Anda di halaman 1dari 11

Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk


Sikaping Dengan Menggunakan Metode IPEN Project
Rizki Ayuni Putri (1)
, Ridwan Sutriadi, ST., MT., Ph.D.(2)
(1)
Program Studi Perencanaan wilayah dan kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
(2)
Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
(SAPPK), ITB.

Abstrak

Sebagai bentuk proses pengembangan Lahan Kota Lubuksikaping yang saat ini masih merupakan kota
kecil dan masih banyak yang perlu dirancang, penelitian ini berusaha menerapkan konsep walkability
IPEN Project ke dalam perencanaan kawasan pusat kota Lubuksikaping. Konsep Walkability sendiri
merupakan turunan dari salah satu paradigma baru dalam perencanaan yaitu new urbanism.
Walkability ini dapat ditinjau dari berbagai perspektif, dan di dalam penelitian ini ditinjau dari perspektif
urban fom yang melihat walkability dari sisi guna lahan, dan aksesibilitas. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji kesesuaian konsep dengan jenis kawasan. Metode penelitian menggunakan
mixed method dengan menggunakan CityEngine untuk memodelkan dan membuat simulasi serta
menghasilkan data dalam waktu singkat. Hasil studi menunjukkan bahwa konsep ini dapat diterapkan
ke dalam rencana tata ruang dan cukup sesuai untuk diterapkan di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping
dan tidak akan banyak kendala dalam penerapannya ke lapangan kecuali kendala dana, namun
dikhawatirkan konsep tidak bisa menggambarkan kondisi kawasan secara komprehensif.

Kata-kunci : Pusat Kota Lubuksikaping, mixedmethods, Walkability, Ipen Project, CityEngine.

Pengantar Kota Lubuk Sikaping, sebagai kota yang tumbuh


pada era modernisme, tidak lepas dari
Semenjak munculnya revolusi industri, permasalahan-permasalahan turunan dari
paradigma perencanaan modernisme terus pembangunan paradigma modernisme. Namun sisi
berkembang di dalam pembangunan kota-kota di baiknya adalah dimana Kota Lubuk Sikaping ini
dunia. Paradigma ini menjadikan kota yang belum termasuk kota dengan kategori kepadatan
semula berskala kecil menjadi besar dan tumbuh yang berlebihan namun merupakan kota kecil yang
secara menyebar (sprawl). Pertumbuhan kota masih dalam perkembangan pembangunan
yang luas ini pun mengubah pola pergerakan sehingga memudahkan untuk menatanya. Adapun
masyarakat dimana terjadi eksodus masyarakat pusat kota Lubuk Sikaping sendiri merupakan
meninggalkan pusat kota untuk menghindari kawasan pusat kegiatan lokal yang melayani
kehidupan yang penuh permasalahan dan polusi kegiatan skala Kabupaten/Kota, atau beberapa
menuju kawasan pinggiran kota yang masih lebih kecamatan untuk mendukung kebijakan penataan
‘humanis’ sebagai tempat tinggal namun tetap ruang Provinsi Sumatera Barat dalam penetapan
menjadikan pusat kota sebagai pusat kegiatan dan peningkatan kota Lubuk Sikaping.
sehingga meningkatkan ketergantungan yang
tinggi kepada kendaraan bermotor. Natrasony Di lain sisi, sebagai bentuk penolakan terhadap
dan Alexander (2005) melihat paradigma ini pembangunan kota modernism muncul paradigma
memiliki tiga karakteristik utama yaitu post-modernism. Paradigma ini berusaha
spesialisasi, produksi skala besar, dan mengembalikan kota pada era pra-modernisme
standarisasi dimana hal ini menjadikan kota agar kota kembali menjadi humanis dan berpihak
layaknya mesin. Akibatnya kota-kota tumbuh kepada penduduknya namun tetap
secara luas, cepat, tersegmentasi, dan homogen. mempertimbangkan pertumbuhan peradaban dan
Seiring waktu kondisi kota-kota besar pada era kemajuan teknologi. Salah satu gagasan yang
modernisme masih mengalami masalah-masalah popular berkembang adalah new urbanism yang
seperti kekumuhan, kepadatan yang berlebihan, membawa konsep walkable city. Konsep walkable
infrastruktur yang memburuk, dan sebagainya. city menekankan kota yang memiliki walkability
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 1
Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping Dengan Menggunakan
tinggi IPEN
Metode dimana walkability diartikan sebagai
Project analisis kualitatif yang dilakukan di dalam
tingkatan suatu area di dalam jangkauan berjalan penelitian ini untuk menghitung secara
kaki dari suatu bangunan dapat mendorong matematis/objektif kondisi walkability index
masyarakat untuk memilih berjalan kaki dari kawasan, sementara analisis kualitatif merupakan
bangunan tersebut ketempat tujuannya (Pivo dan analisis yang menilai walkability kawasan secara
Fisher, 2011). Berbagai manfaat dapat subjektif. Metode campuran ini dinilai paling tepat
ditawarkan kepada lingkungan yang memiliki nilai sebagai metode yang digunakan dalam penilitian
walkability yang tinggi mulai dari manfaat mengenai perencanaan ruang dengan konsep
lingkungan, sosial, dan juga ekonomi bakar walkability ini karena dapat
(Frank et eal., 2000 dalam Pivo 2011). Konsep ini mendeskripsikan/menjelaskan proses dan
diyakini mampu menjadi solusi untuk outcome yang terjadi. Adapun metode kombinasi
mengembalikan kota yang humanis namun juga ini lebih bersifat quantitative driven dengan
produktif. Walkability sendiri dapat dtinjau dari menggunakan prinsip dasar metode kualitatif
berbagai perspektif seperti dari sisi urban design, sebagai complementarity dimana metode
transportasi, dan yang sedang berkembang, kuantitatif lebih dominan dan metode kualitatif
urban form (melihat dari sisi yang lebih makro digunakan untuk melengkapi hasil dari metode
dan dekat dengan tata ruang). kuantitatif.

Namun sayangnya belum banyak studi mengenai Pertama adalah pengumpulan data sekunder
penerapan konsep walkable city ini di kota kecil. dilakukan dengan mengunduh data-data yang
Oleh sebab itu dilakukan penelitian ini guna tersedia oleh bps, dokumen-dokumen rencana
menguji penerapan konsep walkability dari sisi tata ruang dari pemerintah daerah Provinsi
urban form (IPEN Project) di dalam kawasan Sumatera Barat, Kabupaten Pasaman, serta
Pusat Kota Lubuk sikaping untuk memahami Kecamatan Lubuk Sikaping. Adapun data yang
kelayakan penerapan kedepannya. Untuk dikumpulkan berupa profil wilayah seperti luasan
mencapai tujuan tersebut maka sasaran wilayah, data eksisting guna lahan, jumah
penelitiannya adalah: penduduk, peta blok bangunan kawasan, dan
juga rencana tata ruang kawasan studi pada
• Memahami penerapan walkability IPEN Project berbagai skala. Sedangkan pengumpulan data
di dalam rencana tata ruang Kawasan Pusat primer dilakukan dengan cara melakukan
Kota Lubuk Sikaping observasi langsung ke lapangan yang dilakukan
dengan mengumpulkan data tertulis hasil
• Melakukan analisa komprehensif walkability pengamatan dan foto-foto bangunan di dalam
index Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping kawasan. Data juga dilengkapi dengan catatan
melalui konsep IPEN Project berupa jejak kegiatan pada suatu bangunan di
objek penelitian dan jenis aktivitas yang umum
• Melakukan simulasi model walkability index terjadi di kawasan. Adapun objek kawasan yang
IPEN Project mengunakan CityEngine diamati berupa persimpangan jalan yang ada di
kawasan, homogenitas penggunaan lahan, fungsi
Metode kegiatan di zona dasar dan zona atas pada tiap
bangunan. Pengambilan data observasi dilakukan
Penelitian mengenai penerapan konsep secara sistematik di tiap ruas jalan dan blok.
walkability IPEN Project di Kawasan Pusat Kota
Lubuk Sikaping dilakukan dengan Adapun metode yang digunakan untuk analisis
menggunakan metode kombinasi atau mixed kuantitatif menghitung nilai walkability index
methods research (metode campuran). Metode adalah menggunakan metode IPEN Project.
ini secara sederhana adalah suatu metode International Physical Activity and the
dimana peneliti mengkombinasikan penelitian Environment Network (IPEN) merupakan sebuah
kualitatif dan kuantitatif baik dari segi asosiasi peneliti yang bertujuan untuk
filosofi/paradigma, metodologi, teknik, mengembangkan penelitian mengenai kondisi
pendekatan, konsep, atau bahasa kedalam satu lingkungan tempat tinggal yang terkorelasi
studi penelitian atau beberapa studi yang dengan aktifitas fisik manusia. IPEN project
berhubungan (Johnson, 2014). sendiri merupakan program kolaborasi yang
mempelajari tentang gaya hidup pasif
Konsep walkability IPEN Project di dalam masyarakat perkotaan, faktor-faktor yang
penelitian ini dinilai secara komprehensif mempengaruhinya, serta mempromosikan gaya
dengan analisis kuantitatif dan kualitatif dimana
2 | Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
hidup aktif bagi masyarakat perkotaan. bahasan mengenai persebaran pola ruang
(Deboseva dan Krivka, 2012). Formula yang merata di dalam suatu kawasan. Konsep
Walkability Index sebagai berikut: walkability IPEN Project menuntut adanya
diversitas guna lahan. Konsep rencana kota
WAI = (2*(z-con)) + (z-ent) + (z-FAR) + (z- yang selama ini bersifat tersegmentasi harus
Hdens) diganti dengan konsep mixed-use agar
WAI : walkability index memiliki nilai entropy yang tinggi. Di dalam
z-con : standard value connectivity index rencana ruang perlu ditetapkan persentase
z-ent : standard value entropy (Shannon) yang merata antar guna lahan, namun tetap
index ada pengecualian dimana luas guna lahan
z-FAR : standard value FAR index komersial dan perumahan memiliki porsi yang
z-Hdens : standard value household density lebih diprioritaskan dibanding guna lahan
index lainnya meski tidak sampai mendominasi.

Hubungan walkability index ini berbanding lurus  Keterhubungan wilayah (connectivity index)
dengan kemampuan lingkungan perkotaan berhubungan dengan struktur ruang, terutama
mempengaruhi warganya untuk berjalan kaki, pada jaringan jalan. Keterhubungan
dimana semakin tinggi nilainya akan semakin merupakan konsep utama di dalam walkability
kuat pengaruhnya dan sebaliknya. Formula ini dimana kawasan yang terhubung
akan digunakan dalam menyusun model memudahkan pergerakan masyarakat. Oleh
walkability kawasan yang menjadi objek karenanya konsep rencana perlu membuat
penelitian melalui rules yang dibuat kawasan yang memiliki jaringan jalan yang
menggunakan Esri Cityengine. baik dan tidak banyak terputus. konsep pola
jaringan dapat menyesuaikan dengan kondisi
Sedangkan analisis kualitatif adalah metode kawasan namun prisipnya adalah tidak
analisis yang menjabarkan hasil temuan membuat blok yang terlalu besar dan berusaha
penelitian berupa data kualitatif secara menghubungkan sebanyak mungkin antar
deskriptif. Pada penelitian yang serupa blok/kegiatan. Di dalam rencana tata ruang
diketahui bahwa evaluasi kondisi walkability perlu ditetapkan bentuk pola jaringan jalan
dengan hanya melakukan perhitungan pada berbagai skala.
matematis tidak mampu memberikan
keterangan terkait fenomena walkability  Luas area lantai komersial (FAR index)
kawasan dengan utuh, oleh karena dilakukan berhubungan dengan pola ruang kawasan.
pula analisis secara kualitatif. analisis deskriptif Keberadaan kawasan komersial menjadi daya
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan tarik bagi masyarakat untuk berpergian
hasil observasi langsung berupa hal-hal yang dengan berjalan kaki. Perlu menjadi kesadaran
berhubungan dengan walkability di dalam suatu dalam merencanakan ruang untuk tidak
kawasan seperti karakteristik kegiatan, tipologi memisahkan kawasan komersial dengan
bangunan, serta karakteristik sirkulasi perumahan agar tidak menimbulkan
kendaraan dan pejalan kaki. Dari hasil analisis pergerakan yang besar oleh masyarakat
ini digunakan sebagai complementarity bagi dengan jarak yang jauh. Keberadaan FAR
hasil evaluasi walkability yang dilakukan secara index di dalam rencana tata ruang dapat
kuantitatif untuk menghasilkan evaluasi yang ditetapkan dengan membuat standar minimal
komprehensif. persentase luas kawasan komersial.

Analisis  Kepadatan permukiman (Hdens) berhubungan


dengan pola ruang. kawasan hunian
Analisis posisi walkability dengan metode IPEN merupakan lokasi tempat berkumpulnya
Project di dalam rencana tata ruang dilakukan masyarakat, semakin banyak terkonsentrasi
dengan menerjemahkan parameter yang dimiliki masyarakat semakin dibutuhkannya fasilitas
oleh konsep walkability IPEN Project itu sendiri penunjang disediakan berdekatan di tempat
kedalam rencana tata ruang. Adapun parameter tersebut seperti fasilitas rekreasi, komersial,
tersebut sebagai berikut: pelayanan, dan lain sebagainya. Kawasan
perumahan tidak perlu dibangun berjauhan
 Keragaman kegiatan kawasan yang dengan pusat-pusat kota.
proporsional (entropy index) merupakan
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 3
Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping Dengan Menggunakan
Metode IPEN Project

Gambar 1. Analisis Walkability di dalam Rencana Tata Ruang


report 5 : conditional rule yang berfungsi
Setelah mengaanalisis posisi walkability di dalam melaporkan luas lantai bawah dari bangunan
rtr, dilakukan Analisis Kuantitatif Walkability yang diseleksi di dalam City Engine berdasarkan
Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping dengan guna lahan
metode IPEN Project dengan menggunakan report 6 : conditional rule yang berfungsi
software Cityengine untuk memodelkan 3D melaporkan luas lantai atas dari bangunan yang
wilayah studi dan memperoleh nilai perhitungan diseleksi di dalam City Engine berdasarkan guna
dengan cepat. Tetapi sebelum melakukan lahan
modelling menggunakan program CityEngine, Selain membutuhkan penerapan rules, proses
perlu ditetapkan dahulu CGA rules yang modelling menggunakan CityEngine juga
diterapkan di model tersebut. CGA Rules membutuhkan attributes dan functions. Attributes
merupakan serangkat tata aturan yang merupakan sekumpulan variabel yang
diterapkan kepada 2D shapes yang ada di peta didefinisikan di file rule. Setiap atribut diinisialisasi
dasar kawasan yang kemudian menjadi koridor pada tiap rule tertentu di file rule. Adapun contoh
bagi CityEngine untuk membentuk model 3D attributes sebagai berikut:
shapes kawasan penelitian. Terdapat empat rules attr height = 150
dasar dari CityEngine yaitu Standard Rules, attr landuse = "residential"
Lot-->extrude(height)
Parameterized Rules, Conditional Rules, dan
Envelope(landuse)
Stochastic Rules. Rules yang dipilih disesuaikan
Attributes tersebut dibaca sebagai berikut:
dengan konsep walkability IPEN Project sehingga
terdapat attribute dengan nama “height” memiliki
hasil modelling dapat menggambarkan kondisi
nilai sama dengan 150 dan attribute dengan nama
walkability yang sejalan dengan konsep
“landuse” dengan nilai sama dengan “residential”.
walkability dari perspektif uraban form di
Lot/kavling yang diterapkan attribute ini akan di-
perhitungan rumus IPEN Project.
extrude setinggi 150 (meter) lalu di-envelope
(ditampilkan gambar modelnya) sebagai bagian
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, rules
dari guna lahan residential (perumahan). Di dalam
yang akan digunakan di dalam analisis kondisi
evaluasi walkability IPEN Project, terdapat empat
walkability penelitian ini
attribute utama, yaitu attribute yang mengatur
yaitu sebagai berikut:
guna lahan zona bawah, guna lahan zona atas,
jumlah lantai guna lahan 1, dan jumlah lantai guna
shape : standard rule yang berfungsi
lahan 2. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah
membentuk bentukan 3 dimensi dari bidang,
attribute yang digunakan dalam penelitian ini :
memberikan warna sesuai dengan guna lahan,
envelope_transparency: mengatur trans-
dan mengatur ketinggian berdasarkan jumlah
paransi bidang 3 dimensi (kisaran 0 sampai 1, 0
lantai
4 | Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
berarti bidang transparan, 1 berarti bidang solid) ditentukan dalam attribute groundfloor-
groundfloorUse : menentukan jenis guna lahan Use_floorcount dan upperfloorUse_floorcount
yang ada di lantai bawah (groundfloorUsedan
upperfloorUsebernilai sama untuk bangunan Proses selanjutnya adalah membuat model 3D
dengan fungsi tunggal) Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping melalui CGA
upperfloorUse : menentukan jenis guna lahan rules yang sudah berjalan dengan menggunakan
yang ada di lantai atas (groundfloorUsedan cityengine. Untuk membuat model 3D melalui
upperfloorUsebernilai sama untuk bangunan CityEngine membutuhkan peta dasar 2D dari
dengan fungsi tunggal) wilayah penelitian terlebih dahulu. Peta dasar
groundfloorUse_floorcount : menentukan kawasan ini diperoleh dari Dinas Penataan Kota
jumlah lantai guna lahan yang ada di lantai bawah dalam format .dwg (format desain). Namun untuk
upperfloorUse_floorcount : menentukan wilayah kota Lubuk Sikaping belum memiliki peta
jumlah lantai guna lahan yang ada di lantai atas desain berformat .dwg tersebut. Sehingga untuk
floorheight : menentukan ketinggian lantai mendapatkan peta format desain harus membuat
(dalam meter) manual terlebih dahulu dengan menggunakan
peta yang diperoleh dari google earth dan
Sementara Functions digunakan untuk dilakukan tracing di dalam Google SketchUp lalu
merangkum persamaan yang digunakan hasil tracing diubah ke format .obj. Kemudian
beberapakali di dalam suatu rules. Tidak seperti setelah memperoleh peta berformat desain baru
rules, functions ditulis dan tidak merubah bentuk diolah lebih lanjut di CityEngine.
shape. Functions dapat berupa parameterized,
conditional dan stochastic. Contoh dari functions Peta berformat .obj tersebut terlebih dahulu
adalah berikut: diimpor kedalam Google SketchUp. Dalam
getHeight(area) = melakukan tracing perlu dijadikan catatan bahwa
case area > 1000: 300 skala peta harus sama agar dapat digunakan
case area > 500: untuk CityEngine. Langkah berikutnya adalah
20%: 200 melakukan tracing seluruh blok bangunan yang
50%: 150 ada di dalam peta tersebut. Proses ini
else: 100 membutuhkan waktu yang lama karena kedetailan
else: rand(20,50) bentuk-bentuk bangunan. Syarat dari hasil tracing
Functions tersebut dapat dibaca sebagai berikut: adalah bentuk bangunan harus poligon dan tidak
fungsi “getHeight” akan menentukan luasan suatu menempel dengan bangunan lainnya. Selain itu
kawasan. Jika luasan kawasan lebih dari 1000, proses ini juga memisahkan antara bangunan
maka tinggi kawasan sebesar 300. Jika kawasan dengan kavling/persilnya dan tidak melibatkan
lebih dari 500, maka aka nada dua kemungkinan ruas-ruas jalan karena fokus dari perhitungan
dimana 20% kawasan akan dibuat setinggi 200, kualitatif dari model 3D ini hanya pada bangunan
50% sebagai 250, atau lain sebagainya setinggi fisiknya saja.
100. Jika kawasan tidak lebih besar dari 1000 atau
500, maka kawasan akan dibentuk dengan Setelah peta hasil tracing berformat .obj berhasil
ketinggian antara 20 atau 50 secara acak. Adapun diimport ke CityEngine, langkah berikutnya adalah
functions yang akan digunakan didalam penelitian menerapkan CGA rules yang telah teruji ke dalam
ini sebagai berikut: tiap-tiap blok bangunan. Kemudian perlu
dilakukan perbaikan manual pada tiap bangunan
Height: menentukan ketinggian bangunan yang tidak memiliki hasil yang sesuai dengan hasil
(dalam meter) berdasarkan zone1height dan survei. rule yang sudah dibuat sebelumnya
zone2height memberikan parameter yang dapat diubah-ubah
zone1height: menentukan ketinggian bangunan secara bebas di dalam Inspector CityEngine. Di
lantai bawah (dalam meter) berdasarkan jumlah dalam inspector terdapat parameter seperti fungsi
lantai yang ditentukan dalam attribute bangunan zona atas dan bawah, jumlah lantai
groundfloorUse_floorcount dan floorheight fungsi/zona atas dan bawah yang sudah tersedia
zone2height: menentukan ketinggian bangunan dan dapat diubah agar sesuai dengan kondisi blok
lantai bawah (dalam meter) berdasarkan jumlah bangunan di lapangan. Setelah semua blok
lantai yang ditentukan dalam attribute bangunan memiliki keempat parameter yang
upperfloorUse_floorcount dan floorheight benar, maka proses modelling 3D Kawasan Pusat
floor_multiplier: menentukan ketinggian Kota Lubuk Sikaping selesai. Berikut adalah
bangunan lantai berdasarkan jumlah lantai yang gambar 3D model kawasan yang sudah diberikan
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 5
Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping Dengan Menggunakan
rule dan
Metode IPENparameter
Project sesuai dengan kondisi baik buruknya akan dilihat dari perbandingan.
lapangan: Nilai suatu variabel dapat bernilai negatif karena
akan dibandingkan dengan nilai variabel tersebut
pada kelompok berbeda. Z-score akan
menstandarkan nilai-nilai variabel pada berbagai
kelompok lalu membandingkannya. Dengan
begitu kita dapat diketahui apakah walkability
index yang dihasilkan tergolong baik atau buruk.

Tahapan berikutnya setelah melakukan 3D


Modelling dengan CityEngine dan memahami
model walkability IPEN Project yang digunakan
Gambar 2. Peta Model 3D blok bangunan Kawasan adalah memperoleh data luasan guna lahan
Penelitian melalui luasan lantai bangunan yang sesuai
dengan guna lahannya serta mengolahnya.
Sebelum melakukan pengolahan data lebih lanjut Luasan guna lahan berdasarkan luas lantai
untuk menghitung walkability index kawasan bangunan yang sesuai dapat diperoleh melalui
perlu dipahami dulu mengenai model walkability model 3D di CityEngine. Melalui rule report, dapat
IPEN Project yang akan digunakan. Model dikalkulasikan secara otomatis total luasan
walkability IPEN Project merupakan model geometri lantai bangunan per guna lahan. Luasan
perhitungan secara matematis walkability index ini mencakup luas guna lahan per lantai dasar dan
suatu kawasan yang menekankan terhadap juga lantai atas. Adapun untuk memperoleh
keterhubungan dan tata guna lahan kawasan. luasan tersebut dapat dilakukan dengan
Model ini adalah turunan dari konsep walkability menseleksi blok-blok bangunan yang ada. Lalu
yang ditinjau dari perspektif urban form. Adapun akan muncul data berupa luas lantai dari blok
rumus perhitungan walkability index kawasan bangunan yang diseleksi. Dalam penelitian ini
pada konsep ini adalah sebagai berikut: seleksi yang dilakukan ditentukan per grid
kawasan yang sudah ada sebelumnya. Kawasan
WAI = (2*(z-con)) + (z-ent) + (z-FAR) + (z- Pusat Kota Lubuk Sikaping dibagi kedalam 9 grid
Hdens) untuk kebutuhan proses analisis.
WAI : walkability index Setelah CityEngine berhasil membuat 3D model
z-con : standard value connectivity index Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping, langkah
z-ent : standard value entropy (Shannon) index selanjutnya adalah menerapkan rules report ke
z-FAR : standard value FAR index dalam model sehingga akan muncul data-data
z-Hdens : standard value household density index terkait luas fungsi bangunan yang dibutuhkan
untuk perhitungan walkability index. Keunggulan
Rumus ini menggunakan z-score sebagai hasil dari CityEngine adalah dapat dengan cepat
perhitungannya. Zscore adalah metode pada memperoleh nilai dari Entropy index, FAR index,
perhitungan multivariate (banyak variabel). Z- Household density index. Untuk perhitungan
score adalah bentuk standarisasi di dalam statistik connectivity index cukup menggunakan excel saja
yang berarti melakukan konversi nilai awal karena bentuknya yang sederhana.
kedalam nilai yang distandarkan. Sifat dari nilai z-
score adalah tidak berdimensi/memiliki satuan Entropy index merupakan tingkatan keberagaman
karena semua variabel sudah memiliki nilai fungsi/guna lahan pada kawasan penelitian.
dengan standar yang sama. Penggunaan z-score Semakin beragam dan merata fungsi/guna lahan
bertujuan untuk membandingkan posisi sesuatu kawasan, maka semakin tinggi tingkat walkability.
dengan sesuatu lainnya dalam kelompok masing- Kawasan yang memiliki keberagaman yang tinggi
masing. diyakini memiliki banyak tipe destinasi yang bisa
dipilih oleh penduduk. Pejalan kaki akan lebih
Rumus walkability IPEN Project berbentuk linear tertarik untuk berjalan di lingkungan yang
dan nilai minimum tiap variabel adalah nol memiliki banyak varian kegiatan ketimbang yang
sementara nilai maksimum tidak ditentukan. seragam karena banyak yang dapat mereka
Tanpa z-score, maka nilai walkability setiap lakukan dan semakin menambah alasan mereka
kawasan akan bernilai positif dan tidak dapat untuk berjalan. Berbeda dengan kawasasn yang
diketahui apakah nilai tersebut tergolong baik beragam guna lahannya, pejalan kaki akan
atau buruk. Dengan menggunakan z-score maka
6 | Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
merasa suatu tempat luas, berjarak jauh, dan persimpangan pada blok-blok lingkungan akan
tidak tertarik untuk berlama-lama pada kawasan mempermudah pejalan kaki untuk mencapai
yang homogen guna lahannya. Rumusan entropy tujuannya karena persimpangan memberi jalur
index yang disesuaikan untuk konsep walkability yang lebih langsung menuju destinasi (tidak
adalah sebagai berikut: berputar-putar). Oleh karena itu prinsip dari
connectivity index adalah semakin banyak
persimpangan maka semakin tinggi nilai indexnya
dimana nilai index yang tinggi berbanding lurus
dengan kemampuan kawasan mendorong orang
H(S) = Entropy index (Shannon index) untuk berjalan kaki. Di satu sisi, teori lain
Pi = Perbandingan luas guna lahan terhadap menyatakan bahwa kawasan dengan banyak
keseluruhan luas kawasan persimpangan membuat lalu lintas kendaraan
K = Jumlah kategori guna lahan dalam kawasan lebih terhambat sehingga diharapkan membuat
penduduk mau beralih berjalan kaki sebagai
Retail Floor area ratio (FAR) index merupakan pilihan moda. Metode penilaian connectivity index
perbandingan dari jumlah luas seluruh lantai dimulai dengan membagi persimpangan menjadi
komersial pada satu grid dibandingkan dengan pertigaan dan perempatan, hal ini karena jenis
total luas area komersial kawasan penelitian. persimpangan memiliki tingkat keterhubungan
Setelah perbandingkan dilakukan, langkah (connectivity) yang berbeda sehingga nilainya pun
selanjutnya adalah membuat standard value dari disesuaikan.
FAR Index awal tersebut. Keberadaan wilayah
komersial merupakan salah satu faktor penting Walkability index dapat dihitung setelah keempat
dalam mendorong orang untuk berjalan kaki. parameternya yaitu entropy index, FAR index,
Komersial merupakan guna lahan yang memilki Hdens index dan connectivity index sudah
daya tarik yang tinggi karena menawarkan banyak diketahui. Adapun perhitungan dari walkability
kegiatan. semakin tinggi nilai FAR indexnya, index Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping sebagai
semakin banyak populasi dari kegiatan komersial berikut:
yang terdapat di dalam grid tersebut sehingga
semakin mendorong orang untuk datang ke
tempat tersebut.

Household Density (Hdens) index merupakan


tolak ukur tingkat kepadatan tempat tinggal di
dalam grid penelitian. Index ini adalah rasio dari
jumlah unit tempat tinggal berbanding luas lantai
fungsi hunian dalam hektar pada unit penelitian.
Kepadatan hunian merupakan salah satu faktor
penting lainnya yang mempengaruhi tingkat
berjalan kaki penduduk. Kepadatan tempat
tinggal dibutuhkan untuk menyediakan massa
yang dibutuhkan untuk mendukung fasilitas-
fasilitas transit, rekreasi, pelayanan, dan lain
Tabel 1. Nilai Walkability Index Grid Kawasan
sebagainya. Fasilitasfasilitas tersebut cenderung
berkumpul di dalam kawasan yag padat hunian.
Semakin rendah kepadatannya maka akan Walkability Index
semakin tersebar berjauhan fasilitas kebutuhan
penduduk tersebut, akibatnya masyarakat akan 10.0000 5.1191
7.0996
melakukan bergerakan yang jauh di dalam grid.
WALKABILITY INDEX

2.5681
Semakin tinggi nilai Hdens semakin padat unit 0.0000
perumahan dan sebaliknya saat semakin rendah -0.6040 -0.2591
maka semakin rendah kepadatan pada grid. -2.6123 -4.0269
-5.2190
-10.0000 -6.8182
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Connectivity index di dalam rumusan walkability
menunjukan jumlah persimpangan jalan yang GRID KAWASAN
terdapat pada kawasan yang diteliti. Banyaknya
persimpangan diyakini akan menjadikan kawasan Gambar 3. Grafik Walkability Index
lebih terhubung. IPEN Project menyatakan bahwa
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 7
Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping Dengan Menggunakan
Berdasarkan
Metode hasil perhitungan nilai walkability Kesimpulan
IPEN Project
inex seperti yang terlihat pada table dan grafik di
Hasil penelitian analisis penerapan konsep
atas, selanjutnya dilakukan analisis kualitatif
walkability ke dalam Kawasan Pusat Kota Lubuk
sebagai complementary untuk menjelaskan
sikaping menghasilkan beberapa kesimpulan.
keadaan di masing-masing grid dengan kriteria
Pertama adalah terkait posisi walkability di dalam
yang telah ditentukan sebagai berikut:
Rencana Tata Ruang. Pada penelitian ini
Parameter yang diamati disesuaikan dengan
pendekatan walkability ditekankan kepada
parameter analisis kuantitatif yang dibatasi
pendekatan yang melihat walkability disusun dari
dengan kemampuan pengamatan langsung di
aksesibilitas, tingkat kepadatan perumahan, dan
lapangan seperti karakteristik kegiatan, tipologi
area komersial. Parameter tersebut dikaji dengan
bangunan, dan kualitas sirkulasi kendaraan dan
beberapa variabel pengganti berupa connectivity
pejalan kaki. Adapun kawasan yang dijadikan
index, Hdens index, FAR index, serta entropy
sample dari analisis kualitatif adalah dua grid yang
index dari hasil report CityEngine.
masing-masing mewakili nilai walkability rendah
dan tinggi. Grid yang dipilih adalah grid 6 untuk Untuk melihat keterkaitan antara walkability
grid walkability tertinggi dengan alasan grid dengan rencana tata ruang, perlu dilihat posisi
tersebut memiliki dan grid 8 untuk mewakili grid vaiabel tersebut didalam rencana tata ruang.
yang memiliki grid terendah. Pada penelitian ini, Pertama connectivity index terdapat dalam
hasil pengamatan menunjukkan data yang penyusunan sistem jaringan jalan di dalam RTRW
membenarkan hasil perhitungan, dimana ketiga dan RDTR sehingga di dalam rencana RDTR dan
parameter yang diamati cukup baik di grid dengan RTRW tersebut bisa diatur rencana rute jalan dan
nilai walkability tinggi, dan buruk pada grid yang jumlah persimpangan jalan sesuai dengan
memiliki walkability index rendah. Oleh sebab itu konsep walkability.
langkah selanjutnya adalah melakukan simulasi
dengan beberapa skenario terhadap grid yang Kesimpulan kedua, dalam menggunakan
memiliki nilai rendah, dengan menambah guna Software CityEngini ini perlu latihan dan proses
laha perumahan (Hdens index), menambah area pembelajaran yang lebih lanjut lagi agar dapat
komersial (FAR index) serta menambah rute jalan memaksimalkan fungsi dari software CityEninge
atau persimpangan jalan (con index) dan itu sendiri. Sangat banyak hasil report dari
melakukan perhitungan ulang sehingga grid CityEngine yang jika dipelajari akan sangat
dengan nilai walkability rendah (negative) tadi menguntungkan bagi perencana dalam
berubah menjadi positif. melakukan proses perancangan kota. Namun
untuk variabel yang dilakukan khususnya pada
penelitian kali ini tidak dapat dijadikan acuan
untuk mengkaji walkability secara komprehensif
dan hanya berfokus pada area komersial,
perumahan serta persimpangan jalan saja yang
sangat besar mempengaruhi nilai yang
dihasilkan.
Meskipun parameter yang digunakan tidak
komprehensif, akan tetapi nilai yang dihasilkan
dari penelitian kali ini ditambah dukungan analisis
kualitatif sudah cukup mewakilkan karena kondisi
kawasan studi sendiri pada kondisi eksistingnya
Tabel 2. Nilai Simulasi Walkability Index memiliki kemiringan yang kecil atau landau, serta
kawasan studi juga banyak memiliki lahan yang
Berdasarkan table di atas apat dilihat bahwa nilai kosong sehingga jika simulasi walkability dari
walkability index pada grid 8 sudah berubah hasil penelitian ini diterapkan tidak akan
menjadi positif, yang artinya scenario yang menimbulkan banyak kendala dalam
diterapkan berhasil mengubah nilai walkability penerapannya.
index di kawasan tersebut. Terdapat asumsi
dalam simulasi tersebut, dimana saat mengubah Berdasarkan faktor yang telah dijelaskan di atas,
nilai connectivity index, FAR index, dan Hdens maka dari kesimpulan tersebut dapat menjawab
index diasumsikan nilai grid yang lain dianggap pertanyaan penelitian yang diajukan, bahwa
tetap. konsep walkability dapat diposisikan didalam
rencana tata ruang, yaitu dengan menerapkan
hasil perhitungan dari variable yang terdapat
8 | Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
pada simulasi CityEngine yang terdiri dari jumlah PREMIUM IN COMMERCIAL REAL ESTATE
persimpangan jalan, keragaman guna lahan, INVESTMENTS. REAL ESTATE ECONOMICS.
jumlah minimal kawasan komersial, dan Forsyth, A. N. N. (2015) What is A Walkable Place?
kepadatan perumahan, ke dalam sistem jaringan The Walkability Debate in Urban Design.
prasarana di dalam Rencana Umum , serta ke URBAN DESIGN International, 20(4), 274-
dalam Rencana Pengembangan Jaringan 292. doi:10.1057/udi.2015.22
Pergerakan, Zoning/Pola Ruang, Intensitas dan Glaeser, E. L. (2013). A WORLD OF CITIES: THE
Tata massa bangunan di dalam Rencana Detail. CAUSES AND CONSEQUENCES OF
URBANIZATION IN POORER COUNTRIES.
Kemudian untuk pengujian penerapannya pada
NBER WORKING PAPER SERIES.
kawasan studi Pusat Kota Lubuk Sikaping juga
Hirt, S. (2002). Postmodernism and Planning
menghasilkan perhitungan dan nilai simulasi Models . Critical Planning . JIBOYE, A. D.
yang cukup bagus serta pertimbangan kondisi (2011). Sustainable Urbanization: Issues and
eksisting lokasi studi yang mendukung sehingga Challenges for Effective Urban Governance in
konsep ini dapat dipertimbangkan untuk Nigeria . Journal of Sustainable Development
diterapkan. , 211-224.
Joe Cortright, Impresa, Inc.,. (2009). How
Walkability Raises Home Values in
Daftar Pustaka
U.S. Cities. CEOs for Cities.
Johnson, R. B. (2014). Mixed methods research
Alif, Gifari Rahmat (2016) Analisis Penerapan
design and analysis with validity: A primer.
Konsep Walkability IPEN Project di Kawasan
Department of Professional Studies,
Segitiga Emas Setiabudi Jakarta. Tugas Akhir
University of South Alabama, USA
Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Irving, A. (1993). 'The Modern/Postmodern Divide
Kota. Institut Teknologi Bandung
and Urban Planning', in The University of
Ihromi, Hafidh (2014) Aplikasi Evaluasi Walkability
Toronto Quareterly, vol. 62, no. 4, hal. 474–
Kawasan Pusat Kota Bandung Dengan
487.
Menggunakan CityEngine Berdasarkan
Park, Sungjin (2008). Defining, Measuring, and
Metode IPEN Project. Tesis Program Studi
Evaluating Path Walkability, and Testing Its
Magister Rancang Kota. Institut Teknologi
Impacts on Transit Users’ Mode Choice and
Bandung
Walking Distance to the Station. Dissertation
Alexander, S. M. (2005). The Rise of Modernism
of Doctor of Philosophy in City and Regional
and the Decline of Place: The Case of Surrey
Planning University of California, Berkeley
City Centre, Canada.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15
Anga, I. O. (2015). Environmental Degradation
Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan
And Sustainable Economic Development In
penataan ruang
Nigeria: A Theoretical Approach.
Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014
Researchjournali’s Journal of Economics .
Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Bicycle Federation of America Campaign to Make
Peraturan Zonasi
America Walkable. (1998). Creating Walkable
Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No.17 tahun
Communities. Washington, D.C.
2009 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Buckley, P. C. (2009). Urbanization and Growth:
Tata Ruang Wilayah
Setting the Context. Urbanization and
R, Yoppy (2013) Analisis Walkability Index Pada
Growth.
Kawasan Pendidikan Jalan Margonda Depok.
Cervero, Robert and Kara Kockelman. (1996).
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Travel Demand and the Three Ds: Density,
Universitas Indonesia
Diversity, and Design. Working Paper,
Toronto Public Health. The Walkable City:
Institute of Urban and Regional Development,
Neighbourhood Design and Preferences,
University of California, Berkeley, California.
Travel Choices and Health. April 2012
Creswell, J. W. (2013). Research Design.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun
California: SAGE.
2007 Tentang Penataan Ruang
David Satterthwaite*, G. M. (2010). Urbanization
World Cities Report. (2016). URBANIZATION AND
and its implications for food and farming.
DEVELOPMENT Emerging Futures.
Esri. 2013. City Engine Example : Redlands
UNHABITAT
Redevelopment 2013. www.esri.com Esri.
2013. Tutorial 6 : Basic Shape Grammar.
www.esri.com
Esri. 2013. Tutorial 9 : Advanced Shape Grammar.
www.esri.com
FISHER, G. P. (2011). THE WALKABILITY
Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 9
Penerapan Konsep Walkability di Kawasan Pusat Kota Lubuk Sikaping Dengan Menggunakan
Metode IPEN Project

10 | Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Jurnal PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA | 11

Anda mungkin juga menyukai