Lima faktor utama masalah perkotaan : the automobile, the modern movement
inarchitectural design, urban renwal, zoning policies, the diminanca of private over public interest,
and chage in landuse. Pada chapter 2 akan dijelaskan menganai folosifi, evolisi dan impact on
funcsionalist, dan reaksi yang kritis bbrp tahun terakhir. Sedangkan chapter 3 menjeaskan
mengenai hard and sof space. Chapter 4 : mengenai krisis kota modern yang dikelompokkan
menjadi teori titik, hubungan usia, dan teori tempat. Chapter 5 : berbagai aspek struktur, koneksi,
dan konteks spatial di ilustrasikan elalui studi tetang masalah design perkotaan di berbagai kota.
Pada kesimpulan penggunaan lahan perkotaan menjadi hal yang lebih bermanfaat akan
memperbaiki kota dan menjadikan kota lebih terintregrasi.
BAB 1
What Is lost Space
Apa sebenarnya ruang yang hilang itu dan bagaimana perbedaannya dari ruang kota yang
positif, atau ‘ditemukannya’ ruang? Ruang yang hilang adalah sisa-sisa landscape kota yang
tidak terstruktur seperti menara bertingkat tinggi atau plaza yang tidak terpakai dan jauh dari
arus aktivitas pejalan kaki di kota. Ruang yang hilang juga dapat berupa suatu tanah di sepanjang
jalan yang mana tidak jelas kepemilikannya dan tidak ada yang peduli tentang pemeliharaannya
apalagi menggunakannya.
Contoh lainnya ruang yang hilang yaitu ditinggalkannya sungai, halaman kereta, situs
militer yang telah dikosongkan, dan komplek industri yang telah dipindahkan ke pinggiran kota
untuk mendapatkan akses yang lebih mudah dan pajak yang lebih rendah. Semua itu merupakan
bangunan kosong yang tidak pernah dikembangkan kembali, yang mana muncul tanpa ada yang
menyadarinya. Secara umum, ruang yang hilang adalah daerah perkotaan yang tidak diinginkan
yang membutuhkan penataan ulang, dan tidak memberikan kontribusi positif bagi lingkungan
sekitar atau pengguna. Di sisi lain, ruang yang hilang menawarkan kesempatan yang luar biasa
kepada perancang untuk pembangunan kembali kota dan kreatifitas dalam menemukan kembali
sumber daya kota yang tersembunyi.
Penyebab
Ada lima faktor utama yang menyebabkan hilangnya ruang di kota : (1) meningkatnya
ketergantungan pada mobil; (2) sikap arsitek Gerakan Modern terhadap ruang terbuka; (3)
kebijakan zonasi dan penggunaan lahan dari pembaharuan perkotaan yang membagi kota; (4)
keengganan dari institusi kontemporer - publik dan swasta - untuk memikul tanggung jawab atas
lingkungan perkotaan publik; dan (5) merupakanakibat dari ditinggalkannya industri, militer, atau
situs transportasi di inti kota.
Mobil
Dari semua faktor ini, ketergantungan pada mobil adalah hal yang paling sulit untuk
dihadapi, karena sangat tertanam dalam cara hidup orang Amerika.
Mobilitas dan komunikasi telah semakin mendominasi ruang publik, yang berakibat pada
hilangnya sebagian besar makna kultur dan tujuan manusia. Penggunaan lahan kota sebagian besar
dikhususkan untuk penyimpanan dan pergerakan mobil. Contohnya di LA dan Detroit yang
mencapai 75-80 persen. Hal ini menyebabkan jalan tidak lagi memiliki nilai sosial, hanya berfungsi
sebagai jalur tercepat bagi mobil. Di pinggiran kota jalanan telah menjadi ‘lajur’, alun-alun
adalah tempat parkir yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang tidak terkait. (figs. 1-6, 1-7)
Gambar 1.6 Gambar udara Washington, D.C. lahan kota yang berharga sering diberikan pada pergerakan dan
penyimpanan mobil yang berlebihan. (courtesy : Marvin 1. Adleman)
Gambar 1.7 Washington, D.C. diagram dari lokasi yang sama seperti di atas, menunjukkan bagaimana jalan dan tempat
parkir telah menghancurkan konsistensi struktur kota. tanpa permukaan beraspal, bangunan-bangunan memiliki sedikit
hubungan satu sama lain.
Pada tahun 1940an, pemerintah federal meluncurkan program pembangunan jalan masal.
Sistem jalan raya interstate nasional dimotivasi oleh kebutuhan pertahanan militer dan keinginan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melihat dari sisi sejarah di paris dimana jalan dibuat
dengan tujuan untuk mendapatkan akses militer yang cepat, sistem interstate A.S bertujuan untuk
menghubungkan pusat-pusat kota utama negara. Proyek jalan raya memaksa puluhan ribu orang
untuk direlokasi, menciptakan trauma mendalam akibat disorientasi sosial. Mobilitas, gerakan, dan
mobil menjadi alat untuk mengisolasi (figs, 1-8, 1-9).
Gambar 1.8, 1.9 Cambridge, Massachusetts. Tapak untuk usulan jalan raya interstate. Ekstensi jalan raya melalui area
perkotaan seperti ini sudah umum di era lima puluhan dan enam puluhan. Berhasil dicegah oleh oposisi lingkungan, jalan
raya akan menghancurkan sebuah komunitas yang ada dan menciptakan penghalang yang tak tertembus di sepanjang
kota. Sayangnya beberapa proyek jarang terhenti ; karena itu kebanyakan kota-kota telah mengalami gangguan besar
yang diakibatkan oleh sistem jalan raya interstate. (Courtesy : Harvard Urban Design Program)
Sistem interstate juga menciptakan kebutuhan akan pola jalan penghubung yang kompleks
di dalam kota sehingga sistem jalan perkotaan diubah secara dramatis. Jalan kini tidak lagi memiliki
makna sosial. Lingkungan dan distrik kini menjadi daerah yang terisolasi dan homogen. Pada
akhirnya keinginan untuk ketertiban dan mobilitas telah merusak keberagaman dan kekayaan
kehidupan masyarakat kota.
Untungnya, di beberapa kota protes publik dapat menghentikan penghancuran pusat kota
besar-besaran ini, dengan orang-orang yang turun ke jalan dan menunjukkan perbedaan antara
konsep perencana dan kepentingan publik yang sebenarnya. Namun seringnya hal ini sudah
terlambat.
Gambar 1.10. Piazza Navona, Aerial View. Dalam bentuk yang kompak dan berevolusi dari kota-kota eropa tradisional,
jalan-jalan dan alun-aln diliputi oleh massa padat dari bangunan. Ruang public memiliki struktur dan makna (Dari
Benevolo, Sejarah Kota) : MIT Press
Gerakan modern juga berkontribusi terhadap hilangnya ruang terbuka hijau. Berawal di
tahun 1930 sampai 1960 gerakan ini di buat berdasarkan ide abstrak untuk mendesain bangunan
yang berdiri bebas dan mengabaikan ruang jalan, alun-alun dan kebun kota, dan ruang terbuka
penting lainnya. Buku Stanford Anderson yang berjudul On Streets menyatakan bawa, salah satu
masalah pada perencanaan dan arsitektur saat ini adalah ruang antara bangunan jarang sekali di
rancang dan Gerakan Moderen adalah contohnya. Sebaliknya pada perencanaan di abad ke-17 dan
ke-18 sangat memperhatikan komposisi ruang. Di abad 19 karena bangunan sudah lebih
bermanfaat, gagasan fungsinya lama-kelamaan terlantar dan bangunan cenderung menjadi objek
tersendiri, terpisah dari konteksnya.
Dalam edisi terbaru dari tinjaun arsitektur Harvard, Steve Peterso menuliskan bahwa,
Ruang moderen pada dasarnya anti-ruang seperti pada Piazza Navona di Roma (fig. 1-10) jalan
dan alun-
alun di buat dari massa bangunan, memberi arahan dan kontinuitas pada kehidupan kota. Di sisi
lain di Huston, Texas, perkotaannyaa terdiri dari ruang yang mengambang di antara tempat parkir
dan jalan raya.
Gambar 1.11. Houston, Texas arial fotografi. 1985. Di Kota Amerika adab ke-20, bangunan individu yang saling terkait
dalam skala atau gaya arsitektur mnonjol sebagai objek di antara arca yang tidak terbentuk ( Foto: Harper Leiper Studio,
Houston) Gambar 1.12. Diagram bentuk kota has Amerika. Inti bertingkat tinggi (daerah yang ditetaskan) dikelilingi oleh
sabuk tempat parkir dan tinggi dibuat saat pembaharuan perkotaan (daerah yang diikat) sebuah cincin dari banak ruang
ang memisahkan pusat kota dari lingkungan perumahan. Diagram ini didasarkan pada bentuk ppusat kota Syacuse, New
York.
Hal ini terjadi karena perancang dan pembangun dipengaruhi oleh gerakan modern yang
meninggalkan prinsip urbanisme dan ruang untuk manusia yang pernah terjadi pada masa
Renaissance. Peran sosial dan komersial tradisional mulai dilupakan karena adanya desain gerakan
moderen yang tidak lagi berfungsi sebagai tempat berkumpul melainkan menciptakan kehidupan
sosial di wilayah pribadi yang terkendali daripada melibatkan eksistensi komunal yang berpusat di
sekitar jalan. Sebagai resiko, sikap individu terhadap penggunaan ruang telah tergantikan secara
radikal.
Gambar 1.13. Ruang Kota telah terkikis oleh sunken plazas, midblock, mall dan plaza yang besar. Tidak hanya ruang
seperti itu biasanya memiliki dampak negatif pada jalan, mereka juga jarang berfungi sebagai tempat berkumpul yang
sukses (Foto: William H. Whyte)
Kota tradisional memiliki aturan yang jelas. Bangunan lebih mengarah ke dunia kolektif yag
lebih kuat. Aturan memberikan instruksi bagaimana agar saling berhubungan. Salah satu tantangan
terhadap desain perkotaan di zaman kita adalah untuk membangun kembali akal untuk peraturan
dan dengan demikian akan membawa kembali beberapa kekayaan dan keragaman kehidupan
umum.
Gambar 1.14, 1.15. Boston, Massachusetts. The Development of the Prudential Center. 1959. Pembangunan perkotaan
yang masif ini memperkenalkan struktur fisik baru dan asing antara dua lingkungan perumahan. Zonasi dan
pembaharuan kota seringnya telah menjadi alat untuk pemisahan fungsi, menghancurkan hubungan antara daerah-
daerah di kota dan berkontribusi terhadap hilangnya ruang perkotaan yang layak. (sumber : The Prudencial Company Of
America)
Hilangnya kualitas ruang kota juga merupakan hasil dari kebijakan zonasi dan proyek
pembaharuan perkotaan yang dilaksanakan pada tahun 1950an dan 1960an. Dorongan tersebut
adalah untuk membersihkan tanah, sanitasi, dan meningkatkan kesejahteraan manusia melalui
pemisahan penggunaan lahan ke zona-zona dan substitusi menara bertingkat tinggi untuk
kerapatan permukaan tanah. Peraturan zonasi disusun untuk melindungi warga negara dengan
slogan "kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan" sebagaimana dirancang oleh perencana.
Hasilnya adalah kota-kota terbagi menjadi kabupaten homogen yang dipisahkan oleh arteri lalu
lintas. Kompleksitas hubungan sosial dan fungsional di lingkungan perkotaan tidak sesuai dengan
perencanaan gerakan modern, yang memerlukan kelengkapan estetis untuk efek visual dan grafis.
"Vitalitas" yang berantakan, itulah esensi urbanisme yang telah disterilkan oleh model perencanaan
holistik. apapun yang tidak bisa ditarik dalam rencana dihilangkan.
Gambar 1.16. Facing page : Boston, Massachusetts. Central Business District selama pembaharuan kota. foto udara. 1973.
Dibawah skema pembaharuan perkotaan, wilayah kota yang luas dibongkar untuk jalan menuju jalan tol dan jalan raya. Di
boston, misalnya, banyak komunitas yang terjalin erat dirobohkan, sehingga merugikan kelestarian kota tradisional.
(sumber : Aerial Photos International Inc.)
Proyek pembaharuan kota besar yang diimplementasikan pada tahun 1950an dan 1960an
juga menanggapi kekhawatiran akan kebersihan sosial dan memiliki dampak yang mendalam pada
pusat kota. dimana fungsionalisme berasal dari eropa. Dampak penuhnya direalisasikan saat di
bawah pembaruan perkotaan yang tidak beraturan. Sistem nilai yang diberlakukan oleh
pembaharuan kota menolak unsur-unsur kota tua yang secara fisik berada di sekitar jaringan ruang
publik tingkat jalanan. Sebuah komitmen sosial untuk pembersihan kehidupan kota terdengar
visionar dan progresif, namun segera menghasilkan lingkungan yang dirancang untuk memenuhi
komitmen ini terhadap masyarakat yang membawa stamin "proyek" kepada para pekerja. Kotak-
kotak pre-fabrikasi yang ditawarkan oleh otoritas perumahan dianggap tidak dapat diterima.
Gambar 1.17. Pruitt-Igoe Housing Project. St. Louis, Missouri. Pruitt-Igoe barangkali adalah proyek perumahan
pembaharuan perkotaan gagal yang paling terkenal. Bencana tersebut diakibatkan oleh desain yang tidak tepat, tidak
memahami kebutuhan sosial, dan kurang memahami ruang publik. Setelah hanya dua belas tahun, satu-satunya solusi
yang tersisa adalah pembongkaran. (Photo : St. Louis Post Dispatch)
Gambar 1.18. Facing page : Federal Reserve Bank, Boston, Massachusetts. Di seluruh kota di Amerika, perusahaan
berlomba-lomba menciptakan citra unik dan bisa dikenali di cakrawala. Hasilnya adalah kota yang beraneka ragam dan
sering bertabrakan dengan gaya arsitektur dan dorongan konstan menuju vertikalitas yang lebih besar. Perhatikan
bentuk pemandangan pinggiran kota di dasar bangunan. (Photo : Edward Jacoby, Architectural Photography)
Perusahaan swasta juga telah berkontribusi secara signifikan terhadap kehilangan ruang di
pusat-pusat perkotaan kita. Sementara kesehatan ekonomi sebuah kota menyempit di pusat kota,
itu juga menciptakan ruang yang padat di pusat kota, dengan mendorong ke arah kota vertikal.
Sebuah produk sampingan telah menjadi peruntukan ruang publik untuk ekspresi pribadi. Setiap
situs dipandang sebagai tempat untuk "gambar" bangunan sebagai kapal induk potensial. Di kota-
kota di
masa lalu, desain untuk jalanan, lapangan, taman, dan ruang lain di ranah publik diintegrasikan
dengan desain bangunan individu. "Standar untuk integrasi arsitektur dan ruang kota ditetapkan
oleh para pembina dan pembangun kebangkitan yang menjadi model arsitek masyarakat harus
menjadi hal terpenting mereka".
Changing Land Use
Penyebab hilangnya ruang adalah perubahan luas dalam penggunaan lahan, sebagai contoh
negara Amerika, banyak ruang yang hilang akibat dilakukannya relokasi industri, property militer
yang ditinggalkan, bangunan komersil yang dibiarkan terbengkalai. Namun, dengan adanya ruang
yang terbengkalai tersebut bisa menjadi potensi besar untuk digunakan kembali menjadi daerah
campuran. Biayanya cukup murah dan secara arsitektural sangat menarik perhatian. Jelas saja
pengembang mengambil keuntungan seperti itu. Namun, perubahan sosial yang dipahami dengan
baik dapat membuat struktur perkotaan dari seluruh kota menawarkan advokasi sosial yang lebih
jauh melampaui keuntungan ekonomi.
Gambar 1.19. Charlestown, Massachusetts. Bekas pekarangan laut. Lokasi militer yang ditinggalkan, pabrik industri,
railyard ada di jantung kota besar ini menawarkan peluang besar untuk reklamasi sebagai kawasan perumahan, rekreasi,
dan ritel. (sumber : Boston Redevelopment Authority)
Permasalahan ruang perkotaan ditimbulkan oleh lima faktor yaitu jalan raya, arsitektur
Modern Movement, urban renewal dan zoning, privatisasi ruang publik, dan perubahan
penggunaan lahan. Namun selain itu yang terutama adalah kegagalan pemerintah dalam mengatur
tampilan dan struktur perkotaan sehingga menimbulkan tidak adanya kerangka visual. Pemerintah
seharusnya dapat mengatur kebijakan yang tegas dalam hal desain spasial, dan publik juga harus
berpartisipasi dalam membetuk lingkungan sekitarnya, serta perencana kota harus memahami
prisip-prinsip yang membuat ruang perkotaan berhasil. Perencana harusnya dapat membuat
siteplan yang menjadi generator dari konteks dan bangunan yang mendefinisikan ruang outdoor.
Dalam merencanakan kota, ruan-ruang outdoor suatu district seharusnya dianggap sebagai
suatu kesatuan dan bukan ruang yang terisolasi. Yang harus diperhatikan adalah ruang sisa antara
district-district dan pinggiran. Lost space tersebutlah yang perlu diubah agar berkembang. Plaza
untuk publik, jalan-jalan, dan lahan parkir yang tidak berfungsi lagi sekarang dan tidak sesuai
dengan konteks dapat diubah menajdi open space yang layak.
Perbedaan Figure-ground Ville Radieuse Dengan Pola Tradisional Paris, New York, Dan Buenos
Aires
Hal yang harus dipenuhi dalam perencanaan kota adalah rancangan dimana tiap bangunan
terintengrasi dengan ruang publik eksterior sehingga menjadi satu framework dan bentuk fisik dari
kota tidak terlihat terpisah-pisah akibat zoning ataupun sistem sirkulasi yang mengganggu. Cara
yang paling dasar adalah menentukan peraturan desain utuk jalan, lapangan, dan ruang terbuka
sebelum desain bangunan serta dapat mengakomodasi bangunan dengan style dan bentuk yang
berbeda-beda.
Untuk itu, keahlian dalam perancangan kota perlu dikembangkan dengan tiga poin:
Perkembangan ruang pada abad ke 20 dapat diketahui dengan mempelajari hasil dari
beberapa perancang dan teori-teori desain, hasil tulisan dan rancangan mereka, dan pergerakan
teoritis yang mereka hasilkan. Hal yang paling penting dalam pergerakan ini adalah fungsionalisme.
Fungsionalisme berasal dari impian sebuah kelompok idealis kecil di Jerman, Austria, Belanda, dan
Prancis pada tahun 1920 an. Gerakan itu menyebar dengan pengaruh yang semakin kuat setelah
perang dunia ke dua dan memimpin pasukan yang sebagian besar adalah orang-orang Eropa dan
Amerika. Fungsionalisme tidak akan pernah memiliki dampak yang kuat jika tidak ditawarkan
dengan susunan yang cepat dan ekonomis serta tidak akan mudah bergabung dengan teknologi
yang memilki peningkatan tinggi.
Sketsa Le Corbusier dari konsep nya untuk Kota Abad 20 mengungkapkan ideal fungsionalis bentuk dimurnikan vertikal
arsitektur, cakupan tanah yang rendah, dan pemandangan dari mengalir, ruang demokrasi. (Courtesy: Yayasan Le
Corbusier / SPA-DEM)
Dalam dekade terakhir muncul beberapa perbedaan pendapat mengenai konsep ruang kota.
Rob Krier dalam bukunya mengungkapkan bahwa ruang kota adalah proses berkelanjutan yang
sudah ada selama lima puluh tahun terakhir dalam wujud masyarakat demokratis. Sedangkan,
Christian Norberg Schulz menggambarkan masalah tersebut sebagai suatu negasi dari kebutuhan
keamanan. Spasial yang baru tidak lagi memiliki batas melainkan terdiri dari bangunan bebas yang
ditempatkan dalam ruang seperti taman.
Tiga gerakan besar Eropa yang bersama-sama menciptakan program desain fungsionalis
adalah Bauhaus di Jema, De Stijl di Belanda, dan gerakan desain kota Prancis yang dipimpin oleh
arsitek terkenal Le Corbusier.
Menggambar Hilberseimer ini merupakan utopia modernis dari bangunan bertingkat tinggi di lurus, baris paralel. Sistem
lalu lintas secara kaku dipisahkan, dan fungsi secara hati-hati dikategorikan. (Courtesy: Dr. Franz Stoedtner dan Museum
of Modern Art, New York)
The Bauhaus
Banyak masyarakat telah dibangun pada prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam gambar
Hilberseimer ini. Kedua hubungan tokoh-tanah tradisional cluster atau kelompok dan akomodasi
bangunan dengan skala manusia hilang di lingkungan tersebut. Menyadari besarnya kesalahan
mereka, pemerintah Swedia telah memutuskan untuk memulai pembongkaran komunitas ini,
banyak yang telah dikosongkan, dan untuk memasang kembali bagian-bagian dalam bentuk fisik
yang lebih tepat dekat ke pusat kota.
Gambar 2-4. Menghadapi Halaman: Walter Gropius. Bauhaus. Dessau, Jerman. 1926.
Melalui sekolah pelatihan kolektif di Bauhaus, tempat kelahiran teori desain fungsionalis, Gropius dan rekan-rekannya
mengembangkan estetika mereka sangat berpengaruh dari “murni”, bentuk arsitektur unornamented, struktur
terkena, dan “jujur” ekspresi bahan. (Courtesy: Museum Busch-Reisinger, Harvard Foto University oleh Lucia Moholy-
Nagy.)
Gambar 2-5. Mies van der Rohe. Weissenhof Siedlungen. Stuttgart. Jerman. 1927.
Salah satu konsep tata ruang yang dikembangkan di Bauhaus adalah Zeilenbau (blok linear). Mies van der Rohe berusaha
untuk menerapkan konsep ini untuk perumahan pekerja di Stuttgart. Meskipun dimaksudkan untuk memberikan hirarki
ruang untuk occapants, proyek-proyek tersebut menyebabkan lingkungan ruang linear dibeda-bedakan.
De Stijl
Konsep De Stijl secara khusus memiliki tujuan formal yang sangat mirip dengan bangsa
orang-orang Bauhaus. Seperti terlihat dalam Bauhaus, anggota De Stijl terlibat dalam semua bidang
desain dan seni rupa, dapat dilihat hasilnya dari lukisan dan arsitektur untuk pembuat furnitur dan
lain sebagainya. Dalam masa yang pergerakan Belanda yag sudah berlangsung selama dua puluhan
tahun sudah terkenal pelukis bernama Piet Mondrian, seorang desain kritikus bernama Theo van
Doesburg, dan arsitek JJP Oud, Gerrit Rietveld, dan Mart Stam. Meskipun sama-sama menekuni
bidang seni rupa murni dan geometris, produk-produk dari De Stijl yang dikenali lebih dekoratif
daripada Bauhaus. Produk tersebut menghasilkan warna-warna primer yang umum, seperti sudut
diartikulasikan oleh potongan silang bukan hanya berbatasan.
Namun, motif yang menjadi dasar dari konsep De Stijl mengenai penciptaan tentang sosial
melalui abstraksi ideal. Pencarian untuk revolusi sosial dan perbaikan diri manusia melalui seni
dan desain adalah produk sampingan dari kenaikan pemikiran kolektivis utopis dan mundur dari
kegagalan Perang Dunia 1. Para desainer dari De Stijl membuat bentuk-bentuk abstrak untuk
inspirasi bukan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Contoh karya yang bagus adalah karya non
kontekstual merupakan hasil desain Gerrit Rietveld, yaitu adalah rumah untuk belajar Schroder di
Utrecht, 1923.
Le Corbusier
Pada abad dua puluhan yang menjadi kekuatan dari kontribusi utama untuk melakukan
pengembangan ruang adalah konsep Le Corbusier. Le Corbusier mendominasi arsitektur modern
pada periode dari tahun 1920 sampai 1960. Tidak ada arsitek lainnya selama periode tersebut yang
telah memiliki banyak pengaruh pada masa modern terhadap desain, baik dalam arsitektur pada
bangunan individu dan pada skala desain perkotaan. Banyak CIAM dan Tim 10 arsitek Eropa,
termasuk mereka yang beremigrasi ke Amerika Serikat selama Perang Dunia 2, mengadopsi
prinsip- prinsip Corbusian ruang kota.
Banyak dari arsitek Eropa menjadi dosen terkemuka di sekolah arsitektur Amerika, yang
menyebarkan prinsip-prinsip desain di seluruh Amerika Serikat. Skala besar dari proyek Corbusier
adalah perkotaan, termasuk Rencana Voisin di Paris tahun 1925, La Ville Radieuse 1934, yang
memiliki dampak tidak langsung tapi signifikan pada perencanaan lokasi dan desain perkotaan di
seluruh dunia.
Ada tiga prinsip penting di balik pengaruh Corbusier pada ruang perkotaan modern:
1. Garis linear dan nodal bangunan sebagai elemen perkotaan skala besar prinsip diterapkan
secara fisik untuk menentukan kabupaten atau unit.
2. Sosial pemisahan vertikal sistem gerakan hasil dari daya tarik Le Corbusier dengan jalan
raya dan kota masa depan.
3. Pembukaan ruang kota untuk memungkinkan bebas mengalir lanskap, matahari, dan cahaya.
Meskipun karya perkotaan Corbusier ini telah menerima lebih kritik daripada pujian dalam
beberapa tahun terakhir, mereka masih faktor utama dalam pemikiran desain modern.
Seperti yang diungkapkan dalam lanskap Le Corbusier dari kota modern sekitar tahun
1930, Gerakan Modern ideal cahaya dan udara dan mengalir, demokratis dan bersifat tak terbatas,
dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari kejahatan batin padat organisme kota mati.
Sering disalahgunakan dan disalahpahami, lanskap Le Corbusier dari kota modern telah
mengakibatkan bangunan sebagai objek terisolasi mengambang bebas di plaza dan kawasan dari
area parkir yang tidak menarik. Di tepi kota terlihat, proyek perumahan besar telah dibangun
dengan tujuan yang sama yaitu untuk pembebasan dari ruang terbuka, dan hasilnya sebagian besar
tidak sesuai yang diharapkan.
Gambar 2-6. Le Corbusier. Rencana Voisin. Paris, Prancis. 1925.
Corbusier untuk Rencana Voisin dirancang pada tahun 1920, tetapi tidak pernah dibangun, menggambarkan kontras
antara kepadatan perkotaan tradisional dan desain perkotaan Modernisme. Linear dan bangunan nodal mendefinisikan
kabupaten atau unit sosial melalui bidang tanah terbuka. (Drawing: Stuart E. Coen dan Steven W. Hurtt)
Advokasi Le Corbusier dari menara vertikal dengan cakupan tanah yang rendah memiliki pengaruh besar pada desain
perkotaan modern. Seperti Hilberseimer, ia suka dengan gagasan sistem lalu lintas terpisah dan dengan teknologi
transportasi yang muncul dari abad kedua puluh. Ville Contemporaine adalah pendahulu Rencana Voisin dan La Ville
Radieuse. (Courtesy: Foundation Le Corbusier / SPADEM)
Gambar 2-8. Le Corbusier. La Ville Radieuse. Perspektif Sketch.1930.
Konsep Le Corbusier untuk kota di taman adalah keberangkatan yang disengaja dari pola blok ketat dari kota tradisional
Eropa. Dimaksudkan untuk memberikan kebebasan baru dan ruang terbuka untuk penghuni perkotaan, kota menara
telah lebih sering diproduksi bukan bagian pengaturan lingkungan yang tidak manusiawi dari out-of-skala bangunan yang
ditetapkan di antara jalan-jalan dan tempat parkir. (Courtesy: Foundation Le Corbusier / SPADEM)
Bersama-sama dari tiga gerakan tersebut, yakni memiliki peran utama dalam membentuk
ruang kota modern. Dalam banyak kasus arsitektur yang sebenarnya sudah mahir, tapi masalahnya
terletak pada penekanan pada bangunan individu dengan mengorbankan ruang di sekitarnya,
masalah yang telah diperburuk oleh teknologi konstruksi bertingkat tinggi dan dengan tuntutan
mobil. Masalah ini menjadi sangat nyata ketika Gropius di Harvard pada tahun 1937, masalah ini
turun dari gedung pencakar langit dan dikombinasikan dengan kebutuhan untuk sistem jalan raya
sangat diperluas. Hasilnya telah terjadi perubahan mendasar dalam struktur dan makna sosial dari
kota-kota kita.
Bahasan secara singkat suatu sikap fungsionalis terhadap ekspresi bentuk bangunan dan
bahan melalui karya-karya Bauhaus, De Stijl, dan Le Corbusier. Melalui persamaan penasaran
idealisme sosial dan formal, fungsionalis diasumsikan bahwa ada hubungan antara padatan platonis
dan kebahagiaan manusia. Hal yang sulit untuk membuang ornamen dari bangunan dan benda-
benda
bermanfaat bisa menjadi suatu sumber sosial dan kesejahteraan individu, kecuali dari sudut
pandang produksi massal yang lebih murah.
Namun demikian ini adalah konsep di balik tidak hanya arsitektur fungsionalis tetapi juga
sebagian besar gerakan artistik treme ekspresi dari konsep ini adalah, tepat, Konstruktivis Gerakan
Rusia 1918-1923, diwakili oleh lukisan dilucuti-down dari Kazimir Malevich dan Eliezer Lissitzky.
Itu adalah pelukis Belanda, Piet Mondrian, bagaimanapun, yang menyatakan paling konsisten dalam
suatu prinsip desain yang melekat di Fungsionalisme yang memiliki suatu obsesi dengan grid.
Gabungan dari prinsip-prinsip desain dari awal abad dua puluhan telah memiliki pengaruh
besar pada desain perkotaan baik pada tahun 1970-an. Apa yang kita saksikan adalah geometri
disiplin permukaan datar berpotongan di sudut kanan, geometri pesawat basis yang bertentangan
dengan garis yang mengalir dari alam dan bingkai manusia. Dan berakhir dengan furnitur yang
nyaman untuk duduk di, rumah yang nyaman untuk ditinggali, dan ruang publik yang nyaman
untuk singgah disana. Grid memiliki fungsi sebagai suatu metode mekanis yang mudah diterapkan
untuk mengatur bagian yang terpisah. Pepatah Le Corbusier untuk rumah adalah “mesin untuk
hidup” di mana semua elemen tanpa tujuan yang langsung tersingkir. Solusi dari Le Corbusier
untuk jalan-jalan tersumbat dari dalam kota yang padat adalah “sudut yang tepat”, yang
menyatakan jauh lebih unggul dari sudut lain dan mewakili jumlah pasukan untuk menjaga dunia
dalam keseimbangan. Jika analogi mesin dan mewakili jumlah kekuatan untuk pemesanan ruang
eksterior, jaringan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai metode untuk menghilangkan
penjajaran disengaja dan acak.
Sebagai sistem pemesanan grid memiliki sejarah panjang, terutama di negara ini. Pada akhir
abad kedelapan belas seluruh bangsa barat Sungai Ohio diletakkan pada pola grid konsisten paket
64 mil persegi dibagi menjadi kota-kota ukuran yang sama. Jaringan New York City kembali ke
tahun 1830-an. Sementara grid memiliki keuntungan dari fleksibilitas dan upgrade dan tidak secara
inheren buruk sebagai perangkat pemesanan, dapat berkontribusi pada hilangnya penahanan
spasial, terutama ketika garis grid menjadi superhighways dan ruang-ruang antara menjadi
“padang rumput penuh dengan pabrik-pabrik dan pusat-pusat lainnya.”
Pada tahun 1970-an pola perencanaan kota berbentuk grid yang dirancang oleh Le Cobusier
menjadi sebuah pandangan pada desain perkotaan di berbagai negara. Pola grid pada perkotaan
memiliki tujuan agar memudahkan pengorganisasian kota dengan pengelompokan daerah secara
terpisah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Keefektifan dalam penggunaan pola grid
tergantung dengan apakah saling terhubung atau terpisah dengan fungsi-fungsi daerah yang
berbeda. Berikut ini merupakan contoh aplikasi dari pola perkotaan dalam bentuk grid.
Gambar diatas ialah pola perencanaan pada Kota Chandigarh di India oleh Le Corbusier.
Pola perencanaan pada kota tersebut cenderung membagi serta mengelompokan daerah pada kota
sesuai dengan aktivitasnya. Angka 1 menunjukan zona pemerintahan, zona tersebut terlihat
terpisah dari lingkungan kota. Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan bahwa pengaplikasian
pola zonasi terlalu kaku sehingga kurang adanya pemikiran secara logis mengenai penempatan
pusat kota. Angka 2 menandakan pusat komersial yang ada di Kota Chandigarh. Kemudian, Angka 3
merupakan daerah perhotelan dan rumah makan. Museum dan stadium ditunjukan oleh angka 4.
Daerah Pendidikan atau universitas ditunjukan oleh angka 5. Angka 6 menandakan keberadaan
pasar di kota tersebut. Serta, angka 7 menunjukan ruang terbuka untuk olahraga dan yang terakhir
ialah angka 8 yang merupakan pusat perbelanjaan.
Terdapat perbedaan pandangan Milton Keynes terhadap Le Cobusier. Dapat dilihat pada
gambar diatas yang berlokasi di Inggris. Konsep yang direncanakan ialah pemerataan dalam
penyebaran fungsi kota yang ada, khususnya jalan raya. Konsep tersebut bertujuan agar perubahan
serta pertumbuhan kota dapat berkembang secara fleksibel sehingga akan lebih maksimal. Tidak
adanya keterbatasan ruang gerak diutamakan dalam konsep perencanaan kota tersebut. Namun,
kekurangannya ialah pertumbuhan pada pinggiran kota lebih bersifat American dibanding British
yang merupakan budaya asli negara Inggris.
Pada setiap selnya terdapat ruang untuk sekitar 500 hunian. Perencanaan kota yang baru
dikatakan bahwa populasi tertinggi mencapai 250.000 dan bertujuan agar pertumbuhan dan
fleksibilitas bekerja secara maksimum. Studi pada Universitas Columbia menyebutkan tiga
pendekatan untuk kelayakan ruang public yang digunakan pada pola grid kontemporer, yaitu
perubahan setiap bangunan dalam konfigurasi blok yang ada, pengenalan system sirkulasi baru
yang bertentangan dengan grid orthogonal, dan pendirian monument publik untuk mendefinisikan
suatu perkotaan.
2.2 Critical Reaction
Terdapat kritik dari beberapa tokoh dan organisasi yang ditujukan kepada para
fungsionaris eropa terhadap bentuk arsitektur bangunan tungal. Menurutnya, tindakan dan
pemikiran fungsionaris berdampak besar terhadap permasalahan lingkungan eksterior publik dan
permasalahan yang terjadi di ruang perkotaan saat ini. Pada tahun 1950, grup dari generasi kedua
kaum eropa modern yang beranggotakan Alison dkk mendefinisikan kembali prinsip dasar dari
ruang kota. Mereka kemudian membentuk sebuah tim beranggotakan 10 orang dan bertugas untuk
mengamati kekeliruan yang ada pada sistem modern dalam memperhitungkan kebutuhan dan
aktivitas manusia di dalam ruang kota. Hasilnya, Alison dkk kemudian menguraikan sikap mereka
dalam sebuah dokumen yang memuat tentang definisi dan isu seputar desain ruang kota sebagai
tanggapan dari masyarakat atas peraturan yang ada.
Leon Krier menyatakan bahwa kada atau tidaknya ikonografi dan simbolik suatu kota dari
arsitektur modern merupakan seni pengemasan dari kota tersebut. Begitu pula setelah periode
sejarah eropa yang paling gelap dan paling merusak, Perang Dunia II, krisis bangunan pasca perang
membuat masyarakat merenungkan kerusakan yang telah terjadi di kota-kota dan pedesaan.
Kritik kedua kemudian datang dari kaum rasionalis yang beranggotakan Aldo Rossi dkk
yang mempromosikan perhatian terhadap ruang terbuka publik di tengahbanyaknya bangunan-
bangunan milik individu. Gerakan ini memiliki kekuatan politik yang kuat dengan mengkritik
kapitalis karena telah mencemari arsitektur dan desain perkotaan. Kritik selanjutnya kemudian
muncul dari Robert Venturi yang terkenal dengan “manifesto lembut”nya. Venturi mengakui
bahwa ruang paling luar yang diciptakan akibat pergerakan modern adalah ruang eksklusif atau
ruang yang terisolasi dari keseluruhan lingkungan. Sebaliknya ruang inklusif dapat
mempresentasikan kesatuan terpadu antara lingkungan suburban dan komersial. Kritik dari
Venturi menekankan bahwa ruang hendaknya tidak dilucuti dari makna budaya yang ada.
Berbeda dari kritik sebelumnya, Colin Rowe mengemukakan mengenai permasalahan
bangunan yang berdiri sendiri di perkotaan. Menurutnya ini adalah keadaan yang sulit apabila
bangunan sebagai objek yang berdiri sendiri karena efeknya akan mengganggu kelanjutan pola
perkotaan. Christian Norbegh-Schulz mengatakan bahwa setelah perang dunia kedua sebagian
besar tempat mengalamu perubahan yang signifikan. Jalur, pola, dan distrik kehilangan identitas
mereka sebagai sebuah kota secara keseluruhan serta nilai tradisional yang terdapat dalam kota
pun ikut hilang.
Pada proses yang melewati tradisi bersejarah lokal dan kebutuhan, penerapan arsitektur
baru adalah sebuah pergerakan akan kesadaran dari masa lalu ke masa yang akan datang. Seperti
yang diketahui, kondisi ekonomi mempengaruhi pengembangan dan pembangunan perumahan
baru. Di sisi lain, para perencana dan investor mencari peluang baru di pusat kota sebagai sumber
daya yang dapat digunakan kembali ke depannya.
Berdasarkan gambar 2-15, Colin Rowe telah melihat sejarah ruang perkotaan, terutama dari Roma dan Florence,
untuk memahami nilai-nilai dan ekspresi yang melekat dalam bentuk perkotaan yang termasuk sukses. Dia menekankan
bahwa perlunya penekanan bangunan individu ke dalam lingkup perkotaan yang lebih besar, serta cakupan tanah terus
menerus dan efektivitas pola geometris yang kuat (Jurusan Arsitektur, Cornell University).
Tapi ini bukan soal ideologi fungsional, hal Ideal kebersihan sosial juga diperhatikan melalui
ditinggalkannya taman kota menjadi kota baru, dan konsep perhatian pinggiran kota juga
diarahkan dari pusat kota. Sebagai manifestasi dari ide untuk kebersihan sosial, proyek-proyek
perkotaan mengalami pembaharuan tahun 1960 dan telah dilakukan dengan gagasan bahwa hanya
dengan memulai dari awal, penyakit-penyakit dari dalam kota bisa diselesaikan. Kebutuhan mobil
lebih jauh lagi, telah menjadi dominan dan merupakan salah satu penyebab tumbuhnya sub-
urbanisasi dan peningkatan mobilitas.
“Modern Streets and Squares; The Threat of the Vertical”
Salah satu kesulitan serius dalam membahas masalah ruang perkotaan modern adalah
adanya dominasi kota vertikal, manifestasi dari fungsionalisme yang perlu diberikan pertimbangan
pragmatis. Dengan ekpektasi dari beberapa proyek harapan seperti kota futuristik menara yang
pada saat itu diusulkan pada tahun 1914 oleh Saint Elia, karakteristik bentuk perkotaan Eropa
secara historis terdiri dari blok yang horisontal dalam pola yang teratur dengan proyeksi dramatis
beberapa di atas garis yang telah ditentukan. Di kota bukit Italia San Gimignano dimana menara
sempit membuat kota abad pertengahan tampak melambung ke langit. Sayangnya pola low-rise
tradisional dilanggar di kota-kota modern di seluruh Eropa.
Saat ini, terkecuali Washington D.C., satu-satunya kota besar di Amerika Serikat yang
mempertahankan profil horisontal melalui kontrol ketinggian yang ketat. Isu sentral menjadi
bagaimana kelangsungan arah dan lingkup jalan serta lapangan dapat dipertahankan di lingkungan
perkotaan. Satu-satunya cara integritas jalan dapat dipertahankan di kota menara adalah dengan
membuat transisi yang jelas dari bangunan yang tinggi ke rendah.
Pada gambar 2.16 terlihat di kota vertikal, kepadatan jalan tingkat harus sangat berkurang. Masalah tersebut yang
kemudian menjadi salah satu hal dapat melestarikan kelangsungan terarah dan berkelanjutan.
Sebuah bangunan indah dapat dilihat dari kejauhan, Hancock Tower termasuk kurang dari
sukses sebagai jalan tuas yang sempit, karena bentuk vertikal hanya seakan menghilang dari dasar
tanpa melihat lingkungan sekitar. Pintu masuk dan bidang tanah di dasar menara menjadi ruang
yang
hilang dan kosong. Di Cambride, menciptakan transisi formal dan penyesuaian menara dan
pendekatan tanah. Seperti gambar 2.20 diatas.
Jika kita membuat jalan-jalan sukses di kota menara, kita perlu memisahkan lapisan
arsitektur untuk membentuk ruang publik terus menerus di permukaan tanah, dan sebuah lapisan
dari arsitektur bebas yang naik keatas. Dalam Ratio Luas Lantai (F.A.R.) peraturan, lantai bawah
harus tersebar di dasar, memberikan definisi skala manusia untuk jalan dan plaza sedangkan lantai
atas harus melangkah mundur sebelum mereka naik.
Jalan Utama
Ketidakpedulian luas terhadap ruang perkotaan dapat digambarkan melalui perwujudan
jalan utama kota yang kecil. Amerika telah menjadikan jalan kota yang kecil sebagai monumen
untuk perdagangan, namun saat itu juga disia-siakan dengan mendukung pusat perbelanjaan
dengan gaya sub-urban di pinggirannya. Di beberapa kota, kita dihadapkan pada bangunan-
bangunan dan ruang publik yang kosong dan tak pasti di jalan utama.
Hal-hal elegan melapisi jalan utama pada abad ke-20, namun sebagian besar sejarah
tersembunyi di balik tanda-tanda. Lapisan plastik dan aluminium menandai penurunan jalan utama
ke jalan sub-urban. Hal tersebut dijadikan sebagai kelahiran kembali jalan utama desa prototipikal
sebagai ruang figural pada sebuah lanskap egaliter yang diperlukan jika kota-kota kecil di Amerika
apabila ingin dipertahankan. Di masa lalu, jalan utama merupakan fokus kehidupan masyarakat
yang dipelihara sebagai pengalaman spasial dengan kualitas tinggi. Kegiatan komersial yang
beragam dan dekat dengan perumahan dijadikan sebagai pusat kegiatan sosial masyarakat. Sifat-
sifat penting ini bersamaan dengan konteks dari negara Amerika, yaitu harus menghidupkan
kembali sebagai tipologi spasial perkotaan di masa depan.
Plaza Berbentuk Cekung dan Mall Terinternalisasi
Plaza berbentuk cekung dan mall yang terinternalisasi juga mempengaruhi kualitas ruang
publik dalam beberapa tahun terakhir. Aman untuk mengatakan bahwa dengan sedikit harapan,
keduanya memiliki kelancaran yang signifikan dan negativitas sejauh arus aktivitas jalan. Dalam
kasus plaza berbentuk cekung, yaitu 1633 Broadway di New York maupun alun-alun di Boston,
masalah bukan hanya dari bentuk fisiknya, tapi lokasinya yang bertentangan dengan jalan.
Mall di dalam ruangan di perkotaan memiliki kecenderungan menguras aktivitas dan
vitalitas ekonomi di jalanan. Mall di dalam ruangan mampu menjadi lingkungan belanja yang
menggoda dan nyaman, namun bertentangan dengan kebiasaan sehari-hari dan bentuk kota yang
ada di ranah publik dunia terlupakan. Galleria Vittorio Emmanuele di Milan dan Quincy Markets di
Boston merupakan contoh luar biasa dari pasar perkotaan yang secara fisik terpisah dari jalanan
namun berfungsi secara tradisional sebagai tempat berkumpul untuk berbagai macam kegiatan.
Galleria di Milan memberikan koneksi antar dua jangkar yang ada, serta mampu memelihara dan
memperkuat jaringan kota.
Tata letak linier Quincy Markets berlanjut dari Boston dari jantung kota menuju tepi laut.
Ruang eksterior antara tiga bangunan panjang di Quincy Markets dalam menyatukan alih-alih
hiburan belanja terpisah di dalam dan diluar kompleks. Beruntung bagi Boston masa itu, bentuk
historis dari pasar pada awalnya berevolusi dari konsep pasar dan jalan dan menawarkan kerangka
kerja ideal untuk revitalisasi modern dan adaptasi terhadap kebutuhan komersial baru. Contoh
Milan dan Boston menjadi model sukses dari desainer kontemporer yang penting untuk diikuti
sebagai bentuk perkotaan yang baik.
Berbeda dengan dua contoh sukses diatas, potensi negatif dari mall di dalam ruangan
terungkap di Detroit’s Renaissance Center di Kompleks Ren Cen yang memiliki arsitektur
interior
yang sangat menarik, begitupun dengan eksteriornya yang dramatis. Namun surat pengembangan
terputus dari lingkungan perkotaannya. Hal tersebut menggambarkan apa yang sudah dikritik oleh
Daralice Donkervoet dalam esainya “The Mailing of The Metropolis”, dimana ia mengatakan
bahwa mal urban memiliki kecenderungan tertutup yang memungkinkan pengendalian terhadap
lingkungan.
Di Detroit, para perancang menempuh jarak jauh dengan membungkus kompleks yang
diinternalisasi dengan dinding benteng yang menamung sistem mekanis, menciptakan arsitektur
paranoia dan ketakutan di kota industri. Untuk pejalan kaki, akses menuju Ren Cen dan di daerah
sisi lain dibatasi tidak diblokir sama sekali. Gaya arsitektur lebih cocok untuk Florida dan Michigan.
Apalagi, revitalisasi ekonomi besar-besaran di pusat kota yang buatnya belum terwujud.
Toronto’s Eaton Center merupakan usaha untuk menciptakan kembali perayaan cahaya
dan ruang Istana Kristal Paxton lebih dari satu abad yang lalu. Desain interiornya hampir serupa
dengan Gum Department Store di Moscow.
Volume ruang kaca pada gambar diatas mencapai titik yang luar biasa jumlahnya, tidak
seperti yang terjadi di Renaissance Center, para perancang menanggapi Yonge Street dengan
mendirikan toko-toko berskala kecil di sepajang tepi luar kompleks dan mencoba mempertahankan
fisik kontinuitas grid kota dengan dinding jalan baru. Sejak pusat Eaton dibangun, pengecer di
seberang Yonge Street mendapatkan pendapatan. Banyak toko-toko lokal masih ada dan ada
perbedaan mencolok antara keragaman kehidupan jalanan di luar perdagangan kota di dalam.
Daripada menguras aktivitas dari jalan, pusat cenderung menyalurkan lebih banyak kehidupan ke
dalamnya.
Taman Kota, Pinggiran Kota, dan Kota-Kota Baru
Perubahan dalam skala bangunan dan cakupan tanah, jalan utama yang terabaikan serta
kecenderungan menuju plaza berbentuk cekung dan mall yang terinternalisasi telah disertai oleh
berbagai kecenderungan untuk meninggalkan kota sebagai lingkungan hidup.
Nilai normatif yang tersirat dalam fungsionalisme membuat beberapa gerakan laindari abad
kesembilan belas hingga abad pertengahan, termasuk konsep Garden City oleh Ebenezer Howard,
Kota Baru di eropa dan Amerika. Arsitektur modern mendasarkan rencana utopia pada
seperangkat asumsi terbatas tentang kebutuhan dan perasaan manusia. The Ville Radieuse of Le
Corbusier, Citta Nuova dari Saint Ella merupakan contoh upaya dalam memprediksi dan
mengarahkan utopia masa depan sesuai dengan norma eksplisit. Dalam banyak hal mereka terlalu
sukses. Kami menyadari bahwa rentang norma terbatas.
Salah satu pelajaran dari abad kita adalah perlahan dan dengan biaya tertentu, adalah
bahwa apa yang perencana coba untuk mengubah kota-kota yang hidup menjadi suatu utopia,
mereka selalu memperburuknya. Kata-kata terkenal dari perwira Amerika di Vietnam: “Kita
harus menghancurkan desa itu untuk menyelamatkannya”.
Pandangan atau ide-ide dari Ebenezer Howard, Clarence Stein dan Henry Wright
berdampak pada bentuk kota-kota modern. Garden City ini mulai bergerak dari tahun 1898. Konsep
Garden City adalah kota dengan ukuran terbatas yang dikelilingi oleh lahan pertanian. Perencanaan
Garden City yang memusat dengan bentuk seperti lingkaran ini, berpusat pada taman yang
diorganisisr dengan bentuk jalan yang terstruktur.
Pada komunitas Stein dan Wrigh, taman merupakan kekuatan atau tulang belakang dari
sabuk hijau. Blok-blok perumahan yang besar dan yang cukup luas untuk menyediakan ruang
terbuka. Jalan-jalan juga dibentuk sesuai kebutuhan hirarki.
Berawal dari Stein dan Wright membawa kemunculan singkat kesamaan karakteristik kota
yang dibangun dengan sedikit bangunan dan ruang terbuka yang luas.
Selama tahun 1960-an terdapat beberapa percobaan untuk mengembalikan ide Howard
agar terdapat area umum yang luas untuk masyarakat. Daerah-daerah pinggiran banyak tumbuh
secara tidak merata, hingga Presiden Lyndon Johnson memutuskan membuat Program Komunitas
Baru untuk mengembangkan daerah pinggiran dan membebaskan kemacetan kota. Ketertarikan
akan komunitas baru ini menyebar melalui arsitektur sekolahan. Grup-grup diakomodasi untuk
menata kota agar memiliki kemampuan berinterakjsi dengan alam disekitarnya
Proyek Komunitas Baru didasarkan pada penggunaan lahan daerah pinggiran yang tidak
terpisah pisah atau pusat kota yang tidak efisien. Sistem infrastruktur jalan, utilitas dan ruang
terbuka diletakkan dengan seimbang dan harmoni dengan ekologi alamnya. Komunitas baru dari
perencanaan wilayah kota telah berhasil menyeimbangkan alam tanpa mengesankan bentuk dan
susunan spasialnya. Namun, banyak kota yang tidak dapat menarik ekonomi untuk wilayahnya.
Suasana baru penataan wilayah ditata sesuai kegunaan lingkungan dan untuk mencari suasana
yang berbeda di era modern. Selama tahun 1950-an dan 1960-an beberapa kota baru telah
berhasil di
bangun di Eropa dengan integrasi antara arsitektural dan alam di sekitarnya yang dapat
menciptakan makna yang kuat dari suatu tempat tersebut, seperti di Tapiola, Finlandia.
BAB 3
Terdapat banyak contoh ruang terbuka kota yang sukses—contohnya kota tradisional di
Eropa dan Asia. Penemuan-penemuan masa kini banyak yang berasal dari mencontoh teladan yang
telah ada dari masa lampau, hal-hal tersebut digabung dan dimodifikasi menjadi suatu ide baru.
Namun, terdapat perbedaan yang sangat besar diantara meminjam dan meniru suatu ide.
Meminjam suatu ide artinya mengombinasikan berbagai usaha—menghargai tapak, berhati-hati
dalam menganalisis suatu atau sekumpulan bangunan eksisting, menentukan karakteristik utama
dengan akurat dan menggabungkan seluruh data tersebut menjadi sebuah konsep desain yang
meyakinkan. Adaptasi dari suatu model sejarah ke hal modern tidak bisa menjadi sebuah praktik
meniru, tapi setidaknya harus menimbulkan “a 45o twist in the mind or the eyes”.
Sebuah desain ruang kota yang sukses ditentukan dari sebuah pemahaman kritis dari
berbagai kasus contoh, baik ataupun buruk, dari ruang yang pernah dipakai oleh pengguna dan
dianalisis oleh perancang. Terdapat dua kategori utama dari tipe ruang kota: hard space dan soft
space. Hard space adalah ruang yang tercipta akibat adanya batasan-batasan dinding arsitektural
yang dapat menciptakan keterlingkupan ruang bagi masyarakat yang beraktivitas di ruang tersebut.
Sedangkan soft space adalah ruang yang sebagian besar terdiri dari lingkungan alami, baik di dalam
maupun luar kota, berupa taman atau jalur hijau untuk rekreasi sehingga menciptakan lingkungan
yang asri dan tenang.
Hard Space
Satu dari beberapa faktor penting dari hard space yaitu pembuatan area tertutup. Steven
Peterson membedakan dua properti fisik menjadi ruang dan anti-ruang. Menurutnya, ruang dapat
dihitung—memiliki batas yang terlihat—dan anti-ruang tidak dapat dihitung—tidak berbentuk,
tidak memiliki ujung atau bentuk yang dapat dilihat. Berdasarkan observasi dari beberapa
bangunan
historis, dapat dilihat bahwa terdapat tiga komponen dari kesuksesan hard space: (1) bingkai tiga
dimensi; (2) pola dua-dimensi; (3) pengalokasian objek di ruang.
Bingkai tiga dimensi menentukan ujung dari sebuah ruang, tingkat ketertutupan, dan
karakteristik dari dinding ruang. Pola dua dimensi yaitu penanganan dan penerjemahan dari
bidang tanah—bahan, tekstur, dan komposisinya. Objek di ruang adalah elemen-elemen seperti
patung, fitur air, dan pohon yang memerlihatkan aksen atau titik fokus dan membuat suatu ruang
menjadi mudah diingat. Contoh ruang kota yang berhasil terbentuk dari gabungan ketiga konsep
ini.
Contoh Historis: Squares
Seperti yang telah diketahui, perbedaan dari ruang dan antiruang terdapat pada keterbatasan batas.
Menurut the American Heritage Dictionary, ruang adalah “satu set elemen atau titik yang
memenuhi kondisi geometris tertentu dalam bidang tiga dimensi dari pengalaman sehari-hari;
jarak diantara dua titik atau volume area dari batas spesifik.” Untuk desain ruang kota hal ini
diinterpretasikan sebagai penutupan lateral.
Dalam buku bersejarah yang ditulis pada tahun 1889,
Camillo Sitte menulis mengenai kurangnya kualitas fisik
sebuah penampang ruang dan pentingnya ruang kota
sebagai kesatuan tertutup. Tulisannya menjadi salah satu
penggerak perubahan peradaban, pada kala itu untuk
pertama kalinya prinsip artistik dari desain keruangan
dibuat secara tegas dan peran perancang dalam
mendesain ruang diakui. Dari beberapa prinsip Sitte,
ketertutupan merupakan hal yang paling signifikan. Pada
tahun 1909 di Votive Plaza di Vienna’s Ringstrasse, Sitte
akhirnya mendesain sebuah ruang tertutup dengan
menambah gedung dan gang tertutup disekitar katedral
yang sebelumnya telah berdiri. Desain ini menjadi salah
satu desain paling berpengaruh di desain keruangan kota
modern.
Tepi-tepi yang padat menguatkan kualitas visual dari sebuah ruang yang tertutup. Hal yang
mendukung kesuksesan Piazza del Campo di Siena datang dari perbedaan kepadatan, jalan berliku,
dan kepadatan bangunan yang mengelilingi diberbagai penjuru sehingga terlihat seperti akan
meletus (lihat Gambar 2 dan Gambar 3). Dari contoh kasus Piazza del Campo, dapat dilihat selain
dari susunan kotanya yang dikelilingi oleh kepadatan yang kontras dengan titik tengah, susunan
jalan juga menguatkan bentuk dari square itu sendiri. Ruang kota merupakan pembangkit dari
bentuk kota.
Gambar 5. Le Corbusier, St. Die Center, St. Die, France. Figure ground
Pada Gambar 4 tidak ditemukan hubungan antara kepadatan dan kekosongan seperti yang
terdapat di Siena. Konsep desain tersebut tidak mengadopsi cara berpikir ruang terbuka yang
memiliki tepi. Di Siena ada hirarki ruang publik yang jelas, sementara di St. Die tidak ada urutan
hierarki yang jelas.
Gambar 6. Las Vegas
Di Las Vegas, bangunan tidak tersusun dan terpencar kemana-mana. Ruang terbuka tidak
memiliki struktur yang jelas dan hanya merupakan daerah yang ditinggalkan kosong setelah
perbaikan.
Gambar 7. The Campidoglio Plan. Gambar 8. Michelangelo Buonarotti. The Campidoglio. Rome,
Begun 1544. Aerial View.
Pada Gambar 6 dan 7 dapat dilihat sebuah ruang terbuka yang jelas dan bagus meskipun
terdapat perbedaan desain arsitektur, topografi, dan bentuk tapak yang tidak setara.
Gambar 10. Piazza San Marco, Venice, Italy. Aerial View. Gambar 9. Piazza San Marco Plan.
Gambar 11. Gianlorenzo Bernini, Piazza San Pietro. Rome. Begun Gambar 12. Piazza San Pietro. From Nolli’s Map of
1656. Aerial Photograph. Rome. 1748.
Pada Gambar 8 dan 9 dapat dilihat bahwa Piazza San Marco yang merupakan ruang terbuka,
dikelilingi oleh kepadatan bangunan yang dipisahkan oleh jalan dan kanal. Meskipun bangunan-
bangunan di tepi Piazza dibangun di periode yang berbeda, namun pada umumnya tinggi bangunan
tersebut sama rata. Selain itu, dilihat dari rencana Piazza San Marco, dapat disimpulkan bahwa
ruang yang masuk akal dapat dibentuk dari kumpulan bentuk fisik yang tidak harus seragam.
Kekuatan dari bentuk arsitek tersebut yaitu perlahan-lahan bangunan seperti terbuka ke perairan.
Sedangkan selain itu, terdapat desain lain untuk menguatkan bentuk suatu ruang terbuka.
Teori Bernini mengenai barisan pilar di San Pietro yang berfungsi sebagai datum desain piazza.
Menurut Christian Norberg-Schulz, koneksi antara ketutupan dan tempat yaitu perbedaan kwalitas
dari berbagai tempat dan karakter ditentukan oleh bagaimana tingkat ketertutupan ruang tersebut.
Gambar 10 dan 11 di atas merupakan Piazza San Pietro yang memiliki desain berupa pilar berjajar.
Ketertutupan disini berarti berbagai area terpisah yang dikelilingi bangunan-bangunan. Piazza San
Marco, Venice, adalah contoh bagaimana ruang tersebut sangat tertutup dan sampai titik
menghalangi pola kota. Kota tradisional terorganisasi berdasarkan jaringan tertentu dari jalan dan
squares. Organisasi ini menyebabkan artikulasi yang jelas untuk mengintegrasi komponen-
komponen. Sedangkan masalahnya yaitu untuk mencari bingkai utama dari sebuah kota.
Gambar 13. Pompeii. The Froum.
Pada masa Kekaisaran Roma, ruang kota klasik menyediakan pola yang konsisten juga.
Dengan fleksibel dan terstruktur, bangunan campuran untuk forum di Roma (Gambar 12)
tergabung mengelilingi sebuah pusat plaza yang mengambil artikulasi lebih jelas daripada
bangunan di sekelilingnya. Pada Gambar 12 terlihat kondisi pola bangunan sebelum 79 AD. Di
ruangan kota klasik, perkembangannya yaitu dengan menyambungkan ruang publik dan
semipublik untuk beberapa fungsi. Pada waktu bersamaan, mereka menciptakan framework yang
seragam untuk menyatukan beberapa deretan bangunan individual dan ruang terbuka. Sebuah
loggia yang mengelilingi sebuah square yang multifungsi membantu menngkatkan kejelasan fungsi
dari ruang di dalam dan di luar ruang terbuka, juga sebagai pintu untuk jalanan kota.
Komponen lain dari suksesnya sebuah square adalah jika terindikasi memiliki pola dua
dimensi yang memersatukan bidang tanah. Contohnya, di Siena, desain piazza diperkuat dengan
pola bilah batu. Elips paving Michelangelo di Campidoglio yang semakin menaik sedikit demi
sedikit ke arah patung Marcus Aurelius sebagai pusatnya, hal tersebut membantu menyeimbangkan
piazza yang miring ini.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam suatu square yaitu penempatan objek yang dapat
menciptakan suatu bayangan dan fokus yang dapat menyampaikan kesan sosial dan budaya.
Bagaimanapun, manusia juga memainkan peran penting dalam terciptanya public square. Jika ruang
tersebut dapat menarik banyak orang untuk melakukan berbagai aktivitas, maka dapat dipastikan
desain ruang tersebut sudah tepat dan sukses.
Pembelajaran Sejarah: Jalan
Ruang jalan seperti yang berbentuk linear, tetap akan memilliki sifat tiga dimensi, pola dua
dimensi, memiliki sesuatu yang menarik dan menjadi titik focus. Pergerakan ialah inti dari jalan,
tapi pergerakan juga memiliki fungsi yang lebih luas, dimana sering kali hilang dalam penekanan
modern pada perjalanan yang cepat di kota. Jalan memberikan kita inti dari kebebasan dari
pergerakan dimana kehidupan bergantung. Tapi, di dalam kesibukan untuk terhubung, kita telah
mengabaikan fungsinya yang lain. Tidak perlukah kita memperbaharui jalan untuk merefleksikan
kenyataan dari fungsinya yang beragam? Jalan dapat menjadi penyusun lahan, pusat atau
penghubung. Jalan tradisional seperti jalan utama yang dilalui Isfahan ke ira, merupakan sebuah
ruang eksterior dengan beragam penggunaan dimana berbagai jenis aktifitas saling berdampingan,
dan aktifitas sosial ataupun fungsional dapat berlangsung di jalan tersebut. Pasar di Isfahan ialah
sebuah institusi yang berlokasi di sepanjang jalan yang menghubungkan masjid, sekolah, dan
keseluruhan kebijakan dari ruang public dapat berintegrasi secara linear dan berisi yang tercakup
dan terbuka.
Ruang jalan efektif dapat memiliki beragam bentuk. Elemen dari ruang jalan telah terbentuk
sejak zaman pompei, dimana ruang di definisikan dengan dinding bangunan, selokan, trotoar,
penyebrangan, yang memiliki ragam yang sama dengan jalan sekarang. Untuk tujuan analisis,
terdapat duabuah tipe dari jalan, yaitu melengkung, atau lurus. Sebagai contoh dari jalan lurus ialah
jalan Rossi Prospekt di Leningrad, dimana lebarnya sama dengan tingginya, 22 meter, dan
panjangnya 10 kali nya yaitu 220 m. Jarak ini disebut sebagai proporsi terbaik dari desain jalan
yang dibuat oleh perencana Rusia. Di contoh ini, keseluruhan jalan dipandang sekilas.
Berikut merupakan gambar Pompeii masa kini. Dapat dilihat ruang jalan di Pompeii di definisikan
dengan cara yang sama dengan masa
kini, yaitu dinding bangunan, trotoar,
selokan, dan penyebrangan.
Sedangkan, jalan utama di Visby, Sweden ialah jalan melengkung yang terbentang secara
perlahan karena adanya kelengkungan. Secara bersamaan, bagian luar yang bervariasi,
menciptakan kekayaan dan keragaman yang tampaknya tidak terdapat di jalan di Rusia. Skala
certikal juga membedakan kedua contoh, Jalan Rossi Prosprkt menampilkan bentuk fisik yang
monumental, sedangkan jalan Visby lebih mengedepankan sosok manusia. Namun, kedua desain
dari ruang publiknya didahului oleh desain dan program dari masing masing bangunannya yang
membentuk hubungan antara bentuk dan aktifitas disana. Pelajaran yang dapat diambil ialah tiap
bangunan perlu mengikuti keseluruhan rancangan, seperti arsitektur pada bangunannya yang
harus selaras dengan system yang ada di masyarakat. Ruang kota tidak dapat dihancurkan tapi
dapat dilengkapi dengan bangunan yang baru. Apabila ruang kota didefinisikan kurang bagus,
bangunan baru harus dapat menciptakan suasana di kota tersebut, Bangunan dapat dikatakan
untuk tidak merobek kain yang berlubang ataupun membuat sebuah ruang hampa.
Berikut merupakan contoh dari jalan yang
melengkung. Jalan ini melengkung secara
perlahan karena adanya kelengkungan.
Walaupun terdapat keberagaman di tinggi
bangunan dan muka bangunan, cara dan
aturan dari lokasi tersebut, membentuk
sesuatu yang konsisten di tiap
kelengkungannya.
Gambar 17. Sebastiano Serlio. Stage Design. 1545. Gambar18. Asakusa, Tokyo, Japan.
Jalan Kuil Asakusa di Tokyo, Japan, memiliki kesamaan menyatukan keragaman di satu
jalan. Komposisi aksial dimulai dengan sudut hiasan Jepang, lalu terdapat area komersil enam blok
sebelum tiba di aula kuil yang ditempatkan secara simetris di ujung jalan. Pedagang yang berjejer di
sepanjang jalan menimbulkan suasana pasar yang berlawanan dengan fungsi relijius dari kuil,
menunjukan adanya pembagian fungsi diantara pesona dari lingkungan jepang kontemporer
dengan cara pandang budaya tradisionalnya.
Strada Nouva di Genoa, Italy merupakan contoh yang baik dalam keserasian ruang jalan,
karena muka bangunannya memiliki kedua fungsi yaitu terhadap jalan dan juga terhadap
bangunannya itu sendiri. Bangunan di sepanjang jalan merupakan pavilion yang berdiri bebas,
namun keberadaanya adalah bagian yang lebih besar terhadap kota. Hasilnya, kesatuan jalan
terlihat meningkat dengan adanya hubungan antar dinding dan garis horizontal dari dasar
bangunan dan perbedaan tinggi rendahnya lantai. Di Strada Nouva, terdapat arsitektur yang
konsisten terhadap kesatuan ruang jalan.
Gambar 19. The Strada Nuova, Genoa, Italy.
Desain jalan dari Friedrich Weinbrenner’s 1808 dalam proyek untuk Langenstresse di
Karlsruhe, Jerman juga perlu di perhatikan. Seperti contoh, di Rue de Rivoli, Paris, terdapat barisan
tiang melengkung yang menyatukan ruang jalan eksterior yang menutupi ketidak samaan tinggi
rendahnya bangunan jika dilihat dari depan.
Contoh dari ruang jalan yang baik yaitu berbentuk grid di Savannah, Georgia. Secara umum
dan kompleks, pergeseran pola ruang lebih menarik daripada pola biasanya, pola berulang, tapi
tidak terkecuali Savanah. Pada tahun 1733 James Oglethorpe menemukan perencanaan terkenal
yang didasarkan pada satu sifat dasar, yaitu berbentuk kotak, dengan jalan internal dan ruang
terbuka di tengahnya. Di luar lingkungan, seluruh komunitas diatur mengelilingi jaringan yang
lebih besar. Keempat ruang ini awalnya berada di Savannah, dan selanjutnya tumbuh selama
beratus ratus tahun mengikuti jaringan sebelumnya. Tiap ruang menjadi unit selular mandiri yang
berisi empat puluh rumah dengan empat titik sebagai bangunan umum yang diperuntukan sebagai
pusat kotak. Bentuk
geometrik sendiri dibentuk oleh suatu kebijakan dimana didalam ruang dan lainnya atau diluar
ruang berkembang dan menambah perkembangan kota tersebut.
Jalan pada kota modern dan kota pinggiran di Amerika memiliki karakteristik ambiguitas
antara pentingnya blok, dan bangunan dengan pentingnya ruang jalan yang terbentuk. Inti dari
kota, yaitu proporsi vertical dan horizontal dari ruang jalan ialah dari 10-1, dimana pinggiran kota
memiliki proporsi yang terbalik yaitu dari 1 vertikal hingga 10 horizontal. Perbedaan proporsi
dimensi dari ruang jalan ialah permasalahan utama di desain kota dan harus menerapkan
pembelajaran dari contoh sebelumnya seperti Strada Nouva and Visby. Jalan seharusnya dapat
menjadi sebuah kesatuan dari sebuah ruang, bukan apa yang tersisa setelah bangunan dibangun.
Gambar 23. Diagram of Street Space Proportion: the City and the Suburb.
Permukaan-diartikulasikan Ruang
Semua desain perkotaan yang baik bergantung pada integrasi arsitektur dan arsitektur
lansekap. Perencanaan Michelangelo untuk Campidoglio di Roma memiliki tiga sisi dengan tata
letak halus segitiga bangunan yang disatukan oleh pola paving elips rumit. Pola paving ini
merupakan elemen utama dalam rencana tersebut, terlihat dari tengah patung Marcus Aurelius
yang menghubungkan bangunan dan tangga di sekitarnya.
Monumental versus Ruang Intim
Paley Park, sebuah taman di tengah kota Manhattan merupakan contoh yang baik mengenai
bagaimana tempatkecil dan sisa di kota dapat diubah menjadi ruang publik yang layak. Dengan
anggaran yang relatif kecil, tempat ini diubah menjadi panggung untuk aktivitas publik dengan
kursi dan meja bergerak putih yang dipasang di atas paving sederhana namun dekoratif dengan
latar belakang air mengalir. Taman ini juga menawarkan makanan dan fungsi murah sebagai ruang
sosial yang penting dalam hiruk pikuk di tengah kota Manhattan. Dimensi ruang dan objek berada
dalam skala dengan pengguna. Taman Paley sangat disukai ruang publik. Pada skala yang berbeda,
Christian Science Center di Boston memiliki sebuah rekonstruksi modern yang selesai pada tahun
1975. Tempat ini memiliki kolam pemantul raksasa di tengahnya yang berfungsi sebagai mediator
perantara. Paley Park dan Christian Science Center berada di ujung skala fisik, namun keduanya
sesuai dengan lingkungan perkotaan mereka.
Ruang Komunikatif
Masalah lain yang mempengaruhi ruang kota pada umumnya adalah berkembangnya
penanda di kota modern. Semua ruang publik di kota bersifat komunikatif-fungsional, simbolis, atau
persuasif. Pesan-pesan ini disampaikan dengan cara bangunan dikelompokkan dan terutama pada
strip komersial, dalam tanda-tanda yang mereka tampilkan. Obyek di ruang publik secara simbolis
mengkomunikasikan arti tempat. Seringkali pesan kota lebih dekat diungkapkan oleh fragmen
kompleks lingkungan eksterior daripada arsitektur bangunan individual yang lebih massif sehingga
kosakata fragmen mendominasi pemandangan dari jalan atau trotoar.
Soft Space merupakan salah satu tipe ruang non- arsitektur yang harus dipertimbangkan
oleh perancang. Soft Space merupakan suatu kawasan non terbangun. Soft Space di tengah-
tengah kota dapat menonjol di lingkungan kota yang padat.
1. Human Space
Sebagai sarana untuk memahami sifat ruang dan dimensi fisik dan psikologis kekosongan
eksterior, kita harus memperluas sumber daya ke daerah-daerah di luar ruang perkotaan yang
spesifik untuk memasukkan konteks yang lebih luas di mana keberadaannya ada. Dua faktor
yang harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi ruang dalam konteks yang lebih luas adalah :
1. Ruang berdasarkan penggunaannya dan tujuannya sebagaimana didefinisikan oleh
kebutuhan psikologis dan sosial individu.
2. Hubungan antara ruang tertentu atau kelompok ruang dengan karakteristik daerahnya,
termasuk sejarah dan tradisi lokal daerah tersebut.
Pola penggunaan yang ada dan yang diusulkan seringkali dapat diakomodasi dengan lebih
baik di dalam “soft space” yang mengandung unsur alam dan padang gurun daripada “hard
space” yang dinyatakan dalam bentuk arsitektonik. Memunculkan kriteria sosial dan
menerjemahkan proses desain mengarah pada penciptaan ruang sosial yang sesuai dengan
aktivitas yang dikandungnya. Mengabaikan input manusia menyebabkan kehilangan ruang.
Penting untuk membedakan dengan jelas antara ruang pedesaan dan perkotaan. Ketika
batas antara townscape dan ruang pedesaan yang tidak jelas, ruang biasanya kehilangan tujuan
utamanya dan menghasilkan urban sprawl yang tidak diinginkan. Menjaga batas kota sangat
penting untuk pengelolaan spasial. konfigurasi tepi yang terdifusi mengarah ke ruang
berserakan sebagai bangunan di bentang alam dalam apa yang telah diketahui sebagai
pengembangan strip dan pinggiran kota.
2. Rural Space
Daerah pedesaan memenuhi tujuan langsung dan bermakna dalam menyediakan kayu,
tanaman pangan, dan sumber daya untuk pemukiman manusia. Sebagai ruang terbentang dan
tak terbatas, ia berinteraksi secara positif dengan permukiman buatan manusia, memberikan
manfaat ekonomi dan memuaskan kebutuhan manusia akan ruang terbuka dan kontak dengan
alam
3. Parklike Space
Seperti telah dibahas pada rural space, perbedaan antara ruang dan kehilangan ruang tidak
hanya diturunkan dari atribut yang terkait, area tertutup dengan penghalang alami, keras
maupun lunak, berelemenkan arsitektur maupun tidak. Namun akan lebih mudah menegaskan
bahwa semua ruang sama saja tanpa dengan jelas mendefinisikan tembok atau tepian. Seperti
layaknya ruangan di dalam rumah yang merupakan sebuah ruang yang hilang.
Pada taman kota di Amerika, area keras maupun lunak sangat memberikan atmosfir yang
berbeda. Seperti contohnya pada kompleks perguruan tinggi, dimana ruang taman yang indah
megisi ruang pada bingkai persegi dari bangunan tersebut. Seperti dapat dilihat di halaman
Universitas Hardvard yang keseluruhan kompleks nya dikelilingi oleh bebagai tanaman. Hal ini
juga dapat dilihat pada Universitas Virginia; oleh Thomas Jefferson, yang memberikan
perbedaan yang cukup kontras antara interior alami dan tepian yang arsitektural.
Satu dari antara ruang yang paling bermakna berada di Amerika, yaitu impian yang
terbayang dari Jefferson tentang orang-orang yang berinteraksi secara terbuka dengan
pemadangan dari area hijau tersebut. Ruang lunak yang berupa taman tersebut merupakan
turunan dari taman di Inggris. Konsep ini juga digunakan dalam desain ruang kota yang
menggunakan alam sebagai idealisasinya. Konsep ruang seperti ini di desain untuk bekerja
sama, dan untuk membedakan konsep arsitektural di ruang sekitarnya.
4. Symbolic Space : The Japanese Temple Garden
Bila taman dan komplek perguruan tinggi di Amerika terinspirasi dari Inggris, maka sangat
berbeda dengan desain yang terdapat di taman pada kuil-kuil di Jepang. Kuil ini dijiwai oleh
banyak simbol dan ekspresi yang terstruktur. Kuil ini juga dibuat sebagai ruang untuk
bermeditasi, perenungan diri, dan aktivitas metafisik lainnya. Koneksi antara ruang fisik dan
intuisi manusia di kuil ini diintegerasikan melalui taman.
Simbol pada kuil ini dapat diekspresikan dengan baik pada Kuil Ryoanji, dimana pasir yang
tersapu merepresentasikan awan dan batu merupakan kiasan untuk puncak gunung yang
menembus awan. Pada Kuil Ryoanji terdapat perpaduan ruang lunak dan ruang keras, yang
tidak begitu familiar dalam desain ke-baratan. Elemen dari kuil yang asli dan simbolis ini
penting dalam desain spasial bahkan pada dunia ke-baratan.
Desainer lansekap harus melihat banyak contoh yang memungkinkan dan ia dapat
mengadaptasi dari banyak tempat di sekitarnya. Untuk ruang keras faktor yang paling penting
ialah bingkai, muka luar, dan titik fokal. Pada ruang lunak persyaratan yang ada ialah untuk
mempertimbangkan alam sebagai simbol dan perbandingan. Kedua hal tersebut harus sesuai
dengan tujuan.
BAB 4
Atas dasar penelitian evolusi ruang modern dan analisis preseden sejarah, tiga pendekatan
terhadap teori desain perkotaan dapat diidentifikasi, yaitu teori sosok tanah, teori keterkaitan,
dan teori tempat. Ketiga teori tersebut berbeda secara signifikan antara satu sama lain, tetapi
jika ketiga teori tersebut disatukan dapat memberikan strategi potensial untuk desain
perkotaan yang terpadu. Teori sosok tanah didirikan pada studi tentang cakupan tanah relatif
bangunan sebagai massa padat untuk membuka kekosongan. Setiap lingkungan perkotaan
memiliki pola padat dan kekosongan yang ada, dan pendekatan sosok tanah terhadap desain
spasial adalah upaya untuk memanipulasi hubungan ini dengan menambahkan, mengurangkan
bentuk, atau mengubah geometri fisik dari pola.
Tidak seperti teori sosok tanah yang berbasi utama pada pola, teori keterkaitan berasal
dari “garis” koneksi satu elemen dengan satu elemen dengan satu elemen dengan elemen
lainnya. Garis-garis ini terbentuk dari jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka linier, atau elemen
lain yang secara fisik berhubungan dengan bagian suatu kota. Teori tempat selangkah
melampaui teori sosok tanah dan teori keterkaitan karena teori tempat menambahkan
komponen kebutuhan manusia, sejarah budaya, dan konteks alam. Pendukung teori tempat
memberi kekayaan tambahan ruang fisik dengan memasukkan bentuk dan detail unik yang
sesuai dengan aturannya. Masing-masing dari ketiga pedekatan ini memiliki nilai tersendiri,
namun yang optimum adalah yang menarik ketiganya, memberikan struktur pada padatan dan
kekosongan, mengatur hubungan antar bagian, dan menanggapi kebutuhan manusia dan
elemen unik dari lingkungan tertentu.
Hubungan sosok tanah di dalam peta Roma buatan Nolli adalah salah satu dari koherensi
keseluruhan, menampilkan jala antara pola blok dan bangunan individu. Bangunan objek
dibedakan dengan ruang kewarganegaraannya yang lebih besar di depan dan dari lapangan
utama jalan-jalan padat yang terdaftar dalam massa bangunan yang terus-menerus atau
"priban poche” yang mengelilinginya. Istilah poche sering digunakan dalam teori dasar desain
perkotaan. Ini adalah bidang tata ruang padatan, mengartikulasikan, konfigurasi kekosongan
eksterior. Teori sosok tanah lebih jauh menunjukkan bahwa ketika bentuk kota didominasi
vertikal, bukan menara blok, lempengan, atau gedung pencakar langit yang serupa dengan
lansekap modern membentuk bentuk perkotaan yang koheren hampir tidak mungkin (gambar
3).
Gambar 3. Robert F. Wagner, Sr. Houses. Sisi timur atas. New York
Berbeda dengan peta Nolli, bidang utama tidak berlaku di kebanyakan kota modern.
bangunan dibaca sebagai objek individu dan terisolasi dan ruang di antara keduanya tidak
terbentuk. Ketika bangunan pada dasarnya vertikal, ada cakupan tanah yang tidak memadai
dan pembentukan ruang eksterior yang disengaja hampir tidak mungkin dilakukan. Sebagian
besar upaya untuk menempatkan elemen vertikal di atas tanah yang luas mengakibatkan ruang
terbuka yang luas jarang digunakan atau dinikmati. Bangunan vertikal bertebaran karena
objek pada lansekap tidak bisa memberi struktur ruang ke lingkungan yang disebabkan oleh
keterbatasan lahan.
Analisis fakta tanah (gambar 4) sangat berguna dalam mengungkapkan hubungan
semacam itu. sifat kekosongan kota bergantung pada disposisi padatan di sekelilingnya
(bangunan, kelompok bangunan, dan atau balok perkotaan), pada skala elemen ini, dan pada
dimensi horizontal permukaan lubang terbuka atau permukaan antara komponen vertikal.
Studi tentang teori sosok tanah tidak hanya berguna dalam mengungkapkan pola komposit
jalan, tetapi juga menunjukkan ciri khas suatu kabupaten/kota.
Teori sosok tanah mengungkapkan bentuk urban kolektif sebagai kombinasi pola padat
dan kosong (gambar 5) yang dapat mengambil banyak konfigurasi, seperti overlay ortogonal
atau diagonal (grid yang dimodifikasi), organik acak (dihasilkan oleh medan dan fitur alami),
dan perhatian pusat (bentuk linier dengan pusat aktivitas). Selain mengungkapkan karakter
dan bentuk agregat kota, gambaran sosok tanah membantu artikulasi perbedaan antara kota
padat dan kosong. Hubungan padat-kosong yang terbentuk oleh bentuk dan lokasi bangunan,
disain
elemen situs (penanaman, dinding), dan penyaluran gerakan menghasilkan enam pola
tipologis: grid, angular, curvilinear, radial / konsentris, aksial, dan organik.
Perkotaan padat
Suatu perkotaan yang padat dapat dicirikan dengan adanya monumen atau sebuah institusi
yang dapat dijadikan sebagai pusat. Objek-objek ini sering kali menjadi sebuah fokus visual dan
diletakan pada ruang terbuka agar diketahui keberadaannya. Halaman depan, pagar, anak
tangga menuju objek tersebut serta halaman di sekeliling objek tidak kalah penting dengan
objek itu sendiri.
Gambar 6. Perbedaan diagram perkotaan padat (kiri) dan perkotangan dengan ruang kosong
(kanan)
Jawaban menarik dari permasalahan perkumpulan kota ditemukan pada St. Mark’s Square di
Venice, dimana terdapat sebuah piazza luas yang menjadi sebuah transisi antara padatnya perkotaan
yang terukir seperti labirin dengan kilauan laut.
Tipe kedua adalah bidang utama blok perkotaan. Ukuran, bentuk dan orientasi dari blok
perkotaan merupakan elemen terpenting dalam komposisi ruang public menurut Leon Krier.
Seperti lapangan yang dikelilingi oleh perumahan, perkantoran, retail dan sebagainya.
Lapangan itu sendiri terkadang juga memiliki bentuk tersendiri dan tekstur yang mencirikan
bahwa ialah fokusnya.
Tipe yang ketiga dapat dilihat dari bangunan dengan bentuk tepian yang unik. Bangunan
ini bisa saja memang secara desain atau untuk melanggar sebuah bentuk yang ada pada
umumnya dan menyesuaikan lahan.
Rongga Perkotaan
Seperti pada kasus perkotaan yang padat, terdapat juga rongga perkotaan. Terdapat 5
tipe rongga perkotaan dengan derajat perbedaan akan suatu keterbukaan. Pertama adalah
ruang masuk menuju lobi dengan transisi dari umum menuju kepada sesuatu yang lebih
spesifik.
Kedua, blok rongga bagian dalam. Model ini mirip seperti donut (yang memiliki rongga
dibagian tengah atau dalam). Ketiiga, koneksi utama pada suatu jalan atau tempat berkumpul.
Keempat adalah taman public. Terakhir, system terbuka yang berbentuk linier.
Intergrasi ruang adalah ruang-ruang yang terintegrasi dan saling berhubungan, sehingga
terjadi efektifitas dan efisiensi pada pencapaian dan sirkulasi. Roger Trancyk memaparkan
teori dalam pendekatan rancangan kawasan yang sifatnya erat dan saling mempengaruhi.
Teori tersebut dapat digunakan untuk integrasi bangunan dengan lingkungan atau kawasan
dan integrasi ruang di dalam bangunan teori tersebut adalah Linkage Theory .
Linkage Theory atau teori keterkaitan merupakan keterkaitan antara distrik yang satu
dengan yang lain atau nodes yang satu dengan yang lain. Penghubung dari distrik tersebut
adalah jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya.
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota atau kawasan yang sederhana
atau bisa disebut juga suatu bentuk upaya dalam mempersatukan seluruh tingkatan kegiatan
yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota/kawasan. Menurut Maki penekanan dari teori
Linkage tersebut terdapat 3 tipe formal yang berbada dari ruang kota, yaitu:
Compositional Form
Terdiri dari bangunan yang dirancang secara individual dalam pola abstrak disusun dalam
rencana dua dimensi. Apabila dilihat dari komposisi tepi perimater ruang terbuka atau batas
anatar bangunan dianggap tidak sama pentingnya dengan bangunannya itu sendiri. Bentuk
objeknya pun dibuat dengan bebas serta elemen keterkaitan tersebut bersifat formal dan
statis. Maki mengambil contoh kota baru di Brasilia yaitu komposisi dari kota Chandigarh
Goverment Center.
Mega Form
Komponen individu yang terintegrasi kedalam kerangka kerja yang lebih besar dalam sistem
hirarki, terbuka, dan interkoneksi. Keterkaitan secara fisik dipakai untuk membuat suatu
struktur, Fumihiko Maki juga menunjukan menunjukan beberapa keunggulan administratif
dan teknik terutama untuk efisiensi. Karya kenzo tange dan noriaki kurokawa diberi model,
dengan referensi khusus untuk komunitas baru yang dirancang di institut teknologi massa
pada tahun 1960an. Sehingg dapat disimpulkan bahwa Mega Form dihubungkan ke sebuah
kerangka yang berbentuk garis lurus dan hirarkis.
Sumber :Kenzo Tange and Noraiki Kurokawa Plan For a New Community, Cambride,
Massachusetts, M.I.T. 1960
Group Form
Hubungan bentuk tidak tersirat atau dipaksakan namun secara alami berkembang sebagai
bagian integral dari struktur generatif. Bentuk kelompok lebih jauh ditandai dengan
konsistensi bahan, respons yang bijak dan sering dramatis terhadap topografi, penghitungan
skala manusia,
dan urutan ruang yang didefinisikan oleh bangunan, dinding, gerbang, dan menara. Maki
mengilustrasikan bentuk kelompok dengan gambar desa Yunani dan desa agraris di Jepang, di
mana keduanya membentuk desa yang ketat dan kontinu yang menghubungkan rumah
masing- masing dengan bangunan rumah yang lebih besar dan menghubungkan kehidupan
keluarga pribadi dengan kehidupan masyarakat.
Pada ketiga tipe tersebut, Maki menekankan keterkaitan pengendalian bangunan dalam
desain ruang. Pelajaran yang dapat diambil dari Fumuhiko Maki bahwa terdapat tiga metode
pengorganisasian hubungan spasial yang saling berhubungan di dalam teori keterkaitan desain
perkotaan, Apa yang muncul dari pekerjaan pentingnya adalah bahwa komposisi ruang publik
ditetapkan sebagai totalitas sebelum ruang individu atau bangunan direncanakan.
Memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan sebuah tata ruang
perkotaan (urban fabric), kelemahannya yaitu kurangnya perhatian dalam mendefinisikan
ruang perkotaan (urban fabric) secara spasial dan kontekstual. Berdasarkan elemen-elemen
visual dari jenis Linkage Visual maka elemen yang akan digunakan pada Art Centre yang akan
dirancang adalah elemen Garis (Line), elemen Sisi (Edge) dan elemen Irama (Rhythm).
Teori Place (Place Theory) merupakan salah satu dari tiga teori yang terdapat pada Teori
Perancangan Kota (Urban Design Theory). Inti dari Teori Place ini terletak pada pemahaman
atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia dalam ruang fisik. Ruang fisik
merupakan area atau ruang terbatas dan terarah yang memiliki keterkaitan secara fisik dan
akan menjadi place apabila diberi makna kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan
lokalnya. Setiap place dalam perkembangannya tidak terlepas dari nilai sejarah, budaya dan
nilai sosial yang ada di dalam komunitas atau lingkungan masyarakatnya, yang kemudian
perkembangan membentuk ciri khas dan karakteristik dari masing-masing place.
Gambar 4-21. John Wood the Younger. The Circus and Royal Crescent in Bath, England. 1764 dan 1769, Plan.
Namun, melihat pada kejadian saat ini, sebagian besar pembangunan kota-kota baru
gagal untuk menerapkan konsep place yang merespon nilai budaya, nilai sosial atau lingkungan
fisik. Perancang cenderung terdorong untuk menyelesaikan seluruh proyeknya hanya dengan
memperhatikan persepsi visual atau fisiknya saja, sehingga individu mengalami kesempatan
yang terbatas dalam mengakomodasi kebutuhannya yang terkadang berubah seiring waktu.
Akibatnya kenyamanan individu hanya mampu dirasakan secara fisik keruangan, tidak dapat
dirasakan sebagai sebuah place
Berkaca dari permasalahan tersebut, dalam proses perancangan kota harus dapat
merespon dan mewadahi nilai sejarah, budaya dan nilai sosialnya disamping memperhatikan
persepsi visual atau fisik kota, sehingga kota tidak hanya hadir sebagai space, namun juga
dapat dirasakan keberadaannya sebagai sebuah place.
Gambar 4-22. Peter and Alison Smithson. Scheme for the Haupstadt. Berlin. West Germany.
Demikian pula, karya terbaru Leon Krier menunjukkan bahwa desain perkotaan untuk
ruang publik yang ideal adalah desain yang memberikan kejelas tata letak. Klasisisme baru
Krier tidak hanya bersifat inklusif dan multivalen namun juga sangat teratur (iklan sering
simetris), memberikan koherensi dan kesatuan terhadap variabel yang ingin ia susun. Dia
membuat perbedaan tajam antara nilai-nilai yang melekat pada apa yang dia sebut
"masyarakat klasik" versus yang melekat pada masyarakat industri. Untuk desain klasik Krier
menginginkan untuk mempertahankan nilai-nilai dan struktur yang sudah ada, sedangkan
untuk industrialisasi sudah mulai berkembang ke arah yang lebih abstrak. Krier mencoba
untuk selalu mempertahankan sisi klasik dari suatu tempat karena ia menganggap hal itu
sangat sempurna. Kemudian ia
merekontruksi tempat tersebut tanpa mengurangi sisi klassik. "Misi Krier adalah
merekonstruksi blok perkotaan tradisional sebagai jalan dan kuadrat yang pasti. Dalam dua
skema rekonstruksi krier, satu di echternach (lihat gambar 2-14), yang lainnya di luxembourg
(gambar 4-26), dia mencoba untuk memberikan kekompakan kepada kota melalui suatu pola
spasial yang formal dan multidirectional. Spesimen publik menjadi entitas positif yang
berhubungan dengan baru dan lama, tinggi dan rendah, batu dan kaca, hitam dan putih.
Gambar 4-23. Rapl Erskine. Vastervik, Sweden. Erskine telah menjadi salah satu perancang kontekstual yang paling
dihormati. Usulannya untuk revitalisasi kota swedia ini di lautan yang sunyi mengungkapkan kepekaan terhadap
arsitektur vernakular, struktur ruang organik, dan setting alam.
Gambar 4-24. Sven Markelius. Konserthus Square. Helsingborg, Sweden. 1926. Salah satu respon terhadap isu
desain kontekstual adalah kebangkitan kembali perangkat komposisi klasik, termasuk penggunaan simetri,
perspektif, dan sumbu. Seperti contoh bagus Markelius tentang klasikisme Nordik di Helsingborg, sebuah struktur
"ideal" dibuat untuk memberi koherensi pada beragam elemen di tepinya. (sopan santun: chalmenrs sekolah
arsitektur).
Gambar 4-25. Francesco di Giorgio. Di Giorgio's ideal piazza terdiri dari beberapa elemen klasik: empat kolom
berdiri bebas, air mancur hias kecil, dan lengkungan yang memperkuat pola cukup kuat untuk menyatukan
keragaman bangunan disekitarnya.
Pendekatan mereka terhadap desain kontekstual bukan untuk melihat tipologi tipikal
bangunan tapi juga tipologi ruang terbuka yang membentuk bentuk lingkungan. Di dalam
perkotaan, mereka dengan sengaja mengenalkan elemen kontras bangunan dan ruang abgular
yang menembus geometri spasial yang ada. Hasilnya adalah kolase bertingkat dan sedimen
bentuk perkotaan di mana elemen yang diusulkan tampaknya memiliki hubungan yang tidak
disengaja dengan yang sudah ada. Dengan cara ini, tempat berkembang dengan
mensimulasikan pertumbuhan kota dari waktu ke waktu.
Melihat kota di beberapa bagian, kontekstual Prancis memandangnya sebagai sistem
konfrontasi yang kompleks yang memperkaya makna masing-masing distrik konstituante.
Perancang kota Prancis ini banyak bercerita tentang kota ini sebagai bioskop memori, dengan
gagasan nostalgia dan akumulasi sebagai sumber untuk desain yang sempurna. Akibatnya,
gambar mereka menunjukkan kedalaman yang luar biasa dalam melapiskan geometri yang
berbeda dan menyelesaikan pola spasial yang kontradiktif. Titik-titik persimpangan antara
geometri berfungsi sebagai "penyerap shouck" antara pola berdekatan yang berbeda yang
menambah kekhasan desainnya. Citra kota mereka, seperti fragmen dan evolusioner, adalah
kritik terhadap rasionalitas tetap perkembangan besar Prancis dari Gerakan Modern.
Kevin Lynch, seperti kontekstual Prancis, juga mendefinisikan teori tempat. Dalam
karyanya Image of the City, yang berperan dalam pergeseran teori desain perkotaan pada awal
tahun enam puluhan, Lynch menyajikan peraturan utamanya untuk merancang ruang kota: (1)
keterbacaan: gambaran mental kota yang dipegang oleh pengguna di jalan, (2) struktur dan
identitas: pola, blok koheren perkotaan yang dikenali, bangunan, dan ruang, (3) citra: persepsi
pengguna yang bergerak dan bagaimana orang mengalami ruang kota, yang disebutnya sebagai
"unsur bentuk kota," harus dirancang sekitar persyaratan ini. Lima elemen bentuk kotanya
adalah jalan, tepi, distrik, simpul, dan tengara (gambar 4-28). Menurut Lynch, setiap kota dapat
dibagi menjadi lima bagian ini dan struktur ruangnya dianalisis dan digunakan sebagai dasar
perancangan.
Gambar 4-26. Leon Krier. Proposal for the Recontruction of Luxembourg 1978. Eksponen terkemuka dari desain
kontekstual, leon krier telah memandang struktur ruang klasik secara saksama untuk mendapatkan asas untuk
menghubungkan yang lama dan baru, tinggi dan rendah. dan beragam material, warna, dan tekstur. rencananya
didasarkan pada nilai keabadian dan sering menggabungkan ruang geometris yang sangat jelas sebagai perangkat
pemesanan.
Gambar 4-27. TAU Group, Rochefort. Plan, 1977. Berbeda dengan rasionalisme klasikis baru seperti krier, kaum
kontekstual prancis tampil dengan nostalgia pada kekacauan organik di kota yang berevolusi. mereka melihat kota
itu sebagai "teater memori" - fragmentaris dan evalutionary di alam - dan mencoba untuk menciptakan konfrontasi
yang tampaknya tidak disengaja dari geometri yang bertentangan dalam rencana mereka.
Ruang kontekstual secara berurutan digambarkan secara efektif oleh seniman townscape
gorden cullen, yang menggunakan gambar untuk menangkap sensasi gerakan. Cullen
menganggap rencana dua dimensi dalam hidup "seperti menyenggol pria yang tidur di gereja"
dengan membuat sketsa urutan perspektif yang menerangi kontras dan transisi, yang
menekankan efek kuat dari dimensi ketiga. Gambaran untuk memahami konteks yang
dimaksud Cullen adalah karya Appellard Donald di jalan-jalan perumahan san fransisco.
Proyek jalan-jalan tersebut memiliki kompleksitas fisik dan sosial dari ruang jalanan dan
mengembangkan ekologi kehidupan jalanan yang mendeskripsikan dampak lalu lintas pada
kehidupan di dalam rumah dan hubungan aktivitas di dalam rumah tangga. Studi Appleyard
sangat penting untuk dipahami
dalam konteks sebagai entitas spasial untuk kegunaan yang bercampur dengan lingkungan
sosial, di luar fungsinya untuk menyimpan dan menggerakan kendaraan.
Ruang kontekstual bersifat inklusif dan multivalen, menggabungkan fragmen artefak, asosiasi,
dan peristiwa masa lalu dalam campuran yang kaya dan berlapis. simbol budaya, dirancang
ulang atau tercermin dalam bentuk modern, penting dalam membuat ruang kota ini sesuai
dengan konteksnya, seperti koneksi fisik ke situs atau bangunan di sekitarnya. Para pendahulu
umumnya menunjukkan ruang yang lebih fleksibel dan mirip pedesaan di mana bagian yang
berbeda terhubung ke bagian yang baru karena tempat itu berubah dari waktu ke waktu.
Dalam mendekati desain secara kontekstual, kita menemukan bahwa kita telah memiliki
sumber daya yang sangat besar untuk menjadikan jenis desain pluralistik baru sebagai dasar
untuk kota modern. Pendekatan semacam ini diperlukan jika kita ingin mengembalikan dan
menghidupkan kembali konteks dan tempat sebagai pertimbangan desain.
Gambar 4-31. Donald Appleyard. The Ecology of the Liveable Street. Berkeley, California. 1981.
Sebagai kesimpulan kita telah meneliti tiga teori, teori dasar gambar, teori keterkaitan, dan
teori tempat. Masalah yang mengejutkan adalah bahwa para perancang telah terobsesi dengan
salah satu teori ini, menyingkirkan dua strategi lainnya dalam usaha desain perkotaan mereka.
Ini adalah pendekatan yang tidak memadai, karena kota yang hidup terdiri dari lapisan elemen
di setiap teori. Misalnya, jika kompleks perkotaan dirancang di seputar teori keterkaitan saja,
terjadi kekurangan karena produk menjadi tidak aktif dan karena itu tidak ada yang tahu. Jika
teori tempat diterapkan tanpa kaitan dan keterkaitan, hubungan penting di luar kawasan
desain dan peluang spasial baru mungkin hilang. Sebaliknya, jika teori ground figure secara
eksklusif digunakan hasilnya sering menjadi tottaly spatial dan mungkin tidak realistis dalam
hal kebutuhan pengguna dan implementasinya. Kuncinya, oleh karena itu, adalah menerapkan
teknik-teknik ini dengan tepat dan kolektif ke setiap proyek deisgn perkotaan.
BAB 5
Case Studies
Masalah "kehilangan ruang," atau penggunaan ruang yang tidak memadai, menimpa
sebagian besar pusat kota saat ini. Mobil, efek dari Gerakan Modern dalam desain arsitektural,
kebijakan pembaharuan perkotaan dan zonasi, dominasi kepentingan pribadi terhadap
kepentingan publik, serta perubahan penggunaan lahan di kota terdalam telah mengakibatkan
hilangnya nilai dan makna secara tradisional terkait dengan ruang terbuka kota.dalam studi kasus
ini kita akan mengeksplor beberapa jenis geometri perkotaan. Menemukan jejak Lost Space
memimpin teori tata ruang perkotaan yang telah muncul selama delapan puluh tahun terakhir:
prinsip-prinsip Sitte dan Howard; dampak dan reaksi terhadap gerakan Fungsional; dan desain
yang dikembangkan oleh Team 10, Robert Venturi, the Krier brothers, dan Fumihiko Maki, untuk
beberapa nama. Selain diskusi tentang preseden bersejarah, pendekatan kontemporer terhadap
tata ruang perkotaan dieksplorasi. Studi kasus terperinci tentang Boston, Massachusetts;
Washington DC.; Goteborg, Swedia; dan wilayah Byker di Newcastle, Inggris menunjukkan perlunya
pendekatan desain terpadu
- yang mempertimbangkan teori ground-link, keterkaitan, dan tempat dari desain ruang perkotaan.
Boston adalah kota terbesar di New England, ibu kota negara bagian Massachusetts, dan
salah satu kota paling bersejarah, kaya dan berpengaruh di Amerika Serikat. Kebanyakan museum,
tempat wisata sejarah, dan kekayaan pertunjukan live, semuanya menjelaskan mengapa kota ini
mendapat 16,3 juta pengunjung per tahun, menjadikannya salah satu dari sepuluh lokasi wisata
paling populer di negara ini. Meskipun tidak secara teknis di Boston, kota-kota tetangga di
Cambridge dan Brookline secara fungsional terintegrasi dengan Boston melalui angkutan massal
dan secara efektif merupakan bagian dari kota. Cambridge, tepat di seberang Sungai Charles, adalah
rumah bagi Harvard, MIT, galeri lokal, restoran, dan bar dan merupakan tambahan penting untuk
kunjungan ke Boston. Brookline hampir dikelilingi oleh Boston dan memiliki beragam restoran dan
perbelanjaan.
Karena Boston secara mental dalam menanggapi kondisi lingkungan, tidak seorang pun di tahun
1640 tahu apa itu luas tanah atau bentuk kota tekstur bersejarah dan lingkungan yang terdefinisi
dengan baik namun tidak memiliki kerangka kerja yang kohesif untuk mengikat distriknya
bersama- sama.
Pembaharuan kota
Boston dikembangkan secara bertahap melalui serangkaian operasi pengisian lahan yang
ekstensif. ini telah memberi kekayaan ke lingkungan sekitar, yang memiliki karakter dan bentuk
yang dapat dikenali, namun juga menimbulkan kebingungan di daerah antara kabupaten dan
kurangnya kejelasan keseluruhan terhadap rencana perkotaan.
Faktor lain yang mempengaruhi situasi Boston saat ini adalah rencana urban-renewel dari awal
tahun enam puluhan. Pada umumnya, bagaimanapun, seperti yang terjadi begitu sering di ujung
ekor gerakan modern, penekanannya ada pada bangunan atau kompleks bangunan yang terpisah.
Boston memiliki alasan untuk bangga dengan kualitas arsitektur dari perkembangan barunya,
namun ruang publik sering kali menjadi bentuk plat tampilan untuk arsitektur baru.
Konteks ruang terbuka yang bersejarah di Boston telah beberapa kali diubah oleh proyek
pembaharuan. Meskipun bangunan mereka seringkali berkualitas tinggi, namun jarang mereka
menanggapi secara keseluruhan bentuk dan konfigurasinya terhadap konteks spasial yang ada atau
satu sama lain, seperti yang ditunjukkan oleh pandangan pelabuhan tersebut.
Jalan Tol
Keragaman Arsitektur
Konstruksi pembangunan dilakukan di kawasan pusat bisnis
Sejak era Edward Logue, perencanaan pembangunan yang dilakukan di Boston sangat
minim. Pada masa ini tidak adanya kepedulian tentang kota sebagai suatu organisme yang lengkap.
Rencana induk resmi Boston yang terakhir kali disiapkan yaitu pada tahun 1965, 20 tahun yag lalu
Pelabuhan
Tampilan udara Pelabuhan Boston
Kota Boston erat kaitannya dengan laut, hal tersebut dikarenakan adanya hubungan Pusat
Kota Boston dengan tepi laut (pelabuhan)dalam rangka menentukan pertumbuhan ekonomi serta
adanya ruang kota yang penting di sepanjang pelabuhan. Dengan dekatnya pusat kota dan
pelabuhan menjadikan sebuah kota berkembang denga pesat.
Selama 350 tahun terakhir, evolusi pelabuhan Boston ditandai dengan reklamasi yaitu
dengan pengisisan dan pengerukan lahan.
Pada tahun 1840-an dermaga tidak lagi menjadi perpanjangan jalan kota, namun terpisah
dari intinya oleh jalan kolektor seperti jalan komersial. Waterfron dengan pusat kota dibatasi oleh
pembangunan atlantic avenue.
Sebelum pemilihan walikota John F. Collinpada tahun 1959, upaya perencanaan Boston
lemah dan tidak efektif, mengisolasi dari keputusan yang dibuat melalui kolaborasi antara intsansi
pemerintahan dan perusahaan swasta. Selama perencanaan terbengkalai, kota terus mengalami
penurunan karakteristik fisik dan ekonomi dari periode pasca Perang Dunia II.
Dalam rangka memperbaiki kemerosoton kota dan penyebaran bisnis serta populasi,
walikota baru menetapkan kebijakan pembangunan kembali dan peningkatan modal utama.
Mekanisme ini disebut dengan pembaharuan Kota.
Program Pembaharuan Kota Boston yaitu dengan membagi kota boston menjadi distrik
yang terpisah untuk tujuan perencanaan, administrasi dan pendanaan. Pelabuhan, Pusat
perdagangan, pusat pemerintahan, dan sekitar 10- 15 daerah lainnya ditunjuk sebagai distrik
terpisah.
Pada tahun 1959, sebelum adanya keterlibatan BRA, kamar dagang mulai aktif melakukan promosi
dan pendanaan pembangunan kembali kawasan pesisir. Strategi yang dikembangkan dalam
pembaharuan kota yaitu melalui upaya penghapusan bangunan tua, perbaikan akses kendaraan
dan parkir, dan pemisahan kendaraan dari sirkulasi pejalan kaki. Untuk membangun kekuatan
ekonomi baru di pusat kota, perencana mengusulkan perkembangan yang cukup besar.
Antara tahun 1959-1980, BRA mengawasi pembangunan kembali kota yang mengesankan
yang diatur oleh 10 tujuan desain.
Skema dari dari pembangunan kembali dari BRA itu sering kali sangat ambisius, projek
seperti ini memiliki proposal dengan skala besar. Para perencana percaya dengan kontruksi yang
luas, menara yang tinggi dan jalan yang luas. Meskipun sebagian besar belum pernah dilaksanakan
sepenuhnya.
Saat ini sangat penting pembangunan kembali yang “berjalan ke laut” antara pusat dan sejarah
harborfront. Namun , mengganggu keseimbangan pusat arteri dan harus mencari beberapa solusi
yang harus ditemukan
Kunci :
Hasil ini konsentris / menyebar blok perkotaan yang menawarkan sistem normal jauh
dari biasanya orthogonal grid. Disisi lain, memiliki masalah utama orientasi, sejak pemerintah
melakukan pergeseran terus menerus. Bergerak melalui ini satu bidang kehilangan referensi
untuk titik kompas. Ke empat besar jalan itu bagian dari kawasan air, sebagian masalah dari
sistem orientasi dan ketidak tepatan jenis persimpangan dan kurang nya hirarki parsial atau
perbedaan kosentris jalan.
Kunci :
a. Wilayah keuangan
b. Balai kota
c. Pasar
d. Diutara
e. Kawasan tepi laut
Ini sangat sulit berkontribusi pada kawasan special boston, mengingatkan lapisan sejarah
yang tidak masuk akal digaris bawahi, membuat perubahan sebuah kota. Percangan jalan
membentuak sudut point dimana dua muncul dengan skala kecil seperti, libery dan kantor pos .
pada umum nya pusat bangunan keuangan sangat konsentris, dengan rasa besar sebagai
karakter mereka sendiri. Sejak bangunan sangat tinggi bervariasi dan arsitektur yang detail,
tingkat jalan yang harus mempersatukan dengan lain nya. Beberapa tempat seperti balai kota
dan pasar relative jelas , tapi secara umum, ruang terbuka memiliki hubungan khusus untuk
bangunan dan tidak memiliki kontribusi secara berlanjut, dengan urutan masalah terburuk di
area ini. Beberapa masalah dan kesempatan di boston telah diidentifikasi sebelumnya. Tujuan
dari semua intervesi untuk penataan kota untuk menciptakan ruang terbuka secara berlanjut.
Jalan dibawah pusat kegiatan harus dikaji ulang, memperluas jari jari jalan dari daerah
perkotaan kea rah tepi laut bisa menciptakan link bagi pejalan kaki dan melihat koridor. Ini
akan memerlukan sedikit lapisan untuk membuat bangunan dan jalan secara bersamaan, antara
telepon bangunan, akuarium, tower pelabuhan, dan garasi. Bisa dengan mempersiapkan
sepanjang garis pantai dermaga, kongres jembatan jalan dan benteng titik saluran.
Market place center.
Pasar merupakan pusat wilayah proyek yang membentuk nya dipengaruhi dengan tidak sedikit cara oleh konteks
tata ruang.
Tempat pusat pasar , dibawah penulisan sebuah pembangunan apakah dapat meninjau
desain produk yang sukses dari perimbangan public dan badan swasta, itu terdiri dari tiga
cerita dasar dan enam belas cerita menara kantor bersama cerita jalan. Yang berbentuk aneh
secara spesifik untuk membuat bangunan secara kohesif untuk struktur jalan pejalan kaki
didaerah tersebut.
Kesimpulan
5.2 Washington DC
Sebagian taman kota (alun-alun) yang sudah dirancang tidak pernah dibangun bahkan
sudah tersingkir oleh konstruksi bangunan. Walaupun rencana dua dimensi menjelaskan
struktur ruang secara historis namun Washington terpecah-pecah akibat organisasi yang
terganggu oleh ruang yang hilang dan titik yang tidak dapat dikenali. Orang-orang akan melihat
sebuah kota dari design awal yang menarik dan akan duduk di ruang hijaunya (taman). Selain
drama dan simbolisme monumental, L'Enfant merencanakan menyerukan agar hubungan yang
erat antara pemerintah pusat dan kehidupan kota. Tidak ada pemisahan fungsi. Setiap
bangunan penting memiliki distrik latar, jalan, dan bangunan, dengan logika bahwa orang bisa
tinggal dan bekerja dengan nyaman disekitarnya. Secara simbolis juga, dengan penyebaran
bangunan federal diseputar rencana L'Enfant, pemerintah tidak akan dikategorikan menjauh
dari masyarakat. Selama bertahun-tahun, bagaimanapun, aktivitas kehidupan kota di
Washington telah dipisahkan menjadi zona yang didefinisikan dengan jelas untuk
pemerintahan, pekerjaan, belanja, dan kehidupan.
Sejak tahun 1901 upaya serius telah dibuat untuk mebghidupkan kembali kejelasan
rencana L'Enfant's: beberapa progress telah mencapai hasil. tetapi jika kota itu menggunakan
konsep yang baru , ia harus kembali ke prinsip mendasar untuk membentuk eksterior ruang
monumental dan simbolok dari kekosongan yang terbatas, dimana ruang terus-menerus
menjadi
struktur penghubung kehidupan publik. untuk menghidupkan kembali rencana tersebut harus
didefinisikan ulang dengan diberikan koheren yang baru dan berkelanjutan.Washington
berevolusi ke dalam kota modern di pulau di dalam RTH yang tidak berbentuk sebagai ganti
kota yang kosong
Gambar 5-25
Perspektif Udara dalam pembangunan kembali dermaga yang ramai. Akses publik di
tepi laut yang berkelanjutan merupakan prinsip desain kota yang sangat penting untuk
proses pembangunan kembali di Boston. Proyek dermaga yang ramai merupakan
teladan dengan 10.000 kaki dari ruang terbuka, lantai dasar retail, dan sebuah terminal
taksi air di dermaga
.
Gambar 5-26
Axon : pelabuhan, kerangka perencanaan tepi laut, Banyak potongan-potongan
pembangunan kembali tepi laut dan harus saling terkait dalam pola komprehensif
ruang pejalan kaki publik di sepanjang tepi laut.
(Waterfront Planning Framework, BRA. 1985)
L'Enfant's Preconceptions
Pierre Charles L'Enfant's, berfikir banyak sekali prasangka berbasis dalam pengalaman
di eropa untuk merancang kota baru di negara baru. Pengaruh utama, seperti yang disarankan,
adalah Baroque Prancis dengan tradisi hubungan timbal balik, keseimbangan simetris, dan
tatanan berlapis-lapis dalam skala besar. L'Enfant menggunakan teori-teroi ini pada skemanya
untuk washington. Apa yang muncul merupakan rencana yang tidak berbeda dengan
pendahulunya (rencananya) di paris, Vaux le Vicomte, atau Versailles, yang menggabungkan
unsur-unsur kuadrat besar dari beberapa titik lain di eropa. L’Enfant menempatkan
bangunan monumental pada titik tertinggi dengan menumpangkan sebuah fungsi grid diatas
lokasi kemudian membuat jalan lurus dan diagonal untuk menghubungkan antar monumen-
monumen. Hasilnya adalah serangkaian distrik segitiga dengan lapisan tatanan yang
didefinisikan oleh jalan ortogonal kecil dan jalan raya diagonal utama. rencana besar ini bukan
tanpa masalah di microlevel, terutama pada interaksi di mana grid memenuhi diagonal, titik di
mana kesenjangan residual terjadi baik di grid dan sistem diagonal.
Gambar 5-27
Washington ditata dengan rencana bangunan monumental yang dimaksudkan untuk
melambangkan perannya sebagai jantung sebuah negara baru. Jalan-jalan diagonal yang
melintasi jalan-jalan sekunder, menciptakan pemandangan yang megah dan mengelilingi
monumen umum tersebut.
(Pierre L’Enfant. Lan of the City of Washington, D.C. 1791)
Gambar 5-28
Monumentalitas Washington D.C diatas masih kurang terlihat dan masih harus didefinisikan
kembali dimana titik perpotongan grid dan diagonalnya.
(Diagrams of the Grid Cut Through by Diagonals)
Gambar 5-29
Pada gambar diatas rencana L’Enfant dipengaruhi oleh tradisi yang ada di Prancis. seperti
vaux le vicomte, atau Versailles. Tujuannya adalah untuk menciptakan serangkaian hubungan
formal yang kuat dengan menggunakan prinsip serupa dalam skala yang sama besarnya.
(Varsailles, Andre le Notre)
Gambar 5-30
Kedua struktur ruang menciptakan kerangka kerja holistik yang meninggalkan banyak
koneksi yang tidak terselesaikan di lokasi tertentu. Ruang terbentang panjang dari washington,
di mana vista mendominasi, berlawanan dengan kompresi Boston, yang berevolusi akibat
kecelakaan saat melewati arus yang sempit dengan kondisi jalan yang sempit. Keseluruhan
merupakan karya seni yang luar biasa, konsep yang hebat, tetapi mengalami kekurangaan
bagian dari bentuk dan identitas. L’Enfant menerapkan prinsip illusisme spasial ke rencana
desain perkotaan untuk washington. Kota ini adalah kota ilusi, namun tanpa kedalaman yang
cukup dalam kenyataan hari ini untuk berhasil mewujudkannya.
Gambar 5-32
Tantangan dalam menrekonstruksi ruang-ruang yang belum selesai tapi sangat penting
adalah untuk memanfaatkan geometri kontradiktif oleh perkembangan baru yang menarik dan
lansekap formal untuk membuat persimpangan. Memperbaiki daerah rusak dan persilangan,
memperkuat kedua grid dan diagonal. Masalah ini adalah bahwa kedua sistem harus
berkekuatan
dengan menciptakan isi yang mempertahankan dinding jalan di persimpangan dan memperkuat
pandangan koridor dalam rencana.
Sebuah alat utama dari rencana awal L'Enfant, timbal balik pemandangan dari
monumen ke monumen, dari satu alat topografi ke depan, dapat diciptakan oleh allee, perangkat
menghubungkan di mana penanaman padat pohon jalan membawa pengalaman visual melalui
ruang linier. Sebagai sarana lansekap mengisi ruang hilang, pohon pleached dan pollarded di
allee secara efektif dapat membuat kandang spasial, vista, dan urutan. Sebuah proposal oleh
Pennsylvania Avenue Development Corporation, Salah satu kantor perencanaan pembangunan
besar di Washington, adalah untuk menanam allee triple ek willow di sepanjang mengukur tinggi
Pennsylvania Avenue, jalan-jalan penting Washington, untuk memperkuat dan menyatukan
linearit as dan perspektif ruang. Dipinjam dari kebun formal Frave dan Italia, yang hutan kecil
adalah penggunaan yang sangat arsitektonis dari unsur-unsur alam yang dapat mencapai efects
spasial yang dramatis, seperti dalam taman istana Le Notre atau Dan Kiley 1970 Jefferson
Memorial Park di St Louis. Killey, yang telah disebut "klasik tunggal," adalah salah satu dari
beberapa kontemporer arsitek lansekap Amerika telah secara konsisten memanfaatkan kreatif
formal, elemen bersejarah desain lansekap.
Gambar 5-33
Dupont Circle, Washington. L 'Enfant's meminta penanganan persimbangan dimana diagonal
bertemu seperti di Dupont Circle. Sebagian besar kota ini dibangun secara tidak utuh sehingga
tantangannya adalah memenfaatkan geometri yang berbeda dengan menambahkan
perkembangan yang terbaru.
(Photo: Joseph Passonneau)
Gambar 5-34
Perusahaan pembangunan jalan raya Pannsylvania. Model untuk pembangunan kembali jalan
raya dan mall. Proposal ini menunjukkan penguatan tepian dan bentuk lahan dapat membuat
kaitan dan hirarki ruang di kota.
{Courtesy: PADC)
Gambar 5-35
Gambar diatas merupakan sebuah saran untuk memperkuat sistem jalan melalui perencanaan
formal.1997. rencana Passonneaus melalui gambar diatas menunjukkan kekuatan
pembangunan secara formaldi sepanjang koridor utama dapat memperkuat kesatuan dan
keseluruhan struktur sistem jalan di Washington. Kekurangan dari rancangan diatas adalah
kurangnya kontinuitas di persimpangan namun bisa diatasi dengan peletakan pohon, sekaligus
menjadi keuntungan dari pola grid dan diagonal.
(Courtesy: Joseph Passonneau)
Gambar 5-36
Usulan sepanjang jalan di Pennsylvania yang ditanami pohon ek wilow untuk memperkuat
sumbu visual diantara gedung putih dan capitol.
Gambar 3-37
St. Louis Arch. Eero Saarinen dan Asosiasi serta Kantor Dan Kiley.
Beberapa arsitel llandscape kontemporer di sepanjang jalan di sekitar St Louis Arch.
St. Louis Arch. Eero Saarinen and Associates dan kantor Dan Kiley mengatakan pohon Bosk
cocok ditanam di sepanjang jalan St Louis Arch, semcam ini akan sangat sesuai dengan niat
L’Enfant untuk kota.
Gambar 5-38
Master Plan Capitol.1982. Masterplan capitol yang bru menunjukkan hirarki ruang terbangun
atau ruang tertutup dapat ditautkan dengan tata ruang utama untuk memenuhi kebutuhan
primer untuk memenuhi kebutuhan lebih pada ruang kota. (Courtesy: Office of the Architectof
the Capitol)
Tata ruang Washington direngangkan dengan sumbu diagonal yang terarah dan
menciptakan tegangan timbal balik monumen. Dalam rencana, jalan ini dirancang untuk
menghubungkan bangunan dengan skala situs dan untuk memperluas kota. Dengan
memperhatikan perspektif yang menyapu sepanjang sumbu dengan jarak yang jauh
memberikan acuan untuk sepanjang sisi jalan, dengan sapuan aksial yang menggunakan dinding
jalan secara berkelanjutan. Tanpa pengetahuan tersebut tidak akan ada pedestrian atau ruang
untuk pejalan kaki karena ruang sudut bergabung dengan kridor jalan. Contohnya adalah di
sepanjang Pennsylvania Avenue bangunan menghadap ke arah jalan raya. Perkembangan di
lokasi tersebut sebenarnya harus mempertimbangkan dengan sistem grid dan dagonal. Joseph
Passonneau mengilustrasikan sebuah kebutuhan ruang dengan hubungan antara bangunan dan
ruang diluar bangunan. Washington memiliki karakter kota yang unik akibat dari ruang yang
berada di dalam ruang menentukan hiraki dan menghubungkan taman dengan jalan yang
membuat bingkai blokade. Dalam peta yang di buat Passonneau seseorang dapat melihat ruang
dan alam di
perkotaan dapat saling menguatkan. Hal tersebut yang harus diperkuat dalam desai
kontemporer.
Gambar 5-39
“Nolli” Peta Washington pada tahun 1979. Melalui pembangunan terpadu dan dengan
runag eksterior yang terdefinisikan dengan baik, Passonneau menggambarkan hirarki yang
menghubungkan area blok dalam dengan skala dari sistem yang lebih besar. (Courtesy : Joseph
Passoneau. Drawing by Jane Rhonda Possman et al.)
Monumentality as Place
Rencana L’Enfant meminta agar terdapat interksi kuat antara lingkungan dlam dan
buatan manusia, kota pemerintahan dengan kota dengan kehidupan pribadi, kawasan
perumahan dan komersial dengan kawasan ibu kota. Monumental merupakan fungsi simbolis
dan seremonial dari ruang publik. Wasingthon merupakan kesatuan tema dari seluruh kota.
Selama bertahun-tahun mengikuti L’Enfant, monumentalis melalui landscapeI ditafsirkan di
Washington oleh Andrew Jackson Downing (1850-51: various open spaces) and Frederick Law
Olmsted (1874: Capitol Grounds; 1899-1902: Mall) keduanya secara terpisah ditugaskan untuk
memulihkan rencana tersebut, namum sebagian besar pekerjaan mereka tidak terealisasikan
akibat dari tempat parkir dan jalan bebas hambatan.
Gambar 5-40
Rencana McMillan pada tahun 1901. Terdapat beberapa upaya untuk mengembalikan
monumentalis skema L’Enfant. Rencana ini menekankan pada mall dna mempromosikan
gagasan tentang segitiga yang sama di sepanjang jalan Pennsylvania. Namun, Pennsylvania
Avenue sendiri menjadi pinggiran kota federal sedangkan pusat kota berada di utara, hal
tersebut menyebabkan kota kehilangan fungsi dan wujudnya. (Courtesy: PADC)
Gambar 5-41
Rencana utama Dewan Penasihat Pennsylvaniatahun 1964. Pada tahun 1962 Presiden
Kennedy menunjuk dewan penasehat untuk mengembangkan skema dan merehabiliyasi
Pennsylvania Avenue. Rencana ini memiliki tiga tujuan yaitu mendefinisikan Pennsylvania
Avenue sebagai bagian integral dari wilayah yang berdampingan, untuk menyediakannya
dengan karakter khusus sebagai negara seremonial, dan untuk membuat jalan itu sesuai dengan
hubungan antara Capitol dan Gedung Putih. (Courtesy: PADC)
Gambar 5-42
Model pembangunan ulang Washington pusat. Bersamaan dengan Pennsylvania Avenue,
mall menyediakan struktur perlindungan untuk inti daro Washington. Hal tersebut memiliki
dua fungsi antara menumen dan taman di dalam kota. Ruang terbuka hijau diperluar ke arah
utara untuk mengimbangi intergasi pembangunan mal dengan kota disekitarnya. (Courtesy
PADC)
Alun alun air mancur ini merupakan persimpangan dari tiga sumbu : pensylvania avenue,
eighth street, dan Indiana avenue dari balai kota menuju Washington Monument. Upaya
pembangunan besar-besaran di lakukan dari PADC termasuk 5 kotak penting di sepanjang
jalan utama.
Gambar 5-43 : Market Square
Market Square sebagai salah satu pusat perkembangan dan pembangunan ulang
disepanjang jalan Pennsylvania Avenue. Jalan di seberang Gedung Arsip Nasional berbentuk
simpang tiga dan menyisakan ruang. Bagian yang “hilang” ini harus disatukan lagi
dengan membuat perluasan ruang keluar jalan menuju bangunan sekitarnya. Market
Square merupakan salah satu penyebab gangguan pada sisa ruang di persimpangan jalan
yang berbentuk diagonal dan grid. Pada alun-alun air mancur di dominasi bangunan
bangunan kepresidenan dan bangunan pemerintahan lainnya.
L'Enfant awalnya merencanakan kawasan market yang tertutup oleh empat struktur
sempit dengan air mancur di tengah-tengah persimpangan besar, terbuka, dengan
pemandangan tiga sumbu. Saat ini Arsip bangunan berlokasi di geometri grid kotak plaza di
Selatan. Membayangkan L'Enfant plaza sebagai "Square Grand of the fountain". Proposal
terbaru Amerika untuk pembangunan alun-alun ini adalah pembangunan situs untuk
peringatan angkatan laut amerika dengan fasilitas yang memadai untuk pergelaran acara
dengan skala sedang.
Sumber : PADC
Gambar 5-48 : Konsep desain Market Square
Conklin
Desain berbentuk lingkaran dan
terdapat alun-alun di tengah yang
bergambar bola dunia
Sumber : PADC
Sumber : PADC
Meski dalam perkembangannya
menimbulkan kepadatan dan kemacetan
lalu lintas, Pembangunan Western Plaza
merupakan bukti potensi yang dimiliki
Pensylvania Avenue. Terdapat Pershing
Park yang menjadi ruang terbuka, sarana
rekreasi, dan tempat bersantai di blok
barat Western Plaza. Western Plaza
merupakan contoh pembangunan sukses
yang mampu menyeimbangkan antara
pusat kegiatan kota dan tempat yang
nyaman.
Sumber : PADC
Dalam Master Plan U.S. Capitol lebih banyak berisikan pembangunan kawasan-
kawasan seperti taman, hutan kota, dan tempat rekreasi untuk menjaga kawasan terbuka.
Selain itu juga dilaksanakan pembenahan kualitas bangunan, jalan, dan sarana prasarana di
beberapa lokasi karena sudah tidak mampu menampung kepadatan yang semakin
meningkat. Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi banguan-bangunan padat dan juga
untuk memperbaiki dan memberikan unsur estetika untuk memperindah kota. Selain itu
juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dengan
memberikan tempat rekreasi setelah penat bekerja.
Kungsportplatsen
Kungsportplatsen, plaza gerbang bagi Raja, menimbulkan masalah besar dari ruang
yang hilang. Alih-alih menjadi pintu masuk besar ke kota, gerbang tersebut menjadi zona tidak
berbentuk bersamaan dengan Kungstorget dan Bastionplatsen, dua plaza yang tidak jelas yang
terletak pada kanal Valigraven. Monumen utama di ruang angkasa adalah Stora Teatern, salah
satu bioskop utama kota dan merupakan bangunan yang indah.
Kemudian untuk menciptakan kerangka yang baik bagi teater dan bentuk pintu masuk
yang efektif, kami memberikan saran yaitu menghapus tempat parkir dan jalan raya di depan
bioskop dan membuat taman Baroque formal di tempat ini, bersama dengan sistem linier ruang
pejalan kaki. Rekomendasi lainnya, adalah untuk mengisi bangunan di Kungstorget atau "King's
Square" sebuah daerah di sebelah barat Kungsportplatsen, dibentuk oleh benteng asli dan kanal
namun saat ini diberikan ke permukaan parkir. Kami juga menyarankan sebuah marina besar
sebagai fokus tepi laut daerah ini untuk memberi vitalitas baru pada daerah tersebut.
Bangunan bersejarah penting lainnya di daerah ini adalah Rumah Lonceng tua. Usulan
kami adalah mendaur ulang bangunan sebagai kompleks perbelanjaan penggunaan campuran di
mana fasad dan kerangka dasar bangunan dipertahankan, namun ruang interior kembali
diorganisasi sebagai tempat pusat.
Drottningtorget
Alun-alun Ratu adalah ruang terakhir yang dibahas dalam studi kasus ini. Fungsi yang
paling penting dari situs ini adalah focal point untuk transportasi ke kota. Kecuali untuk
transportasi udara, tempat parkir jelas tidak tepat dan hanya akan menambah masalah
kemacetan dalam sirkulasi inti dalam kota. Jika perlu, parkir tambahan bisa dengan mudah
ditampung di Heden, sebuah ruang terbuka yang besar dan area parkir yang dapat ditempuh
dalam satu menit dengan berjalan kaki.
Proposal kami adalah untuk merancang struktur secara sensitif untuk alun-alun yang
akan memberi kualitas spasial dan visual yang akan menjadikannya sebagai pintu depan pejalan
kaki yang berguna dan menarik untuk menuju ke kota tua.
Beberapa permaslahan yang ada di Goteborg memiliki kesamaan dengan permasalahan
yang ada di Boston dan Washington. Terdapat pengaturan secara individu dan juga adanya
perubahan perubahan dari segi sejarah. Dari karakteristik tersebut maka dibutuhkan suatu
perencanaan yang sesuai dengan kondisi di wilayah tertentu, dengan memperhatikan hubungan
antara kota dan juga perencanaan yang dapat mengembangkan kota sesuai dengan potensi yang
dimiliki. Jadi jika dilihat dari segi perkembangannya setiap kota di eropa memiliki karakteristik
yang berbeda, Sweden sendiri merupakan salah satu pelabuhan penting di Atlantik dan Kota
Goteborg sendiri merupakan aset nasional yang berperan penting. Seperti Kota Boston yang
merupakan kota yang memiliki masa evolusi yang cukup lama dan juga Kota Washington yang
memiliki struktur atau sistem pengaturan kota yang ketat. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya
pergerakan secara modern dan juga adanya suatu sistem pergeseran yang terjadi secara
otomatis dan juga berkaitan satu dengan yang lain.
Teori dasar Modern Movement yang ada di eropa kemudian di adopsi oleh Amerika dan
mengalami modifikasi yang di sesuaikan dengan kondisi wilayah yang ada. Pada
perkembangannya penerpan tersebut kemudian disebut dengan ”Americanization” yang
merupakan hasil modifikasi dari model model perencanaan perkotaan di Benua Eropa ke
Amerika. Kemudian dalam prosesnya terjadi penyesuian penyesuian tertentu. Seperti kota kota
lain Goteberg sendiri bukan hanya sekedar kota yang cenderung mengikuti trend yang ada,
namun Goteberg juga memiliki suatu keunikan yang perlu dipahami dalam penyesuain
perkembangan kotanya.
Gambar tersebut memperlihatkan struktur dasar dari Kota Goteberg sendiri, dimana
pada awalnya peruntukan lahan Kota Goteberg sendiri oleh insyinyur Belanda dibuat untuk
Raja Gustav Adolf II. Yang di desain memiliki struktur sebagai kota berdinding dengan kanal
kanal yang berbentuk petak dan diletakkan di perkotaan yang berbentuk persegi panjang.
Gambar 2. Di hal : 177
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa di Kota Goteberg bagian dalam masih terlihat
pola bentuk jalan dan kanal, meskipun beberapa diantaranya telah tertutupi oleh pembangunan
pembangunan infrastrukur baru dan juga beberapa bagian kanal telah terisi air. Ditrik distrik di
Goteborg juga terlihat dipisahkan oleh ruang terbuka hijau dan juga jalan.
Sejarah Perubahan : 5 Periode.
Kota Goteborg dalam perkembangannya memiliki 5 perode pembentukan struktur kota,
yang pertama merupakan pembangunan yang diawali dengan pembuatan sistem pertahanan
yang mengelilingi kota bagian dalam. Pertahanan kota ini berfungsi melindungi struktur ruang
di dalamnya dan juga membangun interaksi dengan lingkungan di luar Kota Goteberg. Di sisi
perairan pintu masuk utama terletak di Stora Kanalen yang merupakan pusat kanal dan di sisi
darat terdapat 3 pintu masuk yaitu pelabuhan carl, pelabuhan raja, dan pelabuhan ratu. Namun
seiring denga perkembangannya terdapat beberapa masalah seperti kegiatan perkotaan yang
terkonsentrasi pada pusat pemerintahan sehingga muncullah permasalahn berupa
berkurangnya pedestrian pada transisi antar distrik. Pada tahun 1800an kebutuhan kota
tenyata melampaui dinding yang telah dibuat, hal tersebut mengaruskan adanya interaksi nyata
antara kota dengan daerah rural yang nyata dan tanpa pembatas sehingga sistem pembatas
dinding mulai tidak relevan. Berikut merupakan gambar penyesuain yang dibuat dengan
penyesuain interaksi antara daerah rural dengan residencial.
Gambar 3. Di hal : 178
Gambar di atas menjelaskan adanya suatu brand atau ikon yang menjadi pusat kegiatan
di Goteberg yaitu kanal utama yang meskipun sudah tidak terlalu dominan akan tetapi tempat
tersebut masih ramai oleh pengunjung.
Gambar 5. Di hal : 179
Gambar di atas memperlihatkan adanya perubahan beberapa ukuran dan fungsi jalan yang
tadinya digunakan sebagai jalan raya kemudian menjadi jalan setapak yang sempit dan
digunakan sebagai jalur penghalang kepadatan lalu lintas di kota tersebut. Agar aktivitas
perkotaan yang padat tidak mengganggu daerah sekitarnya yang masih asri seperti perdesaan
maka digunakanlah sistem pembatas berupa Green Belt yang digunakan untuk membatasi suatu
aktivitas dengan aktivitas lain dalam bentuk ruang terbuka hijau.
Adapun periode kedua merupakan periode mengatasi permasalahan permaslahan yang
berhubungan dengan dinding pembatas kota. Permasalahan ini sering terjadi pada kota kota di
eropa yang memiliki pembatas berupa dinding.
Periode ketiga yaitu pada tahun 1870 hingga 1910 pengaruhnya berasal dari gerakan
Neorenaissance, terutama dari sumber Prancis dan Jerman. Dimana yang dipengaruhi dalam
perencanaan kotanya adalah model arsitektur bangunan. Dalam konteks ini model arsitektur di
Kota Goteborg menjadi berkembang dengan cepat.
Periode ke empat terjadi dengan adanya pengaruh dari model nasional klasik yang
kemudian membentuk suatu projek pembangunan seperti Begaregarden Housing serta konsep
konsep pembangunan lainnya yang bersifat klasik.
Periode terakhir merupakan periode dimana terdapa pengaruh gerakan funsional.
Dimana komunitas besar mulai memulai banyak pembangunan di Vastra Folundra. Dalam
pembangunanya banyak terjadi kesalahan proyeksi dalam hal jarak pertumbuhan regional.
Gamabar 6. Di hal : 180
Gambar di atas merupakan gambar kondisi yang terjadi pada periode ke tiga dimana
Pusaran hijau di sepanjang benteng tua membentuk penyangga antara kota dalam dan
lingkungan baru, atau dalam kata lain terdapat suatu pembatas.
Gambar di atas menunjukkan suatu contoh arsitektur klasik yang terjadi pada periode ke
empat.
Bentuk Fisik
Setelah membahas evolusi kota dan bahasa daerah pribadinya, kita perlu meringkas jenis
bangunan perkotaan yang berbeda di daerah pusat. Berikut merupakan ringkasannya :
1. Zona tepi laut
2. Kota bagian dalam
3. The Nya Allen
4. Kawasan distrik
5. Zona permukiman di perbukitan
Berikut merupakan gambar yang mewakili ke lima aspek di atas.
Jalan Lingkar
Sistem Ring Road dikembangkan sekitar lima belas tahun yang lalu sebagai
daerah kantong lalu lintas, yang memungkinkan para perencana untuk menciptakan
beberapa promenade otomatis gratis di dalam kota. Goteborg mendapat perhatian
internasional pada tahun enam puluhan sebagai kota pertama yang menerapkan
rencana pengelolaan lalu lintas model jalan meligkar (Ring Road).
Gamabar 9. Di hal : 184
Profil kota menunjukkan perluasan daratan menuju topografi yang lebih tinggi.
Komunitas perumahan di perbukitan terutama terdiri dari bangunan Apartement Midrise yang
disesuaikan dengan setting curam yang ada.
Gambar 11. Di hal : 185
Gambar di atas menunjukkan pemandangan yang khas dari hunian menarik yang
didekorasi secara detail yang tampaknya melekat pada proyeksi batu daerah pemukiman di
atasnya.
Gambar diatas merupukan ide untuk pembangunan ulang dari Drottningtorget. Konsep
utama dari ide ini adalah untuk menyediakan tempat bagi pejalan kaki di tengah alun-alun.
Degan cara membuat kotak di dalam alun-alun.Jalur transportasi akan lebih terorganisir dan
bangunan pendukung akan dibangun dekat dengan sudut atau tepi alun-alun.
Gambar 22 di Hal.204
Gambar diatas merupakan Drottningtorget
setelah pembangunan ulang. Tujuan dari hal ini adalah
membuat relasi aksial yang kuat untuk mengikat
bangunan menjadi ruang yang koheren. Diharapkan
dapat menciptakan pusat kota yang kuat dan terfokus.
Keterangan:
A : Old Past Office
B : Tambahan hotel Eropa
C : Area parkir baru dengan kantor dan retail
Kesimpulan
Hal penting dalam studi kasus ini dapat dilihat dari lima alun-alun (dapat dilihat dalam
gambar 23) merupakan variasi yang luas dalam solusi yang terkombinasi dari sejarah dan
kebutuhan saat ini.
Pada gambar disamping ini adalah gambar Goteborg setelah diatur ulang. Dari setiap
lima wilayah ini memiliki fokus fungsi yang berbeda. Setiap wilayah tersebut juga memiliki
perbadaan tradisi yang signifikan. Diantara lima wilayah ini juga memiliki masalah yang
berbeda.
Gambar 23 di Hal. 205
Ide restrukturisasi ini untuk memberi perintah pada proses pembangunan kotadengan
menerapkan rencana dan strategi untuk investasi masa depan.
Masalah yang ada di Byker adalah bagaimana cara melestarikan lingkungan dengan
kualitas yang unik pada lingkungan berbeda dalam masyarakat yang luas. Ralph Eriskine,
desainer dari Byker merasa pelestarian identitas lingkungan lebih penting dari pembentukan
hubungan dengan sekitar kota. Pendesainan kembali dari Byker mempelajari bagaimana
historis dan keberlanjutan komunitas dapat diperbaiki walaupun bentuk fisiknya hampir semua
di tata ulang. Pada tahun 1968, pemerintah lokal memilih untuk membangun kembali Byker.
Perumahan yang ada waktu itu terdiri dari rumah susun tanpa kamar mandi dalam, air panas,
pepohonan atau teras.
Gambar diatas merupakan desain kartu pos yang menggambarkan suasana baru dari
Byker. Gambar tersebut merupakan eksperimen Eriskine dalam membangun kembali rumah
tanpa mengganggu keterpaduan sosial. Hal ini dianggap sebuah studi kasus yang penting dalam
pendekatan teori lokasi untuk desain spasial. Melalui beberapa tahap, partisipasi komunitas dan
pelestarian fragmen masa lampau, desainer tersebut menghindari adanya jebakan dari
banyaknya proyek pembaruan. Gambar diatas adalah kartu pos yang menggambarkan suasana
perkampungan Byker.
Saat dilakukan survey tentang pembangunan kembali perumahan tersebut, 80% warga
setuju. Disinilah peran Eriskine dimulai. Pada pembangunan kembali Byker, Eriskine
mendemonstrasikan capasitas yang luar biasa untuk memberikan beban yang sama dalam
faktor sosial dan keindahan dengan bentuk moderenisasi tanpa mengorbankan kemanusiaan.
Gambar diatas adalah perumahan dengan biaya yang rendah di Byker. Komitmen
Eriskine untuk arsitektur berarti membuat kehidupan lebih baik untuk orang-orang biasa
menjadikan Eriskine spesialis dalam menyediakan perumahan dengan biaya murah.
Rencana site plan dari Byker didukung oleh iklim dan faktor-faktor tapak, sama seperti
kebutuhan untuk melestarikan monument tradisional dan landmark. Di sebelah utara ada
tembok yang memotong kebisingan dari jalan dan mengurangi pengurangan panas; di selatan,
paparan terhadap sinar matahari dan pemandangan merupakan pertimbangan utama dalam
perancangan. Sebuah sistem perhubungan pedestrian berdasarkan dari pola jalan lama dan
kotak-kotak memberikan urutan unternal dari system sirkulasi Byker.
Untuk melestarikan sejarah dan keberlangsungan sosial dari komunitas, ruang kota
penting seperti sepanjang jalan Raby diperbaiki. Bagian-bagian seperti tembok lama, jalanan,
dan batu-batu paving dibiarkan tetap utuh atau dimasukkan menjadi struktur baru.
Gambar rencana peletakkan lokasi gedung-gedung istimewa. Bangunan istimewa baik
yang baru ataupun yang sudah ada serta ruang diberikan sebagai titik focus dari sumbu-sumbu.
Transisi dari tembok Byker ke bangunan setengah terbangun. Tembok bagian dlam
adalah contoh desain yang responsive terhadap iklim dan tapak tetapi pada waktu yang
bersamaan memberikan lapisan transisi antara elemen tinggi dan rendah dimana ruang
pedesaan mendominasi. Bagian interiornya rendah karena topografinya, jalan yang akan dibuat
dan landmarknya dan pola ruangnya.
BAB 6
Perancangan kota (urban design) merupakan salah satu cara atau langkah dalam
mencapai tujuan perencanaan di mana perancangan kota berperan sebagai
implementasi perencanaan tersebut. Dalam melakukan perancangan kota, diperlukan
teknik atau strategi yang tepat dan efisien agar tujuan dapat tepat sasaran. Salah satu
cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan berbagai pendekatan
perancangan. Suatu pendekatan tersebut akan lebihberfungsi optimal apabila
dikombinasikan dengan pendekatan yang lain, dengan kata lain variasi pendekatan
perancangan kota bersifat saling melengkapi satu sama lain.
Pendekatan yang terintegrasi tersebut dinilai sebagai metode yang paling efektif
untuk diterapkan dalam proses perancangan kota yang mana notabenenya sebuah kota
memiliki karakterostik dan pola aktivitas yang bersifat heterogen. Selain memuat
prinsip efektivitas dalam perancangan kota, pendekatan terintegrasi juga
mempertimbangkan kompleksitas keberadaan ruang pendukung dalam
implementasinya. Ruang tersebut dapat meliputi penggunaan lahan hingga aktivitas
yang dilakukan oleh masyarakat di dalam ruang tersebut.
Dalam proses perancangan kota, terdapat beberapa prinsip dasar yang berfungsi sebagai
pedoman yang didasarkan pada konsep utama perancangan, yaitu integrasi dari beberapa
model pendekatan. Prinsip-prinsip tersebut merupakan hasil ana;isis dan evaluasi dari program
yang telah selesai dilakukan serta disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Prinsip 1: Linking Sequential Movement (Menghubungkan rangkaian gerakan)
Prinsip yang pertama yaitu menghubungkan rangkaian gerakan, gerakan yang dimaksud
dalam hal ini yaitu mobilitas/kemudahan akses pergerakan penduduk dan perkembangan
model desain perkotaan. Model perancangan kota pada zaman dulu dapat digunakan sebagai
referensi dalam pengembangan desain kota di masa sekarang, al tersebut dilakukan karena
model desain kota dapat diterapkan dan membuat suatu kemajuan bagi suatu wilayah di masa
tersebut. Selain itu,unsur historis yang ada dalam model perancangan di masa lalu juga
berfungsi sebagai unsur pembentuk estetika dan fungsional sehingga suatu desain perkotaan
lebih bervariasi dan cenderung bersifat temporer.
Salah satu model perancangan masa lalu yang dapat digunakan yaitu di Istana Royale,
Nancy, Perancis. Nancy merupakan bangunan bersejarah yang dibangun pada 1752-1755 yang
memiliki konsep ruang (kotak) yang multifungsi, salah satunya yaitu dapat menuju ke tempat-
tempat penting yang saling berhubungan. Bangunan tersebut menghubungkan Nancy,
monumen kemenangan, Place de la Carriere, dan kantor pemerintahan dengan taman di
halaman belakangnya.
Gambar di atas menunjukkan bangunan yang saling menyambung di Place Royale, Nancy.
Place Royale menghubungkan tiga tempat penting yaitu Place Royale (bagian bawah), kantor
pemerintahan (bagian atas), Place de la Carriere (bagian tengah). Bangunan dengan model
kontemporer seperti Place Royale dapat diterapkan pada bangunan dengan eksterior berupa
lanskap atau pemandangan serta dilengkapi dengan fasilitas jalur pedestrian bagi para pejalan
kaki.
Prinsip 2: Lateral Enclosure and Edge Continuity (Area Terbuka yang Saling
Terhubung)
Prinsip yang kedua yaitu area terbuka dan saling terhubung. Prinsip ini menjelaskan
tentang suatu lokasi perkotaan yang dibangun dengan berbagai fasilitas publik yang terletak di
bagian depannya. Selain itu, prinsip ini juga memperhatikan artikulasi dan mobilitas penduduk
serta hirarki jalan berdasarkan pola aktivitas masyarakat. Unsur-unsur tersebut saling
berhubungan satu sama lain sehingga akan membentuk area publik dan privat dengan berbagai
fungsi dan model.
Salah satu contoh wilayah yang menerapkan prinsip ini yaitu Ragnar Ostberg’s City
Hall di Stockholm. Bangunan ini memiliki peran sebagai ruang (persegi) terbuka, landmark, dan
lahan terbuka mulai dari tepi hingga bagian depan bangunan. Tujuan dibuatnya model
bangunan tersebut yaitu untuk mempercepat akses ke tempat-tempat penting. Selain itu, pada
model ini terdapat banyak lahan terbuka di sekitar bangunan di mana sebagian besar berfungsi
sebagai ornamen dan jalan menuju tempat penting. Namun, terlepas dari itu semua, terdapat
beberapa kekurangan dalam model tersebut, yaitu bangunan dirancang untuk kepentingan
sebagian orang saja sehingga menimbulkan perbedaan yang signifikan antara wilayah satu
dengan wilayah yang lain walaupun berada pada daerah yang sama.
Prinsip 3: Integrated Bridging (Jembatan yang Saling Terhubung)
Prinsip ketiga yaitu akses jembatan yang saling terhubung. Salah satu contohnya yaitu di
Ponte Vecchio, Florence. Bangunan tersebut merupakan bangunan dwifungsi, yaitu sebagai
jembatan dan sebagai bangunan. Pembuatan bangunan tersebut bertujuan untuk menghemat
lahan dan kebutuhan ruang serta untuk mengurangi terjadinya kemacetan akibat mobilitas
penduduk yang tinggi dengan membawa banyak muatan.
Prinsip tersebut dapat diterapkan di wilayah dengan lahan terbatas dan terjadi
pemisahan fungsi kawasan pada pola ruangnya. Dengan melakukan integrasi prinsip tersebut
akan dapat mengatasi berbagai permasalahan perkotaan, ditambah lagi dengan keuntungan
berupa keudahan akses menuju tempat penting dan fasilitas publik secara cepat dan efisien,
terutama bagi para pejalan kaki.
Prinsip 4: Axis and Perspective (Sumbu dan Perspektif)
Prinsip keempat yaitu sumbu dan perspektif. Prinsip ini dapat diterapkan untuk
menunjukkan kondisi wilayah sesuai dengan hirarki atau struktur yang simetris dari sebuah
kota. Contoh bangunan yang telah menerapkan prisip ini yaitu Andre Le Noure, L’ Enfant’s
Washington,
dan Menara Eiffel, Paris. Penerapan fungsi sumbu pada prinsip ini yaitu selain sebagai unsur
estetika juga sebagai batas fungsi atau penggunaan suatu kawasan (dapat langsung terintegrasi
dengan ruang publik). Selain itu, prinsip ini mengutamakan kenyamanan pejalan kaki untuk
tetap dapat beraktivitas dengan aman.
Media atau langkah utama utama dari tahap desain adalah menggambar. Menggambar
bertujuan untuk memberi bayangan tentang suatu kompleksitas kawasan yang akan dirancang
dalam bentuk yang lebih sederhana. Selainitu, pembuatan diagram atau data-data infografis
terkait dengan wilayah yang akan dirancang juga akan memudahkan seorang perancang dalam
melakukan tahap perancangan kota. Semua tahap dan langkah tersebut kemudian akan menjadi
satu kesatuan proses yang disebut dengan proses desain.
Gambar: Scheme for the Transformation of Chandigarh, oleh Rodrigo Perez de Arce.
2. Generating Alternatives
Strategi lain dalam proses rancang kota dengan pendekatan integrative adalah
pembuatan solusi alternatif dengan konsep yang kuat. Alternatif design tanpa konsep
yang kuat akan menciptakan hasil yang lemah dan kurang menjanjikan. Solusi alternatif
memepertimbangkan aspek biaya, pengguna, kebutuhan, dan keindahan. Cara terbaik
bagi perancang kota adalah mengembangkan berbagai strategi intervensi alternatif yang
memungkinkan berbagai kontingensi, penawaran, pilihan, dan fleksibilitas terhadap
perubahan.
3. Kolaborasi
Proses rancang dan implementasinya juga memerlukan keterlibatan dari segi
hukum, ekonomi, sisiologi, ekologi, dan psikologi. Oleh sebab itu, proses rancang perlu
berkolaborasi dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya.
4. Faktor Ekonomi dan Politik
Apabila investasi dari sektor swasta mengikuti kebijakan publik dalam ruang
kota, maka tentu sektor swasta dapat menjadi penyumbang utama dalam pencapaian
tujuan dari desain perkotaan. Desain karakter fisik dan penggunaan publik dalam
struktur keruangan kota juga ditujukan untuk menciptakan dorongan terhadap investasi
dari swasta, di samping ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Prinsip dan strategi dalam desain kota akan menjadi semakin penting dalam dua dekade
ke depan. Dimungkinkan bahwa pembangunan kota secara besar-besaran tidak akan pernah
terjadi lagi di masa yang akan datang. Kebijaksanaan diperlukan dalam mempertahankan nilai
sejarah dan nilai tradisi setiap memperbarui lingkungan perkotaan. Situasi saat ini
mengindikasikan bahwa negara-negara barat tengah mengalami transisi menuju kelangkaan
sumber daya dan mengalami pembangunan yang melambat. Diprediksikan bahwa
pembangunan kota akan lebih mempertimbangkan alam di masa yang akan datang.
Arsitek bangunan, arsitek landskap, dan perencana kota perlu mempelajari politik,
regulasi mengenai lingkungan, dan pelaksanaan rancang kota dalam struktur birokrasi. Desain
kota memerlukan waktu yang lama untuk membuahkan hasil. Fleksibilitas diperlukan di dalam
setiap tahapan pelaksanaan desain kota, untuk diperoleh hasil yang paling efektif.
Analisis di dalam buku ini berfokus pada masalah yang yang akan dihadapi oleh
perancang kota pada tahun 1980 dan 1990-an. Masalah inti yang akan dihadapi adalah
bagaimana merestrukturisasi ruang hilang (lost space) di kota modern. Kesenjangan antara
teori rancang kota dengan penerapannya perlu dijembatani dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Masa depan diprediksikan dengan adanya pola perkotaan yang lebih kolektif dan lebih
kompak, serta memerlukan penggunaan lahan kota secara lebih efisien.
Rekonstruksi kota secara bagian-per-bagian akan semakin penting daripada
pembangunan secara menyeluruh, seiring dengan semakin langkanya sumber daya dan semakin
tingginya permintaan akan ruang. Integrasi antara tempat tinggal dan tempat kerja di pusat
kota dapat menjadikan ruang hilang (lost space) menjadi tempat interaksi sosial yang baru.