Anda di halaman 1dari 158

DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH 1

BAB 1 TAHAP PERSIAPAN 7


1.1 Penentuan Wilayah RDTR/RRTR 7
1.2 Penentuan Tenaga Ahli 9

BAB 2 PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI 11


2.1 Definisi RDTR dan Peraturan Zonasi 11
2.2 Rincian Analisis dalam Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi 18
2.3 Rincian Perumusan Substansi RDTR dan Peraturan Zonasi 25
2.4 Konsultasi Publik 31

BAB 3 MUATAN RDTR DAN PERATURAN ZONASI 35


3.1 Muatan RDTR 35
3.1.1 Penyusunan Tujuan Penataan BWP 35
3.1.2 Perumusan Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi 38
3.1.3 Penyusunan Rencana Pola Ruang 39
3.1.4 Rencana Jaringan Prasarana 50
3.1.5 SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA 58
3.1.6 Ketentuan Pemanfaatan Ruang 61
3.2 Muatan PERATURAN ZONASI 66
3.2.1 Pengertian dan Tujuan 66
3.2.2 Fungsi dan Manfaat PZ 68
3.2.3 Kedudukan Peraturan Zonasi 72
3.2.4 Objek yang Dikendalikan 73
3.2.5 Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi 74
3.2.6 Kebutuhan Data Penyusunan Peraturan Zonasi 75
3.2.7 Penyusunan Klasifikasi Zonasi 79
3.2.8 Penyusunan Daftar Kegiatan 82
3.2.9 Penetapan/Deliniasi Blok Peruntukan 84
3.2.10 Substansi Peraturan Zonasi 85
3.2.11 Muatan Peraturan Zonasi 88

BAB 4 LAMPIRAN 150

1
DAFTAR ISTILAH
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

3. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan


struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.

5. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem


jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.

6. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah


yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya.

7. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang


dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

8. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam


kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

9. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan


tertib tata ruang.

10. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang


persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya
dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan
zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

1
11. Penggunaan lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus
yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau
persil.

12. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah


rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah
kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi,
dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah
kabupaten/kota, rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota,
rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota, penetapan kawasan
strategis kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten/kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten/kota.

13. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kota yang
dilengkapi dengan peraturan Zonasi kota.

14. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat


RTBL adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan
yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok
ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan
panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian
rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan.

15. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta


segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

16. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah


suatu kesatuan wilayah dari kota yang bersangkutan dan merupakan
wilayah yang terbentuk dari susunan fungsi kegiatan pelayanan kota
dan/atau berdasarkan aspek administrasi pemerintahan dalam
rangka pencapaian daya guna pelayanan kegiatan daerah.

2
17. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP
adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan
terdiri dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama
dengan subzona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.

18. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan


utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

19. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota adalah wilayah yang penataan


ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting
dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan.

20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi


utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi


utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.

22. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana,
sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi
lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

23. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai


lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan.

24. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang


memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman, antara lain berupa jaringan jalan,
jaringan saluran pembuangan air limbah, jaringan saluran

3
pembuangan air hujan (drainase), dan tempat pembuangan
sampah.

25. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi. sarana perniagaan/perbelanjaan,
antara lain berupa sarana pelayanan umum dan pemerintahan,
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana
rekreasi dan olah raga, sarana pemakaman, sarana pertamanan dan
ruang terbuka hijau, dan sarana parkir.

26. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan


lingkungan hunian, antara lain beripa jaringan air bersih, jaringan
listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, pemadam
kebakaran, dan sarana penerangan jasa umum.

27. Jaringan adalah keterkaitan antara unsur yang satu dan unsur yang
lain.

28. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh


batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan,
saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau
yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana
jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota.

29. Subblok adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan


perbedaan subzona.

30. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan
karakteristik spesifik.

31. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.

32. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat KWT adalah


angka presentase luas kawasan atau Blok peruntukan yang
terbangun terhadap luas kawasan atau luas kawasan Blok

4
peruntukan seluruhnya di dalam suatu kawasan atau Blok peruntukan
yang direncanakan.

33. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah


angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana
tata bangunan dan lingkungan.

34. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lahan terbuka
untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana kota.

35. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah


jumlah angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh lantai
bangunan yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai.

36. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah


angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan
luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.

37. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah


sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi
jalan dihitung dari as jalan.

38. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

39. Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah
ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk
dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa

5
badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat
ditumbuhi tanaman atau berpori.

40. Saluran Udara Tegangan Rendah yang selanjutnya disingkat SUTR


adalah jaringan distribusi dengan sistem tegangan 220/380 V (dua
ratus dua puluh sampai tiga ratus delapan puluh Volt), dimana
jaringan dapat berbentuk hantaran udara khususnya pada kawasan
peruntukan perumahan.

41. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat


SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat
penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik
dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 278
kV.

42. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT


adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar
di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat
pembangkit ke pusat beban dengan tegangan di atas 70 kV sampai
dengan 278 Kv

6
BAB 1
TAHAP PERSIAPAN

1.1 PENENTUAN WILAYAH RDTR/RRTR

Terdapat beberapa jenis lingkup wilayah perencanaan yang dapat


digunakan sebagai deliniasi wilayah penyusunan RDTR dan RRTR terdiri
dari:

A. Wilayah administrasi. Lingkup wilayah perencanaan dapat berupa


wilayah administrasi seperti kecamatan.

Gambar 1.1 Contoh RDTR Kecamatan X


B. Kawasan fungsional. Lingkup wilayah perencanaan dapat berupa
bagian wilayah kota/sub wilayah kota yang direncanakan oleh RTRW
yang melingkupinya.

Gambar 1.2 Contoh RDTR Kawasan Pusat Kota

7
C. Bagian dari wilayah yang memiliki ciri perkotaan. Lingkup wilayah
perencanaan dapat berupa kawasan perkotaan, seperti kawasan
ibukota kabupaten atau pusat permukiman di kabupaten.

Gambar 1.3 Contoh RDTR Kawasan Perkotaan


D. Kawasan strategis yang memiliki ciri kawasan perkotaan. Lingkup
wilayah perencanaan ini merupakan gabungan antara lingkup
wilayah perencanaan kedua (kawasan fungsional) dan lingkup
wilayah perencanaan ketiga (kawasan perkotaan). Contoh wilayah
perencanaan tipe ini adalah kawasan strategis yang dilihat dari sudut
kepentingan ekonomi (kawasan pusat perdagangan dan jasa).

Gambar 1.4 Contoh RDTR Kawasan Strategis Perkotaan


E. Bagian wilayah yang berupa kawasan pedesaan dan direncanakan
menjadi kawasan perkotaan. Lingkup wilayah perencanaan dapat
berupa kawasan pedesaan yang akan didorong pembangunannya
menjadi pusat kegiatan baru. Contoh wilayah jenis ini adalah
kawasan pusat permukiman baru.

8
Gambar 1.5 Contoh RDTR Kawasan Pedesaan yang Direncanakan
sebagai Kawasan Perkotaan
Wilayah perencanaan RDTR tersebut disebut sebagai Bagian Wilayah
Perencanaan (BWP) dalam materi teknis rencana. Setiap BWP terdiri
atas Sub BWP yang ditetapkan dengan mempertimbangkan:

• Morfologi BWP;
• Keserasian dan keterpaduan fungsi BWP; dan
• Jangkauan dan batasan pelayanan untuk keseluruhan BWP
dengan memperhatikan rencana struktur ruang dalam RTRW

Contoh Kriteria dan Lingkup Wilayah :


Wilayah studi dalam penyusunan RDTR ini adalah wilayah administrasi Kota
Bukittinggi. RDTR Kota Bukittinggi disusun didasarkan pada:
 RTRW Kota Bukittinggi dinilai belum efektif sebagai acuan dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang karena tingkat ketelitian petanya belum mencapai 1 : 5.000; dan
 RTRW Kota Bukittinggi sudah mengamanatkan perlu disusun RDTR-nya.
Ruang lingkup wilayah perencanaan RDTR meliputi seluruh wilayah administrasi
Kota Bukittinggi dengan luas keseluruhan ± 2.485,78 (kurang lebih dua ribu
empat ratus delapan puluh lima koma tujuh puluh delapan) hektar.

1.2 PENENTUAN TENAGA AHLI

Dalam penyusunan substansi Rencana Detail Tata Ruang terdapat


beberapa tahapan yang terdiri dari tahapan persiapan, pengumpulan
data, pengolahan data dan analisis, perumusan konsepsi RDTR dan
penyusunan naskah akademis dan Raperda RDTR. Pada masing-masing
tahapan terdapat pihak yang terlibat diantaranya:

9
No Tahapan Pihak Terlibat
1 Persiapan  Pemerintah Kabupaten/kota dan pemangku
kepentingan lainnya
 Tenaga Ahli yang terlibat (minimal):
1. Team Lider (ahli perencanaan wilayah
dan kota dan ahli ekonomi wilayah)
2. Arsitek
3. Perancang Kota
2 Pengumpulan Data  Pemerintah Kabupaten/kota dan pemangku
kepentingan lainnya
 Tenaga Ahli yang terlibat (minimal):
1. Team Lider (ahli perencanaan wilayah
dan kota dan ahli ekonomi wilayah)
2. Arsitek
3. Perancang Kota
4. Ahli ekonomi wilayah
5. Ahli kependudukan
6. Ahli prasarana
7. Ahli kelembagaan
3 Pengolahan data  Pemerintah Kabupaten/kota dan pemangku
dan analisis kepentingan lainnya
 Tenaga Ahli yang terlibat (minimal):
1. Team Lider (ahli perencanaan wilayah
dan kota dan ahli ekonomi wilayah)
2. Arsitek
3. Perancang Kota
4. Ahli ekonomi wilayah
5. Ahli kependudukan
6. Ahli prasarana
7. Ahli kelembagaan
4 Perumusan Konsepsi  Pemerintah Kabupaten/kota dan pemangku
RDTR kepentingan lainnya
 Tenaga Ahli yang terlibat (minimal):
1. Team Lider (ahli perencanaan wilayah
dan kota dan ahli ekonomi wilayah)
2. Arsitek
3. Perancang Kota
4. Ahli ekonomi wilayah
5. Ahli kependudukan
6. Ahli prasarana
7. Ahli kelembagaan
Penyusunan naskah  Pemerintah Kabupaten/kota dan pemangku
akademis dan kepentingan lainnya
penyusunan  Tenaga Ahli yang terlibat (minimal):
Ranperda 1. Team Lider (ahli perencanaan wilayah
dan kota dan ahli ekonomi wilayah)
2. Arsitek
3. Perancang Kota
4. Ahli Hukum Tata Ruang
5. Ahli Kelembagaan
Sumber: Lampiran XI, Permen PU No 20 Tahun 2011

10
BAB 2
PROSES PENYUSUNAN RDTR DAN
PERATURAN ZONASI

2.1 DEFINISI RDTR DAN PERATURAN ZONASI

DEFINISI RDTR

RDTR merupakan rencana yang menetapkan blok pada kawasan

fungsional sebagai penjabaran kegiatan ke dalam wujud ruang yang


memperhatikan keterkaitan antar kegiatan dalam kawasan fungsional
agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan
kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut.

RDTR disusun apabila :


1) RTRW kabupaten/kota dinilai belum efektif sebagai acuan dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang karena tingkat ketelitian peta belum mencapai 1:5.000

2) RTRW kab/kota sudah mengamanatkan bagian dari wilayahnya yang


perlu disusun RDTR-nya

* Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tidak


terpenuhi, maka dapat disusun PZ tanpa disertai dengan penyusunan RDTR

MASA BERLAKU RDTR

RDTR berlaku dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau

kembali setiap 5 (lima) tahun. Peninjauan kembali RDTR dapat dilakukan


lebih dari 1 kali dalam 5 tahun, jika :

1. terjadi perubahan RTRW kabupaten/kota yang mempengaruhi BWP


RDTR

2. Terjadi dinamika internal mempengaruhi pemanfaatan ruang secara


mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar,

11
perkembangan ekonomi yang signifikan dan perubahan batas
wilayah daerah

(Penjelasan Batang Tubuh Permen PU No.20/PRT/M/2011)


Prosedur penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi dibedakan menjadi 3
yaitu :

A. Prosedur penyusunan RDTR


B. Prosedur penyusunan Peraturan Zonasi (PZ) yang berisi zoning text untuk
wilayah perencanaan (apabila RDTR dan PZ disatukan)
C. Prosedur penyusunan Peraturan Zonasi(PZ) yang berisi zoning text dan
zoning map (apabila RDTR tidak disusun atau lebih dulu telah di perda-
kan)
Proses penyusunan RDTR terdiri dari 5 tahapan besar sebelum ke tahap
pembahasan draft Raperda. Berikut diagram alur yang menggambarkan
proses penyusunan RDTR.

PERSIAPAN PENGOLAHAN
PENYUSUNAN ANALISIS DATA
• Penyusunan Kerangka • Mengacu pada RTRW
• Pengumpulan data
Acuan Kerja (KAK) dan petunjuk
• Penentuan metodologi
primer • Analsis karakteristik wilayah
• Pemahaman terhadap pelaksanaan bidang
• Pengumpulan data
yang digunakan KAK/TOR • Analisis potensi dan masalah penataan ruang
• Penganggaran kegiatan
sekunder
• Kajian awal data sekunder pengembangan BWP • Memperhatikan RPJP
penyusunan RDTR • Persiapan teknis pelaksanaan • Analisis kualitas kinerja & RPJM kab/kota
penyusunan kawasan & lingkungan
PENGUMPULAN PERUMUSAN
PRA PERSIAPAN DATA KONSEP RDTR

 Penetapan lingkup  Data dalam bentuk  Potensi dan masalah  Rumusan tentang
kegiatan data statistik dan pengembangan BWP tujuan, kebijakan,
 Kebutuhan tenaga peta  Peluang dan tantangan dan strategi
ahli  Informasi yang pengembangan pengembangan
 Kebutuhan dikumpulkan  Kecenderungan wilayah
Output

anggaran kegiatan berupa data perkembangan kabupaten/kota


 Perumusan isu-isu tahunan (time  Perkiraan kebutuhan  Konsep
strategis di series) minimal 5 pengembangan BWP pengembangan
kawasan (lima) tahun  Intensitas pemanfaatan wilayah
perencanaan terakhir dengan ruang sesuai dengan daya kabupaten/kota
 Identifikasi kedalaman data dukung dan daya tampung
setingkat
ketersediaan data  teridentifikasinya
pendukung (termasuk kelurahan.
indikasi arahan penanganan
peta dasar) kawasan dan lingkungan.

12
13
Proses Penyusunan RDTR

14
Proses Penyusunan Peraturan Zonasi

Definisi

Peraturan Zonasi merupakan ketentuan sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari RDTR. Peraturan Zonasi memuat materi wajib yang
meliputi ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas
pemanfaatan ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana
dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan, dan materi pilihan yang
terdiri atas ketentuan tambahan, ketentuan khusus, standar teknis, dan
ketentuan pengaturan zonasi

Prosedur penyusunan Peraturan Zonasi meliputi 3 hal meliputi proses dan


jangka waktu penyusunan, pelibatan masyarakat, serta pembahasan
rancangan (Permen PU No. 20/PRT/M/2011 pasal 6).

Peraturan Zonasi disusun apabila:


a. RDTR tidak disusun atau belum ada RDTR

b. RDTR sudah ditetapkan sebagai perda tetapi belum mengatur


Peraturan Zonasi.

(Penjelasan batangtubuh Permen PU No. 20/PRT/M/2011)


Peraturan Zonasi merupakan komponen dari RDTR, maka waktu masa
berlakunya sama dengan RDTR yaitu 20 (dua puluh) tahun. Pada
dasarnya proses penyusunan RDTR terdiri dari 5 tahapan besar sebelum
ke tahap penetapan peraturan daerah. Berikut diagram alur yang
menggambarkan proses penyusunan RDTR.

15
Tersusunnya  Gambaran umum zona  Text zonasi Rumusan tentang
kerangka kerja, perencanaan (zoning text) Raperda
metodologi, dan  Kesesuaian dengan  Map zonasi Peraturan Zonasi
rencana RTRW, RDTR dan/atau (zoning map). yang tidak
anggaran biaya RTBL yang sudah terpisahkan dari
disusun
Perda RDTRnya.
 Metodologi pendekatan
pelaksanaan pekerjaan
 Rencana kerja
pelaksanaan
 Perangkat survey data
primer dan data
sekunder
yangdigunakan.

Jangka Waktu Penyusunan PZ


Proses Penyusunan RDTR

Persiapan
Tahap Analisis
Penyusunan
Pengumpulan Data dan
PZ Naskah Naskah
Uraian Kegiatan Data/ Ketentuan
(termasuk Akademik Raperda
Informasi Perumusan
review RDTR
Teknis
sebelumnya)

Perkiraan waktu 1 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan 2 bulan 1 bulan


yang dibutuhkan 10-13
bulan

16
Proses Penyusunan Peraturan Zonasi

17
2.2 RINCIAN ANALISIS DALAM PENYUSUNAN RDTR DAN
PERATURAN ZONASI

1. Analisis Wilayah yang lebih Luas


Dilakukan untuk memahami kedudukan dan keterkaitan BWP dalam
sistem regional yang lebih luas dalam aspek sosial, ekonomi, lingkungan,
sumber daya buatan atau sistem prasarana, budaya, pertahanan, dan
keamanan. Sistem regional tersebut dapat berupa sistem kota, wilayah
lainnya, kabupaten atau kota yang berbatasan, pulau, dimana BWP
tersebut dapat berperan dalam perkembangan regional.

Analisis regional ini dilakukan analisis pada aspek berikut:

a. Analisis kedudukan dan keterkaitan sosial-budaya dan demografi


BWP pada wilayah yang lebih luas

b. Analisis kedudukan dan keterkaitan ekonomi BWP pada wilayah yang


lebih luas

c. Analisis kedudukan dan keterkaitan sistem prasarana wilayah


perencanaan dengan wilayah yang lebih luas. Sistem prasarana
yang diperhatikan dalam analisis ini adalah sistem prasarana
kabupaten/kota dan wilayah

d. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek lingkungan (pengelolaan


fisik dan SDA) BWP pada wilayah yang lebih luas

e. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pertahanan dan


keamanan BWP

f. Analisis kedudukan dan keterkaitan aspek pendanaan BWP

Keluaran analisis regional digunakan sebagai pertimbangan dalam


penyusunan RDTR yang meliputi:

18
1. penetapan fungsi dan peran BWP dalam wilayah yang lebih luas
yang akan mempengaruhi pada pembentukan jaringan prasarana
terutama lintassub wilayah/lintas kawasan atau yang mengemban
fungsi layanan dengan skala yang lebih luas dari wilayah BWP

2. pembentukan pola ruang BWP yang serasi dengan kawasan


berdekatan terutama pada wilayah perbatasan agar terjadi
sinkronisasi dan harmonisasi dalam pemanfaatan ruang antar BWP
dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang.

2. Analisis Sumber Daya Alam dan Fisik


Lingkungan
Dilakukan untuk memberikan gambaran kerangka fisik pengembangan
wilayah serta batasan dan potensi alam BWP dengan mengenali
karakteristik sumber daya alam, menelaah kemampuan dan kesesuaian
lahan agar pemanfaatan lahan dalam pengembangan wilayah dapat
dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan meminimalkan kerugian akibat bencana.

Secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran


sebagai berikut:

1. gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung


kegiatan yang ada maupun yang akan dikembangkan sampai akhir
masa berlakunya RDTR;

2. gambaran daya dukung maksimum (daya tampung)


ruang/lingkungan hidup dalam menampung kegiatan sampai waktu
yang melebihi masa berlakunya RDTR

3. gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa


datang berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya

4. gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari


aspek fisik

19
5. gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan
fisik/lingkungan yang ada di BWP.

Keluaran analisis fisik atau lingkungan BWP ini digunakan sebagai bahan
dalam sintesa analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang
penataan ruang BWP dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.
Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan wilayah yang perlu
dilakukan mencakup beberapa analisis berikut:

 Analisis sumber daya air


Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola kewenangan, pola
pemanfaatan, dan pola kerjasama pemanfaatan sumber daya air
yang ada dan yang sebaiknya dikembangkan di dalam BWP.
Khususnya terhadap sumber air baku serta air permukaan (sungai
dan/atau danau) yang mengalir dalam BWP yang memiliki potensi
untuk mendukung pengembangan dan/atau memiliki kesesuaian
untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang sangat
membutuhkan sumber daya air. Analisis ini menjadi dasar dalam
menetapkan kebijakan yang mengatur sumber-sumber air tersebut.

 Analisis sumber daya tanah


Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan
pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan
rawan bencana. Analisis ini menghasilkan rekomendasi bagi
peruntukan zona budi daya dan zona lindung.

 Analisis topografi dan kelerengan


Analisis topografi dan kelerengan dilakukan untuk potensi dan
permasalahan pengembangan wilayah perencanaan berdasarkan
ketinggian dan kemiringan lahan. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui daya dukung serta kesesuaian lahan bagi peruntukan
kawasan budi daya dan lindung.

 Analisis geologi lingkungan


Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan
pengembangan BWP berdasarkan potensi dan kendala dari aspek
geologi lingkungan. Analisis ini menjadi rekomendasi bagi peruntukan

20
kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi, dan kawasan
pertambangan.

 Analisis klimatologi
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan
pengembangan BWP berdasarkan kesesuaian iklim setempat. Analisis
ini menjadi bahan rekomendasi bagi kesesuaian peruntukan
pengembangan kegiatan budi daya.

 Analisis sumber daya alam (zona lindung)


Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah
perencanaan dalam menunjang fungsi hutan/sumber daya alam
hayati lainnya, baik untuk perlindungan maupun kegiatan produksi.
Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk menilai kesesuaian lahan bagi
penggunaan hutan produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat
dikonversi, hutan lindung, dan kesesuaian fungsi hutan lainnya.

 Analisis sumber daya alam dan fisik wilayah lainnya (zona budi daya)
Selain analisis tersebut diatas, perlu juga dilakukan analisis terhadap
sumber daya alam lainnya sesuai dengan karakteristik BWP yang
akan direncanakan, untuk mengetahui pola kewenangan, pola
pemanfaatan, maupun pola kerjasama pemanfaatan sumber daya
tersebut.

3. Analisis Sosial Budaya


Dilakukan untuk mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat yang
mempengaruhi pengembangan wilayah perencanaan seperti elemen-
elemen kota yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi (urban
heritage, langgam arsitektur, landmark kota) serta modal sosial dan
budaya yang melekat pada masyarakat (adat istiadat) yang mungkin
menghambat ataupun mendukung pembangunan, tingkat
partisipasi/peran serta masyarakat dalam pembangunan, kepedulian
masyarakat terhadap lingkungan, dan pergeseran nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat setempat

21
Analisis ini digunakan sebagai bahan masukan penentuan bagian dari
wilayah kota yang diprioritaskan penanganannya di dalam penyusunan
RDTR

4. Analisis Kependudukan
Dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan proyeksi perubahan
demografi seperti pertumbuhan dan komposisi jumlah penduduk serta
kondisi sosial kependudukan dalam memberikan gambaran struktur dan
karakteristik penduduk. Hal ini berhubungan erat dengan potensi dan
kualitas penduduk, mobilisasi, tingkat pelayanan dan penyediaan
kebutuhan sektoral (sarana, prasarana maupun utilitas minimum).

Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi demografi


terhadap batasan daya dukung dan daya tampung BWP dalam jangka
waktu rencana dan analisis ini digunakan sebagai pertimbangan dalam
penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

Keluaran analisis terhadap penyebaran dan perpindahan penduduk dari


daerah perdesaan ke daerah perkotaan memberikan gambaran dan
arahan kendala serta potensi sumber daya manusia untuk keberlanjutan
pengembangan, interaksi, dan integrasi dengan daerah di luar BWP.

5. Analisis Ekonomi dan Sektor Unggulan


Analisis ekonomi dilakukan dengan menemukenali struktur ekonomi, pola
persebaran pertumbuhan ekonomi, potensi, peluang dan permasalahan
perekonomian wilayah kota untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang baik, terjadinya investasi dan mobilisasi dana yang optimal dalam
mewujudkan ekonomi BWP yang berkelanjutan melalui keterkaitan
ekonomi lokal dalam sistem ekonomi kota, regional, nasional, maupun
internasional

22
Analisis diarahkan untuk menciptakan keterkaitan intra-regional (antar
kawasan/ kawasan perkotaan/perdesaan/kabupaten/kota) maupun
inter-regional sehingga teridentifikasi sektor-sektor riil unggulan, dan solusi-
solusi secara ekonomi yang mampu memicu peningkatan ekonomi
wilayah kota. Analisis diharapkan dapat membaca potensi ekonomi lokal
terhadap pasar regional, nasional maupun global.

Keluaran analisis ekonomi dan sektor unggulan diharapkan akan


memperoleh karakteristik perekonomian wilayah perencanaan dan ciri-
ciri ekonomi kawasan dengan mengidentifikasi basis ekonomi, sektor-
sektor unggulan, besaran kesempatan kerja, pertumbuhan dan disparitas
pertumbuhan ekonomi di BWP. Analisis ini dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR

6. Analisis Sumber Daya Buatan


Dilakukan untuk memahami kondisi, potensi, permasalahan, dan kendala
yang dimiliki dalam peningkatan pelayanan sarana dan prasarana pada
BWP. Melalui analisis ini diharapkan teridentifikasi kebutuhan sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk memaksimalkan fungsi BWP.

Analisis didasarkan pada luas wilayah dan perhitungan penduduk per unit
kegiatan dari sebuah BWP atau perhitungan rasio penduduk terhadap
kapasitas atau skala pelayanan prasarana dan sarana wilayah
perencanaan atau intensitas pemanfaatan ruang terhadap daya
dukung prasarana/utilitas serta analisis daya dukung wilayah. Dalam
analisis sumber day

Perlu dianalisis cost benefit ratio terhadap program pembangunan


sarana dan prasarana tersebut dan sangat terkait erat dengan
perkembangan dan pemanfaatan teknologi. Analisis ini digunakan
sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi.

23
7. Analisis Penataan dan Kawasan
Dilakukan untuk melihat kondisi dan tingkat pelayanan kawasan serta
bangunan untuk menunjang fungsi dan peran kawasan di BWP, dilakukan
analisis terhadap jenis dan kapasitas fungsi/kegiatan kawasan serta
kinerjanya. Demikian pula dengan kualitas bangunan dan aspek
keselamatan

Keluaran analisis penataan kawasan dan bangunan dapat diformulasikan


kondisi kawasan terutama menyangkut pengaturan intensitas
pemanfaatan ruang, tata massa bangunan, tindakan penanganan
kawasan (diremajakan/revitalisasi), dan penanganan bangunan. Analisis
ini digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan
peraturan zonasi.

8. Analisis Kelembagaan
Dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kota dalam
menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi
dan tata laksana pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan
prasarana kerja, produk-produk pengaturan serta organisasi
nonpemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat perguruan tinggi dan
masyarakat.

Keluaran analisis kelembagaan menghasilkan beberapa bentuk dan


operasional kelembagaan di BWP sehingga semua pihak yang terlibat
dapat berpartisipasi dalam perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Analisis ini digunakan sebagai
pertimbangan dalam penyusunan RDTR dan peraturan

24
9. Analisis Pembiayaan Pembangunan
Dilakukan untuk mengidentifikasi besar pembelanjaan pembangunan,
alokasi dana terpakai, dan sumber-sumber pembiayaan pembangunan
yang terdiri dari :

a. pendapatan asli daerah;


b. pendanaan oleh pemerintah;
c. pendanaan dari pemerintah provinsi;
d. investasi swasta dan masyarakat;
e. bantuan dan pinjaman luar negeri; dan
f. sumber-sumber pembiayaan lainnya.
Keluaran analisis pembiayaan bangunan menghasilkan perkiraan
besaran kebutuhan pendanaan untuk melaksanakan rencana
pembangunan wilayah kota yang diterjemahkan dalam usulan program
utama jangka menengah dan jangka panjang. Analisis ini digunakan
sebagai pertimbangan dalam penyusunan RDTR terkait rencana
pemanfaatan ruang (program utama).

2.3 RINCIAN PERUMUSAN SUBSTANSI RDTR DAN


PERATURAN ZONASI

NO DATA ANALISIS RENCANA


A Perumusan Tujuan Penataan BWP
 Tujuan pembangunan  Analisis tujuan penataan 1. Fungsi dan
kabupaten/kota ruang wilayah perencanaan peran wilayah
a) RPJPD  Analisis kemampuan tumbuh perencanaan
b) RPJM dan berkembangnya wilayah 2. Tujuan
c) RTRW kab/kota perencanaan: penataan ruang
 Kependudukan 1. potensi wilayah dan wilayah
a) Jumlah dan penyebaran permasalahannya; perencanaan
b) Komposisi penduduk 2. hubungan dan
c) Pengembangan penduduk ketergantungan bagian
d) Sosial budaya wilayah dan bagian
 Perekonomian wilayah sekitarnya; dan
a) Produksi tiap sektor 3. pengaruh potensi dan
kegiatan ekonomi dan permasalahan terhadap

25
NO DATA ANALISIS RENCANA
penyebarannya hubungan ketergantungan
b) Perkembangan tiap sektor antarsektor.
kegiatan ekonomi  Analisis kedudukan wilayah
c) Pola aliran barang dan perencanaan dalam
jasa dalam proses koleksi keseimbangan perkembangan
dan distribusi. dengan wilayah belakangnya:
 Sumber Daya Alam 1. kedudukan wilayah
a) Keadaan tanah, geologi, perencanaan dalam
air, dan iklim sistem kota-kota yang
b) Keadaan vegetasi dan ada; dan
fauna 2. perkembangan sektor-
c) Sumber daya alam sektor kegiatan wilayah
potensial perencanaan dan
pengaruhnya terhadap
sistem kota/wilayah.
 Analisis pengaruh kebijakan
sektoral dan regional:
1. perkembangan sektor-
sektor kegiatan di
wilayah; dan
2. sektor-sektor kegiatan di
pusat-pusat wilayah,
khususnya wilayah
perencanaan.
B Rencana Jaringan Prasarana
 Perkembangan Rencana jaringan prasarana  Rencana
kabupaten/kota dan wilayah merupakan pendetailan rencana pengembangan
perencanaan: sistem prasarana RTRW sistem air minum:
a) Rencana struktur dalam kabupaten/kota sampai pada 1. Sumber air
RTRW kabupaten/kota sistem jaringan lokal dan baku
yang telah ditetapkan lingkungan,dengan 2. Lokasi dan
b) Tata guna lahan mempertimbangkan analisis jenis intake
kabupaten/kota dan sebagai berikut: 3. Penampung an
wilayah perencanaan yang
c) Sistem transportasi dan  Analisis kebijakan diperlukan (jika
sistem jaringan prasarana pembangunan: ada)
lainnya 1. Kebijakan spasial 4. Sistem
d) Kawasan-kawasan khusus 2. Kebijakan sektoral transmisi
5. Jaringan
 Elemen struktur tata ruang  Analisis kemampuan tumbuh distribusi
kabupaten/kota dan wilayah dan berkembangnya wilayah  Rencana
perencanaan: perencanaan: pengembangan
a) Kawasan perumahan 1. Penilaian struktur sistem jaringan air
b) Distribusi fasilitas dan pemanfaatan ruang limbah:
utilitas 2. Penilaian struktur utama 1. Sistem
c) Obyek-obyek khusus tingkat pelayanan jaringan
3. Penilaian sistem utama setempat
 Kondisi prasarana dan transporasi dan prasarana 2. Sistem
sarana pergerakan: lainnya jaringan
a) Hirarki fungsi jaringan terpusat
jalan  Analisis bentuk dan struktur Rencana

26
NO DATA ANALISIS RENCANA
b) Konstruksi dan lebar wilayah perencanaan: pengemban
jalan. 1. Fisik dan alamiah serta gan
c) Terminal/sub terminal, buatan.
pelabuhan, dan stasiun 2. Tata guna lahan
d) Jenis angkutan umum 3. Perkiraan kebutuhan
e) Tingkat pertumbuhan ruang
kendaraan 4. Dampak lingkungan
f) Lahan parkir
 Analisis kondisi sarana dan
 Sistem pergerakan: prasarana pergerakan:
a) Pergerakan lokal dan 1. Efektivitas fungsi jaringan
regional 2. Penilaian tingkat
b) Moda pergerakan pelayanan sarana dan
c) Tingkat kepadatan dan prasarana
lokasi-lokasi rawan 3. Optimasi fungsi sarana
kemacetan (tingkat dan prasarana
pelayanan jalan)
 Analisis pergerakan:
 Kebijakan pergerakan:
1. Efektivitas pola
a) Kebijaksanaan
pergerakan
transportasi
2. Rasio kepadatan
b) Rencana tata
dengan sarana dan
ruang makro/RTRW
kabupaten/kota prasarana
3. Perkiraan volume
 Data kondisi sistem air kepadatan di masa
minum saat ini: datang
a) Sumber dan kapasitas 4. Gambaran moda
sumber air minum transportasi di masa
b) Sistem pelayanan dan datang
jaringan distribusi
c) Tingkat pelayanan dan  Alternatif pengembangan:
tingkat kebocoran 1. Alternatif pengembangan
d) Daerah pelayanan jaringan
2. Alternatif aliran
 Survei kebutuhan air minum
pergerakan
nyata:
a) Tingkat kebutuhan
domestik
 Analisis sistem air minum:
b) Tingkat kebutuhan 1. Kemampuan sumber air
nondomestik baku
2. Penentuan sistem
 Tingkat curah hujan dan pelayanan dan distribusi
hidrologi: 3. Analisis efisiensi dan
a) Curah hujan maksimum efektifitas pelayanan
b) Curah hujan minimum 4. Analisis wilayah pelayanan
c) Potensi air permukaan
Rencana  Identifikasi persoalan dan
 Data kondisi jaringan air kebutuhan
limbah saat ini: pengembangan:
a) Sistem pengelolaan 1. Persoalan air baku
limbah 2. Persoalan distribusi

27
NO DATA ANALISIS RENCANA
b) Limbah domestik 3. Potensi pengembangan
c) Limbah non domestik dan alternatif pemecahan
d) Buangan akhir
persoalan
 Kualitas lingkungan:
a) Permukiman  Proyeksi kebutuhan air:
b) Penggunaan Non 1. Kebutuhan domestik
Permukiman 2. Kebutuhan non domestik

 Pengembangan alternatif
sistem pelayanan air minum:
1. Kajian teknis
2. Kajian Ekonomis
c Daya Dukung dan Daya Tampung Fisik RDTR dan Peraturan Zonasi
 Fisik dasar:  Analisis fisik dasar:  Konsep
1. Letak geografis 1. Posisi strategis geografis pengembangan:
2. Topografi dan kemiringan 2. Karakteristik topografi dan 1. Skenario
3. Klimatologi dan hidrologi kemiringan lereng pengemban
4. Jenis tanah dan standar 3. Iklim dan hidrologi gan fisik
geologi a) Curah hujan, arah angin 2. Wilayah
b) Kemungkinan terbangun
banjir/genangan dan RTH serta
 Fisik Binaan:
4. Kemampuan lahan RTNH
1. Tata guna lahan 5. Kesesuaian peruntukan
2. Status pemilikan tanah lahan
3. Penyebaran permukiman  Permukiman:
6. Kemampuan daya tampung
4. Penyebaran fasilitas 1. Pola
lahan
umum permukima n
2. Sistem
 Analisis Fisik Binaan: pelayanan
 Kebijakan Pengembangan:
1. Wilayah terbangun
1. Izin pembangunan 2. Kendala pengembangan
2. Kawasan-kawasan khusus  Intensitas
3. Pola dan konsep pemanfaatan
permukiman
ruang
4. Daya dukung
prasarana/infrastruktur
(jalan dsb) serta utilitas.

 Alternatif pengembangan:
1. Strategi pengembangan
2. Prioritas pengembangan
Catatan : analisis daya dukung
dan daya tampung fisik dapat
dilakukan melalui kajian
lingkungan hidup strategis
D Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan peraturan zonasi
 Jenis kegiatan yang ada di  Analisis keterkaitan antara  Kegiatan yang
wilayah perencanaan zona dan kegiatan diperbolehkan,
 Intensitas kegiatan di  Analisis karakteristik kegiatan di bersyarat,diper

28
NO DATA ANALISIS RENCANA
wilayah perencanaan wilayah perencanaan bolehkan
terbatas, dan
yang tidak
diperbolehkan
pada zona
tertentu di
wilayah
perencanaan
 Kriteria terbatas
dan bersyarat
E Intensitas Pemanfaatan Ruang Peraturan Zonasi
 Data yang dibutuhkan :  Analisis intensitas  Koefisien
1. tingkat pengisian/ pemanfaatan ruang dasar
peresapan air (KDH  Analisis koefisien dasar bangunan
Minimum) bangunan maksimum
2. kapasitas drainase  Analisis koefisien lantai  Koefisien
3. jenis penggunaan lahan bangunan lantai
4. harga lahan  Analisis ketinggian bangunan bangunan
5. Ketersediaan dan tingkat  Analisis koefisien dasar hijau maksimum
pelayanan prasarana  Ketinggian
(jalan) bangunan
6. Dampak/kebutuhan maksimum
terhadap prasarana  Koefisien
tambahan dasar hijau
7. Ekonomi dan minimum
8. pembiayaan
F Tata Bangunan Peraturan Zonasi
 Garis sempadan bangunan  Analisis sempadan bangunan  Garis
1. keselamatan dan tinggi bangunan sempadan
2. resiko kebakaran 1. Tingkat keselamatan bangunan
3. kesehatan bangunan minimum
4. kenyamanan dan estetika 2. Tingkat resiko kebakaran
 Tinggi
3. Tingkat kenyamanan
 Tinggi bangunan bangunan
bangunan
1. keselamatan maksimum
2. resiko kebakaran
 Analisis jarak bebas antar  Jarak bebas
3. teknologi
4. estetika dan parasarana bangunan antar
1. Identifikasi jenis bangunan
 Jarak bebas antar bangunan peruntukan sekitar sub minimum
1. Jenis peruntukan zona
2. Tinggi bangunan 2. ketinggian bangunan
3. Tampilan bangunan 3. Kajian tampilan bangunan
(optional) seperti warna
bangunan, bahan
bangunan, tekstur
bangunan, muka

29
NO DATA ANALISIS RENCANA
bangunan, gaya
bangunan, keindahan,dan
keserasian dengan
lingkungan sekitar
G Sarana dan prasarana minimal peraturan zonasi
 Fisik Binaan:  Analisis jenis sarana dan Sarana dan
prasarana yang dibutuhkan prasarana
1. Tata guna lahan
minimum wilayah
2. Status pemilikan tanah  Analisis tingkat kebutuhan perencanaan
3. Penyebaran fasilitas sarana dan prasarana
umum
 Analisis lokasi sarana dan
prasarana
 Jenis kegiatan yang ada di
wilayah perencanaan

 Intensitas kegiatan di
wilayah perencanaan
Sumber: Lampiran Permen PU No.20/PRT/M/2011

30
2.4 KONSULTASI PUBLIK

Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan RDTR dan PZ lebih


intensif dilakukan daripada saat penyusunan RTRW Kabupaten/Kota

Dasar Hukum
A. PP No.15 Th 2010 Penyelenggaraan Penataan Ruang: perlu adanya
pelibatan peran masyarakat pada tingkat kabupaten/kota dalam
penyusunan RDTR

B. PP No.68 Th 2010 Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam


Penataan Ruang tahap perencanaan tata ruang Pemerintah dan
Pemda berkewajiban

• Memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada


masyarakat tentang proses penyusunan dan penetapan RTR
• Melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang
• Menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari
masyarakat
• Memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan
mengenai perencanaan tata ruang sesuai dengan undang-
undang
C. Permen PU No.20/PRT/M/2011 tentang pedoman penyusunan RDTR
Masyarakat sebagai pemangku kepentingan, meliputi :

• Orang, perseorangan atau kelompok orang

• Organisasi masyarakat tingkat kab/kota

• Perwakilan organisasi kab/kota yang berdekatan secara dengan


daerah yang sedang disusun RDTR

• Perwakilan organisasi masyarakat

Beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota yang


akan mengajukan Persetujuan Substansi Raperda RDTR Kabupaten/Kota
adalah sebagai berikut:

31
1. Konsultasi publik dilakukan untuk
menjaring masukan dari masyarakat
dan pemangku kepentingan terkait
lainnya mengenai substansi Raperda
RDTR yang akan diproses untuk
ditetapkan menjadi perda
2. Konsultasi dilakukan dengan melibatkan
masyarakat atau perwakilannya, para
pakar, LSM dan juga perlu menghadirkan
perwakilan dari instansi pemerintah
kab/kota terkait dan DPRD Kab/Kota
3. Berita acara konsultasi publik nantinya
akan menjadi kelengkapan dari
pengajuan Surat Permohonan Persetujuan
Substansi kepada Menteri ATR/BPN

Pelibatan
Proses pelibatan Pelibatan Proses pelibatan
masyarakat
masyarakat secara masyarakat masyarakat
secara aktif dalam bentuk
pasif dengan secara 2 arah.

1
pemberitaan & Dialog dilakukan pengajuan usulan,
pengumpul
pemberian melalui konsultasi keberatan, &
an kuesioner,
sanggahan
informasi penataan kotak aduan, publik, workshop,
terhadap raperda
ruang interview, dll FGD, seminar, dll

Persiapan Pengola han


Perumusan
penyusunan & Analisis
Pengum Konsep RDTR
Data
RDTR kab/kota pulan & Naskah Pembahasa
(termasuk Kompilasi Naskah
Konsep Raperda
n
review RDTR Data Akademik
Pengembang
sebelumnya) an Naskah
Teknis
PROSES PROSES PEMBAHASAN
PENYUSUNAN
Proses pelibatan Pelibatan Proses pelibatan
masyarakat secara masyarakat masyarakat dalam
pasif dengan secara aktif bentuk pengajuan
pemberitaan &
pemberian pengumpul 2 usulan, keberatan,
& sanggahan
terhadap raperda
informasi penataan an kuesioner,
ruang kotak aduan,
interview, dll

Pemba
hasan

32
Pelibatan Peran Masyarakat di Tingkat
Kabupaten/Kota Dalam Penyusunan RDTR

Kewajiban Masyarakat

1. Memberikan informasi, data, dan keterangan secara konkret dan


bertanggung jawab dalam setiap tahapan penyusunan
RDTR/Peraturan Zonasi (PZ)

2. Berlaku tertib dan mendukung kelancaran proses penyusunan


RDTR/PZ

Hak Masyarakat

1. Mengajukan inisiatif untuk melakukan penyusunan dan/atau


mengevaluasi dan/atau meninjau kembali untuk mengubah RDTR

2. Mengetahui proses serta memberikan masukan terkait penyusunan


RDTR/PZ yang dilakukan pemerintah

3. Memberikan pendapat, saran, dan masukan dalam penentuam


tujuan-tujuan arah pengendalian, pembatasan, dan kelonggaran
aturan, serta dalam penetapan peta zonasi

4. Mengetahui secara terbuka setiap produk rencana tata ruang dan


peraturan zonasi wilayah kabupaten/kota

5. Memantau pelaksanaan RDTR/PZ yang telah ditetapkan

6. Melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang


dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar RDTR atau PZ yang
telah ditetapkan

7. Mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang


berwenang terhadap pembanguna yang dianggap tidak sesuai
dengan RDTR/PZ

33
Bentuk Peran Serta Masyarakat

1. Masukan, mengenai:

• Persiapan penyusunan rencana tata ruang

• Penentuan arah pengembangan wilayah/kawasan

• Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan


wilayah atau kawasan

• Perumusan konsepsi rencana tata ruang

• Penetapan rencana tata ruang

2. Kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau


sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang

34
BAB 3
MUATAN RDTR DAN PERATURAN
ZONASI

3.1 MUATAN RDTR

3.1.1 Penyusunan Tujuan Penataan BWP

Tujuan Penataan BWP nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai
sesuai dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam
RTRW dan merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut, serta apabila
diperlukan dapat dilengkapi konsep pencapaian. Tujuan penataan BWP
berisi tema yang akan direncanakan di BWP.

Fungsi sebagai :

1. Sebagai acuan untuk penyusunan rencana pola ruang, penyusunan


rencana jaringan prasarana, penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya, penyusunan ketentuan pemanfaatan ruang,
penyusunan peraturan zonasi
2. menjaga konsistensi dan keserasian pengembangan kawasan
perkotaan dengan RTRW

Dasar Perumusan

1. Arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW


2. Isu strategis BWP, antara lain dapat berupa potensi masalah, dan
urgensi penanganan Karakteristik BWP

Kriteria Perumusan

1. keseimbangan dan keserasian antarbagian dari wilayah


kabupaten/kota
2. fungsi dan peran BWP
3. potensi investasi

35
4. kondisi sosial dan lingkungan BWP;peran masyarakat dalam
pembangunan
5. prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari tujuan tersebut.

Dasar penetapan Dasar formulasi


FUNGSI kebijakan dan strategi
pengendalian
pemanfaatan ruang

DASAR Visi & Karakteristik Isu Kondisi


PERUMUSAN Misi Wilayah Strategi Objektif yang
s diinginkan

Tidak bertentangan Tidak bertentangan


KRITERIA dengan tujuan dengan undang-
penataan ruang undang

Arahan perwujudan ruang BWP


TUJUAN
kabupaten yang ingin dicapai 20 tahun
ke depan
Prinsip – merupakan
penjabaran tujuan
KEBIJAKAN

STRATEGI

CONTOH 1 PERUMUSAN TUJUAN PENATAAN BWP


Tujuan penataan ruang SWK Cibeunying adalah:

“Perlindungan Bangunan Heritage dan Pusat Sumber Daya Manusia


Kreatif”.

Tujuan ini ditetapkan berdasarkan :


Wilayah Cibeunying dihuni oleh penduduk dengan sumberdaya manusia
(SDM) yang berkualitas baik dan tingkat heterogenitas sosial yang tinggi,
baik dari aspek ekonomi, pendidikan dan tata pergaulan. Kualitas SDM ini
dipengaruhi oleh keberadaan fasilitas-fasilitas pendidikan mulai

36
pendidikan dasar hingga perguruan tinggi favorit dan terkenal yang
tersebar di SWK Cibeunying. Keberadaan sekolah dan perguruan tinggi ini
mempengaruhi komposisi penduduk yang ada di mana kelompok remaja
dan generai muda menjadi tinggi. Kelompok ini dapat dikatakan menjadi
trend sentter gaya hidup SWK Cibeunying. Gaya hidup ini menjadikan
Cibeunying sebagai pusat mode dimana kegiatan perdagangan
pakaian retail menjamur di wilayah ini baik dalam bentuk mall, Factory
Outlet maupun butik.

Di samping dari aspek pendidikan, dari aspek ekonomi terjadi pula


keragaman yang tinggi. Keragaman ini menjadikan Cibeunying menjadi
tempat usaha bagi berbagai kegiatan baik berbentuk formal maupun
informal. Hal ini positif untuk perkembangan perekonomian wilayah.

Dalam mencapai visi Kota Bandung bagi SWK Cibeunying sebagai


museum terbuka, SWK Cibeunying juga memiliki keunggulan dengan
masih cukup banyaknya bangunan-bangunan cagar budaya “heritage”
peninggalan Belanda yang dapat membentuk kawasan-kawasan
bersejarah dan menjadi bukti bahwa Kota Bandung pernah diberi gelar
sebagai ”Parijs van Java”. Namun demikian, kawasan heritage saat ini

37
keberadaannya terancam akibat berubah menjadi tempat usaha seperti
perdagangan dan jasa, atau yang lebih dikenal di factory outlet.
Perubahan tersebut terjadi karena beberapa kawasan tersebut memiliki
kedekatan dengan pusat perbelanjaan, seperti Plaza Bandung Indah,
Plaza Dago, Planet Dago, Bandung Electronic Centre (BEC), dan
termasuk sebagian dari wilayah pusat kota, seperti kawasan Braga.

3.1.2 Perumusan Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi

Kendati berdasarkan Permen PU No.20 Tahun 2011 tidak mengharuskan


adanya perumusan kebijakan dan strategi dalam penyusunan RDTR.
Namun mengingat adanya PP No.15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang dikatakan bahwa seluruh rencana
tata ruang harus memiliki tujuan, kebijakan, dan strategi. Oleh karena itu
hal ini sebaiknya ikut dirumuskan sebagai arahan penataan ruang yang
lebih lanjut bermanfaat dalam menentukan program-program prioritas.
Penentuan ke tiga hal tersebut dalam penataan ruang wilayah
perencanaan di dasarkan pada visi misi rencana tata ruang diatasnya,
yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota.

A. Tujuan

Merupakan nilai dan/atau kualitas terukur yang akan dicapai sesuai


dengan arahan pencapaian sebagaimana ditetapkan dalam RTRW dan
merupakan alasan disusunnya RDTR tersebut, serta apabila diperlukan
dapat dilengkapi konsep pencapaian. Tujuan penataan BWP berisi tema
yang akan direncanakan di BWP.

B. Kebijakan

Kebijakan penataan ruang bagian wilayah kota adalah arahan


pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
kabupaten guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten
dalam kurun waktu 20 tahun. Kebijakan perencanaan berfungsi:

a) sebagai dasar untuk memformulasikan strategi penataan ruang


b) sebagai dasar untuk merumuskan rencana struktur dan rencana pola
ruang

38
c) memberikan arah bagi penyusunan program di wilayah
perencanaan
d) sebagai dasar penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang
C. Strategi

Strategi penataan ruang merupakan penjabaran kebijakan penataan


ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata
yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang
wilayah kabupaten. Strategi perencanaan berfungsi:

a. memberikan arah bagi penyusunan program-program


pembangunan; dan
b. sebagai dasar dalam penetapan kaidah pengelolaan wilayah
perencanaan

Gambar 3.1 Substansi Penyusunan Kebijakan, dan Strategi

Isi Substansi
Keterangan
hal yang ingin Cara/materi untuk
substansi
dicapai mencapai
Kebijakan V Terukur
Strategi V V Normatif & Terukur

3.1.3 Penyusunan Rencana Pola Ruang

RENCANA POLA RUANG dalam RDTR merupakan rencana distribusi


subzona peruntukan yang antara lain meliputi:

1. Zona Hutan lindung,


2. Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya,
3. Zona perlindungan setempat,
4. Zona RTH,
5. Zona suaka alam dan cagar budaya,
6. Zona rawan bencana alam,
7. Zona Perumahan,
8. Zona Perdagangan dan jasa,

39
9. Zona Perkantoran,
10. Zona Sarana pelayanan umum,
11. Zona khusus,
12. Zona Industri,
13. Zona lainnya (yang tidak selalu berada di perkotaan),
14. Zona campuran.
Rencana pola ruang dimuat dalam peta yang juga berfungsi sebagai
zoning map bagi peraturan zonasi.

Fungsi sebagai :

1. alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta kegiatan


pelestarian fungsi lingkungan dalam BWP;
2. dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;
3. dasar penyusunan RTBL; dan
4. dasar penyusunan rencana jaringan prasarana.

Dasar Perumusan

1. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam BWP; dan
2. perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial
ekonomi dan pelestarian fungsi lingkungan.

Kriteria Perumusan

1. mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam


RTRW;
2. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang
berbatasan;
3. memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada BWP, termasuk
dampak perubahan iklim
4. menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat.

40
Muatan Rencana Pola Ruang

ZONA LINDUNG yang meliputi:

1. zona hutan lindung;


2. zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya
yang meliputi zona bergambut dan zona resapan air;
3. zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar
mata air;
4. zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman
kota dan pemakaman;
5. zona suaka alam dan cagar budaya;
6. zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan
tanah longsor, zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan
banjir; dan
7. zona lindung lainnya.

ZONA BUDIDAYA yang meliputi:

1. zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan


kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah
(bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun,
rumah kopel, rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan
sebagainya); zona perumahan juga dapat dirinci berdasarkan
kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan tradisional, rumah
sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah;
2. zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret
dan perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih
lanjut ke dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat
perbelanjaan, dan sebagainya);
3. zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan
perkantoran swasta;

41
4. zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana
pelayanan umum pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi,
sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum
olahraga, sarana pelayanan umum sosial budaya, dan sarana
pelayanan umum peribadatan;
5. zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan
logam dasar, industri kecil, dan aneka industri;
6. zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk
ke dalam zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai
dengan angka 5 yang antara lain meliputi zona untuk keperluan
pertahanan dan keamanan, zona Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), zona Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan zona khusus lainnya;
7. zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang
antara lain meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona
pariwisata; dan
8. zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan
fungsi dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan
perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa dan
perkantoran.

Ketentuan Pengklasifikasian Zona dan Sub zona

1. Apabila pada BWP hanya terdapat satu jenis subzona dari zona
tertentu, subzona tersebut dapat dijadikan zona tersendiri. Subzona
juga dapat dijadikan zona tersendiri apabila subzona tersebut

2. Apabila diperlukan, subzona dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub


subzona

3. Zona/ subzona/ sub subzona memiliki luas minimum 5 (lima) hektar di


dalam BWP. Apabila luasnya kurang dari 5 (lima) hektar, zona/
subzona/ sub subzona dihilangkan dari klasifikasi zona dan
dimasukkan ke daftar kegiatan di dalam matriks ITBX. (*) luas yang
signifikan

4. Setiap Sub BWP terdiri atas blok yang dibagi berdasarkan batasan fisik

42
antara lain seperti jalan, sungai, dan sebagainya. Pengilustrasian
overlay peta yang didelineasi berdasarkan fisik (BWP, Sub BWP, dan
blok) hingga peta yang didelineasi berdasarkan fungsi (zona dan
subzona)
Catatan
(*) Pada kasus tertentu, bagi zona, sub zona, dan sub subzona yang memiliki luas
kurang dari 5 Ha namun memiliki fungsi yang signifikan bagi suatu kawasan
(seperti subzona transportasi, subzona RTH lingkungan, dll),disarankan untuk
ditetapkan sebagai sub zona tersendiri. Contoh kasus: (1) Subzona RTH Taman Kota
berupa alun-alun di suatu BWP yang memiliki total luas kurang dari 5 Ha; (2)
Subzona Sarana Pelayanan Umum Transportasi (misal terminal) di suatu BWP yang
memiliki total luas kurang dari 5 Ha.

ILUSTRASI PEMBAGIAN BWP KEDALAM SBWP

43
ILUSTRASI PEMBAGIAN BWP KE DALAM SUB BWP HINGGA BLOK

ILUSTRASI PEMBAGIAN BWP LANGSUNG KE DALAM BLOK

44
BLOK

SUB BWP

BLOK

ILUSTRASI PENDELINIASIAN

45
NOMENKLATUR
POLA RUANG

CATATAN: LEBIH JELASNYA DAPAT DILIHAT PADA LAMPIRAN KLASIFIKASI ZONA

46
CONTOH NOMENKLATUR

ZONA
POLA
SUB ZONA

PERLINDUNGAN
SETEMPAT (PS) RUANGSEMPADAN SUNGAI
(PS-2)

SUB ZONA TAMAN


ZONA RTH (RTH) KOTA (RTH-1)

SUB ZONA RUMAH


ZONA
KEPADATAN
PERUMAHAN (R)
SEDANG (R-3)

LEBIH JELASNYA DAPAT MEMPELAJARI


KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA PADA
LAMPIRAN KLASIFIKASI ZONA
!
47
CONTOH PETA POLA RUANG SWK CIBEUNYING KOTA BANDUNG

48

CONTOH NOMENKLATUR
POLA RUANG
Zona - (Sarana Sub SubZona –
Pelayanan Umum) Teknis/Skala Pelayanan
Sub Zona – (Sekolah Dasar)
(Pendidikan)

BEBERAPA CONTOH NOMENKLATUR ZONA, SUB ZONA, DAN SUB SUBZONA

ZONA SUB ZONA SUB SUBZONA


PS Perlindungan PS-2 Sempadan sungai
Setempat PS-3 Sempadan danau/embung
PS-4 Sempadan mata air
RB Rawan Bencana RB-1 Rawan Putting Beliung
RB-2 Rawan Luapan Lumpur
R Perumahan R-3 Perumahan Kepadatan
Sedang
R-4 Perumahan Kepadatan
Rendah
SPU Sarana Pelayanan SPU-1 Pendidikan SPU1-1 Sekolah Dasar
Umum SPU1-2 SMP
SPU-2 Transportasi SPU2-1 Transportasi Darat
SPU2-1 Transportasi
Udara
SPU-3 Kesehatan SPU3-1 Puskesmas
SPU3-2 Rumah Sakit
SPU-4 Olahraga SPU4-1 Lapangan
Terbuka
SPU4-2 Gedung
Olahraga
SPU-5 Sosial Budaya
SPU-6 Peribadatan
PL Peruntukan Lainnya PL-1 Pertanian PL-1-1 Perkebunan
PL-1-2 Peternakan
PL-1-3 Hutan Produksi
PL-1-4 Persawahan

49
3.1.4 Rencana Jaringan Prasarana

Merupakan pengembangan hierarki sistem jaringan prasarana yang


ditetapkan dalam rencana struktur ruang yang termuat dalam RTRW
kabupaten/kota. Rencana jaringan prasarana yang menjadi substansi
muatan RDTR antara lain:

1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan


2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi
3. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
4. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
5. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
6. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
7. Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

FUNGSI sebagai:
1. pembentuk sistem pelayanan, terutama pergerakan, di dalam BWP
2. dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana
dan utilitas dalam BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan
3. dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam
RTBL dan rencana teknis sektoral

DASAR PERUMUSAN:
1. rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang termuat dalam
RTRW;
2. kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP;
3. rencana pola ruang BWP yang termuat dalam RDTR;
4. sistem pelayanan, terutama pergerakan, sesuai fungsi dan peran
BWP; dan
5. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

KRITERIA PERUMUSAN:
1. memperhatikan rencana struktur ruang bagian wilayah lainnya dalam
wilayah kab/kota dan/atau wilayah administrasi sekitarnya yang
berbatasan langsung dengan BWP

50
2. menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan
prasarana & utilitas pada BWP
3. mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas BWP
4. mengakomodasi kebutuhan fungsi dan peran pelayanan kawasan di
dalam struktur ruang BWP

MATERI RENCANA JARINGAN PRASARANA

1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan

Merupakan seluruh jaringan primer dan jaringan sekunder pada BWP


yang meliputi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan,
dan jaringan jalan lainnya yang belum termuat dalam RTRW
kabupaten/kota, yang terdiri dari :

a. jaringan jalan arteri primer dan arteri sekunder;

b. jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder;

c. jaringan jalan lokal primer dan lokal sekunder;

d. jaringan jalan lingkungan primer dan lingkungan sekunder

e. jaringan jalan lainnya yang meliputi

 jalan masuk dan keluar terminal barang serta terminal


orang/penumpang sesuai ketentuan yang berlaku (terminal
tipe A, B dan C hingga pangkalan angkutan umum)
 jaringan jalan moda transportasi umum (jalan masuk dan
keluarnya terminal barang/orang hingga pangkalan angkutan
umum dan halte)
 jalan masuk dan keluar parkir

* Dalam hal terdapat jalur kereta api, jalur pelayaran, dan jalur pejalan
kaki/sepeda,selain memuat jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 sampaidengan angka 5, rencana jaringan pergerakan juga harus
memuat rencana jalur keretaapi, jalur pelayaran, dan jalur pejalan kaki/sepeda.

51
CONTOH PERUMUSAN RENCANA JARINGAN
PERGERAKAN

RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN WILAYAH PERENCANAAN

ROW ROW
Fungsi Jalan Usulan
No Ruas Jalan Eksisting Rencana Program Penanganan
Eksisting Fungsi
(m) (m)
- Pembatasan jalan akses langsung ke jalan
Kolektor Kolektor - Pengaturan kendaraan lambat/berhenti
1 Jl. Dr. Setiabudhi 14,8 – 16,70 18
Primer Primer - Pembatasan parkir
- Penyediaan shelter angkutan umum
Jl. Sadang Kolektor - Pengaturan kendaraan lambat/berhenti
2 Lokal 6.50 – 9 10
Serang Sekunder - Pembatasan parkir
- Penertiban tempat berhenti angkot
3 Jl. Purnawarman Lokal 16.37 Lokal 18 - Sistem buka tutup
- Penyediaan jalur pejalan kaki
Kolektor - Penertiban tempat berhenti angkot
4 Jl. Tamansari Lokal 15.27 16
Sekunder - Penambahan lebar perkerasan satu arah
- Pelebaran perkerasan jalan
- Pembatasan parkir dengan sistem
5 Jl. Gagak Lokal 3,70 -5.00 Lokal 8 pengaturan jam dan lama parkir
- Sistem buka tutup (pemberlakuan sistem
satu arah pada jam-jam tertentu)

Rencana Pengembangan Jalur Pejalan Kaki

Bagian-bagian pengembangan jalur pejalan kaki dilakukan dengan


merancang tipologi-tipologi ruang yang meliputi :

a. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Jalan (Sidewalk)


Ruang pejalan kaki di sisi jalan (sidewalk) merupakan bagian dari sistem jalur
pejalan kaki dari tepi jalan raya hingga tepi terluar lahan milik bangunan.
b. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade)
Ruang pejalan kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan badan air
c. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komersial/Perkantoran (Arcade)
Ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah
satu atau kedua sisinya. Ruang pejalan kaki di pusat kawasan bisnis dan pusat
kota ini adalah area yang harus dirancang untuk mengakomodir volume yang
lebih besar dari para pejalan kaki dibanding di area-area di kawasan
permukiman.
d. Ruang Pejalan Kaki di RTH (Green Pathway)
Merupakan ruang pejalan kaki yang terletak diantara ruang terbuka hijau.
Ruang ini merupakan pembatas di antara ruang hijau dan ruang sirkulasi
pejalan kaki. Area ini menyediakan satu penyangga dari sirkulasi kendaraan
di jalan dan memungkinkan untuk dilengkapi dengan berbagai elemen ruang
seperti hidran air, kios telepon umum, dan perabot jalan (bangku, marka, dan
lain-lain).
e. Ruang Pejalan Kaki di Bawah Tanah (Underground)
Adalah ruang pejalan kaki yang merupakan bagian dari bangunan di atasnya
maupun jalur khusus pejalan kaki yang berada di bawah permukaan tanah.

52
f. Ruang Pejalan Kaki di Atas Tanah (Elevated)
NOTE:
 Pembahasan rencana pengembangan jaringan pergerakan (darat, udara,
air) dapat didetailkan berdasarkan karakter wilayah perencanaan. Contoh:
rencana simpul-simpul transportasi darat (terminal, halte), laut (dermaga,
pelabuhan), udara (bandara).
 Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan Jalan, Peta Rencana
Pengembangan Fasilitas Transportasi, dan Peta Rencana Jalur Pejalan Kaki
dapat dilihat di bagian lampiran.

2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi

merupakan penjabaran dari jaringan distribusi dan pengembangannya


berdasarkan prakiraan kebutuhan energi/kelistrikan di BWP yang termuat
dalam RTRW, yang terdiri atas:

a. jaringan subtransmisi yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik


dari sumber daya besar (pembangkit) menuju jaringan distribusi
primer (gardu induk) yangterletak di BWP (jika ada)
b. jaringan distribusi primer (jaringan SUTUT, SUTET, dan SUTT) yang berfungsi
untuk menyalurkan daya listrik dari jaringan subtransmisi menuju
jaringan distribusi sekunder, yang dilengkapi dengan infrastruktur
pendukung yaitu:
 gardu induk yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari
jaringan subtransmisi (70-500 kv) menjadi tegangan menengah (20
kv)
 gardu hubung yang berfungsi untuk membagi daya listrik dari
gardu induk menuju gardu distribusi
c. jaringan distribusi sekunder yang berfungsi untuk menyalurkan atau
menghubungkan daya listrik tegangan rendah ke konsumen, yang
dilengkapi dengan infrastruktur pendukung berupa gardu distribusi
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan primer (20 kv) menjadi
tegangan sekunder (220 v /380 v).

53
CONTOH PERUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN ENERGI

PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK WILAYAH PERENCANAAN

NOTE:
Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan Energi/Listrik dapat dilihat di bagian
lampiran

3. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi terdiri atas :

a. rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi yang


berupa penetapan lokasi pusat automatisasi sambungan
telepon
b. rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon kabel
yang berupa penetapan lokasi stasiun telepon otomat, rumah
kabel, dan kotak pembagi
c. rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel
yang berupa penetapan lokasi menara telekomunikasi termasuk
menara Base Transceiver Station (BTS)
d. rencana pengembangan sistem televisi kabel termasuk
penetapan lokasi stasiun transmisi
e. rencana penyediaan jaringan serat optikrencana peningkatan
pelayanan jaringan telekomunikasi.

54
CONTOH RUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN TELEKOMUNIKASI

PROYEKSI TELEKOMUNIKASI WILAYAH PERENCANAAN

NOTE:
Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan telekomunikasi dapat dilihat di
bagian lampiran

4. Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum

Rencana pengembangan jaringan air minum berupa rencana


kebutuhan dan sistem penyediaan air minum, yang terdiri atas:

a. sistem penyediaan air minum wilayah kabupaten/kota yang


mencakup sistem jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan
b. bangunan pengambil air baku
c. pipa transmisi air baku dan instalasi produksi
d. pipa unit distribusi hingga persil;
e. bangunan penunjang dan bangunan pelengkap bak
penampung.

55
CONTOH PERUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN AIR MINUM
PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH WILAYAH PERENCANAAN

NOTE:
Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum dapat dilihat di
bagian lampiran

5. Rencana Pengembangan Drainase

Rencana pengembangan jaringan drainase terdiri atas:

a. sistem jaringan drainase yang berfungsi untuk mencegah


genangan
b. rencana kebutuhan sistem jaringan drainase yang meliputi
rencana jaringan primer, sekunder, tersier, dan lingkungan di BWP

*Dalam hal kondisi topografi di BWP berpotensi terjadi genangan, maka perlu
dibuatkolam retensi, sistem pemompaan, dan pintu air

6. RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN AIR LIMBAH

Jaringan air limbah meliputi sistem pembuangan air limbah setempat


(onsite) dan/atau terpusat (offsite). Sistem pembuangan air limbah
setempat, terdiri atas:

a. bak septik (septic tank)

b. instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) Sistem pembuangan air


limbah terpusat, terdiri atas:

c. seluruh saluran pembuangan; dan

d. bangunan pengolahan air limbah

56
CONTOH PERUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN AIR LIMBAH

PROYEKSI PENGELOLAAN AIR LIMBAH WILAYAH PERENCANAAN

NOTE:
Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah dapat dilihat di
bagian lampiran

7. Rencana Pengembangan Prasarana Lainnya

Perumusan rencana jaringan prasarana lainnya direncanakan sesuai


kebutuhan pengembangan BWP,sebagai contoh BWP yang berada
pada kawasan rawan bencana dianjurkan merumuskan rencana
evakuasi bencana yang meliputi rencana jalur dan tempat evakuasi
yangterintegrasi baik untuk skala kabupaten/kota, kawasan, maupun
lingkungan

57
CONTOH PERUMUSAN RENCANA PENGEMBANGAN
JARINGAN PERSAMPAHAN
PROYEKSI TIMBUNAN SAMPAH WILAYAH PERENCANAAN

Note

Contoh Peta Rencana Pengembangan Jaringan Persampahan dan Peta


Rencana Jalur Evakuasi Bencana dapat dilihat di bagian lampira

3.1.5 SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA

PENETAPAN SUB BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan

upaya dalam rangka operasionalisasi rencana tata ruang yang


diwujudkan ke dalam rencana penanganan Sub BWP yang diprioritaskan

Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya merupakan lokasi

pelaksanaan salah satu program prioritas dari RDTR.

Tujuan Penetapan Sub BWP untuk mengembangkan, melestarikan,

melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan


pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang
bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan Sub BWP
lainnya.

58
Fungsi Penetapan Sub BWP

a. dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis pembangunan sektoral;


dan

b. dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program prioritas


RDTR.

Penetapan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan


berdasarkan:

a. tujuan penataan BWP;

b. nilai penting Sub BWP yang akan ditetapkan;

c. kondisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan Sub BWP yang akan


ditetapkan;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup BWP; dan

e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Kriteria Penetapan Sub BWP :

a. merupakan faktor kunci yang mendukung perwujudan rencana


pola ruang dan rencana jaringan prasarana, serta pelaksanaan
peraturan zonasi di BWP;
b. mendukung tercapainya agenda pembangunan dan
pengembangan kawasan;
c. merupakan Sub BWP yang memiliki nilai penting dari sudut
kepentingan ekonomi, sosial-budaya, pendayagunaan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup, dan/atau memiliki nilai penting lainnya yang
sesuai dengan kepentingan pembangunan BWP; dan/atau
d. merupakan Sub BWP yang dinilai perlu dikembangkan, diperbaiki,
dilestarikan, dan/atau direvitalisasi agar dapat mencapai standar
tertentu berdasarkan pertimbangan ekonomi, sosial-budaya,
dan/atau lingkungan.

59
Muatan bagian penetapan sub BWP yang diprioritaskan terdiri dari 2 sub
besar, meliputi

1. Lokasi Sub BWP yang di :prioritaskan penanganannya digambarkan


dalam peta. Lokasi tersebut dapat meliputi seluruh wilayah Sub BWP
yang ditentukan, atau dapat juga meliputi sebagian saja dari wilayah
Sub BWP tersebut. Batas delineasi lokasi Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya ditetapkan dengan mempertimbangkan:

 batas fisik, seperti blok dan subblok;


 fungsi kawasan, seperti zona dan subzona;
 wilayah administratif, seperti RT, RW, desa/kelurahan, dan
kecamatan;
 penentuan secara kultural tradisional, seperti kampung, desa adat,
gampong, dan nagari;
 kesatuan karakteristik tematik, seperti kawasan kota lama,
lingkungan sentra perindustrian rakyat, kawasan sentra pendidikan,
kawasan perkampungan tertentu, dan kawasan permukiman
tradisional; dan
 jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat,
kawasan terbangun yang memerlukan penataan, kawasan
dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan kawasan gabungan
atau campuran.
2. Tema Penanganan

Tema penanganan adalah program utama untuk setiap lokasi. Tema


penanganan Sub BWP yang diprioritaskan terdiri atas:

a.Perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan, contohnya melalui


penataan lingkungan permukiman kumuh (perbaikan kampung), dan
penataan lingkungan permukiman nelayan;
b.Pengembangan kembali prasarana, sarana, dan blok/kawasan,
contohnya melalui peremajaan kawasan, pengembangan
kawasan terpadu, serta rehabilitasi dan rekonstruksi kawasan
pascabencana;

60
c. Pembangunan baru prasarana, sarana, dan blok/kawasan,
contohnya melalui pembangunan kawasan permukiman (kawasan
siap bangun/lingkungan siap bangun-berdiri sendiri),
pembangunan kawasan terpadu, pembangunan desa
agropolitan, pembangunan kawasan perbatasan; dan/atau
d.Pelestarian/pelindungan blok/kawasan, contohnya melalui
pelestarian kawasan, konservasi kawasan, dan revitalisasi kawasan.

3.1.6 Ketentuan Pemanfaatan Ruang

Ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam RDTR merupakan upaya

mewujudkan RDTR dalam bentuk program pengembangan BWP dalam


jangka waktu perencanaan 5 (lima) tahunan sampai akhir tahun masa
perencanaan sebagaimana diatur dalam pedoman ini.

Program dalam ketentuan pemanfaatan ruang meliputi:


1. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas
2. Lokasi
3. Besaran
4. Sumber Pendanaan
5. Instansi Pelaksana
6. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

FUNGSI sebagai

1. dasar pemerintah dan masyarakat dalam pemrograman investasi


pengembangan BWP
2. arahan untuk sektor dalam penyusunan program
3. dasar estimasi kebutuhan pembiayaan dalam jangka waktu
tahunan dan penyusunan program tahunan untuk setiap jangka 5
tahun
4. acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi.

61
DASAR PERUMUSAN:

1. rencana pola ruang dan jaringan prasarana


2. ketersediaan sumber daya dan sumber dana pembangunan
3. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang
ditetapkan
4. masukan dan kesepakatan dengan para investor
5. prioritas pengembangan BWP dan pentahapan rencana
pelaksanaan program sesuai dengan RPJP daerah dan RPJM
daerah, serta rencana terpadu dan program investasi infrastruktur
jangka menengah

KRITERIA PERUMUSAN:

1. mendukung perwujudan rencana pola ruang dan jaringan


prasarana di BWP serta perwujudan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya
2. mendukung program penataan ruang wilayah kabupaten/kota
3. realistis, objektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka
waktu perencanaan
4. konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun
5. terjaganya sinkronisasi antarprogram dalam satu kerangka
program terpadu pengembangan wilayah kabupaten/kota

1. Program Pemanfaatan Ruang Prioritas

Merupakan program-program pengembangan BWP yang


diindikasikan memiliki bobot tinggi berdasarkan tingkat kepentingan
atau diprioritaskan dan memiliki nilai strategis untuk mewujudkan
rencana pola ruang dan rencana jaringan prasarana di BWP sesuai
tujuan penataan BWP.

Program pemanfaatan ruang dapat memuat kelompok program,


meliputi :

1. Program perwujudan rencana pola ruang di BWP, meliputi:

62
2. perwujudan zona lindung pada BWP termasuk didalam
pemenuhan kebutuhan RTH
3. perwujudan zona budi daya pada BWP yang terdiri atas:
a) Perwujudan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di
BWP
b) Perwujudan ketentuan pemanfaatan ruang untuk setiap
jenis pola ruang;
c) perwujudan intensitas pemanfaatan ruang blok; dan/atau
d) perwujudan tata bangunan.
4. Program perwujudan rencana jaringan prasarana di BWP yang
meliputi:
a) perwujudan pusat pelayanan kegiatan di BWP
b) perwujudan sistem jaringan prasarana untuk BWP, yang
mencakup sistem prasarana nasional dan wilayah/regional
di dalam BWP yang terdiri atas :
i. perwujudan sistem jaringan pergerakan
ii. perwujudan sistem jaringan energi/listrik
iii. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi
iv. perwujudan sistem jaringan air minum
v. perwujudan sistem jaringan drainase
vi. perwujudan sistem jaringan air limbah
vii. perwujudan sistem jaringan prasarana
viii. lainnya
5. program perwujudan penetapan Sub BWP yang diprioritaskan
penanganannya yang terdiri atas:
a) perbaikan prasarana, sarana, dan blok/kawasan;
b) pembangunan baru prasarana, sarana, dan
blok/kawasan
c) pengembangan kembali prasarana, sarana, dan
blok/kawasan
d) pelestarian/pelindungan blok/kawasan.
6. program perwujudan ketahanan terhadap perubahan iklim,
dapat sebagai kelompok program tersendiri atau menjadi

63
bagian dari kelompok program lainnya, disesuaikan
berdasarkan kebutuhannya.
2. Lokasi

Lokasi merupakan tempat dimana usulan program akan


dilaksanakan.

3. Besaran

Besaran merupakan perkiraan jumlah satuan masing-masing usulan


program prioritas pengembangan wilayah yang akan dilaksanakan.

4. Sumber Pendanaan

Sumber pendanaan dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota, APBD provinsi, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), swasta, dan/atau
masyarakat.

5. Instansi Pelaksana

Instansi pelaksana merupakan pihak-pihak pelaksana program


prioritas yang meliputi pemerintah seperti satuan kerja perangkat
daerah (SKPD), dinas teknis terkait, dan/atau kementerian/lembaga,
swasta, dan/atau masyarakat.

6. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

Program direncanakan dalam kurun waktu perencanaan 20 (dua


puluh) tahun yang dirinci setiap 5 (lima) tahunan dan masing-masing
program mempunyai durasi pelaksanaan yang bervariasi sesuai
kebutuhan. Penyusunan program prioritas disesuaikan dengan
pentahapan jangka waktu 5 tahunan RPJP daerah kabupaten/kota.

64
Contoh Arahan Pemanfaatan Ruang
CARA MENGISI TABEL INDIKASI PROGRAM PRIORITAS

 Penentuan penamaan substansi program utama  Program/kegiatan memiliki status dan fungsi  Kewenangan pelaksanaan
PERMENDAGRI NO.13 menjadi tanggung jawab pemerintah
harus disesuaikan dengan suatu program/kegiatan
pusat
TAHUN 2006 tentang Pedoman Pengelolaan dapat didasarkan dari sumber
Keuangan Daerah.  Kegiatan khusus yang diusulkan daerah dan
dana yang digunakan
memiliki kepentingan prioritas nasional dapat
 Detail jenis program dan kegiatan dapat dilihat pada mengusulkan sharing sumber dana dari APBN  Pembagian kegiatan yang
Lampiran A.VII Permendagri No.13 Tahun 2006 selain APBD
menjadi kewenangan
 Apabila jenis kegiatan tidak terdapat dalam ketentuan  Kegiatan khusus kemitraan yang diusulkan pemerintah daerah dapat
tersebut, maka dapat dimasukkan ke rekening lainnya daerah dapat mengusulkan sharingsumber
dana dengan pihak swasta yang terkait.
UU
dilihat lebih detail pada

 Ketentuan penggunaan sumber dana dapat


No.32 Tahun 2004 tentang
didasarkan pada kepentingan dan lingkup Pemerintah Daerah
penangananya
65
3.2 MUATAN PERATURAN ZONASI
Modul pelatihan peraturan zonasi berisi informasi mengenai penyusunan
peraturan zonasi, dari pengertian hingga teknis proses penyusunannya.
Pembahasan modul dibagi ke dalam lima bagian utama, yaitu:
1. Pengertian,
2. Kedudukan,
3. Fungsi dan Manfaat,
4. Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi,
5. Muatan Peraturan Zonasi dan
6. Penyusunan Peta Peraturan Zonasi.

3.2.1 Pengertian dan Tujuan

Penyusunan peraturan zonasi dilatarbelakangi oleh kondisi Rencana Umum


Tata Ruang (RTRW skala 1:1.000.000; RTRWP skala 1:250.000; RTRW Kabupaten
skala 1:100.000; RTRW Kota skala 1:10.000) yang dianggap belum operasional
sehingga sulit dijadikan rujukan untuk pengendalian pembangunan dan
pemanfaatan ruang. Begitu pula dengan Rencana Rinci Tata Ruang pada
skala nasioanl, provinsi dan kabupaten/kota (RDTRK) yang masih kurang
operasional sebagai rujukan pengendalian pembangunan bila tidak disertai
dengan aturan yang lengkap. Peraturan zonasi (Zoning Regulation) yang
merupakan perangkat pengendalian pembangunan pada skala blok dan
lazim yang digunakan di negara maju yang menganut regulatory system
sangat potensial untuk melengkapi rencana rinci tata ruang (terutama RDTR
Kota) agar lebih operasional untuk rujukan pengendalian pembangunan.
Hal ini sejalan pula dengan UU No. 26/2007 dan UU No. 7/2007 yang
mengamanatkan penyusunan Peraturan Zonasi.
Beberapa terminologi dasar mengenai peraturan zonasi beserta definisinya
dijelaskan sebagai berikut:
 Peraturan Zonasi (Zoning Regulation):
Ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona, pengaturan lebih
lanjut mengenai pemanfaatan ruang, dan prosedur pelaksanaan
pembangunan. Peraturan zonasi mencakup gabungan definisi,
standar, pernyataan, kebijakan, dan prosedur untuk memandu

66
aparat daerah dan pemilik lahan dalam pengembangan dan
pertumbuhan kota. Prinsip dasar Peraturan Zonasi adalah:
• Wilayah kota dibagi ke dalam zona-zona dengan ukuran yang
bervariasi
• Zona yang sama mempunyai aturan yang seragam (guna lahan,
intensitas, massa bangunan)
 Zoning:
Pembagian lingkungan kota kedalam zona-zona dan menetapkan
pengendalian pemanfaatan ruang/memberlakukan ketentuan
hukum yang berbeda-beda (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).
Dibeberapa negara zoning regulation dikenal juga dengan istilah:
land development code, zoning code, zoning ordinance, zoning
resolution, zoning by-law, urban code, panning act, dll
 Zona:
Kawasan atau area yang memiiki fungsi dan karakteristik
lingkungan (dan aturan) yang spesifik
Pengertian Peraturan Zonasi menurut UU No 26 Tahun 2007 adalah sebagai
berikut:
 Penjelasan umum pasal 6:
Pengaturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang
pemanfaatan persyaratan ruang dan ketentuan
pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok /zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang”
 Penjelasan pasal 36 ayat 1:
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur
pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun
untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata
ruang.

Tujuan utama peraturan zonasi ada 5, yaitu:


1. Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilakasnakan dapat
mencapai standar kualitas lokal minimum (health, safety and welfare)
2. Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak
mengganggu penghuni atau pemanfataan ruang yang telah ada.

67
3. Memelihara nilai properti
4. Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya
5. Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona
Adapun tujuan utama dari penyusunan peraturan zonasi adalah sebagai
berikut:
a. Mendeskripsikan zona penggunaan lahan yang berbeda-beda
b. Menjelaskan ketentuan aturan yang diterapkan pada setiap zona
c. Menata prosedur untuk mengadministrasikan dan mengubah
peraturan zonasi
Undang-Undang Perencanaan Ontario, Kanada menyebutkan tujuan
peraturan zonasi adalah “mengurangi kemacetan lau-lintas; menjamin
keselamatan dari kebakaran; kepanikan; dan bahaya lain; mendorong
kesehatan dan kesejateraan umum; menyediakan cahaya dan udara yang
cukup; mencegah terlalu padat; menghindarkan konsentrasi penduduk
berlebihan; menyediakan fasilitas transportasi, air bersih, saluran buangan,
sekolah, taman, dan kebutuhan publik lainnya”.
Barnett (1982) menyatakan bahwa pada awalnya Peraturan Zonasi
ditujukan untuk beberapa hal sebagai berikut:
a. Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona.
b. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar
sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sinar serta udara mencapai
bagian dalam bangunan.
Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi
kawasan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.

3.2.2 Fungsi dan Manfaat PZ

3.2.2.1 Fungsi
UU 26/2007 mengatakan bahwa fungsi peraturan zonasi ada 3, yaitu sebagai
perangkat pengendalian pemanfaatan ruang, pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang dan sebagai pelengkap dari rencana rinci tata ruang
kabupaten/kota.
1. Peraturan zonasi merupakan salah satu perangkat pengendalian
pemanfaatan ruang

68
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi (pasal 35)
2. Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang (pasal 36 ayat 2)
 Pelaksanaan rencana rinci tata ruang untuk mengoperasionalkan
rencana umum tata ruang harus tetap memenuhi batasan yang
telah diatur dalam rencana rinci dan peraturan zonasi.
 Penyempurnaan rencana rinci tata ruang berdasarkan aspirasi
masyarakat harus tetap mematuhi batasan yang telah diatur
dalam rencana rinci dan peraturan zonasi (penjelasan ps.14 ayat
1)
3. Peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci tata ruang
kabupaten/kota
Menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang
sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan
rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang (penjelasan
umum angka 6)

69
Literatur lain juga menyebutkan fungsi yang mirip dengan apa yang
disebutkan oleh UU 26/2007 sebagai berikut:
1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan
Peraturan zonasi yang lengkap dapat menjadi rujukan untuk
perizinan, penerapan insentif/disinsentif, dan penertibanpemanfaatan
ruang
2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional

70
Ketentuan dalam peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam
penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena
memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang
bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai
pada rencana yang rinci
3. Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan
Peraturan zonasi mencakup guna lahan, intensitas pembangunan,
tata bangunan, prasarana minimum, dan standar perencanaan

3.2.2.2 Manfaat
Manfaat peraturan zonasi adalah:
a. Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai
b. Meningkatkan pelayanan terhadap fasiitas yang bersifat publik
c. Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat
d. Mendorong pengembangan ekomoni
Kelebihan dari peraturan zonasi adalah Certain (pasti), predictable,
legitimate, accountable. Hanya saja, kekurangannya adalah tidak ada
yang dapat meramalkan keadaan di masa depan secara rinci, sehingga
banyak permintaan REZONING (karena itu, amandemen Peraturan Zonasi
menjadi penting).

71
3.2.3 Kedudukan Peraturan Zonasi

Secara umum pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari


sistem penataan ruang, yaitu perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Muatan pengendalian ada 4, yaitu
insentif/disinsentif, mekanisme perijinan, pengawasan dan penertiban.
Diagram penataan ruang ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 3.2 Sistem Penataan Ruang


Apabila didudukkan dalam kerangka besar penataan ruang seperti diatur
dalam UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka pengendalian
pemanfaatan ruang berada pada posisi seperti diilustrasikan pada gambar
di bawah ini.

Gambar 3.3 Lingkup Pengendalian Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007

72
Muatan pengendalian pemanfaatan ruang dituangkan ke dalam sebuah
produk perencanaan bernama peraturan zonasi. Dalam produk
perencanaan, peraturan zonasi berkedudukan sejajar dengan Rencana
Detail Tata Ruang, yaitu sebagai produk rencana dengan skala peta 1:5000.
Diagram kedudukan peraturan zonasi dalam sistem rencana tata ruang
adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4 Kedudukan Peraturan Zonasi dalam Sistem Rencana Tata


Ruang
3.2.4 Objek yang Dikendalikan

Macam objek yang dikendalikan oleh peraturan zonasi adalah:


1. Penggunaan lahan/ kegiatan:
• (Memperkecil ) konflik antarguna lahan
• (Memaksimalkan) manfaat antarguna lahan
2. Lokasi
• Kegiatan/ pembangunan
3. Waktu
• Pembangunan/redevelopment
4. Prasarana minimum
• Penyediaan jumlah prasarana yang diperlukan
5. Tampilan Lingkungan
• Struktur dan tapak bersejarah/estetik

73
• Lingkungan lama yang indah/menarik
• Keragaman dalam pembangunan baru/ redevelopment
6. Kompensasi Ekonomi
• Cara atau alat untuk mengatur kegiatan ekonomi
7. Kecukupan Rancangan fisik
• Pembangunan baru
• Pemeliharaan

3.2.5 Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi mempunyai beberapa tahapan dalam penyusunannya.


Tahap pertama dan kedua adalah penyusunan klasifikasi zonasi dan
penyusunan daftar kegiatan. Dua tahap itu dilakukan untuk mendapatkan
daftar zona dan kegiatan yang akan diatur ketentuannya dalam tahap
keempat, yaitu penyusunan aturan teknis zonasi. Sebelum menyusun aturan
teknis zonasi, terlebih dahulu dilakukan penetapan blok peruntukan. Sebagai
pelengkap, dilakukan penyusunan standar, peta zonasi, aturan pelaksanaan
dan teknik pengaturan zonasi.

74
2. Penyusunan
Daftar Kegiatan

Pendekatan: Jenis Aturan:


- Issue of - Preskriptif
Concerns - Kinerja
- Scope of
Isues

4.a. 4.b. 4.d. 4.f.


Kegiatan Intensitas Prasaran Aturan
dan Pemanfaatan a Khusu
Penggunaa Ruang s
n Lahan

5. Penyusunan 6. Pilihan Teknik


Standar Pengaturan
Zonasi

8. Penyusunan
Aturan 7. Penyusunan
Pelaksanaan Peta Zonasi

9. Penyusunan
Aturan
Dampak

11. Penyusunan
10. Peran Serta Aturan Administrasi
Masyarakat Zonasi

Gambar 3.5 Bagan Alir Proses Teknis Penyusunan Peraturan Zonasi

3.2.6 Kebutuhan Data Penyusunan Peraturan Zonasi

A. Data Sekunder
• Kebijakan terkait dengan tata ruang (kawasan yang di dorong atau
dikendalikan perkembangannya)  Teknik Pengaturan zonasi
• Standar-standar terkait pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang

75
– Standar perencanaan
– Standar design
• Peraturan sektoral:
– KKOP,
– Fasilitas pejalan kaki, jaringan jalan, menara,
– kawasan industri,
– perumahan dan permukiman,
– cagar budaya,
– pariwisata,
– Bangunan
– Lingkungan
• Proses dan prosedur pembangunan (perizinan dll)
• Studi-studi terkait karakteristik kawasan
B. Data Primer
• Konflik pemanfaatan ruang
• Dampak suatu kegiatan dalam suatu zona/Sub Zona
• Persepsi dan preferensi stakholder
• Observasi teknis pemanfaatan ruang (Intensitas, tata bangunan,
obyek khusus pemanfaatan ruang dll)

Tata Cara Mengkaji Dampak Kegitan Pada Suatu Jenis Guna Lahan

1. Kajian dampak suatu kegiatan yang berlokasi pada zona tertentu sangat
penting dalam merumuskan aturan dasar dan teknik pengaturan zonasi.
2. Diperlukan tenaga ahli perencana/penyusun peraturan zonasi yang
bukan fresh graduated, namun harus yang sudah mempunyai jam
terbang tinggi.
3. Perlengkapan:
 Peta Kerja
 Kamera.
 Form survei.
 Dll
 Peta foto udara  akan sangat membantu untuk mengidentifikasi
karakter lingkungan.

76
Identifikasi Identifikasi Identifikasi Aturan Zona/Land
Karakteristik Kelompok Sub Zona Use [I, B,T/X]
Kegiatan Zona

Aturan:
Pembagian Daftar - Intensitas
Kelompok Kegiatan - Bangunan
Survey - Prasarana
- Khusus.

Standar

Zoning Map

OBSERVASI
LAPANGAN

Masukan Masukan
Untuk Zoning untuk Zoning
Map Text

Dominasi Keragaman fungsi


Guna Lahan Dampak kegiatan
Kesesuaian fungsi, dll
RDTRK,
dll Klasifikasi
LU RTRW
PETA ZONASI:
ZONING TEXT: Standar
Full block
Mixed block Klasifikasi ,deskripsi
& hirarkhi Zona, &
subzona
Daftar kegiatan
Syarat kegiatan

Observasi Lapangan

77
Form Identifikasi Guna Lahan dan Kegiatan Pelatihan Zoning Regulation, Semarang 13-17 Oktober 2008
Hari/tanggal : ______________________________________________
Lokasi Survai : ______________________________________________

No Fungsi Dominan Data Fisik Kegiatan/Pemanfaatan Ruang Dampak/Gangguan Keterangan


Umum Aksesoris penilaian
perumahan/komersil Rumah warung/praktek On-street compatible/tidak dg fungsi dominan;
/industri/fasos/fasum tunggal/deret/susun/ dokter/salon/fc/warnet/ park ing /macet/bising/kumuh perlu parkir/pembvatasan waktu
/militer/RTH/dll retail/Ruko/rukan/dll air isi ulang/dll /bau/buruk/ dll operasi/dll
1 _________________ Jl. ………………….. No. _____ 1. _____________ a. ________________
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : _______
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : _______
KDB : _______
KLB : _______
Kapasitas Parkir di Persil : _______
Koefisien Lantai Basement (KLB) : _______
2 _________________ Jl. ………………….. No. _____ 1. _____________ a. ________________
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : _______
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : _______
KDB : _______
KLB : _______
Kapasitas Parkir di Persil : _______
Koefisien Lantai Basement (KLB) : _______
3 _________________ Jl. ………………….. No. _____ 1. _____________ a. ________________
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : _______
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : _______
KDB : _______
KLB : _______
Kapasitas Parkir di Persil : _______
Koefisien Lantai Basement (KLB) : _______
4 _________________ Jl. ………………….. No. _____ 1. _____________ a. ________________
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : _______
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : _______
KDB : _______
KLB : _______
Kapasitas Parkir di Persil : _______
Koefisien Lantai Basement (KLB) : _______

Form Identifikasi Guna Lahan dan Kegiatan Pelatihan Zoning Regulation, Surabaya 1-5 Desember 2008
Hari/tanggal :
Lokasi Survai :

No Fungsi Dominan Data Fisik Kegiatan/Pemanfaatan Ruang Dampak/Gangguan Keterangan


Umum Aksesoris penilaian
perumahan/komersil/ Rumah warung/praktek On-street compatible/tidak dg fungsi dominan;
industri/fasos/fasum/ tunggal/deret/susun/r dokter/salon/fc/warnet/ parking /macet/bising/kumuh/ perlu parkir/pembatasan waktu
militer/RTH/dll etail/Ruko/rukan/dll air isi ulang/dll bau/buruk/ dll operasi/dll
1 Jl. No. a. -
Perkiraan Luas Persil (m²)
_________________ Jumlah Lantai Bangunan
KDB
KLB
Kapasitas Parkir di Persil
Koefisien Lantai Basement (KLB)
2 Jl. No. a. -
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²)
_________________ Jumlah Lantai Bangunan
KDB
KLB
Kapasitas Parkir di Persil
Koefisien Lantai Basement (KLB)

Form Identifikasi Guna Lahan dan Kegiatan Pelatihan Zoning Regulation, Semarang 13-17 Oktober 2008
Hari/tanggal : Rabu/15 Oktober 2008
Lokasi Survai : Jalan Pandanaran, Sub-blok P3

No Fungsi Dominan Data Fisik Kegiatan/Pemanfaatan Ruang Dampak/Gangguan Keterangan


Umum Aksesoris penilaian
perumahan/komersil/ Rumah warung/praktek On-street compatible/tidak dg fungsi dominan;
industri/fasos/fasum/ tunggal/deret/susun/r dokter/salon/fc/warnet/ parking /macet/bising/kumuh/ perlu parkir/pembatasan waktu
militer/RTH/dll etail/Ruko/rukan/dll air isi ulang/dll bau/buruk/ dll operasi/dll
1 Perdagangan dan Jl. Pandanaran No. 01 1. Kantor a. - on street parking compatible dengan fungsi dominan
home industri Perkiraan Luas Persil (m²) : 12,5x15 macet perlu penyediaan tempat parkir
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : 3 lt
KDB : 80%
KLB : 2.4
Kapasitas Parkir di Persil :-
Koefisien Lantai Basement (KLB) :-
2 Jl. Pandanaran No. 02 1. Industri rumahan a. - on street parking compatible dengan fungsi dominan
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : 25x30 yang dilengkapi memberikan limbah buangan harus ada pengendalian pembuang-
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : 2 lt dengan outlet. ke kawasan sekitar. an limbah.
KDB : 90% macet perlu penyediaan tempat parkir
KLB : 1,8
Kapasitas Parkir di Persil :-
Koefisien Lantai Basement (KLB) :-
3 Jl. Pandanaran No. 03 1. Industri rumahan a. - on street parking compatible dengan fungsi dominan
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : 12,5x30 yang dilengkapi memberikan limbah buangan harus ada pengendalian pembuang-
_________________ Jumlah Lantai Bangunan :2 dengan outlet. ke kawasan sekitar. an limbah.
KDB : 85% macet perlu penyediaan tempat parkir
KLB : 1,7
Kapasitas Parkir di Persil :-
Koefisien Lantai Basement (KLB) :-

78
Form Identifikasi Guna Lahan dan Kegiatan Pelatihan Zoning Regulation, Semarang 13-17 Oktober 2008
Hari/tanggal : Rabu/15 Oktober 2008
Lokasi Survai : Jalan Pandanaran, Sub-blok P5

No Fungsi Dominan Data Fisik Kegiatan/Pemanfaatan Ruang Dampak/Gangguan Keterangan


Umum Aksesoris penilaian
perumahan/komersil/ Rumah warung/praktek On-street compatible/tidak dg fungsi dominan;
industri/fasos/fasum/ tunggal/deret/susun/r dokter/salon/fc/warnet/air parking /macet/bising/kumuh/ perlu parkir/pembatasan waktu
militer/RTH/dll etail/Ruko/rukan/dll isi ulang/dll bau/buruk/ dll operasi/dll

1 Hunian Jl. Pandanaran No. 01 1. Rumah deret a. Warung on street parking compatible dengan fungsi dominan
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : 30x60 b. Warnet macet perlu penyediaan tempat parkir
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : 1-2 lt c. Praktek Dokter kumuh perlu perbaikan drainase
KDB : 85% d. Industri Mie perlu pembatasan jenis kegiatan
KLB : _______ aksesoris agar tidak menimbulkan
Kapasitas Parkir di Persil :- eksternalitas negatif
Koefisien Lantai Basement (KLB) :-

Form Identifikasi Guna Lahan dan Kegiatan Pelatihan Zoning Regulation, Semarang 13-17 Oktober 2008
Hari/tanggal : Rabu/15 Oktober 2008
Lokasi Survai : Jalan Pandanaran, Sub-blok P4

No Fungsi Dominan Data Fisik Kegiatan/Pemanfaatan Ruang Dampak/Gangguan Keterangan


Umum Aksesoris penilaian
perumahan/komersil/ Rumah warung/praktek On-street compatible/tidak dg fungsi dominan;
industri/fasos/fasum/ tunggal/deret/susun/r dokter/salon/fc/warnet/air parking /macet/bising/kumuh/ perlu parkir/pembatasan waktu
militer/RTH/dll etail/Ruko/rukan/dll isi ulang/dll bau/buruk/ dll operasi/dll

1 Campuran Jl. Pandanaran No. 01 1. Rumah deret a. Warung kumuh compatible dengan fungsi dominan
_________________ Perkiraan Luas Persil (m²) : 135x30 b. Warnet bau perlu penyediaan tempat parkir
_________________ Jumlah Lantai Bangunan : 1 lt c. Kost-an perlu perbaikan drainase
KDB : 85% d. laundry perlu pembatasan jenis kegiatan
KLB : _______ e. Pendukung kegiatan aksesoris agar tidak menimbulkan
Kapasitas Parkir di Persil :- industri eksternalitas negatif
Koefisien Lantai Basement (KLB) :-

Contoh Form Survey

3.2.7 Penyusunan Klasifikasi Zonasi

Definisi Klasifikaso Zona :


Jenis dan hirarki zona yang disusun berdasarkan kajian teoritis, kajian
perbandingan, maupun kajian empirik untuk digunakan di daerah yang
disusun Peraturan Zonasinya.
Merupakan perampatan (generalisasi) dari kegiatan atau penggunaan
lahan yang mempunyai karakter dan/atau dampak yang sejenis atau yang
relatif sama.
Secara umum tujuan dari penyusunan klasifikasi zonasi adalah untuk:
 Menetapkan zonasi yang akan dikembangkan pada suatu wilayah
perkotaan;
 Menyusun hirarki zonasi berdasarkan tingkat gangguannya
Penentuan klasifikasi zona di Kawasan Perkotaan dilakukan dengan melalui
beberapa pertimbangan berdasarkan aspek spasial dan non-spasial. Dasar
pertimbangan yang digunakan dalam penentuan klasifikasi zona untuk
kawasan perkotaan adalah sebagai berikut.
 Kemampuan fisik lahan untuk menampung dan mendukung
perkembangan aktivitas yang ada, terutama yang terkait dengan
ketersediaan sumber daya alam (air bersih, kemampuan lingkungan
secara alami menetralisir polusi, dan sebagainya)
 Karakteristik fisik dari tiap-tiap kegiatan

79
 Kedekatan fungsional dari aktivitas yang ada dan yang akan
dikembangkan
 Kegiatan yang telah berkembang di Kabupaten atau kawasan
perkotaan;
 Kemudahan pengaturan pengendalian namun masih memberikan
ruang fleksibilitas bagi penduduk, pelaku ekonomi dan dunia usaha.
Ketentuan dalam penamaan kode zonasi adalah:
 Setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang
dimaksud.
 Pengkodean zonasi dapat merujuk pada kode zonasi di lampiran.
 Nama kode zonasi diupayakan bersifat universal seperti yang banyak
digunakan di luar negeri

Contoh Pemilihan Klasifikasi Zona


Hirarkhi 1 Hirarkhi 2 Hirarkhi 3 Hirarkhi 4-1 atau Hirarkhi
Lindung Lindung setempat 4-2
Cagar Budaya
Budidaya Permukiman Perkotaan Perumahan Rumah Tinggal Rendah Rumah
tunggal
Rumah Susun Rendah Rumah kopel
Rumah Susun Tinggi Rumah susun
Komersil Komersil Lingkungan Perdagangan
Komersil WIlayah Jasa
Komersil Kota Akomodasi
Komersil Regional Hiburan
Industri Industri Polutif
Industri non-polutif
Dst…

Tabel 3-1 Contoh pengkodean dalam peraturan zonasi:


No Kode Klasifikasi Zona
Zona Lindung
I PS Zona Perlindungan Setempat
1 PS-1 Sempadan Sungai
II SC Zona Suaka Alam Dan Cagar Budaya
1 SC-1 Cagar Budaya
II RTH Zona Ruang Terbuka Hijau
1 RTH-1 Hutan Kota
2 RTH-2 Taman Kota
3 RTH-3 Tempat Pemakaman Umum
Zona Budidaya
III R Zona Perumahan
1 R-3 Rumah kepadatan sedang

80
No Kode Klasifikasi Zona
2 R-4 Rumah kepadatan rendah
IV K Zona Perdagangan dan Jasa
1 K-1 Perdagangan dan Jasa Tunggal
2 K-2 Perdagangan dan Jasa Deret
V C Zona Campuran
1 C-1 Perumahan Dan Perdagangan
2 C-2 Perkantoran Dan Perdagangan
VI KT Zona Perkantoran
1 KT-1 Pemerintah
VII I Zona Industri
VIII SPU Zona Sarana Pelayanan Umum
1 SPU-1 Pendidikan
2 SPU-2 Transportasi
3 SPU-3 Kesehatan
4 SPU-4 Olahraga
5 SPU-5 Sosial Budaya
5 SPU-6 Peribadatan
IX PL Zona Peruntukan Lainnya
1 PL-1 Pertanian
X KH Zona Khusus
1 KH-1 Hankam
2 KH-2 Instalasi Pengolahan Air (IPA)
3 KH-3 Pusat Agrowisata

Konsekuensi & Aturan


Rumah tinggal (R2)

Dulu rumah tinggal


Dominasi Rumah tinggal Komersil (K4) Konsekuensi & Aturan
Cenderung kegiatan komersial Komersil (K4)
Banyak gangguan dr komersil
Pras komersil kurang
RTR untuk mixed-use

81
3.2.8 Penyusunan Daftar Kegiatan

Daftar kegiatan disusun selengkap mungkin dengan pertimbangan sebagai


berikut:
a. Merujuk pada daftar kegiatan yang ada, yang telah disusun
berdasarkan:
 Kajian literatur, peraturan-perundangan, dan perbandingan dari
berbagai contoh
 Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar pelayanan
yang berlaku (misalnya standar Dept. PU)
b. Menambah/melengkapi daftar kegiatan dengan
mempertimbangkan
 Jenis kegiatan dan jenis penggunaan lahan yang sudah
berkembang pada daerah yang akan disusun Peraturan
Zonasinya (kajian/pengamatan empiris)
 Jenis kegiatan spesifik yang ada di daerah yang disusun Peraturan
Zonasinya yang belum terdaftar
 Jenis kegiatan yang prospektif berkembang di daerah yang akan
disusun Peraturan Zonasinya
c. Menghapuskan kegiatan yang tidak terdapat di daerah dari daftar
kegiatan dan tidak direncanakan untuk ada
Daftar kegiatan yang akan disusun berdasarkan pertimbangan sebagai
berikut:
1. Jenis kegiatan yang ada di Kawasan Perkotaan;
2. Jenis kegiatan yang akan dan prosfektif untuk di kembangkan di lihat dari
kecenderungan berkembangnya jenis kegiatan tersebut;
3. Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar pelayanan yang
berlaku.

Tabel 3-2 Contoh Daftar Kegiatan Dalam Peraturan zonasi :

ZONA ZONA
No No
Kegiatan Kegiatan
A Perumahan C Perkantoran
1 Rumah Tunggal 1 Kantor Pemerintahan Pusat
2 Rumah Kopel 2 Kantor Pemerintahan Provinsi
3 Rumah Deret 3 Kantor Pemerintahan Kabupaten
4 Rumah Susun 4 Kantor Kecamatan

82
ZONA ZONA
No No
Kegiatan Kegiatan
5 Asrama 5 Kantor Kelurahan
6 Rumah Kost 6 Polda
7 Panti Jompo 7 Polrestabes
8 Panti Asuhan 8 Polsek
9 Guest House 9 Kodam
10 Paviliun 10 Koramil
11 Rumah Dinas 11 Kantor swasta
12 Apartemen / Rumah Susun D Industri
13 Rumah Adat 1 Makanan/Minuman
B Perdagangan dan jasa 2 Tekstil
1 Ruko 3 Pengolahan Pertanian
2 Warung 4 Pakan Ternak
3 Toko 5 Penyamakan Kulit
4 Pasar Tradisional 6 Pengolahan Daging
5 Pasar Lingkungan 7 Pakaian jadi
6 Penyaluran Grosir 8 Pengemasan Barang
7 Pusat Perbelanjaan 9 Kayu
8 Supermarket 10 Publikasi dan Percetakan
9 Mall 11 Mesin dan Peralatan
10 Plaza 12 Mesin Perkantoran
Mesin dan perlengkapan
11 Bahan Bangunan dan Perkakas 13 elektronik
12 Makanan dan Minuman 14 Peralatan medis dan instrumen
13 Peralatan Rumah Tangga 15 Alat-alat kendaraan bermotor
14 Hewan Peliharaan 16 Furniture dan manufaktur
15 Alat dan Bahan Farmasi 17 Daur ulang
16 Pakaian dan Aksesoris 18 Polutan
17 Peralatan dan Pasokan Pertanian 19 Non polutan
18 Tanaman E Sarana Pelayanan Umum
19 Kendaraan Bermotor dan Perlengkapannya Pendidikan
20 Jasa Bangunan 1 TK
21 Jasa Lembaga Keuangan 2 SD
22 Jasa Komunikasi 3 SMP
23 Jasa Pemakaman 4 SMU/SMK
24 Pusat Riset dan Pengembangan IPTEK 5 Perguruan tinggi/Akademi
25 Perawatan/ Perbaikan/ Renovasi Barang Kesehatan
27 SPBU 1 RS tipe C
28 Pertamini 2 RS Bersalin
29 Jasa Penyediaan Ruang Pertemuan 3 Puskesmas Rawat Inap
30 Jasa Penyediaan Makanan dan Minuman 4 RS Gawat Darurat
31 Jasa Travel dan Pengiriman Barang 5 Laboratorium kesehatan
32 Jasa Pemasaran Properti 6 Puskesmas
33 Jasa Perkantoran/ Bisnis lainnya 7 Puskesmas Pembantu
34 Taman Hiburan 8 Posyandu
35 Taman Perkemahan 9 Balai Pengobatan
36 Bisnis Lapangan Olahraga 10 Pos Kesehatan
37 Studio Keterampilan 11 Dokter umum
38 Panti Pijat 12 Dokter spesialis
39 Hiburan dewasa lainnya 13 Bidan
40 Teater 14 Poliklinik
41 Bioskop Olahraga/ Rekreasi
42 Restoran 1 Lapangan OR
43 Penginapan hotel 2 Gelanggang OR
44 Penginapan losmen 3 Gedung OR
45 Cottage 4 Stadion
46 Salon Peribadatan
47 Laundry 1 Masjid

83
ZONA ZONA
No No
Kegiatan Kegiatan
48 Penitipan Anak 2 Gereja
F RTH 3 Pura
1 Hutan Kota 4 Vihara
2 Jalur hijau dan pulau jalan 5 Kelenteng
3 Taman kota 6 Langgar/mushola
4 TPU Bina Sosial
5 Sempadan / Penyangga 1 Gedung Pertemuan Lingkungan
6 Pekarangan Gedung Pertemuan Kota
G Ruang Terbuka Non Hijau 2 Gedung serba guna
1 Lapangan 3 Balai pertemuan dan Pameran
2 Plaza 4 Pusat informasi lingkungan
3 Tempat Parkir 5 Lembaga sosial/organisasi
4 Taman bermain dan rekreasi Transportasi
5 Trotoar 1 Terminal tipe C
H Peruntukan Lainnya 2 Stasiun Kereta
1 Hortikultura 3 Dry Port / Gudang Peti Kemas
2 Kolam 4 Lapangan parkir umum
3 Perkebunan agrobisnis
4 Lapangan penggembalaan
Pemerahan susu
6 Kandang hewan
7 Pengambilan air tanah
8 Wisata alam
9 Wisata buatan
10 Wisata budaya
I Peruntukan Khusus
1 TPS
2 Daur ulang sampah
3 Pengolahan sampah/limbah
4 Penimbunan barang bekas
5 Rumah pompa
6 Pembangkit listrik
7 Pengolahan Air Bersih
8 Pengolahan Limbah

3.2.9 Penetapan/Deliniasi Blok Peruntukan

Definisi :
Sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang
nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara
tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), maupun yang belum nyata
(rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis
sesuai dengan rencana kota). Blok peruntukan dibatasi oleh batasan fisik
yang nyata maupun yang belum nyata.
Batas Blok Peruntukan yang nyata :
• jaringan jalan,
• sungai,
• selokan,

84
• saluran irigasi,
• saluran udara tegangan (ekstra) tinggi,
• garis pantai, dll.
Batas blok peruntukan yang belum nyata :
• rencana jaringan jalan,
• rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kota, dan rencana sektoral lainnya.
Blok peruntukan perlu diberi nomor blok  memudahkan referensi. Nomor
blok peruntukan dapat didasarkan pada kode pos (berdasarkan
kelurahan/desa) diikuti dengan 3 digit nomor blok

Untuk memudahkan penomoran blok dan mengintegrasikannya dengan


daerah administrasi, maka nomor blok peruntukan dapat didasarkan pada
kode pos (berdasarkan kelurahan/desa) diikuti dengan 3 digit nomor blok.
Nomor blok = [kode pos]-[3 digit angka].[huruf]
Contoh nomor blok: Blok 40132-001, ... Blok 40132-023; Blok 40132-024... , dst.
Satu subblok dapat dipecah menjadi beberapa subblok.

Contoh Penentuan Blok Peruntukan

3.2.10 Substansi Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi terdiri dari :

85
• Zoning map  Dihasilkan dari RDTR dan TPZ (Teknis Pengaturan Zonasi)
– berisi pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan
aturan untuk tiap blok peruntukan tersebut
– menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi
lahan dan kawasan
• Zoning text/zoning statement/legal text:
– berisi aturan-aturan (= regulation)
– menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan, permitted
and conditional uses, minimum lot requirements, standar
pengembangan, administrasi pengembangan zoning
Penerapan teknik pengaturan zonasi memungkinkan PZ lebih fleksibel,
mempertimbangan ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH/KOTA, dan
KARAKTERISTIK/KONDISI SETEMPAT

PERATURAN Zoning Text/ Aturan Dasar = aturan pada setiap jenis zona [definisi zona,
Statement kualitas lokal minimum zona, ketentuan pemanfaatan ruang,
ZONASI
Intensitas, tata bangunan, prasarana minimal, khusus, standar]

Teknik Pengaturan Zonasi [mempertimbangkan konflik, kebutuhan


pengembangan dan fleksibilitas pengaturan]

•Bonus/incentive zoning •Downzoning


•Performance zoning •Upzoning
•Fiscal zoning •Design/historic preservation
•Special zoning •Overlay Zoning
•Exclusionary zoning •Floating Zoning
•Inclusionary zoning •Flood Plain Zoning
•Contract zoning •Conditional Uses
•Negotiated development •Growth Control
•TDR •Planned Unit Development
(Transfer of DEvelopment Right) dll

Zoning Map
[dimana zoning text/
statement akan Zona dan Kode
diterapkan]
Blok

Ketentuan Kelembagaan, tugas, fungsi dan kewenangan pelaksanaan


Pelaksanaan aturan dasar dan teknik pengaturan zonasi
Mekanisme diskresi [aturan multiintretasi, belum diatur
dalam PZ, keberatan masyarakat.

86
Pertimbangan Penyusunan Aturan Dasar :
1. Konflik pemanfaatan ruang (Perbedaan peruntukan dalam RTRW dan
fakta yang terjadi di lapangan)
2. Tingkat keluwesan yang dikehendaki sangat tergantung dari
bagaiman kita membuat aturan.
3. Informasi dampak suatau kegiatan dalam suatu zona/sub zona.
4. Kegiatan vs peruntukan (zona/sub zona)
5. Kemampuan dan kapasitas daerah dalam menjalankan aturan PZ,
pertimbangan side effect aturan yang akan diberlakukan sangat
penting
6. Produk peraturan terkait, standar yang dapat dijadikan rujukan.
 Peraturan perundangan yang berlaku.
 Standar-standar.
7. Rencana Tata ruang sebagai referensi sistem guna lahan, kegiatan
dan ketentuan-ketentuan teknis yang masih dapat digunakan.
8. Variasi guna lahan dan kegiatan yang pada saat ini berkembang
dan yang akan muncul dikemudian hari.
9. Aspek-aspek khusus (KKOP dsb), Kawasan Cagar Budaya.
10. Kondisi atau karakter setempat.
11. Persoalan-persoalan pemanfaatan maupun pengendalian
pemanfaatan ruang.
12. Karakter sosial budaya dan ekonomi

87
3.2.11 Muatan Peraturan Zonasi

Peraturan Zonasi (PZ) merupakan ketentuan yang mengatur tentang


persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya. Dalam
peraturan zonasi terdapat 2 materi yang dimuat meliputi:
1. Materi Wajib, yang memuat:
a. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan;
b. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang;
c. Ketentuan Tata Bangunan;
d. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimum; dan
e. Ketentuan Pelaksanaan
2. Materi pilihan, yang dapat ditambahkan di dalam peraturan zonasi,
yaitu:
a. Ketentuan Tambahan;
b. Ketentuan Khusus;
c. Standar Teknis; dan
d. Ketentuan Pengaturan Zonasi

88
89
SIMBOL DESKRIPSI

Þ Pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan.
Þ Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki

I
sifat sesuai dengan peruntukan ruang yang direncanakan.
Þ Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat melakukan peninjauan atau
pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan penggunaan
lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.

Þ Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas


Þ Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan
penggunaan lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
§ pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan
waktu beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona maupun
pembatasan jangka waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan
tertentu yang diusulkan
§ pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun
ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan

T nilai maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang


dalam peraturan zonasi
§ pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang
diusulkan telah ada mampu melayani kebutuhan, dan belum
memerlukan tambahan, maka pemanfaatan tersebut tidak boleh
diizinkan atau diizinkan terbatas dengan pertimbangan-
pertimbangan khusus.
Þ Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis
telah cukup jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah
termasuk dalam klasifikasi T.

Þ Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu


Þ Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin
atas suatu kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-

B persyaratan tertentu yang dapat berupa persyaratan umum dan


persyaratan khusus
Þ Persyaratan dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan ruang
tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya.

X Þ Pemanfaatan yang tidak diizinkan

90
Ketentuan kegiatan penggunaan lahan disusun dengan
mempertimbangkan:
1. Kesesuaian dengan definisi pemanfaatan pelengkap;
2. Kesesuaian dengan peraturan yang dapat diberlakukan pada
penggunaan tersebut dalam peruntukan tanah lain pada tipe
peruntukan tanah yang sama (ruang terbuka, hunian, komersial,
industri);
3. Kesesuaian dengan pemanfaatan ruang utama di kawasan tersebut,
dimana prosentasenya tidak boleh melebihi fungsi utama kawasan;
4. Peraturan pemanfaatan yang diatur secara terpisah yang diidentifikasi
sebagai “tidak diizinkan” pada suatu peruntukan tanah tertentu, tidak
diizinkan sebagai pemanfaatan pelengkap pada peruntukan tanah
tersebut;
5. Tidak merugikan dan/atau mengganggu kegiatan masyarakat di
sekitar kawasan tersebut;
6. Tingkat kepentingannya terhadap kebutuhan publik, dan bukan hanya
untuk keuntungan perorangan; dan
7. Pertimbangan sosial budaya dan norma dalam masyarakat setempat.
Alasan mendasar pertimbangan kompatibilitas penggunaan lahan:
• kompatibilitas penggunaan lahan harus dipandang sebagai sarana
untuk mencapai penggunaan lahan tertinggi dan terbaik.
• mencari kompatibilitas penggunaan lahan berarti mengakui bahwa
penggunaan lahan yang saling bertentangan akan menyebabkan
terjadinya konflik di masyarakat baik secara ekonomi, sosial, dan fisik-
lingkungan.
Tingkatan kompatibilitas, meliputi :
1. Kompatibel;  I (diijinkan)
2. Dipertanyakan (Kompatibel hanya jika dampak dimitigasi dengan
benar);  T (terbatas) & B (bersyarat) dan
3. Tidak kompatibel  X (tidak diizinkan)
Karakteristik yang dianggap menunjukkan kompatibilitas penggunaan lahan
meliputi:
• Interdependensi penggunaan lahan dasar;

91
• Kompatibilitas visual;
• Identifikasi dampak sosial-ekonomi;
• Bangkitan lalu lintas;
• Persyaratan lingkungan;
• Persyaratan fisik lainnya.

Pengisian isian tabel ketentuan teknis didasarkan pada daftar kegiatan yang
terdapat pada zona/sub zona/sub sub zona yang ada contoh :
1. daftar kegiatan dari zona kesehatan yaitu posyandu di dalam kotak
zona permukiman rendah diperbolehkan/diijinkan (I)
2. Daftar kegiatan dari zona perdagangan yaitu pasar di dalam kotak
zona permukiman tinggi diijinkan bersyarat harus melalui kajian
lingkungan dan amdal (B)

KEGIATAN VS ZONA
 Fokus pada apakah suatu kegiatan perlu diatur /dikendalikaatau tidak.
 Dampak kegiatan dalam suatu zona Skala pelayanan
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu
zonasi didasarkan pada hal-hal dibawah ini, meliputi :

Pertimbangan Umum Pertimbangan Khusus

Pertimbangan umum berlaku untuk Pertimbangan khusus berlaku untuk


semua jenis penggunaan lahan, masing-masing karakteristik guna
antara lain kesesuaian dengan arahan lahan, kegiatan atau komponen yang
pemanfaatan ruang dalam RTRW akan dibangun. Pertimbangan khusus

92
kabupaten/kota, keseimbangan dapat disusun berdasarkan rujukan
antara kawasan lindung dan kawasan mengenai ketentuan atau standar
budi daya dalam suatu wilayah, yang berkaitan dengan pemanfaatan
kelestarian lingkungan, toleransi ruang, rujukan mengenai ketentuan
terhadap tingkat gangguan dan dalam peraturan bangunan setempat,
dampak terhadap peruntukan yang dan rujukan mengenai ketentuan
ditetapkan, serta kesesuaian dengan khusus bagi unsur bangunan atau
kebijakan lainnya yang dikeluarkan komponen yang dikembangkan.
oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota

Setidaknya sama dengan klasifikasi


Guna Lahan di RTRW (jika sudah
operasional), atau lebih detail
dibandingkan klasifikasi Guna Lahan di
RTRW Kota/Kabupaten
Seberapa besar Sedikit Tetapkan KEGIATAN DALAM ZONA/POLA
KEGIATAN vs POLA Kegiatan/zona/pola ruang
RTRW RUANG dan tambahkan KETENTUAN
RUANG/ZONA perlu diatur/dikendalikan
KHUSUS kegiatan tersebut dalam zona asal
secara khusus?

Besar

Tetapkan sebagai Pola Ruang/


Zona tersendiri/baru dalam RDTR Perhatikan dan pertimbangkan apakah kegiatan
atau Guna Lahan tersebut menjadi fasilitas
penunjang dari guna lahan tertentu atau bukan?
Kajian Berbagai
Ada kemungkinan LU menjadi kegiatan jika
Aspek Aturan Dasar
Perencanaan zona/LU yang tetapkan sebagai zona pada hirarki
dalam PZ yang kecil.

93
Tidak Diizinkan (X)

Tidak
Tidak Tidak
Tidak

2)
2) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
Apakah kegiatan Ya
Ya Apakah kegiatan
KUALITAS
KUALITAS LOKAL
LOKAL
Jenis Kegiatan kompatibel dengan sesuai dengan kualitas
MINIMUM
MINIMUM ZONA
ZONA YANG
YANG
karakter zona/subzona? (lokal) minimum?
DITETAPKAN
DITETAPKAN

Ya
Ya
1)
1) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi:
KODE
KODE dan
dan DEFINISI
DEFINISI ZONA
ZONA

Adakah dampak Tidak


Tidak ada
ada
3)
3) Kebutuhan
Kebutuhan Informasi:
Informasi: kegiatan yang menyebabkan
DAMPAK
DAMPAK KEGIATAN
KEGIATAN PADA
PADA Diizinkan (I)
berkurangnya kinerja zona/
SUATU
SUATU ZONA
ZONA kualitas lokal minimum?

Ada
Ada

Apakah dampak
Apakah dampak terkait/ Tidak terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak
Tidak
disebabkan oleh jumlah lingkungan (berkurangnya
kegiatan, waktu operasi, luasan/ kinerja infrastruktur, utilitas,
intensitas dan sejenisnya? keselamatan), keterbatasan
ruang?

kajian/penelitian
Perlu kajian/penelitian
Ya
Ya

lanjut
lebih lanjut
Perlu
lebih
Tidak
Tidak
Dampat dapat diantisipasti
Ya
Ya dengan ketentuan Bersyarat?

Diizinkan dengan
Syarat (B)

Apakah dampak
terkait persyaratan/dampak Tidak
Tidak Tidak
Tidak
lingkungan (berkurangnya Dampat dapat diantisipasti
kinerja infrastruktur, utilitas, dengan ketentuan Terbatas?
keselamatan), keterbatasan
ruang?

Ya
Ya
Ya
Ya
Diizinkan dengan
Terbatas (T)

Dampat dapat diantisipasti Tidak


Tidak
dengan ketentuan Terbatas dan
sekaligus Terbatas?

Ya
Ya Diizinkan dengan
Terbatas sekaligus
Bersyarat (BT)

Dalam PZ tidak cukup hanya menyebut T dan/atau B  harus ada kejelasan


T dan/atau B nya apa.
Peraturan Zonasi harus memuat
 Kode Zona
 Definisi Zona/Sub Zona
 Kualitas lokal minimum

94
Contoh Klasifikasi Zona, Sub zona, Definisi dan Kualitas Yang Diharapkan

Zona Kode Sub Zona Kode Definisi Kualitas Yang Diharapkan


Lindung
Perlindungan LB Perlindungan LB Zona resapan air dimana bercurah hujan Zona perlindungan yang mampu
Kawasan kawasan tinggi, berstruktur tanah yang mudah memberikan perlindungan secara efektif
bawahannya meresapkan air dan mempunyai terhadap kawasan sekitar dan
geomorfologi yang mampu meresapkan air bawahannya sebagai pengatur tata air,
hujan secara besar-besaran, yang pencegah banjir dan erosi serta
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi memelihara kesuburan tanah. Pada zona
kelestarian lingkungan hidup yang ini tidak diperkenankan adanya kegiatan
mencakup sumber daya alam dan sumber budidaya untuk hunian, namun
daya buatan. diperkenankan adanya prasarana
dan/atau sarana vital dengan KDB
maksimum 2%.
Lindung setempat PS Zona sepanjang jalan tol, jaringan jalan, rel Zona perlindungan sempadan
Sempadan tol PS-1 kereta, sungai serta sekeliling dana buatan danau/waduk, sempadan sungai dan
Sempadan PS-2 dan mata air yang ditetapkan dengan fungsi sempadan mata air yang terjaga dan
jaringan jalan utama melindungi fungsi utama dari jalan tol, terlindungi sehingga tidak menganggu
Sempadan rel KA PS-3 jaringan jalan, rel kereta, sungai serta fungsi kualitas danau buatan/waduk,
Perlindungan Sempadan PS-4 sekeliling dana buatan dan mata air agar sungai, mata air, rel KA, tol, dan SUTET dan
PS tidak terganggu. memenuhi aspek kesehatan dan
Setempat sungai
Sempadan SUTET PS-55 keselamatan. Pada zona ini tidak
Sempadan sekitar PS-6 diperkenankan adanya kegiatan/
danau buatan bangunan/bangun-bangunan yang
Sempadan mata PS-7 mengganggu fungsi, struktur dan langgam
air cagar budaya. Penyesuaian penggunaan
Lindung Buatan SC Cagar budaya SC Zona di sekitar atau di sekeliling bangunan Zona yang pemanfaatan ruangnya
cagar budaya yang diperlukan untuk mampu memberikan perlindungan yang
pelestarian kawasan tertentu dan/atau efektif terhadap keberlangsungan fungsi
bangunan tertentu yang berumur sekurang- dan warisan budaya kota. Pada zona ini
kurangnya 50 diperkenankan sepanjang penggunaan
(lima puluh) tahun, serta dianggap bangunan dengan syarat tetap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu enjaga/mempertahankan struktur dan
pengetahuan dan kebudayaan. langgam bangunan.

95
Contoh Ketentuan Kegiataan dan Pemanfaatan Lahan

Perlindungan Lindung RTH


Zona Perlindungan Setempat RTH Publik
Kawasan Buatan Privat
RTH RTH kawasan
Sempadan
No Perlindungan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan RTH Taman unit RTH RTH hutan kawasan perlindungan
Sub Zona Sempadan tol sekitar danau Cagar budaya
Kawasan Bawahannya jaringan jalan rel KA sungai SUTET mata air lingkungan permakaman kota pelestarian plasma nutfah
buatan
alam eks. Situ
Kegiatan LB PS 1 PS 2 PS.3 PS 4 PS 5 PS 6 PS7 SC RTH1.1 RTH1.2 RTH1.3 RTH1.4 RTH1.5 RTH2
Perumahan
Rumah Tunggal - - - - - - - - - - - - - - -
Rumah Kopel - - - - - - - - - - - - - - -
Rumah Deret - - - - - - - - - - - - - - -
Townhouse - - - - - - - - - - - - - - -
Rusun Rendah - - - - - - - - - - - - - - -
Rusun Sedang - - - - - - - - - - - - - - -
1 Rusun Tinggi (Apartemen) - - - - - - - - - - - - - - -
Asrama - - - - - - - - - - - - - - -
Rumah sewa/kost - - - - - - - - - - - - - - -
Panti jompo - - - - - - - - - - - - - - -
Panti asuhan - - - - - - - - - - - - - - -
Guest House - - - - - - - - - - - - - - -
Paviliun - - - - - - - - - - - - - - -
Rumah Dinas - - - - - - - - - - - - - - -
Perdagangan
Warung B B B B B B B B I - - - - - T
Toko B - - - - - - - I - - - - - T
Pertokoan - - - - - - - - I - - - - - -
Pasar Tradisional B - - - - - - - - - - - - - -
Pasar Lingkungan B - - - - - - - - - - - - - -
2
Penyaluran Grosir - - - - - - - - - - - - - - -
Pusat Perbelanjaan - - - - - - - - - - - - - - -
Supermarket - - - - - - - - - - - - - - -
Mall - - - - - - - - - - - - - - -
Plaza - - - - - - - - - - - - - - -
Shopping Center - - - - - - - - - - - - - - -
Jasa
Jasa Bangunan - - - - - - - - - - - - - - -
Lembaga Keuangan - - - - - - - - I - - - - - -
Jasa Komunikasi - - - - - - - - I - - - - - -
Jasa Pemakaman I I I I I I I I - - - - - - -
Pusat Riset dan Pengembangan
B - - - - - - - I - - - - - -
IPTEK
Perawatan/ perbaikan/ renovasi
3 - - - - - - - - - - - - - - -
barang
Bengkel - - - - - - - - - - - - - - -
SPBU - - - - - - - - - - - - - - -
Penyediaan ruang pertemuan - - - - - - - - T - - - - - -
Penyediaan Makanan dan mIniman - - - - - - - - I - - - - - -
Travel dan Pengiriman Barang - - - - - - - - - - - - - - -
Pemasaran Properti - - - - - - - - B - - - - - -
Perkantoran/ Bsinis Lainnya - - - - - - - - - - - - - - -
Hiburan/ Rekreasi
Taman hiburan I - - - - - - - I - - - - - I
Taman Perkemahan I - - - - - - - I - - - - - I
Bisnis Lapangan Olah Raga B B B B B B B B I - - - - - B
Studio Keterampilan B - - - - - - - I - - - - - B
Panti pijat - - - - - - - - - - - - - - -
4 Teater - - - - - - - - B - - - - - -
Bioskop - - - - - - - - - - - - - - -
Kebun Binatang I I I I I I I I B - - - - - I
Resort B - - - - - - - B - - - - - B
Restauran B - - - - - - - B - - - - - B
Klub malam dan Bar - - - - - - - - - - - - - - -
Hiburan dewasa Lainnya - - - - - - - - - - - - - - -

96
Perlindungan Lindung RTH
Zona Perlindungan Setempat RTH Publik
Kawasan Buatan Privat
RTH RTH kawasan
Sempadan
No Perlindungan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan RTH Taman unit RTH RTH hutan kawasan perlindungan
Sub Zona Sempadan tol sekitar danau Cagar budaya
Kawasan Bawahannya jaringan jalan rel KA sungai SUTET mata air lingkungan permakaman kota pelestarian plasma nutfah
buatan
alam eks. Situ
Kegiatan LB PS 1 PS 2 PS.3 PS 4 PS 5 PS 6 PS7 SC RTH1.1 RTH1.2 RTH1.3 RTH1.4 RTH1.5 RTH2
Industri
Industri besar dengan limbah/
- - - - - - - - - - - - - - -
gangguan lingk.
Industri besar tanpa limbah/
- - - - - - - - - - - - - - -
gangguan lingk.
5 Industri kecil dengan limbah/
- - - - - - - - - - - - - - -
gangguan lingk.
Industri kecil tanpa limbah/
- - - - - - - - - - - - - - -
gangguan lingk.
Industri Pergudangan - - - - - - - - - - - - - - -
Industri Bahari - - - - - - - - - - - - - - -
Pertambangan*
Minyak bumi, bitumen cair, lilin
- - - - - - - - - - - - - - -
bumi, gas alam
Bitumen padat, aspal - - - - - - - - - - - - - - -
Antrasit, batubara - - - - - - - - - - - - - - -
Uranium, radium, thotium - - - - - - - - - - - - - - -
Nikel, kobalt - - - - - - - - - - - - - - -
Timah - - - - - - - - - - - - - - -
Besi, mangan, molibden, khrom,
- - - - - - - - - - - - - - -
wolfram,
vanadium, titan - - - - - - - - - - - - - - -
Bauksit,tembaga, timbal, seng - - - - - - - - - - - - - - -
Emas, platina, perak, air raksa, intan - - - - - - - - - - - - - - -
Arsin, antimon, bismut - - - - - - - - - - - - - - -
6
Yutrium, rhutenium, cerium - - - - - - - - - - - - - - -
Berilium, korundum,zirkon,kristal
- - - - - - - - - - - - - - -
kwarsa
Kriolit, fluorpar, barit - - - - - - - - - - - - - - -
Yodium, brom, khlor, belerang - - - - - - - - - - - - - - -
Nitrat-nitrat, pospat, garam batu - - - - - - - - - - - - - - -
Asbe, talk, mika, grafit, magnesit - - - - - - - - - - - - - - -
Yarosit, leusit, tawas, oker - - - - - - - - - - - - - - -
Batu permata - - - - - - - - - - - - - - -
Pasir kwarsa, kaolin, dkk - - - - - - - - - - - - - - -
Batu apung, tras, obsidian, dkk - - - - - - - - - - - - - - -
Marmer, batu tulis - - - - - - - - - - - - - - -
Batu kapur, dolomit, kalsit - - - - - - - - - - - - - - -
Granit, andesit, basal, trakhit, dkk - - - - - - - - - - - - - - -
Pemerintahan dan Keamanan
Kantor pemerintah pusat/nasional - - - - - - - - - - - - - - -
Kantor Propinsi - - - - - - - - - - - - - - -
Kantor kota/kabupaten - - - - - - - - - - - - - - -
Kantor Kecamatan - - - - - - - - - - - - - - -
Kantor Kelurahan - - - - - - - - - - - - - - -
Polda - - - - - - - - - - - - - - -
Polwil - - - - - - - - - - - - - - -
Polres/ Polresta - - - - - - - - - - - - - - -
7
Polsek/ Polsekta - - - - - - - - - - - - - - -
TNI AD - - - - - - - - - - - - - - -
Dephankam - - - - - - - - - - - - - - -
Kodam - - - - - - - - - - - - - - -
Kodim - - - - - - - - - - - - - - -
Koramil - - - - - - - - - - - - - - -
Korem - - - - - - - - - - - - - - -
TNI AU - - - - - - - - - - - - - - -
TNI AL - - - - - - - - - - - - - - -
Fasilitas Pendidikan
8 TK - - - - - - - - - - - - - - -
SD/MI - - - - - - - - - - - - - - -

97
Perlindungan Lindung RTH
Zona Perlindungan Setempat RTH Publik
Kawasan Buatan Privat
RTH RTH kawasan
Sempadan
No Perlindungan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan RTH Taman unit RTH RTH hutan kawasan perlindungan
Sub Zona Sempadan tol sekitar danau Cagar budaya
Kawasan Bawahannya jaringan jalan rel KA sungai SUTET mata air lingkungan permakaman kota pelestarian plasma nutfah
buatan
alam eks. Situ
Kegiatan LB PS 1 PS 2 PS.3 PS 4 PS 5 PS 6 PS7 SC RTH1.1 RTH1.2 RTH1.3 RTH1.4 RTH1.5 RTH2
SLTP/MTS - - - - - - - - - - - - - - -
SMU/MA/SMAK - - - - - - - - - - - - - - -
Akademi/ perguruan tinggi - - - - - - - - - - - - - - -
Perpustakaan - - - - - - - - - - - - - - -
Fasilitas Kesehatan
RS tipe A - - - - - - - - - - - - - - -
RS tipe B - - - - - - - - - - - - - - -
RS tipe C - - - - - - - - - - - - - - -
RS tipe D - - - - - - - - - - - - - - -
RS Gawat Darurat - - - - - - - - - - - - - - -
RS Bersalin - - - - - - - - - - - - - - -
Laboratorium kesehatan - - - - - - - - - - - - - - -
Puskesmas - - - - - - - - - T T T T T -
9
Puskesmas Pembantu - - - - - - - - - T T T T T -
Balai Pengobatan - - - - - - - - - T T T T T -
Pos Kesehatan - - - - - - - - - T T T T T -
Posyandu - - - - - - - - - T T T T T -
Dokter umum - - - - - - - - - T T T T T -
Dokter spesialis - - - - - - - - - T T T T T -
Bidan - - - - - - - - - T T T T T -
Klinik/ Poliklinik - - - - - - - - - T T T T T -
Klinik dan/atau RS Hewan - - - - - - - - - T T T T T -
Fasilitas OR/ Rekreasi
Tempat bermain lingkungan I I I I I I I I I - - - - - I
Tempat bermain lokal I I I I I I I I I - - - - - I
Taman I I I I I I I I I - - - - - I
Lapangan OR B B B B B B B B I - - - - - B
Gelanggang Remaja - I I I I I I I - - - - - - -
10 Gedung OR - I I I I I I I - - - - - - B
Museum - - - - - - - - - - - - - - -
Stadion - - - - - - - - - - - - - - -
Gedung Olah Seni - - - - - - - - - - - - - - -
Bioskop - - - - - - - - - - - - - - -
Teater - - - - - - - - B - - - - - -
Kafe - - - - - - - - B - - - - - -
Fasilitas Peribadatan
Langgar B B B B B B B B I - - - - - B
Masjid B B B B B B B B I - - - - - B
11
Gereja B B B B B B B B I - - - - - B
Pura B B B B B B B B I - - - - - B
Kelenteng B B B B B B B B I - - - - - B
Bina Sosial
Gedung Pertemuan Lingkungan - - - - - - - - B - - - - - -
Gedung serba guna - - - - - - - - B - - - - - -
Gedung Pertemuan Kota - - - - - - - - B - - - - - -
12
Balai pertemuan dan Pameran - - - - - - - - B - - - - - -
Pusat informasi lingkungan - - - - - - - - B - - - - - B
Lembaga sosial/organisasi
- - - - - - - - B - - - - - -
kemasyarakatan
Persampahan
TPS - - - - - - - - B - - - - - -
TPA - - - - - - - - - - - - - - -
13 Pengolahan sampah/limbah - - - - - - - - B - - - - - -
Daur ulang - - - - - - - - B - - - - - -
Penimbunan barang rongsokan - - - - - - - - - - - - - - -
Pembongkaran kendaraan bermotor - - - - - - - - - - - - - - -
Komunikasi
Telepon Umum I I I I I I I I I I I I I I I
14
Pusat transisi/ pemancar
I I I I I I I I I I I I I I I
telekomunikasi

98
Perlindungan Lindung RTH
Zona Perlindungan Setempat RTH Publik
Kawasan Buatan Privat
RTH RTH kawasan
Sempadan
No Perlindungan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan Sempadan RTH Taman unit RTH RTH hutan kawasan perlindungan
Sub Zona Sempadan tol sekitar danau Cagar budaya
Kawasan Bawahannya jaringan jalan rel KA sungai SUTET mata air lingkungan permakaman kota pelestarian plasma nutfah
buatan
alam eks. Situ
Kegiatan LB PS 1 PS 2 PS.3 PS 4 PS 5 PS 6 PS7 SC RTH1.1 RTH1.2 RTH1.3 RTH1.4 RTH1.5 RTH2
Pertanian
Sawah I I I I I I I I I - - - - - I
Ladang I I I I I I I I I - - - - - I
Kebun I I I I I I I I I B B B B B I
Hortikultur dan rumah kaca I I I I I I I I I B B B B B I
15
Pembibitan I I I I I I I I I I I I I I I
Pengolahan hasil pertanian I I I I I I I I I I I I I I I
Pergudangan hasil panen I I I I I I I I I I I I I I I
Penjualan tanaman yg
I I I I I I I I I - - - - - I
dikembangbiakan
Perikanan
Tambak I - - - - - - - I I I I I I I
16
Kolam I - - - - - - - B B B B B B B
Tempat Pelelangan Ikan I B B B B B B B B B B B B B I
Peternakan
Lapangan penggembalaan I I I I I I I I I I I I I I I
17
Pemerahan susu B B B B B B B B B B B B B B B
Kandang hewan B B B B B B B B B B B B B B I
Transportasi
Terminal tipe A - - - - - - - - - - - - - - -
Terminal tipe B - - - - - - - - - - - - - - -
Terminal tipe C - - - - - - - - B - - - - - -
18 Stasiun - - - - - - - - B - - - - - -
Pelabuhan - - - - - - - - B B B B B B -
Bandar udara umum - - - - - - - - - - - - - - -
Bandar udara khusus - - - - - - - - - - - - - - -
Lapangan parkir umum - B B B B B B B B - - - - - B
Hutan
Hutan Rakyat I I I I I I I I I I I I I I I
19 Hutan Produksi terbatas I I I I I I I I I I I I I I I
Hutan Produksi tetap I I I I I I I I I I I I I I I
Hutan konservasi I I I I I I I I I I I I I I I
RTH
Hutan Kota I I I I I I I I I I I I I I I
Jalur hijau dan pulau jalan I I I I I I I I I - - - - - I
20 Taman kota I I I I I I I I I - - - - - I
TPU I I I I I I I I I - - - - - I
Pekarangan I I I I I I I I I - - - - - I
Sempadan / Penyangga I I I I I I I I I - - - - - I
Campuran
Rumah toko (ruko) - - - - - - - - - - - - - - -
21
Rumah kantor (rukan) - - - - - - - - - - - - - - -
Kondotel - - - - - - - - - - - - - - -

99
100
(1) KOEFISIEN DASAR BANGUNAN
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah perbandingan luas dasar
bangunan terhadap luas tanah perpetakan, angka KDB ditetapkan
sebagai berikut:
a. Mengikuti arahan pengendalian pemanfaatan ruang di dalam
RTRW Kota;
b. Mempertimbangkan kebutuhan akan ruang terbuka hijau,
khususnya RTH privat;
c. Mempertimbangkan fungsi jalan yang pada sub zona
bersangkutan.
d. KDB adalah prosentase maksimum yg diperkenankan.
KDB berfungsi untuk:
1. Keserasian dimensi (besaran massa bangunan) suatu wilayah kota
sesuai dengan peruntukannya, sehingga kota tertata dengan
sebuah kerangka perencanaan yang matang secara lateral.
2. Menjamin tersedianya ruang terbuka pada skala kavling agar
tercipta bangunan pada lingkungan yang sehat, nyaman dan
tidak merusak lingkungan.

Contoh Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


KDB adalah perbandingan antara luas bangunan dengan luas lahan.
Nilai KDB di suatu kawasan menentukan berapa persen luas
bangunan di suatu kawasan yang boleh dibangun. Penentuan KDB
ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk mengendalikan

101
luas bangunan di suatu lahan pada batas-batas tertentu sehingga
tidak mengganggu penyerapan air hujan ke tanah. Nilai KDB dapat
dihitung melalui debit infiltrasi air pada suatu daerah sebagai berikut:

𝑲𝑫𝑩= ((𝑨−𝑶𝑺))/𝑨 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

dimana :
𝐎𝐒 = 𝑰𝒊𝒏𝒇/𝑸𝒊𝒏𝒇
OS = luas kawasan yang harus dilestarikan
Iinf = intensitas infiltrasi (l/detik)

Lalu debit dan intensitas infiltrasi air adalah:


Qinf = C x I x A
Qinf = debit infiltrasi air (l/detik)
C = koefisien infiltrasi I = intensitas infiltrasi minimum (l/detik)
A = luas lahan (ha/m2)
Dan
Iinf = S x A
Iinf = intensitas infiltrasi (l/detik)
S = koefisien penyimpanan
A = luas lahan (ha/m2)

Koefisien infiltrasi (C) tergantung dari jenis bidang yang menutupi di


atasnya, apakah itu dari bahan kedap air ataupun dari rumput
masing-masing mempunyai koefisien tertentu seperti pada tabel
berikut:

(2) KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN


Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka perbandingan jumlah
luas lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah perpetakan. KLB
adalah angka maksimum yang diperkenankan dan dinyatakan
persen. Dalam KLB, ketinggian bangunan diatur sedemikian rupa untuk

102
memperoleh tatanan yang baik, sehingga pembedaan ketinggian
massa pada suatu deretan bangunan hanya dimungkinkan untuk
alasan-alasan lain seperti penghindaran kesan monoton atau
mengurangi rintangan pandangan dari unit-unit sekitarnya.
1. Pada zona perumahan seharusnya memiliki FAR/KLB yang kecil,
karena dengan demikian derajat kesehatan dan keleluasaan
pribadi dapat diraih. Kemudian pemadaman api bagi petugas
kebakaran juga menjadi salah satu faktor penentu besarnya FAR,
karena semakin tinggi suatu bangunan semakin sulit pemadaman
dilakukan.
2. Pada zona perdagangan dan jasa, pada area ini rasio luas lantai
dapat dimaksimalkan dengan beberapa pemecahan.
Pembuatan void menjadi salah satunya. Untuk kawasan padat
dengan FAR yang besar, bisa dibuat setback dengan GSB yang
besar atau variasi lainnya. Namun untuk kasus-kasus tertentu bisa
juga dibuat tiga lantai tanpa void.
3. Pada zona indusri, biasa menggunakan satu lantai sebagai
lingkup kerja mereka, maka jarang didapati area industri dengan
jumlah lantai yang banyak. Untuk itu semua dimaksimalkan pada
KDB yang besar.
4. Koefisien Lantai Bangunan mengatur batas maksimum dan
minimum suatu bangunan pada setiap blok peruntukan. Besarnya
angka KLB ini ditentukan berdasarkan jumlah tingkat bangunan
dikalikan dengan KDB.
KLB ditetapkan berdasarkan:
a. Perbandingan antara daya tampung ruang pada zona
bersangkutan dengan KDB yang telah ditetapkan.
b. Pertimbangan akan fungsi jalan yang ada dihadapannya
Ketinggian bangunan ditetapkan dengan dasar pertimbangan yang
sama dengan KLB. Ketinggian bangunan dinyatakan dalam jumlah
maksimum lantai bangunan yang diperbolehkan.
KLB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan harga lahan,
ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau

103
kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan
pembiayaan. Perhitungan KLB dapat dihitung dengan rumus :

KLB = Total Lantai Bangunan


Luas Lahan x 100%

Dengan demikian dalam menentukan KLB pertama kali yang


dilakukan adalah menghitung maksimal lantai bangunan terlebih
dahulu. Berikut ini adalah 7 pertimbangan perhitungan lantai
maksimum pada karakteristik kawasan sbb.
a) Pertimbangan Jalur Pesawat Terbang
Perhitungan ini bisa menggunakan hasil uji dan keselamatan yang
digunakan Direktorat Jendral Perhubungan Udara jika daerah yang
menjadi RDTR merupakan kawasan sekitar bandara.
b) Pertimbangan Terhadap Bahaya Kebakaran
Pertimbangan terhadap bahaya kebakaran ini mengharapkan
agar bangunan tidak terlalu tinggi atau bangunan yang semakin
rendah semakin baik ditinjau dari aspek evakuasi dan
pemadaman pada saat terjadi kebakaran. Pertimbangan
terhadap bahaya kebakaran mengacu pada Permen PU
No.26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan Permen
PU No.29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung.
c) Pertimbangan Optimum Harga
Pertimbangan ini didasarkan pada aspek ekonomi yaitu semakin
dekat dengan pusat kota maka harga/sewa tanah semakin tinggi.
Konsep ini menimbulkan pemikiran terhadap bangunan vertikal
sebagai perwujudan fisiknya yang menyatakan tingginya kegiatan
kota dan wujud bangunan sebagai alat pemasara.
d) Exposure Plane dan Alo (Angle Of Light)
Kriteria SEP dipertimbangkan atas kondisi fisik dasar yaitu
pencahayaan sinar matahari; perbandingan antara jarak bidang
horisontal dengan vertikal yang terjadi karena bidang lereng

104
khayal akibat pencahayaan matahari. ALO merupakan sudut
pencahayaan yang terkena bayangan matahari. Kriteria ini dapat
digunakan untuk menentukan tinggi dan jarak bangunan atau blok
bangunan maksimal berdasarkan pertimbangan pencahayaan
alami dengan tujuan penghematan energi, kesehatan dan
berhubungan dengan iklim mikro setempat.
e) Pertimbangan Terhadap Angin Angin akan berpengaruh pada
struktur bangunan, perhitungan lebar permukaan bangunan yang
berhadapan langsung dengan arah angin dan penentuan jarak
bangunan satu dengan yang lain sehingga mendapat aliran
udara yang alami. Berikut ini adalah ilustrasi pertimbangnan
terhadap angin.
f) Pertimbangan Terhadap Daya Dukung Tanah
Pertimbangan ini melihat daya dukung tanah atau stabilitas
kerentanan tanah. Pertimbangan ini jarang digunakan karena
kemajuan teknologi saat ini, dimana ditanah rawa atau basah
dapat dibangun angunan yang bertingkat.
g) Pertimbangan Terhadap Gempa Pertimbangan ini melihat karakteristik
rawan bencana yang pada dasarnya dapat dilihat pada
pertimbangan daya dukung tanah. Tetapi berbeda denga daya
dukung tanah. Pertimbangan ini merlihat gerak sesar bumi.
(3) TINGGI BANGUNAN
Ketinggian Bangunan ialah suatu nilai yang menyatakan jumlah
lapis/lantai (storey) maksimum pada petak lahan. Ketinggian
bangunan dinyatakan dalam satuan lapis atau lantai (Lantai Dasar =
Lantai 1) atau meter.
Tinggi bangunan sebenarnya sejalan dengan perhitungan Koefisien
Lantai Bangunan, dimana dalam menghitung lantai bangunan akan
diperoleh estimasi tinggi bangunan masing-masing blok peruntukan.
Pertimbangan yang bisa digunakan adalah pertimbangan jalur
pesawat, SEP dan ALO, arah angin, bahaya kebakaran dan gempa.
(4) KDH MINIMAL
Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan
luas lahan terbuka untuk hijauan dan atau peresapan air terhadap

105
luas kavling. KDH juga merupakan angka persentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang dan RTBL.
Penggunaan KDH :
1. Penentuan KDH adalah untuk menyediakan ruang terbuka hijau
sebagai kawasan konservasi, untuk mengurangi erosi dan run
off air hujan yang tinggi, serta menjaga keseimbangan air
tanah
2. Ruang terbuka hijau/ruang bebas juga dipertimbangkan untuk
penempatan jaringan utilitas umum:
• Rencana blok peruntukan agar mempertimbangkan ruang
bebas yang dapat ditempatkan di sepanjang garis
belakang, depan, atau samping petak, untuk keperluan
penempatan jaringan utilitas umum, seperti jaringan listrik,
jaringan telepon, jaringan air kotor/limbah, jaringan
drainase, dan jaringan air bersih;
• Ruang bebas yang diperlukan untuk keperluan
penempatan jaringan utilitas umum tersebut adalah
minimum 2 meter;
• Ruang bebas tersebut merupakan ruang yang dimiliki oleh
masing-masing pemilik blok peruntukan, namun
penggunaannya hanya untuk penempatan pelayanan
jaringan utilitas umum.
• Ruang terbuka di antara GSJ dan GSB harus dipergunakan
sebagai unsur penghijauan dan atau daerah peresapan
air hujan serta kepentingan umum lainnya.
KDH minimum adalah 10% sesuai dengan ketentuan UU 26/2007 terkait
dengan penyediaan RTH privat.
KDH minimal digunakan untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan
secara umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan
kapasitas drainase.

106
KDH = 100% - (KDB+(20% x KDB))

Dimana :
KDH = Koefisien Dasar Hijau
KDB = Koefisien Dasar Bangunan

Ilustrasi Intensitas Pemanfaatan Ruang

107
Contoh Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Zona Lindung

KDB Maksimum KLB Maksimum


Sub Fungsi Jalan Fungsi Jalan KDH
No Kode
Kode Lokal, Lokal, Minimum
Arteri Kolektor Arteri Kolektor
lingkungan lingkungan
A L Kawasan Lindung
1 PB Perlindungan terhadap kawasan bawahannya
PS 1 sempadan sungai 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
PS 2 sempadan danau/situ 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
2 PS Perlindungan setempat PS 3 penyangga kawasan bandara 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
PS 4 sempadan jalan tol dan kereta api 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
PS 5 sempadan SUTET dan SUTT 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
RTH 1.1 Taman Lingkungan 2% 2% 2% 0.02 0.02 0.02 98%
RTH 1.2 Pemakaman 2% 2% 2%
3 RTH Ruang Terbuka Hijau RTH 1.3 Hutan kota 2% 2% 2%
RTH 1.4 Pelestarian alam 2% 2% 2%
RTH 1.5 Eks.situ 2% 2% 2%
4 SC Pelestarian alam dan cagar budaya - - -
B Kawasan Budidaya
R1 perumahan bangunan tinggi 25% 20% - 4,0 2,4 1,5 60%
R2 perumahan bangunan sedang 25% 25% 25% 1,25 1,25 1,25 60%
1 R Perumahan R3 perumahan bangunan rendah
R3.1 kepadatan bangunan tinggi 60% 70% 80% 1,2 1,4 1,6 30%
R3.2 kepadatan bangunan sedang 50% 60% 60% 1,2 1,2 1,2 40%
R3.3 kepadatan bangunan rendah 40% 50% 60% 1,2 1,2 1,2 50%
2 KT Perkantoran (luas >=5000 m kuadrat) 40% 50% 50% 1,6 1,5 1,2 50%
K Perdagangan dan Jasa

3
K Perdagangan K2.1 grosir 70% 70% - 2,0 - - 20%

108
KDB Maksimum KLB Maksimum
Sub Fungsi Jalan Fungsi Jalan KDH
No Kode
Kode Lokal, Lokal, Minimum
Arteri Kolektor Arteri Kolektor
lingkungan lingkungan
70% 70% - 2,0 1,8 - 20%

K2.2 eceran aglomerasi (pusat belanja/mall)

K2.3 eceran aglomerasi (linear) 70% 70% - 1,5 0,9 - 20%

K2.4 eceran tunggal/toko 70% 70% 70% 1,0 0,9 0,6 20%

K2.5 pusat pelayanan kota 70% 70% - 2,8 2,1 1,4 20%

K2.6 subpusat pelayanan kota 70% 70% 70% 2,8 2,1 1,4 20%
KJ1 jasa dengan luas >10000 m kuadrat 25% 40% 50% 2,0 1,6 1,5 30%
KJ2 jasa dengan luas >5000 m kuadrat 25% 40% 50% 2,0 1,6 1,5 30%
KJ3 jasa dengan luas 1000-5000 m kuadrat 50% 50% 50% 1,5 1,5 1,2 20%
KJ Jasa
KJ4 jasa dengan luas 200-1000 m kuadrat 60% 60% 60% 1,2 1,2 1,2 20%
KJ5 pusat pelayanan kota 50% 50% - 4,0 3,0 2,0 20%
KJ6 subpusat pelayanan kota 50% 50% 50% 3,0 2,5 2,0 20%
I1 industri besar >100 pekerja 40% - - 1,2 - - 30%
I2 industri menengah 20-99 pekerja 40% 40% - 1,2 0,8 - 20%
4 I Industri dan Pergudangan
I3 industri kecil 5-19 pekerja - 60% 60% - 1,2 1,2 10%
I4 industri rumah tangga 1-4 pekerja - 60% 60% - 1,2 1,2 10%

109
Hal yang diatur oleh ketentuan tata bangunan setidaknya ada 3, yaitu garis
sempadan jalan, garis sempadan bangunan dan jarak bebas bangunan.
Garis sempadan jalan adalah garis yang membatasi Ruang Milik Jalan
(Rumija) yang tidak boleh dilanggar oleh batas kavling. Garis sempadan
bangunan adalah garis yang membatasi ruang bebas antara bangunan
dengan garis sempadan jalan. Jarak bebas bangunan adalah garis yang
membatasi ruang bebas bangunan ke samping dan ke belakang. Lebar
jarak bebas tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan sisa ruang kavling
setelah dikurangi tapak bangunan.
Muatan dalam ketentuan tata bangunan antara lain :
a. Tinggi Bangunan Maksimum/Minimum
Tinggi bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan,
risiko kebakaran, teknologi, estetika, dan prasarana.
b. GSB Minimum
Besarnya tambahan lebar garis sempadan bangunan akan sangat
bergantung pada luas kavling, lebar rumija serta tingkat kepadatan lalu-
lintas pada persimpangan jalan, seperti pada contoh di dibawah ini.
Secara sederhana, GSB minimum dapat ditetapkan berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut:
 untuk ruang milik jalan (rumija) < 8m, GSB minimum = ½ rumija
 untukk ruang milik jalan >= 8m, GSB minimum = ½ rumija + 1 m
c. aturan lain yang dianggap perlu (tampilan bangunan, ...)

110
Elemen Pembentuk Tata Massa Bangunan

1. GARIS SEMPADAN BANGUNAN


Garis sempadan adalah garis yang pada pendirian bangunan ke arah
yang berbatasan di atas permukaan tanah yang tidak boleh
terlampaui. Garis sempadan ini terdiri dari:
1. Sempadan muka : yang berbatasan dengan jalan
2. Sempadan belakang : yang berbatasan dengan jalan atau
bangunan di belakangnya.
3. Sempadan samping : yang berbatasan dengan jalan atau
bangunan di sampingnya.
4. Sempadan pagar : garis dimana harus dipasang bagian luar dari
pagar-pagar persil atau pagar-pagar pekarangan.
Dalam menentukan garis sempadan digunakan pertimbangan terhadap
transportasi yaitu mempertimbangkan segi kemacetan lalu lintas. Maka
dalam menghitung GSB harus diketahui rencana jaringan jalannya untuk
mengetahui lebar dan status jalan yang ada. Untuk contoh perhitungan
dapat dilihat pada lampiran zonasi.
2. JARAK BEBAS ANTAR BANGUNAN
Jarak bebas dimaksudkan agar membentuk keserasian bangunan
tunggal/rengang, penerangan dan penghawaan ruang (kenyamanan

111
& kesehatan), dan keamanan terhadap bahaya kebakaran, seperti
untuk sirkulasi kendaraan pemadam kebakaran, dsb. Untuk jarak bebas
bangunan dapat dihitung dengan mempertimbangkan GSB-nya. Berikut
ini adalah ilustrasi perhitungan jarak bebas bangunan :
Tata letak bangunan di dalam suatu tapak harus memenuhi ketentuan
tentang jarak bebas, yang ditentukan oleh jenis peruntukan dan
ketinggian bangunan.
Untuk persyaratan jarak antar bangunan di kawasan perencanaan
adalah sebagai berikut :
 Jarak antar bangunan bagi keseluruhan kawasan perencanaan
dapat dirumuskan :
Y = (3,50 + N/2) meter
Ket :
Y = Jarak antar bangunan
N = Jumlah lantai bangunan

 Jika jumlah lantai bangunan yang bersebelahan berbeda, maka jarak


antar bangunan sama dengan hasil rata-rata jarak antar bangunan
yang bersangkutan.
Y = 0,50 (Y1+Y2)
Ket :
Y1 = Bangunan 1
Y2 = Bangunan 2

3. TAMPILAN BANGUNAN
Ditetapkan dengan mempertimbangkan warna bangunan, bahan
bangunan, tekstur bangunan, muka bangunan, gaya bangunan,

112
keindahan bangunan, serta keserasian bangunan dengan lingkungan
sekitarnya. Maka dapat dikatakan tampilan bangunan merupakan
estetika bangunan.

4. ATURAN LAINNYA
Aturan lainnya didasarkan pada karakteristik wilayah perencanaan.
Apabila kententuan ini diperlukan maka dapat diatur seusai karakteristik
wilayahnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah dasar pertimbangan
yang ada harus sesuai dengan pedoman yang ada. Misalnya Garis
Sempadan Sungai khusus berada di pinggir sungai. Dasar pertimbangan
dapat diambil berdasarkan Permen PU no. 39/PRT/1989 tentang
pembagaian wilayah sungai atau PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai, dan Permen PU No. 17 Tahun 2011 tentang Garis Sempadan
Jaringan Irigasi, Berikut contoh ketentuan masa bangunan.

CONTOH TABEL KETENTUAN MASA BANGUNAN

Jarak bebas
Jumlah Tampilan
Zona Sub Zona samping/
Lantai Bangunan
Belakang
maksimum
(meter)
1-2 4  Ketentuan arsitektural yang
berlaku pada zona teknis ini
adalah bebas, dengan
dengan tetap
Perumahan memperhatikan keindahan
Kepadata dan keserasian lingkungan
n tinggi sekitar.
 Warna bangunan,
bahan bangunan,
tekstur bangunan, tidak
Perumahan
diatur mengikat.

1-2 4,5  Ketentuan arsitektural yang


berlaku pada zona teknis ini
adalah bebas, dengan
dengan tetap
Perumahan memperhatikan keindahan
Kepadata dan keserasian lingkungan
n Sedang sekitar.
 Warna bangunan,
bahan bangunan,
tekstur bangunan, tidak
diatur mengikat.

113
Ketentuan prasarana dan sarana minimal ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang diterbitkan oleh instansi yang memiliki kewenangan.
Misalnya pada permukiman, pemenuhan prasarana dan sarana minimal
berdasarkan kriteria PSU yang ada pada Kementerian Perumahan Rakyat.
Berikut ini adalah contoh tabel kententuan prasana dan sarana minimal.
Contoh Tabel Ketentuan Sarana dan Prasarana Minimal
RTH (Ruang
Jalur Pejalan Kaki RTNH (Ruang Fasilitas
No Zona Terbuka Utilitas
Terbuka Non hijau) Pendukung
Hijau)
Berupa parkir, Memiliki sarana
Ruang pembatas, koridor, seperti Hidran, Fasilitas
terbuka hijau taman bermain, kemudahan akses pendidikan
 Tipe sidewalk
dapat plaza, dan Lapangan pemadam seperti TK, SD,
 Lebar
berupa olahraga. Ruang kebakaran, lebar Fasilitas
minimum 1,4
taman terbuka non hijau jalan min 3,5 meter, kesehatan seperti
m
lingkungan, maksimum Tempat sampah posyandu,
1 R2  Dilengkapi
lapangan didasarkan pada volume 50 liter fasilitas
fasilitas pejalan
olahraga perhitungan luas sudah dibedakan peribadatan
kaki (lampu
jalur hijau, lahan (m2), dikurangi jenis sampahnya, seperti musola
jalan, fasilitas
ataupun luas dasar bangunan prasarana atau langgar,
penyeberanga
pemakama (m2) sesuai KDB yang pembuangan fasilitas sosial
n, dan jalur
n skala berlaku, dikurangi limbah domestik, budaya seperti
hijau)
perumahan luas dasar hijau drainase ruang pertemuan
dan RTH (m2) sesuai KDH lingkungan, minimum untuk
privat yang penyediaan lahan skala lingkungan
berlaku. parkir umum

114
RTH (Ruang
Jalur Pejalan Kaki RTNH (Ruang Fasilitas
No Zona Terbuka Utilitas
Terbuka Non hijau) Pendukung
Hijau)
Berupa taman, Memiliki sarana
parkir, pembatas, seperti hidran, Fasilitas
Ruang koridor, taman kemudahan akses pendidikan
 Tipe sidewalk terbuka hijau bermain, plaza, dan pemadam seperti TK, SD,
 Lebar dapat Lapangan olahraga. kebakaran, lebar Fasilitas
minimum 1,4 berupa Ruang terbuka non jalan min 3,5 kesehatan seperti
m taman hijau maksimum meter, tempat posyandu,
2 R3  Dilengkapi lingkungan, didasarkan pada sampah volume fasilitas
fasilitas pejalan lapangan perhitungan luas 50 liter yang sudah peribadatan
kaki (lampu olahraga lahan (m2), dikurangi dibedakan jenis seperti musola
jalan, fasilitas jalur hijau, luas dasar bangunan sampahnya, atau langgar,
penyeberanga ataupun (m2) sesuai KDB yang prasarana fasilitas sosial
n, danjalur pemakama berlaku, dikurangi pembuangan budaya seperti
hijau) n skala luas dasar hijau limbah domestik, ruang pertemuan
perumahan (m2) sesuai KDH drainase minimum untuk
dan RTH yang berlaku. lingkungan, dan skala lingkungan
privat . penyediaan lahan
parkir umum

115
Berikut ini adalah contoh Ketentuan Pelaksanaan :
A. KETENTUAN VARIANSI PEMANFAATAN RUANG
Ketentuan variasi pemanfaatan ruang yang memberikan keluwesan
untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang telah ditetapkan pada
seluruh zona. Ketentuan ini hanya berlaku untuk suatu pemanfaatan
ruang tertentu yang memiliki suatu nilai yang harus dipertahankan
atau memiliki nilai strategis.
Contoh ketentuan variasi pemanfaatan ruang adalah pada tahun
2005 pada suatu zona di New Yok dimana ketinggian bangunan
maksimum adalah 35 lantai. Suatu gereja yang memiliki hanya 3
lantai diperkenankan untuk tetap mempertahankan arsitektur
bangunan aslinya dan diperkenankan untuk menjual hak
membangun yang tidak digunakannya, sebanyak 32 lantai, kepada
tetangganya satu zona sehingga dapat membangun hingga 35+32
lantai.
Penjualan hak membangun ini dikenal dengan Transfer Development
Right. Variasi disini adalah adanya kelonggaran bagi pemilik gedung
bertingkat untuk membangun jauh melebihi batas maksimum oleh
karena mendapat hak membangun dari sebuah gereja yang
memang harus dipertahankan nilai sejarahnya. Penerapan ketentuan
ini di Indonesia perlu dilakukan dengan kehati-hatian yang sangat
tinggi untuk menghindari praktek jual-beli hak membangun.

116
B. MEKANISME PERIJINAN
Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya
penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang
harus dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTRW Kota atau
RDTR Kota/Kawasan). Dalam Undang-Undang 26/2007 tentang
Penataan Ruang disebutkan bahwa izin yang dimaksud sebagai
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang adalah izin
pemanfaatan ruang, yaitu izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 1 ayat 32). Izin yang dimaksud adalah:

 izin lokasi/fungsi ruang

 amplop ruang

 kualitas ruang
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin,
dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi
pidana denda. Izin pemanfaatan ruang tersebut diatur dan
diterbitkan oleh Pemerintah sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
Dalam melaksanakan suatu kegiatan pembangunan berupa
kegiatan fisik di suatu persil tertentu, selain izin pemanfaatan ruang
diperlukan juga izin terkait bangunan atau yang dikenal dengan IMB
(Izin Mendirikan Bangunan). Izin ini diperlukan agar bangunan tersebut
memenuhi standar kesehatan dan keamanan. Konsepsi perizinan
selengkapnya adalah seperti dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

117
C. INSENTIF DAN DISINSENTIF
Perangkat insentif dan disinsentif pembangunan ditujukan untuk
mendorong dan menghambat/mengendalikan dengan ketat
terhadap kebutuhan pengembangan lokpri. Dalam hal pengendalian
intensitas ruang, insentif dan disisentif diberikan pada pengembangan
zona untuk mengurangi atau melampaui ketentuan ketentuan teknis
zona yang sudah ditetapkan didalam rekomendasi pemanfaatan
ruang. Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk insentif dan disinsentif
yang dapat diberikan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

PENERIMA INSENTIF DISINSENTIF


- pemberian kompensasi - Pembatasan
Pemerintah - urun saham penyediaan infrastruktur
Daerah - pembangunan serta - Pengenaan kompensasi
pengadaan infrastruktur - penalti
- penghargaan
- keringanan pajak - pengenaan pajak
- pemberian kompensasi yang tinggi
Masyarakat - imbalan - pembatasan
dan/atau - sewa ruang penyediaan infrastruktur
Swasta - urun saham - pengenaan kompensasi
- penyediaan infrastruktur - penalti
- kemudahan
prosedur/perizinan
- penghargaan

D. ARAHAN SANKSI
Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana

118
tata ruang dan peraturan zonasi. Arahan pengenaan sanksi terhadap
pelanggaran pemanfaatan ruang mengacu pada UU Nomor 26
Tahun 2007. Pengenaan sanksi ini ini merupakan dari bagian
penertiban pelanggaran penataan ruang. Ketentuan pidana tersebut
terbagi atas:
1. Tidak mentaati rencana pemanfaatan ruang yang telah
ditetapkan
 Mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
 Mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
 Mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
 Mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
 Mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
 Mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
3. Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan

119
izin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
4. Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang- undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5. pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

120
Contoh dalam menulis ketentuan tambahan sebagai berikut :
Ketentuan Tambahan Zona Ruang Terbuka
1. Semua penggunaan dalam zona ruang terbuka kecuali rekreasi
pasif dan konservasi alami harus ditempati dalam area sesuai
ketentuan.
2. Ruang terbuka berupa sempadan sungai, maka sempadannya
ditetapkan sbb:
 Sungai yang sudah bertanggul/turap ditetapkan minimal 5 m
dari tepi tanggul/turap.
 Sungai yang tidak bertanggul/tidak berturap:
(i) Sungai dengan kedalaman tidak lebih dari 3 m
ditetapkan 10 m dari tepi lajur bibir sungai pada saat
ditetapkan.
(ii) Sungai dengan kedalaman lebih dari 3 - 20 m,
ditetapkan 15 m, dihitung dari tepi bibir sungai pada
saat ditetapkan.
(iii) Sungai dengan kedalaman lebih dari 20 m ditetapkan 30
m, dihitung dari tepi sungai pada saat ditetapkan.
3. Vegetasi yang diizinkan pada areal sempadan adalah diutamakan
vegetasi yang memiliki akar tunjang (pohon tahunan) untuk
mencegah erosi.
Ketentuan Tambahan Pengembangan Zona Perumahan
1. Seluruh jalan lingkungan di zona perumahan perkotaan yang
mempunyai lebar jalan kurang dari 4 meter diharuskan untuk memiliki
saluran drainase tertutup ditengah badan jalan yang dilengkapi
dengan lubang-lubang pengontrol (manhole).

121
2. Khusus bagi perumahan yang menghadap ke sungai, diharuskan
memiliki GSB (Garis Sempadan Bangunan) depan sekurang-
kurangnya 4 m.
3. Limbah air kotor dari perumahan tidak boleh dibuang langsung ke
badan air melainkan harus diolah dahulu didalam septic tank.
4. Pada perumahan perkotaan kepadatan sedang, ditentukan
beberapa hal sebagai berikut:
 Bidang dinding terluar tidak boleh melampui batas
perkarangan;
 Untuk perbaikan dan perombakan bangunan yang semula
menggunakan dinding batas bersama dengan bangunan di
sebelahnya, disyaratkan membuat dinding batas tersendiri
disamping dinding batas terdahulu.

122
Ketentuan Teknis
Kualitas Lokal
Pemanfaatan Ruang
Minimum
(Intensitas, tata Bangunan)

Dapat
diterapkan secara Tidak
KETENTUAN KHUSUS
langsung, berdasarkan
kondisi setampat?
Kondisi
Setempat
Ya

Dilaksanakan

Pertimbangan Dalam Penyusunan Ketentuan Khusus

CONTOH KETENTUAN KHUSUS RAWAN BENCANA


Kelas rawan bencana longsor yang ada di kawasan ini termasuk ke dalam
kelas sedang. Berdasarkan Permen PU No.22/PRT/M/2007 yaitu tentang
Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor,
peruntukan ruang zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan
sedang diutamakan sebagai kawasan lindung (tidak layak untuk
pembangunan fisik), sehingga mutlak harus dilindungi. Pada prinsipnya
kegiatan budi daya yang berdampak tinggi pada fungsi lindung tidak
diperbolehkan, kegiatan yang tidak memenuhi persyaratan harus segera
dihentikan atau direlokasi.

123
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN
RAWAN BENCANA LONGSOR

CONTOH KETENTUAN KHUSUS PENGATURAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA


Pengaturan bangunan-bangunan cagar budaya selain mengacu pada
ketentuan setiap zona dimana bangunan tersebut berada (ketentuan
massa bangunan), juga mengacu pada ketentuan-ketentuan yang
berorientasi pada pelestarian. Penanganan bangunan- bangunan cagar
budaya dapat dilakukan sebagai berikut.

CONTOH TABEL PENANGANAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Kegiatan Pelestarian
Kondisi
Aturan Wajib Aturan Anjuran
Dipertahankan dan
Baik
dirawat
Diperbaiki dengan Pengembangan
Sedang dengan
penyesiaian
Diganti dengan penyesuaian
Buruk
penyesuaian
Panduan pengembangan bangunan cagar budaya pada kawasan

124
perencaaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai
komponen-komponen bangunan cagar budaya, yaitu sebagai berikut.

CONTOH TABEL PANDUAN PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA

Dasar Standar Pengaturan Komponen Bangunan


Komponen Variabel
Pertimbangan Aturan Wajib Aturan Anjuran
Ornamen - Gaya  Mempertahankan  Diperbolehkan
dan ornamen yang menambahkan
bentuk merupakan ciri ornamen pada
ornamen gaya arsitektur bangunan
- Dimensi khusus dalam disesuaikan
kawasan dengan fungsi
 Tidak dibolehkan bangunan dan
menambahkan gaya, bentuk
ornamen yang serta ukuran
berbeda gaya ornamen asli
dan berukuran
lebih
dominan dari
ornamen lama
Fasade - Bentuk dan  Mempertahankan  Jika dilakukan
Bangunan dimensi bentuk dan dimensi pengembangan,
bukaan bukaan yang unik diperbolehkan
- Material untuk menambah
mempertahankan bukaan bangunan
tampilan fasade disesuaikan
bangunan dengan bentuk
 Mempertahankan dan dimensi
material yang bukaan asli serta
memberikan tidak merusak
karakter pada tampilan fasade
fasade bangunan secara
dan kondisinya keseluruhan
masih baik  Jika dilakukan
 Mengganti material pengembangan,
yang rusak dan tidak material yang
bisa diperbaiki lagi, dipilih disesuaikan
dengan material dengan karakter
yang memberikan material asli
tekstur yang sama bangunan
dengan aslinya
sehingga tidak
merusak karakter
kelangkaan
bangunan asli
 Tidak dibolehkan
mengubah bentuk
dan dimensi bukaan
asli bangunan
Non Fisik

125
Fungsional Fungsi - Fungsi  Mempertahankan  Untuk fungsi
fungsi asli bangunan bangunan
yang masih sesuai yang tidak
degan arahan sesuai lagi
fungsi kawasan dengan
 Menjaga aktifitas arahan fungsi
dalam bangunan kawasan,
supaya tetap sebaiknya
berjalan sehingga dicarikan fungsi
bangunan akan baru yang
tetap fungsional lebih cocok,
sehingga
bangunan
dapat
tetap berfungsi
Struktur dan - Kekuatan  Mempertahankan  Diperbolehkan
Konstruksi - Material konstruksi interior menggunakan
- Bentuk bangunan yang metoda konstruksi
- Dimensi masih dalam baru, jika
keadaan konstruksi lama
baik

126
DAFTAR SNI DAN STANDAR TEKNIS YANG SERING DIGUNAKAN
1. SNI 03-1724-1989, Tata Cara Perencanaann Hidrologi Dan Hidraulik
Untuk Bangunan Di Sungai.

2. SNI 03-1733-1989, Tata Cara Perencanaan Kawasan Perumahan


Kota.

3. SNI 03-1745-1989, Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk


Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan
Gedung.

4. SNI 03-1962-1990, Tata Cara Perencanaan Penanggulangan


Longsoran.

5. SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase


Perkotaan.

6. SNI 03-2397-1991, Tata Cara Perencanaan Rumah Sederhana


Tahan Angin.

7. SNI 10-2454-1991, Tata Cara Pengelolaan Teknik Persampahan


Perkotaan.

8. SNI 03-3241-1994, Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan


Akhir Sampah.

9. SNI 03-3242-1994, Tata Cara Pengelolaan Sampah Di Permukiman.

10. SNI 03-3646-1994, Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan


Stadion.

127
11. SNI 03-3647-1994, Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan
Gedung Olah Raga.

12. SNI 03-1735-1989 Pembaharuan 2000, Tata Cara Perencanaan


Akses Bangunan Dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.

13. SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa


Untuk Rumah dan Gedung

14. SNI 03-2399-2002, Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum

15. SNI 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan
Untuk Lahan Pekarangan.

16. SNI 03-7565-2002, Spesifikasi Bahan Bangunan Untuk Pencegahan


Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.

17. SNI 03-6967-2003, Sistem Jaringan Dan Geometri Jalan Perumahan -


Persyaratan Umum.

18. SNI 03-6981-2004, Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan


Sederhana Tidak Bersusun Di Daerah Perkotaan.

128
Berbagai teknik pengaturan dalam peraturan zonasi dibuat untuk
membuat peraturan zonasi lebih tanggap dan luwes terhadap persoalan
nyata yang dihadapi di lapangan. Penyusun PZ harus memahami
karakteristik teknik-teknik tersebut dan mengerti kondisi lapangan dan
persoalan yang dihadapi dalam upaya menciptakan kualitas lingkungan
yang (lebih) baik. Penerapan teknik pengaturan zonasi didasarkan pada
arahan dalam rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Penyusun PZ
harus memahami materi rencana tata ruang dan mampu menjabarkan
arahan di dalam RTR ke dalam ketentuan-ketentuan teknik pengaturan
zonasi agar tercapai kualitas lingkungan yang diinginkan.
ATURAN DASAR TEKNIK PENGATURAN ZONASI
- Pengaturan bersifat statis - Pengaturan secara dinamis
- Ketentuan-ketentuan teknis pengaturan - Penerapan teknik pengaturan zonasi
zona. - Pengaturan perubahan pemanfaatan ruang
- Perumusan zona - Metoda dan teknik penilaian permohonan
- Pengaturan jenis kegiatan dalam zona perubahan pemanfaatan ruang
- Pengaturan intensitas kegiatan pada zona - Metoda dan teknik mitigasi perubahan
- Pengaturan (teknis) tata massa bangunan pemanfaatan ruang
- Pengaturan jenis dan standar minimum
prasarana zona dan kegiatan

CONTOH KETENTUAN PENGATURAN ZONASI PADA ZONA PERMUKIMAN


Dalam teknik pengaturan zonasi, notasi pada nomenkelatur ini diberikan
pada zona yang memerlukan penanganan secara khusus tetapi
dimasukkan pada zoning map/zoning teks yang ada tidak masuk pada
Rencana Pola Ruang. Sebagai contoh, notasi “b” utuk zona rawan banjir,
sehingga zona R-4 yang diberi notasi “b” memiliki penanganan yang
berbeda dengan zona R-4 tanpa notasi “b”. Penetapan zona ini harus
didasarkan pada analisis risiko dan kerentanan terlebih dahulu.

129
Tidak Diizinkan
Permohonan izin
[Evaluasi kondisi tidak
lapangan] tidak

Pengecekan tidak Sesuai tidak


Cek Peruntukan/ Apakah kegiatan yang
lokasi/alamat Apakah dikenakan dengan ketentuan teknis Diatur dalam
Zona pada zoning dimohonkan izin [kasus] sesuai
permohonan izin Teknik Pengaturan Zonasi [Intensitas, tata bangunan ketentuan khusus?
map dengan Peraturan zonani? ya
[kasus] dll]

ya
ya

Memenuhi ketentuan
tata bangunan, prasarana
Apakah memenuhi minimum dan standar?
ketentuan teknis [Intensitas, tata tidak
bangunan dll] dan Ketentuan
Teknik Pengaturan Zonasi
ya

Proses evaluasi dan


penilaian untuk menilai
kelayakan penerapan
teknik PZ

ya
Diperkenankan
Memenuhi
penerapan teknik Diizinkan
kriteria?
Pengaturan Zonasi

tidak

Diizinkan, Namun
ketentuan penerapan teknik
Pengaturan Zonasi
tidak diberlakukan

Cara Menggunakan Peraturan Zonasi

130
Contoh TPZ dalam Peta Peraturan Zonasi

1. Pertimbangan Pemilihan Teknik Pengaturan Zonasi :


• Fungsi, tujuan, deskripsi, delineasi, kebijakan, strategi dan program
penataan ruang kawasan strategis
• Kriteria atau perhatian (concern) dalam perumusan teknik
pengaturan zonasi kawasan strategis minimum eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan
• Kondisi guna lahan saat ini (eksisting)
• Teknik pengaturan zonasi yang dipilih berkorelasi dengan aspek
ditetapkannya kawasan strategis
2. Pertimbangan Teknis :
• Daya dukung dan daya tampung.
• Daya dukung prasarana dan utilitas.
• Karakteristik lingkungan, sosial, ekonomi
• Arah pengembangan kota/kawasan  Mis: Bonus/Insentive Zoning
• Perlindungan Kawasan  Mis: Pengendalian pertumbuhan, down

131
zoning
• Kondisi kontekstual kawasan (resapan air, banjir, dll  Mis:
Floodplain Zoning
• Keterbatan sumberdaya dalam mewujudkan rencana, persoalan
sosial dan ekonomi masyarakat  mis: Upzoning, Spot zoning
• Ada aturan lain yang mempunyai kekuatan hukum pada suatu
kawasan  Overlay zoning (Mis: Aturan Cagar Budaya, KKOP,
Wisata, dll)
• Antisipasi perkembangan di masa mendatang  Mis: Contract
zoning
• Pembiayaan pembangunan terkait penyediaan infrastruktur  Mis:
negotiated development, TDR, Fiscal zoning.
• Kekhususan Kawasan, KEK dll  mis: special Zoning dll.

3. Persyaratan Penetapan :
• Tidak harus semua jenis Teknik Pengaturan Zonasi diterapkan.
• Penetapan kawasan yang dikenakan teknik pengaturan zonasi
pada saat penetapan perda, buka berdasarkan kebutuhan pasar.
• Tidak seluruh bagian kota/kabupaten diterapkan teknik
pengaturan zonasi  yang artinya seluruh bagian kota menjadi
fleksibel

4. Jenis Teknis Pengaturan Zonasi


A. Bonus/incentive zoning
Incentive Zoning merupakan suatu bentuk mekanisme kerjasama
antara Pemerintah Kota dengan pengembang (swasta) dalam
mengembangkan kawasan/daerah yang berhubungan dengan
kepentingan publik. Incentive Zoning merupakan suatu bentuk
mekanisme kerjasama antara Pemerintah Kota dengan
pengembang (swasta) dalam mengembangkan kawasan /
daerah yang berhubungan dengan kepentingan publik
Izin peningkatan intensitas dan kepadatan bangunan (tinggi
bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada pengembang

132
dengan imbalan penyediaan fasilitas publik (atau ruang terbuka
hijau) sesuai dengan ketentuan yang berlaku
Contoh fasilitas publik yang dapat disediakan oleh pengembang:
– Arcade atau plaza
– Pengatapan ruang
– Ruang bagi pejalan
– Peninggian jalur pejalan atau bawah tanah untuk
memisahkan pejalan dan lalu lintas kendaraan
– Ruang bongkar muat off-street untuk mengurangi
kemacetan
– RTH, dll
Pada dasarnya insentif zoning merupakan pertukaran bersyarat
antara pemerintah kota dengan developer.
– Pemkot memberi izin kepada developer untuk membuat
bangunan lebih besar dengan pertukaran berupa
beberapa fasilitas publik seperti plaza atau ruang terbuka,
pedestrian yang lebih lebar, atau fungsi retail pada lantai
dasar.
– Bonus yang didapat developer adalah penambahan luas
lantai bangunan melebihi batas max pada peraturan
zonasi.
Kritik terhadap insentif zoning:

– developer memperoleh keuntungan yang lebih besar dari


pada yang diterima oleh publik. Seharusnya nilainya
seimbang.
Kelemahan:
• Teknik ini dapat menyebabkan bengunan berdiri sendiri di
tengah plaza, memutuskan shopping frontage, dll.
• Selain itu, teknik ini juga cenderung lebih memberikan
keuntungan kepada developer dibandingkan masyarakat.
Kunci kesuksesan insentif zoning:
• corak desain yang spesifik dan pertimbangan atas
kebutuhan publik dan penggunaannya.

133
• Insentif zoning lebih cocok diberlakukan pada kota dengan
tekanan pasar yang tinggi yang mengindikasikan minat
yang tinggi pada pembangunan.
Contoh :
Kota Dallas adalah salah satu contoh kota yang menerapkan
insentif zoning yang diterapkan pada pusat bisnis (CBD), berupa
insentif yang pemberian KLB sebesar 1 sampai 4 apabila
menyediakan ruang terbuka hijau yang sebanding pada lantai
dasar bangunan di blok yang sama. Akan tetapi, pemberian
insentif ini juga berdampak pada rendahnya kualitas ruang
terbuka yang dikembangkan.

Benefit/Incentive
Total Maximum lot coverage* Maximum Required
Incentive # building height parking
Village Industrial 3&4 Other Districts
1 +5% n/a +10% +5’ -10%
2 +10% +5% +15% +7’ -20%
3+ +15% +10% +20% +10’ -25%

Bonus/Incentive Zoning KOTA BANDUNG (Pasal 310 Perda 10/2015


tentang RDTR dan Peraturan Zonasi)

Diberikan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk peningkatan/


pelampauan luas lantai atau KLB.
Diarahkan pada lokasi :
a. Pusat Pelayanan Kota (PPK), Subpusat Pelayanan Kota (SPK)
Sadang Serang, SPK Kopo Kencana, SPK Maleer, SPK
Arcamanik, SPK Ujungberung, SPK Kordon, dan SPK Derwati, dan
Kawasan Strategis Kota berasarkan kepentingan ekonomi;
b. Kawasan terpadu kompak dengan pengembangan konsep
Transit Oriented Development (TOD);
c. Lokasi yang memiliki fungsi sebagai fasilitas parkir perpindahan
moda (park and ride); dan
d. Lokasi pertemuan angkutan umum massal.
e. Lokasi pusat pelayanan publik dengan fungsi campuran yang

134
terdiri dari pasar tradisional dan fungsi lainnya.
f. Lokasi pembangunan Rusun Umum untuk MBR yang dibangun
oleh pihak swasta atau yang dikerjasamakan dengan pihak
swasta.
Kompensasi menyediakan fasilitas publik antara lain:
a. menyediakan lahan dan/atau membangun RTH publik;
b. menyediakan lahan dan/atau membangun rumah susun
umum;
c. menyediakan lahan dan membangun fasilitas pendidikan
dan/atau kesehatan.
d. menyediakan dan/atau membangun waduk atau situ;
e. menyediakan infrastruktur;
f. menyediakan jalur dan meningkatkan kualitas fasilitas pejalan
kaki yang terintegrasi dengan angkutan umum; dan/atau
g. menyediakan jalur sepeda yang terintegrasi dengan angkutan
umum.
h. menyediakan ruang untuk sempadan sungai dan membuat
peningkatan kualitas sempadan sungai.
i. menyediakan jalan tembus bagi pejalan kaki dalam
blok/kapling.
j. menyediakan sebagian lahan pribadi/privat untuk
penambahan lebar jalur pejalan kaki publik.
k. Menyediakan ruang untuk sektor informal.
B. Performance zoning
Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan
yang didasarkan pada kinerja tertentu yang ditetapkan.
Performace zoning harus diikuti dengan standar kinerja
(performance standards) yang mengikat, misalnya :
 tingkat LOS (Level of Service, Tingkat Pelayanan) jalan
minimum,
 tingkat pencemaran maksimum, dll)
 Penggunaan standar kinerja pada penempatan setiap
klasifikasi fungsi yang terdapat dalam zoning. Perizinan

135
diberikan pada proyek yang dapat mengendalikan
persoalan potensial yang akan dihasilkan dari
fungsi/kegiatan dibandingkan perizinan terhadap tipe
kegiatan.
Performance zoning didesain untuk menyusun standar-standar
kondisi fisik yang terukur, seperti :
 Sinar matahari
 Kebisingan
 Getaran
 Kapasitas infrastruktur dll.
Konsepnya dibuat pada awal tahun 1970an oleh The Bucks
County, Pennsylvania Planning Commission untuk memberi izin
standar fleksibel bagi zoning hunian dalam melindungi ciri-ciri alam
(Frank 1982: 21; Kendig 1980). Terdapat pihak (komunitas) yang
menolak penggunaan performance zoning sebagai mekanisme
perencanaannya, dengan alasan:
 performance zoning merepresentasikan perubahan besar,
 rata-rata warga menolak perubahan peruntukan guna
lahannya,
 dalam hal ini, adanya kontroversi dan perselisihan dihindari
oleh institusi perencanaan (Kendig, 1982: 24),
Persoalan lain yang dihadapi dalam menggunakan performance
zoning:
 pemkot kurang waktu untuk memonitor dan kesulitan
penyelenggaraan,
 pihak developer menanggung pembengkakan biaya
akibat batasan-batasan pada mekanisme performance
zoning (Long Beach)
 diperlukan edukasi bagi masyarakat developer (San
Antonio).
Empat standar performance zoning yang digunakan untuk
menjamin kualitas lingkungan yaitu:
 Rasio ruang terbuka, untuk mengukur jumlah ruang terbuka

136
terhadap keseluruhan area
 Rasio permukaan kedap air, untuk mengukur jumlah ruang
yang ditutupi oleh jalan, trotoar, bebatuan, lahan parkir,
dan bangunan terhadap keseluruhan area
 Kepadatan bangunan (unit/Ha) untuk penggunaan lahan
perumahan
 Rasio lantai bangunan untuk penggunaan lahan selain
permukiman untuk mengukur luas lantai dalam suatu
bangunan terhadap keseluruhan area
Keuntungan:
• Teknik ini mampu untuk mengatasi lebih cepat berbagai
permasalahan yang terkait dengan variansi dan
penggunaan bersyarat karena keputusannya dibuat
berdasarkan standar yang pasti
Kelemahan:
• Pada kenyataannya, sulit untuk menyusun standar yang
pasti tersebut
C. Fiscal zoning
Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau beberapa blok
peruntukan yang berorientasi kepada peningkatan PAD.
Contoh :
Fiscal zoning di kota New Jersey, pada kawasan perumahan
ditentukan oleh pemerintah kota maupun karakter kawasan
perumahan tersebut.
– Secara umum kebijakan tersebut menaikkan nilai
perumahan dan juga cenderung meningkatkan biaya
pelayanan pemerintah bagi masyarakat yang memiliki
rumah baru.
– Hasil yang diperoleh dari kebijakan ini adalah pengendalian
guna lahan.
D. Special zoning
Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik
setempat (universitas, pendidikan, bandar udara) untuk

137
mengurangi konflik antara area ini dan masyarakat sekelilingnya
dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area tersebut.
Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan,
kelancaran lalu-lintas dan sebagainya).
E. Exclusionary zoning
Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan yang
menyebabkan blok peruntukan tersebut menjadi ekslusif.
Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi (misalnya,
penetapan luas persil minimal 5000m2 menyebabkan masyarakat
berpenghasilan rendah tidak dapat tinggal dalam blok tersebut).
Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang mempunyai
dampak pencegahan munculnya bangunan rumah bagi
masyarakat berpendapatan rendah dan moderat. Ketentuan ini
dimotivasi oleh perhatian pada populasi masyarakat
dibandingkan kebutuhan perumahan keseluruhan pada wilayah
dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya.
Exclusionary zoning termasuk teknik pengaturan zonasi yang
cenderung mengandung unsur diskriminasi. Berdasarkan teknik
pengaturan ini, di dalam kawasan tersebut tidak boleh ada
kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan
kelompok minoritas.
Exclusionary zoning merupakan salah satu perangkat teknik zonasi
yang disusun untuk menjaga karakter kawasan, internalisasi
eksternalitas, dan melindungi nilai kepemilikan (property values)
Contoh :
• Penerapan exclusionary zoning di Kota New Jersey,
memberikan diskriminasi khususnya pada golongan etnis
tertentu dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah karena
membatasi golongan tersebut untuk mengakses pekerjaan,
pendidikan, serta kualitas hidup yang baik.
• Persoalan exclusionary zoning di New Jersey juga berkaitan
dengan masalah lingkungan karena mempercepat proses
sprawl pada kawasan urban dan suburban yang berdampak

138
pada peningkatan polusi udara dan air akibat pengkotak-
kontakan.
F. Inclusionary zoning
Inclusionary zoning merupakan suatu ketentuan yang secara
spesifik memperbolehkan adanya unit-unit rumah dengan
berbagai tipe dan ukuran kepadatan, dengan tujuan untuk
menghilangkan unsur diskriminasi.
G. Contract zoning
Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik
properti dan komisi perencana (Dinas Tata Kota atau
TKPRD/BKPRD) atau lembaga legislatif (DPRD) yang dituangkan
dalam bentruk kontrak berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Melekat pada orangnya, bukan pada propertinya.
Menggunakan hukum perdata
H. Negotiated development
Pembangunan dilakukan berdasarkan negosiasi antarstakeholder
I. TDR (Transfer of Development Right)
TDR adalah suatu inovasi dan adaptasi dari mekanisme
pengendali rancang kota yang berhasil bagi beberapa kota. TDR
merupakan suatu perangkat implementasi yang mendorong
pengalihan secara sukarela dari pembangunan pada suatu
tempat/kawasan yang ingin dipertahankan/dilindungi, yang
disebut sebagai sending areas (area pengirim), menuju
tempat/kawasan yang diharapkan untuk berkembang, yang
disebut sebagai receiving areas (area penerima).
Hak-hak atas tanah (merujuk pada Undang-undang Agraria):
Hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi. (Pasal 4)
Peluang/Hak Membangun (merujuk pada UU Penataan Ruang, UU

139
Lingkungan Hidup, UU ttg Bangunan) : peluang/hak untuk
mengubah lahan dari penggunaan/intensitas saat ini menjadi
penggunaan/intensitas lain sesuai ketentuan penggunaan lahan
yang berlaku.
Diberikan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk:
 Rencana Pola Ruang Jenis kegiatan pemanfaatan ruang pada
suatu lahan diberikan oleh pemerintah berdasarkan Rencana
Pola Ruang. Pemegang hak atas tanah melakukan
pembangunan/pemanfaatan ruang di atas tanahnya sesuai
dengan Rencana Pola Ruang yang ditetapkan dalam
Rencana Tata Ruang.

 KDB, KLB, Tinggi Bangunan


Pemkot dapat memperoleh pembangunan yang diinginkan,
juga memungkinkan bagi developer yang menyetujui
pengurangan penggunaan hak membangunnya dalam lahan
tertentu untuk ditransfer kelebihan haknya ke lahan lain yang
ingin dikembangkannya. Lahan lain tersebut dapat saja
bersebelahan atau tidak dengan lahan awalnya; beberapa
kota memperbolehkan mentransfer dalam distrik yang sama.
Dengan TDR, pemilik dari lahan yang berada pada lingkungan
yang sensitif, lahan pertanian, RTH dan sending area penting
lainnya menerima kompensasi dari hasil penjualan hak
membangun yang dapat dialihkan (transferable development
rights) milik mereka, atau TDRs, sebagai imbalan atas
pembatasan lahan mereka dari kemungkinan pembangunan
di masa yang akan datang.
Program TDR ini dapat digunakan dengan baik jika minimal
diukur oleh aktivitas pasar dalam pengembangan hak
pemanfaatan lahan yaitu (Peter J.Pizor):
1. Distrik penerima harus pada tapak terbaik untuk
pengembangan lebih cepat. Kebutuhan infrastruktur harus
tersedia di tempat dan tapak penerima harus berada pada
area yang memiliki perspektif pasar terbaik untuk

140
pengembangan baru. Pembelian sertifikat TDR seharusnya
meningkatkan kepadatan dengan menggunakan hak
sebagai daya tarik untuk pengembang.
2. Proses peraturan dan perijinan harus cukup terhubung untuk
meyakinkan pengembang yang jika membayar untuk hak
mereka maka mereka dapat membangun untuk
kepadatan yang lebih tinggi.
3. TDR hanya akan menyediakan lahan yang melarang
pengembangan secara komprehensif dan yang
diperintahkan. Pada area preservasi, kepadatan yang
diijinkan harus menjaga area preservasi pada tata guna
lahan yang diinginkan seperti pertanian, ruang terbuka,
daerah alami natural area, dan sebagainya. TDR ini
seharusnya diperuntukkan dan dirancang di atas lahan
untuk kawasan preservasi.
4. Dalam perancangan program TDR yang baik, bank yang
membeli hak tidak memerlukan perlindungan lahan
pertanian, tetapi bisa membantu petani untuk berbisnis.
Sebagai contoh bank dapat membantu sebagai pembeli
resort untuk pengembangan hak dengan menyediakan
pasar untuk hak-hak
5. TDR dapat melindungi lahan jika larangan pengembangan
sifatnya menyeluruh dan perintah. Pada kawasan yang
dilindungi, kepadatan yang diijinkan harus cukup rendah
untuk memberikan perlindungan terhadap penggunaan
lahan yang diinginkan (pertanian, ruang terbuka).
6. Program yang terstruktur dengan jelasdan penerapan
konsep yang sederhana akan dapat dioperasikan lebih baik
daripada rumit dan panjang lebar. Pengurangan
pengaturan yang kompleks dapat memperbaiki
kepercayaan developer.
7. Program yang menyatukan semua actor yang terlibat
(pemilihan lahan, fasilitator, developer) lebih membuahkan

141
hasil dan program harus didesain sesuai dengan kebutuhan
rantai pembangunan.
Dengan menggunakan TDR pemkot dapat memperoleh
pembangunan yang diinginkan dengan preservasi bangunan
yang bernilai dengan memberikan kelonggaran dari peraturan,
juga memungkinkan bagi developer yang menyetujui
pengurangan penggunaan hak membangunnya dalam lahan
tertentu untuk ditransfer kelebihan haknya ke lahan lain yang ingin
dikembangkannya. Lahan lain tersebut dapat saja bersebelahan
atau tidak dengan lahan awalnya; beberapa kota
memperbolehkan mentransfer dalam distrik yang sama.
Dengan TDR, pemilik dari lahan yang berada pada lingkungan
yang sensitif, lahan pertanian dan sending area penting lainnya
menerima kompensasi dari hasil penjualan hak membangun yang
dapat dialihkan (transferable development rights) milik mereka,
atau TDRs, sebagai imbalan atas pembatasan lahan mereka dari
kemungkinan pembangunan di masa yang akan datang.
Pada program ini diharuskan adanya area pengirim dan penerima.
– Pada area penerima yang telah tumbuh sprawl
sebelumnya, mungkin telah terlambat untuk menjamin
suksesnya program TDR.
– Selain itu, penghuni di dalam area penerima dapat saja
mengajukan keberatan atas peningkatan intensitas yang
ditimbulkan oleh suatu program TDR.
Pemanfaatan TDR Saat Ini di Indonesia :
Peraturan Menteri PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
• Disebut sebagai Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai
Bangunan, yaitu hak pemilik bangunan yang dapat dialihkan
kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan
pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB
terbangun,
• Maksimum KLB yg dapat dialihkan umumnya sebesar 10%.

142
• Pengalihan dimungkinkan dalam satu daerah perencanaan
yang sama dan terpadu, serta yg bersangkutan telah
memanfaatkan min 60% KLB dari yg sudah ditetapkan.
• Pengalihan terdiri atas 1) hak pembangunan bawah tanah; 2)
hak pembangunan layang (air right development)
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 01 Tahun 2014 tentang
RDTR dan Peraturan Zonasi DKI Jakarta
• Merupakan salah satu Teknik Pengaturan Zonasi yg disebut
sebagai pengalihan hak membangun
• Diterapkan pada suatu persil/sub zona ke persil/sub zona lain
sesuai kesepakatan bersama dan diarahkan pada lokasi: a.
kawasan terpadu kompak dengan pengembangan konsep
TOD; b. pusat kegiatan primer dan pusat kegiatan sekunder;
dan c. kawasan yang memiliki panduan rancang kota.
• hak membangun yang dapat dialihkan berupa luas lantai dari
selisih batasan KLB yang ditetapkan dalam PZ dengan KLB yang
telah digunakan dalam kaveling
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 10 Tahun 2015 tentang RDTR
dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015-2035
• Merupakan salah satu Teknik Pengaturan Zonasi yg disebut
sebagai pengalihan hak membangun
• Pengalihan Hak Membangun diarahkan pada a) Pusat
Pelayanan Kota (PPK) dan Subpusat Pelayanan Kota (SPK); b)
Kawasan Cagar Budaya dan/atau Bangunan Cagar Budaya;
dan c) kawasan yang memiliki RTBL dan/atau panduan
rancang kota
• pengalihan hak membangun berupa luas lantai dari satu persil
ke persil lain dengan zona yang sama dalam satu batas
administrasi kelurahan
• Hak membangun yang dapat dialihkan berupa luas lantai dari
selisih batasan KLB yang ditetapkan dalam PZ dengan KLB yang
telah digunakan dalam kaveling
• Prosedur dan mekanisme pelaksanaan TPZ pengalihan hak

143
membangun atau TDR diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Walikota

J. Downzoning
Merupakan rezoning lahan –yang seharusnya dilakukan atas
persetujuan pemilik lahan– yang mengubah peruntukkan lahan
yang bernilai tinggi menjadi rendah. Misalnya, guna lahan
komersial dizonasi ulang (diubah) menjadi guna lahan
permukiman. Akibat downzoning ini, terdapat penurunan nilai
lahan. Terdapat beberapa batasan dari teknik ini, yaitu:
• Constitutional limitation: Larangan secara hukum untuk
mengubah properti pribadi tanpa adanya kompensasi
• Existing use: dowzoning tidak dapat digunakan untuk
menghilangkan penggunaan yang ada saat ini
K. Upzoning
Merupakan proses kontroversial yang bertujuan untuk mengubah
zonasi suatu kawasan, yang memperbolehkan adanya
peningkatan kepadatan atau penambahan guna lahan komersial.
Perubahan dalam klasifikasi zoning terhadap suatu properti dari
penggunaan yang bernilai tinggi menjadi lebih rendah. Misalnya,
dari peruntukkan lahan perumahan menjadi komersial
L. Design/historic preservation
Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan elemen lainnya
(keindahan, tata informasi dll) untuk memelihara visual dan
karakter budaya, bangunan dan kawasan masyarakat setempat
yang ditetapkan dalam peraturan-perundangan pelestarian.
Aturan dan arahan pengendalian renovasi dan redevelopment
disusun untuk mengendalikan ketinggian dan massa bangunan
dalam suatu distrik, dan arahan rancangan arsitektur spesifik untuk
bangunan lama dan baru.
Design review biasanya diperlukan sebagai bagian dari proses
pembangunan atau renovasi. Design review dapat menyediakan
kebutuhan fleksibilitas untuk pembangunan yang sensitif.

144
Kompensasi yang didapat oleh pemilik bangunan historis biasanya
pengurangan pajak, pemberian TDR.
• Estetika, faktor estetika dalam peraturan zoning ditempatkan untuk
mengeluarkan persyaratan detail, mengontrol tanda, ketinggian
bangunan, fasade bangunan, peraturan bangunan diatas lahan,
dan lansekap.
Pengendalian tanda (sign controls), menekankan pada estetika
dan komunikasi visual. Tanda yang diijinkan untuk dipasang harus
memenuhi kriteria dalam hal ukuran, lokasi, jumlah informasi, jenis
informasi dan rancangannya.
Historic and cultural preservation, zoning untuk kawasan preservasi
budaya dan sejarah ditujukan pada bangunan tunggal, kelompok
bangunan dan distrik.
Tingkatannya melibatkan semua elevasi, fasade jalan, interior
ruang, lansekap, dan ruang terbuka.
M. Overlay Zoning
Satu atau beberapa zona yang mengacu kepada satu atau
beberapa peraturan zonasi (misalnya kawasan perumahan di
kawasan yang harus dilestarikan akan merujuk pada aturan
perumahan dan aturan pelestarian bangunan/kawasan)
N. Floating Zoning
Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, dan
penetapan peruntukannya didsarkan pada kecenderungan
perubahannya/ perkembangannya, atau sampai ada penelitian
mengenai pemanfaatan ruang tersebut yang paling tepat.
(Thomas L. Daniels, 1988). Floating zone merupakan zona khusus
yang muncul pada suatu peraturan zonasi perusahaan tetapi tidak
muncul di dalam zoning map.
Floating zone biasanya digunakan dalam suatu pembangunan
unit perencanaan multifamily, pusat perbelanjaan, taman
perumahan. Memungkinkan developer menempatkan
penggunaan lahan yang telah ditetapkan dengan ukuran dan
bentuk lahan tertentu.

145
O. Flood Plain Zoning
Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir untuk
mencegah atau mengurangi kerugian yang disebabkan oleh
banjir. Terdapat beberapa pendekatan pada perencanaan
kawasan rawan banjir yaitu:
• Pendekatan distrik tunggal (single districts) yang disesuaikan
dengan daerah kota dan desa dimana nilai lahan rendah dan
sukar memperoleh data. Pendekatan ini tidak disarankan pada
daerah metropolitan.
• Pendekatan distrik ganda (two district approach), yang
membedakan daerah aliran banjir dan tepi aliran banjir (flood
fringe zones), dan pendekatan ini sangat sesuai untuk daerah
metropolitan.
• Gabungan distrik tunggal dan distrik ganda.
P. Conditional Uses
Seringkali disebut sebagai pemanfaatan khusus, merupakan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria
atau kondisi khusus zona tersebut memungkinkan atau sesuai
dengan pemanfaatan ruang yang diinginkan. Conditional Uses,
penggunaan lahan untuk kepentingan khusus dan kepentingan
tertentu.
Q. Growth Control
Pengendalian ini dilakukan melalui faktor-faktor pertumbuhan
seperti pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan
infrastruktur yang diperlukan, mengelola faktor ekonomi dan sosial
hingga politik
R. Planned Unit Development
Untuk mencapai kenaikan pertumbuhan ekonomi dan standar
desain yang diinginkan, maka dikembangkan PUD yang memuat
review atas usulan perencanaan pembangunan dan kewenangan
dalam penyusunan zoning distrik yaitu dalam hal kriteria standar
dan batasan yang dituangkan dalam PUD tersebut.
Tujuan dari Planned Unit Development adalah (Callies dalam

146
Johnny Patta, 1993):
• mencapai fleksibilitas
• menyediakan lingkungan hidup yang lebih diinginkan
• mendorong developer lebih kreatif, lebih efisien, dan lebih
beragam dalam pola
• mengembangkan fisik kota.

147
SISTEMATIKA LAPORAN
AKHIRRDTR
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Dasar Hukum Penyusunan RDTR
1.2 Tinjauan Terhadap RTRW Kabupaten/Kota
1.3 Tinjauan Kebijakan dan Strategi RTRW Kabupaten/Kota
1.4 Tujuan RDTR

BAB II. KETENTUAN UMUM


2.1 Istilah dan Definisi
2.2 Kedudukan RDTR dan Peraturan Zonasi
2.3 Fungsi dan Manfaat RDTR dan Peraturan Zonasi
2.4 Kriteria dan Lingkup Wilayah Perencanaan RDTR dan Peraturan
Zonasi
2.5 Masa Berlaku RDTR

BAB III. TUJUAN PENATAAN BWP


BAB IV. RENCANA POLA RUANG
BAB V. RENCANA JARINGAN PRASARANA
BAB VI. PENETAPAN SUB BWP YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA
BAB VII. KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
BAB VIII. PERATURAN ZONASI
8.1 Text Zonasi (Zoning Text)
8.1.1 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
8.1.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
8.1.3 Ketentuan Tata Bangunan
8.1.4 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
8.1.5 Ketentuan Pelaksanaan
8.1.5.1 Variansi Pemanfaatan Ruang
8.5.1.2 Insentif dan Disinsentif
8.5.1.3 Penggunaan lahan yang tidak sesuai
8.2 Materi Opsional
8.2.1 Ketentuan Tambahan
8.2.2 Ketentuan Khusus
8.2.3 Ketentuan Standar Teknis
8.2.4 Ketentuan Pengaturan Zonasi

148
SISTEMATIKA
LAPORAN AKHIR PZ
(apabila RDTR tidak disusun atau telah ditetapkan sebagai Perda sebelum keluarnya
pedoman ini)

BAB I.PENDAHULUAN BAB II. KETENTUAN UMUM

1.1 Dasar Hukum Penyusunan 2.1 Istilah dan Definisi


Peraturan Zonasi 2.2 Kedudukan Peraturan Zonasi
1.2 Tinjauan Terhadap 2.3 Fungsi dan Manfaat
RTRW/RDTR Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota 2.4 Kriteria dan Lingkup Wilayah
1.3 Tinjauan Kebijakan dan Perencanaan Peraturan
Strategi RTRW/RDTR Zonasi
Kabupaten/Kota 2.5 Masa Berlaku Peraturan
1.4 Tujuan Peraturan Zonasi Zonasi
2.6 Klasifikasi Zona
2.7 Pembagian Blok
BAB III. TEXT ZONASI (Zoning Text)
BAB IV.
3.1 Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Peta Zonasi (Zoning
Lahan Map)
3.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
3.3 Ketentuan Tata Bangunan
3.4 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
3.5 Ketentuan Pelaksanaan
3.5.1 Variansi Pemanfaatan Ruang
BAB V.
3.5.2 Insentif dan Disinsentif
Perubahan Peraturan
3.5.3 Penggunaan lahan yang tidak sesuai
Zonasi
3.6 Materi Opsional
3.6.1 Ketentuan Tambahan
3.6.2 Ketentuan Khusus
3.6.3 Ketentuan Standar Teknis
3.6.4 Ketentuan Pengaturan Zonasi

149
BAB 4
LAMPIRAN
CONTOH PETA RENCANA SISTEM JARINGAN JALAN DI SWK CIBEUNYING

150
CONTOH PETA SISREM JARINGAN ENERGI KELISTRIKAN

151
CONTOH PETA SISTEM JARINGAN TELEKOMUNIKASI

152
CONTOH PETA SISTEM JARINGAN AIR BERSIH

CONTOH PETA SISTEM AIR LIMBAH

153
154
CONTOH PETA SISTEM DRAINASE

155
CONTOH PETA PERATURAN ZONASI

156

Anda mungkin juga menyukai