Anda di halaman 1dari 226

TUGAS AKHIR

(SKRIPSI)
PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI DENGAN
KONSEP WALKABILITY DI KORIDOR JALAN
KAHURIPAN-TUGU-KERTANEGARA KOTA
MALANG
Disusun Oleh:
NAMA: HANDIKA DWI SATRIA
NIM: 1724057

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH


DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2022
PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI DENGAN
KONSEP WALKABILITY DI KORIDOR JALAN
KAHURIPAN-TUGU-KERTANEGARA KOTA
MALANG
Abstrak
Permasalahan pejalan kaki pada sebagian besar kota di Indonesia
disebabkan oleh perkembangan penggunaan lahan yang pesat dan beragam
tetapi mengesampingkan ruang pejalan kaki. Untuk mendukung transportasi
masyarakat dengan berjalan kaki perlu adanya penyediaan ruang yang ramah
bagi pejalan kaki dengan konsep walkability. Pada koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara kendaraan bermotor masih menjadi dominasi pilihan
bertransportasi masyarakat, ini membuat berjalan kaki menjadi pilihan
terakhir dan seharusnya dapat menjadi pilihan utama untuk mengakses ruang-
ruang di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kualitas jalur


pejalan kaki dari aspek walkability sekaligus menentukan arahan penataan
untuk jalur pejalan kaki dengan konsep walkability sebagai salah satu cara
untuk menciptakan jalur pejalan kaki yang dapat memberikan rasa aman,
selamat, dan nyaman, juga sesuai dengan kebutuhan. Dengan metode
kualitatif dan kuantitatif yang digunakan untuk mendeskripsikan baik kondisi
fisik jalur pejalan kaki serta pengukuran tingkat walkability yang diukur
menggunakan Global Walkability Index (GWI).

Dari hasil observasi kondisi fisik jalur pejalan kaki dan penilaian
tingkat walkability dengan analisis Global Walkability Index didapati hasil
yang menujukan kondisi belum optimal pada beberapa parameter walkability.
Untuk arahan penataan jalur pejalan kaki difokuskan pada peningkatan aspek-
aspek walkability yang masih minim atau belum optimal dari hasil observasi
kondisi fisik dan hasil penilaian tingkat walkability.

Kata Kunci: Jalur Pejalan Kaki, Penataan, Walkability.


THE ARRANGEMENT OF PEDESTRIAN
PATHWAY WITH WALKABILITY CONCEPT AT
KAHURIPAN-TUGU-KERTANEGARA STREET
CORRIDOR MALANG CITY
Abstract
Pedestrian problems in most cities in Indonesia are caused by the
rapid and diverse development of land use but neglecting the pedestrian
spaces. To support public transportation by walking it is necessary to provide
pedestrian-friendly space with the concept of walkability. At Kahuripan-
Tugu-Kertanegara street corridor, the motorized vehicles were still the
dominant choice of public transportation, this makes walking a last resort and
should be the main choice to access the surrounding spaces.

This research aims to determine the condition and the quality of


pedestrian pathway from the walkability aspect as well as to determine the
direction of arrangement for pedestrian pathway as a way to create
pedestrian pathway that can provide a sense of security, safety, and comfort,
also based on the pedestrian needs. Qualitative and quantitative methods
were used to describe both the physical condition and the measurement of
walkability score which was measured with the Global Walkability Index
(GWI).

The results of observing the physical condition of the pedestrian


pathway and assessing the level of walkability with the analysis of the Global
Walkability Index, was found that the conditions were not optimal for several
walkability parameters. Directions for the arrangement of pedestrian
pathway are focused on improving walkability aspects that are still minimal
or not optimal.

Keywords: Pedestrian Pathway, Arrangement, Walkability.


KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dan berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir
yang berjudul “Penataan Jalur Pejalan Kaki Dengan Konsep Walkability di
Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang”. Penulisan tugas
akhir ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan mata kuliah
Skripsi serta sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan S-1 pada
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional
Malang.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis tidak lepas juga dari
bantuan, dukungan, arahan serta masukan dari berbagai pihak. Maka dari itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan
yang setinggitingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
peneliti ingin berterimakasih kepada:

1. Kedua orang tua beserta keluarga yang telah memberikan do’a serta
dukungan yang melimpah.
2. Bapak Dr. Ir. Ibnu Sasongko., MT selaku pembimbing I yang telah
memberikan banyak bimbingan, arahan, ilmu, dan masukan dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bapak Antonio Heltra Pradana., ST., MURP selaku pembimbing II
yang juga telah memberikan banyak bimbingan, arahan, ilmu, dan
masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan
ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional
Malang.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan
kritik dari semu pihak demi tercapainya kesempurnaan dalam tugas akhir ini.
Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak dan dapat digunakan sebagai referensi dan motivasi bagi penelitian-
penelitian berikutnya. Terima kasih.
Malang, 18 Februari 2022

Handika Dwi Satria

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan dan Sasaran ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan ...................................................................................... 4
1.3.2 Sasaran ..................................................................................... 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 4
1.4.1 Ruang Lingkup Lokasi ............................................................ 4
1.4.2 Ruang Lingkup Materi ............................................................. 7
1.5 Keluaran Dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8
1.5.1 Keluaran Penelitian.................................................................. 8
1.5.2 Manfaat Penelitian ................................................................... 8
1.6 Kerangka Berpikir ........................................................................... 10
1.7 Sistematika Pembahasan ................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 13
2.1 Perkembangan Kota ........................................................................ 13
2.2 Jalur Pejalan Kaki ........................................................................... 14
2.2.1 Fasilitas Sarana Jalur Pejalan Kaki ........................................ 15
2.2.2 Fasilitas Prasarana Jalur Pejalan Kaki ................................... 19
2.2.3 Standar Teknis Prasarana Jalur Pejalan Kaki ......................... 21
2.3 Karakteristik Pejalan Kaki .............................................................. 24
2.3.1 Kriteria Pejalan Kaki ............................................................. 25
2.3.2 Pejalan Kaki Menurut Tujuan ................................................ 26
2.3.3 Pejalan Kaki Menurut Sarana/Moda Perjalanan .................... 26
2.3.4 Waktu Pergerakan Pejalan Kaki ............................................ 27
2.3.5 Pejalan Kaki Menurut Durasi Pergerakan Pejalan Kaki......... 27
2.4 Konsep Walkability ......................................................................... 28
2.4.1 Pengukuran Tingkat Walkability............................................ 29
2.4.2 Global Walkability Index ....................................................... 32
2.5 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 35
2.6 Landasan Penelitian ........................................................................ 49

ii
2.7 Definisi Operasional Variabel .........................................................56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .....................................................61
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................61
3.2 Metode Pengumpulan Data..............................................................61
3.2.1 Pengumpulan Data Primer......................................................61
3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder .................................................63
3.3 Metode Pengambilan Populasi dan Sampel .....................................63
3.3.1 Populasi ..................................................................................64
3.3.2 Sampel....................................................................................64
3.4 Metode Analisis Data ......................................................................64
3.4.1 Analisis Deskriptif Kondisi Fisik Jalur Pejalan Kaki .............65
3.4.2 Analisis Global Walkability Index..........................................65
3.4.3 Analisis Penataan Jalur Pejalan Kaki .....................................66
3.5 Kerangka Penelitian .........................................................................68
BAB IV GAMBARAN UMUM ..................................................................69
4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian .............................................69
4.1.1 Gambaran Umum Kota Malang .............................................69
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Klojen.....................................70
4.1.3 Gambaran Umum Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
...............................................................................................70
4.2 Penggunaan Lahan Pada Lokasi Penelitian .....................................75
4.2.1 Permukiman ...........................................................................75
4.2.2 Perdagangan dan Jasa .............................................................76
4.2.3 Perkantoran ............................................................................77
4.2.4 Pendidikan ..............................................................................78
4.2.5 Peribadatan .............................................................................78
4.2.6 Transportasi ............................................................................79
4.2.7 Pertahanan dan Keamanan .....................................................80
4.2.8 Pariwisata ...............................................................................80
4.2.9 Ruang Terbuka Hijau .............................................................81
4.2.10 Cagar Budaya .........................................................................82
4.3 Kondisi Fisik Jalur Pejalan Kaki .....................................................83
4.3.1 Jalur Pejalan Kaki ..................................................................83
4.3.2 Fasilitas Pendukung................................................................85
4.3.3 Infrastruktur Bagi Penyandang Cacat .....................................95
4.3.4 Hambatan/Kendala Jalur Pejalan Kaki ...................................97
4.3.5 Fasilitas Penyeberangan .........................................................99
4.4 Karakteristik Pejalan kaki ..............................................................100
4.4.1 Jenis Kelamin .......................................................................100
4.4.2 Usia ......................................................................................101

iii
4.4.3 Tujuan Pergerakan/Perjalanan ............................................. 101
4.4.4 Sarana/Moda Pergerakan ..................................................... 102
4.4.5 Intensitas Berjalan Kaki ....................................................... 102
4.4.6 Waktu Pergerakan................................................................ 103
4.4.7 Durasi dan Jarak Pergerakan ................................................ 103
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................... 105
5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Berdasarkan Persepsi Pengguna 105
5.1.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen I ................. 105
5.1.2 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen II................ 107
5.1.3 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen III .............. 108
5.2 Kompilasi Hasil Analisa ............................................................... 112
5.3 Konsep Penataan Jalur Pejalan Kaki ............................................. 125
5.3.1 Aspek Kenyamanan ............................................................. 125
5.3.2 Aspek Keselamatan dan Keamanan ..................................... 127
5.4 Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki.............................................. 129
5.4.1 Arahan Penataan Pada Segmen I: Jalan Kahuripan.............. 129
5.4.2 Arahan Penataan Pada Segmen II: Jalan Tugu..................... 139
5.4.3 Arahan Penataan Pada Segmen III: Jalan Kertanegara ........ 149
BAB VI PENUTUP ................................................................................... 159
6.1 Kesimpulan ................................................................................... 159
6.2 Rekomendasi ................................................................................. 160
6.2.1 Rekomendasi Terhadap Pemerintah..................................... 160
6.2.2 Rekomendasi Terhadap Penelitian Berikutnya .................... 161
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 163
LAMPIRAN .............................................................................................. 167
A. Kuesioner ...................................................................................... 167
B. Surat Bimbingan ........................................................................... 171
C. Berita Acara Seminar .................................................................... 173
D. Lembar Bimbingan Tugas Akhir................................................... 176
E. Bukti Nonton Seminar................................................................... 183
F. TOEFL .......................................................................................... 191
G. Lembar Perbaikan Seminar Hasil .................................................. 192
H. Daftar Hadir Seminar Hasil ........................................................... 195
I. Uji Plagiasi .................................................................................... 197

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Standar Fasilitas Jalur Pejalan Kaki ................................24
Tabel 2.2 Parameter Pengukuran Global Walkability Index ........................33
Tabel 2.3 Rating Penilaian Tingkat Walkability ..........................................34
Tabel 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu .....................................................36
Tabel 2.5 Variabel Penelitian .......................................................................52
Tabel 2.6 Definisi Operasional Variabel ......................................................56

Tabel 3.1 Bobot Parameter Pengukuran Tingkat Walkability ......................66


Tabel 3.2 Rating Pengukuran Tingkat Walkability ......................................66

Tabel 5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen I .......................106


Tabel 5.2 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen II ......................107
Tabel 5.3 Pengukuran Tingkat Walkability Segmen III .............................109
Tabel 5.4 Kompilasi Hasil Analisa.............................................................112
Tabel 5.5 Tabel Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I: Jalan
Kahuripan...................................................................................................129
Tabel 5.6 Tabel Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II: Jalan
Tugu ...........................................................................................................139
Tabel 5.7 Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III: Jalan
Kertanegara ................................................................................................149

v
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Jenis Kelamin ............. 101
Diagram 4.2 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Usia ............................ 101
Diagram 4.3 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Tujuan Pergerakan ...... 102
Diagram 4.4 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Sarana/Moda Pergerakan
................................................................................................................... 102
Diagram 4.5 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Intensitas Berjalan Kaki
................................................................................................................... 103
Diagram 4.6 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Waktu Pergerakan ...... 103
Diagram 4.7 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Durasi & Jarak Pergerakan
................................................................................................................... 104

Diagram 5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Setiap Segmen ......... 110

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Wilayah Penelitian ............................................................ 6

Gambar 2.1 Fasilitas Jalur Hijau ..................................................................16


Gambar 2.2 Fasilitas Lampu Penerangan .....................................................16
Gambar 2.3 Fasilitas Tempat Duduk ............................................................17
Gambar 2.4 Fasilitas Pagar Pengaman .........................................................17
Gambar 2.5 Fasilitas Tempat Sampah ..........................................................18
Gambar 2.6 Fasilitas Marka, Perambuan, Papan Informasi (Signage) .........18
Gambar 2.7 Fasilitas Halte/Shelter Bus........................................................19
Gambar 2.8 Ukuran Desain Jalur Pejalan Kaki ............................................22
Gambar 2.9 Tipikal Ukuran Kursi Roda ......................................................23

Gambar 4.1 Peta Wilayah Penelitian Kota Malang .....................................72


Gambar 4.2 Peta Wilayah Penelitian Kecamatan Klojen ............................73
Gambar 4.3 Peta Wilayah Penelitian Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara .................................................................................................74
Gambar 4.4 Penggunaan Lahan Permukiman .............................................76
Gambar 4.5 Penggunaan Lahan Perdagangan & Jasa .................................77
Gambar 4.6 Penggunaan Lahan Perkantoran ..............................................78
Gambar 4.7 Penggunaan Lahan Pendidikan ................................................78
Gambar 4.8 Penggunaan Lahan Peribadatan ...............................................79
Gambar 4.9 Penggunaan Lahan Transportasi ..............................................79
Gambar 4.10 Penggunaan Lahan Hankam ..................................................80
Gambar 4.11 Penggunaan Lahan Pariwisata ...............................................81
Gambar 4.12 Penggunaan Lahan RTH ........................................................81
Gambar 4.13 Penggunaan Lahan Cagar Budaya .........................................82
Gambar 4.17 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I .........................................83
Gambar 4.18 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II ........................................84
Gambar 4.19 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III ......................................85
Gambar 4.20 Jalur Hijau Pada Segmen I .....................................................86
Gambar 4.21 Jalur Hijau Pada Segmen II ...................................................86
Gambar 4.22 Jalur Hijau Pada Segmen III ..................................................87
Gambar 4.23 Lampu Penerangan Pada Segmen I .......................................88
Gambar 4.24 Lampu Penerangan Pada Segmen II ......................................88
Gambar 4.25 Lampu Penerangan Pada Segmen III .....................................89
Gambar 4.26 Tempat Duduk Pada Segmen I ..............................................90
Gambar 4.27 Tempat Duduk Pada Segmen III ............................................90

vii
Gambar 4.28 Tempat Sampah Pada Segmen I ............................................ 91
Gambar 4.29 Tempat Sampah Pada Segmen III ......................................... 92
Gambar 4.30 Marka, Perambuan Pada Segmen I ....................................... 93
Gambar 4.31 Marka, Perambuan Pada Segmen II ...................................... 93
Gambar 4.32 Marka, Perambuan, Papan Informasi Pada Segmen III ......... 94
Gambar 4.33 Fasilitas Pendukung Halte Pada Segmen III ......................... 95
Gambar 4.34 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen I ............................... 95
Gambar 4.35 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen II ............................. 96
Gambar 4.36 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen III ............................ 97
Gambar 4.37 Hambatan/Kendala Pada Segmen I ....................................... 97
Gambar 4.38 Hambatan/Kendala Pada Segmen II ...................................... 98
Gambar 4.39 Hambatan/Kendala Pada Segmen III .................................... 99
Gambar 4.40 Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen I ............................... 99
Gambar 4.41 Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen III............................ 100

Gambar 5.1 Konsep Penataan Jalur Pejalan Kaki ..................................... 126


Gambar 5.2 Konsep Penataan Jalur Hijau ................................................ 126
Gambar 5.3 Konsep Penataan Lampu Penerangan ................................... 127
Gambar 5.4 Konsep Penataan Tempat Duduk .......................................... 127
Gambar 5.5 Konsep Penataan Bollard ...................................................... 128
Gambar 5.6 Konsep Penataan Fasilitas Penyeberangan ............................ 128
Gambar 5.7 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I .......................... 132
Gambar 5.8 Penataan Jalur Hijau Pada Segmen I ..................................... 132
Gambar 5.9 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen I ........................ 133
Gambar 5.10 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen I ............................ 133
Gambar 5.11 Penataan Tempat sampah Pada Segmen I ........................... 134
Gambar 5.12 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Segmen I .................. 134
Gambar 5.13 Penataan Bollard Pada Segmen I ........................................ 135
Gambar 5.14 Penataan Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen I .............. 136
Gambar 5.15 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I ............... 137
Gambar 5.16 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I ....................... 138
Gambar 5.17 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II ....................... 142
Gambar 5.18 Penataan Jalur Hijau Pada Segmen II ................................. 142
Gambar 5.19 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen II .................... 143
Gambar 5.20 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen II ............................ 143
Gambar 5.21 Penataan Tempat Sampah Pada Segmen II ......................... 144
Gambar 5.22 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Pada Segmen II ........ 144
Gambar 5.23 Penataan Bollard Pada Segmen II ........................................ 145
Gambar 5.24 Penataan Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen II.............. 146

viii
Gambar 5.25 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II ...............147
Gambar 5.26 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II ......................148
Gambar 5.27 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III ......................151
Gambar 5.28 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III .....................152
Gambar 5.29 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen III.....................152
Gambar 5.30 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen III ..........................153
Gambar 5.31 Penataan Tempat Sampah Pada Segmen III ........................153
Gambar 5.32 Penataan Halte Pada Segmen III ..........................................154
Gambar 5.33 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Pada Segmen III .......154
Gambar 5.34 Penataan Bollard Pada Segmen III ......................................155
Gambar 5.35 Penataan Fasilitas Penyeberangan Segmen III .....................156
Gambar 5.36 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III .............157
Gambar 5.37 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III .....................158

ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan pusat bagi kegiatan bermukim dan beraktivitas
masyarakat, dan aktivitas dari penduduknya yang berkembang sangat cepat
seiring dengan perkembangan zaman membawa pada ketersediaan sarana dan
prasarana suatu kota di Indonesia yang selalu tertinggal dibandingkan dengan
kecepatan laju pertumbuhan penduduknya. Tidak dapat dipungkiri bila saat
ini banyak kualitas ruang kota semakin menurun dan masih jauh dari standar
minimum sebuah kota yang nyaman, terutama pada penciptaan maupun
pemanfaatan ruang publik. Penurunan kualitas itu antara lain dari kurang
diperhatikannya ruang pejalan kaki, bertambahnya pertumbuhan kendaraan
yang cukup tinggi, aktivitas sektor informal yang semakin berkembang
mengisi ruang-ruang kota, dan masih banyak lagi. Kondisi-kondisi tersebut
menghasilkan ruang-ruang kota yang seharusnya sehat, aman, nyaman sering
kali terabaikan, dan kurang memperhatikan para pejalan kaki sebagai salah
satu pengguna sarana dan prasarana di kawasan perkotaan (Departemen
Pekerjaan Umum, 2014).

Jalur pejalan kaki di perkotaan sangat penting demi mendukung


aktivitas dan mobilitas masyarakat perkotaan, permasalahan pejalan kaki pada
sebagian besar kota di Indonesia disebabkan oleh perkembangan penggunaan
lahan yang pesat dan beragam tetapi mengesampingkan ruang bagi pejalan
kaki (Kusbiantoro, 2007). Dengan adanya jalur pejalan kaki yang aman,
menyenangkan, nyaman dan memiliki daya tarik akan membuat tingkat
preferensi masyarakat untuk berjalan kaki lebih tinggi dari pada menggunakan
kendaraan bermotor (Barman & Daftardar, 2010). Oleh itu untuk mendukung
transportasi masyarakat dengan berjalan kaki perlu adanya penyediaan ruang
yang ramah bagi pejalan kaki itu sendiri salah satunya dengan mengusung
konsep walkability pada jalur pejalan kaki (Pizza Agradiana, 2020).

Walkability ialah suatu keadaan yang memberi gambaran sejauh mana


suatu lingkungan dapat menunjukkan keramahan bagi pejalan kaki (NZ
Transport Agency, 2009). Walkability membahas kualitas fasilitas pejalan
kaki dengan menggunakan beberapa indikator yang digunakan seperti kondisi
fisik, keberagaman penggunaan lahan, dan aspek-aspek kenyamanan,
keselamatan, dan keamanan (Litman, 2011). Konsep Walkability memiliki
beberapa peran penting dalam kehidupan kota, antara lain: 1) sebagai dasar
bagi sebuah kota yang berkelanjutan; 2) sebagai pendorong terjadinya
aktivitas sosial; dan 3) sebagai pendorong peningkatan kesehatan mental dan
fisik (Sondakh, 2017).

1
2

Kota Malang yang merupakan kota terpadat kedua di Jawa Timur. Pada
Tahun 2020 jumlah penduduk Kota Malang yang tercatat BPS adalah 843.810
jiwa. Laju pertumbuhan penduduk kota Malang sekitar 0,86% yang berarti
lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk Jawa Timur (0,75%). Pertumbuhan
penduduk yang meningkat mempengaruhi penyediaan sarana dan prasarana
publik yang dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan
ruang publik, termasuk dalam penyediaan sarana dan prasarana bagi pejalan
kaki. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030
menyatakan bahwa rencana penyediaan dan peningkatan fasilitas jalur pejalan
kaki diarahkan pada kawasan koridor perdagangan dan jasa, perkantoran,
serta fasilitas umum. Dan dari tinjauan Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan Sub BWP Prioritas pada BWP Malang Tengah bahwa terdapat
rencana pengembangan linkage jalur pejalan kaki kota Malang dengan konsep
City Walk sebagai upaya untuk menciptakan ruang terbuka yang aman dan
nyaman termasuk di dalamnya koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
yang diarahkan menjadi titik permulaan pergerakan datang dan pergi bagi
masyarakat khususnya wisatawan.

Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara sendiri merupakan salah


satu koridor jalan di dalam Kawasan pusat Kota Malang yang menunjang
berbagai fungsi ruang di sekitarnya dengan penggunaan lahan yang beragam,
mulai dari Transportasi dengan keberadaan stasiun kota baru malang yang
juga menjadi pintu masuk kota malang, perkantoran dengan keberadaan
gedung balai kota & DPRD Kota malang, fungsi ruang pendidikan,
pertahanan & keamanan, peribadatan, pariwisata & hiburan dengan
keberadaan taman brawijaya edupark & taman rekreasi kota malang, juga
RTH & Keberadaan Alun-alun Tugu sebagai penanda kota, dan sebagian
besar lainnya dipenuhi aktivitas ruang perdagangan dan jasa. Selain memiliki
penggunaan lahan yang beragam, kawasan di sekitar koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara juga merupakan bagian kawasan yang memiliki nilai
sejarah dan penanda kota dengan keberadaan bangunan-bangunan cagar
budaya seperti bangunan balai kota Malang, stasiun kereta api kotabaru
Malang, jembatan kahuripan dan bangunan lainnya yang dibangun pada masa
pemerintahan Belanda. Lebih lagi pada jalan di lokasi penelitian ini juga
berpotongan dengan Jalan Brawijaya dengan keberadaan pasar satwanya dan
Jalan Basuki Rahmat (Kajoetangan straat) yang memiliki daya tarik dengan
kampung Heritage Kajoetangan.

Pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara kendaraan bermotor


masih menjadi dominasi pilihan bertransportasi masyarakat, kecenderungan
ini membuat berjalan kaki menjadi pilihan terakhir dan seharusnya dapat
menjadi pilihan utama untuk mengakses ruang-ruang di sekitarnya sehingga
dapat menciptakan jalur pejalan kaki sebagai sarana bertransportasi sekaligus
3

berinteraksi sosial masyarakat kota. Kondisi jalur pejalan kaki yang ada
sebetulnya memiliki persebaran yang hampir melingkupi keseluruhan segmen
jalan namun tidak sepenuhnya jalur pejalan kaki tersebut memenuhi kriteria
jalur pejalan kaki yang layak. Pada lokasi penelitian ini, jalur pejalan kaki
yang ada dirasa belum memenuhi kriteria walkability dengan berbagai macam
indikator. Dari aspek kenyamanan kondisi jalur pejalan kaki dengan elevasi
yang naik turun, keberadaan berbagai hambatan pada jalur pejalan kaki seperti
badan pohon, kontinuitas jalur yang terputus di beberapa titik, akses
penyeberangan dan penerangan yang minim, kerusakan pada material jalur
dan kondisi infrastruktur penyandang cacat membuat pengguna merasa tidak
nyaman khususnya kaum lansia dan disabilitas. Dari aspek keselamatan,
kondisi jalur pejalan kaki yang minim fasilitas penyeberangan tentu
membahayakan. Dan pada elemen estetika sebagai penunjang kenyamanan
pengguna jalur pejalan kaki juga memerlukan penataan mulai dari jalur hijau
hingga amenities jalur pejalan kaki.

Dari berbagai kondisi di atas, maka pada penelitian ini walkability akan
digunakan sebagai konsep landasan dalam penataan jalur pejalan kaki pada
koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Melalui penilaian tingkat
walkability akan diketahui kualitas jalur pejalan kaki yang ada dan untuk
melihat kekurangan dan potensi penataan yang bisa diambil, juga melalui
persepsi pengguna jalur pejalan kaki itu sendiri dapat mengetahui kebutuhan
masyarakat agar penataan jalur pejalan kaki dapat sesuai dengan kebutuhan
dan dapat menarik minat masyarakat untuk berjalan kaki.

1.2 Rumusan Masalah


Posisinya pada kawasan pusat Kota Malang dengan keberagaman
penggunaan lahan di sekitarnya, jalur pejalan kaki yang ada pada koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara perlu untuk ditingkatkan dari segi kualitas
fasilitas sarana dan prasarana demi menunjang aktivitas dan mobilitas
masyarakat serta menciptakan budaya berjalan kaki di masyarakat. Untuk
permasalahan penelitian yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi fisik jalur pejalan kaki di koridor Jalan


Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang?
2. Bagaimana tingkat walkability berdasarkan persepsi pengguna pada
jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
Kota Malang?
3. Bagaimana arahan penataan jalur pejalan kaki dengan konsep
walkability di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota
Malang?
4

1.3 Tujuan dan Sasaran


Berdasarkan uraian diatas, maka untuk mencapai hasil yang diinginkan
dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya sebuah rumusan tentang tujuan
dan sasaran. Adapun tujuan dan sasaran yang akan dicapai sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kualitas jalur
pejalan kaki dari parameter walkability sekaligus menentukan arahan
penataan untuk jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara, dengan konsep walkability melalui persepsi pengguna sebagai
salah satu cara untuk menciptakan jalur pejalan kaki yang dapat memberikan
rasa nyaman, selamat, dan aman, juga sesuai dengan kebutuhan pejalan kaki.

1.3.2 Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini guna
mendukung tujuan diatas adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kondisi fisik jalur pejalan kaki di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang.
2. Menganalisis tingkat walkability berdasarkan persepsi pengguna
pada jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara Kota Malang.
3. Merumuskan arahan penataan jalur pejalan kaki dengan konsep
walkability di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota
Malang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup bertujuan membatasi sebuah penelitian sehingga
penelitian tersebut dapat tetap fokus sesuai dengan sasaran penelitian. Dalam
penelitian ini, terdapat ruang lingkup lokasi dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Ruang Lingkup Lokasi


Lokasi yang menjadi obyek studi dalam penelitian adalah koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
sendiri merupakan Koridor jalan yang terletak di Kecamatan Klojen, Kota
Malang, Provinsi Jawa Timur. Pada RTRW Kota Malang tahun 2010-2030,
Kecamatan Klojen sendiri memiliki fungsi utama yakni sebagai fungsi
pemerintahan, perkantoran, perdagangan dan jasa, sarana olahraga,
pendidikan dan peribadatan.

Sebagai salah satu koridor utama di kota malang yang terletak pada
pusat Kota, koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara menunjang berbagai
fungsi ruang di sekitarnya dengan penggunaan lahan yang beragam, mulai
dari Transportasi dengan keberadaan stasiun kota baru malang yang juga
menjadi pintu masuk kota malang, perkantoran, pendidikan, pertahanan &
5

keamanan, peribadatan, pariwisata & hiburan, RTH dan sebagian lainnya


dipenuhi aktivitas ruang perdagangan dan jasa. Kawasan di sekitar koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara juga merupakan bagian kawasan yang
memiliki nilai sejarah dan penanda kota dengan keberadaan bangunan-
bangunan cagar budaya seperti Tugu, bangunan balai kota Malang, stasiun
kereta api kotabaru Malang, jembatan kahuripan dan bangunan lainnya yang
dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Lebih lagi pada jalan di lokasi
penelitian ini juga berpotongan dengan Jalan Brawijaya dengan keberadaan
pasar satwanya dan Jalan Basuki Rahmat (Kajoetangan straat) yang memiliki
daya tarik dengan kampung Heritage Kajoetangan.

Jalur pejalan kaki pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara


belum begitu optimal jika dilihat dari kriteria walkability jalur pejalan kaki
yang ideal. Koridor jalan yang menjadi lokasi penelitian ini merupakan jalan
arteri sekunder dengan panjang keseluruhan segmen jalan yaitu 1,1 km. Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara ini sendiri berada di wilayah administratif
Kelurahan Klojen, Kelurahan Kauman, dan Kelurahan Kiduldalem. Untuk
lebih jelasnya mengenai ruang lingkup lokasi penelitian kali ini dapat dilihat
pada Gambar 1.1.
6

Gambar 1.1 Peta Wilayah Penelitian


7

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi dalam penelitian ini dimaksudkan agar
penelitian yang dilakukan lebih terarah dan mencapai sasaran. Adapun
lingkup materi yang terdapat dalam penelitian ini yaitu:

1. Kajian kondisi fisik jalur pejalan kaki membahas tentang kondisi


eksisting sarana dan prasarana jalur pejalan kaki yang ada di
Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara yang menjadi sarana
pergerakan untuk melihat tipologi dan permasalahan yang ada
dilihat dari sarana dan prasarana penunjang kenyamanan,
keselamatan, dan keamanan di dalam parameter walkability.
2. Pengukuran tingkat walkability jalur pejalan kaki diukur
menggunakan analisis Global Walkability Index. Kajian terhadap
tingkat walkability ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan
mengenai kualitas jalur pejalan kaki dari pengguna jalur pejalan
kaki itu sendiri, dengan melihat aspek-aspek kenyamanan,
keselamatan, dan keamanan dengan parameter-parameter amatan
seperti: ketersediaan jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas
pendukung, infrastruktur bagi penyandang cacat,
hambatan/kendala, ketersediaan fasilitas penyeberangan,
keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang, perilaku
pengendara kendaraan bermotor, konflik jalur pejalan kaki
dengan moda transportasi lain, dan keamanan dari tindak
kejahatan pada jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara Kota Malang. Pengukuran tingkat walkability
pada penelitian ini dibatasi melalui sudut pandang pengguna jalur
pejalan kaki itu sendiri.
3. Menyusun arahan penataan jalur pejalan kaki yang walkable di
koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang
berdasarkan temuan kondisi di lapangan dan hasil tanggapan
pengguna jalur pejalan kaki terhadap kualitas atau tingkat
walkability jalur pejalan kaki di lokasi penelitian. Arahan
penataan pada jalur pejalan kaki dilakukan dengan mengacu pada
parameter-parameter dalam Global Walkability Index dan
tentunya dengan tetap memperhatikan kondisi eksisting jalur
pejalan kaki yang ada sehingga dapat mencapai kondisi
lingkungan yang walkable bagi pejalan kaki di ketiga segmen
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Serta dalam penyusunan
arahan penataan juga berpedoman pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2014 tentang Pedoman
Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
8

1.5 Keluaran Dan Manfaat Penelitian


Pada sub-bab ini menguraikan tentang keluaran yang ingin dicapai di
dalam penelitian ini serta manfaat yang diharapkan dapat diberikan kepada
berbagai pihak.

1.5.1 Keluaran Penelitian


Keluaran yang diharapkan dari penelitian “Penataan Jalur Pejalan
Kaki Dengan Konsep Walkability Di Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara Kota Malang” berdasarkan dari sasaran yang telah ditetapkan.
Adapun keluaran yang ingin dicapai melalui penelitian ini yaitu sebagai
berikut:

1. Teridentifikasinya kondisi fisik jalur pejalan kaki di koridor Jalan


Kahuripan-Tugu-Kertanegara.
2. Teridentifikasinya tingkat walkability berdasarkan persepsi
pengguna jalur pejalan kaki sebagai indikator terhadap kondisi
yang ada pada jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara Kota Malang.
3. Terumuskannya arahan penataan jalur pejalan kaki sesuai dengan
konsep walkability di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
Kota Malang.

1.5.2 Manfaat Penelitian


Kegiatan penelitian ini secara umum menekankan terhadap penataan
jalur pejalan kaki di sepanjang koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara.
Secara umum dan khusus, tentunya kegiatan penelitian ini juga diharapkan
memberikan kegunaan pada berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Manfaat dalam penelitian ini dikelompokkan dalam 2 (dua)
manfaat yaitu:

1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
pengetahuan dan memberikan informasi mengenai bagaimana
penataan jalur pejalan kaki yang didasarkan pada konsep
walkability dan persepsi masyarakat penggunanya, juga penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada penerapan
penataan jalur pejalan kaki yang lebih baik, yang memperhatikan
aspek-aspek kenyamanan, keselamatan, dan keamanan juga
sesuai dengan kebutuhan pengguna jalur pejalan kaki itu sendiri.
2. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pemahaman mengenai tingkat walkability sebagai indikator
kualitas jalur pejalan kaki yang ada di koridor Jalan Kahuripan-
9

Tugu-Kertanegara, dan dapat menjadi media pembelajaran serta


motivasi bagi penelitian berikutnya.
10

1.6 Kerangka Berpikir

Meningkatnya tekanan kebutuhan akan kegiatan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh
keserasian penataan ruang-ruang kota juga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan di suatu
kawasan perkotaan. Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara sendiri merupakan salah satu
koridor jalan di dalam Kawasan pusat Kota Malang yang menunjang berbagai fungsi ruang di
sekitarnya, mulai dari Transportasi, perkantoran, pendidikan, pertahanan & keamanan, peribadatan,
pariwisata & hiburan, RTH & Keberadaan Alun-alun Tugu, dan sebagian besar lainnya dipenuhi
aktivitas ruang perdagangan dan jasa. Jalur pejalan kaki sudah seharusnya dapat menjadi fasilitas
yang dapat diandalkan masyarakat untuk dapat mengakses ruang-ruang di sekitarnya, pada lokasi
penelitian ini, jalur pejalan kaki yang ada dirasa belum memenuhi kriteria dengan berbagai macam
indikator baik dari aspek kenyamanan, keselamatan, dan keamanan.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi fisik jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota
Malang?
2. Bagaimana tingkat walkability berdasarkan persepsi pengguna pada jalur pejalan kaki di
koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang?
3. Bagaimana arahan penataan jalur pejalan kaki dengan konsep walkability di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang?

Sasaran Penelitian
Mengidentifikasi kondisi Menganalisis tingkat Merumuskan arahan penataan
fisik jalur pejalan kaki di walkability berdasarkan jalur pejalan kaki dengan
koridor Jalan Kahuripan- persepsi pengguna pada jalur konsep walkability di koridor
Tugu-Kertanegara Kota pejalan kaki di koridor Jalan Jalan Kahuripan-Tugu-
Malang. Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kertanegara Kota Malang.
Kota Malang.

Variabel

• Kenyamanan • Kenyamanan • Kenyamanan


(comfort) (comfort) (comfort)
• Keselamatan dan • Keselamatan dan • Keselamatan dan
Keamanan Keamanan Keamanan
(Safety&Security) (Safety&Security) (Safety&Security)

Keluaran
Arahan penataan jalur
Kondisi fisik jalur Karakteristik pengguna jalur pejalan kaki sesuai dengan
pejalan kaki di koridor pejalan kaki dan tingkat konsep walkability di
Jalan Kahuripan-Tugu- walkability jalur pejalan kaki koridor Jalan Kahuripan-
Kertanegara Kota di koridor Jalan Kahuripan- Tugu-Kertanegara Kota
Malang. Tugu-Kertanegara. Malang.
11

1.7 Sistematika Pembahasan


Dalam menyusun sistematika laporan tugas akhir yang berjudul
“Penataan Jalur Pejalan Kaki Dengan Konsep Walkability Di Koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang”. Maka untuk memudahkan
pembaca dalam mengeksplorasi tugas akhir penelitian ini, maka disusun
sistematika pembahasan sebagai berikut:

• BAB I - PENDAHULUAN
Pada bab I pendahuluan berisi mengenai latar belakang penelitian,
rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup
penelitian, keluaran & manfaat penelitian, kerangka berpikir, serta
sistematika pembahasan.
• BAB II - TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II kajian pustaka berisi mengenai seluruh kajian terkait
dengan permasalahan penelitian, sumber-sumber dan landasan teori
permasalahan dengan tujuan mempertajam permasalahan
penelitian. Selain itu kajian pustaka akan menjadi landasan dalam
pemilihan prosedur penelitian. Selain itu, pengkajian juga akan
dilakukan terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan topik penelitian.
• BAB III - METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab III metodologi penelitian menjelaskan mengenai
pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian terutama dalam
melakukan teknik pengumpulan data, teknik analisa serta tahapan-
tahapan dari analisa yang digunakan dalam penelitian ini.
• BAB IV - GAMBARAM UMUM
Pada bab IV gambaran umum menjelaskan mengenai gambaran
wilayah lokasi penelitian dan kondisi serta karakteristik yang ada
pada lokasi penelitian.
• BAB V - HASIL ANALISA
Pada bab V hasil analisa mengurai dan memaparkan hasil analisa
serta pembahasannya dari sasaran-sasaran yang telah ditetapkan di
dalam penelitian.
• BAB VI - PENUTUP
Pada bab VI penutup berisi tentang kesimpulan dari hasil dan
pembahasan yang diperoleh dalam penelitian serta rekomendasi
yang dapat diberikan baik bagi sisi pemangku kepentingan dan bagi
penelitian berikutnya di masa depan.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Semua penelitian yang dilakukan peneliti bersifat ilmiah, oleh karena
itu semua penelitian harus berbekal teori. Pada BAB ini berfungsi sebagai
bekal untuk memahami teori lebih luas dan mendalam. Kajian yang mendalam
ini mengenai teori-teori yang akan dipakai dalam penelitian ini dan penting
untuk dipahami, oleh karena itu pada bagian ini akan diuraikan jenis teori-
teori apa saja yang dipakai dalam kegiatan penelitian ini.

2.1 Perkembangan Kota


Kota merupakan pusat kegiatan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan,
dan administrasi yang menyebabkan kota mengalami pertumbuhan.
pertumbuhan kota terjadi karena adanya sebuah industri di sebuah kota yang
menyebabkan masyarakat dari luar kota berdatangan dan menyebabkan kota
harus menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang untuk masyarakat agar
masyarakat betah dengan lingkungan kota tersebut (Fitrah, 2015). (Supangkat,
2015) mengusulkan anatomi kota yang mengategorikan sebuah kota menjadi
tiga bagian utama yaitu struktur, interaksi dan masyarakat.

Struktur dapat dibagi lagi menjadi tiga lapisan yang lingkungan,


infrastruktur dan struktur fisik. Interaksi dapat dibagi lagi menjadi mata
pencaharian dan konteks informasi. Masyarakat terdiri dari warga negara,
industri dan pemerintah (Supangkat, 2015). Dengan adanya anatomi tersebut,
kebijakan yang diambil pemerintah harus memenuhi ketiga anatomi tersebut.
Kapasitas dan kualitas sumber daya baik manusia maupun alam dapat
diandalkan untuk mendukung segala aktivitas sebagai upaya pengembangan
kota.

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu


kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang
lebih luas. Dalam buku ¨The Urban Pattern¨ (Gallion, 1950) disebutkan bahwa
perubahan suatu kawasan dan sebagian kota dipengaruhi letak geografis suatu
kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan akibat pertumbuhan
daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada
jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat
tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.

Dalam proses perubahan yang menimbulkan distorsi dalam lingkungan


termasuk di dalamnya perubahan penggunaan lahan secara organik, terdapat
beberapa hal yang dapat diamati yaitu:

a) Pertumbuhan terjadi satu demi satu, sedikit demi sedikit atau terus
menerus.

13
14

b) Pertumbuhan yang terjadi tidak dapat diduga dan tidak dapat


diketahui kapan dimulai dan kapan akan berakhir, hal ini tergantung
dari kekuatan-kekuatan yang melatarbelakangi nya.
c) Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses
segmental yang berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan
proses yang komprehensif dan berkesinambungan.
d) Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional
(sistem nilai) yang ada dalam populasi pendukung.
e) Faktor-faktor penyebab perubahan lainnya adalah vision (kesan),
optimalnya kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan
dengan fungsi-fungsi yang mendukung, penggunaan struktur yang
sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan.
(Christoper Alexander, A New Theory of Urban Design, 1987).

2.2 Jalur Pejalan Kaki


Jalur pejalan kaki merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan
kaki melakukan aktivitas perjalanan dan untuk memberikan pelayanan kepada
pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kenyamanan, keselamatan, dan
keamanan untuk berjalan kaki. Jalur pejalan kaki merupakan jalur yang
diperlukan pejalan kaki untuk berdiri dan berjalan yang dihitung berdasarkan
dimensi tubuh manusia pada saat membawa barang atau berjalan bersama
dengan pejalan kaki lainnya baik dalam kondisi diam maupun bergerak
(Departemen Pekerjaan Umum, 2014).

Jalur pejalan kaki merupakan elemen perancangan kota yang penting,


yaitu membentuk keterhubungan antar aktivitas pada suatu lokasi dan
merupakan subsistem linkage dari jalur suatu kota. Jalur pejalan kaki akan
menjadi penting bila pejalan kaki merupakan pengguna utama jalur tersebut
dan bukan kendaraan bermotor atau lainnya (Sari Ayu M, 2020). Sistem jalur
pejalan kaki yang baik bagi kota khususnya kawasan perkotaan dapat
memberi dampak yang baik dan merangsang aktivitas kegiatan, mengurangi
ketergantungan terhadap kendaraan dan meningkatkan kualitas lingkungan
dan udara, karena berkurangnya polusi kendaraan. Menurut Iswanto (2006),
jalur pejalan kaki juga adalah suatu ruang publik dimana pada ruang tersebut
juga terjadi interaksi sosial antar masyarakat.

Jalur pejalan kaki yang baik dapat menciptakan lingkungan yang


walkable dengan adanya perhatian khusus terhadap faktor-faktor seperti
mengintegrasikan komunitas dengan ruang sekitarnya seperti perumahan,
pertokoan, tempat bekerja, fasilitas sekolah maupun taman serta akses menuju
kendaraan umum yang saling terkoneksi dengan jalur pejalan kaki yang di
sertai orientasi yang tepat.
15

Dalam A Walking Strategy for Western Australia (2007) menyebutkan


aspek walkability untuk jalur pejalan kaki yang harus diperhatikan untuk
mencapai suatu lingkungan yang walkable antara lain, keselamatan,
keamanan, kenyamanan, dan estetika.

1. Keselamatan dan keamanan: Para pejalan kaki harus dapat


merasakan mereka dan barang-barang mereka aman. Para pejalan
kaki harus dapat menikmati perjalanan mereka dengan santai
tentunya dengan kondisi jalan yang terawat dengan baik dengan
mengambil prinsip desain yang dapat mencegah terjadinya tindak
kejahatan.
2. Kenyamanan: Para pejalan kaki harus dapat merasakan keamanan
ketika berjalan pada suatu lingkungan dengan adanya ketersediaan
fasilitas seperti adanya bangku-bangku umum, tempat beristirahat
serta adanya fasilitas air minum untuk publik.
3. Keindahan: Menciptakan suatu lingkungan yang memberikan kesan
menyenangkan di pandangan masyarakat, dengan memperhatikan
penataan landscape.

2.2.1 Fasilitas Sarana Jalur Pejalan Kaki


Dalam sebuah perencanaan, Fasilitas Sarana jalur pejalan kaki
diperlukan pendekatan secara optimal terhadap lokasi dimana jalur pejalan
kaki tersebut direncanakan. Disamping itu, yang terpenting dalam
perencanaan jalur pejalan kaki adalah mengenai komposisi, warna, bentuk,
ukuran serta tekstur. Yang termasuk dalam sarana jalur pejalan kaki adalah
jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, pagar pengaman, tempat
sampah, marka dan perambuan, papan informasi (signage), halte/shelter bus.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2014). Fasilitas Sarana


Ruang Pejalan kaki antara lain:

A. Jalur Hijau
Jalur hijau berfungsi sebagai buffer antara jalur pejalan kaki dan jalur
kendaraan bermotor. Jalur hijau terletak pada jalur amenities dengan lebar
150cm dan ditanami tanaman peneduh.
16

Gambar 2.1 Fasilitas Jalur Hijau

Sumber: www.laureplanchais.fr

B. Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenities. Terletak setiap
10meter dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan adalah
bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak.

Gambar 2.2 Fasilitas Lampu Penerangan

Sumber: www.forms-surfaces.com

C. Tempat Duduk
Tempat duduk diletakkan pada jalur amenities. Terletak setiap 10m
dengan lebar 40-50cm, panjang 150cm dan bahan yang digunakan adalah
bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
17

Gambar 2.3 Fasilitas Tempat Duduk

Sumber: www.joaca.atlassport.ro

D. Pagar Pengaman/Bollard
Pagar pengaman diletakkan pada jalur amenities. Pada titik tertentu yang
berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90cm, dan bahan
yang digunakan adalah metal/beton yang tahan terhadap cuaca, kerusakan,
dan murah pemeliharaan.

Gambar 2.4 Fasilitas Pagar Pengaman

Sumber: www.mmcite.com
E. Tempat Sampah
Tempat sampah diletakkan pada jalur amenities. Terletak setiap 20meter
dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan
dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
18

Gambar 2.5 Fasilitas Tempat Sampah

Sumber: www.architonic.com

F. Marka, Perambuan, Papan Informasi (Signage)


Marka dan perambuan, papan informasi (signage) diletakkan pada jalur
amenities, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus pedestrian padat,
dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan terbuat dari
bahan yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak menimbulkan efek silau.

Gambar 2.6 Fasilitas Marka, Perambuan, Papan Informasi


(Signage)

Sumber: www.designboom.com

G. Halte
Halte/shelter bus diletakkan pada jalur amenities. Shelter harus
diletakkan pada setiap radius 300meter atau pada titik potensial kawasan,
dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan adalah bahan
yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal.
19

Gambar 2.7 Fasilitas Halte/Shelter Bus

Sumber: www.abri-plus.com

2.2.2 Fasilitas Prasarana Jalur Pejalan Kaki


Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2014) Fasilitas Prasarana
Jalur Pejalan kaki antara lain:

A. Penyeberangan Sebidang (At-Grade)


a) Penyeberangan Zebra
• Dipasang di kaki persimpangan tanpa atau dengan alat pemberi
isyarat lalu lintas atau di ruas jalan.
• Apabila persimpangan diatur dengan lampu pengatur lalu lintas,
pemberian waktu penyeberangan bagi pejalan kaki menjadi satu
kesatuan dengan lampu pengatur lalu lintas persimpangan.
• Apabila persimpangan tidak diatur dengan lampu pengatur lalu-
lintas, maka kriteria batas kecepatan kendaraan bermotor adalah
<40 km/jam.
b) Penyeberangan Pelikan
• Dipasang pada ruas jalan, minimal 300-meter dari
persimpangan
• Pada jalan dengan kecepatan operasional rata-rata lalu lintas
kendaraan >40 km/jam.

B. Penyeberangan Tidak Sebidang (Elevated/Underground)


a) Elevated/Jembatan
Elevated/jembatan digunakan apabila:
• Jenis jalur penyeberangan tidak dapat menggunakan
penyeberangan zebra.
• Pelikan sudah mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada.
• Pada ruas jalan dengan frekuensi terjadinya kecelakaan pejalan
kaki yang cukup tinggi.
20

• Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dengan


kecepatan tinggi dan arus pejalan kaki yang cukup ramai.
b) Underground/terowongan
Underground/terowongan digunakan apabila:
• Jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan
elevated/jembatan tidak dimungkinkan untuk diadakan.
• Lokasi lahan atau medan memungkinkan untuk dibangun
underground/terowongan.

C. Marka untuk Penyeberangan


a) Marka jalan untuk penyeberangan pejalan kaki dinyatakan dalam
bentuk:
• Zebra cross, yaitu marka berupa garis-garis utuh yang
membujur tersusun melintang jalur lintas.
• Marka, berupa 2 (dua) garis utuh melintang jalur lalu lintas.
b) Ketentuan teknis yang mengatur tentang marka penyeberangan
pejalan kaki adalah sebagai berikut:
• Garis membujur tempat penyeberangan orang harus memiliki
lebar 0,30meter dan panjang sekurang-kurangnya 2,50meter.
• Celah di antara garis-garis membujur mempunyai lebar sama
atau maksimal 2 (dua) kali lebar garis membujur tersebut.
• Dua garis utuh melintang tempat penyeberangan pejalan kaki
memiliki jarak antar garis melintang sekurang-kurangnya
2,5meter dengan lebar garis melintang 0,3meter.
• Tempat penyeberangan orang ditandai dengan Zebra Cross.
• Apabila arus lalu lintas kendaraan dan arus pejalan kaki cukup
tinggi, tempat penyeberangan orang dilengkapi dengan alat
pemberi isyarat lalu lintas.

D. Penyeberangan di Tengah Ruas


Untuk kawasan perkotaan, yang terdapat jarak antar persimpangan cukup
panjang, maka dibutuhkan penyeberangan di tengah ruas agar pejalan kaki
dapat menyeberang dengan aman. Lokasi yang dipertimbangkan untuk
penyeberangan di tengah ruas harus dikaji terlebih dahulu.

a) Pertimbangan dalam penentuan lokasi penyeberangan di tengah


ruas, antara lain:
• Lokasi penyeberangan memungkinkan untuk mengumpulkan
atau mengarahkan pejalan kaki menyeberang pada satu lokasi.
• Merupakan lokasi untuk rute yang aman untuk berjalan kaki
bagi anak sekolah.
21

• Kawasan dengan konsentrasi pejalan kaki yang menyeberang


cukup tinggi (seperti permukiman yang memotong kawasan
pertokoan atau rekreasi atau halte yang berseberangan dengan
permukiman atau perkantoran).
• Rambu-rambu peringatan harus dipasang sebelum lokasi untuk
memperingatkan pada pengendara bermotor akan adanya
aktifitas penyeberangan.
• Penyeberangan dan rambu-rambu harus memiliki penerangan
jalan yang cukup.
• Penyeberangan harus memiliki jarak pandang yang cukup baik
bagi pengendara bermotor maupun pejalan kaki.
• Pada lokasi dengan arus lalu lintas 2 (dua) jalur, perlu
disediakan median pada lokasi
• penyeberangan, sehingga penyeberang jalan cukup
berkonsentrasi pada satu arah saja.
b) Hal-hal yang harus dihindari pada jalur penyeberangan di tengah
ruas jalan, khususnya yang tidak bersinyal adalah:
• Harus terletak <90-meter dari sinyal lalu lintas, dimana
pengendara bermotor tidak mengharapkan adanya penyeberang.
• Berada pada jarak 180-meter dari titik penyeberangan yang lain,
kecuali pada pusat kota/Central Business District (CBD) atau
lokasi yang sangat memerlukan penyeberangan.
• Pada jalan dengan batasan kecepatan di atas 72 km/jam.

E. Penyeberangan di Persimpangan
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk penyeberangan di persimpangan
adalah sebagai berikut:
a) Terdapat alat pemberi isyarat lalu lintas yang berfungsi
menghentikan arus lalu lintas sebelum pejalan kaki menyeberangi
jalan atau alat yang memberi isyarat kepada pejalan kaki kapan saat
yang tepat untuk menyeberang jalan.
b) Jika penyeberangan di persimpangan memiliki permasalahan yang
cukup kompleks antara lain dengan interaksi dari sistem prioritas,
volume yang membelok, kecepatan, jarak penglihatan, dan tingkah
laku pengemudi, maka pada suatu phase yang terpisah bagi pejalan
kaki dapat diterapkan alat pemberi isyarat lalu lintas.

2.2.3 Standar Teknis Prasarana Jalur Pejalan Kaki


Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2014). Dalam penerapan
jalur pejalan kaki, terdapat beberapa standar-standar teknis yang telah
dipertimbangkan oleh pemerintah yang harus dipenuhi untuk mendukung
jalur pejalan kaki yang walkable. Perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki
perlu memperhatikan kebutuhan ruang jalur pejalan kaki, antara lain
22

berdasarkan dimensi tubuh manusia, ruang jalur pejalan kaki berkebutuhan


khusus, dan kemiringan jalur pejalan kaki. Pada prinsipnya perencanaan
prasarana jalur pejalan kaki menekankan aspek kontekstual dengan kawasan
yang direncanakan.

A. Ukuran dan Dimensi


Lebar efektif minimum jaringan pejalan kaki berdasarkan kebutuhan
orang adalah 60cm ditambah 15cm untuk bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang pejalan kaki
berpapasan menjadi 150cm. Untuk arcade dan promenade yang berada di
daerah pariwisata dan komersial harus tersedia area untuk window shopping
atau fungsi sekunder minimal 2 meter.

Gambar 2.8 Ukuran Desain Jalur Pejalan Kaki

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2014)

Kebutuhan ruang jalur pejalan kaki untuk berdiri dan berjalan dihitung
berdasarkan dimensi tubuh manusia. Dimensi tubuh yang lengkap berpakaian
adalah 45 cm untuk tebal tubuh sebagai sisi pendeknya dan 60cm untuk lebar
bahu sebagai sisi panjangnya. Berdasar perhitungan dimensi tubuh manusia,
kebutuhan ruang minimum pejalan kaki:

a) Tanpa membawa barang dan keadaan diam yaitu 0,27m.


b) Tanpa membawa barang dan keadaan bergerak yaitu 1,08m.
c) Membawa barang dan keadaan bergerak yaitu antara 1,35m-1,62m.

Jalur pejalan kaki memiliki perbedaan ketinggian baik dengan jalur


kendaraan bermotor ataupun dengan jalur hijau. Perbedaan tinggi maksimal
antara jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan bermotor adalah 20cm.
Sementara perbedaan ketinggian dengan jalur hijau 15cm.

B. Jenis Material
Jenis material yang digunakan untuk prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki adalah:

a) Bahan yang dapat menyerap air (tidak licin).


23

b) Tidak menyilaukan.
c) Perawatan dan pemeliharaan yang relatif murah.
d) Cepat kering (air tidak menggenang jika hujan turun).

C. Fasilitas Difabel
Persyaratan khusus untuk rancangan bagi pejalan kaki yang mempunyai
cacat fisik adalah sebagai berikut:
a) Jalur tersebut memiliki lebar minimum 1,5 meter.
b) Permukaan jalur yang lurus atau jika ada perubahan permukaan
jalur yang curam agar dapat mudah dikenali oleh pejalan kaki.
c) Menghindari berbagai potensi yang dapat membahayakan
penyandang cacat seperti jeruji, lubang, dan lain-lain.
d) Tingkat trotoar harus disesuaikan sehingga memudahkan ketika
penyandang cacat menyeberang jalan.
e) Ramp diletakkan pada setiap persimpangan, jalur keluar-masuk
bangunan, dan pada setiap lokasi penyeberangan.
f) Memiliki blok pemandu sebagai penunjang penyandang tuna netra.
g) Jalur pemandu difabel diletakkan pada sepanjang jalur pejalan kaki.
h) Jalur harus memiliki permukaan yang tidak licin.

Dalam penyediaan fasilitas jalur pejalan kaki bagi penyandang cacat,


standar yang dapat dipergunakan dapat ditetapkan sesuai tipikal berbagai
dimensi dari kursi roda seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.9 Tipikal Ukuran Kursi Roda

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2014)


24

Tabel 2.1 Kriteria Standar Fasilitas Jalur Pejalan Kaki


Kriteria Sarana
& Prasarana
No. Deskripsi
Jalur Pejalan
Kaki
Dapat diakses oleh semua orang termasuk
1. Aksesibilitas
yang menyandang disabilitas.
Jalur pejalan kaki terpisah dari jalur
2. Keselamatan kendaraan bermotor dengan ketinggian yang
berbeda.
Lebar jalur minimal 1,5m untuk menunjang
3. Kenyamanan kenyamanan berjalan kaki dan permukaan
jalur pejalan kaki tidak licin.
Jalur pejalan kaki memiliki perkerasan
4. Keindahan permukaan dengan pola tertentu dan tidak
mudah tergenang air.
Jalur mudah dicapai oleh pengguna dan
tidak terdapat halangan di sepanjang jalur
5. Kemudahan dan antar jalur pejalan kaki harus saling
terhubung dan menerus ke jalur pejalan kaki
lainnya.
Jalur pejalan kaki memiliki ruang-ruang
6. Interaksi aktivitas bersama untuk menimbulkan
interaksi sosial antar pejalan kaki.
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (2014)

2.3 Karakteristik Pejalan Kaki


Pejalan kaki adalah bagian dari sistem transportasi. Menurut Spreiregen
(1965) sistem transportasi yang paling baik ialah berjalan kaki walaupun
memiliki keterbatasan kecepatan 3-4 km/jam dan daya jangkau yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik jalur pejalan kaki. Berjalan kaki merupakan
sarana transportasi yang menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan
yang lain terutama kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan
permukiman, dengan berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih
manusiawi (Giovany Gideon, 1977). Menurut John Fruin (1979) Berjalan kaki
merupakan alat untuk pergerakan internal kota, dan menjadi satu-satunya alat
untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka yang ada di dalam aktivitas
komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota.

Malkamah (1995) mendapati, bahwa pejalan kaki tidak dapat


dipisahkan dari keberadaan manusia sesungguhnya, oleh karena itu dimana
pun tempatnya baik di wilayah-wilayah perdagangan dan jasa, pemukiman,
25

maupun industri, fasilitas pejalan kaki tetap perlu disediakan. Menurut


Khasnabis, et.al. (1992), bahwa keberadaan pejalan kaki adalah ekspresi
elemen transportasi yang penting dari pusat kota dan akan melibatkan banyak
aktivitas. Semua aktivitas transportasi akan saling mempengaruhi satu sama
lain, apabila salah satu terganggu, maka akibatnya tidak hanya dirasakan oleh
moda yang bersangkutan, tetapi akan dirasakan oleh moda yang lain.

Karakteristik pejalan kaki merupakan pola pergerakan dan perilaku dari


pejalan kaki dalam memanfaatkan fasilitas pejalan kaki yang tersedia.
Menurut Unterman dalam Musriati (2014) terdapat 4 faktor penting yang
mempengaruhi orang untuk berjalan kaki, yaitu:

1. Waktu
Waktu Berjalan kaki pada waktu-waktu tertentu mempengaruhi
panjang atau jarak yang mampu ditempuh. Misalnya: berjalan kaki
pada waktu rekreasi memiliki jarak yang relatif, sedangkan waktu
berbelanja terkadang dapat dilakukan 2 jam dengan jarak sampai 2
mil tanpa disadari sepenuhnya oleh si pejalan kaki.
2. Kenyamanan
Kenyamanan orang untuk berjalan kaki dipengaruhi oleh faktor
cuaca dan jenis aktivitas. Iklim yang kurang baik dapat mengurangi
keinginan orang untuk berjalan kaki.
3. Ketersediaan Kendaraan Bermotor
Kesinambungan penyediaan moda angkutan kendaraan bermotor
baik umum maupun pribadi sebagai moda penghantar sebelum atau
sesudah berjalan kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh orang
berjalan kaki. Ketersediaan fasilitas kendaraan angkutan umum
yang memadai dalam hal penempatan penyediaannya akan
mendorong orang untuk berjalan lebih jauh dibanding dengan
apabila tidak tersedianya fasilitas ini secara merata, termasuk juga
penyediaan fasilitas transportasi lainnya seperti jaringan jalan yang
baik, fasilitas parkir kendaraan, dan pola penggunaan lahan yang
beragam atau campuran (mixed use) dan sebagainya.
4. Pola Penggunaan Lahan
Pada daerah dengan penggunaan lahan campuran atau yang
beraneka ragam seperti pada pusat kota, ber transportasi dengan
berjalan kaki dapat menjadi pilihan paling efisien dibanding
bertransportasi dengan kendaraan bermotor karena perjalanan
dengan kendaraan bermotor sulit untuk berhenti setiap saat.

2.3.1 Kriteria Pejalan Kaki


Menurut White (2011) ada beberapa kriteria yang menyebabkan
karakteristik tertentu pada pejalan kaki, sebagai berikut:
26

1. Pada umumnya, laki-laki berjalan kaki lebih cepat dibanding


perempuan.
2. Pejalan kaki yang berusia muda umumnya berjalan kaki lebih
cepat dibanding yang lebih tua.
3. Masyarakat yang berjalan berkelompok tiga orang atau lebih
merupakan proporsi terbesar pejalan kaki. Pada umumnya,
pejalan kaki yang berkelompok lebih lambat daripada pejalan kaki
individual (yang berjalan kaki sendiri). Pejalan kaki dalam
kelompok yang lebih besar akan bergerak dengan kelompoknya
pada satu blok atau lebih.
4. Pejalan kaki yang membawa beban (misalnya tas) berjalan lebih
lambat dibanding yang tidak membawa beban.
5. Berkaitan dengan faktor waktu dan tenaga, pejalan kaki umumnya
mengambil jalan pintas yang paling dekat.
6. Karakter pejalan kaki cenderung lunak dan rapuh karena faktor
yang bersifat pribadi dan berhubungan dengan kebutuhan fisik.
Hal inilah yang membedakannya dengan moda transportasi
lainnya.

2.3.2 Pejalan Kaki Menurut Tujuan


Menurut Tamin (2008), tujuan berjalan kaki dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Ekonomi, yaitu kegiatan berjalan kaki yang didorong oleh


kebutuhan ekonomi pejalan kaki, misalnya seseorang berjalan
kaki untuk menuju tempat kerja.
2. Sosial, yaitu kegiatan berjalan kaki untuk membentuk interaksi
sosial atau menjaga hubungan pribadi, seperti berkunjung ke
rumah kerabat atau ke tempat untuk berkumpul.
3. Pendidikan, yaitu kegiatan berjalan kaki untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan, contohnya seseorang melakukan
perjalanan menuju ke sekolah.
4. Rekreasi dan hiburan, yaitu kegiatan berjalan kaki yang didorong
oleh kebutuhan psikis seseorang. Misalnya, berjalan kaki ke
taman atau ke tempat rekreasi lainnya.
5. Kebudayaan, yaitu kegiatan berjalan kaki yang berhubungan
dengan kegiatan kebudayaan seperti menuju upacara adat dan
kegiatan kebudayaan atau tempat ibadah.

2.3.3 Pejalan Kaki Menurut Sarana/Moda Perjalanan


Menurut jenis sarana perjalanan pejalan kaki terdapat 4 kategori
pejalan kaki menurut Indraswara dalam Musriati (2014), yaitu sebagai
berikut:
27

1. Pejalan kaki penuh, yaitu pejalan kaki yang memanfaatkan


berjalan kaki sebagai moda utama, sepenuhnya digunakan dari
tempat asal sampai tujuan, antara lain karena jaraknya dekat,
berjalan sambil berekreasi lebih mudah dengan berjalan kaki.
2. Pejalan kaki pemakai kendaraan umum, yaitu pejalan kaki yang
berjalan kaki sebagai moda perantara antara dari tempat asal ke
tempat kendaraan umum, pada perpindahan rute kendaraan umum
atau dari pemberhentian kendaraan umum ke tujuan akhir.
3. Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi dan kendaraan umum,
yaitu mereka yang menggunakan moda jalan kaki sebagai
perantara antara dari tempat parkir kendaraan pribadi ke tempat
pemberhentian kendaraan umum dan ke tempat tujuan akhir.
4. Pejalan kaki pemakai kendaraan pribadi penuh, yakni mereka
yang menggunakan moda berjalan kaki sebagai moda antara
tempat parkir pribadi ke tujuan akhir yang hanya bisa dilalui
dengan berjalan kaki.

2.3.4 Waktu Pergerakan Pejalan Kaki


Waktu pergerakan pejalan kaki menurut Tamin (2008) dibagi menjadi
tiga waktu yaitu sebagai berikut:

1. Pagi, merupakan puncak kegiatan berjalan kaki ke tempat bekerja.


Puncaknya pada pukul 6.00 – 8.00 waktu setempat.
2. Siang, merupakan kegiatan berjalan kaki yang juga berhubungan
dengan tempat bekerja dimana puncaknya terjadi pada pukul
11.00 – 13.00 waktu setempat. Hal ini bersamaan dengan waktu
istirahat bekerja.
3. Sore, yaitu waktu puncak pulang dari tempat bekerja pada pukul
16.00 – 18.00 waktu setempat.

Namun, pergerakan pada suatu segmen jalur pejalan kaki dapat


didominasi oleh motivasi dan tujuan yang berbeda, contohnya perdagangan
jasa dan pendidikan. Hal tersebut dapat mempengaruhi perbedaan puncak
kegiatan berjalan kaki.

2.3.5 Pejalan Kaki Menurut Durasi Pergerakan Pejalan Kaki


Durasi/lama waktu tempuh pejalan kaki dari tempat asal perjalanan ke
tempat tujuannya yaitu ukuran waktu yang lebih banyak dipilih karena dapat
merangkum seluruh waktu yang berhubungan dengan perjalanan tersebut.
Semakin dekat jarak tempuh, pada umumnya orang akan cenderung memilih
moda yang paling praktis seperti berjalan kaki.
28

2.4 Konsep Walkability


Walkability secara bahasa diartikan sebagai kemampuan seseorang
dalam berjalan kaki. Walkability ialah suatu keadaan yang memberi gambaran
sejauh mana suatu lingkungan dapat menunjukkan keramahan bagi pejalan
kaki (NZ Transport Agency, 2009). Walkability juga merupakan istilah yang
dipergunakan untuk menggambarkan dan mengukur konektivitas dan kualitas
trotoar, jalan setapak, atau trotoar di kota-kota (Rian & Petrus, 2015). Hal ini
diukur melalui penilaian komprehensif dari infrastruktur yang tersedia untuk
pejalan kaki dan studi yang menghubungkan permintaan dan penawaran.
(Leather, James, Fabian, dkk. ADB 2011).

Walkability mempunyai banyak manfaat untuk mengetahui kondisi


infrastruktur pejalan kaki, dan mengetahui persepsi dan kebutuhan
masyarakat akan hak berjalan kaki di berbagai kota. (Winayanti 2013).
Beberapa manfaat dari penerapan konsep walkability diantaranya adalah
dapat meningkatkan aksesibilitas terutama bagi mereka yang memiliki
kekurangan maupun kebutuhan khusus dalam bertransportasi, dapat
menghematkan biaya perjalanan, efisiensi dalam penggunaan lahan melalui
pengurangan jumlah lahan yang digunakan untuk jalan kendaraan bermotor
maupun fasilitas parkir, meningkatkan kualitas kesehatan melalui kegiatan
berjalan kaki, mengembangkan ekonomi kawasan, serta mempersempit
kesenjangan sosial (Litman dalam Senjaya Setianto & Tri Basuki Joewono
2016).

Tujuan utama dari penerapan walkability ini adalah untuk memberikan


jaminan kenyamanan, keselamatan dan keekonomisan dalam melakukan
perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki (Sari Ayu M, 2020).
Walkability terjadi jika sebuah lingkungan atau permukiman terbangun
dengan menyediakan jalur pejalan kaki yang nyaman dan aman sehingga
mendorong orang untuk berjalan kaki, di mana jalur pejalan kaki tersebut
dapat menghubungkan orang tersebut dengan tujuan perjalanannya serta
menyediakan pemandangan yang menarik di sepanjang perjalanannya
(Sondakh, 2017).

Dalam A Walking Strategy for Western Australia (2007) menekankan


tujuan penting menciptakan suatu lingkungan yang walkable adalah sebagai
berikut:

1. Untuk menyediakan struktur perkotaan terhadap lingkungan yang


walkable dengan membentuk kota-kota yang kompatibel dengan
menggunakan konsep lahan campuran untuk mengurangi
ketergantungan akan penggunaan mobil pribadi menuju fasilitas
kerja, ritel dan fasilitas umum lainnya.
29

2. Untuk memastikan terciptanya suatu lingkungan walkable yang


menyediakan akses dan layanan yang dapat di gunakan bagi semua
kalangan, termasuk bagi kaum difabel.
3. Untuk menyediakan akses menuju fasilitas umum yang saling
terkoneksi dengan jalan-jalan secara aman dan menyenangkan
untuk dapat di akses dengan cara berjalan kaki maupun bersepeda
secara efisien.
4. Untuk memastikan adanya penggunaan jalan secara aktif dengan
mendesain bagian depan bangunan menghadap ke jalan, untuk
meningkatkan keamanan personal melalui peningkatan pengawasan
dan aktivitas.

2.4.1 Pengukuran Tingkat Walkability


Untuk melihat dukungan secara keseluruhan dari berbagai aspek
untuk lingkungan pejalan kaki, dapat menggunakan pengukuran tingkat
walkability. Telah banyak metode yang dikembangkan dalam mengukur
walkability, salah satunya adalah metode pengukuran walkability yang
dikembangkan oleh Holly Virginia Krambeck untuk World Bank yang
dikenal sebagai Global Walkability Index (GWI). Tujuan adanya metode ini
adalah untuk meningkatkan walkability kota-kota berkembang, dengan kunci
tujuan yaitu:

1. Menghasilkan kesadaran bahwa walkability adalah merupakan isu


penting di negara berkembang.
2. Melakukan identifikasi mengenai jalur pejalan kaki secara spesifik,
serta melakukan perbandingan dengan kota lain, memberikan
rekomendasi serta langkah untuk peningkatan kondisi jalur pejalan
kaki.
3. Memberikan masukan serta mendorong pemerintah kota untuk
mengatasi masalah walkability.
Pengukuran Global Walkability Index (GWI) yang dikembangkan
Krambeck (2006) terdiri dari 3 (tiga) komponen:
1. kenyamanan (yang mencerminkan kenyamanan dan daya tarik
jaringan pejalan kaki).
2. Keselamatan dan keamanan (menentukan keselamatan dan
keamanan lingkungan berjalan).
3. Dukungan kebijakan (mencerminkan sejauh mana dukungan
pemerintah kota terhadap perbaikan fasilitas pejalan kaki serta
layanan terkait, termasuk di dalamnya mengenai perencanaan moda
tidak bermotor dan penganggaran perencanaan fasilitas pejalan
kaki).
Ketiga komponen tersebut kemudian dibagi menjadi 22 indikator
(Modal Conflict, Crossing Safety, Crossing Exposure, Traffic Management at
Crossings, Security, Safety Rules and Laws, Pedestrian Safety Education,
30

Motorist Behavior, Trees, Cleanliness, Quality and Maintenance of Walking


Path Surface, Disability Infrastructure, Obstruction, Availability of
Crossings, Walking Path Congestion, Pedestrian Amenities, Connectivity,
Overall Convenience, Planning for Pedestrians, Relevan Design Guidelines).

Penilaian tingkat walkability dengan menggunakan Global


Walkability Index (GWI) yang dikembangkan oleh Krambeck (2006) dan
World Bank kemudian dimodifikasi di dalam Penelitian Leather et al, ADB:
“Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities” (2011). Modifikasi
tersebut dilakukan agar sesuai dengan kondisi negara-negara Asia. Parameter
yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Ketersediaan Jalur Pejalan Kaki (Availability of Walking Paths).


Parameter ini digunakan untuk melihat ketersediaan jalur pejalan
kaki yang ada. Ketersediaan jalur pejalan kaki yang dimaksud meliputi
dimensi lebar dan kondisi perkerasan pada jalur pejalan kaki.

2. Ketersediaan Fasilitas Pendukung (Amenities).


Parameter yang memperhatikan ketersediaan fasilitas pendukung
di jalur pejalan kaki bagi penggunanya. Fasilitas pendukung jalur
pejalan kaki meliputi jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk,
tempat sampah, bollard/pagar pengaman, marka/rambu, dan halte.
Adanya fasilitas pendukung di jalur pejalan kaki dapat meningkatkan
kenyamanan para pejalan kaki. Fasilitas pendukung juga ditujukan
untuk menjamin keselamatan, dan keamanan. Buletin Tata Ruang
(2011) menambahkan dalam konsep walkability untuk meminimalisir
tingkat polusi udara dan ditanami oleh berbagai macam pohon untuk
memberikan rasa teduh dan untuk memenuhi kebutuhan dan menambah
Ruang Terbuka Hijau.

3. Infrastruktur Bagi Penyandang Cacat (Disability Infrastructure).


Parameter ini memperhatikan ketersediaan fasilitas bagi
kelompok penyandang cacat di jalur pejalan kaki. Salah satu fasilitas
untuk penyandang disabilitas yang dapat disediakan di jalur pedestrian
adalah guiding block atau jalur pemandu dan ramp yang diletakkan pada
setiap persimpangan, jalur keluar-masuk bangunan, dan pada setiap
lokasi penyeberangan. Jalur pemandu berfungsi sebagai jalur penuntun
bagi penyandang tunanetra, fasilitas ini berbentuk ubin yang berstruktur
sehingga memudahkan penyandang tunanetra untuk berjalan karena
dengan adanya ubin pemandu tersebut mereka dapat dengan mudah
mengetahui perubahan arah jalur pejalan kaki.

4. Hambatan/Kendala (Obstructions).
31

Parameter hambatan/kendala digunakan untuk melihat gangguan


di jalur pejalan kaki yang dapat mempengaruhi kenyamanan
penggunanya. Menurut Krambeck (2006) hambatan dibagi menjadi dua,
yaitu: 1) hambatan permanen, seperti adanya badan bangunan, tiang
atau pohon yang ditempatkan di tengah jalur pejalan kaki, biasanya
merupakan hasil dari pedoman desain kota yang tidak memadai atau
tidak efektif; 2) hambatan sementara, seperti penyalahgunaan jalur
pedestrian sebagai lahan parkir atau penggunaan jalur pedestrian
sebagai tempat pedagang kaki lima.

5. Ketersediaan Fasilitas Penyeberangan (Availability of Crossings).


Parameter ini digunakan untuk melihat ketersediaan fasilitas
penyeberangan guna memudahkan penyeberangan bagi pejalan kaki.
Jenis jalur penyeberangan pun beraneka-ragam meliputi penyeberangan
sebidang, yaitu akses penyeberangan untuk pejalan kaki yang sebidang
dengan jalan raya, seperti penyeberangan zebra cross atau pelican
crossing dan penyeberangan tidak sebidang, yaitu akses penyeberangan
yang terletak di atas atau di bawah permukaan tanah seperti jembatan
penyeberangan dan terowongan.

6. Keselamatan Pejalan Kaki Dalam Menyeberang (Grade Crossing


Safety).
Penilaian pada parameter ini adalah pejalan kaki dapat
menyeberang jalan dengan aman dan nyaman. Perencanaan keamanan
bagi pejalan kaki dapat dilakukan dengan menyediakan fasilitas sarana
pejalan kaki salah satunya dengan ketersediaan jalur penyeberangan
bersinyal atau Pedestrian Light Controlled (Pelican crossing). Pelican
crossing merupakan tempat penyeberangan yang dilengkapi dengan
lampu pengatur bagi penyeberangan kendaraan sehingga dapat
menyediakan ruang yang aman selama periode tertentu bagi pejalan
kaki yang menyeberang (Prasetyo, 2014).

7. Perilaku Pengendara Kendaraan Bermotor (Motorist Behavior).


Perilaku dari pengendara motor yang berada di sekitar jalur
pedestrian mengindikasikan jenis lingkungan pedestrian pada suatu
area. Perilaku pengendara motor yang mengganggu jalur pedestrian dan
keamanan pejalan kaki adalah ketika jalan raya dalam keadaan padat,
pengendara motor seringkali menerobos pada jalur pedestrian. tidak
sampai disitu, pengendara motor juga seringkali menyerobot lampu
merah, berhenti di jalur penyeberangan pejalan kaki pada saat lampu
merah.

8. Konflik Jalur Pejalan Kaki Dengan Moda Transportasi Lain (Walking


Path Modal Conflict).
32

Parameter ini digunakan untuk melihat bagaimana dan seberapa


besar konflik yang terjadi antara pejalan kaki dengan moda transportasi
seperti motor, mobil, dan transportasi lainnya. Suatu kota dengan
kepadatan penduduk yang tinggi maka tidak mengherankan jika jalur
kendaran bermotor sangatlah padat sehingga seringkali menunjukkan
gejala konflik dengan pejalan kaki (Sari & MCA, 2020).

9. Keamanan dari tindak kejahatan (Security from Crime).


Parameter ini digunakan untuk melihat apakah para pejalan kaki
merasa aman dari kejahatan ketika berjalan kaki. Kejahatan yang
dimaksud dapat berupa tindakan pencopetan, penjambretan, atau tindak
kriminal lainnya. Ketersediaan lampu penerangan di jalur pejalan kaki
juga menjadi faktor penting dan berdampak pada keamanan dan
kenyamanan para pejalan kaki terutama pada saat malam hari. Cho,
Jeong, Choi, & Sung (2019) mengatakan Kejahatan serius, seperti
perampokan, penyerangan, cenderung terjadi pada malam hari dan
menimbulkan kecemasan bagi pejalan kaki. Adanya pencahayaan yang
baik di jalur pejalan kaki juga dapat menciptakan persepsi tentang
lingkungan yang aman.

2.4.2 Global Walkability Index


Global Walkability Index (GWI), yang dikembangkan oleh H.
Krambeck untuk World Bank (2006), adalah ukuran untuk menilai kondisi
kelayakan dari suatu kawasan dalam hal kemudahan berjalan kaki. Analisis
ini juga memberikan pemahaman tentang walkability yang lebih baik saat ini
di kota-kota Asia dan mampu mengidentifikasi cara untuk meningkatkan
fasilitas pejalan kaki (Leather et al, ADB 2011 dalam Wijayanti, 2014).
Contoh kasus pengukuran tingkat walkability menggunakan Global
Walkability Index (GWI) pernah dilakukan untuk kota-kota di negara
berkembang di Asia oleh Leather dkk, (2011). Penelitian yang disajikan dalam
bentuk makalah tersebut bertujuan untuk mengembangkan model Global
Walkability Index (GWI) untuk kawasan-kawasan tertentu di perkotaan yang
sesuai dengan karakteristik kota-kota di asia yang nantinya diharapkan dapat
memberikan ilustrasi sistem evaluasi yang dapat digunakan untuk menilai
kelayakan berjalan di kawasan tertentu di perkotaan.

Metode perolehan indeks Walkability dalam penelitian Leather et al,


ADB: “Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities” (2011) tersebut
sedikit berbeda dengan adanya modifikasi yang dilakukan agar sesuai dengan
karakteristik kota-kota di Asia. Pada metode GWI memasukkan jumlah
pejalan kaki (dari hasil Pedestrian count selama 15 menit) dan panjang
segmen jalan yang disurvei dalam perhitungan indeks, yang mengindikasi
adanya pengaruh kedua faktor tersebut terhadap indeks walkability. Berbeda
dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Leather et al, tidak
33

memasukkan dua faktor tersebut dalam menghitung nilai indeks. Jumlah


pejalan kaki dan panjang segmen jalan tidak dimasukkan karena untuk
menghilangkan bias yang dihasilkan oleh jumlah orang berjalan di segmen
jalan tertentu dan panjangnya. Misalnya, suatu segmen jalan dengan
infrastruktur yang cukup dan lalu lintas pejalan kaki yang sangat tinggi
seharusnya tidak menerima peringkat lebih tinggi daripada segmen jalan
dengan infrastruktur berkualitas tinggi dengan lalu lintas pejalan kaki yang
rendah. Tingkat penggunaan infrastruktur pejalan kaki dengan sendirinya
tidak boleh digunakan sebagai parameter untuk menilai walkability pada
daerah tertentu, karena dirasa tidak adil pada daerah yang infrastruktur pejalan
kaki-nya baik dengan tingkat penggunaan yang lebih rendah.

Dalam memperoleh indeks walkability, survei lapangan dan


pengumpulan persepsi pejalan kaki juga dilakukan pada masing-masing kota
dan digunakan menjadi perbandingan setiap kota yang kemudian membantu
mengidentifikasi area untuk melakukan perbaikan pada lokasi yang spesifik.
Survei walkability juga dikatakan dapat membantu pembuat kebijakan dan
pemerintah dalam hal peningkatan infrastruktur (Leather dkk, ADB 2011
dalam Wijayanti, 2014).

Berikut dibawah ini merupakan parameter beserta deskripsi


pengukuran menggunakan Global Walkability Index (GWI) yang telah
dimodifikasi oleh Leather dkk, (2011) yang mengkaji walkability di beberapa
negara di Asia, menggunakan parameter-parameter yang awalnya
dikemukakan oleh Krambeck (2006). Parameter-parameter tersebut dapat
dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Parameter Pengukuran Global Walkability Index


No. Parameter Deskripsi
1. Ketersediaan jalur Menunjukkan kebutuhan, ketersediaan,
pejalan kaki. dan kondisi jalur pejalan kaki
disepanjang jalur perjalanan pejalan kaki.
2. Ketersediaan fasilitas Ketersediaan fasilitas pendukung untuk
pendukung. pejalan
kaki seperti tempat sampah, tempat
duduk, peneduh, dll.
3. Infrastruktur bagi Ketersediaan fasilitas bagi kelompok
penyandang cacat. penyandang cacat di jalur pejalan kaki.
4. Hambatan/Kendala. Pejalan kaki tidak terganggu oleh
kegiatan lain seperti Pedagang Kaki
Lima, Parkir motor, dan penghalang yang
dapat mengganggu perjalanan pejalan
kaki.
34

No. Parameter Deskripsi


5. Ketersediaan fasilitas Ketersediaan fasilitas penyeberangan
penyeberangan. jalan seperti zebra cross, jembatan
penyeberangan dll.
6. Keselamatan pejalan Pejalan kaki dapat menyeberang dengan
kaki dalam aman pada jalur penyeberangan yang
menyeberang. tersedia. Mengindikasikan kemudahan
pejalan kaki untuk menyeberang jalan
dan waktu yang dihabiskan untuk
menunggu untuk menyeberang jalan.
7. Perilaku pengendara Perilaku pengendara motor baik atau
kendaraan bermotor. tidak terhadap pejalan kaki, contohnya
saat akan menyeberang jalan pengendara
motor menghormati para pejalan kaki dll.
8. Konflik jalur pejalan Seberapa besar konflik antara pejalan
kaki dengan moda kaki dengan moda transportasi seperti
transportasi lain. motor, mobil dll.
9. Keamanan dari tindak Situasi yang menyebabkan rasa tidak
kejahatan. aman saat berjalan kaki terutama pada
malam hari atau pada rute sepi
Sumber: “Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities” James L,
Herbert Fabian, Sudhir G, Alvin M. 2011

Dalam analisa tingkat walkability suatu kawasan, berikut dibawah ini


merupakan rating skor penilaian dengan skala 0-100 yang dimana 0 (skor
terendah) dan 100 (skor tertinggi).

Tabel 2.3 Rating Penilaian Tingkat Walkability


Walkability
No. Keterangan
Score
1. 90-100 Dalam melakukan kegiatan harian tidak
membutuhkan mobil.
2. 70-89 Sebagian besar kegiatan dapat dilakukan
dengan berjalan kaki.
3. 50-69 Beberapa fasilitas dapat dijangkau dengan
berjalan kaki.
4. 25-49 Sedikit fasilitas yang dapat dijangkau dengan
berjalan kaki.
5. 0-24 Hampir semua kegiatan memerlukan mobil.
Sumber: “The Global Walkability Index“ (Holly Virginia Krambeck 2006)
35

2.5 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu terkait pengukuran tingkat walkability untuk
penataan jalur pejalan kaki akan menjadi referensi bagi peneliti untuk
menentukan variabel dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini. Penelitian yang dilakukan berupa pengumpulan beberapa kasus penelitian
yang memiliki focus bahasan yang sama dengan penelitian yang dilakukan,
yaitu terkait pengukuran terhadap tingkat walkability dapat dilihat pada tabel
2.4.
Tabel 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian


1. Walkability Memberikan Keamanan • Konflik jalur Survey • Secara
and informasi (security), pejalan kaki Lapangan/ keseluruhan, pada
Pedestrian tentang Keselamatan dengan moda Global kawasan komersial
Facilities infrastruktur (safety), transportasi lain. Walkability mendapat
in Asian pejalan kaki Kenyamanan • Keamanan Index peringkat tertinggi,
Cities. yang ada di (comfort). penyeberangan diikuti oleh
(James kota-kota asia, • Sikap pengendara kawasan
Leather et dan digunakan motor pemukiman. Di
al. 2011) untuk • Keamanan beberapa kasus,
mengembangkan terhadap kejahatan daerah-daerah ini
dan memberikan • Ketersediaan jalur relatif unggul
solusi pejalan kaki dalam infrastruktur
pengembangan • Ketersediaan jalur pejalan kaki.
pejalan kaki penyeberangan • Survei walkability
untuk kota-kota • Amenities menunjukkan
di Asia. Lebih bahwa ada peluang
• Infrastruktur
lanjut untuk yang signifikan
penunjang
meningkatkan untuk
kelompok
kesadaran antara dikembangkan
penyandang cacat
pembuat lingkungan pejalan
• Hambatan/kendala

36
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
kebijakan pusat kaki di seluruh
dan pemerintah kota yang disurvei.
kota untuk
prioritas
Karakteristik • Gender Kuesioner/ • Pejalan kaki
pengembangan
Pejalan kaki • Usia Analisis terbagi rata antara
kualitas fasilitas • Sarana deskriptif laki-laki (55%) dan
dan design • Durasi, Jarak. perempuan (45%).
berjalan kaki Dengan mayoritas
kota. responden (65%)
berada dalam
kelompok usia 15-
30 tahun.
• Paling banyak,
pejalan kaki
menggunakan
moda transportasi
lain dalam
mencapai lokasi
sekitarnya.
• Waktu tempuh
rata-rata
menunjukkan
sebagian besar

37
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
perjalanan
berlangsung dalam
waktu 15–30 menit
(31%) dan di
bawah 15 menit
(27%). dengan
panjang perjalanan
dari 3–6 km (21%)
dan di bawah 3 km
(30%).
Preferensi • Tingkat preferensi • Dari total
Pengguna kondisi jalur responden, 36%
pejalan kaki. menilai lingkungan
pejalan kaki
termasuk dalam
kategori “buruk”.
dan kategori
"sangat buruk",
sementara 46%
menganggap
fasilitas memadai
dan 16%

38
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
menganggap
fasilitas tersebut
"baik" atau "sangat
baik".
2. Walkability Menyediakan Keselamatan • Konflik jalur Survey • Hasil survei
and informasi dan Keamanan pejalan kaki Lapangan menunjukkan
Pedestrian mengenai (Safety and dengan moda Global fasilitas pejalan
Facilities kondisi fasilitas Security) transportasi lain. Walkability kaki pada
in Three pejalan kaki dan Kenyamanan • Keamanan Index umumnya kurang
Indonesian persepsi pejalan (Convenience penyeberangan memadai.
Cities: kaki tentang and • Sikap pengendara • Kondisi jalur
Padang, kondisi fasilitas Attractiveness) motor pejalan kaki yang
Yogyakarta pejalan kaki di • Keamanan disurvei pada
And beberapa kota di terhadap kejahatan umumnya
Mataram. Indonesia, untuk • Ketersediaan jalur terganggu oleh
(Lana dapat digunakan pejalan kaki pedagang kaki
Winayanti sebagai masukan • Ketersediaan lima, kendaraan
et al. 2015) pengembangan penyeberangan motor yang
kebijakan dan memanfaatkan
• Amenities
desain fasilitas jalur pejalan kaki,
• Infrastruktur
pejalan kaki parkir kendaraan,
penunjang
yang lebih baik. penempatan pot

39
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
kelompok bunga atau tiang
penyandang cacat utilitas.
• Hambatan/kendala • Umumnya jalur
pejalan kaki tidak
kontinyu dan
kurang didukung
oleh rambu-rambu
atau signage.
Karakter • Gender, umur Kuesioner • Masyarakat belum
Sosial • Pekerjaan dan sepenuhnya
• Penghasilan wawancara/ memahami hak
Kebiasaan • Karakter Analisis sebagai pejalan
Perjalanan perjalanan deskriptif kaki dan fasilitas
standar minimal
Preferensi • Preferensi pejalan pejalan kaki yang
Responden kaki seharusnya
didapatkan oleh
mereka.
• Berjalan kaki
belum menjadi
budaya bagi
masyarakat karena

40
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
keengganan
berjalan lebih lama
15 menit, dan lebih
dari 50 meter.
• Pejalan kaki
merasa rentan
terhadap polusi
kendaraan
bermotor, dan
lebih menganggap
jenis transportasi
lain seperti motor
dan mobil lebih
nyaman.

41
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
Kebijakan • Kebijakan Analisis • Dari kondisi
Pemerintah pemerintah kebijakan pemerintah, sampai
dan Institusi • Strategi pemerintah saat ini belum ada
• Program dan peraturan yang
institusi ditetapkan yang
mengatur
perencanaan
prasarana dan
sarana pejalan
kaki.
• Di tingkat
kabupaten/kota,
jenis transportasi
lain seperti
kendaraan roda
empat masih
mendapat prioritas
lebih besar
daripada pejalan
kaki.

42
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
3. Pengukuran Dengan Keselamatan, • Konflik jalur Survey • Evaluasi terhadap
Walkability penilaian tingkat keamanan, pejalan kaki Lapangan hasil perhitungan
Index Pada walkability Kenyamanan. dengan moda Global Global Walkability
Ruas Jalan dapat transportasi lain. Walkability Index
Di memberikan • Keamanan Index menunjukkan
Kawasan indikasi arah penyeberangan bahwa kawasan-
Perkotaan. perbaikan yang • Sikap pengendara kawasan di daerah
(Natalia perlu dilakukan. motor studi memiliki
Tanan, dkk. Hal ini dapat • Keamanan masalah yang sama
2017) dilakukan terhadap kejahatan terkait dengan
melalui • Ketersediaan jalur kelayakan berjalan.
perbaikan pejalan kaki Hal yang menonjol
fasilitas pejalan • Ketersediaan dari kajian tersebut
kaki pada penyeberangan adalah minimnya
kawasan- amenitis pada
• Amenities
kawasan fasilitas pejalan
• Infrastruktur
tersebut dengan kaki untuk
penunjang
mengacu pada kelompok
kelompok
nilai setiap berkebutuhan
penyandang cacat
khusus.
• Hambatan/kendala

43
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
parameter yang Persepsi • Konflik jalur Kuesioner/ • Untuk prioritas
digunakan. tentang rute pejalan kaki Analisis pertama sebanyak
berjalan, dan dengan moda deskriptif 26,35% responden
Preferensi transportasi lain. menginginkan
terhadap • Keamanan penyediaan dan
fasilitas penyeberangan peningkatan
pejalan kaki • Sikap pengendara kualitas
motor trotoar/jalur
• Keamanan pejalan kaki yang
terhadap kejahatan berupa pengadaan
• Ketersediaan jalur dan perbaikan
pejalan kaki trotoar yang rusak,
• Ketersediaan kebersihan,
penyeberangan pelebaran trotoar.
• Amenities • Selanjutnya,
• Infrastruktur 20,33% responden
penunjang berharap ada
kelompok peningkatan
penyandang cacat fasilitas pendukung
yang dapat
• Kendala/hambatan

44
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
Karakteristik • Gender, umur meningkatkan
Sosio- • Pekerjaan kenyamanan
ekonomi • Penghasilan seperti
Pejalan Kaki. penambahan
peneduh,
penambahan
tempat sampah,
pengadaan lampu
jalan, bangku, dan
lain sebagainya.
4. Walkability Mengidentifikasi Pendukung • Bentuk Analisis • Kegiatan
and skor walkability Kegiatan Kegiatan/Aktivitas Activity pendukung utama
pedestrian koridor jalan Kawasan • Lokasi Support di koridor Jalan
perceptions Sukarno-Hatta Kegiatan/Aktivitas Sukarno-Hatta
in Malang Dan menentukan • Waktu adalah keberadaan
City arahan Kegiatan/Aktivitas PKL pada sore hari
emerging pengembangan dengan keberadaan
business menurut Taman Krida
corridor persepsi pejalan Budaya sebagai
(Fauzul kaki salah satu
Rizal pembangkit
aktivitas utama di

45
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
Sutikno et Jalan Sukarno-
al.) Hatta. PKL yang
berada di koridor
Jalan Sukarno
Hatta tersebar di
setiap segmen
dengan aktivitas
pada malam hari.

46
No. Judul Tujuan Variabel Variabel Amatan Metode Hasil Penelitian
Walkability • Kondisi fisik jalur Analisis • Kondisi
dan persepsi pejalan kaki walkability walkability pada
pengguna • Konflik dengan segmen 1 memiliki
jalan/ kecelakaan nilai walkability
• Kemudahan terbaik dengan
penyeberangan skor 60.94% dan
• Perawatan dan segmen 4 memiliki
kelengkapan tingkat walkability
fasilitas penunjang terendah dengan
• Aksesibilitas ke skor 42.17%.
jalur pejalan kaki Secara
• Estetika fisik jalan keseluruhan,
pejalan kaki tingkat walkability
koridor jalan
Sukarno-Hatta
sebesar 52.49%
yang berarti tingkat
walkability sedang.
Sumber: Hasil Kajian 2021

47
48

Dari tinjauan penelitian terdahulu diatas, secara garis besar elemen


dasar yang digunakan mengutamakan keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan bagi pejalan kaki saat berada pada jalur pejalan kaki. Studi yang
dilakukan berupa pengumpulan beberapa kasus penelitian yang memiliki
fokus bahasan yang sama dengan penelitian yang dilakukan, yaitu penilaian
terhadap kualitas walkability. Dari beberapa metode yang tersedia untuk
digunakan dalam pengukuran kualitas walkability, terdapat satu metode yaitu
Global Walkability Index (GWI) yang telah diterapkan oleh Asian
Development Bank pada beberapa kota-kota besar di Asia, dan juga pada
penelitian lainnya. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
menggunakan metode tersebut sebagai metode yang digunakan pada
penelitian ini.
49

2.6 Landasan Penelitian


Landasan penelitian merupakan dasar acuan dalam kegiatan penelitian
yang memuat kesimpulan dari teori-teori yang digunakan. Selain itu, landasan
penelitian yang merupakan rangkuman dari berbagai teori-teori yang terkait
dalam penelitian ini, tidak merangkum semua teori yang terkait, hanya teori-
teori yang benar-benar terkait secara langsung yang akan dijabarkan dalam
landasan penelitian.

Walkability secara bahasa diartikan sebagai kemampuan seseorang


dalam berjalan kaki. Menurut Land Transport New Zealand dalam Sari Ayu
M (2020) Walkability ialah suatu keadaan yang memberi gambaran sejauh
mana suatu lingkungan dapat menunjukkan keramahan bagi pejalan kaki.
Walkability juga merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan
dan mengukur konektivitas dan kualitas trotoar, jalan setapak, atau trotoar di
kota-kota (Rian & Petrus. 2015). Hal ini diukur melalui penilaian
komprehensif dari infrastruktur yang tersedia untuk pejalan kaki dan studi
yang menghubungkan permintaan dan penawaran. (Leather, James, Fabian,
dkk. ADB 2011).

Untuk melihat dukungan secara keseluruhan dari berbagai aspek untuk


lingkungan pejalan kaki, dapat menggunakan pengukuran tingkat walkability.
Telah banyak metode yang dikembangkan dalam mengukur walkability, salah
satunya adalah metode pengukuran walkability yang dikembangkan oleh
Holly Virginia Krambeck untuk World Bank yang dikenal sebagai Global
Walkability Index (GWI). Global Walkability Index (GWI) adalah ukuran
untuk menilai kondisi kelayakan dari suatu kawasan dalam hal kemudahan
berjalan kaki. Analisis ini juga memberikan pemahaman tentang walkability
yang lebih baik saat ini di kota-kota Asia dan mampu mengidentifikasi cara
untuk meningkatkan fasilitas pejalan kaki (Leather et al, ADB 2011 dalam
Wijayanti, 2014). Penilaian tingkat walkability dengan menggunakan Global
Walkability Index (GWI) yang dikembangkan oleh Krambeck (2006) dan
World Bank kemudian dimodifikasi di dalam Penelitian Leather et al, ADB:
“Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities” (2011). Modifikasi
tersebut dilakukan agar sesuai dengan kondisi negara-negara Asia dengan
indikator-indikator yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Ketersediaan Jalur Pejalan Kaki (Availability of Walking Paths).


Parameter ini digunakan untuk melihat ketersediaan jalur
pejalan kaki yang ada. Ketersediaan jalur pejalan kaki yang
dimaksud meliputi dimensi lebar dan kondisi perkerasan pada jalur
pejalan kaki.

2. Ketersediaan Fasilitas Pendukung (Amenities).


50

Parameter yang memperhatikan ketersediaan fasilitas


pendukung di jalur pejalan kaki bagi penggunanya. Fasilitas
pendukung jalur pejalan kaki meliputi jalur hijau, lampu
penerangan, tempat duduk, tempat sampah, bollard/pagar
pengaman, marka/rambu, dan halte. Adanya fasilitas pendukung di
jalur pejalan kaki dapat meningkatkan kenyamanan para pejalan
kaki. Fasilitas pendukung juga ditujukan untuk menjamin
keselamatan, dan keamanan. Buletin Tata Ruang (2011)
menambahkan dalam konsep walkability untuk meminimalisir
tingkat polusi udara dan ditanami oleh berbagai macam pohon untuk
memberikan rasa teduh dan untuk memenuhi kebutuhan dan
menambah Ruang Terbuka Hijau.

3. Infrastruktur Bagi Penyandang Cacat (Disability Infrastructure).


Parameter ini memperhatikan ketersediaan fasilitas bagi
kelompok penyandang cacat di jalur pejalan kaki. Salah satu
fasilitas untuk penyandang disabilitas yang dapat disediakan di jalur
pedestrian adalah guiding block atau jalur pemandu dan ramp yang
diletakkan pada setiap persimpangan, jalur keluar-masuk bangunan,
dan pada setiap lokasi penyeberangan. Jalur pemandu berfungsi
sebagai jalur penuntun bagi penyandang tunanetra, fasilitas ini
berbentuk ubin yang berstruktur sehingga memudahkan
penyandang tunanetra untuk berjalan karena dengan adanya ubin
pemandu tersebut mereka dapat dengan mudah mengetahui
perubahan arah jalur pejalan kaki.

4. Hambatan/Kendala (Obstructions).
Parameter hambatan/kendala digunakan untuk melihat
gangguan di jalur pejalan kaki yang dapat mempengaruhi
kenyamanan penggunanya. Menurut Krambeck (2006) hambatan
dibagi menjadi dua, yaitu: 1) hambatan permanen, seperti adanya
badan bangunan, tiang atau pohon yang ditempatkan di tengah jalur
pejalan kaki, biasanya merupakan hasil dari pedoman desain kota
yang tidak memadai atau tidak efektif; 2) hambatan sementara,
seperti penyalahgunaan jalur pedestrian sebagai lahan parkir atau
penggunaan jalur pedestrian sebagai tempat pedagang kaki lima.

5. Ketersediaan Fasilitas Penyeberangan (Availability of Crossings).


Parameter ini digunakan untuk melihat ketersediaan fasilitas
penyeberangan guna memudahkan penyeberangan bagi pejalan
kaki. Jenis jalur penyeberangan pun beraneka-ragam meliputi
penyeberangan sebidang, yaitu akses penyeberangan untuk pejalan
kaki yang sebidang dengan jalan raya, seperti penyeberangan zebra
cross atau pelican crossing dan penyeberangan tidak sebidang, yaitu
51

akses penyeberangan yang terletak di atas atau di bawah permukaan


tanah seperti jembatan penyeberangan dan terowongan.

6. Keselamatan Pejalan Kaki Dalam Menyeberang (Grade Crossing


Safety).
Penilaian pada parameter ini adalah pejalan kaki dapat
menyeberang jalan dengan aman dan nyaman. Perencanaan
keamanan bagi pejalan kaki dapat dilakukan dengan menyediakan
fasilitas sarana pejalan kaki salah satunya dengan ketersediaan jalur
penyeberangan bersinyal atau Pedestrian Light Controlled (Pelican
crossing). Pelican crossing merupakan tempat penyeberangan yang
dilengkapi dengan lampu pengatur bagi penyeberangan kendaraan
sehingga dapat menyediakan ruang yang aman selama periode
tertentu bagi pejalan kaki yang menyeberang (Prasetyo, 2014).

7. Perilaku Pengendara Kendaraan Bermotor (Motorist Behavior).


Perilaku dari pengendara motor yang berada di sekitar jalur
pedestrian mengindikasikan jenis lingkungan pedestrian pada suatu
area. Perilaku pengendara motor yang mengganggu jalur pedestrian
dan keamanan pejalan kaki adalah ketika jalan raya dalam keadaan
padat, pengendara motor seringkali menerobos pada jalur
pedestrian. tidak sampai disitu, pengendara motor juga seringkali
menyerobot lampu merah, berhenti di jalur penyeberangan pejalan
kaki pada saat lampu merah.

8. Konflik Jalur Pejalan Kaki Dengan Moda Transportasi Lain


(Walking Path Modal Conflict).
Parameter ini digunakan untuk melihat bagaimana dan
seberapa besar konflik yang terjadi antara pejalan kaki dengan moda
transportasi seperti motor, mobil, dan transportasi lainnya. Suatu
kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi maka tidak
mengherankan jika jalur kendaran bermotor sangatlah padat
sehingga seringkali menunjukkan gejala konflik dengan pejalan
kaki (Sari & MCA, 2020).

9. Keamanan dari tindak kejahatan (Security from Crime).


Parameter ini digunakan untuk melihat apakah para pejalan
kaki merasa aman dari kejahatan ketika berjalan kaki. Kejahatan
yang dimaksud dapat berupa tindakan pencopetan, penjambretan,
atau tindak kriminal lainnya. Ketersediaan lampu penerangan di
jalur pejalan kaki juga menjadi faktor penting dan berdampak pada
keamanan dan kenyamanan para pejalan kaki terutama pada saat
malam hari. Cho, Jeong, Choi, & Sung (2019) mengatakan
Kejahatan serius, seperti perampokan, penyerangan, cenderung
52

terjadi pada malam hari dan menimbulkan kecemasan bagi pejalan


kaki. Adanya pencahayaan yang baik di jalur pejalan kaki juga dapat
menciptakan persepsi tentang lingkungan yang aman.

Pengukuran Global Walkability Index (GWI) yang dikembangkan


Krambeck (2006) terdiri dari variabel kenyamanan (yang mencerminkan
kenyamanan dan daya tarik jaringan pejalan kaki), dan keselamatan dan
keamanan (menentukan keselamatan dan keamanan lingkungan berjalan).

Variabel kenyamanan membahas mengenai elemen-elemen jalur


pejalan kaki yang dapat memberikan kemudahan untuk dilalui pejalan kaki
dengan indikator-indikator mulai dari ketersediaan jalur pejalan kaki,
ketersediaan fasilitas pendukung (jalur hijau, lampu penerangan, tempat
duduk, tempat sampah, halte), infrastruktur bagi penyandang cacat, dan
kondisi hambatan/kendala jalur pejalan kaki. Sementara variabel keselamatan
dan keamanan membahas mengenai elemen-elemen jalur pejalan kaki yang
dapat memberikan perlindungan keselamatan dan rasa aman bagi pejalan kaki
dengan indikator-indikator mulai dari ketersediaan fasilitas penyeberangan,
ketersediaan pagar pengaman, dan ketersediaan marka bagi kendaraan
bermotor dan pejalan kaki.

Arahan penataan jalur pejalan kaki dengan konsep walkability di


koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang dilakukan
berdasarkan temuan kondisi di lapangan dan hasil tanggapan pengguna jalur
pejalan kaki terhadap kualitas atau tingkat walkability jalur pejalan kaki di
lokasi penelitian. Arahan penataan pada jalur pejalan kaki dilakukan dengan
mengacu pada parameter-parameter dalam Global Walkability Index dan
tentunya dengan tetap memperhatikan kondisi eksisting jalur pejalan kaki
yang ada sehingga dapat mencapai kondisi lingkungan yang walkable bagi
pejalan kaki di ketiga segmen Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara.

Tabel 2.5 Variabel Penelitian

No Sasaran Variabel Indikator Sumber


1. Mengidentifikasi Kenyamanan Ketersediaan dan James
Kondisi Fisik (Comfort) kondisi jalur Leather
Jalur Pejalan pejalan kaki et. al.
Kaki di Koridor (2011)
Jalan Kahuripan- Ketersediaan dan
Tugu- kondisi jalur Hijau Natalia
Kertanegara Kota Ketersediaan dan Tanan,
Malang. kondisi lampu dkk
Penerangan (2017)
53

No Sasaran Variabel Indikator Sumber


Ketersediaan dan
kondisi tempat
Duduk
Ketersediaan dan
kondisi tempat
Sampah
Ketersediaan dan
kondisi halte/Lapak
Tunggu

Ketersediaan dan
kondisi
infrastruktur Bagi
Penyandang Cacat
Keberadaan dan
kondisi
hambatan/Kendala
Keselamatan dan Ketersediaan dan
Keamanan kondisi pagar
(Safety&Security) Pengaman

Ketersediaan dan
kondisi fasilitas
Penyeberangan
Ketersediaan dan
kondisi marka
Penyeberangan
2. Menganalisis Kenyamanan Tanggapan James
Tingkat (comfort) pengguna mengenai Leather
Walkability ketersediaan dan et. al.
Berdasarkan kondisi jalur (2011)
Persepsi pejalan kaki
Pengguna Pada
Jalur Pejalan Tanggapan
Kaki di Koridor pengguna mengenai
Jalan Kahuripan- ketersediaan dan
Tugu- kondisi fasilitas
pendukung
54

No Sasaran Variabel Indikator Sumber


Kertanegara Kota Tanggapan
Malang. pengguna mengenai
ketersediaan dan
kondisi
infrastruktur Bagi
Penyandang Cacat
Tanggapan
pengguna mengenai
ketersediaan dan
kondisi
hambatan/Kendala
Keselamatan dan Tanggapan
Keamanan pengguna mengenai
(Safety&Security) ketersediaan dan
kondisi fasilitas
penyeberangan

Tanggapan
pengguna mengenai
keselamatan
pejalan kaki dalam
menyeberang
Tanggapan
pengguna mengenai
perilaku
pengendara
kendaraan bermotor
Tanggapan
pengguna mengenai
konflik jalur
pejalan kaki dengan
moda transportasi
lain
Tanggapan
pengguna mengenai
keamanan dari
tindak kejahatan
3. Jalur pejalan kaki
55

No Sasaran Variabel Indikator Sumber


Kenyamanan Jalur Hijau
(comfort)
Lampu Penerangan
Tempat Duduk
Merumuskan
Arahan Penataan Tempat Sampah
Jalur Pejalan Halte/Lapak
Kaki Dengan Tunggu James
Konsep Infrastruktur Bagi Leather
Walkability di Penyandang Cacat et. al.
Koridor Jalan Hambatan/Kendala (2011)
Kahuripan-Tugu- Keselamatan dan
Pagar Pengaman
Kertanegara Kota Keamanan
Malang. (Safety&Security) Fasilitas
Penyeberangan
Marka
Penyeberangan
Sumber: Hasil Kajian 2021

Berdasarkan tabel penelitian diatas didapatkan variable amatan untuk


sasaran pertama dalam penelitian ini yaitu “Mengidentifikasi kondisi fisik
jalur pejalan kaki di koridor jalan kahuripan-tugu-kertanegara kota malang.”
adalah kondisi infrastruktur jalur pejalan kaki yang dikelompokkan dalam
variabel-variabel kenyamanan, keselamatan, dan keamanan.

Variabel amatan untuk sasaran kedua yaitu “Menganalisis tingkat


walkability berdasarkan persepsi pengguna pada jalur pejalan kaki di koridor
jalan kahuripan-tugu-kertanegara kota malang.” adalah dari persepsi
pengguna jalur pejalan kaki dengan variabel-variabel kenyamanan,
keselamatan, dan keamanan dari parameter-parameter walkability.

Untuk sasaran ketiga dalam penelitian ini yaitu, “Merumuskan arahan


penataan jalur pejalan kaki dengan konsep walkability di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang”. Dilakukan dengan melihat
variabel-variabel kenyamanan, keselamatan, dan keamanan pada aspek-aspek
penataan yaitu dari fasilitas sarana dan prasarana jalur pejalan kaki.
56

2.7 Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel adalah suatu dimensi yang diberikan pada
suatu variabel dengan memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau
membenarkan suatu operasional yang diperlukan dalam mengukur variabel
tersebut (Sugiyono 2014). Dalam definisi operasional peneliti akan
menjelaskan variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun definisi
operasional dari masing-masing variable yang akan diteliti dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 2.6 Definisi Operasional Variabel

No. Sasaran Variabel Definisi Operasional

1. Mengidentifikasi Kenyamanan Variabel kenyamanan


Kondisi Fisik (comfort) membahas mengenai
Jalur Pejalan Kaki elemen-elemen jalur
di Koridor Jalan pejalan kaki
Kahuripan-Tugu- penunjang
Kertanegara Kota kenyamanan jalur
Malang. pejalan kaki dengan
parameter-parameter
amatan mulai dari
ketersediaan jalur
pejalan kaki, jalur
hijau, lampu
penerangan, tempat
duduk, tempat
sampah, halte, dan
infrastruktur bagi
penyandang cacat,
serta kondisi
hambatan/kendala
jalur pejalan kaki.
Keselamatan dan Variabel keselamatan
Keamanan dan keamanan
(Safety&Security) membahas mengenai
elemen-elemen jalur
pejalan kaki
penunjang
keselamatan dan
kenyamanan jalur
pejalan kaki dengan
parameter-parameter
57

No. Sasaran Variabel Definisi Operasional


amatan mulai dari
pagar pengaman,
fasilitas
penyeberangan, dan
marka
penyeberangan.
2. Menganalisis Kenyamanan Variabel kenyamanan
Tingkat (comfort) membahas mengenai
Walkability tanggapan pengguna
Berdasarkan jalur pejalan kaki
Persepsi Pengguna terhadap faktor
Pada Jalur Pejalan kenyamanan yang
Kaki Di Koridor mereka rasakan
Jalan Kahuripan- ketika menggunakan
Tugu-Kertanegara jalur pejalan kaki.
Kota Malang. Adapun parameter
yang dilihat mulai
dari kondisi dan
ketersediaan jalur
pejalan kaki,
ketersediaan fasilitas
pendukung
(amenities),
keberadaan
hambatan/kendala,
hingga ketersediaan
infrastruktur
penyandang cacat
pada jalur pejalan
kaki.
58

No. Sasaran Variabel Definisi Operasional


Keselamatan Variabel keselamatan
(safety) membahas mengenai
tanggapan pengguna
jalur pejalan kaki
terhadap faktor
keselamatan yang
mereka rasakan
ketika menggunakan
jalur pejalan kaki.
Adapun parameter
yang dilihat mulai
dari perilaku
pengendara
kendaraan bermotor,
konflik jalur pejalan
kaki dengan moda
transportasi lain,
Kondisi dan
ketersediaan fasilitas
penyeberangan,
hingga keamanan
pejalan kaki dalam
menyeberang.
Keamanan Variabel keamanan
(security) membahas mengenai
tanggapan pengguna
jalur pejalan kaki
terhadap faktor
keamanan dari tindak
kejahatan yang
mereka rasakan
ketika menggunakan
jalur pejalan kaki.
59

No. Sasaran Variabel Definisi Operasional

3. Merumuskan Kenyamanan Penataan jalur


Arahan Penataan (comfort) pejalan kaki pada
Jalur Pejalan Kaki fasilitas sarana dan
Dengan Konsep prasarana jalur
Walkability Di pejalan kaki
Koridor Jalan penunjang
Kahuripan-Tugu- kenyamanan dengan
Kertanegara Kota parameter-parameter
Malang. penataan mulai dari
jalur pejalan kaki,
jalur hijau, lampu
penerangan, tempat
duduk, tempat
sampah, halte, dan
infrastruktur bagi
penyandang cacat,
serta kondisi
hambatan/kendala
jalur pejalan kaki.

Keselamatan dan Penataan jalur


Keamanan pejalan kaki pada
(Safety&Security fasilitas sarana dan
prasarana jalur
pejalan kaki
penunjang
keselamatan dan
keamanan dengan
parameter-parameter
penataan mulai dari
pagar pengaman,
fasilitas
penyeberangan, dan
marka
penyeberangan.
Sumber: Hasil Kajian 2021
60
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya metode yang dipakai untuk
mencapai tujuan dan sasaran penelitian sehingga pembahasan penelitian lebih
terstruktur dan terarah. Hal-hal yang akan dibahas pada bab ini mengenai cara
dan metode yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian “Penataan
Jalur Pejalan Kaki Dengan Konsep Walkability Di Koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara Kota Malang”, antara lain jenis penelitian, metode
pengumpulan data, metode pengambilan sampel, dan metode analisa data.

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian mixed methods. Penelitian mixed
methods atau penelitian kombinasi merupakan suatu metode penelitian yang
menggabungkan atau mengkombinasikan antara metode kuantitatif dan
metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu
penelitian sehingga diperoleh data yang lebih valid, komprehensif, reliabel
dan objektif (Sugiyono, 2011). Jenis penelitian gabungan yang digunakan
dalam penelitian ini didasarkan pada analisis yang diperlukan untuk
menjawab dari setiap sasaran dimana terdapat sasaran yang dianalisis dengan
menggunakan analisa kualitatif sedangkan sasaran lainnya harus dianalisis
melalui pendekatan kuantitatif.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif


kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Metode ini digunakan untuk
mendeskripsikan baik kondisi fisik jalur pejalan kaki, serta tanggapan dari
pengguna jalur pejalan kaki mengenai aspek walkability yang diukur
menggunakan Global Walkability Index (GWI) pada di lokasi penelitian. Dari
hasil pengolahan data dan analisa kemudian dapat dihasilkan suatu
kesimpulan sebagai arahan penataan jalur pejalan kaki yang sesuai dengan
konsep walkability di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota
Malang.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data merupakan tahap penting yang dilakukan
dalam suatu penelitian untuk dapat melakukan tahap analisis. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu survey primer dan survey sekunder.

3.2.1 Pengumpulan Data Primer


A. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap
obyek yang akan diteliti. Jenis observasi yang digunakan adalah

61
62

observasi sistematik dimana hanya mengamati hal-hal khusus saja


sesuai dengan variabel penelitian. Observasi pada lokasi penelitian ini
secara umum dilakukan dengan pencatatan dan pengambilan gambar
selama pengamatan lapangan yang dilakukan dalam beberapa hari.
Kemudian data tersebut diuraikan dan disajikan dalam bentuk narasi,
tabel, peta dan gambar.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini khususnya untuk


menjawab sasaran pertama penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi
berbagai kondisi fisik jalur pejalan kaki yang termasuk, ketersediaan
dan kondisi jalur pejalan kaki, marka penyeberangan, fasilitas
penyandang cacat, fasilitas pendukung jalur pejalan kaki, dimensi,
perkerasan, dll yang dilakukan secara keseluruhan dalam deliniasi
lokasi penelitian. Observasi yang dilakukan pada sepanjang koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang yang dibagi
menjadi 3 (Tiga) segmen, pembagian segmen ini dilakukan guna
mempermudah dan memberikan gambaran yang lebih akurat pada
lokasi penelitian.

Pembagian segmen dengan berdasarkan karakteristik dan


tipologi koridor. Segmen I pada sisi barat koridor yaitu keseluruhan
ruas Jalan Kahuripan, merupakan tipe jalan dua lajur dua arah tak
terbagi, dengan panjang ruas 440 m, lebar jalur 8 meter dan RUMIJA
15m, memiliki mayoritas penggunaan lahan perdagangan & jasa,
peribadatan, dan pertahanan dan keamanan. Segmen II terletak pada
bagian tengah koridor yaitu keseluruhan ruas Jalan Tugu, merupakan
tipe jalan bundaran (Roundabout) dua lajur satu arah dengan lebar
13m dan RUMIJA 20m, memiliki mayoritas penggunaan lahan
perkantoran, pendidikan, dan RTH. Segmen III pada sisi timur koridor
yaitu keseluruhan ruas Jalan Kertanegara, merupakan tipe jalan empat
lajur dua arah terbagi (Median) dengan panjang ruas 230m, lebar 35m,
dan RUMIJA 44m, memiliki mayoritas penggunaan lahan
perdagangan & jasa dan RTH.

B. Kuesioner
Kuesioner merupakan sebuah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Dengan
sekumpulan pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa yang diajukan
kepada orang lain, agar bersedia memberikan respon sesuai dengan
permintaan peneliti. kuesioner dapat dikategorikan dalam dua jenis,
yakni kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup, yakni
63

kuesioner yang disiapkan telah menyediakan pilihan jawaban untuk


dipilih oleh objek penelitian.

Kuesioner dalam penelitian ini dilakukan guna mendukung


sasaran kedua dalam penelitian ini yaitu dalam pengukuran tingkat
walkability yang dilakukan dengan mengambil persepsi pengguna
jalur pejalan kaki sebagai responden. Dengan metode kuesioner juga
dilakukan untuk mengetahui karakteristik pengguna jalur pejalan
kaki. Kuesioner yang disiapkan akan memuat pertanyaan-pertanyaan
mulai dari profil dan karakteristik perjalanan hinga tanggapan
responden terhadap kondisi dan kualitas jalur pejalan kaki yang
tersedia berdasarkan aspek-aspek walkability pada lokasi penelitian.

Kuesioner disebarkan kepada pengguna jalur pejalan kaki di


ketiga segmen lokasi penelitian pada jam-jam puncak yang telah
ditentukan yaitu pagi (06.00-08.00), siang (11.00-13.00), dan sore
(16.00-17.00). Bentuk kuesioner yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner bersifat tertutup dimana kuesioner
yang disajikan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga responden
hanya butuh memberikan tanda centang () pada kolom atau tempat
yang sesuai.

C. Dokumentasi
Data yang diperoleh dari dokumentasi berupa foto dari variabel-
variabel amatan baik kondisi fasilitas jalur pejalan kaki dan
permasalahan terkait penggunaan jalur pejalan kaki. Dokumentasi
dilakukan sebagai penunjang data penelitian dan bukti peneliti dalam
melakukan penelitiannya.

3.2.2 Pengumpulan Data Sekunder


Survey sekunder adalah bentuk survey yang dilakukan dengan tidak
langsung ke lapangan, Survei sekunder dilakukan dengan mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur,
pustaka, dan media internet. Data-data dari survey sekunder digunakan untuk
mendukung data-data yang diperoleh dari survey primer. Pengumpulan data
sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini berupa studi literatur dan
referensi-referensi jurnal dan penelitian terdahulu terkait penataan jalur
pejalan kaki dan teori-teori walkability. Peraturan pemerintah pusat dan
daerah, dan pedoman terkait penataan jalur pejalan kaki juga dibutuhkan
sebagai data sekunder.

3.3 Metode Pengambilan Populasi dan Sampel


Arikunto (2010) menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian, sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan
64

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Populasi dalam penelitian


tidak diketahui jumlahnya, sementara sampel merupakan bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut dan bisa mewakili
keseluruhan populasinya sehingga jumlahnya lebih sedikit (Sugiyono, 2011).

3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan
sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek
yang diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh
pengguna jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
Kota Malang.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Dalam penelitian yang populasinya tidak diketahui menggunakan
metode Non-Probability sampling. Metode non-probability sampling
merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau
kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono,2008).

Metode pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan


metode non-probability sampling dengan teknik accidental sampling.
Sehingga pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja bagian
dari populasi yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti pada lokasi
penelitian dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang ditemui
itu cocok sebagai sumber data. Jumlah responden yang dianggap dapat
mewakili kasus penelitian ini adalah sebanyak 50 (Lima Puluh) orang
responden di sepanjang koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota
Malang. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan jumlah yang diterapkan oleh
James Leather et al, dalam penelitian Walkability and Pedestrian Facilities in
Asian Cities (2011) dalam mengukur indeks walkability yang berjumlah 50
(Lima Puluh) orang pada setiap koridor.

3.4 Metode Analisis Data


Metode analisa merupakan cara yang digunakan untuk menganalisa data
yang telah diperoleh untuk mencapai tujuan penelitian. Analisis digunakan
untuk memberikan pemahaman yang luas akan suatu konsep yang akan
dijalankan dari data yang diperoleh dari survey primer dan sekunder. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisa
deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
65

3.4.1 Analisis Deskriptif Kondisi Fisik Jalur Pejalan Kaki


Kajian kondisi fisik jalur pejalan kaki untuk mengetahui kondisi
eksisting dari fasilitas sarana dan prasarana jalur pejalan kaki yang ada
menggunakan metode deskriptif dari hasil temuan dalam survei primer dan
observasi lapangan yang dilakukan dengan variabel amatan menyesuaikan
dengan aspek-aspek walkability pada lokasi penelitian.

3.4.2 Analisis Global Walkability Index


Setelah mengetahui kondisi fisik jalur pejalan kaki yang ada, maka
tahap berikutnya adalah pengukuran tingkat walkability yang dilakukan
dengan analisis Global Walkability Index untuk mendapatkan nilai persepsi
pengguna jalur pejalan kaki terhadap kualitas jalur pejalan kaki di koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Pemilihan metode untuk survei pada
skor indeks walkability dan jumlah sampel pejalan kaki mengacu pada
pedoman pelaksanaan survei yang sudah dilakukan oleh James Leather et al,
dalam penelitian Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities (2011).

Dalam menganalisis skor walkability jalur pejalan kaki dengan


memperhatikan beberapa aspek-aspek kenyamanan, keselamatan, dan
keamanan dengan parameter-parameter yang dapat diuraikan seperti:

1) Ketersediaan jalur pejalan kaki.


2) Ketersediaan fasilitas pendukung.
3) Infrastruktur bagi penyandang cacat.
4) Hambatan/kendala.
5) Ketersediaan fasilitas penyeberangan.
6) Keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang.
7) Perilaku pengendara kendaraan bermotor.
8) Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi lain.
9) Keamanan dari tindak kejahatan.

Pengukuran tingkat walkability dilakukan pada setiap segmen koridor


yang menjadi wilayah penelitian dengan memilih skor 1 (Satu) sampai dengan
5 (Lima) untuk masing-masing parameter di mana skor 1 adalah yang
terendah (kondisi terburuk) dan 5 adalah yang tertinggi (kondisi terbaik).
Kemudian skor rata-rata dari setiap parameter diterjemahkan ke dalam sistem
peringkat dari 0 (skor terendah) hingga 100 (skor tertinggi). Lalu untuk
mendapatkan indeks walkability, keseluruhan skor dari seluruh parameter
dijumlahkan dengan melalui pembobotan pada setiap parameternya.
66

Tabel 3.1 Bobot Parameter Pengukuran Tingkat Walkability

No. Parameter Bobot


1. Ketersediaan jalur pejalan kaki. 25
2. Ketersediaan fasilitas pendukung. 10
3. Infrastruktur bagi penyandang cacat. 10
4. Hambatan/kendala 10
5. Ketersediaan fasilitas penyeberangan. 10
6. Keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang. 10
7. Perilaku pengendara. 5
Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi
8. 15
lain.
9. Keamanan dari tindak kejahatan. 5
Sumber: “The Global Walkability Index“ (Holly Virginia Krambeck 2006)

Tabel 3.2 Rating Pengukuran Tingkat Walkability


No. Nilai Walkability Keterangan
1. 90-100 Sangat Baik
2. 70-89 Baik
3. 50-69 Sedang
4. 25-49 Buruk
5. 0-24 Sangat Buruk
Sumber: “The Global Walkability Index“ (Holly Virginia Krambeck
2006)

3.4.3 Analisis Penataan Jalur Pejalan Kaki


Dalam Merumuskan arahan penataan jalur pejalan kaki di koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang dilakukan dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif
dilakukan dari hasil analisis tiap variabel yang telah dilakukan sebelumnya,
dengan mendeskripsikan tiap hasil yang kemudian dikelompokkan menjadi
kesatuan hasil yang dapat menuju pada sintesa akhir mengenai walkability
jalur pejalan kaki dan kemudian ditarik rekomendasi arahan dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2014
tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan
sarana jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan dalam penataan jalur
pejalan kaki yang sesuai dengan konsep walkability di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang. Pada bagian kesimpulan juga
diuraikan kekurangan maupun kelebihan yang perlu ditinjau dan
dipertimbangkan dari kajian penelitian yang telah dilakukan. Penentuan
arahan penataan jalur pejalan kaki dirumuskan dengan harapan dapat
67

mempengaruhi kualitas jalur pejalan kaki di lokasi penelitian menjadi lebih


baik dari aspek-aspek walkability-nya.
3.5 Kerangka Penelitian
Sasaran Variabel Pengumpulan Data Metode Analisa Keluaran

Mengidentifikasi Kondisi
• Kenyamanan Analisis
Kondisi fisik jalur pejalan
Fisik Jalur Pejalan Kaki di (comfort) Deskriptif
Koridor Jalan Kahuripan- • Observasi kaki di koridor Jalan
• Keselamatan dan Kondisi Fisik
Tugu-Kertanegara Kota • Dokumentasi Kahuripan-Tugu-
Keamanan Jalur Pejalan
Malang. (Safety&Security) Kertanegara Kota Malang.
Kaki
c)

Menganalisis Tingkat
Walkability Berdasarkan • Kenyamanan Tingkat walkability jalur
Persepsi Pengguna Pada (comfort) Analisis Global pejalan kaki di koridor
Jalur Pejalan Kaki di • Keselamatan dan • Kuesioner Walkability Jalan Kahuripan-Tugu-
Koridor Jalan Kahuripan- Keamanan Index Kertanegara Kota
Tugu-Kertanegara Kota (Safety&Security) Malang.
Malang. b)

Merumuskan Arahan Arahan penataan jalur


• Kenyamanan Analisis
Penataan Jalur Pejalan pejalan kaki sesuai
(comfort) • Hasil Kualitatif Untuk
Kaki Dengan Konsep dengan konsep
• Keselamatan dan Keluaran Arahan
Walkability di Koridor Keamanan Sasaran 1&2 walkability di koridor
Penataan Jalur
Jalan Kahuripan-Tugu- (Safety&Security) Jalan Kahuripan-Tugu-
Pejalan Kaki
Kertanegara Kota Malang. a) Kertanegara Kota Malang.

68
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Pada bab ini akan membahas mengenai gambaran umum wilayah
penelitian yaitu Kota Malang dan lokasi penelitian yaitu koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara, serta identifikasi penggunaan lahan, kondisi
dan karakteristik jalur pejalan kaki dan pengguna jalur pejalan kaki.

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian


Pada sub-bab ini akan membahas mengenai gambaran wilayah
penelitian baik dari kondisi umum wilayah penelitian hingga identifikasi
karakteristik lokasi penelitian yaitu koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara.

4.1.1 Gambaran Umum Kota Malang


Kota Malang yang merupakan kota terpadat kedua di Jawa Timur.
Pada Tahun 2020 jumlah penduduk Kota Malang yang tercatat BPS adalah
843.810 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk kota Malang sekitar 0,86% yang
berarti lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk Jawa Timur (0,75%). Secara
geografis Kota Malang dikelilingi oleh kawasan pegunungan dan berada pada
ketinggian 440-667 meter di atas permukaan laut. Kota Malang memiliki luas
110,06 Km2 yang terbagi dalam 5 (Lima) Kecamatan, yaitu Kecamatan
Klojen, Kecamatan Blimbing, Kecamatan Kedungkandang, Kecamatan
Sukun, dan Kecamatan Lowokwaru. Kota Malang memiliki Tribina Cita
sebagai Kota Pelajar/Kota Pendidikan, Kota Industri dan Kota Pariwisata.
Seiring dengan cita-cita tersebut, Kota Malang berkembang cukup pesat,
terlihat dengan banyaknya fasilitas pendidikan, industri dan pariwisata
tersebar di banyak tempat di Kota Malang.

Kota Malang secara geografis berada antara 07°46'48"-08°46'42"


Lintang Selatan dan 112°31'42"-112°48'48" Bujur Timur dengan batas-batas
administratif sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. karangploso, Kab.


Malang.
Sebelah Selatan : Kec. Pakisaji dan Kec. Bululawang, Kab.
Malang.
Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang, Kab. Malang.

Sebelah Barat : Kec. Dau dan Kec. Wagir, Kab. Malang

Untuk lebih jelasnya mengenai batas-batas administratif kota malang


dapat dilihat pada Gambar 4.1.

69
70

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Klojen


Kecamatan Klojen merupakan kecamatan yang terletak di tengah-
tengah kota malang yang memiliki luas wilayah 8,83 km2 dan memiliki
kepadatan tertinggi di antara kecamatan lainnya di kota malang yakni
mencapai 11.737 jiwa per km2. Kecamatan Klojen memiliki 12 (Dua belas)
kelurahan yakni Kelurahan Kota lama, Kelurahan Mergosono, Kelurahan
Kedungkandang, Kelurahan Lesanpuro, Kelurahan Sawojajar, Kelurahan
Madyopuro, Kelurahan Bumiayu, Kelurahan Wonokoyo, Kelurahan Buring,
Kelurahan Cemorokandang, Kelurahan Arjowinangun dan Kelurahan
Tlogowaru. Pada RTRW Kota Malang tahun 2010-2030, Kecamatan Klojen
sendiri memiliki fungsi utama yakni sebagai pemerintahan, perkantoran,
perdagangan dan jasa, sarana olahraga, pendidikan dan peribadatan.

Secara administratif, wilayah Kecamatan Klojen berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kec. Lowokwaru dan Kec. Blimbing. Kota


Malang
Sebelah Selatan : Kec. Sukun, Kota Malang.
Sebelah Timur : Kec. Blimbing dan Kec. Kedungkandang, Kota
Malang.
Sebelah Barat : Kec. Lowokwaru dan Kec. Sukun, Kota
Malang.
Untuk lebih jelasnya mengenai batas-batas administratif kecamatan
klojen dapat dilihat pada Gambar 4.2.

4.1.3 Gambaran Umum Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-


Kertanegara
Lokasi penelitian yaitu Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
yang terletak di kecamatan Klojen Kota Malang, Jawa Timur. Koridor jalan
dengan kelas jalan arteri sekunder ini memiliki panjang keseluruhan jalur
yaitu 1,1 km. Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara terletak di wilayah
administratif Kelurahan Klojen, Kelurahan Kauman, dan Kelurahan
Kiduldalem, dengan batas-batas wilayah yakni sebelah barat berbatasan
dengan Jalan Jendral Basuki Rahmat dan sebelah Timur berbatasan dengan
Jalan Trunojoyo.

Pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara menunjang berbagai


fungsi ruang di sekitarnya dengan penggunaan lahan yang beragam, mulai
dari Transportasi dengan keberadaan stasiun kota baru malang yang juga
menjadi pintu masuk kota malang, perkantoran, pendidikan, pertahanan &
keamanan, peribadatan, pariwisata & hiburan, RTH dan sebagian lainnya
dipenuhi aktivitas ruang perdagangan dan jasa. Kawasan di sekitar koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara juga merupakan bagian kawasan yang
71

memiliki nilai sejarah dan penanda kota dengan keberadaan bangunan-


bangunan cagar budaya seperti Tugu, bangunan balai kota Malang, stasiun
kereta api kotabaru Malang, jembatan kahuripan dan bangunan lainnya yang
dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Lebih lagi pada jalan di lokasi
penelitian ini juga berpotongan dengan Jalan Brawijaya dengan keberadaan
pasar satwanya dan Jalan Basuki Rahmat (Kajoetangan straat) yang memiliki
daya tarik dengan kampung Heritage Kajoetangan. Kondisi koridor jalan
Kahuripan, memiliki lebah rumija sebesar 15 meter dengan badan jalan
sebesar 8 meter dan 14 dan tidak memiliki media jalan dengan jembatan pada
Jalan Kahuripan yang melintasi sungai brantas. Untuk Jalan Tugu-Jalan
Kertanegara, dilengkapi dengan median jalan sebagai ruang terbuka hijau,
dimana rumija jalan Tugu pada satu sisi sebesar 20 meter dan badan jalan
selebar 13 meter serta memiliki sirkulasi 2 (dua) arah. Sedangkan untuk Jalan
Kertanegara memiliki rumija sebesar 44 meter dan memiliki sirkulasi 2 (dua)
arah.

Pada penelitian ini, koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara dibagi


menjadi 3 (Tiga) segmen untuk memudahkan dalam pengelompokan data,
analisa, beserta keluarannya. Segmen I pada sisi barat koridor yaitu
keseluruhan ruas Jalan Kahuripan, segmen II terletak pada bagian tengah
koridor yaitu keseluruhan ruas Jalan Tugu dan segmen III pada sisi timur
koridor yaitu keseluruhan ruas Jalan Kertanegara.

Pembagian segmen ini dilakukan guna mempermudah dan


memberikan gambaran yang lebih akurat pada lokasi penelitian dengan
membagi berdasarkan karakteristik dan tipologi koridor. Pada segmen I
merupakan tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi, dengan panjang ruas 440
m, lebar jalur 8 meter dan RUMIJA 15m, memiliki mayoritas penggunaan
lahan perdagangan & jasa, peribadatan, dan pertahanan dan keamanan. Pada
segmen II merupakan tipe jalan bundaran (Roundabout) dua lajur satu arah
dengan lebar 13m dan RUMIJA 20m, memiliki mayoritas penggunaan lahan
perkantoran, pendidikan, dan RTH. Pada segmen III merupakan tipe jalan
empat lajur dua arah terbagi (Median) dengan panjang ruas 230m, lebar 35m,
dan RUMIJA 44m, memiliki mayoritas penggunaan lahan perdagangan &
jasa dan RTH. Untuk lebih jelasnya mengenai batas-batas wilayah koridor
Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara dapat dilihat pada Gambar 4.3.
72

Gambar 4.1 Peta Wilayah Penelitian Kota Malang


73

Gambar 4.2 Peta Wilayah Penelitian Kecamatan Klojen


74

Gambar 4.3 Peta Wilayah Penelitian Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara


75

4.2 Penggunaan Lahan Pada Lokasi Penelitian


Lahan diartikan sebagai suatu tempat atau daerah dimana penduduk
hidup dan berkumpul bersama dimana mereka dapat menggunakan
lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan, dan
mengembangkan kehidupannya. Lahan merupakan potensi fisik atau sumber
daya alam yang secara kuantitas tidak akan bertambah, sedangkan
penduduknya akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke
waktu. Hal ini akan menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
penduduk dengan lahan yang terbatas. Dengan semakin meningkatnya
penduduk dan meningkatnya pembangunan, maka semakin meningkat pula
kebutuhan penggunaan lahan.

Di dalam penelitian ini penggunaan lahan merupakan salah satu faktor


penting yang harus diperhatikan dimana penggunaan lahan dapat
mempengaruhi kebutuhan fasilitas pejalan kaki karena penggunaan lahan
menunjukkan berbagai aktivitas dan kegiatan ruang di sekitarnya, dari
aktivitas tersebut tentunya membutuhkan ruang untuk beraktivitas seperti
berjalan/bertransportasi dan berinteraksi. Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara sendiri merupakan salah satu koridor jalan di dalam Kawasan
pusat Kota Malang yang menunjang berbagai fungsi ruang di sekitarnya
dengan penggunaan lahan yang beragam sebagai daya tarik yang cukup tinggi
untuk mempengaruhi pergerakan orang untuk berjalan kaki.

4.2.1 Permukiman
Pada lokasi penelitian yang merupakan pusat kegiatan perdagangan
jasa berkembang pesat dan merubah fungsi bangunan rumah menjadi
perdagangan jasa. Fungsi permukiman di sekitar koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara cenderung mengalami perubahan fungsi menjadi
perdagangan jasa. Kondisi bangunan eksiting permukiman memiliki
karakterisitik berbeda, pada umumnya permukiman yang ada cenderung
memiliki luas kapling antara 50-150 m2 dengan kepadatan sedang hingga
tinggi.
76

Gambar 4.4 Penggunaan Lahan Permukiman

4.2.2 Perdagangan dan Jasa


Kegiatan perdagangan dan jasa merupakan kegiatan ekonomi yang
memegang peranan penting dalam pembangunan dan pengembangan
perekonomian. Kegiatan perdagangan dan jasa mendominasi penggunaan
lahan di sekitar koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Kegiatan
perdagangan jasa pada lokasi penelitian memiliki skala pelayanan hingga kota
dengan karakteristik bangunan perdagangan dan jasa berupa bangunan
permanen 1 lantai maupun bertingkat dengan luas petak lahan antara 50 m2
hingga lebih dari 400 m2. Jenis sarana perdagangan yang ada di wilayah
perencanaan terdiri dari toko, ruko, bank, restoran, hingga hotel.

Pada segmen I memiliki kegiatan perdagangan dan jasa berupa


keberadaan warung gudeg gardu, Reddoorz Hostel, Haryono tours & travel,
Valasindo money changer, Toko busana anggun, Optik focus, Pegadaian
syariah Kahuripan, X4Print, Downtown Social Bar, Massage nuansa fajar,
Nuansa fajar shop, Relaxing massage, Hotel Kahuripan, Koperasi rasa
mandiri, Cinnamon kitchen & coffe, Sahid Montana Hotel, SaigonSan
Restaurant, Und Corner, Restauran Melati, hingga keberadaan pasar satwa
splendid dan kegiatan perdagangan dan jasa pada koridor Jalan Basuki
Rahmat yang juga berpotongan dengan koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara sebagai lokasi penelitian.

Kegiatan perdagangan dan jasa pada segmen II dan III yang dapat
dijumpai berupa Hotel Tugu, Bank Muamalat, Bank Panin, Warung Deso,
Sentra kuliner Sriwijaya, Rumah makan Kertanegara, Ganesha Operation, dan
Bank Mega Syariah.
77

Gambar 4.5 Penggunaan Lahan Perdagangan & Jasa

4.2.3 Perkantoran
Lokasi penelitian yang terletak di pusat kota menjadikannya sebagai
pusat pelayanan dan pemerintahan Kota Malang dengan kegiatan perkantoran
mulai dari keberadaan bangunan perkantoran pemerintah maupun swasta.
Karakteristik bangunan perkantoran pemerintah masih memiliki bentuk
arsitektur bangunan kolonial, seperti gedung balai kota dan kantor DPRD
Kota Malang yang juga termasuk bangunan cagar budaya. Sedangkan untuk
bangunan perkantoran swasta memiliki bentuk modern.

Penggunaan lahan perkantoran pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-


Kertanegara terdiri dari Neratja law office dan Bhinneka life office pada
segmen I. dan gedung balai kota dan DPRD Kota Malang pada segmen II.
78

Gambar 4.6 Penggunaan Lahan Perkantoran

4.2.4 Pendidikan
Untuk penggunaan lahan pendidikan di sekitar koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara terdapat mulai dari fasilitas pendidikan dasar
yaitu SDIT Ahmad yani yang terletak pada segmen I, pendidikan menengah
atas yaitu SMAN 1, SMAN 3 dan SMAN 4 pada segmen II.

Gambar 4.7 Penggunaan Lahan Pendidikan

4.2.5 Peribadatan
Penggunaan lahan peribadatan yang ada di koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara yaitu berupa fasilitas peribadatan dengan keberadaan
Masjid Jendral Ahmad Yani yang terletak di segmen I dan Gereja Yesus
Kristus yang terletak di sekitar segmen III.
79

Gambar 4.8 Penggunaan Lahan Peribadatan

4.2.6 Transportasi
Penggunaan lahan transportasi dengan keberadaan stasiun Kota
Malang yang merupakan stasiun kereta api yang terletak pada sisi timur
segmen III. Stasiun yang baru dilakukan pengembangan ini merupakan
stasiun kereta api terbesar di Kota Malang yang menjadi pintu masuk
pendatang dari luar kota khususnya wisatawan ke kota malang. Dibangun
pada tahun 1941 stasiun ini disebut sebagai stasiun Malang Kotabaru untuk
membedakannya dengan Stasiun Malang Kotalama yang usianya lebih tua.

Gambar 4.9 Penggunaan Lahan Transportasi


80

4.2.7 Pertahanan dan Keamanan


Penggunaan pertahanan dan keamanan yang ada di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara dengan keberadaan Kodim 0833 Malang pada
segmen I dan keberadaan Skodam V Brawijaya pada segmen II.

Gambar 4.10 Penggunaan Lahan Hankam

4.2.8 Pariwisata
Pada lokasi penelitian terdapat beberapa lokasi wisata baik yang
berupa taman rekreasi edukasi maupun obyek wisata sejarah dan budaya yaitu
dengan keberadaan Brawijaya edupark yang terletak di Jalan Belakang RSU
yang juga berpotongan dengan Jalan Kahuripan sebagai lokasi penelitian,
keberadaan alun-alun Tugu di Jalan Tugu dan Monumen Juang di Jalan
Kertanegara, serta lokasi penelitian yang berpotongan dengan Jalan Basuki
Rahmat (Kajoetangan straat) di sisi barat dengan keberadaan kampung
Heritage Kajoetangan sebagai objek wisata yang tentunya dapat menjadi daya
tarik pergerakan dari masyarakat dari dan menuju koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara.
81

Gambar 4.11 Penggunaan Lahan Pariwisata

4.2.9 Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau merupakan lahan atau kawasan yang ditetapkan
sebagai ruang terbuka untuk tempat tumbuhnya tanaman/vegetasi yang
berfungsi sebagai pengatur iklim mikro, daerah resapan air dan estetika.
Penggunaan lahan ruang terbuka hijau pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara meliputi Alun-alun Tugu pada segmen II, Taman median Jalan
Kertanegara, Taman Trunojoyo, dan Taman Bentoel Trunojoyo pada segmen
III.

Gambar 4.12 Penggunaan Lahan RTH


82

4.2.10 Cagar Budaya


Bangunan cagar budaya yang terdapat di sekitar lokasi penelitian
meliputi bangunan-bangunan yang memiliki nilai sejarah dan penanda kota,
yaitu Jembatan Kahuripan yang terletak pada segmen I, Tugu Kota Malang
dan gedung Balai Kota Malang pada segmen II, Stasiun Kereta Api pada sisi
timur segmen III serta bangunan lainnya yang dibangun pada masa
pemerintahan Belanda yang tetap terjaga kondisinya dengan ciri arsitektur
kolonial yang diarahkan untuk dilindungi dan dilestarikan.

Gambar 4.13 Penggunaan Lahan Cagar Budaya


83

4.3 Kondisi Fisik Jalur Pejalan Kaki


Pada sub-bab ini membahas Kondisi fisik pada jalur pejalan kaki di
koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang yang digolongkan
berdasarkan aspek-aspek walkability mulai dari jalur pejalan kaki, fasilitas
penyeberangan, fasilitas pendukung (Amenities), infrastruktur penyandang
cacat dan hambatan/kendala pada jalur pejalan kaki di ketiga segmen yang
sudah ditetapkan.

4.3.1 Jalur Pejalan Kaki


A. Segmen I
Pada segmen I memiliki persebaran jalur pejalan kaki yang sudah
merata dengan dimensi lebar 1,5–2 meter dan ketinggian dari permukaan jalan
0,2 meter. Memiliki perkerasan dominan berupa ubin/tegel dan perkerasan
batu pada sebagian kecil jalur pejalan kaki. Kondisi jalur pejalan kaki sendiri
cukup baik dengan lebar efektif cukup bagi 2 orang berjalan berpapasan dan
memiliki permukaan yang rata, tetapi tetap dapat dijumpai kerusakan di
beberapa titik akibat material perkerasan yang tidak kokoh dan material
perkerasan yang tidak dapat menyerap air tentunya tidak akan mudah kering
ketika hujan dan dapat menimbulkan potensi licin bagi pejalan kaki.

Gambar 4.14 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II memiliki persebaran jalur pejalan kaki yang tidak
merata, jalur pejalan kaki hanya terdapat pada sisi dalam bundaran alun-alun
Tugu dan sisi barat jalan tugu kemudian terputus pada sisi lainnya sehingga
pejalan kaki harus berbagi ruang dengan kendaraan bermotor. Memiliki
dimensi lebar 1 dan 2 meter dengan ketinggian dari permukaan jalan 0,2-0,3
84

meter. Memiliki perkerasan berupa ubin/tegel dan batu sikat. Kondisi jalur
pejalan kaki sendiri tidak memadai dengan akses yang tidak menerus, kondisi
permukaan yang rusak dan tertutup akibat pertumbuhan pohon.

Gambar 4.15 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II

C. Segmen III
Pada segmen III memiliki persebaran jalur pejalan kaki yang sudah
merata dengan dimensi lebar 1 dan 2 meter dengan ketinggian dari permukaan
jalan 0,2 meter. Memiliki perkerasan dominan berupa ubin/tegel dan
perkerasan batu pada sebagian kecil jalur pejalan kaki. Kondisi jalur pejalan
kaki sendiri cukup baik dengan lebar efektif cukup bagi 2 orang berjalan
berpapasan dan memiliki permukaan yang rata, tetapi tetap dapat dijumpai
kerusakan di beberapa titik akibat material perkerasan yang tidak kokoh dan
material perkerasan yang tidak dapat menyerap air tentunya tidak akan mudah
kering ketika hujan dan menimbulkan potensi licin bagi pejalan kaki.
85

Gambar 4.16 Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III

4.3.2 Fasilitas Pendukung


1. Jalur Hijau/Peneduh
A. Segmen I
Pada segmen I jalur hijau atau peneduh hampir terdapat di sepanjang
koridor segmen baik sisi kiri maupun kanan yang berupa pohon bertajuk
lebar, sedang maupun tanaman perdu bertajuk sempit. Kondisi jalur hijau
sendiri sudah cukup baik terutama pada sisi barat segmen dengan
pepohonan yang berjarak relatif rapat dan berfungsi sangat baik sebagai
peneduh maupun buffer antara jalur kendaraan bermotor dan jalur pejalan
kaki.
86

Gambar 4.17 Jalur Hijau Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II jalur hijau atau peneduh hampir terdapat di
keseluruhan sisi jalan yang sebagian besar berupa pohon bertajuk lebar.
Kondisi jalur hijau sendiri sudah cukup baik dengan pohon-pohon besar
yang berfungsi sangat baik sebagai peneduh tetapi tidak terdapat tanaman
sebagai buffer antara jalur kendaraan bermotor dan jalur pejalan kaki.

Gambar 4.18 Jalur Hijau Pada Segmen II


87

C. Segmen III
Pada segmen III jalur hijau atau peneduh terdapat di sepanjang koridor
segmen baik sisi kiri maupun kanan yang berupa pohon bertajuk lebar,
sedang maupun tanaman perdu bertajuk sempit. Kondisi jalur hijau sendiri
sudah cukup baik dengan pepohonan yang berjarak relatif rapat yang
menciptakan suasana teduh tetapi kondisi pepohonan yang berada pada
sisi luar jalur sehingga tidak menciptakan buffer yang memisahkan antara
jalur kendaraan bermotor dan jalur pejalan kaki.

Gambar 4.19 Jalur Hijau Pada Segmen III

2. Lampu Penerangan
A. Segmen I
Lampu penerangan yang terdapat pada segmen I hanya tersedia pada
satu sisi jalur yaitu berupa LPJU (Lampu Penerangan Jalan Umum)
dengan jarak peletakan 30-35 meter, sementara pada satu sisi lainnya tidak
memiliki lampu penerangan yang dikhususkan dan hanya mengandalkan
lampu penerangan yang berasal dari persil-persil bangunan di tepi jalan
sehingga pencahayaan dapat dikatakan kurang.
88

Gambar 4.20 Lampu Penerangan Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II Lampu penerangan yang tersedia berupa LPJU
(Lampu Penerangan Jalan Umum) dengan jarak peletakan 30-40 meter.
Tidak adanya lampu penerangan yang di khususkan bagi jalur pejalan kaki
membuat kondisi pencahayaan untuk pada malam hari dapat dikatakan
kurang.

Gambar 4.21 Lampu Penerangan Pada Segmen II


89

C. Segmen III
Pada segmen III lampu penerangan sudah tersedia dengan jarak
peletakan 15-20 meter baik berupa lampu taman maupun LPJU (Lampu
Penerangan Jalan Umum). Peletakan lampu yang cukup merata membuat
kondisi penerangan pada segmen III sudah cukup baik bila dibandingkan
dengan 2 segmen sebelumnya.

Gambar 4.22 Lampu Penerangan Pada Segmen III

3. Tempat Duduk
A. Segmen I
Tempat duduk pada segmen I hanya tersedia pada empat titik di sisi
timur koridor. Kondisi yang tidak merata atau belum tersedia secara
keseluruhan ini membuat fasilitas tempat duduk pada segmen satu dapat
dikatakan sangat minim.
90

Gambar 4.23 Tempat Duduk Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II, tempat duduk tidak tersedia sama sekali sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan pejalan kaki yang ingin beristirahat.

C. Segmen III
Tempat duduk pada segmen III sudah tersedia sepanjang koridor
dengan titik peletakan yang merata. Kondisi tempat duduk sendiri
sebagian besar dalam keadaan baik walaupun masih dapat ditemukan
tempat duduk dalam kondisi yang rusak.
Gambar 4.24 Tempat Duduk Pada Segmen III
91

4. Pagar Pengaman/Bollard
Pada segmen I, II, dan III, pagar pengaman/bollard belum tersedia sama
sekali. pagar pengaman/bollard sendiri diperlukan pada titik tertentu yang
berbahaya dan memerlukan perlindungan sebagai penunjang keamanan bagi
pejalan kaki.

5. Tempat Sampah
A. Segmen I
Pada segmen I tempat sampah sudah tersedia tetapi peletakannya
belum merata pada keseluruhan koridor, tempat sampah paling banyak
ditemui pada sisi timur koridor dengan jarak peletakan 10-20 meter.
Kondisi tempat sampah tidak sepenuhnya baik, desain bentuk tempat
sampah yang tidak seragam dengan bahan plastik yang tidak memiliki
durabilitas tinggi dan belum semuanya merupakan tempat sampah
terpilah.

Gambar 4.25 Tempat Sampah Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II tidak dapat dijumpai tempat sampah yang diletakkan
khusus pada jalur pejalan kaki. Padahal keberadaan tempat sampah cukup
penting sebagai fasilitas penunjang kebersihan dan kenyamanan pejalan
kaki.

C. Segmen III
Pada segmen III tempat sampah sudah tersedia dengan jarak peletakan
20-30 meter, dan merupakan jenis tempat sampah terpilah. Kondisi
92

tempat sampah yang bahan plastik ini tidak sepenuhnya baik dengan
beberapa mengalami kerusakan.

Gambar 4.26 Tempat Sampah Pada Segmen III

6. Marka, Perambuan, Papan Informasi


A. Segmen I
Marka, perambuan, dan papan informasi yang dapat dijumpai pada
segmen I yaitu berupa rambu larangan parkir di trotoar, larangan
membuang sampah, rambu penyeberangan, dan papan nama jalan yang
termasuk untuk informasi yang dimana semua itu mempengaruhi
kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki.
93

Gambar 4.27 Marka, Perambuan Pada Segmen I

B. Segmen II
Pada segmen II marka, perambuan, dan papan informasi yang dapat
dijumpai yaitu berupa marka kuning berbiku sebagai larangan parkir,
rambu larangan berhenti, dan papan informasi kawasan sekitar serta papan
nama jalan yang termasuk untuk informasi yang dimana semua itu
mempengaruhi kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki.

Gambar 4.28 Marka, Perambuan Pada Segmen II


94

C. Segmen III
Pada segmen III marka, perambuan, dan papan informasi yang dapat
dijumpai yaitu marka kuning berbiku sebagai larangan parkir, rambu
larangan parkir di trotoar, rambu larangan buang sampah dan papan nama
jalan.

Gambar 4.29 Marka, Perambuan, Papan Informasi Pada


Segmen III

7. Halte
Untuk halte dari keseluruhan segmen hanya tersedia pada segmen III dan
terdapat dua titik halte pada lajur kiri dan kanan koridor. Halte yang
merupakan fasilitas transit untuk moda angkutan umum ini belum bisa
dikatakan baik dengan persebaran yang minim dan tidak memiliki zona
perhentian khusus untuk kendaraan umum, akibatnya, kendaraan umum yang
berhenti menghalangi laju kendaraan lain di belakangnya.
95

Gambar 4.30 Fasilitas Pendukung Halte Pada Segmen III

4.3.3 Infrastruktur Bagi Penyandang Cacat


A. Segmen I
Infrastruktur bagi penyandang cacat pada segmen I yaitu berupa blok
pemandu dan ramp atau pelandai yang tersedia hampir pada keseluruhan jalur
pejalan kaki. Kondisi blok pemandu sendiri banyak mengalami kerusakan dan
instalasi yang buruk dengan banyaknya blok pemandu yang terputus serta tipe
blok pemandu yang ada hanya blok pengarah tanpa adanya blok peringatan
bagi penyandang cacat.

Gambar 4.31 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen I


96

B. Segmen II
Infrastruktur bagi penyandang cacat pada segmen II yaitu berupa blok
pemandu dan ramp atau pelandai yang tersedia pada jalur pejalan kaki yang
ada. Kondisi blok pemandu sendiri mengalami kerusakan dan instalasi yang
buruk dengan banyaknya blok pemandu yang terputus serta tipe blok
pemandu yang ada hanya blok pengarah tanpa adanya blok peringatan bagi
penyandang cacat.

Gambar 4.32 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen II

C. Segmen III
Pada segmen III infrastruktur bagi penyandang cacat yang tersedia yaitu
berupa blok pemandu dan ramp atau pelandai. Kondisi blok pemandu sendiri
banyak mengalami kerusakan dan tipe blok pemandu yang ada hanya blok
pengarah tanpa adanya blok peringatan bagi penyandang cacat, sementara
untuk ketersediaan ramp masih belum merata terutama pada perpotongan
jalur pejalan kaki dengan jalan.
97

Gambar 4.33 Infrastruktur Distabilitas Pada Segmen III

4.3.4 Hambatan/Kendala Jalur Pejalan Kaki


A. Segmen I
Pada segmen I banyak ditemui hambatan atau kendala di beberapa titik
pada jalur pejalan kaki yaitu berupa tiang listrik, parkir kendaraan diatas
trotoar, PKL, hingga patung. Kondisi tersebut tentu mengurangi lebar efektif
dari jalur pejalan kaki itu sendiri dan mengganggu kenyamanan pejalan kaki
yang melintas.

Gambar 4.34 Hambatan/Kendala Pada Segmen I


98

B. Segmen II
Hambatan atau kendala pada segmen II yang ditemui yaitu berupa pos
jaga yang berdiri persis di tengah jalur pejalan kaki dan hanya menyisakan
sedikit akses untuk melintas, keberadaan badan pohon yang tumbuh juga
mengurangi akses untuk melintas pejalan kaki, keberadaan tiang listrik
ditegah jalur pejalan kaki, dan keberadaan parkir On Street juga menjadi
hambatan bagi pejalan kaki.

Gambar 4.35 Hambatan/Kendala Pada Segmen II

C. Segmen III
Pada segmen III hambatan atau kendala yang ditemui yaitu berupa
keberadaan PKL pada sisi taman Trunojoyo dan keberadaan parkir di badan
trotoar juga masih bisa ditemukan. Kondisi tersebut tentu mengurangi lebar
efektif dari jalur pejalan kaki itu sendiri dan mengganggu kenyamanan pejalan
kaki yang melintas.
99

Gambar 4.36 Hambatan/Kendala Pada Segmen III

4.3.5 Fasilitas Penyeberangan


A. Segmen I
Fasilitas penyeberangan pada segmen I hanya terdapat pada 2 (Dua) titik
yaitu pada sisi barat persimpangan dengan Jl. Jend. Basuki Rahmat yang
merupakan jenis penyeberangan di persimpangan dengan lampu pemberi
isyarat lalu lintas dan di depan Masjid Jend Ahmad Yani yang merupakan
penyeberangan di tengah ruas tanpa lampu pemberi isyarat lalu lintas.
Gambar 4.37 Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen I
100

B. Segmen II
Pada segmen II Fasilitas penyeberangan tidak tersedia sama sekali
meskipun pada segmen II memiliki banyak persimpangan jalan dan titik akses
bagi pejalan kaki. Tidak adanya jalur penyeberangan yang khusus disediakan
menyebabkan pejalan kaki menyeberang secara sembarangan, selain
berbahaya dari aspek keselamatan juga dapat mengganggu kelancaran lalu
lintas kendaraan bermotor.

C. Segmen III
Fasilitas penyeberangan pada segmen III hanya terdapat pada 2 (Dua)
titik yaitu pada sisi timur perpotongan dengan Jl. Trunojoyo yang merupakan
jenis penyeberangan di persimpangan tanpa lampu pemberi isyarat lalu lintas.
Adapun kedua fasilitas penyeberangan yang tersedia berjenis penyeberangan
sebidang berupa zebra cross.

Gambar 4.38 Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen III

4.4 Karakteristik Pejalan kaki


Karakteristik pejalan kaki merupakan pola pergerakan dan perilaku dari
pejalan kaki dalam memanfaatkan fasilitas pejalan kaki yang tersedia.
Karakteristik pejalan kaki pada koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
Kota Malang dikelompokkan menurut jenis kelamin, usia, tujuan pergerakan,
sarana/moda pergerakan, intensitas berjalan kaki, waktu pergerakan, durasi
dan jarak pergerakan.

4.4.1 Jenis Kelamin


Pejalan kaki yang ada hampir terbagi rata antara pria (56%) dan
wanita (44%). Persebaran jenis kelamin yang memiliki proporsi yang tidak
101

jauh beda antara pria dan wanita diharapkan dapat menunjang keseimbangan
antar persepsi dari tiap gender tersebut.

Diagram 4.1 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Jenis Kelamin

44% Pria
56% Wanita

4.4.2 Usia
Mayoritas pejalan kaki berada pada kelompok usia 16–30 tahun
(40%), disusul kelompok usia 31-50 tahun (32%). Karakteristik pejalan kaki
menurut usia memiliki pengaruh terhadap perilaku pejalan kaki saat berjalan
kaki, Pejalan kaki yang berusia muda umumnya berjalan kaki lebih cepat
dibanding yang lebih tua (White, 2011).

Diagram 4.2 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Usia

8%
20% 0-15 Tahun
16-30 Tahun
40% 31-50 Tahun
32% >51 Tahun

4.4.3 Tujuan Pergerakan/Perjalanan


Karakteristik pejalan kaki dengan tujuan ekonomi memiliki
persentase tertinggi (34%). Karakteristik pejalan kaki menurut tujuan
digunakan untuk melihat dominasi pergerakan pejalan kaki pada koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara yaitu adalah tujuan ekonomi, berarti kegiatan
berjalan kaki yang didorong oleh kebutuhan ekonomi pejalan kaki, misalnya
seseorang berjalan kaki untuk menuju tempat kerja (Tamin, 2008).
102

Diagram 4.3 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Tujuan


Pergerakan

Ekonomi/ Bekerja
8%
34% Interaksi Sosial
26%
Pendidikan
Rekreasi dan Hiburan
16% 16%
Peribadatan

4.4.4 Sarana/Moda Pergerakan


Sarana/moda pergerakan yang paling banyak digunakan untuk
tiba/melanjutkan perjalanan di sepanjang koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara adalah dengan berjalan kaki penuh (44%), disusul sarana
kendaraan pribadi (40%), dan moda transportasi umum (16%). Dengan
karakteristik berjalan kaki penuh menunjukkan bahwa minat pejalan kaki
cukup tinggi untuk memanfaatkan berjalan kaki sebagai moda utama
sepenuhnya digunakan dari tempat asal sampai tujuan.

Diagram 4.4 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Sarana/Moda


Pergerakan

16% Berjalan Kaki Penuh


44% Kendaraan Pribadi
40% Transportasi Umum

4.4.5 Intensitas Berjalan Kaki


Pejalan kaki yang beraktivitas di sepanjang koridor Jalan Kahuripan-
Tugu-Kertanegara menunjukkan dominasi pejalan kaki dengan intensitas
sangat sering (36%), intensitas sering (30%), dan intensitas cukup sering
(20%). Karakteristik pejalan kaki menurut intensitas berjalan kaki juga
menunjukkan bahwa minat berjalan kaki cukup tinggi sebagai cara
bertransportasi.
103

Diagram 4.5 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Intensitas


Berjalan Kaki

2%
Sangat Sering (>5 Kali Dalam Seminggu)
12%
Sering (1-4 Kali Dalam Seminggu)
36%
20% Cukup Sering (1-4 Kali Dalam 2 Minggu)
Jarang (1-4 Kaki Dalam Sebulan)
30%
Sangat Jarang (1-4 Kaki Dalam Tiga Bulan)

4.4.6 Waktu Pergerakan


Karakteristik pejalan kaki menurut waktu pergerakan/aktivitasnya
paling bayak adalah pada sore hari (46%), disusul pada pagi hari (34%), siang
hari (10%) dan malam hari (10%). Karakteristik waktu pergerakan
dipengaruhi oleh tujuan perjalanan pejalan kaki itu sendiri dan berkaitan
dengan aktivitas ruang di sekitarnya. pejalan kaki dengan waktu pergerakan
pagi hari dipengaruhi kegiatan ekonomi, bekerja dan sekolah, puncaknya pada
pukul 6.00 – 8.00. Siang hari merupakan kegiatan berjalan kaki yang juga
berhubungan dengan tempat bekerja dan sekolah dimana puncaknya terjadi
pada pukul 11.00 – 13.00. Pada sore hari merupakan waktu yang paling sering
digunakan pejalan kaki untuk melakukan pergerakan karena sore hari adalah
waktu puncak pulang dari tempat bekerja dan sekolah serta aktivitas rekreasi
dan interaksi sosial pada pukul 16.00 – 18.00.

Diagram 4.6 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Waktu


Pergerakan

10% Pagi (05:00-10:00)


34% Siang (10:01-14:00)
Sore (14:01-18:00)
46%
10% Malam (18:01-22:00)

4.4.7 Durasi dan Jarak Pergerakan


Karakteristik pejalan kaki dalam melakukan pergerakan/aktivitas
berdasarkan durasi dan jarak yang biasa ditempuh menunjukkan mayoritas
pergerakan jarak pendek hingga menegah <500 m (36%), 0.5-1 Km (30%)
104

dan 1-3 Km (26%), dengan rata-rata durasi perjalanan <15 Menit (36%), 16-
30 Menit (32%) dan 31-60 Menit (22%). Sirkulasi pergerakan pejalan kaki
umumnya hanya berlangsung di dalam lokasi kawasan penelitian ataupun
menjangkau hingga keluar dari kawasan perencanaan tetapi tujuan yang dapat
ditempuh dalam jarak dekat.

Diagram 4.7 Karakteristik Pejalan Kaki Menurut Durasi &


Jarak Pergerakan

10% <15 Menit


36% 16-30 Menit
22%
31-60 Menit
>61 Menit
32%

8%
<500 m
26% 36% 0.5-1 Km
1-3 Km
>3 Km
30%
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan memaparkan hasil analisa dan pembahasannya. Di
dalam penataan jalur pejalan kaki dengan konsep walkability di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang dilakukan berdasarkan temuan
kondisi di lapangan dan hasil tanggapan pengguna jalur pejalan kaki terhadap
kualitas atau tingkat walkability jalur pejalan kaki di lokasi penelitian.
Penataan jalur pejalan kaki dilakukan dengan mengacu pada parameter-
parameter dalam Global Walkability Index dan tentunya dengan tetap
memperhatikan kondisi eksisting jalur pejalan kaki yang ada sehingga dapat
mencapai kondisi lingkungan yang walkable bagi pejalan kaki di ketiga
segmen Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara. Untuk arahan penataan jalur
pejalan kaki difokuskan pada peningkatan aspek-aspek walkability yang
masih minim atau belum optimal dari hasil observasi kondisi fisik dan hasil
penilaian tingkat walkability yang didapatkan.

5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Berdasarkan Persepsi


Pengguna
Pengukuran tingkat walkability dilakukan dengan analisis Global
Walkability Index untuk mendapatkan nilai persepsi pengguna jalur pejalan
kaki terhadap kualitas jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-
Kertanegara. Pengambilan persepsi/tanggapan pengguna jalur pejalan kaki
menggunakan metode pengumpulan data kuesioner yang berisi karakteristik
pejalan kaki beserta karakteristik perjalanannya dan tanggapan terhadap
kualitas jalur pejalan kaki pada setiap segmen lokasi penelitian.

Menggunakan sembilan parameter yang digunakan, responden diminta


menilai kondisi rute berjalannya (yang berupa persepsi) pada setiap segmen
koridor yang menjadi wilayah penelitian dengan memilih skor 1 (Satu) sampai
dengan 5 (Lima) untuk masing-masing parameter di mana skor 1 adalah yang
terendah (kondisi terburuk) dan 5 adalah yang tertinggi (kondisi terbaik).
Kemudian skor rata-rata dari setiap parameter diterjemahkan ke dalam sistem
peringkat dari 0 (skor terendah) hingga 100 (skor tertinggi) lalu untuk
mendapatkan indeks walkability, keseluruhan skor dari seluruh parameter
dijumlahkan dengan melalui pembobotan pada setiap parameternya.

5.1.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen I


Segmen I terletak pada sisi barat koridor yaitu keseluruhan ruas Jalan
Kahuripan, merupakan tipe jalan dua lajur dua arah tak terbagi, dengan
panjang ruas 440 m, lebar jalur 8 meter dan RUMIJA 15m, memiliki
mayoritas penggunaan lahan perdagangan & jasa, peribadatan, dan
pertahanan dan keamanan.

105
106

Pada tabel 5.1 dibawah ditampilkan tanggapan pengguna jalur pejalan


kaki yang telah dikelompokkan berdasarkan kelompok pertanyaan menurut
parameter walkability jalur pejalan kaki. Skor yang didapat pada setiap
parameter kemudian dikategorikan pada kelompok peringkat mulai dari
sangat baik, baik, sedang, buruk, hingga sangat buruk. Lalu untuk
mendapatkan indeks walkability, keseluruhan skor dari seluruh parameter
dijumlahkan dengan melalui pembobotan pada setiap parameternya. Hasil
pengukuran tingkat walkability yang didapat kemudian dijabarkan secara
deskriptif.

Tabel 5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen I


Nilai
No. Parameter Bobot Keterangan
Walkability
Ketersediaan Jalur
1. 25 70.59 Baik
Pejalan Kaki
Ketersediaan Fasilitas
2. 10 62.35 Sedang
Pendukung
Infrastruktur Bagi
3. 10 64.71 Sedang
Penyandang Cacat
4. Hambatan/Kendala 10 65.88 Sedang
Ketersediaan Fasilitas
5. 10 63.53 Sedang
Penyeberangan
Keselamatan Pejalan
6. Kaki Dalam 10 58.82 Sedang
Menyeberang
Perilaku Pengendara
7. 5 55.29 Sedang
Kendaraan Bermotor
Konflik Jalur Pejalan
8. Kaki Dengan Moda 15 63.53 Sedang
Transportasi Lain
Keamanan Dari
9. 5 84.71 Baik
Tindak Kejahatan
Total Nilai Walkability 65.71 Sedang
Sumber: Hasil Analisa 2021

Nilai walkability tertinggi untuk segmen I: Jalan Kahuripan diperoleh


pada parameter 9 (Keamanan dari tindak kejahatan (84.71)) dan parameter 1
(Ketersediaan jalur pejalan kaki (70.59)). Sebaliknya nilai terendah adalah
pada parameter 7 (Perilaku pengendara kendaraan bermotor (55.29)), disusul
parameter 6 (Keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang (58.82)) dan
parameter 5 (Ketersediaan fasilitas penyeberangan (63.53)). Ketiga kondisi
107

parameter tersebut menujukkan kurangnya fasilitas penyeberangan yang


berpengaruh langsung terhadap keselamatan pejalan kaki dan sikap
pengendara kendaraan bermotor ketika pejalan kaki menyeberang.
Selanjutnya untuk parameter 2 (Ketersediaan fasilitas pendukung (62.35)),
parameter 3 (Infrastruktur bagi penyandang cacat (64.71)), parameter 4
(Hambatan/kendala (65.88)), dan parameter 8 (Konflik jalur pejalan kaki
dengan moda transportasi lain (63.53)) masih berada pada kategori sedang dan
dapat dioptimalkan. Sehingga demikian total nilai walkability yang sudah
dijumlahkan berdasarkan masing-masing bobot per parameter untuk segmen
I adalah 65.71 yang tergolong tingkat walkability sedang (Beberapa fasilitas
dapat dijangkau dengan berjalan kaki).

5.1.2 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen II


Segmen II terletak pada bagian tengah koridor yaitu keseluruhan ruas
Jalan Tugu, merupakan tipe jalan bundaran (Roundabout) dua lajur satu arah
dengan lebar 13m dan RUMIJA 20m, memiliki mayoritas penggunaan lahan
perkantoran, pendidikan, dan RTH.

Pada tabel 5.2 dibawah ditampilkan tanggapan pengguna jalur pejalan


kaki yang telah dikelompokkan berdasarkan kelompok pertanyaan menurut
parameter walkability jalur pejalan kaki. Skor yang didapat pada setiap
parameter kemudian dikategorikan pada kelompok peringkat mulai dari
sangat baik, baik, sedang, buruk, hingga sangat buruk. Lalu untuk
mendapatkan indeks walkability, keseluruhan skor dari seluruh parameter
dijumlahkan dengan melalui pembobotan pada setiap parameternya. Hasil
pengukuran tingkat walkability yang didapat kemudian dijabarkan secara
deskriptif.

Tabel 5.2 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen II


Nilai
No. Parameter Bobot Keterangan
Walkability
Ketersediaan Jalur
1. 25 55.00 Sedang
Pejalan Kaki
Ketersediaan Fasilitas
2. 10 61.25 Sedang
Pendukung
Infrastruktur Bagi
3. 10 37.50 Buruk
Penyandang Cacat
4. Hambatan/Kendala 10 61.25 Sedang
Ketersediaan Fasilitas
5. 10 30.00 Buruk
Penyeberangan
108

Nilai
No. Parameter Bobot Keterangan
Walkability
Keselamatan Pejalan
6. Kaki Dalam 10 48.75 Buruk
Menyeberang
Perilaku Pengendara
7. 5 53.75 Sedang
Kendaraan Bermotor
Konflik Jalur Pejalan
8. Kaki Dengan Moda 15 72.50 Baik
Transportasi Lain
Keamanan Dari
9. 5 85.00 Baik
Tindak Kejahatan
Total Nilai Walkability 55.44 Sedang
Sumber: Hasil Analisa 2021

Nilai walkability pada segmen II: Jalan Tugu diperoleh nilai tertinggi
pada parameter 9 (Keamanan dari tindak kejahatan (85.00)) dan parameter 8
(Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi lain (72.50)), pengguna
jalur pejalan kaki memberikan respon positif untuk tingkat keamanan oleh
lokasi yang merupakan kawasan pusat kota dengan aktivitas yang cukup ramai
sehingga minim kejahatan. Untuk nilai walkability pada parameter 1
(Ketersediaan jalur pejalan kaki (55.00)), parameter 3 (Infrastruktur bagi
penyandang cacat (37.50)), parameter 5 (Ketersediaan fasilitas
penyeberangan (30.00)), dan parameter 6 (Keselamatan pejalan kaki dalam
menyeberang (48.75)) mendapati nilai terendah, ini menunjukkan penyediaan
infrastruktur penunjang kenyamanan dan keselamatan bagi pejalan kaki masih
minim. Pemenuhan aspek-aspek pada parameter tersebut dirasa sangat perlu,
mengingat kawasan ini merupakan ruang publik yang seharusnya dapat
memfasilitasi semua kebutuhan pengguna di dalamnya termasuk pejalan kaki
dan penyandang cacat. Secara keseluruhan nilai walkability pada segmen II
adalah 55.44 yang tergolong tingkat walkability sedang (Beberapa fasilitas
dapat dijangkau dengan berjalan kaki).

5.1.3 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Segmen III


Segmen III pada sisi timur koridor yaitu keseluruhan ruas Jalan
Kertanegara, merupakan tipe jalan empat lajur dua arah terbagi (Median)
dengan panjang ruas 230m, lebar 35m, dan RUMIJA 44m, memiliki
mayoritas penggunaan lahan perdagangan & jasa dan RTH.

Pada tabel 5.3 dibawah ditampilkan tanggapan pengguna jalur pejalan


kaki yang telah dikelompokkan berdasarkan kelompok pertanyaan menurut
parameter walkability jalur pejalan kaki. Skor yang didapat pada setiap
parameter kemudian dikategorikan pada kelompok peringkat mulai dari
109

sangat baik, baik, sedang, buruk, hingga sangat buruk. Lalu untuk
mendapatkan indeks walkability, keseluruhan skor dari seluruh parameter
dijumlahkan dengan melalui pembobotan pada setiap parameternya. Hasil
pengukuran tingkat walkability yang didapat kemudian dijabarkan secara
deskriptif.

Tabel 5.3 Pengukuran Tingkat Walkability Segmen III

Nilai
No. Parameter Bobot Keterangan
Walkability
Ketersediaan Jalur
1 25 78.82 Baik
Pejalan Kaki
Ketersediaan Fasilitas
2 10 77.65 Baik
Pendukung
Infrastruktur Bagi
3 10 67.06 Sedang
Penyandang Cacat
4 Hambatan/Kendala 10 74.12 Baik
Ketersediaan Fasilitas
5 10 49.41 Buruk
Penyeberangan
Keselamatan Pejalan
6 Kaki Dalam 10 68.24 Sedang
Menyeberang
Perilaku Pengendara
7 5 68.24 Sedang
Kendaraan Bermotor
Konflik Jalur Pejalan
8 Kaki Dengan Moda 15 75.29 Baik
Transportasi Lain
Keamanan Dari
9 5 84.71 Baik
Tindak Kejahatan
Total Nilai Walkability 72.29 Baik
Sumber: Hasil Analisa 2021

Pada segmen III: Jalan Kertanegara mendapatkan rata-rata nilai yang


lebih baik di daripada kedua segmen sebelumnya dengan nilai tertinggi pada
parameter 9 (Keamanan dari tindak kejahatan (84.71)), parameter 1
(Ketersediaan jalur pejalan kaki (78.82)), parameter 2 (Ketersediaan fasilitas
pendukung (77.65)), parameter 8 (Konflik jalur pejalan kaki dengan moda
transportasi lain (75.29)), dan parameter 4 (Hambatan/kendala (74.12)).
Sementara untuk parameter 5 (Ketersediaan fasilitas penyeberangan (49.41)),
parameter 3 (Infrastruktur bagi penyandang cacat (67.06)), parameter 6
(Keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang (68.24)), dan parameter 7
(Perilaku pengendara kendaraan bermotor (68.24)) masih berada pada
110

kategori sedang dan semestinya dapat dioptimalkan dengan pemenuhan


sarana dan prasarana fisik penunjang kenyamanan dan keselamatan bagi
semua pengguna ruang. Secara keseluruhan nilai walkability pada segmen III
adalah 72.29 yang tergolong tingkat walkability baik (Sebagian besar kegiatan
dapat dilakukan dengan berjalan kaki).

Diagram 5.1 Pengukuran Tingkat Walkability Pada Setiap


Segmen
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
70.59
#1 Ketersediaan Jalur Pejalan Kaki 55.00
78.82
#2 Ketersediaan Fasilitas 62.35
Pendukung 61.25
77.65
#3 Infrastruktur Bagi Penyandang 64.71
Cacat 37.50
67.06
65.88
#4 Hambatan/Kendala 61.25
74.12
#5 Ketersediaan Fasilitas 63.53
Penyeberangan 30.00
49.41
#6 Keselamatan Pejalan Kaki 58.82
Dalam Menyeberang 48.75
68.24
#7 Perilaku Pengendara Kendaraan 55.29
Bermotor 53.75
68.24
#8 Konflik Jalur Pejalan Kaki 63.53
Dengan Moda Transportasi Lain 72.50
75.29
#9 Keamanan Dari Tindak 84.71
Kejahatan 85.00
84.71
65.71
Total Nilai Walkability 55.44
72.29
Segmen I Segmen II Segmen III
Sumber: Hasil Analisa 2021

Pada diagram 5.1 menunjukkan perolehan nilai walkability pada


masing-masing segmen mengenai kondisi kualitas fasilitas pejalan kaki yang
111

ada pada lokasi penelitian. Hasil pengukurannya yang dapat dilihat pada
diagram 5.1 menunjukkan segmen III memperoleh nilai walkability tertinggi
dengan nilai 72.29 yang berarti memiliki tingkat walkability baik, diikuti oleh
segmen I dengan nilai 65.71 yang berarti memiliki nilai walkability sedang,
dan terakhir segmen II mendapatkan nilai walkability terendah dengan nilai
55.44 yang tergolong tingkat walkability sedang.
5.2 Kompilasi Hasil Analisa
Pada sub-bab ini berisikan hasil dari amatan dan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, melalui perbandingannya dengan
kondisi fisik eksisting dan tanggapan nilai walkability yang tersaji dalam kolom analisis untuk kemudian akan dirumuskan menjadi
sebuah kriteria penataan koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara Kota Malang dengan juga berpedoman pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 3 tahun 2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.

Tabel 5.4 Kompilasi Hasil Analisa

Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Segmen I
Ketersediaan jalur • Jalur pejalan • Ketersediaan jalur • Lebar jalur minimal • Penyeragaman dimensi
pejalan kaki kaki tersedia pejalan kaki dinilai 1,5 meter untuk jalur pejalan kaki pada
penuh. baik dengan kondisi menunjang lebar 2 meter dengan
• Dimensi lebar jalur pejalan kaki kenyamanan berjalan ketinggian dari
1,5-2 Meter. yang tersedia penuh. kaki dan memiliki permukaan jalan 0,2
• Kondisi • Dimensi lebar ideal perkerasan meter
perkerasan hingga 2 meter. permukaan dengan • perbaikan perkerasan
rusak. • Kondisi perkerasan pola tertentu dan permukaan jalur pejalan
yang rusak tidak mudah kaki
dibeberapa titik. tergenang air.
(Permen PU
03/Prt/M/2014)

112
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan fasilitas • Lampu • Ketersediaan fasilitas • Penyediaan fasilitas • Penyediaan lampu
pendukung penerangan, pendukung dinilai pendukung berupa penerangan diperlukan
Tempat duduk, sedang dengan Jalur hijau, lampu adanya penambaha,
Bollard dan fasilitas pendukung penerangan, tempat penataan dan
Tempat sampah yang harus tersedia duduk, bollard, penyeragaman desain
belum optimal. adalah jalur hijau, Tempat sampah, bentuk lampu penerangan
lampu penerangan, Marka, perambuan • Peletakan tempat duduk
tempat duduk, pagar dan papan informasi, pada sepanjang jalur
pengaman, tempat Halte (Permen PU pejalan kaki dengan jarak
sampah, 03/Prt/M/2014) peletakan setiap 20 meter
marka/rambu. atau pada titik-titik
pertemuan.
• Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-titik
rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada
akses penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20 meter,
jenis tempat sampah

113
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
terpilah, bentuk desain
seragam, dan material
yang digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi seperti
metal.
Infrastruktur bagi • Terdapat blok • Infrastruktur bagi • Dapat diakses oleh • perbaikan pada blok
penyandang cacat pemandu penyandang cacat semua orang pemandu sesuai standar
dengan kondisi mendapat nilai termasuk yang teknis
rusak sedang dengan sudah menyandang • Penyediaan
dibeberapa titik. tersedianya blok disabilitas ramp/pelandaian pada
• Tersedianya pemandu • Memiliki blok setiap perpotongan jalur
Ramp/pelandaia • Ramp/pelandaian pemandu dan ramp pejalan kaki
n pada jalur sudah tersedia pada (Permen PU
pejalan kaki. perpotongan jalur 03/Prt/M/2014)
pejalan kaki.

114
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Hambatan/Kendala • Terdapat objek • Keberadaan • Jalur mudah dicapai • Jalur pejalan kaki harus
hambatan/kend Hambatan/Kendala oleh pengguna dan bebas dari aktivitas lain
ala berupa mendapat nilai tidak terdapat seperti kegiatan PKL dan
tiang, patung, sedang dengan halangan di sepanjang parkir liar kendaraan
parkir liar, keberadaan tiang, jalur bermotor.
PKL. patung, parkir liar, • Antar jalur pejalan • Menata kembali tiang-
dan PKL. kaki harus saling tiang yang berdiri di
terhubung dan tengah jalur pejalan kaki.
menerus ke jalur
pejalan kaki lainnya
(Permen PU
03/Prt/M/2014).

115
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan fasilitas • Terdapat Zebra • Ketersediaan fasilitas • Fasilitas • Penyediaan fasilitas
penyeberangan cross di 2 (Dua) penyeberangan penyeberangan penyeberangan berupa
titik. mendapat nilai dipasang di kaki zebra-cross pada masing-
sedang dengan hanya persimpangan tanpa masing titik
tersedia dua titik atau dengan alat persimpangan jalan
fasilitas pemberi isyarat lalu dilengkapi marka dan
penyeberangan. lintas atau di ruas rambu.
jalan dengan jenis
berdasarkan
kebutuhan lokasi
(Permen
PU03/Prt/M/2014)

116
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Segmen II
Ketersediaan jalur • Jalur pejalan • Ketersediaan fasilitas • Lebar jalur minimal • Pemenuhan jalur pejalan
pejalan kaki kaki tidak pejalan kaki 1,5m untuk kaki pada keseluruhan
tersedia penuh. mendapat nilai menunjang sisi jalan yang belum
• Dimensi lebar sedang dengan kenyamanan berjalan memiliki jalur pejalan
1-2 meter. kondisi jalur pejalan kaki dan memiliki kaki
kaki yang tidak perkerasan • Penyeragaman dimensi
tersedia penuh. permukaan dengan jalur pejalan kaki pada
• Lebar jalur pejalan pola tertentu dan lebar 2 meter dengan
kaki yang tersedia 1-2 tidak mudah ketinggian dari
meter. tergenang air (Permen permukaan jalan 0,2
PU 03/Prt/M/2014) meter dan
• Perbaikan perkerasan
permukaan jalur pejalan
kaki
Ketersediaan fasilitas • Lampu • Ketersediaan fasilitas • Penyediaan fasilitas • Penyediaan lampu
pendukung penerangan, pendukung mendapat pendukung berupa penerangan diperlukan
Tempat duduk, nilai sedang dengan Jalur hijau, lampu adanya penambaha,
Bollard dan fasilitas pendukung penerangan, tempat penataan dan
Tempat sampah yang harus tersedia duduk, bollard, penyeragaman desain
belum optimal. adalah jalur hijau, Tempat sampah, bentuk lampu penerangan
lampu penerangan, Marka, perambuan • Peletakan tempat duduk
tempat duduk, pagar dan papan informasi, pada sepanjang jalur

117
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
pengaman, tempat Halte (Permen PU pejalan kaki dengan jarak
sampah, 03/Prt/M/2014) peletakan setiap 20 meter
marka/rambu. atau pada titik-titik
pertemuan.
• Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-titik
rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada
akses penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20 meter,
jenis tempat sampah
terpilah, bentuk desain
seragam, dan material
yang digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi seperti
metal.

118
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Infrastruktur bagi • Terdapat blok • Infrastruktur bagi • Dapat diakses oleh • Perbaikan pada blok
penyandang cacat pemandu penyandang cacat semua orang pemandu sesuai standar
dengan kondisi dinilai buruk dengan termasuk yang teknis dan
rusak kondisi blok pemandu menyandang • Penyediaan
dibeberapa titik. yang rusak. disabilitas. ramp/pelandaian pada
• Tersedianya • Ramp/pelandaian • Memiliki blok setiap perpotongan jalur
Ramp/pelandaia yang tersedia. pemandu dan ramp pejalan kaki.
n pada jalur (Permen PU
pejalan kaki. 03/Prt/M/2014).
Hambatan/Kendala • Terdapat objek • Keberadaan • Jalur mudah dicapai • Menempatkan jalur
hambatan/kend Hambatan/Kendala oleh pengguna dan pejalan kaki menghindari
ala berupa mendapat nilai tidak terdapat keberadaan badan pohon
bangunan, sedang dengan halangan di sepanjang dan bangunan yang sudah
badan pohon, keberadaan badan jalur berdiri
dan tiang. bangunan, pohon, dan • Antar jalur pejalan • Menata kembali tiang-
tiang. kaki harus saling tiang yang berdiri di
terhubung dan tengah jalur pejalan kaki
menerus ke jalur
pejalan kaki lainnya
(Permen PU
03/Prt/M/2014)

119
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan fasilitas • Tidak tersedia • Ketersediaan fasilitas • Fasilitas • Penyediaan fasilitas
penyeberangan fasilitas penyeberangan dinilai penyeberangan penyeberangan berupa
penyeberangan buruk dikarenakan dipasang di kaki zebra-cross pada masing-
tidak tersedianya persimpangan tanpa masing titik
fasilitas atau dengan alat persimpangan jalan
penyeberangan. pemberi isyarat lalu dilengkapi marka dan
lintas atau di ruas rambu
jalan dengan jenis
berdasarkan
kebutuhan lokasi
(Permen PU
03/Prt/M/2014)
Segmen III

120
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan jalur • Jalur pejalan • Ketersediaan jalur • Lebar jalur minimal • Perbaikan perkerasan
pejalan kaki kaki tersedia pejalan kaki dinilai 1,5m untuk permukaan jalur pejalan
penuh. baik dengan telah menunjang kaki dengan karakteristik
• Dimensi lebar 1 tersedianya jalur kenyamanan berjalan bentuk dan desain yang
dan 2 Meter. pejalan kaki secara kaki dan memiliki seragam
• Kondisi penuh dengan perkerasan • Penyeragaman dimensi
perkerasan dimensi lebar hingga permukaan dengan jalur pejalan kaki pada
rusak. 2 meter, tetapi tetap pola tertentu dan lebar 2,5 meter dengan
dapat dijumpai tidak mudah ketinggian dari
kerusakan pada tergenang air. permukaan jalan 0,2
permukaan jalur (Permen PU meter
pejalan kaki. 03/Prt/M/2014)
Ketersediaan fasilitas • Jalur hijau, • Ketersediaan fasilitas • Penyediaan fasilitas • Penyediaan lampu
pendukung Lampu pendukung dinilai pendukung berupa penerangan diperlukan
penerangan, baik dengan fasilitas Jalur hijau, lampu adanya penambaha,
Tempat duduk, pendukung yang penerangan, tempat penataan dan
dan Tempat harus tersedia adalah duduk, bollard, penyeragaman desain
sampah sudah jalur hijau, lampu Tempat sampah, bentuk lampu penerangan
tersedia. penerangan, tempat Marka, perambuan • Peletakan tempat duduk
duduk, pagar dan papan informasi, pada sepanjang jalur
pengaman, tempat Halte (Permen PU pejalan kaki dengan jarak
sampah, 03/Prt/M/2014) peletakan setiap 20 meter
marka/rambu. atau pada titik-titik
pertemuan.

121
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
• Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-titik
rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada
akses penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20 meter,
jenis tempat sampah
terpilah, bentuk desain
seragam, dan material
yang digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi seperti
metal.
Infrastruktur bagi • Terdapat blok • Infrastruktur bagi • Dapat diakses oleh • Perbaikan pada blok
penyandang cacat pemandu dan penyandang cacat semua orang pemandu sesuai standar
ramp. mendapat nilai termasuk yang teknis dan Penyediaan
sedang dengan sudah menyandang ramp/pelandaian pada
tersedianya blok disabilitas setiap perpotongan jalur
pemandu dan ramp. pejalan kaki

122
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
• Memiliki blok
pemandu dan ramp
(Permen PU
03/Prt/M/2014)
Hambatan/Kendala • PKL • Hambatan/Kendala • Jalur mudah dicapai • Jalur pejalan kaki harus
dinilai baik meskipun oleh pengguna dan bebas dari aktivitas lain
masih dijumpai tidak terdapat seperti kegiatan PKL
aktivitas PKL. halangan di sepanjang yang menutupi jalur
jalur pejalan kaki.
• Antar jalur pejalan
kaki harus saling
terhubung dan
menerus ke jalur
pejalan kaki lainnya
(Permen PU
03/Prt/M/2014)

123
Pengukuran
Aspek Amatan Kondisi Fisik Pedoman/Standar Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan fasilitas • Terdapat Zebra • Ketersediaan fasilitas • Fasilitas • Penyediaan fasilitas
penyeberangan cross di 2 (Dua) penyeberangan dinilai penyeberangan penyeberangan berupa
titik. buruk dengan fasilitas dipasang di kaki zebra-cross pada masing-
penyeberangan hanya persimpangan tanpa masing titik
tersedia di dua titik. atau dengan alat persimpangan jalan
pemberi isyarat lalu dilengkapi marka dan
lintas atau di ruas rambu.
jalan dengan jenis
berdasarkan
kebutuhan lokasi
(Permen PU
03/Prt/M/2014)
Sumber: Hasil Analisa 2021

124
125

5.3 Konsep Penataan Jalur Pejalan Kaki


Pada sub-bab ini akan memaparkan konsep walkability sebagai konsep
penataan jalur pejalan kaki di koridor jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara.
Walkability membahas kualitas fasilitas pejalan kaki dengan memperhatikan
aspek-aspek kenyamanan, keselamatan, dan keamanan bagi pejalan kaki.
Konsep Walkability memiliki beberapa peran penting dalam kehidupan kota,
antara lain sebagai dasar bagi sebuah kota yang berkelanjutan, sebagai
pendorong terjadinya aktivitas sosial, dan sebagai pendorong peningkatan
kesehatan mental dan fisik. Tujuan utama dari penerapan konsep walkability
ini adalah untuk memberikan jaminan kenyamanan, keselamatan dan
keamanan dalam melakukan perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki.
Walkability terjadi jika suatu lingkungan terbangun dengan menyediakan
jalur pejalan kaki yang dapat mendorong orang untuk berjalan kaki, di mana
jalur pejalan kaki tersebut dapat menghubungkan orang tersebut dengan
tujuan perjalanannya serta menyediakan ruang interaksi sosial sekaligus
pemandangan yang menarik di sepanjang perjalanannya.

5.3.1 Aspek Kenyamanan


Pengukuran Global Walkability Index (GWI) yang dikembangkan
Krambeck (2006) terdiri dari variabel kenyamanan (yang mencerminkan
kenyamanan dan daya tarik jaringan pejalan kaki), dan keselamatan dan
keamanan (menentukan keselamatan dan keamanan lingkungan berjalan).
Variabel kenyamanan membahas mengenai elemen-elemen jalur pejalan kaki
yang dapat memberikan kemudahan untuk dilalui pejalan kaki dengan
indikator-indikator mulai dari ketersediaan jalur pejalan kaki, ketersediaan
fasilitas pendukung (jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, tempat
sampah, halte), infrastruktur bagi penyandang cacat, dan kondisi hambatan
pejalan kaki.

• Jalur Pejalan Kaki


Jalur pejalan kaki adalah area dari koridor sisi jalan yang secara
khusus digunakan untuk area pejalan kaki. Area ini harus dibebaskan
dari seluruh rintangan, berbagai objek yang menonjol dan penghalang
vertikal yang berbahaya bagi pejalan kaki dan bagi yang memiliki
keterbatasan indera penglihatan. Pada jalur pejalan kaki orang dapat
berjalan dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan arah
berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa
menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki. Lebar efektif
minimum jalur pejalan kaki berdasarkan kebutuhan orang adalah
60cm ditambah 15cm untuk bergoyang tanpa membawa barang,
sehingga kebutuhan total minimal untuk 2 (dua) orang pejalan kaki
berpapasan menjadi 150cm.
126

Gambar 5.1 Konsep Penataan Jalur Pejalan Kaki

• Jalur Hijau
Jalur hijau berfungsi sebagai Peneduh, buffer antara jalur pejalan
kaki dengan jalur kendaraan bermotor, sebagai penyangga dan
menjadi tempat untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan.
Kondisi jalur pejalan kaki yang rindang merupakan kondisi yang
ideal, penggunaan pepohonan bertajuk lebar dan lebat secara efektif
dapat menghindarkan panas matahari terutama pada waktu matahari
terik.

Gambar 5.2 Konsep Penataan Jalur Hijau

• Lampu Penerangan
Keberadaan titik lampu yang baik sebaiknya berada pada jarak
yang konstan dan tersedia di setiap sisi jalur pejalan kaki. Selain
sebagai penunjang kenyamanan pejalan kaki keberadaan lampu
penerangan juga berpengaruh terhadap aspek keamanan pejalan kaki
terutama pada malam hari. Penataan lampu diletakkan dengan jarak
yang konstan dan pada sisi kiri-kanan jalur pejalan kaki.
127

Gambar 5.3 Konsep Penataan Lampu Penerangan

• Tempat Duduk
Penyediaan tempat duduk yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kenyamanan pejalan kaki sebagai tempat beristirahat
dan berinteraksi sosial. Keberadaan tempat duduk sebaiknya
diletakkan di sepanjang jalur pejalan kaki. Tempat duduk dapat
didesain dengan berbagai macam bentuk menyesuaikan kebutuhan.

Gambar 5.4 Konsep Penataan Tempat Duduk

5.3.2 Aspek Keselamatan dan Keamanan


Variabel keselamatan dan keamanan membahas mengenai elemen-
elemen jalur pejalan kaki yang dapat memberikan perlindungan keselamatan
dan rasa aman bagi pejalan kaki dengan indikator-indikator mulai dari
ketersediaan fasilitas penyeberangan, ketersediaan pagar pengamanan, dan
ketersediaan marka bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki.

• Pagar Pengaman/Bollard
Keberadaan pagar pengaman/bollard penting terutama pada
lingkungan dengan aktivitas padat kendaraan bermotor. Peletakan
pengaman/bollard selain efektif menjamin keselamatan pejalan kaki
dari tertabrak kendaraan bermotor dan mencegah jalur pejalan kaki
128

digunakan oleh pengguna kendaraan bermotor terutama untuk parkir.


Dengan penataan, Pagar pengaman/bollard tidak hanya menjadi pagar
pembatas yang monoton, tatapi dapat juga digabungkan untuk
membentuk pembatas ruang yang menarik.

Gambar 5.5 Konsep Penataan Bollard

• Fasilitas Penyeberangan
Penyeberangan bagi pejalan kaki yang efektif dilakukan melalui
penataan berbagai elemen pejalan kaki antara lain, informasi yang
dibutuhkan (rambu-rambu/petunjuk bagi pejalan kaki) yang dapat
dilihat dan diakses seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda tempat
penyeberangan (termasuk tempat penyeberangan bagi pejalan kaki
yang mempunyai keterbatasan fisik). Penyeberangan yang benar
harus dibuat dengan memperhatikan jarak pandang/aksesibilitas yang
tepat. Penyediaan fasilitas penyeberangan berupa penyeberangan
sebidang zebra-cross dengan peletakan diarahkan pada masing-
masing titik persimpangan jalan. Marka dan rambu juga dibutuhkan
dekat dengan fasilitas penyeberangan sehingga pengendaraan
bermotor dapat menyadari keberadaan fasilitas penyeberangan, marka
berupa tanda/garis “zigzag” dari cat berwarna putih harus dipasang
melintang dengan lebar penuh pada ramp pedestrian platform dan
harus didahului dengan pemberian rambu seperti rambu
penyeberangan atau rambu yield.

Gambar 5.6 Konsep Penataan Fasilitas Penyeberangan


129

5.4 Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki


Berdasarkan hasil analisa, kompilasi hasil, hingga kriteria dan konsep
penataan yang didapatkan pada sub-bab sebelumnya, pada sub-bab ini akan
memaparkan lebih dalam untuk arahan penataan pada jalur pejalan kaki untuk
memenuhi aspek walkability yang dilakukan dengan mengacu pada
parameter-parameter dalam Global Walkability Index dan tentunya dengan
tetap memperhatikan kondisi eksisting jalur pejalan kaki yang ada sehingga
dapat mencapai kondisi lingkungan yang walkable bagi pejalan kaki di ketiga
segmen Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara.

5.4.1 Arahan Penataan Pada Segmen I: Jalan Kahuripan


Konsep Walkability yang dikembangkan Krambeck (2006) terdiri dari
variabel kenyamanan (yang mencerminkan kenyamanan dan daya tarik
jaringan pejalan kaki), dan keselamatan dan keamanan (menentukan
keselamatan dan keamanan lingkungan berjalan). Dengan indikator-indikator
mulai dari ketersediaan jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas pendukung
(jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, tempat sampah, halte),
infrastruktur bagi penyandang cacat, kondisi hambatan pejalan kaki,
ketersediaan fasilitas penyeberangan, ketersediaan pagar pengamanan, dan
ketersediaan marka bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki.

Tabel 5.5 Tabel Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada


Segmen I: Jalan Kahuripan

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan jalur pejalan kaki
• Jalur pejalan kaki • Ketersediaan jalur • Penyeragaman dimensi
tersedia penuh. pejalan kaki jalur pejalan kaki pada
• Dimensi lebar dinilai baik lebar 2 meter dengan
1,5-2 Meter. dengan kondisi ketinggian dari
• Kondisi jalur pejalan kaki permukaan jalan 0,2
perkerasan rusak. yang tersedia meter pada keseluruhan
penuh. jalur pejalan kaki di sisi
• Dimensi lebar kiri dan kanan dengan
ideal hingga 2 panjang 440 meter.
meter. • perbaikan perkerasan
• Kondisi permukaan jalur pejalan
perkerasan yang kaki.
rusak dibeberapa
titik.
130

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan fasilitas pendukung
• Lampu • Ketersediaan • Penyediaan lampu
penerangan, fasilitas penerangan diperlukan
Tempat duduk, pendukung dinilai adanya penambaha,
Bollard dan sedang dengan penataan dan
Tempat sampah fasilitas penyeragaman desain
belum optimal. pendukung yang bentuk lampu
harus tersedia penerangan.
adalah jalur hijau, • Peletakan tempat duduk
lampu pada sepanjang jalur
penerangan, pejalan kaki dengan
tempat duduk, jarak peletakan setiap
pagar pengaman, 20 meter atau pada titik-
tempat sampah, titik pertemuan.
marka/rambu. • Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-
titik rawan yang
memerlukan
perlindungan seperti
pada akses
penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20
meter, jenis tempat
sampah terpilah, bentuk
desain seragam, dan
material yang
digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi
seperti metal.
131

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Infrastruktur bagi penyandang cacat
• Terdapat blok • Infrastruktur bagi • perbaikan pada blok
pemandu dengan penyandang cacat pemandu sesuai standar
kondisi rusak mendapat nilai teknis.
dibeberapa titik. sedang dengan • Penyediaan
• Tersedianya sudah tersedianya ramp/pelandaian pada
Ramp/pelandaian blok pemandu. setiap perpotongan jalur
pada jalur pejalan • Ramp/pelandaian pejalan kaki.
kaki. sudah tersedia
pada perpotongan
jalur pejalan kaki.
Hambatan/Kendala
• Terdapat objek • Keberadaan • Jalur pejalan kaki harus
hambatan/kendala Hambatan/Kendal bebas dari aktivitas lain
berupa tiang, a mendapat nilai seperti kegiatan PKL
patung, parkir sedang dengan dan parkir liar
liar, PKL. keberadaan tiang, kendaraan bermotor dan
patung, parkir menata kembali tiang-
liar, dan PKL. tiang dan patung yang
berdiri di tengah jalur
pejalan kaki.
Ketersediaan fasilitas penyeberangan
• Terdapat Zebra • Ketersediaan • Penyediaan fasilitas
cross di 2 (Dua) fasilitas penyeberangan berupa
titik. penyeberangan zebra-cross pada
mendapat nilai masing-masing titik
sedang dengan persimpangan jalan
hanya tersedia yang dilengkapi marka
dua titik fasilitas dan rambu.
penyeberangan.
Sumber: Hasil Analisa 2021

• Jalur pejalan kaki pada segmen I diarahkan pada perbaikan perkerasan


permukaan jalur pejalan kaki dan penyeragaman dimensi jalur pejalan
kaki pada lebar 2 meter dengan ketinggian dari permukaan jalan 0,2
meter. Kriteria material perkerasan adalah material yang tidak licin,
dapat menyerap air, kuat dan mudah dalam perawatannya.
132

Gambar 5.7 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I

• Penataan jalur hijau diarahkan pada pemeliharaan tanaman yang


sudah ada, dan pada beberapa sisi yang belum mendapatkan
peneduhan dilakukan penambahan vegetasi baru pada buffer zone
dengan kriteria tanaman yang perakarannya tidak merusak permukaan
jalur pejalan kaki dan saluran drainase dibawahnya, juga tanpa
mengurangi fungsinya sebagai tanaman peneduh, pengarah pandang,
penyerap air hujan, penyaring debu/polusi dan sebagai peredam
kebisingan dari lingkungan sekitarnya. Contoh tanaman pada jalur
hijau adalah Kiara Payung (Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops
elengi), Ketapang kencana (Terminalia mantaly), Angsana
(Ptherocarphus indicus), Akasia daun besar (Accasia mangium),
Oleander (Nerium oleander), Bugenvil (Bougainvillea sp.), dan Teh-
tehan pangkas (Acalypha sp.).

Gambar 5.8 Penataan Jalur Hijau Pada Segmen I

• Penyediaan lampu penerangan sebagai salah satu elemen street


furniture yang penting keberadaannya pada suatu koridor jalan
sebagai penunjang kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
Diperlukan adanya penambahan, penataan dan penyeragaman desain
bentuk lampu penerangan yang dikhususkan pada jalur pejalan kaki
133

dengan jarak peletakan setiap 10 meter, tinggi maksimal 4 meter, dan


bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal.

Gambar 5.9 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen I

• Penyediaan tempat duduk yang dimaksudkan untuk meningkatkan


kenyamanan pejalan kaki sebagai tempat beristirahat dan berinteraksi
sosial. Peletakan tempat duduk pada sepanjang jalur pejalan kaki
dengan jarak peletakan setiap 20 meter atau pada titik-titik pertemuan,
adapun material yang digunakan adalah material dengan durabilitas
tinggi.

Gambar 5.10 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen I

• Penyediaan tempat sampah pada fasilitas pejalan kaki disediakan


untuk menampung sampah yang dihasilkan oleh pejalan kaki dan
bukan untuk menampung sampah rumah tangga di sekitar fasilitas
pejalan kaki. Jarak peletakan setiap 20 meter, jenis tempat sampah
terpilah, bentuk desain seragam, dan material yang digunakan adalah
material dengan daya tahan yang tinggi seperti metal.
134

Gambar 5.11 Penataan Tempat sampah Pada Segmen I

• Sebagai perwujudan jalur pejalan kaki yang dapat memfasilitasi


semua kebutuhan pengguna di dalamnya termasuk penyandang cacat,
maka jalur pejalan kaki pada segmen I perlu perbaikan pada blok
pemandu yang harus terdiri dari blok pengarah dan blok peringatan
yang diaplikasikan pada seluruh permukaan jalur pejalan kaki berupa
garis lurus agar mudah diikuti oleh pejalan kaki dan blok peringatan
yang ditempatkan pada ujung Pedestrian platform dengan lebar
minimal “strip” ubin peringatan adalah 0,6 m untuk memperjelas
perpindahan. Ramp atau pelandaian juga perlu diaplikasikan pada
setiap perpotongan jalan masuk bangunan dan tempat penyeberangan
pejalan kaki dengan kelandaian maksimum 12%.

Gambar 5.12 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Segmen I

• Jalur pejalan kaki harus mudah dicapai oleh pengguna dan tidak
terdapat hambatan/kendala di sepanjang jalur dan antar jalur pejalan
kaki harus saling terhubung dan menerus ke jalur pejalan kaki lainnya.
Jalur pejalan kaki pada segmen I yang cukup banyak ditemui
hambatan/kendala yang dapat mengurangi lebar efektif jalur pejalan
kaki dan tentunya mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki, oleh
karena itu perlu dilakukan penataan kembali tiang-tiang listrik dan
135

telepon yang berdiri di tengah jalur pejalan kaki dan dilakukan


penertiban untuk kegiatan parkir dan PKL yang berada di atas jalur
pejalan kaki.

• Sebagai penunjang keselamatan bagi pejalan kaki, penyediaan pagar


pengaman/bollard diarahkan pada titik-titik rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada akses penyeberangan dan perpotongan pada
persimpangan jalan. Bollard ditempatkan sekitar 30 cm dari kerb dan
jarak penempatan 1,4 meter, adapun material yang digunakan adalah
metal atau beton yang tahan terhadap cuaca, kerusakan, dan murah
pemeliharaan.

Gambar 5.13 Penataan Bollard Pada Segmen I

• Penyediaan fasilitas penyeberangan berupa penyeberangan sebidang


zebra-cross dengan pedestrian platform yang merupakan fasilitas
penyeberangan yang permukaannya lebih tinggi dari permukaan jalan
yang sekaligus berfungsi sebagai pengendali kecepatan yang
memaksa pengendara bermotor menurunkan kecepatan saat
mendekati fasilitas penyeberangan. Peletakan fasilitas penyeberangan
diarahkan pada masing-masing titik persimpangan jalan, pada
perpotongan Jalan Jendral Basuki Rahmat dan perempatan Masjid
Jendral Ahmad Yani. Marka dan rambu juga dibutuhkan dekat dengan
fasilitas penyeberangan sehingga pengendaraan bermotor dapat
menyadari keberadaan fasilitas penyeberangan, marka berupa
tanda/garis “zigzag” dari cat berwarna putih harus dipasang melintang
dengan lebar penuh pada ramp pedestrian platform dan harus
didahului dengan pemberian rambu seperti rambu penyeberangan atau
rambu yield.
136

Gambar 5.14 Penataan Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen I


137

Gambar 5.15 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I


138

Gambar 5.16 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen I


139

5.4.2 Arahan Penataan Pada Segmen II: Jalan Tugu


Konsep Walkability yang dikembangkan Krambeck (2006) terdiri dari
variabel kenyamanan (yang mencerminkan kenyamanan dan daya tarik
jaringan pejalan kaki), dan keselamatan dan keamanan (menentukan
keselamatan dan keamanan lingkungan berjalan). Dengan indikator-indikator
mulai dari ketersediaan jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas pendukung
(jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, tempat sampah, halte),
infrastruktur bagi penyandang cacat, kondisi hambatan pejalan kaki,
ketersediaan fasilitas penyeberangan, ketersediaan pagar pengamanan, dan
ketersediaan marka bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki.

Tabel 5.6 Tabel Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada


Segmen II: Jalan Tugu

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan jalur pejalan kaki
• Jalur pejalan kaki • Ketersediaan • Pemenuhan jalur
tidak tersedia fasilitas pejalan pejalan kaki pada
penuh. kaki mendapat keseluruhan sisi jalan
• Dimensi lebar 1-2 nilai sedang yang belum memiliki
meter. dengan kondisi jalur pejalan kaki pada
jalur pejalan kaki keseluruhan sisi jalan
yang tidak dengan panjang 420
tersedia penuh. meter.
• Lebar jalur • Penyeragaman dimensi
pejalan kaki yang jalur pejalan kaki pada
tersedia 1-2 lebar 2 meter dengan
meter. ketinggian dari
permukaan jalan 0,2
meter.
• Perbaikan perkerasan
permukaan jalur pejalan
kaki.
Ketersediaan fasilitas pendukung
• Lampu • Ketersediaan • Penyediaan lampu
penerangan, fasilitas penerangan diperlukan
Tempat duduk, pendukung adanya penambaha,
Bollard dan mendapat nilai penataan dan
Tempat sampah sedang dengan penyeragaman desain
belum optimal. fasilitas
140

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
pendukung yang bentuk lampu
harus tersedia penerangan.
adalah jalur hijau, • Peletakan tempat duduk
lampu pada sepanjang jalur
penerangan, pejalan kaki dengan
tempat duduk, jarak peletakan setiap
pagar pengaman, 20 meter atau pada titik-
tempat sampah, titik pertemuan.
marka/rambu. • Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-
titik rawan yang
memerlukan
perlindungan seperti
pada akses
penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20
meter, jenis tempat
sampah terpilah, bentuk
desain seragam, dan
material yang
digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi
seperti metal.
Infrastruktur bagi penyandang cacat
• Terdapat blok • Infrastruktur bagi • Perbaikan pada blok
pemandu dengan penyandang cacat pemandu sesuai standar
kondisi rusak dinilai buruk teknis dan
dibeberapa titik. dengan kondisi • Penyediaan
• Tersedianya blok pemandu ramp/pelandaian pada
Ramp/pelandaian yang rusak. setiap perpotongan jalur
pada jalur pejalan • Ramp/pelandaian pejalan kaki.
kaki. yang tersedia.
141

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Hambatan/Kendala
• Terdapat objek • Keberadaan • Menempatkan jalur
hambatan/kendal Hambatan/Kendal pejalan kaki
a berupa a mendapat nilai menghindari
bangunan, badan sedang dengan keberadaan badan
pohon, dan tiang. keberadaan badan pohon dan bangunan
bangunan, pohon, yang sudah berdiri.
dan tiang. • Menata kembali tiang-
tiang yang berdiri di
tengah jalur pejalan
kaki.

Ketersediaan fasilitas penyeberangan


• Tidak tersedia • Ketersediaan • Penyediaan fasilitas
fasilitas fasilitas penyeberangan berupa
penyeberangan. penyeberangan zebra-cross pada
dinilai buruk masing-masing titik
dikarenakan tidak persimpangan jalan
tersedianya dilengkapi marka dan
fasilitas rambu.
penyeberangan.
Sumber: Hasil Analisa 2021

• Penataan jalur pejalan kaki diarahkan untuk pemenuhan jalur pejalan


kaki pada keseluruhan sisi jalan yang belum memiliki jalur pejalan
kaki dan perbaikan pada perkerasan permukaan jalur pejalan kaki
yang sudah ada dengan dimensi jalur pejalan kaki diseragamkan pada
lebar 2 meter dengan ketinggian dari permukaan jalan 0,2 meter.
Perbaikan pada perkerasan permukaan jalur pejalan kaki dilakukan
dengan kriteria material yang tidak licin, dapat menyerap air, kuat dan
mudah dalam perawatannya.
142

Gambar 5.17 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II

• Penataan jalur hijau diarahkan pada pemeliharaan tanaman yang


sudah ada, dan penambahan vegetasi baru sebagai buffer yang
memiliki fungsi sebagai pemisah dan pelindung antara jalur pejalan
kaki dan jalur kendaraan bermotor dengan kriteria tanaman yang
perakarannya tidak merusak permukaan jalur pejalan kaki dan saluran
drainase dibawahnya, juga tanpa mengurangi fungsinya sebagai
tanaman peneduh, pengarah pandang, penyerap air hujan, penyaring
debu/polusi dan sebagai peredam kebisingan dari lingkungan
sekitarnya. Contoh tanaman pada jalur hijau adalah Kiara Payung
(Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops elengi), Angsana
(Ptherocarphus indicus), Akasia daun besar (Accasia mangium),
Oleander (Nerium oleander), Bugenvil (Bougainvillea sp.), dan Teh-
tehan pangkas (Acalypha sp.).

Gambar 5.18 Penataan Jalur Hijau Pada Segmen II

• Penyediaan lampu penerangan sebagai salah satu elemen street


furniture yang penting keberadaannya pada suatu koridor jalan
sebagai penunjang kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
Diperlukan adanya penambahan, penataan dan penyeragaman desain
bentuk lampu penerangan yang dikhususkan pada jalur pejalan kaki
143

dengan jarak peletakan setiap 10 meter, tinggi maksimal 4 meter, dan


bahan yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti
metal.

Gambar 5.19 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen II

• Penyediaan tempat duduk yang dimaksudkan untuk meningkatkan


kenyamanan pejalan kaki sebagai tempat beristirahat dan berinteraksi
sosial. Peletakan tempat duduk pada seluruh jalur pejalan kaki dengan
jarak peletakan setiap 20 meter atau pada titik-titik pertemuan, adapun
material yang digunakan adalah dengan durabilitas tinggi seperti
beton cetak.

Gambar 5.20 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen II

• Penyediaan tempat sampah pada fasilitas pejalan kaki disediakan


untuk menampung sampah yang dihasilkan oleh pejalan kaki dan
bukan untuk menampung sampah rumah tangga di sekitar fasilitas
pejalan kaki. Jarak peletakan setiap 20 meter, jenis tempat sampah
terpilah, bentuk desain seragam, dan material yang digunakan adalah
material dengan daya tahan yang tinggi seperti metal.
144

Gambar 5.21 Penataan Tempat Sampah Pada Segmen II

• Sebagai perwujudan jalur pejalan kaki yang dapat memfasilitasi


semua kebutuhan pengguna di dalamnya termasuk penyandang cacat,
maka jalur pejalan kaki pada segmen II juga perlu penyediaan blok
pemandu yang harus terdiri dari blok pengarah dan blok peringatan
pada seluruh permukaan jalur pejalan kaki berupa garis lurus agar
mudah diikuti oleh pejalan kaki dan blok peringatan yang ditempatkan
pada ujung Pedestrian platform dengan lebar minimal “strip” ubin
peringatan adalah 0,6 m untuk memperjelas perpindahan. Ramp atau
pelandaian juga perlu diaplikasikan pada setiap perpotongan jalan
masuk bangunan dan tempat penyeberangan pejalan kaki dengan
kelandaian maksimum 12%.

Gambar 5.22 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Pada


Segmen II

• Jalur pejalan kaki harus mudah dicapai oleh pengguna dan tidak
terdapat hambatan/kendala di sepanjang jalur dan antar jalur pejalan
kaki harus saling terhubung dan menerus ke jalur pejalan kaki lainnya.
Pada segmen II dapat ditemui beberapa jenis hambatan/kendala yang
dapat mengurangi lebar efektif jalur pejalan kaki dan tentunya
mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki, oleh karena itu penempatan
145

jalur pejalan kaki dilakukan menghindari keberadaan badan pohon


dan bangunan yang sudah berdiri, serta untuk hambatan/kendala
berupa tiang-tiang perlu dilakukan penataan ulang atau pemindahan.

• Sebagai penunjang keselamatan bagi pejalan kaki, penyediaan pagar


pengaman/bollard diarahkan pada titik-titik rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada akses penyeberangan dan jalur pejalan kaki
yang belum memiliki perlindungan. Bollard ditempatkan sekitar 30
cm dari kerb dengan jarak penempatan 1,4 meter, adapun material
yang digunakan adalah metal atau beton yang tahan terhadap cuaca,
kerusakan, dan murah pemeliharaan.

Gambar 5.23 Penataan Bollard Pada Segmen II

• Penyediaan fasilitas penyeberangan berupa penyeberangan sebidang


zebra-cross dengan pedestrian platform. Peletakan fasilitas
penyeberangan diarahkan pada masing-masing titik persimpangan
jalan dan pada akses menuju alun-alun tugu disiapkan dengan pulau
jalan yang berfungsi sebagai lapak tunggu pejalan kaki untuk berhenti
sementara ketika melakukan penyeberangan, sehingga pejalan kaki
dapat fokus pada satu arah jalur datangnya kendaraan. Marka dan
rambu juga dibutuhkan dekat dengan fasilitas penyeberangan
sehingga pengendaraan bermotor dapat menyadari keberadaan
fasilitas penyeberangan, marka berupa tanda/garis “zigzag” dari cat
berwarna putih harus dipasang melintang dengan lebar penuh pada
ramp pedestrian platform dan harus didahului dengan pemberian
rambu seperti rambu penyeberangan atau rambu yield.
146

Gambar 5.24 Penataan Fasilitas Penyeberangan Pada Segmen II


147

Gambar 5.25 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II


148

Gambar 5.26 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen II


149

5.4.3 Arahan Penataan Pada Segmen III: Jalan Kertanegara


Konsep Walkability yang dikembangkan Krambeck (2006) terdiri dari
variabel kenyamanan (yang mencerminkan kenyamanan dan daya tarik
jaringan pejalan kaki), dan keselamatan dan keamanan (menentukan
keselamatan dan keamanan lingkungan berjalan). Dengan indikator-indikator
mulai dari ketersediaan jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas pendukung
(jalur hijau, lampu penerangan, tempat duduk, tempat sampah, halte),
infrastruktur bagi penyandang cacat, kondisi hambatan pejalan kaki,
ketersediaan fasilitas penyeberangan, ketersediaan pagar pengamanan, dan
ketersediaan marka bagi kendaraan bermotor dan pejalan kaki.

Tabel 5.7 Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen


III: Jalan Kertanegara

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Ketersediaan jalur pejalan kaki
• Jalur pejalan kaki • Ketersediaan jalur • Perbaikan perkerasan
tersedia penuh. pejalan kaki permukaan jalur pejalan
• Dimensi lebar 1 dinilai baik kaki dengan
dan 2 Meter. dengan telah karakteristik bentuk dan
• Kondisi tersedianya jalur desain yang seragam
perkerasan rusak. pejalan kaki pada keseluruhan jalur
secara penuh pejalan kaki di sisi kiri
dengan dimensi dan kanan dengan
lebar hingga 2 panjang 230 meter.
meter, tetapi tetap • Penyeragaman dimensi
dapat dijumpai jalur pejalan kaki pada
kerusakan pada lebar 2,5 meter dengan
permukaan jalur ketinggian dari
pejalan kaki. permukaan jalan 0,2
meter.
Ketersediaan fasilitas pendukung
• Jalur hijau, • Ketersediaan • Penyediaan lampu
Lampu fasilitas penerangan diperlukan
penerangan, pendukung dinilai adanya penambaha,
Tempat duduk, baik dengan penataan dan
dan Tempat fasilitas penyeragaman desain
sampah sudah pendukung yang bentuk lampu
tersedia. harus tersedia penerangan.
adalah jalur hijau,
150

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
lampu • Peletakan tempat duduk
penerangan, pada sepanjang jalur
tempat duduk, pejalan kaki dengan
pagar pengaman, jarak peletakan setiap
tempat sampah, 20 meter atau pada titik-
marka/rambu. titik pertemuan.
• Penyediaan pagar
pengaman/bollard
diarahkan pada titik-
titik rawan yang
memerlukan
perlindungan seperti
pada akses
penyeberangan dan
perpotongan pada
persimpangan jalan.
• Penyediaan tempat
sampah dengan jarak
peletakan setiap 20
meter, jenis tempat
sampah terpilah, bentuk
desain seragam, dan
material yang
digunakan adalah
material dengan daya
tahan yang tinggi
seperti metal.
Infrastruktur bagi penyandang cacat
• Terdapat blok • Infrastruktur bagi • Perbaikan pada blok
pemandu dan penyandang cacat pemandu sesuai standar
ramp. mendapat nilai teknis dan Penyediaan
sedang dengan ramp/pelandaian pada
sudah tersedianya setiap perpotongan jalur
blok pemandu pejalan kaki.
dan ramp.
151

Pengukuran
Kondisi Fisik Kriteria Penataan
Walkability
Hambatan/Kendala
• PKL. • Hambatan/Kendal • Jalur pejalan kaki harus
a dinilai baik bebas dari aktivitas lain
meskipun masih seperti kegiatan PKL
dijumpai aktivitas yang menutupi jalur
PKL. pejalan kaki.
Ketersediaan fasilitas penyeberangan
• Terdapat Zebra • Ketersediaan • Penyediaan fasilitas
cross di 2 (Dua) fasilitas penyeberangan berupa
titik. penyeberangan zebra-cross pada
dinilai buruk masing-masing titik
dengan fasilitas persimpangan jalan
penyeberangan dilengkapi marka dan
hanya tersedia di rambu.
dua titik.
Sumber: Hasil Analisa 2021

• Jalur pejalan kaki pada segmen III diarahkan pada perbaikan


perkerasan permukaan jalur pejalan kaki dengan karakteristik bentuk
dan desain yang seragam dan pelebaran pada dimensi jalur pejalan
kaki ke arah luar dengan lebar 2,5 meter dan ketinggian 0,2 meter dari
permukaan jalan. Kriteria material perkerasan adalah material yang
tidak licin, dapat menyerap air, kuat dan mudah dalam perawatannya.

Gambar 5.27 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III

• Penataan jalur hijau diarahkan pada pemeliharaan tanaman yang


sudah ada, dan penambahan vegetasi baru pada buffer Zone yang
memiliki fungsi sebagai pemisah dan pelindung antara jalur pejalan
152

kaki dan jalur kendaraan bermotor dengan kriteria tanaman yang


perakarannya tidak merusak permukaan jalur pejalan kaki dan saluran
drainase dibawahnya, dan juga tanpa mengurangi fungsinya sebagai
tanaman peneduh, pengarah pandang, penyerap air hujan, penyaring
debu/polusi dan sebagai peredam kebisingan dari lingkungan
sekitarnya. Contoh tanaman pada jalur hijau adalah Kiara Payung
(Filicium decipiens), Tanjung (Mimusops elengi), Angsana
(Ptherocarphus indicus), Akasia daun besar (Accasia mangium),
Oleander (Nerium oleander), Bugenvil (Bougainvillea sp.), dan Teh-
tehan pangkas (Acalypha sp.).

Gambar 5.28 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III

• Penyediaan lampu penerangan sebagai salah satu elemen street


furniture yang penting keberadaannya pada suatu koridor jalan
sebagai penunjang kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.
Diperlukan adanya penataan dan penyeragaman desain bentuk lampu
penerangan yang dikhususkan pada jalur pejalan kaki dengan jarak
peletakan setiap 10 meter, tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang
digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal.

Gambar 5.29 Penataan Lampu Penerangan Pada Segmen III


153

• Penyediaan tempat duduk yang dimaksudkan untuk meningkatkan


kenyamanan pejalan kaki sebagai tempat beristirahat dan berinteraksi
sosial. Peletakan tempat duduk pada seluruh jalur pejalan kaki dengan
jarak peletakan setiap 20 meter atau pada titik-titik pertemuan, adapun
material yang digunakan adalah dengan durabilitas tinggi seperti
beton cetak.

Gambar 5.30 Penataan Tempat Duduk Pada Segmen III

• Penyediaan tempat sampah pada fasilitas pejalan kaki disediakan


untuk menampung sampah yang dihasilkan oleh pejalan kaki. Dengan
jarak peletakan tempat sampah setiap 20 meter, jenis tempat sampah
terpilah, bentuk desain seragam, dan material yang digunakan adalah
material dengan daya tahan yang tinggi seperti metal.

Gambar 5.31 Penataan Tempat Sampah Pada Segmen III

• Penyediaan fasilitas halte yang lebih baik pada lokasi halte


sebelumnya di segmen III dilakukan guna mengakomodasi kegiatan
transit masyarakat dan menjamin keselamatan untuk menaiki/turun
dari transportasi umum. Halte ditempatkan di belakang jalur pejalan
154

kaki sehingga tidak mengurangi lebar efektif jalur pejalan kaki dan
halte dilengkapi dengan marka, rambu dan papan informasi petunjuk.

Gambar 5.32 Penataan Halte Pada Segmen III

• Sebagai perwujudan jalur pejalan kaki yang dapat memfasilitasi


semua kebutuhan pengguna di dalamnya termasuk penyandang cacat,
maka jalur pejalan kaki pada segmen III juga perlu penyediaan blok
pemandu yang harus terdiri dari blok pengarah dan blok peringatan
pada seluruh permukaan jalur pejalan kaki berupa garis lurus agar
mudah diikuti oleh pejalan kaki dan blok peringatan yang ditempatkan
pada ujung Pedestrian platform dengan lebar minimal “strip” ubin
peringatan adalah 0,6 m untuk memperjelas perpindahan. Ramp atau
pelandaian juga perlu diaplikasikan pada setiap perpotongan jalan
masuk bangunan dan tempat penyeberangan pejalan kaki dengan
kelandaian maksimum 12%.

Gambar 5.33 Penataan Fasilitas Penyandang Cacat Pada


Segmen III

• Jalur pejalan kaki harus mudah dicapai oleh pengguna dan tidak
terdapat hambatan/kendala di sepanjang jalur dan antar jalur pejalan
155

kaki harus saling terhubung dan menerus ke jalur pejalan kaki lainnya.
Pada segmen III masih dapat ditemui jenis hambatan/kendala yaitu
berupa lapak PKL dan Parkir di atas jalur pejalan kaki yang dapat
mengurangi lebar efektif jalur pejalan kaki dan tentunya
mempengaruhi kenyamanan pejalan kaki, oleh karena itu perlu
dilakukan penertiban untuk lapak PKL dan kegiatan parkir yang
berada di atas jalur pejalan kaki.

• Sebagai penunjang keselamatan bagi pejalan kaki, penyediaan pagar


pengaman/bollard diarahkan pada titik-titik rawan yang memerlukan
perlindungan seperti pada akses penyeberangan dan perpotongan pada
persimpangan jalan. Bollard ditempatkan sekitar 30 cm dari kerb
dengan jarak penempatan 1,4 meter, adapun material yang digunakan
adalah metal atau beton yang tahan terhadap cuaca, kerusakan, dan
murah pemeliharaan.

Gambar 5.34 Penataan Bollard Pada Segmen III

• Penyediaan fasilitas penyeberangan berupa penyeberangan sebidang


zebra-cross dengan pedestrian platform. Peletakan fasilitas
penyeberangan pada masing-masing titik persimpangan jalan yaitu
pada pertemuan Jalan Sultan Agung, Jalan Ronggo Warsito, dan
perpotongan Jalan Tronojoyo menuju Stasiun kereta api kotabaru
Malang. Marka dan rambu juga dibutuhkan dekat dengan fasilitas
penyeberangan sehingga pengendaraan bermotor dapat menyadari
keberadaan fasilitas penyeberangan, marka berupa tanda/garis
“zigzag” dari cat berwarna putih harus dipasang melintang dengan
lebar penuh pada ramp pedestrian platform dan harus didahului
dengan pemberian rambu seperti rambu penyeberangan atau rambu
yield.
156

Gambar 5.35 Penataan Fasilitas Penyeberangan Segmen III


157

Gambar 5.36 Peta Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III
158

Gambar 5.37 Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Segmen III


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Jalur pejalan kaki dan berbagai infrastruktur pendukungnya memiliki
peran penting dalam mewujudkan kota yang humanis. Penyediaan jalur
pejalan kaki penting untuk mendukung mobilitas dan aktivitas interaksi sosial
masyarakat, meningkatkan efektivitas transportasi umum, mengurangi
penggunaan energi dan meningkatkan kehidupan ruang di sekitarnya.
Pengukuran tingkat walkability sendiri berguna untuk memahami persepsi
dan kebutuhan masyarakat terhadap kondisi infrastruktur pejalan kaki.

Berdasarkan pembahasan serta tahapan-tahapan analisa yang telah


dilakukan di dalam penelitian ini yang berjudul “Penataan Jalur Pejalan Kaki
Dengan Konsep Walkability Di Koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
Kota Malang”, maka hasil yang didapatkan sebagai kesimpulan adalah:

• Dari observasi kondisi fisik jalur pejalan kaki didapati hasil pada
beberapa aspek mulai dari jalur pejalan kaki yang sudah tersedia dengan
dimensi yang cukup tetapi memiliki kontinuitas yang belum terpenuhi
atau terputus dengan kondisi perkerasan permukaan yang rusak di
beberapa titik. Pada fasilitas penyeberangan pun dapat dikatakan minim
dengan melihat banyaknya titik akses penyeberangan di sepanjang
koridor yang belum terlayani fasilitas penyeberangan. Pada aspek
fasilitas pendukung, fasilitas-fasilitas yang masih minim diantaranya
adalah fasilitas penerangan, tempat duduk, bollard, tempat sampah, dan
halte. Kondisi fasilitas penyandang cacat yang sudah tersedia adalah
blok pemandu dan ramp, namun dalam kondisi buruk dengan kerusakan
dan belum memenuhi standar dengan instalasi yang buruk.
Hambatan/kendala juga menjadi masalah yang ditemui di beberapa titik
pada jalur pejalan kaki di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara.
• Pada penilaian tingkat walkability dengan analisis Global Walkability
Index didapati hasil yang menujukan kondisi walkability jalur pejalan
kaki dalam 9 (Sembilan) parameter. Adapun parameter yang
menunjukan kondisi belum optimal maupun kurang diantaranya adalah
parameter ketersediaan jalur pejalan kaki pada segmen II, parameter
ketersediaan fasilitas pendukung pada segmen I dan II, parameter
infrastruktur bagi penyandang cacat, Parameter hambatan/kendala pada
segmen I dan II, parameter ketersediaan fasilitas penyeberangan,
parameter keselamatan pejalan kaki dalam menyeberang, parameter
perilaku pengendara kendaraan bermotor, dan parameter konflik jalur
pejalan kaki dengan moda transportasi lain pada segmen I. Kemudian

159
160

nilai akhir walkability didapatkan untuk segmen I adalah 65.71 yang


tergolong tingkat walkability sedang, segmen II adalah 55.44 yang
tergolong tingkat walkability sedang, dan segmen III adalah 72.29 yang
tergolong tingkat walkability baik.
• Untuk arahan penataan jalur pejalan kaki difokuskan pada peningkatan
aspek-aspek walkability yang masih minim atau belum optimal dari
hasil observasi kondisi fisik dan hasil penilaian tingkat walkability yang
telah dilakukan. Pada jalur pejalan kaki diarahkan pada pemenuhan jalur
yang terputus dan perbaikan pada perkerasan permukaan dengan
dimensi dan desain yang seragam, penyediaan fasilitas penyeberangan
dilengkapi dengan marka dan rambu, penataan jalur hijau, penyediaan
lampu penerangan sebagai penunjang kenyamanan dan keamanan
pejalan kaki, penyediaan tempat duduk, penyediaan pagar
pengaman/bollard sebagai penunjang keselamatan bagi pejalan kaki,
penyediaan tempat sampah pada fasilitas pejalan kaki yang merata,
perbaikan pada fasilitas halte yang lebih baik, dan untuk fasilitas bagi
penyandang cacat perlu perbaikan pada blok pemandu yang sesuai
standar dengan ramp/pelandaian di setiap perpindahan jalur pejalan
kaki.

6.2 Rekomendasi
Hasil akhir dari penelitian ini yang berupa arahan penataan jalur pejalan
kaki dengan konsep walkability di koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara
diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai bagaimana penataan
jalur pejalan kaki yang dilakukan dengan pendekatan walkability sebagai
indikator kualitas jalur pejalan kaki yang ada. Lebih lanjut berdasarkan hasil
amatan, analisis, dan kesimpulan, maka terdapat beberapa rekomendasi yang
ingin diberikan baik bagi sisi pemangku kepentingan dan bagi penelitian
berikutnya di masa depan.

6.2.1 Rekomendasi Terhadap Pemerintah


Adapun rekomendasi yang dapat diberikan terhadap
pemerintah/pemangku kepentingan lainnya dapat dilihat sebagai berikut:

• Temuan kondisi fisik jalur pejalan kaki yang menunjukkan banyak


fungsi sarana dan prasarana jalur pejalan kaki yang belum optimal pada
koridor Jalan Kahuripan-Tugu-Kertanegara maka dibutuhkan perbaikan
maupun pemeliharaan pada sarana prasarana penunjang kenyamanan,
keselamatan, dan keamanan pada jalur pejalan kaki seperti perkerasan
jalur pejalan kaki, fasilitas pendukung jalur pejalan kaki, fasilitas
penyeberangan, dan infrastruktur bagi penyandang cacat.
• Tanggapan dari pengguna jalur pejalan kaki mengenai kualitas jalur
pejalan kaki yang ada menunjukkan nilai yang belum optimal terutama
pada segmen I dan segmen II, maka pemerintah dapat melakukan
161

pengawasan dan evaluasi terhadap kelayakan atau kualitas jalur pejalan


kaki yang ada untuk kemudian dapat ditindaklanjuti dengan tindakan-
tindakan perbaikan maupun pemeliharaan.
• Pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dan pedoman penataan
untuk mendukung jaringan pejalan kaki yang berorientasi kepada
kebutuhan pengguna dan dapat melayani seluruh kebutuhan golongan
masyarakat.

6.2.2 Rekomendasi Terhadap Penelitian Berikutnya


Adapun rekomendasi yang dapat diberikan terhadap penelitian
selanjutnya dapat dilihat sebagai berikut:

• Kajian yang terbatas pada aspek amatan walkability pada lokasi


penelitian ini diharapkan agar dapat dilakukan kajian lainnya yang lebih
mendalam terkait konteks kawasan lokasi penelitian di koridor Jalan
Kahuripan-Tugu-Kertanegara.
• Model pengukuran tingkat walkability yang dilakukan di dalam
penelitian ini dapat dijadikan pembanding pada penelitian di lokasi
lainnya yang memiliki karakteristik serupa melalui pendekatan konsep
walkability dalam penataan jalur pejalan kakinya.
• Penulis juga mendorong kepada penelitian lebih lanjut baik dapat
mengangkat topik serupa maupun mengembangkan metode dan teknik
analisa pada kajian penataan jalur pejalan kaki.
162
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Christoper Alexander. (1987). A New Theory of Urban Design. New York:
Oxford University Press.

Department of Sport and Recreation, Government of Western Australia.


(2007). A Walking Strategy for Western Australia.

James L, Herbert Fabian, Sudhir G, Alvin M. (2011). ADB Sustainable


Development Working Paper Series: Walkability and Pedestrian
Facilities in Asian Cities.

Krambeck, H., (2006). The Global Walkability Index: Talk the Walk and Walk
the Talk. Massachusetts Institute of Technology.

NZ Transport Agency. (2009). Pedestrian Planning and Design Guide.


Wellington.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta Bandung.

Jurnal:
Agradiana, Pizza. (2020). Tingkat Preferensi Pedestrian dan Walkability
Koridor Jalan di Kota Tua Jakarta. Jurnal Ilmiah Penelitian Marka
Vol. 3 No. 2.

Barman, Jayadip & Daftardar, Chintan. (2010). Planning for Sustainable


Pedestrian Infrastructure with Upcoming MRTS–An Appraisal of
Walkability Conditions in Lucknow. Institute of Town planners,
India Journal. VII (3): 64-76.

Iswanto, D. (2006). Pengaruh Elemen–Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian


Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki. Jurnal Ilmiah Perancangan
Kota dan Permukiman. Vol. 5 No. 1.

Kusbiantoro, B.S., Petrus Natalivan, Dian Aquarita (2007). Kebutuhan dan


Peluang Pengembangan Fasilitas Pedestrian Pada Sistem Jalan di
Perkotaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 18 No.2.

Musriati, Avelany. (2014). Penataan Jalur Pejalan Kaki Di Kawasan Pusat


Kota Malang Berdasarkan Kriteria Safety, Convenience, Comfort
dan Attractiveness. Jurnal Pengembangan Kota. Volume 5 No. 1
(45–57).

163
164

Natalia Tanan, dkk. (2017). Pengukuran Walkability Index Pada Ruas Jalan
Di Kawasan Perkotaan. Jurnal Jalan-Jembatan, Volume 34 No. 2.

Negasari. (2014). Penataan Jalur Pejalan Kaki Berdasarkan Persepsi Dan


Perilaku Pejalan Kaki Di Kawasan Pusat Kota Malang. Jurnal
Planning for Urban Region and Environment Volume 3, Nomor 3.

Pratitis, Anggar (2015). Kajian Perkembangan Aktivitas Sosial dan Rekreasi


di Jalur Pedestrian: Studi Kasus Jalur Pedestrian Jalan Pahlawan.
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Vol. 11 No. 2.

Sari Ayu M, Sari Diana F, Wibawani S. (2020), Penerapan Konsep


Walkability dalam Mendukung Kota Surabaya Sebagai Kota
Metropolitan yang Produktif dan Berkelanjutan. Public
Administration Journal of Research, 2 (3), 287-303.

Setianto & Joewono (2016). Penilaian Walkability Untuk Wilayah Perkotaan


di Indonesia. Jurnal Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam
Indonesia. 11-13.

Sinaga, Santosa (2018). Evaluasi Kenyamanan Spasial dan Visual Ruang


Pejalan Kaki Koridor Jalan Soekarno-Hatta.

Stefanus Z. Tri Rahmat (2016). Arahan Penataan Jalur Pejalan Kaki Di


Kawasan Pusat Kota Ruteng Berdasarkan Kriteria Keamanan.
Jurnal Planesa Vol. 7, No. 1.

Sutikno, Surjono, Kurniawan (2013) Walkability and Pedestrian Perceptions


in Malang City Emerging Business Corridor. Procedia
Environmental Sciences 17. 424 – 433.

Wibowo, Tanan, Tinumbia (2015) Walkability Measures for City Area in


Indonesia (Case Study of Bandung). Journal of the Eastern Asia
Society for Transportation Studies, Vol.11.

Winayanti, Tsaputra, Mandiartha, Setiawan, Zuraida (2015) Walkability and


Pedestrian Facilities in Three Indonesian Cities: Padang,
Yogyakarta And Mataram. Australia Awards Alumni Reference
Group.

Wowor, Kumurur, Lefrandt (2019). Urban Walkability di Kota Manado Studi


Kasus: Kec. Mapanget. Jurnal Spasial Vol. 6 No.1.

Peraturan:
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010-2030.
165

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/Prt/M/2014 Tentang Pedoman


Perencanaan, Penyediaan, Dan Pemanfaatan Prasarana Dan Sarana
Jaringan Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan.

Peraturan Walikota Kota Malang Tentang Rencana Tata Bangunan dan


Lingkungan Sub BWP Prioritas Pada BWP Malang Tengah.

SE Menteri PUPR Nomor 02/SE/M Tahun 2018 Tentang Pedoman


Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki.
166
LAMPIRAN
A. Kuesioner

167
168
169
170
171

B. Surat Bimbingan
172
173

C. Berita Acara Seminar


174
175
176

D. Lembar Bimbingan Tugas Akhir


177
178
179
180
181
182
183

E. Bukti Nonton Seminar


Seminar Proposal
184
185
186

Seminar Hasil
187
188
189

Seminar Komprehensif
190
191

F. TOEFL
192

G. Lembar Perbaikan Seminar Hasil


193
194
195

H. Daftar Hadir Seminar Hasil


196
197

I. Uji Plagiasi
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207

Anda mungkin juga menyukai