Anda di halaman 1dari 80

1.

PENDAHULUAN
1.1 UMUM
Kriteria Perencanaan Petak Tersier ini merupakan bagian dari Standar Kriteria
Perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kriteria Perencanaan terdiri dari
buku-buku berikut :

KP - 01 Perencanaan Jaringan Irigasi


KP - 02 Bangunan Utama (Headworks)
KP - 03 Saluran
KP - 04 Bangunan
KP - 05 Petak Tersier
KP - 06 Parameter Bangunan
KP - 07 Standar Penggambaran.

Kriteria Perencanaan ini ditunjang dengan:


 Gambar-gambar Standar Perencanaan
 Persyaratan Teknis untuk Pengukuran dan Perencanaan
 Buku Petunjuk Perencanaan.

1.2 LATAR BELAKANG


Dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan, pembangunan sektor pertanian
mengutamakan program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Seiring dengan
perkembangan teknologi pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman modern
menuntut pengelolaan air secara tepat guna, maka seluruh prasarana di daerah-daerah
pertanian harus dikembangkan.
Untuk mengatur aliran air dan sumbernya ke petak-petak sawah, diperlukan
pengembangan sistem irigasi di dalam petak tersier.
Pemerintah Republik Indonesia telah memutuskan bahwa tanggung jawab atas
Pengembangan dan Pengelolaan jaringan utama berada di pihak Pemerintah, sedangkan
para pemakai jaringan bertanggung jawab atas O & P Pengembangan dan Pengelolaan
saluran, pembuang serta bangunan-bangunannya di petak tersier.
Berhubung keahlian para petani pemakai air sangat terbatas, maka pemerintah akan
membantu mereka dalam merancang dan mempersiapkan desain dan pelaksanaan
pekerjaan melalui pemerintah Kabupaten
o Segi-segi hukum yang menyangkut pengembangan petak tersier tertuang dalam:
 Undang-undang no. 7/2004 tentang sumber daya air
 Peraturan Pemerintah no. 42/2008 tentang pengelolaan sumber daya air
 Peraturan Pemerintah 20/2006 tentang Irigasi
 Peraturan Pemerintah No.38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
 Instruksi Presiden no. 2, 1984 mengenai bimbingan kepada Perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A).
Dalam Instruksi Presiden no.2, 1984, diuraikan tugas-tugas dan tanggung jawab
Departemen Dalam Negeri, Pekerjaan Umum dan Pertanian atas bimbingan (penyuluhan)
kepada petani pemakai air.
Tugas Kementerian Pekerjaan Umum didefinisikan sebagai berikut:
“.............melakukan pembinaan dalam operasi irigasi dan pemeliharaan jaringan
irigasi di tingkat petak tersier, guna terselenggaranya pengelolaan air secara tepat
guna, berdaya guna, dan berhasil guna”.
Dalam lampiran Instruksi tersebut pada Bab IX pasal 12 tugas bimbingan ini dijelaskan
sebagai berikut:
‘................memberikan petunjuk dan bantuan kepada P3A dalam hal yang
berhubungan dengan survei dan desain, konstruksi serta operasi dan pemeliharaan
jaringan tersier dan jaringan tingkat usaha-tani lainnya”.
Tugas Departemen Dalam Negeri adalah memberikan petunjuk-petunjuk kepada
Pemerintah Daerah tentang bimbingan dan pembentukkan Perkumpulan Petani Pemakai
Air (P3A).
Tugas Departemen Pertanian adalah memberikan petunjuk mengenai penggunaan air
irigasi secara benar dan adil di tingkat kuarter.

1.3 TUJUAN
Perencanaan jaringan irigasi tersier harus sedemikian rupa sehingga pengelolaan air dapat
dilaksanakan dengan baik. Operasi dan Pemeliharaan jaringan dapat dengan mudah
dilakukan oleh para petani pemakai air dengan biaya rendah.
Untuk mencapai hasil perencanaan demikian, serta mengingat banyaknya perencanaan
yang harus dibuat, maka seluruh prosedur dan kriteria dibuat standar.

1.4 RUANG LINGKUP KRITERIA PERENCANAAN INI


Kriteria Perencanaan ini akan mempermudah pembuatan rencana/desain yang mulus dan
teliti. Karena O&P sepenuhnya menjadi tanggung jawab para petani pemakai air, maka
perhatian dan keikutsertaan mereka selama perencanaan sangat diperlukan. Selain
perhatian dan para petani pemakai air, hubungan antara jaringan tersier dan jaringan
utama harus diperhitungkan. Praktek-praktek pengelolaan air serta konsekuensi teknisnya
harus dipertimbangkan secara bersama-sama, baik di tingkat tersier maupun utama. Oleh
sebab itu, perencanaan jaringan irigasi tersier tidak dapat dipisahkan dan perencanaan
jaringan utama.
Dalam bab 2 dibicarakan mengenai pendekatan perencanaan petak tersier dalam kaitannya
dengan petani pemakai air dan jaringan utama.
Sebelum perencanaan dimulai, harus tersedia data-data yang teliti dalam jumlah yang
memadai. Dalam bab 3 dibicarakan mengenai data-data yang dibutuhkan.
Layout petak tersier maupun trase saluran dan pembuang bergantung kepada ukuran,
topografi, situasi yang ada serta pembatasan-pembatasan administratif. Dalam bab 4
aspekaspek ini dibicarakan untuk persiapan layout pendahuluan serta proses
penyelesaiannya setelah dicek seperlunya.
Bab 5 membahas perencanaan saluran irigasi dan pembuang. Kapasitas rencana saluran
irigasi ditentukan berdasarkan besarnya kebutuhan ingasi dan praktek-praktek operasi.
Kapasitas jaringan pembuang dihitung dengan metode modulus pembuang (drainage
modulus). Muka air rencana dan dimensi dihitung dengan metode grafik.

Bangunan-bangunan yang diperlukan di jaringan tersier dapat direncana menurut standar-


standar yang diberikan dalam bab 6 dan 7. Untuk masing-masing bangunan, akan dibahas
karakteristik hidrolis dan tampakan (feature) bangunan.

Dalam bab 9 dibahas mengenai penyajian hasil perencanaan. Ini meliputi nota
perhitungan, gambar-gambar dan buku petunjuk O & P.

1.5 PENERAPAN DAN BATASAN


Kriteria perencanaan ini dapat diterapkan untuk system irigasi gravitasi di daerah-daerah
datar sampai dengan daerah-daerah kemiringan sedang. Di daerah-daerah pegunungan,
aspek-aspek layout dan gabungan antara jaringan irigasi dan pembuang harus
dipertimbangkan. Pada jaringan irigasi pompa yang kapasitasnya cukup untuk mengairi
petak tersier, akan diperlukan penyesuaianpenyesuaian layout dan kapasitas saluran
karena hal ini ditentukan oleh kapasitas dan cara operasi pompa. Petakpetak tersier
jaringan irigasi di daerah pasang surut harus disesuaikan terhadap kapasitas dan layout
saluran, seperti untuk pemberian air irigasi secara berselang-seling dan pembuangan
kelebihan air.

1.6 PERISTILAHAN Dan TATA NAMA (NOMENKLATUR)


1.6.1 Peristilahan
Petak tersier adalah petak dasar di suatu jaringan irigasi. Petak itu merupakan
bagian dari daerah irigasi yang mendapat air irigasi dan satu bangunan sadap
tersier dan dilayani oleh satu jaringan tersier.
Petak Tersier dibagi-bagi menjadi petak-petak kuarter. Sebuah petak tersier
merupakan bagian dari petak tersier yang menerima air dan saluran kuarter.
Petak subtersier diterapkan hanya apabila petak tersier berada di dalam daerah
administratif yang meliputi dua desa atau lebih.
Jaringan tersier adalah jaringan saluran yang melayani areal di dalam petak tersier.
Jaringan tersier terdiri dari:

 Saluran dan bangunan tersier : saluran dan bangunan yang membawa dan
membagi air dari bangunan sadap tersier ke petak-petak kuarter.
 Saluran dan bangunan kuarter : saluran dan bangunan yang membawa air dari
jaringan bagi ke petak-petak sawah.
 Saluran pembuang : saluran dan bangunan yang membuang kelebihan air dari
petak-petak sawah ke jaringan pembuang utama.
Operasi bangunan sadap tersier merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten sesuai dengan
kewenangannya. Pembagian air serta operasi bangunanbangunan di dalam petak
tersier menjadi tanggung jawab Ulu-ulu P3A.

Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke
petak-petak kuarter. Batas ujung saluran tersier adalah boks bagi kuarter yang
terakhir. Para petani menggunakan air dari saluran kuarter. Dalam keadaan khusus
yang menyangkut topografi dan kemudahan pengambilan air, para petani
diperkenankan mengambil air dari saluran tersier tanpa merusak saluran tersier.
Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui lubang sadap sawah
atau saluran cacing ke sawah-sawah. Jika pemilikan sawah terletak lebih dari150
m dan saluran kuarter, saluran cacing dapat mengambil air langsung tanpa
bangunan dari saluran kuarter. Saluran kuarter sebaiknya berakhir di saluran
pembuang agar air irigasi yang tak terpakai bisa dibuang. Supaya saluran tidak
tergerus, diperlukan bangunan akhir. Boks kuarter hanya membagi air irigasi ke
saluran kuarter saja. Boks tersier membagi air irigasi antara saluran kuarter dan
tersier.

Saluran pembuang kuarter terletak di dalam petak tersier untuk menampung air
langsung dan sawah dan membuang air itu ke saluran pembuang tersier.
Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier dari jaringan
irigasi sekunder yang sama, serta menampung air dan pembuang kuarter maupun
langsung dan sawah.

2.6.2 Sistem Tata Nama


Boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam,
mulai dan boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2, dan seterusnya.
Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut jarum jam, mulai dari boks
kuarter pertama di hilir boks nomor urut tertinggi K1, K2, dan seterusnya. Ruas-
ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara
kedua boks, niisalnya (T1 - T2), (T3 – K1).
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut
arah jarum jam.

Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani
tetapi dengan huruf kecil, misalnya al, a2, dan seterusnya.
Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang
airnya, diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya.
Saluran pembuang tersier diberi kode dt1, dt2, juga menurut arah jarum jam.
2. PENDEKATAN MASALAH
2.1 PENDAHULUAN
Petak tersier merupakan basis suatu jaringan irigasi. Perencanaan dan pelaksanaan petak
tersier dilaksanakan oleh para Petani Pemakai Air (P3A) dengan bantuan teknis dari
pemerintah melalui pemerintah Kabupaten. Operasi dan pemeliharaannya menjadi
tanggung jawab para petani yang diorganisasi dalam Petani Pemakai Air atau P3A.
Organisasi ini mempunyai otonomi penuh.
Karena P3A bertanggung jawab atas pengelolaan petak tersier, maka jelas bahwa usaha-
usaha pengembangan petak tersier hendaknya datang dari inisiatip petani.. Keikutsertaan
petani dibutuhkan dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan.
Pembiayaan pengembangan tersier menjadi tanggung jawab petani, kecuali sadap tersier,
saluran sepanjang 50 m dari bangunan sadap, box tersier dan kuarter, bangunan lainnya.
Dalam hal petani tidak mampu, pemerintah dapat memberi bantuan.
Petak tersier yang akan dikembangkan sering terletak di jaringan irigasi yang sudah ada.
Kaitan dan dampak pengembangan petak-petak tersebut terhadap jaringan utama juga
harus dipertimbangkan selama perencanaan teknis jaringan utama dan tersier.
Dalam bab ini akan dibicarakan mengenai pendekatan perencanaan dalam kaitannya
dengan jaringan utama dan petani pemakai air. Lebih lanjut akan dijelaskan mengenai
pertimbangan-pertimbangan khusus untuk membuat perencanaan yang baik.
2.2 KEGIATAN Dan PROSEDUR PERENCANAAN
1.2.1 Persiapan
Menurut Instruksi Presiden no. 2 tahun 1984, para petani pemakai air bertanggung
jawab atas Eksploitasi dan Pemeliharaan di petak tersier. Untuk pengembangan
petak tersier, prakarsa harus datang dari para petani. Untuk lebih memberikan
dorongan kepada para petani, rapat-rapat pembinaan akan diorganisasi di bawah
wewenang pemerintah daerah.
Hal-hal yang perlu dibicarakan adalah:
 program Pengembangan Petak Tersier (PPT)
 keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dan PPT
 perlunya PPT bagi para petani
 perlunya keikutsertaan para petani dalam PPT
 perlunya P3A
 tugas-tugas P3A
 kesediaan para petani untuk memberikan tanah tanpa memperoleh ganti rugi.
Untuk itu para petani pemakai air harus diorganisasi terlebih dahulu dalam
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), karena badan hukum akan bertanggung
jawab atas pengembangan, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan tersier dan hanya
P3A yang akan dapat mengajukan permohonan bantuan teknis kepada pemerintah.
Atas dasar kondisi prasarana, klimatologi serta sosial-ekonomi, pemerintah akan
memutuskan apakah pengembangan petak tersier tersebut perlu mendapat bantuan
teknis.
Untuk dapat mengambil keputusan yang tepat, ada beberapa pertanyaan yang
harus terjawab sebelum perencanaan teknis dimulai,yakni:
 mungkinkah petak tersier diberi air dan jaringan utama:
 bila tidak, apa sebabnya:
 air yang tersedia kurang
 efisiensi pemanfaatan air
 kesulitan-kesulitan teknis untuk mengalirkannya
 terdapat penyadapan liar di sebelah hulu
 apakah daerah yang bersangkutan sering tergenang air ?
Jika air irigasi dan jaringan utama tidak dapat mencapai bangunan sadap tersier,
maka masalah-masalah yang dijumpai pada jaringan utama harus diatasi dahulu
sebelum pengembangan petak tersier dapat dimulai. Masalah-masalah yang
ditemui di jaringan utama ini terutama disebabkan oleh kekurangan-kekurangan
teknis atau operasional, atau penyadapan liar yang dilakukan di petak-petak tersier
hulu.
Apabila daerah ini sering tergenang, maka pemeliharaan jaringan tersier akan
menjadi sangat mahal dan membebani para petani pemakai air. Perbaikan sarana
pembuangan air atau pengendali banjir mungkin akan mendapat prioritas. Tetapi
hal ini harus dicakup dalam proyek yang lebih besar. Apabila masalah-masalah ini
tidak dapat dipecahkan dalam waktu dekat, maka pengembangan petak tersier
harus ditinjau kembali.
Setelah pengembangan petak tersier disetujui, maka pemerintah akan mengirim
utusan yang akan:
 Menjelaskan sistem pembiayaan pengembangan tersier
 Menjajagi kemampuan dan kesanggupan pembiayaan dari petani
 Menampung permintaan bantuan pemerintah yang dibutuhkan

 Mengawasi bantuan teknis,


2.2.2 Pengumpulan Data Dan Penyelidikan
Perencanaan yang sesungguhnya dimulai dengan pengumpulan data-data yang
diperlukan. Pengumpulan data mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
 inventarisasi keadaan topografi dengan cara mengadakan pengukuran topografi
 inventarisasi fasilitas-fasilitas yang sudah ada, air yang tersedia serta
terjadinya genangan
 inventarisasi praktek-praktek irigasi dan cara-cara pembagian air yang ada
sekarang
 pengumpulan data hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi
dan pembuangan.

Kegiatan pertama adalah pengukuran topografi di mana titik-titik rincik ketinggian


diukur dan garis-garis tinggi (kontur) ditentukan. ini akan dilakukan oleh para
tenaga pengukuran. Bila peta berskala 1 : 5000 atau 1 : 2000 sudah tersedia, maka
pengukuran topografi hanya akan mencakup pencekan dan pembaharuan peta ini.
Inventarisasi situasi dan fasilitas yang sudah ada di petak tersier dilakukan dalam
waktu bersamaan oleh Bagian Pembinaan dan Perencana. Inventarisasi mi
hendaknya mencakup semua prasarana yang ada seperti saluran-saluran irigasi dan
pembuang, bangunan, jalan, batas-batas desa dan daerah-daerah perkampungan.
Inventarisasi juga mencakup aliran air yang sebenarnya di daerah itu. Semua ini
akan dapat dilakukan hanya jika dilakukan bersama-sama dengan beberapa petani.
Bila pengembangan petak tersier akan dilaksanakan di jaringan irigasi teknis yang
sudah ada, maka konsekuensinya terhadap kebutuhan tinggi energi di bangunan
sadap tersier harus dipelajari dengan seksama. Kehilangan tinggi energi diboks
bagi akan mengakibatkan diperlukannya muka air
rencana yang lebih tinggi, khususnya di daerah-daerah datar.
3.2.3 Layout Pendahuluan
Layout pendahuluan dibuat berdasarkan data-data dan hasil penyelidikan
sebelumnya.
Layout pendahuluan juga meliputi batas-batas petak tersier, daerah yang dapat
diairi dan trase saluran berdasarkan datadata yang telah diperoleh sebelumnya.
Layout pendahuluan hendaknya sudah menunjukkan peng.aruh terhadap tinggi
rencana di jaringan utama.
Layout pendahuluan disiapkan oleh ahli irigasi yang mensyaratkan sebagai
berikut:
 Terwujudnya sistim saluran pembawa dan pembuang secara jelas
 Bagi lokasi yang memungkinkan petak – petak sawah dipikirkan diolah
dengan hand traktor, guna mengganti binatang ternak dan mengatasi tenaga
petani yang semakin berkurang
 Bagi yang memungkinkan terwujudnya jalan usaha tani sekaligus jalan
inspeksi di tingkat tersier

Pengaturan dan ukuran petak sawah sedemikian sehingga memudahkan air


mengalir dari petak ke petak yang memungkinkan pengelolaan air yang efektif.
Untuk hal-hal seperti pemilikan tanah, pengembangan sawah dan sebagainya,
instansi-instansi berikut akan dilibatkan
 Pemerintah Daerah
 Agraria
 Pertanian
 Transmigrasi (hanya di daerah-daerah transmigrasi saja).
4.2.4 Pencekan Layout Pendahuluan
Pencekan layout pendahuluan meliputi kegiatan-kegiatan berikut
 konsultasi dengan P3A
 pencekan di lapangan.
Konsultasi dengan pihak P3A dibutuhkan untuk menjelaskan dan membicarakan
layout pendahuluan. Komentar serta keberatan-keberatan yang diajukan oleh para
petani harus dipertimbangkan benar-benar, karena ketidaksepakatan akan
menyebabkan penyalahgunaan atau bahkan hambatan terhadap pengembangan
atau O & P jaringan irigasi Berhubung para petani tidak terbiasa menggunakan
peta, layout pendahuluan juga harus dicek di lapangan.
Dengan mengajak mereka berjalan di sepanjang saluran, para petani diberi
kesempatan untuk menunjukkan di tempat-tempat mana kira-kira akan timbul
masalah.
Selama kunjungan ini layout bisa diubah sesuai dengan keinginan para petani serta
kelayakan teknis.
Pencekan layout pendahuluan ini melibatkan instansi Pemerintah Daerah,
Pertanian dan Agraria (jika dipandang perlu) Komentar dan usul yang diterima
akan diniasukkan ke dalam layout pendahuluan. Pengukuran detail dapat dimulai
setelah layout pendahuluan disetujui oleh kedua belah pihak.
5.2.5 Pengukuran Detail
Bila secara umum layout dapat diterima, maka trase saluran yang direncana bisa
mulai diukur, potongan-potongan memanjang dan/atau melintang diukur dan muka
air direncana.
Jika dalam tata letak timbul kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan elevasi
ketinggian yang dapat dipecahkan dengan cara memilih tata letak lainnya, maka
hal ini sebaiknya dicek di lapangan bersama-sama dengan para wakil petani.
Jika kedua belah pihak telah sepakat, hasilnya dapat dibicarakan dalam suatu rapat
dengan para petani yang diadakan oleh staf pembinaan. Atas dasar persetujuan
umum secara tertulis serta persetujuan dan Kepala Desa yang bersangkutan, layout
akan dibuat final.
6.2.6 Perencanaan Detail
Berdasarkan layout akhir dan hasil-hasil pengukuran detail; dimensi maupun
elevasi saluran dan bangunan dapat direncana dan digambar. Semua bangunan
akan disesuaikan dengan standar yang ada.
Perencanaan detail akan disajikan dalam sebuah buku perencaan. Buku ini memuat
penjelasan mengenai perencanaan, perhitungan perencanaan dan gambar-gambar,
serta petunjuk operasi dan pemeliharaan, perkiraan biaya pengembangan,
kesepakatan pembagian pembiayaan antara pemerintah dan petani. Dengan
diserahkannya buku perencanaan kepada P3A, maka selesailah sudah kegiatan
perencanaan yang sebenarnya. Keterlibatan perencana Selama tahap pelaksanaan
masih dibutuhkan, karena mungkin masih akan timbul masalah yang memerlukan
dibuatnya penyesuaian-penyesuaian perencanaan.

7.2.7 Pelaksanaan
Setelah penyerahan buku perencanaan kepada P3A, mungkin masih perlu waktu
cukup lama sebelum pelaksanaan dapat dimulai. Sebelum pelak- sanaan dimulai,
perencanaan harus diperiksa dahulu.
Jika kondisi. lapangan telah berubah, mungkin diperlukan penyesuaian
penyesuaian perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian harus diikuti
prosedur yang sama seperti selama tahap perencanaan.
Setelah pelaksanaan pekerjaan fisik selesai, debit rencana semua bangunan dan
saluran akan dites. Mungkin terdapat kekurangan-kekurangan sehubungan dengan
elevasi dan kapasitas bangunan dan saluran. Sebelum jaringan diserahterimakan
kepada P3A, kekurangan-kekurangan ini harus diperbaiki terlebih dahulu.
Karena pengembangan tersier akan dibiayai dari dua sumber dana, yaitu
pemerintah dan petani, maka harus disinkronkan (serasi) dengan kesiapan
pembiayaan kedua belah pihak pada tahun fiskal yang sama.

2.3 KAITAN DENGAN TAHAP PENGEMBANGAN JARINGAN UTAMA


Kaitan antara jaringan utama dan jaringan tersier adalah:
 lokasi bangunan sadap
 kapasitas bangunan sadap (ukuran petak tersier), dan
 muka air yang diperlukan di hulu bangunan sadap.
Tahap pengembangan jaringan utama. menentukan derajat kebebasan dalam perencanaan
jaringan tersier.
Tahap-tahap pengembangan berikut adalah penting:
 Jaringan utama- yang sedang direncana
 Perencanaan telah selesai tetapi belum dilaksanakan
 Jaringan utama telah dilaksanakan atau sedang dilaksanakan.
Hasil yang optimal serta efisiensi tertinggi akan dapat dicapai apabila petak tersier dan
jaringan utama direncana bersamaan. Akan tetapi, ini memerlukan perancangan dan
koordinasi yang seksama dalam kegiatan perencanaan Jaringan tersier dan utama.
Apabila perencanaan jaringan utama telah selesai, semua perubahan ukuran petak, lokasi
bangunan sadap dan/atau muka air yang diperlukan, mempunyai konsekuensikonsekuensi
tersendiri terhadap perencanaan jaringan utama. Perubahan-perubahan ini mungkin
mengakibatkan direvisinya perencanaan jaringan utama. Bagian-bagian yang direvisi ini
bisa banyak sekali, khususnya di daerah-daerah rendah. Aspek-aspek yang berkenaan
dengan biaya penyesuaian perencanaan dan pelaksanaannya harus dipelajari dengan
seksama sebelum membuat perubahanperubahan. Perjanjian khusus barus dibuat jika
perencana jaringan tersier tidak diiibatkan dalam perencanaan jaringan utama.
Penyesuaian-penyesuaian yang dibuat di jaringan utama yang telah dilaksanakan harus
dipelajari secara seksama, karena yang terpengaruh oleh penyesuaian ini tidak hanya
bangunan sadap tersier yang bersangkutan. Naiknya muka air mempunyai dampak
langsung terhadap kapasitas jagaan bangunan dan saluran di sebelah hulu. Biaya
penyesuaian jaringan utama harus seimbang dengan keuntungan yang akan diperoleh di
petak tersier.
Bila penyesuaian jaringan utama tidak mungkin, maka kapasitas yang lebih kecil dan
bangunan sadap harus diatasi dengan menerapkan sistem rotasi permanen di petak tersier
tersebut.

2.4 PERTIMBANGAN – PERTIMBANGAN KHUSUS


1.4.1 Sikap Terhadap Pengembangan Petak Tersier
Dalam petak tersier, semua kegiatan untuk menunjang produksi padi bertemu dan
saling berkaitan satu sama lain. Ada tiga Kementerian (PU, Pertanian dan

Departemen Dalam Negeri) yang telibat sekaligus dalam bidang yang


berbedabeda: rekayasa (engineering), pertanian dan sosial serta administrasi. Petak
tersier merupakan unit terkecil dan seluruh sistem irigasi. Kalau petak tersier tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, maka seluruh sistem tidak akan berdaya guna
sebagaimana seharusnya. Tugas Kementerian Pekerjaan Umum adalah
membangun prasarana fisik yang baik untuk menunjang usaha para petani dalam
meningkatkan hasil produksi pertanian. Prinsip mi hendaknya dijadikan dasar
kerja bagi perencana. Konsekuensi dan sikap ini adalah bahwa jika para petani
tidak menghendaki adanya Pengembangan Petak Tersier (PPT) karena alasan-
alasan yang masuk akal, maka program ini sebaiknya jangan dipaksakan.
Untuk mencapai pendekatan yang seimbang dalam perencanaan petak tersier,
diperlukan pengetahuan yang mendalam mengenai kondisi lapangan: baik yang
berkenaan dengan aspek-aspek fisik maupun sosial-ekonomi. Kenyataan bahwa
operasi dan pemeliharaan di jaringan tersier merupakan tanggung jawab para
petani, menunjukkan bahwa jaringan tersier yang akan dibangun harus dapat
diterima sesuai dengan kebutuhan para petani. Jika tidak, jaringan itu akan
diabaikan atau disalahgunakan dan investasi/modal tidak akan kembali, alias nihil.
2.4.2 Pendekatan Dalam Tahap Inventarisasi
Berikut ini diberikan beberapa langkah yang bermanfaat dalam tahap inventarisasi:
1. Selama inventarisasi petak tersier dan daerah-daerah sekitarnya, usahakan
untuk berbicara dengan semua wakil petani serta para pejabat desa. Ceklah di
lapangan keterangan yang diberikan bersama-sama dengan petanipetani lain.
Karena konsultasi semacam ini banyak makan waktu, maka usahakan banyak
menyediakan waktu untuk ini. Waktu yang dihabiskan untuk penyelidikan
seperti itu jangan dianggap terbuang percuma. Beritahukan kapan akan dimulai
kunjungan ke desa yang bersangkutan, apa maksudnya dan jelaskan tujuan
kunjungan lapangan tersebut kepada semua pemilik petak yang berkepentingan
dalam hal ini.
2. Usahakan untuk secara langsung melihat sendiri semua masalah fisik yang ada
dan membuat sketsa-sketsa serta foto-foto di mana perlu. Buatlah gambar-
gambar histori untuk pekerjaan tersebut. Jangan percaya pada peta mana pun
sebelum menceknya di lapangan Usahakan untuk berjalan di sepanjang
masing-masing trase yang telah direncanakan dan cek semua masalah secara
visual.
3. Mintalah para petani untuk membantu menggambar daerah dalam bentuk
sketsa yang menunjukkan saluran, bangunan dan batas-batasnya. Mintalah
para petani itu untuk mendaftar/menyebutkan masalah-masalah dan cara
pemecahannya pada peta ini akan sangat membantu pada waktu rencana akhir
akan dibicarakan.
4. Masalah-masalah tertentu hanya: akan tampak dimusim hujan, lainnya hanya
tampak di musim kemarau. Oleh sebab itu, usahakan untuk memperhatikan
kedua situasi itu dalam pemeriksaan lapangan.
5. Pada waktu menjelaskan atau membicarakan hal-hal teknis dengan para petani
atau orang-orang awam lainnya, jangan lupa bahwa gambar-gambar

yang bagi orang teknik sangat jelas, mungkin tidak jelas bagi para petani ini
karena petani tersebut belum pernah belajar membaca gambar dan oleh karena
itu tidak dapat membacanya. Usahakan untuk memberikan informasi itu dalam
bahasa yang mudah dimengerti. Walaupun ini semua telah petugas lakukan
dengan baik, namun sebaiknya tetap terbuka untuk mengubah trase yang sudah
direncanakan, bahkan beberapa saat sebelum pelaksanaan dimulai, jika
ternyata para petani dapat melihat apa yang sebenarnya akan terjadi.
2.4.3 Pendekatan Dalam Tahap Perencanaan
1. Sebelum mulai membuat perencanaan, telitilah semua usulan dengan para
petani. Mintakan persetujuan dan para calon pemakai itu.
2. Jelaskan konsekuensi pembiayaan akibat usulan petani. Kalau perlu diberi
gambaran alternatip jalan keluarterkait dengan biaya lebih murah. Hal ini perlu
dilakukan mengingat petani akan membiayai saluran tersier dan kuaternya.
3. Perencanaan harus dibuat selengkap mungkin. Penting diingat bahwa sernua
detail harus benar. Pemecahan masalah-masalah perencanaan jangan ditunda
sampai tahap pelaksanaan, karena pada tahap ini para pengawas telah
dihadapkan pada masalah yang menumpuk sehingga mereka cenderung
melalaikan masalah-masalah perencanaan. Untuk membuat penyesuaian-
penyesuaian yang perlu di lapangan, perencana harus hadir (tetapi jika terpaksa
tidak bisa hadir, perencana boleh mengirim wakilnya) dan secara teratur
mengunjungi lokasi pelaksanaan guna mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang
akan timbul.
4. Sebelum pelaksanaan dimulai, pastikan bahwa pekerjaan yang diusulkan telah
dijelaskan kepada para petani serta memperoleh dukungan. Kalau perlu,
buatlah penyesuaian-penyesuaian berdasarkan hasil konsultasi dengan para
petani.
5. Berhati-hatilah dalam membuat perubahan-perubahan besar pada rencana
jaringan, karena hal ini sering menimbulkan masalah-masalah yang tidak
tampak. Usahakan untuk sebanyak mungkin memanfaatkan jaringan yang
sudah ada, daripada merencanakan trase yang sama sekali baru. Hal ini
berakibat bahwa ada kriteria standar tertentu yang harus ditinggalkan,
misalnya penggunaaan kembali air buangan, petak-petak tersier atau kuarter
yang terlalu besar dan lain- lain.

3. DATA DASAR
3.1 PENDAHULUAN
Untuk perencanaan diperlukan data-data dasar berikut:
 keadaan topografi
 gambar-gambar perencanaan atau purnalaksana (as built drawings) jaringan utama
 kondisi hidrometereologi untuk menentukan kebutuhan air irigasi dan pembuangan
 genangan atau kekeringan yang terjadi secara teratur
 aspek-aspek operasi.
Keadaan topografi menentukan layout petak-petak irigasi. Kebutuhan air irigasi,
pembuangan dan operasi jaringan menentukan kapasitas, dimensi bangunan dan saluran.
Di jaringan irigasi yang sudah ada gambar-gambar perencanaan atau purnalaksana,
diperlukan untuk menentukan batasan-batasan perencanaan jaringan tersier sehubungan
dengan elevasi air dan kapasitas bangunan sadap.

3.2 PEMETAAN TOPOGRAFI


Untuk perencanaan detail jaringan irigasi tersier dan pembuang, diperlukan peta topografi
yang secara akurat menunjukkan gambaran muka tanah yang ada. Untuk masing-masing
jaringan irigasi akan digunakan titik referensi dan elevasi yang sama.

Peta-peta ini dapat diperoleh dari hasil-hasil pengukuran topografi (metode terestris) atau
dan foto udara (peta ortofoto).
Peta-peta itu harus mencakup informasi yang berkenaan dengan:
 garis-garis kontur
 batas-batas petak sawah (kalau ada: peta ortofoto)
 tata guna tanah
 saluran irigasi, pembuang dan jalan-jalan yang sudah ada beserta bangunannya
 batas-batas administratif (desa, kampung)
 rawa-rawa dan kuburan
 bangunan.

Skala peta dan interval garis-garis kontur bergantung kepada keadaan topografi:

Selain itu juga akan diperlihatkan kerapatan/densitas titiktitik di petakpetak sawah agar
arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Jika dipakai peta ortofoto, maka kontrol pemetaan ini akan dilakukan dengan pengukuran
lapangan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25.000 dengan layout jaringan utama di
mana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran irigasi, saluran
pembuang, batas-batas petak tersier dan sebagainya.

Untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai pengukuran dan pemetaan, lihat Persyaratan
Teknis untuk Pemetaan Terestris dan Pemetaan Ortofoto (PT - 02).

3.3 GAMBAR – GAMBAR PERENCANAAN DAN PURNALAKSANA JARINGAN


YANG ADA
Di daerah-daerah yang sudah ada fasilitas irigasinya, diperlukan data-data perencanaan
yang berhubungan dengan daerah-daerah irigasi, kapasitas saluran irigasi dan muka air
maksimum dari saluran-saluran yang ada dan gambar-gambar purnalaksana (kalau ada),
untuk menentukan tinggi muka air dan debit rencana.
Dari hasil evaluasi tinggi muka air dan debit yang dialirkan, perlu adanya penyesuaian
elevasi ambang sadap dan penampang pintu sadap.
Jika data-data ini tidak tersedia, maka untuk menentukan tinggi muka air rencana pada
pintu sadap dan elevasi bangunan sadap lainnya harus dilakukan pengukuran.
Bagi daerah yang saluran utamanya sudah dibangun, sering air irigasi tidak sampai pada
tersier bagian hilir. Perlu dilakukan penelitian kehilangan air sepanjang saluran utama
untuk mengetahui apakah saluran melewati daerah yang porous.
3.4 GENANGAN DAN KEKERINGAN YANG TERJADI SECARA TERATUR
Di daerah petak tersier yang akan dikembangkan, kondisi genangan dan kekeringan harus
diketahui. Bila genangan sering terjadi (setiap tahun), maka jaringan tersier akan
mengalami kerusakan berat. Biaya O & P yang tinggi akan menjadi beban berat bagi para
petani dan akibatnya jaringan tersier akan terbengkelai. Sebelum petak dilengkapi

dengan jaringan tersier, harus diambil tindakan-tindakan khusus guna mengurangi


frekuensi genangan, dengan menyempurnakan kapasitas dan kelancaran drainase.
Hal yang sama berlaku bagi daerah-daerah yang terlanda kekeringan. Jika persediaan air
tak dapat diandalkan, maka para petani tidak akan berminat untuk mengoperasikan dan
memelihara jaringan dengan baik. Perbaikan persediaan air perlu dilakukan sebelum petak
dapat dikembangkan. Bila tersedianya air merupakan faktor penghambat, maka
pengembangan petak tersier sebaiknya ditinjau kembali.
Hal ini dilakukan dengan mencari kemungkinan penambahan pasokan air dengan
membangun embung atau waduk lapangan.

3.5 PEMBAGIAN AIR DI PETAK TERSIER


Sistem pembagian air yang akan diterapkan merupakan masalah pokok sebelum jaringan
tersier dapat direncana. Ada tiga system pembagian air, yakni :
 pengaliran secara terus-menerus
 rotasi permanen
 kombinasi antara pengaliran secara terus-menerus dan rotasi.

Sistem pengaliran secara terus-menerus memerlukan pembagian air yang proporsional,


jadi besarnya bukaan pada boks harus proporsional/sebanding dengan daerah irigasi di
sebelah hilir.
Pemberian air irigasi ke petak-petak kuarter di petak tersier berlangsung secara terus-
menerus. Pemberian air dialirkan ke tiap blok sawah di petak kuarter.
Khususnya pada waktu debit kecil, efisiensi penggunaan air sangat rendah akibat
kehilangan air yang relatif tinggi.

Agar pemanfaatan air menjadi lebih efisien, aliran air irigasi dapat dikonsentrasi dan
dibagi secara berselang-seling ke petak-petak kuarter tertentu. Sistem ini disebut rotasi
permanen (permanent rotation) Konsekuensi teknis dan sistem ini adalah kapasitas saluran

yang lebih tinggi, pemberian pintu pada semua boks serta pembagian air yang tidak
proporsional. Jadi sistem ini lebih mahal dan eksploitasinya lebih rumit.

Perencanaan petak terseir harus didasarkan pada system pengaliran terus menerus.
Sistem pemberian air secara rotasi dipakai di jaringan irigasi selama debit rendah untuk
mengatasi kehilangan air yang relatif tinggL Sistem rotasi mi diterapkan jika debit yang
tersedia di bawah 60 - 80% dan debit rencana. Bila tersedia debit lebih dan itu maka
dipakai sistem pengaliran terusmenerus.
Penerapan sistem kombinasi memerlukan boks-boks bagi yang
(a) memungkinkan pembagian air yang proporsional dan
(b) memungkinkan pembagian air secara rotasi.
Pengaturan dan pembagian air yang adil memerlukan pintu yang dapat disetel sesuai
dengan daerah hilir yang akan diberi air. Karena pembagian air ini bisa berbeda-beda
selama rotasi, maka setelan harus fleksibel. Fluktuasi debit akan mempengaruhi
pembagian air secara proporsional dipakai pintu sorong untuk mengatur aliran selama
pemberian air secara rotasi.

4. LAYOUT PETAK TERSIER


4.1 PENDAHULUAN
Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian.
Masalah-masalah yang diperkirakan akan menghalangi tujuan ini harus dikenali dan
dipertimbangkan dalam pembuatan layout dan perencanaan jaringan tersier.
Untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan:
 luas petak tersier
 batas-batas petak tersier
 bentuk yang optimal
 kondisi medan
 jaringan irigasi yang ada
 operasi jaringan.
Berhubung para petani harus mengelola dan memelihara sendiri jaringan tersier, maka
kebutuhan untuk operasi dan pemeliharaan harus dibuat minimum. Pembagian air harus
adil, seimbang dan efisien.
Para petani akan memberikan sebagian tanah yang diperlukan untuk pembuatan jaringan
tanpa mendapat ganti rugi (kompensasi). Oleh sebab itu banyaknya tanah yang akan
dipergunakan sebaiknya diusahakan Se- minimum mungkin, agar para petani tidak terlalu
banyak mengurbankan tanah mereka.
Apabila terdapat permasalahan tanah dan saluran terletak pada timbunan penuh serta
biaya pelaksanaan tersedia maka disarankan pembangunan saluran dengan system saluran
talang ( elevated flume ).
Perencana hendaknya terbiasa dengan daerah yang bersangkutan dan Selalu berkonsultasi
dengan para petani. Dengan demikian rencana yang dihasilkan akan lebih dapat diterima,
sehingga pengembangan petak tersier lebih berhasil.
Inventarisasi petak tersier yang dilakukan dengan baik pada tahap ini memerlukan banyak
waktu. Waktu akan dapat dihemat kelak selama perencanaan dan pelaksanaan, dengan
cara membuat layout yang baik, sehingga hanya diperlukanperubahan-perubahan kecil.

4.2 PETAK TERSIER YANG IDEAL


Petak tersier bisa dikatakan ideal jika masing-masing pemilikan sawah memiliki
pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air lang- sung ke jaringan pembuang.
Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternak
mereka ke dan dan sawah melalui
jalan petani yang ada.Untuk mecapai pola pemilikan sawah yang ideal di dalam petak
tersier, para petani harus diyakinkan agar membentuk kembali petak-petak sawah mereka
dengan cara saling menukar bagian-bagian tertentu dan sawah mereka atau dengan cara-
cara lain menurut ketentuan hukum yang berlaku (misalnya konsolidasi tanah pertanian).
Juga, besarnya masing-masing petak yang ada tidak memungkinkan dilaksanakannya
suatu proyek yang banyak memerlukan pembebasan tanah untuk membangun jalan petani
dan sebagainya. Para petani akan menganggap hal ini sebagai pemborosan tanah.
Kebalikan dari hal di atas adalah, mempertahankan situasi yang ada di mana pengaturan
air sangat sulit dan menyebabkan inefisiensi yang tinggi. Dalam hal ini, perencanaan yang
paling cocok adalah memperbaiki. Situasi yang ada tersebut, kemudian diusahakan
sedapat mungkin untuk mencapai karakteristik yang ideal, misalnya:
 6 - 8 dan pemilikan sawah yang ada diorganisasi (atau reorganisasi) menjadi jalur-
jalur/strip (lihat Gambar 4.2).
 air diberikan dari saluran kuarter dan kelebihan air dibuang melalui pembuang kuarter
 jalan petani dibangun di sepanjang saluran kuarter - pembagian air proporsional
dengan boks bagi yang dilengkapi dengan pintu guna memungkinkan pembagian air
secara berselang-seling ke petak-petak kuarter.

4.3 UKURAN DAN BENTUK PETAK TERSIER DAN KUARTER


Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan irigasi dan
pembuang (utama dan tersier) serta biaya operasi dan pemeliharaan jaringan.
Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 dan 100 ha.
Ukurannya dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa
demikian.
Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi lebih tinggi karena:
 diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air
 saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih sedikit
 lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja sama lebih baik
 pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman perencanaan lebih
fleksibel sehubungan dengan batasbatas desa.

Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum pembuatan saluran,
jalan dan boks bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari satu saluran tersier,
maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan dua saluran tersier untuk
areal yang sama, maka panjang total jalan dan saluran akan bertambah.
Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air akan menjadi
sulit pada petak tersier berbentuk memanjang. Lihat Gambar 4.3.

Ukuran petak kuarter bergantung kepada ukuran sawah, keadaan topografi, tingkat
teknologi yang dipakai, kebiasaan bercocok tanam, biaya pelaksanaan, sistem pembagian
air dan efisiensi.
Jumlah petani pemilik sawah di petak kuarter sebaiknya tidak boleh lebih dan 30 orang
agar koordinasi antar petani baik. Ukuran petak itu sebaiknya tidak lebih dan 15 ha agar
pembagian air menjadi efisien.
Karena sawah-sawah hanya dilayani oleh petak kuarter saja, maka di daerah-daerah yang
ukuran sawahnya rata-rata kecil, jumlah petak kuarter bisa ditambah. Ukuran optimum
suatu petak kuarter adalah 8 - 15 ha.

Lebar petak akan bergantung pada cara pembagian air, yakni apakah air dibagi dari satu
sisi atau kedua sisi saluran kuarter. Aliran antar petak hendaknya dibatasi sampai kurang
lebih 8 sawah atau 300 m panjang maksimum. Di daerah-daerah datar atau bergelombang,
petak kuarter dapal membagi air ke kedua sisi. Dalam hal ini lebar maksimum petak akan
dibatasi sampai 400 m (2 x 200 m). Pada tanah terjal, di mana saluran kuarter mengalirkan
air ke satu sisi saja, lebar maksimum diambil 300 m. Panjang maksimum petak ditentukan
oleh panjang saluran kuarter yang diizinkan (500 m).

Tabel 41 Kriteria umum untuk Pengembangan Petak Tersier

ukuran petak tersier 50 — 100 ha


ukuran petak kuarter 8 — 15 ha
panjang saluran tersier <1500 m
panjang saluran kuarter < 500 m
jarak antara saluran kuarter & pembuang < 300 m

4.4 BATAS PETAK


Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur
sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administratif desa agar O & P jaringan lebih baik. Jika ada dua desa di petak tersier yang
sangat luas, maka dianjurkan untuk membagi petak tersier tersebut menjadi dua petak
subtersier yang berdampingan sesuai dengan daerah desa masing-masing.
Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang kuarter yang
memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang tersier atau
primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas mi bertepatan
dengan batas-batas hakmilik tanah.
Jika batas-batas itu belum tetap, dan jaringan masih harus dikembangkan, dipakai kriteria
umum seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.

4.5 IDENTIFIKASI DAERAH – DAERAH YANG TAK DIAIRI


Di beberapa petak tersier ada bagian-bagian yang tidak dialiri karena alasan-alasan
tertentu, misalnya:
 tanah tidak cocok untuk pertanian
 muka tanah terlalu tinggi tak ada petani penggarap
 tergenang air.
Harus dicek apakah daerah-daerah ini tidak akan diairi selamanya atau untuk sementara
saja. Jika sudah jelas tidak akan ditanami di masa depan, maka daerah itu ditandai pada
peta dan tidak ada fasilitas irigasi yang akan diberikan. Kecocokan tanah di seluruh
daerah dipelajari dan dibuat rencana optimasi pemanfaatan air irigasi yang tersedia.
Berdasarkan hasil penilaian ini, akan dapat diputuskan apakah akan dibuat jaringan
tersier.
Batasan pengembangan sawah:
(a) Laju perkolasi lebih dari 10 mm/hari
(b) Lapisan tanah atas tebalnya kurang dan 30 cm
(c) Kemiringan tanah lebih dari 5% (tergantung pada tekstur dan kedalaman lapisan tanah
atas)
(d) Pembuang jelek yang tak dapat dlperbaiki ditinjau dan segi ekonomis
(e) Biaya pelaksanaan jaringan irigasi tersier terlampau tinggi.
Elevasi sawah yang akan diairi harus dicek terhadap muka air di saluran.
Hal-hal berikut akan ditentukan:
a. Elevasi sawah yang menentukan
b. Muka air rencana di bangunan sadap
c. Kehilangan total tinggi energi di jaringan tersier.
Suatu daerah tidak akan bisa diairi jika muka air di saluran tidak cukup tinggi untuk
memberikan airnya ke sawah-sawah.
Layak tidaknya menaikkan muka air di jaringan utama atau pembuatan bangunan sadap
baru yang lebih ke hulu, harus diselidiki. Walaupun pada umumnya pekerjaan ini mahal
dan banyak memerlukan pekerjaan tanah, harus dicari cara untuk mencegah permasalahan
yang timbul selama operasi. Jika jaringan irigasi tidak direncana secara memadai, para
petani akan berusaha mencari sumber air sendiri. Ini akan menyebabkan kerusakan
saluran, bangunan, penyalahgunaan jaringan dan menggangu eksploitasi.

4.6 TRASE SALURAN


Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yakni:
 Daerah yang sudah diairi
 Daerah yang belum diairi.
Dalam hal pertama, trase saluran kurang lebih sudah tetap tetapi saluran- salurannya
mungkin perlu ditingkatkan, atau diperbesar. Di sini, sedapat mungkin trase saluran akan
mengikuti situasi yang ada.
Jika daerah irigasi baru akan dibangun, maka kriteria umum yang diberikan di bawah ini
akan sangat membantu. Aturan yang sebaiknya diikuti di daerah baru adalah menetapkan
lokasi saluran pembuang terlebih dahulu. ini biasanya sudah ada di kebanyakan daerah
tadah hujan.

4.6.1 Saluran Irigasi


Saluran irigasi tersier adalah saluran pembawa yang mengambil airnya dari
bangunan sadap melalui petak tersier sampai ke boks bagi terakhir. Pada tanah
terjal saluran mengikuti kemiringan medan, sedangkan pada tanah bergelombang
atau datar, saluran mengikuti kaki bukit atau tempat-tempat tinggi.
Boks tersier akan membagi air ke saluran tersier atau kuarter berikutnya. Boks
kuarter akan memberikan airnya ke saluran-saluran kuarter.
Saluran-saluran kuarter adalah saluran-saluran bagi, umumnya dimulai dari boks
bagi sampai ke saluran pembuang. Panjang maksimum yang diizinkan adalah 500
m, kecuali jika ada hal-hal istimewa (misalnya apabila biaya untuk membuat
saluran yang lebih pendek terlalu mahal). Di daerah-daerah terjal saluran kuarter
biasanya merupakan saluran garis tinggi yang tidak menentukan bangunan terjun.
Jika hal ini tidak mungkin, maka saluran kuarter bisa dibuat mengalir mengikuti
kemiringan medan, dengan menyediakan bangunan terjun rendah yang sederhana.
Di tanah yang bergelombang, saluran kuarter mengikuti kakibukit atau
berdampingan dengan saluran tersier. Bangunan ditempatkan di ujung saluran

irigasi kuarter yang bertemu pada saluran pembuang dan berfungsi untuk
mencegah agar debit kecil tidak terbuang pada ujung saluran di dekat saluran
pembuang. Di daerah-daerah terjal, saluran kuarter juga diperbolehkan untuk
dipakai sebagai pembuang kuarter.

4.6.2 Saluran Pembuang


Saluran pembuang intern harus sesuai dengan kerangka kerja saluran pembuang
primer. Jaringan pembuang tersier dipakai untuk:
(a) mengeringkan sawah
(b) membuang kelebihan air hujan
(c) membuang kelebihan air irigasi.
Saluran pembuang kuarter biasanya berupa saluran buatan yang merupakan garis
tinggi pada medan terjal atau alur alamiah kecil pada medan bergelombang.
Kelebihan air ditampung langsung dari sawah di daerah atas atau dari saluran
pembuang cacing di daerah bawah.
Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter
dan sering merupakan batas antara petak-petak tersier. Saluran pembuang tersier
biasanya berupa saluran yang mengikuti kemiringan medan.
Diusahakan agar saluran irigasi dan pembuang tidak saling bersebelahan karena
saluran pembuang dapat mengikis dan merusak saluran irigasi. Jika hal ini tidak
mungkin dan kalau kemiringan hidrolis antara saluran irigasi dan pembuang
terlalu curam, maka saluran irigasi akan banyak mengalami kehilangan air akibat
perembesan dan kemungkinan tanggul bisa runtuh. Jarak antara saluran irigasi dan
pembuang hendaknya cukup jauh agar kemiringan hidrolis tidak kurang dari 1 : 4,
sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.

Berikut ini diberikan panduan untuk menentukan trase saluran baru atau saluran
tambahan:
 sedapat mungkin ikuti batas-batas sawah
 rencanakan saluran irigasi pada punggung medan dan saluran pembuang pada
daerah lembah/depresi
 hindari persilangan dengan pembuang
 saluran irigasi sedapat mungkin mengikuti kemiringan medan
 saluran irigasi tidak boleh melewati petak-petak tersier yang lain
 hindari pekerjaan tanah yang besar
 batasi jumlah bangunan.

4.7 LAYOUT JARINGAN JALAN


Layout petak tersier juga meliputi jalan inspeksi dan/atau jalan petani (farm road). Jalan
dibutuhkan untuk inspeksi saluran tersier, memasuki berbagai tempat di jaringan irigasi
serta untuk menjamin agar para petani, kendaraan dan ternak melewati jalan yang sudah
ditentukan Sehingga tidak merusak jaringan irigasi. Jalan-jalan ini dihubungkan dengan

jalan-jalan umum utama dan jalan-jalan desa yang sudah ada. Jika mungkin, jaringan jalan
yang ada tetap dipakai dan diperbaiki dengan cara memperlebar dan memberinya
perkerasan. Dengan cara demikian dapat dibangun jaringan jalan petani tanpa
menghabiskan banyak biaya dan sering dapat diselesaikan dengan jalan gotong royong
antarpenduduk desa.
Jalan petani akan dapat dipakai langsung untuk mencapai petak-petak sawah. Para petani
bisa menggunakan jalan ini untuk mengangkut peralatan pertanian, benih, pupuk dan hasil
panen. Tiap petak kuarter sebaiknya bisa dicapai melalui jalan petani. Bergantung pada
layout petak tersier, jalan petani akan direncana di sepanjang saluran kuarter.
Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier membutuhkan jalan inspeksi di
sepanjang saluran irigasi tersier sampai ke boks bagi yang terletak paling ujung di sebelah
hilir. Jalan ini harus dapat dilalui oleh ulu-ulu P3A dan pembantu-pembantunya. Alat
transportasi mereka biasanya sepeda atau sepeda motor.
Untuk memberi jalan masuk ke petak kuarter, diperlukan jalan selebar 1,5 m untuk lewat
alat-alat mesin. Apabila alatalat mi diperkirakan tidak akan dipakai di masa mendatang,
lebar minimum jalan setapak bisa diambil 1 m dan dapat diperlebar kelak, jika diperlukan.
Jalan inspeksi (lebar 1,5 – 2 m) sebaiknya mengikuti trase saluran tersier bila tidak
bersebelahan dengan jalan inspeksi atau jalan petani. Jalan inspeksi akan memerlukan
jembatan kecil atau goronggorong jika menyeberangi saluran tersier dan sekunder.

4.8 LAYOUT DI BERBAGAI TIPE MEDAN


Topografi suatu daerah akan menentukan layout serta konfigurasi yang paling efektif
untuk saluran atau pembuang. Dan kebanyakan tipe medan, layout yang paling cocok
dapat digambarkan secara skematis. Untuk mudahnya, tipe-tipe medan dapat diklasifikasi
sebagai berikut (lihat Tabel 4.2):

Tiap petak tersier harus direncana secara terpisah agar sesuai dengan batas-batas alam dan
topografi. Dalam banyak hal, bisa dibuat beberapa konfigurasi layout saluran irigasi dan
pembuang. Dalam bab ini dibicarakan layout di berbagai tipe medan serta diberikan
skema layout yang sesuai dengan topografi yang ada untuk dijadikan panduan bagi para
perencana.
4.8.1 Layout Pada Medan Terjal
Medan terjal, di mana tanah hanya sedikit mengandung lempung, sangat rawan
terhadap bahaya erosi oleh aliran air yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika
kecepatan air pada saluran tanpa pasangan lebih besar dari batas yang diizinkan.

Ini mengakibatkan saluran pembawa tergerus sangat dalam dan penurunan elevasi
muka air mengakibatkan luas daerah yang diairi berkurang.
Dua skema layout yang cocok untuk keadaan medan terjal ditunjukkan pada
Gambar 4.5 dan 4.6. Kemiringan paling curam biasanya dijumpai tepat di lereng
hilir dan saluran primer. Gambar 4.5 memperlihatkan situasi di mana sepasang
saluran tersier mengambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran sekunder.
Sistem pembagian air yang cocok untuk petak tersier yang diberi air dan
pengambilan seperti ini ditunjukkan disini. Gambar 4.6 menunjukkan situasi
umum lainnya dengan satu bangunan sadap tersier saja.
Saluran tersier mengikuti kemiringan medan dan boks bagi pertama dan biasanya
diberi pasangan. Pada Gambar 4.5, saluran tersier paralel dengan saluran sekunder
pada satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi melalui boks
bagi di sisi lainnya. Pada Gambar 4.6, saluran tersier dapat memberikan airnya ke
saluran kuarter di kedua sisi. Paling baik jika saluran tersier ini sama jauhnya dari
batas-batas petak tersier, sehingga memungkinkan luas petak kuarter dibuat kira-
kira sama. Petak-petak semacam ini biasanya mempunyai ujung runcing, yang
memerlukan saluran kuarter yang mengikuti kemiringan medan. Karena saluran
tersier semacam ini memerlukan pasangan. Dan biaya pembuatannya mahal, maka
sebaiknya dibuat minimum, sebaiknya satu saluran per petak tersier. Pada medan
yang sangat curam, sebaiknya dipakai flum (beton bertulang).
Aliran saluran tersier biasanya aliran superkritis pada bagian yang diberi pasangan
dan harus melewati kolam peredam agar energinya dapat diredam secara efektif
sebelum memasuki boks tersier atau kuarter. Dalam boks bagi diperlukan aliran
yang tenang agar debit bisa dibagi secara efektif. Ini ditunjukkan dalam bentuk
diagram pada Gambar 4.7 dan dibicarakan lebih lanjut pada pasal 7.7.
Sebagian besar saluran kuarter adalah saluran garis tinggi dan direncana pada
kemiringan sekitar 0,001 (yakni 1,0 m/km). Trase saluran pada peta bergaris tinggi
hendaknya sesuai dengan kemiringan ini. Panjang saluran
Gambar 4.6 Skema layout petak tersier pada medan terjal (2)

kuarter umumnya ditentukan oleh jarak antara saluran sekunder dan saluran
pembuang utama seperti diperlihatkan pada gambar 4.5 atau batas-batas petak
tersier seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Di ujung saluran kuarter dibuat
bangunan akhir (lihat Pasal 7.2) yang berfungsi untuk membuang kelebihan air ke
jaringan pembuang. Di kedua layout tersebut, saluran kuarter terdapat di sisi jalan
pada lereng bagian hilir medan.
Saluran kuarter boleh dipakai sebagai pembuang bila kemiringan tanah memadai
dan bila hanya ada satu saluran sebagai saluran irigasi dan pembuang untuk
mengeringkan sawah di daerah atas dan mengairi sawah di daerah bawah. Batas
kemiringan medan untuk kombinasi saluran ingasi/pembuang adalah sekitar 2%.
Sistem mi memungkinkan dimanfaatkannya kelebihan air dari petakpetak kuarter
bagian atas untuk mengairi petak-petak kuarter di bawahnya. Dengan demikian
sistem ini menambah efisiensi irigasi. Di samping itu, sistem-sistem ini lebih
murah. Saluran irigasi/pembuang ini direncana untuk memenuhi kriteria saluran
irigasi/pembuang kuarter (lihat Pasal 5.2). Di tiap ujung saluran ingasi/pembuang
ini diperlukan bangunan akhir. Sebuah tipe potongan melintang saluran
irigasi/pembuang kuarter ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Saluran pembuang kuarter ditunjukkan di lereng bagian atas jalan petani dan di
bagian hilir petak tersier jika tidak dibatasi oleh saluran pembuang yang lebih
tinggi. Jalan petani pada medan terjal dibuat di sepanjang garis-garis kontur dan
berkemiringan 1 : 10 ke arah lereng bagian atas.

4.8.2 Layout Pada Medan Agak Terjal


Banyak petak tersier mengambil airnya sejajar dengan saluran sekunder yang akan
merupakan batas petak tersier di satu sisi. Batas untuk sisi yang lainnya adalah
pembuang primer. Jika batas-batas jalan atau desa tidak ada, maka batas atas dan
bawah akan ditentukan oleh trase saluran garis tinggi dan saluran pembuang.
Gambar 4.9 dan 4.10 menunjukkan dua skema layout. Gambar 4.9 untuk petak
yang lebih kecil dari 500 m dan serupa dengan Gambar 4.5, kecuali saluran irigasi
dan saluran pembuang harus dibuat dipisah. Jika batas- batas blok terpisah lebih
dan 500 m, maka harus saluran kuarter garis tinggi yang kedua. Salah satu dari
sistem itu, yang mencakup saluran tersier kedua yang mengikuti kemiringan
medan, ditunjukkan pada Gambar 4.10. Ada cara-cara lain untuk mencapai hal ini
dan semua metode sebaiknya dipertimbangkan segi biayanya. Hanya dalam hal-
hal tertentu saja maka lebar petak lebih dari 1000 m. Untuk mengatasi hal ini,
saluran tersier kedua dapat memberikan airnya ke saluran kuarter di kedua sisinya.

Pada umumnya, saluran yang mengikuti lereng adalah saluran tersier, biasanya
saluran tanah dengan bangunan terjun di tempat-tempat tertentu. Saluran kuarter
akan memotong lereng tanpa bangunan terjun dan akan memberikan air ke arah
bawah. Pembagian air ke arah bawah lereng akan memerlukan sedikit
keterampilan dari para petani. Adalah mungkin juga untuk memberikan air ke arah
melintang dari satu sawah ke sawah lainnya. Keuntungan dari cara ini ialah
saluran kuarter dapat diambil airnya dari kedua sisinya, jadi blok kuarter yang
dilayani dapat lebih luas. Dalam prakteknya, sulit untuk mengalirkan air melintang
lereng dan oleh sebab itu tidak dianjurkan pada medan tipe ini.

Jalan petani akan dibuat di sepanjang tanggul bawah pembuang kuarter. Tanggul
saluran kuarter atas harus cukup lebar agar jarak antara saluran irigasi dan
pembuang kuarter cukup jauh (lihat Gambar 4.4). Bila diperlukan saluran tersier
kedua, maka saluran itu hendaknya dipisahkan dari pembuang tersier oleh jalan
inspeksi.

4.8.3 Layout Pada Medan Bergelombang


Jika keadaan medan tidak teratur, maka tidak mungkin untuk memberikan skema
layout. Ketidakteraturan medan sering disebabkan oleh dasar sungai, bekas alur
sungai, jalan, punggung medan dan tanah yang tidak rata.
Perencana hendaknya mengatur trase saluran tersier pada kaki bukit utama dan
memberikan air dari salah satu sisi saluran kuarter yang mengalir paralel atau dari
kedua sisim saluran kuarter yang mungkin ke arah bawah punggung medan.
Pembuatan layout akhir hendaknya ditujukan untuk membuat petak kuarter yang
berukuran sama/serupa (Gambar 4.11), yang diberi air dari satu saluran kuarter.
Perencana sebaiknya mencoba berbagai alternative perencanaan dengan
mempertimbangkan biaya dan kelayakan pelaksanaannya. Di mana perlu
bangunan terjun direncana di saluran-saluran tersier dan kuarter (bangunan terjun
dibuat dari batu kosong setinggi maksimum 0,3 m untuk saluran kuarter).
Saluran pembuang pada umumnya berupa saluran pembuang alamiah dan letaknya
harus cukup jauh dari saluran irigasi. Saluran pembuang alamiah biasanya akan
melengkapi sistem punggung medan dan sisi medan. Situasi di mana saluran
irigasi harus melintasi saluran pembuang sebaiknya dihindarkan.
Jalan inspeksi akan mengikuti saluran tersier dan ini juga berarti mengikuti
punggung medan. Sebaiknya dibuat jalan petani di mana perlu, sehingga tidak ada
titik yang jauhnya lebih dan 350 m dari jalan.

4.8.4 Layout Pada Medan Datar


Pada umumnya tidak ada daerah datar yang luas sekali di proyek, kecuali dataran
pantai dan tanah rawa-rawa. Potensi pertanian daerah-daerah semacam ini sering
terhambat oleh sistem pembuang yang jelek dan air yang tergenang terusmenerus
merusak kesuburan tanah. Sebelum tanah semacam ini bisa dibuat produktif, harus
dibuat sistem pembuang yang efisien dahulu.
Tetapi saluran pembuang ini tidak dapat direncana secara terpisah dari saluran
pembawa. Keduanya saling melengkapi dan kedua layout harus direncana
bersamaan.
Akan diperlukan pengukuran lebih detail karena saluran pembuang harus
mengikuti titik-titik yang lebih rendah. Sistem yang paling baik adalah tipe “tulang
ikan” (herringbone type) atau sistem yang mengikuti gelombang bagian bawah.
Kemudian posisi saluran dapat ditentukan. Pada medan yang berat mungkin juga
diperlukan saluran pembuang subkuarter. Pembuang ini sebaiknya berpola tulang
ikan dan digali oleh para petani.
Kemudian layout saluran digabungkan pada jaringan pembuang. Skema layout
ditunjukkan pada Gambar 4.12. Saluran kuarter dapat memberikan air dari kedua
sisinya dan panjangnya bisa dibuat sama dengan pembuang kuarter. Lebar
maksimum petak kuarter bisa mencapai 400 m. Kesulitan yang dialami dalam
memberikan air dari sawah ke sawah pada tanah datar dapat dikurangi dengan
membuat saluran cacing tegak lurus terhadap saluran kuarter.
Jalan inspeksi akan mengikuti saluran tersier. Adalah sulit untuk membangun jalan
petani di sepanjang saluran yang airnya diambil dari kedua sisinya akan diperlukan
dua saluran atau pipa-pipa panjang di bawah jalan itu. Karena operasi jaringan itu
akan bergantung kepada efisiensi pembuang utama, maka jalan petani akan
mengikuti pembuang ini. Saluran pembuang itu akan dihubungkan dengan jalan
inspeksi tersier di ujung hulu dan ujung hilir petak tersier.

Jalan-jalan di daerah datar yang berawa-rawa sebaiknya diberi dasar (base) dan
bahan-bahan pembuang bebas (free draining) dan ditinggikan 0,50 m di atas muka
tanah di sekitarnya.

4.9 KOLAM IKAN


Pengembangan budidaya ikan air tawar. termasuk dalam program diversifikasi
dari Pemerintah. Bahwa untuk keperluan tersebut perlu disediakan air.
Ada empat sistem budidaya ikan air tawar, yakni:
 kolam biasa (dengan air berkecepatan rendah) dengan tanggul tanah dilengkapi
dengan pintu masuk dan keluar, memerlukan air segar 5 - 10% dan volume
kolam biasa per hari. Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi
 pengembangbiakan ikan di sawah bersama-sama dengan pengolahan padi
(sistem padi-mina)
 keramba di saluran atau sungai
Kolam ikan dengan air berkecepatan rendah dan pengembang biakan di sawah
tidak membutuhkan prasarana. Pembiakan ikan dalam keramba di saluran tidak
dianjurkan, karena umumnya ini mengganggu dan sangat merusak tanggul saluran.

Untuk kolam air deras diperlukan fasilitas-fasilitas khusus untuk memenuhi


persyaratan berikut: -
 debit relatif tinggi untuk penggantian air secara terusmenerus (untuk
menggelontor kotoran, mengatur temperatur) agar air kolam berganti-ganti
setiap hari
 aerasi tambahan untuk air yang masuk guna menambah kadar oksigen,
misalnya: penggunaan bangunan terjun (a ≈ 0,40 m)
 kekeruhan air harus dijaga sedemikian sehingga jarak penglihatan ikan
sekurang-kurangnya 40 cm
 air kolam tidak tercemar oleh limbah atau pestisida.
Oleh sebab itu lokasi kolam ikan air tawar memerlukan:
 saluran irigasi dengan sumber air yang memenuhi syarat kualitas yang
dibutuhkan : komposisi kimia derajat kekeruhan
 saluran irigasi dengan debit air cukup selama waktu pembiakan
 saluran irigasi dengan beda tinggi energi yang memadai agar air cukup
teraerasi (cukup kandungan oksigen) dengan cara membuat bangunan terjun
dan air yang keluar kolam ke saluran itu (beda tinggi energi total 0,75 m).

Kolam deras mengambil air dari saluran irigasi primer atau sekunder, mengingat
kebutuhan air yang terus-menerus. Debit saluran tersier umumnya lebih kecil dan
kurang kontinyu. Kolam dengan air tenang dapat diberi air dari saluran tersier, tapi
pemberian itu harus berlangsung terus-menerus.
Dalam pengembangan kolam ikan yang mengambil air dari jaringan ingasi,
perencana harus memperhatikan pengawasan kualitas air yang digunakan.
Sebelum pekerjaan dimulai, proyek tersebut harus mendapat izin dari lembaga
yang berwenang (Komisi Irigasi dan DPUP).
Penjatahan air ke dalam kolam-kolam ikan harus mendapat izin dari Panitia
Irigasi.
Pengembangan tambak ikan memerlukan pendekatan yaug sama sekali berbeda
dalam perencanaan. Berbagai aspek seperti beda pasang surut (tidal range),
salinitas, pengawasan salinitas dan pemberian air segar memerlukan cara
pemecahan tersendiri.

4.10 PENCEKAN DAN PENYELESAIAN LAYOUT PENDAHULUAN


4.10.1 Layout Pendahuluan Yang Telah Selesai
Layout pendahuluan yang sudah selesai “digabungkan” pada peta. ortofoto, atau
terestris berskala 1 : 5000 yang memperlihatkan jalan-jalan, bangunan, tata guna
tanah dan batas-batas desa. Layout pendahuluan hendaknya memperlihatkan batas-
batas tersier dan kuarter, semua saluran irigasi, saluran pembuang dan bangunan.
4.10.2 Pencekan Di Lapangan
Pencekan di lapangan hendaknya dilakukan dengan para petani atau organisasi
petani dan kepala desa, guna mendapatkan informasi mengenai pemilikan tanah,
dan batas pembebasan tanah. Semua masalah yang timbul sebaiknya dipecahkan
bersama-sama dengan Pemerintah Daerah DPUP, Pengawas Irigasi, Agraria
(untuk registrasi tanah), PPL (atau wakil pertanian) pembantu Camat atau instansi-
instansi lain yang terlibat dalam pekerjaan ini misalnya Dinas Transmigrasi di
daerah transmigrasi. Jika perlu trase dan batas-batas yang sudah ditentukan bias
diubah. Layout yang sudah disetujui dan diselesaikan bersama akan disebut
“layout akhir” (Final layout). Layout ini dengan jelas menunjukkan daerah-daerah
kuarter yang sudah dihitung serta kebutuhan irigasi yang direncana.

Layout Akhir
Layout akhir akan merupakan hasil konsultasi dengan para petani yang akan
menggunakan jaringan tersier. Saran-saran dari petani akan sebanyak mungkin
dimasukkan, sejauh hal ini dapat diterima dari segi teknis. Kemudian layout akan
digambar pada peta dengan skala yang sesuai: 1 : 5000 atau 1 : 2000. Peta dengan
garis-garis ketinggian tapi tanpa titiktitik rincik ketinggian akan dipakai sebagai
dasar layout ini.
Pada peta ini harus ditunjukkan hal-hal berikut
 Batas-batas petak tersier, subtersier dan kuarter batasbatas tiap sawah (jika
dipakai peta ortofoto); batas-batas desa dan indikasi daerah-daerah yang bisa
diairi dan yang tidak
 saluran-saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter serta pembuang
 semua bangunan, termasuk indikasi tipe bangunan,
 seperti boks tersier, gorong-gorong, jembatan dan
 sebagainya
 jalan-jalan inspeksi dan jalan petani
 sistem tata nama (nomenklatur) saluran, pembuang dan bangunan
 ukuran petak tersier dan masing-masing petak kuarter.
Apabila saluran pembuang tersier bertemu dengan saluran pembuang dan petak
yang letaknya lebih ke hulu, hal ini harus disebutkan karena debit rencana harus
disesuaikan.
Layout akhir harus disetujui dan disahkan oleh wakil para petani (pimpinan tidak
resmi), P3A (jika telah dibentuk) dan kepala desa. Gambar layout asli harus
ditandatangani oleh orang-orang tersebut di atas.

5. PERENCANAAN SALURAN
5.1 PENDAHULUAN
Dilihat dan segi tekmk, saluran tersier dan kuarter merupakan hal kecil dan sederhana.
Bagi para petani pemakai air, saluran-saluran sederhana ini sangat penting karena dengan
sarana inilah air irigasi dapat dibagi-bagi ke sawah.
Perencanaan hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip teknis yang andal, tetapi juga
harus dapat memenuhi keinginan yang diajukan para pemakai air. Oleh sebab itu,
merencanakan pengembangan petak tersier merupakan aktivitas yang memerlukan
pencekan yang terus-menerus terhadap implikasi praktis. Yang paling perlu dilakukan
adalah sering melakukan kontak dengan para petani pemakai air.
Kapasitas saluran irigasi ditentukan oleh kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan.
Bila dipakai sistem rotasi (permanen) kapasitas ini akan disesuaikan.
Oleh sebab itu, untuk perencanaan saluran dan bangunan irigasi, tipe rotasi yang akan
diterapkau hendaknya ditentukan terlebih dahulu.
Cara pemeliharaan saluran menentukan koefisien kekasaran yang akan dipilih Akan
tetapi, pemeliharaan yang jelek akan menyebabkan kecepatan aliran menjadi lebih rendah
dan kemudian akan diperlukan saluran yang lebih besar.
Oleh karena itu, program pembinaan mengenai pemeliharaan saluran yang memadai dapat
juga membantu mengurangi biaya pelaksanaan.
Saluran pembuang yang direncana dan dilaksanakan dengan baik, merupakan keharusan
bagi daerah irigasi yang dikelola dengan baik. Saluran pembuang akan membuang
kelebihan air dari sawah dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk mencegah terjadinya
genangan dan kerusakan tanaman, serta mengatur muka air tanah sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
Kapasitas saluran pembuang yang dapat dianggap layak dari segi ekonomi di dalam petak
tersier, tergantung dari perbandingan antara berkurangnya panen yang diharapkan akibat
air yang berlebihan dengan biaya pelaksanaan dan pemeliharaan saluran pembuang dan
bangunan-bangunannya.
Jika kapasitas saluran pembuang di suatu daerah kurang memadai untuk membuang
kelebihan air dengan segera, maka air akan mengalir dari sawah-sawah yang letaknya
lebih tinggi ke sawah-sawah yang lebih rendah. Akibatnya muka air dalam cekungan-
cekungan di sini akan melonjak sampai beberapa saat, yang akan merusak tanaman,
saluran dan bangunan.
Kelebihan air di sawah-sawah, disebabkan oleh kelebihan curah hujan, dikeringkan
dengan sistem pembuang permukaan berupa saluran (pembuang), alur alamiah dan/atau
sungai. Biasanya fungsi pembuang alamiah bawah permukaan di abaikan (tidak dipakai).
Kapasitas saluran pembuang ditentukan dengan modulus pembuang, yaitu jumlah
kelebihan air yang akan dikeringkan per satuan luas. Umumnya modulus pembuang
dinyatakan dengan satuan liter perdetik per hektar.

5.2 SALURAN IRIGASI


5.2.1 Kebutuhan Air Irigasi
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut:

Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktorfaktor berikut:


a. cara penyiapan lahan
b. kebutuhan air untuk tanaman
c. perkolasi dan rembesan
d. pergantian lapisan air
e. curah hujan efektif.
Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4. Kebutuhan
bersih air di sawah (NFR) juga termasuk curah hujan efektif. Besarnya kebutuhan
air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan
air untuk padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di
atas.
Uraian terinci mengenai kebutuhan air di sawah serta cara perhitungannya
diberikan dalam KP - 01 Perencanaan Irigasi, Lampiran B.
Akibat operasi, evaporasi dan perembesan, sebagian dari air yang dibagikan akan
hilang sebelum mencapai tanaman padi. Kehilangan air akibat evaporasi dan
perembesan kecil saja dibanding kehilangan akibat operasi. Hanya tanah-tanah
yang lulus air saja yang akan memerlukan perhitungan tersendiri. Untuk tujuan-
tujuan perencanaan, kehilangan air di jaringan irigasi tersier dianggap 15 - 22,5%
antara bangunan sadap tersier dari sawah (atau et = 0,775 -0,85).
Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh Iebih tinggi, khususnya
pada waktu-waktu kebutuhan air rendah. Walaupun demikian, tidak disarankan
untuk merencanakan jaringan saluran dengan efisiensi yang rendah itu. Setelah
beberapa tahun diharapkan efisiensi akan dapat dicapai dengan cara memperbaiki
cara operasi.
Untuk daerah-daerah di mana sawah akan dikembangkan, tidak diberikan
kapasitas tambahan untuk mengalirkan kebutuhan air irigasi yang lebih tinggi. Air
tambahan yang diperlukan untuk pengembangan sawah akan diatasi dengan cara
mengembangkan sawah secara bertahap.

5.2.2 Kapasitas Rencana


Kapasitas bangunan sadap tersier didasarkan pada kebutuhan air rencana pintu
tersier (Qmaks 1/dt.ha). Pada umumnya kebutuhan air selama penyiapan lahan
menentukan kapasitas rencana.. Besarnya kebutuhan ini dapat dihitung menurut
KP - 01 Jaringan Irigasi, Lampiran B. Kapasitas rencana saluran tersier dan
kuarter didasarkan pada 100% Qmaks. Jika tidak tersedia data mengenai
kebutuhan irigasi, angka-angka umum akan dipergunakan untuk perkiraan.
Besarnya angka-angka masih membutuhkan penyelidikan atau dapat diperoleh
dari daerah irigasi yang berdekatan.
(1) Untuk saluran kuarter, debit rencana untuk irigasi terus-menerus adalah
kebutuhan rencana air di pintutersier (l/dt.ha) kali luas petak kuarter. Debit
rencana ini dipakai di sepanjang saluran

(2) Pada saluran tersier, debit rencana untuk irigasi terusmenerus bagi semua ruas
saluran tersier antara dua boks bagi adalah kebutuhan air irigasi rencana di
pintu tersier (l/dt.ha) kali seluruh luas petak kuarter yang diairi.
5.2.3 Elevasi Muka Air Rencana
Untuk menentukan muka air rencana saluran, harus tersedia data-data topografi
dalam jumlah yang memadai. Setelah layout pendahuluan selesai, trase saluran
yang diusulkan diukur. Elevasi sawah harus diukur 7,5 meter di luar as saluran
irigasi atau pembuang yang direncana tiap interval 50 m dan pada lokasi-lokasi
khusus.
Hal ini penting karena
 saluran kuarter harus memberi air ke sawah-sawah ini
 pembuang kuarter dan tersier menerima kelebihan air dari sawah-sawah ini
 jalan inspeksi atau jalan petani 0,5 m di atas permukaan
 sawah ini
 kedalaman pondasi bangunan dikaitkan langsung dengan elevasi sawah ash.
Jika saluran-saluran yang sudah ada masih tetap akan dipakai, maka elevasi
tanggulnya juga harus diukur.
Hasil-hasil pengukuran akan disajikan dalam bentuk gambar situasi (1 : 2.000),
dan potongan memanjang (skala horisontal 1:2.000, vertikal 1:50). Tidak
diperlukan potongan melintang, kecuali untuk standar potongan untuk setiap
sketsa dengan dimensi yang sama. Tetapi potongan melintang pada daerah
bergelombang digambar pada jarak 100 m.
Beda elevasi (head) yang ada antara elevasi sawah dengan elevasi air di jaringan
utama harus diketahui. Elevasi air di jaringan utama dan jaringan irigasi yang ada
dapat diperoleh dari gambar-gambar rencana atau gambar-gambar purnalaksana
(as-built drawings). Jika gambar-gambar semacam ini tidak ada, maka elevasi
tersebut harus ditentukan dengan mengadakan pengukuran detail pada bangunan
sadap serta elevasi ambang bangunan ukur. Dianjurkan agar pencekan ini selalu
dilakukan, bahkan bila gambar-gambar perencanaan tersedia sekalipun, karena
elevasi yang ditunjukkan pada gambar tidak selalu sesuai dengan elevasi
sebenarnya di lapangan. Kemungkinan terdapat perbedaan bidang persamaan
(reference level/datum) selalu ada.
Berfungsinya jaringan utama yang ada hendaknya dicek jika akan dipakai elevasi
referensi dari bangunan sadap tersier. Bangunan sadap tersier tersebut mungkin
mempunyai elevasi yang relatif tinggi atau rendah. Cara pencekan terbaik adalah
menghubungkan langsung perencanaan itu dengan elevasi pada pengambilan
utama atau bendung. Hal ini hanya dapat dilakukan pada daerah-daerah irigasi
kecil.

Elevasi muka air yang diperlukan di saluran primer/sekunder di hulu bangunan


sadap tersier dapat ditentukan dengan rumus berikut:

P = A + a + b + n.c + m.e + f + g + ∆h + Z
...........(5.1)
di mana:
P = muka air yang dibutuhkan jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
A = elevasi sawah yang menentukan di petak tersier
a = kedalaman air di sawah (- 10 cm)
b = kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah (- 10 cm)
c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (5-15 cm/boks)
n = jumlah boks bagi kuarter pada saluran yang direncana
d = kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter (I
x L cm)
e = kehilangan tinggi energi di boks bagi tersier (- 10 cm/boks)
m = jumlah boks tersier pada saluran yang direncana
f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (- 5 cm per gorong gorong)
z = kehilangan tinggi energi bangunan-bangunan tersier yang lain
g = kehilangan tinggi energi di pintu Romijn (- 2/3 H)
∆H = variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier
(- 0.10 h100 )
h100 = kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan sadap.

Perencanaan jaringan utama biasanya didasarkan pada kriteria bahwa untuk debit
sebesar 85 % dari kapasitas rencana saluran primer/sekunder, debit rencana untuk
petak tersier masih harus dialirkan melalui bangunan sadap tersier tanpa
menaikkan muka air di saluran primer/sekunder. Jadi variasi muka air h adalah
perbedaan muka air untuk Q100 dan 70% dan Q100 (= Q70). Perbedaan mi bergantung
kepada lebar dasar saluran, kemiringan saluran dan kemiringan talut saluran, tapi
harga ∆h sekitar 0,18 h100.

Pada waktu menentukan elevasi tanah tertinggi di sawah dalam petak tersier,
hendaknya selalu diingat apakah daerah itu sudah diratakan atau akan diratakan di
masa yang akan datang. Kadang-kadang tidak dianjurkan untuk mengairi bagian
petak tersier yang sangat tinggi, karena mi akan memerlukan muka air yang lebih
tinggi di saluran tingkat tersier dan primer. Biaya pelaksanaan yang sangat besar
akan diperlukan untuk ini.

Walaupun dari segi pelaksanaan dan pemeliharaan akan lebih murah untuk
merencanakan muka air yang lebih rendah, tapi harus diingat bahwa hendaknya
diusahakan untuk sebanyak mungkin mengairi sawah-sawah di sepanjang saluran
sekunder. Strip/jalur yang tidak kebagian air irigasi selalu menimbulkan masalah
pencurian air dari saluran primer/sekunder atau pembendungan air di saluran
tersier.
Harga-harga yang diambil untuk kehulangan tinggi energy dan kemiringan dasar
merupakan harga-harga asumsi yang akan dihitung kembali untuk merencanatan
harga-harga yang akan di pakai pada tahap perencanaan akhir.

Muka air di saluran kuarter sekurang-kurangnya 0,15 m di atas muka sawah. Ini
berlaku di sepanjang saluran agar pembagian air ke petak-petak sawah dapat
dilakukan dengan baik.
Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke sawah tidak boleh diabaikan,
seperti dapat dilibat dan rumus berikut:

Q=µ A √2 gz
……………(5.3)

Di mana :
Q = debit air m³/dt
µ = koefisien debit (0,6 – 0,7)
A = luas potongan melintang pipa, m²
g = percepatan gravitasi - 9,8
z = kehulangan tinggi energi (=b pada Gambar 5.1), m

5.2.4 Karakteristik saluran


Berdasarkan trase saluran, kapasitas rencana dan muka air di saluran yang
diperlukan, potongan melintang dan memanjang sa1uran dapat ditentukan.
Biaya pemeliharaan saluran hendaknya diusahakan serendah mungkin. Ini akan
tercapai bila tidak terjadi penggerusan atau pengendapan. Keduanya berkaitan
dengan kecepatan aliran dan kemiringan saluran.
Kecepatan aliran dan kemiringan saluran bergantung pada situasi topografi, sifat-
sifat tanah dan kapasitas yang diperlukan. Berdasarkan pengalaman lapangan,
Fortier (1926) menyimpulkan bahwa untuk saluran irigasi dengan kedalaman air
kurang dari 0,90 m pada tanah lempungan atau lempung lanauan, kecepatan
maksimum yang diizinkan adalah sekitar 0,60 m/dt. Harga-harga Iebih rendah
dapat dipakai untuk tanah pasiran, tetapi akan diperlukan pasangan untuk
mengatasi kehilangan akibat perkolasi. Metode-metode modern menggunakan
gaya tarik (tractive force). Perhitungan kecepatan yang diizinkan diuraikan secara
terinci dalam Bagian KP - 03 Saluran.
Harga batas gaya geser sebesar 1 kg/m2 (10 N/m2) diterapkan untuk saluran tersier
dan kuarter. Bila gradient medan curam dan kecepatan menjadi terlalu tinggi,
diperlukan satu atau dua bangunan terjun, atau saluran tersier harus diberi
pasangan (got miring). Keputusan mengenai apakah akan direncana bangunan
terjun atau saluran pasangan, harus didasarkan pada besarnya biaya pelaksanaan
(lihat pasal 7.6).
Setelah debit rencana ditentukan, dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus
Strickler berikut:

2 1
v=k R I
3 2
……………(5.3)

Di mana :
A
R =
P
A = (b+mh)h
P = b+2h√ m ²=1
Q = vA
b
n =
h
Dimana :
Q = debit saluran, m³/dt
v = kecepatan aliran m/dt
A = potongan melintang m²
R = jari-jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
n = kedalaman - lebar
I = kemiringan saluran
k = koefisien kekasaran Strickler, m½/dt
m = kemiringan talut hor./vert.

Di sini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci
pada Tabel 5.1. Dalam Lampiran 1 diberikan grafik di mana dimensi saluran dapat
langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran.
Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil, nilai b/h adalah satu. Dalam
grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan.
Untuk tujuan yang sama, dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabel-
tabel dengan contohcontoh perhitungan. Tipe-tipe potongan melintang ditunjukkan
pada Gambar 5.3.
Catatan
 Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h = 1)
 Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga
dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi.
Tipe potongan melintang ditunjukkan pada Gambar 5.4.

Untuk semua aliran dan kemiringan, harus dicek dahulu apakah kecepatan
maksimum yang diizinkan dilampaui. Jika terlampaui, maka harus digunakan
bangunan terjun guna meredam kelebihan energi. Dimensi dan kemiringan
maksimum saluran yang diizinkan (dalam hal ini perencanaannya) dapat diambil
langsung dari Lampiran 1.

5.2.5 Saluran irigasi/pembuang kuarter


Jika saluran kuarter juga dipakai sebagai saluran pembuang (seperti dijelaskan
dalam pasal 4.8), sebaiknya saluran itu direncana dengan menggunakan kriteria
saluran kuarter. Potongan melintang saluran direncana menurut grafik perencanaan
saluran dengan kombinasi aliran pembuang intern (lihat Pasal 5.3), serta
pengaliran air irigasi sebagai debit. Di atas muka air ini dibuat jagaan dengan
minimum 15 cm. Kemudian elevasi dasar saluran dan muka air berada pada
elevasi yang cukup untuk mengairi sawah-sawah di daerah bawah. Kedalaman air
yang hanya dipakai untuk irigasi saja dihitung dengan rumus Strickler secara
cobacoba (trial dan error).
Berikut ini diberikan kriteria perencanaan lain yang dianjurkan pemakaiannya.
 Kemiringan minimum saluran 1,00 m/km (0,001)
 Kemiringan minimum medan 2%
 Lebar tanggul 1,00 atau 1,50 m
 Kecepatan aliran rencana 0,50 m/dt
 Harga “k” Strickler = 30
 Kemiringan talut 1:1
5.3 SALURAN PEMBUANG
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan, dengan demikian, dapat
bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm dianggap
cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan. Tinggi air yang
lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang
lama akan mengurangi hasil panen. Varietas local unggul dan khususnya varietas lokal
(biasa) kurang sensitive terhadap tinggi air. Walaupun demikian, tinggi air yang melebihi
20 cm tetap harus dihindari.
Kelebihan air di petak tersier dapat diakibatkan oleh hujan deras, limpahan kelebihan air
irigasi atau air buangan dari jaringan utama ke petak tersebut, serta limpahan air irigasi
akibat kebutuhan air irigasi yang berkuraug di petak tersier.
Besar-kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air yang berlebihan
bergantung kepada:
 dalamnya kelebihan aiR
 berapa lama genangan yang belebihan itu berlangsung
 tahap pertumbuhan tanaman
 varietas padi
 kekeruhan dan sedimen yang terkandung dalam genangan air.

Tahap-tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya air yang berlebihan
adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah), persermaian dan permulaan
masa berbunga. Merosotnya hasil panen secara tajam akan terjadi apabila dalamnya
lapisan air di sawah melebihi separoh dan tinggi tanaman padi selama tiga hari atau lebih.
Jika tanaman padi tergenang air seluruhnya jangka waktu lebih dan 3 hari, maka tidak
akan ada panen. Jika pada masa penanaman, kedalaman air melebihi 20 cm selama jangka
waktu 3 hari atau lebih maka tidak ada panen.

5.3.1 Modulus Pembuang


Jumlah kelebihan air yang harus dibuang per satuan luas persatuan waktu disebut
modulus pembuang atau koefisien pembuang dan ini bergantung pada:
 curah hujan selama periode tertentu
 pemberian air irigasi pada waktu itu
 kebutuhan air untuk tanaman
 perkolasi tanah
 genangan di sawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
 luasnya daerah
 sumber-sumber kelebihan air yang lain.
Pembuang air permukaan untuk satuan luas dinyatakan sebagai:

D(n)= R( n)T + n(IR-ET-P) - ∆ S


………….. (5.6)

di mana:
n = jumlah hari berturut-turut
D(n) = pengaliran air permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut-turut dengan
periode ulang T
tahun, mm
IR = pemberian air irigasi, mm/hari

ET = evapotranspirasi, mm.hari
P = perkolasi, mm/han
∆s = tambahan genangan, mm.

Untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai


berikut :
a. Dataran rendah
 Irigasi IR = nol jika irigasi dihentikan, atau
 Irigasi IR = evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan.
 Kadang-kadang irigasi mungkin dihentikan ke sawah, tetapi air dari jaringan
irigasi utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang melalui petak tersier.
 Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan ΔS pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm.
 Perkolasi P sama dengan nol.
b. Daerah terjal
Seperti untuk kondisi Dataran rendah, tetapi perkolasi P sama dengan 3
mm/hari. Untuk modulus pembuang rencana, dipilih curah hujan 3 hari dengan
periode ulang 5 tahun.
Kemudian modulus pembuang tersebut adalah:

D(3)
Dm = 1/dt.ha
3 x 964

…………..(5.7)

Pada Gambar 5.4 rumus di atas disajikan dalam bentuk grafik sebagai contoh.
Dengan mengambil harga-harga untuk R, E, I dan ∆S, modulus pembuang
dapat dihitung.

5.3.2 Debit Rencana


Debit drainase rencana dan sawah di petak tersier dihitung sebagai berikut:

Q d = f Dm A

di mana:
Q d = debit rencana, lIdt
f = faktor pengurangan (reduksi) daerah yang dibuang airnya, (satu untuk
petak tersier)
Dm = modulus pembuang 1/dt.ha
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha.
Untuk daerah-daerah sampai seluas 400 ha pembuang air per satuan luas diambil
konstan. Jika daerah-daerah yang akan dibuang airnya lebih besar, dipakai harga
per satuan luas yang lebih kecil (lihat KP - 03 Saluran). Jika data tidak tersedia,
dapat dipakai debit minimum rencana sebesar 7 l/dt.ha.

5.3.3 Kelebihan Air Irigasi


Kelebihan air irigasi harus dialirkan ke saluran pembuang (tersier) intern selama
waktu persediaan air irigasi lebih tinggi dari yang dibutuhkan.
Pembuangan air irigasi perlu karena:
 bangunan sadap tersier tidak diatur secara terus-menerus
 banyak saluran sekunder tidak dilengkapi dengan bangunan pembuang
(wasteway)
 ada jaringan-jaringan irigasi yang dioperasikan sedemikian rupa sehingga debit
yang dialirkan berkisar antara Q70 dan Q 100.
Telah diandalkan bahwa air irigasi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
kapasitas pembuang yang diperlukan. Anggapan ini dapat dibenarkan hanya
apabila jatah air untuk masing-masing petak tersier sama dengan kebutuhan air
untuk petak itu pada saat tertentu. Tetapi, saluran primer dan saluran sekunder
yang besar biasanya dioperasikan sedemikian rupa sehingga saluran-saluran itu
mengalirkan debit yang berkisar antara Q 80 dan Q 100.
Karena banyak jaringan irigasi yang ada tidak memiliki bangunan pembuang di
jaringan utama, maka ini berarti bahwa selama periode kebutuhan air di bawah
Q 100 dan/atau selama masa-masa hujan lebat, kelebihan air harus dialirkan ke
jaringan pembuang intern melalui bangunan sadap tersier.
Ada 3 cara yang mungkin untuk mengalirkan air ke jaringan pembuang intern,
yakni melalui:
a. Saluran irigasi tersier
b. Saluran kuarter
c. Petak sawah.

Ad a
Apabila kelebihan air irigasi dibuang melalui saluran tersier ke saluran pembuang
terdekat, maka bangunan pembuang itu sebaiknya ditempatkan jauh di hulu untuk
mengurangi panjang saluran dengan kapasitas penuh. Jika saluran pembuang
letaknya dekat dengan boks bagi tersier, maka boks itu diberi bukaan khusus agar
air Iebih dapat langsung dibelokkan ke saluran pembuang. Bergantung pada layout
jaringan irigasi dan pembuang, kelebihan air dapat juga dibuang lewat boks
kuarter pertama atau kedua ke pembuang terdekat. Dalam hal ini, saluran tersier
dan boks bagi tersier hingga boks kuarter hendaknya punya kapasitas cukup untuk
membawa kelebihan air tersebut.
Kelebihan air irigasi yang akan dibuang diperkirakan sebesar 70 persen dari debit
maksimum. Bukaan khusus pada boks sebaiknya direncana untuk 70 persen dari
Qmaks. Bukaan boks dilengkapi dengan pintu sorong, yang hanya boleh
dioperasikan oleh ulu-ulu. Di hari bukaan itu harus dibuat bangunan terjun dan
saluran pembuang pendek. Bukaan ini tidak mempunyai ambang. Pintu sorong
diletakkan pada dasar boks bagi. Bukaan sebaiknya kecil saja agar kecepatan
aliran di saluran tersier tidak menjadi terlalu tinggi.

Ad b
Untuk membuang kelebihan air melalui saluran kuarter, masing-masing saluran
kuarter direncana sedemikian sehingga kapasitas maksimum rencananya sama dari
hulu sampai hilir. Saluran-saluran itu dihubungkan dengan pembuang dengan
sebuah bangunan akhir.

Ad c
Apabila kelebihan air akan mengalir dari sawah ke saluran pembuang, maka petani
harus menggali saluran kecil di antara 2 deret tanaman padi. Tanggul sawah
sebaiknya mempunyai semacam bangunan pembuang guna mengontrol kedalaman
air di sawah.
Cara yang terakhir ini berarti bahwa para petani tidak diperkenankan menutup
pengambilan air di sawah selama turun hujan lebat. Juga selama padi menjadi
masak, 2 sampai 3 minggu menjelang panen, sawah tidak dapat dikeringkan sama
sekali karena masih ada kelebihan air yang mengalir dari sawah itu ke saluran
pembuang.
Cara b mempunyai beberapa keuntungan. Karena masingmasing saluran di dalam
petak tersier akan mengalirkan air sekurang-kurangnya 70% dari Qmaks’ maka para
petani di dalam petak kuarter bisa dengan bebas mengelola pembagian air mereka
sendiri (berkonsultasi dengan uluulu). Pembagian air di sebuah petak kuarter tidak
ada hubungannya dengan pengelolaan air di petak-petak kuarter lainnya dan
pembagian air di petak tersier hamper proporsional. Perencanaan dan operasi boks
bagi untuk cara b lebih sederhana daripada untuk a dan c.
Tetapi, setiap saluran kuarter sebaiknya dihubungkan ke saluran pembuang dengan
sebuah bangunan akhir. Di sebelah hilir bangunan ini diperlukan bangunan terjun
dan lindungan dasar. Cara a Iebih murah dari cara b karena hanya satu saluran
tersier yang harus punya kapasitas minimum sekurang-kurangnya 70% dari
kapasitas rencana bangunan sadap. Biasanya saluran itu berkapasitas 100 persen.
Saluran tersier ini dihubungkan ke saluran pembuang pada sebuah boks bagi. Di
hilir boks tersebut harus dibuat sebuah bangunan terjun dan saluran. pembuang.
Bukaan ke saluran pembuang diberi pintu yang dioperasikan oleh ulu-ulu P3A.
Kelemahan sistem ini adalah, diperlukannya kegiatan operasi di luar jadwal, dan
bangunan pembuang berpintu menyebabkan kehilangan air lebih banyak lagi.
Kecuali jika pembuang tersier ditempatkan dekat saluran kemungkinan (a) tidak
dianjurkan. Alternatif yang dianjurkan adalah (b).

Karakteristik Saluran Pembuangan


Muka air di saluran pembuang intern harus ditentukan dengan mempertimbangkan
hal-hal berikut
 muka air harus cukup rendah agar kelebihan air dapat dibuang dari sawah-
sawah yang terendah di petak tersier, tapi juga mempertimbangkan tinggi muka
air yang diperlukan apabila saluran pembuang intern menuju pembuang
sekunder atau primer.
 Biaya pelaksanaan dan pemeliharaan harus diusahakan minimum. Hal ini
berarti bahwa. tinggi muka air harus lebih rendah dari tinggi medan di
sekitarnya; dan kecepatan aliran dibatasi agar erosi tidak terjadi.

Untuk layout saluran pembuang intern, daerah-daerah rendah yang jelas atau pembuang
yang ada sebaiknya digunakan. Kemiringan saluran pembuang akan sedapat mungkin
mengikuti kemiringan medan. Saluran pembuang direncana sedemikian sehingga sedikit
saja terjadi erosi dan sedimentasi. Kecepatan aliran dan kemiringan saluran pembuang
bergantung pada keadaan topografi, kapasitas rencana serta sifat-sifat tanah.
Kecepatan aliran sebaiknya tidak lebih dari 0.50 – 0.60 m/det agar saluran pembuang
tidak mengalami erosi. Jika kecepatan lebih tinggi, maka harus dibuat bangunan terjun di
saluran pembuang itu.

Setelah kapasitas saluran pembuang di tentukan, dimensi dapat dihitung dengan rumus
Strickler di mana:

Q = k A R2 /3 I 1 /2

Dimana :
Q = kapasitas rencana, m³/dt
k = koefisien kekasaran Strickler, m 1/ 3/dt
A = luas penampung basah, m²
R = jari-jari hidrolis, m
I = kemiringan muka air.

Untuk koefisien kekasaran k, sebaiknya diterapkan hargaharga berikut:


 30 untuk saluran pembuang tersier
 25 untuk pembuang kuarter.
Grafik-grafik perencanaan diberikan pada Lampiran 1 untuk perbandingan antara lebar
dasar saluran tinggi air 1.
Lebar minimum dasar saluran untuk saluran pembuang kuarter sebaiknya diambil 0,30 m
dan untuk saluran pembuang tersier 0,50 m. Kemiringan talut terutama bergantung pada
sifat tanah dan kapasitas saluran. Kemiringan talut biasanya diambil 1 : 1. Di daerah-
daerah yang keadaan tanahnya jelek, sebaiknya kemiringan talut diambil 1 : 1,5 atau 1 : 2.
Karena kelebihan air mengalir langsung dari sawah-sawah ke saluran pembuang, maka
kemiringan talut yang kecil akan bisa mencegah erosi pada talut.
Perbandingan antara lebar dasar saluran dengan kedalaman air bergantung tidak hanya
pada debit, tapi juga pada situasi saluran pembuang yang ada. Perbandingan untuk saluran
pembuang yang lebih kecil adalah 1 (kedalaman air sama dengan lebar dasar saluran).
Untuk saluran pembuang yang Iebih besar serta saluran pembuang di daerah datar
(pantai), perbandingan berkisar antara 1 dan. 3. Bagian dasar saluran pembuang tersier
akan direncana sekurang-kurangnya 0,60 m di bawah muka tanah. Dimensi pembuang
dibuat sama di seluruh panjang satu ruas saluran pembuang.

Pada dasarnya tidak direncana tanggul di sepanjang saluran pembuang intern. Dengan
membuka atau menutup tanggul sawah, para petani dapat mengatur pembuangan
kelebihan air dari sawah yang berbatasan dengan saluran pembuang. Tanggul sebaiknya
direncana di sepanjang saluran pembuang di daerah-daerah di mana muka air rencana
lebih tinggi dari muka medan. Langkah-langkah khusus harus diambil untuk membuang
air dari daerah rendah, misalnya membuat bangunan pembuang (outlet) berpintu pada
tanggul.
Selain saluran pembuang intern, kadang-kadang masih harus direncana saluran pembuang
lain di petak tersier. Jika perlu, saluran pembuang di sepanjang jalan, sepanjang saluran
irigasi atau saluran pembuang primer, hendaknya juga dicakup dalam perencanaan jalan
dan saluran mi.
Debit pembuang kelebihan air normal irigasi akan kecil saja. Kadang-kadang masalah
yang timbul adalah pengendapan sedimen, khususnya di saluran pembuang yang lebih
besar. Jika mungkin, saluran pembuang sebaiknya direncana pada kemiringan minimum
0,5% dengan kecepatan aliran di atas 0,45 m/dt. Di tempat-tempat di mana saluran
pembuang sejajar dengan saluran garis tinggi, hal ini tidak selalu mungkin, lagipula akan
diperlukan kegiatan pemeliharaan tambahan. Dalam hal demikian, saluran garis tinggi
sebaiknya direncana pada batas interval yang lebih tinggi dari kecepatan yang diizinkan.
Rerumputan pendek sebaiknya dibiarkan tumbuh di saluran pembuang, karena mi akan
mengurangi bahaya erosi serta menahan kecepatan yang tinggi. Bangunan terjun
hendaknya dibuat jika terjadi erosi yang sangat mengkhawatirkan. Muka air rencana di

saluran pembuang kuarter harus sesuai dengan (atau sedikit lebih tinggi dari) muka air
rencana di saluran pembuang tersier, dan begitu seterusnya sampai sungai utama atau laut.
Bangunan yang dibuat pada titik cabang saluran diperlukan untuk mencegah terjadinya
erosi di mana saluran pembuang tersier masuk ke saluran pembuang sekunder dengan
perbedaan elevasi dasar saluran.

Catatan:
 Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar saluran dan kedalaman air (b/h)
untuk saluran pembuang yang lebih kecil adalah 1 ,untuk saluran pembuang yang
lebih besar nilai perbandingan berkisar antara 1 dan 3.
 Harga k yang lebih rendah menunjukkan bahwa pemeliharaan saluran pembuang itu
kurang baik.
 Tidak dapat diterapkan pada skema jaringan irigasi pasang surut.

6. BOKS BAGI
6.1 Umum
Boks bagi dibangun di antara saluran-saluran tersier dan kuarter guna membagi-bagi air
irigasi ke seluruh petak tersier dan kuarter. Perencanaan boks bagi harus sesuai dengan
kebiasaan petani setempat dan memenuhi kebutuhan kegiatan operasi di daerah yang
bersangkutan pada saat ini maupun kemungkinan pengembangan di masa mendatang.
Tergantung pada air yang tersedia, boks bagi harus membagi air secara terus-menerus
(proporsional) dan secara rotasi; Pembagian air secara proporsional dapat dicapai jika
lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air oleh saluran. Elevasi
ambang dan muka air di atas ambang harus sama untuk semua bukaan pada boks.
Untuk pemberian air secara rotasi, boks dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup
bukaan jika diperlukan. Pintu itu hendaknya diberi gembok agar tidak dioperasikan oleh
orang yang tak berwenang membagi air.
Bagi daerah-daerah yang rawan pencurian pintu baja, diusulkan untuk lebih meningkatkan
peran dan partisipasi petani dengan maksud untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan
rasa memiliki, sehingga pintu terhindar dari pencurian.

Jika mungkin, aliran di atas ambang moduler, yakni debitnya tidak dipengaruhi oleh muka
air hilir pada saluran. Untuk kondisi aliran moduler, air irigasi dapat dengan mudah dibagi
dengan pemberian air secara terus-menerus.
Di jaringan irigasi ini mana keadaan medan hampir rata, perbedaan antara muka air
maksimum di hulu bangunan sadap tersier dan elevasi sawah yang akan diairi sangat
kecil. Ada sebagian sawah yang tidak bisa diairi dengan jaringan irigasi tersier bila boks
bagi direncana untuk aliran moduler dan saluran direncana dengan kemiringan
memanjang yang diperlukan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini, cara-cara berikut dapat ditempuh:
 menaikkan muka air di saluran primer atau sekunder (misalnya dengan membuat
ambang atau pengatur melalui bangunan pengatur);
 merencana dan membuat bangunan sadap tersier baru di hulu bangunan sadap yang
sudah ada agar daerah-daerah tinggi dapat diberi air;
 mengurangi kemiringan di saluran tersier dan kuarter;
 merencana boks bagi tersier dan kuarter untuk aliran nonmoduler.
 pemilihan alat pengukur/pengatur yang memerlukan kehilangan tinggi energi yang
lebih kecil.
Pembagian air secara terus-menerus sulit dilakukan jika aliran nonmoduler. Para petani
pemakai air dapat menambah atau mengurangi air yang diperlukan dengan cara
menurunkan atau menaikkan muka air di saluran bagian hilir.
Muka air di seluruh saluran bagian hilir sebaiknya sama untuk debit rencana dan debit
lebih kecil agar pembagian air yang dilakukan terus menerus. tetap seimbang. Tidak ada
cara pemecahan praktis untuk memenuhi persyaratan ini; jadi untuk aliran nonmoduler,
air sebaiknya dibagi secara rotasi.
Untuk memperkecil kehilangan tinggi energi di boks bagi, dianjurkan untuk merencana
boks aliran non moduler dengan kehilangan tinggi energi sebesar 0,05 - 0,10 m. Juga
untuk aliran nonmoduler lebar bukaan hendaknya proporsional dan ambang bukaan sama
elevasinya.
6.2 Fleksibilitas
Kriteria pokok dalam perencanaan boks bagi adalah bahwa pembagian air irigasi yang
diperlukan tidak terpengaruh oleh muka air di dalam boks. Distribusi aliran sebaiknya
tetap konstan jika tinggi energi di hulu berubah. ini berarti bahwa harga fleksibilitas
bangunan sebaiknya satu. Persamaan fieksibilitas, yaitu perbandingan antara besarnya
perubahan debit satu bukaan dengan besarnya perubahan debit bukaan lainnya, adalah:

d Q1 Q1
F = dQ Q
2 2
………………..(6.1)

di mana :
F = fleksibilitas
Q 1 = debit melalui bukaan 1, m3/dt
Q 2 = debit melalui bukaan 2, m3/dt.

Rumus umum untuk menghitung debit (head discharge) melalui ambang adalah:

Q=Cbh n
………………..(6.2)

di mana :
Q = debit, m³/dt
b = lebar mercu, m
h = kedalaman air di atas mercu, m
n = koefisien.

Koefisien debit C bergantung pada tipe dan bentuk sisi ambang. Dalam batas-batas
penerapan, koefisien ini dipakai untuk ambang lebar yang tidak dipengaruhi oleh
kedalaman air di atas ambang, tapi untuk ambang tajam dan pendek, koefisien tersebut
merupakan fungsi kedalaman air h.
Umumnya rumus tersebut dapat juga dinyatakan sebagai Q = c.b.h n. Dan rumus ini
diturunkan dQ/dh = n.C.b.h n−1 ; dan pembagian dengan Q dan Cbhn menghasilkan:

dQ/Q = n dh/h
………………..(6.3)

Substitusi persamaan ini menjadi persamaan fleksibilitas untuk Q 1 dan Q 2 menghasilkan:

n1 dh1 h 2
F = n dh h
1 2 2

………………..(6.4)
Karena perubahan muka air di hulu ambang menghasilkan perubahan yang sama untuk h1
dh1
dan h2 , maka hasil bagi adalah 1n xh
dh2
n1 xh 2
Jadi: F = n xh
2 1

………………..(6.5)

Agar pembagian air tidak terpengaruh oleh muka air hulu, atau untuk memperoleh harga
n1 n2
fleksibilitas satu, maka hendaknya sama dengan . Supaya persyaratan ini terpenuhi
h1 h2
untuk semua kedalaman air, maka ambang di kedua bukaan sebaiknya sama tipenya (
n1 =n2) dan elevasi ambang harus sama (h1 =h2).
Berhubung ambang boks bagi sama tipenya (ambang tajam, lebar atau pendek) dan semua
ambang sama elevasinya,maka pembagian air yang diperlukan hanya dapat diperoleh jika
lebar masing-masing bukaan sesuai (proporsional) dengan debit. Ini berarti bahwa lebar
ambang harus sebanding dengan luas daerah yang akan diberi air.
Lebar minimum bukaan yang dipakai untuk memberi air ke daerah-daerah terkecil (petak-
petak kuarter) sebaiknya diambil 0,20 m. Lebar bukaan yang memberi air lebih dan satu
petak kuarter harus sebanding dengan luas daerah tersebut. Dimensi bukaan diambil
dengan kenaikan setiap 5 cm agar dapat distandardisasi.

6.3 Ambang
Boks bagi dan pasangan batu direncana dengan rumus untuk ambang lebar atau (Gambar
6.1):

2
2 2
Q=C d C v

3 3
gbh 3
1
………………..(6.6)
= (tanpa koreksi)

atau disederhanakan menjadi:


3
2
Q=C d 1.7 b h 1
………………..(6.7)

di mana:
Q = debit, m³/dt
C d = koefisien debit = 0,85
(untuk 0,08 ≤ H 1/L 0,33)
C v = koefisien kecepatan, - 1,0
b = lebar ambang, m
h1 = kedalaman air di hulu ambang, m
g = percepatan gravitasi m/dt², - 9,8
L = panjang ambang, m
H1 =tinggi energi di hulu ambang, m.

Untuk daerah-daerah datar di mana kehilangan tinggi energy harus diambil serendah
mungkin, boks bisa dibuat tanpa ambang karena alasan nonteknis: para petani merasa
bahwa debit akan berkurang dengan adanya ambang, dan mereka akan membuang
ambang itu.
Dalam hal iniboks sebaiknya dibuat seperti pada Gambar 6.2.
Untuk debit yang melewati bukaan tipe ini, cara pendekatandengan rumus 6.7 dapat
dipakai untuk ambang lebar.
Pada aliran nonmoduler, dapat dipakai Gambar 6.3 untuk menghitung pengurangan debit
moduler serta variasi h1 / L akibat keadaan tenggelam.
Lebar dan tinggi ambang boks dan beton ditentukan dengan rumus Francis, yang sahih
(valid) untuk ambang tajam:

Q=1,836 (b−0,2 h¿¿ 1) h31 /2 ¿ (aliran dengan kontraksi)


………………..(6.8)

di mana :
Q = debit di atas ambang, m3/dt
b = lebar ambang, m
h1 = kedalaman air di atas ambang
Agar dapat dikembangkan sepenuhnya, kontraksi samping B-b sebaiknya lebih besar dan
4 kali kedalaman air di atas ambang (Gambar 6.4), di mana B adalah lebar total boks dan
b lebar ambang. Tinggi ambang bermercu tajam p di atas dasar boks sebaiknya tidak
kurang dari dua kali kedalaman air h di atas mercu dengan harga minimum 0,30 m. Bila
persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka kedalaman air untuk lebar tertentu dan ambang
akan lebih tinggi dan yang direncana. Pada Gambar 6.5 diberikan lengkung/kurve debit
(rating curve) untuk berbagai lebar ambang.

Jika rumus Francis dipakai untuk selain tipe ambang tajam, atau jika batas penerapan
tidak terpenuhi, maka muka air yang sebenarnya akan lebih tinggi dan yang sudah
dihitung.
Apabila kehilangan tinggi energi harus diusahakan sekecil mungkin, misal di daerah
irigasi yang datar, atau bila boks bagi akan dipakai sebagai bangunan pengukur debit,
maka perencanaan hendaknya mengikuti standar kondisi ambang.
Kalau boks bagi juga digunakan untuk bangunan pengukur debit, maka di situ dipasang
papan duga, di hulu amlang sekitar tiga kali kedalaman air di hulu ambang alat ukur.

Pemakaian ambang yang terlalu sempit tidak dianjurkan guna memperkecil kehilangan
tinggi energi h untuk aliran moduler.
Karena koefisien debit untuk ambang pendek semakin bertambali besar dengan
bertambahnya harga-harga perbandingan h1 / L dan h1 /(h1 + p), maka lebar ambang
sebaiknya dibuat sekecil mungkin. Untuk keadaan seperti ini, muka air yang sebenarnya
hanya berbeda sedikit dan muka air yang dihitung dengan rumus Francis.
Untuk keadaan aliran nonmoduler, berkurangnya debit akibat ambang tenggelam
(h 2 h1 >0,15) dapat dihitung dengan rumus berikut

Q 1=Q . {1−¿ ¿

………………..(6.9)

di mana:
Q = debit moduler pada mercu tajam (lihat Gambar 6.6.)
h2 = kedalaman air hilir di atas mercu
h1 = kedalaman air hulu di atas mercu.

Di sini diberikan grafik-grafik perencanaan untuk berbagai lebar mercu di daerah-daerah


datar dengan kehilangan tinggi tekanan sebesar 0,10 m (lihat Gambar 6.7) dan 0,05 m
(lihat Gambar 6.8).
6.4 Pintu

Perencanaan boks bagi harus memenuhi persyaratan berikut guna membatasi pembagian
air di petak tersier:
 pemberian air terus-menerus
 pemberian air secara rotasi
 debit moduler
 fleksibilitas 1
Untuk pemberian air secara terus-menerus, pembagian air yang proporsional dapat icapai
dengan cara membuat lebar bukaan proporsional dengan luas daerah yang akan diberi air
oleh saluran bagian hilir. Tinggi ambang harus sama untuk semua bukaan dalam boks.
Untuk pemberian air secara rotasi, boks diberi pintu yang dapat menutup seluruh atau
sebagian bukaan secara bergantian.
Untuk memenuhi persyaratan fleksibilitas 1, diperlukan pintu katup. Karena tampakan
(feature) bangunannya serta biaya pembuatnya yang mahal, standar bangunan itu kurang
umum dipakai.
Gambar 6.10 dan 6.11 berturut-turut menunjukkan layout boks bagi tersier dan kuarter
untuk sistem pemberian air secara terus-menerus. Agar dapat dilakukan rotasi, bukaan
dilengkapi dengan pintu pembilas. Dengan membuka atau menutup satu pintu atau lebih,
air dapat dibagi-bagi secara rotasi ke seluruh petak kuarter sesuai dengan jadwal yang
ditentukan sebelumnya. Untuk alasan operasi, lebar pintu maksimum dibatasi sampai 0,60
m. Jika bukaan totalnya melampaui 0,60 m maka harus dibuat dua pintu pembilas.

7. PERENCANAAN BANGUNAN-BANGUNAN
PELENGKAP
7.1 Pendahuluan
Bangunan pembawa adalah bangunan yang diperlukan untuk membawa aliran air di
tempat-tempat di mana tidak mungkin dibuat potongan saluran biasa tanpa pasangan.
Bangunan pembawa mungkin diperlukan karena:
 persilangan dengan jalan, yang diperlukan: goronggorong, jembatan
 keadaan topografi yang berakibat terbatasnya lebar saluran atau perubahan kemiringan
secara tiba-tiba, atau di tempat-tempat di mana kemiringan medan melebihi
kemiringan saluran; yang diperlukan: talang, flum, bangunan terjun atau saluran
pasangan,
 persilangan dengan saluran atau sungai; yang diperlukan: sipon atau gorong-gorong,
 menjaga agar muka air tetap setinggi yang diperlukan di daerah-daerah rendah; yang
dibutuhkan: talang, flum atau saluran pasangan,
 perlu membuang kelebihan air dengan bangunan pembuang; yang dibutuhkan:
bangunan pembuang.
Bangunan pembawa dan lain-lain (misalnya jembatan) terdapat baik di saluran irigasi
maupun pembuang. Keputusan mengenai tipe bangunan yang akan dipilih bergantung
pada besarnya biaya pelaksanaan. Biaya ini ditentukan oleh dimensi saluran serta jalan
atau saluran yang akan diseberangi.

7.2 Gorong-gorong
Gorong-gorong berupa saluran tertutup, dengan peralihan pada bagian masuk dan keluar.
Gorong-gorong akan sebanyak mungkin mengikuti kemiringan saluran.
Gorong-gorong berfungsi sebagai saluran terbuka selama bangunan tidak tenggelam.
Gorong-gorong mengalir penuh bila lubang keluar tenggelam atau jika air di hulu tinggi
dan gorong-gorong panjang. Kehilangan tinggi energi total untuk gorong-gorong
tenggelam adalah jumlah kehilangan pada bagian masuk, kehilangan akibat gesekan
ditambah lagi kehilangan pada tikungan gorong-gorong, kalau ada. Lihat KP - 04
Perencanaan Bangunan.
Karena umumnya dimensi saluran di petak tersier sangat kecil, maka dianjurkan untuk
merencana bangunanbangunan yang sederhana saja, dengan kehilangan tinggi energi kecil
serta permukaan air bebas. Tipe yang dimaksud diberikan pada Gambar 7.1
Gorong-gorong tersebut mempunyai dinding vertikal dan pasangan dan di puncak dinding
terdapat pelat kecil dari beton. Lebar minimum antara dinding harus diambil 0,40 m.
Tinggi dasarnya sama dengan tinggi dasar potongan saluran hulu. Jika perlu gorong-
gorong bisa digabung dengan bangunan terjun yang terletak di sisi hilir.
Pemakaian gorong-gorong pipa di dalam petak tersier membutuhkan kecermatan, karena
akan memerlukan tanah penutup sekurang-kurangnya 1,5 kali diameter pipa guna
menghindari kerusakan pipa, padahal diameter pipa harus paling tidak 0,40 m agar tidak
tersumbat oleh benda-benda yang hanyut seperti rerumputan, kayu dan sebagainya.
Persyaratan ini membutuhkan pondasi yang dalam untuk gorong-gorong dan umumnya
juga tinggi dasar bangunan yang lebih rendah daripada tinggi dasar potongan saluran.
Karena pondasinya yang dalam, gorong-gorong berfungsi sebagai sipon.
Jika dipakai gorong-gorong pipa hal-hal berikut harus mendapat perhatian khusus:
 sambungan
 tulangan

 penutup tanah
 kebocoran pada sambungan di tempat perlintasan dengan saluran.

7.3 Bangunan Terjun


Bangunan terjun dipakai di tempat-tempat di mana kemiringan medan lebih besar
daripada kemiringan saluran dan diperlukan penurunan muka air.
Andaikan suatu potongan saluran dengan panjang L dan kemiringan i serta muka air hulu
yang diinginkan Hhulu dan muka air hilir Hhilir maka jumlah kehilangan tinggi energi di
sebuah atau beberapa bangunan terjun adalah:

Z = H hulu −H hilir – I x L

………………..(7.1)

Jumlah bangunan terjun bergantung pada biaya pelaksanaan. Bila jumlah bangunan terjun
sedikit, maka diperlukan kehilangan tinggi energi yang besar per bangunan,
kecepatan aliran tinggi di kolam olak, membengkaknya biaya pelaksanaan untuk kolam-
kolam tersebut dan juga pekerjaan tanah akan bertambah. Meskipun demikian, jumlah
bangunan terjun tidak boleh terlalu banyak karena kehilangan tinggi energi per bangunan
akan terlalu kecil guna membentuk loncatan air.
Perencanaan bangunan terjun harus sederhana, tapi bangunan harus kuat., Tipe biasa yang
dipakai di saluran tersier adalah bangunan terjun tegak. Bangunan ini dipakai untuk terjun
kecil ( Z < 100 cm ) dan debit kecil (lihat Gambar 7.2). Perencanaan tersebut didasarkan
pada rumus Etcheverry yang menghasilkan panjang kolam olak (L) sebagai fungsi tinggi
terjun dan fungsi kedalaman kritis (Gambar 7.3).

L=C 1 √ zh c +025
………………..(7.2)

Dimana:

C 1=2,5+1,1 hc / z+ 0,7 ¿¿
………………..(7.3)

h c =¿ ¿
………………..(7.4)

q=Q/( 0,8 b¿¿ 1) ¿


………………..(7.5)

Dimana :
L = panjang kolam olak hilir, m
h c= kedalaman kritis, m
Q = debit rencana, m³/dt
B = lebar bukaan = 0,8 x lebar dasar saluran, m
z = tinggi terjunan, m
q = debit per satuan ebar, m³/dt.m¹
b1= lebar dasar saluran, m.
Tipe bangunan ini hanya digunakan untuk z /h c > t
Tinggi ambang ujung (a) sebaiknya 0,5 h. Perlu-tidaknya lantai depan (apron) bergantung
pada kondisi tanah dan kecepatan datang (awal). Panjang minimum sebaiknya diambil 3
kali tinggi terjun, dengan batas minimum 1,50 m. Lantai depan hendaknya cukup panjang
guna mencegah erosi akibat rembesan (lihat KP - 04 Bangunan). Bangunan terjun dapat
digabung dengan bangunanbangunan lain seperti boks, gorong-gorong dan jembatan
untuk mengurangi biaya secara keseluruhan.

7.4 Talang
Talang atau flum adalah penampang saluran buatan di mana air mengalir dengan
permukaan bebas, yang dibuat melintas cekungan, saluran, sungai, jalan atau sepanjang
lereng bukit. Bangunan ini dapat didukung dengan pilar atau kontruksi lain. Talang atau
flum dan baja dan beton dipakai untuk membawa debit kecil.
Untuk saluran-saluran yang lebih besar dipakai talang beton atau baja. Talang-talang itu
dilengkapi dengan peralihan masuk dan keluar. Mungkin diperlukan lindungan terhadap
gerusan pada jarak-jarak dekat di hilir bangunan, hal ini bergantung pada kecepatan dan
sifat-sifat tanah.
Tergantung pada kehilangan tinggi energi tersedia serta biaya pelaksanaan, potongan
talang direncana dcngan luas yang sama dengan luas potongan saluran, hanya dimensinya
dibuat sekecil mungkin. Kadang-kadang pada talang direncana bangunan pelimpah kecil
guna mengatur muka air dan debit di hilir talang. Bangunan itu dapat dibuat dari beton
atau pipa baja (Gambar 7.4).

7.5 Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air lewat bawah jalan, melalui sungai atau saluran
pembuang yang dalam. Aliran dalam sipon mengikuti prinsip aliran dalam saluran
tertutup. Antara saluran dan sipon pada pemasukan dan pengeluaran diperlukan peralihan
yang cocok. Kehilangan tinggi energi pada sipon meliputi kehilangan akibat gesekan, dan
kehilangan
pada tikungan sipon serta kehilangan air pada peralihan masuk dan keluar. Agar sipon
dapat berfungsi dengan baik, bangunan ini tidak boleh dimasuki udara. Mulut sipon
sebaiknya di bawah permukaan air hulu dan mulut sipon di hulu dan hilir agar dibuat
streamlines. Kedalaman air di atas sisi atas sipon (air perapat) dan permukaan air
bergantung kepada kemiringan dan ukuran sipon. Sipon dapat dibuat dari baja atau beton
bertulang. Perencanaan hidrolis dan bangunan sipon dijelaskan pada buku KP -04
Bangunan.
Sipon harus dipakai hanya untuk membawa aliran saluran yang memotong jalan atau
saluran pembuang di mana tidak bisa dipakai gorong-gorong, jembatan atau talang. Pada
sipon, kecepatan harus dibuat setinggi-tingginya sesuai dengan kehilangan tinggi energi
maksimum yang diizinkan. Hal ini tidak akan memungkinkan terjadinya

pengendapan lumpur. Sipon sangat membutuhkan fasilitas pemeliharaan yang memadai


dan hal-hal berikut harus diperhatikan:
1. sedimen dan batu-batu yang terangkut harus dihentikan sebelum masuk dan
menyumbat sipon, ini dilakukan dengan membuat kantong yang dapat
dikosongkan/dibersihkan secara berkala
2. menyediakan prasarana pemeliharaan hingga bagian terbawah pipa pun dapat dicapai,
seperti cerobong (shaft). Penggunaan sipon di petak tersier tidak menguntungkan
karena biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang tinggi serta besarnya kehilangan
tinggi energi yang diperlukan, jadi seharusnya dihindari. Penyesuaian layout dan
perencanaan saluran (misal pemecahan petak tersier) harus dijajaki lebih dulu.

7.6 Pasangan
Saluran tersier sebaiknya diberi pasangan. bila kehilangan air akibat perkolasi akan tinggi
atau kemiringan tanah lebih dan 1,0 sampai 1,5%.
Dengan pasangan kemiringan saluran dapat diperbesar. Biaya pelaksanaan akan
menentukan apakah saluran akan diberi pasangan, atau apakah akan digunakan bangunan
terjun. Pasangan juga bermanfaat untuk mengurangi kehilangan air akibat rembesan atau
memantapkan stabilitas tanggul.
Saluran irigasi kuarter tidak pernah diberi pasangan karena para petani diperbolehkan
mengambil air dari saluran ini. Saluran pembuang juga tidak diberi pasangan. Tebal lining
beton biasanya berkisar antara 7 - 10 cm. Pasangan batu atau bata merah biasanya lebih
murah, apalagi jika tersedia tenaga kerja dan bahan-bahannya (batu kali) bisa diperoleh di
daerah setempat.
Gambar 7.7 memberikan kriteria pemilihan bangunan terjun, pasangan beton atau flum.
Saluran ini direncana dengan rumus Strickler dan harga-harga koefisien k diambil dari
harga-harga yang diberikan di bawah ini:
 pasangan batu k =50 m 1/ 3/dt
 pasangan beton (untuk talut saja) k =60 m1/ 3 /¿dt
 pasangan beton (talut dan dasar) k = 70 m 1/ 3/dt
 Ferro cement k = 70 m 1/ 3/dt

Lampiran 1 adalah grafik perencanaan untuk saluran yang diberi pasangan beton tumbuk
dan flum beton.
Pasangan merupakan bangunan yang tidak memikul tegangan tarik. Oleh sebab itu jika
tanggul tidak dipadatkan dengan baik, pasangan tidak akan stabil. Tebal pasangan batu
sekurang-kurangnya diambil 20 cm bila diameter batu yang digunakan sekitar 0,15 m.
Pasangan beton atau yang dibuat dari ubin beton jauh lebih tipis, yakni 7 - 10 cm. Sebagai
alternative sekarang telah dipraktekkan pasangan dari ferrocement yaitu lapisan beton
tipis yang dikerjakan secara manual dimana didalamnya dipasang kawat ayam untuk
menahan tegangan tarik. Dalam praktek selama ini ketebalan 5 cm telah memberikan
kinerja yang memuaskan. Pasangan apa saja hendaknya diberi koperan pada ujung atau
dasarnya. Pada Gambar 7.6 diberikan beberapa detail pasangan.
Untuk melawan gaya ke atas (uplift), dianjurkan harga-harga tebal pasangan beton
sebagai berikut:
7.7 Got Miring
Pada medan terjal di mana beda tinggi energi yang besar harus ditanggulangi dalam jarak
pendek dan saluran tersier mengikuti kemiringan medan, akan diperlukan got miring. Got
niring ini terdiri dari bagian masuk, bagian peralihan, bagian normal dan kolam olak.
(Gambar 7.7).

1. Bagian masuk : Bagian masuk dapat dianggap sebagai mercu ambang lebar (rumus
6.7).

Q=C d 1,7 b h 3/ 2
………………..(7.6)

Di mana:
Q = debit, m³/dt
C d= koefisien debit = 1
b = lebar pemasukan, m
h = kedalaman air di saluran.

Apabila dibuat tanpa pasangan, maka saluran hulu akan diberi ambang guna
mencegah penggerusan karena adanya efek pengempangan: lebar ambang = 0,8 x
lebar dasar saluran.

2. Bagian normal: Dalam bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Karena adanya
penyerapan udara, rumus-rumus seperti yang dipakai untuk saluran biasa tak dapat
digunakan. Ada rumus-rumus khusus untuk ini yang dikembangkan oleh Vreedenburg
dan Hilgen (1926).

n=b/h b
………………..(7.7)

F b=n . h2b
………………..(7.8)

O b= ( n+2 ) .h b
………………..(7.9)

Fb n
Rb = = −h b
Ob n+2

………………..(7.10)

K t =k o−¿

………………..(7.11)

Q=F b v b =n h2b k t R2b /3 sin1 /2

………………..(7.12)

di mana:
n = perbandingan kedalaman dan lebar
b = lebar dasar got miring, m
h b = kedalaman total air (termasuk penyerapan udara)
F b = luas basah total, m²
O b = keliling basah total, m
Rb = jari-jari hidrolis total, m
k o = koefisien kekasaran Strickler, m 1/ 3/dt
k t = kekasaran yang telah disesuaikan, m 1/ 3/dt
α = kemiringan got miring, dengan satuan derajat
v s = kecepatan pada got miring, m/dt.
3. Bagian peralihan : Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus berikut:

v 2−v 1=m √ 2 gH
………………..(7.13)

Di mana:
m = 0,8 a 0,9
v1 = kecepatan aliran di bagian pemasukan,m/dt
v 2 = kecepatan aliran di bagian normal m/dt.

Dari rumus ini H dapat dihitung, yakni jarak antara pusat gravitasi profil basah di awal
dan ujung bagian peralihan. Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus L
= H/I.

4. Kolam olak : Untuk menentukan dimensi kolam olak, lihat Bagian KP -04 Bangunan.
Besarnya lubang peredam gelombang bias dihitung dengan rumus:

Q=μF √2 gz
………………..(7.14)

Di mana:
Q = debit rencana, m³/dt
μ = koefisien debit (0,8)
z = beda tinggi energi (0,03 m)

Untuk debit kecil, lubang-lubang peredam gelombang dapat dibuat di satu sisi dan
untuk debit yang lebih besar lubang-lubang tersebut dibuat di kedua sisi kolam olak
(lihat Gambar 7.8).
7.8 Jalan
Jalan Inspeksi
Layout petak tersier juga mencakup perencanaan jalan inspeksi dan jalan petani.
Operasi dan pemeliharaan saluran dan bangunan di dalam petak tersier membutuhkan
jalan inspeksi di sepanjang saluran irigasi sampai ke boks bagi yang terletak paling
ujung/hilir. Karena kendaraan yang di pakai oeh ulu-ulu dan para pembantunja adalah
sepeda atau sepeda motor, maka lebar jalan inspeksi diambil sekitar 1,5 - 2,0 m.
Jalan inspeksi untuk saluran tersier dibangun dengan lapisan dasar dan kerikil setebal 0,20
m supaya cukup kuat. Kerikil terbaik untuk pembuatan jalan adalah bahan alluvial
alamiah yang dipilih dari sungai yang mengalir di daerah proyek.
Jalan inspeksi untuk saluran tersier dapat juga dibangun dengan lapisan dasar dari sirtu
dan/atau Lapis Pondasi Agregat Kelas B setebal 0.20 m supaya kuat.
Batu-batu bongkah yang terlalu besar atau kerikil bergradasi jelek hendaknya dihindari.
Di daerah-daerah datar atau rawa-rawa sebaiknya tinggi jalan diambil 0,3 - 0,5 m di atas
tanah di sekelilingnya (Gambar 53).

Jalan petani
Lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,5 m agar dapat dilewati alat-alat mesin yang
mungkin akan digunakan di proyek. Jika pemasukan peralatan mesin tidak akan terjadi
dalam waktu dekat, maka lebar jalan petani sebaiknya diambil 1,0 m. Akan tetapi lebar
minimum jembatan orang dianjurkan untuk diambil 1,5 m untuk memenuhi kebutuhan
angkutan di masa mendatang (Gambar 7.9). Di daerahdaerah datar atau rawa-rawa,
sebaiknya tinggi jalan diambil 0,5 m di atas tanah di sekelilingnya (Gambar 5.3). Jalan-
jalan ini direncana bersama-sama dengan perencanaan saluran kuarter. Penggunaan jalan
petani dan ukurannya disesuaikan dengan keinginan petani setempat.

Jembatan
Jernbatan dipakai hanya apabila tinggi energi yang tersedia terbatas. Kriteria perencanaan
berikut dianjurkan untuk jembatan:
 Jembatan tidak boleh mengganggu aliran air saluran atau pembuang di dekatnya
 Pelat beton bertulang sebaiknya dibuat dari beton Mutu K 175 (tegangan lentur
rencana 40 kg/cm2).
 Jika dasar saluran irigasi atau pembuang tidak diberi pasangan, maka kedalaman
pangkal pondasi (abutment) sebaiknya diambil berturut-turut minimum 0,75 m dan 1,0
m di bawah dasar saluran.
 Pembebanan jembatan untuk petani dan jalan inspeksi adalah jalan Kelas IV dan
peraturan pembebanan Bina Marga (No. 12/1970).
 Untuk jembatan-jembatan kecil, daya dukung maksimum pondasi tidak boleh lebih
dan 2 kg/cm2.
 Tipe-tipe detail jembatan ditunjukkan pada Gambar 7.9.
7.9 Bangunan Akhir
Sebagaimana disebutkan pada pasal 5.2, bangunan akhir harus dibuat di ujung saluran
pembawa kuarter untuk membuang kelebihan air. Bangunan akhir berupa pelimpah yang
disesuaikan dengan muka air rencana. Untuk membilas endapan, bangunan itu dilengkapi
dengan skot balok.
Detail standar bangunan akhir diberikan pada Gambar 7.10.
8. PENYAJIAN HASIL PERENCANAAN
8.1 Gambar
Rencana saluran dan bangunan hendaknya disajikan sedemikian rupa sehingga data-data
pelaksanaan jaringan tersier dapat dikumpulkan dengan mudah. Hal ini akan
mempermudah pelaksanaan.
Data harus mencakup situasi yang ada (1:5.000 atau 1:2.000), layout petak tersier (1:6.000
atau 1:2.000), profil memanjang serta potongan melintang saluran irigasi dan pembuang
tersier dan kuarter, (standar) gambar bangunan dengan semua dimensi dan elevasi.
Tabel hendaknya memberikan karakteristik saluran berikut ini, termasuk saluran kuarter :
 muka air di awal dan ujung potongan saluran;
0
 kemiringan dasar saluran, (m/km);
00
 panjang ruas saluran, m;
 lebar dasar saluran, m;
 kedalaman air pada saluran, m;
 kemiringan talut, tinggi jagaan dan lebar tanggul
 (termasuk jalan inspeksi, kalau ada).

Perencana hendaknya selalu ingat bahwa hanya karakteristik yang sudah diketahui saja
yang dipakai selama pemasangan patok dan pelaksanaan. Ia harus mencek keadaan
setempat agar dapat menentukan interval ketinggian rencana yang harus diberikan.
Penyajian data hendaknya jelas; pastikan bahwa dasar saluran dan bagian atas tanggul
tidak mengikuti kemiringan medan, tetapi mengikuti garis lurus antara ketinggian di awal
dan ujung ruas saluran. Hanya dengan demikian muka air di daerah petak tersier yang
rendah tidak akan melimpas di atas tanggul.
Trase saluran diberikan pada peta petak tersier dengan skala 1:5.000 atau 1:2.000. Trase
mi harus diubah bila keadaan lapangan menghendaki demikian selama pelaksanaan,
setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan perencana.
Bila saluran yang ada dipakai da1am perencanaan, maka perencana sebaiknya tidak perlu
mempersoalkan bahan timbunan jika potongan melintang saluran itu lebih besar dari
saluran yang sedang direncana.

Jika saluran irigasi tersier lebih tinggi dari elevasi sawah, maka tanggul saluran harus
dipadatkan dengan baik agar kehilangan air tidak banyak. Perencana hendaknya
memperingatkan agar prosedur berikut diikuti. Di atas permukaan yang sudah dibersihkan
dan dihaluskan, seluruh tubuh saluran termasuk tanggul dan saluran itu sendiri, akan
dibuat pada timbunan hingga bagian atas tanggul (lihat Gambar 8.1). Setelah timbunan
dipadatkan dengan baik, saluran akan digali pada tubuh ini sesuai dengan dimensi
rencana.
Hasil perencanaan saluran pembuang dan bangunan harus disajikan sedemikian rupa
sehingga data-data pelaksanaan bisa dikumpulkan dengan mudah dan pelaksanaan
jaringan pembuang tidak akan menemui kesulitan.
Trase saluran pembuang diberikan pada layout petak tersier dengan skala 15000 atau 1-
2000. Juga harus dibuat gambargambar dengan potongan memanjang, potongan melintang
saluran pembuang tersier serta (standar) gambar-gambar bangunan, lengkap dengan
dimensi dan elevasinya. Dari rencana itu dibuat tabel data yang memberikan data- data
yang perlu untuk pelaksanaan dan pemasangan patok untuk saluran pembuang:

 muka air di awal dan ujung ruas saluran pembuang,


 kemiringan dasar saluran pembuang, ‰ (m/km)
 panjang ruas saluran pembuang, m;
 lebar dasar saluran, m;
 kedalaman air pada saluran, m;
 kemiringan talut, tinggi jagaan dan kalau perlu lebar tangguL

Potongan memanjang saluran irigasi dan pembuang digambar menurut standar


penggambaran seperti dijelaskan dalam bagian KP - 07 dengan skala vertikal 1:100 dan
skala honisontal 1:2000.
Potongan melintang digambar untuk daerah berglombang setap 100 m dengan skala 1:50.
Bangunan digambar dengan skala 1:50 dengan detail 1:20 dan 1:10. Apabila mungkin,
dipakai standar gambar dan bangunan-bangunan khusus dilengkapi dengan tabel
perencanaan yang mencakup elevasi dan dimensi. Gambar-gambar bangunan meliputi:

 denah
 potongan memanjang dan melintang
 dimensi dan elevasi
 skala.

8.2 Nota Penjelasan


Setiap rencana petak tersier harus diberi nota penjelasan. Isinya adalah penjelasan
mengenai perencanaan petak tersier yang berkenaan dengan:
 lokasi
 layout
 penggunaan dan perbaikan jaringan yang ada
 saluran dan bangunan yang baru
 jalan petani
 persediaan air dan sistem pembagiannya/rotasi
 dimensi dan elevasi saluran dan bangunan
 rincian volume dan biaya (bill of quantities).
 Pembagian pembiayaan antara petani dan pemerintah ( role sharing ).

8.3 Buku Petunjuk O & P


Agar supaya jaringan irigasi mampu berfungsi sampai jangka waktu yang lama,
diperlukan panduan mengenai operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Semua petunjuk
harus disajikan dengan jelas agar mudah dimengerti oleh para petani pemakai air.
Agar para pengelola irigasi mampu melaksanakan operasi dan pemeliharaan dengan
efektif dan efisien maka harus berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
32/PRT/M/2007 Tahun 2007 Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan
irigasi.

Anda mungkin juga menyukai