Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat
kebencanaan yang tinggi. Pembangunan yang kerap kali tidak sesuai dengan peraturan, pola
hidup masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan kondisi bangunan yang tidak
sesuai dengan standar. Hal tersebut menyebabkan kerentanan bencana di Kota Bandung
cukup tinggi. Selain itu beberapa kondisi kepadatan pemukiman sangat tinggi menyebabkan
sulitnya menentukan jalur evakuasi yang aman. Kota Bandung yang tergabung dalam
kawasan rawan bencana Jawa Barat juga memiliki risiko kebencanaan yang tinggi, sehingga
perlu perhatian khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam menyelesaikan permasalahan kebencanaan dengan berbagai metode, terlebih
dahulu perlu mengetahui karakteristik wilayah tersebut. Karakteristik kebencanaan pada
suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lainnya. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari
karakteristik hazard, vulnerability, dan capacity. Sehingga diharapkan setelah mengetahui
dan mengidentifikasi karakteristiknya, maka akan ditemukan strategi yang tepat dalam
memetakan jalur evakuasi dan tempat berlindung yang tepat, memetakan bahaya yang
mungkin mengancam di lingkungan sekitar saat terjadi bencana, dan bahkan mengatasi
permasalahan kebencanaan di wilayah tersebut.
Wilayah studi yang ditentukan dalam pembahasan masalah permukiman kumuh dan
liar di Kota Bandung letaknya tidak jauh dari kampus ITB, tepatnya terletak di belakang
Sabuga (Sasana Budaya Ganesha) ITB. Lokasi studi yang diamati adalah perumahan yang
berkembang di sekitar bantaran Sungai Cikapundung, RW 04 bagian dari kelurahan
Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.
Dalam pemilihan lokasi kami juga mempertimbangkan salah satu aspek geografis
yang penting berupa topografi wilayah dan daerah aliran sungai. Sungai Cikapundung
merupakan sungai yang membelah Kota Bandung di kawasan-kawasan strategis aktivitas
perekonomian dan aktivitas industri termasuk juga kawasan Cihampelas. Hal tersebut
mengakibatkan tingkat pencemaran yang tinggi akibat pembuangan sampah yang merupakan
efek kegiatan perekonomian dan industri yang merupakan DAS Cikapundung, sehingga
memungkinkan terjadinya banjir karena volume aliran sungai yang mengecil akibat sampah.
Dilihat dari lingkungan secara umum, seperti jalan yang keseluruhannya merupakan jalan
lokal yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter, dan kepadatan hunian yang sangat tinggi,
sehingga akan menimbulkan risiko bencana yang cukup tinggi. Untuk alasan itulah dipilih
kawasan ini sebagai wilayah penelitian.

1
BAB II
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Teori Mengenai Jenis Bencana


2.1.1 Deskripsi banjir bandang
Banjir bandang adalah banjir yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung dengan
dahsyat. Banjir bandang terbentuk beberapa waktu setelah hujan lebat (dalam kisaran
waktu beberapa menit sampai beberapa jam) yang terjadi dalam waktu singkat di
sebagian daerah aliran sungai (DAS) atau alur sungai yang sempit di bagian hulu. Alur
sungai ini memiliki waktu konsentrasi (waktu tiba banjir) yang singkat, sehingga aliran
permukaan cepat terkumpul di alur sungai.
Penyebab terjadinya banjir bandang :
a. Terkumpulnya curah hujan lebat yang jatuh dalam durasi waktu yang singkat pada
(sebagian) DAS alur hulu sungai, dimana kemudian volume air terkumpul dalam
waktu cepat ke dalam alur sungai sehingga menimbulkan lonjakan debit yang besar
dan mendadak melebihi kapasitas aliran alur hilirnya;
b. Runtuhnya bendungan, tanggul banjir atau bendungan alam yang terjadi karena
tertimbunnya material longsoran pada alur sungai.

2.1.2 Deskripsi Tanah longsor

Bendungan alam umumnya terbentuk dari material tanah longsor. Berikut ini akan
dijelaskan karakteristik area rawan longsor beserta faktor-faktor penyebabnya.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan
kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng,
air, beban serta berat jenis tanah/batuan.
Karakteristik area rawan longsor:
a. Memiliki intensitas hujan yang tinggi; Musim kering yang panjang menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal ini
mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah sehingga tanah permukaan
retak dan merekah. Ketika hujan turun dengan intensitas yang tinggi, air akan
menyusup ke bagian yang retak membuat tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat
dan dapat terakumulasi di bagian dasar lereng sehingga menimbulkan gerakan
lateral dan terjadi longsoran.

2
b. Tergolong sebagai area lereng/tebing yang terjal; Lereng atau tebing yang terjal akan
memperbesar gaya pendorong sehingga dapat memicu terjadinya longsoran.
c. Memiliki kandungan tanah yang kurang padat dan tebal; Jenis tanah yang kurang
padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m. Tanah
jenis ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena mudah menjadi lembek bila
terkena air dan mudah pecah ketika hawa terlalu panas.
d. Memiliki batuan yang kurang kuat; Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen
berukuran pasir dan merupakan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung
umumnya merupakan batuan yang kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah
menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan, sehingga pada umumnya rentan
terhadap tanah longsor.
e. Jenis tata lahan yang rawan longsor; Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata
lahan persawahan dan perladangan. Pada lahan persawahan, akarnya kurang kuat
untuk mengikat butir tanah sehingga membuat tanah menjadi lembek dan jenuh
dengan air, oleh sebab itu pada lahan jenis ini mudah terjadi longsor. Sedangkan
untuk daerah perladangan, akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran
yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
f. Adanya pengikisan/erosi; Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah
tebing. Selain itu, penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai menyebabkan
tebing menjadi terjal dan menjadi rawan terhadap longsoran.
g. Merupakan area bekas longsoran lama; Area bekas longsoran lama memiliki ciri
sebagai berikut :
 adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda
 umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur
dan subur
 adanya longsoran kecil terutama pada tebing lembah
 adanya tebing-tebing yang relatif terjal
 adanya alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil
h. Merupakan bidang diskontinuitas (bidang yang tidak selaras); Bidang ini merupakan
bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor dan
memiliki ciri:
 bidang perlapisan batuan
 bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
 bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat bidang
kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak

3
melewatkan air (kedap air)bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah
yang padat.

2.1.3 Data dan informasi

Data dan informasi yang dibutuhkan dalam pengerjaan pedoman pembuatan sistem
peringatan dini adalah sebagai berikut:
1) Data primer dan sekunder kejadian banjir bandang; data primer seperti data hasil
angket dan wawancara yang berkaitan dengan pengetahuan dan kesiapan masyarakat
terhadap bencana banjir bandang, sedangkan data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari hasil rekaman institusi yang berwenang seperti BNPB, PVMB,
BMKG, Pemda, BPBD, PU, berupa data curah hujan wilayah, data statistik
penduduk, data infrastruktur wilayah, dan lain-lain;
2) Data historis kejadian banjir bandang; data bencana masa lalu yang diperoleh dari
berbagai sumber yaitu dari hasil pemantauan institusi/lembaga yang berwenang,
publikasi media masa, publikasi berbagai pusat studi, LSM dan Perguruan Tinggi,
serta masyarakat setempat (meliputi tentang lokasi, skala bencana,
kerugian/kerusakan yang ditimbulkan bencana);
3) Peta rawan banjir bandang; Informasi kejadian bencana yang diperoleh dari aparat
pemerintah maupun masyarakat setempat.

2.1.4 Persyaratan pelaksanaan pedoman

Pelaksanaan pedoman ini akan berjalan dengan baik, bila persyaratan-persyaratan


berikut terpenuhi:
 adanya sumber daya manusia yang pintar, cepat tanggap, serta memiliki perhatian
dan kepedulian terhadap bencana banjir bandang;
 data dan informasi yang sesuai dengan yang tercantum pada Bab 5;
 tersedianya sarana pendidikan, transportasi, pembangunan, dan sarana lainnya yang
menunjang dalam semua kegiatan kebencanaan;
 tersedianya prasarana untuk mendukung sarana yang ada.

2.1.5 Informasi yang harus disampaikan kepada masyarakat dalam sistem peringatan
dini

Berikut ini merupakan informasi yang harus disampaikan pada masyarakat melalui
sistem jaringan komunikasi yang telah terbentuk dalam kondisi darurat maupun siaga
sebagai salah satu fungsi dari sistem peringatan dini.

4
 Waktu pengumuman;
 Wilayah sasaran yang diprediksi berbahaya (dengan terperinci);
 Tingkat peringatan bahaya (status waspada, siaga/bahaya, ataupun awas yang berarti
evakuasi);
 Perkiraan waktu bencana;
 Kondisi curah hujan maupun level air saat diumumkan dan prediksinya untuk
beberapa waktu berikutnya;
 Perkiraan arah sumber datangnya bencana;
 Arah evakuasi (bila terdapat instruksi evakuasi);
 informasi lainnya yang diperlukan dan dianggap penting untuk disampaikan ke
masyarakat.

2.1.6 Barang yang harus dibawa pada waktu evakuasi

Berikut ini merupakan daftar barang-barang yang harus dipersiapkan masyarakat


untuk dibawa pada saat evakuasi:
 Pakaian: pakaian dalam, kaos, jaket, celana, sarung, dan lain-lain;
 Harta benda atau dokumen penting: uang, perhiasan, KTP, surat-surat berharga;
 Alat penerangan: senter dengan baterai, lilin, korek api;
 Makanan/minuman: roti, nasi, makanan ringan, mie instan, makanan kaleng, air
mineral;
 Perlengkapan kebersihan: odol, sikat gigi, sabun, sampo;
 Peralatan komunikasi: telepon seluler, radio;
 Perlengkapan bayi (bila diperlukan): susu, botol susu, popok;
 Perlengkapan untuk manula (bila diperlukan): tongkat, kacamata, obat-obatan;
 Perlengkapan tambahan: kantong plastik, kain lap.

5
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai gambaran umum wilayah studi mencakup keadaan
atau kondisi geografis, kondisi administratif dan karakteristik sosial kependudukan masyarakat
RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong secara umum, serta delineasi wilayah studi.

3.1. Kondisi Historis dan Geografis Wilayah Studi

Lokasi yang penulis pilih dalam penelitian kali ini ialah kawasan RW 02 Kelurahan
Cipaganti, Kecamatan Coblong. Secara historis lahan dimana RW 02 kini berada adalah
bagian dari bentang alam Lebak Gede yang dalam bahasa Indonesia berarti “Lembah Besar”.
Cakupan lebar lembah ini membentang dari Unpad Dipatiukur hingga jalan Cipaganti saat
ini. Secara fungsi, pada zaman Belanda, daerah ini digunakan sebagai green-belt kota
Bandung berupa area persawahan. Hingga tahun 1970-an pun lokasi lembah Cikapundung
ini masih terdapat area persawahan dengan beberapa rumah tersebar yang merupakan rumah
petani penggarap setempat. Pola pertumbuhan permukiman di daerah penelitian ini tidak
terjadi secara serempak, namun bertumbuh dan berkembang perlahan pada mulanya.
Awalnya, pertumbuhan permukiman disekitar lokasi studi ini didorong oleh peningkatan
penduduk secara alami (natural increase) dan migrasi masuk dalam skala kecil. Baru sekitar
tahun 1990an seiring berkembangnya kota Bandung sawah-sawah di lokasi ini pun berubah
guna lahannya menjadi lahan permukiman dengan pesat hingga menjadi sepadat sekarang
karena semakin intensifnya pembangunan perkotaan yang menstimulus beragam macam
kegiatan ekonomi sehingga menjadi pull factor bagi kegiatan urbanisasi, terutama dari
daerah Jawa Barat bagian Selatan.
Secara geografis kawasan studi yang dipilih penulis terdapat di daerah aliran sungai
Cikapundung sehingga pertumbuhan kawasan permukiman dapat dengan cepat bertumbuh
menyesuaikan aliran sungai (linear-development) dan memiliki ketersediaan cadangan air
tanah yang melimpah, akses pembuangan limbah rumah tangga yang relative lebih mudah
sehingga menarik pemukim untuk mendirikan rumah dilokasi tersebut. Selain itu, kawasan
studi ini berada di titik tengah antara pusat kegiatan sekunder Sadang Serang (Wilayah
Pengembangan Cibeunying), pusat kegiatan sekunder Sarijadi (wilayah pengembangan
Bojonegara) dan pusat kegiatan primer Alun-alun kota bandung, ada masing-masing dalam
radius 3-4 kilometer. Memang tidak berada di pusat kota, namun kawasan studi yang dipilih
oleh penulis ini termasuk kepada kategori permukiman padat penduduk perkotaan (karena
masih berada di dalam kota/inner-city).

6
Berikut adalah daerah yang berbatasan langsung dengan deliniasi wilayahi penelitian,
RW 02, yaitu :
 Utara : Jalan Siliwangi dan Ciumbuleuit (Gandok)
 Selatan : Sungai Cipaganti
 Timur : Sungai Cikapundung dan Kelurahan Lebak Siliwangi (SABUGA)
 Barat : Jalan Cihampelas
Kelurahan Cipaganti sendiri merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Coblong yang memiliki banyak jumlah penduduk yang tinggal di bantaran
Sungai Cikapundung. Secara geografis Kelurahan Cipaganti sudah termasuk ke bagian
tengah Sungai Cikapundung (midstream zone) dimana karakteristiknya lembahnya
berbentuk U (U-shaped) relatif lebih landai dibanding di daerah hulu, sudah mulai ada
sedimentasi dan pendangkalan sungai, aliran air tidak terlalu deras, batuan-batuan relatif
berukuran bongkah sedang – pasir kasar (coarse sand), serta pencemaran didominasi oleh
kegiatan rumah tangga, selain itu Kelurahan Lebak Cipaganti memiliki bentuk wilayah
berombak besar. Ditinjau dari sudut ketinggian tanah, Kelurahan Cipaganti berada pada
ketinggian 800 m di atas permukaan air laut. Suhu rata-rata di Kelurahan Cipaganti berkisar
25°C, sedangkan dilihat dari segi hujan berkisar 2572,42 mm/th dengan jumlah hari dan
curah hujan terbanyak sebesar 46 hari.

3.2. Kondisi Administratif dan Karakteristik Sosial Kependudukan Wilayah Studi

Secara administratif, RW 02 sebagai wilayah studi penelitian ini terletak di Kawasan


Cihampelas dalam Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. RW 02 terdiri
dari 10 Rukun Tetangga.
Secara umum, RW 02 memiliki karakteristik sosial-kependudukan tersendiri.
Penduduk yang tinggal sebagian besar merupakan penduduk asli yang telah menempati
tempat tinggal mereka sejak lahir. Rumah dan tanah yang mereka miliki saat ini pun
sebagian besar merupakan hasil warisan yang diturunkan dari generasi-generasi terdahulu.
Inilah sebabnya rata-rata penduduk RW 02 memiliki ikatan darah dan kekeluargaan yang
erat antara satu dengan lainnya. Namun ada juga beberapa keluarga yang memang penduduk
baru atau keluarga baru dari daerah lainnya yang bermukim di lokasi tersebut menumpang di
rumah milik sanak saudaranya atau menyewa (mengkontrak) rumah pada awalnya dan
akhirnya membuat rumah secara swadaya secara bertahap (gradual improvement) di tanah
milik dinas pengairan dan irigasi (karena bermukim di clear-area sempadan sungai
Cikapundung).

7
3.3. Delineasi Wilayah Studi

Berikut adalah lokasi wilayah studi yang kami ambil,

Gambar 3.1 Orientasi Lokasi Wilayah Studi


Sumber: Wikimapia.org, 2014

Wilayah studi yang kami ambil yaitu daerah Cihampelas dalam, tepatnya di RW 02 Kelurahan
Cipaganti, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

8
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dibahas mengenai resiko kebencanaan dan upaya pengurangan resiko
bencana di RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong
4.1 Potensi Hazard RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong
RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong terletak di Daerah Aliran Sungai
Cikapundung dengan ketinggian 800 mdpl. Dengan letak geografis tersebut menjadikan RW
02 Kelurahan Cipaganti memiliki berbagai potensi hazard sebagai berikut.
1. Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana yang mengancam wilayah ini. Daerah ini berada
di bagian tengah Sungai Cikapundung (midstream zone) dimana karakteristiknya lembahnya
berbentuk U (U-shaped) relatif lebih landai dibanding di daerah hulu, sudah mulai ada
sedimentasi dan pendangkalan sungai, aliran air tidak terlalu deras, batuan-batuan relatif
berukuran bongkah sedang – pasir kasar (coarse sand), serta pencemaran didominasi oleh
kegiatan rumah tangga.
Ancaman banjir di RW 02 Kelurahan Cipaganti terdiri dari dua yaitu
a. Banjir Kiriman
Ancaman banjir kiriman terjadi di wilayah ini karena letaknya tepat di Daerah
Aliran Sungai Cikapundung. Tidak adanya sempadan sungai menyebabkan ancaman
banjir hingga ke perumahan penduduk semakin tinggi. Walaupun pinggir sungai
Cikapundung telah dibuat pondasi namun pondasi yang dibuat belum cukup untuk
mengurangi ancaman bencana banjir kiriman dari hulu sungai Cikapundung. Ketika
banjir bandang datang maka pondasi sungai memungkinkan akan hancur karena
menurut Ketua RT setempat pembangunan yang dilakukan tidak memiliki pondasi
yang kuat. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi lingkungan di daerah aliran sungai
termasuk di RW 02.
Selain bahaya banjir yang datang dari Sungai Cikapundung, bahaya banjir
kiriman juga datang dari anak sungai Cikapundung. Anak sungai Cikapundung yang
hanya memiliki lebar 1 m dengan kedalaman hingga 2 m memiliki aliran yang sangat
deras. Derasnya aliran terutama di daerah yang memiliki kemiringan hingga 45
derajat. Ketika terjadi hujan deras di daerah hulu maka kemungkinan resiko banjir di
RW 02 akan meningkat.

9
Gambar 4.1 Sungai Cikapundung sebagai Gambar 4.2 Sungai Cikalintu sebagai
ancaman hazard bagi RW 02 Kelurahan ancaman hazard bagi RW 02 Kelurahan
Cipaganti Kecamatan Coblong Cipaganti Kecamatan Coblong
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014 Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014

b. Banjir Lokal
Ancaman banjir selain datang dari hulu juga dapat datang dari daerah itu sendiri.
Ketika hujan deras datang di RW 02 Kelurahan Cipaganti maka resiko genangan air di
daerah ini akan meningkat. Hal ini karena sangat buruknya draenase di RW 02
Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong. Bahkan ada beberapa ruas yang tidak
terdapat draenase sehingga ketika hujan datang air akan mengalir melalui jalan
setapak. Selain permasalahan draenase di daerah ini juga memiliki resiko banjir lokal
yang tinggi karena sangat minimnya daerah resapan air.

2. Longsor
Selain banjir RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong memiliki ancaman
longsor yang tinggi. Anak sungai Cikapundung yang memiliki aliran yang deras
menyebabkan tembok penahan yang dibangun tepat di pinggir sungai dan pinggir
perumahan penduduk sangat rentan terhadap keruntuhan.
Longsor yang terjadi di RW 02 di Bulan Maret 2014 merupakan salah satu bukti
ancaman longsor di RW 02 sangat tinggi. Longsor diawali dari hujan deras mengguyur
wilayah ini. Hujan deras menyebabkan aliran sungai anak Cikapundung semakin deras.
Derasnya aliran ini menyebabkan tembok pembatas sungai runtuh sehingga terjadi longsor
hingga 1,5 m. Peristiwa longsor ini menyebabkan dua rumah milik Pak Nadi dan Bu Banen
rusak berat dibagian depan yang tepat berada di pinggir sungai. Menurut keterangan dari
warga naiknya aliran di anak sungai Cikapundung juga disebabkan karena pembangunan
hotel di Cihampelas.

10
Gambar 4.3 Longsor yang terjadi di RW 02
Kelurahan Cipaganti akibat banjir pada
tanggal 18 Maret 2014
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014

4.2 Kerentanan RW 02, Kelurahan Cipaganti


4.2.1 Kerentanan Fisik
Kerentanan fisik menggambarakan perkiraan tingkat kerentanan fisik (infrastruktur)
apabila terdapat faktor bahaya tertentu. Berbagai indikator yang merupakan sumber
kerentanan fisik adalah presentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, jaringan listrik,
rasio lebar jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, dll. Kerentanan fisik terhadap
bencana banjir yang terdapat pada kawasan RW 02 Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong
berdasarkan survei yang telah dilakukan, antara lain:
1. Kondisi Fisik Pembangunan di Sekitaran Sungai

Gambar
P 4.4 Perkerasan yang Dilakukan pada Tanah di Tepian Sungai Cikapundung
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
e
rkerasan pada tepian Sungai Cikapundung tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kota
Bandung di tahun 2013. Apabila dilihat secara sekilas kondisi perkerasan tersebut nampak
telah cukup kokoh namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ketua RT 08 yang
merupakan kawasan perkerasan tersebut, perkerasan yang dilakukan oleh pemerintah

11
dilakukan sangat cepat dan teknik yang dilakukan kurang tepat sehingga membuat
perkerasan tersebut kurang kuat. Teknik yang benar sebelum melakukan perkerasan tersebut
adalah dengan mengeringkan sungai dengan mengalirkan ke arah lain aliran sungai tersebut
sehingga dapat dilakukan pembangunan pondasi bangunan dengan lebih kuat dan kokoh.
Dengan demikian bangunan perkerasan tepian sungai tersebut dapat kokoh atau bertahan
dalam waktu yang cukup lama. Permasalahan ini sebenarnya merupakan hal yang cukup
dikhawatirkan oleh masyarakat
khususnya warga RT 08 yang dekat
dengan tepian sungai tersebut. Apalagi
belum lama ini pada 18 Maret 2014
lalu telah terjadi longsor pada RT 08
RW 02 akibat runtuhnya tembok
perkerasan tepian sungai.
Kronologi terjadinya longsor
tersebut adalah diawali dengan curah
hujan sangat tinggi yang terjadi selama
kurang lebih 1 jam pada pukul 17.30
WIB, akibat hal tersebut genangan
banjir telah mencapai teras rumah.
Beberapa menit kemudian terdengar
suara gemuruh disusul dengan
Gambar 4.5 Kondisi rumah Bapak Nadi di RW 02 dentuman keras. Ternyata bagian sisi
yang longsor karena runtuhnya tembok perkerasan
tepian sungai di depan rumahnya jembatan telah hancur, sekitar 30 menit
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
kemudian bagian sisi depan rumah
telah hancur dan longsor hingga 4
meter (seperti tampak pada gambar).
Upaya masyarakat untuk memperbaiki
kerusakan yang ditimbulkan oleh
bencana tersebut hanya merupakan
perbaikan seadanya tanpa
menggunakan teknik pembangunan
yang tepat. Masyarakat sebenarnya
telah mengajukan kepada Dinas
Gambar 4.6 Kondisi dinding perkersan setelah
dilakukan perbaikan melalui Pengairan Kota Bandung untuk
swadaya masyarakat sendiri membantu upaya perbaikan tersebut
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014

12
dengan mengalihkan aliran air yang melalui wilayah yang terkena longsor tersebut agar
dapat dilakukan pembangunan pondasi dengan lebih kokoh karena dibutuhkan pengeringan
material bangunan pondasi laporan tersebut tidak kunjung mendapat tanggapan dari. Kondisi
pemulihan bangunan yang seadanya tersebut membuat masyarakat kurang merasa aman
karena kondisi bangunan yang menjadi tempat
tinggal mereka saat ini sebenarnya masih
sangat rentan untuk terkena bencana kembali.
Bahkan terdapat sisi jalan yang masih belum
dapat diperbaiki karena pengeringan material
pondasi dasar jalan belum selesai sehingga
tidak dapat dilakukan pembangunan lebih
lanjut di bagian permukaan jalan tersebut.

Gambar 4.7 Kondisi jalan yang masih Upaya yang dapat dilakukan saat ini hanya
belum dapat diperbaiki oleh masyarakat dengan menutup lubang longsoran tersebut
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
dengan material-material sisa bangunan.
Selain itu kondisi rumah yang tampak pada
gambar di samping sebenarnya tidak memiliki
pondasi dasar yang kokoh. Awalnya rumah
tersebut memiliki pondasi cor rumah ke dalam
tanah namun karena biaya pembangunan yang
dimiliki tidak cukup maka pembangunan yang
dilakukan seadanya saja yaitu dengan
menimbun lubang longsor tersebut dengan
Gambar 4.8 Kondisi rumah setelah timbunan pasir hingga padat, kemudian
dilakukan perbaikan melalui dikeraskan atasnya dengan batu bata dan
swadaya masyarakat sendiri
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014 perkerasan semen.

13
Sehubungan dengan dana yang
digunakan untuk melakukan upaya perbaikan
tersebut, sumbangan dana yang diperoleh
bukan merupakan dana bantuan pemerintah
namun dana bantuan dari pihak-pihak swasta
yang terdapat di sekitar lokasi rumah
tersebut. Diantaranya Hotel Cihampelas
(dalam tahap pembangunan), Alfamart,
Sabuga serta pengumpulan dana swadaya
masyarakat yang dilakukan oleh pejabat RT
dan RW. Berkaitan dengan apa alasan pihak
swasta seperti Hotel Cihampelas tersebut
mau untuk memberi sumbangan dana,
Gambar 4.9 Bangunan hotel yang alasannya adalah karena masyarakat
mengakibatkan peniadaan pintu air yang
menjadi pengendali aliran air kearah setempat memprotes keberadaan
permukiman penduduk RW 02 Kel. pembangunan hotel tersebut. Menurut
Cipaganti
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014 penuturan dari salah satu warga RW 02 yaitu
Ibu Wawang, pada awalnya terdapat pintu air pada hulu aliran sungai tersebut yang
berfungsi untuk menutup aliran air yang menuju daerah permukiman penduduk dan
mengallihkan alirannya ke arah lain, namun keberadaan pintu air tersebut tiba-tiba
ditiadakan oleh pihak pembangun hotel tersebut. Alasan yang pihak hotel utarakan adalah
karena pintu air tersebut menggangu perkerasan cor bangunan yang akan dilakukan. Hal ini
tidak lain terkait kembali dengan ketegasan dari dinas PU yang berhubungan dengan
kebijakan aliran sungai tersebut, dan yang menjadi pertanyaan besar untuk pihak tersebut
adalah “Mengapa diizinkan peniadaan pintu
air tersebut?” dan “Apakah dinas tersebut
tidak memikirkan apa dampak yang
diakibatkan dari peniadaan pintu air
tersebut?”.
Berikut gambar kondisi aliran sungai
akibat tidak adanya pintu air untuk
mengendalikan volume air yang mengalir ke
Ketika ada Ketika tidak ada sungai arah RW 02 sehingga ketika hujan
pintu air pintu air deras terjadi hingga mengakibatkan volume
Gambar 4.10 Derasnya aliran air akibat air di hulu sungai meningkat drastis, pintu air
makin bertambahnya kedalam sungai
sebagai dampak dari tidak adanya pintu ditutup. Namun semenjak tidak ada pintu air,
air
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
14
warga menjadi tidak dapat mengendalikan volume air yang mengalir di sungai tersebut
ketika hujan deras terjadi sehingga aliran air yang begitu deras saat hujan dengan intensitas
tinggi terjadi membuat dasar sungai semakin tergerus. Hal ini tentu mengakibatkan
kedalaman sungai menjadi bertambah. Bertambahnya kedalaman sungai tersebut membuat
volume air yang mengalir di sungai tersebut semakin besar dan ditambah lagi sungai itu
berada pada kemiringan lereng yang cukup tajam sehingga hal ini makin memperparah
derasnya aliran air di sungai. Padahal awalnya pada aliran sungai ini, kedalaman sungainya
hanya sekitar 0,5 m sehingga dasar sungai pun dapat terlihat. Sementara saat ini
kedalamannya telah berubah jauh mnejadi 1,5 m sehingga akibat kedalaman serta derasnya
aliran sungai tersebut, dasar sungai menjadi tidak dapat terlihat kembali.

2. Kondisi Fisik Bangunan Permukiman


Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua RW 02, diperoleh data bahwa sebagian
besar material bangunan rumah penduduk di daerah tersebut menggunakan material batu
bata dengan perkerasan menggunakan semen. Bangunan yang
menggunakan material batu bata dan semen merupakan
bangunan yang kokoh dan cukup kuat apabila aliran air banjir
namun pembangunannya dilakukan secara tidak teratur, yaitu
melintang dan membujur antar rumah satu dengan rumah yang
lain. Menurut penuturan Bapak Ketua RW tersebut, asal mula
±1 munculnya permukiman di kawasan tersebut adalah dari
m
Gambar 4.11 Lebar banyaknya pendatang yang ke Kota Bandung dan mendirikan
jalan yang ±1 meter, rumah sederhana seadanya untuk tempat tinggal mereka. Tanpa
menghambat evakuasi
warga jika terjadi memikirkan keteraturan dan syarat standar suatu permukiman,
banjir
Sumber: Dokumentasi mereka mendirikan tempat seadanya selama masih bisa
kelompok 4, 2014
dijadikan tempat berteduh keluarganya. Pendirian bangunan
yang tidak teratur ini dapat menghambat
evakuasi apabila terjadi bencana banjir.
Perahu karet yang umumnya digunakan
untuk menyelamatkan warga yang terjebak
genangan banjir tidak dapat masuk
melewati jalanan depan rumah masing-
masing warga karena lebar jalan yang ada
sangat sempit, hanya sekitar kurang lebih 1
Gambar 4.12 Bangunan rumah penduduk meter akibat terlalu padatnya bangunan.
sebagian besar telah menggunakan
material batu bata namun
pembangunannya tidak teratur
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
15
Selain itu juga terdapat
permasalahan pada kondisi fisik
bangunan milik warga namun hal
ini belum tentu terjadi pada
seluruh banguna warga.
Permasalahan seperti ini hanya
terjadi pada beberapa kondisi
bangunan yang kurang tepat atau
kurang baik dalam proses
pembangunannya. Salah satu
bencana yang terjadi akibat kurang
kokohnya bangunan pada RW 02

Gambar 4.13 Kondisi rumah A dan rumah B


adalah peristiwa longsor yang
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014 terjadi kebetulan bersamaan
dengan bencana longsor yang telah dijelaskan sebelumnya. Bencana longsor ini dipicu oleh
suatu rumah yang mengakibatkan kerusakan pada rumah lain. Dimisalkan saja rumah A dan
rumah B. Berawal dari hujan sangat deras yang terjadi selama 1 jam pada sore itu hingga
menimbulkan genangan pada Jl. Cihampelas. Genangan yang terlampau banyak tersebut
hingga melimpas ke salah satu rumah yang berada di tepi jalan tersebut yaitu sebut saja
rumah A. Rumah A yang dalam kondisi kosong dan belum selesai dibangun tersebut terkena
limpasan air hingga ke bagian belakang rumah dan air tertampung di dalam septic tank yang
dibangun di bagian belakang rumah. Namun kondisi bangunan yang belum cukup kokoh
tersebut ternyata memang tidak kuat menampung volume air dalam jumlah besar. Akibatnya
dinding bagian belakang rumah A tersebut runtuh sehingga air serta reruntuhan bangunan
tersebut melimpas ke rumah B yang terletak di belakang dan lebih rendah daripada rumah A.
Pada akhirnya rumah B pun mengalami kerusakan yang sangat berat hingga saat ini tidak
dapat ditinggali kembali oleh pemilik rumah tersebut, namun untungnya bencana ini tidak
menimbulkan korban jiwa, hanya terdapat 1 orang yang luka-luka karena terjepit reruntuhan
bangunan. Seluruh kronologi tersebut penulis peroleh berdasarkan hasil wawancara kami
dengan pemilik rumah B bernama Ibu Banen.

16
3. Kondisi Fisik Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada setiap jalan di RW 02 Kelurahan
Cipaganti, dapat dilihat bahwa terdapat dua jenis kondisi jalan yaitu jalan dengan
menggunakan susunan material batako dan jalan dengan perkerasan semen. Kedua jenis
jalan ini dalam kondisi baik dan tidak ditemukan kondisi jalan yang berlubang atau rusak
ketika observasi dilakukan namun pada kedua jenis kondisi jalan tersebut tidak terdapat
drainase atau selokan yang
tentunya sangat penting untuk ada
pada suatu kawasan permukiman
penduduk. Dengan adanya
selokan atau drainase, ketika
hujan deras dan banjir terjadi, air
dapat mengalir pada selokan
tersebut tanpa mengganggu
aktivitas penduduk yang
mengakses jalan tersebut.
Kondisi jalan Kondisi jalan
menggunakan susunan menggunakan Kemudian jika air limpasan banjir
material batako perkerasan semen
itu langsung menggenang di jalan,

Gambar 4.14 Tidak terdapat selokan atau drainase


maka akan lebih mudah air
pada setiap jenis kondisi jalan tersebut untuk langsung mengalir
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
ke rumah warga.

4.2.2 Kerentanan Sosial


Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingginya kerentanan terhadap keselamatan
jiwa penduduk apabila terjadi ancaman bahaya. Indikator yang dapat dilihat untuk
menunjukkan tingkat kerentanan ini misalnya kepadatan penduduk, laju pertumbuhan
penduduk, persentase penduduk usia tua-balita-wanita atau divable. Berdasarkan survey
yang telah dilakukan, kerentanan sosial terhadap banjir yang terdapat pada RW 02
Kelurahan Cipaganti Kecamatan Coblong, yaitu:
 Kepadatan Penduduk
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada Ketua RW 02, kondisi
penduduk pada wilayah tersebut cukup padat. Rata-rata setiap rumah ditinggali oleh 2 KK,
jumlah penduduk pada RW tersebut 2348 jiwa dari luas sekitar 2,5 ha sehingga bila
dihitung diperoleh kepadatan sebesar 960 jiwa/ha. Kepadatan tersebut berdasarkan tata
cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan SNI 03-1733-2004 termasuk
kategori permukiman yang sangat padat. Kepadatan penduduk ini tentunya membuat upaya

17
yang dilakukan untuk menghadapi bencana banjir jauh lebih berat karena jumlah warga
yang harus dievakuasi atau diungsikan ketika banjir sangat banyak sehingga harus
dipikirkan bagaimana cara mengungsikannya, kemana tempat yang cukup untuk
mengungsikan penduduk dalam jumlah banyak tersebut.

4.3 Kapasitas RW 02 Kelurahan Cipaganti


Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap
situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya).
Kapasitas sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, politik, fisik
maupun psikologi. Pengetahuan, pemahaman, kapasitas dan ketrampilan untuk mengantisipasi
ancaman bencana alam tersebut sangat dibutuhkan untuk meminimalisir kerugian harta benda
dan kehilangan nyawa. Antisipasi dan penanganan bencana bukan tanggung jawab pemerintah
seutuhnya, tetapi menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Daerah RW 2 Kelurahan Cipaganti
dilalui oleh 3 aliran sungai yaitu Sungai
Cikapundung, Sungai Cikalintu, dan
Sungai Cilimus. Ketiga sungai tersebut
memiliki potensi bencana banjir jika hujan
deras terjadi. Hal ini diperparah dengan
dihilangkannya pintu air Sungai Cikalintu
yang disebabkan adanya pembangunan
hotel di jalanan Cihampelas. RW 2
Gambar 4.15 Wawancara dengan Bapak Totok Cipaganti memiliki track record bencana
RW 02 Kelurahan Cipaganti
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014 banjir dan longsor yang terjadi pada bulan
Maret 2014. Hasil identifikasi kapasitas masyarakat RW 2 Kelurahan Cipaganti dalam
mengurangi dampak resiko bencana banjir dan tanah longsor termasuk ke dalam kategori
rendah. Dari hasil yang didapat melalui wawancara Bapak Ketua RW 2, Bapak Totok,
diketahui bahwa pengetahuan masyarakat dalam penanganan prabencana masih terbilang
rendah. Dalam penanganan prabencana, masyarakat masih belum mampu mengantisipasi air
yang mengalir di aliran sungai kecil terusan Cikalintu saat hujan deras turun. Jika dilihat dari
penyebabnya, terjadinya longsor di RT 8 karena adanya aliran air yang sangat deras di sungai
kecil akibat ditiadakannya pintu air karena pembangunan hotel di lahan yang dulunya terdapat
pintu air tersebut. Jika warga memiliki pemahaman mengenai kewaspadaan terhadap bencana
banjir maupun longsor, seharusnya warga mampu mengadvokasi penolakan pembangunan
hotel tersebut, atau dengan memperbolehkan pembangunan hotel tanpa meniadakan pintu air
yang keberadaannya sangat krusial untuk pengalihan aliran Sungai Cikalintu.

18
Selain permasalahan di aliran
Sungai Cikalintu, terdapat pula masalah
mengenai sampah pada aliran Sungai
Cikapundung. Masyarakat masih sering
membuang sampah langsung ke sungai.
Seharusnya warga sudah paham mengenai
bahaya membuang sampah ke sungai yang
dapat menyebabkan banjir. Hal ini
menunjukkan bahwa kapasitas warga
Gambar 4.16 Tumpukan sampah di Sungai dalam mengurangi resiko bencana saat pra
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
bencana masih sangat kurang. Adanya
Cikapundung
kegiatan kerja bakti yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali juga jarang diikuti oleh
seluruh warga. Menurut Bapak Totok, warga cenderung malas untuk mengikuti kegiatan kerja
bakti tersebut.
Selain masih kurangnya kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya,
fasilitas yang mampu meningkatkan kapasitas warga masih belum tersedia seperti signase dan
peta evakuasi bencana yang dipasang di papan pengumuman. Terdapat tempat evakuasi
sementara untuk warga setempat ketika terjadi bencana yaitu SD Cihampelas 3 dan 7 dan
Gedung Badan Ketahanan Pangan Daerah namun tidak diimbangi dengan adanya peta
evakuasi ke arah tempat evakuasi itu. Dengan melihat daerah tersebut yang memiliki
kepadatan tinggi serta memiliki kelerengan yang cukup curam, peta evakuasi bencana
sangatlah diperlukan. Apalagi jika terjadi colaterall hazard seperti kebakaran akibat korsleting
listrik saat banjir, pengetahuan mengenai evakuasi sangat diperlukan warga untuk mengurangi
resiko bencana.
Untuk penanganan saat bencana,
pada saat terjadi longsor warga sudah
bisa melakukan aktivitas evakuasi.
Menurut penuturan Bapak Totok, warga
sudah cukup tanggap saat terjadi
longsor. Selama para korban mengungsi,
didirikan posko bencana yang terletak
tak jauh dari tempat kejadian bencana.
Jika dinilai, warga sudah memiliki
pemahaman dan ketanggapan saat

Gambar 4.17 Posko Bencana Alam di di RT bencana terjadi. Selain itu, gotong
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
royong yang dilakukan warga untuk
08 RW 02
19
membantu korban pada saat itu juga patut dinilai cukup baik dan terorganisir oleh perangkat
RT maupun RW. Untuk penanganan pasca bencana, warga mulai memperbaiki bangunan
yang rusak. Namun warga tidak bisa sepenuhnya memperbaiki karena terhalang biaya. Untuk
memecahkan masalah tersebut, warga meminta bantuan terhadap pihak hotel yang sedang
melakukan pembangunan dan akhirnya mendapatkan bantuan dana dari beberapa pihak
swasta. Warga sangat menyayangkan minimnya bantuan dari pemerintah akan terjadinya
bencana longsor.
Untuk upaya peningkatan kapasitas masyarakat, terdapat penyuluhan penanganan dan
penanggulangan bencana dari BPBD Jawa Barat dengan diwakili oleh perangkat RT dan RW.
Namun yang menjadi kendala adalah kurang adanya kesadaran perangkat RT dan RW untuk
menyampaikan ilmu yang didapat saat penyuluhan kepada warga sekitar. Hal ini seringkali
menjadikan perangkat RT dan RW bekerja sendiri dalam penanggulangan bencana di daerah
ini. Pengetahuan yang seharusnya didapat oleh seluruh warga, hanya didapatkan oleh pihak
tertentu dan tidak merata. Sehingga lagi – lagi hal ini belum bisa digunakan warga untuk
meningkatkan kapasitasnya dalam mengurangi resiko bencana.
Selain itu untuk meningkatkan
kapasitas penduduk usia sekolah dasar,
SD Cihampelas 3 dan 7 yang
merupakan SD tempat bersekolah
sebagian besar warga RW 02 tersebut
pernah melakukan suatu simulasi
bencana. Namun simulasi bencana
yang dilakukan adalah simulasi
bencana gempa bukan banjir.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Gambar 4.18 Wawancara dengan Ibu Misria
salah satu guru SD Cihampelas 3 dan 7 Ibu Misria yang merupakan salah satu
Sumber: Dokumentasi kelompok 4, 2014
guru yang telah bekerja selama kurang
lebih 37 tahun pada SD Cihampelas 3 dan 7, selama beliau bekerja pada sekolah tersebut
hanya pernah dilakukan simulasi satu kali yaitu simulasi gempa yang diadakan oleh Bank
Dunia pada tahun 2012 serta simulasi tersebut terkesan sangat sederhana dan apa adanya.
Dengan demikian apabila dilihat dari fokus pengamatan kami yaitu bencana banjir, kapasitas
penduduk usia sekolah dasar terhadap bencana banjir masih sangat kurang atau dapat
dikatakan belum siap.

20
4.4 Upaya Mengurangi Resiko Bencana di RW 02 Kelurahan Cipaganti
4.4.1 Pengurangan Kerentanan
No Bentuk Kerentanan Upaya Pengurangan Kerentanan
1 Kondisi perkerasan di tepian sungai kurang Mengajukan kepada pihak terkait dari
kokoh pmeerintah seperti PU atau dinas pengairan
untuk memperbaiki pondasi perkerasan
tersebut karena mengingat bahaya buruk
yang rentan terjadi jika perkerasan tersebut
runtuh akibat terus tergerus aliran air secara
terus menerus
2 Keberadaan pintu air ditiadakan akibat Meminta pengadaan kembali pintu air
dibangunnya hotel di daerah Cihampelas pengendali arus air yang mengalir menuju
RW 02 karena mengingat bahay yang
ditimbulkan akibat tidak adanya pintu air
tersebut yaitu warga tidak bisa
mengendalikan aliran air tersebut.
Padahal sebelumnya ketika hujan deras dan
volume air di sungai meningkat, pintu air
tersebut sedikit ditutup dan aliran air
dialihkan menuju ke arah sungai lain
sehingga volume air yang mengalir ke RW
02 selalu tetap dan tidak pernah terlampau
deras hingga menimbulkan banjir.
3 Tidak teraturnya pembangunan rumah Relokasi rumah ke tempat yang lebih aman
penduduk dari banjir terutama rumah yang berada
tepat di sempadan sungai.
4 Tidak terdapat selokan atau drainase pada Karena lahan yang telah tidak mencukupi
setiap jenis kondisi jalan untuk membuat selokan di samping kana
kiri jalan, maka solusi alternatif yang dapat
dilakukan adalah dengan membuat gorong-
gorong di bawah permukaan jalan sehingga
ada jalur aliran air yang tidak melewati jalan
ketika hujan deras. Dengan demikian banjir
yang dapat masuk ke rumah warga dapat
terkurangi

21
5 Kepadatan penduduk tinggi Peraturan yang tegas dari Pemerintah Kota
Bandung dalam pendataan kependudukan
agar tingkat migrasi ke Kota Bandung
berkurang.
6 Banyak penduduk usia anak Memberi pendidikan cara menghadapi
bencana untuk pendidikan dasar di sekolah
anak.

Lubang gorong- jalan


gorong

Gambar 4.19 Pembuatan gorong-gorong sebagai alternatif solusi dari ketidaktersediaan selokan di jalan
RW 02 Kel. Cipaganti Kec. Coblong
Sumber: Hasil analisis kelompok 4, 2014

4.4.2 Peningkatan Kapasitas


Rekomendasi yang diberikan penulis untuk meningkatkan kapasitas warga RW 2
Kelurahan Cipaganti untuk mengurangi resiko bencana khususnya bencana banjir dan tanah
longsor adalah dengan diadakannya penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan dan
kebencanaan untuk seluruh warga. Penyuluhan diberikan tak hanya untuk perwakilan warga,
melainkan untuk seluruh warga. Selain itu perlu diadakannya penyuluhan juga untuk anak –
anak di SD Cihampelas 3 dan 7 sebab anak – anak warga RW 2 mayoritas bersekolah di SD
tersebut sehingga kapasitas anak-anak menjadi lebih siap untuk menghadapi bencana
khususnya dalam hal ini banjir dan longsor. Selain penyuluhan, pembuatan peta jalur evakuasi
juga diperlukan mengingat kepadatan dan kelerengan di daerah tersebut cukup tinggi. Untuk
pembuatan peta evakuasi harus dilakukan pemetaan kebencanaan terlebih dahulu sehingga
peta yang dibuat bisa digunakan secara efektif. Setelah peta jadi dan disosialisasikan kepada
warga, selanjutnya harus ada kontrol dari BPBD. Tentunya hal – hal diatas dilakukan secara
bersama – sama antar pihak terkait yaitu BPBD, Kementrian Sosial, dan tentunya masyarakat
itu sendiri.

4.4.3 Pengarustamaan PRB

22
Pengarustamaan PRB yang perlu dilakukan pertama adalah memasukan konsep
kebencanaan ke RTRW, terutama mengenai banjir dan longsor. Hal tersebut dimaksudkan agar
dalam pembuatan RTRW juga mengkaji kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan timbul
akibat bencana banjir dan longsor. Karena sejauh ini kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat belum
memberikan perhatian khusus pada dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut. Seorang
pembuat kebijakan seharusnya bisa menjaga keasrian DAS melalui kebijakan yang dia buat, dalam
kasus ini DAS Cikapundung (wisata studi) baik di daerah hulu maupun hilir harus terjaga kondisi
lingkungannya. Pembuat kebijakan harus bisa berfikir secara lebih komprehensif lagi, dengan
memperhatikan berbagai aspek baik sosial, ekonomi, terutama fisik dan lingkungan. Dengan
demikian risiko kebencanaan yang akan timbul bisa diprediksi dengan baik apabila aspek fisik dan
linkungan dikaji dengan lebih baik.
Pengarustamaan kedua adalah pengadaan Early Warning System dari daerah hulu ke
daerah hilir. Kebijakan ini dibuat dengan maksud agar terjadinya kerjasama antara pihak hulu dan
hilir dalam menjalin rasa aman dan pemeliharaan. Sesuai dengan Pedoman Penyusunan Sistem
Peringatan Dini dan Evakuasi untuk Banjir Bandang dari Kementrian PU penyebab terjadinya
banjir bandang yang mengakibatkan longsor adalah :
“ Penyebab terjadinya banjir bandang :
- Terkumpulnya curah hujan lebat yang jatuh dalam durasi waktu yang singkat pada
(sebagian) DAS alur hulu sungai, dimana kemudian volume air terkumpul dalam waktu
cepat ke dalam alur sungai sehingga menimbulkan lonjakan debit yang besar dan
mendadak melebihi kapasitas aliran alur hilirnya;
- Runtuhnya bendungan, tanggul banjir atau bendungan alam yang terjadi karena
tertimbunnya material longsoran pada alur sungai. “
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa apabila terjadi gejala banjir dari daerah
hulu tentu akan menyebabkan banjir di daerah aliran yang dilewati serta daerah hilir. Pada kasus
ini RW 04, Kelurahan Cipaganti termasuk dalam daerah yang dialiri Sungai Cikapundung sehingga
apabila derah hulu mengalami gejala banjr maka daerah aliran yang akan mengalami banjir
tersebut. Dengan pengadaan EWS untuk banjir ini diharapkan dapat menggurangi risiko dan
dampak negatif yang muncul dan bersifat downstream. Apabila daerah hulu mengalami gejala
banjir, seperti debit air yang meningkat atau terjadi longsor di daerah hulu maka sinyal peringatan
akan mengirimkan pesan ke daerah hilir dalam bentuk pesan singkat (informasi mengenai bencana
yang akan terjadi) dan suara sirine peringatan, sehingga daerah hilir bisa segera melakukan
evakuasi.
Pengarustamaan PRB selanjutnya adalah evaluasi pemberian izin mendirikan bangunan
(IMB). Maksud dari pengarustamaan ini adalah untuk mengevaluasi pemberian IMB Hotel di
wilayah studi. Karena akibat dari pembangunan hotel tersebut adalah menghilangkan pintu air

23
yang biasanya digunakan untuk proses perputaran air sehingga bisa mengatur debit yang mengalir
ke wilayah studi. Akibat dari hilangnya pintu air tersebut adalah debit yang mengalir ke wilayah
studi tidak terkendali akibatnya penggerusan tanah sekitar sungai terjadi yang mengakibatkan
banjir slow on set sehingga terjadi kerugian, berupa amblasnya jalan dan kerusakan dua rumah.
Melihat kondisi tersebut, pemberian IMB Hotel perlu dilakukan evaluasi mengenai keberlanjutan
kondisi keamanan bagi wilayah sekitar terutama wilayah studi.
Selanjutnya, pengarustamaan PRB yang perlu dilakukan adalah standardisasi
pembangunan dengan memperhatikan risiko bencana banjir dan longsor (Dinas PU dengan
Pemerintah Daerah). Pengarustamaan ini dilakukan dengan maksud penataan kembali standar
pembangunan di wilayah studi. Setelah melakukan Town Watching di wilayah studi dapat diambil
kesimpulan bahwa masih banyaknya kerentanan yang ditimbulkan akibat dari banyaknya bangunan
yang tidak layak dan dapat meningkatkan risiko bencana. Dengan pembuatan dan
pengimplementasian standar pembangunan, diharapkan dapat menurunkan kerentanan sehingga
mengurangi risiko yang timbul dari bencana tersebut. Standar pembangunan ini bisa berbentuk
luas bangunan, tinggi bangunan, garis sempadan bangunan, jenis material bangunan, konstruksi
bangunan, dsb.
Selain PRB yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat bebrapa cara tenis yang bisa
dilakukan. Pertama, detention yang merupakan salah satu cara mengurangi kecepatan aliran air
limpasan melalui perbaikan RTH di daerah hulu maupun derah aliran. Kedua, extended detention
adalah cara yang sama dengan detention namun cara ini memiliki kelebihan, selain mengurangi
kecepatan aliran air, cara ini juga memperbaiki kualitas air melalui pengadaan kolam yang
menampung air sehingga kotoran atau sedimen dapat mengendap di kolam tersebut. Ketiga,
infiltration adalah usaha teknis agar proses penyerapan air oleh tanah lebih cepat sehingga
mengurangi aliran air limpasan permukaan, konsep infiltrasi adalah mengubah aliran air menjadi
vertikal bukan horizontal. Keempat, water harvesting yaitu menangkap dan menggunakan air hujan
secara langsung. Dalam aplikasinya, air hujan ditampung dalam kolam-kolam penampungan. Pada
musim hujan, bila air hujan yang harus ditampung melebihi kapasitas kolam, air ini akan dialirkan
melalui outlet

4.4.4 Skenario Evakuasi Bencana Banjir di RW 02 Kelurahan Cipaganti

24
Skenario Evakuasi Banjir Suddenly Onsite
Pukul 07.00 WIB
Ketika banjir terjadi pukul 07.00 masyarakat RW 04 sebagian besar telah melakukan
aktivitasnya di tempat kerja dan sekolah sehingga hanya sedikit masyarakat yang berada di
pinggir sungai. Oleh karena itu ketika banjir tiba-tiba datang penduduk segera di evakuasi ke
tempat evakuasi sementara yaitu di Badan Ketahanan Pangan dan SDN Cihampelas 3 & 7
dengan jalur evakuasi sebagai berikut
Pukul 12.00
Ketika pukul 12.00 diasumsikan hanya Ibu Rumah Tangga dan anak TK atau SD yang
berada di rumah. Karena jumlah penduduk terpapar pukul 12.00 lebih banyak dari pada pukul
07.00 maka waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi lebih lama. Oleh karena itu jalur evakuasi
diperlukan lebih banyak menuju tempat evakuasi sementara di SDN Cihampelas 3 & 7 dan
Badan Ketahanan Pangan.
Pukul 00.00
Ketika pukul 00.00 tengah malam, semua penduduk RW 04 diasumsikan berada di
rumah sedang istirahat. Oleh karena ketika terjadi banjir secara tiba-tiba diperlukan persiapan
yang sangat matang. Sistem early warning system harus dipersiapkan agar meminimalisir
keadaan yang tidak diinginkan. Sistem early warning system misalnya melalui kenthong dan
pengeras suara di masjid. Jalur evakuasi menuju tempat evakuasi sementara juga harus
diperbanyak karena jumlah penduduk terpapar memiliki jumlah terbanyak dari pada kondisi
lainnya.

Gambar 4.20 Peta Jalur Evakuasi Banjir RW 02 Kelurahan Cipaganti


Sumber: Wikimapia.org, 2014

Skenario Evakuasi Banjir Slowly Onsite

25
Siang Hari
Ketika banjir terjadi di siang hari penduduk RW 04 terutama yang berada di pinggir
sungai harus mengetahui tanda-tanda terjadinya banjir. Tanda-tanda ini dapat dilihat dari
hujan yang terus menerus mengguyur. Ketika hujan yang turun menggerus tanah di pinggir
sungai penduduk yang berada dipinggir sungai harus segera di evakuasi ke tempat evakuasi
sementara yaitu di SD Cihampelas 3 & 7. Hal ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan ketika terjadi longsor. Banjir ini diprediksi menyebabkan 8507 m2 dari 25397,6
m2 daerah RW 04 yang terpapar.
Malam Hari
Ketika hujan turun terus menerus di RW 04 ini penduduk harus mewaspadai baik di
siang hari maupun malam hari. Ketika hujan terjadi terus menerus selama lebih dari 10 jam
penduduk di pinggir sungai harus segera di evakuasi menuju tempat evakuasi sementara
sehingga ketika terjadi banjir dan longsor di malam hari dapat diantisipasi dengan baik.

26
Daftar Pustaka

Slide Air limbah dan Drainase, PL 2231 Pengantar Infrastruktur Wilayah dan Kota

27
Lampiran Lokasi Gambar Pada Peta

1. Gambar Lokasi Foto Rumah Penduduk yang Padat

2. Gambar Lokasi Foto Bantaran Sungai Cikapundung

3. Gambar Lokasi Foto Kondisi Sungai Cikapundung

28
4. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikapundung Dari Atas Jembatan

5. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikapundung

6. Gambar Lokasi Foto Kepadatan Rumah Penduduk

29
7. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikapundung

8. Gambar Lokasi Foto Gang Di Dekat Sungai

9. Gambar Lokasi Foto Gang Perumahan

30
10. Gambar Lokasi Foto Jalan Dengan Perkerasan Semen Tanpa Saluran Drainase

11. Gambar Lokasi Foto Posko Bencana Alam Rw 02

12. Gambar Lokasi Foto Rumah Korban Longsor

31
13. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu

14. Gambar Lokasi Foto Sisa Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Rumah Yang Rusak Terkena
Bencana

15. Gambar Lokasi Foto Jalan Pasca Longsor Yang Sudah Diperbaiki

32
16. Gambar Lokasi Foto Pasca Longsor Yang Sudah Diperbaiki

17. Gambar Lokasi Foto Rumah Yang Rusak Akibat Longsor

18. Gambar Lokasi Foto Tanggul Pinggir Sungai Yang Sudah Diperbaiki

33
19. Gambar Lokasi Foto Rumah Yang Terkena Longsor

20. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu Yang Menyebabkan Longsor

21. Gambar Lokasi Foto Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Akibat Bencana

34
22. Gambar Lokasi Foto Rumah Yang Terkena Bencana Longsor

23. Gambar Lokasi Foto Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Akibat Bencana

24. Gambar Lokasi Foto Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Akibat Bencana

35
25. Gambar Lokasi Foto Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Akibat Bencana

26. Gambar Lokasi Foto Bahan Bangunan Sisa Perbaikan Akibat Bencana

27. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu

36
28. Gambar Lokasi Foto Jembatan Menuju Rw 02

29. Gambar Lokasi Foto Jalan Gang Dengan Bahan Paving

30. Gambar Lokasi Foto Tumpukan Sampah Di Sungai Cikapundung

37
31. Gambar Lokasi Foto Hilir Sungai Cikalintu Di Sungai Cikapundung

32. Gambar Lokasi Foto Tangga Gang Perumahan Yang Curam

33. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu

38
34. Gambar Lokasi Foto Toko Alfamart Di Samping Sungai Cikalintu

35. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu Di Bawah Jalan Cihampelas

36. Gambar Lokasi Foto Sungai Cikalintu Di Bawah Hotel Yang Sedang Dibangun

39
37. Gambar Lokasi Foto Rumah Pak Rw 02

38. Gambar Lokasi Foto Masjid Yang Berpotensi Sebagai Tes

39. Gambar Lokasi Foto Badan Ketahanan Pangan

40
40. Gambar Lokasi Foto Tangga Masuk Ke Perumahan Dari Badan Ketahanan Pangan

41. Gambar Lokasi Foto Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

42. Gambar Lokasi Foto Lapangan Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

41
43. Gambar Lokasi Foto Lapangan Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

44. Gambar Lokasi Foto Koridor Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

45. Gambar Lokasi Foto Lapangan Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

42
46. Gambar Lokasi Foto Wawancara Dengan Guru Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

47. Gambar Lokasi Foto Gerbang Masuk Ke Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

48. Gambar Lokasi Foto Gang Perumahan Disamping Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

43
49. Gambar Lokasi Foto Gang Perumahan Disamping Sekolah Dasar Cihampelas 1 Dan 3

50. Gambar Lokasi Foto Tangga Gang Perumahan

51. Gambar Lokasi Foto Tangga Gang Perumahan

44
52. Gambar Lokasi Foto Sungai Cilimus

53. Gambar Lokasi Foto Jalan Perumahan Di Samping Sungai Cilimus

54. Gambar Lokasi Foto Jalan Perumahan Di Samping Sungai Cilimus

45

Anda mungkin juga menyukai