Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH IRIGASI DI DUNIA DAN DI INDONESIA


TUGAS MATA KULIAH REKAYASA IRIGASI

Disusun oleh :
Rizky Perdana Mei Putra (1710503010)

Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Tidar Magelang
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Rekayasa
Irigasi dengan judul “Sejarah Irigasi di Dunia dan di Indonesia”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Magelang, 5 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................4
BAB I................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. Latar Belakang...........................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Manfaat.........................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Pengertian Irigasi..........................................................................................................6
B. Sejarah Irigasi di Indonesia...........................................................................................6
C. Sejarah Irigasi di Dunia............................................................................................12
BAB III...........................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................................17
B. Saran........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan
dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Kata irigasi
berasal dari kata irrigate dalam bahasa belanda dan irrigation dalam bahasa
inggris.

Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan


pertaniannya. Dalam dunia modern saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mangalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian irigasi juga
biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu-persatu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di
Indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia
modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan
ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno. Melihat kenyataan di atas,dan sebagai
salah satu tugas mata kuliah Rekayasa Irigasi.

B. Rumusan Masalah
1. pengertian irigasi
2. sejarah irigasi di Indonesia dan dunia

C. Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa itu tanah longsor,
apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya, gejala-gejalanya dan bagaimana cara
mengatasi tanah longsor tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Irigasi
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun, irigasi juga biasa
dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti
ini di Indonesia biasa disebut menyiram.

B. Sejarah Irigasi di Indonesia

Irigasi merupakan suatu daya upaya manusia untuk memenuhi


kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman sesuai dengan fase pertumbuhannya
(tepat jumlah dan waktunya) sehingga akan meningkatkan produktivitas dan
hasil tanaman. Menurut Vaunghn. E. Hansen.dkk. menyatakan bahwa irigasi
didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan
cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman apabila terjadi
kekeringan, menurunkan suhu dalam tanah, melunakkan lapisan keras tanah
saat proses pengolahan tanah, membawa garam garam dari permukaan tanah ke
lapisan bawah sehingga konsentrasi garam di permukaan tanah menurun.
Pengelolaan irigasi hampir tidak berubah meskipun sistem kerajaan Hindu-
Budha telah berganti menjadi kerajaan Islam. Masuknya bangsa Eropa ke
Pulau Jawa pada abad ke-16 telah merubah budaya dan teknologi tentang
sumberdaya air termasuk irigasi. Pemerintah Kolonial Belanda mulai
melakukan pembangunan sistem irigasi teknis di Indonesia pada abad ke
19.Pembangunan itu tak dapat dipisahkan dari pelaksanaan kebijakan Sistem
Tanam Paksa untuk memacu ekspor komoditi perkebunan ke pasar Eropa.

Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi


berkelanjutan merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan.
Pengembangan aspek fisik irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi) berada
dalam kedudukan yang sama penting dengan aspek pengelolaan. Untuk dapat
mengikuti pengembangan irigasi yang bekelanjutan secara benar diperlukan
penekanan kembali keseluruhan makna arti irigasi sebagai ilmu teknologi dan
juga dalam teknik pemakaian sehari-hari.Sejarah irigasi yang panjang di
Indonesia telah memberikan kesempatan bagi petani untuk menumbuhkan
kelembagaan-kelembagaan pengelola air irigasi secara tradisional. Apabila
sarana fisik sebuah jaringan irigasi merupakan perangkat kerasnya, maka
lembaga-lembaga tersebut, baik yang formal maupun yang tidak formal
merupakan perangkat lunaknya, yang mutlak diperlukan untuk mengelola air
irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah dikembangkan
oleh petani itu adalah merupakan semacam sumber daya nasional yang sangat
berharga, yang patut dipelajari agar potensi air irigasi dan kemakmuran
penghuni pedesaan dapat terus ditingkatkan. Perkembangan irigasi teknis di
Indonesia lahir bersamaan dengan pelaksanaan tanam paksa (Cultuurstelsel)
yang dicanangkan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch untuk mengeruk
keuntungan dan menambal hutang akibat Perang Diponegoro (1825-1830).
Tebu merupakan tanaman budidaya yang paling memberikan keuntungan pada
waktu itu, namun setelah wabah kelaparan pada 1840-1850-an, pemerintah
kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya pada pengairan untuk padi. Para
insinyur Belanda pada waktu itu mengagumi sistem irigasi tradisional yang
telah berkembang di Jawa. Puncak dari perkembangan tanam paksa ternyata
hanya memperbaiki keuangan Negeri Belanda, karena selama itu Belanda
dianggap sebagai perusahan Belansa.15 Di lihat dari segi irigasi tanam paksa
memperoleh kemajuan di setiap daerah-daerah dalam pembangunan irigasi,
sehingga rakyat Indonesia banyak yang menderita untuk memberikan hasil
panen yang memuaskan. Akhrinya Belanda merasa malu dan tanam paksa
mulai berangsur dihapuskan, Menjamin ketersedianya air bagi tanaman
perkebunan. Pembangunan irigasi di masa kolonial Belanda dilakukan dalam
beberapa tahapan. Paling tidak terdapat tiga periode pentahapan, yaitu:

1. masa tahun 1830-1885, merupakan masa pembangunan fisik bangunan


utama,

2. masa tahun 1885-1920, tahap pembangunan jaringan irigasi secara utuh, dan

3. periode 1920–1942 merupakan pelaksanaan operasional sistem secara


mantap.

Pentahapan ini juga berkaitan dengan tahapan perkembangan stabilitas


administrasi Tahapan ini perkembangan stabilitas administrasi Pemerintah
Kolonial Belanda. Pada masa-masa awal pemerintah Kolonial baru
mengembangkan falisitas bangunan utama (head work) yang dilakukan masih
secara empiris dan mengadopsi bangunan irigasi yang telah dibangun
penduduk asli. Tak jarang timbul persoalan akibat tidak sempurnanya
rancanngan pembangunan. Tetapi semuanya itu selalu dapat diselesaikan.
Melalui kajian berpuluhtahun pemerintah kolonial kemudian
mengembangkan irigasi modern di Indonesia dengan tata air yang lebih
terkendali dan terukur. Ketika mengembangkan teknik irigasi modern di
Indonesia, para insinyur Belanda harus mengubah konsep yang telah tertanam
di benak mereka dari upaya mengendalikan air menuju upaya mengelola dan
menyediakan air Selain itu, sejalan dengan tuntutan terhadap peningkatkan
produksi tanaman perdagangan dan pertanian pada umunya, pelaksanaan
sistem tanam paksa bantak melakukan perbaikan atau pembuatan irigasi
untuk meningkatkan hasil panen perkebunan Belanda. Selain itu, sistem
tanam paksa telah mengenalkan tekhnologi baru dalam bidang pertanian
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat Paling tidak ada tiga fase
perkembangan yang perlu dicermati sebagai berikut.

Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi


pengalaman masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin ribuan
tahun seperti yang dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer,1979, mungkin
berlangsung sejak 16 abad sebelum masehi,dimulai dengan pembangunan
sawah tadah hujan, dan kemudian disusul dengan penemuan teknologi
mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi pengalihan aliran air
tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free intake),namun
makna dari temuan tersebut adalah terjadinya perubahan social seperti
pembagian tenaga kerja dan akumulasi kesejahteraan. Irigasi subak di Bali
adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat yang diperkirakan
berlangsung sejak penghujung milenium pertama.

Kedua, adalah fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi


berbasis pemerintah.Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar
dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Fase ini yang berlangsung lebih
dari satu abad, ( sejak 1948 – pertengahan dasawarsa tujuh puluhan) walaupun
pemerintah kolonial Belanda membangun irigasi dalam skala besar pada
sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh masyarakat namun
masyarakat tani tetap meneruskan pengembangan sistem irigasi mereka
sendiri. Sistem irigasi yang dibangun masyarakat sering dianggap sebagai
sistem irigasi liar karena bagunannya yang bersifat sementara yaitu mudah
rusak bila diterjang banjir. Secara khusus sistem irigasi yang dianggap baik
oleh oleh pakar Belanda adalah irigasi subak di Bali dan sistem irigasi yang
dibangun didaerah daerah Solo dan Yogya.(Witzenburg, 1936. Van der
Giessen, 1946)

Fase ketiga adalah fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan


irigasi. Pada fase ini investasi irigasi dilakukan secara besar besaran dengan
tujuan mewujudkan tercapainya swasembada beras. Adanya teknologi revolusi
hijau yang rensponsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur
irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irrigasi khususnya di luar Jawa.
Munculnya Politik Etis itu sendiri pada dasarnya mengarah pada
kepentingan kolonial, tetapi secara tidak langsung mendukung kemunculan
kedua golongan tersebut. Wertheim, misalnya, mengungkapkan bahwa
pemberlakuan Politk Etis dalam bidang irigasi ternyata memberi keuntungan
bagi perkebunan tebu yang jumlahnya sebanyak populasi pertanian. Pelayanan
kesehatan, sebagian berkaitan erat dengan kebutuhan dari berbagai perusahaan
akan tenaga kerja yang secara fisik baik. Perjuangan melawan penyakit-
penyakit berat, seperti penyakit pes dan kolera merupakan akibat langsung dari
bisnis Barat. Sepanjang berkaitan dengan pengajaran dasar dari sekolah desa
dan pendidikan model Barat, materi yang diberikan adalah sekitar pelatihan
untuk personel administratif dalam badan badan pemerintahan. Selanjutnya,
dalam bidang industri terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
perkebunan, sedangkan lalu lintas kereta api yang dilengkapi dengan bengkel-
bengkel perakitan yang membuat mesin adalah untuk mendukung pabrik-
pabrik gula Era kolonoial ini, pembangunan keirigasian sudah mulai
diintervensi oleh kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan
pengelolaan irigasi yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat,
sebagian telah diasimilasikan dengan pengelolaan melalui birokrasi
pemerintah. Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga sudah
dikombinasikan antara kemampuan masyarakat lokal dengan teknologi dan
kelembagaan yang dibawa oleh pemerintah kolonial. Akibatnya manajemen
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi merupakan kombinasi antara
potensi kapital sosial yang ada di masyarakat dengan kemampuan birokrasi
pemerintah Kolonial. Pada masa itulah mullai timbul adanya buruh tani yang
mengerjakan lahan-lahan pertanian atau perkebunan milik pemerintah.
Demikianlah bahwa sistem pengelolaan irigasi pada masa kolonial Belanda
dilakukan dengan hampiran kekuasan untuk pembangunan ekomoni negeri
Belanda. Tetapi bagaimanapun juga pembangunan irigasi pada masa ini tetap
memberi beberapa hal positif. Sistem pengelolaan irigasi pada masa kolonial
Belanda telah memberikan dasar-dasar pengelolaan irigasi modern kepada kita.
Paska Kolonial di Indonesia, kegiatan irigasi di Indonesia tidak banyak di
lakukan oleh pemerintah, karena hanya memprioritaskan pembangunan politik
yang diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang
duniake-2, serta suasana konfrontasi dengan negara tetangga waktu itu
(Dawam Rahardo, 1989). Sedangkan pada masa penjajahan Jepang tidak ada
pembanguna irigasi ataupun rehabilitasi pembangunan jaringan irigasi.
Demikian pula pada masa kemerdekaan dan masa Orde Lama. Namun perlu
dicatat bahwa orentasi sistem irigasi lebih fokus untuk meningkatkan hasil
produksi tanaman padi. Pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang
irigasi, banyak dilakukan oleh pemerintah masa orde baru untuk memperkuat
sektor pangan. Sehingga pemerintah berhasil mengantikan undang-undang
pengairan versi pemerintah Kolonial, menjadi UU No. 11/1974 tentang
Pengairan. Akibat sangat kuatnya orientasi pemerintah untuk meraih swa-
swmbada pangan/beras, maka kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi
banyak dilakukan oleh pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada
ditinggalkannya kapital sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan
banyak terjadi marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut
membawa konsekuensi ketidak jelasan peran masyarakat dalam keirigasian,
yang akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.Fenomena-
fenomena empiris yang muncul, maka pemerintahan Orde Baru memfokuskan
pembangunan sektor sumberdaya air terutama pembangunan irigasi. Adapun
tujuan pembangunan itu adalah agar dapat memotong garis kemiskinan melalui
peningkatan produksi pertanian. Untuk mencapai tujuan, maka pembangunan
irigasi dilakukan dengan memakai tiga strategi, yaitu :

1. Pembangunan infrastruktur,

2. Pemberian insentif pada petani, dan

3. Pengembangan institusi, termasuk penyusunan hokum perundangan dan


organisasi pengelolaannya

Tiga strategi pembangunan irigasi masa Orde Baru sebetulnya


menganut paham modernisasi dan dekolonisasi yang muncul pada dekade
60’an. Keberhasilan konsep diukur dengan adanya laju pembangunan ekonomi
yang cepat. Agar dapat mencapai tujuannya maka digerakkanlah mesin
birokrasi sehingga dominasi pemerintah akan sangat besar. Konsep ini secara
global berlangsung sampai akhirdekade 80’an. Meskipun pembangunan irigasi
dilakukan berbasis pembangunan insfrastruktur, tetapi secara normatif masalah
pembinaan masyarakat mulai menjadi perhatian pemerintah. Pada tahun 1969
dikeluarkan suatu Instruksi Presiden tentang pembentukan Perkumpulan Petani
Pemakai Air (P3A) dan disusul dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang Pembinaan P3A.20 Dengan demikian manajemen irigasi secara
keseluruhan akan bersifat manajemen produksi. Salah satu cirri pelaksanaan
manajemen produksi ini adalah pelaksanaan manajemen dengan focus pada
pendekatan teknis dan financial Upaya menjamin kecukupan pangan yang
serasi dengan pembaharuan kembali sumber daya alam termasuklah sumber
daya air, maka Perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya air berjalan
lebih cepat seiring dengan adanya aksi refomasi sosial politik pada tahun 1998.
Pada bulan April 1999 dikeluarkan sebuah Instruksi Presiden (INPRES) no
3/1999 tentang pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi (PKPI).21 Namun
konsep pembangunan atau pengembangan pertanian beririgasi yang
berkelanjutan, pengertiannya belum diterima sebagai kesepakatan global. Akan
tetapi, disisi lain kebutuhan tentang konsep keberlanjutan pertanian beririgasi
semakin dianggap penting setelah berbagai pengalaman dalam revolusi hijau
banyak menimbulkan pengaruh timbal balik yang negatif terhadap lingkungan.
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan jaringan irigasi juga sesuai
dengan pedoman UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. No 20/2006
tentang Irigasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada
bulan Mei 2006. PP no 20/2006 ini merupakan suatu kebijakan baru sekaligus
perubahan aturan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P)
irigasi. Persoalannya adalah, bila kebijakan dan pelaksanaan O&P berubah
maka butuh waktu untuk mencapai kesetimbangan sistem agar tidak muncul
dampak negatif dalam pelaksanaannya. Pada masa ini perlu dibangun suatu
sistem dan mekanisme pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang
memberi peran yang lebih nyata kepada masyarakat, dan juga perlu dijadikan
masa kebangkitan kapital sosial masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia
pada saat sekarang dan untuk kedepannya.

C. Sejarah Irigasi di Dunia

Irigasi sudah sejak zaman dahulu dikenal manusia untuk mengairi lahan.
Lalu sejak kapan irigasi berkembang di dunia?. Berikut ini kronologinya.

6000 Sebelum Masehi


Irigasi dikenal pertama kali di Mesir dan Mesopotamia menggunakan air dari
Sungai Nil dan Eufrat/Tigris. Pada saat banjir di bulan Juli sampai Desember, air
lalu disalurkan selama 40 sampai 60 hari. Air itu kemudian dikembalikan ke
sungai pada masa pertumbuhan tanaman.

3500 Sebelum Masehi


banjir tahunan di sepanjang Sungai  Nil tak tercatat secara berkala sehingga
bangsa Mesir menciptakan alat ukur banjir atau Nilometer. Desainnya sederhana
berupa kolom vertical yang dimasukan ke dalam sungai agar terlihat
kedalamannya berapa. Desain kedua menggunakan tangga yang dimasukan ke
sungai. Data ini kemudian diguanakan oleh Dukun Mesir kuno untuk
memprediksi banjir.
Irigasi di Mesir Kuno
3100 Sebelum Masehi
Proyek irigasi pertama diciptakan di bawah pimpinan Raja Menes. Dia dan
penerusnya menggunakan bendungan dan canal untuk mengalihkan banjir Nil ke
sebuah danau yang disebut "Moeris".
2000 Sebelum Masehi
Pipa panjang dibuat dari semen dan hancuran batu oleh orang Romawi untuk
menyalurkan air. Pipa yang sama digunakan seabad lalu untuk membawa air
lembah San Gabriel California.
1792 Sebelum Masehi
Raja Babilonia, Hammurabi adalah raja pertama yang memiliki lembaga irigasi
di dalam kerajaan. Lembaga ini bertugas mendistribusikan air secara
proporsional berdasarkan luas lahan, petani bertugas memelihara saluran air dil
lahannya, dan adminstrasi kolektif dari semua pengguna kanal.
1700 Sebelum Masehi
Tiang besar dengna palang seimbang, tali dan ember dipasang pada masa ini.
Dengan menarik tali lalu menurunkan ember ke sunagi, operator lalu
mengangkat air dari sungai. Tiang bisa berputar dan ember dikosongkan saat air
dialihkan. Dengan metode ini air bisa didapat meski sungai belum banjir.
700 Sebelum Masehi
Roda Air Mesir (Noria), merupakan sebuah roda dengan ember dan pot Tanah
liat dibuat melingkar. Roda diputar oleh aliran sungai. Aliran ini mengisi ember
yang terendam aliran sungai kemudian otomatis akan berputar karena perbedaan
berat. Model ini merupakan model irigasi otomatis tanpa tenaga manusia di
dunia.
604-562 Sebelum Masehi
Taman Gantung Babilonia adalah salah satu keajaiban dunia kuno dan dibangun
pada masa Nebukadnezar di Babilonia. Yang hilang dari sejarah adalah
bagaimana taman tersebut diberi pengairan dan akhirnya metode yang digunakan
adalah irigasi.

Taman Gantung Babilonia


550-331 Sebelum Masehi
Kareze di Mesopotamia, merupakan teknik yang memungkinkan penggunaan air
Tanah sebagai sumber utama irigasi. Sebuah Qanat dibangun terlebih dahulu
dengan menggali vertical hingga ke dalam Tanah. Setelah sumur Qanat itu
selesai, lalu terowongan digali dengan arah horizontal ke ujung sumur. Lereng
alami akan memungkinkan air sumur mengalir menurut gravitasi ke bawah
terowongan. Qanat masih digunakan saat ini di Cina dan Maroko.
500 Sebelum Masehi
Roda Air Persia, digunakan pertamakali dan saat ini dikenal sebagai pompa.
Perangkat ini merupakan rangkaian alat pengangkut air mirip Noria namun tidak
menggunakan tenaga air sungai dan bisa menggunakan tenaga manusia.
250 Sebelum Masehi
Saat mengunjungi Mesir, Sarjana Yunani Archimedes menciptkaan perangkat
pompa Archimedes yang terdiridari sekrup di dalam tabung hampa. Sekrup itu
berbalik dan saat sia berotasi maka air akan terangkut.

500 Masehi
Penggunaan kincir angina pertamakali tidak diketahui meski gambar kincir
angin pompa dari Persia diketahui. Desain ini punya layar vertical yang terbuat
dari daun alang-alang atua kayu yang melekat pada poros pusat.
1800 Masehi
Irigasi di dunia pada masa ini mencakup 19 juta ha lebih. Saat ini sudah
mencapai 600 juta ha
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan usaha tani dalam arti
luas. Sejalan dengan era reformasi dan otonomi daerah, maka saat ini telah ada
pengaturan baru yang mengatur tentang irigasi, yaitu pengelolaan diserahkan
kepada petani. Namun demikian pemerintah tetap berkewajiban untuk
membantu petani terutama dalam bimbingan teknis dan keuangan sampai
mampu mengelolanya secara mandiri. Irigasi didefinisikan sebagai suatu cara
pemberian air, baik secara alamiah ataupun buatan kepada tanah dengan tujuan
untuk memberi kelembaban yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Sesuai
dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya
rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses
produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
B. Saran
Sebaiknya kita terus menjaga lingkungan dan alam sekitar kita demi kebaikan
kontibusi air, lebih memperhatikan sistem irigasi kita supaya kita bisa
swasembada pangan.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ung.ac.id/379/8/2013-2-87201-231409098-bab3-
08012014053456.pdf
http://repository.lppm.unila.ac.id/8824/1/BAB%20II%20IRIGASI%20DAN
%20BANGUNAN%20IRIGASI-converted.pdf
http://sayutinew.blogspot.com/2015/03/makalah-irigasi.html
https://www.gurugeografi.id/2017/01/sejarah-irigasi-di-dunia.html

Anda mungkin juga menyukai