ini
akan dijabarkan dalam suatu rencana strategis yang secara operasional akan tertuang dalam
program-program pembangunan yang bisa diukur kinerjanya.
Penyusunan RPJP ini sangat penting mengingat secara administratif Kota Palembang
merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, yang saat ini memiliki luas wilayah + 400,61
Km2, yang terdiri atas 14 wilayah kecamatan, 103 kelurahan/desa, 982 RW dan 3.690 RT.
Jumlah penduduk pada akhir tahun 2005 sebanyak 1.338.793 jiwa, penduduk laki-laki
sebanyak 646.637 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 692.156 jiwa. Tingkat rata-rata
kepadatan 3.342 jiwa/km2.
Dari segi potensi yang dimiliki, Kota Palembang menunjukkan prospek
pembangunan kota yang relatif baik, terutama potensi sumber daya perkotaan yang relatif
lengkap dengan fasilitas publik, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi yang
semakin maju. Upaya untuk mendayagunakan potensi-potensi tersebut membutuhkan suatu
tahapan proses pembangunan secara terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan.
Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, maka menjadi kewajiban Walikota
Palembang melalui Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeda) untuk menyusun
dokumen perencanaan yang sistematis dalam sebuah dokumen yang disebut Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang. Dengan demikian, terwujudnya
dokumen RPJP ini relatif penting karena itu harus dibentuk suatu tim penyusun yang
memahami benar mengenai kondisi dan situasi wilayah Kota Palembang.
1.2.
Pembangunan Kota Palembang Jangka Panjang 2005-2024. Ini sebagai perwujudan dan
tindak lanjut pemecahan agenda masalah pembangunan secara bertahap dan terencana
dengan sebaik-baiknya. Tujuan kegiatan ini adalah tersusunnya suatu dokumen perencanaan
jangka panjang yang relatif lengkap dan memuat berbagai konsepsi perencanaan yang
bersifat indikatif, komprehensif, dan akan dapat dioperasionalkan sesuai dengan kondisi
wilayah dan kebutuhan masyarakat. Dokumen yang dimaksud adalah Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang 2005-2024.
Manfaat tersusunnya RPJP adalah sebagai dokumen perencanaan kota dalam periode
20 (dua puluh) tahun yang dapat digunakan sebagai pedoman indikatif pembangunan secara
terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dokumen ini bermanfaat
bagi koridor perencanaan kota untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan baik sektoral
maupun regional secara terpadu.
Beberapa manfaat yang dapat diidentifikasi antara lain: (1) menjadi pedoman bagi
pemerintah kota dalam perencanaan pembangunan jangka menengah; (2) menjadi pedoman
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan di Kota
Palembang; (3) menjadi acuan untuk penyusunan berbagai perencanaan yang bersifat
strategis di Kota Palembang; (4) memberikan manfaat berupa dokumen informasi tentang
perencanaan pembangunan bagi stakeholder di Kota Palembang; dan (5) menjadi pedoman
bagi pelaku bisnis, terutama investor yang ingin menanamkan modal di Kota Palembang.
RPJP Kota Palembang 2005-2024 disusun dengan maksud sebagai acuan
penyusunan RPJM Kota Palembang. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka RPJP Kota
Palembang 2005-2024 ini disusun dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan Kota Palembang.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarwaktu,
maupun antarfungsi pemerintah daerah dan pusat.
3. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat Kota Palembang.
4. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya Kota Palembang yang efisien, efektif,
berkeadilan, dan berkelanjutan.
Dasar Hukum
10. Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Kota Palembang (Lembaran Daerah Kota Palembang Tahun 2008
Nomor 6).
1.4.
Pola pikir penyusunan RPJP berdasarkan pendekatan sistematis yang berlandaskan pada
identifikasi permasalahan yang kemudian dijadikan agenda prioritas untuk pencapaian
sasaran-sasaran pembangunan secara indikatif. RPJP merupakan dokumen perencanaan
pembangunan kota dalam periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP paling tidak memuat
beberapa materi yang berkaitan dengan filosofi perencanaan kota yang merupakan
penjabaran dari visi, misi, dan strategi pembangunan kota.
RPJP ini mempunyai kaitan erat dengan berbagai dokumen perencanaan lainnya,
terutama dengan RPJP Nasional dan RPJP Provinsi Sumatera Selatan, RTRW Kota
Palembang, dan dokumen hasil studi lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan
berbagai sumber informasi agar konsepsi perencanaan ini bersifat komprehensif. Secara
vertikal dan horisontal, RPJP Kota Palembang ini diharapkan dapat memenuhi konsistensi
pembangunan baik secara nasional maupun secara regional.
Penjabaran strategi pembangunan kota yang tertuang dalam penyusunan RPJP ini
meliputi kajian permasalahan dan agenda pembangunan, prioritas pembangunan, analisis
penjabaran agenda sektoral dan regional yang berisi permasalahan, kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman, serta program-program pembangunan indikatif yang bersifat makro.
Secara empirik, penyajian RPJP Kota tetap mengacu pada RPJP Provinsi dan
Nasional
untuk
menjaga
keterkaitan,
konsistensi,
sinergi,
dan
kesinambungan
pembangunan. Namun, adanya modifikasi skenario pembangunan kota tetap terbuka dan
dimungkinkan sesuai dengan potensi kota. Hal ini menjadi peluang untuk lebih besar
memberikan bobot perencanaan pembangunan bersumber dari kota (bottom-up planning)
sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan masyarakat.
Proses penyusunan RPJP Kota sangat berkaitan dengan dokumen perencanaan
lainnya yang berlandaskan pada hasil evaluasi pembangunan tahun-tahun sebelumnya,
terutama dalam menemukan permasalahan pembangunan masing-masing sektor dan
pembangunan regional. Hasil kajian yang berupa evaluasi tersebut dapat memberikan
alternatif-alternatif terobosan, sasaran, arah kebijakan, dan akan tertuang dalam program4
program pembangunan kota. Arah pembangunan dijabarkan dari visi dan misi pembangunan
Kota Palembang sehingga tersedia dokumen perencanaan jangka panjang yang
berkesinambungan.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Latar belakang; Maksud dan tujuan; Dasar hukum; Hubungan
RPJP dengan dokumen perencanaan lainnya; Sistematika penulisan.
Bab II Kondisi, analisis dan prediksi kondisi umum: Sejarah perkembangan Kota
Palembang; Kondisi, analisis dan prediksi; Prediksi kondisi umum kota
Bab III Visi, Misi, dan Arah Pembangunan Kota: Visi (Visi Renstra 2004-2008); Misi;
Visi (Visi RPJP 2005-2024); Misi; Arah umum pembangunan kota
Bab IV Arah kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan: Bidang sumberdaya
alam dan lingkungan hidup; Bidang sumberdaya manusia dan kependudukan;
Bidang ekonomi dan keuangan daerah; Bidang pembangunan infrastruktur;
Bidang politik dan sosial budaya; Bidang pemerintahan, ketertiban dan
penegakan hukum
Bab V Penutup
BAB II
KONDISI, ANALISIS DAN PREDIKSI KONDISI UMUM
Menurut Tome Pires, pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina di Palembang akibat
kebangkitan Islam di Nusantara dan di wilayah Palembang. Situasi ini menempatkan
Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak. Akibat kemelut
perebutan tahta di Demak sekitar tahun 1546, yang menyebabkan kematian Aria
Penangsang, para pengikutnya melarikan diri ke Palembang.
Para pengikut Aria Penangsang dari Jipang menyusun kekuatan baru dan mendirikan
kerajaan Palembang. Pendiri kerajaan Palembang adalah Ki Gede ing Suro. Keraton pertama
terletak di Kuto Gawang, situsnya tepat berada di kompleks PT. PUSRI. Makam Ki Gede
Ing Suro berada di belakang PUSRI.
Terjadi suatu akulturasi dan asimilasi kebudayaan Jawa dan Melayu, yang dikenal
sebagai kebudayaan Palembang. Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang
memperjelas jati diri Palembang, memutus hubungan ideologi dan kultural dengan pusat
kerajaan Mataram di Jawa dan menyatakan dirinya sebagai Sultan Abdurrahman (Sunan
Cinde Walang 1659-1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC tahun 1659,
akibat perlawanan Palembang terhadap VOC. Sultan Abdurrahman memindahkan
keratonnya ke Beringin Janggut, sekarang dikenal sebagai pusat perdagangan.
Sultan Mahmud Badaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo (1741-1757) merupakan
tokoh pembangunan Kesultanan Palembang modern yang membangun antara lain Mesjid
Agung Palembang, Makam Lemabang (Kawah Tekurep), Keraton Kuto Batu (sekarang
Museum Badaruddin dan Kantor Dinas Pariwisata Palembang). Selain itu Sultan juga
membuat kanal-kanal di wilayah kesultanan, yang berfungsi ganda, sebagai alur pelayaran,
pertanian, dan pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan konsep kosmologi
Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari kekuasaan Palembang. Batanghari
Sembilan adalah satu konsep Melayu-Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang
terpencar dan pusatnya, yang merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru
kesembilan ini berada di keraton Palembang. Batanghari adalah pengertian Melayu yang
berarti sungai, merupakan batas dari Kesultanan Palembang. Letak sungai tidak mutlak
berada dalam satu sungai tertentu, tetapi dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan
penjuru kesembilan memancarkan pengaruhnya. Dengan kondisi mulur mengkeret-nya batas
wilayah, maka para penguasa Palembang akan selalu menunjukkan batas mereka adalah
berada di Batanghari Sembilan
Sultan Muhammad Badaruddin, bersama puteranya Mahmud Badaruddin II,
mengelola pelabuhan dan perdagangan menjadi pusat perdagangan yang modern, aman, dan
efisien. Citra Palembang Darussalam (tempat yang tenteram/damai) tercermin pada
pengelolaan pelabuhan dan perdagangan. Syahbandar yang diangkat penguasa biasanya
orang Eropa. Palembang memberlakukan hukum perdagangan yang bersifat
regional/internasional, undang-undang Laut Melaka, membuat suatu kepastian untuk
berniaga di Palembang. Orang Eropa memberi julukan Palembang sebagai het indische
9
Venetie, Palembang hampir sama dengan Venesia. Demikian juga ketentraman dan
ketertiban di Palembang dijuluki mereka sebagai suatu de Staddes Vredes (kota yang aman).
Kesemua julukan tersebut ditulis dalam argumentasi seorang Residen Inggris di Bangka,
yaitu Mayor Court (1821) adalah:
Dari seluruh pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu, Palembang telah membuktikan
dan terus secara seksama menjadi pelabuhan yang paling aman dan peraturan paling
balk, seperti dinyatakan oleh orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu
memasuki perairan sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa siaga
dengan tindakan-tindakan pencegahan yang akan mengamankan dari kekerasan dan
perampasan. Kemungkinan perahu perompak yang bersembunyi akan memangsa perahuperahu dagang kecil yang memasuki sungai, jarang terjadi karena ketatnya penjagaan
oleh kekuatan Sultan dengan segala peralatannya.
Sultan Mahmud Badaruddin mendirikan keraton Kuto Besak pada tahun 1780.
Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun 1821 Sultan Mahmud
Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah dua kali mengusir pasukan Belanda
keluar dari perairan Palembang.
Palembang di bawah pemerintah kolonial Belanda dirombak secara total termasuk
pengelolaan kota. Pada awalnya, wilayah permukiman penduduk di zaman Kesultanan lebih
dari sekedar permukiman yang terorganisasi. Permukiman pada waktu itu adalah suatu
lembaga persekutuan di mana patronage dan paternalis terbentuk akibat struktur
masyarakat tradisional dan feodalistis. Sistem ini dikenal dengan nama guguk. Kosakata
guguk berasal dari Jawa-Kawi yang berarti diturut diindahkan.
Setiap guguk mempunyai sifat sektoral ataupun aspiratif. Contoh wilayah
permukiman yang dikenal sebagai Sayangan, adalah wilayah paramiji dan alingan (struktur
bawah dan golongan penduduk Kesultanan) memproduksi hasil-hasil dan bahan tembaga.
Sayangan artinya perajin tembaga (Jawa-Kawi). Contoh lain adalah Kepandean adalah
perajin atau pandai besi, Pelampitan adalah perajin lampit, demikian juga dengan Kuningan
adalah perajin pembuat bahan-bahan dari kuningan.
Permukiman ini dapat pula bersifat aspiratif yaitu satu guguk yang mempunyai satu
profesi atau kedudukan yang sama, seperti guguk Pengulon, permukiman para penghulu dan
alim ulama di sekitar Masjid Agung. Kedemangan merupakan wilayah tokoh demang
tinggal, Kebumen yaitu tempat Mangkubumi menetap. Berikutnya, Kebangkan adalah
permukiman orang dari Bangka, Kebalen adalah permukiman orang dari Bali.
Setelah Palembang di bawah administrasi kolonial, oleh Regening Commisans J.I
Van Sevenhoven sistem perwilayahan guguk dipecah belah. Pemecahan ini memecah belah
kekuatan Kesultanan, sekaligus memecah masyarakat yang tunduk kepada sistem monarki,
menjadi tunduk pada administrasi kolonial. Guguk dijadikan beberapa kampung. Sebagai
kepala diangkat Kepala Kampung, dan Palembang dibagi menjadi dua wilayah, yaitu
Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk mengepalai wilayah tersebut diangkat menjadi
Demang, pamongpraja pribumi yang tunduk kepada Controleur. Kota Palembang pada
10
waktu itu terdiri dari 52 kampung, yaitu 36 kampung berada di Seberang Ilir dan 16
kampung di Seberang Ulu.
Pada tahun 1939, kampung tersebut tinggal 43 buah, 29 kampung berada di
Seberang Ilir dan 14 kampung di Seberang Ulu. Dapat diperkirakan penciutan administratif
kampung ini diperlukan karena cacah jiwa dan kaitannya dengan pajak.
Kepala Kampung hanya mengurus penduduk pribumi, sedangkan golongan Timur
Asing mempunyai kepala dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat
dengan kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor. Demikian
pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan kepalanya seorang Kapten.
Untuk kedudukan Kepala Bangsa Timur Asing, biasanya dipilih berdasarkan atas
pernyataan jumlah pajak yang akan mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah disertai
pula jaminan dana bagi kedudukannya.
Pemerintahan Kota Palembang pada 1 April 1906 menjadi satu Stadgemeente. Satu
pemerintahan kota yang otonom, Dewan Kota yang mengatur pemerintahan. Penduduk
menyebut pemerintah kota ini adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester
(Walikota), dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh penduduk
kota.
Pemerintah kota Palembang dibentuk bukan untuk memenuhi kepentingan pribumi,
tetapi lebih kepada kepentingan penguasa Barat yang sedang menikmati liberalisasi.
Liberalisasi menjadikan kota sebagai pusat/konsentrasi ekonomi, sebagai pelabuhan ekspor,
industri, jasa, perdagangan dan menjadi markas penguasa.
Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945), secara struktural tidak ada perubahan
kedudukan Kepala Kampung. Hanya gelarnya saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan
mereka di bawah koordinasi Gun-Co. Tugasnya dititikberatkan pada pembangunan ekonomi
peperangan Jepang. Untuk merapatkan barisan di kalangan penduduk, diperkenalkan suatu
sistem lingkungan Jepang, Tonari-gumi, yaitu Rukun Tetangga yang meliputi setiap 10
rumah di satu kampung. Tonari-gumi dipimpin oleh seorang Ku-Mi-Co (Ketua RT).
Saat Jepang memobilisasi massa di Indonesia untuk membantu Jepang dengan
membentuk organisasi semacam Seinendan, Seinentai, Gakuto-Tai, Heiho, Keibondan, dan
Fujinkai kesempatan ini dimanfaatkan oleh Haji Raden Tjek Yan dan dr. A.K Gani menjadi
sponsor dari organisasi yang bernama Syu-Syangikai sebagai jalan untuk menentukan nasib
sendiri. Pada saat kemerdekaan, dr. AK. Gani mengumpulkan para pemimpin laskar-laskar
dan meminta kesediaan untuk menjadikan Badan Penjaga Keamanan Rakyat (BPKR)
sebagai komando utama.
Palembang terus berkembang dengan cepat seiring dengan kemajuan perekonomian
Palembang yang merupakan kota perdagangan dan jasa sejak masa lalu. Pada tahun 1960
berdiri Universitas Sriwijaya, tahun 1962-1964 dibangun jembatan Ampera yang merupakan
pampasan Jepang. Keberadaan Jembatan Ampera menandai semakin berkembangnya
11
transportasi darat dan semakin surutnya transportasi air. Hal ini juga memiliki pengaruh
pada permukiman tradisional yang umumnya terletak di tepi sungai Musi.
Sejak tahun 1990 telah dilakukan pembebasan lahan di Jakabaring, wilayah di
Seberang Ulu yang merupakan lahan rawa, yang kemudian direklamasi dengan pasir dari
sungai Musi, tempat ini kemudian dibangun kompleks stadion olahraga yang dipergunakan
sebagai arena PON XVI tahun 2004. Pemerintah kota membangun RSUD Palembang Bari
tipe C di Seberang Ulu. Selanjutnya juga dikembangkan perkantoran Pemerintah dan Pasar
Induk di Seberang Ulu. Untuk mengembangkan wilayah, Palembang membangun Jalan
Lingkar barat dan Jalan Lingkar Selatan.
ini, di samping akibat terjadinya kekeringan karena drainase, juga diakibatkan oleh adanya
alih fungsi rawa untuk kepentingan ekonomi kota (seperti untuk pembangunan jalan,
perumahan dan permukiman secara kolektif). Satuan Geomorfik sungai di daerah kota
Palembang, daerah penyebarannya mengalami tekanan, karena dipengaruhi oleh nilai
ekonomi lahan. Pola aliran sungai di Kota Palembang dapat digolongkan sebagai pola aliran
dendritik, artinya merupakan ranting pohon, di mana dibentuk oleh aliran sungai utama
(Sungai Musi) sebagai batang pohon, sedangkan anak-anak sungai, seperti sungai Sekanak,
sungai Bendung, dan sungai Lambidaro dan sungai lainnya sebagai ranting pohonnya. Pola
aliran sungai seperti ini mencerminkan bahwa, daerah yang di aliri sungai tersebut memiliki
topograpi mendatar. Dengan kekerasan batuan relatif sama (uniform) sehingga air
permukaan (run off) dapat berkembang secara luas, yang akhirnya akan membentuk pola
aliran sungai (river channels) yang menyebar, ke daerah tangkapan aliran sungai (catchment
area). Sungai utama yang mengaliri kota, dan yang membelah dua daerah kota Palembang,
adalah sungai Musi, dan beberapa anak sungai, yang diperkirakan sebanyak + 68 buah
sungai yang masih berfungsi, yaitu dari jumlah + 108 buah sungai. Semua sungai tersebut
bermuara ke sungai Musi di antaranya; seperti sungai Ogan, sungai Komering, sungai
Sekanak, sungai Bendung, sungai Baung, sungai Lambidaro, sungai Gandus, dan sungaisungai yang terdapat di daerah Seberang Ulu, seperti sungai Kedukan. Beberapa nama
sungai dan kondisinya saat ini kurang terpelihara (terlampir). Di samping itu beberapa
sungai lainnya, yang tidak bermuara ke sungai Musi, adalah seperti sungai Kenten yaitu
yang bermuara ke sungai Lalan di Kabupaten Banyuasin. Sungai-sungai tersebut memiliki
beberapa anak sungai tersendiri, dan masing- masing membentuk subsistem sungai dengan
pola aliran dendritik pula. Namun secara regional subsistem sungai yang paling berpengaruh
terhadap evolusi geomorfologi daerah Kota Palembang adalah subsistem sungai Bendung,
sungai Sekanak, dan sungai Kedukan. Oleh karena itu, bentang alam wilayah Kota
Palembang secara lokal termasuk ke dalam subsistem sungai Musi (Musi River Basin).
Secara umum tanah yang dijumpai di sekitar aliran sungai di kota Palembang adalah
yang dibentuk oleh alluvial hidromorf endapan liat. Satuan geomorfik seperti ini sebagian
dimanfaatkan untuk areal persawahan, atau perladangan, terutama di daerah limpahan banjir
seperti yang terdapat di Kecamatan Seberang Ulu II, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir
Timur II (Merah Mata) dan Kecamatan Seberang Ulu I (daerah Plaju). Fungsi sungai di
Kota Palembang sebelumnya adalah sebagai alat angkutan sungai ke daerah pedalaman,
sekarang sudah banyak berubah fungsinya, antara lain sebagai drainase dan untuk
pengedalian banjir. Fungsi anak-anak sungai yang semula sebagai daerah tangkapan air,
sudah banyak ditimbun untuk kepentingan sosial, sehingga berubah fungsinya menjadi
permukiman, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya, rata-rata laju alih fungsi ini diperkirakan
adalah sebesar + 6 % per tahun. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa, kemajuan atau
perkembangan daerah pada satuan geomorfik sungai akan sangat dipengaruhi oleh kondisi
14
sungai itu sendiri. Artinya perubahan sistem sungai di kota Palembang, selain terjadi karena
faktor alami, dapat juga terjadi oleh faktor non-alami. Secara geomorfik perubahan bentang
alam pada satuan geomorfik di Kota Palembang berkaitan dengan; (1) adanya sidementasi
sungai, yang bertanggung jawab terhadap pendangkalan sungai, atau penyebab terjadinya
penyempitan (bottle neck) seperti di daerah Mariana Kecamatan Seberang Ulu I,
(2) penambangan pasir sungai atau gravel pada dasar sungai, yang akan berdampak kepada
pendalaman cekungan, (3) pemanfaatan dataran pada bentaran sungai, untuk permukiman,
persawahan, serta (4) aktivitas lain yang akan berinteraksi dengan atau yang berdampak
pada aliran sungai, seperti penimbunan rawa untuk kepentingan pembangunan (seperti jalan,
perumahan, dan permukiman secara massal), kegiatan industri, yang membuang sampah,
limbah cair, padat, cairan kimia ke dalam sistem sungai dan anak sungai yang ada, sehingga
terjadi perusakan lingkungan, (5) terjadi penebangan hutan secara (liar) illegal di daerah
hulu sungai.
Guna mengantisipasi terjadinya degradasi lingkungan sungai, maka diperlukan
adanya sistem manajemen lingkungan sungai dan anak sungai yang komprehensif, dan
program monitoring yang berkelanjutan terhadap segala aktivitas pembangunan yang
berinteraksi dengan aliran sungai. Implementasi program dalam rangka pemantauan
dan/atau pengendalian dampak yang berpotensi mendegradasi kualitas lingkungan sungai,
tentunya harus melibatkan banyak unsur (lintas sektoral) setidaknya mencakup elemen
masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai dan unsur pemerintahan dari kawasan hulu
(up-streams) dengan wilayah hilir (down-streams) sehingga dengan demikian kemampuan
untuk melakukan koordinasi atau bersinergi secara baik dari semua komponen tersebut akan
menjadi kunci dari keberhasilan dalam menjaga kualitas dan kesinambungan pembangunan
satuan geomorfik sungai di kota Palembang.
Tanaman Pangan dan Hortikultura. Salah satu dari sumber daya alam di kota
Palembang adalah Pertanian Tanaman pangan dan Hortikultura, Peternakan dan Perikanan.
Komoditas Pertanian tidak merupakan skala prioritas daerah, sehingga arah pembangunan
Pertanian Kota Palembang lebih mengacu kepada sistem Agropolitan, dengan titik beratnya
pada sektor Agrobisnis dan Agroindustri. Sektor dan subsektor ini bukan merupakan sektor
unggulan untuk mendukung ekonomi Kota Palembang. Kondisi ini terlihat dari adanya
penurunan pertumbuhan pertanian dari 0,69 % pada tahun 1998, menjadi sebesar 0,60 %
pada tahun 2005. Sampai dengan tahun, 2004 luas areal Pertanian dan Hortikultura
berdasarkan tipelogi lahan di kota Palembang, adalah seluas + 29.653 Ha, yaitu terlihat pada
lampiran Tabel 2. Potensi lahan Pertanian dengan tipelogi ini tersebar di Kecamatan Ilir
Timur II, seperti daerah Sukabangun, Kenten, Ilir Barat I Kecamatan Gandus, Kecamatan
Seberang Ulu II, daerah Musi II dan Sebagian Kecamatan Plaju. Peluang pertanian kota
Palembang, mengacu kepada pola pertanian intesifikasi, dan diversifikasi (optimalisasi)
lahan yang tersedia, dengan pola Agrobisnis (seperti tanaman jenis hortikultura, buah15
buahan, rambutan jenis Aceh, serta berbagai sayur-sayuran organik (non pestisida), yang
dalam pelaksanaannya dianjurkan untuk menggunakan bibit tanaman usia pendek antara
40-100 hari telah dilakukan panen. Subsektor Agroindustri peternakan dan perikanan pola
pertaniannya dilakukan dengan cara pemeliharaan ikan secara intensif melalui running
water system, penggemukan sapi potong (patening system), ternak kambing, ternak unggas
itik, ayam petelur dan ayam buras. Kesemuanya itu dilakukan dengan pola pembinaan
wilayah pertanian Agropolitan, yang dipusatkan pada sentra pertanian di kecamatan Gandus.
Peternakan. Program peternakan dan perikanan di kota Palembang ini pada
hakikatnya adalah pembangunan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Sehingga dikenal dalam sistem pertanian secara luas, istilah ini sebagai
konsep pembangunan sistem usaha agribisnis dan agrindustri. Pada Tabel terlampir
ditunjukkan keadaan populasi ternak selama tahun 2004-2005 di kota Palembang, dari Tabel
3 terlampir terlihat perkembangan populasi ternak.
Mengacu kepada hal tersebut, maka konsep pembangunan peternakan kota
Palembang, diarahkan kepada pencapaian sasaran pokok, yaitu berupa perbaikan tingkat
pendapatan dan kesejahteraan petani, dengan melalui peningkatan konstribusi peternakan
terhadap pendapatan usaha tani. Untuk itu ada 3 (tiga) subsistem yang akan menjadi fokus
perhatian Pertama, subsistem hulu yang diarahkan pada usaha memaksimalisasi
pemanfaatan sumber daya lokal, sehingga potensi daerah dapat menjadikan spesifik wilayah
(unggulan). Kedua, sub-sistem tengah (off farm) yang akan diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan produktivitas persatuan ternak, dengan berusaha menekan angka kematian
ternak akibat berbagai kasus penyakit, dengan cara memberikan makanan tambahan
(supplement). Hal ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan usaha untuk menaikkan
kualitas produksi dan populasi ternak. Ketiga, subsistem hilir yang diarahkan kepada upaya
untuk mengoptimalkan fungsi pemasaran, yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
tukar ternak dan hasil ternak. Ketiga fungsi dari subsistem tersebut akan berjalan baik
apabila unsur pemerintahan bersama dengan masyarakat, swasta dan koperasi dapat
berperan secara aktif untuk saling mendorong dan mendukung dalam membentuk kerjasama
yang saling menguntungkan.
Perikanan. Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di kota Palembang,
terutama perikanan tangkap, mengalami kenaikan 1,5 % per tahun, terutama untuk perairan
umum. Demikian juga dengan RTP perikanan budidaya air tawar secara intensif, sistem
karamba apung mengalami kenaikan sebesar 1,6 % per tahun. Dari jumlah RTP tersebut,
komunitas petani ikan, ternyata masih terkonsentrasi kepada penangkapan di perairan umum
(35%), sedangkan budidaya air tawar, terkendala dengan penyediaan benih ikan. Potensi
pembibitan ini perlu menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan untuk tahun-tahun
mendatang di daerah Kota Palembang. Usaha budidaya ikan di Kota Palembang terus
berkembang yang meliputi budidaya ikan intensif, di dalam sangkar karamba (running
16
water system), dan budidaya kolam air tenang yang dilakukan untuk jenis ikan tertentu,
seperti patin, nila, gurami dan lele, seperti terlihat pada Tabel 4 terlampir.
Nilai produksi perikanan Kota Palembang mengalami penurunan. Nilai produksi
tahun 2003 mencapai Rp. 57.844.382.500 dengan produksi 9.088.500 kg, menjadi Rp
37.261.348,50 pada tahun 2004, dengan produksi sebesar 8.374,18 kg, namun pada tahun
2005 nilai ini meningkat menjadi Rp 46.092.589 dari produksi 6.325 kg. Nilai produksi ini
akibat berkurangnya pasokan, bukan dari produksi.
Produksi Ikan. Secara umum produksi perikanan di Kota Palembang menurun,
terlihat dari Tabel 5 terlampir, tentang produksi ikan darat dan sungai, terutama produksi
budidaya air tawar, walaupun konsumsi per kapitanya lebih tinggi dari nasional yaitu 22,5
kg/per kapita/th, menjadi sebesar, + 28,5 kg/per kapita/tahun (lihat Tabel 5 lampiran).
Untuk jenis perikanan tangkapan, yang dilakukan di perairan umum, seperti di
sungai Musi dan beberapa anak sungai, pada tahun 2005, sebesar + 328 Ton. Sementara itu,
pada kegiatan perikanan budidaya untuk air tawar, karamba dan tambak, produksi tahun
2005 mencapai +3.679 ton, atau mengalami penurunan sebesar +1,2% bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar +4120,48 ton. Produksi perikanan Kota Palembang
ini, selain dikonsumsi segar, sebagian diawetkan, dan diolah menjadi ikan asin, permentasi
(ikan bekasam), dan pengasapan (ikan salai). Beberapa jenis ikan air tawar yang banyak
dijadikan produk ikan awetan, seperti salai (asap), ikan asin adalah dari jenis gabus, sepat
siam, baung, lais. Total produksi perikanan Kota Palembang di perairan umum pada tahun
2005 adalah lebih rendah dibandingkan produksi kolam /tambak, yaitu + 328 ton. Produksi
ini mengalami penurunan rata-rata sebesar +8,9% apabila dibanding tahun 2004. Produksi
perikanan kolam pada tahun 2005 adalah sebesar +2.839 ton, artinya mengalami penurunan
sebesar +1,5% dibanding tahun sebelumnya. Hasil perikanan ini, pada umumnya selain
dikonsumsi, juga dipasarkan secara lokal, di beberapa pasar tradisional. Ketentuan yang
berlaku untuk usaha perikanan di Kota Palembang, didasarkan kepada Perda Tk.I. Sumatera
Selatan, Nomor 18 Tahun 1984, dan SK Gubernur Tk. I Sumatera Selatan Nomor 11 Tahun
1984, tentang pemberian izin Usaha Perikanan, di mana dalam peraturan tersebut dijelaskan
bahwa setiap usaha penangkapan ikan dan hasil laut lainnya, kegiatan budidaya laut serta
kapal penangkapan dan pengangkutan ikan serta hasil laut lainnya harus memiliki izin, yaitu
Izin Usaha Perikanan (IUP) dan Surat Izin Kapal Perikanan (SIKP). Izin tersebut
dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Selatan, atas nama
Gubernur Sumatera Selatan, dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kota Palembang.
Mengenai tata cara pengajuan izin telah ditetapkan dalam SKL Mentan Nomor
815/KPTS/IK/120/II/90 tentang perizinan usaha perikanan. Setiap kegiatan usaha perikanan
yang tidak mempunyai izin usaha perikanan dan izin kapal perikanan, harus mempunyai
surat Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan (TPKP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota
Palembang cq. Dinas Pertanian Kota Palembang, berdasarkan pada Perda Kota Palembang
17
setiap tahunnya banyak menyebabkan kematian ikan di aliran sungai yang terdapat di Kota
Palembang. Pencemaran ini terjadi pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a. Terjadinya proses pembusukan akar dan tumbuhan air yang terjadi dirawa-rawa sekitar
Kota Palembang, yang bersifat asam, yang kemudian dihanyutkan oleh aliran sungai
ke sungai Musi.
b. Bahan kimia dan limbah dari pabrik, (Pupuk, Pengilangan Minyak, crude palm oil
(CPO, Crum rubber) serta dari lahan pertanian yang menggunakan insektisida,
semuanya ini berasal dari daerah hulu kota Palembang.
c. Limbah domestik dari rumah tangga.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran di perairan ini, Dinas
Pertanian Kota Palembang berperan sebagai anggota pengawasan limbah cair Kota
Palembang. Badan Pengawasan Lingkungan Hidup (BAPEDALDA) Kota Palembang
berfungsi sebagai koordinator. Kegiatan monitoring dilakukan biasanya pada awal musim
hujan, atau pada saat pabrik tidak melakukan aktivitas, hal ini masih terbatas hanya
dilakukan di perairan terbuka seperti, sungai.
Perikanan Perairan Umum. Sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan, maka budidaya ikan dilaksanakan tidak terbatas di kolam-kolam
pemeliharaan, atau tambak, tetapi dapat juga dilakukan di perairan terbuka, seperti di
sungai, danau. Sedangkan di perairan yang menyangkut kepentingan umum, maka perlu
adanya penetapan lokasi dan luas daerah, serta cara menggunakannya, agar tidak
mengganggu kepentingan umum. Demikian pula dengan pola usaha, tidak terbatas pada
skala kecil atau besar. Maka program perlindungan terhadap usaha budidaya perikanan tetap
merupakan keharusan, yaitu dengan mengatur lokasi lahan usaha, perlindungan dari
pencemaran perairan. Dalam rangka perlindungan budidaya ikan di kota Palembang, upaya
yang sedang dilakukan masih terbatas pada pengamatan terhadap kegiatan budidaya dan
mengkonsentrasikan pada lokasi tertentu, terutama untuk mendukung kegiatan Program
Agropolitan. Pencapaian keberhasilan subsektor perikanan, pada tahun 2004 menunjukan
bahwa rumah tangga perikanan (RTP) untuk perikanan tangkap dan budidaya adalah sebesar
+ 110 KK, untuk jumlah nelayan pada kegiatan perikanan tangkap berjumlah + 75 KK. Alat
tangkap di perairan umum berjumlah + 150 unit, luas areal budidaya Kolam ikan air
tawar/lebak + 500 Ha, Kolam + 15 ha, Karamba sangkar sebanyak + 100 Unit. Produksi
perikanan tangkap di perairan umum + 100 ton, budidaya air tawar/lebak sebesar + 100 ton.
Produksi ikan olahan dari perairan umum sebesar + 100 ton. Hasil perikanan ini, umumnya
masih dipasarkan secara lokal di dalam Kota Palembang, sedangkan produk olahan seperti
salai, ikan asin terutama ikan beku (cold storage,) banyak dipasarkan ke luar negeri, seperti
ke Jepang dan Amerika.
19
Beberapa peluang yang mungkin ada pada subsektor perikanan di kota Palembang
ini antara lain tersedianya perairan yang cukup luas, terutama untuk pengembangan
budidaya air tawar, seperti usaha air deras, karamba (running watters) yaitu di sepanjang
sungai Musi, sungai Komering, sungai Ogan, semuanya bermuara ke sungai Musi. Adanya
dukungan sumber daya bahan baku pakan ikan (palawija, tepung ikan, dedak padi, pellet)
untuk mendukung usaha penyediaan pakan ikan pada sistem budidaya ini. Tersedianya
sistem pemasaran yang sangat strategis, dilihat dari aspek geografis, di dalam maupun ke
luar negeri Untuk pemasaran produk tersier (hasil olahan) dilakukan melalui rumah makan
terapung, hotel dan kegiatan pariwisata yang banyak ditemukan dan berkembang di kota
Palembang. Kebutuhan akan protein hewani asal ikan yang dianjurkan secara nasional ratarata + 22,5 kg/kap/tahun, dapat sebagai lapangan usaha yang cepat menghasilkan (quick
yeilding), sesuai dengan program yaitu untuk mendukung Agropolitan di Kota Palembang.
Sementara itu ancaman yang mungkin akan terjadi pada subsektor Perikanan, di
Kota Palembang diperkirakan antara lain dengan makin cepat terjadinya alih fungsi perairan
rawa, lebak menjadi permukiman, menjadi lahan industri, di mana hal ini akan mengancam
produk olahan (sekunder) dicold storage, yaitu mulai terancam karena sumber bahan ikan
olahan, makin berkurang karena alih fungsi lahan, dan pencemaran perairan, sehingga akan
mengurangi pendapatan asli daerah (PAD) dari subsektor perikanan. Kurangnya tenaga
pembimbing di sektor perikanan ini, juga menyebabkan lambatnya perkembangan ekonomi
yang berbasis perikanan, atau pertanian lainnya. Hal ini merupakan ancaman terhadap
pendapatan dan tingkat kesehatan, kesejahteraan keluarga nelayan di kota Palembang.
Beberapa kelemahan lain yang terdapat di subsektor perikanan antara lain adalah
terbatasnya sarana prasarana perikanan, seperti pembenihan, Balai Benih ikan (Hatchery),
Lembaga Keuangan dan kemampuan para petugas di lapangan seperti petugas penyuluh
lingkungan (PPL) serta penerapan teknologi di subsektor perikanan air tawar. Kelemahan
lain yang ada pada sektor perikanan adalah akses untuk memperoleh permodalan yang
rendah, sehingga petani dan nelayan kesulitan dalam mengembangkan usahanya. Pola
pemeliharaan ikan yang dilaksanakan umumnya masih berskala kecil (non economic scale),
sehingga menyebabkan belum tercapainya efisiensi usaha pada skala ekonomi (masih
merupakan usaha sambilan) yang belum mengarah kepada cabang usaha perikanan.
Partisipasi pihak swasta untuk menumbuhkembangkan perikanan rakyat masih lambat.
Masih belum tertatanya lahan sebagai basis budidaya perikanan secara konsisten, yang
dituangkan kedalam Rencana Tata Ruang Daerah (RTRD), sehingga menjadi hambatan bagi
para investor untuk berinvestasi di subsektor perikanan di Kota Palembang.
Kebijaksanaan penetapan sentra produksi perikanan Kota Palembang diarahkan ke
lokasi daerah hulu, seperti di daerah Gandus, di sungai Musi, Rambutan di sungai
Komering, dan Inderalaya di daerah sungai Ogan, hal ini menghindari kerugian dan agar
terhindar dari polusi industri. Strategi kegiatan perikanan dan pertanian Kota Palembang
20
secara umum sebaiknya diarahkan kepada kegiatan off farm, seperti pengembangan lembaga
pendidikan, penyediaan fasilitas pembibitan, dan pemasaran hasil perikanan, sedangkan
kegiatan on farm diarahkan dengan menggunakan pola Agropolitan, yaitu dengan
memanfaatkan adanya kerjasama dengan daerah perbatasannya.
Lingkungan Hidup. Sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup seyogyanya
harus dikelola dengan baik demi menjamin keberlanjutan pembangunan (sustainable
development) secara nasional atau regional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah adalah menjadi prasyaratan utama untuk
diimplementasikan ke dalam kebijaksanan serta peraturan perundang-undangan. Prinsipprinsip tersebut saling sinergis serta melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan
yang baik, yang mendasarkan kepada asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas,
sehingga akan mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup. Percepatan pembangunan di kota Palembang juga menyebabkan
terjadinya berbagai permasalahan, di antaranya kondisi kualitas air permukaan sehingga
memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini
dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap kehidupan, terutama manusia yang
populasinya semakin besar.
Hutan Kota. Kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) Kota Palembang adalah seluas
20-30% dari total luas wilayah. Saat ini kota Palembang memiliki + 450 Ha ruang terbuka
hijau (RTH) yang di kelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang. Total
ruang terbuka hijau meliputi + 550 Ha, atau + 20 %, dengan kondisi saat ini + 30,43 Ha,
Hutan kota di areal SMB II Talang Betutu, Hutan Wisata Punti Kayu, dari total luas kota
Palembang; + 43,1 Km 2 . Walaupun kota Palembang tidak memiliki areal hutan produksi,
ternyata restribusi (PAD) dari kayu olahan mencapai 10.724.761 m3, dan non kayu (Damar)
83 Kg.
Sampai dengan Tahun 2020, kota Palembang ditantang untuk mewujudkan
ketersediaan RTH sebesar + 30 % sesuai dengan PERDA RTRWK Kota Palembang.
Semuanya ini memerlukan kesadaran warga kota untuk dapat terlibat penuh dalam
pengelolaan dan pengembangan hutan kota, serta keanekaragaman hayati di kota
Palembang, sehingga diperlukan usaha untuk memelihara kualitas lingkungan kota.
Beberapa permasalahan lingkungan yang dihadapi Kota Palembang ke depan antara
lain:
Sampah dan Limbah Kota. Data negatif tentang permasalahan sampah dan limbah
kota baik di tingkat internasional dan nasional cukup banyak. Berdasarkan catatan dari dinas
kebersihan dan keindahan kota Palembang pada tahun 2004. Produksi sampah mencapai,
angka rata-rata + 5.500m 3 per hari dengan laju pertumbuhan sampah + 3 % per tahunnya,
terlampir Tabel 6 menunjukan produksi sampah kota Palembang dari tahun 2004-2005.
Besarnya timbunan sampah tersebut, dipastikan akan semakin bertambah seiring dengan
21
22
a. Basis data kekayaan SDA dan lingkungan dikelola secara profesional sebagai rujukan
dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengestimasi berbagai potensi SDA dan
lingkungan hidup dalam rangka kebijakan yang tepat.
b. Kebijaksanaan lingkungan hidup, yang diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan
sektor yang lain dengan cara-cara (a) pemberian kebijakan ruang hidup yang luas bagi
rakyat serta kerjasama antarkomponen masyarakat kota, yang tercerminkan pada
komitmen politik pemerintah, (b) peningkatan koordinasi antar komponen pemerintah,
masyarakat dan swasta (c) pengaruh utama prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan ke seluruh bidang disertai peningkatan koordinasi pengelolaan lingkungan
hidup di tingkat nasional dan daerah.
c. Kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup ditingkatkan dengan cara
(a) pengembangan penanganan masalah yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang
bersifat musiman dan bencana, (b) peningkatan penyebaran data informasi lingkungan,
informasi wilayah-wilayah yang rentan dan rawan terhadap bencana, (c) informasi
kewaspadaan dini terhadap bencana.
d. Melaksanakan kontrol sosial yang dapat dilakukan dengan cara (a) pembangunan
kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, (b) peningkatan peran
aktif masyarakat dalam memantau kualitas lingkungan hidup, dan (c) peningkatan
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum terkait dengan
pelanggaran eksploitasi lingkungan hidup.
e. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan tentang keterjaminan air yang mencakup
(i) jaminan ketersediaan pangan, (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, (iii)
perlindungan ekosistem, normalisasi sungai, (iv) pembagian sumber daya air
antarwilayah yang berkaitan, (v) penanggulangan resiko, (vi) pemberian nilai air, (vii)
penguasaan air secara bijaksana.
f. Pembagian infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan global, terutama
dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan infrastruktur juga harus
mempertimbangkan kebutuhan Kota Palembang di masa datang yang terlihat dari
beberapa indikator keberhasilan: (i) meningkatnya indeks baku mutu kualitas udara di
seluruh wilayah kota Palembang, (ii) meningkatnya kualitas/baku mutu air tanah
maupun air olahan, (iii) meningkatnya kualitas/baku mutu tanah, (iv) meningkatnya
kualitas/baku mutu pangan, (v) meningkatnya cadangan sumber daya energi di
perkotaan, (resources endowment), (vi) meningkatnya indeks keberlanjutan
pembangunan kota (sustainable development index), (vii) optimalisasi pembangunan
bagian wilayah kota, secara terkendali, dan terpacu, serta pencukupan kebutuhan dasar,
(viii) pengelolaan persampahan, dengan cara menaikkan kapasitas angkut gerobak dan
mobil sampah, penyediaan landasan kontener, berfungsinya TPA sampai 100 %.
23
Secara terinci kepadatan penduduk per kelurahan dan kepadatan penduduk per-kilometer
persegi dapat dilihat pada lampiran Tabel 9.
Terkonsentrasinya penduduk di dalam satu wilayah sedangkan wilayah lainnya
relatif kosong akan menyebabkan terjadi pengkonterasian wilayah ekonomi dan sosial. Di
daerah yang sangat padat penduduk akan terjadi benturan-benturan kepentingan, sehingga
rawan untuk terjadinya masalah kriminalitas. Juga memungkinkan munculnya wilayahwilayah kumuh dengan segala akibat turunannya, seperti masalah kebersihan lingkungan.
Sementara daerah yang jarang penduduk dapat ditata secara baik. Namun, dari sisi lain,
perkembangan perekonomian dan sosial pada wilayah yang relatif kosong akan relatif
lambat.
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin mengalami perubahan. Sex rasio pada
tahun 2002: 98,45, tahun 2004 sex rasio: 102,97 dan tahun 2005: 93,42. Suatu fenomena
yang menarik penduduk Palembang tahun 2002 dan 2005 lebih banyak penduduk
perempuan sedangkan tahun 2004 lebih banyak penduduk laki-laki (Lampiran Tabel 10).
Perubahan sex rasio dari keadaan tahun 2002, tahun 2004 dan tahun 2005
menunjukkan ada perubahan pada komponen demografi: pertumbuhan alami (selisih antara
kelahiran dan kematian) atau faktor migrasi. Mengingat kurun waktu yang relatif singkat
maka diduga perubahan ini terjadi karena faktor migrasi. Pada tahun 2004, sex rasio
menurut kelompok umur menunjukkan bahwa hampir di setiap kelompok umur penduduk
usia kerja, sex rasio di atas 100 (Tabel 11). Ada 2 penyebab, kemungkinan pertama, migrasi
masuk ke Palembang lebih banyak laki-laki atau kedua, migrasi keluar lebih banyak
perempuan.
Sex rasio menurut kelompok umur tahun 2005 (Lampiran Tabel 11) menunjukkan
pola yang sama dengan sex rasio tahun 2002 dan berbeda dengan sex rasio tahun 2004.
Pada kelompok umur kerja, sex rasio menunjukkan di bawah 100, terutama pada kelompok
umur kerja. Diduga, pada tahun 2005 banyak laki-laki Palembang yang bermigrasi keluar.
Migrasi keluar ini dapat disebabkan perpindahan tempat kerja maupun karena menempuh
atau melanjutkan pendidikan.
Selanjutnya, dengan menggunakan konsep bahwa tenaga kerja adalah penduduk 15
tahun ke atas maka banyaknya penduduk usia kerja (tenaga kerja) di Kota Palembang pada
tahun 2004 sebanyak 908.817 jiwa atau 69,24% dari jumlah penduduk pada tahun tersebut
terdiri 438.403 perempuan dan 470.414 laki-laki. Sementara, banyaknya tenaga kerja tahun
2005: 956862 jiwa atau 71,47% sebanyak 493.030 perempuan dan 463.832 laki-laki
(Lampiran Tabel 11).
Tidak semua penduduk usia kerja masuk ke dalam angkatan kerja, sebagian lainnya
termasuk bukan angkatan kerja. Proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja
disebut TPAK (tingkat partisipasi angkatan kerja).
Selanjutnya, dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2000, diketahui angka
25
pengangguran pada tahun tersebut adalah sebesar 13,46% terdiri dari 10,46% laki-laki dan
19,29% penganggur perempuan. Tahun 2002, angka pengangguran di Kota Palembang
adalah 15,94%. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Sumatera Selatan angka
pengangguran di Kota Palembang paling tinggi; OKU 1,73%, OKI 6,12%, Muara Enim
5,23%, Lahat 4,61%, Musi Rawas 2,06% dan Musi Banyuasin 3,18%. Sebaliknya, pada
tahun yang sama (tahun 2002) angka setengah pengangguran di Kota Palembang (31,14%)
relatif rendah dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera Selatan, OKU 57,23%, OKI
61,27%, Muara Enim 43,68%, Lahat 65,75%, Musi Rawas 68,12% dan Musi Banyuasin
56,65%.
Angka pengangguran mendeskripsikan maksimal curahan waktu kerja. Jika curahan
waktu kerja kurang dari 36 jam per minggu (di negara maju 42 jam per minggu) maka
dinyatakan sebagai setengah menganggur, bekerja tidak penuh, dan mereka bekerja di
bawah jam kerja normal. Dengan demikian, angka setengah pengangguran 31,14%
menunjukkan bahwa ada 31,14% dari jumlah penduduk kota ini yang bekerja di bawah jam
kerja normal sedangkan 68,86% lainnya bekerja dengan jam kerja penuh. Ini berarti tingkat
optimalisasi pekerja di Palembang cukup tinggi. Angka pengangguran dan setengah
pengangguran sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya output yang dihasilkan dan
kemiskinan.
Angka pengangguran di Kota Palembang terus mengalami peningkatan, tahun 2004
menjadi 17,64% (BPS Kota Palembang, 2005). Tingginya angka pengangguran ini antara
lain disebabkan para pencari kerja umumnya memilih bekerja di sektor formal. Pilihan ini
menyebabkan sebagian pencari kerja yang tidak diterima di sektor ini akan bersedia
menganggur dan sebagian lagi akan lari ke sektor informal. Data BPS (2003) menunjukkan
penduduk Palembang yang bekerja di sektor formal 37,06%, di sektor informal 45,59%
sedangkan yang tidak bekerja 17,35%. Apakah jumlah yang menganggur (rasio antara
pencari kerja dan jumlah angkatan kerja) ini akan terus bertambah atau dapat diturunkan?
Selanjutnya, dengan target Pemkot Palembang akan mencapai rata-rata pertumbuhan
ekonomi 6% per tahun maka ada optimisme bahwa permasalahan pengangguran dapat
dieliminasi. Target untuk menurunkan tingkat pengangguran dapat terealisasi jika target
pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Pemkot dapat mengurangi pengangguran lewat
penyediaan lapangan kerja atau penyediaan akses bagi setiap pencari kerja agar mereka
dapat membantu diri sendiri (self help).
Kemiskinan. Secara konseptual, penduduk miskin adalah penduduk yang tidak
mempunyai kemampuan dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan makanan dan non
makanan yang bersifat mendasar (BPS, 2003). Dengan demikian, penduduk miskin adalah
penduduk yang pengeluarannya di bawah GK (garis kemiskinan) yang dihitung berdasarkan
kelompok referensi. Sementara kelompok referensi didefinisikan sebagai penduduk kelas
marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas GK. Garis
26
di Kota Palembang lebih maju. Jumlah penduduk yang cukup banyak merupakan kekuatan
dalam pembangunan. Di sisi lain kualitas SDM yang mampu untuk berkompetensi dan
berdaya saing merupakan keunggulan.
Namun SDM yang berkualitas akan menjadi ancaman jika sekiranya kelompok ini
tidak tertampung pada pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang dipunyai.
Bargaining position dari SDM yang berkualitas lebih tinggi dan umumnya mereka
menghendaki bekerja di sektor-sektor formal. Bila tidak tertampung di sektor yang sesuai
dengan aspirasi mereka, kemungkinan untuk migrasi keluar akan lebih tinggi. Adanya
otonomi daerah membuat berbagai Kabupaten dan Kota lainnya membuka peluang-peluang
kerja baru dan ini menjadi daya tarik bagi SDM yang berkualitas untuk masuk dan pindah
ke Kabupaten atau Kota lainnya. Sementara, tenaga-tenaga kerja yang kurang berkualitas
akan bermigrasi masuk ke Palembang dan mereka akan masuk ke sektor-sektor informal.
Migrasi masuk ke Palembang jika tidak dikendalikan dan tidak segera memperoleh
pekerjaan akan menyebabkan permasalahan pengangguran. Sementara tingkat
pengangguran di kota Palembang pada saat ini relatif tinggi dibandingkan dengan Kota dan
Kabupaten lain di Sumatera Selatan. Permasalahan lainnya adalah kepadatan penduduk yang
tidak merata. Hal ini akan membuat kekumuhan pada wilayah-wilayah yang padat penduduk
dan terciptanya kantong-kantong kemiskinan.
Dari sisi lain, Pemkot Palembang cukup berhasil dalam pembangunan di bidang
kependudukan. Angka setengah pengangguran rendah menunjukkan optimalisasi dalam
pekerjaan. IPM dalam konteks nasional berada pada rangking 50 menunjukkan keberhasilan
dalam meningkatkan human capital. Keberhasilan ini ditunjang oleh keberhasilan dalam
meningkatkan derajat dan layanan kesehatan dan tingkat pendidikan.
2.2.2.2. Prediksi
Ada 3 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu: angka kelahiran
(fertilitas), angka kematian (mortalitas), dan migrasi. Angka kelahiran di kota Palembang
pada tahun 2004 adalah 2,9% (Renstra Palembang). Angka ini lebih rendah dari angka
kelahiran di masa lalu yang mencapai di atas 3%. Penurunan angka kelahiran ini sebagai
akibat meningkatnya kualitas layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat.
Ditargetkan pada Renstra, angka kelahiran penduduk kota Palembang pada tahun 2008
menjadi 2,4%. Layanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat yang semakin baik
akan berdampak pada angka kematian; angka kematian juga menjadi rendah. Semua ini
merupakan capaian keberhasilan dari sektor kependudukan.
Di sisi lain, diperkirakan angka migrasi keluar relatif tinggi. Pemekaran daerah
dengan dibukanya permukiman-permukiman baru di lokasi kabupaten tetangga sebagai
salah satu sebab migrasi keluar yang semakin banyak. Faktor lain adalah terbukanya
kesempatan kerja di kota dan kabupaten lain sebagai akibat Otonomi Daerah (OTDA).
28
OTDA membuat pemerintah setempat memerlukan pekerja baru untuk menduduki dan
menjalankan roda pemerintahan. OTDA juga membuat kota dan kabupaten lain semakin
tumbuhkembang yang ditandai dengan semakin berkembangnya perekonomian.
Penurunan ataupun pertumbuhan penduduk bila tidak terkendali akan menimbulkan
permasalahan, terutama permasalahan ketenagakerjaan. Bila pertumbuhan penduduk tinggi
maka permasalahannya adalah ketidakcukupan lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah
pencari kerja yang semakin tahun semakin bertambah. Dengan kata lain, jika penawaran
tenaga kerja lebih besar dari permintaannya maka dampak lebih lanjut adalah tingkat
pengangguran akan menjadi tinggi. Sebaliknya, pada konteks penurunan penduduk yang
cukup besar maka yang muncul adalah kekurangan tenaga kerja yang akan menjalankan
roda perekonomian. Sebagai suatu Negara Kesatuan, kota Palembang dapat mengimpor
tenaga kerja dari kota dan kabupaten lain. Akan tetapi, ini bukan jalan keluar yang baik,
sebab tidak dapat mengestimasi seberapa besar kebutuhan tenaga kerja selama
25
tahun ke depan.
Prediksi Penduduk. Seperti dinyatakan pada analisis terdahulu bahwa
pertumbuhan penduduk per tahun periode 1990-1995 adalah 3,4%, periode 1995-2000:
1,4% dan menurun menjadi -1,62% pada periode 2000-2005. Berdasarkan 3 periode
tersebut maka rata-rata pertumbuhan penduduk Palembang adalah 1,06% per tahun. Namun
seperti diketahui bahwa dilakukan revisi atas data kependudukan tahun 2000, dengan
demikian angka penduduk tahun 2000 tidak dapat dijadikan basis perhitungan proyeksi.
Oleh karena itu prediksi kependudukan Kota Palembang ke depan akan menggunakan ratarata pertumbuhan selama periode 1990-2005: 1,22% per tahun. Sampai tahun 2025, jumlah
penduduk Kota Palembang adalah sebanyak 1.708.761 jiwa.
Selanjutnya, dengan semakin meningkatnya pendidikan sebagian besar penduduk
maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) akan semakin meningkat dan ini terjadi
untuk kedua jenis kelamin. TPAK perempuan tahun 2000: 34,52 dan tahun 2004: 39,37
berarti terjadi peningkatan TPAK perempuan dengan rata-rata 1,21 per tahun. Sementara
TPAK laki-laki memperlihatkan gambaran sebagai berikut: tahun 2000: 72,14 dan tahun
2004: 80,38 maka dengan demikian berarti TPAK meningkat dengan rata-rata: 2,06 per
tahun. Berdasarkan peningkatan TPAK tersebut maka jumlah angkatan kerja Kota
Palembang sampai tahun 2025 adalah sebagaiman terlampir pada Tabel 16.
Dengan demikian, jumlah angkatan kerja di Kota Palembang terus mengalami
peningkatan, di sisi lain jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan. Untuk
angkatan kerja perempuan, sampai tahun 2025 baru mencapai 65% dari seluruh tenaga
kerja; sedangkan untuk waktu yang sama angkatan kerja laki-laki hampir mencapai 98%.
Secara keseluruhan jumlah angkatan kerja perempuan dan laki-laki tahun 2010 diprediksi
mencapai 690.697 jiwa, tahun 2015: 779.822 jiwa, tahun 2020: 870.633 jiwa dan tahun
2025 akan mencapai: 969.784 jiwa (terlampir pada Tabel 17).
29
Prediksi Pengangguran. Tidak semua angkatan kerja masuk ke dalam pasar kerja,
sebagian masih mencari kerja atau menganggur. Data memperlihatkan angka pengangguran
tahun 2000 sebesar 13,46%, tahun 2002: 15,94% dan tahun 2004: 17,64%; dan dari angka
penganggur tahun 2004, angka penganggur perempuan: 28,88% dan laki-laki: 11,50%. Bila
merujuk angka ini, apakah jumlah pengangguran akan dapat diturunkan? Sebab, dalam
Renstra Kota Palembang 2004-2008, pemerintah Kota Palembang mentargetkan pada tahun
2008 tingkat pengangguran di Kota Palembang 6%.
Untuk mencapai tingkat pengangguran 6% pada tahun 2008 maka perlu menekan
atau mengurangi angka pengangguran sekitar 2,91% per tahun (merupakan rata-rata antara
angka pengangguran tahun 2004 dan target 6% tahun 2008). Setelah tahun 2008,
diasumsikan penurunan angka pengangguran tidak sebesar 2.91%. Hal ini disebabkan
dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja maka persaingan di pasar kerja akan juga
meningkat sehingga pasar kerja tidak dapat menyerap tenaga kerja sebanyak tahun-tahun
sebelumnya (Lihat lampiran pada Tabel 10).
Kemampuan untuk menurunkan angka pengangguran antara lain dengan
meningkatkan perekonomian, mendorong masuknya investasi, birokrasi yang kondusif,
mengurangi beban pajak bagi investor yang baru masuk, retribusi daerah dan membangun
infrastruktur. Sifat permintaan tenaga kerja adalah derived demand dan perkembangan
ekonomi yang pesat akan membuat semakin besarnya peluang terbukanya lapangan kerja,
sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan dieliminasi. Diprediksi pertumbuhan
ekonomi Kota Palembang untuk masa depan adalah 7% per tahun (Lampiran Tabel 19)
Prediksi Kemiskinan. Kemiskinan dapat dieliminasi melalui kebijakan secara
langsung maupun tidak langsung. Kebijakan langsung adalah upaya mengentaskan
kemiskinan dengan memberi bantuan langsung seperti memberi dana IDT, JPS dan BLT.
Sementara kebijakan tidak langsung lewat pemberdayaan SDM melalui peningkatan mutu
modal manusia (human capital). Dengan human capital yang baik berarti suatu daerah
memiliki SDM berkualitas. Dampak dari SDM berkualitas adalah dapat menciptakan
peluang pekerjaan dan hal ini pada periode berikutnya dapat mengurangi barisan
pengangguran, dan oleh karena itu tingkat pengangguran menjadi rendah.
Berikut gambaran IPM Kota Palembang tahun 2002 dan 2004 (Tabel 18). Ada
peningkatan nilai Angka Harapan Hidup dan Konsumsi Riel per kapita, dan ada pula
parameter yang mengalami penurunan yakni Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama
Sekolah, pada tahun 2004 dibandingkan tahun 2002. Dari hasil perhitungan ini ternyata
nilai IPM Kota Palembang meningkat dari 71,2 menjadi 73,1. Namun, dalam konteks
nasional peringkat IPM mengalami penurunan, dari rangking 50 menjadi rangking 58. Ini
berarti ada kota dan atau kabupaten lain di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.
30
Diprediksi semua nilai indikator komposit ini akan meningkat, seiring dengan
peningkatan layanan kesehatan, kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, terbukanya
akses terhadap lapangan pekerjaan dan perkembangan perekonomian. Sebagai contoh:
angka harapan hidup dan konsumsi riel per kapita yang semakin meningkat akan terus
diupayakan untuk mendekati kondisi ideal. Tentu saja upaya ini harus mencakup nilai dari
angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
Selanjutnya, dengan nilai IPM Kota Palembang 71,2 pada tahun 2002 atau 73,1 pada
tahun 2004, status pembangunan manusia Kota Palembang telah masuk ke dalam kategori
menengah ke atas maka untuk 20 tahun ke depan akan berada pada kategori tinggi dengan
nilai IPM > 80.
Peningkatan kategori IPM sebagai indikasi keberhasilan dalam menekan IKM.
Pada tahun 2002, nilai IKM Kota Palembang 16,0 dan secara nasional berada pada rangking
45. Diprediksi, 20 tahun kedepan rangking IKM dapat lebih rendah lagi. Adapun faktor
yang mendukung keberhasilan dalam menekan IKM adalah: (1) AHH yang semakin tinggi
berarti angka kematian sebelum usia 40 tahun akan semakin rendah, (2) keberhasilan dalam
meningkatkan pendidikan, terutama untuk pendidikan 9 tahun akan menyebabkan ABH
menjadi menurun, (3) semakin terbukanya akses kepada kesehatan dan air bersih, dan (4)
peningkatan layanan kesehatan akan membuat angka balita kurang gizi akan semakin
menurun.
Keberhasilan dalam meningkatkan IPM dan menekan IKM sebagai indikasi
keberhasilan menurunkan angka kemiskinan. Jika pada tahun 2003 ada sebanyak 9,75%
kelompok miskin di Kota Palembang, maka ditargetkan angka kemiskinan menjadi 5,54%
pada tahun 2008 akan tercapai. Dengan asumsi semua indikator komposit IPM dapat
ditingkatkan dan IKM dapat diturunkan maka diprediksi mendekati tahun 2025 jumlah
penduduk yang miskin relatif sedikit.
2.2.3. Ekonomi dan Keuangan
2.2.3.1. Kondisi dan Analisis
Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Kota
Palembang yang tercermin dalam laju kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
rata-rata selama kurun waktu 2000-2004 atas dasar harga konstan 2000 dengan migas adalah
sebesar 5,69 persen dan tanpa migas sebesar 6,77 persen per tahun. Pertumbuhan masingmasing sektor ekonomi relatif bervariasi. Sektor-sektor yang tumbuh di atas rata-rata adalah:
sektor bangunan (8,31%), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (8,09%), sektor listrik,
gas dan air bersih (7,42%), pengangkutan dan komunikasi (9,67%), sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan (6,95%), sedangkan sektor-sektor lainnya tumbuh di bawah
rata-rata. Lebih lengkap terdapat pada lampiran Tabel 19.
31
(tanpa migas). Secara umum nilai PDRB per kapita Kota Palembang berdasarkan harga
konstan 2000 dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan, namun relatif lambat,
(lihat Tabel 21, terlampir).
Perubahan Tingkat Harga. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk
melihat stabilitas dalam perekonomian adalah tingkat inflasi yang terjadi di suatu daerah.
Tingkat inflasi merupakan proses perubahan naik-turunnya tingkat harga barang dan jasa.
Tingkat inflasi sering digunakan sebagai tolok ukur penyesuaian gaji, upah, dan kompensasi
sosial lainnya.
Perkembangan tingkat inflasi di Kota Palembang dari tahun 2000 sampai dengan
tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan data pada Tabel tersebut dapat diketahui
bahwa tingkat inflasi di Kota Palembang relatif berfluktuasi dan sejalan dengan
perkembangan tingkat inflasi nasional.
Ekonomi Sektoral. Potensi ekonomi sektoral secara relatif dapat diketahui dengan
analisis location quotient (LQ). Pada umumnya cara ini digunakan untuk melihat
keunggulan sektoral dari suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Besaran nilai
LQ dapat digunakan sebagai indikator awal untuk melihat sektor-sektor ekonomi yang
potensial (apakah memiliki atau tidak memiliki keunggulan) sektoral dibandingkan dengan
keadaan secara rata-rata pada tingkat Provinsi.
Konsep LQ menyatakan bahwa bila besaran LQ suatu sektor pada suatu daerah lebih
dari 1 (LQ 1), menandakan bahwa kegiatan sektor ekonomi ini mempunyai potensi yang
dapat dikembangkan. Alasan sektor ini berpotensi untuk dikembangkan adalah karena sektor
tersebut surplus dan memiliki keuntungan lokasi pada daerah bersangkutan.
Sebaliknya bila besaran nilai LQ 1, maka memberikan indikasi bahwa sektor
ekonomi tersebut tidak berpotensi karena tidak memiliki keuntungan lokasi dan sektor ini
tidak mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Sektor yang memiliki nilai LQ 1
disebut sebagai sektor basis, yaitu suatu sektor yang keberadaannya pada suatu wilayah
tertentu berhubungan langsung dengan permintaan dari luar. Sedangkan bila besaran LQ 1
maka disebut sektor bukan basis, yaitu sektor yang hanya melayani kebutuhan lokal.
Dengan menggunakan data PDRB Kota Palembang dan PDRB Provinsi Sumatera
Selatan kurun waktu 2000-2003, maka diperoleh besaran LQ masing-masing sektor di Kota
Palembang. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa di Kota Palembang terdapat
6 sektor basis, yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan
jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Masuknya 6 sektor ini ke dalam sektor basis sangatlah
relevan dengan peran 6 sektor tersebut dalam membentuk PDRB Kota Palembang yang
dominan.
Peluang. (1) Adanya kemauan yang kuat dari Pemerintah Kota dan tuntutan dunia
usaha dan masyarakat untuk membangun sistem ekonomi yang lebih demokratis; (2)
33
Globalisasi yang mendorong terbukanya pasar (mobilitas orang dan barang lebih
meningkat); (3) Posisi Palembang sangat memungkinkan menjadi sentra perdagangan dan
bisnis lainnya di wilayah Sumatera Bagian Selatan; (4) Semakin dikedepankannya peran
serta BUMN, BUMD, dan lembaga keuangan dalam mendukung pembangunan daerah; (5)
Dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat; (6) Semakin disadarinya konsep
otonomi daerah, sehingga daerah bisa berkembang sesuai dengan potensinya.
Ancaman. (1) Adanya anggapan Kota Palembang sebagai kota yang tingkat
kriminalitasnya tinggi sehingga aspek keamanan sangat dikhawatirkan oleh pendatang, baik
sebagai pelaku bisnis maupun wisatawan biasa; (2) Akibat tingginya mobilitas barang, maka
produk-produk yang sejenis dengan produk-produk yang dihasilkan Kota Palembang dapat
didatangkan dari daerah lain, bahkan dari luar negeri; (3) Ancaman terjadinya ketimpangan
distribusi pendapatan (Globalisasi memungkinkan berkembangnya kegiatan-kegiatan usaha
modern, efisien dan professional, yang akan semakin jauh meninggalkan usaha-usaha
tradisional); (4) Kecemburuan sosial (Globalisasi memungkinkan pelaku-pelaku pasar dari
luar menekan dan menguasai pelaku-pelaku pasar dari Palembang); (5) Ancaman
kriminalitas.
Permasalahan. (1) Kondisi keamanan Kota Palembang yang masih relatif labil; (2)
Pengelolaan lembaga yang relatif belum profesional (masalah koordinasi dan tumpang
tindih kewenangan masih sering muncul); (3) Masih lemahnya struktur permodalan dan
terbatasnya akses terhadap sumber permodalan bagi sebagian besar pengusaha kecil dan
menengah; (4) Jiwa kewirausahaan para pelaku bisnis masih relatif rendah (terutama
pengusaha-pengusaha kecil); (5) Koordinasi dan kerjasama antarlembaga pendukung
kegiatan usaha masih relatif kurang; (6) Informasi pasar dan jaringan usaha relatif belum
tersedia; (7) Terbatasnya kemampuan pengusaha dalam memanfaatkan dan memperluas
peluang dan akses pasar; (8) Rendahnya penguasaan dan akses teknologi dan informasi.
Keuangan Daerah. Perkembangan aktivitas pemerintahan dan pembangunan Kota
Palembang memerlukan dukungan dana yang memadai. Kinerja pengelolaan keuangan
daerah tercermin dari pengeloaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada
setiap tahunnya. Untuk mengetahui kondisi dan perkembangan dalam pengelolaan keuangan
daerah dapat dicerminkan oleh analisis masing-masing pos dalam APBD Kota Palembang
yaitu pos penerimaan daerah, pos belanja daerah, dan pos pembiayaan. Struktur APBD
merupakan satu kesatuan yg terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan.
Pendapatan adalah semua penerimaan yg merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
yg menjadi penerimaan kas daerah. Belanja adalah semua pengeluaran yg merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas daerah.
Pembiayaan adalah transaksi keuangan untuk menutup defisit untuk memanfaatkan surplus.
Pos Penerimaan. Pengelolaan sumber-sumber penerimaan daerah Kota Palembang
belum optimal. Hal ini terlihat dari belum dimanfaatkan sepenuhnya data kapasitas fiskal
34
untuk menentukan target-target. Tingkat kemandirian fiskal juga relatif rendah karena PAD
masih relatif rendah dibanding dana perimbangan (13% berbanding 87%).
Sejak otonomi dilaksanakan tahun 2001, penerimaan daerah Kota Palembang masih
didominasi oleh penerimaan yang berasal dari dana perimbangan. Pada tahun 2002,
besarnya realisasi dana perimbangan sebesar 88,59 persen (Rp 395,23 milyar) dan masih
bertahan hingga tahun 2005 sebesar 87,76 persen (Rp 555,15 milyar). Sementara itu, PAD
hanya memberikan kontribusi terhadap penerimaan daerah tahun 2002 sebesar 11,41 persen
(Rp 51,29 milyar) dan meningkat sedikit tahun 2005 sebesar 12,24 persen (Rp 77,42
milyar).
Peranan PAD sebagai sumber pendapatan daerah masih relatif belum bisa
diandalkan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Hal ini dikarenakan
data tentang kapasitas fiskal Kota Palembang tidak dimiliki sehingga penentuan target yang
dianggarkan masih bersifat incremental. Jika disimak derajat desentralisasi PAD Kota
Palembang berkembang sangat lambat. Hal ini terlihat bahwa rasio antara PAD dengan total
penerimaan daerah masing-masing sebesar 11,41%; 12,20%; 11,15%; 12,24% untuk tahun
2002, 2003, 2004, 2005.
Potensi real PAD Kota Palembang belum diketahui secara benar karena data yang
digunakan estimasi target masih didasarkan pada persentase kenaikan dari tahun
sebelumnya. Ini terlihat pada realisasi pencapaian target anggaran PAD sangat fluktuatif.
Komponen dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil bagi keuntungan perusahaan
daerah, penerimaan dinas-dinas, dan penerimaan lain yang sah menunjukkan peningkatan
yang relatif moderat. Kenaikan berkisar antara 20 persen sampai dengan 30 persen sehingga
rata-rata kenaikan PAD diprediksi sebesar 20 persen.
Desentralisasi fiskal mencerminkan upaya untuk meningkatkan peran dan
kemampuan daerah dalam membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah
sendiri. Hal ini belum terbukti seluruhnya karena desentralisasi fiskal belum mendorong
kemandirian daerah. Sebagai ilustrasi, bahwa rata-rata derajat desentralisasi PAD hanya
sebesar 18,48 persen, derajat desentralisasi bagi hasil pajak daerah hanya sebesar 21,42
persen, dan derajat bantuan yang berasal dari pemerintah yang lebih tinggi sebesar 60,10
persen rata-rata per tahun periode 1993-2005. Informasi tersebut menunjukkan terjadinya
kesenjangan fiskal secara vertikal.
Pos Belanja. Belanja daerah atau pengeluaran daerah dalam APBD memiliki fungsi
penting dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan Kota Palembang.
Ada hal menarik selama pelaksanaan otonomi tahun 2001-2005 bahwa belanja
apartur lebih dominan dibanding belanja publik. Ini menunjukkan proporsi untuk pelayanan
publik masih belum optimal.
Realisasi belanja daerah tahun 2002 yang ditargetkan sebesar Rp 500,78 milyar
terealisasi sebesar Rp 459,08 milyar atau 91,67 persen. Sementara itu untuk tahun 2005
35
rencana anggaran belanja daerah sebesar Rp 718,37 milyar hanya teralisasi sebesar Rp
635,51 milyar atau 88,46 persen.
Proporsi belanja aparatur dibanding belanja untuk pelayanan publik masih senjang
dan tidak proporsional. Jika pemerintah kota berfungsi untuk memberikan pelayanan publik
kepada warganya, maka proporsi belanja untuk pelayanan publik harus ditingkatkan.
Sebagai ilustrasi realisasi belanja aparatur tahun 2002 sebesar Rp 363,39 milyar dan
meningkat menjadi sebesar Rp 422,68 milyar tahun 2005 atau tumbuh persen 5,17 persen
per tahun. Sementara itu, belanja untuk pelayanan publik tahun 2002 sebesar Rp 95.69
milyar dan meningkat menjadi Rp 212,30 milyar tahun 2005 atau meningkat sebesar 30
persen per tahun.
Tingkat kenaikan belanja pelayanan publik cukup besar, tetapi proporsinya relatif
lebih rendah dibanding belanja aparatur. Hal ini mencerminkan jumlah nominal belanja
pelayanan publik masih relatif kecil dan tingkat efisiensi untuk belanja aparatur perlu
ditingkatkan. Data menunjukkan bahwa perbandingan belanja aparatur dengan belanja
pelayanan publik tahun 2002 adalah 79,16 persen dibanding 20,84 persen. Pada tahun 2005
perbandingan tersebut sedikit berubah yaitu 66,51 persen berbanding 33,49 persen.
Pos Pembiayaan, Sumber pembiayaan daerah masih sangat terbatas karena daerah
masih sulit mengembangkan dana pinjaman, baik domestik maupun dari luar negeri. Hal ini
tentu akan membatasi kemampuan daerah dalam membuat perencanaan yang bersifat
program oriented untuk mempercepat kemajuan Kota Palembang.
Analisis yang digunakan terhadap kondisi keuangan daerah Kota Palembang
meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Beberapa kekuatan dalam
pengelolaan keuangan daerah adalah: (1) potensi PAD masih bisa ditingkatkan dengan
pertumbuhan yang semakin besar; (2) sumber penerimaan dana perimbangan semakin besar;
(3) prioritas belanja daerah akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta disiplin
anggaran; (4) pembiayaan dalam APBD mempunyai peran penting dalam mencerminkan
kinerja anggaran; dan (5) semakin jelas prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan.
Kelemahan yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain:
(1) belum ada data base yang akurat untuk semua kapasitas fiskal daerah; (2) penetapan
target masih bersifat kenaikan; dan (3) kebutuhan belanja aparatur lebih besar dari belanja
publik berarti belum ada upaya peningkatan pelayanan publik yang signifikan.
Peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain: (1) potensi penerimaan daerah baik
yang bersumber dari PAD maupun dana peimbangan memiliki peluang untuk dioptimalkan;
(2) intensifikasi PAD belum optimal sehingga memiliki peluang untuk ditingkatkan; dan (3)
peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas masih terbula luas terutama pada sisi
belanja daerah sesuai dengan prinsip anggaran.
36
Ancaman dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan daerah antara lain: (1)
semakin besar kebutuhan anggaran daerah yang tidak bisa dibiayai; (2) munculnya berbagai
potensi penyimpangan pada semua pos dalam APBD; dan (3) terjadinya praktik-praktik
negosiasi atau kompromi yang melanggar hukum dan merugikan anggaran daerah.
2.2.3.2. Prediksi
Ekonomi. Beberapa prediksi kondisi ekonomi Kota Palembang antara lain:
1. Semakin berkembangnya perekonomian secara umum dan khususnya sektor-sektor
ekonomi yang potensial, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa
2. Semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas fasilitas pendukung berupa sarana dan
prasarana perkotaan
3. Letak geografis Kota Palembang yang strategis, memungkinkan aktivitas ekonomi dan
non ekonomi dapat dilakukan di Kota Palembang, sehingga mendatangkan dampak
eksternalitas positif bagi Kota Palembang.
4. Prediksi Program Pembangunan Ekonomi antara lain: (a) Program pengembangan
kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah; (b) Program
pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha, mikro, kecil, dan menengah; (c)
Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi; (d) Program peningkatan iklim
investasi dan realisasi investasi; (e) Program penyiapan potensi sumber daya, sarana dan
prasarana daerah; (f) Program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan
keamanan; (g) Program pengembangan pemasaran pariwisata; (h) Program
pengembangan destinasi pariwisata; (i) Program pengembangan kemitraan; (j) Program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir sungai; (k) Program peningkatan dan
pengembangan ekspor; (l) Program peningkatan efisiensi perdagangan dalam negeri; (m)
Program pembinaan pedagang kaki lima dan asongan; (n) Program peningkatan
kapasitas iptek sistem produksi industri; (o) Program pengembangan industri kecil dan
menengah; (p) Program penataan struktur industri; dan (q) Program pengembangan
sentra-sentra industri potensial.
Keuangan Daerah. Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan
peluang sektor keuangan daerah dapat dilakukan beberapa prediksi sebagai berikut:
Penerimaan. Prediksi penerimaan daerah antara lain sebagai berikut
(1) peningkatan sisi penerimaan harus dipercepat sesuai dengan kapasitas fiskal daerah. (2)
intensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah terus dilakukan dengan penerapan law
enforcement yang bijak, terutama kemandirian fiskal. (3) intensifikasi potensi pajak daerah
dan retribusi daerah yang tergolong major taxes. (4) ekstensifikasi sumber-sumber
potensial yang memiliki kontribusi relatif besar dan relatif permanen sebagai pajak daerah
dan retribusi daerah. (5) peningkatan efisiensi dan efektivitas penerimaan pajak daerah dan
37
retribusi daerah: (a) intensifikasi pada major lokal tax seperti Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir; (b) intensifikasi major lokal
retribution: Retribusi IMB, Retribusi Pasar, Retribusi Parkir Tepi Jalan, Retribusi Terminal,
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; (c) memberikan insentif dan biaya operasional
yang memadai agar tidak terjadi tawar-menawar
Belanja. Prediksi untuk belanja daerah meliputi beberapa sasaran antara lain seperti
(1) disiplin anggaran dalam belanja daerah sehingga efisien dan efektif; (2) prioritas belanja
daerah untuk pelayanan publik yang semakin besar; (3) pembelanjaan untuk menambah
aset-aset daerah diusahakan yang produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah; dan (4) berkurangnya berbagai penyimpangan dalam pengelolaan belanja daerah
sehingga tercapai transparansi dan akuntablitas APBD.
Pembiayaan. Prediksi untuk pembiayaan daerah masih menghadapi beberapa
kendala
antara lain: (1) masih terbatasnya sumber-sumber pembiayaan daerah;
(2) dibutuhkan pola pengembangan sumber-sumber pembiayaan daerah untuk mempercepat
kemajuan dan kemamuran kota; (3) meningkatnya koordinasi, sinkronisasi, sinergi,
antardinas, instansi atau badan untuk mendukung peningkatan pembiayaan daerah; dan
(4) berlakunya shock therapy berupa reward dan punishment sesuai dengan prinsipprinsip law enforcement.
Secara akumulatif prediksi dalam pengelolaan keuangan daerah baik pada sisi
penerimaan, belanja daerah, dan pembiayaan membutuhkan langkah-langkah strategis
antara lain: (1) melengkapi data base obyek dan subyek fiskal yang bisa di up date; (2)
intensifikasi difokuskan pada major tax agar rasio penerimaan dengan cost of collection
semakin tinggi; (3) melengkapi sarana dan prasarana operasional tim intensifikasi
penerimaan daerah; (4) memperbaruhi tarif pajak dan retribusi sesuai dengan peraturan yang
berlaku; (5) melakukan penetapan target anggaran sesuai dengan kapasitas atau potensi
penerimaan, belanja, dan pembiayaan daerah.
Dalam pembangunan jangka panjang pengeloaan keuangan daerah Kota Palembang
akan dikembangkan melalui beberapa cara yaitu: (a) pengembangan manajemen keuangan
daerah yang transparan, akuntabel, dan efektif; (b) revitalisasi sektor-sektor jasa keuangan
untuk memperkuat sumber-sumber pembiayaan daerah; (c) peningkatan kemampuan fiskal
daerah yang adil dan berpihak pada kebutuhan masyarakat; (d) peningkatan kesadaran
masyarakat akan haknya baik sebagai warga kota yang mempunyai wajib pemilih dan wajib
pajak.
2.2.4. Sosial, Budaya, dan Politik
2.2.4.1. Kondisi dan Analisis
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Penyandang masalah kesejahteraan
sosial adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat, yang karena sesuatu
38
hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dan
karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik jasmani, rohani, maupun
sosialnya dengan memadai dan wajar. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat
berupa kemiskinan, kecacatan, ketunasusilaan, keterbelakangan, perubahan lingkungan
secara mendadak (bencana alam), dan lainnya. Penyandang masalah kesejahteraan sosial ini
dikelompokkan dalam 8 kelompok, yaitu anak, wanita, lanjut usia, penyandang cacat, tuna
sosial, penyalahgunaan narkoba, keluarga dan masyarakat.
Tabel 31 (terlampir) memperlihatkan bahwa besaran anak terlantar dan anak jalanan
relatif tinggi di Kota Palembang, begitu juga jumlah anak terlantar populasinya cukup
banyak di Sumatera Selatan. Hampir setiap kota/kabupaten memiliki anak terlantar dan
nakal yang besarnya cukup signifikan sebagai masalah anak yang meminta perhatian secara
serius. Dibandingkan dengan data anak di jalanan, yang besarannya relatif kecil, tetapi
dalam kenyataannya merupakan masalah besar dan menjadi masalah nasional yang perlu
penanganan secara khusus. Tidak ada data dan informasi tentang karakteristik, kondisi fisik,
sosialekonomi dan keluarga anak terlantar dan anak nakal. Padahal dalam UUD 1945,
disebutkan dalam pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar menjadi kewajiban dan
tanggungan negara untuk memeliharanya.
Sementara itu, anak jalanan berdasarkan pendataan dan sensus oleh Dinas
Kesejahteraan Sosial Provinsi tahun 2001 di empat kota, yaitu Palembang, Baturaja, Lahat,
dan Lubuk Linggau, terdapat sekitar 2.288 anak jalanan. Dengan perincian, kota Palembang
sekitar 1.647 anak, Baturaja sekitar 201 anak, Lahat sekitar 171 anak dan Lubuk Linggau
sekitar 268 anak. Dari 2.288 anak jalanan, sekitar 28% melakukan kegiatan di pasar
tradisional, di simpang jalan/jalan raya hanya sekitar 21%, tempat pembuangan sampah
sekitar 11%. Jenis kegiatan yang dilakukan sebagian besar (53%) adalah
pedagang/pengasong (seperti jual koran, kantong asoi, jualan rokok), pemulung sebesar
19%, semir sepatu sekitar 12%. Dilihat dari pendidikan anak jalanan, maka sekitar 70%
anak adalah masih sekolah, terbesar di sekolah dasar.
Organisasi sosial maupun lembaga sosial masyarakat yang menangani penyandang
masalah sosial secara kuantitas cukup banyak, namun tidak semua penyandang masalah
sosial didampingi. Data organisasi sosial sebagai wadah pendampingan maupun pembinaan
penyandang masalah sosial berdasarkan sumber Dinas Kesos Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2005 di Kota Palembang ada sekitar 114 organisasi sosial. Penyandang masalah yang
paling banyak di dampingi adalah anak terlantar, anak jalanan, fakir miskin, lanjut usia dan
penderita cacat dengan sistem panti maupun non-panti.
Pendidikan. Mutu sumber daya manusia di Kota Palembang jika dikaitkan dengan
tingkat pendidikan formal relatif cukup baik dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain
di Sumatera Selatan. Tingkat angka partisipasi sekolah tahun 2000 (BPS, Susenas, 2001)
39
penduduk umur 7-12 tahun rata-rata sekitar 95,58%; umur 13-15 tahun rata-rata sekitar
78,47%, dan umur 16-18 tahun sekitar 48,76%, serta 14,0% untuk umur antara 19-24 tahun.
Data angka partisipasi sekolah berdasarkan kelompok umur tahun 2000, 2003 dan 2004
disajikan dalam Tabel 32 (lampiran).
Begitu juga penduduk umur 10 tahun ke atas menurut tingkat pendidikan yang
ditamatkan. Berdasarkan hasil Susenas 2000 (BPS, 2001) bahwa 68,03% penduduk umur 10
tahun ke atas hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah (tidak pernah sekolah dan
belum tamat SD 33,66%, tamat SD 34,37%); 29,2% berpendidikan menengah (setingkat
SLTP dan SLTA) dan hanya 2,77% yang berpendidikan tinggi, yaitu diploma dan
universitas. Tabel 33 pada lampiran memperlihatkan kondisi penduduk menurut pendidikan
tertinggi yang ditamatkan berdasarkan hasil Susenas tahun 1995, tahun 2000, tahun 2003
dan tahun 20004, serta persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang buta huruf dalam
Tabel 34. Sedangkan jumlah fasilitas pendidikan di Kota Palembang tahun 2001 dan tahun
2004 berdasarkan wilayah kecamatan disajikan dalam tabel 35, terlampir.
Perguruan tinggi yang ada di Kota Palembang masih relatif terbatas, khususnya
untuk bidang studi eksakta. Terdapat 3 perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Sriwijaya,
IAIN Raden Fatah, dan Politenik Negeri Sriwijaya, sedangkan perguruan tinggi swasta
sebanyak 7 Universitas, 25 Sekolah Tinggi, Akademi atau setingkat Diploma III sebanyak
19 dan Politenik swasta sebanyak 3. Data perkembangan perguruan tinggi sampai dengan
awal tahun 2005, jumlahnya masih tetap sama, kecuali jumlah akademi atau setingkat
Diploma III yang mengalami penurunan, menjadi 17 akademi/Diploma III.
Rasio program studi eksakta dengan non-eksakta masih jauh kesenjangannya, karena
hampir 75% merupakan bidang non-eksakta. Bidang studi Ekonomi yang nampaknya
mendominasi, disusul bidang studi Kesehatan (Kesehatan Masyarakat) dan Komputer.
Meskipun wilayah Sumatera Selatan memiliki potensi yang besar sebagai sumber energi
yang tidak terbarukan seperti batubara, minyak bumi dan gas, dan energi yang terbarukan
seperti panas bumi, energi air, biomassa dan coal belt methan, namun masih relatif terbatas
perguruan tinggi yang memiliki bidang studi keenergian, minyak dan gas.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM adalah salah satu indikator
pengukuran yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah atau
negara. IPM dinyatakan dalam tiga dimensi pembangunan manusia, yaitu lama hidup yang
diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang diukur berdasarkan ratarata lama sekolah dan angka melek huruf, dan standar hidup yang diukur dari pengeluaran
per kapita.
Indeks pembangunan manusia di Sumatera Selatan pada tahun 1999 adalah sebesar
63,90 dan berada pada urutan ke-16 dari 26 Provinsi, sedangkan pada tahun 2002 besarnya
IPM adalah 65,95 mengalami kenaikan, namun masih belum mengubah urutan dan masih
tetap berada dalam urutan ke-16. Sedangkan indeks pembangunan manusia di Kota
40
41
Wong Palembang memiliki adat perkawinan yang khas, walaupun pada saat ini
perkawinan secara adat sudah banyak bagian-bagiannya yang ditinggalkan. Secara
keseluruhan tahap-tahap dalam adat perkawinan Palembang meliputi 10 tahapan, antara lain:
madik, menyenggung, melamar, sekali lagi keluarga laki-laki mengirim utusan ke keluarga
perempuan, memutus kato, ngulemi besan, upacara akad nikah, nganter keris, ngocek
bawang, dan munggah pengantin.
Produk kerajinan tangan yang terkenal adalah kain tenun songket yang dibuat dari
bahan benang kapas dan benang sutera. Tenun Songket biasanya diberi motif berwarna
emas, dan benang emas yang dipakai adalah benang emas cabutan, benang emas Sartibi dan
benang emas Bangkok. Kain tenun Songket mempunyai warna yang khas dan motif hiasnya
yang indah, dapat dipergunakan sebagai busana, mahar, busana kebesaran adat pengantin
maupun koleksi yang berharga.
Selain itu, Masjid Agung dan Benteng Kuto Besak adalah peninggalan bersejarah
bagi masyarakat Sumatera Selatan, yang dibangun pada akhir abad ke-18. Beberapa warisan
budaya lainnya seperti Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Taman Purbakala Ki Gede Ing
Suro, Sabokingking, Kawah Tengkurep dan seni ukir Palembang yang pengaruh Cina atau
Budha masih menonjol.
Pemberdayaan Perempuan. Secara normatif kaum perempuan mempunyai hak,
kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki di segala bidang, demikian
pula keterlibatan dan tanggung jawab dalam pembangunan dan tuntutan untuk berperan
serta dalam pembangunan. Namun, dalam fakta kehidupan sosial, baik disektor domestik
maupun publik, menunjukkan bahwa perempuan tidak saja dibedakan, tetapi juga
mengalami eksploitasi dan ditempatkan pada kasta terrendah (Budiman,1991). Di sektor
domestik, ayah, saudara atau anak laki-laki seringkali memperoleh hak-hak istimewa yang
berbeda dengan ibu, saudara atau anak perempuan, baik dalam kehidupan komunitas
tradisionalnya maupun dari kebijakan pemerintah. Demikian halnya di sektor publik, baik
dalam kehidupan sosial, percaturan politik, ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia,
perempuan acapkali tidak memperoleh manfaat yang sama dalam kesempatan, sumber daya
maupun hasil-hasil pembangunan dan pelecehan hak asasi manusia. Perempuan selalu dalam
posisi tawar yang lebih rendah, tidak memperoleh akses dalam proses pengambilan
keputusan, serta tidak memperoleh berbagai kesempatan untuk beraktualisasi. Dengan
singkat kata, dalam semua bidang, perempuan tidak otonom.
Berdasarkan penelitian di 33 negara, PBB harus menyatakan bahwa tidak ada negara
mana pun di dunia yang memperlakukan perempuan sejajar dengan laki-laki. Tidak peduli
ideologi negara, ataupun tingkat kemakmurannya, negara kaya atau miskin, tetap
menganggap perempuan subordinat daripada laki-laki. Laporan ini menyusun suatu
peringkat mengenai persamaan laki-laki dan perempuan yang kriterianya adalah tingkat
pendapatan, pendidikan dan kesempatan hidup kaum perempuan setempat. Jepang, misalnya
42
yang berpendapatan tinggi, hanya menduduki peringkat ke-17 soal perlakuan laki-laki
terhadap perempuan. Amerika Serikat, negara super liberal demokrasi hanya menduduki
peringkat ke 14, meski dalam soal pendapatan menduduki posisi ke 4 (The World
Women,UN, New York, 1992).
Meskipun hubungan jender berada dalam ruang lingkup pribadi, dalam kenyataan
negara semakin berperan mengatur kehidupan pribadi melalui perpajakan, jaminan sosial,
imigrasi, hukum kebangsaan, peraturan perburuhan, di samping undang-undang perkawinan
dan keluarga. Dalam bidang politik formal, sudah tidak perlu disebut lagi representasi yang
rendah dari perempuan secara universal. Misalnya saja hasil pemilihan umum legeslatif
tahun 1999 dari 44 Anggota DPRD Kota Palembang yang berjenis kelamin perempuan
hanya 3 orang, yaitu dari PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Begitu juga pemilihan umum
legeslatif tahun 2004 yang lalu, jumlah jumlah caleg perempuan jumlahnya lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah caleg laki-laki, sehingga tetap saja jumlah perempuan sebagai
anggota DPRD kecil.
Dalam keluarga, perempuan tidak mempunyai identitas yang independen, karena
dimasukan dalam identitas yang legal dari suami. Seringkali keluarga dinggap sebagai
tempat pelembagaan inferioritas perempuan serta superioritas laki-laki yang pertama,
karena secara tradisional yang dianggap pantas jadi kepala keluarga adalah laki-laki.
Struktur keluarga tradisional menciptakan pelembagaan hak, kewajiban, waktu,
pengupahan, pembagian kerja, dan nilai yang berbeda kepada setiap anggota keluarga, di
mana laki-laki menduduki posisi puncak.
Berbagai pertumbuhan terjadi berdasarkan pelanggaran hak-hak ekonomi
perempuan, melalui implementasi yang lemah dari hak-hak civil dan politik mereka, serta
status kultural dan sosial perempuan yang masih rendah. Belum lagi peran ganda
perempuan, tidak ada perempuan yang dibayar untuk melakukan pekerjaan domestik,
padahal ini essensial demi berlangsungnya kehidupan.
Dalam upaya mempercepat proses pembangunan pemerintah kota telah
memberikan perhatian pada peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan.
Perempuan merupakan sumber daya potensial yang harus dikembangkan secara maksimal,
sehingga dapat berperan dalam proses di berbagai bidang pembangunan. Namun demikian,
masih relatif rendah peran, kedudukan, tangung jawab dan penghargaan yang diberikan
kepada perempuan. Kenyataan ini dapat dilihat dari data kondisi di beberapa bidang dan
sektor di Kota Palembang yang masih dikuasai oleh laki-laki. Meskipun jumlah pegawai
negeri sipil perempuan lebih besar daripada laki-laki, tahun 2000 misalnya PNS perempuan
sebanyak 10.945 orang sedangkan PNS laki-laki 5.433 orang. Begitu juga data pada tahun
2004 jumlah PNS perempuan lebih besar daripada PNS laki-laki.
Kehidupan Beragama. Pembangunan bidang agama merupakan pembangunan
mental spiritual, membentuk budi pekerti, keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
43
Maha Esa. Bidang ini sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat untuk masa sekarang
dan yang akan datang dan merupakan filter dari pengaruh luar yang dapat merusak akhlak
dan iman warga masyarakar pemeluk keyakinan agamanya. Meskipun kepercayaan dan
agama yang dipeluk warga masyarakat di Kota Palembang beragam, namun mayoritas
warga masyarakat memeluk agama Islam.
Dari segi tempat peribadatan, khususnya untuk umat Islam, setiap tahunnya
jumlahnya terus meningkat. Jumlah masjid tahun 2001 sebanyak 551 unit dan tahun 2004
menjadi sebanyak 635 unit begitu jumlah mushola dan langgar setiap tahunnya mengalami
penambahan dan tersebar di wilayah kelurahan. Sedangkan tempat peribadatan lainnya,
seperti gereja jumlahnya 20 unit dan vihara atau kuil sebanyak 12 unit dan 1 unit pura.
Solidaritas keagamaan antar umat agama dalam situasi rukun dan damai, masingmasing tokoh agama berperan aktif dalam usaha pembinaan kehidupan religius. Walaupun
demikian pemerintah kota masih perlu secara aktif memberikan dan meningkatkan
pelayanan kehidupan beragama dengan mengadakan bimbingan, membangun dan
memelihara prasarana-sarana peribadatan masing-masing agama. Mengingat bahwa Kota
Palembang sebagai kota metropolitan, sehingga mengalami arus informasi di segala bidang
kehidupan, sehingga diperlukan penguatan keimanan warga masyarakat sebagai benteng dan
filter pengaruh informasi tersebut, masih diperlukan uluran tangan pemerintah khususnya
kerjasama pemerintah dengan elemen-elemen masyarakat dalam menyusun dan pelaksanaan
program-program pembangunan bidang agama.
Kesehatan: (1) Status Gizi. Kelangsungan hidup dan pengembangan anak
merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesehatan dasar dan kesejahteraan
anak. Hal ini di antaranya dapat dilihat dari besaran jumlah anak lahir hidup (ALH) dan
anak masih hidup yang dilahirkan oleh perempuan yang berusia subur (15-49 tahun).
Selama periode 1996-2000 di Kota Palembang terdapat penurunan jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah anak yang masih hidup. Rata-rata anak yang dilahirkan pada tahun
1996 sebesar 3,33 per perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun. Angka tersebut
mengalami penurunan cukup signifikan menjadi 2,84. Begitu juga anak yang dilahirkan
masih hidup, jika pada tahun 1996 sebesar 3,02 menurun menjadi 2,63 pada tahun 2000.
Meskipun masih terdapat yang kawin pada usia 15-19 tahun, namun jumlahnya
mengalami penurunan. Pada tahun 1996 (data Sumsel) terdapat 38.390 orang perempuan
pada kelompok umur tersebut pernah kawin tetapi mengalami penurunan menjadi 33.960
pada tahun 2000. Sementara anak yang dilahirkan hidup pada kelompok umur ini
menunjukan peningkatan yaitu dari semula 0,52 menjadi 0,54 anak. Hal yang sama terjadi
pada jumlah rata-rata anak lahir yang masih hidup, mengalami peningkatan dari 0,49
menjadi 0,53 anak.
Kelangsungan hidup dan pengembangan anak ditentukan oleh jumlah asupan gizi
yang diperoleh anak balita, baik selama masih dalam kandungan maupun yang telah
44
dilahirkan. Di Kota Palembang balita yang mempunyai gizi baik sebanyak 84,00 persen,
sedangkan berstatus gizi kurang sekitar 10,64 persen. Data tahun 2002, balita kurang gizi di
Kota Palembang sebanyak 29,1 persen.
Pada tahun 2000, angka kematian bayi (IMR) 53 anak, yang berarti terdapat 53 bayi
lahir mati per 1000 kelahiran. Ada kecenderungan angka kematian bayi laki-laki lebih
tinggi daripada angka kematian bayi perempuan. Meskipun angka kematian bayi ini
mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004
sebanyak 81 bayi mati.
Sebaliknya angka kematian ibu ketika melahirkan masih tetap tinggi, berkisar 433,99
per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan penolong kelahiran (data tahun 2004) terbanyak
oleh bidan yaitu 72,81 persen dibandingkan dengan penolong kelahiran oleh dokter sekitar
17,27 persen, dan masih ada masyarakat yang menggunakan jasa dukun, yaitu 8,15 persen.
Pengambilan keputusan dalam proses persalinan berkaita erat dengan sosio-ekonomi,
pendidikan dan pengetahuan.
(2) Kondisi Kesehatan Penduduk. Salah satu dimensi penting sebagai refleksi
mutu sumber daya manusia adalah tingkat kesehatan penduduk dengan indikator pola
penyakit. Pola dominan penyakit yang dikeluhkan oleh warga masyarakat adalah penyakit
khas daerah tropis yaitu penyakit infeksi. Meskipun besaran dan pola penyakit untuk setiap
wilayah bervariasi, tergantung dari lingkungan dan prilaku kebiasaan warga masyarakat
dalam hidup sehat. Pada umumnya penyakit yang banyak diderita warga masyarakat adalah
penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas (ISPA), diare, penyakit kulit, gingivitis dan
penyakit periodental, demam berdarah, scabis, tuberculosis dan lainnya.
Masalah lain adalah kesehatan lingkungan termasuk antara lain penggunaan air
bersih, dan jamban keluarga. Rumah tangga yang menggunakan sumber air minum yang
dominan sejak tahun 1995 sampai sekarang adalah ledeng, sebanyak 60 % lebih. Masih
sekitar 30% rumah tangga yang menggunakan sumber air minum dari sumur terlindung,
sumur tidak terlindung dan air sungai. Oleh karena masih banyak rumah tangga yang
menggunakan air bersih selain ledeng, maka dikhawatirkan air bersih yang digunakan tidak
memenuhi persyaratan dilihat secara fisik, kimiawi, maupun bakteriologi ataupun air yang
mengalami pencemaran.
Begitu juga masalah jamban keluarga, pada umumnya rumah tangga yang memiliki
jamban keluarga sendiri telah mencapai 75% lebih, dibanding dengan rumah tangga yang
tidak memiliki jamban keluarga jumlahnya relatif kecil yaitu berkisar hanya 5% saja.
Dibandingkan dengan rumah tangga di kabupaten dan kota di Sumatera Selatan, rumah
tangga yang memiliki jamban keluarga relatif lebih baik, karena ada di beberapa kabupaten
yang rumah tangga memiliki jamban keluarga kurang dari 50 persen.
(3) Kondisi Lingkungan Permukiman. Kondisi permukiman penduduk ini
menggambarkan indikator kesejahteraan dan kualitas perumahan penduduk, seperti luas
45
lantai rumah, jenis atap, jenis dinding rumah, dan jenis lantai. Hasil Susenas 2000 (BPSSumsel, 2001) bahwa 7,88 persen rumah tangga di Kota Palembang memiliki luas lantai
rumah kurang dari 20 meter persegi, di atas rata-rata kabupaten dan kota serta provinsi yang
hanya 3,52 persen. Rumah tangga yang memiliki luas lantai rumah >100 m 2 sebanyak 21,55
persen, lebih besar daripada rata-rata provinsi yang hanya 7,88 persen. Sedangkan jenis atap
rumah yang banyak digunakan adalah dari genteng (59,71%) dan asbes/seng (30,08%) serta
rumah tangga yang menggunakan atap rumah dari daun-daunan sekitar 3,29% pada tahun
2000. Begitu juga lantai rumah, sebagian besar rumah tangga (98,09%) tidak lagi berlantai
tanah, yaitu semen/batu bata, kayu dan mamer/keramik. Hanya sekitar 1,82% rumah tangga
yang masih berlantai tanah. Jenis dinding yang terbanyak digunakan adalah kayu 40,99%
dan tembok 58,29%.
(4) Pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas,
Puskesmas Pembantu dan Rumah Bersalin, telah tersebar di semua wilayah kecamatan,
sehingga dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan minimal.
Pada umumnya fasilitas yang tersedia di Puskesmas, Puskesmas Pembantu maupun
Puskesmas Keliling seperti pengukur berat badan (timbangan), pengukur tensi darah, tes
HB, peralatan kesehatan gigi, obat-obatan, alat kontrasepsi, dan vitamin telah memadai
untuk memenuhi kebutuhan minimal pengguna layanan kesehatan. Terlampir pada Tabel 42
yang menyajikan fasilitas kesehatan tahun 2000 dan 2004.
(5) Sumber Daya Kesehatan. Persoalan kesehatan lainnya adalah ketersediaan
tenaga medis. Tampaknya sumber daya kesehatan di Provinsi Sumatera Selatan
terkonsentrasi di Kota Palembang. Oleh karena itu, tenaga medis di Kota Palembang sudah
relatif cukup tersedia baik untuk dokter umum maupun spesialis, meskipun jika dilihat dari
rasio ketersediaan tenaga medis dengan jumlah penduduk masih relatif besar. Misalnya saja
tenaga dokter umum jumlahnya 294 orang pada tahun 2003, sedangkan jumlah penduduk
Kota Palembang sebanyak 1.287.841 jiwa. Hal ini berarti satu orang dokter melayani
sebanyak 1.500 orang. Mengingat pada masa depan diperkirakan pola penyakit bertambah
kompleks, sehingga perlu penyediaan fasilitas kesehatan dan penyediaan sumber daya
tenaga medis yang cukup dari segi keahliannya, sesuai dengan kebutuhan. Jumlah tenaga
medis dan rasio dengan jumlah penduduk disajikan dalam tabel 43 terlampir.
Politik. Sejak pemilihan umum tahun 1999, terdapat sejumlah aturan (undangundang) yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi terhadap dinamika
partai politik di daerah. Di antara aturan tersebut adalah UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai
Politik, UU No.3/1999 tentang Pemilihan Umum, UU No. 4/1999 tentang Susduk MPR,
DPR dan DPRD, dan UU No. 43/1999 tentang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sementara itu pada pemilihan umum tahun 2004, terdapat dua ketentuan penting
yang mengatur mengenai kehidupan kepartaian dan penyelenggaraan pemilihan umum,
yakni UU No. 31/2000 dan UU No. 12/2002.
46
Perempuan merupakan satu kelompok yang relatif tidak terwakili dalam proses
pencalonan kandidat legislatif. Pada pemilihan umum legislatif tahun 1999 hanya ada 3
perempuan yang menjadi anggota legislatif Kota Palembang, yaitu masing-masing satu dari
PDIP, PPP dan TNI-POLRI. Bagitu juga pemilihan umum legislatif tahun 2004, calon
legislatif lebih didominasi laki-laki daripada perempuan (padahal berdasarkan ketentuan
undang-undang kuota perempuan sudah ditetapkan minimal 30 persen).
Rendahnya partisipasi perempuan dalam proses rekruitmen untuk menjadi anggota
legislatif merupakan persoalan tersendiri yang dihadapi dalam perluasan partisipasi politik.
Situasi ini tampaknya diawali dengan tidak adanya keharusan tentang kuota perempuan
dalam lembaga legislatif dan peraturan lainnya yang mengatur kepartaian. Selain itu,
pengurus partai sebagian besar didominasi kelompok laki-laki. Terdapat tiga faktor utama
mengapa tingkat keterwakilan perempuan relatif sangat minim dalam berbagai lembaga
perwakilan, yaitu peran dan organisasi partai politik dan penerimaan kultural.
Pada pemilihan umum legislatif tahun 2004, jumlah penduduk Kota Palembang
berdasarkan data sebanyak 1.285.839 jiwa, sedangkan jumlah pemilih yang terdaftar
sebanyak 884.641 peserta, yaitu peserta laki-laki sebanyak 431.252 orang dan perempuan
sebanyak 453.388 orang. Dari segi jumlah peserta pemilihan umum legislatif, jumlah
peserta perempuan lebih banyak dari laki-laki, namun dari segi calon legislatif masingmasing partai politik didominasi oleh laki-laki. Sedangkan jumlah partisipasi dalam
pemilihan umum legislatif sebesar 696.985 peserta, sehingga terdapat sekitar 187.656
peserta pemilu terdaftar yang tidak menggunakan haknya. Berdasarkan data tersebut sekitar
21,21% tidak menggunakan haknya dalam pemilu legislatif tahun 2004. Yang menjadi
persoalan adalah mengapa peserta pemilu tersebut tidak menggunakan haknya? Jumlah
anggota legislatif kota Palembang pada pemilu tahun 2004 tetap masih dominan laki-laki
daripada anggota perempuan dari jumlah 45 anggota legislatif.
2.2.4.2. Prediksi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial. Permasalahan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS) di Kota Palembang semakin kompleks. Permasalahan yang
satu belum selesai muncul permasalahan baru, sehingga memerlukan penanganan yang
serius dan pelayanan dari berbagai pihak untuk menentukan arah kebijakan yang sesuai
dengan besaran dan karakteristik PMKS. Arah kebijakan ke depan adalah melakukan
pendataan secara akurat penyandang masalah sosial menurut karakteristik, besaran, ruang
lingkupnya, dan akar permasalahannya. Besaran setiap data perlu dilengkapi dengan nama
dan alamat (by name and address), sehingga menjadi data base dan dapat diakses dengan
mudah. Di samping pendataan penyandang masalah sosial tersebut, diperlukan juga
pembinaan terhadap wadah organisasi sosial atau LSM pendamping supaya arah kebijakan
dan program kegiatan yang dilakukan jelas. Program pembangunan antara lain
47
nasional, perlu pertimbangan untuk pendidikan menengah kejuruan yang berkaitan dengan
hal tersebut, seperti sekolah pertanian dan keernergian. Hal ini untuk antisipasi kebutuhan
tenaga kerja menengah di kemudian hari.
Di samping menuntaskan wajib belajar sembilan tahun, pencanangan bebas buta
huruf bagi penduduk berumur di atas 10 tahun, rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan
dan meningkatkan kualitas mutu pendidikan secara umum dan khususnya di bidang
keernergian. Dalam rangka menghadapi arus informasi teknologi dan globalisasi serta
dampaknya, orientasi arah kebijakan pendidikan difokuskan pada perubahan dan evaluasi
kurikulum yang berbasis kompetensi dan menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Menyusun program-program pembelajaran yang berorientasi pada ilmu dan teknologi tepat
guna serta mendorong munculnya semangat kewirausahaan. Meletakan pendidikan sebagai
landasan pembangunan yang mantap untuk tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan
nilai-nilai luhur bangsa dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berbasis sumber daya lokal dalam upaya menghadapi daya saing global.
Program pembangunan diletakkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan dasar dan menengah serta meletakan landasan pembangunan yang mantap untuk
tahap pembangunan berikutnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Menumbuhkembangkan pembangunan pendidikan dengan memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam melaksanakan
pendidikan. Arah kebijakan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
menghadapi tatangan dan perubahan zaman.
Sosial Budaya. Dinamika masyarakat Kota Palembang sangat tinggi, sebagai akibat
dari masyarakat pluralis dan mobilitas warga cenderung ke pusat kota Palembang. Hal ini
akan menambah beban kota, baik sarana-prasarana infrastruktur kota, penyediaan pelayanan
air bersih dan sanitasi, dan lain-lainnya. Dampaknya akan muncul permukiman-permukiman
baru yang tidak memenuhi standar kehidupan dan menjadi permukiman kumuh,
meningkatnya angka kriminalitas dan patologi sosial lainnya. Oleh karena itu, arah
kebijakan lebih ditujukan kepada pengendalian laju mobilitas masyarakat (migran) ke Kota
Palembang dengan menerbitkan peraturan daerah. Di samping itu, pengembangan
kebudayaan daerah sangat perlu digalakkan untuk menarik wisata dosmetik maupun manca
negara, dengan melakukan festival kebudayaan dan pelestarian peninggalan sejarah sebagai
objek wisata.
Kota Palembang sebagai pintu gerbang Sumatera Selatan menjadi barometer di
segala bidang kehidupan. Sebagai kota tua dan memiliki nilai-nilai sejarah yang khas,
sehingga menarik sebagai kota wisata dan budaya. Oleh karena itu, kebijakan ke depan
adalah melakukan promosi potensi wisata dengan dukungan meningkatkan sarana dan
prasarana yang mendukung industri pariwisata dan yang penting jaminan keamanan dan
49
50
Peningkatkan kualitas pendidikan agama, meningkatkan peran dan fungsi lembagalembaga keagamaan sebagai pusat dakwah dan kerukunan antar umat beragama serta
memasyarakatkan Badan Amil Zakat (bagi umat Islam) sebagai perlindungan dan modal
sosial masyarakat.
Pembangunan berkelanjutan bidang agama sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan agama, meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan
sebagai pusat dakwah dan memasyarakatkan Badan Amil Zakat (bagi umat Islam) sebagai
perlindungan dan modal sosial masyarakat.
Kesehatan. Kesejahteraan ibu dan anak, meningkatkan status gizi masyarakat, dan
Palembang Sehat Tahun 2008 serta memasyarakatkan asuransi dan jaminan kesehatan
sebagai perlindungan kesehatan. Kota Palembang bebas polio dan mengurangi penyakit
tropis lainnya sebagai upaya masyarakat sehat.
Meningkatkan manajemen dan mutu pelayanan kesehatan serta kesehatan
lingkungan. Peningkatan masyarakat sehat sebagai landasan pembangunan kesehatan secara
berkelanjutan.
Dengan terbukanya hubungan antarberbagai bangsa, akan membuka peluang
terjadinya arus transformasi di berbagai sektor, terutama sektor kesehatan, seperti
penyebaran penyakit HIV/AIDS, Flu Burung, SARS dan berbagai influenza maupun
penyakit lainnya. Arah kebijakan dalam bidang kesehatan diprioritaskan pada pencegahan
penyakit dan mengeliminasi pola-pola penyakit dalam masyarakat.
Meletakan pembangunan kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
penduduk.
Politik. Sosialisasi undang-undang pemilu dan partai politik dan data base peserta
pemilu. Memprediksi dampak negatif dari perubahan sistem politik dan pemerintahan serta
adanya pemilihan langsung kepala daerah. Desiminasi dan penyuluhan pendidikan politik
kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga non politik untuk mengurangi konflik akibat
politik dalam kehidupan bermasyarakat.
Memasyarakatkan pendidikan politik sebagai landasan pembangunan politik dan
secara bertahap melakukan sosialisasi kehidupan politik secara demokratis dan adil. Arah
kebijakan diletakkan pada pembangunan politik yang jujur, adil, fair dan yang kalah dalam
pemilihan memiliki sikap demokratis, sebagai upaya untuk meredam koflik politik.
Pembangunan politik akan lebih demokratis, sehingga arah kebijakan diletakan pada
penguatan kelembagaan partai politik dan lembaga-lembaga penyelenggara pemilihan
umum legislatif maupun eksekutif. Meletakan pembangunan politik secara komprehensif
sebagai alat dan mekanisme penyelenggaraan demokrasi.
51
52
14 kecamatan. Sedangkan sarana perdagangan dan jasa terbesar adalah pedagang 7.263 buah
yang diikuti oleh petak sebesar 4.477 buah.
Stasiun/pool pemadam kebakaran di Kota Palembang berada di lima lokasi, masingmasing 3 lokasi di Seberang Ilir dan 2 lokasi di Seberang Ulu. Unit pemadam kebakaran ini
baik yang dikelola oleh Pemda (Dinas Kebakaran) maupun oleh BUMN yaitu milik
Pertamina dan Pusri. Lokasi unit/pool pemadam kebakaran di Seberang Ilir: (1) Jalan
Merdeka, (2) Pelabuhan Boom Baru, (3) PT. Pusri. Sementara itu, lokasi unit/pool pemadam
kebakaran di Seberang Ulu: (1) Jalan K.H.A Wahid Hasyim, (2) PT. Pertamina (komperta).
Untuk mendukung sistem pamadam kebakaran perlu diberikan akses atau
kemudahan pencapaian terhadap sumber-sumber air, berupa: (1) Hidrant pada sistem
jaringan perpipaan air bersih (PDAM) yang diadakan pada jalan-jalan yang dapat dijangkau
oleh mobil-mobil pemadam kebakaran, (b) Sungai-sungai, anak sungai, kolam/kolam retensi
dan rawa-rawa.
Pelayanan prasarana gas oleh PT Perusahaan Gas Nasional (PGN) relatif baru untuk
Kota Palembang dan jangkauannya pun masih terbatas. Walaupun demikian, mengingat
biaya pemakaiannya lebih murah jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya, maka
prospek pengembangan di masa mendatang sangat baik, selain pelayanan untuk rumah
tangga, pelayanan gas juga diarahkan untuk kepentingan industri dan kegiatan komersial
lainnya. Dukungan prasarana gas ini diharapkan menjadi salah satu keuntungan dalam
pengembangan industri di Kota Palembang dan sekitarnya. Sumber gas yang didistribusikan
PT PGN ini berasal dari jaringan pipa gas PERTAMINA yang relatif melingkar di wilayah
Kota Palembang dan sekitarnya dengan lokasi off-take/tapping dewasa ini terletak di
Demang Lebar Daun.
Pada tahun 1998, pelayanan gas baru mencapai kompleks-kompleks perumahan
yaitu: Pakjo, Kampus, Trikora/Dwikora, Rumah Susun Perumnas, Perumahan Pemda
Talang Semut. Pada tahun 1999 pengembangan jaringan pelayanaan ke utara yaitu ke Jalan
Talang Kelapa untuk melayani Villa Bougenville dan Villa Kelapa Mas, serta industri PT
Indofood dan PT Interbis. Pada tahun 2000 pelayanan ke arah pusat kota, untuk kegiatan
perumahan dan komersial dengan mengikuti jaringan jalan Jend. Sudirman, Jl. Veteran, Jl.
Kap. A Rifai, Jl. Kol Atmo, Jl. Iskandar, Jl. Rajawali, Jl. Bendung, Jl. Bay Salim, dan Jl.
Madang.
Kota Palembang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat. Hal ini membawa
konsekuensi pada tingginya mobilitas penduduk Kota Palembang, sehingga kota ini
dihadapkan pada tantangan yang cukup besar di sektor angkutan (transportasi) yang
melayani pergerakan di dalam kota dan ke luar kota.
Saat ini, Kota Palembang dapat dicapai melalui transportasi darat, transportasi air,
dan transportasi udara. Terdapat 4 (empat) jenis moda transportasi yang dapat digunakan
dari dan menuju Kota Palembang, yaitu: dengan menggunakan mobil, kereta api, kapal
53
(speed boat, kapal, perahu baik bermotor maupun tidak) dan pesawat terbang. Keempat jenis
moda transportasi tersebut sangat diminati penumpang, khususnya untuk angkutan jurusan
antarkota dan antar provinsi. Untuk jenis moda transportasi kereta api dapat digunakan
untuk tujuan akhir ke Bandar Lampung dan Lubuk Linggau. Sedangkan moda transportasi
laut melayani jurusan Bangka, Pulau Batam dan ke daerah sepanjang anak Sungai Musi.
Transportasi udara dengan Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II yang melayani
penerbangan domestik (Jakarta, Batam, Bangka dll) serta luar negeri (Singapura, dan Kuala
Lumpur).
Total panjang jalan Kota Palembang pada tahun 2005 sudah mencapai 903,402 km
(sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah serta Hasil Analisis). Dari total panjang
tersebut secara keseluruhan dalam kondisi baik yaitu mencapai lebih dari 88,31 %, sisanya
8,91 % dalam kondisi sedang dan 2,78 % dalam kondisi rusak. Selain jalan, prasarana
transportasi darat yang sangat penting di Kota Palembang adalah jembatan yang dibelah
oleh Sungai Musi dan anak sungainya.
Jembatan-jembatan yang ada di atas sungai-sungai di Kota Palembang selain
berfungsi untuk menunjang sarana transportasi darat di lain pihak juga dapat mengganggu
tingkat pelayanan jaringan transportasi angkutan sungai/air, terutama jembatan yang
dibangun di atas Sungai Musi yang memiliki jalan paralel dengan sungai.
Jembatan-jembatan utama yang ada di Kota Palembang meliputi: (1) Jembatan
Ampera (Musi I), pada poros Jalan Sudirman. (2) Jembatan Musi II, pada poros Jalan
Lingkar Barat. (3) Jembatan Keramasan, di Jalan Lingkar Barat/Musi II. (4) Jembatan Ogan
I dan Ogan II, di Jalan KHA Wahid Hasyim di Kertapati. (5) Jembatan Komering, di Jalan
Antara Plaju Sungai Gerong. (6) Jembatan Ogan III, di Jalan Lingkar Selatan di luar
wilayah Kota Palembang.
Pola jaringan jalan Kota Palembang yang berbentuk Ring Radial dengan Outer Ring
Road (jalan lingkar) difungsikan untuk mengantisipasi agar lalu lintas tidak terbebani di
pusat kota, karena arus lalu lintas yang sifatnya terusan (through traffic) seperti dari Jakarta
ke Medan/Jambi/Pekanbaru langsung melalui lingkar (lingkar barat).
Untuk sistem jaringan jalan dalam kota, jalan Sudirman masih merupakan jalan
utama (main road) yang menghubungkan Daerah Seberang Ilir dan Daerah Seberang Ulu.
Hal ini disebabkan Jembatan Ampera masih dianggap satu-satunya penghubung wilayah
tersebut, walaupun sebenarnya masih ada Jembatan Musi II yang fungsinya masih belum
optimal. Kondisi ini semakin diperparah dengan kawasan CBD (Central Bussines District)
yang berpusat di kawasan 16 Ilir dan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan munculnya
penumpukkan arus lalu lintas di sepanjang Jl. Sudirman serta kawasan 16 Ilir dan sekitarnya
yang pada akhirnya berdampak terhadap kemacetan lalu lintas.
Kondisi jalan dan status jalan di Kota Palembang relatif baik, terutama di jalan
protokol, jalan kolektor dan jalan penghubung. Untuk status jalan kota merupakan status
54
jalan dengan panjang jalan terbesar untuk setiap kondisi jalan (baik, sedang dan rusak).
Untuk kondisi jalan baik mendominasi status jalan terbesar di Kota Palembang, yaitu sekitar
63,87 % dari luas total panjang jalan di Kota Palembang.
Sistem Primer. Pola utama jaringan jalan di Kota Palembang dan sekitarnya adalah
perpaduan antara pola radial dan pola melingkar. Dengan pola radial yang ada, maka
jaringan jalan keluar dan atau masuk Kota Palembang sudah dapat diidentifikasikan sistem
primer, yaitu: (1) Arteri Primer, meliputi: (a) Jalan Palembang ke arah Indralaya, yang
seterusnya menghubungkan ke kota-kota utama: Bandar Lampung/Jakarta, Bengkulu dan
lainnya, (b) Jalan Palembang ke arah Betung, yang seterusnya menghubungkan ke kota-kota
utama: Jambi, Pekanbaru, Medan dan lainnya, (c) Jalan Palembang ke arah Tanjung Siapiapi, yang menghubungkan Palembang dengan Pelabuhan Laut. Fungsi jalan ini sebagai
arteri primer masih bersifat rencana. (2) Kolektor Primer, Jalan kolektor primer pada
prinsipnya menghubungkan Kota Palembang dengan pusat-pusat yang ada di bawahnya
secara hirarki, yaitu ibukota-ibukota kabupaten. Fungsi kolektor primer yang tidak
terintegrasi dengan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan Palembang Kayu
Agung melalui Plaju. Untuk kondisi eksisting, jalan lingkar yang ada di Kota Palembang
meliputi: (a) Jalan lingkar barat, dari persimpangan di Desa Karya Jaya Jembatan Musi
II Simpang Tanjung Api Api, yang telah berfungsi efektif dan terletak dalam wilayah Kota
Palembang, (b) Jalan lingkar selatan, dari persimpangan Desa Karya Jaya Jembatan Ogan
III simpang di Desa Pinang. Jalan lingkar selatan ini terletak di luar wilayah Kota
Palembang, yaitu di Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten Banyuasin.
Sistem Sekunder. Untuk kepentingan pembentukan sistem kota secara internal
terdapat sistem sekunder. Pada kenyataannya sistem primer telah menentukan pula bentuk
struktur kota secara internal. Dengan kata lain jalan-jalan yang ada mempunyai fungsi
ganda, yaitu selain berfungsi primer juga mempunyai fungsi sekunder. Hal ini disebabkan
sebagian besar sistem primer terletak di dalam Kota Palembang.
Jalan arteri sekunder pada prinsipnya adalah jalan-jalan yang membentuk struktur
utama kota (selain fungsi primer), yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan dalam
wilayah kota, khususnya dari pusat utama (CBD/Central Bussines District) dengan pusatpusat kegiatan kota. Jalan kolektor adalah pendukung terhadap jalan-jalan arteri primer yang
ada. Jalan kolektor primer menghubungkan pusat-pusat bagian kota dengan pusat-pusat
bawahnya (sub pusat kota).
Jaringan arteri primer di Kota Palembang terhubung dengan jaringan arteri sekunder.
Dari sebagian jalan arteri sekunder ini terletak juga di luar wilayah Kota Palembang,
sehingga terdapat sebagian jalan arteri sekunder ini yang menyambung ke luar wilayah Kota
Palembang. Untuk jaringan jalan kolektor sekunder pada prinsipnya terletak di dalam
wilayah Kota Palembang, tapi mengingat konfigurasi di sekitar wilayah Kota Palembang
55
maka terbuka kemungkinan jaringan jalan tersebut keluar wilayah Kota Palembang (seperti
halnya jalan arteri sekunder).
Penetapan Sistem Jaringan Jalan. Dimensi jalan menurut ROW (Right of Way)
atau DAMIJA (Daerah Milik Jalan) adalah sebagai berikut: (1) Arteri Primer: 60 meter, (b)
Kolektor Primer: 30 meter, (c) Arteri Sekunder: 40 meter, (d) Kolektor Sekunder: 15 meter,
(e) Lokal Sekunder: 10 meter.
Klasifikasi/hirarki jaringan jalan menurut sistem primer (arteri dan kolektor) dan
atau sekunder (arteri dan kolektor) di Kota Palembang dapat dilihat pada tabel dalam
lampiran.
Untuk jalan-jalan yang baru dibangun dan rencana-rencana jalan dimasa yang akan
datang, dapat diterapkan dimensi jalan menurut ROW atau DAMIJA. Walaupun demikian,
untuk jalan-jalan yang telah ada sebelumnya, ukuran dimensi jalan harus diterapkan secara
selektif dengan mempertimbangkan konstruksi jalan sebelumnya.
Dengan perkembangan kota yang sangat cepat, Pemerintah Kota Palembang telah
berupaya meningkatkan sarana angkutan di dalam kota untuk memenuhi kebutuhan
mobilitas penduduknya. Salah satu yang dikembangkan adalah angkutan kota yang lebih
bersifat massal berupa bus kota.
Pada tahun 2003 jumlah angkutan oplet biasa dan bus kecil tercatat pada Dinas
Perhubungan Kota Palembang sebesar 2.407 unit, bus kota/kecil sebesar 537 unit, angkutan
antarkota antarprovinsi sebesar 473 unit dan angkutan antarkota dalam provinsi sebesar
1235 unit. Jumlah Bus Mahasiswa tercatat 120 unit, jumlah travel tercatat 70 unit.
Salah satu peningkatan prasarana transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Palembang adalah dengan mengoperasikan Terminal Karyajaya (tipe A) pada tahun 2001
yang diharapkan secara berangsur dapat mengatasi kesemrawutan transportasi dalam kota
dan antarkota, khususnya dalam menaikkan dan menurunkan penumpang bagi angkutan
antarkota agar tidak melakukannya di dalam Kota Palembang. Pada saat sekarang Kota
Palembang sudah memiliki terminal dengan 3 (tiga) tipe pelayanan, yaitu: (1) Tipe A:
berlokasi di Desa Karya Jaya Kecamatan Kertapati. (2) Tipe B: di bagian Selatan kota yang
merupakan akses ke Plaju serta Alang-Alang Lebar. (3) Tipe C: di Sekip Ujung, Bukit
Besar, KM 5, Pakjo, Lemabang, Gandus, Talang Kelapa, dan Sako.
Pelayanan kereta api merupakan pelayanan dengan skala regional, di mana Kota
Palembang merupakan awal dan akhir tujuan penumpang. Ujung stasiun kereta api terletak
di Desa Karya Jaya, Kelurahan Kemang Agung, Kecamatan Kertapati. Jaringan rel kereta
api melintas kawasan terminal terpadu tipe A, sehingga menjadikan jalur ini menjadi
strategis dan cepat berkembang.
Sumatera Selatan memiliki beberapa sungai yang memiliki potensi sebagai sumber
air untuk bahan baku air minum, pengairan, dan transportasi yang dikenal dengan Batang
Hari Sembilan, di samping sungai-sungai kecil lainnya. Kesembilan sungai besar itu adalah
56
Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lakitan, Sungai Lalan, dan Sungai Batang Hari Leko.
Alur sungai di Sumatera Selatan yang lebar sangat memungkinkan untuk dilalui
kapal-kapal motor, terlebih dengan kondisi kemiringan dasar sungai yang tidak terlalu
curam, hingga perjalanan ke arah hulu yang menentang arus sungai dan ke arah hilir yang
searah dengan arus sungai relatif dapat dilayari dengan tingkat kesulitan yang hampir sama.
Secara aktual keberadaan 9 (sembilan) anak sungai besar yang bermuara di Sungai
Musi yang memiliki panjang tidak kurang dari 700 km. Secara keseluruhan 9 (sembilan)
ruas sungai tersebut memiliki lebar bervariasi dari 50 sampai 200 m, kedalaman dari 2
sampai 10 m, dan panjang 2.630 km dengan 1.880 km di antaranya dapat dilayari.
Sebagian jalur pelayaran telah terbentuk dengan sendirinya karena terdesak oleh
tingkat kebutuhan yang harus meningkat untuk saling berhubungan antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Hal ini terjadi baik rute pelayaran dalam lingkup Kota Palembang
maupun rute pelayaran ke arah hulu Sungai Musi dan Sungai Ogan serta ke arah hilir Sungai
Musi. Keadaan ini mengakibatkan munculnya trayek-trayek komersial yang mengadaptasi
jalur tradisional pelayaran Sungai Musi.
Pergerakan penumpang terjadi antardermaga baik yang dibangun oleh pemerintah
maupun yang dibangun oleh pihak swasta dan oleh penduduk setempat secara swadaya.
Pergerakan tersebut dilayani oleh kapal kretek yaitu sampan bermotor yang mampu memuat
sampai 12 orang dan memiliki rute trayek yang tetap yaitu antar dermaga di tepian Sungai
Musi dalam jarak yang relatif tidak jauh.
Sarana angkutan sungai yang melayani dalam wilayah Kota Palembang (internal
kota) untuk penyeberangan antara kedua sisi sungai dan antartitik/tempat turun-naik
penumpang atau bongkar muat terdapat di beberapa tempat. Sedangkan dermaga yang ada
dengan skala pelayanannya adalah sebagai berikut: (a) Pelayanan lokal pada dermaga
Sekanak, 7 Ulu dan lain-lainnya, (b) Dermaga pelayanan obyek wisata di Benteng Kuto
Besak dan P. Kemaro, (c) Terminal dermaga di Keramasan (terminal terpadu), Tangga
Buntung, dan Ulu, (d) Dermaga industri skala besar di Plaju (daerah Sei Gerong), pabrik
Pusri, dan sebagainya, (e) Dermaga yang melayani pusat permukiman di Gandus dan Sei
Lais, dan (f) Dermaga untuk pengembangan angkutan sungai skala regional di Tangga
Buntung
Sarana angkutan penyeberangan melayani beberapa tujuan di sepanjang sungaisungai utama di Kota Palembang antartepian dan antarpulau-pulau atau regional. Terdapat 2
(dua) macam sarana angkutan penyebrangan, yaitu kapal cepat dan kapal Ro-ro (Roll-on
Roll-off).
Selama rentang tahun 1990 s/d 2001 jumlah penumpang dan barang yang
menggunakan 3 (tiga) dermaga utama di Kota Palembang mengalami fluktuasi yang cukup
berarti (Dermaga Tangga Buntung, 35 Ilir, dan Sei Lais). Jumlah penumpang dan barang di
57
tiga dermaga itu selama rentang 1990 s/d 2001 tersebut paling tinggi terjadi pada tahun 1995
s/d 1996, dan kemudian menurun sampai sekarang.
Sarana angkutan laut dari dan atau menuju Kota Palembang adalah rencana masa
yang akan datang yang sangat menjanjikan, yang didukung oleh keberadaan Pelabuhan Sei
Lais, Boom Baru dan 35 Ilir (Pelabuhan Dishub). Pelayanan angkutan laut khusus yang
menonjol adalah pelabuhan perusahaan, yaitu: pelabuhan Pertamina Plaju dan Sei Gerong
serta pelabuhan Pupuk Sriwijaya.
Dengan adanya pelabuhan-pelabuhan khusus tersebut, maka pada pembangunan
sektor transportasi darat diusahakan untuk menghindari pembangunan jembatan baru. Hal
ini didasarkan dapat menurunkan tingkat pelayanan transportasi sungai, mengurangi
aktivitas sungai serta dari segi ekonomis sangat mahal.
Jumlah penerbangan dan penumpang dari dan menuju Kota Palembang melalui
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II tahun 2001 mengalami penurunan dibanding tahun
sebelumnya. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat di tahun 2001 mengalami
penurunan sebesar 39,3 % dari 4.138 penumpang tahun 2000 menjadi 2.510 penumpang
pada tahun 2001. Jumlah barang bagasi yang dibongkar pada tahun 2001 paling banyak
terjadi pada bulan Juni seberat 217.746 kg, sedangkan barang kargo yang paling banyak
dimuat terjadi pada bulan April mencapai berat 227.255 kg.
Sampai tahun 2002 pembangunan di bidang listrik terus dilaksanakan dengan
ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan guna mendorong kegiatan ekonomi penduduk
yang lebih produktif seperti kegiatan industri kerajinan rumah tangga dan bisnis lainnya.
Walaupun sampai saat ini PT PLN sebagai satu-satunya perusahaan penghasil listrik tapi
masih kekurangan daya oleh karena itu PT PLN terpaksa melakukan pemadaman listrik
secara bergiliran di Kota Palembang pada saat puncak.
Jaringan listrik di Kota Palembang dan sekitarnya merupakan interkoneksi
antarpusat-pusat pembangkit PLN Wilayah IV Sumatera Selatan. Ada 2 macam tengangan
yaitu 70 KV dan 150 KV yang relatif melingkar jaringannya, di mana jaringan 70 KV pada
lingkaran bagian dalam dan jaringan tegangan 150 KV pada lingkaran bagian luar. Jaringanjaringan tersebut menghubungkan antara gardu induk atau pembangkit sebanyak 12 lokasi
di Kota Palembang dan sekitarnya, 8 di Kota Palembang dan 4 di pinggiran sekitarnya.
Untuk distribusi di wilayah Kota Palembang terdapat 2 sistem pelayanan transmisi di
Palembang Ilir dan Palembang Ulu dengan tegangan 70 KV dan 150 KV. Jenis pelanggan
yang tercatat ada 6 kelompok, dan pelanggan rumah tangga merupakan yang terbesar baik
jumlah pelanggannya maupun daya yang dikonsumsinya.
Kebutuhan air bersih Kota Palembang sebagian besar dipenuhi oleh PDAM Tirta
Musi dan sebagian memanfaatkan air permukaan seperti air sungai, kolam/rawa, dan air
tanah. Sedangkan untuk beberapa kompleks perumahan, perusahaan dan atau perumnas
dipenuhi oleh masing-masing perusahaannya seperti Pertamina/Pusri dan PT TOP/OPI serta
58
Perumnas Talang Kelapa. Sumber air baku untuk air bersih sebenarnya melimpah, tetapi
belum optimal pemanfaatannya. PDAM Tirta Musi memiliki 6 Unit instalasi pengolahan air
dengan kapasitas terpasang 1.825,5 liter/detik dari kapasitas produksinya yang seharusnya
36.940 liter/detik.
PDAM Tirta Musi sebagai perusahaan penghasil air minum belum mampu
menyediakan air minum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kapasitas
produksi air minum selama tahun 2002 sebesar 61.308.868 M3 meningkat 13,57% dari tahun
sebelumnya. Air minum tersebut akan didistribusikan kepada 86.083 pelanggan sebanyak
59.442.580 M3 .
Timbulan air limbah sangat dipengaruhi oleh pola pemakaian air bersih, pada
umumnya timbulan air limbah yang dihasilkan kurang lebih 70% - 80% dari pemakaian air
bersih. Pada saat ini pengolahan air limbah perumahan di Kota Palembang menggunakan
pola penangan setempat atau On Site System yang berdasarkan Susenas tahun 2000 (BPS
Sumsel 2001) rumah tangga yang memiliki MCK sendiri sebanyak 75,51%, fasilitas
bersama 15,87%, fasilitas umum sekitar 2,51%, dan tidak memiliki MCK sebanyak 6,10%.
Sistem setempat (on site) dominan berada di kawasan perumahan, masing-masing rumah
mengalirkan air limbah ke tangki septic (septic tank). Untuk perumahan dengan kapling
relatif kecil (perumahan relatif padat) menggunakan sistem terpusat atau komunal.
Pembuangan air limbah Kota Palembang terlebih dahulu diolah di IPLT (Instalasi Pengolah
Limbah Tinja). Instalasi Pengolah Limbah Tinja dewasa ini terdapat di Borang (Sako) dan
Kelurahan Sukajaya (Sukarami) yang berintegrasi dengan TPA sampah. Untuk
pengangkutan Lumpur tinja tersebut disediakan mobil tangki penyedot tinja. Hasil
pengolahan Lumpur tinja di Instalasi Pengolah Limbah Tinja tersebut dimaksudkan untuk
dapat dimanfaatkan, yaitu terutama untuk pupuk bagi pertanian.
Pengelolaan persampahan di Kota Palembang dilakukan oleh: (1) Dinas Pasar,
mengelola sampah pasar dari tahap pewadahan, pengangkutan, sampai tempat pembuangan
akhir sampah (TPA); (2) Dinas Kebersihan Kota, mengelola sampah non-pasar, mulai dari
penampungan sampah sementara sampai ke TPA, pengelolaan sampah di TPA menjadi
tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota; (3) masyarakat, diwadahi oleh LKMD dan RT,
mengelola sampah dari perumahan sampai pengangkutan dengan gerobak sampai tempat
penampungan sementara (TPS).
Jumlah sampah secara kuantitas setiap harinya mengalami kenaikan, dan pelayanan
persampahan baru mencapai sekitar 38% dari total sampah secara keseluruhan. Kurangnya
pelayanan persampahan ini disebabkan, antara lain: (1) keterbatasan kapasitas sarana dan
prasarana pengangkutan sampah, (2) masih seringnya warga masyarakat membuang sampah
ke sungai dan tepi-tepi jalan, (3) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya,
sehingga membiarkan sampah berserakan .
59
TPA yang berfungsi saat ini berada di Kelurahan Sukajaya (Kecamatan Sukarami)
dengan luas 25 Ha (termasuk IPLT), sedangkan TPA yang sudah di persiapkan untuk
mengantisipasi masa yang akan datang berada di Desa Karya Jaya (Kecamatan Seberang
Ulu I) dengan luas 40 Ha dengan sistem yang dipakai adalah sama yaitu Sanitary Land Fill.
Kota Palembang secara keseluruhan telah memiliki desain dan konstruksi jaringan
drainase yang diperkeras serta jaringan drainase sederhana dan bersifat konvensional,
kecuali pada jalur jalan arteri sudah menggunakan perkerasan dan tertutup. Sedangkan
untuk sistem jaringan drainase jalan lokal sudah terdapat jaringan yang diperkeras, tetapi
masih terbuka dengan kedalaman kurang lebih 50 cm. Untuk sistem drainase yang lain
masih secara alami dan ditumbuhi semak belukar dan merupakan sodetan tanah berbentuk
kurva setengah lingkaran dan terputus. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan belum
menunjukan jaringan drainase secara terpadu, di mana dimensinya pun hanya merupakan
pendekatan perkiraan, tidak diperhitungkan dan didesain sesuai dengan standar baku.
Dimensi ukuran yang ada untuk masing-masing saluran drainase bervariasi. Pada
ruas jalan yang memiliki lebar 3 meter, lebar saluran drainase yang terdapat di bagian kiri
dan kanan jalan sekitar 4050 cm dengan kedalaman 2030 cm. Pada ruas jalan yang lebih
sempit, yang memiliki konstruksi dasar perkerasan dan perkerasan tanah, dimensi saluran
drainase lebih kecil lagi, bahkan tidak memiliki sama sekali.
Sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi umumnya, Kota Palembang
mempunyai jaringan drainase yang dibedakan menjadi 3 bagian wilayah kota, yaitu: (i)
Seberang Ulu, dengan arah aliran ke Sungai Musi dengan anak-anak sungainya, Sungai
Ogan, Sungai Keramas, Sungai Komering, Sungai Aur dan sungai-sungai lainnya, (ii)
Seberang Ilir, dengan arah alirannya ke Sungai Musi dan anak-anak sungainya, Sungai
Sekanak, Sungai Lambidaro, Sungai Bendung, Sungai Buah, Sungai batang, Sungai
Selincah dan sebagainya, (iii) Sukarami/Sako, dengan arah aliran ke Sungai Gasing dan
Sungai Kenten.
Kebutuhan pelayanan jasa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang utama dalam
perkembangan informasi yang semakin cepat. Keberadaan prasarana telekomunikasi ini
antara lain akan mendukung dunia usaha yang semakin kompetitif. Hal ini dikaitkan dengan
keberadaan industri-industri yang semakin berkembang, pusat pemerintahan, dan aktivitas
komersial serta kegiatan pariwisata, maka kebutuhan akan telekomunikasi sangat diperlukan
sekali sehingga pihak PT Telkom dituntut menyediakan jaringan yang lebih banyak, guna
mempermudah dalam proses pemasangan sambungan baru telepon. Sementara itu, untuk
Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Gandus, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kalidoni,
Kecamatan Plaju dan Kecamatan Kertapati masih menyatu dengan kecamatan sebelum
pemekaran.
60
2.2.5.2. Prediksi
Pembangunan infrastruktur kota sebaiknya didasarkan pada pengembangan
perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara terpadu. Pembangunan infrastruktur
didasarkan pada pndekatan secara partisipatif dan pengembangan sistem sosialisasi publik
rencana pembangunan infrastruktur kota yang aksesibel.
Sumber daya sungai dikembangkan dengan berbagai pendekatan antara lain
penurunan tingkat sedimentasi sungai, peningkatan fungsi sungai dalam rangka
pengendalian banjir, pengembangan moda angkutan dan pariwisata sungai.
Kualitas dan kuantitas air bersih ditingkatkan dengan cara pengelolaan sumber daya
air yang efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pembangunan air bersih
diutamakan mampu menyediakan kebutuhan air minum untuk seluruh warga Kota
Palembang. Peningkatan investasi PDAM disamping untuk menyediakan kebutuhan air
bersih juga meminimalkan kebocoran.
Sistem transportasi dikembangkan dengan beberapa pendekatan antara lain
peningkatan mutu manajemen transportasi; aksesibilitas antarseluruh wilayah kota yang
mendorong pertumbuhan.
Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan pendekatan antara lain
pengembangan partisipasi publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasaranasarana permukiman, pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau
oleh daya beli masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang
mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien.
Pengelolaan energi ditingkatkan dengan pendekatan antara lain peningkatan
kepedulian dan partisipasi warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif,
efisien, dan berkelanjutan serta penghematan sumber daya energi.
Telematika perkotaan dikembangkan dengan pendektan antara lain peningkatan
kesadaran dan pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan
pemanfaatan prasarana telekomunikasi dan non-telekomunikasi.
Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota harus ditingkatkan
terutama kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota yang
sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan.
2.2.6. Hukum dan Pemerintahan
2.2.6.1. Kondisi dan Analisis
Pemerintahan Kota Palembang adalah pemerintahan di daerah yang bekerja
berdasarkan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Prinsip ini sejalan dengan amanat
Pasal 1 jo Pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen, yang menempatkan bentuk negara
(staatsvorm) Indonesia sebagai negara yang berbentuk republik dalam wujud negara
kesatuan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip desentralisasi dalam otonomi daerah.
61
Oleh karena itu, di dalam UU No. 32 Tahun 2004, pemerintah daerah diharapkan mampu
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan
dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut diaplikasikan melalui proses demokrasi yang menempatkan
rakyat sebagai salah ujung tombak pembangunan. Demokratisasi yang dijalankan telah
membuat rakyat semakin sadar akan hak dan tanggung jawabnya. Partisipasi masyarakat
menjadi tema dalam penyelenggaraan pemerintah. Tingkat partisipasi masyarakat yang
rendah akan membuat aparatur negara tidak dapat menghasilkan kebijaksanaan
pembangunan yang tepat. Kesiapan aparatur negara dalam mengantisipasi proses demokrasi
ini perlu dicermati agar mampu memberikan pelayanan yang dapat memenuhi aspek
transparansi, akuntabilitas dan kualitas yang prima kinerja organisasi publik.
Pola interaksi hubungan antara rakyat dan aparatur dalam studi pemerintahan
seyogianya di dukung juga oleh pihak-pihak terkait, seperti pengusaha, lembaga swadaya
masyarakat dan atau pihak-pihak terkait lainya (stakeholders). Hubungan ketiga komponen
ini meletakan fondasi tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam setiap tindakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan Kota Palembang.
Penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah Kota Palembang didasarkan pada
kewenangan yang diberikan kepadanya dengan pengecualian urusan pemerintahan yang
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Pemerintah kota menjalankan otonomi seluasluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah didasarkan kriteria: (1) atas urusan wajib dan
urusan pilihan, (2) penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan
oleh Pemerintah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kota Palembang
merupakan urusan yang berskala kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian
pembangunan; (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c)
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan
prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan pendidikan; (g)
penanggulangan masalah sosial; (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan; (j) pengendalian
lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
(m) pelayanan administrasi umum pemerintahan; (n) pelayanan administrasi penanaman
modal; (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
62
untuk menyelesaikan masalah secara adil melalui mekanisme yang dipahami dan disepakati
bersama. Pergeseran ke arah itu meliputi adanya mekanisme dan prosedur tetap proses
peradilan, keterjangkauan biaya dan keterbukaan terhadap proses dan hasil peradilan itu
sendiri. Oleh karena itu, tujuan meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan ini dicapai
dengan cara meningkatkan fasilitas peradilan yang aman, nyaman, dan aksesibel. Indikator
meningkatnya aksesibilitas terhadap peradilan adalah meningkatnya kepuasan penduduk
terhadap mutu pelayanan peradilan.
Perlu pemahaman bersama, penegakan hukum dalam suatu wilayah kota diatur dan
berdasarkan kepada produk-produk aturan hukum tingkat pusat. Daerah Kota Palembang
khususnya hanya memiliki kewenangan pengaturan hukum dalam bentuk Peratuan Daerah
dan Peraturan Walikota. Oleh karenanya fungsi koordinator kepala daerah memegang
peranan menjaga ketertiban dan keamanan di wilayahnya. Kekhasan daerah dan
kewenangan daerah yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di atasnya
dituangkan dalam aturan hukum peraturan daerah.
Sebagian besar peraturan daerah mengatur persoalan kelembagaan daerah,
peningkatan pendapatan daerah dan bidang administrasi. Peraturan Daerah Kota Palembang
yang dihasilkan sejak tahun 1998-2004 masih sedikit yang mengatur substansi arah
pembangunan berkelanjutan Kota Palembang sebagai kota metropolitan, mandiri dan
berkualitas. Selain itu Peraturan Daerah yang ada belum disusun secara komprehensif dan
partisipatif sehingga mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan yang ada di Kota
Palembang dan menimbulkan interpretasi berbeda yang mengakibatkan terjadinya
inkonsistensi.
Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan hukum yang ketat dengan keterlibatan
stakeholders kota untuk menindak terjadinya praktik korupsi merupakan salah satu pilar
dalam membangun pemerintahan yang bersih di Kota Palembang. Hal ini penting untuk
mendorong kepastian hukum (legal certainty/rechtszekerheid) yang meningkatkan posisi
daya tarik Kota Palembang sebagai salah satu sentra perdagangan dan jasa di tingkat global.
Pelibatan masyarakat kota perlu mendapatkan prioritas kelembagaan melalui
mekanisme sosialisasi publik dan konsultasi publik secara terencana dan terpadu.
Kepedulian masyarakat akan mampu mengefektifkan wibawa penegakan hukum Kota
Palembang. Unsur ini memberikan nilai tambah bagaimana kota berbenah menekan tingkat
kriminalitas melalui kepentingan masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, ketersediaan sarana dan prasarana yang terkait dengan penegakan
hukum perlu terus ditingkatkan. Penegakan hukum akan menjadi wacana ketika sarana dan
prasarana penegakan hukum tidak memadai. Indikator peningkatan akan terlihat ketika
masyarakat memahami kenapa hukum tersebut terasa adil ketika masyarakat terkena
penegakan hukum. Hal ini tercermin dengan berkurangnya komplain terhadap sarana tandatanda lalu lintas misalnya. Unsur ini setiap tahunya harus direvisi dan diperbaiki demi
64
Peran serta dan tanggung jawab warga kota terhadap keamanan dan ketertiban
ditingkatkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan komunikasi publik tentang
kondisi keamanan dan ketertiban warga kota, dan (b) peningkatan aktivasi sistem keamanan
lingkungan (siskamling).
Untuk standar pelayanan publik dalam bidang keamanan dan ketertiban
dikembangkan dengan cara sebagai berikut: (a) peningkatan pendidikan warga kota tentang
standar-standar keselamatan, keamanan dan ketertiban; (b) peningkatan kualitas pelayanan
aparat dalam menanggapi dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara
merata di seluruh wilayah Kota Palembang.
Untuk mewujudkan tata pemerintahan kota yang baik (good governance),
dibutuhkan peningkatan kualitas aparatur daerah yang amanah dan mampu mendukung
pembangunan daerah serta menjawab kebutuhan dinamika daerah. Terwujudnya tujuan Kota
Palembang dalam pembangunan bidang pemerintahan daerah dapat tercapai apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) sistem penyelenggaraan pemerintahan yang
terpadu sesuai dengan prinsip-prinsi Good Governance and Clean Government; (b)
kemitraan antardaerah dan/atau luar negeri yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan; (c)
kebijakan publik di bidang pemerintahan daerah yang dapat diakses oleh warga kota; (d)
kenyelenggara pemerintahan daerah yang profesional; dan (e) sinergi antarstakeholder
yang mengutamakan keadilan dan kesetaraan.
Sejalan dengan prediksi pembangunan bidang pemerintah kota maka arah
pembangunan pemerintahan daerah diwujudkan melalui: (a) peningkatan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang; penataan kelembagaan pemerintahan daerah; (b)
pengembangan sistem informasi manajemen tata kelola kota; peningkatan kualitas
kemitraan antar daerah dan/atau luar negeri; dan (c) peningkatan kapasitas pemerintah Kota
Palembang dan/atau jaminan iklmim berkelanjutan usaha.
Kinerja aparatur pemerintah Kota Palembang dapat ditingkatkan dengan cara sebagai
berikut: (1) pengembangan kualitas pelayanan publik; (2) perekayasaan kinerja aparatur
pemerintah Kota Palembang secara simultan dan integratif berdasarkan karakteristik sebagai
berikut: (a) fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik, (b)
pemerintah yang memberdayakan masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat
yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community), (c) pemerintah yang kompetitif,
(d) pemerintah yang digerakkan oleh misi, (e) pemerintah yang berorientasi pada hasil, (f)
pemerintah berorientasi pada masyarakat, (g) pemerintahan mampu menciptakan
pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan, (h) pemerintah yang antisipatif, berupaya
mencegah daripada mengobati, (i) pemerintah desentralisasi, dari hierarkhi menuju
partisipatif dan tim kerja.
Kelembagaan penyelenggaraan pemerintahan daerah ditempuh melalui penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan yang disesuaikan dengan dinamika yang
67
berkembang dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi warga. Good Governance
dan Clean Government diselenggarakan dengan mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan.
2.3. Prediksi Kondisi Umum Kota
Kemajuan dan perkembangan kota yang sesuai dengan dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Palembang akan memberikan dampak positif
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, peningkatan pelayanan publik optimal,
pertumbuhan ekonomi dan keuangan daerah, peningkatan pendapatan masyarakat,
supremasi hukum, penumbuhan partisipasi masyarakat, peningkatan prasarana dan sarana
kota, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Menjadikan Kota Palembang sebagai pusat pertumbuhan kegiatan melalui strategi
kota lima dimensi yaitu pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri, dan
pariwisata dapat diproyeksikan akan lebih maju dan modern. Hal ini dapat dilakukan dengan
strategi pembangunan yang memprioritaskan beberapa kegiatan: (1) pembangunan
kelembagaan pemerintahan efisien dan efektif; pengembangan sistem local good
governance dan local clean government; (2) peningkatan kualitas pendidikan dan
pengembangan SDM; peningkatan kualitas kesehatan masyarakat; penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran; (3) pengembangan sektor industri dan perdagangan;
pemberdayaan koperasi, UMKM, dan sektor informal; (4) pengembangan pariwisata kota
dan fasilitas pendukungnya; peningkatan investasi yang kondusif; (5) pembangunan
infrastruktur kota dan pengembangan wilayah; perbaikan dan pelestarian lingkungan hidup
kota; peningkatan ketertiban dan keamanan kota; supremasi hukum dan law enforcement
yang bijaksana.
68
BAB III
VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN KOTA
3.1. VISI
Untuk mengantisipasi perubahan dan paradigma kehidupan masyarakat kota yang
semakin maju dibutuhkan perumusan Visi Pembangunan Kota Palembang yang bisa
mengakomodasi gerak pembangunan hingga tahun 2024. Adapun Visi Pembangunan Kota
Palembang dalam pembangunan jangka panjang adalah:
membangun kota tercinta. Kota yang maju dan mampu memberikan kenyamanan,
kemakmuran dan keadilan bagi warga kota. Memiliki keunggulan untuk mewadahi berbagai
kegiatan industri, bisnis dan wisata yang berdaya saing global. Setiap warga kota memiliki
nilai-nilai penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, prinsip-prinsip demokrasi, keadilan
dan kesetaraan, profesional, etika multikultural, transparansi, dan kepedulian.
3.2. MISI
Untuk menjabarkan Visi Pembangunan Kota Palembang diperlukan beberapa Misi
yang diasumsikan sangat strategis dalam Pembangunan Jangka Panjang Periode 2005-2024,
antara lain:
1. Meningkatkan tata pemerintahan yang baik (local good governance) dalam
memberikan pelayanan publik, menciptakan ketertiban, kenyamanan dan keamanan,
serta mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten.
2. Meningkatkan kapasitas warga kota untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota,
pengambilan keputusan publik dan penyelenggaraan pelayanan publik.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas penataan ruang kota yang menjamin
aksesibilitas publik dan berwawasan lingkungan.
4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat secara optimal melalui upaya memajukan tingkat
kemakmuran dan produktivitas warga kota melalui peningkatan daya tarik investasi
dan iklim usaha.
3.3. ARAH UMUM PEMBANGUNAN KOTA
Secara umum arah pembangunan Kota Palembang dalam periode 2005-2024 adalah
untuk mewujudkan misi pembangunan secara terencana, terintegrasi, dan sinergi dari semua
perencanaan untuk mensejahterakan rakyat dan memajukan Kota Palembang agar menjadi
kota yang berkualitas, mandiri, dan berbudaya. Masyarakat yang sejahtera berarti
meningkatnya daya beli rakyat, memperoleh pelayanan publik yang prima, dan merasa
nyaman dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kota Palembang yang maju
berarti kota yang berkualitas, mandiri, dan berbudaya dengan memiliki prasarana dan sarana
perkotaan yang semakin lengkap sehingga sangat kondusif untuk semua aktivitas.
3.3.1. Arah Umum Pembangunan Jangka Panjang
Arah umum pembangunan jangka panjang Kota Palembang untuk mewujudkan
beberapa sasaran pembangunan yang merupakan penjabaran dari misi pembangunan Kota
Palembang:
Misi-1 adalah meningkatkan tata pemerintahan yang baik (local good governance)
dalam memberikan pelayanan publik, menciptakan ketertiban, kenyamanan dan keamanan,
serta mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan secara konsisten. Misi ini dijabarkan
dalam beberapa arahan: (1) Arah umum pembangunan bidang politik diwujudkan melalui
70
pusat pertumbuhan.
3.3.1.2. Arah Pengembangan Tata Ruang Mikro Wilayah
Rencana tata ruang kota pada dasarnya merupakan perwujudan kebijaksanaan tata
ruang kota dan wilayah jangka panjang yang akan menjadi arahan bagi pembangunan fisik
kota. Penyusunan arahan pengembangan tata ruang mikro wilayah Kota Palembang
didasarkan pada tujuan pengembangan dan fungsi Kota Palembang yang akan
dikembangkan dalam lingkup regional. Selain itu, arahan pengembangan tata ruang mikro
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: (1) Arahan Kebijaksanaan Tata Ruang. Arahan
pengembangan Kota Palembang sebagai kota metropolitan yang diwujudkan dengan
pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dan industri. (2) Karakteristik
dan Potensi Wilayah. Morfologi wilayah Kota Palembang yang berpola relatif datar pada
seluruh bagian wilayah. Kecenderungan pola struktur ruang wilayah Kota Palembang
menunjukkan pola perkembangan radial-konsentrik terutama pada jalur jalan utama dan
pola perkembangan pengelompokan (cluster) terutama pada pusat-pusat pertumbuhan
wilayah. Kecenderungan berkembangnya fungsi kegiatan perkotaan (utama dan sekunder)
pada pusat-pusat pertumbuhan Kota Palembang
Untuk memudahkan pelaksanaan prioritas pembangunan, Kota Palembang dapat
dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kriteria pembagian wilayah. Berdasarkan tata
ruang, penentuan Wilayah Pembangunan (WP) didasarkan pada beberapa aspek sebagai
berikut: Kesamaan sifat kondisi alami, kesamaan sifat fungsi bangunan, kesamaan sifat
kepadatan bangunan, kesaman sifat kegiatan penduduk, keterkaitan fungsi satu peruntukan
dengan peruntukan lainnya (Unity), batas alam maupun batas jalan, batas administrasi,
kekompakan wilayah pembangunan tersebut dilihat dari pola perkembangan, dan
kemudahan dalam pelaksanaan tahap pembangunan kota.
3.3.2. Peran Sub Wilayah Pembangunan di Kota
3.3.2.1. Kriteria Penentuan Wilayah Pembangunan
Berdasarkan maksud dan tujuan dari pembagian Wilayah Pembangunan (WP)
tersebut di atas, maka pada prinsipnya WP merupakan satu kesatuan lingkungan kegiatan
kota yang serasi dengan sarana dan prasarana yang sesuai untuk mendukungnya. Oleh
karena itu, untuk mewujudkan satu kesatuan proses penentuan WP dapat didasarkan atas
kriteria penentuan yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Setiap WP yang
menceminkan satu kesatuan kegiatan kota harus mempunyai batas-batas fisik tegas, baik
berupa jalan utama kota maupun kendala fisik yang dapat memcerminkan kesatuan integral
ruang yang lebih kompak. (2) Dalam mewujudkan satu kesatuan kegiatan kota yang serasi,
maka setiap WP harus mencerminkan tingkat homogenitas dalam hal kegiatan fungsional,
kepadatan perumahan dan penduduknya. (3) Dalam rangka mewujudkan keserasian dan
73
76
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
Dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan yang sudah ditetapkan,
maka diperlukan suatu prediksi arah kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan
untuk masing-masing bidang pembangunan. Arah kebijakan pembangunan tersebut
dijabarkan dalam beberapa kebijakan pembangunan dan indikator keberhasilan dalam
Pembangunan Jangka Panjang Kota Palembang periode 2005-2024.
Kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait
dan ditetapkan oleh yang berwenang membuat kebijakan tersebut untuk dijadikan pedoman,
pegangan, dan petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintahan maupun
masyarakat agar tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam upaya pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran pembangunan.
Adapun arah kebijakan pembangunan Kota Palembang yang digariskan dalam
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Kota Palembang 2005-2024 ini adalah sebagai berikut.
(1) memberikan prioritas pada usaha-usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui peningkatan program pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agama, ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), seni budaya, olahraga dan pemuda serta peningkatan
sumber daya aparatur pemerintahan. (2) melaksanakan penataan ruang yang lebih
partisipatif sesuai dengan potensi yang ada, sehingga rencana tata ruang benar-benar dapat
digunakan sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang dan meningkatkan kualitas
lingkungan perkotaan serta memberikan prioritas pada pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan yang menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan mengurangi permasalahan
lingkungan perkotaan. (3) memberikan peluang bagi masuknya investasi melalui berbagai
kemudahan dan insentif dengan prioritas pada pengembangan industri, produk unggulan,
koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), perdagangan dan jasa serta pariwisata
serta meningkatkan penerimaan daerah dari berbagai sumber penerimaan daerah tanpa
merusak iklim investasi dan prinsip pembangunan berkelanjutan. (4) meningkatkan usahausaha perbaikan kualitas layanan pemerintah kepada masyarakat dan merangsang
tumbuhnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pembangunan melalui peningkatan
swadaya masyarakat disertai dengan usaha-usaha pengentasan kemiskinan dan penanganan
masalah-masalah sosial. (5) mewujudkan kerjasama antara Kota Palembang dengan
kota/daerah lain terutama yang berbatasan guna menciptakan keterpaduan pembangunan di
wilayah perbatasan dan kerja sama baik di dalam maupun di luar negeri guna mendorong
peningkatan usaha, ekonomi, pendidikan, seni budaya, dan pariwisata.
77
78
5. Pengelolaan air harus sejalan dengan kebijakan keterjaminan air yang mencakup; (i)
jaminan kesediaan pangan; (ii) pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat; (iii)
perlindungan ekosistem; (iv) pembagian sumber daya air antarwilayah yang berkaitan;
(v) penanggulangan resiko; (vi) pemberian nilai air; dan (vii) penguasaan air secara
bijaksana. Pembangunan infrastruktur juga harus disesuaikan dengan perkembangan
global, terutama dengan makin pesatnya arus informasi dunia. Pembangunan
infrastruktur juga harus mempertimbangkan kebutuhan energi Palembang di masa
depan.
4.1.2. Indikator Keberhasilan
1. Meningkatnya indeks baku mutu udara di seluruh wilayah kota;
2. Meningkatnya baku mutu air tanah maupun air olahan;
3. Meningkatnya baku mutu pangan;
4. Meningkatnya cadangan sumber daya energi perkotaan (resources endowment);
5. Meningkatnya indeks keberlanjutan pembangunan kota (sustainable development
index)
4.2. Bidang Sumber Daya Manusia dan Kependudukan
Terwujudnya masyarakat Palembang yang sehat, cerdas, produktif, partisipatif,
makmur, serta berakhlak mulia. Terwujudnya tujuan Kota Palembang dalam pembangunan
bidang sumber daya manusia dan kependudukan dapat tercapai apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
1. kualitas SDM yang kompeten dan berdaya saing;
2. keseimbangan antara jumlah dan laju penduduk dengan daya dukung dan daya tampung
kota;
3. partisipasi masyarakat yang mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
kota.
4.2.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan sumber daya manusia dan kependudukan diwujudkan melalui
peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial dasar; peningkatan
kualitas dan daya saing tenaga kerja menuju persaingan global; pengendalian jumlah dan
laju pertumbuhan penduduk; peningkatan partisipasi masyarakat di segala bidang; penataan
administrasi kependudukan.
1. Akses, pemerataan, relevansi, dan mutu terhadap layanan sosial dasar ditingkatkan
melalui; (a) peningkatan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (sustainable) dan
berkualitas bagi kelompok masyarakat rentan; (b) perbaikan perilaku hidup sehat
masyarakat; (c) peningkatan kualitas gizi masyarakat; (d) peningkatan akses dan
79
2.
3.
4.
5.
sekitar Palembang; (c) peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan,
kesempatan kerja dan teknologi; (d) pengembangan sosial capital dan human capital; (e)
formulasi strategi perkotaan dalam suatu kerangka pembangunan wilayah yang terpadu
dan dalam suatu regional network yang saling menguntungkan.
3. Produk-produk unggulan sesuai dengan potensi Palembang ditingkatkan dan
dikembangkan dengan cara; (a) pemanfaatan keunggulan komparatif dan kompetitif
Palembang melalui pengembangan pasar, meningkatkan akses permodalan, perluasan
jaringan dan keterkaitan, pemanfaatan riset dan teknologi, pengembangan kelembagaan
dan pemantapan iklim bisnis yang kondusif; (b) pengembangan potensi maritim dengan
menerapkan manajemen modern; serta menumbuhkan lembaga-lembaga pendukung
pembangunan berbasis maritim.
4. Kerjasama antardaerah ditingkatkan untuk memperkuat eksistensi dalam iklim kompetitif,
terutama dalam menghadapi globalisasi. Persaingan global akan semakin kuat
berpengaruh pada pembangunan Palembang pada masa datang. Pembangunan Kota
Palembang akan menjadi lebih terbuka dan langsung berpengaruh terhadap
perkembangan daerah-daerah di sekitarnya. Usaha yang diperlukan pada masa transisi
agar Palembang dapat memaksimalkan keuntungan sembari meminimalkan kerugian
persaingan global adalah dengan cara pengelolaan alokasi sumber daya yang efisien dan
efektif.
4.3.2. Indikator Keberhasilan:
1. Meningkatnya pemanfaatan sumber daya produktif untuk kemakmuran;
2. Meningkatnya produk domestik regional bruto (PDRB) dan pendapatan perkapita;
3. Tumbuhnya kader pembangunan daerah yang handal, cekatan, cerdik dan
profesional dalam meningkatkan produktivitas dan mengembangkan jaringan
distribusi;
4. Meningkatnya pertumbuhan turisme, perdagangan dan investasi;
5. Adanya jaringan komunikasi dan informasi tentang pembangunan daerah atau daerah
lain, nasional dan internasional, serta jaringan guna membangun akses-akses pasar,
dana, investor, basis data berbagai daerah; jaringan ini sekaligus berfungsi sebagai
jaringan publikasi dan sosialisasi program daerah yang ditawarkan kepada
masyarakat luas;
6. Adanya kemitraan yang saling menguntungkan, saling hormat-menghormati, baik di
kalangan usaha rakyat, antar daerah skala nasional maupun internasional,
antarlembaga swasta dan masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dan
terkait dengan pengembangan daerah;
7. Pembangunan yang ramah lingkungan (pembangunan berkelanjutan);
83
8. Terdapat keterkaitan lokal (hulu dan hilir) serta pelibatan unsur swasta dalam
pembangunan secara proporsional;
9. Meningkatnya pengelolaan keuangan daerah secara efisien dan efektif sesuai prinsip
transparansi dan akuntabilitas anggaran.
4.4. Bidang Pembangunan Infrastruktur
Terwujudnya infrastruktur yang mendukung pembangunan berbagai bidang dan
keberlanjutan ekosistem kota. Terwujudnya tujuan pembangunan infrastruktur dapat
tercapai, apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota yang efektif dan berkelanjutan.
b. Kualitas dan kuantitas infrastruktur yang seimbang dengan pengembangan kota.
c. Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota.
d. Partisipasi warga kota dalam menjamin keberlanjutan infrastruktur kota.
4.4.1. Arah Kebijakan Pembangunan
Arah pembangunan infrastruktur diwujudkan melalui penguatan sistem perencanaan
infrastruktur kota; pengembangan sumber daya sungai; peningkatan kualitas dan kuantitas
air bersih; pengembangan sistem transportasi; pengembangan perumahan dan permukiman;
pengembangan pengelolaan energi; pengembangan telematika perkotaan; dan peningkatan
konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota.
1. Sistem perencanaan pembangunan infrastruktur kota dikuatkan dengan cara; (a)
pengembangan perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara terpadu; (b)
pengembangan mekanisme baku perencanaan pembangunan infrastruktur kota secara
partisipatif; (c) pengembangan sistem sosialisasi publik rencana pembangunan
infrastruktur kota yang aksesibel; dan (d) pengembangan sistem monitoring dan evaluasi
implementasi rencana pembangunan infrastruktur kota.
2. Sumber daya sungai dikembangkan dengan cara; (a) penurunan tingkat sedimentasi
sungai; (b) penurunan tingkat polusi sungai; (c) peningkatan fungsi sungai dalam rangka
pengendalian banjir; (d) pengembangan moda angkutan dan pariwisata sungai.
3. Kualitas dan kuantitas air bersih dikembangkan dengan cara; (a) pengelolaan sumber
daya air yang efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan; (b) penurunan tingkat
intrusi air laut ke dalam air tanah; dan (c) penurunan tingkat polusi ke dalam sumbersumber air bersih.
4. Sistem transportasi dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan mutu manajemen
transportasi; (b) peningkatan kesaling-terhubungan antarseluruh wilayah kota yang
mendorong pertumbuhan; (c) penurunan moda transportasi pribadi dan peningkatan
moda transportasi massal; (d) pengendalian dampak polusi dari berbagai moda
transportasi dalam kota; (e) peningkatan kualitas dan kuantitas jalur pejalan kaki dan
84
5.
6.
7.
8.
kendaraan tak bermotor yang aman dan nyaman; dan (f) pengembangan kereta api
sebagai moda transportasi dalam kota dan antara Palembang dengan daerah hinterland.
Perumahan dan permukiman dikembangkan dengan cara; (a) pengembangan partisipasi
publik dalam peningkatan kualitas perumahan dan prasarana-sarana permukiman;
(b) pengembangan perumahan yang berkelanjutan, layak huni, terjangkau oleh daya beli
masyarakat, dan didukung oleh prasarana-sarana permukiman yang mencukupi dan
berkualitas yang dikelola secara profesional, mandiri, dan efisien; dan (c)
pengembangan perumahan dan prasarana-sarana permukiman yang memperhatikan
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Pengelolaan energi ditingkatkan dengan cara; (a) peningkatan kepedulian dan partisipasi
warga kota dalam pemanfaatan sumber daya energi secara efektif, efisien, dan
berkelanjutan; (b) penghematan sumber daya energi tak terbarukan dan pengembangan
sumber daya energi terbarukan dalam rangka meningkatkan resources endowment; dan
(c) peningkatan mutu sumber daya manusia dan penguasaan teknologi pengelolaan
sumber daya energi.
Telematika perkotaan dikembangkan dengan cara; (a) peningkatan kesadaran dan
pengetahuan warga kota terhadap potensi dan pemanfaatan telematika dan (b)
mengoptimalkan dan mensinergikan pengembangan dan pemanfaatan prasarana
telekomunikasi dan non-telekomunikasi dalam penyelenggaraan telematika perkotaan
guna menciptakan efisiensi dan pengurangan beban masyarakat pengguna.
Konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur kota ditingkatkan dengan cara; (a)
peningkatan kesadaran dan partisipasi warga kota dalam pembangunan infrastruktur kota
yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan prinsip keterpaduan dan (b) peningkatan
manajemen pengawasan dalam rangka mengurangi tingkat penyimpangan dari rencana
yang telah ditetapkan.
87
2.
3.
4.
5.
6.
7.
89
90
dan menangani permasalahan keamanan dan ketertiban secara merata di seluruh wilayah
Kota Palembang.
Terwujudnya supremasi hukum yang konsisten mencerminkan ketertiban dan
keadilan, menjamin kepastian hukum dan memperoleh legitimasi yang kuat. Terwujudnya
tujuan Kota Palembang dalam pembangunan bidang penegakan hukum dapat tercapai
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (a) produk hukum yang berkeadilan;
(b). penegakan hukum yang konsisten dan efektif; (c). lembaga hukum yang independen,
akuntabel dan transparan; (d). partisipasi dan tanggung jawab warga kota yang tinggi.
Arah pembangunan penegakan hukum diwujudkan melalui pembaruan peraturan
daerah, penegakan peraturan daerah secara konsisten, pengembangan kode etik penegak
hukum daerah, dan pemberdayaan masyarakat di bidang hukum.
1. Pembaruan peraturan daerah dilakukan secara terus-menerus dengan (a) peninjauan
kembali dan mengganti peraturan daerah yang tumpang tindih, berlawanan dengan
undang-undang, dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat; (b) perwujudan
peraturan daerah yang berorientasi pada rasa keadilan dan mempertimbangkan otonomi
daerah; (c) pengembangan komitmen dalam penegakan hukum melalui perjanjian
kerjasama antarlembaga dengan memperhatikan produk hukum nasional dan
internasional yang diratifikasi.
2. Peraturan daerah ditegakkan dengan maksud memberikan rasa aman, nyaman, dan
mendukung terwujudnya iklim investasi yang kondusif dengan cara (a) pengembangan
komitmen penegakan peraturan daerah untuk mencegah intervensi; (b) peningkatan
kontrol masyarakat terhadap penegakan peraturan daerah dengan memanfaatkan peran
media; (c) perwujudan kontrol masyarakat atas pelanggaran hukum dan HAM.
3. Lembaga hukum yang independen, akuntabel dan transparan ditempuh dengan cara
(a) peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum dan aparatur hukum;
(b) perbaikan kinerja dan koordinasi antarlembaga hukum dalam penanganan
pelanggaran hukum, HAM, dan sesuai dengan perubahan sistem politik.;
(c) peningkatan peran dan fungsi lembaga hukum dan lembaga advokasi secara sinergis
untuk pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM.
4. Pemberdayaan masyarakat di bidang hukum ditujukan untuk peningkatan integritas dan
moral aparat penegak hukum dan aparatur hukum dengan cara (a) peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya; (b) peningkatan kualitas SDM
dengan memanfaatkan perubahan sistem politik yang mendukung penegakan hukum.
4.6.2. Indikator Keberhasilan:
1. Meningkatnya indeks good governance;
2. Ada pelayanan publik yang lancar, cepat, murah, sehat, bersih, komunikatif dan
profesional, sebagai salah satu unsur penjamin terwujudnya kemampuan bersaing
91
92
BAB V
PENUTUP
93
Kualitas sumber daya manusia yang meningkat dan memiliki daya saing tinggi.
Masyarakat yang memiliki moral, akhlak dan iman yang lebih baik serta kerukunan
hidup umat beragama dan kerukunan sosial semakin mantap.
3. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
industri pengolahan, perdagangan, dan jasa-jasa.
4. Terciptanya aparatur pemerintahan yang berkualitas, bersih dari KKN, profesional
dalam mengemban tugas, dan berperan sebagai fasilitator pembangunan guna
terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih.
5. Semakin berkurangnya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan seiring dengan
makin terbukanya lapangan kerja dan kegiatan usaha.
6. Meningkatnya taraf hidup rakyat dan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan
pemeliharaan kesehatan.
7. Wilayah kota yang aman, damai, dan tentram sebagai wahana yang kondusif bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Hal tersebut dapat dicapai apabila pembangunan mendapatkan dukungan dan
partisipasi aktif seluruh rakyat serta peranan aparatur pemerintahan yang amanah dan
profesional. Optimisme akan keberhasilan dan/atau kesuksesan pembangunan muncul
seiring dengan tingginya antusiasme masyarakat ini untuk secara serius mengambil bagian
dalam mengangkat harkat dan derajat masyarakat melalui pembangunan.
KAIDAH PELAKSANAAN
Pemerintah Kota Palembang wajib menerapkan 3 (tiga) pilar dari Good Governance
yang meliputi transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam melaksanakan program dan
kegiatan dalam rangka pencapaian visi, misi, dan arah pembangunan sebagaimana tertuang
dalam RPJP Kota Palembang 2005-2024.
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan
terhadap setiap informasi terkait, seperti berbagai peraturan dan perundang-undangan, serta
kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi sosial, ekonomi, dan politik
yang handal (reliable). Transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang
memadai disediakan untuk dipahami dan dapat dipantau.
Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan untuk
bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam melaksanakan misinya
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan secara periodik. Setiap instansi
pemerintah mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian
organisasinya dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari
tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi.
94
95
3.
4.
Palembang,
2009
WALIKOTA PALEMBANG
96
96
Analisis SWOT
Tabel 1
Analisis Kekuatan dan kelemahan, Peluang dan Ancaman.
Geomorfologi, lingkungan hidup, dan sumber daya alam
No
1
1
ASPEK
2
Geomorfologi
KARATERISTIK
3
Sumberdaya
Alam dan
Lingkungan
35 % wilayah Kota
Palembang dala rawa
lebak, rawa pasang surut.
Banyak dialiri oleh anak
sungai (ada 68 anak
sungai aktif)
Kecepatan angin 3,3
Km 4,5 Km perjam
Suhu udara 2.00
3.000 mm
Kelembaban 75 89%
Penyinaran matahari,
45%
Kegiatan ekonomi
masyarakat, berbasis aliran
sungai.
Kehidupan terjadi
disepanjang aliran sungai,
segingga berdampak
kepada lingkungan hidup
KEKUATAN
4
Potensi
Pengembangan
sector perairan,
sungai, rawa
Posisi lintas,
transportasi
regional,
international
Basis wisata air
yang potensial
Adanya peraturan
daerah yang mengatur
tentang rawa dan
lebak.
Adanya peraturan
untuk memantau
kondisi lingkungan
sesuai dengan
peruntukkannya
Adanya PERDA
tentang tata ruang
kota dan penggunaan
lahan.
Adanya institusi
Dinas Kota yang
mengendalikan
sumberdaya alam
KELEMAHAN
5
Mudah terjadi banjir,
terutama dimusim
hujan
Terjadi pendangkalan
sungai, akibat
endapan yang dibawa
aliran dari hulu sungai
PELUANG
6
Sebagai ibukota
Provinsi
Masuknya
investasi, disektor
jasa perdagangan,
industri.
Pengembangan
sektor wisata,
terutama berbasis
air sungai
ANCAMAN
7
Berkurangnya
kawasan Rawa,
lebak akibat
penimbunan
Terjadinya
pencemaran
sungai akibat
aktivitas industri
dan sedimentasi
Pemanfaatan
potensi
Sumberdaya
berbasis air. Masih
dpat dioptimalkan
Restribusi dan
peningkatan PAD
masih terbuka
Masuknya
investasi PMA dan
daerah PMDN
Koordinasi antar
pelaku
pembangunan
dikota Palembang,
solid.
Rawan
terjadinya
kebakaran kota,
kebanjiran,
kemacetan
akibat
infrastruktur
terbatas,
terutama
dipemukiman
yang padat
Komuter yang
melalui Kota
Palembang
belum terpantau
dngan intensif.
Ekologi biologi
air terancam
akibat terjadinya
pencemaran dan
perubahan
ekosistem rawa,
lebak karena
penimbunan
97
No
1
3
ASPEK
2
Pertanian,
Tanaman
Pangan &
Peternakan
KARATERISTIK
3
Luas daerah kota
Palembang 400,61
Km . Pertanian yang
dapat diusahakan meliputi
:
Budidaya tanaman,
Pertanian & Holtikultura
Budidaya perikanan air
tawar/air deras karambah
(sungai)
Budidaya ikan hias
Penggemukkan sapi &
kambing
Peternakan ikan petelur
dan itik
Lahan pertanian yang
dapat ditanami,
Perairan untuk Budidaya
perikanan.
KEKUATAN
4
Potensi Tanaman
Pangan khususnya
Hortikultura,
peternakan unggas,
ternak badan besar
yang tersedia masih
cukup besar.
Infrastruktur untuk
menunjang
pemasaran produk
pertanian, baik
untuk dikonsumsi,
dan diekspor ke LN
cukup potensial
Potensi
pengembangan
usaha perikanan air
tawar, peternakan
unggas, sayursayuran di Kota
Palembang masih
tersedia cukup
besar.
Tersedia potensi
nilai tambah untuk
industri prosesseing
(secondary productpasca panen) antara
lain ikan asin, ikan
asap, udang beku,
paha kodok
KELEMAHAN
5
Kapasitas produksi
masih dapat
ditingkatkan
Luas real produksi
terbatas (tidak
ekonomis)
Ancaman hama,
keamanan karena
usaha dilakukan
diperkotaan
Kerusakan
lingkungan akibat
limbah industri yang
belum terkendali.
Penguasaan teknologi
pasca panen masih
rendah
Keterbatasan modal
petani untuk
mengembangkan
usaha
Kesulitan petani
memperoleh sumber
bibit yang baik
bermutu tinggi, bibit
unggul .
PELUANG
6
Perencanaan
Palembang sebagai
Lumbung Energi
dan Lumbung
Pangan
Tersedianya
aksesbilitas pasar
yang optimal (Jaka
barang, 45 pasar
tradisionil, moda
udara dan darat
yang strategis
lintas ASEAN,
bandara
internasional)
Permintaan pasar
internasional
terhadap produk
pertanian pangan
(organik) tinggi.
Tersedianya akses
pemasaran melalui
jaringan usaha (JU)
koperasi, UKM
dengan internet
ANCAMAN
7
Akupasi dan
alih fungsi lahan
pertanian
menjadi
pemukiman dan
industri
Kualitas limbah
padat dan cair
yang merusak
lingkungan
Kompetisi
produk tanaman
subsitusi di
pasaran.
Tabel. 2.
Potensi dan penggunaan lahan pertanian s.d. Tahun 2004
Di Kota Palembang
No
Tipologi
Potensi Lahan
Ditanam padi
Tidak
Lahan
( Ha)
( Ha )
Ditanami padi
Lahan sawah
8.138
Tadah Hujan
207
Lebak
Lahan Kering
2.705
29.653
6.810
1.328
917
6.995
98
Tabel 3
Populasi Ternak Tahun 2004 2005 di Kota Palembang
No
Jenis Ternak
Populasi (ekor)
Naik/
Tahun 2004
Tahun 2005
Turun
Sapi
4.732
5.848
1.116
19,08
Kerbau
506
380
-126
Kambing
12.726
18.908
6.182
33,15
Domba
196
985
789
32,69
Ayam pedaging
3.573.500
3.699.000
125.500
80.10
Ayam petelur
350.500
433.000
82.500
3.3
Ayam Buras
440.840
493.000
52.160
19,05
Itik
48.208
70.000
21.792
10,58
31,13
Tabel 4
Potensi sumberdaya Perikanan tahun 2004 di Kota Palembang
No
Jenis Usaha
Potensi (Ha)
Pemanfaatan ( Ha)
7.708
2.698
35
SungaiUmum
Keramba
Luas Km2
6.441
135
2,1
Jumlah Unit
36.806
771
2,1
Kolam
16,06
22.53
19,4
99
Tabel 5
Produksi ikan darat & Sungai dan pemasukan ikan laut
di Kota Palembang, tahun 2003.- 2005
No
Jenis Produksi
Produksi ( Kg)
2003
2004
2005
Keterangan
5.216,56
5.064,22
4,007
20,87
Turun
Ikan Laut
3.871,94
3.309,96
2.318
29,97
Turun
Jumlah
9.087,80
8.374,18
6.325.
24,48
Tabel 6
Timbunan sampah dan cakupan Layanan, tahun 2004 2005 di Kota palembang
No
Tahun
Kemampuan
%
2004
2.544 M3/Hari
55
2005
2.760 M3/Hari
58
Tabel 7
Penduduk Kota Palembang Tahun 1995 dan 2000
No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk
1995*)
2000**)
1.
Ilir Barat I
169.063
171.389
2.
Ilir Barat II
115.884
127.786
3.
Ilir Timur I
213.013
185.317
4.
Ilir Timur II
280.609
268.000
5.
Seberang Ulu I
232.046
244.032
6.
Seberang Ulu II
174.698
183.534
7.
Sako
60.323
101.427
8.
Sukarami
106.665
170.297
1.352.301
1.451.776
Jumlah
Sumber: *) Kantor Statistik Kotamadya Palembang
**) Badan Pusat Statistik Kota Palembang berdasarkan hasil sensus penduduk
100
Tabel 8
Penduduk Kota Palembang 2001-2005
No.
Kecamatan
Penduduk
2001
2002
2003
2004
2005
1.
Ilir Barat I
101.593
104.814
106.727
109.952
112.099
2.
Ilir Barat II
60.159
60.582
60.761
62.032
63.264
3.
Ilir Timur I
75.948
76.060
75.448
77.450
78.674
4.
Ilir Timur II
151.599
153.292
154.864
157.602
106.818
5.
Seb. Ulu I
139.141
141.545
142.587
146.403
149.135
6.
Seb. Ulu II
79.500
81.576
82.902
85.100
86.889
7.
Sako
86.365
87.561
90.229
90.263
92.214
8.
Sukarami
148.300
154.521
161.609
163.705
167.066
9.
Gandus
45.911
47.043
48.502
49.015
50.078
10.
Kertapati
71.962
73.541
74.738
76.417
77.978
11.
Plaju
77.153
77.500
76.996
79.155
80.749
12.
Bukit Kecil
45.380
45.245
45.408
45.865
46.789
13.
Kemuning
74.664
77.532
80.246
81.865
83.423
14.
Kalidoni
77.699
81.873
86.418
87.718
89.617
1.235.374
1.262.685
1.287.435
1.312.551
1.338.793
Palembang
101
Tabel 9
Penduduk Kota Palembang 2005 dan Rata-Rata Kepadatan
per Kelurahan dan per Km2
No.
Kecamatan
Penduduk
Luas Area
Jumlah
Kepadatan
Kepadatan
(Km2)
Kelurahan
Penduduk
Penduduk
per
per Km2
kelurahan
1.
Ilir Barat I
112.099
19,77
18.683
5.670
2.
Ilir Barat II
63.264
6,22
9.038
10.171
3.
Ilir Timur I
78.674
6,50
11
7.152
12.104
4.
Ilir Timur II
106.818
25,58
12
13.402
6.287
5.
Seb. Ulu I
149.135
17,44
10
14.914
8.551
6.
Seb. Ulu II
86.889
10,69
12.413
8.128
7.
Sako
92.214
42,50
15.369
2.170
8.
Sukarami
167.066
98,56
18.563
1.695
9.
Gandus
50.078
68,78
10.016
728
10.
Kertapati
77.978
42,56
12.996
1.832
11.
Plaju
80.749
15,17
11.536
5.323
12.
Bukit Kecil
46.789
9,92
7.798
4.717
13.
Kemuning
83.423
9,00
13.904
9.269
14.
Kalidoni
89.617
27,92
17.923
3.210
1.338.793
400,61
103
12.998
3.342
Palembang
102
Tabel 10
Penduduk dan Sex Ratio Kota Palembang
Berdasarkan Jenis Kelamin, tahun 2005
Kecamatan
1.
Ilir Barat I
Sex
Ratio
2002
99.06
2.
Ilir Barat II
97.57
30.484
31.548
60.032
103,49
3.
Ilir Timur I
92.94
34.866
42.584
77.450
122,14
4.
Ilir Timur II
98.33
78.303
79.299
157.602
5.
Seb. Ulu I
98.62
70.163
76.240
146.403
6.
Seb. Ulu II
98.96
42.713
42.396
85.109
7.
Sako
99.98
45.951
44.312
8.
Sukarami
98.97
81.559
83.146
9.
Gandus
No.
Perempuan
53.663
Tahun 2004
LakiJumlah Sex Ratio Perempuan
Laki
56.289
109.952
104,89
57.463
Tahun 2005
Laki-Laki
Jumlah
Sex Ratio
54.663
112.099
95.17
32.677
30.537
63.264
93.90
37.319
41.355
78.674
110,81
101,27
83.810
77.008
106.818
91,88
108,66
75.097
74.038
149.135
98,59
99,26
45.717
41.172
86.889
90,06
90.263
96,43
49.181
43.033
92.214
87,50
163.705
100,72
87.292
79.774
167.066
91,39
99.84
24.993
24.022
49.015
96,11
26.750
23.328
50.078
87,21
10. Kertapati
98.02
37.989
38.428
76.417
101,16
40.660
37.318
77.978
91,78
11. Plaju
99.27
39.117
40.038
78.155
102,35
41.867
38.882
80.749
92,87
98.77
22.659
23.206
45.865
102,41
24.252
22.537
46.789
92,93
13. Kemuning
97.28
39.542
42.323
81.865
107,03
42.323
41.100
83.423
97,11
14. Kalidoni
Palembang
100.18
44.683
43.035
87.718
96,31
47.825
41.792
89.617
87,39
98.45
646.685
665.866
1.312.551
102,97
692.156
646.637
1.338.793
93,42
Tabel 11
Jumlah Penduduk Palembang Menurut Umur
Dan Jenis Kelamin tahun 2004
Katagori
Penduduk
Penduduk
dibawah 15
tahun
Penduduk
Usia Kerja
(Tenaga
Kerja)
Penduduk
Tua
Kelompok
Umur
Perempuan
0-14
04
5-9
10-14
15-64
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65+
208.282
63.229
72.606
72.447
414.249
77.715
65.736
53.794
48.276
45.639
41.810
30.487
21.916
14.144
13.631
24.154
Tahun 2004
LakiJumlah
Laki
195.452
403.734
64.182
127.481
60.857
133.463
70.413
142.890
444.742
858.991
83.773
161.489
70.210
135.947
68.520
122.313
53.169
101.445
48.408
94.047
35.503
77.313
33.153
63.640
26.532
48.448
14.710
29.854
10.764
24.395
25.672
49.826
Jumlah
646.685
665.866
1.312.551
Sex
Ratio
93,84
101,51
83,82
97,19
107,36
107,80
106,81
127,38
110,14
106,07
84,92
108,74
121,06
104,00
78,97
106,28
102,97
197126
69.423
54.819
72.884
469635
82643
80082
59595
54473
49074
49074
42775
27763
14535
9621
Tahun 2005
LakiJumlah
Laki
182805
379931
59491
128914
55934
110753
67380
140264
444434
914069
74428
157071
68673
148755
66927
126522
44489
98962
41385
90459
44165
93239
40091
82866
33819
61582
17524
32059
12933
22554
Sex
Ratio
92,74
85,69
102,03
92,45
94,63
90,06
85,75
112,30
81,67
84,33
90,00
93.73
121.81
120.56
134.43
23395
692156
19398
646637
82.92
93.42
Perempuan
42793
1338793
103
Tabel 12
IKM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
No
Kabupaten/
Kematian
Angka
Tanpa
Tanpa
Balita
Kota
Usia
Buta
Akses
Akses ke
Kurang
< 40 th
Huruf
ke Air
Kesehatan
Gizi
IKM
Rangking
IKM
Bersih
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
1.
Palembang
11,7
2,2
20,1
17,0
29,1
16,0
45
2.
OKU
12,1
7,8
55,2
37,0
25,1
27,5
230
3.
OKI
20,9
6,7
62,3
31,2
36,4
31,2
281
4.
Muara Enim1)
18,4
6,0
61,4
32,4
26,9
28,8
255
5.
Lahat
2)
19,1
3,4
58,9
45,0
24,6
30,6
268
6.
MURA3)
23,0
8,8
55,9
52,7
27,7
32,9
294
7.
4)
MUBA
13,9
7,9
59,0
45,1
27,3
30,8
271
SUMSEL
16,0
5,9
52,7
36,0
28,2
27,7
21
Sumber: BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
Catatan: (1) termasuk Prabumulih, (2) Pagar Alam, (3) Lubuk linggau, (4) termasuk Kab Banyuasin
Tabel 13
IPM Propinsi Sumatera Selatan Menurut
Daerah Kabupaten/Kota Tahun 2002
No.
Kabupaten/Kota
AHH
AMH
RLS
Konsumsi
IPM
perkapita
(tahun)
(%)
(tahun)
(Rp 000)
Peringkat
IPM
1.
Palembang
68,3
97,8
9,7
596,1
71,2
50
2.
OKU
68,0
92,2
6,5
585,4
66,6
157
3.
OKI
62,8
93,3
6,3
576,5
63,1
268
64,3
94,0
6,5
576,5
64,2
236
63,8
96,6
7,1
577,8
65,1
199
4.
1)
Muara Enim
2)
5.
Lahat
6.
MURA3)
61,8
91,2
6,4
575,4
62,0
289
7.
MUBA4)
66,9
92,1
5,9
574,5
64,6
220
65,7
94,1
7,1
582,9
66,0
16
SUMSEL
Sumber: BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
Catatan: (1) termasuk Prabumulih, (2) Pagar Alam, (3) Lubuk linggau, (4) termasuk Kab. Banyuasin
104
Tabel 14
Proyeksi Penduduk Kota Palembang 1990-2025
No.
Tahun
Penduduk
Awal Periode
Akhir Periode
1.144.279
1.338.793
Masa Lalu
1.
1990-2005
2005-2010
1.338.793
1.423.002
3.
2010-2015
1.423.002
1.512.506
4.
2015-2020
1.512.506
1.607.642
5.
2020-2025
1.607.642
1.708.761
Tabel 15
Prediksi Jumlah Tenaga Kerja Kota Palembang
2005-2025
Tahun
Penduduk
Tenaga Kerja
Perempuan
Laki-Laki
Jumlah
2004
1.312.551
490.827
440.211
931.038
2005
1.338.793
500.632
448.974
949.606
2010
1.423.002
532.122
477.214
1.009.335
2015
1.512.506
565.591
507.230
1.072.821
2020
1.607.642
601.166
539.134
1.140.300
2025
1.708.761
638.979
573.045
1.212.024
Tabel 16
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja Kota Palembang 2004-2025
Tahun
Perempuan
Tenaga
TPAK
Kerja
Angkatan
Laki-Laki
Bukan AK
TK
TPAK
Kerja
Angkatan
Bukan
Kerja
AK
2004
490.827 39,37
193.260
297.567
440.211
80,38
353.859
86.352
2005
500.632 40,58
203.157
297.476
448.974
82,44
370.134
78.840
2010
532.122 46,63
248.129
283.994
477.214
92,74
442.568
34.646
2015
565.591 52,68
297.953
267.638
507.230
95,00
481.869
25.362
2020
601.166 58,73
353.065
248.101
539.134
96,00
517.569
21.566
2025
638.979 64,78
413.931
225.048
573.045
97,00
555.854
17.191
105
Tabel 17
Prediksi Jumlah Angkatan Kerja, Mencari Kerja dan Bekerja
Kota Palembang 2004-2025 (Skenario 1)
Tahun
Angkatan
Prediksi
Mencari
Bekerja
Kerja
Pengangguran (%)
Kerja
2004
547.119
17,64
96.529
450.590
2005
573.291
15,73
90.179
483.112
2008
606.407
6,98
42.327
564.080
2010
690.697
4,98
34.397
656.300
2015
779.822
2,48
19.340
760.482
2020
870.633
2,0
17.413
853.220
2025
969.784
2,0
19.396
950.388
Tabel 18
IPM Kota Palembang Tahun 2002 dan 2004
Dan Kondisi Ideal dan kondisi Terburuk IPM
Parameter
NILAI IPM3)
IPM
20021)
20042)
Kondisi Ideal
Kondisi terburuk
68,3 tahun
69,5 tahun
85,0 tahun
25,0 tahun
97,8%
97,4%
100%
9,7 tahun
9,5 tahun
15 tahun
Rp 596.100
Rp 616.500
Rp 792.720
Rp 360.000
71,2
73,1
50
58
IPM
Peringkat IPM
Sumber : 1) BPS (2003), Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003, Buku 2, Tabel 1.1
2) BPS Kota Palembang, 2005
3) BPS Kab. OKU Timur &Bappeda Kab OKU Timur, IPM Kab. OKU Timur
106
Tabel 19
Pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang, Tahun 2001-2005
Atas Dasar Harga Konstan 2000
No
Sektor Ekonomi
Pertumbuhan
Rerata
2001
2002
2003
2004
2005
Pertanian
-0,45
1,05
-3,00
0,74
-2,51
-0,83
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Industri Pengolahan
4,55
3,64
3,42
3,61
3,72
3,79
6,26
8,53
6,61
7,97
7,73
Bangunan
8,06
8,37
8,52
8,53
8,08
8,31
7,06
8,16
7,78
8,47
8,97
8,09
5,72
7,57
7,03
13,41
14,63
9,67
Keuangan,
5,53
4,71
5,62
9,26
9,62
6,95
Jasa-Jasa
-5,73
5,28
6,48
4,74
7,29
3,61
4,03
5,48
5,44
6,42
7,06
5,69
4,17
6,48
6,58
7,96
8,66
6,77
Persewaan,
dan
Jasa
Perusahaan
9
Tabel 20
Distribusi Persentase PDRB Kota Palembang 2000-2004
Atas Dasar Harga Konstan 2000 dengan Migas
No
Sektor
Tahun
Rerata
2000
2001
2002
2003
2004
1,14
1,09
1,05
0,96
0,91
1,03
44,20
44,44
43,66
42,95
42,33
43,52
Pertanian
Industri Pengolahan
1,32
1,35
1,39
1,40
1,42
1,38
Bangunan
6,72
6,98
7,17
7,35
7,49
7,14
17,68
18,20
18,67
19,01
19,50
18,61
9,76
9,92
10,11
10,23
10,36
10,08
Keuangan,
6,13
6,22
6,18
6,16
6,32
Persewaan,
dan
Jasa
Perusahaan
9
Jasa-Jasa
6,20
13,05
11,79
11,77
11,95
11,68
12,05
107
Tabel 21
PDRB Per Kapita Kota Palembang Tahun 2000-2005
Menurut Harga Konstan 2000
No
Tahun
Dengan Migas
(Rp)
1
2000
8.146.943
6.597.515
2001
8.313.388
6.741.382
2002
8.609.497
7.047.988
2003
8.923.536
7.384.217
2004
9.374.449
7.869.365
2005
9.776.449
8.330.068
Tabel 22
Laju Inflasi di Kota Palembang dan Indonesia tahun 2000-2004
Tahun
Indonesia
2000
8,49
9,35
2001
15,15
12,55
2002
12,25
10,03
2003
5,03
5,06
2004
8,94
6,40
108
Tabel 23
Koefisien Location Quotient Sektor Ekonomi di Palembang
No
01
Sektor Ekonomi
2001
2002
2003
2004
Pertanian
0,03
0,03
0,04
0,04
- Tanaman Pangan
0,04
0,04
0,03
0,04
- Perkebunan
0,00
0,00
0,00
0,00
- Peternakan
0,13
0,12
0,11
0,20
- Kehutanan
0,00
0,00
0,00
0,00
- Perikanan
0,11
0,10
0,21
0,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
- Non minyak
0,00
0,00
0,00
0,00
Industi Pengolahan
1,84
1,83
1,96
2,19
- Industri migas
1,70
1,68
3,17
2,96
1,90
1,90
1,47
1,68
04
2,76
2,81
2,44
2,57
05
Bangunan
0,73
0,74
0,64
0,91
06
Perdagangan,hotel&Restorn
1,33
1,28
1,26
1,80
- Perdagangan
1,31
1,26
1,26
1,76
- Hotel
1,99
1,96
1,80
3,67
- Restoran
1,52
1,51
1,25
2,11
2,75
2,83
2,24
2,19
- Angkutan
2,12
2,09
2,27
2,16
- Komunikasi
4,72
4,99
2,12
2,25
08
1,98
1,96
1,50
1,70
09
Jasa-jasa
1,54
1,59
1,34
1,40
02
03
07
109
Tabel 24
Proyeksi Besaran Makro Ekonomi
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
No
Sektor Ekonomi
Pertanian
0,74 1,00
Industri Pengolahan
4,34 7,00
7,34 7,5
Bangunan
8,37 8,5
8,09 10,00
7,06 8,75
Keuangan,
Persewaan,
dan
Jasa
6,28 10,00
Perusahaan
9
Jasa-Jasa
2,71 7,50
10
5,47 7,5
11
6,18 8,00
Tabel 25
Proyeksi Pertumbuhan Kebutuhan Investasi
Untuk Mencapai Pertumbuhan Yang Ditargetkan
No
Sektor Ekonomi
Pertanian
Industri Pengolahan
8,07 13,02
28,04 28,65
Bangunan
30,97 31,45
15,86 19,60
Jasa-Jasa
Jumlah
14,68 19,84
-
1,98 2,45
27,51 43,80
0,65 1,80
11,32 15,53
110
Tabel 26
Proyeksi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
No
Sektor Ekonomi
Pertanian
26,32 35,56
Industri Pengolahan
6,60 10,65
10,02 10,24
Bangunan
3,72 3,78
5,17 6,39
5,11 6,33
11,26 17,93
Jasa-Jasa
5,39 14,92
Jumlah
4,85 6,65
Tabel 27
Anggaran dan Realisasi PAD dan Perimbangan
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
TAHUN
A/R
PAD
PERIMBANGAN
Jumlah
PAD/TPD
BAN/TPD
2002
45.09
395.23
440.32
10.24
89.76
51.29
398.21
449.50
11.41
88.59
64.17
460.76
524.93
12.22
87.78
63.52
457.31
520.83
12.20
87.80
75.37
521.35
596.72
12.63
87.37
61.59
490.73
552.32
11.15
88.85
101.02
553.57
654.59
15.43
84.57
77.42
555.15
632.57
12.24
87.76
103.26
754.43
857.69
12.04
87.96
2003
2004
2005
2006
R
Sumber: Bagian Keuangan Kota Palembang, 2006
111
Tabel 28
Anggaran dan Realisasi Belanja Aparatur dan Pelayanan Publik
Di Kota Palembang Tahun 2002-2006
Belanja
Belanja
Belanja
Belanja
TAHUN
A/R
Aparatur
Pelayanan Publik
Jumlah
Aparatur/TBD
Publik/TPD
2002
401.14
99.64
500.78
80.10
19.90
363.39
95.69
459.08
79.16
20.84
386.66
178.41
565.08
68.43
31.57
385.04
171.93
556.97
69.13
30.87
439.07
199.23
638.29
68.79
31.21
410.62
180.96
591.58
69.41
30.59
450.49
267.88
718.37
62.71
37.29
422.68
212.83
635.51
66.51
33.49
522.94
384.73
907.67
57.61
42.39
2003
2004
2005
2006
R
Sumber: Bagian Keuangan Kota Palembang, 2006
Tabel 29
Perkembangan Komponen Pendapatan Asli Daerah
Kota Palembang (Rupiah)
Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tahun
Pajak Daerah
Retribusi
Daerah
Laba BUMD
Pendapatan
Lain-lain
Total PAD
1993
4.521.256.724
3.591.933.530
10.173.048
371.196.877
8.494.560.181
1994
5.168.457.181
3.948.526.437
36.964.650
506.778.954
9.659.727.224
1995
5.914.522.910
4.338.627.241
75.338.229
1.135.333.119
11.513.821.569
1996
7.488.548.357
4.776.622.188
114.187.770
1.658.000.560
14.027.358.878
1997
8.043.109.346
6.548.675.552
278.973.728
1.727.851.950
16.598.610.577
1998
8.550.450.017
7.085.829.291
207.242.740
392.056.949
17.236.078.998
1999
9.537.954.726
5.808.516.035
145.679.736
3.454.365.079
18.943.515.577
2000
13.707.288.609
8.326.314.068
291.370.764
583.635.160
22.908.608.607
2001
17.601.879.447
15.453.716.748
678.418.363
3.225.401.969
36.959.416.529
2002
22.602.772.720
23.277.971.855
903.810.092
7.251.875.903
54.036.430.570
2003
26.036.154.076
25.418.742.848
1.077.405.243
14.619.514.839
67.151.817.006
2004
31.903.200.332
28.348.128.326
660.072.969
6.560.943.386
67.472.345.013
2005
37.862.702.142
39.904.051.546
2.820.766.465
5.512.585.294
86.100.105.448
112
Tabel 30
Perkembangan Derajat Desentralisasi Fiskal, Pajak, dan Bantuan
Kota Palembang Tahun 1993-2005
Tahun
Derajat
Derajat
Desentralisasi
Desentralisasi
Fiskal
Pajak
Derajat Bantuan
1993
0,413012
0,307762
0,279226
1994
0,206027
0,190729
0,603244
1995
0,164193
0,192863
0,642944
1996
0,167856
0,184598
0,647546
1997
0,174661
0,186964
0,638375
1998
0,161890
0,184755
0,653355
1999
0,358356
0,257668
0,383976
2000
0,153658
0,108953
0,737389
2001
0,102309
0,229512
0,668179
2002
0,119617
0,237405
0,642978
2003
0,125733
0,190228
0,684039
2004
0,117095
0,214437
0,668468
2005
0,137739
0,299603
0,562658
Rata-rata
0,184780
0,214267
0,600952
113
Tabel 31
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Kota Palembang
No.
Jenis PMKS
2000
2004
Sumsel
1.
376
1.460
2.
Anak terlantar
12.825
12.224
221.812
3.
Anak nakal
655
335
8.473
4.
71
202
5.
Anak jalanan
1.647
739
3.718
6.
Anak cacat
Tuna rungu
11
569
Tuna netra
46
775
Tuna mental
976
Tuna daksa
43
2.172
Tuna susila
608
479
1.768
Pengemis
224
142
1.513
Gelandangan
343
79
880
10
Korban narkotika
138
84
274
11
Penyandang cacat
652
134
12.880
12
188
69
1.960
13
386
169
1.368
14
1.929
427
20.333
15
1.710
3.340
13.392
16
66
466
17
41.850
19.101
931.032
18
2.339
8.171
167.171
19
215
20.423
227.778
20
235
347
287.916
21
10.152
22
Perintis kemerdekaan
23
101
579
24.
304
25.
40
649
1.291
26.
55
105
27.
61
83
114
Tabel 32
Angka Partisipasi Sekolah Kota Palembang Tahun 2000,2003 dan 2004
07 - 12 th
13 - 15 th
16 - 18 th
No
Tahun
1.
2000
93,48
97,29
88,69
88,85
65,92
66,51
Rata-rata Provinsi
95,58
95,58
78,33
78,61
46,11
48,49
2003
96,17
98,13
90,03
92,08
70,24
78,04
Rata-rata Provinsi
96,32
96,70
77,57
79,81
43,32
45,88
2004
98,62
99,51
89,28
94,10
73,28
77,42
Rata-rata Provinsi
96,91
97,58
82,51
84,74
49,18
51,21
2.
3.
Tabel 33
Persentase Penduduk Umur 10 tahun ke atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
Tingkat
1995
2000
2003
Pendidikan
L+P
L+P
1.
< SD
29,43
21,74
14,45
18,60
14,87
20,50
2.
SD
26,25
21,63
24,05
27,18
21,84
23,05
3.
SLTP
17,42
18,81
22,27
20,23
19,33
20,23
4.
SLTA
22,21
28,66
33,25
28,62
36,51
30,91
5.
PT
4,68
9,16
5,98
5,37
7,47
5,29
No
2004
115
Tabel 34
Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas yang Buta Huruf di Kota Palembang
No.
Uraian
1995
L
1.
Palembang
2.
Rata-rata Plg
3.
Sumsel
4.
Rata-rata Sumsel
2000
P
3,19
7,61
5,47
4,73
2003
P
1,2
L
4,2
2,7
11,34
8,04
2004
P
1,25
L
2,30
1,79
2,9
7,6
5,2
P
0,80
3,50
2,24
2,46
6,05
4,25
2,4
5,25
3,81
Tabel 35
Fasilitas Pendidikan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
No.
Kecamatan
TK (N/S)
SD (N/S)
SLTP (N/S)
SMU (N/S)
SMKK(N/S)
2000
2004
2000
2004
2000
2004
2000
2004
2000
2004
Ilir Barat I
21
1/16
57/2
34/2
8/18
6/11
4/16
4/10
3/3
2/3
Ilir Barat II
0/8
29/2
14/2
6/6
2/5
1/7
0/4
0/1
Ilir Timur I
22
0/23
25/10
12/11
4/30
2/12
3/10
1/9
1/8
2/2
Ilir Timur II
20
0/27
56/12
31/11
10/36
4/22
3/22
4/22
1/7
1/7
Seb. Ulu I
12
1/14
71/6
35/8
9/22
6/11
2/12
1/6
0/2
0/1
Seb. Ulu II
10
0/11
22/2
13/3
4/26
2/11
2/14
1/8
0/14
0/4
Sako
29
0/26
25/2
19/2
4/8
5/7
2/3
2/2
0/8
0/3
Sukarami
30
0/30
54/2
36/2
9/10
10/10
2/8
2/9
2/2
2/2
Gandus
0/6
24/2
16/1
4/2
2/3
0/0
10
Kertapati
0/6
53/4
33/5
3/9
0/1
11
Plaju
10
0/12
39/14
29/11
2/15
1/7
0/3
12
Bukit Kecil
0/8
19/5
10/5
2/5
0/4
0/0
13
Kemuning
13
0/14
42/11
20/10
2/10
2/11
0/6
14
Kalidoni
13
0/15
45/4
30/5
5/11
2/11
0/3
Jumlah
203
Negeri
561
332
54
55
19
23
Swasta
216
78
78
156
141
102
110
44
36
S = Swasta
116
Tabel 36
Jumlah Sekolah Agama/Madrasah di Kota Palembang Tahun 2004
No.
Ibtidaiyah
Tsanawiyah
Aliyah
N/S
N/S
N/S
Kecamatan
Ilir Barat I
1/2
1/1
2/1
Ilir Barat II
0/7
0/3
0/0
Ilir Timur I
1/6
1/0
0/1
Ilir Timur II
0/16
0/3
0/1
Seberang Ulu I
0/15
0/2
0/1
Seberang Ulu II
0/11
0/2
0/2
Sako
0/3
0/2
0/0
Sukarami
0/0
0/0
0/0
Gandus
0/6
0/5
0/1
10
Kertapati
0/5
0/0
0/0
11
Plaju
0/6
0/2
0/2
12
Bukit Kecil
0/3
0/1
0/1
13
Kemuning
0/0
0/1
14
Kalidoni
0/2
0/2
0/1
82
28
12
85
22
S = Swasta
117
Tabel 37
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Palembang Tahun 1996-2002
Tahun
No.
Indikator
1996
1999
2002
2004
1.
66.4
67.8
68.3
69,5
2.
94.6
95.9
97.8
97,4
3.
8.3
8.7
9.7
9,5
4.
586.4
577.4
596.1
623,3
5.
72.2
68.3
71.2
73,1
Tabel 38
Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota Palembang Tahun 2004
No.
Kecamatan
Masjid
Langgar
Mushola
Gereja
Vihara
Pura
Ilir Barat I
75
12
10
Ilir Barat II
16
46
Ilir Timur I
29
22
Ilir Timur II
54
123
Seberang Ulu I
37
57
24
Seberang Ulu II
32
70
Sako
53
34
Sukarami
128
37
23
11
Gandus
33
17
10
Kertapati
41
58
11
Plaju
22
14
32
12
Bukit Kecil
23
14
13
Kemuning
48
28
20
14
Kalidoni
44
635
518
128
20
12
Jumlah
118
Tabel 39
Persentase Rumah Tangga Menggunakan Sumber Air Minum di Kota Palembang
Tahun 1995, 2000, 2002, 2003 dan Tahun 2004
No.
Uraian
1995
2000
2002
2003
2004
1.
Ledeng
62,93
69,60
54,20
58,57
57,60
2.
Pompa
3,33
0,84
2,06
1,47
3,53
3.
Sumur terlindung
17,49
11,21
26,97
20,29
15,71
4.
4,57
10,26
3,42
8,57
8,96
5.
0,51
0,13
0,27
6.
Air Sungai
9,09
5,75
9,03
9,31
10,50
7.
Air hujan
1,48
1,07
2,52
0,32
1,18
8.
1,54
1,07
2,26
Tabel 40
Persentase Rumah Tangga Memiliki Jamban Keluarga di Kota Palembang
Tahun 1995, 2000, 2002, 2003 dan Tahun 2004
No.
1995
2000
2002
2003
2004
1.
Milik Sendiri
72,56
75,51
86,60
79,52
89,60
2.
Bersama
12,90
15,87
8,73
9,62
4,09
3.
Umum
8,44
2,51
2,01
5,62
4,97
4.
Tidak ada
6,10
6,10
2,65
5,24
1,34
119
Tabel 41
Persentase Rumahtangga Luas Lantai Rumah, Jenis Atap-Dinding-Lantai
Kota Palembang Tahun 2000 dan 2004
No.
Uraian
2000
Sumsel
2004
Sumsel
1.
7,88
3,52
4,81
3,13
2.
21,55
7,88
12,44
3,04
3.
59,71
58,80
65,35
62,55
4.
30,08
33,42
20,94
27,21
5.
3,29
5,01
1,28
2,68
6.
98,09
93,56
97,38
88,33
7.
1,82
9,91
2,62
11,67
8.
58,29
37,35
58,35
36,07
9.
40,99
60,00
41,00
61,35
120
Tabel 42
Fasilitas Kesehatan di Kota Palembang Tahun 2000 dan Tahun 2004
No.
Kecamatan
Rumah Sakit
Puskesmas
Pus.Pembantu
K. Bersalin
Pus.Keliling
2000
2004
2000
2004
2000
2004
2000
2004
2000
2004
Ilir Barat I
Ilir Barat II
Ilir Timur I
Ilir
Timur
II
5
Seb. Ulu I
Seb. Ulu II
Sako
Sukarami
11
10
Gandus
10
Kertapati
11
Plaju
12
Bukit Kecil
13
Kemuning
14
Kalidoni
17
21
36
36
64
67
38
33
14
13
Jumlah
Tabel 43
Jumlah Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan berdasarkan Rasio Penduduk
Kota Palembang Tahun 2000, 2003 dan Tahun 2004
No.
Tenaga Kesehatan
1.
Dokter Umum
2.
Dokter Spesialis
3.
Dokter Gigi
4.
Perawat Umum
5.
Perawat Gigi
6.
Bidan
2000
2003
2004
Jumlah
Jumlah
Jumlah
181
294
354
142
163
36
52
30
180
944
833
100
100
148
361
256
121
Tabel 44
Analisis SWOT
Sosial, Budaya dan Politik
No. Aspek
Karakteristik S
1.
PMKS
Penyandang
masalah kesejahteraan
social
semakin
kompleks.
Berlakunya
desentralisasi
mendorong
tumbuhnya
organisasi
social yang
peduli
dan
berperan
menangani
permasalahan
sosial
Besaran data
penyendang
masalah
kesejahteraan
tidak
di
dukung
dengan data
akurat ( by
name
dan
address).
Pembangunan
kesejahteraan
social menjadi
tanggung
jawab
bersama,
pemerintah
dan
masyarakat.
Munculnya
permasalahan
social
yang
baru.
2.
Pendidikan
Peningkatan
kualitas
pendidikan dasar
dan menengah
(Program wajib
belajar 9 tahun
belum optimal
dan angka buta
huruf
masih
tinggi)
Partisipasi
masyarakat
dalam
mengelola
pendidikan
semaki
meningkat.
Masi
terdapat
angka buta
huruf
penduduk
usia 10 tahun
ke atas dan
masih
randahnya
angka
partisipasi
sekolah umur
12-19 tahun.
Masyarakat
menyadari
bahwa pintu
masuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan teknologi
dari
pendidikan.
Globalisasi
dan persaingan
akan
mendorong
biaya
tinggi
bagi
pendidikan
formal.
3.
Kebudayaan
Pengembangan
kebudayaan dan
hasil-hasil
kebudayaan
Kekayaan
budaya
dalam bentuk
aneka
kerajinan dan
peninggalan
sejarah sebagai potensi
wisata
budaya.
Pengelolaan
peninggalan
sejarah
belum
optimal dan
dikelola
secara serius.
Potensi wisata
sebagai
sumber
pendapatan
daerah.
Kondisi
keamanan
yang kurang
kondusif bagi
pengembangan
wisata.
4.
Pemberdayaan Sensitif
dalam
Perempuan
jender
proses
pembangunan
Kualitas
sumberdaya
perempuan
semakin
meningkat.
Masih
adanya
pengaruh
budaya
paternalistic.
Program
pembangunan
telah
menggunakan
analisis jender.
Sensitif jender
hanya dalam
konsep dalam
pembangunan.
5.
Agama
Kerukunan umat
beragama
Solidaritas
keagamaan
dan
kerukunan
umat
beragama.
Potensi
konflik
internal
agama dan
pengaruh
kemiskinan.
Adanya
bermacammacam agama
merupakan
modal social
bagi
masyarakat.
Potensi konflik
sangat besar.
122
No. Aspek
Karakteristik S
6.
Menyongsong
Kota Palembang
Sehat Tahun
2008.
Kesehatan
Sumberdaya
dan saranaprasarana
kesehatan
relatif telah
memenuhi
standar
pelayanan
minimal.
7.
Politik
Partisipasi
politik
masyarakat
masih
relatif
rendah
Berlakunya
otonomi
daerah,
masyarakat
dapat
memilih
pemimpin
sesuai yang
diinginkan.
Masyarakat
relatif belum
paham
proses pemilihan
baik
pemilu
legeslatif,
presiden
maupun
kepala
daerah.
Akses
pelayanan
kesehatan
semakin
terbuka
sebagai pilihan
untuk
masyarakat.
Munculnya
pengobatan
alternatif non
medis dan
munculnya
penyakit baru
di masyarakat.
Perangkat
hukum
pelaksanaan
demokrasi
sudah ada.
Berbagai
kepentingan
politik dalam
masyarakat
mengakibatkan
konflik social.
123
Tabel 45
Sarana Pendidikan (unit) Kota Palembang Tahun 2003
Kecamatan
SD
TK
SLTP
SLTA
SMK
Ibtidaiyah
Tsanawiya M A
h
Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast Neg Swast
Ilir Timur I
23
12
11
15
Ilir Timur II
25
31
11
21
16
15
Ilir Barat I
25
34
11
11
Ilir Barat II
10
14
Seberang Ulu I 14
35
11
15
Seberang Ulu
10
13
11
11
Sukarami
38
36
10
Sako
19
Bukit Kecil
19
Gandus
16
Kemuning
13
20
11
Kalidomi
13
30
13
Plaju
12
29
13
15
Kertapati
33
219 332
79
55
104
35
84
28
II
Palembang
144 20
124
Tabel 46
Sarana Kesehatan (unit) Kota Palembang Tahun 2004
Sarana Kesehatan
No
Kecamatan
Rumah
Sakit
Puskesmas
Pustu
Klinik
Puskesmas
Bersalin
Keliling
Ilir Timur I
Ilir Timur II
Ilir Barat I
Ilir Barat II
Seberang Ulu I
Seberang Ulu II
Sukarami
10
Sako
Bukit Kecil
10
Gandus
11
Kemuning
12
Kalidomi
13
Plaju
14
Kertapati
21
36
67
30
13
Palembang
Sumber : Palembang dalam Angka, 2003
125
Tabel 47
Sarana Peribadatan (unit) Kota Palembang Tahun 2003
No
Kecamatan
Masjid
Langgar
Mushola
Gereja
Pura
Wihara
Ilir Timur I
29
34
13
13
Ilir Timur II
53
117
Ilir Barat I
75
45
Ilir Barat II
39
46
Seberang Ulu I
34
112
Seberang Ulu II
29
70
Sukarami
109
36
23
11
Sako
55
19
20
Bukit Kecil
22
13
14
10
Gandus
22
35
11
Kemuning
48
18
11
12
Kalidomi
43
86
13
Plaju
23
59
14
Kertapati
41
57
612
747
104
44
24
Kota Palembang
126
Tabel 48
Sarana Perdagangan Kota Palembang (unit) Tahun 2003
No
Kecamatan
Pasar
Petak
Los
Pedagang Kaki
Pedagang
Lima
Ilir Timur I
308
1065
1373
Ilir Timur II
852
159
1038
1493
Ilir Barat I
89
73
162
Ilir Barat II
225
25
250
Seberang Ulu I
787
334
1121
240
Seberang Ulu II
Sukarami
Sako
Bukit Kecil
1065
298
1363
228
10
Gandus
108
163
271
47
11
Kemuning
442
335
777
199
12
Kalidomi
13
Plaju
406
215
621
202
14
Kertapati
195
92
287
213
21
4477
2759
7263
2.812
Kota Palembang
Tabel 49
Sarana Dinas Kebakaran Kota Palembang Tahun 2003
No
Jenis Sarana
Jumlah
Keadaan
Baik
Rusak
13
11
Ginset
Kompresor
127
Tabel 50
Panjang dan Lebar Perkerasan Jalan Menurut Status di Kota Palembang
2003
No
Status
2004
2005
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
Panjang
Lebar
(Km)
(m)
(Km)
(m)
(Km)
(m)
Ket.
1.
Jalan Nasional
64,70
(8-30)
64,70
(8-30)
69,50
(8-30)
2.
Jalan Propinsi
85,98
(6-17)
85,98
(6-17)
85,98
(6-17)
3.
Jalan Kabupaten
4.
Jalan Kota
620,115
(4-17)
743,759
(4-17)
747,922
(4-17)
Jumlah
770,795
894,439
903,402
Tabel 51
Panjang Jalan Menurut Status, Kelas dan Kondisi Jalan
di Kota Palembang Tahun 2004
No.
1.
2.
3.
Uraian
Status
- Jalan Kota
- Jalan Propinsi
- Jalan Negara
Kelas Jalan
- Kelas I
- Kelas II
- Kelas III
- Kelas IIIa
- Kelas IV b
- Kelas V c
Kondisi Jalan
- Baik
- Sedang
- Rusak
Panjang Jalan(km)
Prosentase (%)
620,115
85.980
64.700
80,45
11,01
8,39
770,795
-
100
-
770,795
-
100
-
Sumber : Palembang Dalam Angka 2003 dari Dinas Perhub. Kota Palembang
128
Tabel 52
Prasarana dan Sarana Angkutan Jalan di Kota Palembang Tahun 2001
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Rencana
780.795 km
152.322 unit
65.605 unit
58.657 unit
10.712 unit
25.000 unit
--
Panjang Jalan
Jumlah Kendaraan
- Sepeda Motor
- Mobil Penumpang
- Mobil Barang
- Bus
- Becak
Jumlah Kend. Umum
- Otolet
- Bus Kecil
- Bus Sedang
- Taksi Kota
- Taksi Airport
Jumlah Trayek Angkot
Jumlah Terminal
- Tipe A
- Tipe B
- Tipe C
Tam Parkir
Tempat Hentian Bus
- Shelter
- Hanya Rambu
Fasilitas Pejalan Kaki
- Jembatan Penyeberangan
- Zebra Cross
Ketersediaan APIL
- Simpang 4/Lebih
- Simpang 3
- Penyeberang Jalan
- Lampu Kuning (WL)
Ruang Parkir
100 unit
60 unit
26 rute
1.872 unit
504 unit
508 unit
30 unit
50 unit
45 rute
1 buah
2 buah
8 buah
-
Keterangan
Th. 2003/04
Th. 2002 (peremajaan)
Penyusutan
2 lokasi
22 unit
195 unit
55 unit
2 unit
10 unit
9 unit
37 unit
8 berfungsi
37 berfungsi
24
5
1
11
5.561 SRP
24 berfungsi
2 berfungsi
1 berfungsi
11 berfungsi
-
Tabel 53
Kondisi Jalan Kota Palembang Tahun 2004
Kondisi
No
Status
Baik
Sedang
Rusak
(km)
(%)
(km)
(%)
(km)
(%)
1.
Jalan Nasional
64,700
7,55
2.
Jalan Propinsi
85,980
9,39
3.
Jalan Kabupaten
4.
Jalan Kota
638,159
46,93
25,070
788,839
63,87
25,070
Jumlah
129
Tabel 54
Hirarki Jaringan Jalan Utama di Kota Palembang
Hirarki
Jaringan/Ruas Jalan
Panjang (m)
Keterangan
Jalan
Arteri
Primer
5.700
Ke arah Indralaya
Musi II
Jl. Parameswara (Musi II)
9.900
8.400
Api-Api
Jl. Kol. Barlian : Simpang Tanjung Api-Api Batas
3.800
Betung/Jambi
Kota
Jl. Ke Tg. Api-Api : Simpang Tg. Api-Api Batas
4.500
Ke arah Tanjung
Api-Api
Kota
Jl. SMB II (ke Bandara SMB II)
Ke arah
2.400
Jalan Bandara
Eksisting
16.800
3.300
Boom Baru
13.200
Primer
Arteri
3.200
Ke arah Kayu
Agung
Putih)
Jl. Kol. Barlian (Simpang Tj. Api-Api KM. 5)
Ke Pelabuhan
4.500
6.800
8.700
Sebagian diluar
Kota
3.900
2.550
600
3.000
2.700
1.200
Jl. Veteran
1.800
2.100
1.550
130
Hirarki
Jaringan/Ruas Jalan
Panjang (m)
Keterangan
Jalan
Jl. Dr. M. Isa Jl. AKBP Cik Agus Jl. M.P.
7.500
Ke Kenten Laut
Mangkunegara
Jl. Kedaton (Jl. Sultan Mahmud Badaruddin II)
600
Sejajar Tepian
Sungai Musi
1.100
5.250
II
Jl. Gandus terus ke Pulau Kerto
5.700
Jl. Merdeka
1.200
4.500
3.150
Negara
Kolektor
Sekunder
4.200
Jl. Angkatan 45
2.100
4.200
Sukarami)
131
Tabel 55
Jumlah Oplet dan Bus Kecil yang Beroperasi di Kota Palembang Tahun 2003
Jurusan
Jumlah
Jurusan
Oplet :
Jumlah
Angkutan Pinggiran :
Ampera Sekip
187
Km. 5 Lebangsiarang
Ampera Lemabang
310
118
Ampera Pakjo
154
119
200
Ampera Km. 5
351
Sayangan Lemabang
228
3
-
96
86
RRI Musi II
23
Lemabang Kalidoni
7 Ulu TOP
12
7 Ulu OPI
25
Patal Pusri
10
25
12
Sekip Pusri
12
1927
Bus Kecil :
8
6
200
200
Jumlah
Ampera Perumnas
109
23
97
60
569
132
Tabel 56
Jumlah Bus Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi Dan Angkutan Antar Kota Antar
Propinsi Yang Beroperasi Di Kota Palembang
Trayek Bus Angkutan Antar Kota Dalam
Jumlah
Propinsi
Jumlah
propinsi
344
Palembang Jambi
106
174
Palembang Padang
44
161
Palembang Medan
35
Palembang Bengkulu
51
95
235
Palembang Baturaja
172
Palembang P. Jawa
237
Jumlah
473
50
Jumlah
1235
Tabel 57
Tipe dan Luas Terminal di Kota Palembang Tahun 2003
No
Nama Terminal
Tipe
Luas (m2)
1.
Alang-Alang
8.000
2.
Karya Jaya
18.000
3.
Km. 5
1.800
4.
Sako Kenten
2.400
5.
Lemabang
1.600
6.
Plaju
3.750
7.
Kertapati
820
8.
Tangga Buntung
780
133
Tabel 58
Prasarana dan Sarana Angkutan Kereta Api di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.
2.
Lokasi Stasiun
Kertapati
Kelas Stasiun
Besar
Rencana
Keterangan
KA. Penumpang
Palembang Lampung
3 KA / hari
3 KA / hari
3.
KA barang
6 KA / hari
Tabel 59
Lalu lintas Masuk dan Keluar Kapal Barang dan Penumpang Melalui Dermaga
Tangga Buntung Tahun 1995 s/d 2000
Penumpang
Barang
No.
Tahun
1.
1995
13.435
15.930
84.327
13.433
13.725
76.462
2.
1996
11.409
11.161
68.920
77.940
15.747
13.696
3.
1997
7.706
13.646
55.968
8.022
14.699
60.655
4.
1998
5.982
9.967
36.217
6.126
10.141
36.852
5.
1999
4.403
8.114
21.739
4.455
10.141
22.022
6.
2000
4.407
8.154
21.739
4.428
10.700
21.781
7.
2001
Kapal
Barang
Penmp.
Kapal
Barang
Penmp.
134
Tabel 60
Prasarana dan Sarana Angkutan Sungai dan Penyeberangan
di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.
2.
3.
4.
Sungai-sungai
Rencana
Keterangan
S. Musi
15 km x 270 m / 9m
S. Ogan
5 km x 150 m / 5 m
S. Komering
2 km x 160 m / 3 m
S. Keramasan
4 km x 50 m / 4 m
S. Terusan
5 km x 2 m / 5 m
Jumlah Kapal
Jukung
136 unit
Gandeng
33 unit
Speed Boat
55 unit
Ketek
56 unit
Tempel
42 unit
Tongkang
17 unit
Dermaga Sungai
Umum
1 buah
Pariwisata
1 buah
Tempat Tambat
3 buah
Dermaga Penyeberangan
Lokasi
35 Ilir
Luas Lahan
3,5 Ha
Luas Pontoon
Luas Terminal
500 m2 / 20 unit
Moveable Bridge
1 unit
Jembatan Timbang
Jalur Penyeberangan
Palembang Mentok
(Bangka) 1 kl/hr
135
Tabel 61
Prasarana dan Sarana Angkutan Laut di Kota Palembang Tahun 2002
No.
1.
24 ha
- DLKP
7 Km
- Panjang Dermaga
740 m
3 ton / m3
8.972 m
2 ton / m2
4.173 m
3 ton / m2
- Luas Gudang
- Kapasitas Gudang
Keterangan
Ilir
- Kapasitas Dermaga
2.
Rencana
7 kapal/minggu
PP
- Palembang Batam
3 kapal/minggu
PP
Tabel 62
Lalu Lintas Pesawat dan Penumpang Melalui Bandar Udara
Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Tahun 1995 s/d 2000
Pesawat
Penumpang
No.
Tahun
1.
1995
7.288
7.293
304.405
306.074
6.046
2.
1996
7.045
7.067
316.643
300.238
10.720
3.
1997
7.183
7.192
262.424
286.094
7.364
4.
1998
5.056
5.066
187.687
184.632
3.183
5.
1999
3.913
3.909
171.806
167.360
7.254
6.
2000
4.138
4.140
195.165
188.837
5.345
7.
2001
2.510
2.511
133.306
134.870
4.767
Datang
Berangkat
Datang
Berangkat
Transit
Sumber : Palembang Dalam Angka 2001 dari Laporan Bandara SM. Badaruddin II Kota Palembang
136
Tabel 63
Jumlah Langganan, KVA Tersambung dan Pemakaian Listrik
Per Kelompok Tarif di Kota Palembang Tahun 2002
No
Pelanggan
Tarif Sosial
Tarif Biasa
Tarif Industri
5
6
Palembang Ilir
Pelanggan
Palembang Ulu
KVA
KWh
890
1,769,750
2,108,133
56,505
39,249,450
1,490
Tarif Kantor
Pemerintahan
Penerangan Jalan
Pelanggan
KVA
KWh
2.438
10.100.650
13.158.548
69,771,028
159.496
138.841.400
257.565.328
7,641,150
8,963,061
11.014
64.705.700
86.200.734
47
22,507,400
48,787,162
179
52.964.000
119.206.400
66
1,385,550
1,333,061
629
10.097.550
11.790.965
20
343,720
1,959,572
196
2.222.445
10.069.886
Tabel 64
Kapasitas Produksi dan Langganan Air Bersih Kota Palembang Tahun 2003
No
Tahun
Kapasitas
Air yg di
Produksi
distribusikan
(M3)
(M3)
Jumlah
Pekerja
Pekerja
Langganan
Operasional
Lainnya
1995
49,949,859
48,206,428
67,901
220
190
1996
53,099,885
52,287,624
71,123
223
193
1997
54,095,155
52,662,212
74,490
208
201
1998
54,921,816
51,664,741
76,854
191
204
1999
53,538,104
50,342,624
79,128
220
168
2000
54,175,245
49,264,061
80,392
291
78
2001
52,990,974
51,892,712
83,374
205
215
2002
61,308,868
59,442,580
86,083
160
245
Sumber : PDAM Tirta Musi Palembang dan Palembang dalam Angka, 2003
137
Tabel 65
Data Alat Produksi dan Jumlah Pelanggan Telepon Kota Palembang Tahun 2003
No
Kecamatan
Satuan
Public Phone
Jumlah
Pelanggan
WTL/TUT
TUCC
TUC
TUCP
TUK
Ilir Timur I
SST
20,870
209
137
170
14
39
Ilir Timur II
SST
8,879
95
23
42
25
Ilir Barat I
SST
9,362
359
13
113
42
19
Ilir Barat II
SST
5,074
61
13
18
Seberang Ulu I
SST
7,715
153
45
25
11
Seberang Ulu II
SST
3,308
58
Sukarami
SST
12,643
115
43
39
12
Sako
SST
9,960
113
54
20
17
Bukit Kecil
10
Gandus
11
Kemuning
12
Kalidoni
13
Plaju
14
Kertapati
138
RPJP
NASIONAL
RPJP
Daerah
pedoman
Renstra
KL
pedoman
Renja
KL
jabaran
RKP
RPJM
NASIONAL
pedoman
RPJM
Daerah
Renstra
SKPD
jabaran
pedoman
RKPD
Renja
SKPD
POLITIK, KEAMANAN
DAN KETERTIBAN
ANALISIS
KEBIJAKAN
UU 25/2000;
UU 32/2005;
PP; RPJPN;
...dll
PENEGAKAN HUKUM
PEMERINTAHAN
DAERAH
Development
Scenario
Kota
Palembang
Persiapan
Awal
ANALISA
SWOT,
Proses
Konsultasi &
Penelitian
SOSIAL BUDAYA
VISI
MISI
SUMBER DAYA
MANUSIA
EKONOMI
PEMBANGUNAN
DAERAH
SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
HIDUP
PRASARANA KOTA
ARAH
PEMBANGUNAN
JANGKA
PANJANG
DAERAH
R
P
J
M
D
R
S
K
P
D
R
K
P
D