Anda di halaman 1dari 8

MATA KULIAH

PERENCANAAN WILAYAH
RP14-1328

CRITICAL REVIEW
AGROPOLITAN DEVELOPMENT IN EAST TOMOHON,
NORTH SULAWESI, INDONESIA

SANTIKA PURWITANINGSIH
3613100008

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015

CRITICAL REVIEW

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufiq, serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tugas mata kuliah Perencanaan
Wilayah (RP14-1328) yang berjudul Critical Review Jurnal: Agropolitan Development

in East Tomohon, North Sulawesi, Indonesia dengan lancar.


Selama proses penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dari pihakpihak lain sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan optimal, sehingga pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, yaitu :
1. Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Ibu Ema Umilia, ST. MT. selaku dosen
mata kuliah Perencanaan Wilayah.
2. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi.
3. Rekan-rekan di jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota ITS yang memberikan motivasi
dan bantuan demi kelancaran pembuatan makalah ini.
Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama dalam menambah
wawasan tentang analisis lokasi dan keruangan. Tak ada gading yang tak retak, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Surabaya, 16 Maret 2016

Penulis

CRITICAL REVIEW

IDENTITAS JURNAL
a. Judul Penelitian

: Agropolitan Development in East Tomohon, North Sulawesi,

Indonesia
b. Penulis

i.

Altje E. Poli

ii.

Mohammad Bisri

iii.

Surjono

iv.

Edy Lengkong

c. Nama Jurnal

: IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM)

d. Tahun Terbit, Vol

: 2013, Vol. 13, Halaman 35-40

e. e-ISSN

: 2278-487X

f.

: 2319-7668

p-ISSN

ii

CRITICAL REVIEW

Pengembangan Agropolitan di Tomohon Timur, Sulawesi Utara,


Indonesia
SUMMARY
Mengingat pengembangan perdesaan di negara berkembang sering menekankan
pengembangan agropolitan sebagai kunci pengembangan. Agropolitan dipandang sebagai
strategi penting dalam mengurangi kemiskinan melalui akselerasi pertumbuhan ekonomi
perdesaan berdasarkan industri pertanian. Agropolitan merupakan ssalah satu strategi
pengembangan perdesaan yang menekankan integrasi antara komponen industri pertanian
ke dalam wilayah pertanian yang terintegrasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan struktur spasial dari
pengembangan agropolitan di Tomohon Timur dan untuk mengidentifikasi komponen yang
krusial bagi pengembangan agropolitan.
Hasil

dari

penelitian

menunjukkan

bahwa

komponen-komponen

pembentuk

agropolitan di Tomohon Timur adalah permukiman, hutan, perkebunan, kebun buah, dan
sawah. Area agropolitan di Tomohon Timur didominasi oleh perkebunan. Sumber daya alam
yang melimpah membuka kesempatan untuk memaksimalkan pengembangan produk
agrikultur berbasis agroforestri. Selain itu, pengembangan agropolitan harus dilihat sebagai
sebuah sistem yang saling berhubungan antar masing-masing komponennya. Hubungan inilah
yang memberikan implikasi penting terhadap pengembangan agropolitan yang berkelanjutan.
PEMBAHASAN
Kondisi Eksisting Pengembangan Agropolitan di Tomohon Timur, Sulawesi Utara
Area agropolitan di Tomohon Timur terdiri dari beberapa elemen yaitu permukiman,
hutan, perkebunan, perkebunan buah, semak belukar, dan sawah. Area agropolitan di
Tomohon Timur didominasi oleh perkebunan dengan luas 2.623,22 m2 atau setara dengan
40,74% dari luas wilayah Tomohon Timur.
Permukiman yang ada didominasi oleh rumah-rumah petani. Sebagian besar dari
masyarakat yang ada bekerja pada bidang pertanian. Infrastruktur dasar sudah tersedia,
termasuk jalan perdesaan. Masyarakat lokal memiliki hubungan keterikatan tradisional yang
disebut Mapalus, semacam perkumpulan untuk bekerja bersama dalam komunitas. Hasil
pertanian langsung dijual ke pasar.
Di wilayah agropolitan Tomohon Timur terdapat hutan lindung yang merupakan bagian
dari Gunung Mahawu dan Gunung Masarang. Hutan ini dikelola oleh Dinas Kehutanan Kota
Tomohon. Perkebunan yang mendominasi wilayah agropolitan Tomohon Timur kebanyakan
merupakan perkebunan cengkeh dan kelapa. Keberadaan perkebunan terutama terletak di

CRITICAL REVIEW

Rurukan dan Kumelembuai. Perkebunan Tomohon Timur juga terdapat tanaman aren yang
diolah menjadi gula.
Di wilayah agropolitan Tomohon juga terdapat kebun buah dan sayur. Hasil panen
utamanya berupa jagung, bawang merah, cabe, tomat, dan kubis. Selain itu, kebun buah dan
sayur Tomohon juga menghasilkan sawi, terung, bayam, dan mentimun. Tanaman-tanaman
tersebut ditanam di lembah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 8% hingga lebih besar
dari 40%.
Kekurangan dari Pengembangan Agropolitan di Tomohon Timur, Sulawesi Utara
Akhir-akhir ini konsep berkelanjutan ramai ditekankan dalam masalah pengembangan
wilayah. Hal ini berarti pengembangan suatu wilayah harus mengakomodasi aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan dalam perencanaannya. Termasuk pengembangan wilayah berbasis
agropolitan, saat ini juga diarahkan untuk pengembangan yang sifatnya berkelanjutan.
Potensi sumber daya alam agropolitan Tomohon sangat melimpah, namun dalam
pengembangannya kurang memperhatikan aspek keberlanjutan. Hal ini ditandai dengan
belum adanya integrasi antara ketiga elemen keberlanjutan di Tomohon. Masing-masing
aspek masih bergerak sendiri. Lemahnya integrasi ini menyebabkan penurunan fungsi dan
tujuan dari pengembangan agropolitan.
Berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota Tomohon, Tomohon Timur direncanakan
sebagai kota agropolitan berdasarkan potensi industri agrikulturnya. Namun pada
kenyataannya hingga saat ini masih belum ada perusahaan di Tomohon yang bergerak di
bidang industri agrikultur, sehingga produk-produk agrikultur di Tomohon tidak memiliki nilai
tambah karena hasil panen langsung dijual di pasar tanpa ada proses pengolahan terlebih
dahulu.
Pengembangan agropolitan di Tomohon juga kurang memperhatikan aspek
lingkungannya. Sebagai contoh, perkebunan buah dan sayur yang ditanam di lembah dengan
kemiringan lereng antara 8% hingga lebih dari 40% menyebabkan penurunan kualitas tanah.
Hal ini perlu ditinjau ulang terkait alokasi ruang untuk perkebunan buah dan sayur.
Infrastruktur yang menunjang pengembangan agropolitan juga terbatas, hanya berupa
infrastruktur dasar, yaitu jalan perdesaan, yang sehari-harinya dilewati oleh truk-truk
bermuatan berat pengangkut hasil panen. Hal ini menyebabkan infrastruktur jalan cepat rusak.
Keberadaan hutan di Tomohon Timur juga masih diabaikan dalam perancangan
wilayah agropolitan. Padahal hutan memiliki peran penting terhadap siklus air dalam wilayah
agropolitan. Selain itu, hutan juga merupakan rumah bagi penyerbuk alami yang memberikan
keuntungan bagi penyerbukan tanaman dalam memproduksi buah.

CRITICAL REVIEW

Konsep Agropolitan dan Karakteristiknya


Menurut Departemen Pertanian (2002), agropolitan terdiri dari kata agro dan politan
(polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota. Dengan demikian agropolitan dapat
didefinisikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di
daerah kota. Sedang yang dimaksud dengan agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh
dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (Agribisnis) di wilayah
sekitarnya. Lebih jauh Departemen Pertanian menjelaskan bahwa kota agropolitan berada
dalam kawasan sentra produksi pertanian (selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai
kawasan Agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan Kota Menengah, Kota Kecil, Kota
Kecamatan, Kota Perdesaan atau kota nagari yang berfungsi sebagi pusat pertumbuhan
ekonomi yang mendorong pertumbuhan pembangunan pedesaan dan desa-desa hinterland
di wilayah sekitarnya.
Kawasan agropolitan yang telah berkembang memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Deptan,
2002):
a. Mayoritas masyarakatnya memperoleh pendapatan dari kegiatan agribisnis.
b. Didominasi oleh kegiatan pertanian, termasuk di dalamnya usaha industri
(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian, perdagangan agrobisnis
hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
c. Relasi antara kota dan daerah-daerah hinterlandnya bersifat interdependensi yang
harmonis dan saling membutuhkan. Kawasan pertanian mengembangkan usaha
budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm) dan kota
menyediakan penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengolahan
hasil dan pemasaran hasil produksi pertanian.
d. Pola kehidupan masyarakatnya sama dengan kehidupan kota karena prasarana dan
sarana yang dimilikinya tidak berbeda dengan di kota.
Menurut Departemen Pertanian (2002) dalam menerapkan agropolitan, wilayah yang
akan dikembangkan menjadi kawasan agropolitan harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan
komoditi unggulan.
2) Memiliki prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan
sistem dan usaha agribisnis yaitu:

Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana pertanian, pasar jasa pelayanan, dan
gudang Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan).

CRITICAL REVIEW

Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi dan asosiasi) yang berfungsi


sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis (SPPA).

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai Klinik

Konsultasi Agribisnis (KKA)

Pengkajian teknologi agribisnis

Prasarana transportasi, irigasi dan semua yang mendukung usaha pertanian

3) Memiliki prasarana dan sarana umum yang memadai


4) Memiliki prasarana dan sarana kesejahteraan sosial (kesehatan, pendidikan, rekreasi,
dan sebagainya)
5) Kelestarian lingkungan hidup (sumber daya alam, sosial budaya dan keharmonisan
relasi kota dan desa).
KESIMPULAN
Kawasan agropolitan Tomohon Timur masih bisa dikatakan sebagai kawasan
agropolitan yang berkembang seutuhnya. Sesuai dengan persyaratan kawasan agropolitan
dari Departemen Pertanian, ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi oleh agropolitan
Tomohon Timur yang membuat wilayah agropolitan ini kurang berkembang.
Selain itu, kurangnya integrasi dalam pengembangan agropolitan merupakan
kelemahan dari pengembangan wilayah agropolitan di Tomohon Timur. Kurangnya integrasi
mengakibatkan pengembangan agropolitan di Tomohon Timur tidak mendukung aspek
keberlanjutan dari suatu pengembangan.
REKOMENDASI
Jalan keluar yang dipandang efektif untuk mengatasi kelemahan pengembangan
agropolitan adalah membangun integrasi antar elemen agropolitan. Membangun integrasi
antar elemen agropolitan dapat dimulai dengan penerapan konsep agroforestri, yaitu sistem
dan teknologi pemanfaatan lahan dimana tanaman kayu yang berumur panjang (bisa diwakili
oleh pohon-pohon dalam hutan) dibudidayakan secara sengaja dalam satu unit pengelolaan
lahan dengan tanaman pertanian dengan pengaturan ruang dan waktu tertentu. Tujuan dari
agroforestri

ini

antara

lain

untuk

memaksimalkan

penggunaan

energi

matahari,

mengoptimalkan efisiensi penggunaan tanah dan air, meminimalkan hilangnya unsur hara dari
dalam sistem, serta meminimalkan run-off dan erosi. Selain itu perlu adanya kegiatan industry
pengolahan produk agrikultur agar produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah, sehingga
nantinya akan meningkatkan pendapatan penduduk setempat. Selanjutnya diperlukan adanya
perbaikan infrastruktur, terutama aksesibilitas sehingga distribusi produk agrikultur bisa
berjalan dengan lancar.

CRITICAL REVIEW

LESSON LEARNED

Dalam pengembangan agropolitan diperlukan integrasi antar elemen sehingga akan


diperoleh pengembangan agropolitan yang berkelanjutan.

Wilayah yang akan dikembangkan menjadi kawasan agropolitan harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki

sumberdaya

lahan

dengan

agroklimat

yang

sesuai

untuk

mengembangkan komoditi unggulan.


2) Memiliki prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan
sistem dan usaha agribisnis yaitu:

Pasar (pasar untuk hasil pertanian, sarana pertanian, pasar jasa pelayanan,
dan gudang Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan).

Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi dan asosiasi) yang berfungsi


sebagai Sentra Pembelajaran dan Pengembangan Agribisnis (SPPA).

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai Klinik

Konsultasi Agribisnis (KKA)

Pengkajian teknologi agribisnis

Prasarana transportasi, irigasi dan semua yang mendukung usaha


pertanian

3) Memiliki prasarana dan sarana umum yang memadai


4) Memiliki prasarana dan sarana kesejahteraan sosial (kesehatan, pendidikan,
rekreasi, dan sebagainya)
5) Kelestarian lingkungan hidup (sumber daya alam, sosial budaya dan
keharmonisan relasi kota dan desa)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ______. Sejarah, Definisi, dan Konsep Agroforestry. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mata.
Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan

Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Jakarta:


Sekretariat Negara.

Anda mungkin juga menyukai