Anda di halaman 1dari 33

BANGUNAN TINGGI &

PENDEKATAN URBAN DESIGN

1. PENGATURAN BANGUNAN TINGGI DALAM KONTEKS


URBAN DESIGN
Mengacu pada buku Toronto Tall Building Design Guidelines, perencanaan bangunan bertingkat tinggi
harus memperhatikan lingkungan sekitarnya. Ketika bangunan tinggi berada di lokasi yang tepat, didesain
dan direncanakan dengan baik, bangunan tinggi dapat meningkatkan public realm (suatu kondisi di mana
kehidupan publik dapat masuk ke dalam suatu tempat), melengkapi bangunan sekitar, dan berkontribusi
untuk masa depan yang berkelanjutan.
Pengaturan bangunan tinggi dalam konteks urban design terdiri atas:

a. Konteks Tapak
1. Analisa konteks
Evaluasi konteks eksisting dan
rencana menunjukkan
bagaimana bangunan tinggi yang
diusulkan merespon dengan
pola, peluang, dan tantangan
dalam daerah sekitar.

2. Master Plan untuk Tapak


yang Lebih Besar

Mengkoordinasikan
pengembangan tapak yang lebih
besar dengan potensi untuk
beberapa gedung-gedung tinggi,
jalan-jalan internal yang baru,
atau taman melalui Master Plan.

3. Fit and Transition in Scale


Memberikan transisi yang tepat dan kontekstual dalam skala

4. Cahaya Matahari dan View Langit


Bangunan tinggi dilokasikan dan didesain untuk melindungi akses sinar matahari dan view langit dalam
konteks lingkungan jalan, taman, ruang terbuka publik dan privat, dan area sensitif bayangan sekitar.

5. Site yang Penting/ Prominent dan View dari Public Realm


Menyediakan respons desain bangunan bertingkat tinggi berkualitas tinggi yang tepat bagi site yang
penting sekaligus menjadi bingkai dari area publik menuju site tersebut.

6. Properti Bersejarah dan


Kawasan Konservasi Heritage

Perletakan dan desain gedung tinggi


menghormati dan melengkapi skala,
karakter, bentuk dan pengaturan di
situs dan properti heritage
berdekatan serta distrik konservasi
heritage.

b. Site Organization
1. Perletakan Bangunan
Perletakan base bangunan tinggi untuk membingkai sudut jalan, taman, dan ruang terbuka untuk
kesesuaian harmonis dengan konteks eksisting, dan menyediakan peluang untuk ruang terbuka
hijau berkualitas tinggi pada tapak.

2. Alamat dan Pintu Masuk Gedung


Mengatur bangunan tinggi untuk menggunakan nama jalan publik eksisting maupun baru untuk
penulisan alamat dan pintu masuk utama.
Entrance bangunan menghadap jalan publik, mudah dikenali, terlihat jelas dan aksesibel dari jalur
pejalan kaki terdekat.

3. Area servis tapak, akses dan parkir


Meletakkan area servis, utilitas, parkir jauh dari pandangan publik.

4. Ruang Terbuka yang dapat Diakses Publik


Menyediakan ruang terbuka yang aksesibel untuk publik di
sekitar bangunan tinggi untuk melengkapi, menghubungkan,
dan memperluas jaringan jalan publik, taman dan ruang
terbuka eksisting.
.

5. Ruang Terbuka Privat


Menyediakan ruang terbuka privat
yang beramenitas, berkualitas tinggi,
dan nyaman pada tapak bangunan
tinggi maupun pada bangunan.

6. Koneksi dengan jalur pejalan kaki dan sepeda


Menyediakan rute pejalan kaki dan sepeda yang nyaman, aman dan aksesibel melalui dan di sekitar
bangunan tinggi yang terkoneksi dengan rute, jalan, taman, ruang terbuka, dan destinasi prioritas
yang sudah ada, seperti area transit public.

7. Public Art
Mengejar peluang dan strategi pembiayaan public art pada site bangunan tinggi atau tanah publik
terdekat, untuk meningkatkan kualitas pembangunan, public realm dan kota.

c. Site Organization
1. Base
Base didesain secara harmonis dengan konteks eksisting bangunan sekitarnya dan menghormati
skala dan proporsi jalan, taman dan ruang terbuka.
Pemanfaatan base untuk aktivitas yang bersifat publik dan dapat menunjang public realm.
Base didesain dengan material berkualitas tinggi yang sesuai dengan bangunan sekitar dan
berkontribusi pada skala pejalan kaki.
Menyediakan pemandangan yang jelas dari dalam maupun luar
Setback base bangunan harus menyediakan level visual dan akses fisik yang tepat dan
mencerminkan fungsi bangunan

2. Tower
- Posisi tower jauh dari jalan, taman, ruang terbuka, dan properti tetangga untuk mengurangi
-

dampak visual dan fisik tower dan menonjolkan base menjadi elemen primer bagi tapak dan public
realm.
Setback tower 12,5 meter atau lebih dari garis properti.
Jarak antar tower pada tapak yang sama 25 meter atau lebih diukur dari dinding luar bangunan.
Pada tapak yang kecil, dilakukan pengaturan setback minimal untuk bangunan tower.
Pengaturan orientasi harus memperhatikan keindahan desain, inovasi, dan keberlanjutan kota.

3. Tower Top
Desain puncak bangunan harus dapat berkontribusi terhadap kualitas dan karakter skyline kota.
Menyeimbangkan penggunaan pencahayaan dekoratif dengan efisiensi energi, perlindungan dari
migrasi burung maupun kelelawar, dan manajemen artificial sky glow.

d. Pedestrian Realm
1. Desain Streetscape dan
Lansekap

Menyediakan streetscape dan lansekap


yang berkelanjutan dan berkualitas
tinggi antara gedung bertingkat tinggi
dengan jalan, taman dan ruang terbuka
yang berdekatan.

2. Zona Sidewalk

Menyediakan ruang yang


cukup antara bagian depan
bangunan dengan street curb
terdekat untuk
mengakomodasi pergerakan
pejalan kaki supaya lebih aman
dan nyaman, elemen
streetscape, dan aktivitas yang
berhubungan dengan
penggunaannya.

3. Efek Angin pada


Pejalan Kaki

Lokasi, orientasi dan desain


bangunan tinggi memperhatikan
sirkulasi udara dan ventilasi
alami, namun juga
meminimalisir kondisi angin
yang kurang baik pada jalan,
taman dan ruang terbuka
terdekat, pada pintu masuk
gedung, dan area amenitas di
luar ruangan.

4. Perlindungan Cuaca bagi


Pejalan Kaki

Elemen perlindungan dari cuaca


seperti overhang dan kanopi
terintegrasi dengan baik pada
desain bangunan tinggi. Didesain
dengan hati-hati dan untuk
mensuport jalan, dan diposisikan
untuk memaksimalkan fungsi dan
kenyamanan pedestrian..

2. BANGUNAN TINGGI SEBAGAI LANDMARK DAN

BACKGROUND

a. Landmark
Apabila bangunan tinggi didesain sebagai
landmark, harus menilai lokasi fisik, peran
dalam masyarakat, konteks eksisting
maupun rencana. Sebuah landmark harus:
1. Terlihat khas dari segi bentuk maupun
detail bila dilihat baik dalam jarak jauh
maupun dekat
2. Terletak di persimpangan yang menonjol,
atau sepanjang sumbu kota, atau pada
ujung vista atau sebagai titik tangkap
view.
3. Terletak di atau dekat tujuan utama
(transit point, alun-alun, peringatan, dll);
4. Terletak di dekat setting alam seperti di
sepanjang air atau ruang terbuka
5. Berperan sebagai pusat kegiatan
masyarakat, budaya, bisnis atau fungsi
kelembagaan membutuhkan status
publik dan prestise;
6. Dibuat dengan kualitas tinggi dan
kekayaan di desain arsitektur, bahan,
detil dan warna.

b. Background
Apabila bangunan tinggi didesain sebagai background/latar belakang, harus terintegrasi dan menyatu
dengan sekitarnya dengan memperhatikan konteks dan tujuan.
Sebuah background / latar belakang harus:
1. Mengaplikasikan bentuk dan detail yang sama atau mirip dengan bangunan sekitarnya
2. Meningkatkan dan membingkai konteks tempat yang signifikan, ruang terbuka publik, jalan, landmark,
atau bangunan bersejarah
3. Menyediakan fasilitas dan layanan untuk memenuhi kebutuhan area lokal
4. Menciptakan tampilan koridor dan membingkai pandangan tempat berdekatan yang signifikan, serta
pemandangan langit.

3. MORFOLOGI
Pengaturan korelasi ruang terbuka dengan bangunan tinggi_base dan tower dalam
suatu blok dan super blok diarahkan figurative terhadap morfologi kawasan dan kota.
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan
yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model
bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan,
yaitu;
1. bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama
dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan
efisien;
2. bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan
kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok
ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota,
tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
3. bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah
hijau terbuka;

3. MORFOLOGI (sambungan)

4. bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil
tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya
terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan
biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman
penduduk;
5. bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih
didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya
konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
6. bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan
kompak terdapat beberapa urban center, dimana masing-masing pusat mempunyai
grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
7. bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya
dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak
dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur
hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.

4. LAND USE
Komponen penataan land use terdiri atas:
a. Peruntukan Lahan Makro,
b. Peruntukan Lahan Mikro

Prinsip penataan land use memperhatikan:


Secara fungsional:
a. Keragaman tata guna yang seimbang, saling menunjang (compatible) dan terintegrasi
b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas
c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan
d. Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan pertimbangan daya dukung dan karakter
kawasan serta variasi peruntukan

Secara fisik:
a. Estetika, karakter, dan citra kawasan melalui penetapan dan pengendalian peruntukan yang sesuai
karakter khas kawasan dan penetapan pengaruh ideologi dan nilai sosial budaya setempat
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas yang diwadahi
Dari sisi lingkungan:
a. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar
b. Keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan
c. Kelestarian ekologis kawasan

5. INTENSITAS LAHAN DAN TATA BANGUNAN


Komponen penataan terdiri atas:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
c. Koefisien Daerah Hijau (KDH)

Prinsip Penataan Intensitas


Lahan:
Secara fungsional:
a. Kejelasan distribusi intensitas
pemanfaatan lahan
b. Skala ruang yang manusiawi dan
berorientasi pada pejalan kaki
c. Kejelasan skala pengembangan
d. Pengaturan kepadatan pengembangan
kawasan (development density)
Secara fisik:
Estetika, karakter dan citra (image)
kawasan
Secara lingkungan:
a. Keseimbangan kawasan
perencanaan dengan wilayah sekitar
b. Keseimbangan dengan daya dukung
lingkungan
c. Pelestarian ekologis kawasan
d. Pemberdayaan kawasan

Sisi Pemangku Kepentingan


a. Penetapan berbagai insentif-disinsentif pembangunan untuk mencapai keseimbangan
distribusi Intensitas Pemanfaatan Lahan bagi keuntungan bersama
b. Diperlukan nilai besaran elemen yang tepat (misalnya KDB)
c. Penentuan berbagai insentif-disinsentif pembangunan
d. Penentuan mekanisme pengendalian atas pemberian insentif
Tata Bangunan adalah bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang,
meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra/karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi
dari elemen-elemen: blok, kaveling/petak lahan, bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai
bangunan, yang dapat menciptakan dan mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif
terhadap keragaman kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik.

Komponen penataan terdiri atas:


a.
b.
c.
d.

Pengaturan Blok Lingkungan


Pengaturan Kaveling/Petak Lahan
Pengaturan Bangunan
Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan

Prinsip pengendalian tata bangunan:


a.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Secara Fungsional
Optimalisasi dan efisiensi
Kejelasan pendefinisian ruang yang diciptakan
Keragaman fungsi dan aktivitas yang diwadahi
Skala dan proporsi ruang yang berorientasi pada pejalan kaki
Fleksibilitas
Pola hubungan/konektivitas
Kejelasan Orientasi dan Kontinuitas
Kemudahan layanan
Menghindari eksklusivitas

Secara Fisik dan Nonfisik


a.
b.
c.
d.

Pola, dimensi, dan standar umum


Estetika, karakter dan citra (image) kawasan
Kualitas fisik
Ekspresi bangunan dan lingkungan

Sisi Lingkungan
a.
b.
c.
d.

Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar


Keseimbangannya dengan daya dukung lingkungan
Kelestarian ekologis kawasan
Pemberdayaan kawasan

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai