Selain data tabel terdapat pula data grafik yang menyajikan data jumlah
penduduk usia produktif di Kota Salatiga sebagai berikut,
60,000
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
0
2015 2016 2017 2018 2019
Laki-laki Perempuan
Gambar 4.1 Grafik Data Jumlah Penduduk Usia Produktif di Kota Salatiga Tahun
2015-2019
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa rata-rata setiap tahunnya
jumlah tenaga kerja produktif terus meningkat, hal ini dikarenakan juga banyaknya
angka kelahiran yang termasuk lumayan tinggi yang dimana dapat memacu ketersediaan
jumlah penduduk usia produktif, dalam hal ini pemerintah perlu menyusun kebijakan
ketenagakerjaan dengan penyediaan fasilitas lapangan pekerjaan yang tersedia agar
tidak semua tenaga kerja Salatiga akan keluar dari Kota Salatiga, lapangan pekerjaan
yang biasanya di dominasi oleh para penduduk yang memiliki lulusan sekolah
menengah atas sederajat biasanya lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik atau
buruh harian lepas. Peningkatan signifikan terjadi pada tahun 2017 hal ini dikarenakan
Kota Salatiga memiliki kebijakan pembukaan kawasan industri baru serta adanya
pembangunan industri besar yang terkenal di Indonesia, sehingga lapangan pekerjaan
yang tersedia juga sangatlah banyak.
4.2 Angka Ketergantungan
Angka ketergantungan merupakan perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-
14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut
dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah pendduk usia 15-64
tahun (angkatan kerja). Rasio ketergantungan (dependency ratio) dapat digunakan
sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu
negara apakah tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin
tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang
harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang
belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio
yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung
penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi. Adapun angka ketergantungan di Kota Salatiga sebagai
berikut,
Tabel 4.2 Angka Ketergantungan Di Kota Salatiga Tahun 2015-2019
Tahun Angka Ketergantungan
2015 40,63%
2016 40,63%
2017 40,51%
2018 40,47%
2019 40,48%
Sumber : Kota Salatiga Dalam Angka, 2016-2020
Selain data tersebut, adapun data grafik sebagai berikut yang juga memaparkan data
angka ketergantungan,
40.55
40.51
40.5
40.48
40.47
40.45
40.4
40.35
2015 2015 2017 2018 2019
TPAK
Tahun
Kota Salatiga Indonesia
2015 62,70% 69,50%
2016 61,77% 68,06%
2017 70,53% 69,02%
2018 71,75% 69,20%
2019 66,49% 69,32%
Sumber : BPS Kota Salatiga, dan BPS Nasional, 2019
Selain data tabel diatas terdapat pula data grafik yang juga dapat menunjukan tren
tingkat pertisipasi angkatan kerja di Kota Salatiga dan Nasional pada tahun 2015-
2019 sebagai berikut,
72.00% \
70.00%
68.00%
66.00%
64.00%
62.00%
60.00%
58.00%
56.00%
2015 2016 2017 2018 2019
Gambar 4.3 Grafik Tingkat Pertisipasi Angkatan Kerja Kota Salatiga dan Nasional
Tahun 2015-2020
Berdasarkan data tabel maupun grafik diatas maka dapat di ketahui bahwa
pertumbuhan tingkat partisipasi angkatan kerja di Kota Salatiga yaitu pada tahun 2018
memiliki pertumbuhan partisipasi angkatan kerja yang paling tinggi yaitu sebanyak
71,75% bahkan melebihi tingkat partisipasi angkatan kerja nasional sebanyak 69,20%.
Ini menandakan bahwa prosentase penduduk usia kerja yang berpartisipasi sangat
banyak sehingga kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga juga besar,
berdasarkan data BPS Salatiga tercatat pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi Kota
Salatiga sebanyak 5,22%, angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Naisonal
sebanyak 5,17%. Tingginya partisipasi angkatan kerja juga dipengaruhi oleh
ketersediaan lapangan pekerjaan, semakin banyak kesempatan lapangan kerja maka
partisipasi angkatan kerja juga akan semakin tinggi, hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah untuk berupaya menarik investor dari luar ke Salatiga, selain itu fokus
kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UMKM dan Ekonomi Kreatif di
Kota Salatiga juga dapat mendongkrak tingkat partisipasi angkatan kerja karena
menambah peluang lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun pada tahun 2019 sempat
mengalami penurunan yang lumayan banyak, adapun pertumbuhan paling signifikan
terjadi pada tahun 2016 naik sebanyak 8,76% hal ini dikarenakan adanya pembangunan
Industri besar di Kota Salatiga yang menyerap banyak sekali tenaga kerja baik pada saat
proses konstruksi maupun penyerapan tenaga kerja Industri. Jika dibandingkan dengan
tingkat partisipasi angkatan kerja Nasional, Kota Salatiga cenderung dinamis dan
mudah sekali mengalami penurunan, berbeda jika tingkat Nasional relatif stabil.
Tabel 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Salatiga dan Nasional Tahun
2015-2019
Selain data tabel, adapula data grafik yang dapat menampilkan tren dari tingkat
pengangguran terbuka, sebagai berikut
Tabel 4.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2015-2019
Jumlah Penduduk Yang Tahun
Bekerja 2019 2018 2017 2016 2015
20.180 15.260 No 17.212
Berusaha Sendiri 18.538
data
Berusaha Dibantu Buruh 9.469 10.447 No 3.980
Tidak Tetap/ Buruh Tidak 8.178 ata
Dibayar
Berusaha Dibantu Buruh 6.153 6.948 No 3.081
4.133
Tetap data
56.742 55.410 No 47.103
Buruh/Karyawan/Pegawai 57.249
data
5.488 5.181 No 7.661
Pekerja Bebas di Pertanian 2.876
data
Pekerja Bebas di Non 5.950 7.588 No 5.343
6.808
Pertanian data
Pekerja Keluarga/Tak 20.180 15.260 No 17.212
18.538
dibayar data
Jumlah 97.782 103.982 100.83 No 84.380
4 data
Sumber : BPS Kota Salatiga, 2016-2020
Selain dari data tabel diatas adapula data garfik sebagai berikut menunjukan data
tren jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu
yang lalu Menurut Status Pekerjaan Utama sebagai berikut,
100000
80000
60000
40000
20000
0
2019 2018 2017 2016 2015
Column2
Gambar 4.5
Grafik Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2015-2019
Distribusi Persentase PDRB ADHB Menurut Lapangan Usaha
Kategori PDRB (%)
2015 2016 2017 2018 2019
Keuangan, Real
Estate, dan Jasa 21,96 26,42 21,2 19,68 17,33
Perusahaan
Pertanian,
peternakan,
4,79 2,18 2,31 4,55 3,18
kehutanan, dan
perikanan,
Pertambangan
-4,32 -0,02 -0,03 -0,17 1,36
dan penggalian
Industri
4,36 3,71 5,07 4,72 6,26
Pengolahan
Perdagangan,
hotel, dan 7,66 6,79 5,26 7,25 7,5
restoran
Pengangkutan
13,92 10,75 16,63 18,52 18,85
dan Komunikasi
Column2
Gambar 4.6 Grafik Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga Tahun 2015-
2019
Berdasarkan hasil data PDRB tersebut maka dapat diketahui bahwa laju PDRB
tertinggi terjadi pada tahun 2018 yang dimana mencapai 88,83% dan sedikit
mengalami penurunan kembali pada tahun 2019. Secara rata-rata PDRB Kota
Salatiga sudah mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya, adapun sektor
yang paling berkontribusi besar dalam laju pertumbuhan PDRB yaitu sektor jasa,
berikutnya ada jasa keuangan, relestate dan jasa perusahan dan ada jas
apengangkutan dan kominkasi.
Adapula sektor yang minus yaitu sektor pertambangan dan penggalian yang
dimana sektor ini sangat kurang mengingat secara fisik Kota Salatiga daerah kaki
gunung yang jika ditinjau lebih spesifik tidak ada sektor pertambangan maupun
penggalian yang banyak dan tidak banyak dibutuhkan masyarakat. Sektor jasa
menjadi kontribusi besar karena dengan adanya perkembangan teknologi seperti
jasa ojek online yang pesat juga menyumbang PDRB Kota Salatiga, selain itu jasa-
jasa lain seperti jasa kesehatan juga sangat dibutuhkan oleh banyak masyarakat
setiap tahunnya mengingat pola hidup sehat yang masih tergolong rendah terutama
bagi kalangan masyarakat menengah kebawah yang notabennya terkendala
ekonomi untuk bisa benar-benar menjalani pola kehidupan yang sehat. Selain jasa
kesehatan adapula jasa pendidikan seperti tenaga guru mengajar juga banyak sekali
dibutuhkan setiap tahunnya untuk memenuhi ketersediaan formasi calon guru di
sekolah-sekolah.
4.7 Penduduk Miskin
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang hingga saat ini pun masih
memiliki penduduk miskin yang tersebar di seluruh pulau di Indonesia, kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
perbulan dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan selalu ada disetiap wilayah salah
satunya di Kota Salatiga, adapun data Penduduk Miskin di Kota Salatiga dan
perbandingannya dengan Nasional pada tabel 4.7 sebagai berikut,
Chart Title
11000
10800
10600
10400
10200
10000
9800
9600
9400
9200
9000
2014 2015 2016 2017 2018
Column2
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui bahwa laju jumlah penduduk
miskin di Kota Salatiga menunjukan tren penurunan yang lumayan signifikan, hal
ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan sejak
tahun 2015. Penurunan angka signifikan terjadi pada tahun 2016 yaitu sebanyak
920 penduduk, indikator penurunan angka kemiskinan ini juga dipengaruhi oleh
ketersediannya lapangan pekerjaan sehingga peluang lapangan pekerjaan lebih luas
dan kesempatan memperbaiki ekonomi akan menjadi lebih besar. Pemerintah Kota
Salatiga hingga saat ini terus berupaya untuk menekan jumlah penduduk miskin di
Kota Salatiga.
4.8 Kesenjangan Pendapatan (Indeks Gini)
Indeks Gini atau koefisien Gini adalah ukuran statistik distribusi yang
dikembangkan oleh ahli statistik Italia Corrado Gini pada tahun 1912. Indeks ini
sering digunakan sebagai tolok ukur ketimpangan ekonomi, mengukur distribusi
pendapatan atau, yang lebih jarang, distribusi kekayaan di antara suatu populasi.
Indeks Gini Digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan suatu
wilayah secara menyeluruh. Indeks Gini berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1
berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi. Jika nilai Indeks Gini kurang
dari 0,3 masuk dalam kategori ketimpangan “rendah”; nilainya antara 0,3 hingga
0,5 masuk dalam kategori ketimpangan “moderat”; dan jika nilainya lebih besar
dari 0,5 dikatakan berada dalam ketimpangan “tinggi”. setiap daerah di Indonesia
pasti memiliki nilai dan tingkat indeks gini yang berbeda-beda mengingat Indonesia
saat ini masih menjadi tahapan negara berkembang, salah staunya di Kota Salatiga,
adapun data tabel 2.8 sebagai berikut yang menunjukan data indeks gini serta
perbandingannya dengan nasional,
Tabel 4.8 Perbandingan Gini Ratio Kota Salatiga dengan Nasional Pada Tahun
2011-2015
Perbandingan Indeks Gini Kota Salatiga Dan Nasional Pada Tahun 2011-2015
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
2011 2012 2013 2014 2015
Gambar 4.9 Grafik Indeks Gini Kota Salatiga Dan Nasional Pada Tahun 2011-
2015
Berdasarkan data indeks gini tersbut maka dapat diketahui bahwa nilai indeks
gini Kota Salatiga lebih rendah dari nilai Indeks Gini Nasional, sehingga dapat
diketahui bahwa rata-rata Indeks Gini Kota Salatiga termasuk klasifikasi distribusi
pendapatan tingkat ketimpangan rendah yang dimana nilai koefisien 0 < x <0,4,
sedangkan Nasional termasuk dalam tingkat ketimpangan sedang dengan nilai
koefisien 0,4 < x <0,5. Meskipun begitu ini masih menjadi persoalan pemerintah
jangka panjang untuk menekan lagi ketimpangan pendapatan di Indonesia,
ketimpangan pendapatan dapat diatasi dengan fokus terutama terhadap masyarakat
menengah kebawah yang memiliki tingkat pendapatan rendah sehingga distribusi
pendapatan dapat lebih merata.
Gambar 4.9 Peta Persebaran Pasar Tradisional Di Kota Salatiga Tahun 2020
Di kota Salatiga setidaknya memiliki 8 pasar tradisional menengah dan besar
yang tersebar di 4 kecamatan, adapun kecamatan paling banyak memiliki Pasar
Tradisional adalah Kecamatan tingkir yang dimana Kecamatan ini memiliki jumlah dan
kepadatan penduduk yang tinggi sehingga menyebabkan permintaan ketersediaan pasar
tradisional sangat dibutuhkan, selain itu adanya peran masyarakat dari wilayah
Kabupaten Semarang juga sangat berkontribusi dalam Pasar Tradisional ini berbeda
halnya dengan Kecamatan Sidorejo yang tidak tersedia pasar tradisional, hal ini
dikarenakan tingkat kepadatan penduduk yang tidak begitu banyak serta topografi
Kecamatan ini juga kurang mendukung untuk adanya kegiatan pusat ekonomi, selain itu
penggunaan lahan di Kecamatan ini diutamakan untuk menjadi kawasan fasilitas
Pendidikan seperti adanya Universitas dan jasa indekos, tidak sedikit para pedagang
juga berasal dari daerah Kabupaten Semarang terutama bagi para penduduk yang berada
di dekat lereng Gunung merbabu yang memiliki komoditas pertanian dan perkebunan
sayur dan bahan-bahan dapur juga menghiasi Pasar Tradisional sehari-hari. Adapun
letak Pasar Tradisional besar berada di Perbatasan 4 Kecamatan, yaitu tepatnya di
Tengah-tengah Kota Salatiga merupakan pasar tradisional pertama dan tertua di Kota
Salatiga, dengan adanya pasar tradisional ini maka daerah sekitar pasar tersebut
akhirnya bekembang menjadi kawasan pusat Ekonomi dan Jatung Kota Salatiga,
berbagai macam aktifitas ekonomi dan kawasan Komersial Bisnis menjamur dikawasan
ini. Bahan-bahan pasar tradisional mayoritas diperoleh dari kawasan kabupaten
Semarang terutama komoditas sayuran.
Aspek Ekonomi dan Ketenaga Kerjaan sudah menjadi faktor yang sangat vital
dan tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari, berbagai macam faktor seperti
Penduduk Produktif, Angka Ketergantungan, Tingkat partisipasi angkatan kerja,
pengangguran terbuka, penduduk yang bekerja, PDRB, penduduk miskin, indeks gini
dan keberadaan pasar tradisional memiliki keterkaitan satu sama lain. Faktor yang
paling utama dalam hal ini adalah tenaga kerja, yang dimana tenaga kerja sangat
berpenagruh terhadap kondisi ekonomi suatu daerah salah satunya di Kota Salatiga,
selain itu kebijakan pemerintah dalam mengatasi tantangan dan peluang tenaga kerja
sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi di Kota Salatiga. Pemerintah perlu
melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan apakah
kebijakan yang telah dibuat sejauh ini dengan hasil dan data tersebut apakah sudah tepat
dengan sasaran atau belum.