PT ANGKASA PURA 1
Sejarah PT Angkasa Pura I (Persero) – atau dikenal juga dengan Angkasa Pura Airports -
tahun 1962. Ketika itu Presiden RI Soekarno baru kembali dari Amerika Serikat.
Umum agar lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara
maju.
Tanggal 15 November 1962 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1962 tentang
Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura Kemayoran. Tugas pokoknya adalah untuk
mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta yang saat itu
merupakan satu-satunya bandar udara internasional yang melayani penerbangan dari dan ke
Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, terhitung sejak 20 Februari 1964 PN
Angkasa Pura Kemayoran resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional
Pelabuhan Udara Kemayoran Jakarta dari Pemerintah RI. Tanggal 20 Februari 1964 itulah
menjadi PN Angkasa Pura, dengan maksud untuk lebih membuka kemungkinan mengelola
Secara bertahap, Pelabuhan Udara Ngurah Rai (Denpasar), Pelabuhan Udara Halim
Perdanakusumah (Jakarta), Pelabuhan Udara Polonia (Medan), Pelabuhan Udara Juanda
berdasarkan PP Nomor 37 tahun 1974, status badan hukum perusahaan diubah menjadi
Tahun 1986 tanggal 19 Mei 1986, nama Perum Angkasa Pura diubah menjadi Perusahaan
Umum Angkasa Pura I. Hal ini sejalan dengan dibentuknya Perum Angkasa Pura II yang
sebelumnya bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng, secara khusus bertugas
Kemudian, berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 1992, bentuk Perum diubah menjadi Perseroan
Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh Negara Republik Indonesia sehingga
namanya menjadi PT Angkasa Pura I (Persero). Saat ini, Angkasa Pura Airports mengelola
PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Ngurah Rai Bali adalah
perusahaan penyedia jasa kebandarudaraan (airports services). Terbagi atas 2 bidang usaha yaitu
Jasa Aeronautika dan Jasa Non-Aeronautika.
Jasa Aeronautika adalah jasa layanan yang diberikan kepada perusahaan penerbangan dan
penumpang, yang terdiri dari:
Aircraft Parking adalah jasa penempatan dan penyimpanan pesawat udara. Pelayanan
yang diberikan oleh PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai Bali adalah dengan menyediakan tempat parkir pesawat (apron). Apron di Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
Apron Utara, seluas 300.200 M2. Memiliki daya tampung 37 parking stand yang
diperuntukkan bagi penerbangan berjadwal (reguler flight). Mampu melayani pesawat
berbadan lebar (wide body) dengan type terbesar B747 seri 400;
Apron Selatan, seluas 74.125 M2. Memiliki daya tampung 16 parking stand.
Diperuntukkan bagi penerbangan tidak berjadwal (unscheduled flight) dan charter.
Menampung pesawat berbadan kecil (narrow body).
Passenger Processing, adalah jasa layanan penumpang. Pelayanan yang diberikan oleh PT
Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai Bali adalah dengan
menyediakan gedung terminal penumpang berserta fasilitas penunjang lainnya seperti
fasilitas check in, transit, boarding dan trolley.
Gedung terminal penumpang dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
o Terminal Internasional, seluas 120.000 M2. Menampung 16 juta penumpang per
tahun dan dilengkapi dengan 11 garbarata
o Terminal Domestik, seluas 65.800 M2. Mampu menampung 9 juta penumpang
per tahun dan dilengkapi dengan 3 garbarata.
Jasa Non-Aeronautika, adalah jasa layanan pendukung kebutuhan perusahaan penerbangan dan
penumpang. Dalam pemenuhannya PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai Bali bekerja sama dengan mitra usaha. Bidang usaha ini dapat dibagi menjadi 6
bagian, antara lain:
Food and Beverages, jasa layanan penyedia makanan dan minuman, baik di dalam
maupun di luar terminal penumpang.
Retail, layanan jasa penyedia perbelanjaan untuk kebutuhan penumpang (souvenir, buku,
dll), termasuk di dalamnya duty free shops.
Advertising, layanan jasa penyedia ruang iklan sebagai media promosi dan publikasi.
Property, layanan jasa penyedia sewa ruang usaha (space), di lingkungan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai.
Parkir Kendaraan, layanan jasa penyedia area parkir kendaraan penumpang maupun
penjemput dan pengantar. Terdiri dari gedung parkir 5 lantai dengan kapasitas 1.600 unit
kendaraan roda 4 dan lahan parkir yang mampu penampung 1.963 unit.
Cargo Service, layanan pengelolaan pengiriman barang.
Landasan Pacu
Berukuran 45 M x 3.000 M dengan konstruksi perkerasan beton dan aspal, PCN 83/F/C/X/T,
dapat digunakan pesawat kelas B 747-400 untuk menempuh jarak setara Denpasar – Tokyo tanpa
pembatasan beban.
–Perpendicular : 5
– Dimensi : 3 x (148,5 x 23) M (600 x 23) M (600 x 23) M
–Rapid Exit : 2
– Dimensi : 2 x (237,62 x 23) M
Apron
Landasan – taxi
Beberapa “landasan – taxi – keluar” dan “landasan – taxi – sejajar” dengan konstruksi aspal dan
beton meningkatkan kapasitas landasan pacu.
Helipad
Untuk pendaratan helikopter, tersedia tiga buah helipad.
Depot Pengisian Bahan Bakar Pesawat Udara (DPPU).
Tersedia fasilitas DPPU dengan kapasitas simpan 6.540 kiloliter yang dioperasikan oleh
Pertamina untuk pelayanan pengisian BBM bagi pesawat udara, baik dengan menggunakan
hidran maupun kendaraan tanki, jenis bahan bakar avtur dan avigas.
Bandara Internasional Juanda, adalah bandar udara internasional yang melayani kota
Surabaya, Jawa Timur dan sekitarnya. Bandara Juanda terletak di Kecamatan Waru, Kabupaten
Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Bandara Internasional Juanda dioperasikan oleh
PT Angkasa Pura I. Namanya diambil dari Djuanda Kartawidjaja, Perdana Menteri terakhir
Indonesia yang telah menyarankan pembangunan bandara ini. Bandara Internasional Juanda
adalah bandara terbesar dan tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-
Hatta berdasarkan pergerakan pesawat dan penumpang.
Bandara yang baru ini memiliki 11 airbridge atau garbarata. Bandara Juanda yang baru sudah
dioperasikan mulai dari tanggal 07 November 2006, walaupun baru diresmikan pada tanggal 11
November 2006 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Bandara Juanda baru terdiri dari
tiga lantai.
Mulain tanggal 14 Pebruari 2014 Terminal 2 (T2) Bandara Juanda Surabaya mulai dioperasikan.
Terminal 2 atau T2 Juanda adalah terminal lama Bandara Juanda yang telah direnovasi. T2
Bandara Juanda dipakai untuk semua penerbangan internasional dan sebagian domestik yaitu
untuk maskapai Garuda Indonesia, AirAsia dan Mandala Tiger.
Untuk lebih detilnya berikut ini letak dari beberapa maskapai penerbangan yang menempati T2
Juanda :
T2 Internasional
T2 Domestik
Garuda Indonesia
AirAsia
Mandala Tiger
Sedangkan maskapai penerbangan yang masih menempati Terminal 1 atau T1 Bandara Juanda
adalah :
Citilink Domestik
Sriwijaya Domestik
Batik Air Domestik
Lion Air Domestik
Meskipun berstatus bandara internasional, sejak 28 Oktober 2006 hingga Juli 2008 sempat tidak
ada rute internasional kecuali penerbangan haji setelah rute internasional terakhir Hasanuddin,
Makassar-Singapura ditutup Garuda Indonesia karena merugi. Sebelumnya, Silk Air dan
Malaysia Airlines telah terlebih dahulu menutup jalur internasional mereka ke Hasanuddin. [1][2]
Air Asia membuka kembali rute Makassar-Kuala Lumpur mulai 25 Juli 2008. Disusul kemudian
Garuda Indonesia membuka kembali penerbangan langsung Makassar-Singapura mulai 1 Juni
2011.
Bandara ini mengalami proses perluasan dan pengembangan yang dimulai tahun 2004 dan
direncanakan selesai pada tahun 2009. Antara bagian dari pengembangan adalah terminal
penumpang baru berkapasitas 7 juta penumpang per tahun, apron (lapangan parkir pesawat) yang
berkapasitas tujuh pesawat berbadan lebar, landas pacu baru sepanjang 3.100 meter x 45 meter,
serta taxiway. Pengoperasian terminal baru dimulai pada 4 Agustus 2008 dengan menggunakan
landas pacu lama karena landas pacu baru masih sedang dikerjakan.
Sekarang, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin Sudah Mengoperasikan Apron baru,
landas pacu terbaru serta 1 buah taxiway.[3]. Perpanjangan landasan tahap 2 dari 3,100 meter
menjadi 3,500 meter akan mulai dilaksanakan antara akhir tahun 2011 atau awal 2012, setelah
pembebasan lahan terlaksanakan. Perpanjangan landasan ini ditujukan agar kedepannya dapat
didarati pesawat berbadan lebar seperti Boeing 747 secara maksimal.
Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan (IATA: BPN,
ICAO: WALL), dikenal juga dengan Bandar Udara Sepinggan, adalah bandar udara yang
melayani penerbangan untuk Kota Balikpapan, Kalimantan Timur dan diproyeksikan menjadi
gerbang utama menuju ibu kota negara yang baru.[1] Bandar udara ini dioperasikan oleh PT.
Angkasa Pura I dan dibuka pada tanggal 6 Agustus 1997.
Bandara ini memiliki luas 300 hektar dan merupakan bandar udara ke-4 terbesar dari 13 bandara
yang dikelola PT. Angkasa Pura I. Rencana pengembangan pada lahan-lahan yang tersedia di
sekitar bandara ini terus dilaksanakan, antara lain hotel transit meeting room, restoran dan mini.
Sejarah
Terminal baru bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman yang sedang dalam tahap
konstruksi, namun masih selalu terendam banjir. [2][3]
Pesawat melintas di atas lalu lintas Jalan Mulawarman ketika akan mendarat.
Lion Air melintas di atas rumah warga.
Pembangunan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan telah
dimulai sejak zaman penjajahan Belanda sebelum waktu kemerdekaan Indonesia. Itu digunakan
terutama untuk kegiatan perusahaan minyak Belanda di daerah Balikpapan. Bandar udara ini
menjadi bandara sipil setelah pengelolaannya diserahkan kepada Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Republik Indonesia pada tahun 1960. Bandar udara ini akhirnya dikelola
oleh Perum Angkasa Pura I (sekarang PT Angkasa Pura I) sesuai dengan Peraturan Pemerintah
(PP) No.1 pada tanggal 9 Januari 1987.
Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan telah direnovasi dua
kali selama 1991 sampai 1997. Fase pertama dimulai pada tahun 1991 dan berakhir pada tahun
1994, untuk merenovasi taxiway, terminal penumpang dan kargo dan juga memperpanjang
landasan pacu. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia mengumumkan Bandar Udara
Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan sebagai bandara kelima di Indonesia
yang melayani embarkasi haji untuk wilayah Kalimantan yang terdiri dari provinsi Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Fase kedua renovasi terjadi pada tahun 1996 untuk merenovasi hanggar, depot bahan bakar, dan
gedung administrasi. Fase kedua selesai dan bandara akhirnya mulai era baru operasionalnya
dengan bangunan dan fasilitas baru pada tahun 1997.
Maskapai Tujuan
RB Fly
dioperasikan oleh Bandar Seri Begawan
Malindo Air
SilkAir Singapura
Tarakan, Yogyakarta–Adisutjipto
XpressAir Melak
Kargo
Maskapai Tujuan
Transportasi Darat
Jalan Tol
Pada tanggal 25 Mei 2017, Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman
Sepinggan berhenti beroperasi karena landasan pacu amblas dan retak.
Pada tanggal 30 Maret 2017, salah satu pesawat kehilangan kontak visual dengan bandar
udara saat akan mendarat. Seluruh penumpang dikabarkan mendarat dengan selamat di
Bandara Tarakan.
Pada tanggal 5 Februari 2017, pesawat Sriwijaya Air yang sudah akan lepas landas
spontan membatalkan penerbangannya. Sebagian penumpang merasa mual.
Pada tanggal 11 Januari 2017, pesawat Lion Air yang sudah melaju lepas landas tersendat
hingga dua kali dan terhenti di landasan pacu. Banyak penumpang yang mengumpat
karena gagal terbang.
Pada tanggal 18 November 2016, pesawat Sriwijaya Air diterjang truk bandar udara
hingga badan pesawat bolong dan robek.
Pada tanggal 1 November 2016, kru Garuda Indonesia kehilangan kontak visual dengan
bandar udara saat berupaya mendarat, pesawat Garuda Indonesia berputar-putar hingga 1
jam lamanya. Sedangkan landasan pacu dan bandar udara terendam banjir serta lumpur
secara merata. Untungnya pesawat mampu mendarat ke Bandara Internasional
Hasanuddin Makassar satu jam berikutnya, seluruh penumpang dikabarkan selamat.
Pesawat lain yang sudah mengudara tidak jadi mendarat dan kembali lagi, penerbangan
bandar udara lantas ditutup selama 3 jam.
Pada tanggal 14 Juli 2016, pesawat Sriwijaya Air yang baru saja lepas landas nyaris
kecelakaan. Terjadi kerusakan pada kabin, gangguan indikator mesin diperparah dengan
tergoncangnya pesawat, lantas meminta izin pendaratan darurat. Sebagian penumpang
cedera, juga hidung berdarah (mimisan) bahkan hingga jatuh pingsan. Selain itu
penumpang lainnya menderita telinga berdengung sehingga segera dirawat dan
dilaksanakan pemeriksaan lanjutan. Tatkala musibah terjadi seluruh penumpang panik,
dokter pelabuhan mengatakan sebenarnya masih banyak penumpang yang menjadi
korban. Apalagi peristiwa naas ini menimbulkan trauma, namun para penumpang lainnya
tidak diarahkan dan tidak dipedulikan.
Pada tanggal 7 November 2014, pesawat Lion Air ditabrak tangga bandar udara hingga
ekor pesawat terpotong.
Pada tanggal 7 Agustus 2013, cuaca di Kota Balikpapan yang buruk memaksa helikopter
PT Intan Angkasa Airline Servis tujuan bandar udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman
berputar-putar cukup lama di atas rumah warga. Warga setempat mengira helikopter
bakal jatuh, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Pilot mengaku bingung harus mendarat di
mana, karena jarak pandang sangat minim. Pada jam 12 siang, helikopter mendarat
darurat di sebuah lapangan kecil di tengah permukiman warga. Beruntung tidak ada
korban jiwa dalam kejadian ini.
Pada tanggal 12 Maret 2012, keempat ban belakang dari pesawat Batavia Air nomor
penerbangan Y6-883 yang transit ke Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad
Sulaiman Sepinggan terperosok sedalam setengah meter karena amblasnya aspal
landasan pacu ketika mendarat. Akibatnya, bandar udara ini ditutup hingga 2 jam. Empat
penerbangan kemudian beralih mendarat menuju Bandara Banjarmasin, beberapa
penerbangan lainnya batal mendarat dan menunda keberangkatan. Pesawat baru
dievakuasi keesokan harinya.
Pada tanggal 23 Oktober 2011, Lion Air nomor penerbangan JT-673 transit ke bandar
udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, keluar dari landasan pacu menuju semak-semak
sejauh 15 meter ketika mendarat. Sebelum keluar dari landasan pacu, pesawat sudah
mengerem sebanyak tiga kali. Keempat ban belakang pesawat juga terperosok ke dalam
tanah sedalam setengah meter. Akibatnya bandar udara ini sepenuhnya ditutup hingga 8
jam lebih. Penerbangan dari Jakarta, Surabaya dan Manado beralih mendarat ke Bandara
Banjarmasin dan Bandara Internasional Hasanuddin Makassar, beberapa penerbangan
lainnya batal mendarat dan menunda keberangkatan. Pesawat baru dievakuasi keesokan
harinya. Petugas maskapai Lion Air di Surabaya menjelaskan insiden ini bukan
disebabkan karena maskapainya, melainkan bandaranya sehingga percuma berganti
maskapai.[23] Beberapa tahun sebelumnya maskapai Garuda Indonesia dan Batavia Air
juga keluar dari landasan pacu masing-masing sejauh 90 meter dan 45 meter.
Pada tanggal 13 November 2007, sesaat dari bandar udara Sultan Aji Muhammad
Sulaiman, helikopter PT Asko jatuh terhempas di kawasan perbukitan Kota Balikpapan.
Helikopter rusak parah yakni baling-baling dan ekor patah, sementara pilot dan co-pilot
mengalami luka-luka dan shok. Helikopter tersebut baru dievakuasi 2 hari kemudian.[28]
Pada tanggal 19 Februari 2006, pesawat Batavia Air nomor penerbangan P-7261
terjerembab keluar dari landasan pacu sejauh 20 meter mendekati pagar pembatas
bandara ketika mendarat. Menurut berbagai saksi, pesawat tersebut tidak mengalami
kerusakan mesin ataupun human error, dan mendarat secara sempurna. Namun beberapa
saat setelah mendarat, pesawat kehilangan kendali, langsung miring dan bablas masuk
zona hijau. Kecelakaan ini dinyatakan oleh PT Angkasa Pura I nyaris mengulangi tragedi
Lion Air di Solo akhir 2004 silam. Akibatnya Bandar Udara Internasional Sultan Aji
Muhammad Sulaiman Sepinggan ditutup hingga 3 jam dan semua penerbangan beralih
mendarat ke Bandara Banjarmasin. Pesawat Adam Air yang sudah terbang setengah jam
menuju bandar udara ini kembali lagi ke Jakarta. Hingga keesokan harinya pesawat
belum dievakuasi.
Kebisingan
Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan dituntut warga
Sepinggan karena tingkat kebisingan yang tinggi. [34] Studi Universitas Indonesia menyatakan
kebisingan Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan
mengakibatkan 9% penduduk Sepinggan dan Gunung Bahagia menderita ketulian dan sulit
berkomunikasi. Mayoritas mengalami sulit tidur, berkomunikasi dan pendengaran. Seluruh
responden warga Sepinggan dan Gunung Bahagia merasa terganggu dan tidak nyaman. [35]
Kebisingan juga mengakibatkan warga di sekitar bandar udara mengeluarkan biaya kesehatan
hingga Rp 500.000,00 per tahunnya yang mana biayanya akan meningkat lagi saat musim haji.
Studi Institut Teknologi Sepuluh Nopember juga menegaskan, kebisingan Bandar Udara
Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan sudah kelewat batas (bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah 40/2012) serta merugikan penduduk Balikpapan di wilayah
Sepinggan, Balikpapan Selatan karena kawasan pemukiman penduduk menjadi tidak layak
ditinggali dalam jangka pendek maupun panjang.
Landasan pacu yang digunakan masih digunakan saat ini merupakan peninggalan Belanda yang
dibangun pada masa Perang Dunia II. Saat ini, bandar udara ini dikelola oleh PT Angkasa Pura I.
Bandar udara ini menempati posisi keempat sebagai bandara dengan landasan pacu terpanjang di
Indonesia setelah Bandar Udara Internasional Hang Nadim di Batam, Bandar Udara
Internasional Kualanamu di Medan, dan Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta di
Tangerang.
Informasi Umum
IATA : MDC ICAO : WAMM
Provinsi : Sulawesi Utara
Alamat : Jl. A. A. Maramis, Kel. Paniki Bawah, Kec. Mapanget, Kota Manado,
Sulawesi Utara, 95256
Telepon : (0431) 8111449 Fax : (0431) 811595
Email : mdc@angkasapura1.co.id
Jarak : 13 KM From : Kota Manado
10,60 KM From Provincial : Kota Manado
Capital
From Country
2.184,48 KM : Jakarta
Capital
Ketinggian : 265,70 mdpl
Kategori : Bandara Internasional
Kelas : IB Pengelola : PT. Angkasa Pura I
Jam Operasional : 07:00 – 18:00 WITA
Jenis pesawat yang
: A-300, B-737
dioperasikan
Layanan LLU : -
Layanan Meteorologi : Ada
Layanan DPPU : Tidak Ada
Layanan Internet : Tidak Ada
Sistem Bandara
Hirarki : PS (Pengumpul Kelas Sekunder)
Klasifikasi : 4D
Peran Utama Bandara : 1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarkinya
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi
4. Prasarana memperkukuh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara
Fungsi Bandara : 1. Sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
Sumber: http://www.hubud.dephub.go.id
Bandar Udara Internasional Syamsuddin Noor (Inggris: Syamsuddin Noor International Airport)
(IATA: BDJ, ICAO: WAOO) adalah bandar udara yang melayani Banjarmasin di Kalimantan
Selatan, Indonesia. Letaknya di Kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Kota
Banjarbaru, Kalimantan Selatan atau 25 km sebelah tenggara dari pusat Kota Banjarmasin, kota
terbesar di Kalimantan, dan terletak 10 kilometer selatan-barat dari pusat Kota Banjarbaru.
Memiliki luas area 257 hektare. Bandara ini mulai beroperasi pada tahun 1936 dengan nama
Lapangan Terbang Ulin. Pada tahun 1975 bandara ini resmi ditetapkan sebagai bandara sipil dan
diubah namanya menjadi bandara Syamsudin Noor. Pada tahun 2011, Bandara Syamsudin Noor
mempunyai terminal domestik dengan luas 9.943 m² dan dapat menangani 3.013.191
penumpang. Salah satu di depan terminal yang mampu menangani pesawat berukuran sedang
yaitu Boeing 737-400 dan satu di terminal yang baru mampu menampung Airbus A330-300, dan
Boeing 747-400. Baru-baru ini, pada saat selesainya ekspansi pada tahun 2004, bandara telah
berurusan dengan tuduhan mark up. Aspal yang lebih besar dihentikan sampai Angkasa Pura
telah membayar utang bandara kepada pemerintah. Secara historis, Boeing 767-300ER
merupakan pesawat berbadan lebar pertama yang mendarat di bandara ini pada tahun 2004. Pada
awal 2013, bandara ini melayani 5,5 juta penumpang, padahal kapasitasnya hanya untuk 4,0 juta
penumpang. Otoritas telah mengalokasikan dana sebesar Rp5,1 triliun ($2,2 miliar) untuk
Sejarah
Bandara ini dibangun kembali pada mulanya oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada tahun
1944 dan terletak disebelah utara Jalan Jend. Ahmad Yani Km 25 Kecamatan Landasan
Ulin,Banjarbaru. Tepatnya pada posisi koordinat 03 270 S 114 450 E, serta pada masa itu hanya
memiliki ukuran landasan panjang 2.220 meter dan lebar 45 meter.
Berakhirnya masa pendudukan Jepang di tandai serangan Belanda yang kiat meningkat sehingga
bandar udara yang dibuat Jepang hancur luluh lantak di bombardir oleh tentara sekutu, kemudian
pada tahun 1948 landasan tersebut di renovasi oleh pemerintahan pendudukan Belanda (NICA)
dengan Pengerasan landasan udara dengan fondasi batu setebal 10 cm.
Setelah sekian lama di pakai Belanda dalam perkuatan armada udaranya akhirnya pada tanggal
1961 Belanda Jatuh ke tangan Indonesia itu terbukti Saat pengakuan Belanda dan Dunia
Internasional kepada kedaulatan RIS (Republik Indonesia Serikat) , pengelolaan lapangan
terbang Ulin kemudian dilakukan oleh Pemerintah Daerah / Dinas Pekerjaan Umum, dan pada
Pemerintahan RI (khususnya Departemen Pertahanan Udara dalam hal ini TNI AU) kemudian
pada akhirnya pengelolaan ini dilimpahkan sepenuhnya kepada Kementrian Perhubungan
Jawatan Penerbangan Sipil.
Dalam masa pembangunan mengisi kemerdekaan maka pada tahun 1974 landasan pacunya telah
mampu didarati oleh pesawat udara jenis Fokker F-28, dan pada tahun 1977 diresmikan landasan
pacu yang baru terletak sekitar 80 meter sebelah utara landasan pacu yang lama dengan
kemampuan DC-9 terbatas.
Peranan Lapangan Terbang Ulin sudah cukup banyak dalam mendukung kegiatan operasi, baik
operasi Udara maupun operasi darat, tentu dengan kiprah Lapangan Terbang tersebut telah
membawa harum bagi daerah Kalimantan Selatan, namun keharuman itu belumlah lengkap
apabila sederetan Pahlawan Nasional Putra Kalimantan Selatan tidak diabadikan seperti
mencantumkan nama pahlawan melalui nama jalan, lambang satuan, nama gedung atau sarana
umum lainnya.
Guna mengenang kembali jasa para Pahlawan Nasional yang berasal dari daerah Kalimantan
Selatan, maka Pemerintah Daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan
mengusulkan agar Lapangan Terbang Ulin dapat digantikan dengan nama Pahlawan Nasional
asal Putra Daerah Kalimantan Selatan.
Sederetan nama Pahlawan Nasional baik dari kalangan militer maupun sipil mulai diusulkan,
semula diusulkan untuk mengganti nama Lapangan Terbang Ulin dengan Lapangan Terbang
Supadio mengingat Komodor Udara Supadio adalah Panglima Komando Lapangan Terbang
Kalimantan yang pertama namun Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan belum menyetujuinya,
kemudian diusulkan kembali nama putera daerah yang banyak andil dalam menegakkan negeri
ini seperti Pangeran Antasari dan Sjamsudin Noor. Dari kedua nama Pahlawan Nasional tersebut
mulai diperdebatkan, mengingat nama satuan yang akan diberikan merupakan unsur dari
penerbangan, maka untuk mengenang kembali jasanya yang banyak dalam menegakkan dan
memajukan penerbangan Nasional di mana pengabdian dan pengorbanan tanpa pamrih dari
almarhum Letnan Udara Satu Anumerta Syamsudin Noor, maka Pimpinan Pangkalan Udara
Banjarmasin saat itu mengusulkan penggunaan nama Syamsudin Noor yang telah gugur dalam
menunaikan tugas negara, patut menjadi contoh suri tauladan bagi segenap putra Indonesia dan
warga AURI pada khususnya.
Atas pengorbanan dan jasa-jasa Letnan Udara Satu Anumerta Syamsudin Noor maka pimpinan
Lapangan Terbang Ulin mengusulkan nama Syamsudin Noor sebagai pengganti nama Lapangan
Terbang Ulin. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pembicaraan antara Pimpinan
Lapangan Terbang Ulin dengan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan, setelah tercapai
kesepakatan dengan pemerintah daerah Kalimantan selatan yang tertuang dalam Surat Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan Nomor 4 / DPRD / KPT / 1970 Tanggal
13 Januari 1970 tentang Perubahan Nama Lapangan Terbang Ulin menjadi Bandara Syamsudin
Noor, maka diusulkan oleh Lapanga Terbang Ulin kepada pimpinan Angkatan Udara di Jakarta
untuk mengganti namanya menjadi Bandara Syamsudin Noor, maka berdasarkan surat keputusan
Kepala Staf Angkatan Udara No 29 Tanggal 21 Maret 1970 nama Lapangan Terbang Ulin secara
resmi diganti dengan nama Bandara Syamsudin Noor, berlaku mulai tanggal 9 April 1970.
Dengan perkembangan yang begitu pesat maka pada tahun 1975 telah ditetapkan bahwa
Lapangan Terbang Ulin sebagai lapangan terbang sipil yang dikuasai sepenuhnya oleh
Departemen Perhubungan melalui keputusan bersama Menteri Pertahanan Keamanan / Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Perhubungan RI dan Menteri Keuangan RI
Nomor : Kep / 30 / IX / 1975, No KM / 598 / 5 / Phb-75 dan No Kep. 927.a / MK / IV / 8 / 1975.
Pada masa pemerintahan Gubernur Syahriel Darham, Bandara Syamsudin Noor sudah mampu
didarati oleh pesawat berbadan lebar seperti jenis Boeing 767, sehingga pengembangan kedepan
Bandara Syamsudin Noor akan ditingkatkan menjadi Bandara Internasional.
TransNusa Balikpapan
Statistik
Frekuensi
Peringkat Tujuan Maskapai penerbangan
(Mingguan)
Frekuensi
Peringkat Tujuan Maskapai penerbangan
(Mingguan)
Wings Air
Frekuensi
Peringkat Tujuan Maskapai penerbangan
(Mingguan)
Bandar Seri
16 2 Royal Brunei Airlines
Begawan
21 Jeddah 2 Saudi
Haji
Embarkasi Haji Banjarmasin dibuka pada tahun 2003. Selama musim haji, bandara ini melayani
jamaah haji dari Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah untuk penerbangan langsung ke
Jeddah dengan berhenti sebentar di Batam. Terminal haji dibangun dalam rangka untuk
mengkoordinasikan peziarah dan terletak di seberang bandara. Juga, bandara ini sejak 2010
adalah bandara haji tersibuk di Indonesia dengan jumlah wisatawan Haji terbesar daripada
provinsi lainnya di Indonesia.
Perluasan
Pada bulan Desember 2012, pembebasan lahan sudah mencapai sekitar 82 hektare dari 102
hektare atau 85 persen dari pembukaan lahan yang diperlukan untuk perluasan bandara telah
diperoleh Sementara itu, Humas PT Angkasa Pura I, Awaludin mengatakan dana yang sudah
dikeluarkan PT Angkasa Pura untuk membayar ganti rugi lahan sebesar Rp237,7 miliar dari
Rp290 miliar dana yang disiapkan. Artinya masih tersisa sebesar Rp57 miliar. Dana itulah yang
dititipkan ke pengadilan.[6]. hingga saat ini masih belum tuntas 100% baik pembebasan lahan dan
perbaikan terminal sehingga proyek dihentikan sementara waktu. 12 Maret 2014 mendatang,
peletakan groundbreaking perluasan bangunan Bandara Syamsudin Noor.
Transportasi Darat
Taksi
Biasanya taksi ada sampai penerbangan terakhir. dan Perusahaan penyedia Jasa Taksi Yakni : -
Arya Taxi - Kojatas Taxi - Kopatas Taxi - Banua Taxi - Banjar Taxi - Borneo Taxi - Angkutan
Kota dengan tujuan : Banjarmasin KM 6, Gambut, Banjarbaru, dan Martapura. Dan rencana pada
tahun 2015, Damri akan membuka rute bus dari Bandara menuju Kota Banjarmasin dengan
mengoperasikan 6 bus sedang.
Permasalahan
Pada terminal keberangkatan sudah penuh sesak dengan dengan penumpang lain, dan saat
bersamaan banyak pula jamaah umroh kembali ke tanah air sehingga membuat tempat parkir
bandara sesak dan di terminal kedatangan menjadi padat karena kecilnya luas bangunan teminal
kedatangan. Sementara lalu lintas pada ruas jalan di depan bandara tersebut terlihat padat
merayap. Bandara Syamsuddin Noor dinilai sebagai bandara terburuk se-Indonesia. Yakni
menduduki posisi terakhir dari 40 bandara yang terdapat di Indonesia. Alasan utamanya, kondisi
terminal penumpang domestik serta kualitas pelayanan di bandara tersebut sangatlah buruk.
Bahkan fasilitas yang tersedia di dalamnya juga belum cukup memadai. Termasuk pula kondisi
landasan pacunya yang sering mengalami kerusakan. Rencana pengembangan Bandara
Syamsudin Noor, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sebagai bandara internasional terkatung-
katung akibat tidak kunjung selesainya proses pembebasan lahan milik masyarakat di sekitar
bandara.
Kecelakaan
Pada tanggal 13 Januari 1980 pesawat DC-9 Garuda yang rusak berat akibat mendarat
keras.
Pada tanggal 26 Agustus 1980 di 06.29 WITA, sebuah Viscount Vickers dari Far Eastern
Air Transport (registrasi PK-IVS) jatuh di dekat Jakarta selama penerbangan penumpang
terjadwal dari Banjarmasin yang dioperasikan atas nama Bouraq, menewaskan 31
penumpang dan enam awak on board. Para pilot telah kehilangan kendali atas pesawat
sementara mendekati Soekarno-Hatta International Airport ketika lift yang benar
terputus. Ia kemudian ditentukan bahwa ikat telah melampaui masa hidup mereka dengan
faktor tiga tanpa pernah diganti selama pemeriksaan pemeliharaan.
Pada tanggal 4 Januari 1989, HS Bouraq 748 menderita kerusakan parah ketika pilot
harus melakukan pendaratan perut di Bandara Syamsudin Noor, menyusul kegagalan gigi
pendaratan dengan 47 penumpang dan lima awak.
Pada tanggal 28 Agustus 1992, sebuah Bouraq Vickers Viscount PK-IVX Terbakar
dalam kebakaran mesin di Bandara Syamsudin Noor. Api dimulai selama menjalankan
take-off, tetapi pilot melihat itu saat lepas landas dan mengevakuasi 64 penumpang
(ditambah enam awak), sebelum pesawat itu ditelan oleh api, 23 orang cedera.
Pada tanggal 16 Agustus 2013, Garuda Indonesia Boeing 737-800 NG PK-GMH dengan
nomor penerbangan GA 532 menderita kondisi Nose wheel US Ketika mengalami
masalah, pilot menginformasikan ke menara Air Traffic Control (ATC). Pesawat
memang sempat holding (berputar-putar) tetapi kemudian mendarat dengan selamat.
Semua penumpang selamat. Pesawat karena digerakkan secara manual sehingga rodanya
tidak bisa dibelokkan karena itu ditarik dengan towing menuju apron.
Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani (bahasa Inggris: General Ahmad Yani
International Airport) (IATA: SRG, ICAO: WAHS) adalah sebuah bandar udara yang terletak di
Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Nama bandara ini diambil dari salah satu nama
pahlawan revolusi Indonesia, Achmad Yani. Peresmian menjadi bandara internasional
berlangsung dalam penerbangan perdana Garuda Indonesia ke Singapura bulan Maret 2004.
Sejarah
Pada awalnya Bandara Achmad Yani adalah pangkalan udara TNI Angkatan Darat, dahulu lebih
dikenal dengan Pangkalan Udara Angkatan Darat Kalibanteng. Berdasarkan Surat Keputusan
Bersama Panglima Angkatan Udara, Menteri Perhubungan dan Menteri Angkatan darat tanggal
31 Agustus 1966, maka Pangkalan Udara AD diubah statusnya menjadi Pangkalan Udara
Bersama Kalibanteng Semarang. Namun karena peningkatan frekuensi penerbangan sipil, maka
pada tanggal 1 Oktober 1995, Bandar Udara Achmad Yani Semarang menjadi salah satu Bandar
Udara di bawah PT Angkasa Pura. Bandara Achmad Yani berubah menjadi bandara
internasional pada tahun 2004 setelah Garuda Indonesia membuka rute Semarang-Singapura.
Sekarang
Bandara Internasional Achmad Yani memiliki satu terminal di sebelah selatan landasan pacu,
dengan satu pintu masuk dan keberangkatan masing-masing untuk penerbangan domestik dan
internasional. Terminal ini memiliki luas 2.657 m2 dan kapasitas dalam negeri 180 penumpang.
Fasilitasnya meliputi toko cinderamata, gerai makanan, bank, money changer, hotel dan travel
booking, layanan taksi dan penyewaan mobil. Ini juga memiliki landasan 2.560 x 45 meter.
Penumpang
Maskapai Tujuan
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Explore Pangkalan Bun, Surabaya
dan Explore Jet
SilkAir Singapura
Kargo
Maskapai Tujuan
Maskapai Tujuan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memulai proyek ini tahun 2005. Bandar Udara Internasional
Achmad Yani nanti akan memiliki fasilitas berikut ini:
Transportasi
Halte Bandara Achmad Yani adalah sebuah halte di Tambakharjo, Semarang Barat, Semarang
yang melayani koridor 4 TransSemarang.
9. Bandara Adisutjipto - Yogyakarta
Sejarah
Bandar Udara Internasional Adisutjipto dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa
tempatnya berada Maguwoharjo. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu
dipergunakan oleh Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.
Pada tahun 1942 kota Yogyakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo
di ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan
terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta
Timur yang di pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di
ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk
operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di
Maguwo yang di pimpin oleh Agustinus Adisutjipto.
Pada tanggal 29 Juli 1947 pesawat Dakota C-47 dengan registrasi VT-CLA yang dikemudikan
oleh pilot berkebangsaan Australia, matan perwira RAAF, Noel Constantine dengan kopilot
berkebangsaan Inggris, yang juga mantan perwira RAF, Roy Hazelhurst. Dalam pesawat tersebut
turut pula Komodor Udara Agustinus Adisoetjipto, Komodor Udara Prof. Dr. Abdulrahman
Saleh, seorang operator radio Adisumarmo Wiryokusumo, Zainal Arifin dan seorang teknisi
berkebangsaan India, Bidha Ram ditembak jatuh oleh pesawat Belanda, P-40 KittyHawk dan
jatuh di Dusun Ngoto, Bantul dekat Yogyakarta, Indonesia.
Pada tahun 1950 lapangan terbang Maguwo beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan
diserahkan kepada AURI. Dengan adanya pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan
udara Maguwo mengalami perubahan nama yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan
peranan TNI AU. Berdasarkan keputusan kepala staff Angkatan Udara No.76 Tahun 1952.
Tanggal 17 Agustus 1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah menjadi pangkalan udara
Adisutjipto.
Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU)
Republik Indonesia .Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan keputusannya
dan atas persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara AdiSutjipto Jogjakarta
menjadi pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan
Terminal Sipil yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1977 dilakukan perluasan terminal lagi
karena volume penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP
Nomor 48 Tahun 1992, Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan
Perum Angkasa Pura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya diubah menjadi PT (PERSERO)
Angkasa Pura I.
Penerbangan internasional
Bandar Udara Internasional Adisutjipto menjelma menjadi bandar udara internasional pada
tanggal 21 Februari 2004. Pada saat itu, Garuda Indonesia mengoperasikan rute Yogyakarta -
Kuala Lumpur. Sebulan selanjutnya, giliran Singapura yang dikunjungi oleh Garuda Indonesia.
Sekitar bulan November 2006, Garuda Indonesia menghentikan rute - rute internasional.
Tetapi pada tanggal 30 Januari 2008, penerbangan internasional dilanjutkan kembali dengan
menghadirkan AirAsia yang mengoperasikan Airbus A320 dengan rute Yogyakarta - Kuala
Lumpur. Sejak 1 Februari 2008, Malaysia Airlines turut datang ke Yogyakarta dengan
mengoperasikan Boeing 737-400.
Bulan April 2008, AirAsia membuat rute Yogyakarta - Kuala Lumpur menjadi setiap hari.
Dan tanggal 16 Desember 2008, Garuda Indonesia kembali melayani rute Yogyakarta -
Singapore mulai pukul 18.00 WIB, setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Maskapai
Jumlah penumpang pesawat terbang yang naik maupun turun di Bandar Udara Internasional
Adisutjipto, Yogyakarta, sepanjang 2016 meningkat sekitar 13 persen dibanding 2015.
Penumpang yang tercatat pada penghujung tahun 2016 berjumlah 7.208.557 orang. Sedangkan
tahun 2015, tercatat 6.380.336 orang. Berikut ini adalah maskapai yang melakukan penerbangan
langsung dari Yogyakarta:
Maskapai Tujuan
Indonesia
Denpasar/Bali, Jakarta—Soekarno—Hatta, Medan, Singapura
AirAsia
SilkAir Singapura
Angkutan umum
Sejarah
Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan
Panasan. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan yang dibangun pertama
kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat.
Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh
Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang sejak pada tahun 1942 sebagai basis
militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha).
Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara
Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer.
Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial
pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-
Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu.
Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan
Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo (adik dari
Agustinus Adisucipto).
Pada tanggal 31 Maret 1989, Bandara ini ditetapkan menjadi Bandara Internasional dengan
melayani penerbangan rute Solo-Kuala Lumpur & Solo-Singapore.
Pada tanggal 1 Januari 1992, Bandara Adi Sumarmo dikelola oleh Perusahaan Umum Angkasa
Pura I yang pada tanggal 1 Januari 1993 berubah status menjadi Persero Terbatas Angkasa Pura I
sampai dengan sekarang.
Data bandara
Runway 1: Heading 08R/26L, 4,000 m (13.123 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
Fire Category VIII, Rescue and fire fighting
Navigational Aids: VOR-DME, NDB
Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
Runway 2: Heading 08L/26R, 3,000 m (9,843 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
Fire Category XIII, Rescue and fire fighting
Navigational Aids: VOR-DME, NDB
Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
Fasilitas kargo
Kapasitas 48tonnes (105.000 lbs), gudang seluas 574m² (6,178sq ft), kawasan berikat, hanya
kargo domestik, karantina hewan, fasilitas kesehatan, peralatan X-ray, bahan berbahaya, GPU,
sabuk berjalan kargo, dan kursi roda.
Maskapai penerbangan
Maskapai Tujuan
Airfast
Charter: Timika
Indonesia
Garuda Jakarta—Soekarno—Hatta
Indonesia Musiman: Jeddah[Note 1], Madinah[Note 2]
Maskapai Tujuan
Indonesia
Denpasar/Bali
AirAsia
Denpasar/Bali, Jakarta—Soekarno—Hatta
Lion Air
Musiman: Jeddah[Note 3]
Malaysia
Kuala Lumpur–Internasional
Airlines
Transportasi
Bus
Taksi Bandara
Kereta Bandara
Insiden
Lanud Adi Soemarmo yang terletak 11 km sebelah barat Kota Surakarta pada awalnya
merupakan lapangan terbang darurat yang dibangun tahun 1940. [2] Dengan datangnya tentara
Jepang tahun 1942 landasan tersebut digunakan sebagai basis militer penerbangan tentara
Jepang, maka dibangunlah landasan, bangunan-bangunan untuk kantor, asrama, gudang, dapur,
menara dan hanggar. Setelah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Komite Nasional
Indonesia (KNI) Colomadu dan Badan Perjuangan mengadakan perundingan dengan Komandan
Butai Panasan. Hasil dari perundingan tersebut menghasilkan keputusan berupa pengosongan
oleh tentara jepang. Dengan penyerahan lapangan terbang panasan kepada pihak Badan
Perjuangan Panasan merupakan beban yang tidak ringan. Kegiatan tersebut dimanifestasikan
dalam bentuk organisasi yang dinamakan penerbangan Surakarta yang dibentuk tanggal 6
Pebruari 1946.
Peresmian tersebut diramaikan dengan demonstrasi penerbangan dan Joy Flight dengan pesawat-
pesawat yang didatangkan dari Yogyakarta. Organisasi ini merupakan cikal bakal lahirnya
pangkalan udara panasan. Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi organisasi
ketentaraan di Indonesia menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), jawatan penerbangan lebur
menjadi satu yaitu TRI Angkatan Udara. Pada bulan Mei 1946 telah datang pesawat Cureng dari
markas tertinggi TRI Angkatan Udara di Yogyakarta yang membawa rombongan KSAU
Komodor Udara Suryadi Suryadarma, Wakil KSAU Komodor Udara R. Sukarnaen Martodisumo
dan Prof. DR. Abdul Rachman Saleh. Maksud kedatangan rombongan tersebut untuk menerima
penyerahan penerbangan Surakarta dari Divisi IV Surakarta yang terdiri dari Kolonel Sutarto,
Letkol Mursito dan Letkol Sudibyo. Secara resmi Penerbangan Surakarta menjadi Pangkalan
Udara Panasan yang merupakan integral dari Angkatan Udara. Sebagai Komandan Pangkalan
Udara Panasan dijabat oleh Opsir Muda Udara I Soeyono, Opsir Muda Udara II Ali Sutopo
sebagai wakil dan Opsir Muda Udara III Sartolo sebagai Kegartier Master.
Tanggal 16 Maret 1959 merupakan lembaran baru bagi Pangkalan Angkatan Udara Panasan
(Detasemen AU Panasan) yang telah ikut aktif mendukung pembangunan dalam pendidikan
anggota TNI AU. Detasemen AU Panasan membuka pendidkan Depot Batalyon Calon Prajurit
(Caper) angkatan pertama. Berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor: 306 tanggal 19
September 1959 terhitung mulai 1 September 1959 Depot Batalyon Calon Prajurit ditetapkan
menjadi Pusat Pendidikan Kemiliteran Angkatan Udara (PPKAU) yang berkedudukan di
Pangkalan Angkatan Udara Panasan. Pendidikan Calon Prajurit Angkatan ke-2 dibuka tanggal 28
September 1959, selanjutnya Pendidikan Sekolah Dasar Perwira (SEDASPA) dibuka tanggal 18
Januari 1960. Tempat pendidikan tersebut mempunyai motto “Mendidik dan membangun atau
membangun dan mendidik” yang bermakna untuk menggembleng personel Angkatan Udara
yang berkualitas, bermental baja dan berdisiplin tinggi. Salah satu Alumnus PPKAU adalah
Marsekal TNI Rilo Pambudi (mantan KSAU).
PPKAU yang merupakan pusat pendidikan Angkatan Udara, pada tanggal 27 Juni 1965
diresmikan oleh Menteri/Panglima Angkatan Udara menjadi Wing Pendidikan (Wingdik)
Pangkalan Angkatan Udara Panasan dijabat oleh Kolonel Udara Suyoto sebagai Komandan
Pangkalan Angkatan Udara Panasan. Wingdik 4 membawahi 3 Kesatuan Pendidikan yaitu:
Kesatuan Pendidikan 010, Kesatuan Pendidikan 011 dan Kesatuan Pendidikan 004. Wing
Pendidikan 4 tidak hanya mendidik anggota-anggota TNI AU, tetapi juga tempat
penggemblengan para sarjana untuk menjadi militer. Sejalan dengan kemajuan sistem
manajemen dan penyempurnaan Organisasi TNI AU, maka mutlak diperlukan adanya pemisahan
wewenang, fungsi, tugas dan tanggung jawab antara Wing Pendidikan 4 dengan Pangkalan
Angkatan Udara Panasan. Berdasarkan radiogram No:165 tanggal 11 Juni 1966 dilaksanakan
pemisahan dan sekaligus diadakan penggantian Komandan dari Kolonel Udara Suyoto kepada
Mayor Udara Parjaman berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Pangau No:54/Pers-MP/1966
tanggal 17 Mei 1966. Wing Pendidikan 4 hanya mempunyai wewenang fungsi, tugas dan
tanggung jawab dibidang pendidikan, sedangkan tugas mengurus pemeliharaan/perawatan
kesatuan menjadi tugas dan tanggung jawab Pangkalan.
Lanud Adi Soemarmo melaksanakan fungsi dan kegiatannya sebagai tempat pendidikan TNI
Angkatan Udara yang mewakili lembaga pendidikan, antara lain:
Pada waktu Komandan Lanud Adi Soemarmo dijabat oleh Kolonel Pnb Surya Dharma S.IP
(1999) terdapat perubahan nama dan tambahan pada lembaga-lembaga pendidikan. Berdasarkan
Surat Keputusan KSAU No: Skep/4/III/1999 Lanud Adi Soemarmo membawahi 5 Skadron
Pendidikan (Skadik), yaitu Skaron Pendidikan 401, Skadron Pendidikan 402, Skadron
Pendidikan 403, Skadron Pendidikan 404 dan Skadron Pendidikan 405.
Dengan kekalahan Jepang oleh sekutu dan diikuti lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia yang sangat ditunggu-tunggu oleh bangsa Indonesia telah membawa semangat baru
bagi bangsa Indonesia, yaitu semangat sebagai bangsa yang merdeka dan berhak menentukan
nasib sendiri. Pangkalan-pangkalan di bawah kekuasaan Jepang secara berangsur dapat direbut
oleh para pejuang bangsa Indonesia, baik melalui pertempuran maupun secara diplomasi.
Pangkalan Udara Panasan dapat diambil alih oleh para pejuang bangsa Indonesia melalui
diplomasi di bawah kekuasaan Divisi IV Surakarta. Selanjutnya sebagai Komandan Devisi IV
Surakarta Kolonel Inf. Soetarto menyerahkan Pangkalan Udara Panasan kepada panitia yang
diketuai oleh Soejono. Dalam perkembangan berikutnya Pangkalan Udara Panasan
dimanifestasikan dalam sebuah organisasi yaitu Penerbangan Surakarta yang diresmikan pada
tanggal 6 Februari 1946, dihadiri oleh pembesar-pembesar militer dan sipil serta tokoh
masyarakat sekitar Surakarta.[3]
Komandan 1985-sekarang
Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid[1] (bahasa Inggris: Zainuddin Abdul Madjid
International Airport) (IATA: LOP, ICAO: WADL) sebelumnya juga dikenal dengan Bandar
Udara Internasional Lombok, adalah Bandara domestik dan internasional yang berlokasi di
Kabupaten Lombok Tengah, provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Bandara ini dioperasikan
oleh PT Angkasa Pura I.[2][3] dan dibuka pertama kali pada tanggal 1 Oktober 2011 untuk
menggantikan fungsi dari Bandara Selaparang Mataram. Terletak persis di jantung pulau
"eksotik" Lombok tepatnya di Jalan Tanak Awu. Melayani penerbangan domestik maupun
international. Maskapai yang melayani rute domestik antara lain yaitu Garuda Indonesia, Merpati
Nusantara, Lion Air, Wings Air, Citilink, Sky Aviation, Trans Nusa Aviation, Indonesia Air
Transport (Non Reguler), dan Travira Air (Non Reguler). Rute internasional dilayani oleh Silk
Air dan AirAsia.
Pada tanggal 20 Oktober 2011 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan bandara
ini.[4] Arsitektur bandara ini memiliki ciri khas rumah adat sasak, namun tentu saja menggunakan
bahan-bahan modern baja galvanis.
Penamaan bandara
Bandara Udara Internasional Lombok atau disingkat sebagai BIL, mempunyai beberapa nama
yang diusulkan. Pada bulan Januari 2009 hasil jajak pendapat publik yang dilakukan di Lombok
menunjukkan bahwa Bandara Internasional Lombok (BIL) dipilih oleh 40,4% responden,
Bandara Internasional Sasak (BIS) 20%, Bandara Internasional Rinjani (BIR) 46 16,7%, Bandara
Internasional Mandalika (BIM) 10,9%, Bandara Internasional Selaparang (SIA) 8%, Bandara
Internasional Pejanggik (PIA) 2,9%, dan Bandara Internasional Arya Banjar Getas (ABGIA)
tetapi kini, Bandara Internasional Selaparang sudah tidak lagi berfungsi sebagai bandar udara,
oleh karena itu jajak pendapat tidak lagi didapatkan dari Bandara Internasional Selaparang (SIA).
Pada tanggal 5 September 2018, Bandara Internasional Lombok (BIL) digantikan nama menjadi
Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM).
Lokasi
Lokasi Bandara Internasional Lombok di Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah, pulau
Lombok, Indonesia. Bandara ini terletak sebelah tenggara Kota Mataram ibu kota provinsi Nusa
Tenggara Barat dan ± 8 kilometer selatan dari kota kecil Praya, ibu kota Kabupaten Lombok
Tengah.
Bandara ini dibangun di atas lahan seluas 550 hektare yang menelan biaya Rp.625 miliar
(US$73.100.000).
Tujuan
Ketika Bandara Internasional Lombok beroperasi, semua jadwal penerbangan yang ada di
Bandara Selaparang Lombok dipindahkan ke bandara baru.
Dikarenakan Bandara Selaparang tidak bisa didarati pesawat berbadan lebar maka diharapkan
bahwa pelayanan internasional dan domestik akan segera melengkapi rute untuk pesawat
berbadan lebar yang tidak bisa mendarat di Mataram.
Tahap-tahap pembangunan
Landasan pacu, taxiway dan apron berada dalam tahap akhir instalasi konstruksi dan fasilitas di
kuartal 3 tahun 2010. Terminal dan fasilitas pendukung lainnya dalam tahap akhir penyelesaian
pada akhir September 2011. Tanggal pembukaan bandara sudah di jadwalkan dan kemudian
ditunda berkali-kali. Dan diumumkan untuk pembukaan resmi pada tanggal 1 Oktober ini
sebagian menanggapi kebutuhan mendesak untuk beroperasi sebelum dimulainya penerbangan
Haji pada akhir tahun 2011.
Tahap I (2006-2009)
Tahap II (2013-2015)
Tahap-III (2028)
Surabaya, Yogyakarta
SilkAir Singapura
Bandara Internasional Pattimura adalah Bandara internasional yang terletak di Kota Ambon,
Provinsi Maluku, Indonesia. Bandara ini juga melayani kedatangan dalam negeri dengan luas
landasan 2.500 m² dan luar negeri dengan luas landasan 400 m2. Bandara ini berjarak 38
kilometer dari kota Ambon. Pada bandara ini terdapat fasilitas imigrasi, karantina, bea cukai,
gedung kargo, restoran, telepon umum dan kantor pos. Bandar Udara Internasional Pattimura
Ambon yang terdapat pada salah satu pulau di kepulauan Maluku merupakan daerah yang sangat
strategis. Kepulauan Maluku mempunyai banyak pulau yang terbagi dalam 2 (dua) Provinsi yaitu
Maluku Utara dengan ibu kota Sofifi dan Maluku dengan ibu kota Makarikil.
Bandar Udara Internasional Pattimura Ambon berada di pulau Ambon Provinsi Maluku terletak
pada posisi koordinat 03° 42’ 25’’ S dan 128° 05’ 23’’ T yang dikelilingi oleh lautan disebelah
Utara laut Seram, Selatan laut Banda dan Timur laut Arafura. Bandar Udara Pattimura yang
dahulu bernama Lapangan Terbang Laha Ambon dibangun pada tahun 1939 oleh Pemerintah
Penjajah Belanda. Pada tahun 1942 Lapangan Terbang Laha dikuasai oleh pendudukan Jepang
untuk melawan pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II. setelah kemerdekaan RI tahun 1945
Lapangan Terbang Laha dikuasai oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Maskapai
Maskapai Tujuan
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Explore dan Langgur, Samulaki, Sorong, Ternate
Explore Jet
XpressAir Saumlaki
Bandar Udara Internasional El Tari (bahasa Inggris: El Tari International Airport) (IATA:
KOE, ICAO: WATT) adalah bandar udara yang terletak di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kode ICAO bandara diubah dari WRKK menjadi WATT pada tahun 2004. [1] Bandara ini
dinamai sesuai nama El Tari, Gubernur Nusa Tenggara Timur Ke 2 periode 1966-1978.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Tujuan
TransNusa
Nam Air
dioperasikan oleh Alor, Bajawa, Ende, Larantuka, Ruteng
TransNusa
Pengembangan
Pada 27 November 2009, Batavia Air Penerbangan 711, yang dioperasikan oleh Boeing
737-400 melakukan pendaratan darurat setelah terjadi masalah dengan roda di pesawat. [2]
Pada 2 Desember 2009, Merpati Nusantara Airlines Fokker 100 PK-MJD melakukan
pendaratan darurat karena roda belakang sebelah kiri pesawat mengalami gangguan
sehingga tidak keluar sempurna. Tidak ada penumpang dan awak yang terluka dalam
kejadian ini.[3]
Pada 9 September 2011, Susi Air dari Kisar, yang dioperasikan Grand Caravan
melakukan pendaratan darurat setelah roda bagian belakang pecah. Akibat kejadian ini
bandara sempat ditutup satu jam. [4]
Pada 10 Juni 2013, Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 6517 mengalami hard
landing. 20 orang luka ringan, 5 orang lainnya mengalami luka serius.
Pada 21 Desember 2015, Kalstar Penerbangan 676 tergelincir keluar runway. Semua
penmpang dinyatakan selamat
2. PT ANGKASA PURA II
PT Angkasa Pura II (Persero), selanjutnya disebut “Angkasa Pura II” atau “Perusahaan”
merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan
jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara di wilayah Indonesia Barat.
Angkasa Pura II telah mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Republik Indonesia untuk
mengelola dan mengupayakan pengusahaan Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng yang kini
berubah nama menjadi Bandara Internasional Jakarta Soekarno-Hatta serta Bandara Halim
Keberadaan Angkasa Pura II berawal dari Perusahaan Umum dengan nama Perum Pelabuhan
Udara Jakarta Cengkareng melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1984, kemudian
pada 19 Mei 1986 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1986 berubah menjadi Perum
Angkasa Pura II. Selanjutnya, pada 17 Maret 1992 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 14
tahun 1992 berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Seiring perjalanan perusahaan,
pada 18 November 2008 sesuai dengan Akta Notaris Silvia Abbas Sudrajat, SH, SpN Nomor
Berdirinya Angkasa Pura II bertujuan untuk menjalankan pengelolaan dan pengusahaan dalam
bidang jasa kebandarudaraan dan jasa terkait bandar udara dengan mengoptimalkan
pemberdayaan potensi sumber daya yang dimiliki dan penerapan praktik tata kelola perusahaan
yang baik. Hal tersebut diharapkan agar dapat menghasilkan produk dan layanan jasa yang
bermutu tinggi dan berdaya saing kuat sehingga dapat meningkatkan nilai Perusahaan dan
kepercayaan masyarakat.
Kiprah Angkasa Pura II telah menunjukkan kemajuan dan peningkatan usaha yang pesat dalam
bisnis jasa kebandarudaraan melalui penambahan berbagai sarana prasarana dan peningkatan
Di dunia penerbangan Bandara Soekarno Hatta sering juga disebut Bandara Cengkareng karena
letaknya berada di daerah Cengkareng. Bandara Soekarno-Hatta adalah salah satu bandara
dengan jumlah penumpang terbanyak di Indonesia. Hampir 2/3 total penumpang pesawat
Indonesia atau sekitar 32 juta orang/ tahun melewati bandara ini.
Kelas : Internasional
Luas : 1740 Ha
Alamat : Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang
Telepon : (021) 5507300
Faksimili : (021) 5506823
E-mail : ap2_cgk@angkasapura2.co.id
A. 18 a/c
B. 15 a/c
C. 16 a/c
D-E-F-Remote 472,853 m2
D. 16 a/c
E. 8 a/c
F. 19 a/c
Landasan
Fasilitas Penerbangan
Fasilitas Bandara
Informasi Terminal
Bandara Soekarno Hatta terletak di Cengkareng dan memiliki 3 terminal yaitu Terminal 1,
Terminal 2, dan Terminal 3.
Terminal 1
Terminal 1 adalah terminal untuk penerbangan domestik yang terbagi atas tiga sub terminal yaitu
Sub Terminal 1A, Sub Terminal 1B dan Sub Terminal 1C.
Terminal 2
Terminal 2 terbagi atas tiga sub terminal yaitu Sub Terminal 2D, Sub Terminal 2E dan Sub
Terminal 2F. Terminal 2D dan 2E adalah sub terminal khusus untuk penerbangan international,
sedangkan Sub Terminal 2F di gunakan untuk penerbangan domestik Garuda dan Merpati.
Terminal 2D
Quantast Airways
Qatar Airways
Air Asia
Value Air
Phillipine Airlines
Singapore Airlines
Thai Airlines
China Airlines
Cathay Airlines
Malaysia Airlines
Kuwait Airlines
Japan Airlines
Yemen Airlines
Saudi Arabia Airlines
Emirates Airlines
China Southern Airlines
Lufthansa Airlines
Air India
Eva Air
Terminal 2E
Garuda Indonesia
Lion Airlines
Korean Air
KLM Royal Dutch Airlines
Gulf Air
Terminal 2F
Garuda Indonesia
Merpati Airlines
Terminal 3
Saat ini baru dibangun Terminal 3 pier 1 yang diperuntukan bagi penerbangan domestik AirAsia
dan Mandala. Terminal 3 Pier 1 adalah terminal yang bebas rokok.
2.Halim Perdanakusuma (Jakarta)
Sejarah
Pada abad ke-17, daerah Cililitan merupakan sebuah tanah partikelir yang dimiliki oleh Pieter
van der Velde. Tanah tersebut dinamakan Tandjoeng Ost. Kemudian sekitar tahun 1924,
sebagian tanah tersebut dijadikan sebuah lapangan terbang pertama di kota Batavia. Lapangan
terbang tesebut dinamakan Vliegveld Tjililitan (Lapangan Terbang Tjililitan). Pada tahun yang
sama, lapangan terbang ini menerima kedatangan pesawat dari Amsterdam yang kemudian
menjadi penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda. Sebelum mendarat di Cililitan,
pesawat Fokker ini memerlukan waktu cukup lama di perjalanan. Karena pernah jatuh dan
mengalami kerusakan di Serbia hingga harus didatangkan suku cadang dari pabriknya di
Amsterdam.
Lapangan terbang ini juga turut andil dalam peresmian Bandar Udara Internasional Kemayoran
yaitu dengan cara menerbangkan pesawat berjenis Douglas DC-3 menuju Kemayoran yang baru
saja diresmikan.
Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang ini kepada
pemerintah Indonesia. Ketika itu lapangan terbang ini langsung dipegang oleh AURI dan
dijadikan pangkalan udara militer. Kemudian bertepatan dengan 17 Agustus 1952, lapangan
terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang
almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.
Disamping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandar udara sipil utama di
kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran. Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi
penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan disana.
Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat. Namun
hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandar udara baru di daerah Cengkareng.
Kelak bandar udara tersebut dinamakan Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta. Setelah
Kemayoran ditutup, Bandar Udara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan
sipil untuk berfokus guna kepentingan militer. Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60
slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan
untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta.
Domestik
Maskapai Tujuan
Internasional
Maskapai Tujuan
Singapura
Garuda Indonesia
Haji: Jeddah, Madinah
Kargo
Maskapai Tujuan
Studi kelayakan Bandar Udara ke Bandar Udara Express Train telah selesai dan siap untuk
prakualifikasi korban . The Express Train rencana awal adalah dari Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta ( SHIA ) ke Manggarai, tetapi untuk menyadari kebutuhan transportasi dari
Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma ( HPIA ), sehingga rute tersebut memutuskan
untuk sejauh dari Manggarai ke HPIA . Rute ini akan 33 kilometer dari Halim - Cawang -
Manggarai - Tanah Abang - Sudirman - Pluit Terminal 2 & 3 SHIA di permukaan tanah, bawah
tanah dan ditinggikan, telah disepakati oleh Peraturan Menteri Nomor 1264 Tahun 2013 tentang
Kementerian Perhubungan . The Express Train memakan waktu 30 menit hanya antara dua
bandara bukannya 1-3 jam perjalanan.
3. Kualanamu (Medan)
Pemindahan bandara ke Kualanamu telah direncanakan sejak tahun 1992. Dalam kunjungan
kerja ke Medan oleh Menteri Perhubungan saat itu, Azwar Anas, berkata bahwa demi
keselamatan penerbangan, bandara akan dipindah ke luar kota.
Persiapan pembangunan diawali pada 1 Agustus 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada
tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu kabar
mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga kecelakaan pesawat Mandala Airlines terjadi
pada 5 September 2005. Kecelakaan ini menewaskan Gubernur Sumatra Utara Tengku Rizal
Nurdin dan juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal di sekitar wilayah bandara tewas
akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan permukiman. Hal ini menyebabkan munculnya
kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai.
Selain itu, kapasitas Polonia yang telah melebihi batasnya juga merupakan salah satu faktor
direncanakannya pemindahan bandara.
Rencana pembangunan selama bertahun-tahun terhambat masalah pembebasan lahan. Pada 1 Juli
2006, baru 1.650 hektaree lahan yang telah tidak bermasalah, sementara lahan yang dihuni 71
kepala keluarga lainnya masih sedang dinegosiasikan. Pada 1 November 2006 dilaporkan bahwa
Angkasa Pura II telah menyelesaikan seluruh pembebasan lahan.
Perkembangan
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan
mengembangkannya.
Pada 1 November 2011, bandara ini telah 70% selesai dan direncanakan selesai 100% pada tahun
akhir 2012 yang termasuk jalan raya nontol, jalur kereta api & jalan raya tol yang akan dibangun
setelahnya.
Pada awal tahun 2013, perkembangannya telah mencapai 95%. Pada 10 Januari 2013, bandara
ini melakukan percobaan sistem navigasi dan teknis. Bandara ini dibuka pada 25 Juli 2013.[5]
Pada 27 Maret 2014, bandara ini diresmikan operasionalnya oleh Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan peresmian pembangunan beberapa bandara di
Pulau Sumatra.
Tahap I bandara dapat menampung 8,1 juta-penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per
tahun,[7] sementara setelah selesainya tahap II bandara ini rencananya akan menampung 25 juta
penumpang per tahun.
Luas terminal penumpang yang akan dibangun adalah sekitar 6,5 hektaree dengan fasilitas area
komersial seluas 3,5 hektaree & fasilitas kargo seluas 1,3 hektaree. Bandara Internasional
Kualanamu memiliki panjang landas pacu 3,75 km yang cocok untuk didarati pesawat sebesar
Boeing 777 & mempunyai 8 garbarata. Walaupun fasilitasnya belum terpasang, bandara ini
sanggup didarati oleh pesawat penumpang Airbus A380, Antonov An-225, dan Boeing 747-8.
Bandara ini juga adalah bandara keempat di Indonesia yang bisa didarati Airbus A380 selain
Surabaya, Jakarta, dan Batam.
Maskapai penerbangan
Terminal penumpang
Maskapai Tujuan
Maskapai Tujuan
Cathay
Hong Kong
Dragon
Jetstar Asia
Singapura
Airways
KLM Amsterdam
Malaysia
Kuala Lumpur—Internasional
Airlines
SilkAir Singapura
SriLankan
Kolombo
Airlines
Terminal kargo
Maskapai Tujuan
Transportasi darat
Kereta api
Artikel utama: Kereta api Airport Railink Services
Pembangunan Tahap I disertai pula oleh pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Araskabu di
kecamatan Beringin ke bandara yang berjarak sekitar 450 meter. Stasiun Araskabu sendiri
terhubung ke Stasiun Medan dengan jarak 22,96 kilometer. Jarak tempuh dari Medan hingga
Kuala Namu berkisar 30-47 menit (kereta menuju bandara diprioritaskan dalam penggunaan rel
tunggal Medan-Kualanamu). Stasiun di bandara sudah selesai dan telah dioperasikan sejak 25
Juli 2013. Harga tiket kereta api Kualanamu-Medan PP adalah Rp80.000.00. Frekuensi
perjalanan terus ditingkatkan, dari awalnya 13 kali per arah pada awal pengoperasian, meningkat
menjadi 17-18 perjalanan, dan mulai Mei 2014, 20 kali per arah. Pada awalnya kereta api yang
dipakai adalah KRDE buatan INKA, lalu pada November 2013 kereta baru dari Korea Selatan
yang dilengkapi Wi-Fi mulai digunakan menggantikan KRDE INKA. Layanan kereta api ini
dioperasikan oleh PT Railink yang merupakan perusahaan patungan PT Angkasa Pura II dan PT
Kereta Api Indonesia. Kereta api ini merupakan kereta api bandara pertama di Indonesia.
Bus
Bandara ini terhubung melalui angkutan bus dengan kota Medan, Binjai, Pematangsiantar,
Kabanjahe, dan Gunung Sitoli.
Bandara ini juga menghubungkan dengan Jalan Raya Sultan Serdang untuk ke Medan dan Jalan
Bakaran Batu ke Deli Serdang.
Insiden
Pada 18 Mei 2013, sebuah pesawat Boeing 737-400 Malaysia Airlines yang seharusnya
mendarat di Bandar Udara Internasional Polonia, nyaris mendarat di Bandar Udara
Internasional Kualanamu. Pesawat ini belum sempat mendarat akan tetapi roda pesawat
sudah dikeluarkan. Begitu pilot sadar bahwa bandaranya salah ia langsung menerbangkan
pesawat kembali. Pesawat ini mendarat di Bandar Udara Internasional Polonia dengan
selamat.
Pada tanggal 24 April 2015 Pesawat Lion Air Boeing 737-900ER nomor penerbangan JT
303 dengan kode registrasi PK-LFT tujuan Jakarta gagal terbang diakibatkan mesin
pesawat meledak dan berasap. Penumpang lansung dievakuasi melalui pintu darurat. Tiga
orang dilaporkan patah tulang akibat melompat dari pintu darurat bagian tengah dan
langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Penumpang diganti pesawat lain dengan
nomor penerbangan yang sama pada pukul 16.30.
Pada 3 Agustus 2017, terjadi kecelakaan senggolan sayap antara pesawat Lion Air
Boeing 737-900ER nomor penerbangan JT 197 dengan kode registrasi PK-LJZ dari
Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh dengan pesawat Wings
Air ATR 72-500 dengan nomor penerbangan IW 1252 dengan kode registrasi PK-WFF
menuju Bandar Udara Cut Nyak Dhien, Kabupaten Meulaboh, Aceh. Pesawat Lion Air
berusaha menghindar ke kanan runway, tetapi karena jarak terlalu dekat dan terbatasnya
ruang di runway akhirnya terjadilah tabrakan antar sayap tersebut. Akibatnya,bagian
sayap kedua pesawat ini mengalami kerusakan. Aktivitas penerbangan sempat ditutup
selama 20 menit.
4.Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang)
Sejarah Singkat
Pada tanggal 1 Januari 1920, karena suatu hal konsesi atas tanah perkebunan itu berpindah
tangan kepada Palembang Maatschappij (Palembang MIJ) atau NV Palembang Maskapai.
Tahun itu terdapat kabar pionir penerbang bangsa Belanda dikepalai oleh Jan Pieterszoon Coen
akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke wilayah Hindia Belanda dalam
waktu 20 jam terbang. Maka Palembang MIJ yang memegang konsesi atas tanah itu,
menyediakan sebidang lahan untuk diserahkan sebagai lapangan terbang pertama di Kota
Palembang.
Pada tanggal 1 Januari 1950, bandara ini menjadi lapangan udara bersama baik untuk kegunaan
sipil status bandara ini menjadi Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.
Pada tanggal 1 Januari , bandara ini resmi dikelola oleh Manajemen PT (Persero) Angkasa Pura
II.
Pada saat Provinsi Sumatera Selatan resmi terpilih sebagai tuan rumah PON XVI tahun 2004,
pemerintah berupaya untuk memperbesar kapasitas bandara sekaligus mengubah status bandara
ini menjadi bandara internasional. Gedung terminal baru Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
akhirnya berhasil rampung dan diresmikan pada 1 Januari 1990.
Peristiwa Woyla
Artikel utama: Garuda Indonesia Penerbangan 206
Pada tanggal 28 Maret 1981, lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, dan
mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok ekstremis Islam "Komando Jihad", membajak
pesawat Penerbangan 206 Garuda Indonesia setelah lepas landas dari Pelabuhan Udara Sipil
Talangbetutu ke Bandara Polonia, Medan. Pembajakan yang terjadi di Pelud Talang Betutu ini
dikenal dengan sebutan Peristiwa Woyla. Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla tersebut
berangkat dari Jakarta pada pukul 08.00 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan
dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut tiba-tiba
dibajak oleh lima orang teroris Komando Jihad yang menyamar sebagai penumpang. Setelah
mendarat sementara untuk mengisi bahan bakar di Bandara Penang, Malaysia, akhirnya pesawat
tersebut terbang dan mengalami drama puncaknya di Bandara Don Mueang di Bangkok, Muang
Thai tanggal 31 Maret.
Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla yang berangkat dari Pelabuhan Udara Sipil
Talangbetutu ini menjadi peristiwa terorisme bermotif "jihad" pertama yang menimpa Indonesia
dan satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia.
Pengembangan
Bandara ini telah resmi menjadi bandara bertaraf internasional dan bisa didarati oleh pesawat
yang berbadan besar pada 1 Januari 1970. Pengembangan bandara tersebut mulai dilakukan pada
1 Januari 1990 dengan total biaya Rp366,7 miliar yang berasal dari ';'Japan International Bank
Corporation';' Rp251,9 miliar dan dana pendamping dari APBN sebesar Rp114,8 miliar Dengan
12 Kota Dengan Penerbangan Domestik Langsung Dan 3 Kota Dengan Penerbangan
Internasional Langsung.
Antara perkembangan yang dilaksanakan adalah perpanjangan landas pacu sepanjang 300 meter
x 60 meter menjadi 3.000 meter x 60 meter, pembangunan tempat parkir kendaraan seluas
20.000 meter yang dapat menampung 1.000 kendaraan serta pembangunan gedung terminal
penumpang tiga lantai seluas 13.000 meter persegi yang dapat menampung 1250 penumpang,
dilengkapi garbarata (aerobridge) dan terminal kargo dan bangunan penunjang lainnya seluas
1.900 meter persegi.
Hasil pengembangan ini membuat Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II dapat
didarati pesawat Airbus A330, Boeing 747, Boeing 777, dan sejenisnya. Selain itu, arus
penumpang diproyeksikan akan naik dari 7.720 penumpang menjadi 16.560 penumpang. Setelah
itu akan ada pembangunan jalan tol Indralaya-Palembang-Bandara Sultan Mahmud Badarudin II
untuk mempermudah akses ke Bandara.
Maskapai penerbangan dan tujuan
Maskapai yang saat ini beroperasi di Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II
Palembang :
Maskapai Tujuan
Jakarta—Soekarno—Hatta
Garuda Indonesia
Haji: Jeddah
Garuda Indonesia
Bandar Lampung, Batam, Bengkulu, Denpasar/Bali, Jambi, Medan,
dioperasikan oleh Explore
Padang, Pangkal Pinang, Pekanbaru
dan Explore Jet
Scoot Singapura
Transportasi Darat
Kereta Api
Saat ini tengah dibangun Palembang LRT (kereta api ringan) yang akan menghubungkan bandar
udara ini dengan Jakabaring Sport City. Pembangunan ini ditargetkan akan selesai pada tahun
2018, di mana pada tahun tersebut akan diselenggarakan pesta olahraga antarnegara Asia Asian
Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
Jalan Tol
Setelah itu akan ada pembangunan jalan tol Indralaya-Palembang-Bandara Sultan Mahmud
Badaruddin II untuk mempermudah akses ke Bandara.
Sejarah
Bandar udara Sultan Syarif Kasim II (SSK. II) Pekanbaru adalah bandara peninggalan Sejarah
dari zaman kemerdekaan melawan penjajah Belanda dan Jepang. Saat itu di sebut “Landasan
Udara” di mana landasan tersebut masih terdiri dari tanah yang di keraskan dan di gunakan
sebagai Pangkalan Militer. Awalnya Landasan pacunya adalah dari Timur menuju Barat dengan
nomor runway 14 dan 32. Pada awal kemerdekaan di bangun landasan pacu baru yang
terbentang dari arah utara menuju selatan dengan nomor runway 18 dan 36. Panjang landasan
lebih kurang 800 meter dengan permukaan landasan berupa kerikil yang di padatkan. Pada tahun
1950 landasan pacu di perpanjang menjadi 1.500 meter, dan pada tahun 1967 landasan di mulai
proses pengaspalan Runway, Taxi, dan Apron setebal 7 cm serta pertambahan panjang landasan
sepanjang 500 meter.
Pada tahun 1960 Pemerintah mengoperasikan bandara ini menjadi bandara Perintis dan
mengubah nama dari Landasan Udara menjadi “Pelabuhan Udara Simpang Tiga”. Nama
Simpang Tiga diambil karena lokasinya berada tiga jalan persimpangan yaitu jalan menuju Kota
Madya Pekanbaru, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Indragiri Hulu. Berdasarkan Rapat Kepala
Kantor Perwakilan Departemen Perhubungan tanggal 23 Agustus 1985 nama Pelabuhan Udara
Simpang Tiga diganti menjadi Bandar Udara Simpang Tiga terhitung tanggal 1 September 1985.
Pada 1 April 1994 Bandar Udara Simpang Tiga bergabung dengan Manejemen yang di kelolah
oleh PT. Angkasa Pura II (Persero). Dan di sebut dengan Kantor Cabang Bandar Udara Simpang
Tiga Yang kelak berubah nama menjadi Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II yang di tetapkan
melalui keputusan Presiden No.Kep.473/OM.00/1988-AP II tgl. 4 April 1998 dan di resmikan
oleh Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid tgl 29 April 2000.
Pada tahun 2009 lalu, Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II telah dimulai peluasan Bandara
Sultan Syarif Kasim II oleh pihak Angkasa Pura II yang bekerja sama dengan pemerintah
provinsi Riau. Peluasan ini direncanakan akan diselesaikan pada akhir 2011 dan dibangun
sebagai persiapan menghadapi Pekan Olah Raga Nasional (PON) yang akan digelar pada 2012.
Peluasan ini dilakukan karena dinilai tidak lagi dapat menampung jumlah penumpang melalui
menggunakan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II yang setiap tahunnya semakin meningkat.
Penumpang
Maskapai Tujuan
Garuda
Batam, Jakarta—Soekarno—Hatta
Indonesia
Indonesia
Kertajati
AirAsia
Malaysia
Kuala Lumpur–Internasional
Airlines
Maskapai Tujuan
Scoot Singapura
1. ^ Transit ke Thiruvananthapuram
2. ^ Transit ke Thiruvananthapuram
Kargo
Maskapai Tujuan
Asialink Batam
Statistik
Penerbangan tersibuk keluar dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II berdasarkan
frekuensi[butuh rujukan][2][3]
Frekuensi
Peringkat Tujuan Maskapai penerbangan
(Mingguan)
Frekuensi
Peringkat Tujuan Maskapai penerbangan
(Mingguan)
3 14 Lion Air
Medan
Kuala Lumpur-
4 10 AirAsia
KLIA
6 Singapore 3 SilkAir
Pada tanggal 28 April 1981, Douglas C-47A PK-OBK milik Airfast Indonesia jatuh pada saat
melakukan pendekatan merupakan penerbangan penumpang tidak berjadwal. Sembilan dari 17
orang dalam pesawat tewas.[5] Pada tanggal 14 Januari 2002, Lion Air Penerbangan 386 jatuh di
hutan riau. Pada 14 Februari 2011, penerbangan Lion Air 392 keluar landasan di Bandara
Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru. Tidak ada korban jiwa atau cedera. [6][7] Pesawat
itu mencoba mendarat tiga kali namun gagal. [8] Pada 15 Februari 2011 pesawat Lion Air yang
lain keluar landasan.
Mengenai dua insiden diatas, kemenhub telah melarang semua pesawat Boeing 737-900 ER
mendarat di Bandara Sultan Syarif Kasim II ketika landasan pacu yang basah. Lion air akan
menaati larangan tersebut dan akan menggantinya dengan pesawat Boeing 737-400 yang lebih
kecil.
Pada tanggal 17 Juli 2012 pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 174, tergelincir
keluar landasan.
Galeri
Check in Counter
Ruang tunggu
Crown Lounge
Sejarah
Pesawat bomber Martin B-10 milik Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda di
Lapangan Terbang Andir (1937)
Pada awalnya Bandar Udara Husein Sastranegara merupakan sebuah peninggalan Pemerintah
Hindia Belanda dengan sebutan Lapangan Terbang Andir, yaitu suatu nama lokasi di mana
lapangan terbang tersebut berada. Nama Husein Sastranegara diambil dari nama seorang pilot
militer AURI yang telah gugur pada saat latihan terbang di Yogyakarta tangal 26 September
1946. Pada masa penjajahan Jepang daerah tersebut dijadikan basis Pasukan Udara Angkatan
Darat Kekaisaran Jepang.
Pada tahun 1920 Belanda mendirikan sebuah lapangan terbang yang diberi nama Luchtvaart
Afdeling atau Vliegveld Andir. Setelah tahun 1942, lapangan terbang tersebut kemudian di
ambil alih oleh Jepang sampai tahun 1945. Ketika Indonesia telah merdeka, keadaan lapangan
udara pada saat itu sempat mengalami keadaan vakum dari tahun 1945 hingga tahun 1949.
Setelah itu, lapangan terbang tersebut di ambil alih oleh AURI sebagai pangkalan militer pada
tahun 1969 sampai 1973. Sampai akhirnya tahun 1973 lapangan terbang tersebut boleh
dipergunakan untuk penerbangan komersial.
Pada tahun 1974 mulai dilakukan kegiatan pelayanan lalu lintas dan angkutan udara komersial
secara resmi yaitu dengan berdirinya kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
dengan nama Stasiun Udara Husein sastranegara Bandung untuk kepentingan kegiatan
penerbangan komersial sipil. Selanjutnya pada tahun 1983 berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KM 68/HK 207/PHB-83 tanggal 19 Februari 1983, klasifikasi Pelabuhan
Udara ditingkatkan dari kelas III mejadi kelas II. Pada Tahun 1994 dilaksanakan Pengalihan
Pengelolaan Bandar Udara dari Departemen Perhubungan kepada PT. Angkasa Pura II sesuai PP
RI Nomor 26 Thn 1994 tanggal 30 Agustus 1994 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara
RI ke dalam Modal sahan PT. Angkasa Pura II.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Destinasi
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Bandar Lampung
Explore
SilkAir Singapura
Taksi
Taksi Primkopau Husein Sastranegara memberlakukan tarif tetap ke berbagai macam tujuan di
kota Bandung dan daerah sekitarnya termasuk Cimahi. Berbeda dengan bandara lainnya di
Indonesia, hanya Taksi Primkopau Husein Sastranegara yang diperbolehkan untuk mengantarkan
penumpang. Tiket taksi dapat dibeli di loket di pintu keluar bandara baik domestik atau
internasional. Bagaimana pun juga, seluruh taksi diperbolehkan untuk mengantarkan penumpang
menuju bandara.
Angkutan kota
Angkutan kota yang dikenal juga dengan angkot , tersedia setiap saat menuju ke terminal umum.
Angkot merupakan alternatif transportasi paling ekonomis. Angkutan kota (angkot) yang
melintasi kawasan Husein Sastranegara ini menuju ke Terminal Cicaheum, Ciroyom, Cibeureum
dan Cijerah.
Angkot dari bandara ini sangat mudah didapat karena lokasi bandara yang sangat dekat dengan
pusat kota. Bahkan dengan berjalan kaki, hanya dibutuhkan waktu 10-menit untuk menuju jalan
utama yang terlayani oleh angkot.
Sewa mobil
Bandara ini juga menyediakan sewa mobil dari operator lokal dan internasional meliputi: TRAC,
Avis, Thrifty dan Hertz.
Kereta api
Dengan berjalan dengan jarak 200-meter, anda akan mendapatkan Stasiun Andir.
7.Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh)
Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda, (Inggris: Sultan Iskandar Muda
International Airport, Aceh: Bandar Udara Antar Nanggroë Sultan Iskandar Muda), dikenal juga
dengan Bandar Udara Internasional Banda Aceh (Inggris: Banda Aceh International Airport)
(IATA: BTJ, ICAO: WITT) adalah sebuah bandar udara yang melayani Kota Banda Aceh dan
sekitarnya, yang terletak di wilayah Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Nama bandara ini diambil dari nama Sultan Iskandar Muda, seorang Raja dari Aceh. Bandara ini
dikelola oleh PT Angkasa Pura II, untuk melayani rute domestik dan internasional. Saat ini sudah
ada tiga penerbangan internasional, yaitu Air Asia ke Kuala Lumpur dan Firefly ke Penang dan
Malindo Air ke Penang
Bandara ini juga pernah difungsikan sebagai basis pengiriman obat-obatan sesudah Gempa bumi
Samudera Hindia 2004, yang hilir mudik dari berbagai wilayah di Dunia, kepada para pengungsi
yang terisolir di berbagai wilayah yang dihantam Tsunami di Aceh. Setelah dilanda Tsunami
pada 26 Desember 2004, bandara ini telah direnovasi dan memiliki landasan pacu sepanjang
3.000 meter yang mampu menampung pesawat berbadan lebar. Pada 9 Oktober 2011 sebuah
Boeing 747-400 berhasil melakukan take off dan landing, yang membuktikan bahwa bandara ini
bisa dijadikan tempat transit bagi perusahaan penerbangan internasional.
Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda mendapatkan Bandara Terbaik Dunia untuk
Wisatawan Halal di Dunia Halal Tourism Awards 2016.
Sejarah
Bandara Sultan Iskandar Muda dibangun oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1943. Saat itu,
bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 1400 meter dan lebar 30 meter berupa huruf T
dari ujung selatan memanjang dari timur ke barat.
Pada tahun 1953 Bandara Sultan Iskandar Muda (pada waktu itu bernama Bandara Blang
Bintang) dibuka kembali oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk tujuan pendaratan pesawat.
Landasan pacu hanya menggunakan landasan pacu dari Utara ke Utara sepanjang 1400 meter.
Pesawat pertama yang mendarat setelah dibuka kembali adalah DC-3 Dakota, dan beberapa
tahun kemudian, Convair 240.
Pada tahun 1968, bandara ini telah mengembangkan perluasan landasan pacu hingga 1.850 meter
dengan lebar 45 meter, dan celemek 90 x 120 meter, sehingga bisa menampung pesawat yang
lebih besar seperti Fokker F28.
Pada tahun 1993 dan 1994, Bandara Sultan Iskandar Muda kembali mengalami perkembangan
yang terkait dengan MTQ Nasional yang diadakan di Banda Aceh, dengan perluasan landasan
pacu 2250 x 45 meter, yang dapat menampung pesawat DC-9 dan B-737 dan didukung dengan
pemasangannya. Dari Radar yang terletak di Gunung Linteung sekitar 14 & nbsp; km dari
bandara.
Pada tanggal 9 April 1994, Bandara Sultan Iskandar Muda bergabung dengan PT (Persero)
Angkasa Pura II, berdasarkan surat Menteri Keuangan No. 533 / MK.016 / 1994 dan Surat
Menteri Perhubungan A. 278 / AU.002 / SKJ / 1994
Perubahan nama Bandara Blang Bintang ke Bandara Sultan Iskandar Muda adalah:
1. Surat Legislatif Daerah Istimewa Aceh Nomor 553.2 / 661 tanggal 4 April 1995
2. Surat Gubernur Daerah Khusus Aceh Nomor 553.2 / 8424 tanggal 11 April 1995
3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 1995 tanggal 11 Mei 1995 tentang
Perubahan nama Bandara Blang Bintang menjadi Bandara Sultan Iskandar Muda.
Pada tahun 1999, Bandara Sultan Iskandar Muda melanjutkan pengembangan dengan
menambahkan landasan pacu sepanjang 2.500 meter untuk dapat menampung pesawat A330,
untuk melayani keberangkatan para peziarah sehubungan dengan pemilihan Bandara Sultan
Iskandar Muda sebagai salah satu ziarah embarkasi / pelayaran .
Perkembangan terakhir dari bandara ini adalah pada tahun 2009 dimana panjang landasan pacu
kembali meningkat menjadi 3000 meter dengan lebar 45 meter, bangunan terminal baru
menggantikan bangunan terminal lama. Bandara ini diresmikan secara resmi oleh Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Agustus 2009, saat Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono datang ke Aceh secara resmi untuk membuka Pekan Budaya Aceh tahunan
kelima (Pekan Kebudayaan Aceh).
Bandar udara ini pernah dilayani oleh Garuda Indonesia sebanyak 4 (empat) kali.
Pemegang kendali
Bandar udara ini kendali operasionalnya dipegang PT. Angkasa Pura II yang juga menaungi 11
Bandar udara lainnya.
Citilink Medan
Firefly Penang
Medan
Lion Air
Musiman: Jeddah[Catatan 1]
Statistik
Tahun 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000
Peningkat
an 465.8 462.0 486.0 568.6 550.0 523.9 465.9 287.0 214.8 150.1 103.6 63.01
penumpa 65 89 96 53 42 58 00 91 66 25 46 4
ng
Kargo
(dalam
9.876 7.978 8.674 3.256 2.391 2.170 2.086 1.084 923 1.463 1.148 1.307
satuan
ton)
Peningkat
an 654 546 487 1.000 930 908 673 431 219 172 154 98
pesawat
8.Raja Haji Fisabilillah (Tanjungpinang)
Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah (IATA: TNJ, ICAO: WIDN),
Sebelumnya Bandar Udara Kijang, adalah Bandar udara internasional yang terletak di Kota
Tanjungpinang, provinsi Kepulauan Riau. Bandara ini dikelola PT. Angkasa Pura II.
Statusnya dari dulu adalah internasional, tetapi dikarenakan Kepulauan Riau belum pisah dari
Riau Daratan maka bandara ini jarang dipergunakan. Setelah tahun 2001 Kepulauan Riau resmi
menjadi provinsi baru di Indonesia, maka terjadilah pembangunan yang pesat di kota Tanjung
Pinang dan bandara ini diramaikan lagi oleh beberapa maskapai penerbangan yaitu Merpati pada
tanggal 19 Desember 2007, Sriwijaya Air pada awal bulan Februari 2008 dan Riau Airlines pada
pertengahan tahun 2005.
Pada bulan Mei 2007 pemerintah mengucurkan dana untuk pengembangan Bandara ini. Proyek
mulai berjalan pada bulan Juni. Pengembangan bandara meliputi penambahan fasilitas seperti
radar dan landasan pacu ditambah sekitar 400 meter dari awalnya yang hanya 1.856 meter
menjadi 2.256 meter. Selain itu, gedung terminal bandara juga diperluas dari 2.118 meter persegi
menjadi 8.348 meter persegi. Dengan perluasan itu diharapkan dalam satu tahun mampu
melayani 600 ribu orang. Pada April 2008 bandara ini resmi berganti nama dari Bandar Udara
Kijang menjadi Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah.
Nama bandara diambil dari nama Raja Haji Fisabilillah, pahlawan nasional yang juga
memperoleh Bintang Maha Putra Adi Pradana.
Perpanjangan landas pacu hingga 3578 oleh 45 meter (11739 ft × 148 ft), dan sejak September
2014 sudah dipergunakan.
China Southern
Charter: Guiyang
Airlines
Maskapai Tujuan
China Eastern
Charter: Guiyang
Airlines
Pembuatan Lapangan Terbang Kijang dalam masa peralihan Pemerintahan Hindia Belanda ke
Pemerintahan Republik Indonesia sekitar tahun 1950-1952, Garuda (GIA) masih meneruskan
penerbangan KNILM dengan pesawat Catalina dimana agen Garuda ini sejak awal ditangani
oleh Rachmat Kadir. Tentara Jepang pernah merintis untuk mencari lokasi pembuatan Lapangan
Terbang Kijang (Bandara Raja Haji Fisabilillah) yang sekarang ada, tetapi maksud Jepang
tersebut tidak jadi terlaksana secara sempurna karena keburu kalah perang.
Tahun 1951-1952 tim survei dari Jakarta tiba di Tanjungpinang, dimana survei ini segera
dilanjutkan dengan pembangunan Lapangan Terbang oleh PU dan beberapa kontraktor
terkemuka pada saat itu. Tahun 1953 Lapangan Terbang Kijang diresmikan oleh Menteri
Perhubungan RI Adnan Kapau Gani, dalam bentuk lapangan terbang yang sederhana dengan
runway bouksit yang diperkeras serta fasilitas penerbangan lainnya yang masih sangat minim.
Tercatat pesawat yang melakukan pendaratan pertama kali di Lapangan Terbang Kijang adalah
pesawat Garuda (GIA) jenis Heron.
Dengan Surat Keputusan Kasau Nomor: 179 Tanggal 16 Juli 1958, terhitung 1 Juli 1958
Detasemen Angkatan Udara Tanjung Pinang dinyatakan resmi berdiri. Dalam rangka pembinaan
tradisi dan memupuk "Sense of Bilongings" dari para anggota Detasemen Angkatan Udara
Tanjung Pinang secara pasti dan otentik tanggal 1 Juli 1958 dapat dijadikan patokan sebagai
"Hari Jadi Pangkalan Udara Tanjung Pinang (Lanud Rhf)" yang mulanya berstatus Detasemen
Angkatan Udara Tanjung Pinang.
Komandan Lanud Raja Haji Fisabilillah (RHF) dari masa ke masa [6]:
Bandar Udara Sultan Thaha (bahasa Inggris: Sultan Thaha Airport) (IATA: DJB, ICAO:
WIJJ), adalah bandar udara internasional yang terletak di Kota Jambi, Provinsi Jambi,
Indonesia. Bandara ini mulai bulan April 2007 dikelola oleh PT. Angkasa Pura II, yang
sebelumnya dikelola oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jambi. Saat ini ada 8 maskapai
penerbangan yang setiap harinya melakukan penerbangan sebanyak 23 kali, di antaranya Batik
Air, Citilink, Garuda Indonesia, Lion Air, Nam Air, Sriwijaya Air, Susi Air, dan Wings Air.
Nama bandara ini diambil dari nama Sultan Thaha Syaifuddin, seorang pahlawan Nasional
Indonesia dari Jambi.[3]
Sejarah
Bandara ini dibangun pada masa penjajahan dengan nama Lapangan Terbang Paalmerah.
Mulai tahun 2011 ini. Bandara Sultan Thaha akan ditingkatkan kemampuannya untuk melayani
penumpang pesawat yang terus meningkat serta peningkatan panjang dan lebar landasan
(Panjang dan lebar saat ini 2.220 meter dan 30 meter dan akan ditambah menjadi 2.600 meter
dan 45 meter). Peningkatan landasan ini dilakukan untuk melayani pesawat-pesawat berbadan
lebar, terutama dari Garuda Indonesia. Pihak Angkasa Pura juga akan menambahkan peralatan
Instrument Landing System (ILS) yang dapat membantu pesawat mendarat dalam cuaca buruk.
ILS adalah peralatan yang wajib dipasang di bandar udara berstandar internasional, sama seperti
tujuan peningkatan bandar udara ini, yaitu menjadikan Sultan Thaha Syaifuddin sebagai bandara
internasional pada tahun 2012[4].
Pengembangan
Terminal baru Bandar Udara Sultan Thaha yang sedang dalam tahap pembangunan.
Terminal baru Bandara Sultan Thaha dibuka pada tanggal 27 Desember 2015. Terminal ini
diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 21 Juli 2016. Landasan pacu akan
dilebarkan menjadi 3000 meter x 45 meter yang akan bisa didarati pesawat berbadan lebar.
Fasilitas
Bandara Sultan Thaha menyediakan berbagai fasilitas untuk pengunjung. Tersedia Wi-Fi dan
kiosk untuk melihat status penerbangan. Terdapat beberapa toko yang menjual berbagai macam
makanan dan cinderamata, seperti Pempek Selamat, Rotiboy, dan AlfaExpress.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Tujuan
Citilink Jakarta–Soekarno–Hatta
Garuda
Jakarta–Soekarno–Hatta, Palembang
Indonesia
Sejak 1 Januari 2007, Bandara ini diserahkan pengelolaannya kepada sebuah BUMN yang
membidangi pengelolaan beberapa bandara di wilayah barat Indonesia, yaitu PT. Angkasa Pura
II (Persero).
Bandara ini telah sekian kali mengalami perubahan fisik, baik wilayah Terminal penumpang,
fasilitas Landasan pacu, apron, maupun ruang udara. Terminal penumpang terus mengalami
perluasan. Landasan pacu, pada awalnya berupa hamparan rumput, kemudian tanah keras atau
biasa disebut runway strip. Seiring dengan bertambahnya kapasitas dan ukuran pesawat yang
semakin besar, landasan pacu dikembangkan dengan konstruksi aspal.
Pada tahun 1978, landasan tersebut dipindah bergeser ke arah barat sejauh sekitar 75 meter,
dengan panjang 1200m. Kemudian secara bertahap terus diperpanjang 1600 m, 1800m, 2000m
dan selanjutnya tahun 2013 runway telah mencapai panjang 2250m x 45m. Dalam sejarah
perpanjangan landasan pacu ini, pernah juga memotong sebuah jalan raya, hingga pada akhirnya
jalan raya tersebut dialihkan ke arah jalur yang lebih sesuai. Hingga saat ini runway bandara ini
telah mampu didarati pesawat tipe Boeing 737-800NG/900ER, & Airbus A320, walaupun dalam
kapasitas yang terbatas.
Tempat parkir pesawat (apron) juga telah beberapa kali mengalami overlay (penebalan aspal).
Hingga saat ini apron bandara ini telah mampu menampung 4 pesawat berbadan lebar sekaligus,
seperti tipe Boeing 737-800NG/900ER, & Airbus A320.
Untuk ruang udara yang dikendalikan oleh unit Pelayanan Lalu Lintas Udara Bandara Depati
Amir pada awalnya hanya melayani sebatas wilayah sekitar bandara hingga ketinggian 2500
kaki. Pada tahun 1992, batas wilayah berkembang, dengan batas horizontal hingga 30 Nm, dan
batas vertikal 15.000 kaki. Pada tahun 2008 setelah dikelola oleh PT. Angkasa Pura II, batas
horizontal diperlebar hingga jarak variatif 80 Nm, sedangkan batas vertikal hingga 24.500 kaki.
Sejak 1 Januari 2013 pengelolaan ruang udara pada Bandara Depati Amir beralih kepada Perum
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau yang juga dikenal
dengan AirNav Indonesia.
PT Angkasa Pura II akan melakukan Review Rencana Induk Bandara Depati Amir
Pangkalpinang. Hal ini dilakukan untuk merespon peningkatan jumlah penumpang yang
melebihi estimasi KP 623 tahun 2012 dan perubahan layout dalam pengembangan. Selain itu
pihak PT Angkasa Pura II mendukung rencana Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
untuk menjadikan Bandara Depati Amir Pangkal Pinang menjadi Bandara Internasional.
Rencananya pengembangan Bandara Depati Amir Pangkal Pinang akan dilakukan dalam tiga
tahap. Beberapa diantaranya, pada tahap pertama runway yang sekarang 2250 meter x 45 meter
akan diperpanjang menjadi 2600 mter x 45 meter. Sedangkan untuk apron dari 410 meter x 92 m
menjadi apron 420 meter x 123 meter. Dijelaskan oleh General Manager Bandara Depati Amir
Pangkal Pinang Chuanda, sampai dengan 2017, pergerakan penumpang mencapai 2.053.947
Pax/tahun. Diproyeksikan pergerakan penumpang akan mencapai 5.205.583 Pax/tahun.
Pada tanggal 14 Maret 2019, Bandara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Tujuan
Garuda
Jakarta—Soekarno—Hatta, Palembang, Tanjung Pandan
Indonesia
Sejarah
Bandar Udara Silangit dibangun pada masa penjajahan Jepang. Pembangunan kembali bandara
ini mulai dilakukan sejak tahun 1995 dengan menambah landas pacu sepanjang 900 meter
sehingga menjadi 1.400 meter. Pada Maret 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
meresmikan langsung pengoperasian Bandara Silangit, sejak saat itu pembangunan Bandara pun
mulai dilakukan dengan gencar. Pada tahun 2011, Bandara Silangit akhirnya memiliki landas
pacu sepanjang 2.400 meter dan direncanakan pada tahun 2015 akan diperpanjang kembali
menjadi 3800 oleh 45 meter (12467 ft × 148 ft), sehingga bisa didarati pesawat berbadan lebar
secara reguler. Pada tanggal 18 Januari 2011, Bandara Silangit didatangi oleh Presiden RI
beserta rombongan yang menggunakan pesawat Boeing 737-500. Dengan kedatangan Presiden
tersebut, dinyatakanlah bahwa Bandara Silangit telah sanggup melayani pesawat sekelas A320,
A320neo, A330, & B737 Next Generation, & MAX.
Luas Terminal saat ini = 100 m2 (Terminal A) & 700 m2 (Terminal B), Fasilitas Navigasi =
NDB, AFIS, PAPI & DVOR/DME, Fasilitas Keamanan Penerbangan = X-Ray Baggage, X-Ray
Cabin, Walk-through Metal Detector & Handheld Metal Detector, Fasilitas Keselamatan
Penerbangan = PKP-PK Type V, Gunebo & Ambulance, Fasilitas Listrik = Generator Set 25 &
125 KVA, Airfield Lighting System (AFL), Apron Light & Apron Flood Light, Fasiitas
Terminal = Conveyor Belt, Timbangan Digital, Running Text, LCD Information, Fasilitas
Peralatan = Wheel Tractor Rotary Mower, Hand Mower, .
Dengan fasilitas dan kemampuan pelayanan yang dimilikinya, saat ini Bandara Silangit adalah
satu-satunya bandara kelas IV yang memiliki fasilitas dan kemampuan setara bandara kelas II di
Indonesia. Pada 14 Desember 2012, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan secara resmi
menyerahkan operasional pengelolaan Bandara Silangit kepada PT Angkasa Pura II (Persero).
Dengan demikian, status bandara ini secara otomatis berubah dari bandara UPT menjadi bandara
komersial.
Sebagai Bandara ke 13 PT. Angkasa Pura II (Persero), pembenahan fasilitas pelanan terus
dilakukan hingga saat ini, renovasi toilet untuk pemenuhan standar toilet juara, renovasi
Musholla dan Tempat Wudhu yang layak, pembuatan Kid Zone, pengadaan Free Charging,
penguatan sinyal wifi, perbaikan area counter check in dan pembenahan Nursery Room, adalah
sebagian dari pembenahan tersebut.
Bandar Udara Silangit juga sedang mengupayakan kesempurnaan Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, demi mewujudkan program zero incident, zero accident & zero workplace
accident.
Saat ini Penerbangan silangit dilayani operator Wings Air untuk Rute Batam - Silangit, dan Susi
Air untuk Rute Medan - Silangit dan Gunung Sitoli - SIlangit. Program penerbangan langsung
Jakarta - Silangit terus diupayakan dengan optimal melalui pembenahan fasilitas keamanan dan
keselamatan penerbangan.
Progress penumpang dari dan ke Bandara SIlangit mencapai rata-rata 100% setiap tahunnya.
Pada Tahun ini penumpang dari dan ke Bandara SIlangit ditargetkan mencapai 25.000 pax,
meningkat 120 % dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 12.009 pax.
Bandara Silangit juga sedang dipersiapkan untuk melayani peningkatan wisatawan ke Danau
Toba dan area Tapanuli lainnya.
Fasilitas Pendukung
Ruang VIP
Mushola & Perangkat Sholat
Wi-Fi
Charger Ponsel
Tempat Bermain anak
Ruang Menyusui - Fasilitas air mineral, Tissue Basah, Diapers
TV Informasi
Surat Kabar dan majalah
Toilet
Kursi Roda
Area Merokok
Sejarah
Keberadaan Bandar udara Internasional Banyuwangi saat ini adalah merupakan buah gagasan
dari Bupati Banyuwangi Purnomo Sidik (1991-2000) diperiode akhir masa jabatanya pada saat
itu. Sebenarnya rencana awal lokasi pembangunan bandara Banyuwangi ini adalah di kecamatan
Glenmore dibekas lokasi Lapangan terbang Blambangan. Lapangan terbang Blambangan itu
sendiri adalah sebuah lapangan terbang pertanian yang dibangun pada dekade 1970an yang
hanya digunakan untuk kegiatan pertanian yang salah satunya adalah digunakan sebagai
landasan pesawat capung untuk menyemprot pestisida guna memberantas serangan hama wereng
yang terjadi pada waktu itu.
Pada saat itu anggaran untuk proyek pembangunan bandara baru tersebut sudah disiapkan
bahkan material bangunan sudah sempat dikirim menuju lokasi di Glenmore namun proyek itu
urung terlaksana karena bupati Purnomo Sidik mengundurkan dari jabatannya karena dianggap
tidak mampu menyelesaikan peristiwa pembunuhan orang-orang yang diduga dukun santet pada
pertengahan tahun 1998 yang dikenal dengan peristiwa Pembantaian Banyuwangi 1998 yang
terjadi waktu itu. Rencana pembangunan seterusnya dilanjutkan pada masa kepemimpinan
Bupati penggantinya yaitu Samsul Hadi. Namun setelah melalui tahap kajian lebih lanjut
ternyata lokasi bekas lapangan terbang Blambangan di Kecamatan Glenmore tersebut tidak layak
untuk dijadikan bandar udara karena topografi wilayah kecamatan Glenmore yang bergunung-
gunung. Kemudian, melalui keputusan menteri (Kepmen) nomor 49 tahun 2003, ditentukanlah
lahan untuk pembangunan bandara yang baru yaitu berada di wilayah Desa Blimbingsari yang
pada saat itu masih menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Rogojampi.
Pembangunan bandara dilokasi baru ini memakan waktu bertahun-tahun karena proses
pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Dalam perihal pembebasan lahan ini dua bupati
Banyuwangi terjerat dalam kasus korupsi penggelembungan harga tanah pembebasan lahan yang
merugikan negara sejumlah Rp 40,99 miliar. Dua bupati tersebut adalah Bupati Samsul Hadi
yang merugikan negara sejumlah Rp 21,23 miliar dan Bupati Ratna Ani Lestari senilai Rp 19,76
miliar.[5] Meski diiringi oleh dua kasus korupsi yang terjadi tetapi pembangunan bandara baru ini
tetap berlanjut secara bertahap dalam kurun waktu 2004 hingga 2008 dengan pendanaan yang
berasal dari APBN.
Pada tanggal 29 Desember 2008, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal melakukan
kunjungan singkat ke Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi dengan didampingi oleh Bupati
Ratna Ani Lestari beserta rombongan. Dalam kunjungan ini Menteri Perhubungan merasa
optimis bahwa penerbangan di Kabupaten Banyuwangi dapat berkembang pesat dengan adanya
bandar udara yang menurutnya cukup bagus dan ideal. Pada 23 Januari 2009, tim dari Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap Bandar Udara
Blimbingsari Banyuwangi. Beberapa waktu kemudian, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
mengeluarkan surat nomor 167/DBU/II/2009 tertanggal 9 Februari 2009 tentang pemanfaatan
Bandar Udara Blimbingsari Banyuwangi yang garis besar isinya adalah bahwa bandara dapat
digunakan untuk lepas landas dan mendarat pesawat jenis CASA. Tanggal 26 Desember 2010
dilakukan proving flight ( uji kelayakan terbang ) pesawat milik PT Sky Aviation oleh Direktorat
Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara sebagai salah satu syarat akan diadakannya
penerbangan komersial dengan pesawat tersebut.
Pada tanggal 21 April 2009 bandara ini mulai digunakan oleh Bali International Flight Academy
(BIFA) untuk keperluan pelatihan lepas landas dan mendarat bagi para calon pilot. Untuk
penerbangan komersil, mulai dibuka pada 29 Desember 2010 oleh maskapai Sky Aviation
setelah sebelumnya diadakan uji kelayakan terbang pada 26 Desember 2010 menggunakan
pesawat C208 Grand Caravan. Penerbangan ini sekaligus menjadi tanda diresmikannya Bandara
Blimbingsari sebagai bandara komersil. Penandatanganan prasasti peresmian dilakukan oleh
Wakil Menteri Perhubungan saat itu Bambang Susantono, Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Pada tahun 2017 bandara ini berubah nama menjadi Bandar Udara Banyuwangi, melalui surat
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 830 tahun 2017. Dan pada 22 Desember 2017,
bandara ini dialihkan pengelolaannya ke Angkasa Pura II.
Perkembangan
Selain berfungsi sebagai bandara komersial, Bandar Udara Banyuwangi juga digunakan untuk
keperluan pendidikan penerbangan. Setelah sebelumnya Bali International Flight Academy
(BIFA) menggunakan bandara ini, Kementerian Perhubungan mendirikan Loka Pendidikan dan
Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (LP3B) yang diresmikan pada 23 Desember 2013[7] yang
kemudian berubah nama menjadi Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi
(BP3B) melalui Permenhub RI PM/123/2015. Selain dua sekolah penerbangan di atas itu
terdapat Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).
Perkembangan fasilitas
Pada awal pembangunannya, Bandara Banyuwangi (saat itu masih bernama Bandara
Blimbingsari) memiliki panjang landasan 900 m dan lebar 23 m. Kemudian agar dapat dijadikan
bandara komersil, landasan diperpanjang hingga 1.400 m dan lebar 30 m di mana
pembangunannya dimulai tahun 2008. Dua tahun setelah beroperasi, landasan kembali
diperpanjang menjadi 1.800 m dengan ketebalan 27 PCN[8]. Tahun 2015, untuk pengembangan
menuju bandara internasional dan agar mampu mengakomodasi pesawat yang lebih besar,
landasan kembali diperpanjang menjadi 2.250 meter dengan ketebalan 40 PCN[9].
Pada tahun 2015, Pemerintah mulai membangun terminal baru yang lebih besar. Pembangunan
terminal baru ini memanfaatkan dana APBD Provinsi Jawa Timur senilai Rp 22,5 miliar dan
APBD Kabupaten Banyuwangi senilai Rp 10,5 miliar. Anggaran ini dipergunakan untuk
pembangunan terminal, aksesori, elektrikal, musala dan area parkir[10].
Terminal ini mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan. Hal ini ditandai dengan
penghawaan udara yang alami, penanaman tanaman di atap terminal, konservasi air dan sunroof
untuk pencahayaan alami di siang hari. Selain itu terminal baru ini mengadopsi bentuk ikat
kepala khas Suku Osing. Terminal yang didesain oleh Andra Matin ini diresmikan pada 2017.[11].
Ruang tunggu
Pintu kedatangan
Perkembangan rute
Bandara ini membuka layanan penerbangan komersil dari maskapai Sky Aviation pada tanggal
29 Desember 2010. Pesawat yang digunakan adalah jenis Grand Caravan berkapasitas 9-10
orang dengan rute Banyuwangi-Surabaya[12]. Pada tanggal 25 April 2011, Sky Aviation
menambah armada di Bandara Banyuwangi dengan Fokker F50 berkapasitas 48 tempat duduk
dan beroperasi di rute yang sama[12]. Sky Aviation lalu menghentikan operasional rute ini pada
20 Oktober 2011 karena kalah bersaing dengan maskapai lain yang ada di Bandara Banyuwang.
Pada Mei 2014, Garuda Indonesia melalui sub-brand Explore Jet membuka rute Surabaya-
Banyuwangi-Denpasar menggunakan pesawat ATR 72-600 dan Bombardier CRJ1000 NextGen
Pada Mei 2014, Garuda Indonesia melalui sub-brand Explore Jet membuka rute Surabaya-
Banyuwangi-Denpasar menggunakan pesawat ATR 72-600
Mulai tahun 2017, diusahakan pembukaan rute langsung Jakarta Soekarno-Hatta ke Banyuwangi.
Rute ini pertama kali diisi oleh maskapai NAM Air pada 16 Juni 2017 menggunakan pesawat
Boeing 737-500 berkapasitas 150 tempat duduk. Dalam persemian ini dihadiri oleh Menteri
Pariwisata Arief Yahya dan Presiden Direktur Sriwijaya Group Chandra Lie[18]. Lalu, Garuda
Indonesia juga mengisi rute ini pada 8 September 2017 menggunakan pesawat Bombardier
CRJ1000 NextGen[19]. Maskapai Citilink membuka penerbangan rute ini pada 15 Februari 2018
yang melayani penerbangan 2 kali sehari menggunakan Boeing 737-500[20] dan kemudian
menggunakan Airbus A320 pada 9 Agustus 2018
Pada Desember 2018, Bandar Udara Banyuwangi secara resmi melakukan penerbangan perdana
rute internasional yakni Banyuwangi - Kuala Lumpur (Malaysia) dan sebaliknya.
Dalam perjalanannya hingga saat ini, dalam catatan PT Angkasa Pura II (Persero) jumlah
penumpang yang datang dan pergi dari bandara ini selama 2018 mencapai 366.155 penumpang,
lebih banyak dari tahun 2017 sebanyak 190.369 penumpang. Sementara maskapai yang melayani
penerbangan antara lain Batik Air, Citilink, Nam Air, Garuda Indonesia dan Wings Air
Bus DAMRI tersedia dari bandara menuju Kota Banyuwangi atau menuju ke Pelabuhan
Ketapang dan Stasiun Banyuwangi Baru. Selain itu terdapat Taksi Bosowa dan Taksi Ramayana
untuk transportasi dari dan ke bandara.
Insiden
Pada 16 Januari 2017, pesawat Cessna 172 bernomor registrasi PK-MUA milik Mandiri
Utama Flight School (MUFA) yang diawaki seorang siswi penerbang bernama Regina
Marthalia, terbakar setelah sayap pesawat membentur landasan pacu. Regina selamat
setelah berhasil keluar sebelum api menghanguskan seluruh badan pesawat
Garuda
Jakarta–Soekarno–Hatta
Indonesia
Galeri
Apron Bandara Blimbingsari (2011)
Bandar Udara Internasional Kertajati (bahasa Inggris: Kertajati International Airport, Sunda:
ᮘᮘᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘ), adalah bandar udara yang berada di
bagian timur laut dari Jawa Barat, Indonesia.[3] Bandar udara ini merupakan bandar udara
terbesar kedua di Indonesia berdasarkan luas setelah Bandar Udara Internasional Soekarno-
Hatta[4], yang berlokasi di Kabupaten Majalengka, kira-kira 68 kilometer di timur Bandung.
Bandar udara ini dibangun untuk melayani sebagai bandar udara internasional kedua di wilayah
metropolitan Bandung dan juga melayani Cirebon, bagian dari Jawa Barat dan Provinsi Jawa
Tengah.
Bandar udara ini diresmikan operasinya pada tanggal 24 Mei 2018, dengan Pesawat
Kepresidenan Indonesia mendarat sebagai yang pertama di bandar udara ini. Bandar udara ini
memiliki landasan pacu tunggal sepanjang 3.000 meter dan dapat menapung pesawat berbandan
lebar seperti boeing 777.[5] Bandar udara baru ini berfungsi sebagai penyangga untuk membantu
memudahkan lalu lintas udara di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Setelah
selesai, Bandar udara ini akan memiliki kapasitas total hingga 29 juta penumpang setiap tahun,
dengan banyak ruang untuk ekspansi.[6] Bandar udara ini juga akan mengoperasikan terminal
kargo dengan perkiraan resmi pada 1,5 juta ton kargo pada tahun 2020. Upaya memaksimalkan
operasi bandara Kertajati, Pemprov Jabar pun akan merealisasikan pindahnya rute penerbangan
bandara Husein ke bandara Kertajati dengan pertimbangan kendala transportasi. [7]
Sejarah
Pembangunan Bandara Kertajati sendiri sudah direncanakan sejak era Presiden Megawati
Soekarnoputri. Studi kelayakan Bandara ini sebenarnya sudah ada sejak 2003, izin penetapan
lokasi pun dilakukan sejak 2005. Saat itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan sanggup
mendanai sendiri pembangunan bandara dengan APBD.
Namun, Pemprov Jawa Barat tak kunjung merealisasikan pembangunan bandara tersebut hingga
2011. Setelah dilakukan peninjauan ulang, pembangunan bandara ternyata membutuhkan alokasi
APBN.
Ia menyebut selama tujuh tahun tidak ada kegiatan fisik apapun karena izin penetapan hangus
akibat pekerjaan pembangunan yang tidak kunjung dimulai. Pekerjaan baru dimulai tahun 2014
untuk pengerjaan pembersihan lahan dan pondasi.
Tidak hanya itu saja, Bandara Kertajati juga dimasukkan dalam Program Strategis Nasional
(PSN). Pembangunan sejak 2015 hingga 2017 kemudian dilakukan dengan menggunakan
anggaran Kementerian Perhubungan.
Bandara ini diperkirakan menelan investasi mencapai Rp2,6 triliun. Saat ini, pembangunan
bandara sudah mencapai 98 persen, karena masih terdapat beberapa tahap pembangunan yang
masih harus diselesaikan.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Tujuan
Maskapai Tujuan
Indonesia
Denpasar/Bali, Pekanbaru, Surabaya
AirAsia
Transportasi Darat
Shuttle
Shuttle sudah tersedia dari dan ke Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati antara lain: Lintas
Shuttle, CTU, PTrans dan Elang Cakra Ekspress dimulai sejak November 2018
Bus
Bus DAMRI siap melayani rute dari Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB), Kertajati,
Kabupaten Majalengka ke Bandung dimulai sejak Oktober 2018.
Bandar Udara Tjilik Riwut (IATA: PKY, ICAO: WAGG), sebelumnya Bandar Udara
Panarung, merupakan sebuah bandara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Bandara
ini adalah bandara terbesar di Kalimantan Tengah. Bandara ini juga merupakan Embarkasi Calon
Jemaah Haji Kalimantan Tengah. Kini Bandar Udara Tjilik Riwut sedang dalam pembangunan
Hangar Lion Air dan Sekolah Penerbangan Lion Air yang dikelola oleh Lion Air. Tahun depan
landasan pacu di bandar udara ini akan di perpanjang menjadi 3,000 oleh 45 meter (10 ft
× 148 ft). Saat ini juga telah dibangun dan diresmikan terminal baru Bandar Udara Tjilik Riwut
dengan luas 29.124 meter persegi dengan tingkat dua dan dapat menampung penumpang
sebanyak 2.200 orang. Selain itu Bandar Udara Tjilik Riwut juga diusulkan menjadi bandara
internasional.
Sejarah
Sebelumnya Bandar Udara Tjilik Riwut mempunyai nama Pelabuhan Udara Panarung berdiri
pada tanggal 1 Mei 1958 yang peresmiannya dilaksanakan oleh Residen Kalimantan Tengah
yaitu Bapak Tjilik Riwut. Pada saat itu dapat difungsikan dan didarati Pesawat Terbang jenis
Twin Otter (dari TNI-AU) Pada Tanggal 24 September 1973 Pelabuhan Udara Panarung oleh
Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah di serah terimakan kepada Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Sejak itu tanggung jawab Pemerintah Daerah
Kalimantan Tengah beralih sepenuhnya kepada pemerintah pusat, sebagai tindak lanjut dari
serah terima tersebut oleh Menteri Perhubungan Bapak Prof. Dr. Emil Salim dinyatakan
Pelabuhan Udara Panarung Palangka Raya sebagai Pelabuhan Udara untuk lalu lintas udara
dalam negeri (Domestik) dengan menggunakan pesawat jenis Fokker 27.
Pelabuhan Udara Panarung Menjadi Bandar Udara Tjilik Riwut Bertepatan dengan peringatan
Hari Pahlawan Nasional tanggal 10 Nopember 1988 nama Tjilik Riwut (mantan Gubernur
Kalimantan Tengah), diabadikan untuk nama Bandar Udara Ibu kota Provinsi Kalimantan
Tengah Palangka Raya yang sebelumnya bernama Pelabuhan Udara Panarung. Penggantian
nama menjadi Bandar Udara Tjilik Riwut serta penandatanganan prasastinya dilakukan oleh
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Bapak Ir. Azwar Anas. Penggantian nama tersebut
sesuai dengan usul Gubernur Kalimantan Tengah, DPRD Kalimantan Tengah dan
rekomendasi/tanggapan Menteri Dalam Negeri. Pengabadian nama tersebut karena Tjilik Riwut
adalah seorang Pahlawan Nasional (Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 November
1988 No.108/TK/1988).
Pada tanggal 28 Maret 2019 terminal baru bandara ini mulai dioperasikan, semua aktivitas
penerbangan di terminal lama bandara dipindahkan ke terminal baru bandara.
Lalu pada tanggal 8 April 2019 terminal baru Bandar Udara Tjilik Riwut diresmikan
penggunaannya oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Maskapai
Maskapai Tujuan
Buntok, Kuala Kurun, Kuala Pembuang, Muara Teweh, Pangkalan Bun, Puruk
Aviastar
Cahu, Tumbang Samba
Citilink Surabaya
Garuda
Jakarta–Soekarno–Hatta
Indonesia
Tragedi/kecelakaan
29 Agustus 2011: Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 500 dengan nomor penerbangan
GA 551 gagal melakukan penerbangan dari Bandar Udara Tjilik Riwut Palangkaraya,
Kalimantan Tengah menuju Jakarta dikarenakan mengalami gangguan udara pada kabin
pesawat.Gangguan udara pada kabin pesawat itu baru diketahui ketika pesawat yang
ditumpangi 96 orang itu sudah lepas landas dari Bandar Udara Tjilik Riwut,
Palangkaraya, pukul 08.04 WIB. Setelah berada di udara kurang lebih 10 menit pilot
memutuskan kembali ke Bandar Udara Tjilik Riwut dengan alasan gangguan teknis.
30 September 2011: Garuda Indonesia Boeing 737 500 Dengan Tujuan Jakarta ke
Palangka Raya, gagal mendarat karena Cuaca Kabut asap di Palangka Raya. insiden ini di
akibatkan karena Cuaca Berasap dan Jarak Pandang Pilot pun Sangat Sedikit. Pilot Pun
Akhirnya memutuskan untuk mendarat di Bandar Udara Syamsudin Noor di
Banjarmasin.
22 April 2012: Garuda Indonesia Boeing 737 800NG Dengan No. penerbangan GA 550
Menabrak Burung Elang ketika Hendak Mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut Palangka
Raya. Tidak ada korban Jiwa dalam Insiden ini, Namun Moncong Pesawat yang tertabrak
Elang itu Rusak. Dan penerbangan ke Jakarta tertunda, dan Penumpang tujuan Jakarta
Diberangkatkan Pukul 20.00 Wib, Dengan Pesawat Pengganti Dari Jakarta.
22 September 2012: Lion Air Boeing 737 900ER yang di Carter oleh rombongan
kontingen Kalteng pada PON XVIII sempat gagal mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut
Palangka Raya, Sabtu (22/9) pukul 00.15 dinihari. Kejadian ini terjadi ketika pesawat
sudah menyentuh landasan, namun Pesawat kembali terbang dan Berputar-putar di udara
selama 45 Menit, dan kemudian pesawat kembali mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut
Palangka Raya. Insiden ini terjadi karena ini Pesawat Carteran dan Pilot Belum pernah
Mendarat di Palangka Raya bahkan di Malam Hari.
Taksi Bandara
Taksi Bandara sekarang merupakan harapan mutlak untuk Kamu yang mendarat di Bandara
Tjilik Riwut bila mengangkat tak sedikit barang bawaan dan tak dijemput oleh keluarga alias
rekanan kerja. Tarif taksi di Bandara Tjilik Riwut bervariasi tergantung dari tujuan dan juga
negosiasi, kisarannya merupakan kurang lebih Rp 50.000 – Rp 80.000 per penumpang untuk
menuju ke pusat kota Palangkaraya.
Angkot Taksi
Angkot alias Angkutan Kota di Palangkaraya di sebut dengan panggilan Taksi, sehingga jangan
bimbang ya kalau berkunjung ke Palangkaraya dan disuruh naik Taksi itu berarti Angkot,
sedangkan Taksi yang beneran taksi hanya melayani rute dari dan ke Bandara saja dan tak
keliling di dalam kota. Untuk naik Angkot Taksi ini Kamu wajib berlangsung terlebih dahulu ke
luar are Bandara, tarifnya kurang lebih Rp. 3000 per penumpang (tarif saat tulisan ini dibangun
dan bisa berubah sewaktu-waktu).
Untuk Kamu yang merasa tarif taksi terlalu mahal maka Kamu bisa memakai jasa Ojek Sepeda
Motor. Tetapi ini pasti saja bila Kamu berangkat sendiri dan tak mengangkat barang bawaan
terlalu tak sedikit. Untuk naik ojek sepeda motor ini Kamu wajib berlangsung dahulu ke arah
belakang Bandara. Tarif merupakan sesuai negosiasi, tetapi umumnya merupakan kisaran kurang
lebih Rp. 10.000 untuk jarak tempuh tak lebih lebih 1-2 kilometer.
Untuk Kamu yang bakal melanjutkan perjalanan ke luar kota Palangkaraya, semacam Sampit,
maka bisa meperbuat pemesanan mobil sewa alias travel sebelumnya. Kamu bakal dijemput
langsung ke Bandara dan diantarkan langsung ke kota tujuan Anda.
Bus Damri
Sampai saat tulisan ini dibangun bus Damri belum beroperasi di Bandara Tjilik Riwut, tetapi
telah masuk dalam rencana Perum Damri untuk mengoperasikan bus Damri di Bandara ini pada
tahun 2015.
Grab Car
15.Supadio (Pontianak)
Bandar Udara Internasional Supadio (Inggris: Supadio International Airport) (IATA:
PNK, ICAO: WIOO), sebelumnya bernama Bandar Udara Sei Durian atau Bandar Udara
Sungai Durian, adalah sebuah bandar udara internasional yang terletak di Kabupaten Kubu
Raya, Kalimantan Barat, Indonesia. Jaraknya dari Kota Pontianak adalah 17 km sebelah selatan.
Bandara ini dikelola oleh PT. Angkasa Pura II. Luas Bandar Udara Internasional Supadio adalah
528 ha.
Sejarah
Bandar udara ini awalnya dibangun pada awal tahun 1940-an sebagai Bandar Udara Sungai
Durian. Pada tahun 1980-an, bandar udara ini dinamai kembali sebagai Bandar Udara Supadio.
Sejak 1989, rute internasional dibuka dari Bandar Udara Supadio ke Bandar Udara Internasional
Kuching.
Perluasan
Bandar Udara Internasional Supadio sudah memiliki bangunan terminal baru dengan landasan
pacunya yang lebih panjang dan lebar, agar menjadi bandara kelas dunia. Pada 2012 tender untuk
pelapisan landasan pacu sepanjang 2.250 meter telah dilakukan dan pada awal 2013 pelapisan
akan dilakukan. Proyek tahun jamak untuk memperluas landasan pacu menjadi 2.500 meter juga
mulai pada tahun 2013. Sebelumnya, pada 2010-2011 landasan pacu telah diperlebar dari 30
meter menjadi 45 meter dan penambahan landasan pacu baru dengan panjang 3.500 meter x 60
Meter.[1]
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Balikpapan, Ketapang, Palangkaraya, Putussibau, Sintang
Explore
Bandar Udara Internasional Minangkabau mulai dibangun pada tahun 2002 dan dioperasikan
secara penuh pada 22 Juli 2005 menggantikan Bandar Udara Tabing.[4] BIM merupakan bandara
satu-satunya di dunia yang memakai nama etnis.[5]
Pada tahun 2006, bandar udara ini ditetapkan oleh Kementerian Agama sebagai tempat
embarkasi dan debarkasi haji untuk wilayah provinsi Sumatra Barat, Bengkulu dan sebagian
Jambi. Sejak 1 Januari 2012, jam operasional bandara ini diperpanjang oleh PT Angkasa Pura II
hingga pukul 00.00 WIB, yang sebelumnya hanya dibuka hingga pukul 21.00 WIB.
Pembangunan
Bandar Udara Internasional Minangkabau dibangun sebagai pengganti Bandar Udara Tabing
yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan dari segi keselamatan penerbangan setelah 34 tahun
lamanya digunakan.[3] Pembangunan bandara ini mulai dilakukan pada tahun 2001 dengan
menghabiskan biaya sekitar 9,4 miliar Yen, dengan 10% di antaranya (sekitar 97,6 miliar
Rupiah) merupakan pinjaman lunak dari Japan Bank International Coorporation (JICB).
Konstruksinya melibatkan kontraktor Shimizu dan Marubeni J.O. dari Jepang, dan Adhi Karya
dari Indonesia.[4]
Bandar Udara Internasional Minangkabau berdiri di atas tanah seluas 4,27 km² dengan landasan
pacu sepanjang 3.000 meter dengan lebar 45 meter. [7] Penerbangan domestik dan internasional
dilayani oleh terminal seluas 20.568 m², yang berkapasitas sekitar 2,3 juta penumpang setiap
tahunnya.[8] Pada tahun 2017, bandara ini akan diperluas dua tahap hingga mencapai 49.000 m².
Dengan pengembangan itu nantinya akan bisa menampung sekitar 5,9 juta penumpang per
tahun.[8]
Bandar udara ini adalah bandara kedua di Indonesia setelah Soekarno-Hatta yang
pembangunannya dilakukan dari awal. Rencana induk pembangunan bandara ini dilakukan
dalam tiga tahap, tahap keduanya dimulai pada tahun 2010. Setelah semua tahap selesai
pengerjaannya, panjang landasan bandara ini akan diperpanjang menjadi 3.600 meter, yang juga
dilengkapi dengan landasan penghubung (taxiway) paralel di sepanjang landasan.[9]
Transportasi Darat
Bandar Udara Internasional Minangkabau dapat diakses baik menggunakan kendaraan pribadi,
maupun kendaraan umum seperti bus dan taksi yang beroperasi setiap hari dari Kota Padang dan
kota-kota lain di sekitarnya.[4] Selama tahun 2015, jumlah penumpang di bandara ini telah
mencapai 3,1 juta penumpang.[8] Sejalan dengan perkembangan bandara, pemerintah daerah
telah membangun jalan layang di perempatan jalan masuk menuju bandara, yang disusul dengan
pelebaran ruas jalan Tabing—Duku sepanjang 10 km yang merupakan bagian dari ruas jalan
Padang—Bukittinggi. [4]
Bus
Kereta api
Artikel utama: Kereta api Minangkabau Ekspres
Untuk menuju Kota Padang, PT (Persero) Kereta Api telah membangun jalur kereta api baru
sepanjang 4,2 km dari Stasiun Duku menuju Bandara Internasional Minangkabau.[10] Proyek ini
menjadikan Bandar Udara Internasional Minangkabau tercatat sebagai bandara kedua di
Indonesia yang dapat diakses melalui jalur kereta api. [11] Tertunda dari rencana semula, angkutan
kereta api yang akan menghubungkan Stasiun Simpang Haru, Padang ini ditargetkan selesai pada
Agustus 2016.[12] Kereta Bandara Minangkabau akhirnya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo
pada tanggal 21 Mei 2018,[13] dengan tarif dari Stasiun Padang ke Stasiun Bandara Internasional
Minangkabau hanya Rp10.000,00.
Sejumlah penerbangan yang dilayani bandara ini sama seperti bandara sebelumnya, yaitu Bandar
Udara Tabing. Untuk penerbangan domestik, antara lain dengan Jakarta, Surabaya, Batam,
Medan, Bengkulu, Sungaipenuh, Sipora, Yogyakarta, Palembang, Pekanbaru, Jambi, Gunung
Sitoli, Surabaya, dan Bandung. Sementara untuk penerbangan internasional yaitu dengan Kuala
Lumpur. Bandar Udara Internasional Minangkabau dapat menampung Pesawat Airbus A300,
Airbus A319, Airbus A320, Airbus A320neo, Airbus A330, Airbus A330neo, Airbus A340,
Airbus A350, ATR 72, Boeing 747, Boeing 777, dan McDonnell Douglas MD-11. Kelengkapan
fasilitas yang jauh berbeda dengan Bandar Udara Tabing, terbukti menggairahkan aktivitas
penerbangan di bandara ini. Hingga saat ini tercatat sebanyak lima maskapai penerbangan
nasional dan satu maskapai penerbangan asing yang telah beroperasi di bandara ini, antara lain
adalah sebagai berikut.
Penerbangan ke Singapura yang dilayani oleh Tigerair Mandala ditutup setelah beberapa bulan
beroperasi karena rendahnya tingkat isian penumpang.
Statistik
Rute penerbangan terbanyak adalah rute bandara ini dari dan ke Bandara Internasional
Soekarno-Hatta.[16]
Jadwal penerbangan tersibuk terjadi pada pukul 14:10 WIB.
Jadwal penerbangan terbanyak terjadi pada hari Minggu.
Jadwal penerbangan terbanyak terjadi pada bulan Desember.
Penumpang
Maskapai Tujuan
Kargo
Maskapai Tujuan
Fasilitas
Bandara ini memiliki empat garbarata (pada tahap pembangunan terminal baru direncanakan
menjadi tujuh) yang menghubungkan terminal dengan pesawat. Fasilitas pendukung yang
dimiliki bandara ini adalah area bermain anak, toko yang menjual aneka suvenir, serta makanan
seperti California Fried Chicken, Kiosk, Roti O dan Minang Mart, Soto Kriuk, dan masih banyak
lagi.
Angkasa Pura II telah berhasil memperoleh berbagai penghargaan dari berbagai instansi.
performance Perusahaan dalam memberikan pelayanan, diantaranya adalah “The Best BUMN
in Logistic Sector” dari Kementerian Negara BUMN RI (2004-2006), “The Best I in Good
Corporate Governance” (2006), Juara I “Annual Report Award” 2007 kategori BUMN Non-
Keuangan Non-Listed, dan sebagai BUMN Terbaik dan Terpercaya dalam bidang Good
Corporate Governance pada Corporate Governance Perception Index 2007 Award. Pada tahun
2009, Angkasa Pura II berhasil meraih penghargaan sebagai 1st The Best Non Listed Company
dari Anugerah Business Review 2009 dan juga sebagai The World 2nd Most On Time Airport
untuk Bandara Soekarno-Hatta dari Forbestraveller.com, Juara III Annual Report Award 2009
kategori BUMN Non- Keuangan Non-Listed, The Best Prize ‘INACRAFT Award 2010’ in
category natural fibers, GCG Award 2011 as Trusted Company Based on Corporate
Tahun 2011 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penghargaan untuk Bandara
Internasional Minangkabau Padang sebagai Indonesia Leading Airport dalam Indonesia Travel
& Tourism Award 2011, dan Penghargaan Kecelakaan Nihil (Zero Accident) selama 2.084.872
jam kerja terhitung mulai 1 Januari 2009-31 Desember 2011 untuk Bandara Sultan Syarif
Kasim II Pekanbaru, serta berbagai penghargaan di tahun 2012 dari Majalah Bandara kategori
Best Airport 2012 untuk Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru) dan
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), kategori Good Airport Services untuk
(Cengkareng) dan kategori Progressive Airport Service 2012 untuk Bandara Internasional
Sebagai Badan Usaha Milik Negara, Angkasa Pura II selalu melaksanakan kewajiban untuk
membayar dividen kepada negara selaku pemegang saham. Angkasa Pura II juga senantiasa
berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan perlindungan konsumen kepada
pengguna jasa bandara, menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik, meningkatkan
Bandar Udara Internasional Radin Inten II (bahasa Inggris: Radin Inten II International
Airport), (IATA: TKG, ICAO: WILL), sebelumnya WICT, adalah bandar udara internasional
yang melayani Kota Bandar Lampung di Provinsi Lampung, Indonesia. Nama bandar udara ini
diambil dari nama tokoh yaitu Radin Inten II yang merupakan Kesultanan Lampung terakhir
yang juga salah seorang Pahlawan Nasional asal Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan
Alamsyah Ratu Prawiranegara di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung.
Bandara ini mengadopsi gaya futuristik dan memiliki gedung parkir berlantai empat di bawah
pengelolaan PT. Angkasa Pura II. Pembangunan gedung parkir berkapasitas 800 hingga 1000
kendaraan ini bertujuan untuk mengantisipasi peningakatan arus wisatawan menuju destinasi
utama Lampung. Di antaranya arena berselancar Pantai Tanjung Setia, Taman Nasional Way
Kambas (ASEAN Heritage Park Way Kambas), habitat alam lumba-lumba Teluk Kiluan, dan
pesona bawah laut di Pulau Pahawang.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II di Provinsi Lampung merupakan bandar udara umum
yang sudah di serah terimakan kepada PT Angkasa Pura II pada 14 Oktober 2019.
Bandara Radin Inten II Bandar Lampung resmi ditetapkan sebagai bandar udara bertaraf
internasional. Keputusan Bandara Radin Inten II sebagai bandar udara internasional sesuai
keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 2044 Tahun 2018 tentang
Penetapan Bandar Udara Radin Inten di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung sebagai
Bandar Udara Internasional.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II Lampung sebelumnya bernama Pelabuhan Udara
Branti adalah peninggalan Pemerintahan Jepang yang dibangun pada tahun 1943. Pada Tahun
1946 diserahkan kepada Pemerintahan Republik Indonesia Cq. Detasemen Angkatan Udara /
AURI. Dari tahun 1946 s.d 1955 Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Detasemen Angkatan
Udara / AURI dan pada saat itu belum ada penerbangan komersial/ reguler.
Pada tahun 1955, pengelolaan Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil
(DPS) karena pada tahun tersebut Detasemen Angkatan Udara / AURI memiliki pangkalan udara
di Menggala Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun 1956 Garuda Indonesian Airways merintis
membuka jalur penerbangan yang pertama kali dengan rute Jakarta – Tanjung Karang PP,
dengan menggunakan pesawat jenis Barron dan pada tahun itu juga penerbangan komersil
dimulai dengan frekuensi penerbangan tiga kali/minggu (jenis pesawat Barron diganti Dakota)
dengan panjang landasan pacu ± 900 M. Pada tahun 1963 secara resmi Bandar Udara Branti dari
AURI diserahterimakan kepada Residen Lampung dan pada tahun 1964 diserahkan
pengelolaannya kepada Djawatan Penerbangan Sipil (DPS).
Pada tahun 1975 (Pelita II Tahun I) dimulai pembangunan landasan baru yang terletak
disamping/sejajar dengan landasan lama. Pembangunan landasan baru dengan maksud untuk
dapat didarati pesawat jenis F -28 dan sejenisnya. Secara bertahap landasan dibangun dan pada
saat itu panjangnya mencapai ± 1.850 M. Pada tahun 1976 pembangunan landasan beserta Apron
yang baru telah selesai dan diresmikan penggunaannya pada bulan Juni 1976 oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Udara Bapak Marsma Kardono dengan menggunakan pesawat F - 28 MK
3.000.
Pada tanggal 1 September 1985 istilah Pelabuhan Udara Branti dirubah menjadi Bandar Udara
Branti dengan singkatan Bandara Branti, sesuai dengan Telex Sekretaris Jenderal Departemen
Perhubungan No. 378/TLX/DEPHUB/VIII/85 Tanggal 22 Agustus 1985.
Sejak tanggal 11 Agustus 1989 PT. GIA tidak melayani jalur penerbangan Jakarta – Tanjung
Karang PP dialihkan kepada PT. MNA diterbangi 7 Flight/hari dengan pesawat CN-235,
disamping itu juga ada insidentil Flight / Penerbangan Carter. Selain untuk Jakarta – Bandar
Lampung PP, dilayani juga rute Palembang – Bandar Lampung PP.
Terminal baru yang selesai dibangun tahun 1995 diresmikan dalam pengoperasian oleh Menteri
Perhubungan pada tanggal 22 Mei 1995. Bandara Branti dirubah menjadi Bandar Udara Radin
Intan II berdasarkan SK. Menteri Perhubungan No. KM. 10 Tahun 1997, tanggal 10 April
1997 diresmikan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 21 April 1997. Terhitung mulai tanggal
29 April 2004 PT. MNA yang tadinya mengoperasikan pesawat jenis Fokker F28 diganti dengan
pesawat berbadan lebar jenis Boeing 737-200 (MZ – 202 / Flight II).
Pada Tahun Anggaran 2004 landasan pacu diperpanjang dari 1.850 M’ x 30 M’ menjadi 2.000
M’ x 30 M’. Maskapai penerbangan Sriwijaya Air mulai membuka jalur penerbangan pada
tanggal 3 Mei 2005 dan Adam Air pada tanggal 5 September 2005 dengan jenis pesawat yang
sama yaitu Boeing 737 Series 200, sedangkan Riau Airlines pada tanggal 06 Nopember 2006
dengan jenis pesawat Fokker F50.
Pada Tahun Anggaran 2007 landasan pacu diperpanjang dari 2.000 M’ x 30 M’ menjadi 2.250
M’ x 30 M’. Pada Tahun 2008 Maskapai penerbangan Adam Air (1 Maret 2008) dan Riau
Airlines (2 Juni 2008) tidak melayani lagi jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin Intan II.
Maskapai penerbangan Batavia Air mulai membuka jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin
Intan II pada tanggal 8 Agustus 2008.
Pada awal tahun 2009 Garuda Indonesia kembali membuka jalur penerbangan ke bandara ini
dengan pesawat Boeing 737-500. Selanjutnya landasan pacu kembali diperpanjang dan
diperlebar dari 2.250 M’ x 30 M’ menjadi 2.500 M’ x 45 M’ sehingga pada tahun yang sama
bandara ini bisa dimasuki pesawat Boeing 737-300 dan Boeing 737-400 secara penuh.
Selanjutnya pada 2010-2011 dimulai perluasan apron agar bandara ini dapat dimasuki pesawat
Boeing 737-800 dan Boeing 737-900ER secara penuh.Apron Bandara Radin Intan II yang pada
saat itu hanya bisa menampung 3 pesawat Boeing 737 klasik,diperluas kapasitasnya untuk
menampung 5 pesawat secara bersamaan.Pada saat bersamaan dimulai juga konstruksi taxiway B
untuk mempercepat arus keluar-masuk pesawat dari apron nomor 4 dan 5.Pada tahun yang sama
pula,Lion Air pun membuka rute penerbangan ke Lampung.
Sejak tahun 2013 dimulailah renovasi tahap pertama dari Bandar Udara Radin Intan II.Renovasi
ini dianggap kurang sempurna karena hanya mengubah sedikit saja dari bentuk asli bandara ini.
Pada tahun 2014 kembali diadakan perluasan apron sehingga Bandara Radin Intan II dapat
menampung 6 pesawat secara bersamaan.
Lalu pada 2015 dilanjutkan lagi dengan konstruksi taxiway C dan perluasan apron,sehingga
apron dapat menampung 7 pesawat secara bersamaan. Disaat Menteri Perhubungan Ignasius
Jonan melakukan kunjungan kerja ke Lampung,Jonan mengatakan bahwa Bandara Radin Intan II
harus dibenahi dan dibongkar total. Pada akhir 2015,maskapai Wings Air kembali membuka rute
penerbangan ke Lampung.
Pada tahun 2016,akhirnya dilakukan renovasi besar-besaran di bandara ini (Selengkapnya lihat:
Perluasan bandara).Salah satu bagian dari perluasan pada tahun 2016 ini adalah kembali
diadakannya perluasan apron dan konstruksi taxiway D,sehingga kapasitas apron meningkat dari
7 pesawat menjadi 8 pesawat,bahkan bisa menampung 10 pesawat dalam kondisi darurat.Selain
itu landasan pacu kembali diperpanjan dari 2.500 M’ x 45 M’ menjadi 3.000 M’ x 45 M’ agar
dapat dimasuki pesawat berbadan lebar. Ketika perluasan sudah selesai, beberapa maskapai
seperti Garuda Indonesia dan Lion Air mulai menambah frekuensi penerbangan ke Lampung.
Pada tahun 2017,maskapai penerbangan Batik Air mulai membuka penerbengan ke Lampung
dengan pesawat Airbus A320,di mana ini merupakan debut perdana A320 di bandara ini sejak
perluasan pertama pada tahun 2004.
Pada akhir tahun 2018 Bandara ini ditingkatkan menjadi bandara internasional, pemerintah
memberi waktu selama 6 bulan sejak diterbitkanya surat resmi peningkatan untuk otoritas
bandara mempersiapkan segala keperluan untuk penerbangan internasional seperti imigrasi, bea
dan cukai serta penambahan terminal 2 internasional yang akan dibangun tahun ini.
Pada tanggal 8 Maret 2019, Bandara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo menjadi bandara internasional, dengan menandatangani prasasti berbarengan dengan
peresmian Bandar Udara Silampari di Lubuk Linggau.
Pada 14 Oktober 2019 Pengelolaan Bandara Radin Inten II oleh AP II diresmikan. Dalam
perjanjian kerjasama. Tepatnya antara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dan
PT Angkasa Pura II (Persero). Perjanjian itu tentang Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Barang
Milik Negara pada Bandara Kelas I Radin Inten II Lampung.
Pesawat A320 milik Batik Air disambut dengan water salute ketika baru mendarat untuk pertama
kali di Bandara Internasional Radin Inten II
Maskapai Tujuan
Bandara Internasional Radin Inten II Lampung juga telah 6 tahun berturut-turut melayani
embarkasi haji antara sejak 2010 hingga sekarang dengan kuota jumlah jamaah yang
diberangkatkan sebanyak 6.282 orang per tahun, sedangkan untuk calon jamaah haji Lampung
yang masuk dalam daftar tunggu saat ini lebih dari 80 ribu orang. Sehingga diperlukan waktu 16
tahun lagi untuk memberangkatkan haji yang saat ini masuk di dalam daftar tunggu (waiting
list). Dapat di jelaskan juga bahwa Lampung memiliki potensi umrah yang sangat cukup besar
dengan jumlah jamaah yang diberangkatkan setiap tahunnya sekitar sepuluh ribu orang.
Perluasan Bandara
Bandara Internasional Radin Intan II mampu melayani 3.350 penumpang setiap hari. Ketika
beroperasi penuh pada 2017, jumlah penumpang yang mampu dilayani mencapai 8.000 per hari
atau tiga juta penumpang per tahun. Adapun apron mampu menampung 10 pesawat dengan 50
pergerakan pesawat per hari.
Jumlah pergerakan itu hanya berbeda tipis dengan Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud
Badaruddin II Palembang yang mencapai 60 pergerakan per hari.[5]
Karena itu, dibutuhkan lahan seluas 78 hektare dan pembebasannya dilakukan dalam dua tahap.
Penambahan landasan pacu tersebut merupakan prasyarat mutlak, agar dapat didarati pesawat
jenis Airbus yang banyak digunakan sebagai armada haji. [6]
Transportasi Darat
Taksi
Biasanya taksi ada sampai penerbangan terakhir. dan Perusahaan penyedia Jasa Taksi Yakni:
Trans Lampung
Kereta Api
Pembangunan tersebut ditargetkan akan selesai akhir 2020. Secara biaya, proses pengerjaannya
membutuhkan Anggara sekitar Rp 50-100 miliar.
Dalam pembangunan tersebut akan berkolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah
dan PT Kereta Api Indonesia. Saat ini jalur rel kereta dan jaringannya sudah ada, jadi tinggal
melakukan penyelesaian tanah serta pengadaan-pengadaan lainnya seperti, gerbong keretanya.
Pembangunan kereta bandara di Lampung sangat dibutuhkan untuk mengurangi kepadatan lalu
lintas jalan, terutama di Bandar Lampung. Dengan adanya angkutan massal kereta api, akan
dapat memangkas perjalanan dari Bandar Lampung menuju Bandara Radin Inten II. [8]
Data Bandara
terminal penumpang Bandara Radin Inten II saat ini memiliki luas 9 ribu meter persergi. Bandara
tersebut juga dilengkapi landasan pacu berdimensi 3.000 x 45 m, dengan luas apron mencapai
59.950 meter persegi untuk mengakomodir 8 parking stand pesawat dan gedung parkir yang
mampu menampung 1000 kendaraan.
Saat ini kapasitas terminal Bandara Raden Inten II mencapai 3,7 juta penumpang per tahun
dengan pergerakan penumpang sudah di atas 2 juta penumpang per tahun.
2.Mutiara (Palu)
Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie (bahasa Inggris: Mutiara SIS Al-Jufrie Airport) (IATA:
PLW, ICAO: WAFF), sebelumnya Bandar Udara Masovu, adalah bandar udara yang terletak
di Jl. Abd. Rahman Saleh, Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.[1][2]
Nama
Nama ini diberikan oleh Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Palu pada 10 Oktober 1957,
sebagai bentuk keprihatinan. Soekarno saat itu menanyakan nama lapangan terbang ini kepada
Bupati Rajawali Pusadan. Ketika itu, lapangan terbang ini bernama Masovu yang artinya "Tanah
berdebu".
Menurut Soekarno, Palu merupakan salah satu kota rangkaian mutiara khatulistiwa.
"Saya lihat dari atas tadi sebelum turun, Palu terlihat indah penuh pernik. Olehnya saya namakan
Mutiara."[3]
Fasilitas
Bandar udara ini berada di ketinggian 86 meter (282 ft) di atas permukaan laut, memiliki dua
landas pacu permukaan beraspal dan beton nomor designasi 15R/33L berukuran 2.500 x 45
meter dan 15L/33R berukuran 3.450 x 60 merer. Landasan pacu ini bisa di darati pesawat jet
berbadan lebar.[1][4]
Pemerintah Sulawesi Tengah, sedang merombak bandar udara ini menjadi Bandar Udara
internasional mengingat tingginya minat penduduk Sulawesi Tengah terhadap transportasi udara.
Citilink Makassar
Bandar Udara Internasional Sultan Babullah (kode IATA: TTE; kode ICAO: WAEE) adalah
bandar udara yang terletak di Kota Ternate, Maluku Utara.
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Explore dan Ambon, Manado
Explore Jet
Pada tanggal 22 Agustus 2007, bandar udara ini menjadi tempat dilakukannya demonstrasi yang
berujung pada kerusuhan oleh lebih dari 1.000 orang mengenai pemilihan gubernur. Beberapa
polisi dan pengunjuk rasa terluka, termasuk empat ditembak oleh polisi. [1]
Pengembangan
Pengembangan lebih lanjut bandar udara ini akan di tingkatkan menjadi bandar udara
internasional. Fasilitas yang akan di tambah :
Imigrasi
Bea dan Cukai
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Landasan Pacu penambahan lampu di keliling landasan.
Bandar Udara Internasional Sentani (bahasa Inggris: Sentani International Airport) (IATA:
DJJ, ICAO: WAJJ) bandara yang sebelumnya merupakan Bandara Kelas 1 Khusus. Bandara
yang terletak di kota Sentani, Kabupaten Jayapura. Berjarak kurang lebih 40 km dari pusat Kota
Jayapura. Merupakan bandara terbesar di Papua dan hub utama untuk menuju wilayah
pedalaman Papua sejak tanggal 14 Oktober 2019 dikelola PT Angkasa Pura I (Persero)
TWR: 118.1
JAYAPURA INFO: 2956 5580 6631 8834 11309
ATIS: 128.8
JAYAPURA APP: 119.1
Penumpang
Maskapai Tujuan
Trigana Air
Dekai, Nabire, Oksibil, Wamena
Service
Kargo
Maskapai Tujuan
Budaya kebersihan
Di Bandar Udara Sentani, anda bisa menemukan tanda larangan khas disamping tanda larangan
merokok, yaitu "Dilarang makan buah pinang" atau tanda larangan memakan buah pinang. Ini
dikarenakan seringnya orang Papua mengunyah buah pinang dan langsung membuang sari
buahnya sembarangan. Sehingga sari buahnya muncrat di mana-mana. Hal ini sering disebut
"meludah merah-merah".
Angkutan umum Bandara
Selain terdapat 4 angkutan taksi Bandara resmi yakni: (KPN PELUT, KOANGDARA, EMBUN
CYCLOP, DAN MUTIARA DAFON) terdapat juga bus DAMRI yang melayani hingga ke arah
kota Jayapura dengan tarif 50.000 rupiah.
Bandar Udara Tjilik Riwut (IATA: PKY, ICAO: WAGG), sebelumnya Bandar Udara
Panarung, merupakan sebuah bandara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Bandara
ini adalah bandara terbesar di Kalimantan Tengah. Bandara ini juga merupakan Embarkasi Calon
Jemaah Haji Kalimantan Tengah. Kini Bandar Udara Tjilik Riwut sedang dalam pembangunan
Hangar Lion Air dan Sekolah Penerbangan Lion Air yang dikelola oleh Lion Air. Tahun depan
landasan pacu di bandar udara ini akan di perpanjang menjadi 3,000 oleh 45 meter (10 ft
× 148 ft). Saat ini juga telah dibangun dan diresmikan terminal baru Bandar Udara Tjilik Riwut
dengan luas 29.124 meter persegi dengan tingkat dua dan dapat menampung penumpang
sebanyak 2.200 orang. Selain itu Bandar Udara Tjilik Riwut juga diusulkan menjadi bandara
internasional.
Sejarah
Sebelumnya Bandar Udara Tjilik Riwut mempunyai nama Pelabuhan Udara Panarung berdiri
pada tanggal 1 Mei 1958 yang peresmiannya dilaksanakan oleh Residen Kalimantan Tengah
yaitu Bapak Tjilik Riwut. Pada saat itu dapat difungsikan dan didarati Pesawat Terbang jenis
Twin Otter (dari TNI-AU) Pada Tanggal 24 September 1973 Pelabuhan Udara Panarung oleh
Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah di serah terimakan kepada Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Sejak itu tanggung jawab Pemerintah Daerah
Kalimantan Tengah beralih sepenuhnya kepada pemerintah pusat, sebagai tindak lanjut dari
serah terima tersebut oleh Menteri Perhubungan Bapak Prof. Dr. Emil Salim dinyatakan
Pelabuhan Udara Panarung Palangka Raya sebagai Pelabuhan Udara untuk lalu lintas udara
dalam negeri (Domestik) dengan menggunakan pesawat jenis Fokker 27.
Pelabuhan Udara Panarung Menjadi Bandar Udara Tjilik Riwut Bertepatan dengan peringatan
Hari Pahlawan Nasional tanggal 10 Nopember 1988 nama Tjilik Riwut (mantan Gubernur
Kalimantan Tengah), diabadikan untuk nama Bandar Udara Ibu kota Provinsi Kalimantan
Tengah Palangka Raya yang sebelumnya bernama Pelabuhan Udara Panarung. Penggantian
nama menjadi Bandar Udara Tjilik Riwut serta penandatanganan prasastinya dilakukan oleh
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Bapak Ir. Azwar Anas. Penggantian nama tersebut
sesuai dengan usul Gubernur Kalimantan Tengah, DPRD Kalimantan Tengah dan
rekomendasi/tanggapan Menteri Dalam Negeri. Pengabadian nama tersebut karena Tjilik Riwut
adalah seorang Pahlawan Nasional (Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 November
1988 No.108/TK/1988).
Pada tanggal 28 Maret 2019 terminal baru bandara ini mulai dioperasikan, semua aktivitas
penerbangan di terminal lama bandara dipindahkan ke terminal baru bandara.
Lalu pada tanggal 8 April 2019 terminal baru Bandar Udara Tjilik Riwut diresmikan
penggunaannya oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Maskapai
Maskapai Tujuan
Buntok, Kuala Kurun, Kuala Pembuang, Muara Teweh, Pangkalan Bun, Puruk
Aviastar
Cahu, Tumbang Samba
Citilink Surabaya
Garuda
Jakarta–Soekarno–Hatta
Indonesia
Tragedi/kecelakaan
29 Agustus 2011: Pesawat Garuda Indonesia Boeing 737 500 dengan nomor penerbangan
GA 551 gagal melakukan penerbangan dari Bandar Udara Tjilik Riwut Palangkaraya,
Kalimantan Tengah menuju Jakarta dikarenakan mengalami gangguan udara pada kabin
pesawat.Gangguan udara pada kabin pesawat itu baru diketahui ketika pesawat yang
ditumpangi 96 orang itu sudah lepas landas dari Bandar Udara Tjilik Riwut,
Palangkaraya, pukul 08.04 WIB. Setelah berada di udara kurang lebih 10 menit pilot
memutuskan kembali ke Bandar Udara Tjilik Riwut dengan alasan gangguan teknis.
30 September 2011: Garuda Indonesia Boeing 737 500 Dengan Tujuan Jakarta ke
Palangka Raya, gagal mendarat karena Cuaca Kabut asap di Palangka Raya. insiden ini di
akibatkan karena Cuaca Berasap dan Jarak Pandang Pilot pun Sangat Sedikit. Pilot Pun
Akhirnya memutuskan untuk mendarat di Bandar Udara Syamsudin Noor di
Banjarmasin.
22 April 2012: Garuda Indonesia Boeing 737 800NG Dengan No. penerbangan GA 550
Menabrak Burung Elang ketika Hendak Mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut Palangka
Raya. Tidak ada korban Jiwa dalam Insiden ini, Namun Moncong Pesawat yang tertabrak
Elang itu Rusak. Dan penerbangan ke Jakarta tertunda, dan Penumpang tujuan Jakarta
Diberangkatkan Pukul 20.00 Wib, Dengan Pesawat Pengganti Dari Jakarta.
22 September 2012: Lion Air Boeing 737 900ER yang di Carter oleh rombongan
kontingen Kalteng pada PON XVIII sempat gagal mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut
Palangka Raya, Sabtu (22/9) pukul 00.15 dinihari. Kejadian ini terjadi ketika pesawat
sudah menyentuh landasan, namun Pesawat kembali terbang dan Berputar-putar di udara
selama 45 Menit, dan kemudian pesawat kembali mendarat di Bandar Udara Tjilik Riwut
Palangka Raya. Insiden ini terjadi karena ini Pesawat Carteran dan Pilot Belum pernah
Mendarat di Palangka Raya bahkan di Malam Hari.
Taksi Bandara
Taksi Bandara sekarang merupakan harapan mutlak untuk Kamu yang mendarat di Bandara
Tjilik Riwut bila mengangkat tak sedikit barang bawaan dan tak dijemput oleh keluarga alias
rekanan kerja. Tarif taksi di Bandara Tjilik Riwut bervariasi tergantung dari tujuan dan juga
negosiasi, kisarannya merupakan kurang lebih Rp 50.000 – Rp 80.000 per penumpang untuk
menuju ke pusat kota Palangkaraya.
Angkot Taksi
Angkot alias Angkutan Kota di Palangkaraya di sebut dengan panggilan Taksi, sehingga jangan
bimbang ya kalau berkunjung ke Palangkaraya dan disuruh naik Taksi itu berarti Angkot,
sedangkan Taksi yang beneran taksi hanya melayani rute dari dan ke Bandara saja dan tak
keliling di dalam kota. Untuk naik Angkot Taksi ini Kamu wajib berlangsung terlebih dahulu ke
luar are Bandara, tarifnya kurang lebih Rp. 3000 per penumpang (tarif saat tulisan ini dibangun
dan bisa berubah sewaktu-waktu).
Untuk Kamu yang merasa tarif taksi terlalu mahal maka Kamu bisa memakai jasa Ojek Sepeda
Motor. Tetapi ini pasti saja bila Kamu berangkat sendiri dan tak mengangkat barang bawaan
terlalu tak sedikit. Untuk naik ojek sepeda motor ini Kamu wajib berlangsung dahulu ke arah
belakang Bandara. Tarif merupakan sesuai negosiasi, tetapi umumnya merupakan kisaran kurang
lebih Rp. 10.000 untuk jarak tempuh tak lebih lebih 1-2 kilometer.
Mobil Sewa / Travel
Untuk Kamu yang bakal melanjutkan perjalanan ke luar kota Palangkaraya, semacam Sampit,
maka bisa meperbuat pemesanan mobil sewa alias travel sebelumnya. Kamu bakal dijemput
langsung ke Bandara dan diantarkan langsung ke kota tujuan Anda.
Bus Damri
Sampai saat tulisan ini dibangun bus Damri belum beroperasi di Bandara Tjilik Riwut, tetapi
telah masuk dalam rencana Perum Damri untuk mengoperasikan bus Damri di Bandara ini pada
tahun 2015.
Grab Car
Grab Car beroperasi di Bandara Tjilik Riwut sejak Agustus 2019.
7.Juwata (Tarakan)
Bandar Udara Internasional Juwata (bahasa Inggris: Juwata International Airport) (IATA:
TRK, ICAO: WAQQ)[1] adalah bandar udara yang terletak di Kota Tarakan, provinsi
Kalimantan Utara. Bandara ini terletak hanya sekitar 3 km dari pusat kota. Bandar Udara
Internasional Juwata Tarakan, Kalimantan Utara, dengan panjang runway 2500 meter x 45
meter, saat ini sudah didarati oleh pesawat jenis Boeing dan Airbus, serta pesawat – pesawat
perintis. Dari catatan statistik bandara, penumpang yang naik dan turun melalui Bandara Juwata,
setiap harinya sekitar 3000 penumpang. Saat ini Bandara Juwata sedang dilakukan pembangunan
untuk menjadikan sebagai bandar udara provinsi dan pintu gerbang bagi Kalimantan Utara.
Bandara ini merupakan penghubung bagi semua bandara domestik dan perintis yang ada di
Kalimantan Utara. Bandara Juwata adalah bandar udara pertama di Indonesia yang menerapkan
sistem Green Aiport pada apron pada saat pengisian bahan bakar avtur.
Sejarah
Bandara Juwata pertama kali dibangun pada masa penjajahan Belanda dan menjadi pangkalan
militer bagi pesawat-pesawat tempur milik Belanda. Pada tanggal 11 Januari 1942 pesawat
tempur milik Jepang mendarat pertama kalinya di Indonesia di Bandara Juwata untuk merebut
Hindia Belanda. Setelah merdeka, bandara ini awalnya beroperasi sebagai bandara perintis
dengan hanya menggunakan pesawat kecil dan pada awal tahun 2000, Bandara Juwata
ditingkatkan statusnya menjadi bandara domestik dengan panjang runway 1.850 meter yang
dilayani maskapai Bouraq Indonesia, Dirgantara Air Service, Citilink, Kartika Airlines, Mandala
Airlines, Merpati Nusantara Airlines dan Pelita Air Service. Pada tahun 1997, penerbangan
internasional pertama dilayani oleh Bouraq Indonesia untuk rute Tarakan-Tawau, tahun 2006
Malaysia Airlines juga membuka rute Tarakan-Tawau, penerbangan dari Tarakan-Tawau ditutup
pada tahun 2000 oleh Bouraq Indonesia dan 2010 oleh Malaysia Airlines. Dibulan Februari
tahun 2012 maskapai penerbangan Malaysia Airlines yang dioperasikan MASwings kembali
membuka rute Tarakan-Tawau setiap hari Senin, Rabu dan Kamis. Sejak 1 Juli 2012 MASwings
terbang setiap hari dengan rute Tarakan-Tawau dan Tarakan-Kota Kinabalu[2].
Pembentukan Lanud Tarakan berdasarkan Keputusan Kasau Nomor Kep/ 05 / IV /2006 tanggal
21 April 2006 tentang Peningkatan Status Pos TNI AU Tarakan menjadi Lanud Tipe C Tarakan
yang sebelumnya didahului dengan keluarnya Surat Panglima TNI Nomor B/880-09/27/31/2006
tanggal 22 Maret 2006 tentang Persetujuan peningkatan status Pos TNI AU menjadi Pangkalan
TNI AU Tipe C Tarakan, pembentukan Lanud Tarakan pada dasarnya bagian dari strategi dan
upaya mewujudkan pertahanan Negara Indonesia dari potensi dan perkembangan ancaman yang
akan mengancam Negara Indonesia serta tuntutan organisasi dari Komando Operasi TNI
Angkatan Udara II yang ada di Makassar untuk memudahkan pengendalian tugasnya. Lanud
Tarakan adalah salah satu jajaran Koopsau II yang berada di Wilayah Kalimantan Timur,
Sebelum menjadi Lanud Tarakan , pada awalnya terlebih dahulu terbentuk Pos TNI AU
Perwakilan dari Lanud Balikpapan tetapi karena perkembangan situasi dan memanasnya wilayah
ambalat maka pimpinan TNI AU memutuskan untuk membentuk sebuah Lanud baru yang
kemudian bernama Lanud Tarakan yang berlokasi di samping Bandara Juwata Kelurahan
Karanganyar Pantai Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan Kalimantan Timur.[3]
Lanud Tarakan resmi berdiri pada tanggal 27 Juli 2009 yang diresmikan oleh Panglima
Komando Operasi TNI Angkatan Udara II saat itu dijabat oleh Marsekal Muda Yushan Sayuti
sebagai Komandan yang pertama dijabat oleh Letkol Pnb Erwan Andrian, berdasarkan
Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Kep/11-PKS/VI/2009 tanggal 4 Juni 2009
tentang Pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan Angkatan Udara dan
Surat Perintah Pangkoopsau II Nomor Sprin/373/VII/2009 tentang Pelaksanaan tugas jabatan
Komandan Lanud Tarakan, diawal berdirinya Lanud Tarakan hanya diawaki oleh beberapa
personil yakni berjumlah 18 orang dengan rincian Perwira 6 orang ( Mayor Psk Agustinus Tangi
Bali, Kapten Adm Winarno, S.Sos., M.Sc., Kapten Kal Ryan Lukmasyah, ST, Lettu Pom Andri
Sandhya, Lettu Sus Hadi Prayitno ), Bintara 6 orang ( Sertu Aep Saepudin, Sertu Sugeng
Pramono, Sertu Leo Setyo Nugroho, Serda Trya Rahardi, Serda Hendri Agusaputra, Serda
Darwanto dan Tamtama 5 orang (Kopka Sugeng Haryanto, Praka Adi Palang, Pratu Dwi Cahyo,
Pratu Ismono, Pratu Semi Yusuf) dari 216 yang seharusnya mengawaki Lanud Tarakan.
Pada 6 Maret 2012, untuk mengenang jasa Almarhum, Lanud Tarakan dinamakan Lanud Marsda
TNI Suharnoko Harbani, berdasarkan Telegram Asrena KASAU NO B/301-
09/12/02/SRENAAU Tentang Penggantian Nama Pangkalan Udara TNI AU Koopsau II.
Kota-kota yang terhubung langsung dengan Tarakan
Beroperasi
Maskapai Tujuan
Malaysia Airlines
dioperasikan oleh Tawau
MASwings
Ferkuensi
Peringkat Tujuan Maskapai Penerbangan
(Mingguan)
Jakarta-Halim
9 Batik Air 7
Perdanakusuma
Jakarta-Soekarno-
10 Lion Air 7
Hatta
Ferkuensi
Peringkat Tujuan Maskapai Penerbangan
(Mingguan)
Kota Kinabalu,
13 MASwings 5
Sabah
8.Fatmawati (Bengkulu)
Bandar Udara Internasional Fatmawati Soekarno (IATA: BKS, ICAO: WIGG), sebelumnya
Bandar Udara Padangkemiling, adalah bandar udara internasional di yang terletak di Kota
Bengkulu, Provinsi Bengkulu, tepatnya di Jl. Raya Padang kemiling - Slebar - Bengkulu.
Sebuah pesawat Mandala Airlines parkir di Bandara Udara Fatmawati
Bandar udara dengan panjang landas pacu 2.239 m x 150 m[3] dengan permukaan aspal
merupakan bandar udara kelas I yang dikelola oleh UPT Ditjen Hubud. [3] Jenis pesawat terbesar
yang bisa beroperasi di bandar udara ini adalah Airbus A320 dan Boeing 737.[3] Jarak dari kota
terdekat ke bandar udara ini adalah 14 KM.
Penerbangan
Maskapai Tujuan
Citilink Tangerang—Soekarno—Hatta
Garuda Indonesia
dioperasikan oleh Batam, Palembang
Explore
Pengembangan
Perpanjangan landas pacu hingga 3.660 m, dan Tahun 2016 sudah dipergunakan.
Diakhir tahun 2014 bandara ini sudah bisa didarati pesawat sekelas Boeing 737-800NG, 737-
900ER dan Airbus A320.
Pada tahun 2015, Bandara ini dibangun dengan dana Kabupaten Belitung,Renovasi Bandara
H.A.S Hanandjoedin ini Bertujuan untuk membenahi Infrastruktur Di kabupaten
Belitung,Karena Pulau Belitung termasuk dari proyek strategis nasional,Renovasi Bandara Ini
selesai Pada 2017. Dan resmi menjadi Bandar Udara Internasional.
Bandar Udara ini akan di fungsikan sebagai bandar udara transit Karena letaknya yang strategis
memiliki Landasan pacu yang panjang dan apron yang luas Dan pengembangan sebagai Bandar
Udara Internasional untuk mendongkrak Pariwisata Kususnya Di Pulau Belitung.
Maskapai Penerbangan dan tujuan
Maskapai Tujuan
Jakarta—Soekarno—Hatta
Sriwijaya Air
Charter: Kuala Lumpur–Internasional
10.Matahora (Wakatobi).
Bandar Udara Matahora adalah bandar udara yang terletak di Pulau Wangi-wangi, Kecamatan
Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Bandar udara ini memiliki ukuran
landasan pacu 2.000 × 30 m. Jarak dari kota Wangi-wangi sekitar 17 km. Sehingga menjadi
13/31 berukuran 2450 oleh 45 meter (8038 ft × 148 ft).
Bandara ini mulai dibangun pada tahun 2007 dengan investasi sebesar 100 miliar rupiah dari
pemerintah Sulawesi Tenggara.[2] Pada tanggal 21 Mei 2009, akhirnya bandara ini pun
diresmikan oleh Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal sekaligus untuk meresmikan
penerbangan pertama Susi Air dengan jalur Wakatobi-Kendari.[3]. Pada tahun 2011 Pemerintah
Kabupaten Wakatobi bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan dalam pengembangan sisi
udara dan sisi darat Bandar Udara Matahora agar dapat didarati pesawat Airbus A320 dan
Boeing 737.
Ekspansi
Pada 2012, landasan pacu yang sebelumnya 2.000 meter diperpanjang menjadi 2.500 meter
bersamaan dengan penambahan trotoar dari 5 cm sampai 12 cm untuk memfasilitasi Boeing 737,
MJ 900 dan PR 900.
Bandar Udara Letung (IATA: LMU, ICAO: WIDL) adalah bandar udara domestik yang
terletak di Desa Bukit Padi, Kecamatan Jemaja Timur, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi
Kepulauan Riau. Bandar udara ini dibangun pada tahun 2014[1] dan mulai beroperasi tahun
2016[2]. Pembangunan bandara ini selesai dan diresmikan pada Oktober 2019 [3].
Fasilitas
Bandar udara ini memiliki luas landasan pacu 1.400x30 meter dan apron seluas 125x70 meter
yang dapat menampung pesawat seperti ATR dan Cassa. Serta memiliki luas gedung terminal
penumpang 600 meter persegi.
Bandar Udara Namlea adalah bandar udara yang terletak di Kecamatan Namlea, Kabupaten
Buru, Maluku. Bandar udara ini memiliki ukuran landasan pacu 750 × 23 m. Jarak dari kota
Namlea sekitar 6 km.
Pada Mei 2012 tidak ada penerbangan reguler komersial berjadwal yang terbang ke atau dari
bandara ini. Sebelumnya bandara ini dilayani oleh Nusantara Buana Air.
Fasilitas
Bandar udara ini memiliki luas landasan pacu 1,400 per 30 meter yang dapat menampung
pesawat seperti ATR-72 dan apron dengan luas 130 x 65 meter yang cukup untuk
mengoperasikan tiga pesawat pada saat yang sama. [1] Bandara ini juga memiliki gudang terminal
yang berukuran 356 meter persegi.[2]
Bandara Morowali dibangun sejak tahun 2012 hingga 2017. Perencanaan keterwujudannya telah
dirintis sejak tahun 2007 diawali dengan pembebasan lahan dan tambak masyarakat setempat.
Lahan yang tersedia untuk pembangunan Bandara Morowali seluas 158 hektar. Saat ini landasan
30×1.050 meter dengan target panjang 1.500 m.
BeritaTrans berkesempatan untuk datang dan menjelajah Bandara Morowali bersama Ditjen
Perhubungan Udara. Meski baru akan diresmikan, namun secara operasional, bandara ini sudah
mulai melayani penerbangan charter dan terbatas.Untuk charter menurutnya, dilakukan dengan
pesawat jenis Caravan. Sedangkan penerbangan terbatas sempat dilayani selama satu tahun
kemarin untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat Morowali yang dilayani 3x dalam satu
minggu dengan pesawat TransNusa.
Bandara Morowali bisa dibilang memiliki fasilitas yang sudah memadai dan lengkap. Saat
menjelajah area bandara, selain landasan dan apron untuk sisi airside, sisi darat juga sudah
dibangun secara maksimal, walau masih ada kekurangan yang masih dipernuhi.
“Di sini pelayanan bandara disiapkan dari pukul 06.00 hingga 17.00, hal itu mengingat navigasi
penerbangannya masih menggunakan Avis,” ungkapnya.
Fasilitas pelengkap lainnya untuk sisi darat di terminal, telah dipasang dua Xray, terminal
keberangkatan dan kedatangan dengan kapasitas 100 orang, konter chek in, dan enam konter
untuk area komersil. Area perkantoran juga telah tersedia dan perumahan karyawan Bandara
Morowali tengah dipersiapkan penyelesaiannya.
Area parkir kendaraan saat ini masih diselesaikan untuk persiapan saat diresmikan diproyeksikan
lahannya sudah rampung.
Untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan, di Bandara juga telah siap Pemadam
Kebakaran dan untuk penanggulangan kondisi darurat serta disiapkan satu mobil ambulance.
Iskandar optimistis dengan sumber daya manusia sebanyak 27 personel, pihaknya dapat
maksimal melayani pengguna jasa penerbangan selama di bandara.
Bandar Udara Werur adalah bandar udara yang terletak di Werur, Kabupaten Tambrauw,
Papua Barat. Bandar udara ini memiliki ukuran landasan pacu 1.200 × 23 m. Jarak dari Kota Fef
sekitar 47 km. Bandar Udara Werur adalah salah satu dari bandar udara di Indonesia yang
telah ada sejak masa Perang dunia ke 2. Bandara ini menjadi pintu gerbang udara bagi
Kabupaten Tambrauw.
Inilah Suasana Runway Bandara Werur
Persiapan dan pembiayaan untuk Bandar Udara Maratua dimulai pada 2008. Tiga tahun
kemudian, pembersihan lahan dimulai. Pada September 2015, peletakan batu pertama dari
bandar udara tersebut dilakukan dan dibangun dan pada 13 Februari 2017, sebuah pesawat ATR
72 sukses mendarat di Bandar Udara Maratua. [2] Bandar Udara Maratua sekarang melayani
beberapa maskapai penerbangan sejak akhir 2017. Selain melayani transportasi masyarakat lokal,
maskapai penerbangan juga mentransportasikan para wisatawan dalam dan luar negeri untuk
mengunjungi Kepulauan Derawan yang memiliki tempat-tempat wisata.[3] Presiden Indonesia
Joko Widodo secara resmi membuka bandar udara tersebut pada 25 Oktober 2018. [4]
Bandar Udara Koroway Batu terletak di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua.
Pengelolaannya ditangani oleh satuan kerja (Satker) Bandara, Kementerian Perhubungan, Tanah
Merah. Saat ini bandara tersebut tengah dibenahi. Panjang landasan pacunya ditambah, dengan
demikian bandara ini akan mampu didarati pesawat-pesawat berbadan besar, seperti jenis ATR.
Berbeda dengan sebelumnya yang hanya bisa didarati oleh pesawat kargo berukuran kecil.
Terdapat beberapa kawasan menarik yang layak disambangi. Antara lain, lokasi bersejarah di
daerah Tanah Tinggi distrik Mandopo, yakni penjara tempat Bung Hatta dan para tokoh
pergerakan nasional lain pernah ditahan. Tempat yang dibangun Pemerintah Belanda 1927
tersebut, hingga kini masih kokoh berdiri.
Bandar Udara Internasional Kertajati (bahasa Inggris: Kertajati International Airport, Sunda:
ᮘᮘᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘ ᮘᮘᮘᮘᮘᮘᮘ), adalah bandar udara yang berada di
bagian timur laut dari Jawa Barat, Indonesia.[3] Bandar udara ini merupakan bandar udara
terbesar kedua di Indonesia berdasarkan luas setelah Bandar Udara Internasional Soekarno-
Hatta[4], yang berlokasi di Kabupaten Majalengka, kira-kira 68 kilometer di timur Bandung.
Bandar udara ini dibangun untuk melayani sebagai bandar udara internasional kedua di wilayah
metropolitan Bandung dan juga melayani Cirebon, bagian dari Jawa Barat dan Provinsi Jawa
Tengah.
Bandar udara ini diresmikan operasinya pada tanggal 24 Mei 2018, dengan Pesawat
Kepresidenan Indonesia mendarat sebagai yang pertama di bandar udara ini. Bandar udara ini
memiliki landasan pacu tunggal sepanjang 3.000 meter dan dapat menapung pesawat berbandan
lebar seperti boeing 777.[5] Bandar udara baru ini berfungsi sebagai penyangga untuk membantu
memudahkan lalu lintas udara di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Setelah
selesai, Bandar udara ini akan memiliki kapasitas total hingga 29 juta penumpang setiap tahun,
dengan banyak ruang untuk ekspansi.[6] Bandar udara ini juga akan mengoperasikan terminal
kargo dengan perkiraan resmi pada 1,5 juta ton kargo pada tahun 2020. Upaya memaksimalkan
operasi bandara Kertajati, Pemprov Jabar pun akan merealisasikan pindahnya rute penerbangan
bandara Husein ke bandara Kertajati dengan pertimbangan kendala transportasi.[7]
Sejarah
Pembangunan Bandara Kertajati sendiri sudah direncanakan sejak era Presiden Megawati
Soekarnoputri. Studi kelayakan Bandara ini sebenarnya sudah ada sejak 2003, izin penetapan
lokasi pun dilakukan sejak 2005. Saat itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyatakan sanggup
mendanai sendiri pembangunan bandara dengan APBD.
Namun, Pemprov Jawa Barat tak kunjung merealisasikan pembangunan bandara tersebut hingga
2011. Setelah dilakukan peninjauan ulang, pembangunan bandara ternyata membutuhkan alokasi
APBN.
Ia menyebut selama tujuh tahun tidak ada kegiatan fisik apapun karena izin penetapan hangus
akibat pekerjaan pembangunan yang tidak kunjung dimulai. Pekerjaan baru dimulai tahun 2014
untuk pengerjaan pembersihan lahan dan pondasi.
Tidak hanya itu saja, Bandara Kertajati juga dimasukkan dalam Program Strategis Nasional
(PSN). Pembangunan sejak 2015 hingga 2017 kemudian dilakukan dengan menggunakan
anggaran Kementerian Perhubungan.
Maskapai Penerbangan
Maskapai Tujuan
Indonesia
Denpasar/Bali, Pekanbaru, Surabaya
AirAsia
Transportasi Darat
Shuttle
Shuttle sudah tersedia dari dan ke Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati antara lain: Lintas
Shuttle, CTU, PTrans dan Elang Cakra Ekspress dimulai sejak November 2018
Bus
Meskipun belum ada bukti dan pengakuan tertulis bahwa bandara ini internasional, namun secara
lisan sudah ada kesepakatan antara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dengan Kementerian
Perhubungan tentang status bandara ini sebagai bandara internasional.[3]
Bandara APT Pranoto sendiri memiliki luas area 13 hektare, terdiri dari sarana berupa gedung
administrasi, runway 2.250 kali 45 meter, apron, taxiway 173 kali 23 meter, hanggar luas
36.342,4 meter persegi, gedung ATC serta perumahan karyawan bandara.[4]
Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto Samarinda atau Bandara APT. Pranoto,
direncanakan untuk menggantikan Bandara Temindung Samarinda yang sudah tidak bisa
dikembangkan lagi dengan panjang runway 1040x23 dan ditengah pemukiman warga dan sering
tergenang banjir ketika hujan deras melanda. Selain itu Bandara Temindung berada dilokasi
padat penduduk sehingga rawan akan bahaya kemanan dan keselamatan penerbangan. Oleh
karenanya diperlukan bandara pengganti yang lebih memenuhi standar keamanan dan
keselamatan untuk melayani kebutuhan transportasi udara masyarakat samarinda dan sekitarnya
pada khususnya dan Kalimantan timur pada umumnya. Selain itu juga diharapkan dengan
dibangunnya Bandara APT. Pranoto Samarinda ini akan mempercepat perkembangan dan
konsep pemerataan ekonomi di wilayah Kalimantan Timur dengan konsep multiply airport.
Bandara APT. Pranoto Samarinda merupakan Bandar udara yang direncanakan melayani
angkutan udara niaga dan non niaga, berjadwal dan tak berjadwal dengan rute penerbangan
dalam negeri dan luar negeri. Tipe pesawat yang dilayani terkritis adalah Boeing 737-900ER.
Namun untuk tahap awal dioperasikan untuk ATR 72/500 dan sejenisnya. Dengan letak
geografis yang memiliki daerah cakupan yang luas yaitu samarinda, tenggarong, bontang,
sangata dan kutai kartanegara.
Sejarah
Pada tahun 1987, survei untuk mencari lokasi bandara pengganti Temindung mulai dilakukan.
Ada empat pilihan lokasi, yakni Makroman, Loa Bakung, Pulau Atas, dan Sungai Siring.
Pemprov Kaltim yang kala itu dipimpin Gubernur Muhammad Ardans akhirnya menjatuhkan
pilihan pada Sungai Siring. Sejumlah persiapan pun mulai dilakukan, mulai dari melengkapi
perizinan sampai mengurus pematangan lahan.[5] Pemprov Kaltim bersama Pemerintah Kota
Samarinda pada tahun 1992 menyiapkan 300 hektare lahan di Sungai Siring.[6] Pada tahun
anggaran 1995/1996 Pemprov Kaltim mengalokasikan dana senilai Rp1,5 miliar untuk
pembebasan lahan seluas 300 hektare. Kemudian pada 1996 dilakukan studi analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal), RKL, dan RPL. Dilanjutkan dengan pembuatan rencana induk
Bandara Sungai Siring oleh Ditjen Perhubungan Udara.[7]
Proyek ini sempat tersendat akibat sengketa antara Pemkot Samarinda dan kontraktor bandara
waktu itu, PT NCR. Kemudian proyek bandara diambil alih oleh Pemprov Kaltim.[8][9][10]
Maskapai
Maskapai penerbangan yang akan melayani menurut tujuannya (berserta cargo) disusun sebagai
berikut:
Maskapai Tujuan
Bandar Udara Tebelian (bahasa Inggris: Tebelian Airport) merupakan bandara internasional
yang terletak di Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang, Kapuas Raya. Bandara ini
diharapkan dapat diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dan ditargetkan beroperasi pada 2017
mendatang akan menggantikan fungsi utama Bandara Susilo yang melayani penerbangan untuk
Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Bandara dengan luas 500 ha dan direncanakan memiliki
pacuan landas (runway) sepanjang 3.500 meter ini berjarak sekitar 15 km dari Kota Sintang.
Sejarah
Bandar Udara Internasional Tebelian dihadirkan sebagai alternative bagi penduduk Sintang dan
wilayah sekitarnya, termasuk Kabupaten Sekadau, Sanggau, Melawi, dan Putussibau untuk
mendapatkan akses jalur udara yang lebih mudah. Sementara ini terdapat beberapa bandara
rintisan di beberapa daerah tersebut namun hanya melayani rute penerbangan lokal. Sehingga
untuk menjangkau penerbangan rute domestic atau international harus melalui Bandara
Internasional Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie di Kuburaya yang harus ditempuh beberapa
jam.
Pemberian nama Bandar Udara Internasional Tebelian diambil dari nama lokasi bandara yang
terletak di Kecamatan Sungai Tebelian. Sehingga, nama Bandara Susilo yang terletak di Kota
Sintang tidak lagi digunakan untuk bandara yang baru tersebut. Sampai saat ini, Bandara
Internasional Tebelian Sintang belum mendapatkan kode penerbangan IATA hingga
dioperasikan secara penuh mendatang.
Pada tanggal 18 Agustus 2015 telah dilakukan first flight test (penerbangan perdana) untuk
mencoba penggunaan landasan pacu. Proses test flight yang dilakukan oleh pesawat jenis Twin
Otter dari maskapai AviaStar berjalan sukses hingga pesawat berhenti sempurna di depan
bangunan terminal utama.
Bandar Udara Tebelian menempati lahan seluas 500 Ha yang mulai dibangun pada tahun 2013
dan ditargetkan selesai pada 2017 lalu. Saat ini landasan pacu Bandara Tebelian sepanjang 1.650
meter dan masih akan dilakukan perluasan hingga 3.500 meter. Dengan demikian, diharapkan
bandara tebelian dapat didarati oleh pesawat dengan bodi besar, seperti jenis Boeing 737 Series
atau Airbus A320 series serta diharapkan mampu melayani embarkasi haji hingga rute
Internasional secara umum.
Maskapai Penerbangan
Berikut ini daftar maskapai yang saat ini telah beroperasi di Bandara Tebelian Sintang.
Maskapai Tujuan