Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

PROFIL EKONOMI DAN KETENAGAKERJAAN


KOTA SALATIGA
Ekonomi merupakan aspek vital dan penting dalam kehidupan sehari-hari,
secara sederhana ekonomi biasanya dapat berupa adanya aktivitas perdagangan maupun
jual beli barang atau jasa yang disediakan oleh penjual, dan barang/jasa tersebut akan
dikonsumsi oleh pihak konsumen. Namun dalam hal ini aspek ekonomi mencakup dan
melibatkan lintas sektor-sektor yang berkontribusi terhadap kondisi ekonomi secara
makro. Aspek ekonomi yang dipengaruhi oleh sektor-sektor tersebut juga berakitan erat
dengan faktor ketenagarakerjaan, fungsi dari ketenagakerjaan adalah untuk
menggerakan roda perkonomian melalui berbagai sektor tersebut, tanpa adanya
ketenagakerjaan maka ekonomi tidak akan bisa berjalan dan akan menyebabkan
matinya aktifitas ekonomi. Di Indonesia saat ini setiap tahunnya melahirkan jumlah
ketenagakerjaan yang sangat banyak dan harus terpenuhi lapangan pekerjaanya, selain
itu ketenagakerjaan juga berkontribusi besar terhadap pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi nasional maupun ekonomi daerah, terlebih dengan banyaknya penduduk usia
produktif atau angkatan kerja (14-64 th) maka Indonesia memiliki berpotensi bonus
demografi yang besar dan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dan
daerah. Kebijakan pemerintah hendaknya mempertimbangkan betul aspek
ketenagakerjaan khusunya tenaga kerja yang harus memiliki keterampilan dan SDM
yang unggul agar dapat memenuhi standar keterampilan terhadap lapangan pekerjaan
yang dibutuhkan, banyaknya jumlah tenaga kerja di Indonesia sangatlah beragam, salah
satunya di Kota Salatiga yang diaman dengan penduduk kurang dari 200 ribu jiwa ini
juga memiliki ketersediaan tenaga kerja yang cukup produktif, adapun aspek-aspek
yang berkaitan dengan tenagakerja serta berpengaruh terhadap kondisi ekonomi Kota
Salatiga meliputi

4.1 Penduduk Usia Kerja (PUK)/usia produktif


Penduduk usia kerja atau produktif merupakan kondisi dimana penduduk yang
berkriteria usia produktif antara 14-64 Tahun, usia ini merupakan usia-usia yang
sifatnya produktif yang dapat dimanfaatkan untuk tenagakerja, setiap wilayah dan
daerah memiliki komposisi penduduk usia produktif yang berbeda-beda, salah
satunya yaitu perbandingan antara negara maju dengan bekembang yang dimana
negara maju penduduk usia produktif cenderung lebih sedikit sedangkan di negara
berkembang penduduk usia prodktif sangatlah banyak. Adapun data penduduk usia
kerja pada tabel 4.1 sebagai berikut,
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Usia Produktif di Kota Salatiga tahun 2015-2019
Jenis Kelamin
Tahun
Laki-laki Perempuan
2015 50.151 19,27% 40.023 17,44%
2016 41.079 15,74% 42.129 18,38%
441902.40
2017 56.106 21,60%
48.883 21,30%
2018 56.351 21,60% 52.279 22,78%
2019 57.150 21,91% 46.150 20,11%
Jumlah 260.837 100% 229.464 100%
Sumber : Kota Salatiga Dalam Angka dan Statistik Sektoral Kota Salatiga, 2020

Selain data tabel terdapat pula data grafik yang menyajikan data jumlah
penduduk usia produktif di Kota Salatiga sebagai berikut,

Jumlah Penduduk Usia Produkti f di Kota Salati ga Tahun 2015-2019

60,000

50,000

40,000

30,000

20,000

10,000

0
2015 2016 2017 2018 2019

Laki-laki Perempuan
Gambar 4.1 Grafik Data Jumlah Penduduk Usia Produktif di Kota Salatiga Tahun
2015-2019

Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-rata setiap tahunnya
jumlah tenaga kerja produktif terus meningkat, hal ini dikarenakan juga banyaknya
angka kelahiran yang termasuk lumayan tinggi yang dimana dapat memacu ketersediaan
jumlah penduduk usia produktif, dalam hal ini pemerintah perlu menyusun kebijakan
ketenagakerjaan dengan penyediaan fasilitas lapangan pekerjaan yang tersedia agar
tidak semua tenaga kerja Salatiga akan keluar dari Kota Salatiga, lapangan pekerjaan
yang biasanya di dominasi oleh para penduduk yang memiliki lulusan sekolah
menengah atas sederajat biasanya lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik atau
buruh harian lepas. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2017 hal ini dikarenakan
Kota Salatiga memiliki kebijakan pembukaan kawasan industri baru serta adanya
pembangunan industri besar yang terkenal di Indonesia, sehingga lapangan pekerjaan
yang tersedia juga sangatlah banyak.
4.2 Angka Ketergantungan
Angka ketergantungan merupakan perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-
14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut
dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah pendduk usia 15-64
tahun (angkatan kerja). Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan
sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu
negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin
tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang
harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang
belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio
yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung
penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi. Adapun angka ketergantungan di Kota Salatiga sebagai
berikut,
Tabel 4.2 Angka Ketergantungan Di Kota Salatiga Tahun 2015-2019
Tahun Angka Ketergantungan
2015 40,63%
2016 40,63%
2017 40,51%
2018 40,47%
2019 40,48%
Sumber : Kota Salatiga Dalam Angka, 2016-2020

Selain data tersebut, adapun data grafik sebagai berikut yang juga memaparkan data
angka ketergantungan,

Grafi k Angka Ketergantungan di Kota Salati ga Tahun


2015-2019
40.65
40.63 40.63
40.6

40.55

40.51
40.5
40.48
40.47
40.45

40.4

40.35
2015 2015 2017 2018 2019

Gambar 4.2 Grafik Angka Ketergantungan Di Kota Salatiga Tahun 2015-2019

Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui bahwa, tingkat angka


ketergantungan penduduk usia produktif dan non produktif di Kota Salatiga mengalami
tren penurunan dari setiap tahunnya, namun parameter penurunan yang terjadi sangat
kecil dan tidak banyak, penurunan paling signifikan terjadi pada tahun 2017 sebanyak
0,12 % dari tahun 2016, hal ini sengat berkaitan erat dengan rasio jumlah penduduk tua
semakin berkurang dan rasio penduduk muda semakin banyak, maka dari itu terjadi
penurunan angka ketergantungan akan membuat beban penduduk usia produktif
terhadap penduduk usia non produktif akan semakin berkurang. Sehingga jika dirata-
rata dalam waktu kurun 5 tahun terakhir maka angka ketergantungan di Kota Salatiga
sebanyak 40,54 %, sehingga itu artinya setiap 100 penduduk usia produktif
menanggung beban kurang lebih 41 penduduk (pembulatan 40,54) usia tidak produktif
di Kota Salatiga.

4.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)


Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah Penduduk yang termasuk
bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih
sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain
kegiatan pribadi. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja dan pengangguran. Fungsi TPAK adalah untuk mengetahui besarnya
persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi disuatu negara/wilayah.
Semakin tinggi TPAK nya maka menunjukkan bahwa semakin tinggi pula jumlah
tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Adapun tingkat partisipasi angkatan kerja dilakukan suveri setiap
tahun melalui program Survey Ketenagakerjaan Nasional yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik di tingkat Pusat selanjutnya spesifikasi data setiap daerah
dapat dikelola oleh Badan Pusat Statistik tingkat daerah masing-masing, adapun
data tabel 4.3 tentang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Kota Salatiga sebagai
berikut,
Tabel 4.3 Perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Kota Salatiga
dengan Indonesia Pada Tahun 2015-2019

TPAK
Tahun
Kota Salatiga Indonesia
2015 62,70% 69,50%
2016 61,77% 68,06%
2017 70,53% 69,02%
2018 71,75% 69,20%
2019 66,49% 69,32%
Sumber : BPS Kota Salatiga, dan BPS Nasional, 2019

Selain data tabel diatas terdapat pula data grafik yang juga dapat menunjukan tren
tingkat pertisipasi angkatan kerja di Kota Salatiga dan Nasional pada tahun 2015-
2019 sebagai berikut,

grafik tingkat partisipasi angkatan kerja kota salatiga dan nasional


tahun 2015-2019

72.00% \
70.00%
68.00%
66.00%
64.00%
62.00%
60.00%
58.00%
56.00%
2015 2016 2017 2018 2019

Kota Salatiga Column1

Gambar 4.3 Grafik Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja Kota Salatiga dan Nasional
Tahun 2015-2020
Berdasarkan data tabel maupun grafik diatas maka dapat di ketahui bahwa
pertumbuhan tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota Salatiga yaitu pada tahun 2018
memiliki pertumbuhan partisipasi angkatan kerja yang paling tinggi yaitu sebanyak
71,75% bahkan melebihi tingkat partisipasi angkatan kerja nasional sebanyak 69,20%.
Ini menandakan bahwa prosentase penduduk usia kerja yang berpartisipasi sangat
banyak sehingga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga juga besar,
berdasarkan data BPS Salatiga tercatat pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Kota
Salatiga sebanyak 5,22%, angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Naisonal
sebanyak 5,17%. Tingginya partisipasi angkatan kerja juga dipengaruhi oleh
ketersediaan lapangan pekerjaan, semakin banyak kesempatan lapangan kerja maka
partisipasi angkatan kerja juga akan semakin tinggi, hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah untuk berupaya menarik investor dari luar ke Salatiga, selain itu fokus
kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UMKM dan Ekonomi Kreatif di
Kota Salatiga juga dapat mendongkrak tingkat partisipasi angkatan kerja karena
menambah peluang lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun pada tahun 2019 sempat
mengalami penurunan yang lumayan banyak, adapun pertumbuhan paling signifikan
terjadi pada tahun 2016 naik sebanyak 8,76% hal ini dikarenakan adanya pembangunan
Industri besar di Kota Salatiga yang menyerap banyak sekali tenaga kerja baik pada saat
proses konstruksi maupun penyerapan tenaga kerja Industri. Jika dibandingkan dengan
tingkat partisipasi angkatan kerja Nasional, Kota Salatiga cenderung dinamis dan
mudah sekali mengalami penurunan, berbeda jika tingkat Nasional relatif stabil.

4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Tingkat pengangguran terbuka adalah jumlah atau prosentase pengangguran dari
jumlah angkatan kerja, semakin tinggi angka prosentasenya maka menunjukkan
bahwa terdapat banyak angkatan kerja yang tidak terserap pada pasar kerja. Faktor
yang menyebabkan naik atau turunnya tingkat pengangguran adalah ketersediaan
lapangan kerja, apakah ketersediaan lapangan kerja luas atau sempit, Pengangguran
terbuka meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan
suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Tingkat pengangguran terbuka selalu ada
disetiap daerah, salah satunya di Kota Salatiga adapun data tingkat pengangguran
yang disajikan pada tabel 4.4 sebagai berikut,

Tabel 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Salatiga dan Nasional Tahun
2015-2019

Tingkat Pengangguran Terbuka


Tahun
Salatiga Nasional
2011 9,02% 7,48%
2012 6,84% 6,13%
2013 6,21% 6,17%
2014 4,46% 5,94%
2015 6,42% 5,61%
Sumber : BPS Kota Salatiga dan BPS Nasional, 2016

Selain data tabel, adapula data grafik yang dapat menampilkan tren dari tingkat
pengangguran terbuka, sebagai berikut

Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Salatiga dan Nasional Tahun 2011-2015


10.00%
9.00%
8.00%
7.00%
6.00%
5.00%
4.00%
3.00%
2.00%
1.00%
0.00%
2011 2012 2013 2014 2015

Kota Salatiga Column1


Gambar 4.4
Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota Salatiga dan Nasional Tahun 2011-2015
Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran
terbuka di Kota Salatiga memiliki tren penurunan sama seperti dengan Nasional, yang
dimana penurunan drastis terjadi pada tahun 2012 sebanyak 2,18%. Adapun rata-rata
jumlah pengangguran di Kota Salatiga sebanyak 6,59 % angka ini lebih tinggi dari rata-
rata Nasional sebanyak 6,26%, tingkat pengangguran di Kota Salatiga setiap tahun
mengalami penurunan hal ini menandakan bahwa ketersediaan lapangan kerja terus
bertambah setiap tahunnya, sehingga akan berimplikasi pula dengan tingkat partisipasi
angkatan kerja yaitu naiknya jumlah partisipan.
4.5 Penduduk Yang Bekerja
Penduduk yang bekerja adalah jumlah penduduk yang bekerja pada kurun waktu
tertentu dan aktif dalam kegiatan ekonomi, berdasarkan data BPS maka penduduk
yang bekerja dapat terbagi menjadi yaitu menurut kelompok umur, status
perkawinan, status pendidikan, lapangan pekerjaan utama, jenis pekerjaan utama,
serta menurut jam kerja. Adapun menurut lapangan pekerjaan utama di Kota
Salatiga pada tabel 4.5 dalam kurun waktu 5 tahun sebagai berikut,

Tabel 4.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2015-2019
Jumlah Penduduk Yang Tahun
Bekerja 2019 2018 2017 2016 2015
20.180 15.260 No 17.212
Berusaha Sendiri 18.538
data
Berusaha Dibantu Buruh 9.469 10.447 No 3.980
Tidak Tetap/ Buruh Tidak 8.178 ata
Dibayar
Berusaha Dibantu Buruh 6.153 6.948 No 3.081
4.133
Tetap data
56.742 55.410 No 47.103
Buruh/Karyawan/Pegawai 57.249
data
5.488 5.181 No 7.661
Pekerja Bebas di Pertanian 2.876
data
Pekerja Bebas di Non 5.950 7.588 No 5.343
6.808
Pertanian data
Pekerja Keluarga/Tak 20.180 15.260 No 17.212
18.538
dibayar data
Jumlah 97.782 103.982 100.83 No 84.380
4 data
Sumber : BPS Kota Salatiga, 2016-2020

Selain dari data tabel diatas adapula data garfik sebagai berikut menunjukan data
tren jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama sebagai berikut,

Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu


yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2015-2019
120000

100000

80000

60000

40000

20000

0
2019 2018 2017 2016 2015

Column2
Gambar 4.5
Grafik Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Selama Seminggu yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun


2015-2019 Berdasarkan data diatas maka dapat diketahui bahwa pada tahun 2017
dan 2018 terjadi jumlah peningkatan jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke
Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama,
dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2019, hal ini mungkin dapat
disebabkan adanya dampak ekonomi nasional dan global yang mengakibatkan
eknomi nasional Indonesia turun menjadi 5,02%. Dan hal ini berdampak pada
berbagai sektor dan investasi sehingga membuat jumlah penduduk yang bekerja
menjadi berkurang dan dampaknya akan meningkatnya pengangguran.
4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pengertian domestik/regional disini dapat merupakan Propinsi atau Daerah
Kabupaten/Kota. Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan
ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor
produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan
produk domestik daerah yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena
adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Hal ini
menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan
pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus
pendapatan yang mengalir antar daerah ini (termasuk juga dari da ke luar negeri)
yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka
timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional. Produk regional
merupakan produk domestik ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi
yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan dari faktor
produksi yang dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk regional merupakan
produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh residen, adapun
setiap daerah di Indonesia baik tingkat Kabupaten/Kota selalu memiliki lajut
pertumbuhan PDRB yang berbeda-beda, hal ini akan menyajikan setiap daerah
memiliki karakter yang berbeda-beda setiap sektornya, salah satunya di Kota
Salatiga yang dapat dilihat sebagai berikut

Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2015-2019
Distribusi Persentase PDRB ADHB Menurut Lapangan Usaha
Kategori PDRB (%)
2015 2016 2017 2018 2019

Keuangan, Real
Estate, dan Jasa 21,96 26,42 21,2 19,68 17,33
Perusahaan

Jasa 16,17 23,52 24,58 24,23 22,57

Pertanian,
peternakan,
4,79 2,18 2,31 4,55 3,18
kehutanan, dan
perikanan,

Pertambangan
-4,32 -0,02 -0,03 -0,17 1,36
dan penggalian

Industri
4,36 3,71 5,07 4,72 6,26
Pengolahan

Listrik, gas, dan


-0,11 6,37 3,63 3,91 4,55
air bersih

Konstruksi 5,15 7,09 6,27 6,14 4,4

Perdagangan,
hotel, dan 7,66 6,79 5,26 7,25 7,5
restoran

Pengangkutan
13,92 10,75 16,63 18,52 18,85
dan Komunikasi

Total PDRB 69,58 86,81 84,92 88,83 86

Sumber : BPS Kota Salatiga, 2020


Selain data tabel adapun data PDRB Kota Salatiga berupa grafik yang dapat
menunjukan tren perkembangan dari laju PDRB Kota Salatiga dalam kurun waktu
5 tahun terakhir sebagai berikut,
Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2015-2019
100
90 88.83
86.81 84.92 86
80
70
69.58
60
50
40
30
20
10
0
2015 2016 2017 2018 2019

Column2

Gambar 4.6 Grafik Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2015-
2019

Berdasarkan hasil data PDRB tersebut maka dapat diketahui bahwa laju PDRB
tertinggi terjadi pada tahun 2018 yang dimana mencapai 88,83% dan sedikit
mengalami penurunan kembali pada tahun 2019. Secara rata-rata PDRB Kota
Salatiga sudah mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya, adapun sektor
yang paling berkontribusi besar dalam laju pertumbuhan PDRB yaitu sektor jasa,
berikutnya ada jasa keuangan, relestate dan jasa perusahan dan ada jas
apengangkutan dan kominkasi.
Adapula sektor yang minus yaitu sektor pertambangan dan penggalian yang
dimana sektor ini sangat kurang mengingat secara fisik Kota Salatiga daerah kaki
gunung yang jika ditinjau lebih spesifik tidak ada sektor pertambangan maupun
penggalian yang banyak dan tidak banyak dibutuhkan masyarakat. Sektor jasa
menjadi kontribusi besar karena dengan adanya perkembangan teknologi seperti
jasa ojek online yang pesat juga menyumbang PDRB Kota Salatiga, selain itu jasa-
jasa lain seperti jasa kesehatan juga sangat dibutuhkan oleh banyak masyarakat
setiap tahunnya mengingat pola hidup sehat yang masih tergolong rendah terutama
bagi kalangan masyarakat menengah kebawah yang notabennya terkendala
ekonomi untuk bisa benar-benar menjalani pola kehidupan yang sehat. Selain jasa
kesehatan adapula jasa pendidikan seperti tenaga guru mengajar juga banyak sekali
dibutuhkan setiap tahunnya untuk memenuhi ketersediaan formasi calon guru di
sekolah-sekolah.
4.7 Penduduk Miskin
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang hingga saat ini pun masih
memiliki penduduk miskin yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan selalu ada disetiap wilayah salah
satunya di Kota Salatiga, adapun data Penduduk Miskin di Kota Salatiga dan
perbandingannya dengan Nasional pada tabel 4.7 sebagai berikut,

Tabel 4.7 Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin di Kota Salatiga dengan


Nasional Tahun 2014-2018

Tahun Penduduk Miskin Prosentase Penduduk Miskin


Kota Salatiga Nasional Sukoharjo terhadap Nasional

2014 10790 27730000 0,038%


2015 10620 28510000 0,037%
2016 9700 27760000 0,034%
2017 9600 26580000 0,036%
2018 9.200 25670000 0,035%
Sumber : BPS Kota Salatiga dan BPS Nasional, 2019
Selain data tabel perbandingan Jumlah Penduduk miskin di Kota Salatiga dengan
Nasional adapula grafik yang menunjukan tren Jumlah penduduk miskin selama 5
tahun sebagai berikut,

Chart Title
11000
10800
10600
10400
10200
10000
9800
9600
9400
9200
9000
2014 2015 2016 2017 2018

Column2
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa laju jumlah penduduk
miskin di Kota Salatiga menunjukan tren penurunan yang lumayan signifikan, hal
ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan sejak
tahun 2015. Penurunan angka signifikan terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak
920 penduduk, indikator penurunan angka kemiskinan ini juga dipengaruhi oleh
ketersediannya lapangan pekerjaan sehingga peluang lapangan pekerjaan lebih luas
dan kesempatan memperbaiki ekonomi akan menjadi lebih besar. Pemerintah Kota
Salatiga hingga saat ini terus berupaya untuk menekan jumlah penduduk miskin di
Kota Salatiga.
4.8 Kesenjangan Pendapatan (Indeks Gini)
Indeks Gini atau koefisien Gini adalah ukuran statistik distribusi yang
dikembangkan oleh ahli statistik Italia Corrado Gini pada tahun 1912. Indeks ini
sering digunakan sebagai tolok ukur ketimpangan ekonomi, mengukur distribusi
pendapatan atau, yang lebih jarang, distribusi kekayaan di antara suatu populasi.
Indeks Gini Digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan suatu
wilayah secara menyeluruh. Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1
berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi. Jika nilai Indeks Gini kurang
dari 0,3 masuk dalam kategori ketimpangan “rendah”; nilainya antara 0,3 hingga
0,5 masuk dalam kategori ketimpangan “moderat”; dan jika nilainya lebih besar
dari 0,5 dikatakan berada dalam ketimpangan “tinggi”. setiap daerah di Indonesia
pasti memiliki nilai dan tingkat indeks gini yang berbeda-beda mengingat Indonesia
saat ini masih menjadi tahapan negara berkembang, salah staunya di Kota Salatiga,
adapun data tabel 2.8 sebagai berikut yang menunjukan data indeks gini serta
perbandingannya dengan nasional,
Tabel 4.8 Perbandingan Gini Ratio Kota Salatiga dengan Nasional Pada Tahun
2011-2015

Tahun Gini Ratio/Indeks Gini


Kota Salatiga Indonesia/Nasional
2015 0,35 0,40
2014 0,35 0,41
2013 0,37 0,39
2012 0,35 0,41
2011 0,34 0,41
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan BPS Nasional, 2017
Selain data tabel tersebut adapun data grafik yang dapat menunjukan tren
Indeks Gini di Kota Salatiga pada tahun 2011 hingga 2015 sebagai berikut,

Perbandingan Indeks Gini Kota Salatiga Dan Nasional Pada Tahun 2011-2015
0.45

0.4

0.35

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0
2011 2012 2013 2014 2015

Kota Salatiga Column1

Gambar 4.9 Grafik Indeks Gini Kota Salatiga Dan Nasional Pada Tahun 2011-
2015
Berdasarkan data indeks gini tersbut maka dapat diketahui bahwa nilai indeks
gini Kota Salatiga lebih rendah dari nilai Indeks Gini Nasional, sehingga dapat
diketahui bahwa rata-rata Indeks Gini Kota Salatiga termasuk klasifikasi distribusi
pendapatan tingkat ketimpangan rendah yang dimana nilai koefisien 0 < x <0,4,
sedangkan Nasional termasuk dalam tingkat ketimpangan sedang dengan nilai
koefisien 0,4 < x <0,5. Meskipun begitu ini masih menjadi persoalan pemerintah
jangka panjang untuk menekan lagi ketimpangan pendapatan di Indonesia,
ketimpangan pendapatan dapat diatasi dengan fokus terutama terhadap masyarakat
menengah kebawah yang memiliki tingkat pendapatan rendah sehingga distribusi
pendapatan dapat lebih merata.

4.9 Persebaran Pasar Tradisional


Dalam buku Indonesian Culture (2009) karya Rahmad Widiyanto, pasar
tradisional merupakan pasar yang berkembang di masyarakat dengan pedagang asli
pribumi. Dalam perkembangannya pasar diklasifikasikan atas dua bentuk, yaitu
pasar tradisional dan pasar modern. Pengertian pasar tradisional adalah pasar yang
dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat
setempat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, atau nama lain
sejenisnya, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, dengan skala
usaha kecil dan modal kecil, dengan proses jual beli melalui tawar menawar
(Permendagri, 2007 ). Pasar tradisional khususnya yang berada di perkotaan telah
tumbuh di Indonesia sejak awal munculnya permukiman yang dihuni oleh
masyarakat tradisional. Di Era modern saat ini, Pasar tradisional di Indonesia
sangatlah beragam corak dan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing,
keberadaan pasar tradisional sangat penting untuk perputara ekonomi disuatu
daerah serta pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, hampir disetiap daerah di
Indonesia pasti memiliki pasar tradisional, salah satunya di Kota Salatiga, adapun
peta sebaran pasar tradisional di Kota Salatiga pada tahun 2020 sebagai berikut,

Gambar 4.9 Peta Persebaran Pasar Tradisional Di Kota Salatiga Tahun 2020
Di kota Salatiga setidaknya memiliki 8 pasar tradisional menengah dan besar
yang tersebar di 4 kecamatan, adapun kecamatan paling banyak memiliki Pasar
Tradisional adalah Kecamatan tingkir yang dimana Kecamatan ini memiliki jumlah dan
kepadatan penduduk yang tinggi sehingga menyebabkan permintaan ketersediaan pasar
tradisional sangat dibutuhkan, selain itu adanya peran masyarakat dari wilayah
Kabupaten Semarang juga sangat berkontribusi dalam Pasar Tradisional ini berbeda
halnya dengan Kecamatan Sidorejo yang tidak tersedia pasar tradisional, hal ini
dikarenakan tingkat kepadatan penduduk yang tidak begitu banyak serta topografi
Kecamatan ini juga kurang mendukung untuk adanya kegiatan pusat ekonomi, selain itu
penggunaan lahan di Kecamatan ini diutamakan untuk menjadi kawasan fasilitas
Pendidikan seperti adanya Universitas dan jasa indekos, tidak sedikit para pedagang
juga berasal dari daerah Kabupaten Semarang terutama bagi para penduduk yang berada
di dekat lereng Gunung merbabu yang memiliki komoditas pertanian dan perkebunan
sayur dan bahan-bahan dapur juga menghiasi Pasar Tradisional sehari-hari. Adapun
letak Pasar Tradisional besar berada di Perbatasan 4 Kecamatan, yaitu tepatnya di
Tengah-tengah Kota Salatiga merupakan pasar tradisional pertama dan tertua di Kota
Salatiga, dengan adanya pasar tradisional ini maka daerah sekitar pasar tersebut
akhirnya bekembang menjadi kawasan pusat Ekonomi dan Jatung Kota Salatiga,
berbagai macam aktifitas ekonomi dan kawasan Komersial Bisnis menjamur dikawasan
ini. Bahan-bahan pasar tradisional mayoritas diperoleh dari kawasan kabupaten
Semarang terutama komoditas sayuran.

Aspek Ekonomi dan Ketenaga Kerjaan sudah menjadi faktor yang sangat vital
dan tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari, berbagai macam faktor seperti
Penduduk Produktif, Angka Ketergantungan, Tingkat partisipasi angkatan kerja,
pengangguran terbuka, penduduk yang bekerja, PDRB, penduduk miskin, indeks gini
dan keberadaan pasar tradisional memiliki keterkaitan satu sama lain. Faktor yang
paling utama dalam hal ini adalah tenaga kerja, yang dimana tenaga kerja sangat
berpenagruh terhadap kondisi ekonomi suatu daerah salah satunya di Kota Salatiga,
selain itu kebijakan pemerintah dalam mengatasi tantangan dan peluang tenaga kerja
sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi di Kota Salatiga. Pemerintah perlu
melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan apakah
kebijakan yang telah dibuat sejauh ini dengan hasil dan data tersebut apakah sudah tepat
dengan sasaran atau belum.

Anda mungkin juga menyukai