Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL SKRIPSI PERENCANAAN PERPANJANGAN DAN

PERKERASAN RUNWAY SERTA PERLUASAN APRON PADA BANDAR


UDARA ABDULRACHMAN SALEH

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bandar udara merupakan fasilitas dimana pesawat terbang dapat lepas


landas dan mendarat. Suatu Bandara minimal memiliki sebuah landasan pacu,
sedangkan untuk bandara besar biasanya dilengkapi berbagai fasilitas lain baik
untuk operator layanan penerbangan maupun bagi pengunanya seperti bangunan
terminal dan hanggar. (Horonjeff :1994).

Malang merupakan sebuah Kota di Provinsi Jawa Timur, letak Malang pada
titik koordinat 07.55 LS dan 112.42 BT. Malang merupakan kota terbesar ke 2 di
jawa timur setelah surabaya yang terletak di Indonesia khususnya di provinsi Jawa
Timur yang memiliki luas 145.28 km2 dan berpenduduk sebanyak 866.118 jiwa
(BPS Malang 2018). Bandar udara mempunyai peran penting yaitu
menghubungkan satu daerah dengan daerah yang lainnya sehingga dapat
meningkatkan kegiatan ekonomi. Dalam pengoperasiannya bandar udara
Abdulrachman Saleh di kelola oleh Dinas Perhubungan Unit Pelaksana Teknis
Bandar Udara Abdulrachman Saleh.

Studi kasus ini dilakukan pada Bandar Udara Abdur Rahman Saleh, yang
terletak di Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat
Kota Malang. Dalam mewujudkan bandar udara Abdulrachman Saleh menjadi
bandar udara bertaraf internasional maka perlu peningkatan infrastruktur salah
satunya Runway maupun Apron. Kondisi saat ini runway memiliki panjang 2300
m, dan akan diperpanjang menjadi 2500 m dengan adanya perpanjangan runway
menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan bandar udara bertaraf internasional.
Diharapkan dengan dilakukannya perencanaan perpanjangan dan
perkerasan runway serta perluasan apron di bandar udara abdulrachman saleh ini,
sebagai pengembangan ilmu yang dimiliki untuk mewujudkan sumber daya
manusia yang siap pakai mengatasi situasi dan kondisi penggunaan dan jumlah
masyarakat di indonesia yang semakin meningkat menggunaakan jasa bandara.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan adanya latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka


dapat dirumuskan masalah yang akan ditelit sebagai berikut:

1. Berapakah panjang dan tebal perkerasan runway yang dibutuhkan ?


2. Berapakah dimensi apron yang dibutuhkan ?

1.3 Batasan Masalah

Dengan adanya keterbatasan kemampuan dan waktu penulis dalam mencari


data dan informasi, maka dalam penyusuanan proposal tugas akhir ini akan
membatasi lingkup kerja yang terdiri dari:

1. Bandara yang ditinjau bandara Abdur Rahman Saleh


2. Perencanaan tebal perkerasan menggunakan metode FAA ( federal aviation
administration)
3. Analisa dan pembahasan di fokuskan pada perpanjangan, tebal perkerasan
runway, dan perluasan apron.

1.4 Tujuan Penelitian

Penulis skripsi dengan judul “Perencanaan perpanjangan dan perkerasan


runway serta perluasan apron pada bandar udara Abdulrachman Saleh bertujuan
untuk :

1. Untuk mengetahui berapa panjang dan tebal perkerasan yang di butuhkan


menggunakan metode FAA.
2. Untuk mengetahui dimensi apron.
1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat kepada

1. Untuk bandara Abdur Rahman Saleh

Dapat memberikan masukan kepada pengelola bandara Abdur Rahman Saleh


dalam perencanaan perpanjangan dan perkerasan runway serta perluasan apron
yang akan dilakukan.

2. Untuk jurusan teknik sipil umm

Dapat dijadikan sebagai literatur untuk diadakan penelitian selajutnya dan akan
menambah wawasan pengetahuan untuk para pembacana sebagai bahan referensi
bacaan.

3. Penulis

Tugas akhir inid apat digunakan sebagai saran untuk menabha wawsan, serta
sebagai saran dala menerapkan teori teori yang sudah didapat selama masa
perkuliahan, dapat menjadi bekal ilmu lapangan terbang kedepannya, dan juga serta
sebaai syarta meraih gelar sarjana
BAB 2

TINJUAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum

Bandar Udara Abdul Rachman Saleh adalah bandar udara yang terletak di Pakis,
Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang.
Tepatnya pada kordinat 07.55 LS dan 112.42 BT.

2.2 Landasan pacu (Runway)

Menurut sandhyavitri dan taufik ( 2005 ) pengertian landasan pacu (


Runway) merupakan bagian memanjang jalur perkerasan yang digunakan untuk
lepas landas dan mendarat pesawat terbang

Menurut horonjeff ( 1993) terdapat banyak konfigurasi runway. Kebanyakn


merupakan kombinasi dan konfigurasi dasar. Adapun beberapa konfigurasi dasar
tersebut sebagai berikut:

1. Runway tunggal

Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas


runway tunggal dalam kondisi VFR berkisar antara 50 - 100 operasi per
jam,sedangkan untuk kondisi IFR berkisar antara 50 – 75 operasi per
jam,tergantung pada komposisi campuran pesawat dan alat bantu navigasi.
Konfigurasi runway tunggal diperlihatkan pada gambar

2. Runway Sejajar

Kapasitas runway sejajar tergantung pada jumlah runway dan


jarakdiantaranya. Jarak antar dua runway digolongkan dalam jarak yang
rapat,menengah dan renggang.

3. Runway yang berpotongan

Runway berpotongan ini diperlukan apabila terdapat angin yang relatif kuat
(prevailing wind) bertiup lebih dari satu arah, sehingga mengakibatkan angin sisi
(cross wind) berlebihan apabila hanya dibuat satu runway saja. Kapasitas dua
runway ini sangat tergantung pada letak perpotongannya. Makin jauh letak titik
potong dari ujung lepas landas runway dan ambang pendaratan (threshold),
kapasitasnya semakin rendah.

4. Runway v terbuka

Runway V-terbuka adalah runway yang arahnya memencar (divergen)


tetapi tidak berpotongan. Kapasitas tertinggi akan dicapai apabila operasi
penerbangan dilakukan menjauhi V .Kapasitas runway ini untuk kondisi VFR
berkisar antara 60 – 180 operasi per jam, sedangkan untuk kondisi IFR berkisar
antara 50 – 80 operasi per jam . untuk kondisi VFR berkisar antara 50 – 100 opertasi
per jam, sedangkan untuk kondisi IFR berkisar antara 50 – 60 operasi per jam.

5. Karakteristik pesawat terbang

Sebelum merencanakan sebuah landasan pacu ( rubway) dalam sebuahn


lapanga terbang, dibutuhkan pengetahuan karakteristik pesawat terbang secara
umum untuk merencanakan prasarannya . ada beberapa karakteristik pesawat
terbang yaitu:

a. Berat

Menutur basuki ( 2014) berat pesawat diperlukan untuk merencanakan tebal


perkerasan landasan pacu, apron, dan taxiway. Ada beberapa macam pengertian
berat pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian dalam penerbangan antara
lain:

1. Operating wight empty ( OWE )


2. Pay Load
3. Zero fuel Wight
4. Maximum Ramp Weight
5. Maximum Take Off Weight
6. Maximum structural Landing Weight
7. Tipe tipe roda pendaratan
b. Tipe tipe roda pendaratan

Menurut (Basuki,2008) dalam menentukan ketebalan perkerasan, terlebih


dahulu harus metentukan “Pesawat Rencana” yaitu pesawat yang bebannya
menghasilkan ketebalan perkerasan paling besar, pesawat rencana tidak perlu harus
pasawat yang terberat. Di dalam rancangan lalu lintas pesawat, perkerasan harus
melayani berbagai macam pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang
berbeda – beda dan berlainan beratnya.

Tipe roda pendaratan menentukan, bagaimana berat pesawat dibagi


bebannya kepada roda – roda dan diteruskan ke perkerasan, selanjutnya akan
menentukan berapa tebal perkerasan yang bisa mampu melayani seluruh pesawat
itu. Tipe roda pendaratan adalah sebagai berikut :

1. Pesawat dengan roda pendaratan tunggal

Diperhitungkan apa adanya (Single Gear Air Craft).

2. Pesawat Dual Gear

Penyelidikan atas konfigurasi roda semacam ini menunjukkan bahwa jarak


antara poros roda – roda lebih kurang 0,51 m (20 inch) cukup memadai untuk
pesawat ringan. Untuk pesawat berat jarak antara poros roda = 0,86 m =34 inch
cukup memadahi.

3. Pesawat Dual Tandem Gear

Jarak antara poros – poros dual wheel 0,51 m = 20 inch, jarak tandem 1,14
m = 45 inch untuk pesawat ringan. Untuk pesawat yang lebih berat jarak antara
poros dual wheel 0,76 m =30 inch dan jarak tandem 1,40 m = 55 inch.
4. Pesawat berbadan lebar.

Seperti B-747, DC-10, L-1011 bagi pesawat jenis ini bentuk roda
pendaratannya serta berat pesawatnya sangat berlainan dengan yang lain – lain.
Tipe roda pendaratan juga berlainan bagi tiap – tiap jenis pesawat, maka perlu
dikonversikan juga. Di bawah ini diberikan faktor konversinnya.

2.3 Struktur Perkerasan Runway

Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan adalah struktur yang terdiri dari


beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan
memiliki fungsi sebagai tumuan rata rata pesawat, permukann yang rata
menghasilkan jalan yang nyaman. perkerasan structural runway terdiri dari
beberapa jenis lapisan yang tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut:

1.lapisan tanah dasar ( subgrade )

2. lapisan pondasi bawah

3. lapisan pondasi atas


4. lapisan permukaan/Penutup

Berikut adalah penjelasan dari kedua jenis struktur perkerasan

a. Konstruksi perkerasan lentur ( flexible pavement )

Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang


dibuat dari campur aspal dengan agregat, digelar diatas suatu permukaan material
granular mutu tinggi.

1. Lapisan permukaan ( surface course )


2. Lapisan pondasi atas ( bas ecouse )
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course )
4. Tanah dasar (subgrade)
b. Konstruksi perkerasan kaku ( rigid pavement )

Menurut basuki ( 2014 ) perkerasan rigid atau kaku adalah perkerasan yang
terdiri dari slab slab baru beton ( portlan cemet concrete ) yang digelar diatad
granular atau subbase course yang telah di stabilakna atau dipadatkan. Yang
ditunjang oleh lapisan tanah asli. Lapisan lapisan perkerasan kaku ( rigid pavemnt
) memiliki fungsi dan sifat sifat yang berbeda beda. Pada umumnya perkerasan kaku
terdiri dari tiga lapis

1. Tanah dasar ( subgrade )


2. Lapisan pondasi bawah ( subbase course )
3. Lapisan perkerasan kaku
BAB 3

METODE PERENCANAAN

3.1 Lokasi Perencanaan

Bandar Udara Abdul Rachman Saleh adalah bandar udara yang terletak di
Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, atau 17 km arah timur dari pusat Kota
Malang. Tepatnya pada kordinat 07.55 LS dan 112.42 BT.

3.2 Metode dan Tahap Penelitian

Beberapa tahap yang akan dilakukan dalam penelitian:

3.2.1 Tahap Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian meliputi penjabaran maksud dan tujuan penelitian, penyiapan


metodelogi penelitian, check list kebutuhan pelaksanaan penelitian, dan kajian awal
hasil studi kepustakaan dan perencanaan terkait.
3.2.2 Tahap Pengumpulan Data

Ada dua data yang diperlukan yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung


dilapangan melalui penelitian tentang tebal perkerasan dan
perpanjangan runway dan kondisi apron di Bandara Radin Inten II.
Adapun cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data primer
adalah:
• Wawancara (interview) yaitu melakukan tanya jawab langsung
dengan semua pihak yang mempunyai wewenang atau yang
berkaitan dengan pengelolaan Bandara Radin Inten II.
b. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku refrensi,
sumber sumber lain seperti internet, dan data yang diperoleh dari
instansi yang terkait. Data – data sekunder yang diperlukan antara
lain:
• Layout Bandara Abdulrachman Saleh
• Layout bandar udara meliputi landasan pacu (runway) dan apron
beserta luas dan panjangnya.
• Jumlah Penumpang
• Data jumlah penumpang selama 5 tahun terakhir.
• Data dan Jumlah Pesawat Terbang
Data jumlah pesawat terbang sangat dibutuhkan untuk
mengetahui kapasitas dan kebutuhan landasan pacu (runway)
dan apron dalam melayani pesawat terbang yang telah ada di
Bandara Abdulrachman Saleh
• Jenis Pesawat Terbang dan Rute Penerbangan
• Data jenis pesawat dan rute penerbangan yang dilayani oleh
Bandara Radin Inten II.
• Kondisi Lingkungan Bandara Radin Inten II
Data kondisi lingkungan lapangan terbang yaitu meliputi
temperatur/suhu, angin permukaan, kemiringan landasan pacu
(runway), ketinggian bandara dari muka air laut dan kondisi
permukaan landasan.
• Data Tanah
Digunakan dalam perhitungan perkerasan yang akan dilakukan.
3.3 Diagram Alir Perencanaan

Mulai
MuMU

Studi pustaka Buku, jurnal

Pengumpulan data

Data sekunder :
Data dari instansi terkait:
1. Layout bandara
2. Data dan jumlah pesawat terbang
3. Jenis pesawat terbang dan rute
4. Data tanah
t:
Latout bandara
Pengolahan data
Data danjumlah pesawat terbang
Jenis pesawat terbang dan rute
Data tanahPerpanjangan dan tebal serta
perluasan apron di bandara abdul
rachman saleh

Hasil perhitungan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.3 Diagram Alur Pengerjaan Tugas Akhir


3.4 Perhitungan Tebal Perkerasan Runway

Perencanaan perkerasan yang menggunakan metode FAA yan akan dibahas


pada tugas akhir ini merupkan metode perncanaan yang berdasarkan pada standar
perencanaan perkerasaaan FAA advisor cirrcular (AC) No: 150/5320-6D. Metode
FAA ini merupakan pengembangan dari perencanaan yang berdasarkan pada
metode CBR

Menurut basuki ( 2014 ) beberpa langkah yang harus dilakukan dalam


perhitungan dengan menggunakan metode FAA, yaitu

a. Klasifikasi tanah

klasifikasi tanah yang telah dibuat oleh FAA untuk perencanaan perkerasan
diklasifikasi menjadi 13 bagian keals dari E1 sampai E 13. Klasifikasi dari Airport
Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :

• Kelas EI

Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-
butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik.

• Kelas E2

Jenis tanah mirip grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan mungkin
mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam
kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik.

• Kelas E3 dan E4

Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan geradasi lebih jelek
dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa
daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup
sampai baik.
• Kelas E5

Terdiri dari tanah yang bergradasi kurang baik, dengan kandungan lumpur dan
tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%.

• Kelas E6

Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan indeks plastisitas yang sangat rendah.
Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah.
Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam
keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moisture content
dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.

• Kelas E7

Temasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir


berlempung, dan lumpur berlempung. Mempunyai rentangan konsistensi kaku
sampai lunak ketika kering dan plastis ketika basah.

• Kelas E8

Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan
derajat pemempatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan, dan
stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang
menguntungkan.

• Kelas E9

Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit
dipadatkan. Stabilitasinya rendah, baik keadaan basah dan kering.

• Kelas E10

Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan
keras dalam keadaan kering, serta sangat pastis bila basah. Pada masa
pemadatan perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan
mengembang menyusut dan sangat elastis.
• Kelas E11

Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi,
termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80, dengan index
plastisitas diatas 30.

• Kelas E12

Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun
index plastisitasnya.

• Kelas E13

Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut mudah dikenal di
lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah
density, dan sangat tinggi kelembabannya.

Berikut ini adalah tabel klasifikasi tanah dasar untuk perencanaan


perkerasan dengan metode FAA yang ditabelkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Klasifkasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Overlay metode FAA
Tabel 3.2 Hubungan antarag harga CBR dengan Kalasifikasi Subgrade menurut
FAA

b. Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama

Konfigurasi roda pendaratan utama (main landing gear) menunjukan


bagaimana reaksi perkerasan terhadap beban yang diterimanya. Konfigurasi roda
pendaratan utama dirancang untuk dapat mengatasi gaya-gaya yang ditimbulkan
pada saat melakukan pendaratan dan berdasarkan beban yang lebih kecil dari beban
pesawat lepas landas maksimum.

Untuk pesawat berbadan besar, bisanya memiliki konfigurasi roda/gear


berupa dual atau dual tandem. Pemilihan konfigurasi kedua jenis tersebut
dipengaruhi oleh sifat pembebanan pesawat ke perkerasan

c. Menentukan pesawat rencana

Pada Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang
beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data
jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat. Kemudian dipilih jenis pesawat yang
menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini
pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi jumlah
keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu.
Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan
tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang
beroperasi di dalam bandar udara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara
memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbeda-beda, maka harus ditentukan
keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan konfigurasi roda
pendaratan dari pesawat rencana

d. Menentukan beban roda pendaratan utama pesawat ( w2)

Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama Pesawat (W2)

Untuk pesawat berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW cukup


tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent Annual
Departure (R1) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95% berat total dari pesawat
ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam perhitungan dengan menggunakan
rumus :

W2 = P × MSTOW × 1/A

Keterangan:

MSTOW = Berat kotor pesawat saat lepas landas

A = Jumlah konfigurasi roda pesawat

P = Persentase beban yang diterima roda pendaratan utama

W2 = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat

e.Menentukan Nilai Ekuivalen Keberangkatan Tahunan Pesawat Rencana

Pada lalu-lintas pesawat, struktur perkerasan harus mampu melayani


berbagai macam jenis pesawat, yang mempunyai tipe roda pendaratan yang
berbeda-beda dan bervariasi beratnya. Pengaruh dari beban yang diakibatkan oleh
semua jenis model lalu-lintas itu harus dikonversikan ke dalam pesawat rencana
dengan equivalent annual departure dari pesawat-pesawat campuran, sehingga
dapat disimpulkan bahwa perhitungan ini berguna untuk mengetahui total
keberangkatan keseluruhan dari bermacam pesawat yang telah dikonversikan ke
dalam pesawat rencana. Untuk menentukan R1 dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:

Log R1 = Log R2 ( w2/w1) 0,5

R1 = Keberangkatan tahunan ekivalen pesawat udara desain

R2 = Keberangkatan tahunan yang dikonversi ke dalam main gear pesawat udara


desain

W1 = Beban roda pesawat udara desain

W2 = Beban roda pesawat udara

(Sumber: Basuki, 1986)

Pesawat berbadan lebar mempunyai konfigurasi roda pendaratan utama


yang berbeda dengan pesawat kecil, maka pengaruhnya terhadap perkerasan
diperhitungkan dengan menggunakan berat lepas landas kotor dengan susunan roda
pendaratan utama adalah roda tunggal yang dikonversikan dengan nilai yang ada.
Dengan anggapan demikian maka dapat dihitung keberangkatan tahunan ekivalen
(Equivalent Annual Departure R1).
Tabel 3.3 Faktor-Faktor untuk Mengubah Keberangkatan Tahunan Pesawat Udara
Menjadi Keberangkatan Tahunan Ekivalen Pesawat Udara Desain
Poros Roda Pendaratan Poros Roda Pendaratan Pengali untuk Keberangkatan
Utama
Utama Pesawat Pesawat Desain Sebenarnya Untuk
Mendapatkan
Sebenarnya Keberangkatan Ekivalen

Roda Tunggal Roda Ganda 0,8


Tandem Ganda 0,5

Roda Ganda Roda Tunggal 1,3


Tandem Ganda 0,6

Tandem Ganda Roda Tunggal 2,0


Roda Ganda 1,7

Double Tandem Ganda Roda Ganda 1,7


Tandem Ganda 1,0

(Sumber: Horonjeff,1993)
f. Menentukan Susunan Tebal Perkerasan

Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah


perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus
tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Pada tahapan ini, data-data awal
seperti CBR tanah dasar, CBR Subbase, dan Equivalent Departure dijadikan input
untuk menentukan tebal perkerasan. Data tersebut diatas dimasukkan pada kurva
rencana yang telah sesuai standar FAA sehingga menghasilkan tebal perkerasan
yang nantinya perlu dikoreksi, perhitungan secara detail dijelaskan sebagai berikut:
• Tebal Perkerasan Total

Tebal perkerasan total dihitung dengan memplotkan data CBR Subgrade,


MTOW (Maximum Take Off Weight) pesawat rencana, dan nilai Equivalent
Annual Departure ke dalam Gambar 3.7 penentuan tebal perkerasan untuk pesawat
rencana. Perencanaan perkerasan yang dikembangkan oleh FAA ini adalah
perencanaan untuk masa umur rencana, dimana selama masa layan tersebut harus
tetap dilakukan pemeliharaan secara berkala. Grafik-grafik pada perencanaan
perkerasan FAA menunjukkan ketebalan perkerasan total yang dibutuhkan (tebal
pondasi bawah + tebal pondasi atas + tebal lapisan permukaan). Nilai CBR tanah
dasar digunakan bersama-sama dengan berat lepas landas kotor dan keberangkatan
tahunan ekivalen dari pesawat rencana. Beban lalulintas pesawat pada umumnya
akan disebarkan pada daerah lateral dari permukaan selama operasional. Demikian
juga pada sebagian landasan pacu, pesawat akan meneruskan beban ke perkerasan,
oleh karena itu FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada permukaan
yang berbeda-beda:

• Tebal penuh T pada seluruh daerah kritis, yang digunakan untuk


tempat pesawat yang akan berangkat, seperti apron daerah
tunggu (Holding Apron), bagian tengah landasan hubung dan
landasan pacu
• Tebal perkerasan 0,9 T diperlukan untuk jalur pesawat yang
akan datang, seperti belokan landasan pacu berkecepatan tinggi.
• Tebal perkerasan 0,7 T diperlukan untuk tempat yang jarang
dilalui pesawat, seperti tepi luar landasan hubung dan tepi luar
landasan pacu.
Grafik perencanaan digunakan dengan memulai menarik garis lurus dari sumbu
CBR, diten-tukan secara vertikal ke kurva berat lepas landas kotor (MSTOW),
kemudian diteruskan kearah horizontal ke kurva keberangkatan tahunan ekivalen
dan akhirnya diteruskan vertikal ke sumbu tebal perkerasan dan tebal total
perkerasan didapat.

• Menentukan tebal perkerasan Subbase Course

Dengan nilai CBR Subbase yang ditentukan, MTOW dan Equivalent


Annual Departure maka dari Gambar 3.7 didapat harga yang merupakan tebal
lapisan diatas subbase, yaitu lapisan sur-face dan lapisan base coarse. Maka, tebal
subbase sama dengan tebal perkerasan total dikurangi tebal lapisan diatas subbase.
• Menentukan Tebal perkerasan Base Course

Tebal Base Course sama dengan tebal lapisan diatas Subbase Course
dikurangi tebal lapisan permukaan (Surface Course). Hasil ini harus dicek dengan
membandingkannya terhadap tebal Base Course minimum dari grafik. Apabila
tebal Base Course minimum lebih besar dari Base Course

3.5 Perhitungan Panjang Runway

Dalam melakukan perhitungan panjang runway suatu bandara ada beberapa


faktoryang harus diperhatikan. Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka
faktor-faktor tersebut adalah:

a. Koreksi Ketinggian (Elevasi)

Fe = 1 + 0.07 h/300

Keterangan: Fe = Faktor koreksi elevasi

= Elevasi diatas permukaan laut (m)

(Sumber: Basuki, 1986)

b. Koreksi Suhu (Temperature)

Ft = 1 + 0.01 ( T - ( 15 – 0.0065 x h ) )

Keterangan: Ft = Temperature di bandara (oC)

(Sumber: Basuki, 1986)

c. Koreksi Kemiringan Runway (Slope)

Fs = 1 + (0,1 S)

Keterangan: Fs = Faktor koreksi emiringan

S = Kemiringan runway (%)

(Sumber: Basuki, 1986)


d. Koreksi Angin Permukaan (Surface Wind)

Berikut adalah pengaruh angin permukaan terhadap panjang runway

Setelah koreksi ketinggian (elevasi), koreksi temperature, koreksi kemiringan, dan


koreksi angin permukaan ditemukan, maka diperoleh panjang runway perencanaan:

Lr = ARFL × Ft × Fe × Fs ± Fa

Dimana: Lr = Panjang rencana runwa

ARFL= Runway minimum yang dibutuhkan

Ft = Faktor koreksi temperature

Fe = Faktor koreksi elevasi

Fs = Faktor koreksi kemiringan

Fa = Faktor koreksi angin

3.6 Perhitungan Dimensi Apron

Dalam menentukan dimensi apron harus mengacu padatabel yang


tercantum pada Tabel 3.10 dan 3.11.

Tabel 3.4 Wing Span Clearance (c)


Tabel 3.5 Posisi Parkir Pesawat – Jarak Pemisah Minimun

*Jarak pemisah minimum adalah 10 meter jika menggunakan parker bebas (free moving)
(Sumber: Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor: KP 29 Tahun 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Heru. 1986. Merancang dan Merencana Lapangan Terbang.


Bandung: Penerbit Alumni.

Anda mungkin juga menyukai