Anda di halaman 1dari 143

Tri Mulyono

Jalan Raya
Modul 2:
SPESIFIKASI BAHAN
PERKERASAN JALAN
Tri Mulyono

PROGRAM STUDI D3 - TRANSPORTASI


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Gedung L5. Jl. Rawamangun Muka – Jakarta 13220
MODUL 2

Mulyono,T@2017,

Jalan Raya 2
Modul 2: SPESIFIKASI BAHAN PERKERASAN JALAN
Jakarta: Program D3 Transportasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta

Citied:

Mulyono, Tri (2015), Jalan Raya 2: Modul 2 – Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan,
dalam Infrastruktur Jalan dan Jembatan, Jakarta: Program D3 Transportasi
Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Contact: trimulyono@unj.ac.id

ii | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
PRAKATA

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan Modul ini berisi Meteri untuk Program Studi D3 Transportasi Fakutas Teknik
Universitas Negeri Jakarta, 2017, yang tidak terpisahkan dari Buku Jalan Raya 2 yang telah
dipublikasikan.

Modul 1 merupakan rangkaian Modul untuk materi Jalan Raya 2, dimana terbagi
menjadi:

Modul 1 | Perencanaan Drainase Jalan

Modul 2 | Spesifikasi Tebal Perkerasan

Modul 3 | Lapis Perkerasan Jalan

Modul 4 |Keselamatan Jalan Raya

Harapannya Modul ini dapat digunakan sebagai acuan untuk proses belajar-
mengajar Matakuliah Jalan Raya 2. Referensi yang digunakan untuk menyusun Modul
berasal dari beberapa referensi yang berhubungan dengan Jalan yang disesuaikan dengan
kebutuhan akademik. Modul ini juga memuat contoh hitungan dan soal.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
dan dapat membantu mahasiswa dalam mendalami tentang apa dan bagaimana Jalan
Raya, dan peranannya dalam Industri Transportasi.

Jakarta, September 2017


Penulis
Tri Mulyono

Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 613
[Blank Page]

614 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 615
20
SPESIFIKASI BAHAN PERKERASAN JALAN

Jalan merupakan turunan pertama fungsi permintaan (Kanafani, 1983).


Perkembangan jalan di dunia ini disesuaikan dengan perkembangan manusia.
Peradaban, kebudayaan, dan kebutuhan yang meningkat untuk melangsungkan
kehidupan melalui aktivitas ekonomi.

Perkembangan diawali dengan jalan purbakala sampai sekarang kita


mengenal jalan modern (Waringga, 2014). Jalan purbakala adalah jalur jalan yang
sempit dan dilalui satu orang, karena sering dilalui maka pada jalur jalan yang
sempit tersebut terdapat bekas jejak atau jalan jejak yang berfungsi sebagai
penuntun arah. Perkembangan jalan purbakala dapat diketahui dari beberapa
penemuan para ahli tranportasi.

Sekitar 3500 SM ditemukan jalan yang diperkeras di daerah Mesopotamia


(Longfellow, 2013).Jalan yang terdiri dari susunan blok-blok batu besar yang
ditemukan diantara Babilonia hingga Mesir, jalan tersebut kurang lebih dibangun
antara tahun 2500 – 2568 SM (Sponholtz, 2014; Alamsyah, 2011).Sekitar 1500 SM
dibangun jalan yang diperkeras oleh batu-batuan di daerah Pulau Crate di wilayah
pantai timur tengah, yang sekarang termasuk wilayah Yunani.Tahun 620 SM di
temukan permukaan jalan yang dibuat berlapis-lapis, yaitu dari lapisan tanah dasar
yang di atasnya disusun lapisan batu- batu besar, batu-batu bronjor yang dicampur
mortar, batu kerikil, dan kemudian ditutup dengan lapisan batu plat. Jalan ini
ditemukan di daerah Babilonia di antara muara sungai Euphrat dan Tigris.

20.1 Sejarah Jalan di Dunia

Aspal tercatat pertama kali digunakan sebagai bahan konstruksi jalan,


terjadi di Babilonia sekitar tahun 625 SM pada masa kekuasaan Raja

Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 616
Naboppolassar seperti yang tercatat dalam prasasti peninggalannya (National
Asphalt Pavement Associations, 2014; Asphalt-Guide, 2014).

Konstruksi jalan Bangsa Romawi berciri khas lurus dengan empat lapisan.
Lapisan pertama adalah Summa Crusta (permukaan): Halus, blok poligonal
menyatu pada lapisan yang mendasarinya. Kedua adalah lapisan (Nucleus) inti
yaitu jenis lapisan dasar terdiri dari kerikil dan pasir dengan kapur semen. Lapisan
ketiga adalah Rudus yaitu terdiri dari puing-puing batu dan batu yang lebih kecil
diletakan dan diatur dalam mortar kapur, dan keempat lapisan Statumen berbentuk
dua atau tiga lapis batu datar diletakan dalam mortar kapur. Konstruksi umumnya
seperti Gambar 20.1(Thompson L. , 1997; Pavement Interactive, 2008). Sayangnya
jalan itu rusak ketika Romawi mulai runtuh.

Gambar 20.1: Konstruksi Jalan Romawi

Thomas Telford (1757-1834), seorang Skotlandia, membuat rancangan


jalan raya, di mana batu besar pipih diletakan menghadap ke atas atau berdiri dan
sekarang dikenal dengan pondasi jalan Telford. Konstruksi ini sangat kuat terutama
sebagai pondasi jalan, dan sangat padat karya karena harus disusun dengan
tangan satu per satu (AETN, 2014; Paxton, 2007; Asphalt-Guide, 2014). Banyak
jalan yang bermutu baik dengan konstruksi Telford, tetapi tidak praktis dan
memakan waktu. Konstruksi jalan Telford seperti Gambar 20.2.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |617


Gambar 20.2: Konstruksi Telford

John Loudon McAdam (1756-1836) merancang jalan menggunakan batu


pecah yang diletakkan di simetris, dengan pola ketat dan ditutupi dengan batu-batu
kecil untuk menciptakan permukaan yang keras. McAdam menemukan bahwa batu
atau kerikil terbaik untuk permukaan jalan harus dipecah atau dihancurkan. Desain
John Loudon McAdam, yang disebut "jalan makadam" ini awal kemajuan terbesar
dalam pembangunan jalan pada saat itu (Gambar 20.3).

Gambar 20.3: Konstruksi Makadam

Jalan Aspal modern di mulai tahun 1872, Edward de Smedt merekayasa


aspal dengan kepadatan maksimum. Aspal itu dipakai di Battery Park dan Fifth
Avenue, New York, tahun 1872 dan Pennsylvania Avenue, Washington D.C pada

618 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
tahun 1877(Asphalt-Guide, 2014). Pada saat ini sedikitnya 90 % jalan utama di
perkotaan selalu menggunakan bahan aspal.

20.2 Sejarah Jalan di Indonesia

Perkembangan jalan raya di Indonesia sebenarnya telah terjadi pada masa-


masa zaman kerajaan, namun masih belum jelas susunan konstruksi yang
digunakan. Tercatat dalam sejarah Indonesia jalan dari Anyer-Panarukan yang
dibuat oleh Belanda namun belum direncanakan secara teknis baik geometrik
maupun lapis perkerasannya. Pembangunan jalan oleh Daendels dari Anyer
(Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur) sejauh 1000 km pada tahun 1809 – 1810
yang bertujuan untuk mempercepat tibanya surat-surat yang dikirim antar Anyer
hingga Panarukan atau sebagai jalan pos, namun jalan-jalan itu dalam
perkembangan selanjutnya banyak dipengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya
dan telah berubah fungsinya antara lain mejadi jalan ekonomi atau jalan umum dan
kini sudah banyak bangunan disekitarnya (Lilis, 2013).

Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot


mix) mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan
jenis yang lain seperti aspal beton (AC) dan lain – lain(Alamsyah, 2011). Pada
tanggal 9 Maret 1978 Indonesia meresmikan jalan tol pertama sepanjang 53,0 km
yang menghubungkan kota Jakarta – Bogor – Ciawi dan terkenal dengan nama
Jalan Tol Jagorawi.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan Kabel. Sebagai negara hukum Indonesia memiliki dasar hukum
berisi tentang ketentuan umum, jalan umum, bagian-bagian jalan dan
pemanfaatannya, izin, rekomendasi dan dispensasi, wewenang, penyelenggaraan
jalan, dokumen jalan, peran masyarakat, jalan khusus, ketentuan peralihan dan
terakhir ketentuan penutup(Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 ).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |619


20.3 Konstruksi Perkerasan Jalan

Indonesia mengenal dua jenis konstruksi lapisan perkerasan jalan yaitu


perkerasan kaku yang dibuat dari beton semen dan perkerasan lentur yang dibuat
dari campuran aspal dan agregat. Perkerasan lentur ada yang bersifat struktural
dan non struktural.

Lapisan permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas.


Lapisan tersebut berfungsi sebagai lapis perkerasan penahan beban roda, yang
mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan dan
lapisan kedap air, agar air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di
bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. Selain itu sebagai lapis aus
(wearing coarse) yaitu lapisan ulang yang langsung terkena gesekan akibat roda
kendaraan dan lapis-lapis yang menyebabkan beban ke lapisan di bawahnya
sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain dengan gaya dukung yang lebih buruk.

Umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat


aspal sehingga dapat menghasilkan lapisan permukaan yang kedap air dengan
stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapis permukaan harus cukup
halus agar ban kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir dan cukup
nyaman bagi penumpangnya.

Jenis lapis permukaan yang umum digunakan di indonesia yang bersifat


structural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda
kedaraan jenisnya yaitu penetrasi macadam (lapen), lasbutag, dan lapis aspal
beton (laston).Lapisan bersifat non struktral berfungsi sebagai lapisan aus dan
kedap air. Jenis lapisan ini yaitu burtu (laburan aspal satu lapis), burda (laburan
aspal dua lapis), latasir (lapis tipis aspal pasir), buras (laburan aspal), latasbum
(lapis tipis asbuton murni), dan HRS-WC (lapis tipis aspal beton).

Jalan perlu diberi perkerasan agar lebih kuat, perkerasan jalan adalah
lapisan struktur jalan yang terletak di atas badan jalan, berfungsi menerima beban
lalu-lintas dan meneruskannya ke badan jalan pada segala kondisi cuaca
(Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, 2013). Perkerasan jalan
dapat terbuat dari campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk

620 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
melayani beban lalu-lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa batu pecah, batu
belah, atau batu kali dan bahan ikat yang dipakai dapat berupa aspal (aspal beton),
dan portland cement.

Konstruksi perkerasan jalan raya,berdasakan bahan pengikatnya, dapat


dibedakan menjadi tiga macam (Sukirman, 1999) :

(1) Perkerasan lentur, yaitu lapis keras yang menggunakan aspal sebagai bahan
ikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu-lintas ke tanah dasar.
(2) Perkerasan kaku, yaitu lapis keras yng menggunakan semen pc sebagai
bahan ikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu-lintas diterima oleh
pelat beton.
(3) Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku
atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

Kapasitasdukungperkerasan lenturmurni,bergantung pada karakteristik


distribusibebandarisistemlapisanpembentuknya. Perkerasan
lenturterdiridaribeberapalapisandenganmaterialyang berkualitas tinggi diletakkan
di dekat permukaan. Jadi kekuatan
perkerasanlenturadalahlebihdihasilkandarikerjasamalapisanyang
tebaldalammenyebarkan bebanketanahdasar(subgrade)daripada
dihasilkanolehaksiperlawananpelatterhadapbeban.Perancangan tebal
perkerasandipengaruhi olehkekuatantanahdasar.Jikaperkerasanaspal mempunyai
kekakuantinggi,makadapatberprilakusepertiperkerasan
kakudankelelahan(fatique)padapermukaan perkerasan menjadifaktor
yangmenentukan.

Perkerasan kakuumumnyahanyaterdiridaridualapis,yaitu:pelat beton dan


pondasi bawah (subbase). Namun lapisan beraspal kadang –
kadangmasihdigunakanuntukmelapisipermukaan pelatbeton(perkerasan
komposit).Fungsi lapispondasipondasibawahpadaperkerasankaku yaitu
mengendalikanpengaruhpemompaan(pumping), mengendalikanaksipembekuan,
Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |621
sebagailapisandrainase, mengendalikankembangsusut tanahdasar, dan
memudahkanpelaksanaan,karenadapatjugaberfungsisebagailantai kerja serta
mengurangiterjadinyaretakpadapelatbeton.

Pembebanan yang terjadi pada perkerasan lentur dan kaku di ilustrasikan


seperti Gambar 20.4, dimana pada perkerasan kaku distribusi beban terbagi
merata dan dapat di anggap sebagai struktur balok sederhana dengan balok
pondasi yang elastis (Gambar 20.5). Pada perkerasan lentur beban terbesar
berada pada pondasi bawah (Gambar 20.6). Umumnya susunan lapis perkerasan
seperti Gambar 20.7.

Gambar 20.4: Distribusi Pembebanan pada struktur perkerasan

Gambar 20.5: Perkerasan Kaku sebagai Balok pada pondasi elastis ((Muench, 2003)

622 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar 20.6: Beban yang diterima setiap Lapisan pada Perkerasan Lentur ((Muench,
2003))

Gambar 20.7: Tipikal Struktur Perkerasan

Bahan pengikat perkerasan lenturmenggunakan aspal, repetisi


beban/lendutan pada roda yang terjadi mengakibatkanrutting (retak memanjang)
jika terjadi penurunan tanah dasar terjadi jalan akan bergelombang dan perubahan
temperatur akan menyebabkan perubahan modulus kekakuan (modulus young)
serta timbul tegangan yang kecil.

Perkerasankaku umumnya menggunakan bahan pengikat semen. Pada


repetisi beban yang berlebih akan menimbulkan retak permukaan. Penurunan
tanah dasar menyebabkan perubahan perletakan karena sifatnya sebagai balok.
Perubahan temperatur tidak menyebabkan perubahan modulus kekakuan (modulus
young) serta timbul tegangan yang besar. Perbedaan antara perkerasan kaku dan
lentur seperti Tabel 20.1.

Tabel 20.1: Perbandingan Perkerasan Kaku dan Lentur


Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |623
PerkerasanKaku PerkerasanLentur
Komponen perkerasan terdiri dari pelat Komponen perkerasan terdiri dari lapis aus,
beton yang terletak di tanah atau lapisan lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
material granuler pondasi bawah digunakan untuk semua kelas jalan dan
Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tingkat volume lalu lintas
tinggi
Pencampuran adukan beton mudah Pengontrolan campuran aspal lebih rumit
dikontrol
Umur rencana dapat mencapai 40 tahun Umur rencana lebih pendek sekitar 20 tahun
Lebih tahan terhadap drainase buruk Kurang tahan terhadap drainase buruk
Biaya awal pembangunan lebih tinggi Biaya awal pembangunan lebih murah
Biaya pemeliharaan kecil Biaya pemeliharaan lebih besar
Kekuatan perkerasan lebih ditentukan oleh Kekuatan perkerasan ditentukan oleh kerja
kekuatan pelat beton sama setiap komponen lapisan perkerasan
Tebal struktur perkerasan adalah tebal Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan
pelat betonnya pembentuk perkerasan di tanah dasar
Beban rencana dilampaui akan Beban rencana dilampaui akan
menyebabkan kerusakan yang cepat/waktu menyebabkan kerusakan yang lebih lambat
singkat dan dapat menyebabkan kerusakan dan tidak menyebabkan kerusakan pada
pada bagian lain bagian lain
Indek pelayanan relatif tetap selama umur Indek pelayanan tertinggi hanya pada saat
rencana terutama jika transverse joint selesai pelaksanaan dan berkurang sejalan
dikerjakan dengan baik dan dirawat. dengan waktu
Perkiraan waktu pelapisan ulang lebih sulit Perkiraan waktu pelapisan ulang lebih
mudah
Perubahan temperatur bepengaruh tinggi Perubahan temperatur relatif tidak
bepengaruh

20.4 SpesifikasiLapis Perkerasan Lentur Jalan

Perkerasan lentur sebagai lapisan yang bersifat memikul dan menyebarkan


beban lalu-lintas haruslah memenuhi syarat berikut :

(1) Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban ke tanah


dasar.
(2) Kedap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.
(3) Permukaan yang mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh di
atasnya dapat cepat dialirkan.
(4) Kekakuan untuk memikul beban tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

Perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang diletakkan di atas tanah


dasar yang telah dipadatkan. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima

624 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
beban lalu–lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Konstruksi
perkerasan terdiri darilapisan permukaan, pondasi dan tanah dasar.

Lapisan permukaan (surface course) adalah lapisan yang terletak paling


atas dan berfungsi sebagai lapis penahan beban roda, lapisan kedap air, lapis aus
(wearing course) dan lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah.Lapisan
pondasi atas (base course) yaitu lapisan yang terletak diantara lapis pondasi
bawah dan lapis permukaan, berfungsi sebagai bagian perkerasan yang menahan
gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya,
sebagai lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah, dan untuk bantalan
terhadap lapis permukaan.Lapisan pondasi bawah (subbase course) merupakan
lapisan diantara lapis pondasi atas dan tanah dasar, berfungsi sebagai penyebar
beban roda ke tanah dasar, untuk efisiensi penggunaan material, sebagai lapis
persapan, lapisan pencegah partikel-partikel halus dari tanah dan sebagai lapisan
pertama di atas tanah dasar.Lapisan tanah dasar (sub grade) merupakan lapisan
tanah setebal 50-100 cm dimana bagian atasnya diletakkan lapisan pondasi
bawah.

20.4.1 Lapis Panetrasi Makadam (LAPEN)

Lapis perkerasan yang terdiri atas agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara
disemrotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan jika akan digunakan
sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup. Tebal

lapisan satu lapis dapat bervariasi antara 4 - 10 cm.

Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi Makadam (SNI 03-6751-2002) berisi


persyaratan aspal dan agregat yang akan digunakan untuk lapis penetrasi
makadam sebagai acuan dan pegangan dalam menilai mutu aspal dan mutu
agregat yang akan digunakan dengan tujuan untuk menjamin keseragaman
kekuatan dan keawetan lapis penetrasi makadam.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |625


20.4.1.1 Aspal

Spesifikasi persyaratan teknis untuk aspal dan agregat mencakup Aspal


keras jenis penetrasi 60/ 70 atau penetrasi 80 /100 (AASHTO M20) atau Aspal cair
penguapan cepat (rapid curing) jenis RC250 atau RC800 (Pd S-03-1995-03) atau
aspal cair penguapan sedang (medium curing) jenis MC250 atau MC800 (Pd S-02-
1995-03). Aspal emulsi jenis CRS-1, CRS-2 (AASHTO M208) atau RS1 atau RS2
(AASHTO M140)

Lapis Perata Penetrasi Macadam harus dilaksanakan pada permukaan


yang basah, selama hujan atau hujan akan turun. Aspal emulsi tidak boleh
disemprotkan setelah jam 15.00. Bilamana digunakan aspal panas maka
temperatur perkerasan saat aspal disemprotkan tidak boleh kurang dari 25 0C.

20.4.1.2 Agregat

Agregat pokok dan pengunci terdiri dari bahan yang bersih, kuat, awet,
bebas dari lumpur dan benda-benda yang tidak dikehendaki dan memenuhi
ketentuan yang diberikan dalam Tabel 20.2.

Tabel 20.2: Ketentuan Agregat Pokok dan Pengunci


Pengujian Standar Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles pada SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
500 putaran
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Indeks Kepipihan BS 812 Part I 1975 Article 7.3 Maks.25 %

Tabel 20.3: Gradasi Agregat Pokok dan Pengunci


Tebal Lapisan (cm) 7 - 10 5-8 4-5
Agregat Pokok
Ukuran Ayakan
% Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
3” 75 100
2½” 63 90 - 100 100
2” 50 35 - 70 95 - 100 100
1½” 38 0 - 15 35 - 70 95 - 100
1” 25 0-5 0 - 15 -
¾” 19 - 0-5 0-5
Tebal Lapisan (cm) 7 - 10 5-8 4-5
Agregat Pengunci
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos

626 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
ASTM (mm)
1” 25 100 100 100
¾” 19 95 - 100 95 - 100 95 - 100
3/8” 9,5 0-5 0-5 0-5
Sesuai dengan SNI 03-1968-1990, agregat pokok dan pengunci memenuhi
gradasi yang diberikan Tabel 20.3. Kuantitas agregat dan aspal yang digunakan
dapat merujuk Tabel 20.4.

Tabel 20.4: Lapis Perata Penetrasi Macadam


Agregat Pokok (kg/m2)
Tebal Lapisan Aspal Residu Agregat Pengunci
(cm) 5- 4- 2
(kg/m )
2
(kg/m )
7 - 10
8 5
8,5 200 8,5 25
7,5 180 7,5 25
6,5 160 6,5 25
6,5 152 6,0 25
5,5 140 5,5 25
5,5 133 5,2 25
4,4 114 4,4 25
3,7 105 3,7 25
3,7 80 2,5 25
Aspal Residu adalah bitumen tertinggal setelah semua bahan pelarut atau pengemulsi telah menguap

20.4.2 Campuran Aspal Dingin

Campuran aspal dingin atau bitumen dingin untuk pekerjaan pemeliharaan


dan perbaikan jalan, termasuk penambahan dan pekerjaan-pekerjaan kecil,
perbaikan bentuk permukaan, pelebaran tepi untuk jalan dengan volume lalu lintas
rendah dan sedang, dan pelapisan kembali jalan dengan volume lalu lintas rendah.
Campuran dirancang agar sesuai dihampar dan dipadatkan secara dingin setelah
disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu.

Kelas C adalah campuran bergradasi semi padat dengan menggunakan


aspal cair (cut-back). Campuran kelas E adalah bergradasi terbuka dan sesuai
untuk digunakan dengan aspal emulsi. Untuk setiap kelas tersedia dua amplop
gradasi. Gradasi yang lebih halus (C/10 dan E/10) harus digunakan juka tersedia
agregat yang memenuhi syarat, karena pengerjaannya lebih mudah dan tidak
mudah tersegregasi.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |627


20.4.2.1 Agregat Campuran Aspal Dingin

Agregat kasar dari batu pecah atau kerikil pecah. Agregat halus, dari setiap
sumber, harus terdiri dari pasir atau batu pecah halus atau kombinasi keduanya.
Agregat kasar harus terdiri atas bahan yang bersih, keras, awet dan bebas dari
kotoran dan bahan-bahan lain yang tidak diinginkan dan partikel lolos ayakan
No.200 (0,075 mm) kurang dari 1 % serta memenuhi ketentuan Tabel 20.5.

Pengambilan contoh sesuai dengan ketentuan SNI 03-1975-1990. Agregat


yang tertahan ayakan 2,36 mm dan mempunyai dua bidang pecah tidak kurang dari
65 %. Persentase butiran agregat yang mempunyai paling sedikit dua bidang pecah
ditentukan dengan pemeriksan setiap butir agregat pada agregat seberat sekitar 2
kg dan ditunjukkan berat butiran dengan 2 bidang pecah atau lebih sebagai
persentase berat seluruh contoh.

Agregat halus merupakan butiran yang bersih, keras dan bebas dari
gumpalan atau bola lempung, atau bahan lain yang tidak diinginkan. Batu pecah
halus yang dihasilkan dari pemecahan batu harus memenuhi ketentuan Tabel 20.5.
Pasir dengan partikel lolos ayakan No.200 (0,075 mm) lebih kecil 8 % atau pasir
yang mempunyai nilai setara pasir (sand equivalent) lebih dari 50 yang digunakan
dalam campuran. Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Dingin sama seperti
untuk campuran panas (Hot-mix) aspal beton.

Tabel 20.5: Ketentuan Agregat Kasar


Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium SNI 03-3407-1994 Maks.12 %
dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

20.4.2.2 Bahan Aspal Untuk Campuran Dingin

Bahan aspal boleh aspal cair atau aspal emulsi yang memenuhi ketentuan
Tabel 20.6. Penambahan minyak tanah untuk memperbaiki kelekatan bahan
pengikat ke agregat campuran dapat dilakukan dengan dicampur sampai merata
dalam aspal cair dan/atau ditambahkan ke agregat dalam peralatan pencampur

628 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sebelum penambahan aspal emulsi atau cair. Menghindari produksi campuran
yang terlalu lambat pengerasannya maka kuantitas minyak tanah yang
ditambahkan harus seminimum mungkin, untuk mencapai penyelimutan aspal pada
seluruh agregat.

Permukaan yang akan ditambal baru akan dilapis dengan campuran aspal
panas atau pelaburan aspal dalam waktu tiga bulan, maka campuran dingin harus
menggunakan aspal emulsi atau luas kurang dari 50 m 2.

20.4.2.3 Komposisi Campuran Aspal Dingin

Campuran Dingin, Komposisi dan Sifat-sifat Campuran sesuai Resep untuk


pekerjaan kecil dapat merujukTabel 20.6. Kadar Aspal Residu Campuran diambil
untuk memperoleh campuran dengan kelecakan (workability), penyelimutan butiran
agregat dan bahan aspal sisa yang cocok.

Tabel 20.6: Ketentuan Campuran Dingin, Komposisi dan Sifat-sifat Campuran


KELAS CAMPURAN
URAIAN
C/10 C/20 E/10 E/20
Ukuran butiran nominalmaksimum (mm) 9,5 19 9,5 19
Jenis Gradasi Semi Semi Terbuka Terbuka
padat padat
Ketebalan lapisan nominal minimum (mm) 20 40 20 40
Gradasi
ASTM mm Prosentase berat lolo
1” 25 100 100
¾” 19 100 95 - 100 100 95 - 100
3/8” 9,5 85 - 100 60 - 75 85 - 100 20 - 55
No.8 2,36 15 - 25 15 - 25 0 - 10 0 - 10
No.200 0,075 3-5 3-5 0-2 0-2
RESEP CAMPURAN
Kadar aspal residu minimum 5,6 5,3 4,8 4,2
(% terhadap berat total campuran)
CAMPURAN RANCANGAN
Batas kadar bitumen residual >5,5 >5,5 3,9 - 6,2 3,3 -5,5
(% terhadap berat total campuran)
Kadar efektif bitumen minimum >5,0 >4,5 diuji diuji
(% terhadap berat total campuran)
Ketebalan efektif film bitumen minimum 10 10 20 20

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |629


Kadar aspal residu adalah kadar aspal efektif ditambah % aspal yang
diserap agregat.Pengujian harus dilaksanakan untuk menentukan Kadar Aspal
Residu dan Kadar Aspal Efekif untuk mendapatkan formula/resep campuran yang
sesuai. Kadar aspal residu didefinisikan sebagai kadar aspal yang masih sisa
setelah penguapan semua air dan pelunak dari campuran. Kadar aspal efektif
didefinisikan sebagai kadar aspal residu dikurangi dengan kadar aspal yang
terserap oleh agregat.

Kadar aspal cair, dihitung dengan Persamaan 20.1 dan Kadar aspal emulsi
dengan Persamaan 20.2

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑖𝑟 (20.1)


100
= 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 ( )
100 − % 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑖𝑟

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝐸𝑚𝑢𝑙𝑠𝑖 (20.2)


100
= 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 ( )
100 − % 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝐸𝑚𝑢𝑙𝑠𝑖

Campuran rancangan dengan sedikit penaburan dengan batu kapur pecah


(crushed limestone), batu pecah halus atau pasir kasar harus dilakukan di atas
semua permukaan yang akan segera dipadatkan. Pada Tabel 20.6, Campuran
Kelas C adalah Taburan ini akan tertanam oleh alat pemadat atau timbris. Bahan
taburan yang terdorong ke tepi jalan dapat disapu kembali selama beberapa hari
sedemikian hingga lalu lintas yang melintasinya diharapkan dapat menanam bahan
taburan tersebut ke dalam aspal dan memperkaku campuran aspal.

Campuran Kelas E adalah campuran dingin dengan aspal emulsi harus


ditunggu sampai matang (fully breaking) sebelum penaburan sedikit agregat.
Selanjutnya batu pecah halus atau pasir kasar harus ditebar di atas seluruh
permukaan. Jumlah yang ditebar harus cukup untuk mengisi seluruh rongga
permukaan. Taburan ini akan tertanam oleh alat pemadat atau timbris. Bahan
taburan yang terdorong ke tepi jalan dapat disapu kembali selama beberapa hari

630 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sedemikian hingga lalu lintas yang melintasinya diharapkan dapat menanam bahan
taburan tersebut ke dalam aspal dan memperkaku campuran aspal.

Campuran yang mempunyai kadar bitumen yang harus diuji yaitu mengukur
kemampuan bitumen emulsi untuk menyebar secara merata ke seluruh campuran.
Hal ini juga memungkinkan teknisi laboratorium menetapkan tingkat mudahnya
campuran dikerjakan untuk jenis campuran E/10 dengan kadar residual bitumen
(% terhadap berat total campuran) sebesar 3,5; 4,5; 5,5 dan 6,5 . Untuk jenis
campuran E/20 dengan kadar residual bitumen (% terhadap berat total campuran)
sebesar 3,0; 4,0; 5,0 dan 6,0.

20.4.3 Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)

Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) Campuran yang terdiri atas


agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja (pelunak), dan filler (bila
diperlukan) yang dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan secara dingin. Tebal
pada tiap lapisannya antara 3 - 5 cm.

Campuran lasbutag dengan ketebalan tipis dikenal dengan Lapis Tipis


Asbuton Murni (Latasbum). Latasbum, merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang
dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.

Campuran beraspal dingin dengan Asbuton Butir dan peremaja Emulsi ini,
ditujukan untuk ruas-ruas jalan yang melayani lalu lintas sedang, yaitu untuk lalu-
lintas rencana < 1 juta ESA atau LHR < 1000 kendaraan dan jumlah kendaraan truk
maksimum 5%, seperti jalan-jalan Kabupaten (DPU, 2006e).

LASBUTAG berbeda dengan aspal beton campuran dingin bergradasi


terbuka konvensional yang biasanya digunakan di daerah berhawa dingin atau
sedang, perbedaan utamanya adalah penggunaan batuan aspal alam (Asbuton),
yang merupakan sebagian sumber bahan pengikatnya, total kadar aspal yang lebih
tinggi pada campuran itu dan agregat yang bergradasi semi rapat. Campuran
LASBUTAG dirancang dengan asumsi rancangan tentang kadar aspal efektif
minimum, rongga udara, stabilitas, kelenturan, tebal film aspal, keawetan, rasio
filler terhadap aspal, dan viskositas aspal efektif, harus dipenuhi secara tepat. Perlu
Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |631
dicatat bahwa cara konvensional untuk rancangan campuran bergradasi rapat yang
dimulai dengan usaha untuk memperoleh kepadatan maksimum agregat yang
memungkinkan, tidak boleh digunakan karena pendekatan ini umumnya tidak akan
menghasilkan campuran yang memenuhi syarat.

Campuran lasbutag dihampar bila permukaan kering, jika tidak akan hujan
dan bila permukaan jalan yang disiapkan dalam keadaan dan diperkenankan
antara jam 7 pagi sampai jam 3 sore.

20.4.3.1 Aspal Buton (Asbuton) Campuran Dingin

Bahan Asbuton harus dipecah agar memenuhi gradasi dalam Tabel 20.7,
semakin halus pemecahannya semakin baik stabilitas campuran dan semakin
pendek waktu pemeramannya.Kadar air Asbuton pada saat pencampuran dengan
agregat dan bahan peremaja, tidak boleh lebih besar dari 6 %. Kadar aspal
Asbuton ditentukan dengan metode Extraksi Reflux dengan kadar aspal lebih dari
15 % atau dan deviasi standar lebih dari 2 % setelah pencampuran, yang
digunakan. Untuk mengurangi variasi kadar aspal dalam tumpukan bahan Asbuton,
dapat dilakukan pencampuran kembali tumpukan bahan Asbuton di lapangan.
Gradasi bahan Asbuton sebelum ekstraksi dan agregat mineral Asbuton setelah
ekstraksi harus dilaksanakan dengan cara pencucian (washed grading).

Tabel 20.7: Gradasi Asbuton (DPU, 2010)


Ukuran Ayakan
Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
½” 12,7 100
No.4 4,75 90 - 100
No.30 0,600 35 - 100

20.4.3.2 Agregat Lasbutag

Agregat kasar terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah atau kerikil alam
yang bersih, atau campuran dari bahan-bahan tersebut, dan mendekati gradasi
yang diberikan Tabel 20.8. Agregat kasar harus terdiri atas bahan yang bersih,
keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
mempunyai prosentase keausan tidak lebih dari 40 % pada 500 putaran (SNI 03-
632 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
2417-1991). permukaan agregat yang terselimuti aspal tidak boleh kurang dari 95
persen (SNI 03-2417-1991).

Tabel 20.8: Gradasi Agregat Kasar Lasbutag (DPU, 2010)


Ukuran Ayakan
Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
¾” 19 100
½” 12.7 30 - 100
3/8” 9,5 0 - 55
No.4 4,75 0 - 10
No.200 0,075 0-1

Tabel 20.9: Gradasi Agregat Halus Lasbutag (DPU, 2010)


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm) Latasbusir Kelas A Lasbutag & Latasbusir Kelas B
3/8” 9,5 100 100
No.4 4,75 98 - 100 72 - 100
No.8 2,36 93 - 100 72 - 100
No.30 0,600 76 - 100 25 - 100
No.200 0,075 0-8 8 -8

Tabel 20.10: Persyaratan Agregat Kasar dan Halus untuk Asbuton campuran
Dingin (DPU, 2006e)
Agregat
Jenis Pengujian Standar Kasar Halus
Nilai Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 % -
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % -
(*)
Angularitas (kedalaman dari SNI 03-6877-2002 95/90 Min. 45
permukaan < 10 cm)
Angularitas (kedalaman dari SNI 03-6877-2002 80/75(*) Min. 45
permukaan ≥ 10 cm)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Maks. 8%
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50% Min. 50%
Catatan :
(*)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau
lebih.
(**)
Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |633


Agregat halus terdiri dari satu atau beberapa jenis pasir atau batu pecah
halus atau kombinasinya yang sesuai dan mendekati gradasi (secara basah) yang
diberikan dalam Tabel 20.9, dan merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Partikel lolos ayakan No.200
(0,075 mm) kurang dari 8 % atau pasir yang mempunyai nilai setara pasir (sand
equivalent) lebih dari 50 yang digunakan dalam campuran.

Agregat pecah dan pasir untuk campuran beraspal dingin dengan asbuton
butir dan peremaja aspal emulsi merupakan bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36
mm), sesuai SNI 03-6819-2002 dan memenuhi persyaratan sesuai Tabel 20.10.
Persyaratan agregat gabungan seperti Tabel 20.11.

Tabel 20.11: Gradasi Agregat Untuk Campuran Dingin


dengan Aspal Buton dan Peremaja aspal Emulsi
(DPU, 2006e)
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
ASTM (mm) Lapis Permukaan Lapis Antara
Nominal 12,5 mm Nominal 19 mm
1” 25 100
¾” 19 100 90 - 100
½” 12,5 90 - 100 -
3/8” 9,5 68 – 85 60 – 80
No.4 4,75 45 – 70 35 – 65
No.8 2,36 25 – 55 20 – 50
No.50 0,30 5 – 20 3 – 20
No.200 0,075 2-9 2-8

20.4.3.3 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 034142-1996 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 %
berat. Jika kapur digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan, proporsi
maksimum yang diijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran beraspal.

634 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.4.3.4 Bahan Peremaja (Modifier)

Minyak berat peremaja harus merupakan minyak yang berasal dari minyak
bumi, dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 20.12. Beberapa
bunker oil, minyak bekas mesin dan Long Residue Aromatis dapat dipakai.

Aspal semen sebagai bahan peremaja dengan Jenis Penetrasi 60/70 atau
80/100 yang memenuhi ketentuan AASHTO M20 - 70. Minyak Pelunak (Cutter Oil)
yang digunakan untuk membuat bahan peremaja yang dicampur di lapangan
haruslah berupa minyak tanah yang memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 20.13.Bahan Tambah (Additive) sebagai bahan adhesi dan anti
pengelupasan harus ditambahkan kedalam bahan peremaja (modifier) sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuatnya dengan waktu pencampuran yang sedemikian
agar diperoleh campuran yang homogen.

Tabel 20.12: Sifat-sifat Minyak Berat Peremaja


Sifat-sifat Satuan Min. Maks.
Viskositas Kinematik pada 40 ºC CSt 250 1000
Titik Nyala (AASHTO T73 - 89) ºC 122 -
Berat Jenis pada 15 ºC kg/liter 0,945 -
Kadar Air % berat semula - 0,2
Distilasi (AASHTO T78 - 90) :
a) Titik didih awal ºC 260 -
b) Sisa dari destilasi sampai 360ºC % berat benda uji semula 70 -

Tabel 20.13: Sifat-sifat Minyak Pelunak


Sifat-sifat Satuan Min. Maks.
Titik Nyala (AASHTO T73 - 89) ºC 32 -
Berat Jenis pada 15ºC kg/liter 0,77 0,83
Kadar Air (SNI 06-2490-1991) % Berat - 0,15
Distilasi (AASHTO T 78 - 90) :
a) Titik Didih Awal ºC 140 -
b) 50 % Terdistilasi ºC 160 200
c) Titik Didih Akhir ºC - 290

Tabel 20.14: Persyaratan campuran beraspal dingin dengan asbuton butir dan
peremaja aspal emulsi (DPU, 2006e)
Sifat Campuran Persyaratan
Jumlah tumbukan per bidang 2 x 50

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |635


Rongga dalam campuran, (VIM) Marshall (%) Min. 16
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) 3 – 12
Stabilitas Marshall pada 220C(kg) Min. 450
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 4 x 24 jam (%) Min. 60
Tebal Film Aspal, Mikron Min. 8
Penyelimutan Agregat Kasar Min. 75

Tabel 20.15: Uraian dan Sifat-sifat Lasbutag dan Latasbusir


Jenis Campuran Latasbusir Latasbusir Lasbutag
Kelas A Kelas B
(Sementara)
Batas Sifat-sifat yang disyaratkan :
Ukuran Partikel Maksimum (cm) 6,3 9,5 19
Tebal Lapisan Nominal (mm) 15 20 30
Fraksi Agregat Kasar (CA) (> ayakan #8) 0 - 10 10,1 - 23 20 - 40
(%)(1)
Fraksi Filler (FF) (< ayakan #200) (%) 7 - 17 6 - 15 5 - 12
Kadar Aspal :
- Efektif Minimum (%) 8,2 6,8 6,2
- Penyerapan (%) 2,5 2,5 1,6
Rongga Potensial (2)
- Awal (%) (3) 10 - 13 10 - 13 10 - 13
- Akhir (%)(4) 7-9 7-9 7-9
Tebal Film Aspal (mikron) - - 5,5
Marshall Quotient (kg/mm) (3) (5)
Min 60 70 100
Maks 500 500 500
(3)
Stabilitas Marshall (kg) dengan (SNI 06-2489-1991)
Min 110 175 350
Maks 850 850 1250
Kekuatan sisa setelah perendaman 4 hari
pada 49ºC (% terhadap kekuatan semula)
75 75 75
AASHTO T165 (menggunakan stabilitas
Marshall)
Fraksi Rancangan Campuran Nominal :
Fraksi Agregat Kasar (CA) (> ayakan #8) (%) 0 - 10 (2) 10,1 - 23 30
Fraksi Filler (FF) (< ayakan #200) (%) 17 15 12

636 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Catatan :
1)
Tergantung pada kadar CA dari pasir.
2)
Rongga potensial = rongga udara + rongga yang terisi air dan minyak tanah.
3)
Pemadatan Marshall - Prosedur pemadatan laboratorum Metode A : SNI 06-2489-1991, 125 x 2 tumbukan pada
50 ºC.
4)
Pemadatan Marshall - Prosedur pemadatan laboratorum Metode B : SNI 06-2489-1991, 200 x 2 tumbukan pada
90 ºC.
5)
Marshall Quotient didefinisikan sebagai Stabilitas Marshall dibagi dengan kelelehan.

Precoat dengan Aspal Cair (Cut-Back) yang digunakan dalam pencampuran


dua tahap merupakan campuran dari 70 persen aspal semen yang memenuhi
AASHTO M20 – 70 dan 30 persen minyak pelunak yang memenuhi sifat-sifat
minyak pelumas.

Takaran pemakaiannya harus cukup untuk memperoleh penyelimutan


seluruh agregat tetapi tidak boleh lebih 2 persen berat agregat kasar. Kadar aspal
residu dari film precoat (yaitu setelah minyak pelunak menguap) dimasukkan
kedalam perhitungan rancangan untuk kadar aspal total dari campuran.

Campuran beraspal dingin dengan asbuton butir dan peremaja aspal emulsi
terdiri atas agregat, filler dan asbuton butir. Sifat campuran beraspal dingin dengan
asbuton butir dan peremaja aspal emulsi harus memenuhi persyaratan sesuai
Tabel 20.14.

Campuran aspal itu memenuhi ketentuan yang disyaratkan (Tabel 20.15).


Aspal Asbuton yang diremajakan yang diperoleh dari benda uji pada Rumus
Perbandingan Campuran dan digetaskan dengan Pengujian Kehilangan Berat
Minyak dan Aspal (Thin Film Oven Test) sesuai SNI 06-2440-1991 dengan nilai
penetrasi pada 25 ºC (5 detik, 100 gr) tidak kurang dari 45 (SNI 06-2456-1991) dan
daktilitas tidak kurang dari 75 cm (SNI 06-2432-1991) serta di ekstrasi sesuai
dengan AASHTO T164 - 90.

20.4.4 Campuran Panas (Hot-Mix) Lapis Asbuton Berbutir

Hot-mix (Campuran beraspal hangat) dengan Asbuton Butir ditujukan untuk


ruas-ruas jalan yang melayani lalu lintas berat, yaitu untuk lalu-lintas rencana 1 juta
sampai dengan 10 juta ESA atau LHR < 2000 kendaraan dan jumlah kendaraan
truk maksimum 15%, seperti jalan-jalan Nasional dan Propinsi(DPU, 2006d).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |637


Campuran beraspal hangat dengan asbuton berbutir adalah campuran
antara agregat dengan peremaja hangat serta asbuton butir. Campuran beraspal
hangat ini, dicampur di Unit Pencampur Aspal (UPCA/AMP), dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.

Jenis Asbuton Butir yang dapat digunakan dalam Asbuton Campuran


Hangat ini adalah dapat salah satu dari Asbuton Butir Tipe 5/20, Tipe 15/20, Tipe
15/25 atau Tipe 20/25. Sedangkan Peremaja untuk Asbuton Campuran Hangat
adalah PH-1000 (peremaja hangat dengan kelas penetrasi 800-1200 cSt atau 80-
120 detik.

20.4.4.1 Agregat untuk Hotmix Asbuton Berbutir

Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan agar campuran beraspal


hangat dengan Asbuton Butir, yang proporsinya dibuat sesuai dengan rumus
perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan.

Fraksi agregat pecah dan pasir untuk campuran beraspal hangat dengan
Asbuton Butir, paling sedikit untuk kebutuhan satu bulan dan selanjutnya tumpukan
persediaan harus dipertahankan paling sedikit untuk kebutuhan campuran beraspal
hangat dengan Asbuton Butir satu bulan berikutnya. Fraksi agregat kasar harus
batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal.

Tabel 20.16: Persyaratan Agregat Kasar dan Halus untuk Asbuton Campuran
Panas(DPU, 2006d).
Agregat
Jenis Pengujian Standar Kasar Halus
Nilai Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 % -
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % -
Angularitas (kedalaman dari permukaan SNI 03-6877-2002 95/90(*) Min. 45
< 10 cm)
Angularitas (kedalaman dari permukaan SNI 03-6877-2002 80/75(*) Min. 40
≥ 10 cm)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Maks. 8%
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50% Min. 50%
Catatan :
(*)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu

638 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(**)
Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih
besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal
maksimum adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas)
dengan bahan tertahan kurang dari 10 %. Agregat kasar harus mempunyai
angularitas yang didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih
besar dari 2,36 mm dengan bidang pecah satu atau lebih. Penyerapan air oleh
agregat maksimum 3 % dan berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan
halus minimum 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.

Agregat Kasar dan halus untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan
No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 20.16.

20.4.4.2 Peremaja dan Asbuton Butir

Peremaja yang digunakan untuk campuran hangat ini adalah minyak berat
(seperti: Short Residu, Flux Oil, Minare D, dll) atau minyak berat yang telah
dimodifiasi dan harus memenuhi persyaratan sesuai Tabel 20.17. Jenis Asbuton
Butir yang dapat digunakan adalah salah satu dari Asbuton Butir yang memenuhi
persyaratan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20.18.

Tabel 20.17: Persyaratan Bahan Peremaja(DPU, 2006d).


Jenis Pengujian Standar Persyaratan
PH-1000
Viskositas: - pada 60oC (cSt) AASHTO T-72 800 – 1200
atau 100 oC,(dtk) 80 – 120
Kelarutan dlm TCE, (%) SNI 06-2438-1991 Min. 99,5
Titik nyala, (oC) AASHTO T-73 Min. 180
Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 0,95
Penurunan berat (TFOT), (% terhadap berat SNI 06-2440-1991 Maks. 1%
awal)
Kadar parafin lilin, (%). SNI 03-3639-1994 Maks. 2%

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |639


Proses pencampuran Asbuton Butir dengan campuran antara agregat dan
peremaja hangau dilakukan di pugmill, dengan lama pencampurannya harus sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuatnya. Asbuton butir yang akan digunakan harus
dalam kemasan kantong atau kemasan lain yang kedap air serta mudah
penanganannya saat dicampur di ruang pencampur (pugmill). Asbuton butir
tersebut harus ditempatkan pada tempat yang kering dan beratap sehingga
terlindung dari hujan atau sinar matahari langsung. Tinggi penimbunan asbuton
butir tidak boleh lebih dari 2 meter.

Tabel 20.18: Persyaratan Asbuton Butir untuk Campuran Hangat(DPU, 2006d).


Jenis Pengujian Standar Tipe Tipe Tipe Tipe
5/20 15/20 15/25 10/25
Kadar bitumen SNI 03-3640-1994 18-22 18 - 22 23-27 23-27
asbuton; %
Ukuran Butir
Lolos Ayakan No.4 SNI 03-1968-1990 100 100 100 100
(4,75 mm)
Lolos Ayakan No.8 SNI 03-1968-1990 100 100 100 95 - 100
(2,36 mm)
Lolos Ayakan SNI 03-1968-1990 95 - 100 95 - 100 95 - 100 75 – 95
No.16 (1,18 mm)
Kadar air, % SNI 06-2490-1991 Maks.2% Maks.2% Maks.2% Maks.2
%
Penetrasi aspal SNI 06-2456-1991 ≤10 10 - 18 10 - 18 19 - 22
asbuton pada 25
°C,100 g, 5 detik;
0,1 mm
Keterangan:
1. Asbuton butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %.
2. Asbuton butir Tipe 15/20 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %.
3. Asbuton butir Tipe 15/25 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.
4. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.

Tabel 20.19: Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Buton(DPU, 2006d).


Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
ASTM (mm) WC BC Base
1½” 37,5 100
1” 25 100 90 – 100
¾” 19 100 90 - 100 Maks.90
½” 12,5 90 - 100 Maks.90
3/8” 9,5 Maks.90
No.8 2,36 28 – 58 23 – 49 19 – 45
No.16 1,18

640 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
No.30 0,600
No.200 0,075 4 - 10 4-8 3–7
Daerah Larangan
No.4 4,75 - - 39,5
No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 -30,8
No.16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1
No.30 0,600 19,1 -23,1 16,7 -20,7 13,6 -17,6
No.50 0,300 15,5 13,7 11,4
Catatan:
Digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas rentang utama yang harus
ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal
maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).

Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal hangat dengan


Asbuton Butir, ditunjukkan dalam Tabel 20.19. Gradasi agregat gabungan tersebut
merupakan gradasi gabungan antara agregat kasar, halus dan mineral asbuton.
Gradasi campuran beraspal hangat dengan Asbuton Butir harus berada di luar
Daerah Larangan (Restriction Zone) dan berada di dalam batas-batas titik kontrol
(control point). Persyaratan campuran aspal panas dengan Asbuton berbutir sesuai
Tabel 20.20.

Tabel 20.20: Persyaratan campuran hot-mix (DPU, 2006d).


Sifat-Sifat Campuran WC BC Base
Penyerapan Aspal (%), Maks 1,2
Jumlah tumbukan per bidang Min 7,5 112(1)
Rongga dalam campuran (%) (2) Min 3,5
Maks 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (%) Min 800 1500(1)
Maks - - -
Pelelehan (mm) Min 3 5(1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama Min 75
24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal Min 2,5
(refusal) (3)
Catatan:
(1)
Modifikasi Marshall (RSNI M-13-2004)
(2)
Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis maksimum campuran (Gmm -SNI
03-6893-2002)
(3)
Menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan
untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbukan manual

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |641


jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan
berdiameter 4 in

20.4.5 Campuran Beraspal Panas (Hot-Mix) dengan Asbuton Olahan

Campuran beraspal panas dengan Asbuton olahan ini, ditujukan untuk ruas-
ruas jalan yang melayani lalu lintas berat dan padat, yaitu untuk lalu-lintas rencana
> 10.000.000 ESA atau LHR > 2000 kendaraan dan jumlah kendaraan truk lebih
dari 15%. Di samping itu, untuk ruas-ruas jalan yang memiliki temperatur lapangan
maksimum di atas 60oC, seperti jalan-jalan Nasional (DPU, 2006c).

20.4.5.1 Agregat

Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, yang proporsinya dibuat sesuai
dengan rumus perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang
disyaratkan sama seperti Tabel 20.16.

20.4.5.2 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan Pengisi (Filler) jika diperlukan bahan pengisi dapat menggunakan


semen portland, Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
Debu batu (stonedust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 03-
4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak
kurang dari 75% dari yang lolos ayakan No. 30 (600 micron) dan mempunyai sifat
non plastis.

20.4.5.3 Aspal dan Asbuton Olahan

Aspal yang digunakan untuk campuran beraspal panas dengan asbuton


olahan harus salah satu dari jenis, Aspal Yang Dimodifikasi Dengan Asbuton dan
Bitumen Asbuton Modifikasi serta Aspal Keras Pen 60 memenuhi persyaratan
sesuai Tabel 20.21 apabila menggunakan Asbuton Butir yang memenuhi
persyaratan sesuai Tabel 20.18.

642 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.21: Persyaratan Aspal Yang Dimodifikasi Dengan Asbuton, Bitumen
Asbuton Modifikasi dan Aspal Keras Pen. 60 (DPU, 2006c)
Persyaratan
Jenis Pengujian Metode Bitumen
Aspal
Asbuton Pen. 60
Modifikasi
Modifikasi
Penetrasi, 25 0C; 100 gr; SNI 06-2456-1991 40 - 60 40 - 60 60 – 79
5 detik; 0,1 mm
Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 Min. 55 Min. 55 48 – 58
Titik Nyala, °C SNI 06-2433-1991 Min. 225 Min. 225 Min. 200
Daktilitas; 25 °C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50 Min. 100 Min. 100
Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 Min. 1,0 Min. 1,0
Kelarutan dalam Trichlor RSNI M-04-2004 Min. 90 Min. 99 Min. 99
Ethylen, % berat
Penurunan Berat (dengan SNI 06-2440-1991 Maks. 1 Maks. 1 Maks. 0,8
TFOT), % berat
Penetrasi setelah SNI 06-2456-1991 Min. 55 Min. 65 Min. 54
kehilangan berat, % asli
Daktilitas setelah TFOT, SNI 06-2432-1991 Min. 25 Min. 50 Min. 25
cm
Mineral Lolos Saringan SNI 03-1968-1990 Min. 90 - -
No. 100, % (Hasil ektrasi)

20.4.6 Lapis Aspal Beton (Laston)

Laston atau Lapis Aspal Beton adalah lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras yang dicampur,
dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

Aspal beton merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi
pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan
dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan
digunakan. Jika semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-155°C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan
hotmix(Sukirman, 1999).

Aspal beton adalah beton dengan bahan pengikat aspal yang dicampur
dalam keadaan panas. Campuran terdiri dari aspal, batuan dan filler yang setelah

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |643


diaduk diangkut dengan truk ke lokasi pekerjaan, kemudian dimasukkan ke alat
penghampar. Batuannya berbentuk pasir, kerikil, batu yang dibagi sebagai agregat
halus (pasir) dan kasar. Filler atau mineral pengisi rongga udara pada campuran
aspal semen (AC) dengan agregat, antara lain semen portland, debu batu kapur /
karang yang dipecah (DPU, 1999).

Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC),
Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran
maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm.
Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal
dimodifikasi dengan Asbuton atau Aspal Multigrade disebut masing-masing sebagai
AC-WC Modified, dan AC-Base Modified (DPU, 2010).

Beton aspal dapat digunakan untuk lapisan aus (wearing course), perata
(leveling course) dan pondasi (base course). Lapis aus merupakan lapis
perkerasan jalan paling atas, yang menerima dampak langsung dari lalu-lintas.
Lapis perata berada di bawah lapis aus, dan di bawah lapis perata merupakan lapis
pondasi. Lapisan-lapisan ini harus cukup kuat, stabil dan tetap ditempat meskipun
ada goncangan-goncangan dari lalu-lintas. Lapisan aus harus tahan lama dari
dampak lalu-lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus cukup halus agar ban
mobil atau kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir dan cukup nyaman
bagi penumpangnya. Lapisan aus merupakan agregat yang lebih halus dengan
kadar aspal lebih tinggi dari lapisan lainnya.

Aspal beton yang baik, sangat ditentukan oleh kepadatan dari agregatnya
(jumlah berat dalam volume). Kepadatan tergantung dari jenis dan gradasi agregat,
sehingga disarankan untuk tidak menggunakan batu bulat dengan ukuran yang
sama karena akan banyak membentuk rongga-rongga kosong. Disarankan
menggunakan batu yang dipecah menjadi debu dan butir-butir batu persegi yang
tidak sama bentuknya sehingga rongga-rongga kosong akan terisi oleh batu pecah
yang lebih halus.Kekuatan dan kepadatan agregat menentukan kestabilan
perkerasan untuk menahan beban lalu-lintas, tanpa ada perubahan/pergeseran
susunan permukaan lapis perkerasan.

644 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Penggunaan batu pecah akan menambah kestabilan karena pergeseran
antara dua bidang batu pecah, dan juga akan memberi permukaan lebih luas untuk
penyelimutan aspal. Kadar aspal dalam campuran juga mempengaruhi kestabilan
lapisan, karena apabila aspalnya terlalu sedikit maka ikatan agregat satu sama lain
menjadi kurang kuat. Sebaliknya apabila aspalnya terlalu banyak maka ikatan butir
satu sama lain akan menjadi licin, sehingga saling mendorong dan mengakibatkan
lepas. Aspal cement harus mempunyai daya ikat terhadap agregat yang tahan lama
untuk kestabilan perkerasan jalan.

Aspal semen harus bersifat luwes (tidak mudah retak) apabila digunakan
sebagai perkerasan, dibandingkan dengan agregat yang kurang dapat
menyesuaikan diri terhadap dampak dari beban lalu-lintas dan cuaca.

Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton


campuran panas adalah (Sukirman, 1999, hal. 178-182):

(a) Stabilitas, yaitu kemampusan lapisan perkerasan menerima beban lalu-


lintas yanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur
ataupun bleeding.
(b) Durabilitas, merupakan kemampuan menahan keausan akibat
pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat
gesekan kendaraan.
(c) Fleksibilitas, merupakan kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu-lintas berulang tanpa timbulnya
retak dan perubahan volume.
(d) Tahanan geser (skid resistance) adalah kekesatan yang diberikan oleh
perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu
hujan atau basah maupun di waktu kering. Kekesatan dinyatakan
dengan koefisien gesek antar permukaan jalan dan ban kendaraan.
(e) Ketahanan kelelahan (fatigue resistance) yang merupaka ketahanan
dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya
kelelahan yang berupa alur (ruting) dan retak.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |645


(f) Kemudahan pelaksanaan (workability) adalah mudahnya suatu
campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil
yang memenuhi kepadatan yang diharapkan.

20.4.6.1 Agregat Campuran Aspal Beton

Agregat yang akan digunakan agar campuran aspal, memiliki penyerapan


air oleh agregat maksimum 3 % dengan berat jenis (specific gravity) agregat kasar
dan halus tidak boleh berbeda lebih dari 0,2.

Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan No.8
(2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya.Fraksi agregat kasar harus terdiri dari batu pecah
atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Ukuran
maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari
ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum
adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan bahan
tertahan kurang dari 10 %.

Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan


(Tabel 20.22). Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap
berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau
lebih. (Pennsylvania DoT‟s Test Method No.621).

Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm).
Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk terpisah dari agregat
kasar. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang
disarankan untuk laston (AC) adalah sebesar 15 %.

Tabel 20.22:Ketentuan Agregat Kasar(DPU, 2010)


Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium SNI 03-3407-1994 Maks.12 %
dan magnesium sulfat
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) DoT‟s 95/90

646 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) Pennsylvania 80/75
Test Method,
PTM No.621
Partikel Pipih ASTM D-4791 Maks. 25 %
Partikel Lonjong ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Catatan :
80/75 menunjukkan bahwa 80 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dan 75% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus
diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu (Tabel 20.22) atau harus
diproduksi dari batu yang bersih. Agregat halus harus memenuhi Nilai Setara Pasir
minimal 60% (SNI 03-4428-1997) dan Material Lolos Saringan No. 200 maksimal
8%(SNI 03-4428-1997)

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam


persen terhadap berat agregat, harus memenuhi batas-batas dan harus berada di
luar Daerah Larangan (Restriction Zone) yang diberikan dalam Tabel 20.23.

Tabel 20.23: Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Beton (Asphalt Concrete/AC)
atau LASTON (DPU, 2010)
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
ASTM (mm) WC BC Base
1½” 37,5 100
1” 25 100 90 – 100
¾” 19 100 90 - 100 Maks.90
½” 12,5 90 - 100 Maks.90
3/8” 9,5 Maks.90
No.8 2,36 28 – 58 23 – 49 19 – 45
No.16 1,18
No.30 0,600
No.200 0,075 4 - 10 4-8 3–7
Daerah Larangan
No.4 4,75 - - 39,5
No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 -30,8
No.16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |647


No.30 0,600 19,1 -23,1 16,7 -20,7 13,6 -17,6
No.50 0,300 15,5 13,7 11,4
Catatan:
Digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas rentang utama yang harus
ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal
maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).

20.4.6.2 Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Aspal Beton

Bahan pengisi yang ditambahkan harus terdiri atas debu batu kapur
(limestone dust), semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau bahan non
plastis lainnya dari sumber yang disetujui oleh Direksi Pekerjaaan. Bahan tersebut
harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.

Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SK SNI M-02-1994-03 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 %
terhadap beratnya. Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian,
digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum
yang diijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran aspal.

20.4.6.3 Bahan Aspal Untuk Campuran Aspal Beton

Bahan aspal yang dapat digunakan terdiri atas jenis Aspal Keras Pen 60,
Aspal Polimer, Aspal dimodifikasi dengan Asbuton dan Aspal Multigrade yang
memenuhi persyaratan (SNI 6749:2008).

Tabel 20.24: Ketentuan Asbuton Butir (DPU, 2010)


Sifat-sifat Asbuton Metoda Pengujian Tipe5/20 Tipe20/25
Kadar aspal; % SNI 03-3640-1994 18-22 23 - 27
Ukuran butir maksimum; mm SNI 03-1968-1990 1,18 1,18
Kadar air, % SNI 06-2490-1991 Mak 2 Mak 2
Penetrasi aspal asbuton pada 25 °C, 100 g, SNI 06-2456-1991 ≤10 19 - 22
5 detik; 0,1 mm
Keterangan:
1. Asbuton butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %.
2. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.

Bahan aditif untuk aspal yaitu aditif kelekatan dan anti pengelupasan harus
ditambahkan kedalam bahan aspal (Jika perlu). Jenis aditif untuk meningkatkan

648 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
mutu campuran yang dapat digunakan merupakan salah satu tipe Asbuton butir
(Tabel 20.24). Takaran pemakaian aditif, metoda kerja proses pencampuran (di
pugmill) serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuatnya. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston dan Laston Modifikasi sesuai
Tabel 20.25.

Tabel 20.25: Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston dan Laston Modifikasi


Sifat-sifat Campuran Laston Laston Modifikasi
WC BC Base WC BC Base
Penyerapan Aspal (%), Maks 1,2 1,2
Jumlah tumbukan per bidang Min 7,5 112(1) 7,5 112(1)
Rongga dalam campuran (%) (2) Min 3,5 3,5
Maks 5,5 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60 65 63 60
Stabilitas Marshall (%) Min 800 1500(1) 1000 1800(1)
Maks - - - - - -
Pelelehan (mm) Min 3 5(1) 3 5(1)
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250 300 300 350
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah Min 75 75
perendaman selama 24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%) pada Min 2,5 2,5
Kepadatan membal (refusal) (3)
(4)
Stabilitas Dinamis, Lintasan / mm Min - 250
0
Catatan:
(4)
Modifikasi Marshall (RSNI M-13-2004)
(5)
Prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternatif pengujian kepekaan kadar air. Pengkondisian beku
cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Standar minimum untuk diterimanya prosedur T283
haruss 80 % Kuat Tarik Sisa.Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis
maksimum Agregat (Gmm, AASHTO T-209) atau SNI 03-6893-2002
(6)
Menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan
untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbukan manual
jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan
berdiameter 4 in
(7)
Hanya untuk Laston modifikasi (asphalt cement modified)

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |649


20.4.7 Lataston atau Lapis Tipis Aspal Beton (HRS-WC)

Lapis Tipis Aspal Beton (HRS-WC) sering juga disebut Hot Rolled Sheet
(HRS), terdiri dari dua jenis campuran, HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis
Aus (HRS Wearing Course, HRS-WC) dan ukuran maksimum agregat masing-
masing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat
kasar lebih besar daripada HRS – WC (DPU, 2010) merupakan lapisan penutup
yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan
panas dengan ketebalan padat antara 2,5-3,0 cm.

Jenis lapisan permukaan ini meskipun bersifat non struktural tetapi dapat
menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara
keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis
perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan. Lataston terdiri dari
dua macam campuran, Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) dan Lataston Lapis
Permukaan (HRS-Wearing Course) dan ukuran maksimum agregat masing-masing
campuran adalah 19 mm. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) mempunyai proporsi
fraksi agregat kasar lebih besar daripada Lataston Lapis Permukaan (HRS -
Wearing Course).

Umumnya, agregat halus yang digunakan dalam campuran beton aspal


adalah agregat alam dan agregat buatan. Agregat alam merupakan agregat halus
dengan tekstur tajam, berupa pasir sungai, pasir gunung, atau pasir laut dengan
berat jenis minimal 2,5 gr/cc.HRS-WC digunakan pada jalan yang telah beraspal
dengan dua ketentuan, yaitu jalan harus stabil dan rata atau dibuat rata dan jalan
mulai retak atau mengalami degradasi permukaan (Direktorat Jenderal Bina Marga,
1983).

Penggunaan aspal sebagai lapis perkerasan ditentukan dari kelas jalan dan
lalu-lintas harian rata-rata. AC (asphalt cement) dengan penetrasi rendah dipakai
untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalu-lintas tinggi, sedangkan
AC dengan penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau volume lalu-lintas
rendah (Departemen Permukiman, 2013).

650 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
HRS-WC adalah lapis permukaan yang terbuat dari agregat yang
bergradasi senjang dengan dominasi pasir dan aspal keras yang dicampur,
dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Lapisan
aus merupakan agregat yang lebih halus dengan kadar aspal yang lebih tinggi dari
lapisan lainnya.
Campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang
diberikan dalam Spesifikasi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka,
kunci utamanya adalah Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi
maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan pecah mesin.
Bilamana pasir (alam) halus tidak tersedia memperoleh gradasi senjang maka
campuran Laston bisa digunakan. Sisa rongga udara pada kepadatan membal
(refusal density) memenuhi ketentuan Uji Marshall.
Lataston merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu,
yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas (tebal padat 2,5 cm atau 3
cm), merujuk Petunjuk pelaksanaan Lataston No.12/PT/B/1983. Karena bergradasi
timpang dan mengandung sangat sedikit agregat yang berukuran kasar maka
sebagai konsekuensi campuran tersebut dapat menyerap kadar aspal yang relatif
tinggi dan dapat memberikan suatu permukaan yang sanggup menerima beban
berat tanpa mengalami retak. Gradasi agregat untuk campuran LATASTON (Hot
Rolled Sheet) seperti Tabel 20.26.

Tabel 20.26: Gradasi Agregat Untuk Campuran LATASTON (Hot Rolled Sheet)
(DPU, 2010)
Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos)
ASTM (mm) WC Base
¾” 19 100 100
½” 12,5 90 - 100 90 - 100
3/8” 9,5 75 - 85 65 - 100
No.8 2,36 50 - 721 35 - 551
No.30 0,600 35 - 60 15 - 35
No.200 0,075 6 - 12 2-9
Catatan: HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus juga
lolos ayakan No.30 (0,600 mm).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |651


HRS-WC mempunyai fungsi sebagai lapisan penutup untuk mencegah
masuknya air dari permukaan kedalam konstruksi perkerasan sehingga dapat
mepertahankan kekuatan konstruksi sampai tingkat tertentu. HRS-WC mepunyai
sifat kedap air, memiliki kekenyalan yang tinggi, awet, dan dianggap tidak
mempunyai nilai struktural (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1983).

HRS-WC mempunyai persyaratan kekuatan yang sama dengan tipikal yang


disyaratkan untuk aspal beton konvensional (Asphalt Concrete, AC) yang tidak
bergradasi senjang. Terdapat dua jenis campuran HRS-WC yaitu untuk lapis
permukaan (HRS-wearing course) dan HRS-WC untuk lapis pondasi (HRS-base).
Ukuran maksimum untuk masing-masing jenis campuran HRS-WC adalah 19 mm
(3/4 inci).

Perbedaan keduanya adalah gradasi HRS-WC untuk lapis permukaan lebih


halus dibandingkan gradasi HRS-BC untuk lapis pondasi, yang akan menghasilkan
HRS-WC untuk lapis permukaan mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan
HRS-BC untuk lapis pondasi. HRS-WC sebaiknya digunakan pada jalan dengan
lalu-lintas ringan sampai sedang (< 1.000.000 SST) (Depkimpraswil). Syarat Sifat-
Sifat Campuran Lataston untuk Lalu Lintas < 1,0 juta ESA/tahun seperti Tabel
20.27.

Hasil yang memuaskan didapatkan, maka campuran harus dirancang


sampai memenuhi semua ketentuan yang diberikan dalam Spesifikasi. Dua kunci
utama adalah (Permen PU No.28/PRT/M/2007) Gradasi yang benar-benar senjang.
Agar diperoleh gradasi yang benar – benar senjang, maka selalu dilakukan
pencampuran pasir halus dengan agregat pecah mesin dan Sisa rongga udara
pada kepadatan membal (refusal density) harus memenuhi ketentuan.

Tabel 20.27: Syarat Sifat-Sifat Campuran Lataston untuk Lalu Lintas < 1,0 juta
ESA/tahun (DPU, 2010)
Sifat-sifat Campuran WC BC
Penyerapan Aspal (%) Maks 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 751)
Rongga dalam campuran (%)2) Min 3,0
Maks 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 18 17

652 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Rongga terisi aspal (%) Min 68
Stabilitas Marshall (%) Min 800
Pelelehan (mm) Min 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman Min 75
selama 24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%)3)pada Kepadatan Min 2
membal (refusal)3)
Catatan:
1)
Modifikasi Marshall (RSNI M-13-204)
2)
Prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternatif pengujian kepekaan kadar air. Pengkondisian beku
cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Standar minimum untuk diterimanya prosedur T283 haruss
80 % Kuat Tarik Sisa.Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis
maksimum Agregat (Gmm, AASHTO T-209)
3)
Menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan
untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbukan manual jumlah
tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 in

20.4.8 Laburan Aspal (BURAS)

Laburan aspal (BURAS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch. Pelaburan aspal
(surface dressing) dapat terdiri dari Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) dan
Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA), setiap lapis diberi pengikat aspal dan
kemudian ditutup dengan butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal (surface
dressing) ini umumnya dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang
sudah diberi Lapis Resap Pengikat, atau di atas suatu permukaan aspal lama.

Pelaburan aspal harus disemprot hanya pada permukaan yang kering dan
bersih, serta tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang, hujan atau akan turun
hujan. Pelaburan aspal harus dilaksanakan hanya selama musim kemarau dan
bilamana cuaca diperkirakan baik paling sedikit 24 jam setelah pengerjaan.

Laburan aspal satu lapis (BURTU), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam,
dengan tebal maksimum 2 cm(SNI 03-3979-1995).

Laburan aspal dua lapis (BURDA), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan
dengan tebal padat maksimum 3,5 cm (SNI 03-3980-1995).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |653


Bahan BURTUdan BURDA harus memenuhi persyaratan agregat dan aspal
dengan ketentuan bahwa agregat harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah
yang bersih, kuat, kering, bersudut, berukuran seragam dan harus memenuhi
ketentuan seperti Tabel 20.28.

Pelaburan aspal umumnya untuk lokasi perkerasan yang luasnya kecil


menggunakan baik aspal panas maupun aspal emulsi untuk menutup retak,
mencegah pelepasan butiran agregat, memelihara tambalan atau menambal
lubang agar kedap air, memelihara perkerasan lama yang mengalami penuaan
atau untuk tujuan lainnya.

Pemeliharaan dengan Laburan Aspal setempat harus dilaksanakan hanya


pada permukaan yang kering dan tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang,
hujan atau akan turun hujan. Aspal emulsi disemprotkan sebelum jam 15.00.

Aspal panas digunakan dengan temperatur perkerasan pada saat


disemprotkan tidak boleh kurang dari 25 0C. Bahan harus terdiri dari agregat pokok,
agregat pengunci, agregat penutup (hanya untuk lapis permukaan) dan aspal

Tabel 20.28: Ketentuan Laburan Aspal


Pengujian BURTU BURDA

keausan dengan mesin Los Angeles 500 putaran (SNI 03- < 40% < 30%
2417-1991)
kelekalan terhadap aspal (SNI 03-2439-1991) > 95% > 95%
perbandingan antara ukuran terbesar rata-rata (average < 2,3. < 2,3.
greatest dimension/AGD) terhadap ukuran terkecil rata-rata
(average least dimension/ALD) dari agregat
Persentase berat kerikil pecah yang tertahan ayakan 4,75 Min 90% Min 90%
mm yang mempunyai dua bidang pecah.

20.4.8.1 Agregat Laburan Aspal

Agregat harus berbentuk kubikal dengan gradasi agregat harus berada


dalam batas-batas yang sesuai dengan ukuran nominal agregat.

Gradasi agregat penutup sesuai Tabel 20.29 dan gradasi agregat lapis
penutup kedua burdasesuai Tabel 20.30. Pemilihan ukuran agregat sesuai dengan

654 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
perencanaan, tergantung jenis lapis permukaan yang ada dan volume lalu lintas
per hari per jalur.

Tabel 20.29: Gradasi Agregat Penutup (DPU, 2010)


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
½” 12,5 100
3/8” 9,5 85 – 100
¼” 6,35 10 – 30
No.8 2,36 0 – 10
No.200 0,075 0–5

Tabel 20.30: Gradasi Agregat Lapis Penutup Kedua BURDA (DPU, 2010)
Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
3/8” 9,5 100
¼” 6,35 95 – 100
No.8 2,36 0 – 15
No.200 0,075 0–8

20.4.8.2 Aspal

Aspal yang digunakan sebagaibahan pengikat dapat berupa aspal keras


pen 80/100, aspal cair (RC, MC), aspal emulsi kationik (CRS-l, CRS-2), memenuhi
ketentuan AASHTO M20 - 70, diencerkan memakai minyak tanah sesuai ketentuan
(Tabel 20.31) untuk merancang bahan aspal. Jika menurut perencana diperlukan
bahan tambah (additive) sebagai bahan anti pengelupasan dapat ditambahkan
(dicampur) dengan aspal; dengan jumlah/takaran penggunaan tertentu harus
dicampur dengan aspal di dalam tangki distributor selama 30 menit untuk
menghasilkan campuran yang seragam.

Tabel 20.31: Rancangan Bahan Aspal (DPU, 2010)


Perbandingan Minyak Tanah
Suhu Udara (ºC saat Terhadap Suhu Penyemprotan
teduh) (ºC)
Aspal Pen. 80/100 Aspal Pen.60/70
20,0 11 13 157
22,5 9 11 162

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |655


25,0 7 9 167
27,5 5 7 172

Takaran agregat sebesar 8 – 11 kg/m2 dan untuk semua aspal 0,7 – 0,9
liter/m2 (residu) dengan penyesuaian takaran ini mungkin diperlukan. Takaran aspal
yang lebih tinggi harus digunakan bilamana gradasi agregat mendekati batas atas
dari amplop gradasi yang disyaratkan dan takaran yang lebih rendah harus
digunakan bilamana gradasi agregat mendekati batas bawah dari amplop gradasi
yang disyaratkan.

20.4.9 Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)

Latasir atau lapis tipis aspal pasir (Sand Sheet) merupakan lapis penutup
permukaan perkerasan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran
keduanya, dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada temperatur tertentu. Spesifikasi Latasir telah dikembangkan
sejak tahun 1983, yaitu dengan diterbitkannya pedoman berupa buku Petunjuk
Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Pasir, yang dikembangkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum dengan No. 02/PT/B/1983. Selanjutnya dikembangkan pula
standar nasional yaitu SNI 03-6749-2002, yang selanjutnya di revisi untuk lebih
menyempurnakan secara substansial dan memenuhi kebutuhan dalam pekerjaan
pembangunan jalan (SNI 6749:2008).

Latasir terdiri atas 2 kelas: Latasir kelas A atau SS-1 (Sand Sheet-1)
dengan ukuran nominal butir agregat atau pasir 9,5 mm, dan Latasir kelas B atau
SS-2 (Sand Sheet-2) dengan ukuran nominal butir agregat atau pasir 2,36 mm.

Campuran Latasir untuk jalan dengan lalu lintas ringan, khususnya pada
daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan Kelas A atau B terutama
tergantung pada gradasi pasir yang digunakan. Campuran latasir biasanya
memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang
disyaratkan.

Umumnya tebal nominal minimum untuk Latasir A dan Latasir B masing-


masing 2,0 cm dan 1,5 cm dengan toleransi ± 2,0 mm yang digunakan untuk

656 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
perencanaan jalan dengan lalu lintas tidak terlalu tinggi (≤ 500.000 SST), tetapi
dapat pula digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan atau perbaikan sementara
pada lalu lintas yang lebih tinggi.

Aspal untuk bahan lapis tipis aspal pasir (Latasir) dapat digunakan salah
satu dari aspal keras penetrasi 40 atau penetrasi 60, sesuai dengan persyaratan
dalam RSNI S-01-2003, aspal polimer, aspal dimodifikasi dengan aspal batu buton
(Asbuton), atau aspal multigrade, yang memenuhi persyaratan dalam Tabel 20.32;
20.33; dan 20.34. Aditif untuk meningkatkan pelekatan dan anti pengelupasan, bila
diperlukan, dapat ditambahkan ke dalam aspal sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuatnya.

Agregat halus dari sumber bahan manapun harus terdiri atas pasir atau
hasil pengayakan batu pecah, dan terdiri atas bahan yang lolos ayakan 2,36 mm
(No. 8) sesuai dengan spesifikasi agregat halus untuk campuran perkerasan
beraspal ( SNI 03-6819-2002). Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih,
keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batuan
induk agregat halus harus mempunyai abrasi maksimum 40, diuji sesuai dengan
metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los angeles (SNI 03-
2417-1991).

Tabel 20.32: Persyaratan aspal polimer (SNI 6749:2008)


Persyaratan Aspal polimer
No Jenis pengujian Metode Plastomer Elastomer
Min Maks Min Maks
0
Penetrasi; 25 C, 100 g; SNI 06-2456-1991
1 50 70 50 75
5 detik; 0,1 mm
2 Titik lembek, 0C SNI 06-2434-1991 56 - 54 -
3 Titik nyala, 0C SNI 06-2433-1991 232 - 232 -
4 Berat jenis SNI 06-2442-1991 1,0 - - -
Kekentalan pada 135 SNI 06-6721-2002
5 0 150 1500 - 2000
C, cSt
1)
6 Stabilitas penyimpanan; SNI 06-2434-1991 Homogen - 2
163 0C; 48 jam;
perbedaan titik lembek;
0
C.
7 Kelarutan dalam 1,1,1- ASTM D 5546-94a 99 - 99 -
trichloroethane;% berat
2)

Penurunan berat SNI 06-2440-1991


8 - 1,0 - 1,0
(RTFOT), % berat

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |657


9 Perbedaan penetrasi
setelah RTFOT, %
berat: SNI 06-2456-1991
- kenaikan penetrasi - 10 - 10
- penurunan penetrasi - 40 - 40
10 Perbedaan titik lembek
setelah RTFOT, %
berat: SNI 06-2434-1991
-kenaikan titik lembek - 6,5 - 6,5
-penurunan titik lembek - 2 - 2
11 Elastic recovery residu ASTM D 5892 Part - - 45 -
RTFOT, % 6.2
1)
Pada permukaan tidak terjadi lapisan (kulit), kerut, dan tidak terjadi endapan
2)
Metode uji kelarutan berbeda dengan untuk aspal keras non-polimer.

Tabel 20.33:Persyaratan aspal dimodifikasi dengan Asbuton (SNI 6749:2008)


Persyaratan
No. Jenis Pengujian Metode
Min Maks
Penetrasi; 250C, 100 g; 5 detik; 0,1
1 SNI 06-2456-1991 40 55
mm
2 Titik lembek, 0C SNI 06-2434-1991 55 -
3 Titik nyala, 0C SNI 06-2433-1991 225 -
4 Daktilitas; 25 0C; cm SNI 06-2432-1991 50 -
5 Berat jenis SNI 06-2442-1991 1,0 -
Kelarutan dalam trichloretilene; %
6 RSNI M-04-2002 90 -
berat
7 Penurunan berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 - 2
Penetrasi setelah penurunan berat, %
8 SNI 06-2456-1991 55 -
asli
9 Daktilitas setelah kehilangan berat, cm SNI 06-2432-1991 25 -
10 Mineral lolos ayakan No. 100; % 1) SNI 03-1968-1990 -
1)
Hasil Ekstraksi
Tabel 20.34: Persyaratan aspal Multigrade untuk bahan dasar aspal pen 60/70 (SNI
6749:2008)
Persyaratan
No. Jenis Pengujian Metode
Min Maks
1 Penetrasi; 250C, 100 g; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 50 70
2 Titik lembek, 0C SNI 06-2434-1991 55 -
3 Titik nyala, 0C SNI 06-2433-1991 225 -
4 Daktilitas; 25 0C; cm SNI 06-2432-1991 100 -
5 Berat jenis SNI 06-2442-1991 1,0 -
6 Kelarutan dalam trichloretilene; % berat ASTM D 5546-94a 99 -
7 Penurunan berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 - 0,8
8 Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 60 -
9 Daktilitas setelah kehilangan berat, cm SNI 06-2432-1991 50 -
Catatan: Untuk aspal pen 40/50 belum ditentukan dalam SNI 6749:2008

Agregat halus untuk Latasir kelas A dan Latasir kelas B boleh dari kerikil
bersih yang dipecah dengan persyaratan mutu pasir untuk pengujian setara pasir

658 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(SNI 03-4428-1997) dan pengujian Angularitas (SNI 03-6877-2002) dengan
persyaratan minimum 45%.

Bahan pengisi harus dari semen portland jika diperlukan yang harus bebas
dari bahan yang tidak dikehendaki. Penggunaan abu batu atau debu batu (stone
dust) yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan, dan bila
diuji dengan pengayakan (SNI 03-4142-1996)harus sesuai dengan persyaratan
bahan pengisi untuk campuran beraspal (SNI 06-6723-2002), yaitu mengandung
bahan yang lolos ayakan 0,279 mm (No. 50) minimum 95% dan lolos ayakan 0,075
mm (No. 200) minimum 70 % terhadap beratnya, serta mempunyai sifat non plastis.

Tabel 20.35: Persyaratan gradasi campuran (SNI 6749:2008)


Persen lolos
Ukuran ayakan
Latasir Kelas
ASTM mm A*) B**)
1/2” 12,5 100 100
3/8 ” 9,5 90 – 100 -
No. 8 2,36 - 75 – 100
N0. 200 0,075 4 – 14 8 – 18
*) Gradasi Latasir A ditentukan oleh ayakan ukuran maksimum 12,5 mm (1/2 inci), ayakan
menengah 9,5 mm (3/8 inci) dan ayakan terkecil 0,075 mm (No.200).
**) Gradasi Latasir B ditentukan oleh ayakan ukuran maksimum 12,5 mm (1/2 inci), ayakan
menengah 2,36 mm (No. 8) dan ayakan 0,075 mm (No.200). Titik-titik gradasi tidak perlu
dihubungkan satu sama lain agar gradasi bahan yang diperoleh di lapangan dapat
menyesuaikan terhadap batas-batas persyaratan ukuran menengah masing-masing. Lihat
Gambar A1 dalam Lampiran A.

Tabel 20.36:Persyaratan sifat-sifat campuran Latasir kelas A dan


Latasir kelas B (SNI 6749:2008)
Persyaratan
Sifat-sifat campuran
Min Maks
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (VIM), % 1) 3 6
Rongga dalam mineral agregat (VMA); % 20 -
Rongga terisi aspal; % 75 -
Stabilitas Marshall; kg 200 -
Pelelehan; mm 2 3
Hasil bagi Marshall (Marshall quotient); kg/ mm 80 -
Stabilitas sisa setelah perendaman 24 jam; 60 0C, % 75 -
1)
Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian berat jenis maksimum campuran,
Gmm, sesuai dengan SNI 03-6893-2002.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |659


Tabel 20.37: Syarat Sifat-Sifat Campuran Latasir untuk Lalu Lintas < 0,5
juta ESA/tahun untuk Kelas A & B(DPU, 2010)
Sifat-sifat Campuran Latasir
Penyerapan Aspal (%) Max 2,0
Jumlah tumbukan per bidang 50
Rongga dalam campuran (%) (4) Min 3,0
Max 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 20
Rongga terisi aspal (%) Min 75
Stabilitas Marshall (%) Min 200
Pelelehan (mm) Min 2
Max 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 80
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 °C (5) Min 75
Gradasi campuran Latasir harus memenuhi persyaratan daam Tabel 20.35
serta Campuran Latasir harus memenuhi sifat-sifat campuran sesuai Tabel 20.36.
Sifat-Sifat Campuran Latasir untuk Lalu Lintas < 0,5 juta ESA/tahun seperti Tabel
20.37.

20.5 Spesifikasi Lapis Perkerasan Kaku

Konstruksi Perkerasan jalan kaku umumnya terbuat dari Beton semen


portland, di atas badan jalan. Mutu beton yang digunakan adalah mutu sedang dan
minimal harus mempunyai kuat tarik lentur ( flexural strength ) 45 kg/cm2pada umur
28 hari, bila di tes dengan metode tiga titik pembebanan (third point method)
menurut AASHTO T-97.

Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan
air dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk
merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan
bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air.
Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi
berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-
perubahan volume beton setalah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki
keaweta dari beton yang dikerjakan. Beton pada umumnya mengandung rongga
udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan
agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan

660 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
kekuatan rencana yang baik maka perlu dipelajari sifat dan karakteristik dari
masing-masing bahan penyusun tersebut. Untuk dapat mempelajari sifat dan
karakteristik bahan penyusun beton dan beton itu sendiri maka perlu dilakukan
pengujian baik yang dilakukan pada bahan beton, beton muda dan pada saat beton
keras(Mulyono, Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, 2015).

Beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau sembarang


semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau
menggunakan bahan tambahan. Macam dan jenis beton terdiri bahan
pembentuknya dapat berupa beton normal, bertulang, pracetak, pratekan, beton
ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan lainnya.

Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi
antara air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan
atau tidak menggunakan bahan tambah. Penambahan material lain akan
membentuk beton menjadi jenisnya seperti beton bertulang jika ditambahkan
dengan tulangan baja.

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, secara
cepat kekuatan beton akan linier naiknya sampai umur 28 hari, setelah itu kenaikan
kekuatan beton akan kecil. Laju kenaikan umur beton sangat tergantung dari
penggunaan bahan penyusunnya yang paling utama adalah penggunaan bahan
semen karena semen cenderung secara langsung memperbaiki kinerja tekannya.

Kekuatan Tekan Beton (fc’)mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur


artinya, semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang di kehendaki maka akan
dituntut mutu beton yang lebih baik. Beton harus di rancang proporsi campurannya
agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang di syaratkan. Pada tahap
pelaksanaan konstruksi, beton yang telah di rancang campurannya harus di
produksi sedemikian hingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat
tekan yang lebih rendah dari fc’ seperti yang telah di syaratkan, yaitu kreteria
penerimaan beton tersebut harus sesuai dengan standar yang berlaku (SNI 03-
2834-2000).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |661


Empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton
tersebut, yaitu (1) proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2) metode perancangan,
(3) perawatan, dan (4) keadaan pada saat di laksanakan pengecoran, di mana hal
ini terutama di pengaruhi oleh lingkungan setempat(Mulyono, 2003).

Campuran Pasta Semen Segar dan Beton akan sangat menentukan


kekuatan tekan beton dan sangat tergantung dengan proses hidrasi yang terjadi.
Proses hidrasi yang berlangsung yang paling utama membutuhkan air. Air yang
ada dalam cmpuran semuanya akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan
antara semen dengan air merupakan pasta semen. Kontribusi yang di berikan oleh
semen terhadap peningkatan kekuatan beton terutama terdapat dalam tiga faktor,
yaitu (1) Faktor Air Semen (FAS), Secara umum bahwa semakin besar nilai FAS
maka semakin rendah mutu kekuatan beton namun demikian tidak selalu
mengakibatkan bahwa semangkin rendah akan semangkin tinggi kekuatan
tekannya. Hal ini ditetapkan dalam batas-batasnya. Penyebabnya bahwa
rendahnya FAS akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan artinya kesulitan
dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu
beton menurun. (2) Kehalusan Butir Semen merupakan sifat fisika dari semen,
semakin halus butiran semen, maka proses terjadinya hidrasi dari semen akan
semakin cepat. Pengujian ini menentukan kehalusan semen hidrolis dengan
menggunakan ayakan 45μm (No. 325) mengacu kepada ASTM C 430, Standard
test method for fineness of hydraulic cement by the 45 μm (No. 325) sieve (ASTM
C430 - 08, 2008). (3) Komposisi Kimia, akan menyebabkan perbedaan dari sifat-
sifat semen, secara tidak langsung akan menyebabkan perbedaan naiknya
kekuatan dari beton yang akan di buat. Jika beton menggunakan bahan kimia yang
dapat mempercepat waktu pengikatan maka kadar kimia/senyawa kimia C 3S dalam
semen harus di perbanyak, jika sebaliknya maka harus di kurangi.

Sifat dan karakteristik campuran beton segar akan mempengaruhinya


secara tidak langsung saat beton telah mengeras. Kekerasan dari pasta semen
tidak atau bukan merupakan elastis sempurna, akan tetapi viscoelastic-solid.
Viskositas (viscosity) merupakan pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah
baik dengan tekanan maupun tegangan. Pada masalah sehari-hari (dan hanya

662 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
untuk fluida), viskositas adalah "Ketebalan" atau "pergesekan internal". Oleh
karena itu, air yang "tipis", memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu yang
"tebal", memiliki viskositas yang lebih tinggi. Sederhananya, semakin rendah
viskositas suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut.
Pengertiannya dalam terminology beton adalah ukuran ketahanan fluida yang
berubah karena pengaruh tegangan geser (ACI CT-13, January 2013). Viskositas
diukur dengan viscometer yaitu alat untuk menentukan viskositas slurries, mortar,
atau beton.

Vicoelasticity adalah sifat dan karakteristik material yang memiliki dua


karakteristik viscous dan elastic saat material mengalami deformasi. Viscoelastic
adalah material yang memiliki dua sifat tersebut(Farlex, 2014). Beton segar
sebagai viscoelastic-solid adalah material padat yang elastic saat masih segar,
tegangan akan terjadi dengan cepat saat material mengalami deformasi dan
kembali seperti semula saat tegangan hilang saat beton mengeras (solid).Gaya
gesek dalam, susut dan tegangan yang terjadi biasanya tergantung dari energi
pemadatan dan tindakan preventive terhadap perhatiannya pada tegangan dalam
beton. Hal ini tergantung dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta
semen), dan penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang
terjadi untuk pembentukan porinya. Beberapa sifat dan karakteristik beton yang
perlu diperhatikan antara lain; modulus elastisitas beton, kekuatan tekan,
permeabilitas, sifat panas yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.

Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design),


di tentukan melalui sebuah perancangan beton (mix design). Mix design atau
rancangan campuran adalah suatu rencana proporsi campuran beton yang
ekonomis dan dapat digunakan untuk menghasilkan mortar atau beton sesuai
dengan persyaratan yang dinginkan(ACI CT-13, January 2013). Hal ini di
maksudkan agar proporsi dari campuran dapat memenuhi syarat kekuatan serta
menghasilkan beton yang memenuhi persyaratan berikut (SNI 03-2834-2000) : (1)
Kekentalan yang memungkinkan pengerjaan beton (penuangan, pemadatan, dan
perataan) dengan mudah dapat mengisi acuan dan menutup permukaan secara
serba sama (homogen); (2) Keawetan; (3) Kuat tekan; (4) Ekonomis.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |663


Metode perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-
bahan penyusun beton untuk kinerja tertentu yang diharapkan. Metode
Pencampuran (mixing), untuk mendapatkan kelecakan (workability) yang baik
sehingga beton dapat dengan mudah di kerjakan. Pengecoran (Placing), Cara-cara
pengecoran akan mempengaruhi kekuatan beton. Jika syarat-syarat pengecoran
tidak terpenuhi maka kemungkinan besar kekuatan tekan yang di rencanakan tidak
akan tercapai (SNI 03-3976-1995). Pemadatan, cara pemadatan yang tidak baik
akan menyebabkan menurunnya kekuatan beton, karena tidak terjadinya
pencampuran bahan yang homogen. Pemadatan yang berlebih pun akan
menyebakan terjadinya bleeding. Hal yang penting adalah melakukan pemadatan
sesuai dengan syarat mutu. Perawatan, dimaksudkan untuk menghindari panas
hidrasi yang tidak di inginkan yang terutama di sebabkan oleh suhu. Cara dan
bahan serta alat yang di gunakan untuk perawatan akan menentukan sifat dari
beton keras yang di buat, terutama dari sisi kekuatannya. Waktu-waktu yang di
butuhkan untuk merawat beton pun harus terjadwal dengan baik. Kondisi pada
Saat di Lakukan Pengerjaan Pengecoran, akan mempengaruhi kualitas dari beton
yang di buat, faktor-faktor tersebut antara lain, (1) Bentuk, dan Ukuran dari Contoh,
(2) Kadar Air dari Contoh, (3) Suhu dari Contoh, (4) Keadaan dari Permukaan
Landasan, dan (5) Cara Pembebanan.

20.5.1 Klasifikasi Beton

Beton dapat di klasifikasikan berdasarkan cara pembuatannya, bahan


pengisinya, cara penuangan atau pengecoran atapun lingkungan yang
mempengaruhinya. Klasifikasinya seperti dalam Gambar 20.8.Berdasarkan cara
pembuatan ini dapat juga dikatagorikan menjadi dua yaitu beton konvensional dan
beton modern.

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika


dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi,
karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet,
mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat
menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan
yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-
664 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan
langka.

Beton Konvensional Beton Kinerja Normal


(Conventional concrete) (Normal Performance concrete)
BERADASARKAN
CARA PEMBUATAN Beton Kinerja Tinggi
Beton Moderen (High Performance concrete)
(Modern Concrete)
Beton Kinerja Sangat Tinggi
Beton Ringan (Ultra-High Performance concrete)
(light weight concrete)
Beton Super Ringan
BERADASARKAN Beton Normal (Ultra light weight concrete)
AGREGAT PENGISI (Normal Concrete)
Beton Sangat Ringan
Beton Berat
(very light weight concrete)
(Heavy weight Concrete)

Beton Cor Ditempat


(Cast-in-Situ concrete/
BERADASARKAN cast-in-place concrete)
CARA PENGECORAN
Beton Pracetak
(Precast Concrete/ Kuat Tekan Sangat Tinggi
Prefabrication Concrete) (Very Hight Strength Concrete)

Kuat Tekan Rendah


(Low Strength Concrete) Kuat Tekan Super Tinggi
(Ultra Hight Strength Concrete)
BERADASARKAN Kuat Tekan Normal
KUAT TEKAN (Normal Strength Concrete)
Beton Tanpa
Kuat Tekan Tinggi Stress Beton Pre-Stress
(High Strength Concrete) (Non-Prestress (Prestressing
concrete) concrete)
Beton Tanpa Tulangan
(Plain concrete) Beton Stressing Beton Post-
BERADASARKAN
PENULANGAN Beton Bertulang Polos atau ulir (Stressing Stressing
(Plain/deformed Reinforced Concrete) (Post-Stresssing
Concrete) Concrete)
F0 - Tidak Ada (N/A)
Mengalami pembekuan dan
pencairan F1 – Limit/low (Sedang)
(freezing and thawing exposure) F2 – Moderate (parah)
F3 – High (sangat parah)

S0 - Tidak Ada (N/A)


BERADASARKAN S1 – Limit/low (Sedang)
KONDISI Beton berhubungan dgn sulfat
LINGKUNGAN (sulfate exposure) S2 – Moderate (parah)
S3 – High (sangat parah)

W0 atau P0 – Tidak disyaratkan


Beton Air/Permeabel
(Water/permebility exposure) W1 atau P1 – disyaratkan
C0 - Tidak Ada (N/A)

Proteksi Korosi C1 – Limit/low (Sedang)


(Corrosions Protect ) C2 – Moderate (parah)

Gambar 20.8:Klasifikasi Beton(Mulyono, 2015)

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |665


20.5.1.1 Beton Berdasarkan Cara Pembuatan

Istilah konvensional sangat sering dipakai oleh para analis. Terkadang


pemakaian sangat pas dan sering pemakaiannya hanya sekedar agar istilah yang
dipakai terkesan keren dan tendensius. Tidak jarang kata ini digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang telah kuno yang tidak layak lagi untuk berfungsi atau
digunakankan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Kata
konvensional berasal dari kata konvensi. Istilah konvensi awalnya digunakan untuk
menyatakan atau mengkomunikasikan segala sesuatu yang didasarkan kepada
kesepakatan. Kesepakatan itu adalah sejumlah atau banyak orang, yang meliputi
daerah tertentu atau yang berskala internasional. Beton konvensional dapat
diartikan sebagai sebuah beton normal dengan kekuatan tekan normal yaitu 10 –
40 Mpa. Proses hidrasi yang terjadi antar beton konvensional (tradiosional) dengan
modern digambarkan pada Gambar 20.9.

Gambar 20.9:Beton Konvensional dengan Beton Modern(Wikidot.com, 2014; Mulyono,


666 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
2015)

Perkembangan saat ini untuk penggunaan bahan tambah menjadi penting


sebagai memodifikasi sifat dan karakteristik tertentu dari beton konvensional
menjadi beton modern, berupa zat-zat kimia tambahan (chemical
additive/admixture) dan mineral/material tambahan. Zat kimia tambahan tersebut
biasanya berupa serbuk atau cairan yang secara kimiawi langsung mempengaruhi
kondisi campuran beton. Sedangkan mineral/material tambahan berupa agregat
yang mempunyai karakteristik tertentu.

Penambahan zat-zat kimia atau mineral tambahan ini diharapkan dapat


merubah kinerja dan sifat-sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan
yang diinginkan, serta dapat pula sebagai bahan pengganti sebagian dari material
utama penyusun beton. Standar pemberian bahan tambahan beton ini pun sudah
diatur dalam SNI S-18-1990-03 dan dirubah terakhir dengan SNI 03-2495-
1991tentang Spesifikasi Bahan Tambahan pada Beton. Penggunaan bahan
tambah ini yang umumnya merupakan dan menjadikan beton moderen saat ini
terutama di industri konstruksi.

Beton modern dibuat untuk menghasilkan dari beton normal menjadi beton
yang bekinerja tertentu melalui suatu modifikasi tertentu baik saat beton segar,
mengeras bahwa setelah melalui masa pengerasannya. Beton modern saat ini
dapat diklasifikasikan menjadi beton bekinerja normal yaitu hanya memenuhi unsur
kekuatan tekan normal, durabilitas dan ekonomi dalam artian dapat dikerjakan
dengan mudah. Berikutnya adalah beton kinerja tinggi (High-performance
concrete/HPC) dan beton bekinerja sangat tinggi (Ultra-High-performance
concrete/UHPC).

20.5.1.2 Beton Berdasarkan Agregat Pengisi

Bahan pengisi agregat beton akan menentukan berat dari beton. Bahan
pengisi dikatagorikan sebagai berat isi beton (concrete density) dikelompokan
menjadi tiga yaitu beton ringan, beton normal dan beton berat. Pengelompokan ini
didasarkan atas berat isi dari beton yang dihasilkan. Disebut dengan beton normal
jika beton mempunyai berat isi 2.200 kg/m 3 sampai dengan 2.500 kg/m 3(SNI 03-

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |667


2834-2000; ACI 211.1-91, 1991; ACI CT-13, January 2013) dibuat dari aggregate
normal. Beton berat adalah beton yang mempunyai berat isi lebih besar dari 2 500
kg/m3 biasanya digunakan untuk dinding beton radiasi. Sedangkan beton ringan
atau low-density concrete(ACI Committee 318, September 2014; ACI CT-13,
January 2013) adalah dengan berat isi 50 lb/ft3 (800 kg/m3) dengan menggunakan
agregat ringan, jika menggunakan agregat normal atau kombinasi dengan agregat
ringan beton dikelompokan sebagai beton ringan (lightweight concrete ) jika
memiliki berat antara 70 sampai 120 lb/ft3 (1120 and 1920 kg/m 3).

20.5.1.3 Beton Berdasarkan Cara Pengecoran

Pengelompokan beton berdasarkan cara pengecorannya, umumnya


dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) Beton cor ditempat (cast in-situ or cast-in-
place concrete), yaitu beton yang dicor di tempat, dengan cetakan atau acuan yang
dipasang di lokasi elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur
sampai terjadi pengerasan (ACI CT-13, January 2013; McGraw-Hill Companies,
Inc., 2006); dan (2) Beton Pracetak (pre-cast), yaitu beton yang dicor di lokasi
pabrikasi khusus, dan kemudian diangkut dan dirangkai untuk dipasang di lokasi
elemen struktur pada bangunan atau gedung atau infrastruktur.

20.5.1.4 Beton Berdasarkan Kuat Tekan

Kekuatan tekannya beton akan menentukan mutu beton yang dapat


diklasifikasikan menjadi beton mutu rendah, sedang (normal) dan tinggi PU
(Puslitbang Prasarana Transportasi, Divisi 7 – 2011, seperti Tabel 20.38.
Kekuatan tekan ini didasarkan atas hasil uji menggunakan benda uji silinder
berdiameter 150mm, tinggi 300mm) atau kubus 150 mm x 150 mm x 150 mm.
Berdasarkan standar SNI dan ACI diklasifikasikan kuat tekannya seperti (Tabel
20.39). Menurut ACI 318R-4 Article 19.2.1 (ACI Committee 318, September 2014;
SNI 2847:2013, 2013) berdasarkan kuat tekan minimum beton dan aplikasinya
seperti seperti Tabel 20.40.

668 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.38:Mutu Beton dan Penggunaannya(Divisi 7: Struktur, 2011)
Jenis Beton σbk’ Uraian
fc’ (Kg/cm2)
(MPa)
Mutu tinggi K400 – K800 Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti
fc’ > 45 tiang pancang beton prategang, gelagar beton
prategang, pelat beton prategang dan sejenisnya
Mutu sedang K250 – <K400 Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti
20 < fc’ < 45 pelat lantai jembatan, gelagar beton bertulang,
diafragma, kerb beton pracetak, gorong-gorong beton
bertulang, bangunan bawah jembatan.
Mutu rendah K175 – <K250 Umumya digunakan untuk bangunan beton tanpa
15 < fc’ <20 tulangan seperti beton siklop, trotoar dan pasangan
batu kosong yang diisi adukan, pasangan batu.
10 < fc’ <15 K125 – <K175 digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali
dengan beton

Tabel 20.39:Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Klasifikasi Standar Nasional Indonesia American Concrete Institute
Kekuatan tekan rendah (low fc’ < 20 MPa fc’ < 2000psi
strength) fc’ < 14Mpa
Kekuatan tekan normal 20 MPa < fc’ < 41,4 MPa 2000psi<fc’ < 6000psi
(normal-strength) 14Mpa<fc’ < (42 MPa)
Kekuatan tekan tinggi (high- fc’ > 41,4 MPa fc’ > 6000psi
strength) fc’ > (42 MPa)

Tabel 20.40:Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan Minimum menurut SNI


dan ACI
Aplikasi Beton Minimum fc’, Maximum fc’,
psi (MPa) psi (MPa)
Struktur Umum Beton normal dan 2500 Tidak ada
beton ringan
Struktur frame dengan momen Beton normal 3000 Tidak ada
khusus dan struktur dinding khusus Beton ringan 3000 5000*
*
Batas tersebut diizinkan melebihi dimana ditunjukkan oleh bukti eksperimental bahwa
beton yang dibuat dengan bahan beton ringan memberikan kekuatan tekan sama dengan
atau lebih besar dari dari bahan beton normal.

Kuat tekan beton yang disyaratkan f’cadalah kuat tekan yang ditetapkan
oleh perencana struktur (berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150
mm, tinggi 300 mm) yang dibuat sesuai SNI 03-2834-2000:Tata cara pembuatan
rencana campuran beton normal dan SNI 03-6468-2000:Tata cara perencanaan

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |669


campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen portland dan abu terbang, atau
dapat juga menggunakan ACI 211.1-91(Reapproved 2009): Standard Practice for
Selecting Proportions for Normal, Heavyweight, and Mass Concrete---Procedure for
Mix Design dan untuk beton mutu tinggi menggunakan ACI 211.4R-08: Guide for
Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement and Fly
Ash: Reported by ACI Committee 211 serta ACI Committee 318, September
2014:An ACI Standard and Report: Building Code Requirements for Structural
Concrete (ACI 318-14) Commentary on Building Code Requirements for Structural
Concrete (ACI 318R-14).

20.5.1.5 Beton Berdasarkan Penulangan

Berdasarkan penulangannya dikelompokan menjadi beton polos atau beton


tak bertulang (plain concrete) dan beton bertulang baik bertulangan polos (plain
deformed) maupun tulangan berulir (deformed).

20.5.1.6 Beton Berdasarkan Kondisi Lingkungan

Insinyur profesional bersertifikat (licensed design professional) harus


menentukan kelas paparan (SNI 2847:2013, 2013) berdasarkan pada parahnya
paparan komponen struktur beton. Katagori beton berdasarkan paparan dalam
struktur beton terbagi menjadi S (beton yang berhubungan dengan sulfat), P (beton
yang mensyaratkan permeabilitas) dan C (proteksi korosi tulangan). kategori beku
dan cair (freezing and thawing) tidak relevan dan dihapus dalam SNI 2847:2013,
katagori ini tercantum dalam Katagori beton berdasarkan klasifikasi struktur yang
terexpose menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014).Menurut SNI 2847:2013 tabel 4.2.1 dan table
4.3.1, adalah sebagai berikut seperti Tabel 20.41 untuk kelas F, untuk Beton yang
berhubungan dengan Sulfat pada Tabel 20.42. Katagori Beton yang berhubungan
dengan Air dengan persyaratan permeabilitas dan beyon yang di proteksi terhadap
karat seperti Tabel 20.43.

670 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.41:Klasisifikasi berdasarkan paparanuntukBeton dengan siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing), FAS maksimum,
Kuat Tekan Minimum(1)

FAS Maks Kuat


Kelas

Tingkat
(w/cm Tekan Kondisi
Paparan
maks.) (fc’) min.

F0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton yang tidak ada siklus pembekuan dan
(17 MPa) pencairan (freezing and thawingcycles)
F1 Sedang 0.55 3500 psi Beton dengan tingkat paparan sedang
(24 MPa) terhadap siklus pembekuan dan pencairan
(freezing and thawingcycles) dengan
paparan air terbatas (limited exposure to
water)
F2 Parah 0.45 4500 Psi Beton dengan tingkat paparan parah
(31 MPa terhadap siklus pembekuan dan pencairan
(freezing and thawingcycles) dengan
paparan air sering (frequent exposure to
water)
(2)
F3 Sangat 0.40 5000 Psi Beton dengan tingkat paparan sangat parah
Parah (35 terhadap siklus pembekuan dan pencairan
MPa)(2) (freezing and thawingcycles) dengan
paparan air sering serta serangan kimua
(frequent exposure to water exposure to
deicing chemicals)
(1)
CATATAN: SNI 2847:2013 tidak memasukan karena kelas paparan F karena tidak
relevan; (2) tidak berlaku untuk beton ringan

Tabel 20.42:Klasisifikasi berdasarkan paparanuntukBeton yang berhubungan


dengan Sulfat, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
FAS Kondisi
Kuat
Kelas

Tingkat Maks Sulfat (SO4) larut Sulfat (SO4) larut


Tekan
Paparan (w/cm air dalam tanah, dalam air, dalam
(1) (fc’) min. (1) (2)
maks.) persen masa ppm
S0 Tidak ada N/A 2500 Psi SO4 < 0,10 SO4 < 150
(17 MPa)
S1 Sedang 0.50 4000 Psi 0,10 <SO4 < 0,20 150 <SO4 < 1500
(28 Mpa) Air laut

S2 Parah 0.45 4500 Psi 0,20 <SO4 <2,00 1500 <SO4


(31 Mpa) <10.000

S3 Sangat 0.45 4500 Psi SO4 > 2,00 SO4 > 10.000
Parah (31 Mpa)
CATATAN:(1)Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM
C1580; (2)Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan
ASTM D516 atau ASTM D4130

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |671


Tabel 20.43: Klasisifikasi berdasarkan paparan untuk Beton yang berhubungan
dengan air dan di proteksi korosi , FAS maksimum, Kuat Tekan
Minimum
FAS
Kuat
Maks
Kelas Persyaratan Tekan Kondisi
(w/cm
(fc’) min.
maks.)
Katagori Beton yang berhubungan dengan Air
W0 atau P0 Tidak ada N/A 2500 Psi Kontak dengan air dimana
(17 MPa) permeabilitas rendah tidak
disyaratkan
W1 atau P1 Disyaratkan 0.50 4000 Psi Kontak dengan air dimana
(28 Mpa) permeabilitas rendah
disyaratkan
Katagori C, Proteksikorositulangan
C0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton kering atau terlindung
(17 MPa) dari kelembaban
C1 Sedang N/A 2500 Psi Beton terpapar terhadap
(17 MPa) kelembaban tetapi tidak
terhadap sumber klorida luar
C2 Parah 0.4 5000 Psi Beton terpapar terhadap
(35 MPa) kelembaban dan sumber
klorida eksternal dari bahan
kimia, garam, air asin, air
payau, atau percikan dari
sumber-sumber ini

20.5.1.7 Beton Jenis lainnya

Jenis beton lainnya meliputi beton siklop, Self-consolidating concretes,


Beton Pervious (no-fines concrete) atau Beton Tembus (Pervious Concrete), Beton
Hampa Udara (Vacuum Concrete), Shotcrete beton (atau kadang-kadang mortar)
dan beton massa serta jenis lainnya.

Beton siklopadalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa
dengan batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Beton jenis ini sama dengan
beton normal biasa , perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat
yang relative besar-besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan,
pangkal jembatan,dan sebagainnya. Ukuran agregat kasar maksimum 25 cm
dengan proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih
dari 20 persen dari agregat seluruhnya.

672 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Self-consolidating concretes di mulai di Jepang yang ditemukan terutama
karena alasan a) rasio semen air yang tinggi untuk meningkatkan kemampuan
kerja, b) kebanyakan pemadatan yang terjadi sulit karena kebutuhan pembangunan
yang lebih cepat di tahun 1960-70an, Profesor Hajime Okamura membayangkan
kebutuhan dari beton yang sangat bisa diterapkan dan tidak bergantung pada
kekuatan mekanis untuk pemadatannya. Selama tahun 1980, Profesor Okamura
dan mahasiswa PhD-nya Kazamasa Ozawa (saat ini profesor) di Universitas
Tokyo, Jepang mengembangkan beton disebut Self-consolidating concretes (SCC)
yang kohesif tetapi dapat mengalir dan membentuk dalam bekisting tanpa
penggunaan alat pemadatan mekanis(Mulyono, 2015).

Beton tembus (permeconcrete atau pervious concrete) dibuat tanpa pasir,


jadi hanya air, semen, dan kerikil/batu pecah saja.karena tanpa pasir maka rongga
rongga kerikil tidak terisi. Sehingga beton berongga dan berat jenisnya lebih rendah
daripada beton biasa. Selain itu Karena tanpa pasir maka tidak dibutuhkan pasta
sement untuk menyelimuti butir butir pasir sehingga kebutuhan semen relative lebih
sedikit.

Beton Hampa Udara(Vacuum Concrete) diaduk dan dituang serta


dipadatkan sebagaimana beton biasa,namun setelah beton tercetak padat
kemudian air sisa reaksi disedot dengan cara khusus. Seperti cara vakum. Dengan
demikian air yang tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi dengan semen,
sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

Shotcrete beton (atau kadang-kadang mortar) adalah beton yang dikerjakan


dengan teknik konstruksi melalui selang dan pneumatik disemprotkan dengan
kecepatan tinggi ke permukaan,. Shotcrete adalah istilah beton semprot baik untuk
campuran basah dan kering. Dalam industri konstruksi, istilah "shotcrete" mengacu
pada campuran basah dan "gunite" mengacu pada campuran kering. Shotcrete
dilakukan pengecoran dan pemadatan pada saat yang sama karena kekuatan yang
diproyeksikan dari nozzle penyemprotan, dengan menggunakan mesin penyemprot
yang berkekuatan tekan tinggi, hal ini dapat dilakukan untuk semua jenis atau
bentuk permukaan, termasuk daerah vertikal, atau overhead.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |673


Beton massa adalah yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan
antara volume dan permukaannya besar.

Beton Roller-padat, atau RCC, mengambil nama dari metode konstruksi yang
digunakan untuk membangunnya. Hal ini ditempatkan dengan peralatan paving
aspal konvensional atau high-density, kemudian dipadatkan dengan roller. RCC
memiliki bahan dasar yang sama seperti beton konvensional: semen, air, dan
agregat, seperti batu kerikil atau dihancurkan. Tapi tidak seperti beton
konvensional, RCC cukup kering untuk dipadatkan dengan vibratory. Biasanya,
RCC dibangun tanpa sendi/joint. Perlu tidaknya finishing juga tidak memerlukan
dowels atau baja tulangan. Karakteristik ini membuat RCC sederhana, cepat, dan
ekonomis (PCA, 2013).

Kualitas ini telah beton RCC dapat langsung diaplikasikan khusus untuk
perkerasan (gambar 4.1) alasannya sederhana, RCC memiliki kekuatan dan kinerja
beton konvensional dengan nilai ekonomi dan sederhana dibandingkan dengan
aspal, ditambah dengan waktu layanan yang panjang dan perawatan yang minimal,
biaya awal yang rendah RCC ini menambahkan nilai ekonomi.

20.5.2 Bahan Penyusun Beton

Beton merupakan campuran bahan semen, air dan agregat dengan atau tidak
menggunakan bahan tambah yang membentuk massa padat.

20.5.2.1 Semen

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah


berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang pentingdalam
reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat
mencegah perubahan-perubahan volume beton setalah selesai pengadukan, dan
juga dapat memperbaiki keawetan dari beton yang dikerjakan. Beton pada
umumnya mengandung rongga udara sekitar 1%-2%, pasta semen (semen dan air)
sekitar 25%-40%, dan agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60%-75%.
Jenis Semen yaitu semen non-hidrolik dan semen hidrolik(Mulyono, 2003).

674 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi memerlukan udara untuk dapat mengeras, contoh utama dari semen non-
hidralik adalah kapur. Kapur dihasilkan berdasarkan proses kimia dan mekanis di
alam. Kapur telah digunakan berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan
plesteran untuk bangunan, yang dapat dilihat dari pembangunan pyramida-
pyramida di Mesir, yang di bangun lebih dari 4500 tahun sebelum masehi. Kapur
digunakan sebagai bahan pengikat selama masa jaman Romawi dan Yunani.
Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan
Pantheon, dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang di dapat dekat
Pozzuoli, Italia, yang mereka namakan Pozollan.

Kapur tersebut dihasilkan dengan membakar batu kapur atau kalsium


karbonat bersama beserta bahan-bahan kotorannya, yaitu magnesium, silikat, besi,
alkali, alumina dan belerang. Proses pembakaran dilaksanakan dalam tungku tanur
tinggi yang berbentuk vertikal atau tungku putar pada suhu 800 0-12000C. Kalsium
karbonat terurai menjadi kalsiumoxida dan karbonokxida dengan reaksi kimia
CaCO3 CaO + CO2 . Kalsiumoxida yang terjadi disebut kapur tohor, dan jika
berhubungan dengan air menjadi kalsium hydroxida di sertai kehilangan panas,
reaksi kimianya adalah, CaO+H2O Ca(OH2) + Panas. Proses ini dinamakan
proses mematikan kapur (slaking) dan hasilnya yaitu kalsiumhydroxida sering
dinamakan kapur mati. Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama tergantung dari
kemurnian kapur, makin tinggi kemurnian kapur yang bersangkutan makin besar
daya reaksinya terhadap air.

Kapur mati dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ; yang dapat
mematikan dengan cepat,dan dapat dimatikan dengan agak lambat, serta dapat
dimatikan dengan lambat.

Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di


dalam air, semen hidrolik antara lain: a) Kapur hydrolik, b) semen pozollan, c)
semen terak, d) semen alam, e) semen portland, f) semen portland-pozolan, g)
semen portland terak tanur tinggi, h) semen alumina, i) semen expansif, dan jenis
lainnya, seperti, semen porland putih, semen warna, dan semen-semen untuk
keperluan khusus.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |675


Semen yang digunakan untuk lapis perkerasan kaku merupakan semen
portland. Menurut ASTM C-150,1985, Semen portland di definisikan sebagai
semen hidrolik yang di hasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium
silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat
sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

Sejarah Semen Portland dimulai dari saat kerajaan Romawi. Dengan


mundurnya Kerajaan Romawi, beton tidak di pakai lagi. Baru sekitar
J.Smeaton,1790, di Inggris menemukan bahwa jika kapur yang mengandung
lempung di bakar, bahan tersebut akan mengeras di dalam air. Jenis Semen ini
menyerupai dengan apa yang di buat pada jaman Romawi. Penyelidikan lebih
lanjut di lakukan oleh J.Parker pada masa yang sama yang lebih mengarah ke
komersil, penggunaannya sekitar awal abad ke –19 di Inggris dan kemudian di
Prancis. Karya konstruksi sipil pertama yakni jembatan pertama yang dibuat
dengan beton tak bertulang di lakukan tahun 1816 di Souillac, Prancis. Nama
semen portland di usulkan oleh Joseph Aspdin, 1824, karena bahan ini yaitu bahan
campuran air, pasir, dan batu-batuan yang bersifat pozolan dan berbentuk bubuk
dioleh pertama kali di Pulau Portland dekat pantai Dorset, Inggris. Pertama kali
semen portland di produksi di pabrik di Amerika Serikat oleh David Saylor di kota
Coplay Pennysilvania, 1875. Sejak saat itu semen portland berkembang di buat
sesuai dengan kebutuhan.

Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenis yang dihasilkan sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume
sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985:9). Bahan utama pembentuk semen portland
yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di tambah sedikit prosentase
dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk mengontrol
komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).

Pada proses pembuatan semen portland dapat di bedakan menjadi dua,


yaitu: proses basah, dan proses kering. Secara umum pembuatan semen di

676 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
laksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: Penambangan di Quarry, Pemecahan
di Crushing Plant, Penggilingan (Blending), Pencampuran bahan-bahan (Blended),
Pembakaran (Ciln), Penggilingan kembali hasil pembakaran, Penambahan bahan
tambah (gipsum), Pengikatan (Packing Plant).

Perbedaan semen yang satu dengan yang lainnya dibedakan dari susunan
kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan utama bahan-bahan
penyusun semen portland adalah Kapur (CaO) sekitar 60%-65%, Silika (SiO2)
sekitar 20%-25%, dan oxida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.

Sifat fisik dari semen yaitu, kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan,
kekuatan tekan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Secara garis
besar Sifat dan Karakteristik Kimia ada 4 (empat) utama senyawa kimia yang
penting sebagai penyusun semen portland, yaitu sbb: (1) Trikalsium Silikat (3CaO.
SiO2) yang di singkat menjadi C3S., (2) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO 2) yang di
singkat menjadi C2S. (3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang di singkat menjadi
C3A. (4) Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3 ) yang disingkat penjadi
C4AF. Sifat kimia semen dapat di jabarkan sebagai berikut, kesegaran semen dan
sisa yang tak larut, dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan.
Semen portland di Indonesia harus memenuhi SNI, Semen Portland”, syarat mutu
yang ditetapkan oleh SNI 15-2049-2004 mengadopsi dari syarat mutu dalam
ASTM. Jenis semen portland sesuai SNI 15-2049-2004 dengan komposisi
kimianya dapat di lihat di Tabel 20.44, yaitu:

(1) Type I, Semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan


persyaratan khusu seperti yang syaratkan dalam jenis lainnya,
(2) Type II, Semen portland yang dalam penggunaannya memrlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
(3) Type III, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pemgikatan
terjadi,
(4) Type IV, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas
hidrasi yang rendah,

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |677


(5) Type V, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.

Tabel 20.44: Persentasi Komposisi Semen Portland (Nawy, 1985; Mulyono, 2003)
Komposisi dalam persen (%)
Jenis Semen Karakteristik Umum
C3S C 2S C3 A C4AF CaSO4 CaO MgO
Type I, Normal 49 25 12 8 2.9 0.8 2.4 Semen untuk semua tujuan
Type II, Modifikasi 46 29 6 12 2.8 0.6 3 Relatif sedikit pelepasan panas, di
gunakan untuk struktur besar.
Type III, Kekuatan Awal 56 15 12 8 3.9 1.4 2.6 Mencapai kekuatan awal yang tinggi
Tinggi pada umur 3 hari
Type IV, Panas Hidrasi 30 46 5 13 2.9 0.3 2.7 Di pakai pada bendungan beton
Rendah
Type V, Tahan Sulfat 43 36 4 12 2.7 0.4 1.6 Dipakai pada saluran dan truktur yan di
ekspose terhadap sulfat.

20.5.2.2 Air

Air yang dapat di minum umumnya dapat di pergunakan sebagai campuran


beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar
garam, minyak, gula, atau bahan kimia lainnya, bila di pakai dalam campuran beton
akan menyebabkan penurunan kwalitas beton yang di hasilkan dan juga akan
mengubah sifat-sifat beton yang di buat. Air harus diuji sesuai dengan dan harus
memenuhi persyaratan-persyaratan SNI 03-6817-2002. Karena karakter pasta
semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang di tinjau, tetapi hanya
perbandingan antara air dengan semen saja atau biasa di sebut faktor air semen
(water cement ratio).

Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah


proses hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses
hidrasi seluruhnya tidak akan tercapai, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kekuatan mutu beton yang tidak akan tercapai. Untuk itu air yang di pakai jika tidak
memenuhi syarat mutu, umumnya kekuatan pada umur 7 hari atau 28 hari, jika di
bandingkan dengan kekuatan mutu beton yang menggunakan air standar/suling
tidak kurang dari 90%. (SNI 2847:2013).

Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai,
danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan
678 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
memenuhi syarat mutu yang telah di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum
umumnya dapat di gunakan sebagai campuran beton, namun jika tidak harus
memenuhi syarat mutu kualitas air. Air laut umunya mengandung 3.5% larutan
garam, sekitar 78% adalah sodium klorida dan 15% merupakan magnesium klorida.
Adanya garam-garaman dalam air laut ini akan mengurangi kwalitas dari beton
sampai dengan 20%. Air laut tidak boleh di gunakan sebagai bahan campuran
beton pra-tegang ataupun beton bertulang, karena resiko terhadap karat lebih
besar. Air buangan industri yang mengandung asam alkali tidak boleh di gunakan.
Sumber-sumber air yang ada antara lain: Air yang Terdapat di Udara; Air Hujan; Air
Tanah; Air Permukaan; dan Air Laut.

Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih,
tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang
dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di
minum. Air yang digunakan dalam pembuatan beton pratekan dan beton yang di
dalamnya akan tertanam logam almunium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap korosi, jumlah
konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras
pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di
berikan.

Kandungan garam-garam sulfat yang diijinkan dalam beton adalah


maksimum 1000 mg SO3 per liter. Tetapi kadar sulfat yang dapat di ijinkan dalam
air pencampur tergantung dari kadar sulfat pada agregat dan semen karena faktor
yang menentukan adalah besarnya jumlah sulfat yang terkandung dalam beton.
Kadar sulfat dalam beton tidak boleh lebih besar dari 4% SO 3 terhadap berat
semen, seperti yang di tentukan dalam British Standard BS.5328-76.

Alkali Karbonat dan Bikarbonat, jika mengandung senyawa ini akan


mempengaruhi waktu pengikatan semen (setting time) dan kekuatan beton, dan
kemungkinan terjadinya resiko reaksi alkali agregat dalam beton besar. Disyaratkan
jumlah gabungan kandungan garam-garam ini tidak lebih dari 100 mg per liter.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |679


Beton yang kondisi lingkungannya mengandung sulfat harus memenuhi
persyaratan khusus sesuai standar, atau dibuat dengan menggunakan semen yang
tahan terhadap serangan sulfat yaitu semen type V dan mennggunakan faktor air
semen maksimum atau kuat tekan minimum yang disyaratkan.

Pemilihan air yang di pakai sebagai campuran beton di dasarkan kepada


campuran beton, dimana air tersebut harus berasal dari sumber yang sama. Air
tersebut telah di uji dan menunjukan bahwa mutu beton yang di hasilkan dapat
memenuhi syarat. Jika air yang ada dari suatu sumber tidak memenuhi syarat
maka di lakukan uji tekan mortar dengan mempergunakan air tersebut dan
membandingkannya dengan campuran mortar yang menggunakan air suling. Hasil
pengujian usia 7 hari dan 28 hari dari kubus adukan yang di buat dengan air
campuran yang tidak dapat di minum paling tidak harus mencapai 90% dari
kekuatan spesimen serupa yang di buat dengan air yang dapat di minum.
Perbandingan uji kuat tekan harus di lakukan untuk adukan serupa, kecuali
penggunaan air pencampurnya, yang di buat dan di uji berdasarkan “Test Methods
for Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars (using 50 mm cube
specimens)”. ASTM C.109.

20.5.2.3 Agregat

Komposisi agregat tersebut menempati sekitar 60%-70% dari berat


campuran beton, hanya sebagai pengisi, tetapi dengan melihat komposisinya yang
cukup besar dalam suatu campuran, maka agregat inipun menjadi penting. Untuk
itu perlu dipelajari karakteristik yang akan menentkan sifat dari mortar atau beton
yang akan di bentuk nantinya. Agregat dapat berasal dari alam ataupun dari
agregat buatan (artificial aggregates).

Umum agregat dapat di bedakan dari ukuran bentuknya, yang dapat di


bedakan menjadi dua, yaitu, agregat kasar dan agregat halus.Batasan ukuran 4.80
mm, British Standard atau 4.75 mm, Standar ASTM. Agregat kasar dinyatakan
untuk batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan
agregat halus lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Untuk ukuran yang lebih besar
dari 4.80 mm di bagi lagi menjadi dua, yaitu untuk diameter antara 4.80-40 mm di

680 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sebut kerikil beton dan yang lebih besar lagi di sebut kerikil kasar. Agregat yang di
gunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm, untuk yang lebih
besar dari 40 mm di gunakan untuk pekerjaan sipil yang lainnya, misalnya untuk
pekerajaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan
lainnya. Agregat halus biasanya di namakan pasir dan agregat kasar dinamakn
kerikil, spilit, batupecah, kricak, dan lainnya.

Agregat dapat dibedakan dari dua jenis utamanya yaitu agregat alam dan
agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat di bedakan
berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan teksture
permukaannya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat dalam


campuran beton ada lima, yaitu sebagai berikut (Landgren, 1994): (1) Voulume
udara, udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi beton,
terjadinya pada saat proses yang dimulai dari pasta semen. (2) Volume padat,
kepadatan dalam volume untuk agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton
jadi nantinya. (3) Berat jenis agregat, akan mempengaruhi proporsi campuran
dalam berat sebagai kontrol. (4) Penyerapan, akan menyebakan efek terhadap
berat jenis, dan (5) Kadar air permukaan agregat, akan menyebabkan pengaruh
terhadap mpenggunaan air saat pencampuran.

Kekuatan dari agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar (Mulyono,
2003). Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal (1) karena
terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik
dalam hal pengikatan (interlocking). Misalnya Granite, terdiri dari bahan yang kuat
dan keras yaitu kristal quarts dan feldspar tetapi bersifat kurang kuat dan modulus
elastisitasnya lebih rendah daripada gabbros dan diabeses, hal ini karena butir-butir
granite tidak terikat dengan baik, dan yang ke-(2) porositas yang besar, hal ini
mempengaruhi terhadap keuletan, yang merupakan ketahanan terhadap beban
kejut.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |681


(1) Persyaratan Gradasi Agregat

Agregat kasar dan halus yang digunakan harus memenuhi persyaratan


gradasi sesuai Tabel 20.45untuk agregat halus dan kasar atau Gambar 20.10 untuk
persyaratan gradasi agregat halus dan Gambar 20.11 untuk gradasi agregat
Kasar.Persyaratan untuk agregat gabungan seperti Tabel 20.46atau Gambar
20.12dan memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan dibuktikan dengan hasil
campuran percobaan.

Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat


terbesar tidak lebih dari % jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara
baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya dimana beton harus dicor.

Tabel 20.45: Ketentuan Gradasi Agregat Halus dan Kasar untuk Perkerasan Beton
Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat
Ukuran Saringan
Kasar
Halus Ukuran Maks Ukuran Maks Ukuran Maks
Inch mm
1 ½ in (40mm) ¾ in (20 mm) 3/8 in (10 mm)
2 50 100
1½ 40 85 – 100 100
¾ 20 0 – 25 85 –100
½ 12,5 - 0– 70 100
3/8 9,6 100 0–5 0–25 85 –100
3/16 4,8 89 – 100 0–5 0–25
No.8 2,4 60 – 100 0–5
No.16 1,2 30 – 100
N0.30 600 m 15 – 100
N0.50 300 m 5 – 70
N0.100 150 m 0 – 15

Tabel 20.46: Ketentuan Gradasi Agregat Gabungan untuk Perkerasan Beton


Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat
Ukuran Maks Ukuran Maks Ukuran Maks 3/8
Inch Mm
1 ½ in (40mm) ¾ in (20 mm) in (10 mm)
2 50 100
1½ 40 95 – 100 100
¾ 20 45 – 80 95 –100
½ 12,5 - - 100
3/8 4,8 - - 95 –100
3/16 2,4 25 – 50 35 –55 30– 65
No.8 1,2 - - 20–50

682 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
No.16 1,18 - - 15 – 40
N0.30 600 m 8 – 30 10 – 35 10 – 30
N0.50 300 m - - 5 - 15
N0.100 150 m 0 – 8* 0 – 8* 0 – 8*
*Dinaikkan menjadi 10%untuk agregat halus pecah

Gambar 20.10: Persyaratan Gradasi Agregat Halus untuk Campuran Perkerasan Beton

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |683


Gambar 20.11: Persyaratan Gradasi Agregat Kasar untuk Campuran Perkerasan Beton

684 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar 20.12: Persyaratan Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Perkerasan
Beton
Contoh C20.1

Hasil uji analisa ayak untuk agregat halus seperti data pada Tabel C20.1.
Hitungan prosentase lolos ayakan apakah memenuhi syarat gradasi agregat halus
untuk campuran perkerasan beton?

Tabel C20.1: Hasil Uji Analisa Ayak Agregat Halus


Ayakan (mm) 9,6 4,8 2,4 1,2 0,6 0,3 0,15 Sisa Jumlah
Berat Tertinggal
(gram) 0 60 75 175 150 280 210 50 1000
Penyelesaian:

Dari data hasil uji analisa ayak, dibuat tabulasi hitungannya.

Tabel C20.2: Hitungan Gradasi Agregat Halus


Berat Prosentase Prosentase
Ayakan Prosentase
Tertinggal Tertinggal Tertinggal
(mm) Lolos (%)
(gram) (%) Kumulatif (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
9,6 0 0 - 100,00
4,8 60 6 6,00 94,00
2,4 75 7,5 13,50 86,50
1,2 175 17,5 31,00 69,00
0,6 150 15 46,00 54,00
0,3 280 28 74,00 26,00
0,15 210 21 95,00 5,00
Sisa 50 5 100,00 -
Jumlah 1000 100

Menggunakan Tabel C20.2 kolom (5) kemudian di Plot kedalam syarat


gradasi untuk agregat halus yang hasilnya seperi Gambar C20.1 dan memenuhi
syarat gradasi agregat halus.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |685


Gambar C20.1: Ploting Syarat Gradasi Agregat Halus Contoh 20.1

Contoh C20.2

Hasil uji analisa ayak untuk agregat kasar seperti data pada Tabel C20.3.
Hitungan prosentase lolos ayakan apakah memenuhi syarat gradasi agregat
kasardengan butir maksimum 10 mm untuk campuran perkerasan beton?

Tabel C20.3: Hasil Uji Analisa Ayak Agregat Kasar


Ayakan (mm) 12,5 9,6 4,8 2,4 Sisa Jumlah
Berat Tertinggal (gram) 0 60 750 180 10 1000

Penyelesaian:

Dari data hasil uji analisa ayak, dibuat tabulasi hitungannya. Menggunakan
Tabel C20.4 kolom (5) kemudian di Plot kedalam syarat gradasi untuk agregatkasar
dengan butir maksimum 10 mm yang hasilnya seperi Gambar C20.2 dan
memenuhi syarat gradasi agregat halus.

686 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel C20.4: Hitungan Gradasi Agregat Kasar
Berat Prosentase Prosentase
Ayakan Prosentase
Tertinggal Tertinggal Tertinggal
(mm) Lolos (%)
(gram) (%) Kumulatif (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
12,5 0 0 - 100,00
9,6 60 6 6,00 94,00
4,8 750 75 81,00 19,00
2,4 180 18 99,00 1,00
Sisa 10 1 100,00 -
Jumlah 1000 100

Gambar C20.2: Ploting Syarat Gradasi Agregat Halus Contoh 20.2


Contoh C20.3

Berdasarkan data contoh C20.1 dan C.20.2 hitung proporsi agregat


campuran agar memenuhi syarat gradasi agregat campuran/gabungan dengan
butir maksimum 10 mm untuk campuran perkerasan beton?

Penyelesaian:

Hasil hitungan untuk prosentase lolos agregat halus dan kasar digabungkan
dengan proporsi menggunakan cara coba-coba. Hasil gabungan dengan
prosentase proporsi agregat halus 40% dan agregat kasar 60% (Tabel C20.5)

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |687


memenuhi syarat gradasi agregat gabungan untuk Butir maksimum 10 mm seperti
Gambar C20.3.

Tabel C20.5: Hitungan Gradasi Agregat Gabungan


Prosentase Lolos (%)
Ayakan Proporsi Proporsi Agregat
(mm) Agregat Agregat
Agregat Agregat Gabungan
Halus Kasar
Halus 40% Kasar 60%
(4) = (2) x (6) = (4) = (5)
(1) (2) (3) (5) = (3) x 60%
40%
12,5
100,00 100,00 40 60 100
9,6
100,00 94,00 40,0 56,4 96,4
4,8 94,00 19,00 37,6 11,4 49,0
2,4 86,50 1,00 34,6 0,6 35,2
1,2 69,00 27,6 0,0 27,6
0,6 54,00 21,6 0,0 21,6
0,3 26,00 10,4 0,0 10,4
0,15 5,00 2,0 0,0 2,0

Gambar C20.3: Ploting Syarat Gradasi Agregat Gabungan Contoh 20.3

688 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(2) Karakteristik Agregat

Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari
pemecahan batu atau koral, atau dari penyaringan dan pencucian (jika perlu) kerikil
dan pasir sungai. Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan
oleh penguj ian SNI 03-2816-1992 tentang Metode penguj ian kotoran organik
dalam pasir untuk campuran mortar dan beton, dan harus memenuhi sifat-sifat
lainnya yang diberikan dalam Tabel 20.47 bila contoh-contoh diambil dan diuji
sesuai dengan prosedur yang berhubungan.

Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan


olehpengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode pengujian kotoranorganik dalam
pasir untuk campuran.

Tabel 20.47: Persyaratan Mutu Agregat


Batas Maksimum yang diizinkan
Sifat-sifat Metode Pengujian untuk Agregat
Halus Kasar
Keausan agregat dengan -
mesin Los Angeles untuk SNI 2417 :2008 40%
500 putaran
Kekekalan bentuk agegat SNI 3407 :2008 10%-Natrium 12% -Natrium
terhadap larutan natriurn 15% -Magnesium 18%-Magnesium
sulfat atau magnesium
sulfat
Gumpalan lempung dan
partikel yang mudah SNI 03-4141-1996 3% 2%
pecah
5% untuk kondisi
umum,
Bahan yang lolos
SNI 03-4142-1996 3% untuk kondisi 1%
saringan No.200.
permukaan
terabrasi
Butir Maksimum AASHTO M6 4,75 mm 40 mm
Berat Isi lepas (gembur) SNI 03-4804-1998 Min. 1200 kg/m3 Min. 1200 kg/m3
Maks. 5% Ampas Besi
Penyerapan Air SNI 1969:2008 Maks 6%
Lainnya 2,5%
Berat Jenis SNI 1970:2008 - Min. 2,1
Partikel pipih dan lonjong -
ASTM D-4791 Maks. 25%
dengan rasio 3:1
Bidang pecah (2 atau -
ASTM D-5821 Min. 80
lebih)

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |689


20.5.2.4 Bahan Tambah

Bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of Terminology


Relating to Concrete and Concrete Aggregates, (ASTM C.125-1995:61) dan dalam
Cement and Concrete Terminology, ACI SP-19 sebagai material selain air, agregat
dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan
sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah kimia harus
memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, ”Standard Spesification for
Chemical Admixture for Concrete”.

Definisi Bahan Tambah; menurut ACI Committee 212.1R-81 (Revised 1986)


yang diselalu diperbaiki sejak 1944, 2954, 1963, 1971, dan terakhir dalam (ACI
CT-13, 2013) jenis bahan tambah untuk beton dikelompokkan dalam 5 kelompok
yaitu: accelerating, air-entraining, water reducer and set-controling, finely devided
mineral dan mescellaneous.Jenis Bahan Tambah dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu bahan tambah kimia dan mineral.

(1) Bahan Tambah Kimia

Bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan


tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambahkan
saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing) sedangkan
bahan tambah additive yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan
dilaksanakan.

Bahan tambahan yang berupa bahan kimia ditambahkan dalam campuran


beton dalam jumlah tidak lebih dari 5% berat semen selama proses pengadukan
atau selama pelaksanaan pengadukan tambahan dalam pengecoran beton.
Ketentuan mengenai bahan tambahan ini harus mengacu pada SNI 03 -2495-1991.
Beberapa alasan penggunaan admixture sesuai fungsinya menurut ACI 212-3R
(American Concrete Institute, 2013, p. E4.2). Berdasarkan hal tersebut maka
alasan menggunakan bahan tambah dapat dikelompokanseperti Tabel 20.48.
(a) Meningkatkan workability tanpa meningkatkan kadar air atau
mengurangi kadar air pada kinerja pengerjaan yang sama;
(b) menghambat (Retard) atau mempercepat waktu pengikatan awal;

690 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(c) Mengurangi atau mencegah penyusutan atau membuat pengembangan
yang kecil (slight expansion);
(d) Memodifikasi tingkat atau kapasitas naiknya air ke permukaan
(bleeding);
(e) Mengurangi segregasi atau terpisahnya butiran kasar;
(f) Meningkatkan pempaan (pumpability);
(g) Mengurangi laju kehilangan nilai slum (Slump Loss);
(h) Retard atau mengurangi evolusi panas selama pengerasan awal;
(i) Mempercepat kekuatan awal;
(j) Meningkatkan kekuatan (tekan, tarik, atau lentur);
(k) Meningkatkan daya tahan atau ketahanan terhadap kondisi yang di
ekpose, termasuk ketahanan terhadap garam deicing (deicing salts)
dan bahan kimia lainnya;
(l) Mengurangi permeabilitas beton;
(m) Mengontrol ekspansi yang disebabkan oleh potensi reaksi alkali reaktif
dalam agregat;
(n) Meningkatkan ikatan beton dengan tulangan baja;
(o) Meningkatkan ikatan antara beton yang sudah ada dan baru;
(p) Meningkatkan dampak dan ketahanan abrasi;
(q) Menghambat korosi logam yang tertanam, dan
(r) Menghasilkan beton atau mortar berwarna

Tabel 20.48: Alasan Penggunaan Bahan Tambah (Mulyono, 2015)


Memodifikasi Beton Segar, Mortar Memodifikasi Beton Keras, Mortar dan Grouting
& Grouting
 Menambah sifat kemudahan  Menghambat atau mengurangi ecolusi panas
pekerjaan tanpa menambah selama pengerasan awal (beton muda).
kandungan air atau  Mempercepat laju pengembangan kekuatan
mengurangi kandungan air beton pada umur muda.
dengan sifat pengerjaan  Menambah kekuatan beton (kuat tekan, kuat
yang sama. lentur atau kuat geser dari beton)
 Menghambat atau  Menambah sifat keawetan beton atau
mempercepat waktu ketahanan dari gangguan luar termasuk
pengikatan awal dari serangan garam-garam sulfat.
campuran beton.  Mengurangi kapilaritas dari air.
 Mengurangi atau mencegah  Mengurangi sifat permeabilitas.
secara preventif penurunan
 Mengontrol pengembangan yang disebabkan
atau perubahan volume
beton. oleh reaksi dari alkali termasuk alkali dalam
agregat.
 Mengurangi segregasi.
 Menghasilkan struktur beton yang baik.
 Mengembangkan dan
meningkatkan sifat panetrasi  Menambah kekuatan ikatan beton bertulang,
dan pemompaan beton  Mengembangkan ketahanan gaya impact
segar. (berulang) dan ketahanan abrasi.
 Mengurangi kehilangan nilai  Mencegah korosi yang terjadi pada baja
slump. (embedded metal)
 Menhasilkan warna tertentu pada beton atau
mortar.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |691


Bahan Tambahan kimiawi yang digunakan sesuai dengan AASHTO M194-06
yang tidak mengandung calcium chloride, calcium fonnate, dan
triethanolamine.Selain itu alasan utama di atas penggunaan admixtures adalah: (1)
Mengurangi biaya pembuatan beton konstruksi. (2) Memberikan sifat dan
karakteristik tertentu pada beton, (3) Menjaga kualitas beton selama masa
pencampuran/pengadukan, pengangkutan, penuangan/pengecoran, serta
perawatan dan menjaga terhadap gangguan berbagai kondisi cuaca, dan (4)
Menghasilkan kepastian atas tindakan pencegahan yang mungkin dapat merusak
beton selama masa umur beton (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003, p.
105).

Bahan tambah kimia (Chemical Admixtures) berdasarkan fungsinya di


klasifikasikan sebagai berikut (Kosmatka, Kerkhoff, & and Panarese, 2003):

(a) Air-entraining admixtures


(b) Water-reducing admixtures
(c) Plasticizers
(d) Accelerating admixtures
(e) Retarding admixtures
(f) Hydration-control admixtures
(g) Corrosion inhibitors
(h) Shrinkage reducers
(i) Alkali-silica reactivity inhibitors
(j) Coloring admixtures
(k) Miscellaneous admixtures such as workability, bonding, dampproofing,
permeability reducing, grouting, gas-forming, antiwashout, foaming, and
pumping admixtures.
Peningkatan kinerja beton segar dapat ditingkatkan dengan penggunaan
bahan tambahan campuran beton yaitu untuk keperluan-keperluan meningkatkan
kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah air; mengurangi penggunaan air
dalam campuran beton tanpa mengurangi kelecakan; mempercepat pengikatan
hidrasi semen atau pengerasan beton; memperlambat pengikatan hidrasi semen
atau pengerasan beton; meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton;
mengurangi kecepatan terjadinya kehilangan slump (slump loss); mengurangi susut
beton atau memberikan sedikit pengembangan volume beton (ekspansi);
mengurangi terjadinya bleeding; mengurangi terjadinya segregasi.

692 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Sesudah mengeras, peningkatan kinerja beton dapat ditingkatkan dengan
bahan tambahancampuran beton dengan tujuanantara lain meningkatkan kekuatan
beton (secara tidak langsung); meningkatkan kekuatan pada beton muda;
mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan beton,
terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi; meningkatkan kinerja
pengecoran beton di dalam air atau di laut; meningkatkan keawetan jangka panjang
beton; meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton);
mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat; meningkatkan daya
lekat antara beton baru dan beton lama; meningkatkan daya lekat antara beton dan
baja tulangan; meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan.

Bahan tambahan yang dapat menghasilkan gelembung udara jika


digunakan, maka gelembung udara yang dihasilkan tidak boleh lebih dari 5%.
Penggunaan jenis bahan tarnbahan kimia untuk maksud apapun harus
berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa hasilnya sesuai
dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

Kondisi berikut harus dipenuhi dan dinyatakan dengan sertifikat tertulis dari
produser jika kombinasi 2 (dua) atau lebih bahan tambahan digunakan. Untuk
campuran dengan fly ash kurang dari 50 kg/m 3, kontribusi alkali total (dinyatakan
dengan Na20 ekivalen) dari semua bahan tambahan yang digunakan pada
campuran tidak boleh melebihi 0,20 kg/m3.

(2) Bahan Tambah Mineral

Mineral yang berupa bahan tambahan atau bahan limbah dapat berbentuk
abu terbang (fly ash), pozzolan, mikro silica atau silica fume. Apabila digunakan
bahan tambahan berupa abu terbang, maka bahan tersebut harus sesuai dengan
standar spesifikasi yang ditentukan dalam SNI 03-2460-1991 tentang Spesifikasi
abu terbang sebagai bahan tambahan untuk campuran beton.

Beberapa keuntungan dari penggunaan bahan tambah mineral ini antara


lian (Cain, 1994: 500-508).; memperbaiki kinerja workability, Mengurangi panas
hidrasi, Mengurangi biaya pekerjaan beton, Mempertinggi daya tahan terhadap
serangan sulfat, Mempertinggi daya tahan terhadap serangan reaksi alkali-silika,

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |693


Mempertinggi usia beton, Mempertinggi kekuatan tekan beton, Mempertinggi
keawetan beton, Mengurangi penyusutan, dan Mengurangi porositas dan daya
serap air dalam beton.

Penggunaan jenis bahan tambahan mineral untuk maksud apapun harus


berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa hasilnya sesuai
dengan persyaratan.

Abu Terbang sesuai SNI 03 -2460- 1991 jika digunakanabu terbang


maksimum 25 % dari berat bahan pengikat hanya untuk pemakaian Ordinary
Portland Cement (OPC) Tipe I dan tidak dapat digunakan untuk pemakaian semen
tipe Portland Composite Cement (PCC) dan Portland Pozzolana Cement (PPC).

Abu Terbang Batu Bara hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu
bara. Klasifikasi fly ash (ASTM C.618) dapat dibedalkan menjadi dua F yaitu abu
terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau
batubara bitomius. Dan kelas C adalah yang dihasilkan dari batubara jenis lignite
atau subbitumeus. Pada abu terbang jenis C kemungkinan mengandung kapur
(lime) lebih dari 10% beratnya.

Slag residu pembakaran tanur tinggi. Difinisi slag dalam ASTM. C.989,
“Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in
concrete and mortar”, (ASTM, 1995: 494) sebagai produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran kemdian
didinginkan misalnya dengan air pencelupan dalam air.

Silika Fume, Menurut Standar Sfesification for Silica Fume for Use in
Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar, (ASTM.C.1240,1995: 637-642). Definisi
silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih
banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau besi silikon
alloy.(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume).

Penghalus Gradasi (Finely Diveded Mineral Admixtures), Bahan ini berupa


mineral yang di pakai untuk memperhalus perbedaan-perbedaan pada campuran
beton dengan memberikan ukuran yang tidak ada atau kurang dalam agregat.

694 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.5.3 Bahan Perkerasan Kaku Lainya

Bahan perkerasan kaku, selain bahan penyusun beton, bahan lain yang
digunakan adalah bahan baja tulangan, bahan membran kedap air serta bahan-
bahan untuk sambungan perkerasan jalan.

20.5.3.1 Tulangan Beton

Tulangan baja untuk jalur kendaraan harus berupa anyaman baja


berprofil/berulir sesuai dengan spesifikasi dan gambar rencana. Tulangan anyaman
kawat baja harus memenuhi persyaratan-persyaratan AASHTO M-55. Tulangan ini
harus disediakan dalam bentuk lembaran-lembaran datar. Jaringan batang baja
harus memenuhi persyaratan AASHTO M-54. Bagian-bagiannya harus berukuran
dan berjarak antara sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar rencana. Batang
baja untuk Dowel harus berupa batang bulat biasa sesuai dengan AASHTO M-31.

Batang-batang Dowel berlapis plastik yang memenuhi ASSHTO M 254


dapat digunakan untuk bagian yang dapat bergerak. Batang pengikat (Tie-Bar)
harus berupa batang-batang baja berulir sesuai dengan AASHTO-M 31.

Toleransi untuk fabrikasi harus seperti yang disyaratkan dalam SNI 03-
6816-2002. Baja tulangan dipasang sedemikian sehingga selimut beton yang
menutup bagian luar baja tulangan sesuai Tabel 20.49 untuk standar dan
intensif,serta Tabel 20.50 untuk selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan
cara diputar dengan memperhatikan acuan (cetakan beton) dan cara
pemadatannya tergantung dari lingkungannya.

Persyaratan ini berlaku untuk struktur dm komponen beton bertulang dan


beton prategang dengan umur rencana 50 tahun atau lebih. Persyaratan ini
diberlakukan dengan kondisi dan klasifikasi lingkungan yang berpengaruh terhadap
struktur beton seperti Tabel 20.51. Khusus untuk klasifikasi lingkungan "U", mutu
dan karakteristik beton ditentukan secara khusus agar dapat menjamin keawetan
jangka panjang komponen struktur dalam lingkungan tidak terlindung yang khusus.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |695


Tabel 20.49: Selimut beton untuk acuan dan pemadatan standar serta pemadatan
intensif
Tebal selimut beton nominal (rnm) untuk beton dengan kuat
Klasifikasi Lingkungan tekan f’c, yang tidak hang dari
20 MPa 25 MPa 30 MPa 35 MPa 40 MPa
Selimut beton untuk acuan dan pemadatan standar
A 35 30 25 25 25
B1 (65) 45 40 35 25
B2 - (75) 55 45 35
C - - (90) 70 60
Selimut beton untuk acuan dan pemadatan Intensif
A 25 25 25 25 25
B1 (50) 35 30 25 25
B2 - (60) 45 35 25
C - - (65) 50 40

Tabel 20.50: Selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan cara diputar
Klasifikasi Lingkungan Kuat Tekan Beton f,(MPa) Selimut beton (mm)
A 35 20
B1 40 25
B2 50 20
C 40 35

Tulangan baja yang digunakan untuk perkerasan beton merupakan baja


polos atau berulir dengan mutu yang memliki Tegangan Leleh Karakteristik Baja
Tulangan seperti Tabel 20.52.Tumpuan untuk tulangan dibentuk dari batang besi
ringan atau bantalan beton pracetak dengan mutu K250 dengan pengikat untuk
tulangan menggunakan kawat baja lunak yang memenuhi SNI 07-6401-2000 yang
dipasang secara bersilangan. Ikatan dengan pengelasan memenuhi SNI 03-6812-
2002.

696 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.51: Klasifikasi Lingkungan
Klasifikasi
Keadaan permukaan dan lingkungan
lingkungan
1. Komponen struktur yang berhubungan langsung dengan tanah:
a. Bagian komponen yang dilindungi lapisan tahan lembab atau kedap A
air. A
b. Bagian komponen lainnnya di dalam tanah yang tidak agresif
c. Bagian komponen di dalam tanah yang agresif (tanah permeable U
dengan pH<4, atau dengan air tanah yang mengandung ion sulfat > 1
&liter)
2. Komponen struktur di dalam ruangan tertutup di dalam bangunan, kecuali
untuk keperluan pelaksanaan dalam waktu yang singkat. A
3. Komponen struktur di atas permukaan tanah dalam lingkungan terbuka:
a. Daerah di pedalaman (>50 km dari pantai) di mana lingkungan
adalah: A
(i) bukan daerah industri dan berada dalam iklim yang sejuk B1
(ii) bukan daerah industri namun beriklim tropis
(iii) daerah industri dalam iklim sembarang Keadaan permukaan dan B1
lingkungan
b. Daerah dekat pantai (1 km sampai 50 krn dari garispantai, iklim B1
sembarang)
c. Daerah pantai ( 4 km dari garis pantai tetapi tidakdalam daerah B2
pasang surut), iklim sembarang
4. Komponen struktur di dalam air
a. Air tawar B1
b. Air laut
(i) terendam secara permanen B2
(ii) berada di daerah pasang surut C
c. Air yang mengalir U
5. Komponen struktur di dalam lingkungan lainnya yangtidak terlindung dan
tidak termasuk dalam kategori yangdisebutkan di atas. U

Tabel 20.52: Tegangan Leleh Karakteristik Baja Tulangan


Mutu Tegangan Leleh Karakteristik atau Tegangan
Karakteristik yang memberikan regangan tetap 0,2
(kg/cm2)
U24 (Baja Lunak) 2.400
U32 (Baja Sedang) 3.200
U39 (Baja Keras) 3.900
U48 (Baja Keras) 4.800

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |697


20.5.3.2 Membran Kedap Air

Lapisan bawah yang kedap air pada perkerasan kaku terdiri dari lembaran
plastik yang kedap setebal 125mikron. Jika diperlukan tumpang tindih (overlap)
antar lapis bawah tersebut, makatumpang tindih ini harus sekurang-kurangnya 300
mm. Air tidak boleh tergenang diatas membran, dan membran harus kedap air
waktu beton dicor. Suatu lapisan bawah yang kedap air tidak boleh digunakan di
bawah perkerasan jalan beton bertulang yang menerus. Membran kedap air harus
dipasang menutupi wet lean concrete (lantai kerja) dan harus dipakukan ke lapisan
dasar wet lean concrete sehingga membran tidak mudah tergulung akibat tiupan
angin.

Bahan Membran untuk Perawatan merupakan cairan berpigrnen putih yang


memenuhi AASHTO M148 atau bahan lain yang memenuhi persyaratan dan
bukanbahan membran tanpa warna atau bening.

20.5.3.3 Bahan Sambungan (Joint Sealer) dan Bahan Pengisi Sambungan


(Joint Filler)

Bahan-bahan pengisi siar muai sesuai dengan persyaratan-persyaratan SNI


03-4432-1997 atau SNI 03-4815-1998. Bahan-bahan tersebut dilubangi untuk
dilalui dowel-dowel. Bahan-bahan pengisi untuk setiap sambungan disediakan
dalam bentuk satu kesatuan utuh untuk tebal dan lebar penuh yang diperlukan
untuk sambungan yang bersangkutan. Dimana ujung-ujung yang berbatasan
diperkenankan, maka ujung-ujung tersebut harus diikat satu sama lainnya dan
dipertahankan dengan kokoh dan tepat ditempatnya dengan jepretan kawat
(Stapling) atau penyambung/pengikat yang baik lainnya.

Bahan penutup sambungan (joint sealent) berupa Expandite Plastic,


senyawa gabungan bitumen karet grade 99 yang dituangkan dalam keadaan
panas, atau bahan jenis lainnya. Bahan primer sambungan sesuai yang dianjurkan
oleh pabrik pembuat bahan tersebut.

698 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.5.4 Desain Campuran

Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan perkerasan kaku


memenuhi kelecakan (slump), kekuatan (strength), dan keawetan (durability) yang
dibutuhkan sebagaimana disyaratkan yang dibuat dengan rancangan campuran
sesuai standar yang berlaku. Proporsi bahan pokok campuran didasarkan pada
hasil percobaan campuran (trial mix) yang dibuat dan menghasilkan mutu sesuai
rencana.

Agregat gabungan dalam proporsi menggunakan agregat halus yang


dipertahankan seminimum mungkin, sekurang-kurangnya 40% agregat dalam
campuran beton terhadap berat merupakan agregat halus. Agregat gabungan tidak
boleh mengandung bahan yang lebih halus dari 0,075 mm sebesar 2% kecuali
bahan pozolan. Segregasi dan bleeding dihindari dalam pencampuran.

Berat semen dalam setiap meter kubik beton yang terpadatkan untuk
Perkerasan Beton Semen tidak boleh kurang dari jumlah semen untuk keperluan
pencapaian durabilitas beton dan tidak lebih dari jumlah semen yang akan
mengakibatkan suhu beton yang tinggi. Ketentuan jumlah semen minimum dan
jumlah semen maksimum sesuai dengan kondisi lingkungan pekerjaan.

Ketentuan minimum untuk kuat lentur pada umur 28 hari untuk Perkerasan
Beton Semen diberikan dalam Tabel 20.53.Nilai kuat tekan minimum untuk
produksi dapat disesuaikan berdasarkan perbandingan nilai hat lentur dan kuat
tekan yang dicapai untuk serangkaian pengujian yang tidak kurang dari 16
pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada rancangan yang disetujui. Minimum
kekuatan pada 7 hari, sebesar 80% dari kuat lentur lapangan.

Tabel 20.53: Kuat lentur minimum untuk Perkerasan Beton Semen dengan Benda
Uji 500x150x150 mm dan Metode Uji Sesuai SNI 03-4431-1997
Deskripsi Kuat Tekan Lentur Minimum (MPa) umur 28 Hari
Beton Percobaan Fs 47
Pengendalian Produksi Fs 45
Konsistensi beton dengan mengukur slump sesuai dengan SNI 1972 : 2008.
Slump untuk setiap campuran beton dengan rentang sebesar 20 - 50 mm untuk

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |699


beton yang akan dibentuk dengan acuan berjalan (slip form) dan 50 - 75 mm untuk
beton yang akan dihampar secara manual (acuan-tetap).

Rasio air bebas - semen untuk kondisi agregat jenuh kering permukaan
ditentukan dengan berdasarkan kebutuhan untuk mencapai kekuatan dan
durabilitas beton. Nilai rasio air bebas-semen (faktor air semen) tetap
memperhatikan kemudahan pekerjaan.

Jika beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, kadar semen dapat
ditingkatkan asalkan tidak melebihi batas kadar semen maksimum karena
pertimbangan panas hidrasi (AASHTO LRFD Bridge Construction Specification
8.4.3 Maximum Cementitious 5.9.3 kilogram/m 3 for High Performance Concrete).
Cara lain dapat juga dengan menurunkan rasio air-semen dengan pemakaian
bahan tambahanjenis plasticizer yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja
kelecakan adukan beton tanpa menambah air atau mengurangi penggunaan air
dalam campuran beton tanpa mengurangi kelecakan adukan beton.

Keseragaman Campuran Beton dengan batas perbedaan yang diijinkan dari


hasil pengujian untuk dua lokasi yang berbeda dalam campuran beton memenuhi
syarat seperti Tabel 20.54. Benda uji diambil untuk 50 m3pada beton yang dibentuk
dengan acuan bergerak dan sampai 30 m 3 untuk yang dibentuk dengan acuan
tetap. Untuk setiap lot, dua pasang benda uji balok harus dicetak untuk pengujian
kuat lentur, sepasang yang pertama untuk 7 hari dan sepasang lainnya pada umur
28 hari. Bilamana hasil pengujian kuat lentur diatas tidak mencapai 90% dari kuat
lentur yang disyaratkan maka pengambilan benda uji inti (core) di lapangan,
minimum 4 benda uji, untuk pengujian kuat tekan dapat dilakukan. Jika kuat tekan
benda uji inti (core) yang diperoleh ini mencapai kuat tekan yang diperoleh dari
campuran beton yang sama, yang digunakan untuk pengujian kuat lentur
sebelumnya, maka produk beton ini dapat diterima.

Tabel 20.54: Keseragaman Beton


Pengujian Batas Maksimum Ijin
Berat per-meter kubik yang dihitung berdasarkan kadar bebas 16
rongga udara (kg/m3)
Kadar rongga udara, volume % dalam beton 1
Slum (mm) 25

700 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Kadar agregat kasar, prosen berat dari setiap uji yang tertahan 6
ayakan No.4 (4,75 mm), %
Berat isi mortar bebas udara (rata-rata tidak kurang dari 3 silinder 1,6
uji) yang dibandingkan dari semua benda uji, %
Kuat tekan rata-rata 7 hari untuk setiap benda uji dari 7,5
perbandingan semua benda uji, %
Penakaran Bahan campuran untuk mutu beton fc’ > 20 Mpa atau K-250
seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut campuran berat. Untuk mutu
beton fc’<20 MPa atau K-250 diizinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03-
3976-1995. Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus
sedemikian sehingga kuantitas semen yang digunakan adalah setara dengan satu
satuan atau kebulatan dari jumlah zak semen. Agregat harus ditimbang beratnya
secara terpisah. Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat
pencampur.

Penakaran agregat dan air harus dilakukan dengan basis kondisi agregat
jenuh kering permukaan (JKP). Untuk mendapatkan kondisi agregat yang jenuh
kering permukaan dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan agregat
yang akan digunakan dengan air paling sedikit 12 (dua belas) jamsebelum
penakaran. Apabila agregat tidakdalam kondisi jenuh kering permukaan maka
diadakan perhitungan koreksi penakaran berat air dalam agegat dengan
menggunakan data resapan dan kadar air agregat lapangan. Sedangkan apabila
ditakar menurut volume, maka harus memperhitungiran faktor pengembangan
(bulking factor) agregat halus seperti ditunjukkan pada Gambar 20.13.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |701


Gambar 20.13: Faktor Pengembangan Agregat Halus

20.5.5 Alat Pengelolaan Beton

Peralatan penghamparan dapat dilakukan baik dengan menggunakan


acuan bergerak (slip form) maupun acuan tetap (fixed form).

Mesin Penghampar dan Pembentuk (Spreading and Finishing Machines)


dirancang sedemikian hingga dapat mengurangi segregasi pada campuran beton.
Mesin pembentuk (finishing machines) dilengkapi dengan sepatu melintang
(tranverse screeds) yang dapat bergerak bolak-balik (oscillating type) atau alat lain
yang serupa untuk memadatkan (stricking off) beton.

Penghantar jenis agitator (pengaduk bolak-balik) atau pencampur mampu


menuangkan beton dengan konsistensi adukan yang disyaratkan. Beton untuk
yang dibentuk dengan acuan bergerak dapat diangkut dengan dump truck.
Campuran beton yang diangkut dengan dump truck harus dirancang khusus untuk
tujuan ini.

Pemasokan Beton Siap Pakai diijinkan untuk penghamparan dengan acuan


tetap (fixed form) dengan kecepatan penghantaran, mutu, dan kesinambungan
yang disyaratkan dapat dipenuhi oleh pemasok beton siap pakai. Alat pencampur
tetap (stationary mixer) yang mempunyai kapasitas gabungan tidak kurang dari 60
meter kubik per jam dilengkapi penghampar dengan acuan bergerak kecuali jika

702 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
dapat ditunjukkan bahwa kecepatan penghantaran, mutu, dan kesinambungan
yang disyaratkan dapat dipenuhi oleh pemasok beton siap pakai.

Vibrator (Penggetar) untuk menggetarkan seluruh lebar perkerasan beton,


dapat berupa jenis "surface pan" atau jenis "internal" dengan tabung celup
(immersed tube) atau "multiple spuds". Vibrator dapat dipasang pada mesin
penghampar atau mesin pembentuk, atau dapat juga dipasang pada kendaraan
(peralatan) khusus. Vibrator tidak boleh menyentuh sambungan, perlengkapan
untuk memindahkan beban (load transfer devices), tanah dasar dan acuan (form)
samping. Frekuensi vibrator "surface pan" tidak kurang dari 3500 impuls per menit
(58 Hz), dan Frekuensi vibrator internal tidak kurang dari 5000 impuls per menit (83
Hz) untuk vibrator tabung dan tidak kurang dari 7000 impuls per menit (1 17 Hz)
untuk "vibrator spud" baik dioperasikan dengan tangan maupun dipasang pada
mesin penghampar (spreader) atau pembentuk (finishing), yang digunakan di dekat
acuan, frekuensinya tidak kurang dari 3500 impuls per menit (58 Hz).

Gergaji beton digunakan jika sambungan yang dibentuk dengan


penggergajian (saw joints) disyaratkan pada pekerjaan.

20.5.6 Pengolahan PerkerasanBeton

Beton dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis sehingga


dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan. Pencampuran harus
dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang akurat untuk
mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakm dalam penakaran.

Campuran pertama adalah agregat dan semen yang telah di takar, dan
selanjulnya alat pencampur dijalanksm sebelum air ditambahkan. Waktu
pencampuran harus diukur pada saat air mulai dimasukkan ke dalam campuran
bahan kering. Seluruh air yang diperlukan harus dimasukkan sebetum waktu
pencampuran setelah berlangsung seperempat bagian. Waktu pencampuran untuk
mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang haruslah 1,5 menit; untuk mesin yang lebih
besar waktu harus ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
Penggunaan pencampuran bahan dengan cara manual hanya untuk beton non-
struktural.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |703


20.5.6.1 Persiapan Pengecoran

Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain
yang dimasukkan ke dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah
dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran. Termasuk
perkuatan pada acuan yang digunakan dan dibasahi dengan air atau diolesi minyak
di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan bekas.

20.5.6.2 Ketentuan Pengecoran

Pengecoran beton tanpa berhenti sampai dengan sambungan konstruksi


(construction joint) atau sampai pekerjaan selesai. Beton dicor sedemikian rupa
hingga terhindar dari segregasi partikel kasar dan halus dari campuran dan acuan
sedekat mungkin dengan bahan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton untuk
mencegah pengaliran yang tidak boleh melampaui satu meter dari tempat awal
pengecoran.

Beton yang dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit
dan penulangan yang rapat, maka dicor dalam lapisan-lapisan horisontal dengan
tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton, tinggi pengecoran dapat 30 cm
menerus sepanjang seluruh keliling struktur. Beton tidak boleh jatuh bebas ke
dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari 150 cm. Beton tidak boleh dicor
langsung dalam air dan jika pemompaan tidak dapat dilakukan dalam waktu 48 jam
setelah pengecoran, maka beton dicor dengan menggunakan Tremi atau metode
drop-bottom-bucket.

Tremi yang digunakan merupakan tremi kedap air dan mempunyai ukuran
yang cukup sehingga memungkinkan pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi
penuh selama pengecoran. Bilamana aliran beton terhambat maka Tremi ditarik
sedikit dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Tremi atau
Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di bawah permukaan
beton yang telah dicor sebelumnya.

Kecepatan pengecoran sedemikian rupa hingga campuran beton yang telah


dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang baru.
Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor,
704 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan
rapuh dan telah disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum pengecoran
beton baru ini, bidang-bidang kontak beton lama disapu dengan adukan semen
dengan carnpuran yang sesuai dengan betonnya. Air tidak boleh dialirkan di atas
atau dinaikkan ke permukaan pekerjaan beton dalam waktu 24 jam setelah
pengecoran.

Pengecoran beton siklop yang terdiri dari campuran beton kelas fc ' 15 MPa
atau K175 dengan batu-batu pecah ukuran besar. Batu-batu ini diletakkan dengan
hati-hati, tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara
berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-
pasangan lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus cukup dibasahi
sebelum ditempatkan.

Volume total batu pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total volume
pekerjaan beton siklop. Untuk dinding-dinding penahan tanah atau pilar yang lebih
tebal dari 60 cm dapat digunakan batu-batu pecah berukuran maksimum 25 cm,
tiap batu harus cukup dilindungi dengan adukan beton setebal 15 cm; batu pecah
tidak boleh lebih dekat dari 30 cm dalam jarak terhadap permukaan atau 15 cm
dalam jarak terhadap permukaan yang akan dilindungi dengan beton penutup
(caping;).

20.5.6.3 Sambungan Konstruksi (Construction Joint)

Sambungan konstruksi diletakkan sesuai rencana dan tidak ditempatkan


pada pertemuan elemen-elemen struktur terkecuali disyaratkan demikian.
Sambungan konstruksi pada tembok sayap harus dihindari. Semua sambungan
konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya
diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.

Sambungan vertikal jikadiperlukan, baja tulangan menerus melewati


sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit. Lidah alur
disediakan pada sambungan konstruksi dengan ke dalaman paling sedikit 4 cm
untuk dinding, pelat dan antara telapak fondasi dan dinding. Untuk pelat yang
terletak di atas permukaan, sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |705


sehingga pelat-pelat mempunyai luas tidak melampaui 40 m 2, dengan dimensi yang
lebih besar tidak melampaui 1,2 kali dirnensi yang lebih kecil.

Bahan tambahan (aditif) dapat digunakan untuk pelekatan pada sambungan


konstruksi, cara pengerjaannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
Pada air asin atau mengandung gararn, sambungan konstruksi tidak
diperkenankan pada tempat-tempat 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm
di atas muka air tertinggi.

(1) Sambungan Memanjang

Sambungan memaniang untuk Perkerasan Beton Semen menggunakan


batang baja ulir dengan panjang, ukuran, dan jarak yang disyaratkan dan
diletakkan tegak lurus dengan sambungan memanjang memakai peralatan mekanis
atau dipasang dengan besi penahan (chair) atau penahan lainnya untuk mencegah
pergeseran. Batang pengikat (tie bars) tersebut tidak boleh dicat ataudilapisi aspal
atau bahan lain atau dimasukkan dalam tabung atau sleeves kecuali untuk
keperluan sambungan pada pelebaran lanjutan.

Bila lajur perkerasan yang bersebelahan dilaksanakan terpisah, acuan


samping terbuat dari baja harus digunakan untuk membentuk lidah dan alur
(keyway) sepanjang sambungan konstruksi. Baja pengikat, kecuali yang terbuat
dari baja rel, dapat dibengkokkan dengan sudut tegak terhadap acuan dari lajur
pertama yang dilaksanakan dan diluruskan kembali sampai posisi tertentu sebelum
beton lajur yang bersebelahan dihamparkan atau sebagai pengganti baja pengikat
yang dibengkokkan dapat digunakan 2 batang baja pengikat yang disambung.

Sambungan memanjang acuan (longitudinal form joint) terdiri dari lidah dan
alur yang tegak lurus permukaan tepi perkerasan. Sambungan tersebut harus
dibentuk dengan peralatan secara mekanis maupun secara manual sampai
memenuhi ukuran dan garis yang ditunjukkan dalam Gambar, sewaktu beton masih
dalam tahap plastis. Alur ini harus diisi dengan bahan pracetak yang memanjang
atau diisi dengan bahan penutup yang ditentukan

Sambungan memanjang tengah (longitudinal centre joint) dibuat sedemikian


rupa sehingga ujungnya berhubungan dengan sambungan melintang (transverse

706 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
joint), bila ada. Sambungan memanjang hasil penggergajian (longitudinal sawn
joint) dilakukan dengan pemotong beton sampai kedalaman, lebar dan garis yang
direncanakan. Garis bantu atau alat bantu digunakan untuk menjamin hasil
pemotongan sambungan memanjang sesuaidan digergaji sebelum berakhirnya
masa perawatan beton, atau segera sesudahnya sebelum peralatan atau
kendaraan diperbolehkan melintasi perkerasan beton baru tersebut. Daerah yang
digergaji harus dibersihkan dan jika perlu sambungan tersebut harus segera diisi
dengan bahan penutup (sealer).

Sambungan memanjang tipe sisipan permanen (longitudinal permanent


insert type joint) dibentuk dengan memasang bahan lentur yang memanjang (strip)
yang tidak bereaksi secara kimiawi dengan bahan-bahan kimia dalam beton. Lebar
bahan memanjang (strip) ini cukup untuk membentuk bidang yang diperlemah
dengan kedalaman yang sesuai. Sambungan dengan tipe bidang yang diperlemah
(weaken plane type joint) tidak perlu dipotong (digergaji). Ketebalan bahan
memanjang (strip) tidak kurang dari 0,5 mm dan disisipkan memakai peralatan
mekanik sehingga bahan dapat dipasang secara menerus (tidak terputus). Bagian
permukaan bahan memanjang ditempatkan di bawah permukaan perkerasan yang
telah selesai.

Bahan memanjang (strip) yang disisipkan ini tidak boleh dibentuk ulang dari
posisi vertikal selama pemasangan atau karena operasi pekerjaan penyelesaian
yang dilaksanakan pada beton. Alinyemen sambungan sejajar dengan garis sumbu
jalan dan bebas dari ketidakteraturan setempat. Alat pemasangan mekanik untuk
menggetarkan beton selama bahan memanjang tersebut disisipkan, sedemikian
rupa agar beton yang tergetar kembali rata sepanjang tepi bahan memanjang
(strip) tersebut tanpa menimbulkan segregasi atau rongga udara.

(2) Sambungan Memanjang Ekspansi Melintang (Transverse Expansion


Joint)

Filler (bahan pengisi) untuk sambungan ekspansi (expansion joint filler)


menerus dari acuan ke acuan, dibentuk sampai tanah dasar dan dibentuk pada
lidahalur sepanjang acuan. Filler sambungan pracetak (preform joint Jiller)
disediakan dengan panjang sama dengan lebar satu lajur.
Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |707
Filler sambungan ditempatkan pada posisi vertikal dan menjaga agar filler
tetap pada garis dan alinyemen yang semestinya, selama penghamparan dan
penyelesaian pekerjaan beton. Sambungan yang telah selesai tidak berbeda lebih
dari 5 mm pada alinemen horisontal terhadap suatu garis lurus. Bila filler
sambungan adalah bagian-bagian yang dirakit, maka di antara unit-unit yang
bersebelahan tidak boleh terdapat celah. Sumbat atau gurnpalan beton tidak
diperkenankan di manapun dalam rongga ekspansi.

(3) Sambungan Susut Melintang (Transverse Contraction Joint)

Sambungan ini terdiri dari bidang yang diperlemah dengan membentuk atau
membuat alur dengan pemotongan pada permukaan perkerasan, juga mencakup
perlengkapan untuk memindahkan beban (load transfer assemblies).

Sambungaan Susut Lajur Melintang (Transverse Strip Contraction Joints)


dibentuk dengan memasang bagian lajur melintang (strip). Alur yang dibentuk
(Formed Grooves) dibuat dengan menekankan perlengkapan yang disetujui ke
dalam beton yang masih plastis. Perlengkapan tersebut tetap di tempat sekurang-
kurangnya sampai beton mencapai tahap pengerasan awal, dan kemudian dilepas
tanpa merusak beton di dekatnya, kecuali bilamana perlengkapan tersebut
memang dirancang untuk tetap terpasang pada sambungan.

Sambungan Susut Gergaiian (Sawn Contraction Joint) dibentuk dengan


membuat alur dengan gergaji beton pada permukaan perkerasan dengan lebar,
kedalaman, jarak dan garis sesuai dengan rencana. Penggergajian untuk
membentuk sambungan dilakukan sesegera mungkin setelah beton cukup
mengeras agar pengergajian dapat dilakukan dengan hasil yang rapih tanpa
menimbulkan keretakan, dan umumnya tidak kurang dari 4 jam tetapi dalam segala
hal tidak lebih dari 10 jam setelah pemadatan akhir beton, diambil mana yang lebih
pendek waktunya. Semua sambungan dibentuk dengan pemotongan sebelum
terjadi retak susut yang tidak terkendali. Bila perlu, operasi penggergajian harus
dilakukan siang dan malam dalam cuaca apapun. Penggergajian untuk membentuk
sambungan ditangguhkan bilamana keretakan terjadi pada atau dekat lokasi
gergajian pada saat sebelum digergaji. Penggergajian untuk membentuk
sambungan tidak dilanjutkan bilamana keretakan meluas di depan gergaji.
708 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Bilamana terjadi kondisi ekstrim sedemikian hingga tidaklah praktis untuk
mencegah keretakan dengan penggergajian yang lebih dini, alur sambungan
kontraksi harus dibuat sebelum beton mencapai pengerasan tahapawal
sebagaimana disebutkan diatas. Secara umum, setiap sambungan dibentuk
dengan penggergajian yang berurutan dan teratur.

Sambungan Susut Melintang yang dibentuk Dengan Acuan (Transverse


Formed Contraction Joints) dibentuk dengan cara yang sama seperti sambungan
memanjang yang dibentuk dengan acuan (longitudinalformedjoints).

Sambungan Konstruksi Melintang (Transverse Construction Joints) dibuat


bila pekerjaan beton berhenti lebih dari 30 menit. (sebelum terjadinya pengikatan
awal). Sambungan konstruksi melintang tidak boleh dibuat pada jarak kurang dari
1,8 meter dari sambungan muai, sambungan susut, atau bidang yang diperlemah
lainnya. Jika waktu penghentian campuran beton belum cukup untuk membuat
perkerasan sepanjang minimum 1,8 meter, maka kelebihan beton pada sambungan
sebelumnya harus dipotong dan dibuang. Sambungan konstruksi melintang tidak
kurang dari sepertiga panjang segmen.

(4) Perlengkapan Pemindahan Beban (Load Transfer Devices)

Perlengkapan Pemindahan Beban (Load Transfer Devices) jika digunakan


dowel, maka dipasang sejajar dengan permukaan dan garis sumbu perkerasan
beton, dengan memakai penahan atau perlengkapan logam lainnya yang dibiarkan
tertinggal dalam perkerasan. Ujung dowel dipotong dengan rapi agar
permukaannya rata. Bagian setiap dowel yang diberi pelumas dilapisi sampai
merata dengan bahan aspal atau bahan pelumas lainnya, agar bagian dowel
tersebut tidak ada melekat pada beton. Penutup (selubung) dowel dari PVC atau
logam dipasang pada setiap batang dowel hanya digunakan dengan sambungan
ekspansi. Penutup atau selubung tersebut berukuran pas dengan dowel dan
ujungnya yang tertutup kedap air. Sebagai pengganti rakitan dowel pada
sambungan konstruksi, batang dowel bisa diletakkan dalam seluruh ketebalan
perkerasan dengan perlengkapan mekanik.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |709


Toleransi alinyemen dari masing-masing dowel sebesar + 2 mm untuk dua
per tiga jumlah dowel dalam sambungan, + 4 mm untuk satu dari sisa sepertiga
jumlah dowel dalam sambungan, dan + 2 mm antar dowel yang berdampingan
dalam arah vertikal maupun horisontal. Pada saat pengecoran posisi dowel dijamin
tidak berubah.

(5) Penutup Sambungan (Sealing Joint)

Sambungan ditutup, dengan bahan penutup segera mungkin setelah


periode perawatan beton berakhir dan sebelum perkerasan dibuka untuk lalu lintas.
Sebelum ditutup, setiap sambungan dibersihkan dari bahan yang tidak dikehendaki,
termasuk bahan perawatan (membrane curing compound) dan permukaan
sambungan bersih dan kering ketika diisi dengan bahan penutup.

Bahan penutup (joint sealer) yang digunakan secara panas diaduk selama
pemanasan untuk mencegah terjadinya pemanasan setempat yang berlebihan.
Penuangan dilakukan sedemikian hingga bahan penutup tersebut tidak tumpah
pada permukaan beton yang terekspos. Setiap kelebihan bahan penutup pada
permukaan beton segera disingkirkan dan permukaan perkerasan dibersihkan.
Penggunaan pasir atau bahan lain sebagai bahan peresap terhadap bahan
penutup tidak diperkenankan.

20.5.6.4 Pemadatan Beton

Beton dipadatkan dengan penggetar mekanis dengan penggetaran yang


disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk menjamin
pemadatan yang tepat dan memadai. Tindakan hati-hati pada waktu pemadatan
untuk menentukan bahwa semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan
benar-benar diisi tanpa pemindahan kerangka penulangan, dan setiap rongga
udara dan gelembung udara terisi. Penggetar dibatasi waktu penggunaannya,
sehingga menghasilkan pemadatan yang diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya
segregasi pada agregat.

Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-


kurang nya 5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan dapat
diletakkan di atas acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.
710 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Alat penggetar mekanis yang digerakkan dari dalam berupa jenis pulsating
(berdenyut) dan mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000 putaran per
menit apabila digunakan pada beton yang mempunyai slump 2,5 cm atau kurang,
dengan radius daerah penggetaran tidak kurang dari 45 cm.

Alat penggetar mekanis dari dalam dimasukkan ke dalam beton basah


secara vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar
beton yang baru dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh kedalaman pada
bagian tersebut. Alat penggetar kemudian harus ditarik pelan-pelan dan
dimasukkan kembali pada posisi lain tidak lebih dari 45 cm jaraknya. Alat penggetar
tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 30 detik, juga tidak boleh digunakan
untuk memindah campuran beton ke lokasi lain, serta tidak boleh menyentuh
tulangan beton. Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan
dalam Tabel 20.55

Tabel 20.55: Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam


Kecepatan Pengecoran Beton (m3/jam) Jumlah Alat
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6

20.5.6.5 Pekerjaan Akhir

Acuan tidak dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan
struktur yang sejenis lebih awal30 jam setelah pengecoran beton. Cetakan yang
ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak
boleh dibongkar hingga pengujian menunjukkan bahwa paling sedikit 85 % dari
kekuatan rancangan beton telah dicapai. Untuk memungkinkan pengerjaan akhir,
acuan yang digunakan untuk pekerjaan ornamen, sandaran (railing), dinding
pemisah (parapet), dan permukaan vertikal yang terekspos harus dibongkar dalam
waktu paling sedikit 9 jam setelah pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam,
tergantung pada keadaan cuaca.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |711


Permukaan beton harus dikerjakan segera setelah pembongkaran acuan.
Seluruh perangkat kawat atau logam yang telah digunakan untuk memegang
cetakan, dan cetakan yang melewati badan beton, harus dibuang atau dipotong
kembali paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan beton. Tonjolan mortar dan
ketidakrataan lainnya yang disebabkan oleh sambungan cetakan harus
dibersihkan.

Pengisian lubang besar akibat keropos, pekerjaan harus dipahat (chipping)


sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk permukaan yang tegak lurus
terhadap permukaan beton. Lubang harus dibasahi dengan air dan adukan semen
acian (semen dan air, tanpa pasir) harus dioleskan pada permukaan lubang.

Lubang selanjutnya diisi dan ditumbuk dengan adukan yang kental yang
terdiri dari satu bagian semen dm dua bagian pasir, yang dibuat menyusut
sebelumnya dengan mencampurnya kira-kira 30 menit sebelum dipakai.
Permukaan yang terekspos diselesaikan dengan pekerjaan akhir

(1) Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal
lainnya digaru dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta
ketinggian yang diperlukan segera setelah pengecoran beton dan harus
diselesaikan secara manual sampai halus dan rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau oleh
cara lain yang cocok, sebelum beton mulai mengeras.
(2) Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk
trotoar, harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara
lainnya, sebelum beton mulai mengeras.
(3) Permukaan bukan horisontal yang nampak, yang telah ditambal atau
yang masih belum rata harus digosok dengan batu gerinda yang agak
kasar (medium), dengan menempatkan sedikit adukan semen pada
permukaannya. Adukan terdiri dari semen dan pasir halus yang
dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk pengerjaan
akhir beton. Penggosokan dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas
acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta

712 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
diperoleh permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari
penggosokan dibiarkan tertinggal di tempat.

20.5.6.6 Perawatan Beton

Beton dilindungi dari pengeringan dini, tempe ratur yang terlalu panas, dan
gangguan mekanis. Beton dijaga agar kehilangan kadar air yang terjadi seminimal
mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan
untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan
beton.

Perawtan beton sesegera mungkin setelah beton mulai mengeras, dengan


menyelirnutinya dengan bahan yang dapat menyerap air. Lembaran bahan
penyerap air ini dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 3 hari. Semua bahan
perawat atau lembaran bahan penyerap air harus dibebani atau diikat ke bawah
untuk mencegah permukaan yang terekspos dari aliran udara.

Bilamana digunakan acuan kayu, acuan tersebut dipertahankan basah pada


setiap saat sampai dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-
sambungan dan pengeringan beton. Lalu lintas tidak diperkenankan melewati
permukaan beton dalam 7 hari setelah beton dicor atau setelah beton mencapai
kekuatan minimum yang disyaratkan.

Lantai beton sebagai lapis aus dirawat setelah permukaannya mulai


mengeras dengan cara ditutup oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling
sedikit selama 21 hari atau setelah beton mencapai kekuatan minimum yang
disyaratkan. Beton yang dibuat dengan semen yang mempunyai sifat kekuatan
awal yang tinggi atau beton yang dibuat dengan semen biasa yang ditambah bahan
tambahan(aditif), dibasahi sampai kekuatanya mencapai 70 % dari kekuatan
rancangan beton berumur 28 hari atau setelah beton mencapai kekuatan minimum
yang disyaratkan.

20.5.7 Pengendalian Mutu Di Lapangan

Bahan penyusun beton yang diterima (air, semen, agregat dan bahan
tambahan bila diperlukan) diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan dengan

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |713


mengecek/memeriksa bukti tertulis yang menunjukkan bahwa bahan-bahan
tersebut telah sesuai dengan ketentuan persyaratan bahan. Apabila bahan-bahan
yang dibutuhkan jumlahnya cukup banyak dengan pengiriman yang terus menerus,
maka pengujian bahan dilakukan secara berkala selama pelaksanaan dengan
interval maksimum 1000 m 3 untuk gradasi dan maksimum 5000m 3 untuk abrasi.
Pengujian semen dengan interval setiap maksimum pengiriman 300 ton.

20.5.7.1 Pengujian Kelecakan (Workability)

Pengujian "slump", dilaksanakan pada setiap adukan beton yang dihasilkan


dan dilakukan sesaat sebelum pengecoran, minimal satu kali atau lebih. Kelecakan
(workability) dan tekstur campuran sedemikian rupa sehingga beton dapat dicor
pada pekerjaan tanpa membentuk rongga, celah, gelembung udara atau
gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat pembongkaran acuan
diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.

20.5.7.2 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan benda uji beton merupakan hasil dari nilai rata-rata
dari dua nilai kuat tekan benda uji dalam satu set benda uji (1 set = 3 buah benda
uji ), yang selisih nilai antara keduanya <5% untuk satu umur, untuk setiap kuat
tekan beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah pada tiap
hari pengecoran.

Benda uji beton berupa silinder dengan diameter 150 rnm dan tinggi 300
mm atau kubus 150 x 150 x 150 mm, dan dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-
1998. Benda uji tersebut dicetak bersamaan dan diambil dari beton yang akan
dicorkan, dan kemudian dirawat sesuai dengan perawatan yang dilakukan di
laboratorium.

Pencampuran secara manual, maka pada pekerjaan beton dengan jumlah


masing-masing mutu beton < 60 m3 diperoleh satu hasil uji untuk setiap maksimum
5 m3 beton dengan minimum satu hasil uji tiap hari. Jumlah hasil pengujian tidak
boleh kurang dari empat hasil untuk masing-masing umur. Apabila pekerjaan beton

714 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
mencapai jumlah > 60 m 3, maka untuk setiap maksimum 10 m 3 beton berikutnya
setelah jumlah 60 m3 tercapai diperoleh satu hasil uji.

Tabel 20.56: Ketentuan Kuat Tekan


Mutu Beton Kuat Tekan Karakteristik (𝑘𝑔/𝑐𝑚2 )
′ ′
𝑓𝑐 (𝑀𝑃𝑎) 𝜎𝑏𝑘 (𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ) Benda Uji Silinder Benda Uji Kubus
150 mm – 300 mm 150 x 150 x 150 mm
50 K600 500 600
45 K500 450 500
40 K450 400 450
35 K400 350 400
30 K350 300 350
25 K300 250 300
20 K250 200 250
15 K175 150 175
10 K125 100 125
Pengecoran hasil produksi ready mix, maka pada pekerjaan beton dengan
jumlah masing-masing mutu <60 m3 diperoleh satu hasil uji untuk setiap maksimum
15 m3 beton secara acak, dengan minimum satu hasil uji tiap hari dan jumlah hasil
pengujian tidak boleh kurang dari empat. Apabila pekerjaan beton mencapai jumlah
> 60 m3, maka untuk setiap maksimum 20 m 3 beton berikutnya setelah jumlah 60
m3 tercapai diperoleh satu hasil uji.

Beton yang digunakan dalam pekerjaan memenuhi kuat tekan yang


disyaratkan dalam Tabel 20.56. Kuat tekan karakteristik beton dihitung dengan
menggunakan Persamaan 20.3.

𝑓𝑐𝑘 = 𝑓𝑐𝑚 − 𝑘. 𝑆 atau 𝜎𝑏𝑘 = 𝜎𝑏𝑚 − 𝑘. 𝑆 (20.3)

Dimana𝑓𝑐𝑘 adalah kuat tekan karakteristik beton untuk benda uji silinder dan 𝜎𝑏𝑘
untuk benda uji kubus. 𝑓𝑐𝑚 = kuat tekan rata-rata beton hasil uji silinder dan 𝜎𝑏𝑚
hasil uji kubus. Kuat tekan rata-rata hasil uji dihitung dengan Persamaan 20.4 dan
standar deviasi, 𝑆.dihitung dengan Persamaan 20.5. Nilai, 𝑘 = 1,645untuk tingkat
kepercayaan 95%

𝑓𝑐𝑚 = ∑𝑛𝑖=1 𝑓𝑐𝑖 atau 𝜎𝑏𝑚 = ∑𝑛𝑖=1 𝜎𝑖 (20.4)

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |715


∑𝑛
𝑖=1(𝑓𝑐𝑖 −𝑓𝑐𝑚)
2 ∑𝑛
𝑖=1(𝜎𝑖 −𝜎𝑏𝑚 )
2 (20.5)
𝑆=√ atau 𝑆 = √
𝑛−1 𝑛−1

𝑓𝑐𝑖 adalah nilai hasil pengujian silinder dan 𝜎𝑖 untuk hasil kubus dengan 𝑛banyak
contoh uji.

20.5.7.3 Evaluasi Penerimaan Mutu Beton

Evaluasi mutu beton menggunakan data hasil uji kuat tekan beton dengan
nilai-nilai perbandingan kekuatan yang digunakan untuk keperluan ini disesuaikan
dengan grafik perkembangan kuat tekan campuran sebagai fungsi waktu.

Mutu beton dan mutu pelaksanaan dianggap memenuhi syarat, apabila


dipenuhi syarat-syarat berikut :

(1) Tidak ada lebih dari 5% ada di antara jumlah minimum (20 atau 30) nilai
hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut terjadi kurang dari 𝑓𝑐 ′ atau
𝜎′𝑏𝑘 .
(2) Apabila setelah selesai pengecoran seluruhnya untuk masing-masing
mutu beton dapat terkumpul jumlah minimum benda uji, maka hasil
pemeriksaan benda uji berturut-turut harus memenuhi 𝑓𝑐𝑘 ≥ 𝑓𝑐 ′ atau
𝜎𝑏𝑚 ≥ 𝜎′𝑏𝑘 .
(3) Jika benda uji yang terkumpul kurang dari jumlah minimum yang telah
ditentukan, maka nilai standar deviasi (𝑆) harus ditingkatkan dengan
faktor modifikasi yang diberikan dalam Tabel 20.57.
(4) Apabila setelah selesai pengecoran beton seluruhnya untuk masing-
masing mutu beton terdapat jumlah benda uji kurang dari minimum,
maka apabila tidak dinilai dengan cara evaluasi menurut dalil-dalil
matematika statistik yang lain, tidak boleh satupun nilai rata-rata dari 4
hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut, terjadi tidak kurang dari 1,15
fc'. Masing-masing hasil uji tidak boleh kurang dari 0,85 fc'.

Jika dari hasil perhitungan dengan kuat tekan menunjukkan bahwa


kapasitas daya dukung struktur kurang dari yang disyaratkan, maka apabila
pengecoran belum selesai, pengecoran hams segera dihentikan dan dalam waktu

716 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
singkat dan diadakan pengujian beton inti (core drilling) pada daerah yang
diragukan berdasarkan aturan pengujian yang berlaku. Data uji untuk beton
intiminimum 3 (tiga) buah benda uji padatempat-tempat yang tidak membahayakan
struktur. Syarat penerimaan pengujian beton inti dandianggap memenuhi syarat
untuk melanjutkan pekerjaan:

(1) Tidak boleh ada satupun dari benda uji beton inti mempunyai kekuatan
kurang dari 0,75fc'.
(2) Kuat tekan rata-rata dari pengujian beton inti yang tidak kurang dari
0,85fc’

Jika hasil pengujian bor inti diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat,
maka dilakukan uji beban langsung dengan penuh keahlian. Jika nilai lendutan dan
atau regangan beton yang terukur lebih kecil dari yang diijinkan pada beban layan
maka bagian konstruksi tersebut dapat dianggap memenuhi syarat. Tetapi apabila
hasilnya tidak mencapai nilai tersebut, maka bagian konstruksi yang bersangkutan
hanya dapat dipertahankan dan pekerjaan yang dihentikan dapat dilanjutkan
kembali setelah dipenuhi salah satu dari kedua tindakan berikut tanpa mengurangi
fungsinya:

(1) mengadakan perubahan-perubahan pada rencana semula sehingga


pengaruh beban pada konstruksi tersebut dapat dikurangi;
(2) mengadakan perkuatan-perkuatan pada bagian konstruksi tersebut
dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan;

Jika hasil uji beban langsung tidak terpenuhi maka dilakukan pembongkaran
beton dari konstruksi tersebut.

Tabel 20.57: Faktor Modifikasi Standar Deviasi Kuat Tekan Beton


Jumlah Hasil Uji minimum 20 Buah Jumlah Hasil Uji minimum 20 Buah
Jumlha Hasil Uji Faktor Modifikasi Jumlha Hasil Uji Faktor Modifikasi
- - 10 1,36
- - 11 1,31
- - 12 1,27
- - 13 1,24
- - 14 1,21
- - 15 1,18

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |717


- - 16 1,16
- - 17 1,14
8 1,37 18 1,12
9 1,29 19 1,11
10 1,23 20 1,09
11 1,19 21 1,08
12 1,15 22 1,07
13 1,12 23 1,06
14 1,10 24 1,05
15 1,07 25 1,04
16 1,06 26 1,03
17 1,04 27 1,02
18 1,03 28 1,02
19 1,01 29 1,01
20 1,00 30 1,00

20.6 Lapis Pondasi

Lapis pondasi dapat terdiri dari lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain sebagai bagian dari konstruksi perkerasan
untuk mendukung dan menyebarkan beban roda, mencapai efisiensi penggunaan
material yang relatip murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi
tebalnya (penghematan biaya konstruksi), dan untuk mencegah tanah dasar masuk
kedalam lapis pondasi serta sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar.

Lapis pondasi atas antara lain sebagai bagian perkerasan yang menahan
beban roda, dan sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. Bahan-bahan
untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan
beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai
bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-
baiknya terhadappersyaratan teknik.

Jenis tipe tanah setempat yang memliliki nilai California Bearing Ratio
(CBR) lebih dari atau sama dengan 50% dan nilai Plastisitas Indek (PI kurang dari

718 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
atau sama dengan 4%) yang relatip lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan pondasi atas.

Stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur atau semen dapat digunakan


sebagai pondasi atas atau dapat menggunakan batu pecah dan kerikil pecah agar
dapat memberikan kekuatan terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
lapis pondasi agregat, Pondasi Macadam, Pondasi Telford, penetrasi Macadam
(Lapen), dan Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated
Base).

Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) adalah lapis perkerasan yang


terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah
(subbase) yang berfungsi sebagai :

(1) Bagian dari konstruksi perkerasanuntukmenyebarkan beban roda ke


tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR ( 20 % dan
Plastisitas Indeks (PI) >10 %.
(2) Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
(3) Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
(4) Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
(5) Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa hams segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahanya daya
dukung tanah dasar menahan roda-roda alat berat.
(6) Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.

20.6.1 Lapis Pondasi Agregat

Lapis pondasi agregrat meliputi pekerjaan pemecahan, pengayakan,


pemisahan, pencampuran dan operasi lainnya yang perlu untuk menghasilkan suatu
bahan agregat yang memenuhi ketentuan.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |719


Agregat bergradasi baik, dapat dibagi atas batu pecah kelas A, batu pecah
kelas B dan batu pecah kelas S. Batu pecah kelas A mempunyai gradasi yang lebih
kasar dari batu pecah kelas B, dan batu pecah kelas B lebih kasar dari batu pecah
kelas S. Kriteria dari masing-masing jenis lapisan di atas dapat diperoleh pada
spesifikasi yang diberikan. Sebagai contoh diberikan persyaratan gradasi dari
lapisan pondasi atas kelas B. Lapis pondasi kelas B terdiri dari campuran kerikil
dan kerikil pecah atau batu pecah dengan berat jenis yang seragam dengan pasir,
lanau atau lempung dengan persyaratan gradasi seperti Tabel 20.58 dimana
partikel yang mempunyai diameter kurang dari 0,02 mm harus tidak lebih dari 3 %
dari berat total contoh bahan yang diuji.

Tabel 20.58: Persyaratan Gradasi Agregat untul Lapis Pondasi


ASTM Standard Sieve Persentase Berat Butir Lolos
ASTM (mm) Kelas A Kelas B Kelas S
2” 50 100
1,5 " 37,5 100 88 – 95 100

1" 25 79– 85 70 – 85 89 – 100


0,75 9,6 44 – 58 30 – 65 55 – 90
NO.4 4,8 29 – 44 25 – 55 40 – 75
NO. 10 2 17 – 30 15 – 40 26 – 59
NO.40 0,425 7 – 17 8 – 20 12 – 33
N0.200 0,075 2–8 2–8 4 – 22

Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk lapisan
di bawah lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agregat Kelas B adalah untuk Lapis
Pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan untuk bahu jalan tanpa
penutup.

Fraksi agregat kasar yang tertahan pada ayakan 4,75 mm terdiri dari partikel
atau pecahan batu atau kerikil yang keras dan awet. Jik agregat kasar berasal dari
kerikil maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas A mempunyai 100% berat agregat
kasar dengan angularitas 95/90yaitu menunjukkan bahwa 95% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah dua atau lebih.

720 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Lapis Pondasi Agregat Kelas B yang berasal dari kerikil mempunyai 60% berat
agregat kasar dengan angularitas 95/90.

Fraksi agregat halus yang lolos ayakan 4,75 rnm terdiri dari partikel pasir alami
atau batu pecah halus dan partikel halus lainnya. Fraksi bahan yang lolos ayakan
No.200 tidak boleh melampaui dua per tiga fraksi bahan yang lolos ayakan No.40.

Seluruh lapis pondasi agregat merupakan bahan yang bebas dari bahan
organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
setelah dipadatkan memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan pengayakan secara
basah) dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam Tabel 20.59.

Tabel 20.59: Persyaratan Agregat untuk Lapis Pondasi Agregat


Pengujian Metode Kelas A Kelas B Kelas S
Abrasi agregat kasar SNO 2417:2008 Maks. 40% Maks. 40% Maks. 40%
Indek Plastisitas SNI 1966:2008 0–6 6 – 12 4 – 15
Hasil kali Indek plastisitas Maks. 25 - -
dengan Prosentase Lolos
Ayakan No.200
Batas Cair SNI 1967:2008 Maks. 25% Maks. 35% Maks. 35%
Bagian yang lunak SNI 03-4141- Maks. 5% Maks. 5% Maks. 5%
1996
CBR SNI 03-1744- Min. 90% Min. 60% Min. 50%
1989

Pencampuran bahan untuk lapis pondasi agregat memenuhi ketentuan yang


disyaratkan harus dikerjakan di lokasi instalasi pemecah batu atau pencampur yang
disetujui oleh ahli, dengan menggunakan pemasok mekanis (mechanical feeder) yang
telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen-komponen
campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan
melakukan pencampuran di lapangan.

20.6.2 Lapis Pondasi Semen Tanah

Lapis Pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitarnya yang
distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah disiapkan, termasuk
penghamparan, pembentukan, pemadatan, perawatan dan penyelesaian akhir,

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |721


semuanya sesuai dengan ketentuan dan sesuai dengan dimensi dan tipikal penampang
melintang jalan(DPU, 2006).

Semen yang harus digunakan untuk Lapis Pondasi Semen Tanah adalah
Semen Portland Tipe I yang memenuhi ketentuan SNI 15-2049-2004 atau semen tipe
lain yang disetujui. Pengujian mutu dari setiap pengiriman semen yang tiba di
lapangan, dan juga setiap saat untuk semen yang sudah disimpan di lapangan dan
akan digunakan, untuk memastikan apakah semen tersebut rusak atau tidak oleh
setiap kemungkinan selama pengirimanan atau penyimpanan. Semua semen yang
akan digunakan dalam Pekerjaan harus disimpan di tempat penyimpanan di lapangan
sesuai dengan ketentuan penyimpanan semen. Dilakukan pendataan rinci jumlah
semen yang diletakkan di lapangan untuk Percobaan Lapangan Awal (Preliminary Field
Trials).

Air yang digunakan merupakan air tawar, dan bebas dari endapan maupun
larutan atau bahan suspensi yang mungkin dapat merusak pembuatan Lapis Pondasi
Semen Tanah seperti yang sudah ditentukan, dan harus memenuhi ketentuan
yangdisyaratkan dalam SNI 03-6817-2002.

Tanah untuk Lapis Pondasi Semen Tanah tidak ditempatkan, dihampar atau
dihaluskan selama turun hujan, dan penghalusan tidak dilakukan segera setelah hujan
atau denganperkataan lain bilamana kadar air pada bahan tersebut terlalu tinggi untuk
mendapatkan penghalusan yang memenuhi ketentuan.Sebelum penghalusan, tanah
yang cocok digunakan untuk Lapis Pondasi Semen Tanah sesuai dengan ukuran
partikel yang ditentukan untuk ukuran paling besar dari partikel batu lebih kecil dari 75
mm dan kurang dari 50% melewati saringan No.200 dengan pengayakan secara
basah. Setelah penghalusan tanah, batas ukuran partikel diperiksa dan bebas dari
bahan organik yang dapat mengganggu proses hidrasi dari Semen Portland. Sesuai
prosedur SNI 19-6426-2000, pengujian nilai pH-nya setelah berselang satu jam harus
lebih besar dari 12,2 jika pengerasan berjalan lambat (slow hardening) atau kekuatan
campuran semen-tanah yang diperoleh rendah.

Tabel 20.60: Syaratkan Tanah untuk Lapis Pondasi Semen Tanah


Persyaratan Setelah 7 Hari
Pengujian Metode Perawatan
Minimum Target Maksimum
Uji Tekan Bebas (Unconfined SNI 03-6887-2002 20 24 35

722 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Compressive Strength/UCS)
kg/cm2
California Bearing Ratio SNI 03-1744-1989 1001) 1201) 2001)
(CBR) %
Rata-rata Scala Penetration NZS4402: 1988 atau 1,01) 1,31) 2,51)
Resistance (SPR) ASTM D6951 (2003) 1,02) 0,82) 0,42)
melampaui 2/3 tebal atau Lamp.5.4.A
(pukulan/cm) Spesisifikasi Umum
2010
Scala Penetration Resis NZS4402: 1988 atau 0,81) - -
tance (SPR) yang ASTM D6951 (2003) 1,32)
menentukan batas minimum atau Lamp.5.4.A
tebal efektif (pukulan/cm) Spesisifikasi Umum
2010
Pengujian Wetting & Drying
(i) % Kehilangan Berat SNI 13-6427-2000 - - 7
(ii) % Perubahan Volume - - 2
CATATAN:
1)
Angka-angka ini dapat disesuaikan untuk dikalibrasikan dengan angka-angka UCS
yang disyaratkan, mengikuti pengujian kalibrasi untuk setiap jenis tanah baru
2)
Angka kemampuan penetrasi ekivalen dalam cm per pukulan

Tanah dengan plastisitas yang rendah atau tanah laterit yang mempunyai sifat-
sifat kekuatan yang baik, adalah tanah yang cenderung dipilih, daripada tanah yang
berkekuatan rendah, plastisitas tinggi atau tanah mengembang (expansive). Rentang
kadar semen yang disyaratkan 3 % sampai dengan 8 % dari berat tanah asli (yaitu,
sebelum dicampur dengan semen) dalam keadaan kering oven. Tanah yang sifat-
sifatnya tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan dapat digunakan asalkan
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 20.60.

20.6.2.1 Rancangan Campuran Laboratorium (Cara Tekan Bebas/UCS)

Lokasi sumber bahan (borrow pit) baru yang akan digunakan, dan dari waktu ke
waktu selama penggunaan setiap lokasi sumber bahan yang diberikan, dilakukan
percobaan campuran di laboratorium untuk menentukan :

(1) apakah bisa atau tidak membuat Lapis Pondasi Semen Tanah yang memenuhi
ketentuan dalam hal kekuatan dan karakteristik perubahan volume, dapat dibuat
dari tanah yang bersangkutan;
(2) kadar semen yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan sasaran campuran (target
mix strength);

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |723


(3) batas kadar air dan kepadatan yang diperlukan untuk pengendalian pemadatan di
lapangan.

Prosedur untuk rancangan campuran (mix design) ini mencakup langkah-


langkah berikut ini (DPU, 2006):

(1) Tentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan untuk tanah yang
bersangkutan dengan menggunakan paling sedikit empat macam kadar semen
(SNI 6886:2012:Metode uji basah dan uji kering campuran tanah-semen
dipadatkan) dan gambarkan hasil pengujian dalam bentuk Grafik seperti
Gambar C20.5. Puncak dari setiap kurva hubungan kadar air- kepadatan
menyatakan Kepadatan Kering Maksimum (Maximum Dry Density/MDD) dan
Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content/OMC) untuk kadar semen yang
digunakan.

Contoh C20.4

Hasil uji kepadatan tanah dengan kadar semen 3% menggunakan mold


(cetakan) dengan diameter 122 mm dan tinggi 178 mm, menghasilkan data seperti
Tabel C20.6 dengan berat jenis tanah (Gs) = 2,420 Tentukan kepadatan dan kadar
air optimumnya?

Tabel C20.6: Hasil Uji Kepadatan untuk Variasi Penambahan Air


Jumlah Air cc 500 650 800 950 1.100
Jumlah Pukulan kali 56 56 56 56 56
Jumlah Lapisan kali 5 5 5 5 5
Berat Mold + Tanah gram 7.300 7.600 7.900 7.850 7.600
Berat Mold gram 4.250 4.250 4.250 4.250 4.250
Berat Tanah Basah gram 3.050 3.350 3.650 3.600 3.350
Pengujian Kadar Air % 14,20 17,18 21,54 22,80 26,39
Penyelesaian:

724 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
1
Volume mold = ( 𝜋𝐷 2 ) 𝐻 = 2081 𝑐𝑚3 , berat tanah kering di hitung dengan
4

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 =
(1 + % 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ)

Volume tanah sama dengan volume mold (cetakan), sehingga berat isi
kering dapat dihitung

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐼𝑠𝑖 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝛾𝑑 ) =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ

berat jenis tanah (Gs) = 2,420, berat isi air (𝛾𝑤 ) = 1 gr/cm3. Berat volume
kering maksimum (teoretis) pada suatu kadar air tertentu dengan kondisi zero air
voids (pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali) dapat dicari dengan
𝛾𝑤
𝛾𝑍𝐴𝑉 = 1
(𝑤 + )
𝐺𝑠

Dimana 𝑤 adalah prosentase kadar air dan 𝐺𝑠 = 2,420 berat jenis tanah uji,
dari data hasil uji dibuat tabulasi hitungannya.

Tabel C20.7: Hitungan Berat Isi Kering dan Zero Air Void
Kadar Air % 14,20 17,18 21,54 22,80 26,39
Berat Tanah kering gram 2.671 2.859 3.003 2.932 2.651
Berat Isi Kering gr/cm3 1,284 1,374 1,443 1,409 1,274
Zero Air Void (ZAV) 1,801 1,709 1,591 1,559 1,477

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |725


Gambar C20.4: Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air

Menggunakan Tabel C20.7 dibuat hubungan antara kadar air dengan berat
isi kering dan berat isi zero air void seperi Gambar C20.4, didapatkan kepadatan
optimum sebesar 1,435 gr/cm3 dengan kadar air optimum sebesar 21% untuk
pencampuran stabilisasi tanah dengan kadar semen dalam berat sebesar 3%.
Untuk prosentase kadar semen yang berbeda dilakukan cara yang sama.

Contoh C20.5

Hasil uji kepadatan tanah dengan variasi kadar semen menghasilkan data
seperti Tabel C20.8 dengan berat jenis tanah (Gs) = 2,420 Tentukan kepadatan dan
kadar air optimumnya untuk masing-masing variasi kadar semen?

726 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel C20.8: Hasil Uji Kepadatan dan kadar Air untuk Variasi Penambahan Kadar
Semen
Kadar Semen 3%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,284 1,374 1,443 1,409 1,274
Kadar Air (%) 14,20 17,18 21,54 22,80 26,39
Zero Air Void 1,801 1,709 1,591 1,559 1,477
Kadar Semen 5%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,304 1,380 1,452 1,395 1,250
Kadar Air (%) 12,75 15,35 19,05 22,15 25,32
Zero Air Void 1,849 1,765 1,656 1,575 1,501
Kadar Semen 6%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,400 1,420 1,465 1,350 1,260
Kadar Air (%) 13,00 14,25 18,75 24,12 26,80
Zero Air Void 1,841 1,799 1,665 1,528 1,468
Kadar Semen 7%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,420 1,475 1,478 1,295 1,267
Kadar Air (%) 12,50 15,55 17,45 24,55 25,32
Zero Air Void 1,858 1,758 1,701 1,518 1,501
Kadar Semen 8%
Berat Isi Kering 1,430 1,475 1,460 1,350 1,260
Kadar Air 13,50 15,25 17,75 21,00 26,80
Zero Air Void 1,824 1,768 1,693 1,605 1,468
Penyelesaian:

Dari dataTabel C20.8 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.5,
didapatkan untuk masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan
optimum untuk variasi kadar semen (Tabel C20.9).

Tabel C20.9: Kepadatan Kering Maksimum (Maximum Dry Density/MDD) dan


Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content/OMC) untuk
Variasi Kadar Semen
Kadar Semen Kepadatan Kering Maksimum Kadar Air Optimum (Optimum
(Maximum Dry Density/MDD) Moisture Content/OMC)
3% 1,443 21,75
5% 1,452 19,50
6% 1,465 18,50
7% 1,478 17,00
8% 1,487 15,50

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |727


Gambar C20.5: Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air pada Variasi
Kadar Semen

Dari dataTabel C20.9 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.6, untuk
masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan optimum dengan
variasi kadar semen.

(2) Masukkan angka-angka dari MDD dan OMC untuk setiap macam kadar semen
seperti pada Grafik Contoh Gambar C20.6dan hubungkan titik-titik pengujian
menjadi kurva yang luwes untuk mendapatkan variasi dari MDD dan OMC
dengan bermacam- macam kadar semen untuk tanah yang bersangkutan. Dari
Gambar C20.6, misalnya didapatkan untuk kadar semen 6,5% kadar air
optimum yang digunakan sebesar 18% dengan berat isi kering sekitar 1,470
gr/cm3.

728 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar C20.6: Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering (MDD) dengan Kadar Air Optimum
(OMC) dengan Variasi Kadar Semen

(3) Menggunakan paling sedikit empat macam kadar semen, buatlah serangkaian
benda uji untuk diuji kuat tekannya (Unconfined Compression Strength/UCS)
dimana benda uji ini dipadatkan sampai dengan MDD dan OMC seperti yang
ditentukan pada contoh Gambar C20.6di atas. Setelah perawatan selama 7 hari,
ujilah benda-benda uji ini dengan mengikuti prosedur yang diberikan di SNI 03-
6887-2002 dan masukkan angka-angka kekuatan yang diperoleh pada Grafik
sepertiGambar C20.7 dengan kurva yang luwes melalui titik-titik pengujian dan
pilihlah kadar semen pada campuran yang memberikan kekuatan sasaran seperti
yang disyaratkan yaitu kuat tekan target 24 kg/cm2.

Contoh C20.6

Hasil uji kuat tekan (Unconfined Compression Strength/UCS) dengan kadar semen
sesuai Gambar C20.6 menghasilkan data seperti Tabel C20.10. Tentukan Kadar
semennya?

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |729


Tabel C20.10: Hasil uji Unconfined Compression Strength7 Hari dengan
Variasi Kadar Semen
Kadar Semen Unconfined Compression Strength (kg/cm2)
4,0 % 19,25
4,5 % 23,55
5,0 % 26,55
5,5 % 26,85
6,0 % 29,00

Penyelesaian:

Dari data Tabel C20.10 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.7, untuk
masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan optimum dengan
variasi kadar semen.

Gambar C20.7: Hubungan antara kuat Tekan Bebas dengan Kadar Semen

Menggunakan Gambar C20.7 untuk kekuatan tekan disyaratkan yaitu kuat


tekan target sebesar 24 kg/cm2, didapatkan nilai kadar semen sebesar 4,75%.

(4) Masukan angka dari kadar semen campuran yang dipilih itu (Contoh kadar
semen 4,75%) kedalam Grafik 2, yang sudah digambar pada grafik pada contoh
Gambar C20.6, dan tentukan angka MDD dan OMC untuk campuran Semen
Tanah dari kadar semen yang dipilih. Dari contoh Gambar C20.6 didapatkan
nilai untuk kadar semen 4,75%, OMC=19,75% dan MDD=1,450. Gunakan
730 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
nilai- nilai MDD dan OMC ini untuk menentukan kepadatan yang cocok dan batas
kadar air untuk pengendalian pemadatan di lapangan, dan gambarkan batas-
batas tersebut pada Grafik nilai batas spesifikasi sepertiGambar 20.14.

Gambar C20.14: Grafik Pengendalian Kadar Air di Lapangan


(5) Tentukan karakteristik pengembangan dan penyusutan dari campuran semen
tanah dengan pengujian yang sesuai dengan SNI 13-6427-2000 dan banding kan
dengan batas-batas yang diberikan di Tabel 20.60.

20.6.2.2 Rancangan Campuran Laboratorium (Cara CBR)

Rancangan campuran dengan cara CBR hampir sama dengan cara UCS
kecuali pada pengujian nilai UCS diganti dengan pengujian California Bearing Ratio
(CBR) dapat digunakan sebagai alternatif dari pengujian UCS pada langkah (3). Akan
tetapi, khususnya untuk tanah kohesif, karena hasil kekuatan campuran dari pengujian
CBR pada umumnya tidak setepat dari pengujian UCS, dapat dilakukan pengujian UCS
dan CBR setiap ditemukan suatu jenis tanah yang baru, dan dalam membandingkan
hasilnya, jika perlu.

Pengujian CBR jika digunakan, prosedur yang diberikan dalam SNI 1744:2012
(Metode uji CBR laboratorium) menggunakan penumbuk 2,5 kg kecuali setelah
pencetakan benda uji dirawat dengan cara sebagai berikut :

(1) Semua benda uji dimasukkan bersama-sama kedalam suatu kantong plastik
yang besar;
(2) Udara dalam kantung plastik dijaga supaya tetap lembab dengan menempatkan
sebuah panci yang terbuka yang diisi dengan air. Air harus dijaga dengan hati-

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |731


hati agar tidak memercik atau dengan kata lain menghindarkan benda uji
berkontak langsung dengan air;
(3) Kantong plastik tersebut ditutup rapat dan diletakkan di suatu tempat yang
teduh selama tepat 72 jam;
(4) Setelah perawatan selama 72 jam, benda uji tersebut dikeluarkan dari kantong
plastik dan direndam di dalam bak air selama 96 jam, kemudian dilanjutkan
dengan pengujian kekuatan CBR.

20.6.3 Lapis Pondasi Agregat Semen

Lapis pondasi agregat semen digunakan untuk lapis pondasi atas (LPAS) dan
lapis pondasi bawah (LPBAS). Lapis pondasi agregat semen mencakup uraian tentang
persyaratan bahan (agregat, semen dan air). Lapis pondasi agregat semen (LPAS)
adalah agregat kelas A atau agregat kelas B yang diberi campuran semen, sedangkan
lapis pondasi bawah agregat semen (LPBAS) adalah agregat kelas C yang diberi
campuran semen(DPU, 2006).

Lapis pondasi agregat semen ini umumnya digunakan untuk ruas-ruas jalan
yang melayani lalu lintas cukup berat dan padat.

Persyaratan bahan yang digunakan untuk agregat kasar (tertahan pada ayakan
4,75 mm) terdiri atas partikel yang keras dan awet.Agregat kasar Kelas A yang berasal
dari batu kali harus 100 % mempunyai paling sedikit dua bidang pecah. Agregat kasar
Kelas B yang berasal dari batu kali harus 65 % mempunyai paling sedikit satu bidang
pecah.Agregat kasar Kelas C berasal dari kerikil.Agregat halus (lolos ayakan 4,75 mm)
terdiri atas dari partikel pasir atau batu pecah halus.

Semen yang digunakan untuk LPAS dan LPBAS adalah Portland Cement Type
I sesuai dengan persyaratan SNI 15-2049-1994.

Air yang digunakan untuk LPAS dan LPBAS, baik untuk mencampur maupun
untuk merawat merupakan air yang bebas dari minyak, garam, asam, alkali, gula,
tumbuh tumbuhan atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap hasil akhir dan
memenuhi persyaratan dalam Tabel 20.61.Bila dianggap perlu, air diperiksa dengan
cara membandingkan dengan air suling. Perbandingan harus dibuat dengan cara
pemeriksaan semen standar untuk kekekalan waktu pengikatan, kekuatan adukan.
Waktu ikat sama dengan atau lebih besar dari 30 menit, dan berkurangnya kekuatan

732 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
adukan lebih dari 10% bila dibandingkan dengan air suling, sudah cukup sebagai
alasan untuk menolak penggunaan air semacam yang diperiksa tersebut (SNl 03-6817-
2002).

Tabel 20.61:Persyaratan air


Pengujian Nilai Ijin Metode
pH 4,5 - 8,5 AASHTO T26-79
Bahan Organik Maks 2000 ppm AASHTO T26-79
Minyak Mineral < 2% beral semen SNI 06-2502-1991
Kadar Sulfat (Na2SO4) < 10.000 ppm SNI 06-2426-1991
lon Khlorida (NaCl) < 20.000 ppm SNI 06-2431-1991

Agregat untuk untuk LPAS dan LPBAS untuk persyaratan gradasi agregat
campuran yang disajikan pada Tabel 20.62dan memenuhi persyaratan sifat bahan
yang disajikan pada Tabel 20.63.

Tabel 20.62: Persyaratan Gradasi Agregat untul Lapis Pondasi


ASTM Standard Sieve Persentase Berat Butir Lolos
ASTM (mm) Kelas A Kelas B Kelas C
3” 75 100
2” 50 100 75 – 100
1,5 " 37,5 100 88 – 95 60 – 90

1" 25 77– 100 70 – 85 45 – 78


0,75 9,6 44 – 60 30 – 65 25 – 55
NO.4 4,8 27 – 44 25 – 52 13 – 45
NO. 10 2 17 – 30 15 – 40 8 – 36
NO.40 0,425 7 – 17 8 – 20 3 – 23
N0.200 0,075 2–8 2–8 0 – 10

Perencanaan campuran memberikan perbandingan komposisi dengan


beberapa variasi kadar semen dan kadar air. Berdasarkan perbandingan komposisi
dan atas dasar hasil pengujian kekuatan pada umur 7 hari, kekuatan minimum
harus memenuhi persyaratan dalam Tabel 20.64.

Tabel 20.63: Persyaratan Agregat untuk Lapis Pondasi Agregat

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |733


Pengujian Metode Kelas A Kelas B Kelas C
Abrasi agregat kasar SNI 2417:2008 Maks. Maks. Maks.
40% 40% 40%
Indek Plastisitas SNI 1966:2008 0–6 6 – 12 4–9
Hasil kali Indek plastisitas Maks. 25 - -
dengan Prosentase Lolos
Ayakan No.200
Batas Cair SNI 1967:2008 Maks. Maks. Maks.
25% 25% 35%
Bagian yang lunak SNI 03-4141- Maks. 0% Maks. Maks. 1%
1996 1%
CBR SNI 03-1744- Min. 90% Min. Min. 35%
1989 65%
Perbandinqan persen lolos - Maks.2/3 Maks.2/3 Maks.2/3
#200 denqan persen lolos #40

Tabel 20.64:Kuat tekan lapis pondasi agregat semen (LPAS dan LPBAS)
Lapis Pondasi Agregat Kuat Tekan Bebas Umur 7 Hari (kg/cm2)
Semen
Silinder Silinder
(Diameter 70 mm; (Diameter 150 mm;
Tinggi 140 mm) Tinggi 300 mm)
Kelas A 45 75
Kelas B 35 55
Kelas C 30 35

20.6.4 Lapis pondasi beton padat giling (BPG/RCC)

Lapis pondasi beton pada giling (BPG) atau Roller Compacted Concrete
(RCC) adalah salah satu jenis lapis pondasi agregat yang distabilisasi dengan
semen disamping lapis pondasi agregat semen (LPAS) dan lapis pondasi bawah
agregat semen (LPBAS).Lapis pondasi beton padat giling (BPG) adalah campuran
agregat, semen dan air yang kental atau "slump nol", disamping itu memiliki gradasi
agregat campuran yang khusus atau tidak sama dengan gradasi campuran untuk
LPAS ataupun LPBAS.

Tabel 20.65:Persyaratan mutu agregat untuk Lapis pondasi beton pada giling
(BPG)(DPU, 2006)

734 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Pengujian Metode Persyaratan
Agregat Kasar Agregat Halus
Gumpalan Lempung SNI 03-4141-1996 Maks. 2% Maks. 1%
Partikel Ringan SNI 03-3416-1994 Maks. 1% Maks. 0,5%
Pelapukan (MgSO4) SNI 03-3407-1994 Maks. 18% Maks. 18%
Bahan Organik (ASTM C 33) ASTM C.40 & C87 - 0%
Abrasi dengan Los Angelos SNI 03-2417-1990 Maks.40 -
Persyaratan bahan untuk agregat kasar yang digunakan dapat berupa
kerikil pecah, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus harus
bersih, keras dan awet. Agregat halus yang digunakan dapat berupa abu batu,
pasir alam atau kombinasi dari keduanya. Partikel agregat kasar harus bersudut
atau kubikal, paling sedikit 75% partikel agregat kasar dari tiap fraksi harus
mempunyai 2 bidang pecah. Persyaratan mutu agregat kasar dan agregat halus
adalah seperti pada Tabel 20.65.

Persyaratan gradasi agregat campuran adalah merupakan gabungan antara


agregat kasar, halus serta bahan pengikat diperlihatkan pada Tabel 20.66.

Tabel 20.66: Persyaratan Gradasi Agregat untul Lapis Pondasi


Ukuran Saringan Prosentase Lolos
Butir Maks.16 mm Butir Maks.20 mm
25 100
20 100 85 – 100
16 88 – 100 75 – 100
10 70 – 87 60 – 83
5 50 – 70 42 – 63
2 35 – 50 30 – 47
0,040 18 – 30 15 – 27
0,080 10 - 20 9 – 19

Bahan pengikat (cementious material) dapat berupa semen portland, atau


gabungan dari semen portland dan pozzolan, ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu:
(1) Semen yang digunakan adalah semen portland jenis I atau ll, sesuai dengan Sll-
0013-1981 atau SNI 15-2049-1994, sebelum digunakan perlu dilakukan pengujian
waktu ikat awaldari semen, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(2) Pozzolan
adalah bahan pengikat selain semen yang mengandung bahan silika atau yang

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |735


mengandung bahan yang bereaksi dengan CaOH, sebelum digunakan perlu
dilakukan pengujian dan harus memenuhi persyaratan ASTM C 618. Penggunaan
pozzolan adalah maksimum 25o/o dari volume absolut bahan pengikat.

Air yang digunakan untuk BPG, baik untuk mencampur maupun untuk
merawat harus bebas dari minyak, garam, asam, alkali, gula, tumbuh tumbuhan
atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap hasil akhir dan memenuhi
persyaratan dalam Tabel 20.61.

Komposisi masing-masing bahan dalam campuran BPG dilakukan di


laboratorium dengan percobaan pemadatan modified (SNl-1743-1989) dan dapat
dengan pengujian unconfined compressive strength (SNl 03-3638-1994) atau
pengujian flexural strengthlkuat lentur beton normal (SNl 03-4431 -1 997).Jumlah
bahan pengikat dalam BPG berkisar antara antara 300 - 390 kg per meter kubik
yang termasuk pozzolan.

Bila diuji terhadap kuat lentur beton normal (flexural strength) maka
disyaratkan setelah berumur 28 hari harus memiliki kuat lentur beton (flexural
strength) 3,3 MPa, untuk BPG sebagai lapis permukaan dengan volume lalu lintas
rendah dan minimum 2,7 MPa untuk pondas.

20.6.5 Lapis pondasi Tanah Kapur

Lapis pondasi tanah kapur adalah lapis pondasi yang terbuat dari tanah
yang distabilisasi dengan kapur. Stabilisasi tanah dengan kapur adalah campuran
tanah dengan kapur dan air dengan komposisi tertentu sehingga tanah tersebut
memiliki sifat atau daya dukung yang lebih baik dari semula.Tanah yang digunakan
untuk pondasi tanah kapur adalah lempung dan termasuk tanah ekspansif(DPU,
2006).

Perencanaan campuran harus disesuaikan dengan variabilitas material di


lokasi pelaksanaan.Tanah yang digunakan harus memenuhi persyaratan dengan
ukuran partikel yang ditentukan di bawah ini dengan cara pengayakan basah:

(1) Ukuran paling besar dari partikel batu harus lebih kecil dari 75 mm.

736 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(2) Kurang dari 50 % melewati saringan No.200 dengan pengayakan secara
basah.
(3) Setelah penghalusan tanah, batas ukuran partikel harus diperiksa, sehingga
gumpalan tanah bilamana diayak secara kering memenuhi ketentuan Lolos
Ayakan 25 mm sebesar 100% dan Lolos Ayakan No. 4 sebesar 75%.

Persyaratan lapis pondasi tanah kapur sesuai hasil uji di laboratorium untuk
mendapatkan kadar kapur yang menghasilkan kekuatan campuran maksimum
seperti Tabel 20.67.

Tabel 20.67:Persyaratan stabilisasitanah dengan kapur


Pengujian Syarat setelah dirawat 7 Hari
Lapis pondasi atas Lapis pondasi bawah
Kuat Tekan Bebas (kPa), Min.2200 Min.600
SNI 03-6887-2002
CBR (%),SNI 03-1744-1989 Min.80 Min.20

Kapur yang digunakan untuk bahan stabilisasi adalah kapur kembang


(CaO) atau kapur padam (Ca(OH)2). Kapur yang digunakan untuk bahan stabilisasi
harus memenuhi ketentuan sesuai dengan Tabel 20.68.

Tabel 20.68:Persyaratan kapur


Pengujian Kapur
Kapur Kembang Kapur Padam
Magnesium dan Karbon Oksida >92% >95%
Karbon Dioksida <3% <5%
<10% <7%
Kehalusan Butir - <12% (2 mikron)
Air yang digunakan harus bersih, tidak mengandung asam, alkali, bahan
organik, minyak, sulfat dan khlorida di atas nilai yang diijinkan, sesuai dengan
Tabel 20.61. Jika kadar air tanah lebih besar dari 50% harus digunakan kapur
kembang (CaO).,

20.7 Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari


sifat-sifat dan daya dultung tanah dasar. Masalah tanah dasar umumnya

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |737


perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas dan sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air. Selain itu daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar
ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda
sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan dan masalah lendutan dan
lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah
tertentu serta tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan
yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan .

Mencegah timbulnya persoalan di atas maka salah satunya tanah dasar


dilakukan stabilisasi untuk perbaikan daya dukungnya dapat menggunakan bahan
semen atau kapur sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku.

Lapisan tanah setebal 50 - 100 cm dimana di atasnya akan diletakkan


lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar (subgrade) yang dapat
berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik), tanah yang
didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan
kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada
kondisi kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selarna umur
rencana. Hal ini dapat dicapai dengan pelengkapan drainase yang memenuhi
syarat.

Lemahnya daya dukung tanah dasar atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca dengan jenis
tipe tanah setempat yang memliliki nilai California Bearing Ratio (CBR) lebih dari
atau sama dengan 20% dan nilai Plastisitas Indek (PI kurang dari atau sama
dengan 10%) yang relatip lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur atau semen
sangat dianjurkan, agar dapat memberikan kekuatan terhadap kestabilan
konstruksi perkerasan.

Metode ini awalnya diciptakan oleh O.J poter kemudian di kembangkan oleh
California State Highway Departement, kemudian dikembangkan dan dimodifikasi
oleh Corps insinyur-isinyur tentara Amerika Serikat (U.S Army Corps of Engineers).
738 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Metode ini mengombinasikan percobaan pembebanan penetrasi di laboratorium
atau di lapangan dengan rencana Empiris untuk menentukan tebal lapisan
perkerasan. Hal ini digunakan sebagai metode perencanaan perkerasan lentur
(flexible pavement) suatu jalan. Tebal suatu bagian perkerasan ditentukan oleh nilai
CBR.

CBR adalah perbandingan beban penetrasi pada suatu bahan (test load)
dengan beban dan bahan standar (standard load) pada penetrasi dan kecepatan
pembebanan yang sama dan dinyatakan dalam prosentase. Uji CBR dilakukan di
lapangan dan di laboraturium. Uji yang dilakukan di lapangan dilaksanakan setelah
subgrade selesai dimampatkan dan pengukuran di laboratorium dikaitkan dengan
percobaan pemampatan atau CBR design. Harga CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar (daya dukung bahan/tanah) dibandingkan dengan
bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam
memikul beban.

Stabilisasi yang terdiri dari stabilisasi agregat dengan semen (Cement


Treated Base) dan Stabilisasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base); serta
Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base).

Umumnya semua bahan jalan dapat ditingkatkan sifat teknisnya melalui


proses stabilisasi. Adapun bahan pengikat yang digunakan tergantung dari jenis
bahan jalan yang akan distabilisasi, dan sebagai pedoman awal digunakan Tabel
20.69.Penentuan penggunaan bahan pengikat sebagai bahan stabilisasi melalui
penyelidikan laboratorium terlebih dahulu. Bahan pengikat yang digunakan
haruslah salah satu dari komponen atau campuran dari semen portland, semen
yang dimodifikasi (misal: cleanset semen, campuran dari beberapa bahan
tersemenisasi), kapur tohor, kapur padam, polimer dan lain-lain sesuai dengan
spesifikasi. Semen portland yang digunakan adalah semen portland tipe I sesuai
SNI 15-2049-2004. Adapun kapur yang digunakan adalah kapur padam atau kapur
tohor, sesuai SNI 034147-1996. Campuran dari berbagai bahan pengikat
tersemenisasi yang juga dapat digunakan adalah: semen dan kapur; Ground
granulated blast furnace slag (GGBFS) dan kapur; semen, kapur dan abu terbang
(fly ash); kapur dan abu terbang; GGBFS, kapur dan abu terbang(DPU, 2010).

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |739


Air yang digunakan harus bersih, tidak mengandung asam, zat alkali, bahan
organik, minyak, sulfat dan klorida di atas nilai yang diizinkan sesuaiTabel 20.61.

Tabel 20.69:Bahan untuk stabilisasi


Lebih besar 25% Lolos 0,075 mm Lebih kecil 25% Lolos 0,075 mm
Indeks PI< 6
Plastisitas PI x %
PI < 10 10 < PI < 20 PI > 20 PI < 10 P I>10
(PI) Lolos
#75m<60
Jenis
bahan
stabilisasi
Semen
dan
campuran Dianjur dipetimbang Tidak di
Dianjurkan Dianjurkan Dianjurkan
bahan kan kan ajurkan
bersifat
semen

Kapus Dipetim
Tidak di
bang- Dianjurkan Dianjurkan dipetimbangkan Dianjurkan
ajurkan
kan

Polimer Tidak di Tidak di


Dianjurkan Dianjurkan dipetimbangkan Dianjurkan
ajurkan ajurkan

20.7.1 Konstruksi Jalan di Tanah Ekspansif

Penanganan konstruksi jalan di atas tanah ekspansif pada prinsipnya


adalah menjaga agar perubahan kadar air tidak terlalu tinggi atau dengan
mengubah sifat tanah lempung ekspansif menjadi tidak ekspansif. Dengan adanya
perubahan kadar air yang tidak terlalu tinggi dan perubahan sifat ekspansif tanah
pada periode musim hujan dan kemarau, maka tidak terjadi perubahan volume
yang berarti. Metode penanganan tanah ekspansif difokuskan ke dalam dua hal,
yaitu perencanaan konstruksi jalan baru dan perbaikan konstruksi jalan lama.
Usaha penanganan yang paling penting adalah mengupayakan agar tanah
lempung tidak menimbulkan kerusakan pada struktur perkerasan jalan. Oleh
karena itu penanganan harus dilakukan dengan beberapa alternatif, untuk
mengetahui sifat tanah lempung yang akan dicegah atau diubah sifatnya. Berikut ini

740 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
merupakan beberapa alternatif metode-metode konstruksi di atas tanah
ekspansif(DPU, 2005).

Metode penggantian material tanah ekspansif pada prinsipnya merupakan


pengurangan seluruh atau sebagian tanah ekspansif sampai pada kedalaman
tertentu, sehingga fluktuasi kadar air akan terjadi sekitar ketebalan tanah
pengganti. Material tanah pengganti harus terdiri dari tanah yang non ekspansif
agar tidak menimbulkan masalah kembang-susut tanah lagi di bawah konstruksi
jalan. Meskipun demikian masalah akan timbul apabila lapisan tanah yang
berpotensi ekspansif sangat tebal, sehingga penggantian tanah seluruhnya menjadi
tidak ekonomis. Untuk menangani hal tersebut, penentuan kedalaman tanah yang
akan diganti perlu dipertimbangkan terhadap besarnya kekuatan mengembang
yang berlebihan. Berat sendiri timbunan material pengganti harus cukup mampu
menahan gaya angkat tanah ekspansif yang berada di bawah material pengganti,
sehingga pengembangan atau penyusutan tidak lagi berpengaruh terhadap
material di atasnya. Secara teoritis besarnya pengangkatan tanah dapat dihitung
dari hasil uji laboratorium, tetapi pengangkatan tanah di lapangan umumnya kurang
lebih sepertiga dari estimasi hasil uji laboratorium. Kedalaman tanah ekspansif
yang akan diganti minimal setebal 1,0 meter.

Desain drainase merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan


dalam manajemen air pada konstruksi jalan di atas tanah ekspansif. Baik buruknya
kinerja perkerasan jalan tergantung kepada kondisi drainase permukaan maupun
bawah permukaan. Salah satu faktor yang memicu perubahan volume tanah
ekspansif sehingga dapat merusak lapis perkerasan adalah kurang berfungsinya
drainase permukaan. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya genangan air pada
saluran samping, lunaknya tanah pada saluran dan tumbuhnya tanaman atau
pepohonan akibat terendamnya lingkungan sekitarnya. Drainase bawah permukaan
berfungsi untuk mencegah aliran air bebas dan menurunkan muka air tanah. Aliran
air yang menuju ke arah bawah badan jalan akan terhalangi oleh drainase tersebut,
sehingga aliran air akan terputus dan mengalir melalui saluran drainase ke daerah
pembuangan air. Dengan tidak masuknya air ke bawah badan jalan, maka

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |741


pengaruh muka air tanah terhadap lapisan perkerasan akan berkurang, sehingga
perubahan kadar air yang besar akan relatif terjaga.

20.7.2 Stabilisasi Tanah Ekspansif

Penggunaan metode stabilisasi tanah ekspansif bertujuan untuk


menurunkan nilai indeks plastisitas dan potensi mengembang, yaitu dengan
mengurangi persentase butiran halus atau kadar lempungnya.

Stabilisasi menggunakan kapur sebagai bahan penstabilisasi. Kapur dapat


menimbulkan pertukaran ion lemah sodium oleh ion kalsium yang berada pada
permukaan tanah lempung, sehingga persentase partikel halus cenderung menjadi
partikel yang lebih kasar. Metode ini pada prinsipnya adalah mencampur tanah
lempung dengan kapur di lapangan menggunakan peralatan seperti disc harrow
atau small ripper. Banyaknya bahan kapur yang digunakan untuk keperluan
stabilisasi tanah ekspansif berkisar antara 2 – 10% dari berat kering tanah
lempung. Tata cara perencanaan dan pelaksanaan sesuai SNI 033437 dan SNI
03-3439. Metode tiang kapur dapat dilakukan dengan menggali lubang sampai
kedalaman tertentu, kemudian lubang tersebut diisi dengan kapur encer atau kapur
kering. Diameter lubang berkisar antara 15 cm sampai dengan 30 cm dengan jarak
antar titik tengah 1,20 meter sampai dengan 1,50 meter. Metode injeksi ini
dilakukan dengan memasukkan kapur encer ke dalam tanah lempung dengan
menggunakan tekanan, sehingga air kapur dapat bereaksi dengan tanah.

Stabilisasi menggunakan bahan semen dapat meningkatkan butiran tanah


menjadi suatu kesatuan yang lebih keras, sehingga akan terjadi pengurangan nilai
indeks plastisitas, nilai batas cair (LL), dan potensi perubahan volume serta
penambahan nilai batas susut (SL) dan nilai kuat geser tanah. Banyaknya bahan
semen yang digunakan untuk keperluan stabilisasi tanah ekspansif berkisar antara
4 - 6 % dari berat kering tanah lempung. Tata cara perencanaan dan pelaksanaan
sesuai SNI 03-3438-1991 dan SNI 03-3440-1991.

742 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.7.3 Membran untuk Tanah Ekspansif

Penggunaan geo-textile sebagai membran berfungsi untuk mereduksi laju


perubahan kadar air di bawah perkerasan jalan, sehingga harus bersifat kedap air
serta kuat menahan perubahan kondisi tanah. Membran dapat ditempatkan secara
vertikal maupun horisontal tergantung dari bagian tanah ekspansif yang kadar
airnya akan dilindungi. Untuk membran yang ditempatkan secara vertikal,
umumnya dilakukan penekukan ke arah lateral pada tepi ujung bagian atas
sehingga berfungsi sebagai penghalang horisontal.

Membran geosintetik dapat dibuat dari bahan polyethylene, polyvinyl


chlorida (PVC), polypropylene dan geosintetik lainnya yang kedap air.
Geomembran yang ditempatkan di atas tanah dasar harus cukup tebal agar tidak
mudah terkoyak atau terkena benda tajam pada saat penghamparan. Ketebalan
membran yang digunakan minimal 0,25 mm atau 10 mil, dimana mil adalah satuan
tebal geosintetik. Penggunaan membran dengan ketebalan yang kurang dari 0,25
mm memerlukan perhatian khusus untuk menghindari tertusuknya membran pada
saat pemasangannya. Dalam hal ini, sifat ketahanan terhadap reaksi kimia dan
oksidasi harus diperhatikan dalam pemilihan bahan membran yang akan
digunakan.

Pelat beton dapat juga digunakan sebagai membran untuk menjaga


perubahan kadar air yang berlebihan. Penggunaan pelat beton memiliki
keunggulan dibandingkan dengan membran sintetik karena sifat beton yang lebih
kaku. Pelat beton memiliki fungsi ganda, yaitu di samping berfungsi untuk
mengurangi perubahan kadar air, dapat juga berfungsi sebagai penahan gaya
angkat ke atas dari pengembangan tanah ekspansif. Pelat beton yang digunakan
untuk konstruksi bahu jalan atau trotoar harus dilengkapi dengan tulangan yang
saling mengikat agar pelat tidak mudah lepas.

Aspal juga dapat berfungsi sebagai membran, terutama dari jenis


catalytically blown, aspal emulsi dan aspal karet. Secara tidak langsung perkerasan
beraspal dapat berfungsi sebagai membran. Penggunaan campuran aspal–semen
yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai membran adalah sebanyak 5,9
liter/m2. Lembaran aspal yang dibuat di pabrik dengan tebal kurang dari 12 mm
Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |743
juga dapat digunakan sebagai membran. Aspal dengan penetrasi 50-60 digunakan
sebagai membran pembungkus timbunan badan jalan dengan maksud menjaga
kadar air agar tetap konstan sehingga perubahan volume material timbunan dapat
berkurang.

20.7.3.1 Membran Horizontal

Membran horisontal ditempatkan di atas permukaan tanah sedemikian rupa


sehingga lebar membran lebih panjang dari lebar jalan yang dilindungi. Kelebihan
membran yang berada di antara lebar membran yang dipasang dengan lebar jalan
yang dilindungi disebut jarak samping. Pada jarak samping ini perubahan kadar air
dapat menimbulkan pengembangan tanah. Jarak samping berkisar antara 0,60
meter sampai dengan 1,50 meter, atau dapat diambil sebesar kedalaman zona
aktif. Cara pemasangan membran horisontal pada konstruksi jalan diperlihatkan
pada Gambar 20.15.

Gambar 20.15: Membran horisontal pada konstruksi jalan(Snethen, 1979;DPU,2005)

20.7.3.2 Membran Vertikal

Membran vertikal ditempatkan pada kedua sisi jalan yang akan dilindungi
dalam posisi tegak hingga mencapai kedalaman tertentu. Membran ini berfungsi
sebagai penghalang aliran air tanah pada arah horisontal atau menjaga penguapan
744 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
ke samping dari tanah yang berada di bawah badan jalan. Kedalaman membran
harus dipasang minimal dua pertiga dari kedalaman zona aktif, dan kedalaman
minimal pemasangan membran adalah 1,5 meter. Umumnya membran vertikal
lebih efektif dibandingkan dengan membran horisontal. Meskipun demikian, ditinjau
dari segi kepraktisan masing-masing membran memiliki kesulitan yang sama dalam
menentukan jarak samping dan penggalian yang lebih dalam. Cara pemasangan
membran vertikal diperlihatkan pada Gambar 20.16.

Keterangan: Kedalaman potongan melintang membran harus diperdalam hingga


kedalaman zona aktif. Meskipun demikian, jika kondisi tanah, kepraktisan serta
keekonomisan usaha pemasangan ini tidak memberikan keuntungan yang berarti, maka
kedalaman membran harus dikurangi untuk mempermudah pemasangan.

Gambar 20.16: Membran vertikal pada konstruksi jalan (Snethen, 1979;DPU,2005)

20.7.3.3 Membran pembungkus lapisan tanah

Membran pembungkus lapisan tanah (Membranes Encapsulated Soil Layer,


MESL) berfungsi sebagai pembungkus tanah dasar yang dipadatkan. Pada metode
ini tanah yang berada di dalam selubung membran akan memiliki kadar air yang
relatif tetap, akibat kurangnya pengaruh dari perubahan kadar air yang terjadi di
luar membran. Detail membran pembungkus lapisan tanah ditunjukkan pada
Gambar 20.17.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |745


Gambar 20.17:Membran pembungkus lapisan tanah pada konstruksi jalan (Hammit dan
Ahlvin, 1973;DPU,2005)

Pengembangan tanah ekspansif dapat dicegah melalui pemberian beban


yang cukup besar untuk menahan tekanan mengembang. Cara ini hanya dapat
dilakukan untuk tanah lempung yang memiliki tingkat ekspansif yang rendah
sampai dengan sedang. Pengujian lapangan dan laboratorium harus dilakukan
untuk menentukan karakteristik pengembangan tanah. Kondisi lapangan harus
betul-betul dipelajari selama pengujian berlangsung. Apabila tetap terjadi
peningkatan tegangan mengembang, maka penggunaan pembebanan tidak efisien
karena tidak linearnya hubungan antara tegangan dan besarnya pengembangan.
Tekanan mengembang sekitar 25 kPa dapat dijaga pengembangannya dengan
tinggi timbunan 1,3 meter dan fondasi beton. Pada sistem pembebanan ini
diperlukan pembuatan drainase untuk menurunkan muka air tanah agar tanah tidak
bersifat lunak sewaktu pemberian beban berlangsung. Informasi-informasi
tambahan mengenai hal-hal penting yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
metode konstruksi serta belum tercantum di dalam sub-sub pasal di atas dirangkum
pada Tabel 20.70, di bawah ini:

Tabel 20.70: Pertimbangan dalam pemilihan metode konstruksi(DPU, 2005)


Metode Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
Konstruksi
Penggantian  Material pengganti yang digunakan harus bersifat non ekspansif
material serta tidak lolos air
 Tanah tersebut harus dipadatkan melebihi kepadatan tanah
ekspansif untuk mendapatkan daya dukung yang tinggi.
 Jika menggunakan material granular, maka perlu dilakukan
kontrol pengaliran air dari timbunan agar tidak berkumpul pada
material ini.

746 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.70: Pertimbangan dalam pemilihan metode konstruksi(DPU, 2005)
Metode Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
Konstruksi
 Penggalian harus mencapai kedalaman yang dianggap stabil
serta dilindungi dengan menggunakan membran
Stabilisasi  Persentase kapur yang diberikan sebesar 2 – 10 % umumnya
dengan kapur dapat digunakan
 Harus dilakukan pengujian awal terhadap tanah yang akan
distabilisasi untuk menentukan reaksi kapur dan persentase
kapur yang dibutuhkan.
 Kedalaman pencampuran terbatas antara 30 – 45 cm,
tergantung pada peralatan pencampurnya.
 Kapur dapat digunakan dalam bentuk kering maupun encer
(slurry), tetapi penambahan air harus tetap dilakukan.
 Pengawasan kualitas sangat penting dilakukan selama
penggemburan, pencampuran dan pemadatan.
 Stabilisasi dengan kapur harus dilindungi dari air permukaan
dan air tanah karena air tersebut dapat mengeluarkan kapur
dari dalam campuran sehingga tanah akan kehilangan kekuatan
akibat jenuh air
Stabilisasi  Tipe semen yang digunakan adalah semen Portland dengan
dengan semen persentase 4 – 6%, dengan tujuan mengurangi potensi
perubahan volume.
 Pelaksanaan stabilisasi dengan semen sama dengan yang
dilakukan pada stabilisasi dengan kapur.
 Penggunaan stabilisasi dengan semen tidak seefektif stabilisasi
dengan kapur untuk tanah lempung berplastisitas tinggi.
Pelat beton  Trotoar yang terbuat dari pelat beton sebaiknya diberikan
tulangan.
 Sambungan lentur harus dapat menghubungkan trotoar dengan
fondasinya.
 Harus sering dilakukan pemeriksaan terhadap retak dan
kebocoran
Aspal  Membran menerus harus ditempatkan di sepanjang tanah dasar
dan saluran samping apabila aspal digunakan pada konstruksi
jalan raya.
Membran  Membran horisontal harus diperpanjang hingga cukup jauh dari
horisontal perkerasan jalan atau fondasi untuk mencegah pergerakan air
secara horisontal ke dalam tanah fondasi.
 Dibutuhkan kehati-hatian pada saat memasang membran di
atas fondasi, merekatkan sambungan, serta memiringkan
membran hingga berada di bawah dan jauh dari struktur.
 Bahan membran harus tahan lama dan terbuat dar bahan yang
tidak mudah terdegradasi.
 Sambungan yang menghubungkan membran dengan struktur
harus kuat dan tidak tembus air
 Dibutuhkan kemiringan yang cukup untuk mengalirkan drainase

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |747


Tabel 20.70: Pertimbangan dalam pemilihan metode konstruksi(DPU, 2005)
Metode Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
Konstruksi
permukaan langsung dari ujung-ujung membran
Membran  Membran harus dipasang sedalam mungkin sesuai dengan
vertikal peralatan yang digunakan.
 Kedalaman pemasangan minimum yang digunakan adalah
setengah dari kedalaman zona aktif
 Tanah timbunan yang digunakan untuk mengisi parit harus
kedap air.
Membran  Setiap sambungan harus tertutup rapat.
pembungkus  Material yang digunakan harus tahan lama dan kuat terhadap
lapisan tanah urugan pasir.
 Penempatan lapisan pertama di atas membran bawah harus
diawasi untuk mencegah kerusakan
Pembebanan  Apabila tekanan mengembang relatif rendah serta deformasinya
masih dapat ditolerir, maka penggunaan metode pembebanan
ini cukup efektif.
 Diperlukan pengujian tanah untuk menentukan kedalaman
zona aktif dan besarnya tekanan mengembang maksimum yang
akan dibebani.
 Pengawasan drainase sangat diperlukan selama pembebanan
berlangsung untuk mencegah pengaliran air baik pada arah
vertikal maupun horisontal

Pengertian dan Istilah

Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar unnik perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar.
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis
pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
Lapis Pmnukaan adalah bagian permukaan yang paling atas.
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar.
Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim,
yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, .daya dukung tanah dasar dan
perkerasan.
lndek Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan
tebal perkerasan.

748 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar
dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang
diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi
lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal
dengan batu penutup.
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah acmpuran yang terdiri dari agregat
kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremajaan dan filler (bila diperlukan) yang
dicampur, dihampar dan di padatkan secara dingin.
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filer dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan
pasir dengan ukuran butir maksimum 9,6 mm atau 3/8 inch.
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal yang ditaburi dengan satu lapk agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20
mm.
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35
mm.
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan
yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur
dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adaIah pada umumnya merupakan
lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri
dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan
dipadatkan pada temperatur tertentu.
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu
tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan
aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.

Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan |749


750 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
BAGIAN-VII
PERENCANAAN TEBAL LAPIS
PERKERASAN JALAN

Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 751
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 752
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 753

Anda mungkin juga menyukai