Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR

STUDIO PERENCANAAN 2
KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU
KOTA YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Prabowo Dzikri 5181511026


Aliffanka Jhordy Ramadhoni 5181511040
Muhammad Farhan Falah 5181511042
Dwynne Talitha Wibowo 5181511047
Muhammad Fahmi Faiz 5181511048

PROGRAM STUDI
PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya
serta memberikan kemudahan bagi kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan laporan akhir studio perencaan 2 ini dengan tepat waktu. Dalam hal ini kami telah
berusaha semaksimal mungkin agar penyusunan laporan akhir studio perencanaan 2 dapat
menjadi sempurna seperti apa yang diharapkan.
Penulis merasa bahwa dalam menyusun laporan akhir ini masih menemui beberapa kesulitan
dan hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, maka dari itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Menyadari penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Ibu Jeki Trimarstuti ST,.MUP. yang telah membimbing dan membantu kami dalam
menulis laporan ini. Demikian, semoga laporan yang kami tulis ini semoga dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Yogyakarta, 09 Mei 2019

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................................. ii


Daftar Isi ..................................................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................................ 2
1.3 Ruang Lingkup .............................................................................................................................. 3
1.4 Sistematika Penulisan Laporan .................................................................................................... 11
BAB 2 TINJAUAN KEBIJAKAN ............................................................................................................ 12
BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA ........................................................................................... 18
BAB 4 GAMBARAN UMUM KAWACAN CAGAR BUDAYA (KCB) KOTABARU ......................... 23
BAB 5 ANALISIS KESUAIAN KONDISI EKSISTING DAN RENCANA KAWACAN CAGAR
BUDAYA (KCB) KOTABARU ................................................................................................. 29
5.1 Analisis Penutup Lahan Kawasan Kotabaru ................................................................................ 29
5.2 Analisis Kesesuaian Kawasan Kota Baru .................................................................................... 32
5.3 Analisis Citra Kota Kawasan Kotabaru secara umum ................................................................. 34
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................................................... 37
6.1 Kesimpulan .............................................................................................................................. 37
6.2 Rekomendasi ............................................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 38

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kotabaru (dahulu disebut dengan Nieuwe Wijk) sebagai daerah pemukiman Indische bagi
orang Belanda yang berada di indonesia karena perubahan sosial yang terjadi di wilayah
Kotabaru Yogyakarta pada waktu itu. Sekitar tahun 1920-an perkembangan bidang industri
gula dan meningkatnya ketertarikan terhadap pendidikan dan kesehatan membuat jumlah
orang Belanda yang menetap di Yogyakarta semakin bertambah dan meningkat sehingga
menuntut percepatan pembangunan hunian baru. Kotabaru merupakan wilayah pemukiman
alternatif setelah kawasan Kecil dengan fasilitas yang terbilang lengkap dengan tata kota
yang ditata sesuai dengan konsep radial seperti yang diterapkan di kota Belanda pada
umumnya. Sangat berbeda dengan wilayah dan tempat lain di kota Yogyakarta yang
menyesuaikan sistem pola arah angin. Kotabaru dikenal sebagai kawasan taman kota karena
memiliki karakteristik yang khas seperti pohon rindang, buah-buahan dan pohon dengan
bau bunga yang harum. Pepohonan tersebut ditanam di halaman rumah, sekolah, Gereja,
rumah sakit maupun di sepanjang jalan serta boulevard.
Proyek kawasan Kotabaru mulai dikerjakan pada tahun 1917-1920. Secara fisik bangunan
tersebut terlihat berbeda dengan rumah masyarakat tradisional pada umumnya. Bangunan
tersebut memiliki ciri khas yaitu bangunan yang tinggi dan besar serta halaman yang luas,
jendela dan pintunya lebar dan besar serta terbuat dari krepyak (kayu jati yang diukir
dengan seni ukiran jepara), langit-langitnya tinggi, terdapat beberapa hiasan kaca timah dan
terasnya terbuka.
Kawasan Kotabaru merupakan Kawasan Cagar Budaya yang ditetapkan oleh pemerintah
pada tahun 2011 melalui Surat Keputusan Gubernur DIY No. 186/KEP/2011 tentang
Penetapan Kawasan Cagar Budaya. Bersama dengan Kotabaru, lima wilayah lain juga
ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya yaitu Pakualaman, Kraton, Kotagede, Malioboro,
dan Imogiri. Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA),
lima kawasan cagar budaya tersebut masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Daerah
yang akan dikembangkan.
Kawasan kotabaru menjadi kawasan yang penting untuk pemilihan wilayah studi sebagai
lokasi perencanaan karena perkembangan yang terjadi di Kawasan Kotabaru sejauh ini
masih mementingkan nilai komersil atau ekonominya sehingga banyak bangunan asli yang
diubah bentuk fasad bangunan serta dialih fungsikan. Perlakuan ini membuat Kotabaru
sedikit demi sedikit kehilangan aksen budaya Indisnya. Padahal pada Peraturan Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar

1
Budaya telah disebutkan bahwa pengembangan Cagar Budaya berbentuk bangunan harus
mempertahankan ciri asli fasad bangunan dan ciri asli lanskap pada kawasan cagar budaya.
Faktanya, peraturan ini masih diabaikan oleh sebagian besar masyarakat di kawasan
Kotabaru.
Banyaknya aktivitas di kawasan ini memunculkan sebuah konsep yang sesuai dengan
intensitas kegiatan dan kebutuhan untuk mengembangkan kawasan sebagai destinasi wisata
alternatif perkotaan yaitu citywalk (hampir sama dengan pedestrian mall yaitu koridor jalan
yang menghubungkan objek komersial, dengan lebar jalan dua sampai enam meter).
Tantangan dalam pengembangan konsep ini adalah bahwa Kawasan Kotabaru merupakan
Kawasan Cagar Budaya. Batasan diperlukan agar tidak terjadi pertentangan antara konsep
pengembangan dan konsep pelestariannya. Pengembangan di Kawasan Kotabaru harus
mengutamakan pelestarian bukan hanya kegiatan wisatanya agar dapat berjalan selaras.
Kotabaru merupakan kawasan yang terbilang unik karena sejarahnya serta bentuk fisik dan
karakteristik bangunan yang merupakan peninggalan jaman kolonialisme dan dijadikan
bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah dan juga undang-undang. Jumlah
rumah peninggalan belanda yang terdapat pada lokasi amatan ada 52 termasuk bangunan
yang bergaya belanda. Sedangkan bangunan non-belanda ada 51 bangunan.

1.2 Tujuan dan Sasaran


1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan Studio Perencanaan 2 kali ini adalah memberikan
dasar kemampuan kepada mahasiswa dalam menganalisis ruang kawasan dengan melihat
kesesuaian antara kondisi eksisting dan rencana. Dari tujuan tersebut, diharapkan
mahasiswa dapat merencanakan ruang kawasan yang memiliki peruntukan khusus dengan
tetap mengedepankan prinsip-prinsip perencanaan yang berkelanjutan dan
Manfaat penelitian adalah untuk gambaran pemetaan fungsi kawasan dan mampu melihat
kesesuaian pemanfaatan ruang dan fungsi bangunan antara rencana, kebijakan dan
kondisi eksisting. Output yang diharapkan adalah mahasiswa mampu merevisi peta block
plan/rencana kawasan cagar budaya Kotabaru dengan melihat kesesuaian fungsi
peruntukan bangunan, zonasi kawasan, KDB dan KLB serta kondisi citra kawasan yang
dimiliki.

1.2.2 Sasaran
Adapun sasaran dari mata kuliah Studio Perencanaan 2 ini kali ini adalah:

2
1. Analisis Figure Groundbangunan di kawasan cagar budaya Kotabaru untuk mengetahui
kondisi lahan terbangun dan tidak terbangun pada kawasan amatan.
2. Identifikasi fungsi bangunan, persebaran sarana dan prasarana di Kotabaru.
3. Analisis KDB dan KLB bangunan di kawasan cagar budaya Kotabaru.
4. Identifikasi dan analisis kesesuaian kondisi eksisting dan rencana yang berisikan tentang
analisis pemanfaatan ruang di kawasan cagar budaya Kotabaru, baik itu tentang zonasi
pemanfaatan ruang maupun tentang detail pemanfaatan/fungsi bangunan baik bangunan
yang termasuk dalam cagar budaya maupun non cagar budaya di kawasan cagar budaya
Kotabaru serta analisis kesesuaian fungsi kawasan.
5. Identifikasi dan analisis citra kota

1.3 Ruang Lingkup


1.3.1 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan studio membahas apa saja yang akan dilakukan
dalam ruang lingkup studi, adapun yang akan dibahas yaitu:
1. Analisis Figure Ground
Dalam konteks perkotaan urban solid dan void tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.
Kedua hal tersebut saling berkaitan membentuk pola yang harmonis. Keduanya
sering disebut sebagai ‘unit perkotaan’. Sebuah ‘unit’ adalah jumlah beberapa massa
beserta ruang tertentu yang mempunyai identitas sebagai satu kelompok.(Zahnd
1999).

Gambar 1 Peta Figure Ground Kawasan Kotabaru.

3
Untuk menganalisa bentuk solid di kawasan ini terdapat 3 variabel tekstur yang
perlu diperhatikan, yaitu tingkat keteraturan, tingkat keseimbangan dan tingkat
kepadatan antara massa dan ruang. Ketiga variabel tekstur tersebut terkait bentuk
massa bangunan, monumen. Bentuk massa bangunan yang membentuk pola radial
konsentris dengan adanya sumbu dalam kawasan ini adalah Stadion Kridosono dan
kemudian menyebar ke arah Jalan Yos Sudarso dan Jalan sekitarnya. Hal ini cukup
menarik karena sebaran bangunan yang terbentuk melalui pola axis sumbu dan jalan
atau sungai yang membentuk pola radial konsentris serta pola zonasi Garden City
merupakan model radial konsentris, dimana terdapat prinsip utama,yaitu: a) Civic
center (taman kota pada Inti kawasan) berupa ruang terbuka di tengah kawasan yang
digunakan sebagai area hijau dan dilingkupi oleh bangunan publik; b) Crystal palace
(fasilitas publik di luar central park); Cincin di luar crystal palace merupakan c)
kelompok rumah yang menghadap ke boulevard, d) Cincin terluar sebagai pasar,
gudang, pabrik, dan fasilitas servis lainnya.

Gambar 2 Analisis Peta Figure Ground Kawasan Kotabaru.

Dari peta figure ground, bisa diketahui bahwa kawasan ini didominasi oleh lahan
terbangun. Ciri khas lahan terbangun dan tidak terbangun di kawasan ini adalah terdapat
di setiap blok kawasan, lahan terbangun pada bagian blok kawasan pendidikan dan juga
di bagian barat bagian blok utara yaitu kawasan komersil tidak terlalu padat karena
didominasi dengan lahan tidak terbangun. Peta Figure Ground juga memberikan
informasi mengenai hubungan antara elemen solid dan void kawasan. Kawasan yang
lebih padat, adalah kawasan yang didominasi oleh elemen solid, sedangkan kawasan
yang kurang padat adalah kawasan yang didominasi oleh elemen void.

4
2. Analisis KDB dan KLB
Koefisien Dasar Bangunan atau KDB merupakan angka persentase perbandingan antara
luas seluruh lantai dasar bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia.
KDB merupakan peraturan yang menentukan seberapa besar luas lantai dasar bangunan
Anda yang boleh dibangun. Sedangkan, Koefisien Lantai Bangunan merupakan angka
persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun
dengan luas lahan yang tersedia. Bisa dikatakan bahwa KLB adalah batas aman maksimal
jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.
Berdasarkan amatan yang telah dilakukan, adapun hasil dari perhitungan Koefisien Dasar
Bangunan dan lantai Bangunan sebagai berikut :
a. Koefisien Dasar Bangunan
Angka presentase tersebut didapat dari hasil rumus perhitungan
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛
𝐾𝐷𝐵 = × 100%
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
Yang dilakukan di software Arcgis, dengan memindahkan data dalam attribute table
ke excel lalu menggunakan menu pivot table pada menu tab insert di software excel.

Luas Luas
Keterangan KDB Kode
Kawasan Bangunan
RTH 156,583725 0 0% RTH-4
RTH 969,485785 0 0% RTH-2
RTH 410,822125 0 0% RTH-2
RTH 6393,576681 0 0% RTH-2
Permukiman 16546,15048 8748,312508 53% R-5
Permukiman 1760,299756 873,895762 50% R-5
Permukiman 2083,724187 1252,822592 60% R-5
Permukiman 7609,551528 4234,342261 56% R-5
Peribadatan 2078,112514 972,652298 47% SPU-1
Perdagangan dan Jasa 41367,87618 15892,10776 38% K-1
Perdagangan dan Jasa 17519,83355 8797,427586 50% K-1
Perdagangan dan Jasa 6295,93526 3140,83212 50% K-1
Pendidikan 18193,27107 6298,231094 35% SPU-1
Pendidikan 5901,791826 2901,227436 49% SPU-1

Tabel 1 Hasil perhitungan KDB Kawasan amatan.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa intensitas maksimal dari ruang yang terdapat
di kawasan amatan pada koefisian dasar bangunan ialah 60%.

5
Gambar 3 Peta Koefisien Dasar Bangunan Kawasan Kotabaru

b. Koefisien Lantai Bangunan


Angka tersebut didapat dari hasil rumus perhitungan
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛)
𝐾𝐿𝐵 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
yang dilakukan di software Arcgis. Menghitung hasil perkalian lantai bangunan
dengan luas banguan, lalu memindahkan data tersebut dalam attribute table ke excel
lalu menggunakan menu pivot table pada menu tab insert di software excel.

Keterangan Kode Luas Kawasan KLB

Perdagangan dan Jasa K-1.1 41505,42193 1,02


RTH RTH-4 156,583725 0
Permukiman R-5.1 1774,043991 0,75
Pendidikan SPU-1 5756,423277 2,02
Perdagangan dan Jasa K-1.2 22125,0866 1,64
Peribadatan SPU-2 2078,243278 0,47
Permukiman R-5.2 2089,959867 2,01
Permukiman R-5.3 3024,507868 0,5
Permukiman R-5.4 16602,58386 1,06
Perdagangan dan Jasa K-1.3 6315,271062 1,17
RTH RTH-2.1 6393,576681 0
RTH RTH-2.2 969,485785 0
RTH RTH-2.3 410,822125 0
Pendidikan SC-1 18217,74571 0,46

Tabel 2 Hasil perhitungan KLB Kawasan amatan.

6
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa intensitas maksimal dari lantai bangunan
yang terdapat di kawasan amatan ialah 2,02.

Gambar 4 Peta Koefisien Lantai Bangunan Kawasan Kotabaru

3. Analisis Kesesuaian Fungsi


Fungsi bangunan dan kawasan terdapat 7 (Tujuh) jenis yaitu Perdagangan dan jasa,
Perkantoran, Pendidikann, Peribadatan, Permukiman, dan Ruang Terbuka Hijau, serta
Cagar Budaya. Fungsi bangunan dan kawasan tersebut diperoleh dari analisis
perbandingan peta eksisting dengan peta zonasi dan peta Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) dengan cara di overlay.
Berdasarkan amatan yang sudah dilakukan, ditemukan perbedaan dan ketidaksesuaian
dari fungsi bangunan serta kawasan tersebut.

7
Gambar 5 Peta Fungsi Bangunan dan Penggunaan Lahan (Eksisting).

Gambar 6 Peta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Tahun 2015-2035 Kawasan Kotabaru.

Perebedaan ditemukan dari pembagian tiap blok dari peta hasil amatan saat ini
(eksisting) dengan peta RDTR Kawasan Kotabaru. Dari perbedaan tersebut diperoleh
bahwa terdapat ketidaksesuaian yang dimana pada RDTR Kawasam Kotabaru lebih
dominan blok fungsi kawasan komersil atau perdagangan dan jasa dan menyisakan
beberapa bagian fungsi kawasan untuk permukiman. Sedangkan pada peta eksisting,
pembagian fungsi kawasan komersil atau perdagangan dan jasa bisa juga dominan,
namun masih banyak fungsi kawasan permukiman yang tersebar di tiap bloknya.

8
4. Analisis Citra Kota
Citra kota merupakan gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakatnya. Pemahaman seseorang tentang suatu kota akan lebih
mendalam daripada sekedar kesan visual. Identitas merupakan objek-objek atau elemen
yang berada pada suatu kota yang dapat membedakan dengan kota lainnya. Struktur yaitu
pola hubungan yang saling berkaitan dengan elemen-elemen pembentuk citra kota yang
dapat dipahami oleh pengamat. Makna merupakan pemahaman dalam kedua komponen
(identitas dan struktur) berdasarkan dengan budaya, politik, kultur, sejarah, symbol,
maupun keunikan. Berdasarkan amatan yang telah dilakukan dengan menggunakan
metode pendekatan kualitatif dengan data-data deskriptif mengenai perubahan citra
kawasan Kota Baru Yogyakarta.

Gambar 7 Elemen Citra Kota.

1.3.2 Ruang Lingkup Wilayah Studi Perencanaan


a. Ruang lingkup secara makro
Kotabaru adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Gondokusuman
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kode pos Yogyakarta
55224.

 Utara : Kelurahan Terban, Gondokusuman, Yogyakarta


 Timur : Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta
 Selatan: Kelurahan Bausasran, Danurejan, Yogyakarta dan Tegalpanggung,
Danurejan, Yogyakarta
 Barat : Kelurahan Gowongan, Jetis, Yogyakarta

9
Kotabaru sangat mudah dijangkau, baik menggunakan kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum. Dari Tugu Yogyakarta – ke arah selatan – Jalan Pangeran
Mangkubumi – jalan menurun ambil jalur kiri ke arah Kotabaru. Sedangkan bila
mengambil jalur kekanan menuju Malioboro.

Gambar 8 Peta Gondokusuman.

10
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Laporan Survey Studio Perencanaan 2 ini disajikan dalam 6(enam) bab, berikut adalah
sistematika penulisannya :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mencangkup latar belakang awal berdirinya Kotabaru serta permasalahan saat
ini di Kotabaru. Kegiatan ini dalam kerangka perencanaan, menentukan tujuan dan
sasaran, menentukan ruang lingkup yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang
lingkup wilayah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN
Pada bab ini akan mereview kebijakan terkait dengan Cagar Budaya, Kawasan Cagar
Budaya, dan Bangunan Cagar Budaya.
BAB III METODE PENGUMPULAN DATA
Penulisan pada bab ini memberikan petunjuk alat dan bahan yang digunakan ketika
melakukan survey, metode pengumpulan data dengan menjelaskan terkait metode
pengumpulan data yang digunakan, organisasi kerja kelompok dengan menjelaskan
pembagian tugas dalam kelompok, serta metode analisis data.
BAB IV GAMBARAN UMUM KCB KOTABARU
Pada bab ini menjelaskan tentang Sejarah kawasan Kotabaru, Potret
Perkembangan Kawasan Kota Baru di masa kini, Penjelasan hasil survey
Primer, serta Foto Mapping yang berkaitan dengan perkembangan
kawasan masa kini.
BAB V ANALISIS KESESUAIAN KONDISI EKSISTING DAN RENCANA KCB
KOTABARU
Pada bab ini menjelaskan tentang analisis tutupan lahan, kesesuaian kawasan amatan,
dan citra kota kawasan amatan secara umum.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan serta rekomendasi dari hasil analisis atau
kawasan amatan.

11
BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Kawasan Cagar Budaya


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 ini merupakan revisi dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya, Namun pada kenyataannya, meskipun telah diundangkan sejak tahun 1992 dan
direvisi tahun 2010, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dan paham
tentang regulasi yang mengatur perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar
budaya. Sebagai akibatnya, banyak cagar budaya yang rusak dan tidak tertangani
sebagaimana mestinya.
2. Dalam UU No 11 Tahun 2010, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaanberupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1) Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2) Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3) Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
4) Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
(PASAL 5)
2.2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta

1. Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah diakui sebelumnya oleh Negara


melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 . Nomor 19 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun demikian
keberadaan Undang-Undang terdahulu belum mengatur secara lengkap mengenai
keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Status istimewa DIY bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia.
Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII

12
untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi
simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah
Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan
masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam
ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagaimana bunyi Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012, bahwa
Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagai daerah otonom mencakup
kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini meliputi: tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan
wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang.

1. DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus mengalami perubahan sosial
yang sangat dinamis. Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang
ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap mengikuti pola hubungan patron-
klien pada masa lalu dan di sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang
kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, tidak
menghilangkan posisi Kasultanan dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi
mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap diposisikan sebagai simbol
pengayom kehidupan masyarakat dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan sejak berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan
keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa.
Bahkan, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi pengakuan
atas status keistimewaan suatu daerah belum diikuti pengaturan yang komprehensif dan
jelas mengenai keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua
daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal di atas telah
memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur
dan Wakil Gubernur.

13
Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang
baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-
bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan
Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan
warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan asas pengakuan atas hak asal-
usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan,
kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal.
Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi
Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.

2.3. Peraturan Pemerintah Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik


Indonesia Nomor 01/Prt/M/2015 Tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya
Yang Dilestarikan

1. Merupakan dasar pemikiran dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar
Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di
darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
2. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi penyelenggara bangunan gedung
cagar budaya yang dilestarikan dalam rangka pelestarian bangunan cagar budaya.
Peraturan Menteri ini bertujuan agar bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan
memenuhi persyaratan bangunan gedung, persyaratan pelestarian, dan tertib
penyelenggaraan.

2.4. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014


1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogjakarta bahwa perlu lekas dibentuk Daerah Istimewa Jogjakarta, yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganja sendiri, sebagai termaksud dalam Undang-
undang No. 22 tahun 1948 tentang pemerintahan daerah;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Kelahiran undang-undang ini dilatarbelakangi dengan adanya perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan otonomi daerah. Menurut Undang-undang Nomor 32

14
Tahun 2004 ini, dalam penyelenggaraan otonomi menggunakan format otonomi seluas-
luasnya. Artinya, azas ini diberlakukan oleh pemerintah seperti pada era sebelum UU
Nomor 5 Tahun 1974. Alasan pertimbangan ini didasarkan suatu asumsi bahwa hal-hal
mengenai urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh daerah itu sendiri, sangat
tepat diberikan kebijakan otonomi sehingga setiap daerah mampu dan mandiri untuk
memberikan pelayanan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Kontrol
pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang menunjukkan
formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan preventif, represif, dan
pengawasan umum. Proses pemelihan kepala/wakil kepala daerah menurut UU Nomor
32 Tahun 2004 tidak lagi menjadi wewenang DPRD, melainkan dilaksanakan dengan
pemilihan langsung yang diselenggarakan oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum
daerah (KPUD).
2. Dalam UU No 11 Tahun 2010, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaanberupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta
Bahwa Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagai daerah otonom mencakup
kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini meliputi: tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan
wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang
4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950
Menimbang : Bahwa perlu lekas dibentuk Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berhak
mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri sebagai termaksud dalam Undang –
undang No 22/1948 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

15
Pemerintah meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan
fiskal nasional, serta agama.
6. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang
Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembentukan dan
Organisasi Lembaga Teknis Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta perlu disesuaikan dengan tetap memperhatikan prinsip prinsip
pembentukan perangkat daerah antara lain urusan yang dimiliki, karakteristik, potensi,
kebutuhan, kemampuan serta visi dan misi daerah;
7. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang
Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya
a. Bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki entitas atau tata pemerintahan
berbasis kultural, sekaligus identitas lokal berupa nilai religi, nilai spiritual, nilai
filosofis, nilai estetika, nilai perjuangan, nilai kesejarahan, dan nilai budaya yang
menggambarkan segi keistimewaan Yogyakarta sehingga harus dijaga
kelestariannya;
b. Bahwa keberadaan Warisan Budaya dan Cagar Budaya di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta, merupakan kekayaan kultural yang mengandung nilai-nilai kearifan
budaya lokal yang penting sebagai dasar pembangunan kepribadian, pembentukan
jati diri, serta benteng ketahanan sosial budaya masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta, sehingga upaya untuk menjaga kelestariannya menjadi tanggung jawab
bersama semua pihak;
 Apa yang dijadikan pertimbangan dalam penyusunan
bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 56 ayat (4), Pasal 59 ayat (2) dan
Pasal 60 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6
Tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya, maka perlu
menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengelolaan Cagar Budaya.
 Intisari apa yang di atur
a. Cagar Budaya adalah Warisan Budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,
dan KCB di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan yang dilestarikan melalui proses penetapan.

16
b. Kawasan Cagar Budaya yang selanjutnya disingkat KCB adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
c. Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya yang selanjutnya disebut
Dewan Warisan Budaya adalah lembaga non struktural yang diangkat oleh
Gubernur dengan tugas memberikan pertimbangan kepada Gubernur dalam hal
kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya dan Cagar Budaya.
2.5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 TAHUN 2012
1. Yang menjadi dasar pemikiran dari Perda DIY No. 6 Tahun 2012 yaitu Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, ketentuan dalam Peraturan
Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Dan Benda
Cagar Budaya tidak sesuai lagi baik dengan Undang-Undang maupun tuntutan
kebutuhan Pelestarian sehingga perlu diganti;
2. Warisan Budaya adalah benda warisan budaya, bangunan warisan budaya, struktur
warisan budaya, situs warisan budaya, kawasan warisan budaya di darat dan atau di air
yang perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan telah tercatat di Daftar
Warisan Budaya Daerah.

17
BAB 3
METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Alat dan Bahan


Adapun alat-alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Studio Perencanaan 2 kali ini
adalah:
No Alat-alat No Bahan
1. Jalan-jalan kecil :
a. Alat tulis a. Peta Citra Kawasan B2
b. Handphone (Print Out)
c. Laptop
d. Arcgis 10.3 (Software)
2. Jalan-jalan Besar :
a. Alat Tulis a. Peta B2 (Print Out peta
b. Handphone citra yang sudah
c. Laptop didigitasi dengan
d. Arcgis 10.3 (Software) software peta)

3. Maket :
a. Papan triplek a. Lem UHU
b. Kertas samson
c. Sponati
d. Kertas Manila
e. Gunting
f. cutter
4. Laporan :
a. Laptop a. Peta Citra
b. Arcgis 10.3 (Software)
Tabel 3 Alat dan Bahan.

3.2. Metode Pengumpulan Data


Survey lapangan atau penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer didapat melalui observasi lapangan. Data sekunder didapat melalui studi pustaka.
Metode observasi dilakukan untuk mengamati bentuk lahan terbangun dan tidak terbangun,
kepadatan dan ketinggian bangunan, fungsi persil lahan, elemen pembentukan identitas kawasan

18
di Kawasan Kotabaru serta melihat keadaan infrastruktur bangunan, ruang terbuka hijau, dan
jalur pedestrian dengan menggunakan peta digitasi kawasan dan peta citra satelit Kotabaru,
Yogyakarta. Studi pustaka dilakukan dengan membaca jurnal tentang Kawasan Kotabaru,
laporan penelitian, laman web, dan peraturan atau kebijakan yang terkait dengan Kawasan
Kotabaru.

No Metode Pengumpulan Data dan


Data Tahun
. Instansi yang Dituju
1. Peta blok bangunan Terbaru Sumber peta awal didapat dari
kawasan budaya kotabaru  Citra Satelit Google Earth
(shapefile/shp)
2. Sejarah Kawasan Kotabaru 1920-
Jurnal Kawasan Kotabaru
sekarang
3. Peraturan Zonasi Kawasan 2018- Permen 16 2018 RDTR dan Peraturan
Budaya Kotabaru Sekarang Zonasi
4. Tinjauan Kebijakan terkait 2010-2015 Sumber awal didapat dari
KCB Kotabaru  UU No 11 Tahun 2010
 UU No 13 Tahun 2012
 Permen PU PRI No 1 Tahun 2015
 Pergub DIY Tahun 2014
 Perda DIY No 6 Tahun 2012
5. Daftar Bangunan Cagar Terbaru Survey Jalan-jalan kecil
Budaya yang ada di
Kawasan Cagar Budaya
Kotabaru
6. Perkembangan Kawasan Terbaru Survey Jalan-jalan kecil
Cagar Budaya Kotabaru
7. Dokumen Perkembangan 1920-2013,  Survey Jalan-jalan Kecil
Kotabaru Terbaru  Jurnal Kawasan Cagar Budaya
 Foto Kotabaru
 Peta  Jurnal Losari Vol 2.7
Yunitakesuma Unila 2
 http://jejakkolonial.blogspot.com/
2016/03/yang-tidak-baru-di-
kotabaru.html
8. Profil Kawasan Cagar Website https://www.njogja.co.id/kota-

19
No Metode Pengumpulan Data dan
Data Tahun
. Instansi yang Dituju
Budaya Kotabaru yogyakarta/kotabaru-yogyakarta/
(kependudukan, luas
wilayah, batas administrasi
9. Ketentuan dan Kesesuaian 2015 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
Fungsi Kawasan Cagar Tentang Rencana Detail Tata
Budaya dan Bangunan Ruang Dan Peraturan Zonasi Kota
Cagar Budaya (kesesuaian Yogyakarta Tahun 2015-2035
antara regulasi/kebijakan
dan kondisi eksisting)

10. Letak dan Alamat 2015 Jurnal Harmonisasi Ketentuan


bangunan cagar budaya Peruntukan Bangunan Cagar
Budaya Dalam Perspektif
Regulasi Di Kawasan Budaya
Kotabaru, Kota Yogyakarta-Diy

11. Jumlah bangunan cagar 2015 dan  Jurnal Harmonisasi Ketentuan


budaya dan jenis terbaru Peruntukan Bangunan Cagar
peruntukan fungsi Budaya Dalam Perspektif
bangunan Regulasi Di Kawasan Budaya
Kotabaru, Kota Yogyakarta-Diy
 Survey Jalan-jalan Kecil
12. Daftar Kepemilikan 2015 Jurnal Harmonisasi Ketentuan Peruntukan
Bangunan Cagar Budaya Bangunan Cagar Budaya Dalam
pada Kawasan Cagar Perspektif Regulasi Di Kawasan Budaya
Budaya Kotabaru Kotabaru,
Kota Yogyakarta-Diy

Tabel 4 Metode Pengumpulan Data.

3.3. Organisasi Kerja Kelompok


No Nama Keterangan
1. Prabowo Dzikri  Mengamati Pusat Kegiatan

20
 Maket Kawasan
 Desain Cover Laporan
2. Aliffanka Jhordy Ramadhoni  Dokumentasi
 Mengamati Jaringan Jalan di
Kawasan amatan
 Maket Kawasan amatan
3. Muhammad Farhan Falah  Mengamati Fungsi
Persilahan
 Mengamati Lahan
Terbangun dan Tidak
Terbangun
 Digitasi Peta
4. Dwynne Talitha Wibowo  Digitasi peta
 Laporan
 Mengamati Lantai Bangunan
(Survey)
5. Muhammad Fahmi Faiz  Mengamati Identitas
Bangunan Cagar Budaya
(Survey)
 Maket kawasan amatan
 Membeli Perlengkapan
Maket

Tabel 5 Organisasi Kerja Kelompok.

3.4. Metode Analisis Data


Data yang didapat akan dianalisis dengan cara diatur, diurutkan, dikelompokkan, diberi
kode, dikategorikan, diartikan dan diinterprestasikan atau ditafsirkan akan dianalisis
secara bertahap,
1. Tahap pertama
Menganalisis daya tarik Kawasan Cagar Budaya Kotabaru untuk kepentingan
pariwisata dengan menggunakan komponen destinasi. Menurut Mill dan
Morrison (2009: 18) komponen destinasi terdiri atas atraksi, fasilitas,
infrastruktur, transportasi, dan hospitalitas.

21
2. Tahap kedua
Menganalisis keadaan fisik Kawasan Kotabaru untuk dikembangkan sebagai
Faktor Pembentuk Identitas Kawasan Komersial Perkotaan di Kota Magelang
menggunakan metode pendekatan penelitian deduktif, kuantitatif, rasionalistik.
Penggunaan metode penelitian ini berfungsi untuk membuat sebuah kerangka
tentang gambaran dan analisis dari sebuah penelitian, namun tidak digunakan
untuk membuat tinjauan hasil yang lebih. Teori utama yang digunakan dalam
penulisan laporan ini adalah teori Identitas Kota (Place Identity) continuity,
familiarity, attachment, commitment dan external evaluation (Lalli, 1992),
Morfologi Kota berupa Figure Ground, Linkage dan Place (Roger Trancik,
1968) yang merupakan pembentuk karakter dari suatu tempat, serta Elemen
Citra Kota (Kevin Lynch, 1960) terdiri dari Landmarks, Districts, Edges, Nodes
dan Paths.

22
BAB 4
GAMBARAN UMUM KAWACAN CAGAR BUDAYA (KCB) KOTABARU

4.1. Sejarah Kawasan Kotabaru

Kotabaru (dahulu disebut dengan Nieuwe Wijk) sebagai daerah pemukiman Indische
bagi orang Belanda yang berada di indonesia karena perubahan sosial yang terjadi di
wilayah Kotabaru Yogyakarta pada waktu itu. Sekitar tahun 1920-an perkembangan
bidang industri gula dan meningkatnya ketertarikan terhadap pendidikan dan kesehatan
membuat jumlah orang Belanda yang menetap di Yogyakarta semakin bertambah dan
meningkat sehingga menuntut percepatan pembangunan hunian baru. Kotabaru
merupakan wilayah pemukiman alternatif setelah kawasan Kecil dengan fasilitas yang
terbilang lengkap dengan tata kota yang ditata sesuai dengan konsep radial seperti yang
diterapkan di kota Belanda pada umumnya. Sangat berbeda dengan wilayah dan tempat
lain di kota Yogyakarta yang menyesuaikan sistem pola arah angin.

Gambar 9 Kawasan Kotabaru tahun 1920

23
Gambar 10 Kawasan Kotabaru terhadap Kotamadya Yogyakarta (Sumber: Kristiawan, 2013)

Kotabaru dikenal sebagai kawasan taman kota karena memiliki karakteristik yang khas seperti
pohon rindang, buah-buahan dan pohon dengan bau bunga yang harum. Pepohonan tersebut
ditanam di halaman rumah, sekolah, Gereja, rumah sakit maupun di sepanjang jalan serta
boulevard.

Gambar 11 Analisis Pola Ruang berbentuk Radial di Kawasan Kotabaru (sumber: analisis, 2012)

Kotabaru berlokasi di sebelah timur Sungai Code. Saat itu Residen Canne (Cornelis Canne)
memerlukan perluasan lahan, oleh karena itu Residen Canne mengajukan permohonan kepada
Sri Sultan Hamengkubowowno VII agar diberi tempat khusus bagi orang Eropa yang tinggal
daerah tersebut. Dan Sri Sultan Hamengkubowono VII pun mengabulkan permohonan tersebut.
Rancangan perluasan lahan tersebut diatur dalam Rijksbland van Sultanaat Djogjakarta No 12

24
tahun 1917. Beberapa ahli sejarah maupun arkeologi menyatakan bahwa dokumen tersebut
adalah penanda awal pembangunan Kota Baru. Proyek kawasan Kotabaru mulai dikerjakan
pada tahun 1917-1920. Secara fisik bangunan tersebut terlihat berbeda dengan rumah
masyarakat tradisonal pada umumnya. Bangunan tersebut memiliki ciri khas yaitu bangunan
yang tinggi dan besar serta halaman yang luas, jendela dan pintunya lebar dan besar serta
terbuat dari krepyak (kayu jati yang diukir dengan seni ukiran jepara), langit-langitnya tinggi,
terdapat beberapa hiasan kaca timah dan terasnya terbuka.

Gambar 12 Bangunan Peninggalan Zaman Kolonial Belanda di Kawasan Kotabaru.

4.2. Potret Perkembangan Kawasan Kota Baru di masa kini

Kawasan Kota Baru yang dibangun menggunakan konsep Garden City saat ini
kondisinya sudah mengalami banyak perubahan sehingga citra dari kawasan Kota Baru
sulit untuk dikenali sesuai dengan konsep Garden City. Perubahan yang dialami
kawasan Kota Baru adalah tata guna lahan berubah, perubahan visual bangunan, ruang-
ruang terbuka mengalami perubahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui citra
kawasan Kota Baru sesuai dengan konsep Garden City pada masa awal didirikan, masa
sekarang, perubahan citra kawasan, dan upaya untuk menguatkan citra kawasan.
Metode penelitian menggunakan metode kualitatif yang kemudian dianalisis secara
deskriptif. Penelitian dilakukan pada seluruh kawasan Kota Baru berdasarkan teori
Garden City oleh Ebenezer Howard dan Thomas Karsten, digunakan teori citra Kota
Kevin Lynch dengan aspek Identitas, Struktur, dan Makna. Hasil penelitian yang
didapatkan adalah citra kawasan pada awal didirikan sangat kuat terlihat dari semua
aspek citra kawaan. Tetapi citra kawasan pada masa sekrang tidak semua aspek terlihat

25
kuat, aspek paling kuat terlihat pada elemen path, dan rasa akan keterlingkupan. Jika
diamati dari aspek
a. Orientasi
 Pandangan Yang Ada
Seseorang dapat merasakan berada dikawasan Kota Baru bila existing view
yang didapatkan adalah deretan bangunan dengan fungsi rumah tinggal
memiliki arsitektur kolonial, rumah tinggal dengan ketinggian satu lantai
dengan pagar yang pendek, memiliki garis sempadan bangunan yang lebar dan
jarak antar bangunan yang membentuk ruang terbuka berfungsi sebagai taman
dengan vegetasi pepohonan.

Gambar 13 Bangunan peninggalan zaman kolonial.

 Pandangan Yang Timbul


Pandangan yang timbul bila seseorang melakukan pergerakan di jalan utama
kawasan Kota Baru adalah ruang terbuka publik yang berada pada pusat
kawasan sebagai arah tujuan saat memasuki kawasan Kota Baru. Pandangan
yang timbul bila seseorang melakukan pergerakan di jalan lokal dan
lingkungan kawasan Kota Baru adalah Jalan Utama sebagai arah tujuan saat
meninggalkan suatu area yang berada di dalam kawasan Kota Baru.

26
Gambar 14 Jalan Suroto, Kotabaru.

b. Posisi
Rasa terlingkupi karena berada di sekitar deretan pepohonan dirasakan saat kita
memasuki kawasan dan berada di jalan-jalan kawasan Kota Baru. Bila berada di
pusat kawasan rasa terlingkupi berkurang karena bentuknya yang berupa ruang
terbuka yaitu lapangan dengan skala luasan yang besar dibatasi oleh deretan
pepohonan dan bangunan yang ada di sekeliling area ruang terbuka terpisahkan oleh
jalan yang mengelilingi ruang terbuka.

Gambar 15 Jalan Suroto, Kotabaru.

Jaringan jalan dan pola tata ruang kawasan membentuk pola kawasan radial
kosentris sehingga mempunyai pusat kawasan berupa lapangan. Jaringan jalan yang
berada di pusat kawasan tersebut menghubungkan bagian-bagian kawasan yang ada
di dalamnya dan menghubungkan dengan kawasan lainnya atau antar kawasan.
Jalan mempunyai ukuran yang lebar, terdapat pembatas ditengah jalan yang berupa
sebuah taman dengan deretan pepohonan, trotoar di sebelah kanan dan kiri jalan

27
ada yang memiliki deretan pepohonan, dan saluran air di kanan kiri
jalan. Terdapat juga jalan yang hanya memiliki trotoar dan saluran air.
Pada jalan tersebut yang terletak di sepanjang Jalan Faridan, lebar
pedestrian yang terdapat di jalan tersebut sangat kecil dan terbilang
tidak aman saat kita menggunakan pedestrian tersebut. Dengan lebar
yang tidak memadai, maka mau tidak mau para pejalan
kaki terpaksa menggunakan bahu jalan bahkan jalur
sepeda untuk berjalan kaki, dengan begitu maka akan
membahayakan keselamatan para pejalan kaki di jalan Gambar 16 Jalan Supadi,
Kotabaru.
tersebut.

Gambar 17 Jalan Faridan,


Kotabaru.

28
BAB 5
ANALISIS KESUAIAN KONDISI EKSISTING DAN RENCANA
KAWACAN CAGAR BUDAYA (KCB) KOTABARU

5.1 Analisis Penutup Lahan Kawasan Kotabaru


Pembangunan yang pesat di DI Yogyakarta mengakibatkan terjadinya perubahan
penggunaan lahan dan penutup lahan di kota ini. Perubahan tersebut salah satunya
ditandai dengan adanya alih fungsi vegetasi menjadi area terbangun. Perubahan penutup
lahan yang terjadi di Yogyakarta terutama di kawasan Kotabaru perlu diekstraksi dan
dianalisis untuk mengetahui arah pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Hal
tersebut berguna untuk mengawasi apakah pembangunan yang diselenggarakan telah
sesuai dengan perencanaan tata ruang yang disusun oleh Pemerintah setempat.

a. Analisis Peta Figure Ground Kawasan Kotabaru


Dari peta figure ground, dapat diketahui bahwa kawasan ini didominasi oleh lahan
terbangun. Ciri khas lahan terbangun dan tidak terbangun di kawasan ini adalah
terdapat di setiap blok kawasan, lahan terbangun pada bagian blok kawasan
pendidikan dan juga di bagian barat bagian blok utara yaitu kawasan komersil tidak
terlalu padat karena didominasi dengan lahan tidak terbangun. Peta Figure Ground
juga memberikan informasi mengenai hubungan antara elemen solid dan void
kawasan. Kawasan yang lebih padat, adalah kawasan yang didominasi oleh elemen
solid, sedangkan kawasan yang kurang padat adalah kawasan yang didominasi oleh
elemen void.
Berdasarkan amatan jalan-jalan kecil, banyak masih ada beberapa lahan tidak
terbangun yang ditemukan di kawasan amatan, seperti lahan komersil yang terletak di
sebelah utara bangunan SMA Stella Duce 1.

29
Gambar 18 Peta Figure Ground Kawasan Amatan.

Pada saat proses pengamatan dengan menggunakan peta citra satelit, ditemukan
beberapa lahan yang dimana pada peta citra satelit lahan tersebut bukanlah lahan
terbangun.

Gambar 19 Peta Citra Kawasan Amatan.

b. Analisis KDB/KLB Kawasan Amatan

Berdasarkan amatan yang telah dilakukan, adapun hasil dari perhitungan Koefisien Dasar
Bangunan dan lantai Bangunan sebagai berikut :
 Koefisien Dasar Bangunan
Angka presentase tersebut didapat dari hasil rumus perhitungan

30
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛
𝐾𝐷𝐵 = × 100%
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
Yang dilakukan di software Arcgis, dengan memindahkan data dalam attribute table
ke excel lalu menggunakan menu pivot table pada menu tab insert di software excel.
Hasil dalam perhitungan KDB berupa persen karena nantinya hasil tersebut
digunakan sebagai batas bangunan yang akan dibangun, dan saat membangun suatu
bangunan, pemilik bangunan diwajibkan menyisakan lahannya untuk area resapan
air. Dasar perhitungan KDB ini memang hanya memperhitungkan luas bangunan
yang tertutup atap. Jalan setapak dan halaman dengan pengerasan yang tidak beratap
tidak termasuk dalam aturan ini. Walaupun demikian, sebaiknya lahan tersebut
ditutup dengan bahan yang dapat meresap air, seperti paving blok.
Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh angka presentase maksimal dari koefisien
dasar bangunan pada lokasi amatan ialah mencapai angka 60%, sehingga masuk ke
dalam kategori KDB sedang. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor
2 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta Pasal 101 ayat
2, bahwa “Rencana KDB untuk Wilayah Perencanaan berkisar 10%–90%”. Dari
pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa KDB dari data eksisting sudah memenuhi
syarat.

Gambar 20 Peta KDB Kawasan Amatan.

 Koefisien Lantai Bangunan

Angka tersebut didapat dari hasil rumus perhitungan

31
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛)
𝐾𝐿𝐵 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎ℎ𝑎𝑛
yang dilakukan di software Arcgis. Menghitung hasil perkalian lantai bangunan
dengan luas banguan, lalu memindahkan data tersebut dalam attribute table ke excel
lalu menggunakan menu pivot table pada menu tab insert di software excel. Untuk
angka jumlah lantai bangunan diperoleh saat melakukan survey amatan. KLB
biasanya dinyatakan dalam angka seperti 1,5; 2 dan sebagainya. Tiap-tiap daerah
angka KLB berbeda-beda. Lokasi suatu daerah semakin padat, maka angka KLB
akan semakin tinggi pula. Jika dimisalkan KLB yang dihasilkan ialah 2, maka total
luas bangunan yang boleh didirikan bangunan maksimal ialah 2 kali luas lahan yang
ada.
Dari hasil perhitungan diperoleh maksimal dari koefisien lantai bangunan pada lokasi
amatan ialah mencapai angka 2,02 maka total luas bangunan yang boleh didirikan
bangunan maksimal ialah 2 kali luas lahan yang ada.

Gambar 21 Peta KLB Kawasan Amatan.

5.2 Analisis Kesesuaian Kawasan Kota Baru


Kesesuaian lahan dalam kamus penataan ruang (2009) merupakan sebagai hal sesuai dan
tidak sesuainya tanah untuk pemanfaatan tertentu. Pengertian kesesuaian lahan yang lain
adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Kesesuaian lahan dapat dinyatakan dengan kelas dan sub kelas, yang diperoleh dengan
membandingkan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan tertentu. Dalam
menilai lahan untuk tujuan pengunaan tertentu digunakan sebagai satuan lahan sebagai
satuan peta atau satuan elevasi. Unsur pembentuk satuan lahan adalah bentuk lahan,
kemiringan lahan, tanah dan penggunaan lahan.

32
Berdasarkan amatan yang telah dilakukan, ada banyak perbedaan antara penggunaan
lahan saat ini dengan rencana yang sudah ditentukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada peta eksisting yang dibuat berdasarkan hasil amatan saat ini dengan peta rencana
detail tata ruang yang dibuat oleh pemerintah. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada peta
eksisting dan rencana berikut :

Gambar 22 Peta Guna Lahan Eksisting Kotabaru.

Rencana

Gambar 23 Peta RDTR Tahun 2015-2035.

33
Setelah diamati,perbedaan tersebut terdapat pada blok kawasan yang berada di sebelah
utara blok kawasan pendidikan. Berdasarkan amatan, dapat disimpulkan bahwa guna
lahan atau fungsi kawasan saat ini belum sesuai dengan yang di rencanakan oleh
pemerintah daerah kota Yogyakarta.

5.3 Analisis Citra Kota Kawasan Kotabaru secara umum


Citra kota merupakan gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata
pandangan masyarakatnya. Pemahaman seseorang tentang suatu kota akan lebih
mendalam daripada sekedar kesan visual. Identitas merupakan objek-objek atau elemen
yang berada pada suatu kota yang dapat membedakan dengan kota lainnya. Struktur yaitu
pola hubungan yang saling berkaitan dengan elemen-elemen pembentuk citra kota yang
dapat dipahami oleh pengamat. Makna merupakan pemahaman dalam kedua komponen
(identitas dan struktur) berdasarkan dengan budaya, politik, kultur, sejarah, symbol,
maupun keunikan. Berdasarkan amatan yang telah dilakukan dengan menggunakan
metode pendekatan kualitatif dengan data-data deskriptif mengenai perubahan citra
kawasan Kota Baru Yogyakarta.
Adapun perubahan Citra Kawasan Kota Baru Yogyakarta dari Masa Awal dan Masa
Sekarang :
1. Citra Kawasan Kota Baru Yogyakarta pada Masa Lalu
a. Path (Jalur Jalan)
Dibedakan menjadi Jalan Utama serta Jalan Lokal dan Lingkungan. berupa
taman deretan pohon, trotoar di kanan-kiri jalan, visual jalan didukung
deretan bangunan tipe besar dengan halaman luas & gaya arsitektur kolonial.
Sedangkan Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan memiliki lebar 4-8 m, trotoar
di kanan-kiri jalan, visual jalan didukung deretan bangunan tipe kecil-sedang
dengan halaman tidak terlalu luas & gaya arsitektur kolonial.

b. Nodes (simpul)
Jaringan jalan & pola tata ruang kawasan membentuk pola radial konsentris,
dengan pusat kawasan berupa ruang terbuka publik yaitu lapangan luas yang
hanya dibatasi pagar tembok pendek.

c. District (Fungsi Kawasan)


Berfungsi sebagai kawasan permukiman bagi warga Eropa dengan fasilitas
pendukung berupa bangunan pendidikan, kesehatan, tempat ibadah dan ruang
publik. Bentuk, fungsi dan wujud dari kawasan Kota Baru terlihat homogen
dan berbeda dengan kondisi permukiman di sekitarnya. Perbedaan kawasan

34
tersebut terlihat bila keluar dari batas kawasan yang dibatasi oleh jalan, jalur
kereta api dan sungai.

d. Landmark (tetenger)
Kawasan Kota Baru memiliki sebuah pola kawasan berbentuk radial
konsentris dengan pusat kawasan berupa lapangan tanpa pembatas sebagai
landmark. Sebuah Gereja di Kota Baru juga menjadi landmark pada saat
masa awal berdiri, karena posisi Gereja berada pada sudut persimpangan jala
dengan menara tinggi dan tidak terdapat bangunan di kanan-kirinya.

e. Edges (Batas Kawasan)


Batas barat - Sungai Code; Batas Selatan - jalan utama & rel kereta api
(Stasiun Lempuyangan), Batas Utara - Jl. Gondolajoe, Batas Timur - Jl.
Klitren Lor. Batas Kawasan terlihat jelas dengan adanya deretan bangunan
kolonial, bentuk taman dengan pepohonan teratur dan konfigurasi massa
bangunan yang berbeda dengan kawasan di sekitarnya.

2. Citra Kawasan Kota Baru Yogyakarta pada Masa Sekarang


a. Path (Jalur Jalan)
Path atau jalan pada Kawasan Kota Baru pada masa awal berdirinya dan pada
masa sekarang masih memiliki ukuran jalan dengan lebar yang sama dengan
pepohonan di sekelilingnya. Pola jalannya masih berupa radial konsentris,
namun visual jalannya telah berubah, karena pada masa sekarang gaya
bangunannya banyak yang berubah danjumlah vegetasi / ruang terbuka
hijaunya juga berkurang. Tetapi Jalan utama, lokal dan lingkungan kawasan
Kota Baru masih dapat dikenali melalui arah tujuan yang jelas, bentuk dan
visual jalan yang dimiliki.

b. Nodes (simpul)
Dilihat dari fungsinya, pusat kawasan ini masih dapat dikenali sebagai simpul
yang memungkinkan berbagai aktivitas bertemu. Namun biila dilihat dari
kondisi fisiknya, saat ini Stadion Kridosono tidak dapat dikenali sebagai
simpul.

35
c. District (Fungsi Kawasan)
Dengan adanya banyak perubahan fungsi bangunan dari masa awal berdiri
hingga sekarang ini, tampilan Kawasan Kota baru sudah tidak sesuai dengan
konsep Garden City yang berfungsi sebagai kawasan permukiman.

d. Landmark
Kawasan Kota Baru di masa awal berdirinya, memiliki beberapa tetenger
diantaranya ruang terbuka publik yang merupakan pusat kawasan dan tempat
ibadah berupa Gereja yang terlihat menonjol karena tidak terdapat bangunan
lain di sekelilingnya. Namun sekarang ini landmark tersebut sudahtidak tampak
menonjol, sehingga membuat orang menjadi sulit mengenali Kawasan Kota
Baru.

e. Edges (Batas Kawasan)


Kontinuitas dari batas Kawasan Kota Baru masih terlhat dari bentuk jalannya
dari masa awal berdiri hingga sekarang. Namun apabila dilihat dari visual
bangunannya, kontinuitas tersebut sudah tidak tampak, sehingga sulit dikenali.

36
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan
Dari Laporan Studio Perencanaan 2 ini dapat disimpulkan bahwa banyak ditemukannya
peninggalan zaman kolonial yang terdapat di kotabaru. Dengan adanya peninggalan tersebut,
pemeritah membuat kebijakan serta peraturan dalam perawatan peninggalan dari kolonial
tersebut. Adanya peraturan tersebut dibuat dengan alasan agar kawasan kotabaru dapat dijaga
serta dilestarikan, Karena mau bagaimanapun kawasan tersebut memiliki nilai sejarah yang
kental. Selain itu, dari fungsi kawasan yang ada saat ini ditemukan banyak perbedaan dan juga
ketidaksesuaian yang terdapat di kawasan amatan.

6.2 Rekomendasi
Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk,
khususnya penduduk daerah kawasan kotabaru dan juga sekitarnya. Dalam melakukan
pembangunan kami merekomendasikan untuk menyesuaikan serta mematuhi peraturan yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah, serta pemerintah kota untuk memperbaiki serta menambah
sarana dan prasarana di kawasan tersebut. Karena kawasan kotabaru merupakan kawasan yang
padat dan juga ramai aktivitas masyarakat, terutama yang bekerja kantoran dan juga para
pelajar. Dengan sarana dan prasarana yang memadai, maka citra kotabaru nantinya akan
terangkat dan semakin dikenal oleh masyarakat luas karena memiliki unsur kolonialisme yang
kental serta kawasan yang tertib, aman, dan nyaman.

37
DAFTAR PUSTAKA

Undang-UndangRepublik Indonesia No. 11 Tahun 2010 TentangCagarBudaya.


Sekretariat Negara. Jakarta
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 6 Tahun 2011
TentangPelestarianWarisanBudayadanCagarBudaya. Daerah Istimewa
Yogyakarta
PeraturanGubernur DIY No. 55 Tahun 2014 TentangPengelolaanCagarBudaya.
Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Daerah Tentang RDTRK Kota Yogyakarta 2015-2035. Daerah Istimewa
Yogyakarta
Peraturan Daerah Tentang RDTRK Kota Yogyakarta 2015-2035. Lampiran XV A
Matrix ITBX danIntensitas. Daerah Istimewa Yogyakarta
Peraturan Daerah Tentang RDTRK Kota Yogyakarta 2015-2035. Lampiran XV B
KetentuanZonasi. Daerah Istimewa Yogyakarta
Dinas Tata Ruang Tata BangunanPemerintah Kota Medan. 2017.
PengertiandanRuangLingkupPerencanaan. http://trtb.pemkomedan.go.id
(Diaksespada 11 April 2018)
Njogja. Kotabaru Yogyakarta KawasanBangunanBelanda. https://www.njogja.co.id
(DiaksesPada 16 April 2018)

38

Anda mungkin juga menyukai