Anda di halaman 1dari 12

Pengaturan pola tata tanam adalah kegiatan mengatur awal masa tanam, jenis

tanaman dan varitas tanaman dalam suatu tabel perhitungan.

Tujuan utama dari penyusunan pola tanam adalah untuk mendapatkan besaran
kebutuhan air irigasi pada musim kemarau sekecil mungkin.

Di dalam penyusunan pola tata tanam dilakukan simulasi penentuan awal tanam.
Misalnya alternatif pertama, jika awal tanam padi pada awal bulan Oktober,
alternative kedua, jika awal tanam padi pada awal bulan Nopember begitu
seterusnya hingga alternatif ke duabelas yang awal tanam padi dimulai pada awal
September. Dari keduabelas alternative tadi dipilih alternatif yang kebutuhan air
irigasi nya paling rendah.

Tabel penyusunan pola tata tanam biasanya seperti berikut : lihat tabel.
Keterangan tabel :

Penyusunan pola tata tanam didasarkan pada tengah bulanan atau tiap 15 harian,
artinya besaran-besaran yang ikut di dalam perhitungan ( seperti besaran Eto, Pd,
P&I) dihitung selama 15 harian (bukan bulanan atau bukan harian) yaitu ditandai
dengan adanya angka 1 dan 2.

Baris ke 1 : Pola Tanam.


Penyusunan pola tata tanam dilakukan selama 1 tahun dengan disisipi 1 musim
untuk tanaman palawija (tanaman jagung, kacang, kedele, singkong atau ubi),
misalnya pola tata tanam : padi pertama, sesudah padi pertama maka dilanjutkan
dengan pengolahan tanah untuk persiapan tanam padi kedua, sesudah padi
kedua panen, maka lahan ditanami dengan palawija, tidak dengan padi lagi.
Hal ini dimaksudkan untuk memutus rantai serangan hama pada tanaman padi
serta memberi kesempatan tanah untuk memulihkan unsur-unsur haranya setelah
berturut-turut ditanami padi.

11

POLA TATA TANAM

seluruh areal persawahan tidak dilakukan serentak tetapi bertahap, berperiode


setengah bulanan (15 harian) dan ada waktu kosong (time lag) selama 15 hari (1
kali setengah bulanan) sebelum pengolahan/penyiapan lahan (Land Preparation).
Total waktu penyiapan lahan adalah 2 bulan.

Baris ke 2 : Koefisien tanaman c.


Koefisien tanaman c sangat erat hubungannya dengan awal masa tanam, jenis
tanaman dan varietas tanaman.
Pada contoh tersebut, jenis tanaman yang ditanam adalah padi dengan tabel
koefisien tanaman seperti berikut : harga C1 adalah koefisien tanaman bagi
kelompok penanaman awal, C2 adalah koefissien tanaman bagi penanaman
gelombang kedua, C3 adalah koefisien tanaman bagi gelombang terakhir,
koefisien rata-rata adalah harga rata-rata dari C1, C2 dan C3.
Tabel 2. Koefisien Tanaman

Sumber : : Standar Perencanaan Irigasi, KP-01, Departemen Pekerjaan Umum

Baris ke 3 :
Koefisien tanaman k rata-rata adalah : harga rata-rata dari k1, k2 dan k3.

Baris ke 4 :

11

Notasi pola tanam dibuat miring-miring, dimaksudkan bahwa penanaman untuk

(tabel evapotranspirasi metode Penman Modifikasi) yaitu hasil perkalian antara


faktor koreksi c dengan evapotranspirasi sebenarnya ETo*.

Baris ke 5 :
Kebutuhan Air tanaman ET adalah hasil perkalian antara koefisien tanaman ratarata k pada baris ke 3 dengan Evapotranspirtasi potensial Eto pada baris ke 4.

Baris ke 6 :
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (Pd) adalah hasil perhitungan harga Pd
berdasarkan rumus vd. Goor Zijlstra.

Baris ke 7 :
Ratio penyiapan lahan adalah perbandingan antara total penyiapan lahan (2
bulan) dengan angka 4 (yang merupakan periode 15 harian).

Baris ke 8 :
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan ratio merupakan perkalian antara
kebutuhan air untuk penyiapan lahan (baris ke 6) dengan ratio penyiapan lahan
(baris ke 7).

Baris ke 9 :
Perkolasi adalah air yang hilang akibat proses perkolasi, besarnya 1.5 mm/hari.

Baris ke 10 :
Penggantian lapisan air WLR1, WLR2 dan WLR3 adalah sejumlah air yang
diperlukan untuk mengganti lapisan air di sawah sesudah 1.5 bulan dan 2 bulan
dari penyiapan lahan, besarannya adalah 50 mm per 15 hari atau 3.3 mm per hari.
Sedangkan harga rata-rata WLR adalah rata-rata dari WLR1, WLR2 dan WLR3.

Baris ke 11 :
Ratio luas tanaman adalah perbandingan antara luas lahan yang sudah ditanami
dengan luas total. Untuk warna hijau yang penuh, nilainya adalah 1, yang tidak
penuh mungkin 0.75, atau 0.25.

Baris ke 12 :

11

Evapotranspirasi potensial (ETo) adalah hasil perhitungan dari tabel sebelumnya

tanaman (baris ke 11) dengan penjumlahan baris ke 5, baris ke 9 dan baris ke 10.

Baris ke 13 :
Curah Hujan Efektif adalah curah hujan yang dimanfaatkan oleh tanaman untuk

Re

0,7
x R80
N

memenuhi kebutuhannya. Dihitung dengan rumus

Baris ke 14 :
Total ratio adalah penjumlahan antara ratio penyiapan lahan (baris ke 7) dengan
ratio luas tanaman (baris ke 11).

Baris ke 15 :
Curah hujan efektif dengan ratio adalah perkalian antara ratio total (baris ke 14)
dengan curah hujan efektif (baris ke 13).

Baris ke 16 :
Kebutuhan air di sawah netto NFR (net field requirement) adalah :
-

Jika besar curah hujan efektif dengan ratio (baris ke 15) lebih besar dari
penjumlahan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dengan ratio (baris ke
8) dengan kebutuhan air untuk (ET+P+WLR) pada baris ke 12, maka
hasilnya = 0. Artinya curah hujan efektif masih mampu memenuhi
kebutuhan untuk ET +P+WLR dan Pd.

Jika besar curah hujan efektif dengan ratio (baris ke 15) lebih kecil dari
penjumlahan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dengan ratio (baris ke
8) dengan kebutuhan air untuk (ET+P+WLR) pada baris ke 12, maka
hasilnya = (ET+P+WLR) pada baris ke 12 dikurangi besar curah hujan
efektif dengan ratio (baris ke 15).

Baris ke 17 :
Kebutuhan air di sawah netto (ltr/dt per ha) adalah Kebutuhan air di sawah netto
(baris 16) dikalikan 0.1157.

Baris ke 18 :

11

Kebutuhan air untuk ET + P + WLR, merupakan perkalian antara ratio luas

tersier. Besarnya adalah 0.65.

Baris ke 19 :
Kebutuhan air di intake (DR) adalah kebutuhan air netto di sawah (baris ke 17)
dibagi efisiensi irigasi (baris ke 18).

11

Effisiensi irigasi adalah total efisiensi mulai dari saluran primer, sekunder dan

Keterangan

a)

tambahan

Penyiapan lahan
Penyiapan lahan adalah merupakan pekerjaan pengolahan tanah secara basah
mulai dari pemberian air yang pertama, membersihkan jerami dan akar-akar sisa
tanaman padi yang lalu sampai siap ditanami. Tanah permukaan dibajak atau
dicangkul sedalam 20 30 cm agar tanah menjadi lunak dan membalikkan
permukaan, kemudian digemburkan lalu dibuat rata dan siap untuk ditanami bibit
padi yang diambil dari tempat persemaian.
Lama pekerjaan penyiapan lahan tergantung jumlah tenaga kerja, hewan dan
peralatan yang digunakan serta faktor-faktor sosial setempat. Biasanya Pengolahan
lahan dilakukan sebelum masa tanam padi dan berlangsung selama 30 45 hari.
Untuk penyiapan lahan digunakan rumus empiris v d Goor dan Zijlstra.

M .e k
Pd k
e 1

Dengan :
Pd = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan pada saat pengolahan lahan
(mm/hari)
M

= Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi air yang hilang akibat


evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (1.1 x ETo)

dan akibat

perkolasi, atau M = (1.1 x ETo) + P, dalam mm/hari.


K

= MT/S

= Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

= Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm

= Bilangan dasar dalam logaritma 2,7183

Tabel perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah seperti tabel 3 berikut:

b)

Perkolasi
c) Kehilangan air di sawah diperhitungkan karena adanya rembesan air dari
daerah tidak jenuh ke daerah jenuh air (perkolasi). Besarnya perkolasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain :
1. Tekstur tanah
d)

Makin besar tektur tanah makin besar angka perkolasinya dan sebaliknya.

2. Permeabilitas tanah, makin besar permeabilitasnya, makin kecil perkolasi yang


terjadi.
3. Tebal lapisan tanah bagian atas
e) Makin tipis lapisan tanah bagian atas makin kecil angka perkolasinya.
4. Letak permukaan air tanah

f)
g) Makin dangkal air tanah makin kecil angka perkolasinya. Perkolasi dapat
mencapai 13 mm per hari.

h)
i)

Penggantian Lapisan Air


j)

Penggantian lapisan air dilakukan setelah kegiatan pemupukan yang telah di-

jadwalkan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, maka penggantian lapisan air
tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm per 15 hari (3,33
mm/hari selama setengah bulan). Selama 1 dan 2 bulan setelah awal tanam.

k)
l)

Efisiensi Irigasi
m) Efisiensi irigasi (e) adalah angka perbandingan jumlah debit air irigasi terpakai
dengan debit yang dialirkan; dan dinyatakan dalam prosen (%). Untuk tujuan
perencanaan, dianggap seperempat atau sepertiga dari jumlah air yang diambil
akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebab-kan oleh
kegiatan eksploitasi, evaporasi dan rembesan. Efisiensi irigasi keseluruhan rata-rata
berkisar antara 59 % - 73 %. Oleh karena itu kebutuhan bersih air di sawah (NFR)
harus dibagi effsiensi irigasi untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di intake.

n)
1. Saluran tersier, kehilangan air = 20%, sehingga efisiensi 80 %
2. Saluran sekunder, kehilangan air 10 %, sehingga efisiensi 90 %
3. Saluran utama, kehilangan air 10 %, sehingga efiseiensi 90 %

o)

p) Efisiensi secara keseluruhan dihitung sebagai berikut = efisiensi jaringan tersier


(80%) x efisiensi jaringan sekunder (90%) x efisiensi jaringan primer (90%),
sehingga efisiensi irigasi secara keseluruhan 65 %.

q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
x)
y) Ringkasan kebutuhan air irigasi di intake

z)
aa)

Anda mungkin juga menyukai