Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
Urbanitas merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian,
dikarenakan semakin banyaknya penduduk Dunia yang tinggal di daerah perkotaan.
Sebagai contoh peningkatan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia disebabkan
karena semakin banyaknya penduduk dari daerah perdesaan yang menjadi penduduk
kota. Berdasarkan perkiraan pada tahun 2025 jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan akan mencapai 60%. Sebaliknya jumlah penduduk di perdesaan semakin
menurun( https://pengembanganperkotaan.wordpress.com). Situasi ini di satu sisi
merupakan keadaan yang cukup strategis; menyelesaikan persoalan-persoalan yang
berada di kota berarti menyelesaikan separuh persoalan bumi, namun di pihak lain,
kegagalan dalam memahami situasi dan persoalan kota berarti separuh dari bumi
berada di ambang kehancuran. Dalam situasi dunia yang sudah sedemikian kompleks
saat ini, untuk memahami sebuah kota, diperlukan pendekatan melalui diskursus
sosial dan humanisme. Dalam konteks ini, kota dipahami sebagai sebuah konstruksi
sosial, yang dibentuk untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari- hari serta berfokus
pada persoalan bagaimana warga kota memperjuangkan hidupnya. Hal ini seringkali
bertentangan dengan apa yang dihasilkan oleh perencanaan yang bersifat formal.
Yang berdasarkan pada prinsip-prinsip yang abstrak, yang bersifat kuantitatif, formal,
spasial, atau perseptual.
Dalam konteks tersebut, ruang publik urban menjadi aspek yang sangat
menentukan karena kehidupan keseharian dan kehidupan sosial terjadi di ruang
publik. Dalam pengertian yang paling umum, ruang publik dapat berupa taman,
tempat bermain, jalan, atau ruang terbuka. Ruang publik kemudian didefinisikan
sebagai ruang atau lahan umum, dimana masyarakat dapat melakukan kegiatan publik
fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu
komunitas, baik melalui kegiatan sehari-hari atau kegiatan berkala. Dalam pengertian
yang lebih luas, bila dikaitkan dengan kehidupan keseharian warga kota, pengertian
ruang publik juga termasuk angkutan umum, halte, jalan, trotoar dan jalur
aksesibilitas lainnya, pasar, halaman bangunan umum seperti: sekolah, rumah sakit,
perkantoran yang melayani kepentingan publik. Ruang publik diharapkan dapat
menjadi wadah interaksi sosial budaya warga kota dan bukan sekedar sebagai
pelengkap bagi tujuan-tujuan ekonomi dalam arti sempit. Selanjutnya, ruang publik
seharusnya dapat memberi kesempatan bagi, dan sekaligus menuntut, pemuncakan
kapasitas sosial manusia yang kemudian menjadi dasar pencapaian dalam segala
bidang peradaban (Kusumawijaya,2006: 98). Namun dewasa ini, ruang publik
ternyata mulai mengalami pergeseran fungsi di karenakan banyaknya aktifitas
informal yang muncul sehingga secara tidak langsung menggeser fungsi awal dari
ruang publik itu sendiri.
Taman Nostalgia Kota Kupang sebagai kasus studi dalam tulisan ini merupakan
salah satu ruang publik kota yang juga mengalami pergeseran fungsi dikarenakakn
mulai merambahnya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang hadir menempati trotoar

1
maupun area taman sehingga menurunkan kualitas dan fungsi awal dari taman itu
sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 GAMBARAN UMUM TAMAN NOSTALGIA KOTA KUPANG


Taman Nostalgia merupakan taman yang dirancang untuk mendukung
keberadaan Monumen Gong Perdamaian Nusantara di Kota Kupang. Taman
Nostalgia diresmikan pada tanggal 9 Februari 2011. Monumen Gong Perdamaian
Nusantara yang terdapat di Taman Nostalgia merupakan salah satu dari 33 unit
yang disebar di 33 provinsi di Indonesia.
Taman Nostalgia pada awalnya merupakan ruang terbuka hijau , berupa hutan
kota. Ruang terbuka hijau ini kemudian dialihfungsikan menjadi taman sebagai lokasi
penempatan Monumen Gong Perdamaian Nusantara. Taman ini pada awalnya
dibangun sehubungan dengan kedatangan Presiden SBY pada tahun 2011 untuk
meresmikan Monumen Gong Perdamaian Nasional di Kota Kupang. Taman ini
kemudian tidak terawat. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya pihak yang bertanggung
jawab secara utuh terhadap pengelolaan Taman Nostalgia. Taman ini pada awalnya
dikelola oleh Pemerintah Provinsi NTT. Akan tetapi, taman ini kemudian diminta

Gambar 1. Foto Udara Kondisi Taman Nostalgia Kota Gambar 2. Taman Nostalgia Kota Kupang,
Kupang, NTTSumber : https://earth.google.com NTTSumber : https://.google.com

untuk dikelola oleh Pemerintah Kota Kupang karena keberadaan taman tersebut di
wilayah pemerintahan Pemerintah Kota (Hayon,2013).
2.2 AKTIVITAS DI AREA TAMAN NOSTALGIA KOTA KUPAG SAAT INI

2
Fungsi utama taman ini yang semula adalah sebagai area rekreasi, bermain,
bersosialisasi dan berolahraga, telah menarik para pedagang untuk berjualan di

Gambar 3. Para pelaku sektor informal di sekitart Taman Nostalgia yang


menyediakan makanan dan minuman bagi pengunjung tamanSumber :
https://travel.detik.com
sekitar Taman. Pada awalnya, pedagang berjualan pada waktu-waktu tertentu saja
ketika ada pengunjung yang berwisata dan berolah raga. Namun dengan adanya
fasilitas perkantoran serta lokasi taman yang berada di pusat kota Kupang, jumlah dan
lama aktivitas menjadi semakin meningkat. Beberapa kelompok pedagang bahkan
berjualan sepanjang hari, terutama mereka yang skala ekonominya semakin
meningkat. Terjadilah beberapa sudut/kelompok pedagang di sekitar lapangan,
termasuk di sepanjang jalan yang mengelilinginya.

Gambar 4. Kegiatan KKR yang berlangsung malam hari di Taman


NostalgiaSumber : https://.google.com

Dibidang sosial-budaya, Taman Nostalgia juga merupakan salah satu tempat


favorit di Kota Kupang dengan biasa di selenggarakan pagelaran budaya, konser
musik, berbagai acara pameran yang di buat oleh pemerintah maupun swasta. Seperti
yang terjadi baru-baru ini yaitu diadakannya Festival Budaya NTT ini digelar

3
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang
menyongsong dies natalis ke – 54 PMKRI. Taman ini juga sering di jadi tempat untuk
berlangsungnya kegiatan keagamaan seperti KKR bagi umat kristiani.
2.3 INFORMALITAS PADA KAWASAN TAMAN NOSTALGIA KUPANG
Wacana informalitas dan formalitas merupakan dua kutub perbincangan yang
hingga saat ini selalu dipertentangkan (khususnya yang terkait dengan persoalan
kota). Informalitas pada umumnya merupakan sub-ordinasi dari formalitas yang
dikonstruksi oleh modernisme, sehingga sering dianggap sesuatu yang menjadi
”lawan” dari formalitas. Dalam beberapa kasus, informalitas digiring dalam kerangka
legal aspek dan dianggap sebagai sesuatu yang illegal (contoh: pedagang kaki lima).
Berdasarkan contoh tersebut di atas dengan adanya berbagai peristiwa yang
berlangsung, terlihat bahwa informalitas merupakan fenomena keseharian yang terjadi
di Taman Nostalgia. Hal ini juga terjadi di sebagian besar ruang publik di Kota
Kupang. Informalitas juga menjadi peristiwa keseharian yang banyak menopang

Gambar 5. Keberadaan Pedagang Kaki lima (PKL) di Taman Nostalgia yang


memakai area pejalan kaki di Taman.Sumber : https://.google.com

kehidupan masyarakat kebanyakan. Di sisi lain, keberadaan sektor informal ini


terbukti sangat dibutuhkan pula oleh warga kota yang tercermin dari ”hidupnya”
ruang-ruang yang diiisi oleh sektor ini.
Aktivitas yang secara alamiah terbentuk ini diduga terdorong oleh
keterbatasan lapangan pekerjaan formal yang diselenggarakan oleh
pemerintah/negara. Terlebih lagi setelah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1998 yang dampaknya masih terasa hingga saat ini. Sejumlah besar masyarakat
yang sebelumnya bekerja di sektor formal, seperti perbankan, industri, dan profesi
lainnya, mengalami pemutusan hubungan pekerjaan dan beralih ke lapangan kerja
informal.
Gambar diatas merupakan salah satu contoh informalitas yang terjadi di ruang
publik yaitu pada Taman Nostalgia. Dimana para pedagang kaki lima mulai
merambah masuk ke area yang sebenarnya bukan di siapkan untuk mereka. Akhirnya
yang menjadi korban adalah para pelaku aktivitas pada ruang itu sendiri yaitu para
pengunjung dikarenakan hak mereka untuk menikmati akan ruang publik itu menjadi
terganggu sebab area yang sebenarnya direncanakan menjadi tempat untuk berjalan
serta berjogging di taman malah terhalang dengan adanya lapak-lapak ilegal para
pedagang kaki lima yang menutup hampir setengah bandan dari jalur pedestrian itu

4
sendiri. Ditambah lagi dengan kurangnya kebijakan pemerintah dalam memberikan
pengaturan pada pengolahan taman publik ini menambah maraknya aksi informal
yang terjadi di Taman Nostalgia Kota Kupang ini.
Dilain pihak, aktivitas ini memang merupakan hal yang wajar dan terjadi di
berbagai kota besar di dunia. Berbagai aktivitas yang dilakukannya tentu saja
memerlukan wadah spasial dalam kota yang harus direncanakan dengan baik oleh
pemerintah maupun swasta. Pada umumnya ruang yang dipilih adalah ruang terbuka
publik yang dapat ”diakses” melalui berbagai cara. Hal ini dilakukan secara alamiah
tanpa didasari pemahaman tentang struktur dan bentuk kota. Akibatnya, melalui
penulisan ini, terungkap bagaimana ruang-ruang kota Kupang yang pada awalnya
dibangun sebagai ruang kota dengan tatanan perencanaan yang baik, telah dikonstruk
atau dialih fungsikan menjadi ruang informal melalui peristiwa-peristiwa atau
aktivitas keseharian yang dinamis dan terus berubah.
Fenomena ini memiliki sisi positif maupun negatifnya. Dari sisi positif,
terungkap bahwa ruang ini memiliki arti yang sangat besar bagi sebagian warga kota
dalam menopang kehidupan kesehariannya. Spontanitas yang terjadi memperlihatkan
adanya kebutuhan dasar yang dapat terwadahi oleh ruang urban tersebut.
Kesinambungan yang terjadi dan ”hidup”nya ruang tersebut juga mencerminkan
bagaimana masyarakat mengatur diri untuk berbagi ruang, berbagi waktu, dan berbagi
kesempatan dalam ”memanfaatkan” ruang-ruang tersebut. Dari sisi negatif,
keberadaan kegiatan tersebut seringkali ”mengganggu” dan mengambil ”hak” publik
warga kota lainnya, terutama para pejalan kaki. Karena itu, diperlukan pengaturan dan
perencanaan yang dapat mengatasi persoalan- persoalan yang ditimbulkan sebagai
akibat/implikasi adanya kegiatan-kegiatan tersebut. Di sinilah peran pemerintah kota
yang harus segera diberdayakan dengan tepat sasaran.
Salah satu contoh yang dapat dijadikan studi banding adalah penanganan yang
dilakukan terhadap para pelaku sektor informal khususnya street-vendor yang terdapat
di Kota Bangkok. Pemerintah kota yang didorong oleh kebijakan Raja Thailand
memberikan ”ruang gerak” dengan membuat trotoar dengan lebar bervariasi yaitu 4, 6
bahkan 8 meter pada area-area tertentu sehingga dapat menampung pejalan kaki, kios,
termasuk jalur difable dan area untuk tempat duduk. Hal ini menjadikan jalan –jalan -
sebagai salah satu ruang terbuka kota yang paling dominan - menjadi hidup (vibrant)
dan membuat kota Bangkok terpilih menjadi salah satu kota terbaik dunia.
Harmoni informalitas dan formalitas menjadi tujuan akhir yang perlu terus
diupayakan. Dengan memberikan ”ruang gerak” yang memadai bagi keberadaan
informalitas, maka keduanya akan mencari bentuknya masing-masing dalam sebuah
hubungan yang diharapkan pada gilirannya akan mencapai sebuah bentuk
kesetimbangan baru.

5
BAB III
KESIMPULAN

Permasalah informalitas pada ruang terbuka publik di berbagai dunia


menandakan bahwa permasalah ini bukan lagi menjadi isu nasional saja. Berdasarkan
contoh kasus studi Taman Nostalgia Kota Kupang ini, dapat ditarik simpulan bahwa
dengan diakuinya keberadaan para aktor yang selama ini termarjinalkan, maka akan
terbentuk kerangka pikir baru dalam memahami persoalan kota. Penulisan ini
diharapkan dapat berkontribusi terhadap pembentukan wacana baru dalam menyikapi
berbagai persoalan di Kota Kupang pada kususnya. Dalam konteks perencanaan kota,
diharapkan akan membuka wawasan dan pemahaman para perencana (arsitek)
termasuk pengelola kota dalam menyikapi fenomena informalitas. Selain itu,
diharapkan pula adanya kesadaran akan keterbatasan masterplan atau pun rencana-
rencana kota lainnya sehingga perlu dipertimbangkan lebih lanjut ”bentuk” rencana
kota yang lebih tepat sasaran dan efektif dalam menyelesaikan persoalan ruang kota.
Hal ini juga seharusnya diperlukan peran aktif seluruh aktor (pemerintah kota,
perencana, warga di sekitar lokasi, para pelaku sektor informal, pengusaha dan stake-
holder lainnya) yang terlibat dalam penciptaan lingkungan yang aman, bersih
dan nyaman baik secara fisik maupun sosial. Masing-masing ditempatkan sesuai
dengan peran dan fungsinya sehingga terjadi sinergi yang mampu menggerakkan
seluruh potensi yang ada. Pengaturan tidak hanya dilakukan secara ruang, namun juga
secara waktu. Diperlukan kerja sama antar para pelaku perencana maupun pemerintah
dan swasta yang secara khusus mengatur kegiatan ini hingga detil teknis pelaksanaan,
di antaranya adalah pengaturan waktu kegiatan dan pengaturan waktu bagi para
pelaku sektor informal tersebut.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam sisi penataan fisik antara lain:
mengacu pada persyaratan teknis aksesibilitas pada bangunan umum dan lingkungan,
merespon kondisi setempat dengan mempertimbangkan kultur masyarakat urban di
kota Kupang, mempertimbangkan aspek pemeliharaan, bersifat dinamis dan terbuka
pada setiap perubahan sejauh tidak merugikan pihak-pihak tertentu.

6
Daftar Pustaka :

 Hayon, Dewa. 2013. “ Pemkot Didesak Perjelas Status Pengelolaan Tamnos”.


http://www.flobamora.net/berita/2834/2014-07-06/pemkot-didesak-perjelas-status-
pengelolaan-tamnos.html. (diakses 23 Maret 2018).
 Kupang Pos. 2017. “Tunjukkan Pada Dunia, Pemuda NTT Kaya Akan Budaya Leluhur”
http://www.suronews.com/headline/tunjukan-pada-dunia-pemuda-ntt-kaya-akan-tarian-
budaya-leluhur.html.( diakses 23 Maret 2018).
 Kusumawijaya, Marco, Kota Rumah Kita, Borneo Publications, Jakarta, Indonesia. 2006.
 Nugraha, Muhammad. 2015. “Takkan Ingat Masa Lalu Di Taman Nostalgia Kupang”.
https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-3044085/takkan-ingat-masa-lalu-di-taman-
nostalgia-kupang. html. (diakses 23 Maret 2018).
 Ruba, Venansius. 2015. Pemeliharaan Fisik Taman Nostalgia Kota Kupang Provinsi
Nusa Tenggara Timur. E-Jurnal Arsitektur Lansekap . Vol. 1 (2), 13 Halaman
 WordPress.2011.“Isu Strategis Dan Permasalahan Pengembangan Perkotaan”.
https://pengembanganperkotaan.wordpress.com/2011/11/09/isu-strategis-dan
permasalahan-pengembangan-perkotaan. html.( diakses 23 Maret 2018).

Anda mungkin juga menyukai