Laporan Pendahuluan ini merupakan buku laporan awal dari seluruh proses pelaporan
yang harus dibuat, dalam rangkaian kegiatan proses penyusunan Rencana Detail Tata
Secara umum laporan ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan pemahaman
Dengan tersusunnya Laporan Pendahuluan ini diharapkan dapat sebagai acuan baik
bagi pihak konsultan, tim teknis atau pihak lain yang terkait dalam penyelesaian
PENYUSUN
i
LAPORAN PENDAHULUAN
Daftar Isi
RENCANA DETAIL TATA RUANG
PERKOTAAN KUALA KAPUAS
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang I-1
1.2 Maksud dan Tujuan, Sasaran, Manfaat I-3
1.2.1 Maksud I-3
1.2.2 Tujuan I-4
1.2.3 Sasaran I-4
1.2.4 Manfaat I-4
1.3 Ruang Lingkup Penyusunan RDTR I-4
1.3.1 Lingkup Wilayah Perencanaan I-4
1.3.2 Lingkup Materi Perencanaan I-5
1.4 Dasar Hukum I-8
ii
LAPORAN PENDAHULUAN
LAMPIRAN
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
BAB
Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang
Penyusunan dokumen rencana detail tata ruang Kota Kuala Kapuas harus
sesuai dengan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
yang menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terdiri atas tiga
tingkatan yaitu RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota.
Dalam penyusunan rencana tata ruang ini rencana yang ada pada setiap tingkat
harus bersifat komprehensif dan komplementer, sehingga ada suatu sinergitas
antar RTRW Kabupaten dan RDTR Kota.
1.2.1 Maksud
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah menyiapkan produk Rencana Detail Tata
Ruang Kota Kuala Kapuas dan Pengaturan Zonasi yang disesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang agar
dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembangunan kota.
1.2.3 Sasaran
1.2.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah:
E. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi; yang memuat materi wajib yang meliputi ketentuan
kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan ruang,
ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana dan sarana minimal,
ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang terdiri atas ketentuan
tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan ketentuan pengaturan
zonasi.
Perencanaan 2
2.2.2.Topografi
Wilayah efektif Kota Kuala Kapuas terbentang pada suatu daerah delta
sungai karena daerah ini terapit oleh 2 (dua) Sungai besar yakni Sungai
Kapuas dan Sungai Kapuas Murung. Wilayah Kota Kuala Kapuas terletak
pada ketinggian 4 – 5 meter dari permukaan laut (dpl) dengan
kemiringan rata-rata berkisar antara 0 – 2 %.
2.2.3.Hidrologi
Kondisi hidrologi Kota Kuala Kapuas dipengaruhi oleh dua sungai besar
dan beberapa sungai kecil yang melintasi Kota Kuala Kapuas dengan
tinggi muka air tanah berkisar antara 0,5 meter dmt (dari muka tanah)
pasang. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari, sebagian
besar penduduk masih menggunakan air sungai Kapuas dan Kapuas
Murung yang mengalir sepanjang tahun dan air tanah. Masyarakat yang
bermukim disekitar pinggiran sungai pada umumnya menggunakan air
sungai tersebut untuk kebutuhannya sehari-hari, sedangkan yang
bermukim ke arah daratan (Bagian Wilayah Kota) pada umumnya
Selain dua sungai besar tersebut terdapat beberapa sungai yang relatif
kecil seperti S. Barania, Selat, Hampatung, Dahirang, Barimba dan
Pasah (Bagian Wilayah Kota Timur) yang juga dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
2.2.4.Geologi
Daratan wilayah Kota Kuala Kapuas dibentuk oleh beberapa jenis
batuan, yang antara lain jenis alluvial, alluvial hidromorf kelabu,
organosol dan glei humus dengan kedalaman efektif tanah berkisar 90
cm lebih dengan tekstur halus dan sedang. Dari keadaan lahan yang
demikian sifat tanahnya mempunyai daya dukung tanah yang kurang
baik sehingga memerlukan suatu arahan fisik yang matang dan mantap
dalam pertumbuhan dan pengembangan fisik tata ruang kota.
2.2.5. Klimatologi
Kota Kuala Kapuas sama seperti wilayah Indonesia lainnya yang
mempunyai dua musim yakni musim kemarau yang terjadi pada bulan
Mei sampai bulan Oktober dan musim hujan terjadi pada bulan
Nopember sampai dengan April.
Ditinjau dari aspek fisik - tata ruang, ada potensi utama bagi
pengembangan Kuala Kapuas sebagai kawasan perkotaan, yaitu
ketersediaan lahan dan posisi strategisnya dalam sistem kota-kota
Kalimantan Tengah yang perkembangannya berorientasi pada jalur
trans Kalimantan. Ketersediaan lahan yang masih dapat dikembangkan
untuk kawasan perkotaan di Kuala Kapuas masih sangat besar dan
diperkirakan akan mampu menampung kebutuhan pengembangan
berbagai kegiatan perkotaan beserta sarana dan prasarananya sesuai
dengan fungsi yang diembannya sebagai Ibukota Kabupaten Kapuas.
M e t od olog i 3
3.1 Pendekatan Perencanaan
Merupakan pendekatan
perencanaan yang menyeluruh dan
terpadu serta didasarkan pada potensi
dan permasalahan yang ada, baik
dalam wilayah/kawasan perencanaan
maupun dalam konstelasi regional.
Pendekatan menyeluruh memberi arti
bahwa peninjauan permasalahan
bukan hanya didasarkan pada
kepentingan wilayah/kawasan dalam arti sempit, tetapi ditinjau dan dikaji pula
kepentingan yang lebih luas, baik antar wilayah/kawasan dengan daerah
hinterlandnya yang terdekat maupun dengan yang lebih jauh lagi. Secara
terpadu mengartikan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan tidak hanya
dipecahkan sektor per sektor saja tetapi didasarkan kepada kerangka
perencanaan terpadu antar tiap-tiap sektor, di mana dalam perwujudannya
dapat berbentuk koordinasi dan sinkronisasi antar sektor.
GAMBAR 3.1
KETERLIBATAN PELAKU PEMBANGUNAN DALAM PENYUSUNAN
RENCANA
Pelaksanaan oleh
Pemerintah,
Pelaku Keterlibatan Dalam Perencanaan
Swasta,
Masyarakat
1. Pencegahan
6. Asuransi Kebencanaan
A. Persiapan
Persiapan penyusunan rencana terdiri atas:
1) Persiapan awal, yaitu upaya pemahaman terhadap TOR/KAK
penyiapan anggaran biaya;
2) Kajian awal data sekunder, yaitu review RDTR sebelumnya (kalau
ada) dan melakukan kajian awal RTRW Kabupaten dan kebijakan
lainnya; dan
3) Persiapan teknis pelaksanaan meliputi penyusunan
metodologi/metode dan teknik analisis rinci, rencana rinci, dan
penyiapan rencana survei.
B. Pengumpulan data
C. Pengolahan Data
jauh mengumpulkan data, untuk wilayah yang luas dan sulit dijangkau secara
langsung, dalam waktu yang singkat secara periodik akan membantu banyak
untuk penyediaan informasi sumberdaya alam.
Dalam pekerjaan ini dilakukan pengolahan data citra satelit dimulai dan
Importing data hingga pembuatan citra terklasifikasi. Tahapan pengolahan
data penginderaan jauh dijelaskan sebagai berikut:
a. Koreksi Radiometrik.
Koreksi Radiometrik yang akan dilakukan pada tahap ini adalah koreksi
terhadap kesalahan eksternal atau kesalahan yang tidak dapat diprediksi
sebelumnya. Pra-pengolahan atau pengolahan awal merupakan restorasi
citra, yaitu mengkoreksi kesalahan sistematik yang disebabkan oleh
distorsi radiometrik saat perekaman data. Distorsi radiometnik disebabkan
oleh distorsi (cacat) yang berupa pergeseran nilai pixel citra. Nilai ke-abu-
an (grey level) citra dapat bergeser dan nilal yang seharusnya. Pergeseran
nilai ke-abu-an pixel karena kesalahan pada sub-sistem optik kurang fokus
dan tenaga yang tidak stabil), gangguan atmosfer (hamburan dan
serapan) dan perubahan sudut elevasi matahari (perubahan sudut
pengamatan dan perubahan pencahayaan karena permukaan obyek).
Koreksi geometrik merupakan pengolahan data untuk memperbaiki posisi
pixel yang seharusnya pada citra.
b. Koreksi Geometrik.
c. Proses Reqistrasi.
d. Penajaman Citra.
Pengenalan pola spektral dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu cara
tersedlia dan tidak terselia. Pengenalan pola spektral cara terselia terdiri
atas tiga tahap yang khas, pertama sekali disusun suatu “kunci
interpretasi” yang digunakan untuk mengembangkan secara numerik pola
spektral tiap obyek yang menjadi perhatian pada citra. Hal in biasanya
dilakukan dengan memeriksa contoh tutupan lahan yang telah diketahul
dan yang mewakili, dan disebut daerah latihan (training areas). Kedua,
adalah tahap klasifikasi, setiap piksel pada serangkaian data citra
dibandingkan dengan kategori pada kunci interpretasi numerik yang telah
disusun. Piksel-piksel tersebut diberi nama sesuai dengan nama kategori
yang menyerupainya atau dinamai “tak dikenal” bila tidak cukup mirip
terhadap semua kategori yang ada. Tahap terakhir dan pengenalan pola
cara terselia adalah setelah seluruh c dikelompokkan, hasilnya disajikan
pada tahap keluaran berupa peta atau citra terkiasifikasi. Untuk
mengelompokkan piksel-piksel citra ke dalam kelas kategori tertentu
digunakan pengkelas kemiripan maksimum (maximum likellihood
classifier) yang lazim dan umum digunakan. Pengkelas kemiripan
maksimum mengevaluasi secara kuantitatif ragam maupun korelasi pota
spektral suatu kategori ketika mengklasifikasikan piksel yang tidak
dikenal. Untuk melakukan hal mi, dibuat suatu asumsi bahwa contoh yang
diperoleh dan daerah-daerah kajian pada citra bersifat menyebar normal.
f. Klasifikasi Citra.
Klasifikasi citra adalah kegiatan pengenalan suatu objek pada sebuah citra.
Dalam pekerjaan ini, pengenalan objek yang dilakukan adalah secara
digital dan visual pada layar monitor komputer. Pengenalan tersebut
dilakukan dengan menggunakan ciri-ciri objek yang terekam pada citra. Di
dalam pelaksanaannya, pengenalan objek pada citra dilakukan melalui tiga
tahap, yaltu : Deteksi, Identifikasi dan Pengenalan akhir.
g. lnterpretasi Citra.
Pada prinsifnya analisa fisik dasar ini adalah untuk mengetahui potensi
dan permasalahan fisik (limitasi) serta kemampuannya dalam mendukung
arahan pemanfaatan lahan, sehingga didapatkan kesesuaian lahan dan daya
dukung lahan untuk pengembangan kawasan.
Dalam penyusunan rencana ini, identifikasi kesesuaian lahan akan
tertuang dalam Peta Kesesuaian Lahan baik kesesuaian lahan aktual
(dasar) maupun kesesuaian lahan potensial (optimalisasi kesuburan). Daya
dukung lahan merupakan kemampuan fisik alamiah lahan dalam menerima
kegiatan diatasnya berdasarkan indikator yang berlaku.
Salah satu kegunaan analisa kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui
dan mengkaji besarnya potensi masing-masing lokasi dalam wilayah
perencanaan, dalam rangka mengidentifikasi lahan-lahan kawasan yang
potensial untuk pengembangan kegiatan.
Beberapa model yang bisa dipakai dalam analisa ini antara lain :
1. Metode Skala Mabberi
Metode ini biasa dipakai untuk menilai kesesuaian lahan berdasarkan
hubungan antara pola penggunaan tanah terhadap sudut lereng optimum.
2. Metode Superimpose (Tumpang Tindih)
Analisa ini digunakan untuk menentukan daerah yang paling baik untuk
pengembangan. Faktor penentunya adalah semua aspek fisik lingkungan
dari kawasan perencanaan. Prinsif yang digunakan dalam analisa ini adalah
memperoleh lahan yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan
(kesesuaian lahan) dengan cara tumpang tindih dari beberapa peta dengan
masing-masing kriteria fisik pada daerah perencanaan. Penilaian dilakukan
atas dasar metode pembobotan dan penilaian skor (weighting and scoring).
Sj
Aij = ---------
Dij x
Dimana :
Aij = daya hubung relatif i ke j
Sj = daya tarik lokasi j , yang merupakan fungsi dari
pendukung
peruntukan lahan dan lain-lain.
Dij = jarak i ke j
x = konstanta jarak yang diperoleh dari studi empiris
Dari analisis ini dapat diketahui lokasi-lokasi yang memiliki daya hubung
tinggi. Lokasi yang memiliki daya hubung tinggi merupakan potensi bagi
KFT
A = -------------
d
dimana :
A = Nilai aksesibilitas
F = Fungsi jalan (arteri , kolektor , lokal)
K = Konstruksi jalan (aspal , perkerasan , tanah)
T = Kondisi jalan (baik , sedang , buruk)
Ej
Ai = ----------- , dan : b = T /p
(dij)b
Dimana :
Ej = Ukuran aktivitas (antara lain berdasarkan jumlah
penduduk , usia kerja , jumlah pedagang , dsb)
dij = jarak tempuh (waktu dan biaya perjalanan)
b = parameter yang diperoleh dengan menggunakan
grafik regresi linier
T = Nilai individual trip
P = jumlah penduduk seluruh daerah perencanaan
Tij = total trip hipotesis
PiPj = jumlah penduduk di daerah i dan j
P = jumlah penduduk di seluruh daerah
3. Model Transportasi
Dimana :
Q = besaran lalu lintas yang dibangkitkan (t = waktu , m =
modal kendaraan , p = maksud perjalanan )
Xi = Variabel penentu
Ai = Koefisien regresi (i = 0,1,2,……, n)
Di . D j
Gij = k. ------------
dij x
dimana :
Gij = besaran pergeseran relatif
K = konstanta gravitasi
Di = dimensi aktivitas pada zona i
Dj = dimensi aktivitas pada zona j
dij = jarak zona i ke zona j atau bagian wilayah i ke bagian
wilayah j
x = konstanta jarak
4. Metode Sentralisasi
5. Metode Skalogram
NE = F x B
Dimana :
NE = Nilai Ekuivalensi variabel
F = Jumlah variabel
B = Bobot Variabel
Nilai Indeks (untuk variabel dengan satuan berdesa), dengan persamaan :
A1
NI = ------------- x 100
Bx
Dimana :
NI = Nilai Indeks variabel
Ai = Nilai variabel yang dimiliki suatu kawasan/wilayah
Bx = Nilai variabel tertinggi yang dimiliki kawasan/Wilayah
Variabel dengan nilai terbesar ditentukan nilai NI = 100
k = jumlah kelas
n = jumlah pengamatan
A - B
(2) ....................... I =
K
A = angka tertinggi
B = angka terendah
K = jumlah kelas
I = rentang kelas
dimana :
IPL = Intensitas penggunaan
lahan
KLB = Koefisien lantai bangunan
1. Metode Skoring
Pi
Bi = ---------- x 1000
P
Dimana :
Bi = Bobot kegiatan atau fasilitas
Pi = Jumlah aktivitas atau fasilitas i di wilayah yang bersangkutan
(dalam
hal ini dapat berupa produksi maupun pelayanan sosial seperti
hasil pertanian , fasilitas pendidikan , jumlah fasilitas dan lain-lain)
P = jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan.
2. Metode Threshold
Tentukan batas pada jenis fasilitas sedemikian rupa sehingga jumlah kode
0 sama dengan jumlah kode 1. Dan batas tersebut merupakan batas
ambang suatu jenis fasilitas.
Ukuran dan besaran yang dapat dipakai antara lain perbandingan tenaga
kerja dan hasil produksi dari setiap sektor kegiatan didalam lingkup tingkat
daerah tertentu, dimana :
LQ > 1, berarti daerah yang bersangkutan mempunyai
potensi
eksport dari kegiatan tertentu.
LQ < 1, berarti daerah yang bersangkutan mempunyai
kecen-
derungan untuk import.
LQ = 1, berarti daerah yang bersangkutan telah memenuhi
ke-
butuhannya sendiri.
Pt = a + b (t)
Pt = Po ( 1 + r )t
Dimana :
Pt = Jumlah penduduk pada tahun akhir
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Pertumbuhan penduduk (%)
t = Tambahan tahun rencana
c. Metode Polinomial.
Pt = Po + 1 (t)
Dimana :
Pt = Jumlah penduduk pada tahun akhir
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
a = Pertambahan penduduk (jiwa)
t = Jumlah tahun proyeksi
d. Metode Cohort
Model analisis ini bisa bersifat nomerik (terukur) dan deskriptif yang
meliputi analisis struktur mata pencaharian penduduk dan tingkat
Model analisis ini bersifat deskriptif yang dikaitkan dengan kondisi ekonomi
masyarakat perkotaan. Dalam pelaksanaannya, Analisa ini diawali dengan
pengumpulan data baik primer maupun sekunder.
Analisis sosial budaya ini lebih ditekankan pada upaya mengenali perilaku
sosial dan budaya masyarakat berkaitan dengan pengembangan perkotaan
secara keseluruhan.
Ketentuan KDB Blok berdasarkan kemiringan lereng dapat dilihat pada rumus
di bawah ini :
Rumus :
C = X – (S2/x)
Keterangan :
C = KDB maksimum (dalam %)
X = Maksimum KDB untuk daerah tersebut
S = Kemiringan lereng rata-rata
x = Kemiringan lereng maksimum yg masih diperbolehkan untuk
dibangun di wilayah tersebut
B. Ketinggian Bangunan
TABEL 3.2
KLASIFIKASI KETINGGIAN BANGUNAN
Rumus :
Luas Ruang Terbuka Hijau
KDH Blok = x 100%
Luas blok peruntukan
atau
Penggunaan :
1. Penentuan KDH adalah untuk menyediakan ruang terbuka hijau sebagai
kawasan konservasi, untuk mengurangi erosi dan run off air hujan yang
tinggi, serta menjaga keseimbangan air tanah
2. Ruang terbuka hijau / ruang bebas juga dipertimbangkan untuk
penempatan jaringan utilitas umum
Rencana blok peruntukan agar mempertimbangkan ruang bebas yang
dapat ditempatkan di sepanjang garis belakang, depan, atau samping
petak, untuk keperluan penempatan jaringan utilitas umum, seperti
jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air kotor/limbah, jaringan
drainase, dan jaringan air bersih;
Ruang bebas yang diperlukan untuk keperluan penempatan jaringan
utilitas umum tersebut adalah minimum 2 meter;
Ruang bebas tersebut merupakan ruang yang dimiliki oleh masing-
masing pemilik blok peruntukan, namun penggunaannya hanya untuk
penempatan pelayanan jaringan utilitas umum.
Ruang terbuka di antara GSJ dan GSB harus dipergunakan sebagai
unsur penghijauan dan atau daerah peresapan air hujan serta
kepentingan umum lainnya .
Ketentuan :
Besarnya ruang terbuka hijau didasarkan pada luas lahan yang tidak boleh di-
grading berdasarkan kemiringan lereng.
TABEL 3.3
LUAS LAHAN YANG TIDAK BOLEH DIOLAH
BERDASARKAN KEMIRINGAN LERENG
Persentase Luas Lahan yang
Kemiringan Lahan Tidak Boleh Diganggu
Pacifica Cincinnati
0 – 15% 32,5% 48%
15% –25% 62,5% 65%
25% –35% 92,5% 84%
>35% 100% 100%
Perhitungan :
Tata letak bangunan di dalam 18 12.50
17 12.00
suatu tapak harus memenuhi 16 11.50
15 11.00
ketentuan tentang jarak 14
13
10.50
10.00
12 9.50
bebas, yang ditentukan oleh 11 9.00
10 8.50
jenis peruntukan dan 9 8.00
8 7.50
ketinggian bangunan. 7 7.00
6 6.50
5 6.00
1. Bagian/unsur bangunan 4 5.50
3 5.00
yang terletak di depan 2 4.50
1 4.00 (Lantai Dasar/Lantai 1)
GSB yang masih diper-
bolehkan adalah:
Detail atau unsur
bangunan akibat
keragaman rancangan
arsitektur dan tidak
digunakan sebagai
ruang kegiatan;
Pelaporan 4
4.1. Rencana Kerja
a. Persiapan Survey
b. Survey
c. Penyusunan Laporan Antara
d. Penyusunan Laporan Draft Akhir
e. Seminar
f. Penyusunan Laporan Akhir
a. Persiapan dasar
Kegiatan yang dilakukan berupa pengkajian data/informasi dan literatur
yang telah ada, yang berkaitan dengan rencana kota yang hasilnya
dapat berupa asumsi dan hipotesa mengenai perspektif kota yang
direncanakan. Selain itu dilakukan juga pengkajian materi TOR.
a. Survey Instansional
Pengumpulan dan/atau perekaman data dari instansi-instansi mengenai
wilayah perencanaan. Hasil yang diharapkan adalah uraian, data dalam
angka, program pembangunan yang direncanakan atau studi-studi yang
ada, peta mengenai wilayah dan kota, atau informasi mengenai berbagai
kegiatan/program masing-masing instansi yang berkaitan dengan
perkembangan kota.
b. Survey Lapangan
Survey lapangan ini untuk menguji data instansional dan untuk
menge-tahui keadaan yang sebenarnya. Hasil yang diharapkan ialah
tersusunnya peta-peta yang mencakup :
Jenis data yang disajikan dalam Laporan Antara adalah sebagai berikut :
b) Aspek tata guna tanah yang secara umum dirinci menurut jenis-jenis
penggunaan perumahan, pemerintahan dan bangunan umum, per-
dagangan, jasa, pelayanan sosial, jalur transportasi, penggunaan
khusus seperti pariwisata, industri atau pergudangan dan lain
sebagainya.
Hal-hal pokok yang dianalisis pada kegiatan ini adalah sebagai berikut :
Kegiatan pada tahap ini selain meliputi komponen tersebut diatas juga
akan dilakukan diskusi terbatas dengan Pemerintah Daerah. Kegiatan pada
tahap penyusunan Laporan Draft Akhir ini diperkirakan selesai selama kurang
lebih 3 (tiga) minggu.
4.2. Pelaporan
2. Laporan Antara
4. Laporan Akhir
Berisi penjabaran seluruh materi teknis RDTR Kawasan Perkotaan Kuala
Kapuas, termasuk Ranperda setelah mengalami perbaikan hasil diskusi/
presentasi Draft Laporan Akhir.
Seluruh proses penyusunan RDTR sebagaimana diminta dalam KAK,
diserahkan kepada pemberi tugas sebanyak 15 buku dan diserahkan 4,5 bulan
setelah dimulainya pekerjaan.
Laporan Akhir dilengkapi dengan album peta berukuran AO dan A1 masing-
masing sebanyak 5 dan 10 buah, dan CD/DVD yang berisi dokumentasi
sebanyak 10 buah.
TABEL 4.1.
JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN
PENYUSUNAN RDTR KOTA KUALA KAPUAS
BULAN KE
No KEGIATAN I II III IV V
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
I PERSIAPAN
1.1 Persiapan dan Koordinasi Tim
1.2 Penajaman Metode & Rencana Kerja
1.3 Penyiapan Perangkat Survey
1.4 Penyiapan Peta Dasar & Data Awal
1.5 Kajian Literatur
1.6 Persiapan Laporan Pendahuluan
II. SURVEI & KOMPILASI DATA
2.1 Survei Data Sekunder
2.2 Survei Data Primer
2.3 Kompilasi Data
III. ANALISIS DATA
3.1 Analisis Arahan kebijakan
3.2 Analisis Eksternal Kawasan Kawasan Kota Kuala Kapuas
3.3 Analisis Internal kawasan Kota Kuala Kapuas
3.4 Persiapan Laporan Antara Kawasan Kota Kuala Kapuas
BULAN KE
No KEGIATAN I II III IV V
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Organisasi BAB
Pelaksana Pekerjaan 5
5.1 Mekanisme Hubungan Kerja
Gambar 1
BAGAN ALIR MEKANISMA KERJA EKSTERN ( KOORDINASI )
DINAS PU
KABUPATEN KAPUAS
PEJABAT PENGGUNA
ANGGARAN
Tim Pelaksana
Pekerjaan TIM LEADER
( Perenc. Kota Wilayah )
A. Pimpinan Perusahaan
Komposisi Tim Tenaga Ahli dan Asisten Ahli yang akan menangani
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Perkotan Kuala Kapuas ini adalah
sebagai berikut :
Gambar 2
STRUKTUR ORGANISASI KERJA
PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
PERKOTAN KUALA KAPUAS
DIREKTUR
(Penanggung
Jawab)
TEAM LEADER
(Ahli Perenc. Kota &
Wilayah)
TENAGA PENUNJANG
L 1