Jalan Raya
Modul 2:
SPESIFIKASI BAHAN
PERKERASAN JALAN
Tri Mulyono
Mulyono,T@2017,
Jalan Raya 2
Modul 2: SPESIFIKASI BAHAN PERKERASAN JALAN
Jakarta: Program D3 Transportasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Citied:
Mulyono, Tri (2015), Jalan Raya 2: Modul 2 – Spesifikasi Bahan Perkerasan Jalan,
dalam Infrastruktur Jalan dan Jembatan, Jakarta: Program D3 Transportasi
Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
Contact: trimulyono@unj.ac.id
ii | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
PRAKATA
Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan Modul ini berisi Meteri untuk Program Studi D3 Transportasi Fakutas Teknik
Universitas Negeri Jakarta, 2017, yang tidak terpisahkan dari Buku Jalan Raya 2 yang telah
dipublikasikan.
Modul 1 merupakan rangkaian Modul untuk materi Jalan Raya 2, dimana terbagi
menjadi:
Harapannya Modul ini dapat digunakan sebagai acuan untuk proses belajar-
mengajar Matakuliah Jalan Raya 2. Referensi yang digunakan untuk menyusun Modul
berasal dari beberapa referensi yang berhubungan dengan Jalan yang disesuaikan dengan
kebutuhan akademik. Modul ini juga memuat contoh hitungan dan soal.
Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
dan dapat membantu mahasiswa dalam mendalami tentang apa dan bagaimana Jalan
Raya, dan peranannya dalam Industri Transportasi.
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 613
[Blank Page]
614 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 615
20
SPESIFIKASI BAHAN PERKERASAN JALAN
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 616
Naboppolassar seperti yang tercatat dalam prasasti peninggalannya (National
Asphalt Pavement Associations, 2014; Asphalt-Guide, 2014).
Konstruksi jalan Bangsa Romawi berciri khas lurus dengan empat lapisan.
Lapisan pertama adalah Summa Crusta (permukaan): Halus, blok poligonal
menyatu pada lapisan yang mendasarinya. Kedua adalah lapisan (Nucleus) inti
yaitu jenis lapisan dasar terdiri dari kerikil dan pasir dengan kapur semen. Lapisan
ketiga adalah Rudus yaitu terdiri dari puing-puing batu dan batu yang lebih kecil
diletakan dan diatur dalam mortar kapur, dan keempat lapisan Statumen berbentuk
dua atau tiga lapis batu datar diletakan dalam mortar kapur. Konstruksi umumnya
seperti Gambar 20.1(Thompson L. , 1997; Pavement Interactive, 2008). Sayangnya
jalan itu rusak ketika Romawi mulai runtuh.
618 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
tahun 1877(Asphalt-Guide, 2014). Pada saat ini sedikitnya 90 % jalan utama di
perkotaan selalu menggunakan bahan aspal.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan Kabel. Sebagai negara hukum Indonesia memiliki dasar hukum
berisi tentang ketentuan umum, jalan umum, bagian-bagian jalan dan
pemanfaatannya, izin, rekomendasi dan dispensasi, wewenang, penyelenggaraan
jalan, dokumen jalan, peran masyarakat, jalan khusus, ketentuan peralihan dan
terakhir ketentuan penutup(Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 ).
Jalan perlu diberi perkerasan agar lebih kuat, perkerasan jalan adalah
lapisan struktur jalan yang terletak di atas badan jalan, berfungsi menerima beban
lalu-lintas dan meneruskannya ke badan jalan pada segala kondisi cuaca
(Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, 2013). Perkerasan jalan
dapat terbuat dari campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk
620 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
melayani beban lalu-lintas. Agregat yang dipakai dapat berupa batu pecah, batu
belah, atau batu kali dan bahan ikat yang dipakai dapat berupa aspal (aspal beton),
dan portland cement.
(1) Perkerasan lentur, yaitu lapis keras yang menggunakan aspal sebagai bahan
ikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu-lintas ke tanah dasar.
(2) Perkerasan kaku, yaitu lapis keras yng menggunakan semen pc sebagai
bahan ikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah
dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu-lintas diterima oleh
pelat beton.
(3) Perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan
perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku
atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Gambar 20.5: Perkerasan Kaku sebagai Balok pada pondasi elastis ((Muench, 2003)
622 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar 20.6: Beban yang diterima setiap Lapisan pada Perkerasan Lentur ((Muench,
2003))
624 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
beban lalu–lintas dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya. Konstruksi
perkerasan terdiri darilapisan permukaan, pondasi dan tanah dasar.
Lapis perkerasan yang terdiri atas agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara
disemrotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan jika akan digunakan
sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup. Tebal
20.4.1.2 Agregat
Agregat pokok dan pengunci terdiri dari bahan yang bersih, kuat, awet,
bebas dari lumpur dan benda-benda yang tidak dikehendaki dan memenuhi
ketentuan yang diberikan dalam Tabel 20.2.
626 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
ASTM (mm)
1” 25 100 100 100
¾” 19 95 - 100 95 - 100 95 - 100
3/8” 9,5 0-5 0-5 0-5
Sesuai dengan SNI 03-1968-1990, agregat pokok dan pengunci memenuhi
gradasi yang diberikan Tabel 20.3. Kuantitas agregat dan aspal yang digunakan
dapat merujuk Tabel 20.4.
Agregat kasar dari batu pecah atau kerikil pecah. Agregat halus, dari setiap
sumber, harus terdiri dari pasir atau batu pecah halus atau kombinasi keduanya.
Agregat kasar harus terdiri atas bahan yang bersih, keras, awet dan bebas dari
kotoran dan bahan-bahan lain yang tidak diinginkan dan partikel lolos ayakan
No.200 (0,075 mm) kurang dari 1 % serta memenuhi ketentuan Tabel 20.5.
Agregat halus merupakan butiran yang bersih, keras dan bebas dari
gumpalan atau bola lempung, atau bahan lain yang tidak diinginkan. Batu pecah
halus yang dihasilkan dari pemecahan batu harus memenuhi ketentuan Tabel 20.5.
Pasir dengan partikel lolos ayakan No.200 (0,075 mm) lebih kecil 8 % atau pasir
yang mempunyai nilai setara pasir (sand equivalent) lebih dari 50 yang digunakan
dalam campuran. Bahan Pengisi (Filler) Untuk Campuran Dingin sama seperti
untuk campuran panas (Hot-mix) aspal beton.
Bahan aspal boleh aspal cair atau aspal emulsi yang memenuhi ketentuan
Tabel 20.6. Penambahan minyak tanah untuk memperbaiki kelekatan bahan
pengikat ke agregat campuran dapat dilakukan dengan dicampur sampai merata
dalam aspal cair dan/atau ditambahkan ke agregat dalam peralatan pencampur
628 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sebelum penambahan aspal emulsi atau cair. Menghindari produksi campuran
yang terlalu lambat pengerasannya maka kuantitas minyak tanah yang
ditambahkan harus seminimum mungkin, untuk mencapai penyelimutan aspal pada
seluruh agregat.
Permukaan yang akan ditambal baru akan dilapis dengan campuran aspal
panas atau pelaburan aspal dalam waktu tiga bulan, maka campuran dingin harus
menggunakan aspal emulsi atau luas kurang dari 50 m 2.
Kadar aspal cair, dihitung dengan Persamaan 20.1 dan Kadar aspal emulsi
dengan Persamaan 20.2
630 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sedemikian hingga lalu lintas yang melintasinya diharapkan dapat menanam bahan
taburan tersebut ke dalam aspal dan memperkaku campuran aspal.
Campuran yang mempunyai kadar bitumen yang harus diuji yaitu mengukur
kemampuan bitumen emulsi untuk menyebar secara merata ke seluruh campuran.
Hal ini juga memungkinkan teknisi laboratorium menetapkan tingkat mudahnya
campuran dikerjakan untuk jenis campuran E/10 dengan kadar residual bitumen
(% terhadap berat total campuran) sebesar 3,5; 4,5; 5,5 dan 6,5 . Untuk jenis
campuran E/20 dengan kadar residual bitumen (% terhadap berat total campuran)
sebesar 3,0; 4,0; 5,0 dan 6,0.
Campuran beraspal dingin dengan Asbuton Butir dan peremaja Emulsi ini,
ditujukan untuk ruas-ruas jalan yang melayani lalu lintas sedang, yaitu untuk lalu-
lintas rencana < 1 juta ESA atau LHR < 1000 kendaraan dan jumlah kendaraan truk
maksimum 5%, seperti jalan-jalan Kabupaten (DPU, 2006e).
Campuran lasbutag dihampar bila permukaan kering, jika tidak akan hujan
dan bila permukaan jalan yang disiapkan dalam keadaan dan diperkenankan
antara jam 7 pagi sampai jam 3 sore.
Bahan Asbuton harus dipecah agar memenuhi gradasi dalam Tabel 20.7,
semakin halus pemecahannya semakin baik stabilitas campuran dan semakin
pendek waktu pemeramannya.Kadar air Asbuton pada saat pencampuran dengan
agregat dan bahan peremaja, tidak boleh lebih besar dari 6 %. Kadar aspal
Asbuton ditentukan dengan metode Extraksi Reflux dengan kadar aspal lebih dari
15 % atau dan deviasi standar lebih dari 2 % setelah pencampuran, yang
digunakan. Untuk mengurangi variasi kadar aspal dalam tumpukan bahan Asbuton,
dapat dilakukan pencampuran kembali tumpukan bahan Asbuton di lapangan.
Gradasi bahan Asbuton sebelum ekstraksi dan agregat mineral Asbuton setelah
ekstraksi harus dilaksanakan dengan cara pencucian (washed grading).
Agregat kasar terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah atau kerikil alam
yang bersih, atau campuran dari bahan-bahan tersebut, dan mendekati gradasi
yang diberikan Tabel 20.8. Agregat kasar harus terdiri atas bahan yang bersih,
keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
mempunyai prosentase keausan tidak lebih dari 40 % pada 500 putaran (SNI 03-
632 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
2417-1991). permukaan agregat yang terselimuti aspal tidak boleh kurang dari 95
persen (SNI 03-2417-1991).
Tabel 20.10: Persyaratan Agregat Kasar dan Halus untuk Asbuton campuran
Dingin (DPU, 2006e)
Agregat
Jenis Pengujian Standar Kasar Halus
Nilai Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 % -
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % -
(*)
Angularitas (kedalaman dari SNI 03-6877-2002 95/90 Min. 45
permukaan < 10 cm)
Angularitas (kedalaman dari SNI 03-6877-2002 80/75(*) Min. 45
permukaan ≥ 10 cm)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Maks. 8%
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50% Min. 50%
Catatan :
(*)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau
lebih.
(**)
Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
Agregat pecah dan pasir untuk campuran beraspal dingin dengan asbuton
butir dan peremaja aspal emulsi merupakan bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36
mm), sesuai SNI 03-6819-2002 dan memenuhi persyaratan sesuai Tabel 20.10.
Persyaratan agregat gabungan seperti Tabel 20.11.
Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI 034142-1996 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 %
berat. Jika kapur digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan, proporsi
maksimum yang diijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran beraspal.
634 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.4.3.4 Bahan Peremaja (Modifier)
Minyak berat peremaja harus merupakan minyak yang berasal dari minyak
bumi, dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 20.12. Beberapa
bunker oil, minyak bekas mesin dan Long Residue Aromatis dapat dipakai.
Aspal semen sebagai bahan peremaja dengan Jenis Penetrasi 60/70 atau
80/100 yang memenuhi ketentuan AASHTO M20 - 70. Minyak Pelunak (Cutter Oil)
yang digunakan untuk membuat bahan peremaja yang dicampur di lapangan
haruslah berupa minyak tanah yang memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 20.13.Bahan Tambah (Additive) sebagai bahan adhesi dan anti
pengelupasan harus ditambahkan kedalam bahan peremaja (modifier) sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuatnya dengan waktu pencampuran yang sedemikian
agar diperoleh campuran yang homogen.
Tabel 20.14: Persyaratan campuran beraspal dingin dengan asbuton butir dan
peremaja aspal emulsi (DPU, 2006e)
Sifat Campuran Persyaratan
Jumlah tumbukan per bidang 2 x 50
636 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Catatan :
1)
Tergantung pada kadar CA dari pasir.
2)
Rongga potensial = rongga udara + rongga yang terisi air dan minyak tanah.
3)
Pemadatan Marshall - Prosedur pemadatan laboratorum Metode A : SNI 06-2489-1991, 125 x 2 tumbukan pada
50 ºC.
4)
Pemadatan Marshall - Prosedur pemadatan laboratorum Metode B : SNI 06-2489-1991, 200 x 2 tumbukan pada
90 ºC.
5)
Marshall Quotient didefinisikan sebagai Stabilitas Marshall dibagi dengan kelelehan.
Campuran beraspal dingin dengan asbuton butir dan peremaja aspal emulsi
terdiri atas agregat, filler dan asbuton butir. Sifat campuran beraspal dingin dengan
asbuton butir dan peremaja aspal emulsi harus memenuhi persyaratan sesuai
Tabel 20.14.
Fraksi agregat pecah dan pasir untuk campuran beraspal hangat dengan
Asbuton Butir, paling sedikit untuk kebutuhan satu bulan dan selanjutnya tumpukan
persediaan harus dipertahankan paling sedikit untuk kebutuhan campuran beraspal
hangat dengan Asbuton Butir satu bulan berikutnya. Fraksi agregat kasar harus
batu pecah atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal.
Tabel 20.16: Persyaratan Agregat Kasar dan Halus untuk Asbuton Campuran
Panas(DPU, 2006d).
Agregat
Jenis Pengujian Standar Kasar Halus
Nilai Nilai
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 % -
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % -
Angularitas (kedalaman dari permukaan SNI 03-6877-2002 95/90(*) Min. 45
< 10 cm)
Angularitas (kedalaman dari permukaan SNI 03-6877-2002 80/75(*) Min. 40
≥ 10 cm)
Partikel Pipih dan Lonjong(**) ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 % Maks. 8%
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50% Min. 50%
Catatan :
(*)
95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
638 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(**)
Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
Ukuran maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih
besar dari ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal
maksimum adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas)
dengan bahan tertahan kurang dari 10 %. Agregat kasar harus mempunyai
angularitas yang didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih
besar dari 2,36 mm dengan bidang pecah satu atau lebih. Penyerapan air oleh
agregat maksimum 3 % dan berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan
halus minimum 2,5 dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2.
Agregat Kasar dan halus untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan
No.8 (2,36 mm) dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 20.16.
Peremaja yang digunakan untuk campuran hangat ini adalah minyak berat
(seperti: Short Residu, Flux Oil, Minare D, dll) atau minyak berat yang telah
dimodifiasi dan harus memenuhi persyaratan sesuai Tabel 20.17. Jenis Asbuton
Butir yang dapat digunakan adalah salah satu dari Asbuton Butir yang memenuhi
persyaratan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 20.18.
640 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
No.30 0,600
No.200 0,075 4 - 10 4-8 3–7
Daerah Larangan
No.4 4,75 - - 39,5
No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 -30,8
No.16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1
No.30 0,600 19,1 -23,1 16,7 -20,7 13,6 -17,6
No.50 0,300 15,5 13,7 11,4
Catatan:
Digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas rentang utama yang harus
ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal
maksimum, ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).
Campuran beraspal panas dengan Asbuton olahan ini, ditujukan untuk ruas-
ruas jalan yang melayani lalu lintas berat dan padat, yaitu untuk lalu-lintas rencana
> 10.000.000 ESA atau LHR > 2000 kendaraan dan jumlah kendaraan truk lebih
dari 15%. Di samping itu, untuk ruas-ruas jalan yang memiliki temperatur lapangan
maksimum di atas 60oC, seperti jalan-jalan Nasional (DPU, 2006c).
20.4.5.1 Agregat
Agregat yang akan digunakan dalam pekerjaan harus sedemikian rupa agar
campuran beraspal panas dengan asbuton olahan, yang proporsinya dibuat sesuai
dengan rumus perbandingan campuran dan memenuhi semua ketentuan yang
disyaratkan sama seperti Tabel 20.16.
642 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.21: Persyaratan Aspal Yang Dimodifikasi Dengan Asbuton, Bitumen
Asbuton Modifikasi dan Aspal Keras Pen. 60 (DPU, 2006c)
Persyaratan
Jenis Pengujian Metode Bitumen
Aspal
Asbuton Pen. 60
Modifikasi
Modifikasi
Penetrasi, 25 0C; 100 gr; SNI 06-2456-1991 40 - 60 40 - 60 60 – 79
5 detik; 0,1 mm
Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 Min. 55 Min. 55 48 – 58
Titik Nyala, °C SNI 06-2433-1991 Min. 225 Min. 225 Min. 200
Daktilitas; 25 °C, cm SNI 06-2432-1991 Min. 50 Min. 100 Min. 100
Berat jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 Min. 1,0 Min. 1,0
Kelarutan dalam Trichlor RSNI M-04-2004 Min. 90 Min. 99 Min. 99
Ethylen, % berat
Penurunan Berat (dengan SNI 06-2440-1991 Maks. 1 Maks. 1 Maks. 0,8
TFOT), % berat
Penetrasi setelah SNI 06-2456-1991 Min. 55 Min. 65 Min. 54
kehilangan berat, % asli
Daktilitas setelah TFOT, SNI 06-2432-1991 Min. 25 Min. 50 Min. 25
cm
Mineral Lolos Saringan SNI 03-1968-1990 Min. 90 - -
No. 100, % (Hasil ektrasi)
Laston atau Lapis Aspal Beton adalah lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri atas agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras yang dicampur,
dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Aspal beton merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi
pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan dan
dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan
digunakan. Jika semen aspal, maka pencampuran umumnya antara 145-155°C,
sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal dengan
hotmix(Sukirman, 1999).
Aspal beton adalah beton dengan bahan pengikat aspal yang dicampur
dalam keadaan panas. Campuran terdiri dari aspal, batuan dan filler yang setelah
Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC),
Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran
maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5 mm.
Setiap jenis campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal
dimodifikasi dengan Asbuton atau Aspal Multigrade disebut masing-masing sebagai
AC-WC Modified, dan AC-Base Modified (DPU, 2010).
Beton aspal dapat digunakan untuk lapisan aus (wearing course), perata
(leveling course) dan pondasi (base course). Lapis aus merupakan lapis
perkerasan jalan paling atas, yang menerima dampak langsung dari lalu-lintas.
Lapis perata berada di bawah lapis aus, dan di bawah lapis perata merupakan lapis
pondasi. Lapisan-lapisan ini harus cukup kuat, stabil dan tetap ditempat meskipun
ada goncangan-goncangan dari lalu-lintas. Lapisan aus harus tahan lama dari
dampak lalu-lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus cukup halus agar ban
mobil atau kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir dan cukup nyaman
bagi penumpangnya. Lapisan aus merupakan agregat yang lebih halus dengan
kadar aspal lebih tinggi dari lapisan lainnya.
Aspal beton yang baik, sangat ditentukan oleh kepadatan dari agregatnya
(jumlah berat dalam volume). Kepadatan tergantung dari jenis dan gradasi agregat,
sehingga disarankan untuk tidak menggunakan batu bulat dengan ukuran yang
sama karena akan banyak membentuk rongga-rongga kosong. Disarankan
menggunakan batu yang dipecah menjadi debu dan butir-butir batu persegi yang
tidak sama bentuknya sehingga rongga-rongga kosong akan terisi oleh batu pecah
yang lebih halus.Kekuatan dan kepadatan agregat menentukan kestabilan
perkerasan untuk menahan beban lalu-lintas, tanpa ada perubahan/pergeseran
susunan permukaan lapis perkerasan.
644 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Penggunaan batu pecah akan menambah kestabilan karena pergeseran
antara dua bidang batu pecah, dan juga akan memberi permukaan lebih luas untuk
penyelimutan aspal. Kadar aspal dalam campuran juga mempengaruhi kestabilan
lapisan, karena apabila aspalnya terlalu sedikit maka ikatan agregat satu sama lain
menjadi kurang kuat. Sebaliknya apabila aspalnya terlalu banyak maka ikatan butir
satu sama lain akan menjadi licin, sehingga saling mendorong dan mengakibatkan
lepas. Aspal cement harus mempunyai daya ikat terhadap agregat yang tahan lama
untuk kestabilan perkerasan jalan.
Aspal semen harus bersifat luwes (tidak mudah retak) apabila digunakan
sebagai perkerasan, dibandingkan dengan agregat yang kurang dapat
menyesuaikan diri terhadap dampak dari beban lalu-lintas dan cuaca.
Fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah yang tertahan ayakan No.8
(2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya.Fraksi agregat kasar harus terdiri dari batu pecah
atau kerikil pecah dan harus disiapkan dalam ukuran nominal tunggal. Ukuran
maksimum (maximum size) agregat adalah satu ayakan yang lebih besar dari
ukuran nominal maksimum (nominal maximum size). Ukuran nominal maksimum
adalah satu ayakan yang lebih kecil dari ayakan pertama (teratas) dengan bahan
tertahan kurang dari 10 %.
Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No.8 (2,36 mm).
Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditumpuk terpisah dari agregat
kasar. Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang
disarankan untuk laston (AC) adalah sebesar 15 %.
646 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) Pennsylvania 80/75
Test Method,
PTM No.621
Partikel Pipih ASTM D-4791 Maks. 25 %
Partikel Lonjong ASTM D-4791 Maks. 10 %
Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %
Catatan :
80/75 menunjukkan bahwa 80 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu
atau lebih dan 75% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung, atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batu pecah halus harus
diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu (Tabel 20.22) atau harus
diproduksi dari batu yang bersih. Agregat halus harus memenuhi Nilai Setara Pasir
minimal 60% (SNI 03-4428-1997) dan Material Lolos Saringan No. 200 maksimal
8%(SNI 03-4428-1997)
Tabel 20.23: Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Beton (Asphalt Concrete/AC)
atau LASTON (DPU, 2010)
Ukuran Ayakan % Berat Yang Lolos
ASTM (mm) WC BC Base
1½” 37,5 100
1” 25 100 90 – 100
¾” 19 100 90 - 100 Maks.90
½” 12,5 90 - 100 Maks.90
3/8” 9,5 Maks.90
No.8 2,36 28 – 58 23 – 49 19 – 45
No.16 1,18
No.30 0,600
No.200 0,075 4 - 10 4-8 3–7
Daerah Larangan
No.4 4,75 - - 39,5
No.8 2,36 39,1 34,6 26,8 -30,8
No.16 1,18 25,6 -31,6 22,3 -28,3 18,1 -24,1
Bahan pengisi yang ditambahkan harus terdiri atas debu batu kapur
(limestone dust), semen portland, abu terbang, abu tanur semen atau bahan non
plastis lainnya dari sumber yang disetujui oleh Direksi Pekerjaaan. Bahan tersebut
harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SK SNI M-02-1994-03 harus
mengandung bahan yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75 %
terhadap beratnya. Bilamana kapur tidak terhidrasi atau terhidrasi sebagian,
digunakan sebagai bahan pengisi yang ditambahkan maka proporsi maksimum
yang diijinkan adalah 1,0 % dari berat total campuran aspal.
Bahan aspal yang dapat digunakan terdiri atas jenis Aspal Keras Pen 60,
Aspal Polimer, Aspal dimodifikasi dengan Asbuton dan Aspal Multigrade yang
memenuhi persyaratan (SNI 6749:2008).
Bahan aditif untuk aspal yaitu aditif kelekatan dan anti pengelupasan harus
ditambahkan kedalam bahan aspal (Jika perlu). Jenis aditif untuk meningkatkan
648 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
mutu campuran yang dapat digunakan merupakan salah satu tipe Asbuton butir
(Tabel 20.24). Takaran pemakaian aditif, metoda kerja proses pencampuran (di
pugmill) serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuatnya. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston dan Laston Modifikasi sesuai
Tabel 20.25.
Lapis Tipis Aspal Beton (HRS-WC) sering juga disebut Hot Rolled Sheet
(HRS), terdiri dari dua jenis campuran, HRS Pondasi (HRS-Base) dan HRS Lapis
Aus (HRS Wearing Course, HRS-WC) dan ukuran maksimum agregat masing-
masing campuran adalah 19 mm. HRS-Base mempunyai proporsi fraksi agregat
kasar lebih besar daripada HRS – WC (DPU, 2010) merupakan lapisan penutup
yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras
dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan
panas dengan ketebalan padat antara 2,5-3,0 cm.
Jenis lapisan permukaan ini meskipun bersifat non struktural tetapi dapat
menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu, sehingga secara
keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis
perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan. Lataston terdiri dari
dua macam campuran, Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) dan Lataston Lapis
Permukaan (HRS-Wearing Course) dan ukuran maksimum agregat masing-masing
campuran adalah 19 mm. Lataston Lapis Pondasi (HRS-Base) mempunyai proporsi
fraksi agregat kasar lebih besar daripada Lataston Lapis Permukaan (HRS -
Wearing Course).
Penggunaan aspal sebagai lapis perkerasan ditentukan dari kelas jalan dan
lalu-lintas harian rata-rata. AC (asphalt cement) dengan penetrasi rendah dipakai
untuk daerah yang memiliki cuaca panas atau volume lalu-lintas tinggi, sedangkan
AC dengan penetrasi tinggi dipakai untuk daerah dingin atau volume lalu-lintas
rendah (Departemen Permukiman, 2013).
650 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
HRS-WC adalah lapis permukaan yang terbuat dari agregat yang
bergradasi senjang dengan dominasi pasir dan aspal keras yang dicampur,
dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Lapisan
aus merupakan agregat yang lebih halus dengan kadar aspal yang lebih tinggi dari
lapisan lainnya.
Campuran harus dirancang sampai memenuhi semua ketentuan yang
diberikan dalam Spesifikasi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka,
kunci utamanya adalah Gradasi yang benar-benar senjang. Agar diperoleh gradasi
maka hampir selalu dilakukan pencampuran pasir halus dengan pecah mesin.
Bilamana pasir (alam) halus tidak tersedia memperoleh gradasi senjang maka
campuran Laston bisa digunakan. Sisa rongga udara pada kepadatan membal
(refusal density) memenuhi ketentuan Uji Marshall.
Lataston merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu,
yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas (tebal padat 2,5 cm atau 3
cm), merujuk Petunjuk pelaksanaan Lataston No.12/PT/B/1983. Karena bergradasi
timpang dan mengandung sangat sedikit agregat yang berukuran kasar maka
sebagai konsekuensi campuran tersebut dapat menyerap kadar aspal yang relatif
tinggi dan dapat memberikan suatu permukaan yang sanggup menerima beban
berat tanpa mengalami retak. Gradasi agregat untuk campuran LATASTON (Hot
Rolled Sheet) seperti Tabel 20.26.
Tabel 20.26: Gradasi Agregat Untuk Campuran LATASTON (Hot Rolled Sheet)
(DPU, 2010)
Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos)
ASTM (mm) WC Base
¾” 19 100 100
½” 12,5 90 - 100 90 - 100
3/8” 9,5 75 - 85 65 - 100
No.8 2,36 50 - 721 35 - 551
No.30 0,600 35 - 60 15 - 35
No.200 0,075 6 - 12 2-9
Catatan: HRS-WC dan HRS-Base, paling sedikit 80 % agregat lolos ayakan No.8 (2,36 mm) harus juga
lolos ayakan No.30 (0,600 mm).
Tabel 20.27: Syarat Sifat-Sifat Campuran Lataston untuk Lalu Lintas < 1,0 juta
ESA/tahun (DPU, 2010)
Sifat-sifat Campuran WC BC
Penyerapan Aspal (%) Maks 1,7
Jumlah tumbukan per bidang 751)
Rongga dalam campuran (%)2) Min 3,0
Maks 6,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 18 17
652 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Rongga terisi aspal (%) Min 68
Stabilitas Marshall (%) Min 800
Pelelehan (mm) Min 3
Marshall Quotient (kg/mm) Min 250
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman Min 75
selama 24 jam, 60 °C
Rongga dalam campuran (%)3)pada Kepadatan Min 2
membal (refusal)3)
Catatan:
1)
Modifikasi Marshall (RSNI M-13-204)
2)
Prosedur pengujian AASHTO T283 sebagai alternatif pengujian kepekaan kadar air. Pengkondisian beku
cair (freeze thaw conditioning) tidak diperlukan. Standar minimum untuk diterimanya prosedur T283 haruss
80 % Kuat Tarik Sisa.Berat jenis efektif agregat akan dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis
maksimum Agregat (Gmm, AASHTO T-209)
3)
Menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer) disarankan digunakan
untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika digunakan penumbukan manual jumlah
tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 in
Laburan aspal (BURAS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch. Pelaburan aspal
(surface dressing) dapat terdiri dari Laburan Aspal Satu Lapis (BURTU) dan
Laburan Aspal Dua Lapis (BURDA), setiap lapis diberi pengikat aspal dan
kemudian ditutup dengan butiran agregat (chipping). Pelaburan aspal (surface
dressing) ini umumnya dihampar di atas Lapis Pondasi Agregat Kelas A yang
sudah diberi Lapis Resap Pengikat, atau di atas suatu permukaan aspal lama.
Pelaburan aspal harus disemprot hanya pada permukaan yang kering dan
bersih, serta tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang, hujan atau akan turun
hujan. Pelaburan aspal harus dilaksanakan hanya selama musim kemarau dan
bilamana cuaca diperkirakan baik paling sedikit 24 jam setelah pengerjaan.
Laburan aspal satu lapis (BURTU), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam,
dengan tebal maksimum 2 cm(SNI 03-3979-1995).
Laburan aspal dua lapis (BURDA), merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan
dengan tebal padat maksimum 3,5 cm (SNI 03-3980-1995).
keausan dengan mesin Los Angeles 500 putaran (SNI 03- < 40% < 30%
2417-1991)
kelekalan terhadap aspal (SNI 03-2439-1991) > 95% > 95%
perbandingan antara ukuran terbesar rata-rata (average < 2,3. < 2,3.
greatest dimension/AGD) terhadap ukuran terkecil rata-rata
(average least dimension/ALD) dari agregat
Persentase berat kerikil pecah yang tertahan ayakan 4,75 Min 90% Min 90%
mm yang mempunyai dua bidang pecah.
Gradasi agregat penutup sesuai Tabel 20.29 dan gradasi agregat lapis
penutup kedua burdasesuai Tabel 20.30. Pemilihan ukuran agregat sesuai dengan
654 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
perencanaan, tergantung jenis lapis permukaan yang ada dan volume lalu lintas
per hari per jalur.
Tabel 20.30: Gradasi Agregat Lapis Penutup Kedua BURDA (DPU, 2010)
Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos
ASTM (mm)
3/8” 9,5 100
¼” 6,35 95 – 100
No.8 2,36 0 – 15
No.200 0,075 0–8
20.4.8.2 Aspal
Takaran agregat sebesar 8 – 11 kg/m2 dan untuk semua aspal 0,7 – 0,9
liter/m2 (residu) dengan penyesuaian takaran ini mungkin diperlukan. Takaran aspal
yang lebih tinggi harus digunakan bilamana gradasi agregat mendekati batas atas
dari amplop gradasi yang disyaratkan dan takaran yang lebih rendah harus
digunakan bilamana gradasi agregat mendekati batas bawah dari amplop gradasi
yang disyaratkan.
Latasir atau lapis tipis aspal pasir (Sand Sheet) merupakan lapis penutup
permukaan perkerasan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran
keduanya, dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada temperatur tertentu. Spesifikasi Latasir telah dikembangkan
sejak tahun 1983, yaitu dengan diterbitkannya pedoman berupa buku Petunjuk
Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal Pasir, yang dikembangkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum dengan No. 02/PT/B/1983. Selanjutnya dikembangkan pula
standar nasional yaitu SNI 03-6749-2002, yang selanjutnya di revisi untuk lebih
menyempurnakan secara substansial dan memenuhi kebutuhan dalam pekerjaan
pembangunan jalan (SNI 6749:2008).
Latasir terdiri atas 2 kelas: Latasir kelas A atau SS-1 (Sand Sheet-1)
dengan ukuran nominal butir agregat atau pasir 9,5 mm, dan Latasir kelas B atau
SS-2 (Sand Sheet-2) dengan ukuran nominal butir agregat atau pasir 2,36 mm.
Campuran Latasir untuk jalan dengan lalu lintas ringan, khususnya pada
daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh. Pemilihan Kelas A atau B terutama
tergantung pada gradasi pasir yang digunakan. Campuran latasir biasanya
memerlukan penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang
disyaratkan.
656 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
perencanaan jalan dengan lalu lintas tidak terlalu tinggi (≤ 500.000 SST), tetapi
dapat pula digunakan untuk pekerjaan pemeliharaan atau perbaikan sementara
pada lalu lintas yang lebih tinggi.
Aspal untuk bahan lapis tipis aspal pasir (Latasir) dapat digunakan salah
satu dari aspal keras penetrasi 40 atau penetrasi 60, sesuai dengan persyaratan
dalam RSNI S-01-2003, aspal polimer, aspal dimodifikasi dengan aspal batu buton
(Asbuton), atau aspal multigrade, yang memenuhi persyaratan dalam Tabel 20.32;
20.33; dan 20.34. Aditif untuk meningkatkan pelekatan dan anti pengelupasan, bila
diperlukan, dapat ditambahkan ke dalam aspal sesuai dengan petunjuk pabrik
pembuatnya.
Agregat halus dari sumber bahan manapun harus terdiri atas pasir atau
hasil pengayakan batu pecah, dan terdiri atas bahan yang lolos ayakan 2,36 mm
(No. 8) sesuai dengan spesifikasi agregat halus untuk campuran perkerasan
beraspal ( SNI 03-6819-2002). Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih,
keras, bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Batuan
induk agregat halus harus mempunyai abrasi maksimum 40, diuji sesuai dengan
metode pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi los angeles (SNI 03-
2417-1991).
Agregat halus untuk Latasir kelas A dan Latasir kelas B boleh dari kerikil
bersih yang dipecah dengan persyaratan mutu pasir untuk pengujian setara pasir
658 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(SNI 03-4428-1997) dan pengujian Angularitas (SNI 03-6877-2002) dengan
persyaratan minimum 45%.
Bahan pengisi harus dari semen portland jika diperlukan yang harus bebas
dari bahan yang tidak dikehendaki. Penggunaan abu batu atau debu batu (stone
dust) yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan, dan bila
diuji dengan pengayakan (SNI 03-4142-1996)harus sesuai dengan persyaratan
bahan pengisi untuk campuran beraspal (SNI 06-6723-2002), yaitu mengandung
bahan yang lolos ayakan 0,279 mm (No. 50) minimum 95% dan lolos ayakan 0,075
mm (No. 200) minimum 70 % terhadap beratnya, serta mempunyai sifat non plastis.
Beton umumnya terdiri dari tiga bahan penyusun yaitu semen, agregat dan
air dan jika di perlukan di tambahkan bahan tambah (admixture) tertentu untuk
merubah sifat-sifat tertentu dari beton yang bersangkutan. Semen merupakan
bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air.
Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi
berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-
perubahan volume beton setalah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki
keaweta dari beton yang dikerjakan. Beton pada umumnya mengandung rongga
udara sekitar 1% - 2%, pasta semen (semen dan air) sekitar 25% - 40%, dan
agregat (agregat halus dan agregat kasar) sekitar 60% - 75%. Untuk mendapatkan
660 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
kekuatan rencana yang baik maka perlu dipelajari sifat dan karakteristik dari
masing-masing bahan penyusun tersebut. Untuk dapat mempelajari sifat dan
karakteristik bahan penyusun beton dan beton itu sendiri maka perlu dilakukan
pengujian baik yang dilakukan pada bahan beton, beton muda dan pada saat beton
keras(Mulyono, Teknologi Beton: Dari Teori Ke Praktek, 2015).
Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi
antara air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan
atau tidak menggunakan bahan tambah. Penambahan material lain akan
membentuk beton menjadi jenisnya seperti beton bertulang jika ditambahkan
dengan tulangan baja.
Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, secara
cepat kekuatan beton akan linier naiknya sampai umur 28 hari, setelah itu kenaikan
kekuatan beton akan kecil. Laju kenaikan umur beton sangat tergantung dari
penggunaan bahan penyusunnya yang paling utama adalah penggunaan bahan
semen karena semen cenderung secara langsung memperbaiki kinerja tekannya.
662 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
untuk fluida), viskositas adalah "Ketebalan" atau "pergesekan internal". Oleh
karena itu, air yang "tipis", memiliki viskositas lebih rendah, sedangkan madu yang
"tebal", memiliki viskositas yang lebih tinggi. Sederhananya, semakin rendah
viskositas suatu fluida, semakin besar juga pergerakan dari fluida tersebut.
Pengertiannya dalam terminology beton adalah ukuran ketahanan fluida yang
berubah karena pengaruh tegangan geser (ACI CT-13, January 2013). Viskositas
diukur dengan viscometer yaitu alat untuk menentukan viskositas slurries, mortar,
atau beton.
Beton modern dibuat untuk menghasilkan dari beton normal menjadi beton
yang bekinerja tertentu melalui suatu modifikasi tertentu baik saat beton segar,
mengeras bahwa setelah melalui masa pengerasannya. Beton modern saat ini
dapat diklasifikasikan menjadi beton bekinerja normal yaitu hanya memenuhi unsur
kekuatan tekan normal, durabilitas dan ekonomi dalam artian dapat dikerjakan
dengan mudah. Berikutnya adalah beton kinerja tinggi (High-performance
concrete/HPC) dan beton bekinerja sangat tinggi (Ultra-High-performance
concrete/UHPC).
Bahan pengisi agregat beton akan menentukan berat dari beton. Bahan
pengisi dikatagorikan sebagai berat isi beton (concrete density) dikelompokan
menjadi tiga yaitu beton ringan, beton normal dan beton berat. Pengelompokan ini
didasarkan atas berat isi dari beton yang dihasilkan. Disebut dengan beton normal
jika beton mempunyai berat isi 2.200 kg/m 3 sampai dengan 2.500 kg/m 3(SNI 03-
668 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.38:Mutu Beton dan Penggunaannya(Divisi 7: Struktur, 2011)
Jenis Beton σbk’ Uraian
fc’ (Kg/cm2)
(MPa)
Mutu tinggi K400 – K800 Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti
fc’ > 45 tiang pancang beton prategang, gelagar beton
prategang, pelat beton prategang dan sejenisnya
Mutu sedang K250 – <K400 Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti
20 < fc’ < 45 pelat lantai jembatan, gelagar beton bertulang,
diafragma, kerb beton pracetak, gorong-gorong beton
bertulang, bangunan bawah jembatan.
Mutu rendah K175 – <K250 Umumya digunakan untuk bangunan beton tanpa
15 < fc’ <20 tulangan seperti beton siklop, trotoar dan pasangan
batu kosong yang diisi adukan, pasangan batu.
10 < fc’ <15 K125 – <K175 digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali
dengan beton
Tabel 20.39:Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Klasifikasi Standar Nasional Indonesia American Concrete Institute
Kekuatan tekan rendah (low fc’ < 20 MPa fc’ < 2000psi
strength) fc’ < 14Mpa
Kekuatan tekan normal 20 MPa < fc’ < 41,4 MPa 2000psi<fc’ < 6000psi
(normal-strength) 14Mpa<fc’ < (42 MPa)
Kekuatan tekan tinggi (high- fc’ > 41,4 MPa fc’ > 6000psi
strength) fc’ > (42 MPa)
Kuat tekan beton yang disyaratkan f’cadalah kuat tekan yang ditetapkan
oleh perencana struktur (berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150
mm, tinggi 300 mm) yang dibuat sesuai SNI 03-2834-2000:Tata cara pembuatan
rencana campuran beton normal dan SNI 03-6468-2000:Tata cara perencanaan
670 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.41:Klasisifikasi berdasarkan paparanuntukBeton dengan siklus
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing), FAS maksimum,
Kuat Tekan Minimum(1)
Tingkat
(w/cm Tekan Kondisi
Paparan
maks.) (fc’) min.
F0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton yang tidak ada siklus pembekuan dan
(17 MPa) pencairan (freezing and thawingcycles)
F1 Sedang 0.55 3500 psi Beton dengan tingkat paparan sedang
(24 MPa) terhadap siklus pembekuan dan pencairan
(freezing and thawingcycles) dengan
paparan air terbatas (limited exposure to
water)
F2 Parah 0.45 4500 Psi Beton dengan tingkat paparan parah
(31 MPa terhadap siklus pembekuan dan pencairan
(freezing and thawingcycles) dengan
paparan air sering (frequent exposure to
water)
(2)
F3 Sangat 0.40 5000 Psi Beton dengan tingkat paparan sangat parah
Parah (35 terhadap siklus pembekuan dan pencairan
MPa)(2) (freezing and thawingcycles) dengan
paparan air sering serta serangan kimua
(frequent exposure to water exposure to
deicing chemicals)
(1)
CATATAN: SNI 2847:2013 tidak memasukan karena kelas paparan F karena tidak
relevan; (2) tidak berlaku untuk beton ringan
S3 Sangat 0.45 4500 Psi SO4 > 2,00 SO4 > 10.000
Parah (31 Mpa)
CATATAN:(1)Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM
C1580; (2)Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan
ASTM D516 atau ASTM D4130
Beton siklopadalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa
dengan batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Beton jenis ini sama dengan
beton normal biasa , perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat
yang relative besar-besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan,
pangkal jembatan,dan sebagainnya. Ukuran agregat kasar maksimum 25 cm
dengan proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih
dari 20 persen dari agregat seluruhnya.
672 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Self-consolidating concretes di mulai di Jepang yang ditemukan terutama
karena alasan a) rasio semen air yang tinggi untuk meningkatkan kemampuan
kerja, b) kebanyakan pemadatan yang terjadi sulit karena kebutuhan pembangunan
yang lebih cepat di tahun 1960-70an, Profesor Hajime Okamura membayangkan
kebutuhan dari beton yang sangat bisa diterapkan dan tidak bergantung pada
kekuatan mekanis untuk pemadatannya. Selama tahun 1980, Profesor Okamura
dan mahasiswa PhD-nya Kazamasa Ozawa (saat ini profesor) di Universitas
Tokyo, Jepang mengembangkan beton disebut Self-consolidating concretes (SCC)
yang kohesif tetapi dapat mengalir dan membentuk dalam bekisting tanpa
penggunaan alat pemadatan mekanis(Mulyono, 2015).
Beton Roller-padat, atau RCC, mengambil nama dari metode konstruksi yang
digunakan untuk membangunnya. Hal ini ditempatkan dengan peralatan paving
aspal konvensional atau high-density, kemudian dipadatkan dengan roller. RCC
memiliki bahan dasar yang sama seperti beton konvensional: semen, air, dan
agregat, seperti batu kerikil atau dihancurkan. Tapi tidak seperti beton
konvensional, RCC cukup kering untuk dipadatkan dengan vibratory. Biasanya,
RCC dibangun tanpa sendi/joint. Perlu tidaknya finishing juga tidak memerlukan
dowels atau baja tulangan. Karakteristik ini membuat RCC sederhana, cepat, dan
ekonomis (PCA, 2013).
Kualitas ini telah beton RCC dapat langsung diaplikasikan khusus untuk
perkerasan (gambar 4.1) alasannya sederhana, RCC memiliki kekuatan dan kinerja
beton konvensional dengan nilai ekonomi dan sederhana dibandingkan dengan
aspal, ditambah dengan waktu layanan yang panjang dan perawatan yang minimal,
biaya awal yang rendah RCC ini menambahkan nilai ekonomi.
Beton merupakan campuran bahan semen, air dan agregat dengan atau tidak
menggunakan bahan tambah yang membentuk massa padat.
20.5.2.1 Semen
674 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi memerlukan udara untuk dapat mengeras, contoh utama dari semen non-
hidralik adalah kapur. Kapur dihasilkan berdasarkan proses kimia dan mekanis di
alam. Kapur telah digunakan berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan
plesteran untuk bangunan, yang dapat dilihat dari pembangunan pyramida-
pyramida di Mesir, yang di bangun lebih dari 4500 tahun sebelum masehi. Kapur
digunakan sebagai bahan pengikat selama masa jaman Romawi dan Yunani.
Orang-orang Romawi menggunakan beton untuk membangun Colleseum dan
Pantheon, dengan cara mencampur kapur dengan abu gunung yang di dapat dekat
Pozzuoli, Italia, yang mereka namakan Pozollan.
Kapur mati dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ; yang dapat
mematikan dengan cepat,dan dapat dimatikan dengan agak lambat, serta dapat
dimatikan dengan lambat.
Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenis yang dihasilkan sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume
sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985:9). Bahan utama pembentuk semen portland
yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di tambah sedikit prosentase
dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk mengontrol
komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).
676 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
laksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: Penambangan di Quarry, Pemecahan
di Crushing Plant, Penggilingan (Blending), Pencampuran bahan-bahan (Blended),
Pembakaran (Ciln), Penggilingan kembali hasil pembakaran, Penambahan bahan
tambah (gipsum), Pengikatan (Packing Plant).
Perbedaan semen yang satu dengan yang lainnya dibedakan dari susunan
kimianya maupun kehalusan butirnya. Perbandingan utama bahan-bahan
penyusun semen portland adalah Kapur (CaO) sekitar 60%-65%, Silika (SiO2)
sekitar 20%-25%, dan oxida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%-12%.
Sifat fisik dari semen yaitu, kehalusan butir, waktu pengikatan, kekalan,
kekuatan tekan, pengikatan semu, panas hidrasi, dan hilang pijar. Secara garis
besar Sifat dan Karakteristik Kimia ada 4 (empat) utama senyawa kimia yang
penting sebagai penyusun semen portland, yaitu sbb: (1) Trikalsium Silikat (3CaO.
SiO2) yang di singkat menjadi C3S., (2) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO 2) yang di
singkat menjadi C2S. (3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang di singkat menjadi
C3A. (4) Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3.Fe2O3 ) yang disingkat penjadi
C4AF. Sifat kimia semen dapat di jabarkan sebagai berikut, kesegaran semen dan
sisa yang tak larut, dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang diberikan.
Semen portland di Indonesia harus memenuhi SNI, Semen Portland”, syarat mutu
yang ditetapkan oleh SNI 15-2049-2004 mengadopsi dari syarat mutu dalam
ASTM. Jenis semen portland sesuai SNI 15-2049-2004 dengan komposisi
kimianya dapat di lihat di Tabel 20.44, yaitu:
Tabel 20.44: Persentasi Komposisi Semen Portland (Nawy, 1985; Mulyono, 2003)
Komposisi dalam persen (%)
Jenis Semen Karakteristik Umum
C3S C 2S C3 A C4AF CaSO4 CaO MgO
Type I, Normal 49 25 12 8 2.9 0.8 2.4 Semen untuk semua tujuan
Type II, Modifikasi 46 29 6 12 2.8 0.6 3 Relatif sedikit pelepasan panas, di
gunakan untuk struktur besar.
Type III, Kekuatan Awal 56 15 12 8 3.9 1.4 2.6 Mencapai kekuatan awal yang tinggi
Tinggi pada umur 3 hari
Type IV, Panas Hidrasi 30 46 5 13 2.9 0.3 2.7 Di pakai pada bendungan beton
Rendah
Type V, Tahan Sulfat 43 36 4 12 2.7 0.4 1.6 Dipakai pada saluran dan truktur yan di
ekspose terhadap sulfat.
20.5.2.2 Air
Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai,
danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan
678 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
memenuhi syarat mutu yang telah di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum
umumnya dapat di gunakan sebagai campuran beton, namun jika tidak harus
memenuhi syarat mutu kualitas air. Air laut umunya mengandung 3.5% larutan
garam, sekitar 78% adalah sodium klorida dan 15% merupakan magnesium klorida.
Adanya garam-garaman dalam air laut ini akan mengurangi kwalitas dari beton
sampai dengan 20%. Air laut tidak boleh di gunakan sebagai bahan campuran
beton pra-tegang ataupun beton bertulang, karena resiko terhadap karat lebih
besar. Air buangan industri yang mengandung asam alkali tidak boleh di gunakan.
Sumber-sumber air yang ada antara lain: Air yang Terdapat di Udara; Air Hujan; Air
Tanah; Air Permukaan; dan Air Laut.
Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih,
tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang
dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di
minum. Air yang digunakan dalam pembuatan beton pratekan dan beton yang di
dalamnya akan tertanam logam almunium, termasuk air bebas yang terkandung
dalam agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion klorida dalam jumlah yang
membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap korosi, jumlah
konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras
pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di
berikan.
20.5.2.3 Agregat
680 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
sebut kerikil beton dan yang lebih besar lagi di sebut kerikil kasar. Agregat yang di
gunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm, untuk yang lebih
besar dari 40 mm di gunakan untuk pekerjaan sipil yang lainnya, misalnya untuk
pekerajaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan
lainnya. Agregat halus biasanya di namakan pasir dan agregat kasar dinamakn
kerikil, spilit, batupecah, kricak, dan lainnya.
Agregat dapat dibedakan dari dua jenis utamanya yaitu agregat alam dan
agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat di bedakan
berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan teksture
permukaannya.
Kekuatan dari agregat dapat bervariasi dalam batas yang besar (Mulyono,
2003). Butir-butir agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal (1) karena
terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi tidak baik
dalam hal pengikatan (interlocking). Misalnya Granite, terdiri dari bahan yang kuat
dan keras yaitu kristal quarts dan feldspar tetapi bersifat kurang kuat dan modulus
elastisitasnya lebih rendah daripada gabbros dan diabeses, hal ini karena butir-butir
granite tidak terikat dengan baik, dan yang ke-(2) porositas yang besar, hal ini
mempengaruhi terhadap keuletan, yang merupakan ketahanan terhadap beban
kejut.
Tabel 20.45: Ketentuan Gradasi Agregat Halus dan Kasar untuk Perkerasan Beton
Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat
Ukuran Saringan
Kasar
Halus Ukuran Maks Ukuran Maks Ukuran Maks
Inch mm
1 ½ in (40mm) ¾ in (20 mm) 3/8 in (10 mm)
2 50 100
1½ 40 85 – 100 100
¾ 20 0 – 25 85 –100
½ 12,5 - 0– 70 100
3/8 9,6 100 0–5 0–25 85 –100
3/16 4,8 89 – 100 0–5 0–25
No.8 2,4 60 – 100 0–5
No.16 1,2 30 – 100
N0.30 600 m 15 – 100
N0.50 300 m 5 – 70
N0.100 150 m 0 – 15
682 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
No.16 1,18 - - 15 – 40
N0.30 600 m 8 – 30 10 – 35 10 – 30
N0.50 300 m - - 5 - 15
N0.100 150 m 0 – 8* 0 – 8* 0 – 8*
*Dinaikkan menjadi 10%untuk agregat halus pecah
Gambar 20.10: Persyaratan Gradasi Agregat Halus untuk Campuran Perkerasan Beton
684 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar 20.12: Persyaratan Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Perkerasan
Beton
Contoh C20.1
Hasil uji analisa ayak untuk agregat halus seperti data pada Tabel C20.1.
Hitungan prosentase lolos ayakan apakah memenuhi syarat gradasi agregat halus
untuk campuran perkerasan beton?
Contoh C20.2
Hasil uji analisa ayak untuk agregat kasar seperti data pada Tabel C20.3.
Hitungan prosentase lolos ayakan apakah memenuhi syarat gradasi agregat
kasardengan butir maksimum 10 mm untuk campuran perkerasan beton?
Penyelesaian:
Dari data hasil uji analisa ayak, dibuat tabulasi hitungannya. Menggunakan
Tabel C20.4 kolom (5) kemudian di Plot kedalam syarat gradasi untuk agregatkasar
dengan butir maksimum 10 mm yang hasilnya seperi Gambar C20.2 dan
memenuhi syarat gradasi agregat halus.
686 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel C20.4: Hitungan Gradasi Agregat Kasar
Berat Prosentase Prosentase
Ayakan Prosentase
Tertinggal Tertinggal Tertinggal
(mm) Lolos (%)
(gram) (%) Kumulatif (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
12,5 0 0 - 100,00
9,6 60 6 6,00 94,00
4,8 750 75 81,00 19,00
2,4 180 18 99,00 1,00
Sisa 10 1 100,00 -
Jumlah 1000 100
Penyelesaian:
Hasil hitungan untuk prosentase lolos agregat halus dan kasar digabungkan
dengan proporsi menggunakan cara coba-coba. Hasil gabungan dengan
prosentase proporsi agregat halus 40% dan agregat kasar 60% (Tabel C20.5)
688 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(2) Karakteristik Agregat
Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari
pemecahan batu atau koral, atau dari penyaringan dan pencucian (jika perlu) kerikil
dan pasir sungai. Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan
oleh penguj ian SNI 03-2816-1992 tentang Metode penguj ian kotoran organik
dalam pasir untuk campuran mortar dan beton, dan harus memenuhi sifat-sifat
lainnya yang diberikan dalam Tabel 20.47 bila contoh-contoh diambil dan diuji
sesuai dengan prosedur yang berhubungan.
690 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(c) Mengurangi atau mencegah penyusutan atau membuat pengembangan
yang kecil (slight expansion);
(d) Memodifikasi tingkat atau kapasitas naiknya air ke permukaan
(bleeding);
(e) Mengurangi segregasi atau terpisahnya butiran kasar;
(f) Meningkatkan pempaan (pumpability);
(g) Mengurangi laju kehilangan nilai slum (Slump Loss);
(h) Retard atau mengurangi evolusi panas selama pengerasan awal;
(i) Mempercepat kekuatan awal;
(j) Meningkatkan kekuatan (tekan, tarik, atau lentur);
(k) Meningkatkan daya tahan atau ketahanan terhadap kondisi yang di
ekpose, termasuk ketahanan terhadap garam deicing (deicing salts)
dan bahan kimia lainnya;
(l) Mengurangi permeabilitas beton;
(m) Mengontrol ekspansi yang disebabkan oleh potensi reaksi alkali reaktif
dalam agregat;
(n) Meningkatkan ikatan beton dengan tulangan baja;
(o) Meningkatkan ikatan antara beton yang sudah ada dan baru;
(p) Meningkatkan dampak dan ketahanan abrasi;
(q) Menghambat korosi logam yang tertanam, dan
(r) Menghasilkan beton atau mortar berwarna
692 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Sesudah mengeras, peningkatan kinerja beton dapat ditingkatkan dengan
bahan tambahancampuran beton dengan tujuanantara lain meningkatkan kekuatan
beton (secara tidak langsung); meningkatkan kekuatan pada beton muda;
mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan beton,
terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi; meningkatkan kinerja
pengecoran beton di dalam air atau di laut; meningkatkan keawetan jangka panjang
beton; meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton);
mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat; meningkatkan daya
lekat antara beton baru dan beton lama; meningkatkan daya lekat antara beton dan
baja tulangan; meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan.
Kondisi berikut harus dipenuhi dan dinyatakan dengan sertifikat tertulis dari
produser jika kombinasi 2 (dua) atau lebih bahan tambahan digunakan. Untuk
campuran dengan fly ash kurang dari 50 kg/m 3, kontribusi alkali total (dinyatakan
dengan Na20 ekivalen) dari semua bahan tambahan yang digunakan pada
campuran tidak boleh melebihi 0,20 kg/m3.
Mineral yang berupa bahan tambahan atau bahan limbah dapat berbentuk
abu terbang (fly ash), pozzolan, mikro silica atau silica fume. Apabila digunakan
bahan tambahan berupa abu terbang, maka bahan tersebut harus sesuai dengan
standar spesifikasi yang ditentukan dalam SNI 03-2460-1991 tentang Spesifikasi
abu terbang sebagai bahan tambahan untuk campuran beton.
Abu Terbang Batu Bara hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu
bara. Klasifikasi fly ash (ASTM C.618) dapat dibedalkan menjadi dua F yaitu abu
terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batubara antrasit atau
batubara bitomius. Dan kelas C adalah yang dihasilkan dari batubara jenis lignite
atau subbitumeus. Pada abu terbang jenis C kemungkinan mengandung kapur
(lime) lebih dari 10% beratnya.
Slag residu pembakaran tanur tinggi. Difinisi slag dalam ASTM. C.989,
“Standard spesification for ground granulated Blast-Furnace Slag for use in
concrete and mortar”, (ASTM, 1995: 494) sebagai produk non-metal yang
merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran kemdian
didinginkan misalnya dengan air pencelupan dalam air.
Silika Fume, Menurut Standar Sfesification for Silica Fume for Use in
Hydraulic-Cemen Concrete and Mortar, (ASTM.C.1240,1995: 637-642). Definisi
silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi silika lebih
banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silikon atau besi silikon
alloy.(dikenal sebagai gabungan antara microsilika dengan silika fume).
694 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.5.3 Bahan Perkerasan Kaku Lainya
Bahan perkerasan kaku, selain bahan penyusun beton, bahan lain yang
digunakan adalah bahan baja tulangan, bahan membran kedap air serta bahan-
bahan untuk sambungan perkerasan jalan.
Toleransi untuk fabrikasi harus seperti yang disyaratkan dalam SNI 03-
6816-2002. Baja tulangan dipasang sedemikian sehingga selimut beton yang
menutup bagian luar baja tulangan sesuai Tabel 20.49 untuk standar dan
intensif,serta Tabel 20.50 untuk selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan
cara diputar dengan memperhatikan acuan (cetakan beton) dan cara
pemadatannya tergantung dari lingkungannya.
Tabel 20.50: Selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan cara diputar
Klasifikasi Lingkungan Kuat Tekan Beton f,(MPa) Selimut beton (mm)
A 35 20
B1 40 25
B2 50 20
C 40 35
696 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.51: Klasifikasi Lingkungan
Klasifikasi
Keadaan permukaan dan lingkungan
lingkungan
1. Komponen struktur yang berhubungan langsung dengan tanah:
a. Bagian komponen yang dilindungi lapisan tahan lembab atau kedap A
air. A
b. Bagian komponen lainnnya di dalam tanah yang tidak agresif
c. Bagian komponen di dalam tanah yang agresif (tanah permeable U
dengan pH<4, atau dengan air tanah yang mengandung ion sulfat > 1
&liter)
2. Komponen struktur di dalam ruangan tertutup di dalam bangunan, kecuali
untuk keperluan pelaksanaan dalam waktu yang singkat. A
3. Komponen struktur di atas permukaan tanah dalam lingkungan terbuka:
a. Daerah di pedalaman (>50 km dari pantai) di mana lingkungan
adalah: A
(i) bukan daerah industri dan berada dalam iklim yang sejuk B1
(ii) bukan daerah industri namun beriklim tropis
(iii) daerah industri dalam iklim sembarang Keadaan permukaan dan B1
lingkungan
b. Daerah dekat pantai (1 km sampai 50 krn dari garispantai, iklim B1
sembarang)
c. Daerah pantai ( 4 km dari garis pantai tetapi tidakdalam daerah B2
pasang surut), iklim sembarang
4. Komponen struktur di dalam air
a. Air tawar B1
b. Air laut
(i) terendam secara permanen B2
(ii) berada di daerah pasang surut C
c. Air yang mengalir U
5. Komponen struktur di dalam lingkungan lainnya yangtidak terlindung dan
tidak termasuk dalam kategori yangdisebutkan di atas. U
Lapisan bawah yang kedap air pada perkerasan kaku terdiri dari lembaran
plastik yang kedap setebal 125mikron. Jika diperlukan tumpang tindih (overlap)
antar lapis bawah tersebut, makatumpang tindih ini harus sekurang-kurangnya 300
mm. Air tidak boleh tergenang diatas membran, dan membran harus kedap air
waktu beton dicor. Suatu lapisan bawah yang kedap air tidak boleh digunakan di
bawah perkerasan jalan beton bertulang yang menerus. Membran kedap air harus
dipasang menutupi wet lean concrete (lantai kerja) dan harus dipakukan ke lapisan
dasar wet lean concrete sehingga membran tidak mudah tergulung akibat tiupan
angin.
698 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.5.4 Desain Campuran
Berat semen dalam setiap meter kubik beton yang terpadatkan untuk
Perkerasan Beton Semen tidak boleh kurang dari jumlah semen untuk keperluan
pencapaian durabilitas beton dan tidak lebih dari jumlah semen yang akan
mengakibatkan suhu beton yang tinggi. Ketentuan jumlah semen minimum dan
jumlah semen maksimum sesuai dengan kondisi lingkungan pekerjaan.
Ketentuan minimum untuk kuat lentur pada umur 28 hari untuk Perkerasan
Beton Semen diberikan dalam Tabel 20.53.Nilai kuat tekan minimum untuk
produksi dapat disesuaikan berdasarkan perbandingan nilai hat lentur dan kuat
tekan yang dicapai untuk serangkaian pengujian yang tidak kurang dari 16
pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada rancangan yang disetujui. Minimum
kekuatan pada 7 hari, sebesar 80% dari kuat lentur lapangan.
Tabel 20.53: Kuat lentur minimum untuk Perkerasan Beton Semen dengan Benda
Uji 500x150x150 mm dan Metode Uji Sesuai SNI 03-4431-1997
Deskripsi Kuat Tekan Lentur Minimum (MPa) umur 28 Hari
Beton Percobaan Fs 47
Pengendalian Produksi Fs 45
Konsistensi beton dengan mengukur slump sesuai dengan SNI 1972 : 2008.
Slump untuk setiap campuran beton dengan rentang sebesar 20 - 50 mm untuk
Rasio air bebas - semen untuk kondisi agregat jenuh kering permukaan
ditentukan dengan berdasarkan kebutuhan untuk mencapai kekuatan dan
durabilitas beton. Nilai rasio air bebas-semen (faktor air semen) tetap
memperhatikan kemudahan pekerjaan.
Jika beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, kadar semen dapat
ditingkatkan asalkan tidak melebihi batas kadar semen maksimum karena
pertimbangan panas hidrasi (AASHTO LRFD Bridge Construction Specification
8.4.3 Maximum Cementitious 5.9.3 kilogram/m 3 for High Performance Concrete).
Cara lain dapat juga dengan menurunkan rasio air-semen dengan pemakaian
bahan tambahanjenis plasticizer yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja
kelecakan adukan beton tanpa menambah air atau mengurangi penggunaan air
dalam campuran beton tanpa mengurangi kelecakan adukan beton.
700 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Kadar agregat kasar, prosen berat dari setiap uji yang tertahan 6
ayakan No.4 (4,75 mm), %
Berat isi mortar bebas udara (rata-rata tidak kurang dari 3 silinder 1,6
uji) yang dibandingkan dari semua benda uji, %
Kuat tekan rata-rata 7 hari untuk setiap benda uji dari 7,5
perbandingan semua benda uji, %
Penakaran Bahan campuran untuk mutu beton fc’ > 20 Mpa atau K-250
seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut campuran berat. Untuk mutu
beton fc’<20 MPa atau K-250 diizinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03-
3976-1995. Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus
sedemikian sehingga kuantitas semen yang digunakan adalah setara dengan satu
satuan atau kebulatan dari jumlah zak semen. Agregat harus ditimbang beratnya
secara terpisah. Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat
pencampur.
Penakaran agregat dan air harus dilakukan dengan basis kondisi agregat
jenuh kering permukaan (JKP). Untuk mendapatkan kondisi agregat yang jenuh
kering permukaan dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan agregat
yang akan digunakan dengan air paling sedikit 12 (dua belas) jamsebelum
penakaran. Apabila agregat tidakdalam kondisi jenuh kering permukaan maka
diadakan perhitungan koreksi penakaran berat air dalam agegat dengan
menggunakan data resapan dan kadar air agregat lapangan. Sedangkan apabila
ditakar menurut volume, maka harus memperhitungiran faktor pengembangan
(bulking factor) agregat halus seperti ditunjukkan pada Gambar 20.13.
702 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
dapat ditunjukkan bahwa kecepatan penghantaran, mutu, dan kesinambungan
yang disyaratkan dapat dipenuhi oleh pemasok beton siap pakai.
Campuran pertama adalah agregat dan semen yang telah di takar, dan
selanjulnya alat pencampur dijalanksm sebelum air ditambahkan. Waktu
pencampuran harus diukur pada saat air mulai dimasukkan ke dalam campuran
bahan kering. Seluruh air yang diperlukan harus dimasukkan sebetum waktu
pencampuran setelah berlangsung seperempat bagian. Waktu pencampuran untuk
mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang haruslah 1,5 menit; untuk mesin yang lebih
besar waktu harus ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
Penggunaan pencampuran bahan dengan cara manual hanya untuk beton non-
struktural.
Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain
yang dimasukkan ke dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah
dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran. Termasuk
perkuatan pada acuan yang digunakan dan dibasahi dengan air atau diolesi minyak
di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan bekas.
Beton yang dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit
dan penulangan yang rapat, maka dicor dalam lapisan-lapisan horisontal dengan
tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton, tinggi pengecoran dapat 30 cm
menerus sepanjang seluruh keliling struktur. Beton tidak boleh jatuh bebas ke
dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari 150 cm. Beton tidak boleh dicor
langsung dalam air dan jika pemompaan tidak dapat dilakukan dalam waktu 48 jam
setelah pengecoran, maka beton dicor dengan menggunakan Tremi atau metode
drop-bottom-bucket.
Tremi yang digunakan merupakan tremi kedap air dan mempunyai ukuran
yang cukup sehingga memungkinkan pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi
penuh selama pengecoran. Bilamana aliran beton terhambat maka Tremi ditarik
sedikit dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Tremi atau
Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di bawah permukaan
beton yang telah dicor sebelumnya.
Pengecoran beton siklop yang terdiri dari campuran beton kelas fc ' 15 MPa
atau K175 dengan batu-batu pecah ukuran besar. Batu-batu ini diletakkan dengan
hati-hati, tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara
berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-
pasangan lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus cukup dibasahi
sebelum ditempatkan.
Volume total batu pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total volume
pekerjaan beton siklop. Untuk dinding-dinding penahan tanah atau pilar yang lebih
tebal dari 60 cm dapat digunakan batu-batu pecah berukuran maksimum 25 cm,
tiap batu harus cukup dilindungi dengan adukan beton setebal 15 cm; batu pecah
tidak boleh lebih dekat dari 30 cm dalam jarak terhadap permukaan atau 15 cm
dalam jarak terhadap permukaan yang akan dilindungi dengan beton penutup
(caping;).
Sambungan memanjang acuan (longitudinal form joint) terdiri dari lidah dan
alur yang tegak lurus permukaan tepi perkerasan. Sambungan tersebut harus
dibentuk dengan peralatan secara mekanis maupun secara manual sampai
memenuhi ukuran dan garis yang ditunjukkan dalam Gambar, sewaktu beton masih
dalam tahap plastis. Alur ini harus diisi dengan bahan pracetak yang memanjang
atau diisi dengan bahan penutup yang ditentukan
706 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
joint), bila ada. Sambungan memanjang hasil penggergajian (longitudinal sawn
joint) dilakukan dengan pemotong beton sampai kedalaman, lebar dan garis yang
direncanakan. Garis bantu atau alat bantu digunakan untuk menjamin hasil
pemotongan sambungan memanjang sesuaidan digergaji sebelum berakhirnya
masa perawatan beton, atau segera sesudahnya sebelum peralatan atau
kendaraan diperbolehkan melintasi perkerasan beton baru tersebut. Daerah yang
digergaji harus dibersihkan dan jika perlu sambungan tersebut harus segera diisi
dengan bahan penutup (sealer).
Bahan memanjang (strip) yang disisipkan ini tidak boleh dibentuk ulang dari
posisi vertikal selama pemasangan atau karena operasi pekerjaan penyelesaian
yang dilaksanakan pada beton. Alinyemen sambungan sejajar dengan garis sumbu
jalan dan bebas dari ketidakteraturan setempat. Alat pemasangan mekanik untuk
menggetarkan beton selama bahan memanjang tersebut disisipkan, sedemikian
rupa agar beton yang tergetar kembali rata sepanjang tepi bahan memanjang
(strip) tersebut tanpa menimbulkan segregasi atau rongga udara.
Sambungan ini terdiri dari bidang yang diperlemah dengan membentuk atau
membuat alur dengan pemotongan pada permukaan perkerasan, juga mencakup
perlengkapan untuk memindahkan beban (load transfer assemblies).
Bahan penutup (joint sealer) yang digunakan secara panas diaduk selama
pemanasan untuk mencegah terjadinya pemanasan setempat yang berlebihan.
Penuangan dilakukan sedemikian hingga bahan penutup tersebut tidak tumpah
pada permukaan beton yang terekspos. Setiap kelebihan bahan penutup pada
permukaan beton segera disingkirkan dan permukaan perkerasan dibersihkan.
Penggunaan pasir atau bahan lain sebagai bahan peresap terhadap bahan
penutup tidak diperkenankan.
Acuan tidak dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan
struktur yang sejenis lebih awal30 jam setelah pengecoran beton. Cetakan yang
ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak
boleh dibongkar hingga pengujian menunjukkan bahwa paling sedikit 85 % dari
kekuatan rancangan beton telah dicapai. Untuk memungkinkan pengerjaan akhir,
acuan yang digunakan untuk pekerjaan ornamen, sandaran (railing), dinding
pemisah (parapet), dan permukaan vertikal yang terekspos harus dibongkar dalam
waktu paling sedikit 9 jam setelah pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam,
tergantung pada keadaan cuaca.
Lubang selanjutnya diisi dan ditumbuk dengan adukan yang kental yang
terdiri dari satu bagian semen dm dua bagian pasir, yang dibuat menyusut
sebelumnya dengan mencampurnya kira-kira 30 menit sebelum dipakai.
Permukaan yang terekspos diselesaikan dengan pekerjaan akhir
(1) Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal
lainnya digaru dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta
ketinggian yang diperlukan segera setelah pengecoran beton dan harus
diselesaikan secara manual sampai halus dan rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau oleh
cara lain yang cocok, sebelum beton mulai mengeras.
(2) Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk
trotoar, harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara
lainnya, sebelum beton mulai mengeras.
(3) Permukaan bukan horisontal yang nampak, yang telah ditambal atau
yang masih belum rata harus digosok dengan batu gerinda yang agak
kasar (medium), dengan menempatkan sedikit adukan semen pada
permukaannya. Adukan terdiri dari semen dan pasir halus yang
dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk pengerjaan
akhir beton. Penggosokan dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas
acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta
712 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
diperoleh permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari
penggosokan dibiarkan tertinggal di tempat.
Beton dilindungi dari pengeringan dini, tempe ratur yang terlalu panas, dan
gangguan mekanis. Beton dijaga agar kehilangan kadar air yang terjadi seminimal
mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan
untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan
beton.
Bahan penyusun beton yang diterima (air, semen, agregat dan bahan
tambahan bila diperlukan) diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan dengan
Pengujian kuat tekan benda uji beton merupakan hasil dari nilai rata-rata
dari dua nilai kuat tekan benda uji dalam satu set benda uji (1 set = 3 buah benda
uji ), yang selisih nilai antara keduanya <5% untuk satu umur, untuk setiap kuat
tekan beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah pada tiap
hari pengecoran.
Benda uji beton berupa silinder dengan diameter 150 rnm dan tinggi 300
mm atau kubus 150 x 150 x 150 mm, dan dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-
1998. Benda uji tersebut dicetak bersamaan dan diambil dari beton yang akan
dicorkan, dan kemudian dirawat sesuai dengan perawatan yang dilakukan di
laboratorium.
714 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
mencapai jumlah > 60 m 3, maka untuk setiap maksimum 10 m 3 beton berikutnya
setelah jumlah 60 m3 tercapai diperoleh satu hasil uji.
Dimana𝑓𝑐𝑘 adalah kuat tekan karakteristik beton untuk benda uji silinder dan 𝜎𝑏𝑘
untuk benda uji kubus. 𝑓𝑐𝑚 = kuat tekan rata-rata beton hasil uji silinder dan 𝜎𝑏𝑚
hasil uji kubus. Kuat tekan rata-rata hasil uji dihitung dengan Persamaan 20.4 dan
standar deviasi, 𝑆.dihitung dengan Persamaan 20.5. Nilai, 𝑘 = 1,645untuk tingkat
kepercayaan 95%
𝑓𝑐𝑖 adalah nilai hasil pengujian silinder dan 𝜎𝑖 untuk hasil kubus dengan 𝑛banyak
contoh uji.
Evaluasi mutu beton menggunakan data hasil uji kuat tekan beton dengan
nilai-nilai perbandingan kekuatan yang digunakan untuk keperluan ini disesuaikan
dengan grafik perkembangan kuat tekan campuran sebagai fungsi waktu.
(1) Tidak ada lebih dari 5% ada di antara jumlah minimum (20 atau 30) nilai
hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut terjadi kurang dari 𝑓𝑐 ′ atau
𝜎′𝑏𝑘 .
(2) Apabila setelah selesai pengecoran seluruhnya untuk masing-masing
mutu beton dapat terkumpul jumlah minimum benda uji, maka hasil
pemeriksaan benda uji berturut-turut harus memenuhi 𝑓𝑐𝑘 ≥ 𝑓𝑐 ′ atau
𝜎𝑏𝑚 ≥ 𝜎′𝑏𝑘 .
(3) Jika benda uji yang terkumpul kurang dari jumlah minimum yang telah
ditentukan, maka nilai standar deviasi (𝑆) harus ditingkatkan dengan
faktor modifikasi yang diberikan dalam Tabel 20.57.
(4) Apabila setelah selesai pengecoran beton seluruhnya untuk masing-
masing mutu beton terdapat jumlah benda uji kurang dari minimum,
maka apabila tidak dinilai dengan cara evaluasi menurut dalil-dalil
matematika statistik yang lain, tidak boleh satupun nilai rata-rata dari 4
hasil pemeriksaan benda uji berturut-turut, terjadi tidak kurang dari 1,15
fc'. Masing-masing hasil uji tidak boleh kurang dari 0,85 fc'.
716 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
singkat dan diadakan pengujian beton inti (core drilling) pada daerah yang
diragukan berdasarkan aturan pengujian yang berlaku. Data uji untuk beton
intiminimum 3 (tiga) buah benda uji padatempat-tempat yang tidak membahayakan
struktur. Syarat penerimaan pengujian beton inti dandianggap memenuhi syarat
untuk melanjutkan pekerjaan:
(1) Tidak boleh ada satupun dari benda uji beton inti mempunyai kekuatan
kurang dari 0,75fc'.
(2) Kuat tekan rata-rata dari pengujian beton inti yang tidak kurang dari
0,85fc’
Jika hasil pengujian bor inti diperoleh hasil yang tidak memenuhi syarat,
maka dilakukan uji beban langsung dengan penuh keahlian. Jika nilai lendutan dan
atau regangan beton yang terukur lebih kecil dari yang diijinkan pada beban layan
maka bagian konstruksi tersebut dapat dianggap memenuhi syarat. Tetapi apabila
hasilnya tidak mencapai nilai tersebut, maka bagian konstruksi yang bersangkutan
hanya dapat dipertahankan dan pekerjaan yang dihentikan dapat dilanjutkan
kembali setelah dipenuhi salah satu dari kedua tindakan berikut tanpa mengurangi
fungsinya:
Jika hasil uji beban langsung tidak terpenuhi maka dilakukan pembongkaran
beton dari konstruksi tersebut.
Lapis pondasi dapat terdiri dari lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain sebagai bagian dari konstruksi perkerasan
untuk mendukung dan menyebarkan beban roda, mencapai efisiensi penggunaan
material yang relatip murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi
tebalnya (penghematan biaya konstruksi), dan untuk mencegah tanah dasar masuk
kedalam lapis pondasi serta sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar.
Lapis pondasi atas antara lain sebagai bagian perkerasan yang menahan
beban roda, dan sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. Bahan-bahan
untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan
beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai
bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-
baiknya terhadappersyaratan teknik.
Jenis tipe tanah setempat yang memliliki nilai California Bearing Ratio
(CBR) lebih dari atau sama dengan 50% dan nilai Plastisitas Indek (PI kurang dari
718 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
atau sama dengan 4%) yang relatip lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan pondasi atas.
Jenis lapis pondasi atas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
lapis pondasi agregat, Pondasi Macadam, Pondasi Telford, penetrasi Macadam
(Lapen), dan Aspal Beton Pondasi (Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated
Base).
Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah mutu Lapis Pondasi Atas untuk lapisan
di bawah lapisan beraspal, dan Lapis Pondasi Agregat Kelas B adalah untuk Lapis
Pondasi Bawah. Lapis Pondasi Agregat Kelas S digunakan untuk bahu jalan tanpa
penutup.
Fraksi agregat kasar yang tertahan pada ayakan 4,75 mm terdiri dari partikel
atau pecahan batu atau kerikil yang keras dan awet. Jik agregat kasar berasal dari
kerikil maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas A mempunyai 100% berat agregat
kasar dengan angularitas 95/90yaitu menunjukkan bahwa 95% agregat kasar
mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai
muka bidang pecah dua atau lebih.
720 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Lapis Pondasi Agregat Kelas B yang berasal dari kerikil mempunyai 60% berat
agregat kasar dengan angularitas 95/90.
Fraksi agregat halus yang lolos ayakan 4,75 rnm terdiri dari partikel pasir alami
atau batu pecah halus dan partikel halus lainnya. Fraksi bahan yang lolos ayakan
No.200 tidak boleh melampaui dua per tiga fraksi bahan yang lolos ayakan No.40.
Seluruh lapis pondasi agregat merupakan bahan yang bebas dari bahan
organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
setelah dipadatkan memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan pengayakan secara
basah) dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan dalam Tabel 20.59.
Lapis Pondasi yang terbuat dari tanah yang diambil dari daerah sekitarnya yang
distabilisasi dengan semen, di atas tanah dasar yang telah disiapkan, termasuk
penghamparan, pembentukan, pemadatan, perawatan dan penyelesaian akhir,
Semen yang harus digunakan untuk Lapis Pondasi Semen Tanah adalah
Semen Portland Tipe I yang memenuhi ketentuan SNI 15-2049-2004 atau semen tipe
lain yang disetujui. Pengujian mutu dari setiap pengiriman semen yang tiba di
lapangan, dan juga setiap saat untuk semen yang sudah disimpan di lapangan dan
akan digunakan, untuk memastikan apakah semen tersebut rusak atau tidak oleh
setiap kemungkinan selama pengirimanan atau penyimpanan. Semua semen yang
akan digunakan dalam Pekerjaan harus disimpan di tempat penyimpanan di lapangan
sesuai dengan ketentuan penyimpanan semen. Dilakukan pendataan rinci jumlah
semen yang diletakkan di lapangan untuk Percobaan Lapangan Awal (Preliminary Field
Trials).
Air yang digunakan merupakan air tawar, dan bebas dari endapan maupun
larutan atau bahan suspensi yang mungkin dapat merusak pembuatan Lapis Pondasi
Semen Tanah seperti yang sudah ditentukan, dan harus memenuhi ketentuan
yangdisyaratkan dalam SNI 03-6817-2002.
Tanah untuk Lapis Pondasi Semen Tanah tidak ditempatkan, dihampar atau
dihaluskan selama turun hujan, dan penghalusan tidak dilakukan segera setelah hujan
atau denganperkataan lain bilamana kadar air pada bahan tersebut terlalu tinggi untuk
mendapatkan penghalusan yang memenuhi ketentuan.Sebelum penghalusan, tanah
yang cocok digunakan untuk Lapis Pondasi Semen Tanah sesuai dengan ukuran
partikel yang ditentukan untuk ukuran paling besar dari partikel batu lebih kecil dari 75
mm dan kurang dari 50% melewati saringan No.200 dengan pengayakan secara
basah. Setelah penghalusan tanah, batas ukuran partikel diperiksa dan bebas dari
bahan organik yang dapat mengganggu proses hidrasi dari Semen Portland. Sesuai
prosedur SNI 19-6426-2000, pengujian nilai pH-nya setelah berselang satu jam harus
lebih besar dari 12,2 jika pengerasan berjalan lambat (slow hardening) atau kekuatan
campuran semen-tanah yang diperoleh rendah.
722 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Compressive Strength/UCS)
kg/cm2
California Bearing Ratio SNI 03-1744-1989 1001) 1201) 2001)
(CBR) %
Rata-rata Scala Penetration NZS4402: 1988 atau 1,01) 1,31) 2,51)
Resistance (SPR) ASTM D6951 (2003) 1,02) 0,82) 0,42)
melampaui 2/3 tebal atau Lamp.5.4.A
(pukulan/cm) Spesisifikasi Umum
2010
Scala Penetration Resis NZS4402: 1988 atau 0,81) - -
tance (SPR) yang ASTM D6951 (2003) 1,32)
menentukan batas minimum atau Lamp.5.4.A
tebal efektif (pukulan/cm) Spesisifikasi Umum
2010
Pengujian Wetting & Drying
(i) % Kehilangan Berat SNI 13-6427-2000 - - 7
(ii) % Perubahan Volume - - 2
CATATAN:
1)
Angka-angka ini dapat disesuaikan untuk dikalibrasikan dengan angka-angka UCS
yang disyaratkan, mengikuti pengujian kalibrasi untuk setiap jenis tanah baru
2)
Angka kemampuan penetrasi ekivalen dalam cm per pukulan
Tanah dengan plastisitas yang rendah atau tanah laterit yang mempunyai sifat-
sifat kekuatan yang baik, adalah tanah yang cenderung dipilih, daripada tanah yang
berkekuatan rendah, plastisitas tinggi atau tanah mengembang (expansive). Rentang
kadar semen yang disyaratkan 3 % sampai dengan 8 % dari berat tanah asli (yaitu,
sebelum dicampur dengan semen) dalam keadaan kering oven. Tanah yang sifat-
sifatnya tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan dapat digunakan asalkan
memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Tabel 20.60.
Lokasi sumber bahan (borrow pit) baru yang akan digunakan, dan dari waktu ke
waktu selama penggunaan setiap lokasi sumber bahan yang diberikan, dilakukan
percobaan campuran di laboratorium untuk menentukan :
(1) apakah bisa atau tidak membuat Lapis Pondasi Semen Tanah yang memenuhi
ketentuan dalam hal kekuatan dan karakteristik perubahan volume, dapat dibuat
dari tanah yang bersangkutan;
(2) kadar semen yang dibutuhkan untuk mencapai kekuatan sasaran campuran (target
mix strength);
(1) Tentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan untuk tanah yang
bersangkutan dengan menggunakan paling sedikit empat macam kadar semen
(SNI 6886:2012:Metode uji basah dan uji kering campuran tanah-semen
dipadatkan) dan gambarkan hasil pengujian dalam bentuk Grafik seperti
Gambar C20.5. Puncak dari setiap kurva hubungan kadar air- kepadatan
menyatakan Kepadatan Kering Maksimum (Maximum Dry Density/MDD) dan
Kadar Air Optimum (Optimum Moisture Content/OMC) untuk kadar semen yang
digunakan.
Contoh C20.4
724 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
1
Volume mold = ( 𝜋𝐷 2 ) 𝐻 = 2081 𝑐𝑚3 , berat tanah kering di hitung dengan
4
Volume tanah sama dengan volume mold (cetakan), sehingga berat isi
kering dapat dihitung
berat jenis tanah (Gs) = 2,420, berat isi air (𝛾𝑤 ) = 1 gr/cm3. Berat volume
kering maksimum (teoretis) pada suatu kadar air tertentu dengan kondisi zero air
voids (pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali) dapat dicari dengan
𝛾𝑤
𝛾𝑍𝐴𝑉 = 1
(𝑤 + )
𝐺𝑠
Dimana 𝑤 adalah prosentase kadar air dan 𝐺𝑠 = 2,420 berat jenis tanah uji,
dari data hasil uji dibuat tabulasi hitungannya.
Tabel C20.7: Hitungan Berat Isi Kering dan Zero Air Void
Kadar Air % 14,20 17,18 21,54 22,80 26,39
Berat Tanah kering gram 2.671 2.859 3.003 2.932 2.651
Berat Isi Kering gr/cm3 1,284 1,374 1,443 1,409 1,274
Zero Air Void (ZAV) 1,801 1,709 1,591 1,559 1,477
Menggunakan Tabel C20.7 dibuat hubungan antara kadar air dengan berat
isi kering dan berat isi zero air void seperi Gambar C20.4, didapatkan kepadatan
optimum sebesar 1,435 gr/cm3 dengan kadar air optimum sebesar 21% untuk
pencampuran stabilisasi tanah dengan kadar semen dalam berat sebesar 3%.
Untuk prosentase kadar semen yang berbeda dilakukan cara yang sama.
Contoh C20.5
Hasil uji kepadatan tanah dengan variasi kadar semen menghasilkan data
seperti Tabel C20.8 dengan berat jenis tanah (Gs) = 2,420 Tentukan kepadatan dan
kadar air optimumnya untuk masing-masing variasi kadar semen?
726 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel C20.8: Hasil Uji Kepadatan dan kadar Air untuk Variasi Penambahan Kadar
Semen
Kadar Semen 3%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,284 1,374 1,443 1,409 1,274
Kadar Air (%) 14,20 17,18 21,54 22,80 26,39
Zero Air Void 1,801 1,709 1,591 1,559 1,477
Kadar Semen 5%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,304 1,380 1,452 1,395 1,250
Kadar Air (%) 12,75 15,35 19,05 22,15 25,32
Zero Air Void 1,849 1,765 1,656 1,575 1,501
Kadar Semen 6%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,400 1,420 1,465 1,350 1,260
Kadar Air (%) 13,00 14,25 18,75 24,12 26,80
Zero Air Void 1,841 1,799 1,665 1,528 1,468
Kadar Semen 7%
3
Berat Isi Kering (gr/cm ) 1,420 1,475 1,478 1,295 1,267
Kadar Air (%) 12,50 15,55 17,45 24,55 25,32
Zero Air Void 1,858 1,758 1,701 1,518 1,501
Kadar Semen 8%
Berat Isi Kering 1,430 1,475 1,460 1,350 1,260
Kadar Air 13,50 15,25 17,75 21,00 26,80
Zero Air Void 1,824 1,768 1,693 1,605 1,468
Penyelesaian:
Dari dataTabel C20.8 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.5,
didapatkan untuk masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan
optimum untuk variasi kadar semen (Tabel C20.9).
Dari dataTabel C20.9 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.6, untuk
masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan optimum dengan
variasi kadar semen.
(2) Masukkan angka-angka dari MDD dan OMC untuk setiap macam kadar semen
seperti pada Grafik Contoh Gambar C20.6dan hubungkan titik-titik pengujian
menjadi kurva yang luwes untuk mendapatkan variasi dari MDD dan OMC
dengan bermacam- macam kadar semen untuk tanah yang bersangkutan. Dari
Gambar C20.6, misalnya didapatkan untuk kadar semen 6,5% kadar air
optimum yang digunakan sebesar 18% dengan berat isi kering sekitar 1,470
gr/cm3.
728 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Gambar C20.6: Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering (MDD) dengan Kadar Air Optimum
(OMC) dengan Variasi Kadar Semen
(3) Menggunakan paling sedikit empat macam kadar semen, buatlah serangkaian
benda uji untuk diuji kuat tekannya (Unconfined Compression Strength/UCS)
dimana benda uji ini dipadatkan sampai dengan MDD dan OMC seperti yang
ditentukan pada contoh Gambar C20.6di atas. Setelah perawatan selama 7 hari,
ujilah benda-benda uji ini dengan mengikuti prosedur yang diberikan di SNI 03-
6887-2002 dan masukkan angka-angka kekuatan yang diperoleh pada Grafik
sepertiGambar C20.7 dengan kurva yang luwes melalui titik-titik pengujian dan
pilihlah kadar semen pada campuran yang memberikan kekuatan sasaran seperti
yang disyaratkan yaitu kuat tekan target 24 kg/cm2.
Contoh C20.6
Hasil uji kuat tekan (Unconfined Compression Strength/UCS) dengan kadar semen
sesuai Gambar C20.6 menghasilkan data seperti Tabel C20.10. Tentukan Kadar
semennya?
Penyelesaian:
Dari data Tabel C20.10 dibuat grafik yang hasilnya seperti Gambar C20.7, untuk
masing-masing pasangan kadar air optimum dan kepadatan optimum dengan
variasi kadar semen.
Gambar C20.7: Hubungan antara kuat Tekan Bebas dengan Kadar Semen
(4) Masukan angka dari kadar semen campuran yang dipilih itu (Contoh kadar
semen 4,75%) kedalam Grafik 2, yang sudah digambar pada grafik pada contoh
Gambar C20.6, dan tentukan angka MDD dan OMC untuk campuran Semen
Tanah dari kadar semen yang dipilih. Dari contoh Gambar C20.6 didapatkan
nilai untuk kadar semen 4,75%, OMC=19,75% dan MDD=1,450. Gunakan
730 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
nilai- nilai MDD dan OMC ini untuk menentukan kepadatan yang cocok dan batas
kadar air untuk pengendalian pemadatan di lapangan, dan gambarkan batas-
batas tersebut pada Grafik nilai batas spesifikasi sepertiGambar 20.14.
Rancangan campuran dengan cara CBR hampir sama dengan cara UCS
kecuali pada pengujian nilai UCS diganti dengan pengujian California Bearing Ratio
(CBR) dapat digunakan sebagai alternatif dari pengujian UCS pada langkah (3). Akan
tetapi, khususnya untuk tanah kohesif, karena hasil kekuatan campuran dari pengujian
CBR pada umumnya tidak setepat dari pengujian UCS, dapat dilakukan pengujian UCS
dan CBR setiap ditemukan suatu jenis tanah yang baru, dan dalam membandingkan
hasilnya, jika perlu.
Pengujian CBR jika digunakan, prosedur yang diberikan dalam SNI 1744:2012
(Metode uji CBR laboratorium) menggunakan penumbuk 2,5 kg kecuali setelah
pencetakan benda uji dirawat dengan cara sebagai berikut :
(1) Semua benda uji dimasukkan bersama-sama kedalam suatu kantong plastik
yang besar;
(2) Udara dalam kantung plastik dijaga supaya tetap lembab dengan menempatkan
sebuah panci yang terbuka yang diisi dengan air. Air harus dijaga dengan hati-
Lapis pondasi agregat semen digunakan untuk lapis pondasi atas (LPAS) dan
lapis pondasi bawah (LPBAS). Lapis pondasi agregat semen mencakup uraian tentang
persyaratan bahan (agregat, semen dan air). Lapis pondasi agregat semen (LPAS)
adalah agregat kelas A atau agregat kelas B yang diberi campuran semen, sedangkan
lapis pondasi bawah agregat semen (LPBAS) adalah agregat kelas C yang diberi
campuran semen(DPU, 2006).
Lapis pondasi agregat semen ini umumnya digunakan untuk ruas-ruas jalan
yang melayani lalu lintas cukup berat dan padat.
Persyaratan bahan yang digunakan untuk agregat kasar (tertahan pada ayakan
4,75 mm) terdiri atas partikel yang keras dan awet.Agregat kasar Kelas A yang berasal
dari batu kali harus 100 % mempunyai paling sedikit dua bidang pecah. Agregat kasar
Kelas B yang berasal dari batu kali harus 65 % mempunyai paling sedikit satu bidang
pecah.Agregat kasar Kelas C berasal dari kerikil.Agregat halus (lolos ayakan 4,75 mm)
terdiri atas dari partikel pasir atau batu pecah halus.
Semen yang digunakan untuk LPAS dan LPBAS adalah Portland Cement Type
I sesuai dengan persyaratan SNI 15-2049-1994.
Air yang digunakan untuk LPAS dan LPBAS, baik untuk mencampur maupun
untuk merawat merupakan air yang bebas dari minyak, garam, asam, alkali, gula,
tumbuh tumbuhan atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap hasil akhir dan
memenuhi persyaratan dalam Tabel 20.61.Bila dianggap perlu, air diperiksa dengan
cara membandingkan dengan air suling. Perbandingan harus dibuat dengan cara
pemeriksaan semen standar untuk kekekalan waktu pengikatan, kekuatan adukan.
Waktu ikat sama dengan atau lebih besar dari 30 menit, dan berkurangnya kekuatan
732 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
adukan lebih dari 10% bila dibandingkan dengan air suling, sudah cukup sebagai
alasan untuk menolak penggunaan air semacam yang diperiksa tersebut (SNl 03-6817-
2002).
Agregat untuk untuk LPAS dan LPBAS untuk persyaratan gradasi agregat
campuran yang disajikan pada Tabel 20.62dan memenuhi persyaratan sifat bahan
yang disajikan pada Tabel 20.63.
Tabel 20.64:Kuat tekan lapis pondasi agregat semen (LPAS dan LPBAS)
Lapis Pondasi Agregat Kuat Tekan Bebas Umur 7 Hari (kg/cm2)
Semen
Silinder Silinder
(Diameter 70 mm; (Diameter 150 mm;
Tinggi 140 mm) Tinggi 300 mm)
Kelas A 45 75
Kelas B 35 55
Kelas C 30 35
Lapis pondasi beton pada giling (BPG) atau Roller Compacted Concrete
(RCC) adalah salah satu jenis lapis pondasi agregat yang distabilisasi dengan
semen disamping lapis pondasi agregat semen (LPAS) dan lapis pondasi bawah
agregat semen (LPBAS).Lapis pondasi beton padat giling (BPG) adalah campuran
agregat, semen dan air yang kental atau "slump nol", disamping itu memiliki gradasi
agregat campuran yang khusus atau tidak sama dengan gradasi campuran untuk
LPAS ataupun LPBAS.
Tabel 20.65:Persyaratan mutu agregat untuk Lapis pondasi beton pada giling
(BPG)(DPU, 2006)
734 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Pengujian Metode Persyaratan
Agregat Kasar Agregat Halus
Gumpalan Lempung SNI 03-4141-1996 Maks. 2% Maks. 1%
Partikel Ringan SNI 03-3416-1994 Maks. 1% Maks. 0,5%
Pelapukan (MgSO4) SNI 03-3407-1994 Maks. 18% Maks. 18%
Bahan Organik (ASTM C 33) ASTM C.40 & C87 - 0%
Abrasi dengan Los Angelos SNI 03-2417-1990 Maks.40 -
Persyaratan bahan untuk agregat kasar yang digunakan dapat berupa
kerikil pecah, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus harus
bersih, keras dan awet. Agregat halus yang digunakan dapat berupa abu batu,
pasir alam atau kombinasi dari keduanya. Partikel agregat kasar harus bersudut
atau kubikal, paling sedikit 75% partikel agregat kasar dari tiap fraksi harus
mempunyai 2 bidang pecah. Persyaratan mutu agregat kasar dan agregat halus
adalah seperti pada Tabel 20.65.
Air yang digunakan untuk BPG, baik untuk mencampur maupun untuk
merawat harus bebas dari minyak, garam, asam, alkali, gula, tumbuh tumbuhan
atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap hasil akhir dan memenuhi
persyaratan dalam Tabel 20.61.
Bila diuji terhadap kuat lentur beton normal (flexural strength) maka
disyaratkan setelah berumur 28 hari harus memiliki kuat lentur beton (flexural
strength) 3,3 MPa, untuk BPG sebagai lapis permukaan dengan volume lalu lintas
rendah dan minimum 2,7 MPa untuk pondas.
Lapis pondasi tanah kapur adalah lapis pondasi yang terbuat dari tanah
yang distabilisasi dengan kapur. Stabilisasi tanah dengan kapur adalah campuran
tanah dengan kapur dan air dengan komposisi tertentu sehingga tanah tersebut
memiliki sifat atau daya dukung yang lebih baik dari semula.Tanah yang digunakan
untuk pondasi tanah kapur adalah lempung dan termasuk tanah ekspansif(DPU,
2006).
(1) Ukuran paling besar dari partikel batu harus lebih kecil dari 75 mm.
736 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
(2) Kurang dari 50 % melewati saringan No.200 dengan pengayakan secara
basah.
(3) Setelah penghalusan tanah, batas ukuran partikel harus diperiksa, sehingga
gumpalan tanah bilamana diayak secara kering memenuhi ketentuan Lolos
Ayakan 25 mm sebesar 100% dan Lolos Ayakan No. 4 sebesar 75%.
Persyaratan lapis pondasi tanah kapur sesuai hasil uji di laboratorium untuk
mendapatkan kadar kapur yang menghasilkan kekuatan campuran maksimum
seperti Tabel 20.67.
Lemahnya daya dukung tanah dasar atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca dengan jenis
tipe tanah setempat yang memliliki nilai California Bearing Ratio (CBR) lebih dari
atau sama dengan 20% dan nilai Plastisitas Indek (PI kurang dari atau sama
dengan 10%) yang relatip lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Stabilisasi tanah dengan menggunakan kapur atau semen
sangat dianjurkan, agar dapat memberikan kekuatan terhadap kestabilan
konstruksi perkerasan.
Metode ini awalnya diciptakan oleh O.J poter kemudian di kembangkan oleh
California State Highway Departement, kemudian dikembangkan dan dimodifikasi
oleh Corps insinyur-isinyur tentara Amerika Serikat (U.S Army Corps of Engineers).
738 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Metode ini mengombinasikan percobaan pembebanan penetrasi di laboratorium
atau di lapangan dengan rencana Empiris untuk menentukan tebal lapisan
perkerasan. Hal ini digunakan sebagai metode perencanaan perkerasan lentur
(flexible pavement) suatu jalan. Tebal suatu bagian perkerasan ditentukan oleh nilai
CBR.
CBR adalah perbandingan beban penetrasi pada suatu bahan (test load)
dengan beban dan bahan standar (standard load) pada penetrasi dan kecepatan
pembebanan yang sama dan dinyatakan dalam prosentase. Uji CBR dilakukan di
lapangan dan di laboraturium. Uji yang dilakukan di lapangan dilaksanakan setelah
subgrade selesai dimampatkan dan pengukuran di laboratorium dikaitkan dengan
percobaan pemampatan atau CBR design. Harga CBR adalah nilai yang
menyatakan kualitas tanah dasar (daya dukung bahan/tanah) dibandingkan dengan
bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam
memikul beban.
Kapus Dipetim
Tidak di
bang- Dianjurkan Dianjurkan dipetimbangkan Dianjurkan
ajurkan
kan
740 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
merupakan beberapa alternatif metode-metode konstruksi di atas tanah
ekspansif(DPU, 2005).
742 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
20.7.3 Membran untuk Tanah Ekspansif
Membran vertikal ditempatkan pada kedua sisi jalan yang akan dilindungi
dalam posisi tegak hingga mencapai kedalaman tertentu. Membran ini berfungsi
sebagai penghalang aliran air tanah pada arah horisontal atau menjaga penguapan
744 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
ke samping dari tanah yang berada di bawah badan jalan. Kedalaman membran
harus dipasang minimal dua pertiga dari kedalaman zona aktif, dan kedalaman
minimal pemasangan membran adalah 1,5 meter. Umumnya membran vertikal
lebih efektif dibandingkan dengan membran horisontal. Meskipun demikian, ditinjau
dari segi kepraktisan masing-masing membran memiliki kesulitan yang sama dalam
menentukan jarak samping dan penggalian yang lebih dalam. Cara pemasangan
membran vertikal diperlihatkan pada Gambar 20.16.
746 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Tabel 20.70: Pertimbangan dalam pemilihan metode konstruksi(DPU, 2005)
Metode Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
Konstruksi
Penggalian harus mencapai kedalaman yang dianggap stabil
serta dilindungi dengan menggunakan membran
Stabilisasi Persentase kapur yang diberikan sebesar 2 – 10 % umumnya
dengan kapur dapat digunakan
Harus dilakukan pengujian awal terhadap tanah yang akan
distabilisasi untuk menentukan reaksi kapur dan persentase
kapur yang dibutuhkan.
Kedalaman pencampuran terbatas antara 30 – 45 cm,
tergantung pada peralatan pencampurnya.
Kapur dapat digunakan dalam bentuk kering maupun encer
(slurry), tetapi penambahan air harus tetap dilakukan.
Pengawasan kualitas sangat penting dilakukan selama
penggemburan, pencampuran dan pemadatan.
Stabilisasi dengan kapur harus dilindungi dari air permukaan
dan air tanah karena air tersebut dapat mengeluarkan kapur
dari dalam campuran sehingga tanah akan kehilangan kekuatan
akibat jenuh air
Stabilisasi Tipe semen yang digunakan adalah semen Portland dengan
dengan semen persentase 4 – 6%, dengan tujuan mengurangi potensi
perubahan volume.
Pelaksanaan stabilisasi dengan semen sama dengan yang
dilakukan pada stabilisasi dengan kapur.
Penggunaan stabilisasi dengan semen tidak seefektif stabilisasi
dengan kapur untuk tanah lempung berplastisitas tinggi.
Pelat beton Trotoar yang terbuat dari pelat beton sebaiknya diberikan
tulangan.
Sambungan lentur harus dapat menghubungkan trotoar dengan
fondasinya.
Harus sering dilakukan pemeriksaan terhadap retak dan
kebocoran
Aspal Membran menerus harus ditempatkan di sepanjang tanah dasar
dan saluran samping apabila aspal digunakan pada konstruksi
jalan raya.
Membran Membran horisontal harus diperpanjang hingga cukup jauh dari
horisontal perkerasan jalan atau fondasi untuk mencegah pergerakan air
secara horisontal ke dalam tanah fondasi.
Dibutuhkan kehati-hatian pada saat memasang membran di
atas fondasi, merekatkan sambungan, serta memiringkan
membran hingga berada di bawah dan jauh dari struktur.
Bahan membran harus tahan lama dan terbuat dar bahan yang
tidak mudah terdegradasi.
Sambungan yang menghubungkan membran dengan struktur
harus kuat dan tidak tembus air
Dibutuhkan kemiringan yang cukup untuk mengalirkan drainase
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan
tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar unnik perletakan
bagian-bagian perkerasan lainnya
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan
tanah dasar.
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis
pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
Lapis Pmnukaan adalah bagian permukaan yang paling atas.
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram
penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar.
Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim,
yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, .daya dukung tanah dasar dan
perkerasan.
lndek Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan
tebal perkerasan.
748 | Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan: Perenc. Geometrik & Drainase Jalan, Jakarta: Transportasi - UNJ
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar
dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri
dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang
diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi
lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal
dengan batu penutup.
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah acmpuran yang terdiri dari agregat
kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremajaan dan filler (bila diperlukan) yang
dicampur, dihampar dan di padatkan secara dingin.
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara
agregat bergradasi timpang, filer dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan
pasir dengan ukuran butir maksimum 9,6 mm atau 3/8 inch.
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal yang ditaburi dengan satu lapk agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20
mm.
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan
aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35
mm.
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi perkerasan
yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur
dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adaIah pada umumnya merupakan
lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri
dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan
dipadatkan pada temperatur tertentu.
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu
tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan
aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 751
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 752
Mulyono,T(2015), Infrastruktur Jalan dan Jembatan (Bahan Ajar), Jakarta: Unpublisher | 753