Anda di halaman 1dari 2

Nama : Mustafa Al Azmi

NIM : 16/397546/GE/08425

RESUME
Parent Material and Climate Control Secondary Mineral Distributions in Soils of
Kalimantan, Indonesia

Penelitian yang dilakukan oleh Tetsuhiro Watanabe dan Supiandi Sabiham


mengenai bahan induk dan dan kontrol iklim pada distribusi mineral sekunder di tanah
Kalimantan, bertujuan untuk menyelidiki dan memeriksa pengaruh bahan induk dan iklim
pada ketinggian yang berbeda di distribusinya. Penelitian dilakukan dengan mengambil
sampel di 60 titik pengamatan pada lereng yang landai. Masing-masing bahan induk utama
(beku, sedimen, dan metamorf) terbentuk pada elevasi yang berbeda satu dengan lainnya.

Distribusi mineral sekunder adalah dasar untuk memahami siklus elemen dalam
alam dan ekosistem pertanian karena mineral sekunder mengontrol sifat kima dan fisik dari
tanah (Schulze, 2002). Mineral sekunder yang dimaksud adalah mineral-mineral hasil
pembentukan baru atau hasil pelapukan material primer (mineral tanah dengan ukuran butir
fraksi pasir (2-0,05 mm)) yang terjadi selama proses pembentukan tanah yang komposisi
maupun strukturnya sudah berbeda dengan mineral yang terlapuk. Pada distribusi tanah
umumnya, bahan organik yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sendiri
dipengaruhi oleh mineral sekunder. Informasi tentang distribusi mineral sekunder oleh
karena itu penting untuk memahami dinamika nutrisi dalam ekosistem dan untuk mengelola
lahan pertanian dan kehutanan secara tepat.

Variasi iklim pada ketinggian tertentu mempengaruhi distribusi mineral


sekunder. Suhu yang rendah pada elevasi tinggi menyebabkan tingkat evapotranspirasi
rendah, menyebabkan tingkat pelindian yang tinggi pada tanah (Brady dan Weil, 2002)
sehingga menurunkan tingkat dimana bahan organik mudah terurai. Pada penelitian ini, efek
bahan induk dan variasi iklim dengan elevasinya pada distribusi mineral sekunder di
Kalimantan dijelaskan yang mana dataran berbukit tanpa gunung berapi aktif mempunyai
karakteristik berbeda dari darah tropis lainnya yang landai.

Metode dalam penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan banyak data


yang dikumpulkan. Total ada 60 sampel tanah horizon B dengan berbagai bahan induk dan
terbentuk di berbagai ketinggian yang dikumpulkan dari seluruh Kalimantan. Situs
pengambilan sampel berada pada ketinggian antara 20 dan 1700 mdpl. Suhu rata-rata tahunan
di lokasi adalah 18-27 C, dan jumlah rata-rata tahunan curah hujan di lokasi adalah 1970-
4040 mm. Batuan sedimen (misal batu pasir, serpih) merupakan batuan yang paling banyak
didistribusikan di Kalimantan, bebatuannya berada di 40 dari 60 lokasi. Data iklim (rata-rata
suhu tahunan, rata-rata curah hujan tahunan dan rata-rata suhu bulanan di setiap lokasi
pengambilan sampel) diperoleh dari WorldClim (www.worldclim.org). Evapotranspirasi di
setiap lokasi diperkirakan pada suhu bulanannya menggunakan metode yang telah
dikembangkan sebelumnya.

Terdapat berbagai cara analisis dalam menghasilkan data untuk menyimpulkan


bagaimana pengaruh mineral primer dan kontrol iklim dengan ketinggian tertentu untuk
distribusi mineral sekunder pada berbagai kondisi. Sifat kimia dan mineralogi sampel yang
dianalisis: pH (H2O); pH (KCl); CEC; Ca, Mg, K, dan Na yang dapat ditukar; total
kandungan C, Si, Fe (Fet), Al, Ca, Mg, K, dan Na; tanah liat, debu, dan pasir; sodium dhionite
dan sitrat Fe yang dapat diekstrak. Komposisi mineral fraksi tanah liat masing-masing sampel
ditentukan dengan menggunakan difraktometer sinar-X. Kemudian ada analisis
ternodinamika terhadap stabilitas mineral sekunder yang dilakukan pada 43 dari 60 sampel.
Sampel yang dianalisis dipilih berdasarkan komposisi mineral dari fraksi tanah liatnya, bahan
induk, dan elevasinya. Sampel tanah juga diklasifikasikan berdasarkan bahan induknya dan
tingkat pelapukan yang terjadi dengan melakukan analisis clusteer terhadap kandungan total
Al, Fe, Si, Ca, Mg, K, dan Na pada sampel.

Hasil yang berhasil didapatkan dari serangkaian analisis pada studi penelitian
yang dilakukan adalah bahwa bahan induk dan elevasi mempengaruhi distribusi mineral
sekunder pada tanah dataran tinggi di Kalimantan yang telah diteliti. Faktor utama yang
mengendalikan distribusi mineral sekunder adalah bahan induk (mafik atau felsik/sedimen),
dan faktor sekunder adalah iklimnya pada ketinggian yang berbeda. Bahan induk
mempengaruhi terjadinya mineral tipe 2:1 (yaitu mica dan vermiculite) dan neoformation
dari gibbsite dan kaolinite. Sedangkan efek iklim pada distribusi mineral sekunder hanya
terlihat pada sekelompok tanah silikat, yang sebagian besat merupakan tanah yang paling
umum (Alfisol) di Kalimantan.

Anda mungkin juga menyukai