Anda di halaman 1dari 125

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hadirat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan Perencanaan
Tapak (TKP 346) dengan baik.
Laporan yang berjudul “Perencanaan Tapak Ibukota Baru Kabupaten
Semarang” ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Perencanaan Tapak
(TKP 346). Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran serta
analisis mengenai kondisi eksisting lokasi perencanaan tapak di Desa Tuntang
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Sugiono Soetomo, Dr. Ir. Retno Widjajanti, MT, Ir. Retno Susanti,
MT, Novia Sari Ristianti, ST, MT selaku dosen mata kuliah Perencanaan Tapak
yang memberikan bimbingan;
2. Orang tua yang selalu memberikan doa restu dan dukungan;
3. Teman-teman sesama anggota kelompok yang tak kenal lelah dan bekerja
keras dalam penyusunan laporan ini;
4. Teman-teman Kelas A dan angkatan 2014 Jurusan Perencanaan Wilayah dan
Kota yang sangat luar biasa memberikan semangat dalam penyusunan laporan
ini;
5. Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki di masa mendatang.
Kami berharap semoga laporan ini dapat digunakan sebagaimana mestinya,
serta bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi mengenai kondisi
perubahan dan perkembangan fungsi ruang fisik wilayah studi kami.

Semarang, 10 Juni 2016

Penulis
1
2
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan merupakan hubungan antara kenyataan yang ada sekarang ini
dengan keadaan yang diinginkan pada masa yang akan datang (Arthur, 1983 : 68).
Dalam mencapai keinginan pada masa mendatang ada tahapan perencanaan yang
dibutuhkan agar menghasilkan kondisi yang terbaik untuk keberlangsungan hidup
manusia.
Perencanaan tapak (site plan) adalah seni menata lingkungan buatan manusia
dan lingkungan alamiah, guna menunjang kegiatan manusia (Brogden, 1985). Oleh
karena itu, antara lingkungan buatan dan alamiah memiliki hubungan yang erat.
Lingkungan alamiah mencakup sistem ekologi seperti air, udara, tanah, tumbuhan,
dan lain-lain. Lingkungan buatan manusia mencakup bentuk ruang yang dibangun,
contohnya bangunan, bendungan, tempat pengolahan sampah, dan sebagainya.
Lingkungan buatan dan alamiah yang direncanakan dengan baik dapat mendukung
aktivitas manusia di kawasan tersebut (Snyder dan Catanese, 1989 : 181).
Isu mengenai pemindahan Ibukota Kabupaten Semarang bukan sekedar
rencana. Hal ini diperkuat dengan adanya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
dari DPRD Kabupaten Semarang yang berisi tentang rencana pemindahan Ibukota
Kabupaten Semarang. Pemindahan Ibukota Kabupaten Semarang merupakan
upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan dan pelayanan
umum. Selain itu rencana pemindahan ibukota dikarenakan isu Kota Salatiga yang
ingin melebarkan wilayahnya ke arah Kabupaten Semarang (Tribun Jateng, 2016).
Lokasi tapak yang akan dikaji terletak di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang,
Kabupaten Semarang. Perencanaan tapak dilakukan berdasarkan pada isu
pemindahan Ibukota Kabupaten Semarang. Kecamatan Tuntang dipilih karena
memiliki potensi sebagai kawasan ibukota karena terdapat lahan non produktif yang
luas sehingga dimungkinkan untuk lahan terbangun. Konsep dalam perencanaan
tapak ini adalah konsep ‘’Green City’’ yang mewujudkan keseimbangan antara
pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan (Joga, 2013 :
2). Perencanaan tapak dengan konsep ‘’Green City’’ diharapkan dapat membuat
kondisi perkotaan yang bersih, aman dan nyaman untuk penduduk setempat serta
dapat mengoptimalkan potensi dari lokasi tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas,
3
maka dibuat perencanaan tapak ibukota Kabupaten Semarang di Desa Tuntang,
Kecamatan Tuntang dengan konsep ‘’Green City’’.

1.2 Rumusan Masalah


Isu mengenai pemerataan pembangunan dan pelayanan publik seringkali
muncul, bahkan baru-baru ini permasalahan ini seolah menjadi pembenaran untuk
isu pemekaran kota Salatiga yang ingin memakan beberapa wilayah di Kabupaten
Semarang. Hal tersebut menjadi kekhawatiran bagi Kabupaten Semarang yang
kemudian memunculkan inisiatif pembuatan perda pemindahan ibu kota kabupaten
tersebut lebih dimaknai sebagai upaya mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Ada dua alternatif lokasi yang diusulkan untuk ibukota Kabupaten Semarang yakni di
Kecamatan Bawen atau Kecamatan Tuntang. Hal ini dikarenakan kecamatan
tersebut berada di tengah-tengah diantara 19 kecamatan yang ada berdasarkan
kalimat Ketua Baleg DPRD Kabupaten Semarang.
Isu pemindahan ibukota Kabupaten Semarang ke wilayah yang lebih ke
tengah sudah lama digaungkan. Ungaran dipandang tidak lagi representatif sebagai
ibukota Kabupaten. Selain posisinya yang berada di paling utara, berhimpitan
langsung dengan wilayah kota Semarang, yakni Kecamatan Pudakpayung dan
Kecamatan Gunungpati. Lahan di Ungaran juga sangat terbatas sehingga sulit
berkembang. Sedangkan sebagian besar wilayah Kabupaten Semarang berada di
selatan Sungai Tuntang, seperti kecamatan Tuntang, Bringin, Pabelan, Banyubiru,
Ambarawa, Jambu, Tengaran, Getasan, Susukan, Bancak, Kaliwungu, dan Suruh.
Sementara wilayah yang paling dekat dengan Ungaran adalah kecamatan Bergas,
Pringapus, Bandungan, Sumowonno dan Bawen.

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Tujuan dari laporan ini yaitu untuk mendesain tapak dengan konsep
Garden City seluas 100 Ha yang mencakup Desa Tuntang, Kecamatan
Tuntang. Analisis yang berkaitan dengan perancanaan tapak dilakukan dengan
mempertimbangkan potensi dan masalah yang dimiliki di wilayah studi
tersebut. Perencanaan tapak ini menggunakan desain untuk memenuhi
kebutuhan Ibukota Kabupaten Semarang.
4
1.3.2 Sasaran
Untuk mencapai tujuan diatas maka sasaran yang dibutuhkan dalam
penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut:
 Melakukan justifikasi terhadap perencanaan tapak.
 Mengetahui potensi dan masalah pada perencanaan tapak melalui
identifikasi data-data yang telah disusun pada laporan.
 Melakukan analisis karakterisik aktivitas, analisis kebutuhan ruang,
analisis tapak, dan analisis penyediaan infrastruktur kawasan.
 Menentukan zoning kawasan pada perencanaan tapak sesuai dengan
konsep Garden City yang telah direncanakan.
 Menyusun desain siteplan Garden City sebagai Ibukota baru di
Kabupaten Semarang.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dibagi menjadi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi,
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah perencanaan terdiri dari ruang lingkup wilayah
makro dan ruang lingkup wilayah mikro.
a. Ruang Lingkup Wilayah Makro
Wilayah studi perencanaan tapak yang akan dibahas pada laporan ini
adalah Desa Tuntang yang berada pada Kecamatan Tuntang, Kabupaten
Semarang. Desa Tuntang dengan luas Wilayah sebesar 272,02 Ha dengan
pemanfaatan lahan non pertanian sebesar 171,08 Ha dan lahan pertanian
sebesar 100,94 Ha. Desa Tuntang ini terdiri dari 7 dusun, yaitu Petet,
Gading, Daleman, Cikal Kidul, Cikal Lor, Klurahan dan Praguman. Batas
wilayah Desa Tuntang adalah sebagai berikut:
 Batas Utara : Kecamatan Bawen
 Batas Timur : Desa Delik
 Batas Selatan : Desa Lopait
 Batas Barat : Rawa Pening

5
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 1. 1 Peta Administrasi Wilayah Makro

b. Ruang Lingkup Wilayah Mikro


Perencanaan tapak yang akan dikaji berada di Desa Tuntang dengan
luas lokasi yang akan direncanakan sebagai lokasi tapak seluas 100 hektar.
Perencanaan tapak berada di 5 dusun yaitu sebagian Dusun Petet,
sebagian Dusun Gading, sebagian Dusun Praguman, sebagain Dusun Cikal
Lor dan Cikal Kidul. Perencanaan tapak merupakan kawasan permukiman
dengan aksesibilitas yang baik, yaitu dekat dengan jalan arteri Semarang-
Solo, dan memiliki kelerengan 8-15% yang topografinya tidak terlalu terjal.
Batas wilayah perencanaan tapak adalah sebagai berikut:
 Batas Utara : Dusun Daleman
 Batas Timur : Dusun Petet dan Dusun Gading
 Batas Selatan: Desa Lopait
 Batas Barat : Dusun Klurahan

6
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 1. 2 Peta Administrasi Wilayah Mikro

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi yang digunakan dalam laporan perencanaan tapak
ini yaitu identifikasi potensi dan permasalahan yang berada pada wilayah studi
perencanaan tapak kemudian merumuskan konsep dari perencanaan tapak
yang akan digunakan dan kemudian melakukan analisis fisik maupun non fisik
yang akan digunakan pada lokasi perencanaan tapak, analisis tersebut antara
lain:
1. Melakukan analisis aktivitas dan kebutuhan ruang pada perencanaan
tapak yaitu analisis ruang yaitu organisasi ruang hubungan antar ruang
dan kebutuhan ruang, dan analisis karakteristik aktivitas dan
karakteristik pengguna.
2. Melakukan analisis tapak, antara lain Analisis konstelasi wilayah,
lingkungan, topografi, aksesibilitas, kebisingan, lintasan matahari dan
angin drainase, view, dan vegetasi.

7
3. Melakukan analisis jaringan pada lokasi perencaan tapak yaitu: Analisis
jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan
telekomunikasi, pengelolaan sampah, sanitasi dan drainase pada lokasi
perencanaan tapak.
4. Melakukan analisis penyediaan sistem tata hijau pada lokasi
perencanaan tapak.
5. Menyusun kegiatan zoning kawasan pada lokasi perencanaan tapak.
6. Mendesain rencana tapak (site plan).

1.5 Kerangka Pikir

Gambar 1. 3 Kerangka Pikir Perencanaan Tapak

8
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, gambaran
umum lokasi perancangan, konsep desain, analisis aktivitas dan kebutuhan ruang,
analisis tapak dan zoning, analisis infrastruktur dan analisis per kawasan. Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan seperti dibawah ini:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan, didalamnya berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dan sasaran, ruang lingkup wilayah dan materi, kerangka pemikiran serta
sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PERANCANGAN
Pada bab kedua ini berisi mengenai gambaran lokasi perancangan, menganai
kondisi fisik alan, kondisi non fisik, kondisi infrastruktur, kondisi sarana, kondisi
penggunaan lahan eksisting, kondisi sistem ruang terbuka dan kajian rencana
pengembangan penggunaan lahan berdasarkan rencana tata ruang.
BAB III KONSEP DESIGN
Pada bab ketiga yaitu konsep desain didalamnya berisi mengenai justifikasi
penentuan konsep, literatur konsep, best dan bad practice konsep serta penerapan
perancangan pada perencanaan tapak.
BAB IV ANALISIS AKTIVITAS DAN KEBUTUHAN RUANG
Pada bab analisis aktivitas dan kebutuhan ruang berisi tentang analisis karakteristik
aktivitas, analisis karakteristik pengguna, analisis kebutuhan ruang, analisis
hubungan antar ruang dan analisis organisasi ruang.
BAB V ANALISIS TAPAK DAN ZONING
Pada bab analisis tapak dan zoning, didalamnya berisi analisis konstelasi
wilayah, analisis lingkungan, analisis topografi, analisis kebisingan, analisis
aksesibilitas, analisis vegetasi, analisis view, analisis drainase serta analisis
lintasan matahari dan arah angin.
BAB VI ANALISIS INFRASTRUKTUR
Pada analisis infrastruktur, didalamnya berisi analisis jaringan jalan, analisis
jaringan listrik, analisis jaringan drainase, analisis jaringan air bersih, analisis
jaringan sanitasi, analisis jaringan sampah dan analisis jaringan
telekomunikasi.
BAB VII ANALISIS PER KAWASAN
9
Pada bab analisis per kawasan didalamnya berisi mengenai analisis aktivitas
dan kebutuhan ruang, prasarana, tata hijau, jalur pejalan kaki dan jalur
sepeda. Analisis perkawasan juga membahas kelebihan dan kekurangan
tapak kawasan.

10
11
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PERANCANGAN

2.1 Batas Administrasi


Pengertian batas administrasi menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI
Nomor 76 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (3) adalah “batas daerah di darat adalah
pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah yang merupakan
rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumi yang dapat berupa
tanda-tanda seperti igir/punggung gunung/pegunungan (watershed), median sungai
dan/atau unsur buatan di lapangan yang dituangkan dalam bentuk peta”. Batas
administrasi dapat menggunakan batas alam maupun buatan manusia. Batas alam
yang dimaksud seperti sungai, danau, garis pemisah air dan sebagainya, sedangkan
batas buatan manusia seperti jalan, jalan kereta api, saluran irigasi dan sebagainya.
Berikut merupakan Peta Batas Administrasi Tingkat Dusun Desa Tuntang.

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Semarang, diolah


Gambar 2. 1 Peta Administrasi Dusun Desa Tuntang

Wilayah tapak secara administrasi termasuk kedalam wilayah Dusun Cikal lor,
Dusun Petet, Dusun Gading, Dusun Raguman dan Dusun Cikal Kidul. Dusun Cikal
Lor dan dusun Cikal Kidul berada di arah Barat Laut Desa Tuntang dan langsung
berbatasan dengan jalan arteri. Dusun Cikal Lor dan dusun Cikal Kidul didominasi

12
oleh area permukiman dan masih memiliki beberapa lahan kosong. Sedangkan
Dusun Petet, Dusun Gading, dan Dusun Raguman berada di sebelah timur jalan
arteri. Didominasi oleh area permikiman namun sebagian masih memiliki kebun
campur.

2.2 Kondisi Fisik Alam


2.2.1 Topografi
Kontur topografi adalah garis khayal untuk menggambarkan semua titik
yang mempunyai ketinggian yang sama di atas atau di bawah permukaan
datum tertentu yang disebut permukaan laut rata-rata. Kontur digambarkan
dengan interval vertikal yang reguler. Interval kontur adalah jarak vertikal
antara 2 (dua) garis ketinggian yang ditentukan berdasarkan skalanya.
Besarnya interval kontur sesuai dengan skala peta dan keadaan di muka bumi.
Interval kontur selalu dinyatakan secara jelas di bagian bawah tengah di atas
skala grafis.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 2. 2 Peta Topografi Desa Tuntang 2016

Standar yang digunakan dalam analisis topografi yang dilakukan


berdasarkan pada SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/11/1981 serta
Kepres No.48/1983.

13
Kelas Lereng Deskripsi Skor
I 0–8 Datar 20
II 8 – 15 Landai 40
III 15 – 25 Agak Curam 60
IV 25 – 45 Curam 80
V > 45 Sangat Curam 100
Sumber: SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/11/1980 serta Kepres No. 48/1983
Tabel 2. 1 Tabel Kemiringan Lahan

Topografi mempengaruhi perencanaan tapak dalam 3 hal, yaitu


1. Topografi mempengaruhi iklim dan cuaca
2. Topografi mempengaruhi bidang muka tanah untuk keperluan konstruksi
3. Popografi menggambarkan karakter tapak
Karakteristik kemiringan akan mempengaruhi pemanfaatan lahan dari
segi konstruksinya. Kemiringan dibawah 4% sesuai untuk aktivitas padat dan
kemiringan landai, seperti yang dimiliki Desa Tuntang tidak sesuai untuk
dibangun aktivitas padat. Namun, jika kondisi muka tanah diperlukan untuk
diubah sesuai dengan penggunaanya, maka aspek rekayasa perlu dipikirkan
dan membentuk pola kontur baru yang sesuai dengan kondisi ekologisnya. Hal
ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi lansekap setempat agar tidak
menyimpang dari karakternya.
Topografi yang berada di tapak, memiliki kelerengan datar landai (8-
15)%. Kelerengan 8 – 15% kurang tepat untuk dibangun aktivitas padat, maka
perlu adanya rekayasa untuk membentuk pola kontur baru yang sesuai dengan
kondisi ekologisnya. Topografi juga dapat menggambarkan karakter tapak.
2.2.2 Klimatologi
Analisis terhadap faktor klimatologi meliputi aspek – aspek bagaimana
suhu secara regional dan suhu di dalam tapak, sudut/ arah matahari, curah
hujan, kekuatan angin, frekuensi angin dan kelembapan. Pengaruh iklim akan
mempengaruhi ruang – ruang yang dikehendaki ataupun keterlindungan
terhadap pengaruh panas dan teduhnya suatu ruangan.
a. Arah Matahari

14
Matahari terbit dari arah timur sekitar pukul 05:30. Namun matahari
mulai terlihat cerah sekitar pukul 06:15 atau 08:00. Kemudian matahari mulai
terbenam pada pukul 17:30 atau 18:00 namun mulai menyorotkan cahaya
matahari terik mulai dari pukul 16:00 atau 16:30 sore. Orientasi bangunan
eksisting yang menghadap pada sisi timur dan sisi barat merupakan
bangunan yang mendapatkan cahaya matahari selama 6 jam saja. Pada
saat terbitnya matahari orientasi bangunan yang menghadap ke timur
merupakan daerah yang mendapatkan cahaya matahari dari pagi sampai
siang, sedangkan orientasi bangunan yang menghadap ke barat
mendapatkan cahaya matahari pada saat siang sampe sore. Pada wilayah
perencanaan orientasi bangunan tidak dapat dikelompokan secara global,
karena di wilayah perencanaan orientasi masa bangunan khususnya hunian
tidak tertata secara baik.
b. Curah Hujan
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang
paling penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke
permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu
proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus
hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan
proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem
hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya (Bayong 2004).

No. Curah Hujan (mm/tahun) Klasifikasi Curah Hujan


1. >4000 Sangat basah
2. 3001 – 4000 Basah
3. 2001 – 3000 Sedang
4. 1001 – 2000 Kering
5 <1000 Sangat kering
Sumber : BBSDLP (2009)
Tabel 2. 2 Tabel Curah Hujan

15
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 2. 3 Peta Curah Hujan Kecamatan Tuntang 2016

Tapak memiliki curah hujan berkisar 2.500 – 3.000 mm/ tahun adalah
wilayah dengan klasifikasi curah hujan sedang.
2.2.3 Jenis Tanah
Kelas Jenis Tanah Klasfikasi Skor
I Aluvial Tidak Peka 15
II Latosol Kurang Peka 30
III Mediteran Agak Peka 45
IV Andosol, Laterit Peka 60
V Regosol, Litosol Sangat Peka 75
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/KPTS/Um/11/1980 serta Kepres No. 48/1983
Tabel 2. 3 Tabel Jenis Tanah

Perencanaan Tapak di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang memiliki


jenis tanah aluvial, jenis tanah ini diklasifikasikan sebagai tanah tidak peka
erosi. Sehingga tapak dengan jenis tanah ini berpotensi dalam pembangunan
Ibukota Kabupaten Semarang.

16
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 2. 4 Peta Jenis Tanah Desa Tuntang 2016

2.2.4 Kondisi Bahaya Geologi


Bahaya geologi adalah potensi terjadinya bencana yang disebabkan
proses geologi. Kecamatan Tuntang memiliki risiko terjadi bencana alam
diantaranya karena banjir dan erosi. Bencana banjir terjadi di beberapa desa
yang dekat dengan rawa pening. Sedangkan resiko terkena bencana erosi
dapat terjadi di Kecamatan Tuntang dikarenakan kelerengannya yang
bervariasi, mulai dari kelerengan datar (0-8)%, landai (8-15)%, agak curam
(15-25)%, hingga kelerengan curam (25-45)%.

17
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 2. 5 Peta Bahaya Geologi Kecamatan Tuntang 2016

Bahaya geologi yang berpeluang terjadi di Kecamatan Tuntang adalah


banjir dan erosi. Daerah yang rawan banjir berada di sekitar rawa pening. Pada
analisis peta kelerengan dijelaskan bahwa tapak, yaitu Desa Tuntang tidak
memilki potensi bahaya geologi. Hal ini memberikan keuntungan bagi tapak
untuk dikembangkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang.

2.3 Kondisi Non - Fisik Alam


2.3.1 Kependudukan
Aspek Kependudukan perencanaan tapak di Desa Tuntang dapat dilihat
melalui distribusi penduduk, kepadatan penduduk, struktur penduduk,
penduduk menurut agama dan mutasi penduduk.
a. Distribusi Penduduk
Penduduk Kecamatan Tuntang pada tahun 2014 berjumlah 62.060 jiwa,
dimana jumlah penduduk laki-laki sebesar 30.639 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk perempuan sebesar 31.421 jiwa. Sedangkan penduduk
perencanaan tapak di Desa Tuntang berjumlah 9.325 jiwa, dengan distribusi

18
penduduk di Desa Tuntang berjumlah 6.117 jiwa perempuan dan 3.208 jiwa
laki-laki.
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per kilometer persegi
(BPS). Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk (jiwa) dibagi dengan
luas daerah (km2). Kepadatan penduduk Kecamatan Tuntang dapat dilihat
pada peta di bawah ini:

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 2. 6 Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Tuntang 2016

Jumlah Penduduk di Desa Tuntang sebanyak 6.117 jiwa dengan luas


wilayah 2,72 km2, sehingga kepadatan penduduk di Desa Tuntang sebesar
2.248,90 jiwa/km2. Kepadatan di Desa Tuntang tergolong tinggi dari Desa
lain di Kecamatan Tuntang. Hal tersebut dikarenakan Desa Tuntang yang
memiliki sifat perkotaan dan menjadi pusat pelayanan bagi desa lain,
sehingga banyak penduduk melakukan migrasi ke Desa Tuntang. Selain itu,
lokasi Desa Tuntang yang dilewati jalan utama Semarang-Solo sehingga
memudahkan akses penduduk menuju Desa Tuntang.

19
c. Struktur Penduduk
Struktur penduduk menggambarkan jumlah penduduk dan komposisi
penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin yang ditunjukkan
dengan grafik piramida penduduk. Berikut ini adalah piramida penduduk
Kecamatan Tuntang tahun 2014 :

Sumber : BPS Kabupaten Semarang


Gambar 2. 7 Piramida Penduduk Desa Tuntang 2014

Jumlah penduduk Desa Tuntang sebanyak 6.117 jiwa dengan


persebaran menurut kelompok umur berada pada usia produktif. Usia
produktif didominasi oleh penduduk perempuan. Bentuk piramida penduduk
merupakan piramida expansive yang terlihat dari lebarnya dasar piramida.
d. Penduduk menurut Agama
Penduduk di Desa Tuntang memeluk agama dan kepercayaan yang
beragam. Penduduk Desa Tuntang menganut agama islam, kristen, hindu,
budha dan konghucu. Agama yang beragam tersebut tidak menimbulkan
konflik antar agama di Desa Tuntang.
Islam Kristen Hindu Budha Konghucu
5.822 290 3 2 0
Sumber : BPS Kabupaten Semarang
Tabel 2. 4 Tabel Penduduk menurut Agama Desa Tuntang 2014

Berdasarkan data Kecamatan Tuntang Dalam Angka tahun 2014,


penduduk di Desa Tuntang didominasi oleh penduduk beragama islam

20
sejumlah 5.822 jiwa hampir 95% dari jumlah penduduk Desa Tuntang.
Sedangkan sisanya penduduk beragama kristen berjumlah 290 jiwa,
penduduk beragama hindhu berjumlah 3 jiwa dan penduduk beragama
budha berjumlah 2 jiwa.
2.3.2 Perekonomian
Kontribusi sektor terhadap perkembangan PDRB mempengaruhi
besaran kinerja sektor-sektor tersebut dalam suatu daerah. Kontribusi dari
sektor-sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai PDRB
pada tahun tersebut dan tahun selanjutnya. Berikut merupakan gambaran
kontribusi sektor-sektor yang ada dan terdapat peningkatan PDRB di
Kecamatan Tuntang dengan Kabupaten Semarang.

Sumber : Pengolahan Data PDRB Kecamatan Tuntang, 2014


Gambar 2. 8 PDRB Per Sektor Kecamatan Tuntang

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa kontribusi terbesar


terdapat pada sektor jasa-jasa (28%) dan sektor pertanian (25%). Sektor-
sektor tersebut paling mempengaruhi di Kecamatan Tuntang.

Sumber : PDRB Kabupaten Semarang Menurut Kecamatan, 2014


Gambar 2. 9 Pertumbuhan Ekonomi

21
Laju pertumbuhan ekonomi Kecamatan Tuntang merupakan cerminan
dari perkembangan kegiatan perekonomian sektor-sektor yang ada, sehingga
nilai PDRB dapat mengalami peningkatan ataupun penurunan. Laju
pertumbuhan ekonomi Tuntang mengalami kondisi yang fluktuatif dimana
terjadi penurunan sebesar 33,07 % pada tahun 2010 atau dapat diartikan
bahwa PDRB Kecamatan Tuntang pada tahun 2010 lebih rendah sebesar
33,07% dibandingkan dengan PDRB tahun 2009. Selanjutnya nilai
pertumbuhan ekonomi tahun 2011 – 2013 selalu bernilai positif walaupun laju
pertumbuhannya fluktuatif.
Sektor Basis
Berikut dibawah ini merupakan hasil analisis LQ di Kecamatan Tuntang
terhadap Kabupaten Semarang.

Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun


2009 2010 2011 2012 2013 Rata -
No Sektor Keterangan
Rata
LQ
LQ 2010 LQ 2011 LQ 2012 LQ 2013
2009
1 Pertanian 1,246 1,721 1,501 2,051 2,051 1,714 BASIS
Pertambangan
2 0,408 5,692 4,622 4,148 4,148 3,803 BASIS
& Penggalian
3 Industri 0,166 0,261 0,264 0,232 0,232 0,231 NON BASIS
Listrik, Gas &
4 1,889 2,976 3,143 2,767 2,767 2,708 BASIS
Air Minum
5 Konstruksi 2,161 3,324 3,652 3,215 3,215 3,113 BASIS
Perdagangan,
6 Hotel & 2,276 0,332 0,339 0,304 0,304 0,711 NON BASIS
Restoran
Transportasi &
7 1,773 3,428 2,773 2,904 2,904 2,756 BASIS
Komunikasi
8 Keuangan 0,780 2,324 2,345 2,035 2,035 1,904 BASIS

9 Jasa – Jasa 1,250 3,214 3,401 3,028 3,028 2,784 BASIS


Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016
Tabel 2. 5 Sektor Basis Kecamatan Tuntang terhadap tahun 2009-2013

Berdasarkan tabel diatas, sektor pertanian, sektor pertambangan dan


penggalian, sektor listrik, gas dan air minum, sektor konstruksi, sektor
transportasi dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-jasa merupakan
sektor basis terhadap Kabupaten Semarang yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kecamatan Tuntang dan
dapat meningkatkan nilai PDRB Kecamatan Tuntang. Sedangkan sektor

22
industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran termasuk dalam sektor
non-basis terhadap Kabupaten Semarang.
Analisis Shift Share
Berikut adalah hasil analisis shift share Kecamatan Tuntang terhadap
Kabupaten Semarang.
KPP + KPPW
No Sektor KPP KPPW Keterangan
(PB)

1 Pertanian -10,03% 23,20% 13,16% Progresif

Pertambangan &
2 -24,28% 614,91% 590,63% Progresif
Penggalian

3 Industri -2,13% 0,00% -2,13% Mundur

Listrik, Gas & Air


4 10,35% 6,61% 16,96% Progresif
Minum

5 Konstruksi 17,46% 8,42% 25,88% Progresif

Perdagangan,
6 3,45% -114,80% 111,35% Mundur
Hotel & Restoran
Transportasi &
7 -0,07% 21,% 21,43% Progresif
Komunikasi

8 Keuangan 3,42% 97,13% 100,55% Progresif

9 Jasa - Jasa 8,80% 96,77% 105,57% Progresif

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Tabel 2. 6 Interpretasi Nilai PB Sektor Kecamatan Tuntang tahun 2014 (dalam %)

Dari tabel diatas maka dapat diketahui bahwa :


1. Sektor-sektor yang memiliki Pergeseran Bersih (PB) posistif artinya sektor
tersebut mengalami kemajuan. Begitu pula sebaliknya, apabila pergeseran
bersih negatif maka sektor tersebut mengalami kemunduran.
2. Sektor-sektor yang memiliki nilai KPP positif artinya dalam cakupan
Kabupaten Semarang sektor tersebut tumbuh cepat, sedangkan jika KPP
negatif maka cakupannya lambat terhadap Kabupaten Semarang.
3. Sektor yang memiliki nilai KPPW positif artinya sektor tersebut mempunyai
keunggulan komparatif terhadap Kabupaten Semarang dan Tuntang
(Keuntungan lokasional). Begitu juga sebaliknya.
Maka dapat disimpulkan bahwa sektor yang mengalami kemajuan
adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik,
23
gas dan air minum, sektor konstruksi, sektor transportasi dan komunikasi,
sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang mengalami
kemunduran yaitu sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Kuadran Tipologi Sektor Ekonomi dan Prioritas Pengembangan Sektor
Ekonomi Kecamatan Tuntang

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 10 Kuadran Tipologi Sektor Ekonomi dan Prioritas Pengembangan
Sektor Ekonomi Kecamatan Tuntang

2.3.3 Sosial Budaya


Sosial budaya adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam
sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Aspek
sosial budaya di Desa Tuntang masih banyak dijumpai masyarakat sekitar
bermata pencaharian sebagai buruh dan berdagang, baik toko kelontong
maupun warung makan. Hal ini dikarenakan adanya jalan arteri Semarang-Solo
yang digunakan sebagai aksesibilitas masyarakat untuk bekerja dari desa
tuntang ke desa atau kecamatan lain dan sebagai tempat pemberhentian para
pendatang untuk beristirahat di warung makan makan.

24
Sumber : Hasil Observasi Kelompok 1A Tapak
Gambar 2. 11 Aktivitas di Desa Tuntang

Sementara itu kondisi sosial masyarakatnya yang masih mengenal satu


sama lain menunjukan bahwa kedekatan antar individu masih baik, hal ini
dibuktikan masih adanya kegiatan pengajian sebagai sarana silaturahmmi dan
kerohanian. Selain itu kerjabakti dan gotong-royong juga masih ada yang rutin
diadakan seminggu sekali. Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa kondisi sosial
budaya antar penduduk cukup baik dan menggambarkan keharmonisan dalam
hidup bermasyarakat.

2.4 Kondisi Infrastruktur


2.4.1 Kondisi Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah sebuah konsep yang mengkombinasi antara kondisi
geografis yang mempengaruhi penggunaan lahan dengan transportasi yang
melayani penggunaan lahan tersebut. Aksesibilitas menggambarkan tingkat
kemudahan penggunaan lahan (land use) berada dan hubungan antar masing
-masing penggunaan lahan, juga seberapa mudah atau sulit orang–orang
menjangkau penggunaan lahan dengan jaringan transportasi.

Medium
Penggunaan

Far Apart Low Accessibility


Accessibility
Aktivitas

Lahan

Medium
Close Together High Accessibility
Accessibility

Very Poor Very Good


Jaringan Transportasi

25
Ketika aktivitas dalam penggunaan lahan saling berdekatan dan jaringan
transportasi sudah terhubung dengan baik, maka wilayah tersebut memiliki
aksesibilitas yang baik. Contohnya, perumahan cenderung memiliki
aksesibilitas yang baik dengan perkantoran, kawasan pendidikan, pertokoan
dikarenakan lokasinya yang berdekatan dan adanya transportasi umum dalam
kota untuk mencapai tempat – tempat tersebut. Contoh lainnya adalah
kawasan industri yang berada dekat dengan tempat penjualan atau tempat
tersedianya bahan baku.
Dalam menentukan Ibukota Kabupaten diperlukan pemilihan lokasi yang
memiliki aksesibilitas yang baik atau mudah untuk dicapai. Seperti konsep yang
disampaikan sebelumnya, hal ini dapat dilihat melalui sistem aktivitas yang
berada di kawasan Ibukota dan daerah sekitarnya. Sistem aktivitas di
Kecamatan Tuntang sebagian besar merupakan pertanian. Sektor pertanian
yang digunakan sebagai ketahanan pangan, membuat keuntungan tersendiri
bagi permukiman sekitarnya. Beradanya industri di Kecamatan sekitar Tuntang
seperti Kecamatan Tlogo dan Kecamatan Lopait yang berada dekat
perkebunan karet di Desa Tuntang juga menandakan kuatnya aksesibilitas
antar kedua sektor. Kedekatan aktivitas ini di dukung oleh transportasi umum
berupa angkot yang berada pada rute Kecamatan Tuntang – Kecamatan
Bringin dan bus yang berada pada rute Purwodadi – Salatiga. Angkot dan bus
yang beroperasi ini menunjukkan adanya jaringan transportasi yang baik
sehingga mudah dijangkau.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 12 Angkutan Umum berupa angkot dan bus yang melalui Desa Tuntang

26
Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016
Gambar 2. 13 Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Tuntang 2016

Desa Tuntang memiliki aksesibilitas yang kuat juga dikarenakan berada


dekat dengan Jalan Utama Semarang-Solo. Jenis jalan yang terdapat di Desa
Tuntang adalah jenis jalan Kabupaten. Jenis jalan kolektor dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. Rincian panjang jalan sesuai jenisnya
dapat dilihat melalui tabel berikut.
Menurut data BPS, Kecamatan Tuntang Dalam Angka 2015, Desa
Tuntang hanya memiliki konstruksi jalan aspal sepanjang 8 km. Sementara,
dalam tabel, panjang jalan menurut jenis jalan Kecamatan Tuntang 2014 dapat
diketahui Desa Tuntang memiliki total panjang jalan sepanjang 10 km dengan
rincian 1 km merupakan jalan negara, 1 km jalan kabupaten dan 9 km
27
merupakan jalan desa. Namun, dalam data Desa Tuntang juga tidak memiliki
kontruksi jalan berbatu atau tanah.
Desa/ Keluharan Negara Provinsi Kabupaten Desa
Kalibeji 0 0 4 5,25
Gedangan 0 0 1,4 13
Sraten 0 0 0,6 5
Rowosari 0 0 0,5 5,2
Jombor 0 0 1 6,9
Candirejo 0 0 2,8 11,65
Kesongo 1 0 0 5,7
Watuagung 0 0 4,5 5
Lopait 1 0 0 5,5
Tuntang 1 0 1 8
Delik 0 0 1 3,5
Tlogo 0 0 2,5 8
Karangtengah 0 1 4 2,7
Karanganyar 0 0 4 4,5
Tlompakan 0 0 4 4,25
Ngajaran 0 0 6 8,75
Sumber: BPS, Kecamatan Tuntang Dalam Angka 2015
Tabel 2. 7 Panjang Jalan berdasarkan jenis jalan Kecamatan Tuntang 2014

Sedangkan jenis jalan yang berada pada lokasi tapak hanyalah jenis
jalan lokal beraspal. Jalan desa terdapat di dalam kawasan perdesaan, dan
merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa. Sehingga untuk memudahkan aksesibilitas di
lokasi tapak, dibutuhkan pembangunan jalan arteri ataupun kolektor.

28
Sumber : Hasil Observasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016
Gambar 2. 14 Gambar jalan di Desa Tuntang 2016

Sumber : Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 15 Peta Jaringan Jalan Desa Tuntang 2016

29
2.4.2 Kondisi Persampahan
Berdasarkan UU No.18, Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
menjelaskan mengenai sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau proses alam yang berbentuk padat, sedangkan sampah spesifik
adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus. Berdasarkan SNI 19- 2454-2002 mengenai
tata cara teknik operasional sampah perkotaan. Dalam teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan, kegiatan pengelolaan meliputi: (a) pemilahan,
pewadahan, pengolahan disumber; (b) pengumpulan; (c) pemindahan; (d)
pemilahan dan pengolahan; (e) pengangkutan; (f) pembuangan akhir. Untuk
mengetahui kondisi eksisting persampahan maka hal-hal yang perlu
diteliti yaitu : (a) Kondisi budaya, sikap dan perilaku masyarakat terkait
penanganan sampah (b) Volume dan karakteristik timbunan sampah (c)
Prasarana dan sarana yang disediakan.

Sumber : Hasil Observasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 2. 16 Kondisi persampahan di Desa Tuntang

Kondisi lingkungan di Desa Tuntang dengan keadaan


persampahan cenderung buruk dikarenakan banyaknya titik atau lokasi
yang terlihat kotor dengan sampah yang berserakan diberbagai lokasi,
terutama di pekarangan rumah dan di jaringan drainase. Kondisi
eksisting persampahan ditinjau dari segi budaya, sikap dan perilaku
masyarakat menunjukkan lingkungan permukiman di Desa Tuntang
mayoritas masyarakatnya masih menggunakan teknik pengelolaan
sampah dengan cara dibakar dan ditimbun tanpa memperhatikan
30
ketentuan yang beraku dalam SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik
operasional pengelolaan sampah perkotaan.Sedangkan, dari sehi tingkat
pengetahuan masyarakat di Desa Tuntang tergolong rendah
dikarenakan mayoritas penduduk Desa Tuntang merupakan pendudukan
yang kurang atau tidak tahu tentang peraturan pengelolaan sampah
yang berlaku. Selain itu, di Desa Tuntang juga tidak tersedia TPS dan
TPA.
Karakteristik timbunan sampah rumah tangga di Desa Tuntang
adalah paling banyak sampah jenis organik. Kondisi eksisting sarana
persampahan yang tersedia di Desa Tuntang ialah sarana tempat
sampah milik pribadi per rumah. Sedangkan untuk sarana pengumpulan
dan pengelolaan di Desa Tuntang tidak tersedia.
2.4.3 Kondisi Jaringan Listrik
Pada elemen perencanaan jaringan listrik yang harus disediakan adalah
kebutuhan daya listrik dan jaringan listrik. Penyediaan kebutuhan daya listrik
setiap lingkungan perumahan harus mendapatkan daya listrik dari PLN atau
sumber lain dan setiap unit rumah tangga harus dapat dilayani daya listrik
minimum 450 VA per jiwa dan untuk sarana lingkungan sebesar 40% dari total
kebutuhan rumah tangga (SNI 03-1733-2004). Kondisi jaringan listrik di Desa
Tuntang dalam kondisi baik. Hampir seluruh rumah sudah terjangkau jaringan
listrik dengan persentase 100%. Terlihat dari keberadaan tiang listrik berupa
SUTR yang sudah tersebar merata di Desa Tuntang.

Sumber : Hasil Observasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 17 Kondisi jaringan listrik di Desa Tuntang

31
2.4.4 Kondisi Jaringan Air Bersih
Air bersih adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau
yang dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air
minum setelah dimasak terlebih dahulu atau melalui proses
penyehatan. Secara umum, setiap rumah harus dapat dilayani air bersih yang
memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga. Untuk itu, lingkungan
harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan dan persyaratan teknis
yang diatur dalam peraturan/perundangan yang berlaku. Jenis-jenis elemen
perencanaan pada jaringan air bersih yang harus disediakan adalah kebutuhan
air bersih, jaringan air bersih, kran umum dan hidran kebakaran (SNI 03-1733-
2004).
Kondisi jaringan air bersih di Desa Tuntang pada setiap rumah
sudah dilayani air berih untuk keperluan rumah tangga berupa sumur
bor. Di Desa Tuntang tidak terdapat penyediaan kran umum dan hidran
kebakaran.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 18 Kondisi jaringan air bersih di Desa Tuntang

32
2.4.5 Kondisi Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi harus disediakan pada lingkungan perumahan
adalah kebutuhan sambungan telepon dan jaringan telepon. Jaringan telepon
hampir tersebar secara merata di Desa Tuntang. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya tiang telekomunikasi di Desa Tuntang. Namun, seiring berkembangnya
zaman, membuat masyarakat jarang menggunakan telepon rumah. Sekarang
ini masyarakat sudah menggunakan handphone yang didukung dengan
adanya Menara Telekomunikasi Bersama (MTB) dengan jaringan yang kuat.
Terdapat 3 MTB di Desa Tuntang, salah satunya MTB yang berada di Dusun
Petet. Jangkauan MTB di Dusun Petet mencapai skala kecamatan. Peletakan
MTB berada di belakang rumah warga.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A


Perencanaan Tapak, 2016
Gambar 2. 19 Koondisi MTB di Desa Tuntang

2.4.6 Kondisi Jaringan Drainase


Jaringan drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air
permukaan ke badan penerima air dan atau bangunan resapan buatan, yang
harus disediakan pada lingkungan perumahan (SNI 03-1733-2004). Kondisi
jaringan drainase di Desa Tuntang tergolong cukup baik dan dapat mengalirkan
air dengan baik. Hampir setiap rumah telah dilengkapi drainase yang berada di
depan rumah. Lebar drainase tersebut yaitu kurang lebih 1 meter dengan
kedalaman 50 cm.

33
Sumber : Hasil Dokumentasi
Kelompok 1A Perencanaan Tapak,
2016
Gambar 2. 20 Kondisi jaringan drainase di Desa Tuntang

2.5 Kondisi Sarana


Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya (UU No. 1 Tahun 2011
tentang perumahan dan permukiman). Sarana dibagi menjadi dua yaitu sarana
umum dan sarana sosial.
2.5.1 Kondisi sarana umum
Sarana umum adalah sarana yang dibangun untuk kepentingan umum.
Sarana umum dapat berupa sarana lapangan olahraga dan sarana rekreasi.
a. Lapangan Olahraga
Pada perencanaan tapak yaitu Desa Tuntang ditemukan sarana
olahraga berupa lapangan volly tetapi tidak ditemukan lapangan lainnya.
Kondisi lapangan volly tersebut masih kurang, terlihat dari lantai lapangan
yang masih berupa tanah (belum ada perkerasan). Infrastuktur pendukung
pada lapangan volly tersebut juga tidak tersedia.

34
Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A
Perencanaan Tapak, 2016
Gambar 2. 21 Kondisi Sarana Lapangan Olahraga di DesaTuntang

b. Tempat Rekreasi
Pada Desa Tuntang terdapat tempat wisata seperti Stasiun Tuntang
dengan rute Ambarawa-Tuntang serta wisata Rawa Pening paling terkenal
di Kabupaten Semarang. Kondisi Tempat wisata yang ada sudah baik
dikarenakan lokasi yang diambil mudah dijangkau dilewati jalan kolektor
Tuntang-Bringin.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 22 Kondisi Sarana Stasiun Tuntang dan RAwa Pening di Desa Tuntang

2.5.2 Kondisi sarana sosial


Sarana sosial adalah sarana yang diadakan oleh pemerintah atau pihak
swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan
permukiman. Sarana sosial dapat berupa sarana peribadatan, sarana
pendidikan dan sarana kesehatan.

35
a. Sarana Peribadatan
Pada wilayah studi Desa Tuntang terdapat sarana peribadatan berupa
masjid, musholla dan gereja. Kondisi rata-rata masjid di Desa Tuntang baik,
terdapat lahan parkir dan terdapat tempat wudhu. Di Desa Tuntang terdapat
satu gereja yaitu GKJ Tuntang Barat Pepanthan Tuntang dengan kondisi
yang kurang terawat.

S
u
m
b
e
r

:
Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016
Gambar 2. 23 Kondisi Sarana Peribadatan di Desa Tuntang

b. Sarana Pendidikan
Pada wilayah studi Desa Tuntang terdapat sarana pendidikan
berupa TK dan SD. Terdapat 4 TK di Desa Tuntang, salah satunya TK
Bina Putra Putri FKPPI. Kondisi TK tersebut masih kurang, terlihat dari
tidak adanya halaman untuk bermain bagi para murid di TK tersebut.
Jumlah SD negeri 4 dan SD swasta 1 buah. Kondisi SD yang juga
sudah baik karena fasilitas SD sudah lengkap. Sedangkan di Desa
Tuntang tidak terdapat SMP maupun SMA.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 24 Kondisi Sarana Pendidikan di Desa Tuntang

36
c. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan di Desa Tuntang berupa posyandu, praktek dokter.
Posyandu menempati rumah warga dengan kondisi cukup baik. Untuk
kondisi praktik dokter juga sudah cukup baik. Puskesmas terdekat adalah
Puskesmas Tuntang yang menjadi pusat pelayanan kesehatan di wilayah
Tuntang.

Sumber : Hasil Dokumentasi Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016


Gambar 2. 25 Kondisi Sarana Kesehatan di Desa Tuntang

2.6 Penggunaan Lahan Eksisting


Penggunaan lahan atau penggunaan tanah menurut PP Nomor 16 Tahun 2004
Pasal 1 ayat (1) yaitu “Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan
tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan
yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk
kepentingan masyarakat secara adil”. Pengunaan lahan juga dapat diartikan sebagai
pemanfaatan lahan yang memiliki kenampakan fisik dan dikaitkan dengan aktivitas
manusia.
Berikut merupakan Peta Tata Guna Lahan Desa Tuntang.

37
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Semarang, diolah
Gambar 2. 26 Peta Tata Guna Lahan di Desa Tuntang

Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan Desa Tuntang dapat dilihat bahwa guna
lahan yang paling dominan adalah permukiman dan perkebunan. Pola
permukimannya cenderung mengikuti koridor Jalan Arteri dan Lalu terdapat pula
permukiman yang polanya mengikuti jalan terutama memusat di sepanjang jalan
lokal. Pada bagian barat desa terdapat lahan perkebunan karet yang cukup luas.
Lahan perkebunan tersebut adalah lahan perkebunan milik PTP Nusantara.
Guna lahan yang terdapat di tapak terdiri dari kawasan permukiman, lahan
kosong dan kebun campur. Permukiman di tapak merupakan hunian pribadi milik
warga. Terdapat lahan kosong yang berada disekitar lahan permukiman. Serta
terdapat pula kebun campur milik warga sekitar yang letaknya ada di bagian barat
dari jalan arteri.

2.7 Kondisi Sistem Ruang Terbuka


Ruang terbuka menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area
atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur, dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka, pada dasarnya tanpa bangunan. Adanya
ruang terbuka yang saling terintegrasi akan membentuk sistem yang dapat

38
menciptakan potensi berkembangnya suatu wilayah. Ruang terbuka terbagi menjadi
dua yaitu ruang terbuka hijau dan non hijau.
2.7.1 Kondisi Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 adalah ruang
memanjang atau mengelompok yang ditumbuhi tanaman baik alami maupun
buatan (sengaja ditanam) dan sifatnya terbuka. Ruang terbuka hijau di Desa
Tuntang didominasi oleh pertanian. Dari luas wilayah Desa Tuntang sebesar
5624.23 Ha, 61,5% atau sebesar 3462.23 Ha adalah lahan pertanian.

Sumber: Hasil Dokumentasi kelompok 1A Tapak,2016


Gambar 2. 27 Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Desa Tuntang

2.7.2 Kondisi Ruang Terbuka Non - Hijau


Ruang terbuka non hijau adalah ruang yang secara fisik tidak berbentuk
bangunan gedung dan tidak didominasi oleh tumbuhnya tanaman. Ruang
terbuka non hijau dapat berupa perkerasan, badan air ataupun bentuk lahan
tertentu seperti hamparan pasir, gurun, kapur, dan lain sebagainya (Permen
PU No.12/PRT/M 2009). Di Desa Tuntang jarang ditemukan ruang terbuka non
hijau yang memiliki fungsi lebih sebagai pusat aktivitas masyarakat seperti
penginapan, kantor kelurahan, sarana peribadatan dan lain sebagainya.

Sumber: Hasil Dokumentasi kelompok 1A Tapak,2016


Gambar 2. 28 Kondisi Ruang Terbuka Non Hijau di Desa Tuntang

39
2.8 Kajian Rencana Pengembangan Penggunaan Lahan RTRW
Berikut merupakan Peta Rencana Tata Ruang Desa Tuntang Tahun 2011-
2031.

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Semarang, diolah.


Gambar 2. 29 Peta Rencana Tata Ruang di Desa Tuntang tahun 2011-2013

Berdasarkan RTRW Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031, sebagian besar


wilayah Desa Tuntang direncanakan sebagai kawasan pertanian tanaman tahunan
atau dapat disebut juga dengan perkebunan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 41 Tahun 2007 pada Bab Definisi poin 3.10 “kawasan
peruntukan pertanian merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan
pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian
tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan”. Sedangkan pengertian
perkebunan sendiri menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013
Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa “Perkebunan adalah segala kegiatan yang
mengusahakan tanaman tertentu pada tanag dan/atau media tumbuh lainnya dalam
ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
masyarakat”.

40
Rencana dari RTRW tersebut telah sesuai dengan kondisi eksisting di Desa
Tuntang karena berdasarkan hasil observasi daerah Desa Tuntang memang
didominasi oleh kawasan permukiman. Selain itu, masih terdapat kawasan kebun
campur milik warga yang masih dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman.
Kawasan perencanaan tapak akan mengkonversi lahan permukiman dan
kebun campur menjadi lahan terbangun yaitu menjadi kawasan perkantoran
pemerintah. Hal ini tentu melanggar RTRW karena kawasan yang seharusnya
direncanakan sebagai lahan permukiman dialihfungsikan sebagai kawasan
perkantoran. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan Kabid Tata Ruang
BAPPEDA Kabupaten Semarang, Prasetyo menjelaskan bahwa ada hal yang dapat
melanggar RTRW yaitu kepentingan nasional dan/atau kepentingan umum.
Kepentingan umum menurut Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 Pasal 1
ayat (6) adalah “kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan
masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-
besarnya oleh kemakmuran rakyat”. Salah satu bentuk kepentingan umum tersebut
adalah kantor pemerintahan seperti yang akan dibangun pada kawasan
perencanaan tapak. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2012
Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pasal 10
yang menyebutkan bahwa “tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan: poin (n) Kantor
Pemerintah/Pemerintah Daerah/Desa;”. Dari peraturan tersebut dapat diketahui
bahwa salah satu jenis kepentingan umum adalah pembangunan kantor
pemerintahan. Oleh karena itu, pengembangan tapak untuk pembangunan kawasan
perkantoran pemerintah dapat dilakukan meskipun melanggar RTRW karena
merupakan kepentingan umum. Dengan kepemilikan tanah milik swasta juga
diharapkan pembebasan tanah akan lebih mudah apalagi konversi lahan yang
dilakukan adalah merubah lahan non produktif yaitu berupa lahan dominan
permukiman menjadi lahan non produktif lain yaitu kawasan perkantoran.

41
42
BAB III KONSEP DESAIN
3.1 Justifikasi Konsep
Dewasa ini, isu lingkungan menjadi salah satu isu yang diperhatikan oleh
berbagai pihak khususnya dalam perencanaan. Fenomena alam berupa pemanasan
global dan kerusakan lingkungan semakin diperhatikan untuk keberlangsungan
kehidupan yang berkelanjutan. Trend menunjukkan bahwa penduduk perkotaan
terus meningkat. Menurut Nirwono Joga (Gerakan Kota Hijau, 2013), Amerika Utara
dan Amerika Selatan memiliki jumlah penduduk yang hidup di perkotaan sebesar
lebih dari 80 persen, Eropa sebesar 70 persen, Asia dan Afrika sebesar 40 persen.
Selain itu, rata-rata populasi penduduk di Asia sebanyak 9,4 juta jiwa, Amerika
Selatan sebanyak 4,6 juta jiwa. Afrika sebanyak 3,9 juta jiwa, Eropa sebanyak 2,5
juta jiwa, dan Amerika Utara sebesar 1,4 juta jiwa.
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan penduduk
perkotaan semakin meningkat. Peningkatan penduduk perkotaan yang sangat pesat
mempengaruhi aktivitas manusia juga meningkat, sehingga dapat berdampak pada
kerusakan lingkungan yang ada di bumi, seperti menurut Wardhana (Dampak
Pencemaran Lingkungan, 2001), menyatakan bahwa proses pembangunan dan
industrialisasi yang dilaksanakan, secara meluas telah menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan, contohnya pencemaran lingkungan, polusi udara, kerusakan
hutan, pencemaran air, bencana alam dan lain-lain merupakan efek samping dari
hasil pembangunan tersebut. Dampak dari kondisi lingkungan yang terjadi, dapat
ditanggulangi dengan pembangunan perkotaan yang mengarah pada Green City
sebagai konsep kota berkelanjutan.
Berdasarkan isu pemindahan Ibukota Kabupaten Semarang, perencanaan
tapak Ibukota Kabupaten Semarang menggunakan konsep Green City dengan
harapan dapat menjadi lokasi Ibu Kota Kabupaten Semarang yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan. Lokasi Ibu Kota Kabupaten Semarang yang baru
direncanakan berada di Desa Tuntang dan Desa Lopait, Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang.

3.2 Literatur Konsep


Menurut panduan dari Kementrian Pekerjaan Umum, Green City dalam
panduan pelaksanaan program pengembangan kota hijau (P2KH) tahun 2011, yaitu:
43
1. Kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien
sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah menerapkan sistem
transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan
lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan
kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
2. Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan,
dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir
(penghematan) penggunaan energi, air dan makanan serta meminimalisir
buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air.
3. Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati dengan lingkungan
terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal
didalamnya maupun bagi para pengunjung kota
4. Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota wilayah
seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun,
keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber
daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota.

Menurut Nirwono Joga (Gerakan Kota Hijau, 2013), terdapat beberapa elemen
dalam Green City yaitu :
1. Green Open Space
Di dalam pembangunan kota dikenal dengan infrastruktur abu-abu seperti jalan
raya, jaringan drainase, jaringan listrik, dan infrastruktur sosial. Kini di masa
pemanasan global untuk konsep pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan
infrastruktur hijau. Infrastruktur hijau merupakan jaringan terpadu dari berbagai jenis
RTH, terdiri atas area (hub) dan jalur (link). Infrastruktur hijau juga dapat digunakan
sebagai pengendali perkembangan kota agar tidak terjadi peluberan kota karena
kawasan ataupun jalur yang telah ditetapkaan sebagai RTH tidak dapat dikonversi
untuk fungsi lain. Dalam penerapannya, infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola
pemanfaatan ruang. Prinsip dasar dari pola pemanfaatan ruang terdiri atas pola
pengamanan ekologis, pola pengamanan air dan banjir, pola pengamanan udara,
pola pengaman bencana geologis, pola pengamanan keanekaragaman hayati, pola
pengamanan warisan budaya, dan pola pengamanan rekreasi.
Pola pengamanan ekologis terdiri atas pola pengaman terhadap masalah air
dan banjir, udara, bencana geologis, keanekaragaman hayati, waisan budaya, dan
44
rekreasi. Pola pengamanan air dan banjir berhubungan dengan proses-proses
hidrologis, seperti aliran permukaan, daerah resapan air, dan daerah tangkapan air
hujan. Untuk pola pengamanan air ini memerlukan data seperti sungai, waduk, situ,
dan daerah genangan air pada waktu hujan.
Pola pengamanan udara berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas
udara agar udara kota agar tetap segar, tidak tercemar, dan sehat untuk warga. Pola
pengamanan bencana geologis berhubungan dengan pengendaliaan daerah-daerah
yang rawan longsor, amblesan, patahan, dan daerah rawan bencana geologis.
Pola pengamanan keanekaragaman hayati berhubungan dengan konservasi
berbagai spesies dan habitat tempat mereka bisa hidup. Pola pengamanan warisan
budaya berhubungan dengan konservasi situs budaya seperti bangunan cagar
budaya. Pola pengamanan rekreasi berhungan dengan tempat-tempat yang
mempunyai fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota.
Untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangaan sistem
ekologis lainnya dibutuhkan proporsi RTH 30%. Untuk mencapainya membutuhkan
beberapa rangkaian cara, pertama menetapkan daerah yang tidak boleh dibangun;
kedua membangun lahan hijau baru; ketiga mengembangkan koridor ruang hijau
kota; keempat mengakuisisi RTH privat untuk mengejar target RTH privat sebesar
10%; kelima merefungsi RTH eksisting, merehabilitasi atau merestorasi RTH dan
penghijauan kembali kawasan hutan merupakan upaya meningkatkan kualitas RTH;
Keenam menghijaukan langit kota; ketujuh menyusun kebijakan hijau; dan
kedelapan memberdayakan komunitas hijau.
2. Green Transportation
Untuk mengimbangi dalam penurunan pencemaran udara diperlukan
pembenahan transportasi seperti membangun jaringan sepeda, pengembangan
plaza pedestrian, mengembangkan konsep BRT, dan transportasi umum lainnya.
Selain itu juga perlu menanam kembali pohon-pohon besar dan pembangunan
taman.

3. Green Building
Struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dalam
pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan,
renovasi bahkan dalam perubahan. Green Building bersifat ekonomis, tepat guna,
45
tahan lama serta nyaman. Rumah ramah lingkungan menyerapkan air yang jatuh
sebanyak-banyaknya ke dalam tanah. Rumah yang ramah lingkungan ini
membangun sistem saluran air bersih, air kotor, dan air limbah secara terpisah.
Selain itu, air bersih dari pompa atau PAM langsung di alirkan ke bak penampung
air. Sedangkan bak-bak air sudah mulai ditiadakan karena dianggap mandi dengan
gayung lebih boros air.
4. Green Community
Merupakan strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah,
kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green
community bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam
pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan
kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah.
5. Green Energy
Green Energy merupakan strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan
penggunaan energi melalui penghematan dalam penggunaan. Selain itu stategi kota
hijau fokus terhadap peningkatan penggunaan energi terbaharukan seperti listrik
tenaga surya, listrik tenaga angin, dan listrik dari emisi methana sampah.
6. Green Waste
Dalam hal ini yang dibahas mengenai pengelolaan sampah hijau yang
berpinsip pada reduce (pengurangan), reuse (penggunaan ulang), dan recycle (daur
ulang). Pengelolaan sampah hijau perlu didukung dengan teknologi untuk
pengolahan dan pembuangan sampahnya. Dalam pengolahannya perlu
memperhatikan hal-hal berikut, yang pertama aspek hukum diperlukan sebagai
peraturan perundang-undangan di tingkat nasional seperti contohnya UU
persampahan. Kedua aspek kelembagaan, adanya integrasi dan koordinasi antar
pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, swasta dan sektor informal
(pemulung). Ketiga adanya aspek peran serta masyarakat, terdapat kesadaran
bahwa setiap makhluk adalah produsen sampah melalui pendidikan formal dan
informal. Keempat aspek teknis operasional, pemerintah perlu melakukan
pengkajian teknologi pengolahan sampah secara terus menerus, komprehensif dan
terpadu. Kelima aspek pendanaan, kebersihan investasi, yang akan mendorong
pertumbahan dan produktivitas ekonomi. Prioritas dapat diwujudkan pada alokasi
APBN dan APBD.
46
7. Green Water
Konsep ini meiliki bertujuan untuk penggunann air yang hemat serta
penciptaan air yang berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa
diperluas hingga penggunaan hemat blue water, penyediaan siap minum,
penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta
penjagaan kualitas green water (air yang tersimpan di dalam tanah).
Konsep Kawasan Agropolitan
Berdasarkan UU 26/2007 tentang penataan ruang, dikemukakan bahwa
kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis.
Perencanaan pengembangan kawasan agropolitan dapat dilakukan dengan baik,
apabila melakukan analisis sistem hirarki kawasan agropolitan dan analisis pola
keterkaitan antara Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) dengan daerah hinterlandnya.
Dalam konsepsi pengembangan kawasan agropolitan bahwa dalam satu kawasan
agropolitan terdiri dari satu Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) yang akan melayani
beberapa daerah sentra produksi yang berada di sekitarnya (hinterlandnya).
Keterkaitan antara desa hinterland dengan DPP dapat dijelaskan pada gambar di
bawah ini :

47
Sumber : Mahi (2014:11)
Gambar 3. 1 Pola Keterkaitan Antara DPP dan Desa Hinterland

Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)/Central Place


Dalam pengembangan kawasan agropolitan penetapan Desa Pusat Pertumbuhan
dengan kriteria:
1) Pusat desa berfungsi sebagai pusat distribusi barang, jasa dan informasi
2) Potensi ekonomi dominan yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan kawasan yaitu memiliki wilayah lahan kering yang cukup datar
dan luas dengan penggunaan lahan dominan adalah pertanian
3) Memiliki akses yang memadai, baik antar desa dalam kawasan maupun ke
pusat pertumbuhan lainnya.
4) Memiliki kelembagaan dan kepemimpinan formal yang berjalan baik
Fungsi Desa Pusat Pertumbuhan dalam kawasan agropolitan adalah:
1) Sebagai pusat perdagangan dan jasa
2) Sebagai pusat distribusi barang dan informasi
3) Sebagai pusat pemberdayaan dan penyuluhan usaha agribisnis

48
Desa Pengumpul dan Pengolah Bahan Baku
Desa pengumpul dan pengolah bahan baku dalam kawasan agropolitan merupakan
desa-desa di sekitar Desa Pusat Pertumbuhan yang memiliki potensi agribisnis
komoditas unggulan terbesar untuk dikembangkan dalam rangka mendukung
percepatan perkembangan dan pertumbuhan pusat kawasan. Fungsi desa
pengumpul dan pengolah bahan baku adalah:
1) Sebagai pusat pengumpulan bahan baku dari desa-desa penghasil bahan baku
2) Sebagai pusat pengolahan bahan baku
Desa Penghasil Bahan Baku
Desa penghasil bahan baku merupakan desa-desa atau kampung yang berpotensi
untuk menghasilkan bahan baku baik yang berada di dalam kawasan agropolitan
maupun di luar kawasan. Fungsi desa penghasil bahan baku adalah menghasilkan
bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolah bahan baku yang berada di
desa pengumpul dan pengolah bahan baku yang berada di desa pengumpul dan
pengolah bahan baku.

3.3 Best dan Bad Practice


Green City merupakan konsep pendekatan perencanaan kota yang
berkelanjutan. Konsep green city menerapkan keseimbangan pembangunan antara
perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Elemen yang perlu diperhatikan
dalam green city yaitu, green open space, green transportation, green building,
green community, green energy, green waste, dan green water. Terdapat kota yang
telah menerapkan konsep green city dengan baik, namun terdapat juga kota yang
dianggap kurang berhasil dalam menerapkan konsep green city. Berikut contoh kota
yang menerapkan konsep green city dengan baik:
 Kota Curitiba, Brasil
Kota Curitiba merupakan kota terkumuh di Brasil pada periode 1970-an. Kota
tersebut berubah menjadi kawasan terbaik di Brasil dan pada tahun 1996
dianugerahi predikat The Most Innovative City in The World. Revolusi kota
Curitiba diawali dengan dibuatnya Curitiba Master Plan yang di arsiteki oleh Jaime
Lerner, seorang arsitek dari Universitas Federal Parana. Proyek tersebut dimulai
ketika Curitiba masih berpenduduk 360 ribu jiwa.

49
Perombakan yang dilakukan pertama-tama dengan mengubah desain tata kota
dari terpusat menjadi liniear. Gedung komersial, pemerintahan, pendidikan dan
bisnis diletakkan dalam satu situs, sedangkan hunian dibuat mengitari. Perubahan
yang terjadi mendorong perubahan pada sistem transportasi. Pemerintah Kota
Curitiba membangun jalan-jalan penghubung dari hunian penduduk menuju pusat
kota. Busway adalah moda transportasi utama. Selain itu, dibuat jalur khusus
sepeda sepanjang 150 kilometer. Terdapat 12 terminal penumpang di Curitiba,
yang tersebar di seluruh penjuru mata angin. Terminal-terminal ini memberi
kemudahan, yakni memungkinkan penumpang dapat meninggalkan dan berganti
bus tanpa harus membeli tiket baru.
Kota Curitiba dalam upaya menangkal banjir yang kerap terjadi, Kota Curitiba
melipatgandakan jumlah ruang terbuka hijau. Dari semula satu meter persegi per
kapita RTH pada 1970 menjadi 55 meter persegi per kapita pada 2002. Jumlah ini
sudah melebihi 30 persen dari luas kota. Curitiba menempuh segala cara untuk
memperbanyak RTH. Bekas tempat pembuangan akhir (TPA) disulap menjadi
taman-taman yang lebat dan asri. Danau-danau artifisial dibangun di tengah kota.
Sementara RTH dilipatgandakan, bangunan komersial terus dibangun.
Keberhasilan lain Curitiba adalah memupuskan secara radikal jumlah kawasan
kumuh. Pemerintah menerapkan strategi insentif yang cerdas untuk merelokasi
permukiman kumuh tadi, bukan sekadar menggusurnya. Misalnya, para
pengembang perumahan hanya akan diberi izin membangun jika bersedia
membuat sebuah permukiman khusus untuk para pemukim kumuh. Untuk
menjamin kota tetap bersih, terutama warga miskin, diminta mengumpulkan satu
kantong plastik sampah yang dapat ditukar dengan susu, telor, atau tiket bus.

Sumber : Google Image


Gambar 3. 2 Kota Curitiba, Brasil
50
Dalam menerapkan konsep green city, tidak semua kota dapat menerapkan
dengan baik. Berikut contoh kota yang gagal dalam menerapkan konsep green
city :
 Kota Makassar
Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin kerap mendengungkan
Kota Makassar yang dipimpinnya sebagai green city. Sementara, Kota Makassar
sampai saat ini belum dapat merealisasikan RTH 30 persen. RTH Kota Makassar
baru kurang lebih 10 persen. Ini menunjukan bahwa Walikota Makassar gagal
mewujudkan Makassar sebagai green city. Selain itu, revisi RTRW Kota Makassar
tertunda berlarut-larut dan semakin tidak jelas kepastiannya. Hal ini justru dapat
berdampak buruk pada keberlanjutan pembangunan Kota Makassar ke depan.

Sumber: Google Image


Gambar 3. 3 Kota Makasar, Indonesia

3.4 Penerapan Konsep Perancangan pada Tapak


Konsep desain pada tapak adalah Green City. Penerapan konsep Green City
pada perancangan tapak seperti berikut :
1. Perkantoran
Perancangan perkantoran pada tapak berada pada satu kawasan yang luas.
Sesuai dengan konsep yang digunakan yaitu Green City, perkantoran ini
didukung dengan kawasan hijau di kompleks perkantoran. Selain itu, dalam
menunjang konsep green city pada kawasan perkantoran dibangun jalur khusus
sepeda di dalam kompleks perkantoran yang terhubung antara satu kantor dan
kantor lainnya dan dibangun halte pada kawasan perkantoran. Kawasan
perkantoran pada tapak terdiri atas Kantor Bupati, Sekretariat Daerah, Sekretariat
51
DPRD, Kantor Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (DISPORAPAR), Kantor
Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (DISHUBKOMINFO), Kantor Dinas
Pertanian Perkebunan dan Perhutan (DISTANBUNHUT), Kantor Inspektorat,
Kantor Pekerjaan Umum (PU), Kantor Badan Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Perempuan (BKBPP), Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
(SATPOL PP), Kantor Ketahanan Pangan, Perpustakaan Arsip Daerah (Arsipda),
Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Kantor Dinas Kesehatan,
Kantor DKUPP, Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah (DPPKAD), Kantor Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(DINSOSNAKERTRANS), Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kantor
(BPBD), Kantor BLH, Kantor BAPPEDA, Kantor DISNAKKAN, dan Kantor
DISPENDUKCAPIL.
2. Hunian
Perancangan hunian pada tapak diperuntukan bagi pegawai pemerintahan
atau dapat dikatakan sebagai rumah dinas untuk pegawai pemerintahan yang ada
di Ibukota Kabupaten Semarang. Hunian pada tapak ini menerapkan hunian yang
berimbang.
Terdapat tiga tipe rumah yang terdiri dari tipe rumah kecil, tipe rumah sedang,
dan tipe rumah besar dengan perbandingan antar tipe rumah yaitu 1 : 2 : 3.
Peruntukan untuk setiap tipe rumah pada hunian berimbang ini disesuaikan
dengan jabatan pegawai pemerintahan. Dengan penerapan hunian berimbang ini
diharapkan suatu kawasan hunian tersebut saling melengkapi dan masyarakat
yang tinggal pada kawasan hunian tersebut dapat berinteraksi dengan baik.
Dalam kompleks hunian tersebut di bangun taman-taman untuk bersosialisasi
warganya dan untuk menunjang konsep green city. Selain itu, dibangun halte dan
jalur khusus sepeda di kawasan hunian.
3. Kesehatan
Perancangan fasilitas kesehatan pada tapak tersebut, terdapat beberapa jenis
sarana kesehatan yaitu puskesmas dan apotek. Sarana kesehatan tersebut
diperuntukan bagi pegawai perkantoran dan juga masyarakat sekitarnya yang
dapat menjangkau pelayanan sarana kesehatan tersebut.

52
4. Peribadatan
Fasilitas peribadatan pada tapak akan dibangun masjid dan gereja disekitar
perkantoran. Selain masjid di kawasan perkantoran, dibangun masjid di sekitar
lingkungan hunian, hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat beragama Islam.
5. Perekonomian
Fasilitas perekonomian merupakan penunjang dari aktivitas perekonomian,
selain itu aktivitas ekonomi juga dapat menentukan perkembangan pada suatu
kawasan. Fasilitas perekonomian pada tapak berupa pasar tradisional,
toko/warung, pusat perbelanjaan dan juga pertokoan yang menunjang pada tapak
tersebut.
6. Pendidikan
Pada tapak dibangun fasilitas pendidikan berupa TK, SD atau sederajat, SMP
atau sederajat, dan SMA. Fasilitas pendidikan tersebut dibangun untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan di tapak dan wilayah sekitar tapak.
7. Trotoar
Trotoar dibangun di setiap jalan dari jalan lingkungan hingga ke jalan arteri
primer. Pembangunan trotoar ditujukan memfasilitasi pejalan kaki sehingga
pengguna kendaraan pribadi berkurang dan mendukung konsep green city.
8. Jalur bersepeda
Jalur sepeda dibangun sesuai dengan jalan yang ada kecuali pada jalan arteri
primer. Jalan arteri primer tidak dibangun jalan sepeda dikarenakan kekhawatiran
akan menimbulkan hambatan pada jalur arteri primer. Jalur sepeda tersebut
dibangun untuk mendukung konsep green city karena dapat mengurangi
penggunaan kendaraan pribadi.
9. Halte
Halte dibangun sebagai tempat menunggu transportasi publik. Sehingga halte
tersebut dibangun pada kawasan-kawasan perkantoran, hunian, dan
perdagangan untuk memudahkan masyarakat berpergian dari suatu kawasan ke
kawasan lain.
10. Lahan Parkir
Lahan parkir yang dibangun berupa lahan parkir perkantoran, lahan parkir
perdagangan, dan lahan parkir hunian. Lahan parkir yang dibangun berupa lahan
parkir komunal yang bersifat publik. Tujuan lahan parkir dibangun supaya
53
mengurangi masyarakat yang parkir di bahu jalan sehingga tidak menyebabkan
kemacetan di jalan.
11. RTH
RTH dibangun pada tapak untuk mendukung konsep green city dan
memenuhi RTH 30 % dari tapak. Selain untuk memenuhi RTH 30 %, RTH
dibangun untuk menambah RTH yang terencana pada tapak sehingga RTH yang
ada tidak mudah mengalami alih fungsi lahan. RTH yang dibangun berupa taman
di kawasan hunian, perkantoran, dan perdagangan. Kemudian, RTH berupa
pemakaman, dan alun-alun Kabupaten Semarang.
12. Lapangan Olahraga
Lapangan Olahraga dibangun di sekitar kawasan hunian. Tujuan dibangunnya
lapangan olahraga sebagai tempat berkumpulnya warga untuk berolahraga.
Selain itu tujuannya sebagai fasilitas warga untuk bersosialisasi antar warga.
Lapangan olahraga yang dibangun berupa lapangan sepakbola yang sekitarnya
diberi jogging track mengelilingi lapangan.
13. TPS
Tempat pembuangan sampah sementara dibangun untuk penampungan
sampah hunian, perkantoran, dan perdagangan. Tempat sampah sementara yang
dibangun memiliki bak yang didalamnya memisahkan sampah menjadi sampah
bahan berbahaya dan beracun, sampah organik, sampah guna ulang, sampah
daur ulang, dan sampah residu sesuai dengan peraturan menteri PU nomor
03/PRT/M/2013.
14. Gedung Serba Guna
Gedung serba guna dibangun untuk memfasilitasi masyarakat pada tapak dan
sekitarnya ketika ingin mengadakan acara yang menghadirkan orang banyak.
Selain untuk kegiatan yang berupa hajatan, gedung serba guna tersebut dapat
menjadi tempat bersosialiasi antar masyarakat.

54
55
BAB IV ANALISIS AKTIVITAS DAN KEBUTUHAN RUANG

Analisis aktivitas dan kebutuhan ruang terdiri dari analisis karakteristik aktivitas,
karakteristik pengguna, kebutuhan ruang, hubungan antar ruang dan organisasi
ruang.
4.1 Analisis Karakteristik Aktivitas
Rencana pembangunan Ibukota Baru Kabupaten Semarang berada di Desa
Tuntang, Kecamatan Tuntang. Lebih tepatnya mencakup 5 dusun, yaitu Dusun
Petet, Dusun Gading, Dusun Praguman, Dusun Cikal Lor dan Cikal Kidul. Luas
tapak yang direncanakan sebesar 100 hektar atau setara dengan 1.000.000 m 2 .
Kondisi eksisting pada tapak merupakan kawasan permukiman yang masih belum
padat penduduknya.
Perencanaan tapak mempunyai aksesibilitas yang baik dan strategis jika
dimanfaatkan sebagai kawasan utama dan pusat perkantoran karena dilewati oleh
jalan arteri Semarang-Solo. Dengan letak yang strategis akan banyak kendaraan
yang melewati pusat kota sehingga dapat menghidupkan suasana pusat kota yang
sesungguhnya. Selain itu tapak yang direncanakan terletak di tengah-tengah
Kabupaten Semarang memungkinkan pemerataan dalam pelayanan publik.
Luas kawasan terbangun yang direncanakan sebesar 70% dan sisanya 30%
akan digunakan sebagai ruang non terbangun. Pembagian ruang dalam analisis
aktivitas adalah ruang terbangun dan ruang non terbangun. Pada ruang terbangun,
aktivitas utama pada tapak adalah perkantoran, dari Kantor Bupati, Sekda dan
kantor dinas lainnya. Aktivitas penunjang yang direncanakan berupa hunian, sarana
peribadatan, sarana perekonomian serta sarana pendidikan. Sementara ada
terminal, TPS dan gedung serbaguna sebagai aktivitas tambahan. Ruang non
terbangun yang akan direncanakan berupa ruang terbuka hijau seperti alun-alun,
taman dan pemakaman serta ruang terbuka non hijau berupa lahan parkir dan jalur
pejalan kaki.

56
Tabel 4. 1 Karakteristik Aktivitas pada Tapak

KELOMPOK AKTIVITAS JENIS AKTIVITAS JENIS RUANG

1. RUANG TERBANGUN
A. AKTIVITAS UTAMA
Perkantoran Bekerja Kantor Bupati
Perkantoran Bekerja Sekretariat Daerah
Perkantoran Bekerja Sekretariat DPRD
Perkantoran Bekerja Kantor DISPORAPAR
Perkantoran Bekerja Kantor DISHUBKOMINFO
Perkantoran Bekerja Kantor DISTANBUNHUT
Perkantoran Bekerja Kantor Inspektorat
Perkantoran Bekerja Kantor PU
Perkantoran Bekerja Kantor BKBPP
Perkantoran Bekerja Kantor SATPOL PP
Perkantoran Bekerja Kantor Ketahanan Pangan
Perkantoran Bekerja Perpustakaan Arsipda
Perkantoran Bekerja Kantor Kesbangpol
Perkantoran Bekerja Kantor Dinas Kesehatan
Perkantoran Bekerja Kantor DKUPP
Perkantoran Bekerja Kantor DPPKAD
Perkantoran Bekerja Kantor DINSOSNAKER
Perkantoran Bekerja Kantor BKD
Perkantoran Bekerja Kantor BPBD
Perkantoran Bekerja Kantor BLH
Perkantoran Bekerja Kantor BAPPEDA
Perkantoran Bekerja Kantor DISNAKKAN
Perkantoran Bekerja Kantor DISPENDUKCAPIL
B. AKTIVITAS PENUNJANG
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 500
Berpenghasilan Tinggi
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 400
Berpenghasilan Tinggi
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 300
Berpenghasilan Tinggi
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 100
Berpenghasilan Sedang
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 70
Berpenghasilan Sedang
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 60
Berpenghasilan Sedang
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 54
Berpenghasilan Rendah
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 45
Berpenghasilan Rendah

57
Hunian Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 36
Berpenghasilan Rendah
Rumah Sakit Umum Daerah
Kesehatan Berobat Puskesmas
Apotek
Masjid Kecamatan
Masjid Warga
Peribadatan Kegiatan Ibadah
Gereja Kristen
Gereja Katholik
Pasar
Pusat Perbelanjaan
Perekonomian Perdagangan dan Jasa Minimarket
Pertokoan
Toko/Warung
SMA
Kegiatan Belajar SMP
Pendidikan
Mengajar SD
TK
C. AKTIVITAS TAMBAHAN
Tempat Menunggu
Transportasi Terminal Tipe C
Transportasi Umum
Persampahan Pengelolaan Sampah TPS
Sosial Kegiatan Sosial Gedung Serbaguna
2. RUANG NON TERBANGUN
Taman Kota/ Alun - alun
Ruang Terbuka Hijau Tempat bersosialisasi Kabupaten
Taman Lingkungan
Pemakaman
Lahan Parkir Alun-Alun
Ruang Tebuka Non Hijau Jalur Pejalan Kaki
Kabupaten
Parkir Kendaraan Lahan Parkir Perdagangan
Parkir Kendaraan Lahan Parkir Hunian
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

4.1.1 Aktivitas Utama


Aktivitas utama yang direncanakan adalah perkantoran. Jenis aktivitas
yang dilakukan adalah bekerja. Sedangkan jenis ruang yang dibutuhkan
beraneka ragam, antara lain kantor bupati, kantor sekda, inspektorat, kantor
dinas dan yang lainnya.
4.1.2 Aktivitas Penunjang
Aktivitas penunjang difungsikan sebagai aktivitas pendukung kegiatan
dari aktivitas utama, yaitu perkantoran. Fungsi penunjang yang direncanakan
pada lokasi tapak ibukota adalah sebagai berikut:
58
a. Hunian
Hunian atau tempat tinggal masyarakat yang direncanakan terdiri dari 3
jenis. Hunian masyarakat dibedakan berdasarkan penghasilan
masyarakat yang berpenghasilan tinggi, sedang dan rendah. Hunian
bagi masyarakat berpenghasilan tinggi disediakan rumah tipe 500, 400
dan 300. Sementara masyarakat berpenghasilan sedang disediakan
rumah tipe 100, 70 dan 60. Sedangkan masyarakat berpenghasilan
rendah disediakan rumah tipe 54, 45 dan 36.
b. Kesehatan
Sarana kesehatan diperlukan dalam menunjang aktivitas utama di lokasi
tapak yang digunakan untuk berobat oleh masyarakat. Sarana
kesehatan yang disediakan pada lokasi tapak berupa rumah sakit umum
daerah, puskesmas serta apotik.
c. Peribadatan
Sarana peribadatan diperlukan dalam melakukan kegiatan beribadah
berdasarkan agama atau kepercayaan masyarakatnya. Sarana
peribadatan yang direncanakan berupa masjid dan gereja. Sementara
masjid akan dibangun masjid kecamatan dan masjid warga, sedangkan
gereja yang dibangun adalah gereja katolik dan gereja kristen.
d. Perekonomian
Sarana perekonomian sangat diperlukan dalam mendukung aktivitas
dan pendapatan kabupaten. Sarana perekonomian yang direncanakan
berupa perdagangan dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sarana perekonomian pada lokasi tapak terdiri dari pasar, pusat
perbelanjaan, minimarket, pertokoan serta toko/warung.
e. Pendidikan
Sarana pendidikan merupakan sarana penunjang yang penting dalam
kelangsungan hidup manusia dan akan berpengaruh pada aktivitas
ibukota itu sendiri. Pada lokasi tapak fasilitas pendidikan yang
disediakan berupa SMA, SMP, SD serta TK.

59
4.1.3 Aktivitas Tambahan
a. Transportasi
Sarana tambahan transportasi yang ada berupa terminal tipe C yang
bisa digunakan untuk pergerakan, tempat menunggu kendaraan
transportasi dan tempat transportasi umum menunnggu penumpang.
b. Persampahan
Sarana persampahan yang ada di lokasi tapak berupa TPS. Dengan
adanya TPS di lokasi tersebut maka diharapkan permasalahan sampah
yang menumpuk bisa diatasi. Selain itu juga dapat menjaga kelestarian
lingkungan.
c. Sosial
Sarana dalam aktivitas tambahan yang direncanakan pada lokasi tapak
berupa gedung serbaguna. Gedung serbaguna tersebut dapat
digunakan sebagai gedung pertemuan ataupun dapat disewa untuk
kegiatan lainnya.

4.2 Analisis Karakteristik Pengguna


Lokasi tapak yang direncanakan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang
memiliki luas sebesar 100 hektar atau setara dengan 1.000.000 m2 . dari 100 hektar
tersebut, 70% akan digunakan sebagai kawasan terbangun dan 30% sisanya akan
menjadi kawasan non terbangun. Dari ruang terbangun tersebut 30% nya akan
digunakan sebagai sirkulasi dan 70% nya akan digunakan sebagai fungsi terbangun.
Fungsi terbangun pembagiannya akan digunakan sebagai kawasan perkantoran,
hunian menurut tingkat penghasilan masyarakat, fasilitas dasar seperti fasilitas
kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas pendidikan, fasilitas perekonomian serta
aktivitas pendukung seperti tempat pembuanan sampah sementara, terminal dan
gedung serbaguna.
Berikut ini adalah bagan Carrying Capacity dari Ibukota Kabupaten Semarang

60
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 4. 1 Bagan Carrying Capacity

Tabel 4. 2 Karakteristik Aktivitas pada Tapak

KELOMPOK JENIS KARAKTERISTIK


JENIS RUANG
AKTIVITAS AKTIVITAS PENGGUNA

1. RUANG TERBANGUN
A. AKTIVITAS UTAMA
Perkantoran Bekerja Kantor Bupati 48
Perkantoran Bekerja Sekretariat Daerah 175
Perkantoran Bekerja Sekretariat DPRD 50
Perkantoran Bekerja Kantor DISPORAPAR 52
Perkantoran Bekerja Kantor DISHUBKOMINFO 98
Perkantoran Bekerja Kantor DISTANBUNHUT 77
Perkantoran Bekerja Kantor Inspektorat 42
Perkantoran Bekerja Kantor PU 294
Perkantoran Bekerja Kantor BKBPP 100
Perkantoran Bekerja Kantor SATPOL PP 47
Perkantoran Bekerja Kantor Ketahanan Pangan 12
Perkantoran Bekerja Perpustakaan Arsipda 18
Perkantoran Bekerja Kantor Kesbangpol 17
Perkantoran Bekerja Kantor Dinas Kesehatan 68
Perkantoran Bekerja Kantor DKUPP 118
Perkantoran Bekerja Kantor DPPKAD 109
Perkantoran Bekerja Kantor DINSOSNAKER 76
Perkantoran Bekerja Kantor BKD 54
Perkantoran Bekerja Kantor BPBD 34
61
Perkantoran Bekerja Kantor BLH 23
Perkantoran Bekerja Kantor BAPPEDA 48
Perkantoran Bekerja Kantor DISNAKKAN 61
Perkantoran Bekerja Kantor DISPENDUKCAPIL 32
B. AKTIVITAS PENUNJANG
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 500 115
Berpenghasilan
Tinggi
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 400 180
Berpenghasilan
Tinggi
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 300 355
Berpenghasilan
Tinggi
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 100 1.500
Berpenghasilan
Sedang
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 70 2.125
Berpenghasilan
Sedang
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 60 2.775
Berpenghasilan
Sedang
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 54 7.500
Berpenghasilan
Rendah
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 45 4.300
Berpenghasilan
Rendah
Hunian
Masyarakat
Hunian Rumah Tipe 36 2.850
Berpenghasilan
Rendah

Rumah Sakit Umum Daerah 955.481


Kesehatan Berobat
Puskesmas 12.322
Apotek 12.322
Masjid Kecamatan 955.481
Kegiatan Masjid Warga 12.322
Peribadatan
Ibadah Gereja Kristen 12.322
Gereja Katholik 12.322
Pasar 12.322
Pusat Perbelanjaan 12.322
Perdagangan
Perekonomian Minimarket 12.322
dan Jasa
Pertokoan 12.322
Toko/Warung 12.322

62
SMA 62.060
Kegiatan SMP 12.322
Pendidikan Belajar
Mengajar SD 12.322
TK 12.322
C. AKTIVITAS TAMBAHAN
Tempat
Menunggu
Transportasi Terminal Tipe C 12.322
Transportasi
Umum
Pengelolaan
Persampahan TPS 12.322
Sampah
Sosial Kegiatan Sosial Gedung Serbaguna 12.322
2. RUANG NON TERBANGUN
Taman Kota/ Alun - alun
Ruang Terbuka Tempat 955.481
Kabupaten
Hijau bersosialisasi
Taman Lingkungan 12.322
Pemakaman 12.322
Ruang Tebuka Jalur Pejalan Lahan Parkir Alun-Alun
955.481
Non Hijau Kaki Kabupaten
Parkir
Lahan Parkir Perdagangan
Kendaraan 12.322
Parkir
Lahan Parkir Hunian
Kendaraan 3.430
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

4.3 Analisis Kebutuhan Ruang


Ruang yang direncanakan dalam pembangunan ibukota seluas 100 hektar.
Analisis kebutuhan ruang pada rencana tapak Ibukota Kabupaten Semarang
didasarkan pada jenis ruang yang akan direncanakan dan jumlah pengguna
aktivitas. Dalam menentukan kebutuhan ruang juga didasarkan pada standar
minimal ruang yang dibutuhkan berdasarkan SNI. Sebesar 70% dari lokasi tapak
atau setara dengan 700.000m2 difungsikan sebagai ruang terbangun. Sementara
sisanya 30% atau setara dengan 300.000 akan digunakan sebagai ruang non
terbangun.
Sebagian besar kawasan terbangun akan digunakan sebagai fungsi
terbangun sebesar 70% atau sebesar 49 hektar. Fungsi terbangun tersebut
digunakan sebagai aktivitas utama yaitu kawasan perkantoran, kawasan aktivitas
penunjang berupa hunian, perekonomian, kesehatan dan pendidikan serta kawasan
aktivitas tambahan seperti terminal, TPS dan gedung serbaguna sebagai sarana
dalam melakukan pelayanan publik di Kabupaten Semarang. Sementara 30% dari
fungsi terbangun digunakan sebagai sirkulasi sebesar 21 hektar atau 210.000 m 2.

63
Tabel 4. 3 Kebutuhan Ruang

JUMLAH
KELOMPOK JENIS STANDAR STANDAR JUMLAH LUAS
JENIS RUANG PENGGUNA PENGGUNA SUMBER KET
RUANG AKTIVITAS (jiwa) (m2) (Unit) (m2)
(Jiwa)

1. RUANG TERBANGUN
A. AKTIVITAS UTAMA
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Kantor Bupati 48 10 1 1.528 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Sekretariat Daerah 175 10 1 2.222 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Sekretariat DPRD 50 10 1 810 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 52 10 1 1.881 Rencana
DISPORAPAR Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 98 10 1 2.419 Rencana
DISHUBKOMINFO Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 77 10 1 1.693 Rencana
DISTANBUNHUT Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Kantor Inspektorat 42 10 1 1.318 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum

64
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Kantor PU 294 10 1 6.463 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Kantor BKBPP 100 10 1 2.710 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor SATPOL dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 47 10 1 375 Rencana
PP Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor Ketahanan dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 12 10 1 214 Rencana
Pangan Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Perpustakaan dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 18 10 1 242 Rencana
Arsipda Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja Kantor Kesbangpol 17 10 1 217 Rencana
Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
Kantor Dinas dan PERMENDAGRI No
Perkantoran Bekerja 68 10 1 855 Rencana
Kesehatan Masyarakat 7 Tahun 2006
Umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor DKUPP 118 10 1 2.282 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor DPPKAD 109 10 1 2.710 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum

65
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja 76 10 1 2.155 Rencana
DINSOSNAKER masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor BKD 54 10 1 748 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor BPBD 34 10 1 862 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor BLH 23 10 1 1.185 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja Kantor BAPPEDA 48 10 1 2.185 Rencana
masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja 61 10 1 1.871 Rencana
DISNAKKAN masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Pegawai
Kantor dan PERMENDAGRI
Perkantoran Bekerja 32 10 1 1.239 Rencana
DISPENDUKCAPIL masyarakat No.7 Tahun 2006
umum
Jumlah Jumlah
pengguna 1.653 kebutuhan 38.184
perkantoran ruang
B. AKTIVITAS
PENUNJANG
Hunian
Penduduk 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Masyarakat Hunian Rumah Tipe 500 50 500 10 11500
sekitar
Berpenghasilan

66
Tinggi
Hunian
Masyarakat Penduduk 100 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 400
Berpenghasilan sekitar 400 20 14400
Tinggi
Hunian
Masyarakat Penduduk 250 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 300
Berpenghasilan sekitar 300 50 21300
Tinggi
Hunian
Masyarakat Penduduk 1000 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 100
Berpenghasilan sekitar 100 200 30000
Sedang
Hunian
Masyarakat Penduduk 1500 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 70
Berpenghasilan sekitar 70 300 29750
Sedang
Hunian
Masyarakat Penduduk 1750 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 60
Berpenghasilan sekitar 60 350 33300
Sedang
Hunian
Masyarakat Penduduk 2000 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 54
Berpenghasilan sekitar 54 400 81000
Rendah
Hunian
Masyarakat Penduduk 3000 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 45
Berpenghasilan sekitar 45 600 38700
Rendah
Hunian
Masyarakat Penduduk 2850 5 SNI 03-1733-2004 Rencana
Hunian Rumah Tipe 36
Berpenghasilan sekitar 36 570 20520
Rendah
Penduduk
Rumah Sakit
Se 955.481 240.000 SNI 03-1733-2004 1 Rencana
Kesehatan Berobat Umum Daerah
Kabupaten 8.204 8.204
Puskesmas Penduduk 12.322 120.000 1.000 SNI 03-1733-2004 1 1.000 Rencana
67
sekitar
Penduduk
Apotek 12.322 30.000 250 SNI 03-1733-2004 1 250 Rencana
sekitar
Penduduk
Masjid Kecamatan Agama 955.481 120.000 5.400 SNI 03-1733-2004 1 5.400 Rencana
Islam
Penduduk
Masjid Warga Agama 12.322 2.500 600 SNI 03-1733-2004 5 3.000 Rencana
Kegiatan Islam
Peribadatan
Ibadah Penduduk
Gereja Kristen Agama 12.322 1.792 SNI 03-1733-2004 1 1.792 Rencana
Kristen
Penduduk
Gereja Katholik Agama 12.322 1.760 SNI 03-1733-2004 1 1.760 Rencana
Katholik
Penduduk
Pasar 120.000 36.000 SNI 03-1733-2004 1 36.000 Rencana
sekitar 12.322
Pusat Penduduk
120.000 36.000 SNI 03-1733-2004 1 36.000 Rencana
Perbelanjaan sekitar 12.322
Perdagangan Penduduk
Perekonomian Minimarket 8.000 400 SNI 03-1733-2004 2 800 Rencana
dan Jasa sekitar 12.322
Penduduk
Pertokoan 6.000 3.000 SNI 03-1733-2004 1 3.000 Rencana
sekitar 12.322
Penduduk
Toko/Warung 250 100 SNI 03-1733-2004 14 1.400 Rencana
sekitar 12.322
Penduduk
SMA 4.800 12.500 SNI 03-1733-2004 1 12.500 Rencana
Usia SMA 62.060
Penduduk
Kegiatan SMP 4.800 9.000 SNI 03-1733-2004 3 9.000 Rencana
Usia SMP 12.322
Pendidikan Belajar
Penduduk
Mengajar SD 1.600 2.000 SNI 03-1733-2004 9 2.000 Rencana
Usia SD 12.322
Penduduk
TK 1.250 500 SNI 03-1733-2004 12 6.000 Rencana
Usia TK 12.322
C. AKTIVITAS
TAMBAHAN

68
Tempat
Menunggu
Transportasi Terminal Tipe C 12.322 120.000 2.000 SNI 03-1733-2004 1 2.000 Rencana
Transportasi
Umum
Pengelolaan
Persampahan TPS 12.322 30.000 300 SNI 3242-2008 2 600 Rencana
Sampah
Kegiatan Gedung
Sosial 12.000 3.000 SNI 03-1733-2004 1 3.000 Rencana
Sosial Serbaguna 12.322

Kebutuhan Ruang Terbangun 452.360

Sirkulasi 135.708

Total Kebutuhan Ruang Terbangun 588.068

2. RUANG
NON
TERBANGUN
Taman Kota/ Alun - Penduduk Permen PU No:
955.481 Rencana
Ruang Terbuka Tempat alun Kabupaten sekitar 480.000 144.000 05/PRT/M/2008 1 144.000
Hijau bersosialisasi Permen PU No.
Taman Lingkungan Penduduk 1.250 5 6.250 Rencana
sekitar 12.322 2.500 05/PRT/M/2008
Pemakaman Penduduk 12.322 120.000 2.500 Kepmen Permukiman 3 2.500
sekitar Prasarana Wilayah Rencana
No.534/KPTS/M/2001
Ruang Tebuka Jalur Pejalan Lahan Parkir Alun- Penduduk
955.481 Rencana
Non Hijau Kaki Alun Kabupaten sekitar 12.322 2.000 SNI 03-1733-2004 1 300
Parkir Lahan Parkir Penduduk Rencana
Kendaraan Perdagangan sekitar 12.322 12.322 2.000 SNI 03-1733-2004 3 1.800

69
Parkir Lahan Parkir Pedoman
Perencanaan dan Rencana
Kendaraan Hunian
Penduduk Pengoperasian
sekitar 3.430 3.125 200 Fasilitas Parkir 3 600
155.450
Total Kebutuhan Ruang Non Terbangun
743.518
Total Kebutuhan Ruang
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

70
4.4 Hubungan Antar Ruang
Ruang-ruang yang ada pada lokasi tapak yang terdiri dari ruang terbangun dan non terbangun. Dan antara ruang-ruang yang
ada tersebut akan membentuk suatu hubungan. Hubungan antar ruang yang ada dibedakan menjadi tigaa yaitu hubungan erat,
hubungan kurang erat dan tidak ada hubungan. Misalnya jika ruang A dan ruang berhubungan erat berarti antara ruang A dan
ruang B memiliki keterkaitan yang erat satu sama lain. Hubungan kurang erat berarti antara ruang satu dengan ruang lainnya
memiliki keterkaitan tapi tidak terkait secara keseluruhan. Jika hubungan antara ruang satu dengan ruang lainnya tidak ada berarti
antara ruang satu dengan ruang yang lainnya tidak ada hubungan ataupun keterkaitan sama sekali. Hubungan antar ruang yang
direncanakan di lokasi tapak dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4. 4 Hubungan Antar Ruang

Perkantoran Hunian Kesehatan Peribadatan Perekonomian Pendidikan Transportasi Sosial

Perkantoran - Erat Kurang Erat Erat Erat Tidak Ada Erat Kurang Erat

Hunian Erat - Erat Erat Erat Erat Erat Erat

Kesehatan Kurang Erat Erat - Tidak Ada Tidak Ada Kurang Erat Erat Tidak Ada

Peribadatan Erat Erat Tidak Ada - Kurang Erat Kurang Erat Erat Erat

Perekonomian Erat Erat Tidak Ada Kurang Erat - Tidak Ada Erat Kurang Erat

Pendidikan Tidak Ada Erat Kurang Erat Kurang Erat Tidak Ada - Erat Kurang Erat

Transportasi Erat Erat Erat Erat Erat Erat - Erat

Sosial Kurang Erat Erat Tidak Ada Erat Kurang Erat Kurang Erat Erat -
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

71
Dilihat dari tabel diatas, ruang yang mempunyai keterkaitan kuat yaitu antara
ruang hunian dengan seluruh ruang yang lain. Hubungan antar ruang yang kurang
erat terjadi antara ruang kesehatan dengan perkantoran, antara perkantoran dengan
sosial, antara pendidikan dengan kesehatan, amtara perekonomian dengan
peribadatan dan seterusnya. Sementara ruang-ruang yang tidak mempunyai
hubungan yaitu antara ruang pendidikan dengan perkantoran, antara ruang
kesehatan dengan sosial, antara perekonomian dengan kesehatan.

4.5 Analisis Organisasi Ruang


Analisis organisasi ruang berisi kasaran dari siteplan yang akan diterapkan
pada ibukota baru Kabupaten Semarang yaitu di Desa Tuntang dengan tema Green
City. Organisasi ruang dapat menentukan cara pembagian zona-zona aktivitas
dalam perencanaan tapak yang disesuaikan dengan karakteristik ruang yang
dibutuhkan pada masing-masing aktivitas. Berikut organisasi ruang pada
perencanaan tapak ibukota baru Kabupaten Semarang:

72
73
BAB V ANALISIS TAPAK DAN ZONING
5.1 Analisis Konstelasi Wilayah
Adanya isu pemindahan ibukota Kabupaten Semarang maka, perencanaan
tapak yang telah ditentukan terletak di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang. Luas
lahan yang digunakan untuk perencanaan sekitar 100 Ha (1.000.000 m²) adalah
4,8% dari luas seluruh Kecamatan Tuntang yaitu 2.072 Ha. Merencanakan pusat
pemerintahan harus berdasarkan peraturan yang telah ditentukan.
5.1.1 Konstelasi Kabupaten Semarang terhadap Jawa Tengah

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 5.1 Peta Konstelasi Kabupaten Semarang terhadap Jawa Tengah

Kabupaten Semarang salah satu kabupaten dari 29 kabupaten di


Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, rata–rata ketinggian tempat 607
mdpl. Luas wilayah 95.020,674 Ha (sekitar 2,92% dari luas Provinsi Jawa
Tengah). Rata-rata curah hujan 1979 Mm.
Batas-batas wilayah Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut :
 Sebelah Barat : Kabupaten Magelang, Kendal, dan Temanggung
 Sebelah Timur : Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan
 Sebelah Utara : Kota Semarang
 Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali

74
5.1.2 Konstelasi Kecamatan Tuntang terhadap Kabupaten Semarang

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 5.2 Gambar Konstelasi Kecamatan Tuntang terhadap Kabupaten Semarang

Berdasarkan wilayah studi, Kecamatan Tuntang merupakan kecamatan


yang memiliki jumlah penduduk yang paling banyak dan kepadatan penduduk
tertinggi di Kabupaten Semarang dengan luaas daerah sebesar 5.624,20 Ha
serta 465 pembagian wilayah RT. Di dalam perekonomiannya Kecamatan
Tuntang merupakan kecamatan penyumbang PDRB tertinggi. Kecamatan
Tuntang terdapat Danau Rawa Pening yang menjadi sumber air untuk
Kabupaten Semarang dan Kecamatan Tuntang merupakan SWP II dalam
Kabupaten Semarang. Daerah yang berstatus SWP II dituntut untuk memiliki
fasilitas fasilitas yang lengkap berdasarkan pembahasan dari beberapa aspek
yang telah dilakukan untuk mengetahui profile wilayah studi kami. Kecamatan
Tuntang memang memiliki fasilitas yang lengkap dan selalu menjadi unggulan
dari beberapa aspek.
Berdasarkan gambar diatas Kecamatan Tuntang tepat berada di tengah
Kabupaten Semarang sehingga dijadikan sebagai opsi pemindahan ibukota
kabupaten baru. Fungsi Kecamatan Tuntang dapat dilihat berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Semarang tahun 2011-2031 masuk
kedalam kawasan SWP 2 yaitu kawasan yang mendapat dampak perkotaan
dari Kecamatan Ambarawa. Kawasan Kecamatan Tuntang juga ditetapkan
dalam perencanaan sebagai PKK Kabupaten Semarang. Rencana lokasi yang
dikembangkan berada di sekitar kelurahan Tuntang. Adapun batas Administrasi
adalah sebagai berikut:
75
 Sebelah Utara : Kecamatan Bawen
 Sebelas Barat : Kecamatan Ambarawa dan Rawa Pening
 Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan dan Kecamatan Banyubiru
 Sebelah Timur : Kecamatan Tengaran dan Kecamatan Pabelan
Selain penetapan Kecamatan Tuntang sebagai salah satu PKK di
Kabupaten Semarang, RTRW Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031 juga
menetapkan rencana pengoptimalan pariwisata yang ada di Kecamatan
Tuntang dan Sekitarnya.
5.1.3 Konstelasi Kelurahan Tuntang terhadap Kecamatan Tuntang

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 5.3 Peta Konstelasi Desa Tuntang dan Delik terhadap Kecamatan Tuntang

Perencanaan tapak terletak pada Kelurahan Tuntang. Kelurahan


Tuntang sendiri merupakan kelurahan pusat aktivitas Kecamatan Tuntang.
Berdasarkan rencana RTRW wilayah ini merupakan wilayah pengembangan
perkotaan akibat Kecamatan Ambarawa, dengan Luas 272,02 ha. Dalam
perencanaan tapak wilayah kelurahan Tuntang akan digunakan sekitar 100Ha
dari seluruh luas kelurahannya. Berikut batas wilayah administrasi Kelurahan
Tuntang:
 Sebelah Utara : Kecamatan Bawen
 Sebelas Barat : Rawa Pening
76
 Sebelah Selatan : Kelurahan Lopait
 Sebelah Timur : Kelurahan Tlogo dan Watuagung
5.1.4 Konstelasi Perencanaan Tapak terhadap Desa Tuntang

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 5.4 Peta Konstelasi Perencanaan TApak terhadap Desa Tuntang

Perencanaan Tapak yang digunakan luas 100 ha dari luas seluruh Desa
Tuntang. Berikut batas wilayah administrasi lokasi perencanaan tapak:
 Sebelah Utara : Desa Tuntang
 Sebelas Barat : Desa Tuntang
 Sebelah Selatan : Desa Tuntang
 Sebelah Timur : Desa Delik

77
5.2 Analisis Lingkungan
Analisis lingkungan dilakukan untuk menentukan kecocokan tata letak zoning
tapak terhadap fungsi-fungsi penggunaan lahan di wilayah sekitar tapak. Analisis ini
berfungsi untuk pertimbangan dalam penentuan zoning kawasan yang dilahat dari
faktor eksternal maupun internal perencanaan tapak. Berikut analisis lingkungan
pada perencanaan tapak ibukota baru Kabupaten Semarang di Desa Tuntang,
Kecamatan Tuntang:
Data Analisis Respon

Jalan arteri
Aktivitas Zona Privat
Jalan Permukiman
lingkungan
Zona Publik
Sekolah

Tapak
Tapak memilik 2 jenis Dari data yang ada dapat Respon dari analisis,
jalan seperti jalan arteri diketahui bahwa diluar terdapat 2 zonasi yaitu
Semarang-Solo dan jalan tapak terdapat SMA yang zona privat dan zona public.
lingkungan penghubung dapat memfasilitasi Zona privat disini memiliki
dusun. Diluar tapak juga permukiman disekitarnya fungsi hunian yang dekat
terdapat fasilitas seperti karena permukiman dengan dengan sarana pendidikan

78
sarana pendidikan SMA N sarana pendidikan memiliki yang saling terkait dan
1 Tuntang. keterkaitan yang erat dan merupakan sarana
juga didukung oleh penunjang bagi
aksesbilitas yang mudah permukiman disekitarnya.
melalui jalan lokal tuntang- Untuk zona publik berfungsi
bringin. sebagai area publik yang
bisa dimanfaatkan sebagai
kawasan perkantoran serta
perdagangan dan jasa.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

5.3 Analisis Topografi


Analisis topografi berfungsi untuk menentukan pengembangan penggunaan
ruang untuk kegiatan yang sifatnya terbangun maupun non terbangun. Analisis
topografi dapat dilihat dari kontur Desa Tuntang. Untuk kontur rapat dapat
dikembangkan zona non terbangun sedangkan kontur renggang dapat
dikembangkan menjadi zona terbangun. Berikut analisis topografi pada perencanaan
tapak ibukota baru Kabupaten Semarang di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang:

79
Data Analisis Respon

Daerah berkontur Daerah tidak


rapat sesuai untuk
lahan terbangun

Tapak memiliki Berdasarkan data, dapat Berdasarkan analisis


karakteristik kontur yang diketahui bahwa sebagian yang telah dilakukan,
cenderung renggang besar tapak memiliki maka didapatkan daerah
atau tidak rapat sehingga kontur yang renggang. yang sesuai untuk
dapat dikatakan sebagai Akan tetapi terdapat menjadi lahan terbangun
wilayah yang dapat sedikit daerah yang dan daerah yang tidak
dimanfaatkan sebagai memiliki kontur yang sesuai sebagai lahan
lahan terbangun. cukup rapat. Daerah terbangun dikarenakan
tersebut berada di ujung konturnya cukup rapat.
paling kanan tapak dan Kawasan yang berwarna
bagian kiri tapak. biru merupakan kawasan
yang dapat dimanfaatkan
sebagai lahan terbangun
sedangkan kawasan
yang berwarna merah
merupakan kawasan

80
yang tidak sesuai
sebagai lahan terbangun
karena memiliki kontur
yang cukup rapat.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

5.4 Analisis Kebisingan


Data Analisis Respon

Kebisingan Tinggi Zona Publik

Kebisingan rendah Zona Privat

Pada tapak dilalui oleh Berdasarkan data, dapat Respon dari analisis
dua jenis jalan utama diketahui bahwa sumber yang telah dilakukan
yaitu Jalan Arteri dan kebisingan yang terdapat adalah terdapat dua
Jalan Lain atau Jalan pada tapak adalah Jalan zonasi yaitu zona publik
Lingkungan. Jalan arteri arteri yang merupakan dan zona publik. zona
yang melewati tapak jalan besar dengan lalu privat terletak pada zona
merupakan Jalan Arteri lintas kendaraannya yang kebisingan rendah
Semarang-Solo yang selalu padat. Maka dikarenakan zona privat

81
selalu dilewati oleh dilakukan analisis dengan seperti aktivitas hunian,
kendaraan dalam jumlah cara membuat jarak peribadatan
besar setiap harinya. radius kebisingan jalan membutuhkan suasana
Jenis kendaraan yang besar yaitu sejauh 100 yang tenang dan jauh
melewati jalan arteri meter dari jalan. dari kebisingan. Zona
juga lebih beragam Berdasarkan analisis publik terletak pada zona
mulai dari sepeda motor, tersebut dapat diambil kebisingan tinggi karena
mobil, bus hingga truk. kesimpulan bahwa aktivitas publik seperti
Selain itu, tapak juga kawasan yang berada perkantoran cenderung
dilalui jalan lingkungan pada radius 100 meter lebih tepat diletakkan
yang merupakan jalan dari jalan arteri termasuk pada zona bising tinggi
yang menghubungkan kedalam zona kebisingan dibandingkan dengan
antar kawasan tinggi, sedangkan zona aktivitas privat.
perumahan. Jenis diluar zona tersebut
kendaraan yang termasuk kedalam
melewati jalan ini tentu kawasan dengan zona
lebih sedikit daripada kebisingan rendah.
jalan arteri yang
biasanya berupa sepeda
motor dan mobil pribadi.
Volume kendaraan yang
melewati jalan
lingkungan juga tidak
terlalu banyak.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

82
5.5 Analisis Aksesibilitas
Data Analisis Respon

Jalan arteri Zona


Aksesbilitas Zona Privat
Jalan Tinggi
lingkungan
Zona
Tapak Aksesbilitas Zona Publik
Rendah

Pada tapak terdapat 2 Dari data yang sudah Respon dari analisis yang
jenis jalan yaitu jalan arteri diolah terlihat koridor telah dilakukan adalah
Semarang-Solo dan jalan sepanjang jalan arteri menghasilkan dua zonasi,
lingkungan penghubung memiliki tingkat yaitu zona publik dan zona
antar dusun. Jalan arteri aksesbilitas yang tinggi privat. Zona publik sendiri
sendiri memiliki kriteria karena merupakan jalan terletak pada zona
lebar 11 meter dan jalan utama penghubung aksesbilitas yang tinggi
lingkungan selebar 6,5 Semarang-Solo, karena pada zona tersebut
meter. sedangkan di daerah dapat dikembangkan
sekitar jalan lingkungan sebagai fungsi komersil dan
memiliki tingkat pusat perkantoran. Zona
aksesbilitas yang rendah privat sendiri cenderung
karena hanya merupakan membutuhkan karakter
jalan penghubung antar ruang dengan tingkat

83
dusun. aksesbilitas rendah yang
nantinya dapat
dikembangkan menjadi
fungsi hunian yang nyaman
dan jauh dari kebisingan.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

5.6 Analisis Vegetasi


Data Analisis Respon

Vegetasi Kebun

Alun-alun

RTH

Taman Kota

 Terdapat vegetasi hijau Pada sekeliling tapak perlu Untuk vegetasi pada barrier
yang berupa kebun. diadakan sabuk vegetasi yang akan diletakkan di
 RTH pada perencanaan yang berfungsi untuk setiap cluster perumahan,
tapak merupakan RTH menyaring polusi, sebagai barrier ini juga akan
pasif. daerah resapan air hujan, ditempatkan diantara
 RTH yang ada pada sekaligus meningkatkan perumahan dan pertokoan.
wilayah studi tersebar nilai estetika. Jenis tanaman ini adalah
dan tidak merata. tanaman yang membentuk
dinding tinggi, yaitu
tanaman yang setinggi
badan sampai beberapa
meter seperti tanaman

84
perdu dan beberapa jenis
cemara dan bambu.
Terdapat vegetasi di jalan
lokal dan jalan lingkungan
primer tanaman yang akan
ditanam adalah tanaman
berjenis berbentuk bulat.
oval, berbentuk
ombak/segitiga, berbentuk
payung, menyebar contoh
Mahoni (Switenia
mahagoni). Di
persimpangan akan ditanam
pohon jenis palem contoh
palem raja (Oreodoxa
regia), pinang jambe (Areca
catechu), lontar (siwalan)
(Borassus flabellifer). Pada
perumahan, tanaman-
tanaman yang akan ditanam
pada wilayah perencanaan
tapak adalah tanaman
berjenis flamboyan hal ini
berguna agar lingkungan
tampak asri dan indah.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

85
5.7 Analisis View

Data Analisis Respon

Tapak Arah View ke


Rawa Pening
Jalan Alun-Alun
 View from Site:  View from Site:  View from Site :
merupakan pemandangan Dilokasi yang diarsir Lokasi yang diarsir
yang dapat dilihat pada memang akan ada pusat merupakan lokasi yang
perencanaan tapak ke luar aktivitas yang private, karena di lokasi
wilayah perencanaan membutuhkan tersebut merupakan pusat
tapak berupa bangunan- pemandangan. Dari lokasi aktivitas yang membutuhkan
bangunan dan jalan. tersebut dapat langsung pemandangan yang
 View to Site: mendapatkan menarik.
merupakan pemandangan pemandangan yang  View to Site :
yang dapat dilihat ke menarik yaitu rawa Alun-alun di bangun di
perencanaan tapak. pening. sebelah jalan arteri primer.
 View to Site: Di sekitar alun-alun
Sebagai point of interest merupakan ruang publik,
Kabupaten Semarang sehingga patung tersebut
akan dibuat patung tari menjadi point of interest ke
prajurit di tengah alun- wilayah tersebut.
alun.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

86
5.8 Analisis Drainase
Data Analisis Respon

Tapak
Aliran Drainase Kawasan Terbangun
Saluran Drainase
Kontur

Berdasarkan peta diatas Arah aliran air mengikuti Pertimbangan bahwa tempat
jaringan drainase pada kontur dari kontur yang ini akan difokuskan sebagai
tapak terdapat drainase tinggi ke yang rendah. kawasan permukiman dan
primer dan drainase Yang paling tinggi 512,5 komersil serta perkantoran,
sekunder. Jaringan meter dan yang rendah maka drainase yang mungkin
drainase primer mengikuti 462,5 meter. diterapkan disana adalah
jalan arteri yang berada di drainase sekunder dengan
sepanjang jalan arteri dan sistem terbuka/ tertutup di
sungai. Jaringan drainase pinggiran jalan. Bangunan
sekunder saluran/selokan yang akan dibangun
air hujan di sekitar diatasnya berusaha untuk
bangunan, gorong-gorong, menghindari daerah yang
terdapat di sepanjang jalan terlewati air atau air dapat
yang ada di wilayah studi dialihkan.
yaitu jalan lokal, jalan
lingkungan primer dan
jalan lingkungan sekunder.

87
5.9 Analisis Lintasan Matahari dan Arah Angin
Data Analisis Respon

Arah Angin Arah Angin Arah Matahari

Arah Matahari Arah Angin


Arah Matahari
Orientasi
Bangunan
Arah Matahari pada tapak Sumbu ideal terbentuk dari Orientasi bangunan pada
yaitu dari arah Timur ke perpotongan antara garis tapak akan diatur tegak lurus
arah Barat. Arah angin arah angin dengan garis dengan sumbu ideal. Hal ini
pada tapak bergerak dari arah matahari yang dikarenakan orientasi
arah Tenggara ke arah nantinya akan bangunan dengan arah
Barat Laut. menghasilkan orientasi bangunan ke Barat atau
bangunan. Orientasi Timur sehingga bangunan
bangunan yang terbentuk dapat mendapat cahaya
yaitu menghadap ke arah matahari yang cukup sejak
Barat ataupun Timur. pagi sampai sore hari. Selain
itu, arah angin dengan sudut
45o terhadap orientasi
bangunan juga merupakan
arah angin yang ideal karena
dengan sudut tersebut

88
seluruh gedung dapat
memperoleh angin dengan
porsi yang cukup.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

5.10 Zoning Kawasan


Analisis zoning kawasan merupakan hasil overlay dari analisis lingkungan,
analisis topografi, analisis aksesibilitas dan analisis kebisingan, berikut adalah hasil
dari masingmasing analisis yang akan di overlay menjadi zoning kawasan pada
perencanaan tapak.

89
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

Gambar 5. Analisis Zoning Kawasan

90
Pada perencanaan tapak zona aktivitas terbangun akan dibuat perkantoran, hunian,
fasilitas penunjang dan fasilitas tambahan. Zona aktivitas publik akan dibuat untuk
kawasan perdagangan dan jasa karena letaknya yang dekat dengan jalan arteri
Semarang-Solo. Pada organisasi ruang perencanaan tapak terdapat beberapa
organisasi ruang yang mewakili 3 fungsi utama dari perencanaan tapak, pertama
adalah fungsi utama sebagai tempat perkantoran. Kedua adalah fungsi penunjang
yaitu hunian dan sarana-sarana yang menunjang perkantoran serta hunian. Ketiga
adalah fungsi tambahan. Ruang terbuka hijau yang disediakan pada perencanaan
tapak adalah RTH yang bersif aktif dan juga pasif. RTH aktif berupa taman kota
sebagai tempat rekreasi warga. Sedangkan RTH pasif terdiri dari barrier, jalur hijau
dan taman-taman kecil di dalam setiap hunian.

91
92
BAB VI ANALISIS INFRASTRUKTUR

6.1 Analisis Jaringan Jalan


Data Respon

Jalan arteri Jalan arteri

Jalan lokal Jalan kolektor


Jalan lingkungan
Jalan lokal

 Jalan yang ada pada perencanaan tapak  Jaringan jalan yang ada pada
sebagian besar sudah beraspal, hanya perencanaan tapak nantinya akan dibagi
ada beberapa jalan yang terbuat dari menjadi 3 hirarki yaitu jalan arteri ( lebar
paving seperti jalan lingkungan total 11 meter ), jalan kolektor primer
 Sebagian besar ruas jalan di (lebar total 7 meter ), dan jalan lokal (
perencanaan tapak tidak mempunyai jalur lebar total 6 meter ).
pejalan kaki  Pada setiap ruas jalan akan dilengkapi
 Pada jalan lokal dan lingkungan tidak dengan jalur pejalan kaki
terdapat jalur khusus sepeda  Pada jalan Kolektor primer dan jalan lokal
 Jalan yang melewati perencanaan tapak akan dilengkapi dengan jalur khusus
berupa jalan arteri primer Semarang – sepeda.

93
Solo, Jalan Lokal yang berada di selatan,  Dengan adanya fungsi main entrance dan
dan jalan lingkungan yang terletak di side entrance dapat mempermudah
barat dan timur jalan arteri. akses untuk masuk kewasan yang ada di
siteplan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

Kondisi Eksisting Jalan Pada Tapak

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.1 Kondisi Eksisting Jalan Arteri Primer

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.2 Kondisi Eksisting Jalan Lokal Desa Tuntang

94
Rencana Jalan Pada Perencanaan Tapak

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.3 Kondisi Rencana Jalan Arteri Primer

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.4 Kondisi Rencana Jalan Kolektor Primer

95
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016
Gambar 6.5 Kondisi Rencana Jalan Lokal

6.2 Analisis Jaringan Listrik


Data Respon

Seluruh rumah, bangunan dan juga jalan  Wilayah berwarna merah dialiri oleh
yang berada pada wilayah perencanaan listrik bertegangan tinggi.
tapak sudah teraliri listrik. Sumber daya  Wilayah berwarna orange dialiri oleh
listrik pada wilayah perencanaan tapak listrik bertengangan sedang.
dipenuhi dari PLN.  Rumah mewah memerlukan daya
listrik sebesar: 2.860 KVA/m2.

96
 Rumah sedang memerlukan daya
listrik sebesar: 1.664 KVA/m2.
 Rumah kecil memerlukan daya listrik
sebesar: 2.637 KVA/m2

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

Berikut adalah perhitungan kebutuhan listrik rumah tangga pada wilayah


perencanaan tapak:
1. Rumah Mewah:
= 130 unit x 2.200 VA/m2
= 2.860.000 VA/ m2
= 2.860 KVA/ m2
2. Rumah Sedang:
= 1280 unit x 1.300 VA/m2
= 1.664.000 VA/m2
= 1.664 KVA/m2
3. Rumah Sederhana:
= 2930 unit x 900 VA/ m2
= 2.637.000 VA/m2
= 2.637 KVAm2
4. Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga:
= Rumah Besar + Rumah Sedang + Rumah Kecil
= 2.860+1.664+2.637
= 7.161 KVA/m2
5. Penerangan Jalan:
Kebutuhan untuk penerangan jalan diasumsikan sebesar 2% dari kebutuhan
listrik rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 2%
= 7.161 x 2%
= 143,22 KVA/m2
6. Perkantoran
Kebutuhan untuk perkantoran diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan listrik
rumah tangga, maka:
97
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1.790,25 KVA/m2
7. Perdagangan
Kebutuhan untuk perdagangan diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan listrik
rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1.790,25 KVA/m2
8. Pendidikan
Kebutuhan untuk pendidikan diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan listrik
rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1790,25 KVA/m2
9. Kesehatan
Kebutuhan untuk kesehatan diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan listrik
rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1.790,25 KVA/m2
10. Peribadatan
Kebutuhan untuk peribadatan diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan listrik
rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1.790,25 KVA/m2
11. Balai Pertemuan
Kebutuhan untuk balai pertemuan diasumsikan sebesar 25% dari kebutuhan
listrik rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 25%
= 7.161 x 25%
= 1.790,25 KVA/m2

98
12. Kehilangan energi listrik 30%
Kebutuhan untuk kehilangan energi listrik diasumsikan sebesar 25% dari
kebutuhan listrik rumah tangga, maka:
= Total Kebutuhan Listrik Rumah Tangga x 30%
= 7.161 x 30%
= 2.148,3 KVA/m2

6.3 Analisis Jaringan Drainase


Data Respon

 Pada jalan arteri yaitu jalan Semarang-  Akan dibuat saluran drainase sekunder
Solo, masih belum terdapat saluran dengan diameter 50 cm di sepanjang
drainase. Karena belum terdapat jalan arteri. Jenis salurannya adalah
saluran drainase di sepanjang jalan saluran terbuka.
arteri maka diperlukan adanya saluran  Untuk drainase di hunian pada jalan
drainase tertutup yang akan lingkungan akan dibuat dengan lebar
mengalirkan air pembuangan pada 30 cm yang bersifat terbuka di
kawasan perkantoran dan sepanjang jalan hunian untuk
perdagangan agar tidak menggenang menampung air hujann dan air dari air
ke kawasan tersebut dan ke jalan. limbah rumah tangga.

99
 Pada jalan lingkungan, saluran
drainase lebih dominan drainase
terbuka dengan kondisi sudah mampu
menampung air dengan baik.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

6.4 Analisis Jaringan Air Bersih


Data Respon

 Jaringan air bersih yang digunakan  Jumlah debit kebutuhan harian rata-
oleh penduduk perencanaan tapak rata yang dibutuhkan untuk melayani
adalah PDAM dengan saluran penduduk pada perencanaan tapak
menggunakan pipa yang tersambung sejumlah 12.322 jiwa adalah sebesar
dari penampung air ke rumah-rumah 3.843.720 liter/hari
penduduk.  Sumber air bersih yang berasal dari
PDAM dengan menggunakan pipa
yang mengikuti jaringan jalan.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

Kebutuhan air bersih pada perencanaan tapak dihitung berdasarkan


pertimbangan konsumsi rata-rata air setiap harinya. Berikut perhitungan kebutuhan
100
air bersih untuk kebutuhan pada perencanaan tapak ibukota baru Kabupaten
Semarang:
1. Kebutuhan Rumah Tangga
Konsumsi rata-rata air rumah tangga adalah 200 liter untuk 1 orang setiap
harinya dengan jumlah penduduk pada perencanaan tapak sebanyak 12.322
jiwa yang berasal dari jumlah penduduk Desa Tuntang, Desa Lopait dan jumlah
pegawai perkantoran. Berikut perhitungannya:
= Konsumsi air rumah tangga x jumlah penduduk
= 200 x 12.322
= 2.464.400 liter/hari
2. Kebutuhan Hidran Umum
Hidran umum diasumsikan sebesar 30% dari kebutuhan rumah tangga
= 30% x kebutuhan rumah tangga
= 30% x 2.464.400
= 739.320 liter/hari
3. Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik merupakan penjumlahan konsumsi air yang berasal dari
rumah tangga dan hidran umum
= Kebutuhan rumah tangga + kebutuhan hidran umum
= 2.464.400 + 739.320
= 3.203.720 liter/hari
4. Kebutuhan Air Non-Domestik
Kebutuhan air non domestik merupakan air yang digunakan untuk fasilitas
umum dan fasilitas sosial (perdagangan dan jasa, kesehatan, pendidikan dan
peribadatan) dan diasumsikan sebesar 10% dari konsumsi air domestik
= 10% x kebutuhan air domestik
= 10% x 3.203.720
= 320.372 liter/hari
5. Jumlah Air yang Hilang
Jumlah air yang hilang diasumsikan sebesar 20% dari kebutuhan air domestik
= 20% x kebutuhan air domestik
= 20% x 3.203.720
= 640.744 liter/hari

101
6. Jumlah Debit Kebutuhan Harian Rata-Rata
Jumlah debit kebutuhan harian rata-rata merupakan penjumlaha jumlah air yang
hilang dan kebutuhan air domestik
= jumlah air yang hilang + kebutuhan air domestik
= 640.744 + 3.202.720
= 3.843.464 liter/hari

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.6 Analisis Rencana Penampang Air Bersih

102
6.5 Analisis Jaringan Sanitasi
Data Respon

Perencanaan tapak dilengkapi dengan Sistem sanitasi yang akan


sistem sanitasi namun tergolong masih diimplementasikan pada perencanaan
kurang baik. Belum terdapat IPAL. tapak adalah sistem sanitasi terpusat
Namun, hampir setiap rumah sudah (off-site sanitation). Sistem pengolahan
memiliki septictank. Kebanyakan lokasi limbah terpusat merupakan sistem
septictank berada di bagian belakang penyaluran limbah dari setiap rumah
rumah warga. dan fasilitas umum melalui sewer
(saluran pengumpul air limbah) menuju
instalasi pengolahan terpusat. Limbah
yang berasal dari perumahan maupun
fasilitas umum serta air limpasan hujan
akan terkumpul di dalam satu saluran
yang kemudian dialirkan menuju
instalasi pengolahan air limbah. Saluran
yang digunakan untuk mengalirkan
limbah dari perumahan dan fasilitas

103
umum tersebut berada di dalam tanah
tepat di bawah jalan.
Sumber: Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak, 2016

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016


Gambar 6.7 Analisis Rencana Jaringan Sanitasi

Perhitungan Kebutuhan Sistem Sanitasi


1. Volume Buangan Air Kotor
Diasumsikan buangan tiap orang adalah 10 liter/orang/hari dan jumlah penduduk
pada perencanaan tapak sebanyak 12.322 jiwa.
Q = Jumlah penduduk x 10 x 30
= 12.322 x 10 x 30
= 3.696.600 liter/orang/bulan
2. Volume Septic Tank
Diasumsikan buangan tiap orang adalah 0,3 liter/orang/hari dan jumlah
penduduk pada perencanaan tapak sebanyak 12.322 jiwa.
Q = Jumlah penduduk x 0,3 x 30
= 12.322 x 0,3 x 30
= 110.898 liter/orang/bulan

104
6.6 Analisis Jaringan Sampah
Data Respon

Pada tapak secara eksisiting belum  Pada tapak setiap aktivitas yaitu
terdapat TPS. Sistem persampahan yang aktivitas utama, aktivitas penunjang,
ada di setiap rumah pada tapak sebagian dan aktivitas tambahan menghasilkan
sudah memiliki bak sampah di depan sampah setiap harinya. Jumlah sampah
rumah dan sebagian belum memiliki bak yang dihasilkan dari setiap aktivitas
sampah. Sampah yang terdapat di bak tersebut berbeda-beda.
sampah tersebut dibakar oleh masyarakat,  Pada tapak, setiap jiwa menghasilkan
sedangkan rumah yang belum memiliki bak 2,5 L tiap harinya.
sampah, sampah yang ada dibuang di  Aktivitas utama berupa perkantoran,
lahan yang terdapat di belakang rumah terdapat 1.653 jiwa maka total sampah
masyarakat tersebut. Pembakaran sampah yang dihasilkan setiap harinya 4.132,5
ini selain menimbulkan bau dari asap yang L/hari
dihasilkan juga dapat menyebabkan polusi  Aktivitas Penunjang, terdapat 12.322
udara yang dapat mengganggu pernafasan. jiwa maka total sampah yang dihasilkan
setiap harinya 30.805 L/hari
 Aktivitas tambahan, terdapat 12.322
jiwa maka total sampah yang dihasilkan

105
setiap harinya 30.805 L/hari
 Jumlah total sampah yang dihasilkan
pada tapak dari 3 jenis aktivitas yang
ada yaitu 65742,5 L/hari
 Akan direncanakan pembangunan TPS
pada setiap hunian.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

Timbunan sampah pada perencanaan tapak dihitung berdasarkan sampah


yang dihasilkan pada setiap aktivitas yaitu aktivitas utama, aktivitas penunjang dan
aktivitas tambahan. Berikut perhitungan timbunanan sampah pada perencanaan
tapak ibukota baru Kabupaten Semarang:
1. Aktivitas Utama
Aktivitas utama pada perencanaan tapak adalah aktivitas perkantoran
= Jumlah penduduk perkantoran x sampah yang dihasilkan setiap jiwa
= 1.653 x 2,5
= 4.132,5 L/hari
2. Aktivitas Penunjang
Aktivitas utama pada perencanaan tapak adalah hunian, pendidikan,
peribadatan, kesehatan dan perdagangan.
= Jumlah penduduk aktivitas penunjang x sampah yang dihasilkan setiap jiwa
= 12.322 x 2,5
= 30.805 L/hari
3. Aktivitas Tambahan
= Jumlah penduduk aktivitas tambahan x sampah yang dihasilkan setiap jiwa
= 12.322 x 2,5
= 30.805 L/hari

106
6.7 Analisis Jaringan Telekomunikasi
Data Respon

Seluruh wilayah pada perencanaan tapak Dikarenakan wilayah telah terlayani dari
telah terlayani oleh jaringan telekomunikasi. MTB yang ada, maka tidak dibutuhkan MTB
Telah terdapat 3 MTB pada perencanaan tambahan pada perencanaan tapak.
tapak yang telah menjangkau wilayah
tersebut dengan wilayah di sekitarnya.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 1A Perencanaan Tapak 2016

107
108
BAB VII ANALISIS PER KAWASAN

7.1 Zona Aktivitas Pelayanan


Yang termasuk ke dalam aktivitas pelayanan pada perencanaan tapak adalah
lahan parkir komunal, apartemen dan RTH. Parkir komunal di lahan ini hanya terdiri
dari satu kapling dan RTH yang ada berupa barrier, taman, pemakaman umum dan
kawasan konservasi. Kawasan konservasi tersebut ada dikarenakan tingginya
kelerengan pada bagian tepi perencanaan tapak sehingga tidak dapat digunakan
sebagai lahan terbangun namun digunakan sebagai kawasan konservasi.
7.1.1 Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas dilakukan untuk mengetahui aktivitas mana saja yang
ada di perencanaan tapak yang akan dipertahankan atau mungkin di buang
karena menimbulkan banyak kerugian. Analisis ini dilakukan pada ruang
terbuka hijau. Ruang terbuka hijau yang terdiri dari barrier, taman, pemakaman
umum, kawasan konservasi dan ruang terbuka hijau lainnya telah ditetapkan
berdasarkan penghitungan carriyng capacity pada perencanaan tapak sebesar
300.000 m2, yaitu 30% dari luas tapak 100 Ha. RTH tersebut termasuk RTH
publik yang bersifat aktif maupun pasif. Pada perencanaan tapak hanya
terdapat taman pusat lingkungan. Taman ini bersifat umum dan berada di
sekitar perencanaan tapak yang fungsinya sebagai tempat hiburan dan
rekreasi bagi penduduk sekitar. Kawasan konservasi di perencanaan tapak ini
bertujuan sebagai pendukung dari terbentuknya Green City pada perencanaan
tapak.
Tabel 7.1 Analisis Zona Aktivitas Pelayanan
Jumlah
Fungsi Kelompok Jenis
Karakteristik Ruang Penguna
Ruang Aktivitas Ruang
(jiwa)

Taman Publik, nyaman, mudah di


pusat akses 21169

Pelayanan RTH Aktif lingkungan

Publik, nyaman, mudah di


Playground 21169
akses

109
Pemakaman Publik, jauh dari pusat
21169
Umum aktivitas penduduk

Penghalang dari adanya


Barrier 21169
bad view

Sebagai jalur pejalan


RTH Pasif Jalur Hijau 21169
kaki yang nyaman

Kawasan Jauh dari pusat kegiatan


21169
Konservasi

Pelayanan Parkir Terletak dengan fasilitas


21169
Transportasi umum umum

Dekat dengan fasilitas


Hunian Apartemen 21169
umum

Sumber : Hasil analisis pribadi, 2016

7.1.2 Analisis Kebutuhan Ruang


Kebutuhan ruang merupakan perhitungan antara jumlah dan luas ruang
yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan jumlah penduduk dan SNI yang
ada. Pada analisis kebutuhan ruang zona aktivitas pelayanan ini dilakukan
untuk menjelaskan penggunaan ruang secara jelas berdasarkan fungsi yang
direncanakan yang bersumber dari SNI dan best practise. Pada analisis
kebutuhan ruang ini akan dijelaskan analisis kebutuhan ruang pada tiap
kelompok aktivitas.

110
Tabel 7.2 Analisis Kebutuhan Ruang Zona Aktivitas Pelayanan
Jumlah
Fungsi Kelompok Karakteristik Standar Jumlah Luas
Jenis Ruang Penguna 2
Sumber Keterangan
Ruang Aktivitas Ruang (Jiwa/m ) (Unit) (m2)
(jiwa)

RDTRK Kota
Taman pusat Publik, nyaman, 250
21169 Semarang 1 56.545 RENCANA
lingkungan mudah di akses jiwa/250m2
BWK VII

RDTRK Kota
Publik, nyaman, 2500
RTH Aktif Playground 21169 Semarang 10 12.500 RENCANA
mudah di akses jiwa/1.250 m2
BWK VII

Publik, jauh dari RDTRK Kota


Pemakaman 250
pusat aktivitas 21169 Semarang 1 2500 RENCANA
Pelayanan Umum jiwa/250m2
penduduk BWK VII

Best practise
Penghalang dari 30000 Metro Sunter
Barrier 21169 1 2500 RENCANA
adanya bad view jiwa/2500 m2 Real Estate

RTH Pasif Jakars

Sebagai jalur 20-30% dari Permen PU


Jalur Hijau pejalan kaki yang 21169 ruang miik no. 5 tahun 1 2500 RENCANA
nyaman jalan 2005

111
Kawasan Jauh dari pusat
21169 - - - - RENCANA
Konservasi kegiatan

Pelayanan Terletak dengan 30.000 SNI 03-1733-


Parkir umum 21169 1 3.734 RENCANA
Transportasi fasilitas umum jiwa/1.000m2 2004

Dekat dengan SNI 03-1733-


Hunian Apartemen 21169 5 jiwa/200 m2 705 141000 RENCANA
fasilitas umum 2004

Sumber : Hasil analisis pribadi, 2016

112
7.1.3 Analisis Kelebihan dan Kekurangan
Pada perencanaan kawasan aktivitas pelayanan terdapat kelebihan dan
kekurangan yang perlu di analisis untuk melihat kegiatan apa saja yang perlu di
pertahankan dalam perencanaan tapak dan juga dapat merumuskan alternatif
yang dapat diterapkan untuk meminimalisir adanya kekurangan dari
perencanaan tapak. Kelebihan dan kelemahan tersebut dijabarkan sebagai
berikut :
 Kelebihan :
a. Lahan RTH seperti kawasan konservasi dioptimalkan sehingga berfungsi
sebagaimana mestinya.
b. Taman dapat digunakan sebagai tempat hiburan dan rekreasi bagi
masyarakat
 Kekurangan :
Pembangunan tidak tidak dapat di perluas karena kondisi kelerengan
yang curam di daerah tepi dari tapak yang direncanakan.

7.2 Zona Hunian, Peribadatan, Perdagangan, Pendidikan


Hunian tipe rumah sedang merupakan salah satu bentuk hunian pada tapak
yang telah direncanakan. Proporsi massa bangunan terhadap luas lahan yang ada
ditentukan dengan standar umum yang digunakan yaitu 70% dari total luas lahan
kavling. 30% lainnya digunakan sebagai pekarangan dan lahan parkir.
7.2.1 Analisis Aktivitas
Pada hunian dengan tipe rumah sedang disediakan fasilitas penunjang
untuk menunjang aktivitas penggunanya. Pengguna untuk hunian tipe sedang
adalah untuk penduduk masyarakat perekonomian bertaraf menengah.
Fasilitas penunjang yang menunjang hunian dengan tipe rumah sedang adalah
sebagai berikut :
 Rumah sedang tipe 60 ini digunakan sebagai hunian bagi para
penggunanya untuk bertempat tinggal. Aktivitas yang terdapat di hunian
tipe rumah sedang adalah aktivitas berskala lingkungan.
 Sarana peribadatan pada tapak yaitu berupa 1 masjid warga dan gereja
yang letaknya berdekatan dengan hunian.

113
 Sarana pendidikan pada tapak yaitu berupa 1 SD dan 1 SMA yang
terletak dekat dengan hunian.
 Sarana perdagangan dan jasa pada tapak yaitu berupa pertokoan yang
terletak di jalan arteri dan dekat dengan permukiman.
Tabel 7.3 Analisis Zona Hunian Tipe Rumah Sedang
Kelompok
Jenis Aktivitas Jenis Ruang Pengguna
Ruang
Hunian
Masyarakat Penduduk
Hunian Rumah Tipe 60
Berpenghasilan sekitar
Sedang
Penduduk
Masjid Warga
Agama Islam
Peribadatan Kegiatan Ibadah
Penduduk
Gereja Kristen
Agama Kristen
Perdagangan dan Penduduk
Perekonomian Pertokoan
Jasa sekitar
Penduduk Usia
SMA
Kegiatan Belajar SMA
Pendidikan
Mengajar Penduduk Usia
SD
SD
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

7.2.2 Analisis Kebutuhan Ruang


Pada zona hunian tipe sedang secara umum terbagi menjadi tiga fungsi
aktivitas. Fungsi utamanya berupa hunian yaitu rumah tipe sedang, fungsi
penunjang berupa sarana peribadatan, sarana pendidikan, dan sarana
perdagangan jasa sedangkan fungsi tambahan berupa fungsi RTH berupa
taman pasif dan aktif. Berikut adalah analisis kebutuhan ruang untuk zona
hunian tipe sedang.

114
Tabel 7.3 Analisis Kebutuhan Ruang
JUMLAH STANDAR STANDAR JUMLAH LUAS
Kelompok SUMBER KET
Jenis Aktivitas Jenis Ruang Pengguna PENGGUNA (jiwa) (m2) (Unit) (m2)
Ruang
(Jiwa)
Hunian SNI 03-
Masyarakat Penduduk 5 60 1733- 3 4800 Rencana
Hunian Rumah Tipe 60 21600
Berpenghasilan sekitar 2004
Sedang
SNI 03-
Penduduk 2500 600 1733- 5 3000 Rencana
Masjid Warga 12322
Agama Islam 2004

Peribadatan Kegiatan Ibadah seluruh


SNI 03-
penduduk
Penduduk 1792 1733- 1 1792 Rencana
Gereja Kristen 12322 beragama
Agama Kristen 2004
kristen

SNI 03-
Perdagangan dan Penduduk 6000 3000 1733- 1 3000 Rencana
Perekonomian Pertokoan 12322
Jasa sekitar 2004

SNI 03-
Penduduk 12500 1733- 1 12500
SMA 12322 4800
Sekitar 2004
Kegiatan Belajar
Pendidikan
Mengajar SNI 03-
Penduduk 1600 2000 1733- 9 2000 Rencana
SD 12322
Sekitar 2004
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

115
7.2.3 Analisis Kelebihan dan Kekurangan
Pada perencanaan tapak pada Zona Hunian Tipe Rumah Sedang
memiliki kelebihan dan kekurangan dari tapak. Berikut kelebihan dan
kekurangan sebagai berikut :
a. Kelebihan:
 Lokasi zona hunian tipe rumah sedang dekat dengan pusat kegiatan
perkantoran dan beberapa sarana penunjang seperti, kawasan
perdagangan dan jasa, kawasan pendidikan (TK, SMP, dan SMA) dan
peribadatan (masjid dan gereja).
 Lokasi tipe rumah sedang memiliki privasi lebih tinggi dibandingkan tipe
rumah besar, karena tipe rumah besar mementingkan kemudahan akses
terhadap pusat-pusat kegiatan
 Tersedianya fasilitas yang lengkap (pendidikan, peribadatan dan
perdagangan jasa) yang dapat mendukung kawasan hunian sehingga
penduduk di hunian dengan tipe rumah sedang memiliki konsentrasi
kegiatan sosial yang baik.
 Memudahkan bagi penghuninya untuk berinteraksi sosial karena kapling
tanah yang tertata rapi bersebelahan.
b. Kekurangan
Adanya pengelompokan kluster tipe rumah besar, sedang dan kecil
menjadikan kurangnya interaksi sosial antar penduduk yang berbeda kluster
tiper rumahnya.

7.3 Zona Hunian, Peribadatan, Perdagangan, Ruang Terbuka Hijau


Hunian tipe sedang merupakan salah satu bentuk hunian yang terdapat pada
perencanaan tapak kawasan ibukota Kabupaten Semarang. Untuk hunian tipe
sedang ini memiliki luas kavling 72m2. Berdasarkan luas kavling tersebut maka
bangunan rumah yang akan ditentukan adalah tipe 60. Selain itu juga terdapat
fasilitas penunjang seperti fasilitas peribadatan dan fasilitas pertokoan.
7.3.1 Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas merupakan analisis yang dipakai untuk mengetahui
aktivitas – aktivitas yang dilakukan pada perencanaan tapak. Berikut ini adalah
analisis aktivitas dari zona hunian tipe rumah sedang :
116
Tabel 7.4 Analisis Aktivitas
Kelompok Aktivitas Jenis Aktivitas Jenis Ruang Pengguna ( jiwa )
Hunian Sedang Bermukim Rumah Sedang 375 Jiwa = 75 KK
Peribadatan Beribadah Masjid Agung 12.322
Pertokoan Perdagangan Pertokoan 12.322
Bersantai, bermain Taman pusat
RTH Aktif 12.322
dan bersosialisasi lingkungan
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

7.3.2 Analisis Kebutuhan Ruang


Kebutuhan ruang merupakan perhitungan antara jumlah dan luas ruang
yang dibutuhkan dengan mempertimbangkan jumlah penduduk atau standar
yang berlaku. Pada analisis kebutuhan ruang zona hunian tipe rumah sedang
menjelaskan penggunaan ruang secara jelas berdasarkan fungsi yang
direncanakan. Berikut ini adalah analisis kebutuhan ruang dari zona hunian tipe
rumah sedang pada perencanaan tapak :

117
Tabel 7.5 Analisis Kebutuhan Ruang

JUMLAH STANDAR JUMLAH


Kelompok Jenis Jenis SUMBER LUAS (m2) KET
PENGGUNA (jiwa) (Unit)
Ruang Aktivitas Ruang
(Jiwa)
SNI 03-1733-
Hunian 5 jiwa /
Bermukim Rumah 500 2006 100 80 Rencana
Sedang 60m2

120000 SNI 03-1733-


Masjid
Peribadatan Beribadah 955481 jiwa/ 2004 1 5400 Rencana
Agung
5400m2
6000 SNI 03-1733-
Pertokoan Perdagangan Pertokoan 12322 jiwa / 2004 1 3000 Rencana
3000m2
2500
Bersantai, Taman Permen PU No.
jiwa /
RTH aktif bermain dan lingkungan 12322 05/PRT/M/2008 6 7500 Rencana
1250
bersosialisasi pusat
m2
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

118
7.3.3 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dan kekurangan perencanaan tapak zona hunian tipe rumah sedang
sebagai berikut :
a. Kelebihan
 Aksesbilitas mudah dikarenakan langsung berhubungan dengan jalan Arteri
Semarang – Solo
 Kawasan hunian tipe sedang dekat dengan RTH yang dapat digunakan
sebagai sarana rekreasi dan bersantai
 Terdapat fasilitas peribadatan berupa masjid agung yang dapat dijangkau
dengan akses yang mudah
 Lokasi pertokoan dapat mendukung kebutuhan masyarakat sekitar
b. Kekurangan
Adanya bentuk rumah deret yang terkesan monoton pada hunian tipe sedang

7.8 Zona Hunian, Perdagangan dan Jasa, Transportasi


7.8.1 Analisis Aktivitas
Didalam kawasan yang digambarkan terdapat Terminal, Pertokoan dan
Permukiman. Terminal yang berada di Kawasan ini merupakan terminal tipe C,
dimana terminal ini hanya terdapat 25 angkutan/jamnya. Terminal ini diletakan
pada ujung site sebagai penanda bahwa telah memasuki Kabupaten
Semarang. Pada sekitar Terminal terdapat pertokoan, dan minimarket, hal ini
tidak dapat lepas karena masyarakat yang turun dari angkutan dapat
melakukan aktivitas berbelanja di pusat pertokoan. Selain itu penempatan
pertokoan yang berada di pinggir jalan arteri memudahkan para pengunjung
yang berkunjung atau haya sekedar lewat Kabupaten Semarang apabila ingin
membeli oleh-oleh. Dibelakang terminal terdapat perumahan dengan tipe 36
m2. Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut pastinya masyarakat dengan
penghasilan yang rendah, yang biasanya menggunakan transportasi umum
dan sepeda motor, terminal yang dekat dengan perumahan ini juga dapat
memfasilitasi masyarakat di perumahan tipe kecil ini.

119
7.2.2 Analisis Kebutuhan Ruang
Tabel 4.

JUMLAH STANDAR STANDAR JUMLAH LUAS


Kelompok Jenis Jenis SUMBER
Pengguna PENGGUNA (jiwa) (m2) (Unit) (m2) KET
Ruang Aktivitas Ruang
(Jiwa)
Hunian
SNI 03-
Masyarakat Rumah Penduduk
Hunian 750 5 36 1733- 150 72 Rencana
Berpenghasilan Tipe 36 sekitar
2004
Rendah
SNI 03-
Perekonomian Penduduk
Minimarket 12322 8000 400 1733- 2 800 Rencana
sekitar
Perdagangan 2004
dan Jasa SNI 03-
Penduduk
Pertokoan 12322 6000 3000 1733- 1 3000 Rencana
sekitar
2004
Tempat
SNI 03-
Menunggu Terminal
Transportasi 12322 120000 2000 1733- 1 2000 Rencana
Transportasi Tipe C
2004
Umum
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

120
7.2.3 Analisis Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan yang dimiliki dari kawasan ini adalah :
 Memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan fasilitas transportasi yaitu
terminal tipe c.
 Terdapat permukiman yang dekat dengan terminal
 Kemudahan dalam mengakses pertokoan
 Dengan konsep green city terdapat banyak RTH yang bersifat privat
b. Kekurangan yang dimiliki dari kawasan ini adalah:
 Kurangnya RTH yang bersifat publik di kawasan ini

7.9 Zona Hunian, Perdagangan dan Pendidikan


Hunian tipe sedang merupakan salah satu bentuk hunian di Perencanaan ,
Proporsi massa bangunan terhadap luas lahan yang ada ditentukan dengan standar
umum yang digunakan yaitu 70% dari total luas lahan kavling. 30% lainnya
digunakan sebagai pekarangan dan lahan parkir. Untuk hunian tipe sedang luas
kavling yang direncanakan sebesar 72 m2. Berdasarkan proporsi yang ditentukan
makan bangunan rumah yang direncanakan tipe 60, yaitu memiliki luas sebesar 60
m2 dengan luas pekarangan dan parkir 12 m2
7.9.1 Analisis Aktivitas
Analisis aktivitas merupakan analisis yang dipakai untuk mengetahui
aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan telah dilaksanakan pada lokasi
perencanaan tapak. Analisis ini menunjukkan jenis aktivitas apa yang harus
dipertahankan dan jenis aktivitas apa yang akan menimbulkan kerugian bila
dipertahankan. Secara singkat, analisis aktivitas ini berfungsi sebagai acuan
dalam pengembangan dan perencanaan lokasi tapak.
 Fungsi Hunian
Fungsi Hunian adalah aktivitas penunjang aktivitas utama yang
merupakan perkantoran. Fungsi hunian pada lahan 10 Ha ini adalah kawasan
hunian sedang dengan tipe rumah 60/ 72. Rumah dengan tipe 60 ini digunakan
sebagai hunian bagi para penduduk untuk tempat beristirahat dan berkumpul
keluarga. Aktivitas di hunian tipe sedang merupakan aktivitas berskala
lingkungan.
121
 Fungsi pelayanan
Fungsi pelayanan merupakan fungsi untuk melengkapi dan melayani
fungsi utama. Fasilitas yang terdapat pada lokasi perencanaan tapak ini adalah
pertokoan dan pasar hasil pertanian yang merupakan pusat pemasaran hasil
tani dari kota dengan konsep agropolitan. Pada kluster hunian sedang di
bagian selatan lokasinya berdekatan dengan side entrance dan beberapa blok
dari sarana perdagangan dan jasa. Hal ini memungkinan aktivitas pada hunian
tipe sedang beralih menjadi aktivitas komersial pada koridor jalan hirarki 2.
Selain itu, terdapat sarana perdagangan dan jasa berupa ruko (rumah dan
toko).
 Fungsi penunjang
Fungsi ini merupakan aktivitas yang menunjang dan mendukung aktivitas
utama. Fasilitas penunjang tersebut adalah sarana pendidikan. Sarana
pendidikan yang tersedia adalah SMP, SD serta TK yang berada tidak jauh dari
klaster perumahan.
7.9.2 Analisis Kebutuhan Ruang
Jenis hunian yang ada di zona 10 hektar berikut adalah jenis hunian
sedang dengan tipe 60/72. Jenis hunian ini diperuntukan bagi penduduk
kalangan menengah. Meskipun berada di bagian ujung barat site, namun
aksesibilitas dalam mencapai fasilitas umum seperti pendidikan, peribadatan,
perdagangan sangat baik. Fasilitas pendidikan juga berdekatan dengan
kawasan perumahan yang memiliki keterkaitan yang erat. Selain itu, zona ini
memiliki pasar yang merupakan bagian dari konsep kota green city. Konsep ini
juga mendukung konsep agropolitan. Juga bentuk fasilitas (fasilitas
perdagangan) berupa pasar hasil pertanian dan perikanan yang mendukung
Kota Tuntang sebagai kota agropolitan.

122
Tabel VII.9
Analisis Kebutuhan Ruang
A. AKTIVITAS PENUNJANG
JUMLAH STANDAR STANDAR JUMLAH LUAS
Kelompok Jenis SUMBER
Jenis Ruang Pengguna PENGGUNA (jiwa) (m2) (Unit) (m2) KET
Ruang Aktivitas
(Jiwa)
Hunian
Masyarakat Rumah Tipe Penduduk SNI 03-1733-
Bermukim 21600 5 60 3 4800 Rencana
Berpenghasilan 60 sekitar 2004
Sedang
Pasar Hasil
Berdagang Pertanian Penduduk SNI 03-1733-
12322 120000 36000 1 36000 Rencana
dan dan sekitar 2004
Perekonomian
Pelayanan Perikanan
Jasa Penduduk SNI 03-1733-
Pertokoan 12322 6000 3000 1 3000 Rencana
sekitar 2004
Kegiatan
Penduduk SNI 03-1733-
Pendidikan Belajar SMP 12322 4800 9000 3 9000 Rencana
Usia SMP 2004
Mengajar
RUANG NON TERBANGUN
RUANG TERBUKA PUBLIK
RTH PASIF Menambah Taman - - 123222 100 Permen PU No. 1 100 Rencana

123
estetika Perumahan 05/PRT/M/2008
perumahan
RUANG TERBUKA PRIVAT
Olahraga,
Permen PU No.
Bermain dan Lapangan Pengguna
4800 4800 200 05/PRT/M/2008 1 200 Rencana
Kegiatan Sekolah Sekolah
Pendidikan
Ruang Terbuka
Pedoman
Non Hijau Mobil
Parkir Perencanaan
Parkir Penduduk (2x3)
Kawasan 12322 - dan 1 200 Rencana
Kendaraan Sekitar Motor
Pertokoan Pengoperasian
(1x1)
Fasilitas Parkir
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2016

124
Daftar Pustaka

Aji, Rustam. 2016. Tuntang dan Bawen Disebut sebagai Alternatif Ibukota
Kabupaten Semarang dalam Tribun Jateng.
http://jateng.tribunnews.com/2016/02/03/tuntang-dan-bawen-disebut-sebagai-
alternatif-ibu-kota-kabupaten-semarang. Diunduh pada 3 Mei 2016.
Asril, Sabrina. 2016. Dua Lokasi Disiapkan Jadi Calon Ibukota Baru Kabupaten
Semarang dalam Kompas.com. Diunduh pada 3 Mei 2016.
Aziz, Abdul. 2012. Aktivis Lingkungan Sebut Makassar Gagal Jadi Green City dalam
www.tribunnews.com. Diunduh pada 13 Mei 2016.
Brogden, Felicity. 1979. Perencanaan dan Perancangan Tapak (Introduction to
Architecture). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
DY, Mas’ula. 2010. Belajar dari Curitiba dalam www.tribunnews.com. Diunduh pada
13 Mei 2016.
Hamzah B. Uno. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.
James C. Snyder, Anthony J Catanis. 1989. Pengantar Arsitektur. Terjemahan.
Jakarta: Erlangga.
Joga, Nirwono. 2013. Gerakan Kota Hijau. Jakarta : PT Gramedia.
Mahi, Ali Kabul. 2014. Agropolitan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Steller, Arthur W. 1983. Curriculum Planning. Virginia: Fundamental Curriculum
Decisions, ASCD.
Wardhana, W.A, 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : ANDI.

125

Anda mungkin juga menyukai