Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN IRIGASI


DAN JENIS-JENIS IRIGASI DI
INDONESIA
Mata Kuliah Irigasi Dan Bangunan Air
Dosen Pembimbing : Ridha Sari, ST

ANGGOTA KELOMPOK:
1. Yogi Pransiska

(121011021)

2. Sandi Nayowanda (121011015)


3. Nofriyan

(121011003)

4. Rahmat Marta

(121011012)

5.

(121011018)

Ade Dwi Putra

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PAYAKUMBUH
SIPIL TAHUN AKADEMIK 2014/2015

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Tujuan.............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
2.1 Sejarah Irigasi di Indonesia.............................................................
2.2 Sistem-sistem Irigasi di Indonesia...................................................
BAB III PENUTUP
3.1........................................................................................................Kesi
mpulan...........................................................................................
3.2........................................................................................................Saran
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

KATA PENGANTAR
Puji Syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Sejarah Perkembangan Irigasi Dan JenisJenis Irigasi Di Indonesia.
Dalam penyusunannya penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
kedua orang tua, semua anggota kelompok yang telah berperan aktif dalam
pembuatan makalah. Terutama kepada Dosen Pembimbing Mata kuliah Irigasi
Dan Bangunan Air, Ibu Ridha Sari, ST yang telah memberikan tugas untuk
pembuatan makalah ini. Semoga semua ini dapat menuntun langkah kita menjadi
lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang . Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Payakumbuh, 05 Maret 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak jaman dahulu manusia sudah memulai untuk memakai dan
mengembangkan sistem irigasi. Agar dapat mempermudah dalam pengairan lahan
pertanian ataupun perkebunan. Apalagi didukung dengan dekatnya wilayah yang
kaya akan air atau daerah yang beriklim dengan curah hujan yang tinggi.
Irigasi adalah suatu sistem untuk mengairi suatu lahan dengan cara
membendung sumber air. Atau dalam pengertian lain irigasi adalah usaha
penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian. Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat
dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena
tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan
dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun, irigasi juga biasa
dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian
menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di
Indonesia biasa disebut menyiram
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami Sejarah Irigasi di Indonesia
2. Mengetahui dan memahami Sistem-sistem/Jenis-Jenis Irigasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Irigasi di Indonesia
Berdasarkan

sumber (http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-geografi-

tentang-sejarah.html) sejarah irigasi dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:


1. Sejarah Irigasi
Secara umum menjelaskan perkembangan mulai dari adanya usaha
pembuatan irigasi sangat sederhana, perkembangan irigasi di Mesir,
Babilonia, India,dll kemudian bagaimana perkembangan irigasi di
Indonesia sampai saat sekarang. Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun
1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan
koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah
wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah Suatu masyarakat
hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis
tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tata guna air di
tingkat usaha tani (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi).
Di Indonesia irigasi tradisional telah berlangsung sejak nenek moyang kita.
Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaankerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara
bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air
pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga
dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau
menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang
juga.
2.

Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara


Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil.
Di Indonesia irigasi tradisional telah juga berlangsung sejak nenek
moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa

kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara


bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air
pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga
dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau
menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang
juga.
3.

Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda


Sistem

irigasi

adalah

salah

satu

upaya

Belanda

dalam

melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah


Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua
lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus
menghasilkan

panen

yang

optimal

dalam

mengeksplotasi

tanah

jajahannya.
Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer, sekunder,
ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai sistem Waduk
Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi lama
disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu,
untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan
membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. Waduk
Jatiluhur 1955 di Jawa Barat.
Tennessee Valley Authority (TVA) [1] yang diprakasai oleh
Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu
Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia [2]. Resesi ekonomi
(inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah
satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat.
Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi,
pengendalian banjir, pencegahan malaria, reboisasi, dan kontrol erosi.
Sehinga di kemudian hari Proyek TVA menjadi salah satu model dalam
menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu Proyek Waduk Jatiluhur
merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.

Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten


Purwakarta (9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu
dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau
yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957
oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar
12,9 milyar m3/thn.
Sedangkan menurut Sudar D. Atmano (2007), dalam pasal 4, ayat (2),
pada PP No. 20/2006 bahwa pembangunan dan pengelolaan keirigasian
diselenggarakan dengan sistem irigasi partisipatif. Begitu pula seharusnya dalam
mengembangkan kebijakan dalam pembagian peran dalam pengembangan dan
pengelolaan irigasi, juga perlu konsisten dan mempunyai landasan komitmen
untuk mengembangkan pembagian peran yang partisipatif pula. Aspek
kesejarahan irigasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 adalah sebagai berikut:
1.

Era Pra-Kolonial
Dalam pembangunan keirigasian di Indonesia, era pra-kolonial
ditandai dengan wujud kegiatan keirigasian ditandai kuatnya kearifan lokal
yang sangat tinggi. Teknologi dan kelembagaan lokal sangat menentukan
keberadaan sistem irigasi saat itu. Sistem irigasi yang ada umumnya
mempunyai skala luasan areal yang kecil dan terbatas. Sehingga pada era
pra-kolonial ini sangat menaruh perhatian pada kapital sosial dari
masyarakat sendiri.

2.

Era Kolonial
Pada era kolonoial ini, pembangunan keirigasian sudah mulai
diintervensi oleh kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan
pengelolaan irigasi yang sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat,
sebagian telah diasimilasikan dengan pengelolaan melalui birokrasi
pemerintah. Teknologi yang digunakan dan kelembagaan pengelola juga
sudah dikombinasikan antara kemampuan masyarakat lokal dengan
teknologi dan kelembagaan yang dibawa oleh pemerintah kolonial.
Akibatnya manajemen pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

merupakan kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di masyarakat


dengan kemampuan birokrasi pemerintah kolonial.
3.

Era Revolosi/Pasca Kolononial


Pada era ini kegiatan keirigasian tidak banyak dilakukan, karena
pemerintahan waktu itu masih memprioritaskan pembangunan politik yang
diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang
duniake-2, serta suasana konfrontasi dengan negara tetangga waktu itu
(Dawam Rahardo, 1989). Sehingga kondisi peran kapital sosial dalam
pemabngunan dan pengelolaan irigasi secara eksisting tidak banyak
berbeda dengan era kolonial.

4.

Era Orde Baru.


Era Orde Baru oleh sebagian pengamat disebut sebagai
kebangkitan rezim pemerintah. Pada era ini ditandai dengana kebangkitan
peran pemerintah dalam memperkuat sektor pangan nasional. Sehingga
aspek pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi,
banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada era ini, pemerintah berhasil
menggantikan undang-undang pengairan versi pemerintah Kolonial,
menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat kuatnya
orientasi pemerintah untuk meraih swa-swmbada pangan/beras, maka
kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh
pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital
sosial masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan banyak terjadi
marjinalisasi kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa
konsekuensi ketidak jelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang
akibat selanjutnya menjadi masyarakat lokal yang pasif.

5.

Era Pasca Orde Baru/Reformasi.


Era ini lahir sebagai respons masyarakat terhadap sistem
pembangunan

dan

pendekatan

pembangunan

yang

totaliter

dan

sentralistis. Sehingga masyarakat menuntut adanya reformasi pelaksanaan


dan pendekatan pembangunan, termasuk melakukan regulasi ulang dalam
berbagai sektor pembangunan. Dalam era ini lahir UU No. 7/2004 tentang
Sumberdaya Air, dan PP No. 20/2006 tentang Irigasi. Seharusnya pada era

ini tidak mengulang pendekatan pembangunan sebagaimana yang terjadi


pada era Orde Baru, dimana pemerintah sangat mendominasi perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan. Pada era ini perlu dibangun suatu system
dan mekanisme pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang
memberi peran yang lebih nyata kepada masyarakat. Era ini perlu
dijadikan era kebangkitan kapital sosial masyarakat dalam sistem
keirigasian Indonesia pada saat sekarang dan kedepan.
2.2. Sistem-sistem Irigasi Di Indonesia
Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau dari proses penyediaan, pemberian,
pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4
adalah sebagai berikut :
1.

Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)


Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling
awal dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas
cakupannya di seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan
terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air
meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan
melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui pipa
dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan
irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes
kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras
(Soemarto, 1999).
Sistem irigasi permukaan (Surface irrigation), khususnya irigasi
alur (Furrow irrigation) banyak dipakai untuk tanaman palawija, karena
penggunaan air oleh tanaman lebih efektif. Sistem irigasi alur adalah
pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil atau melalui selang atau
pipa

kecil

dan

megalirkannya

sepanjang

alur

daalam

lahan

(Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi harus diadakan terlkebih
dahulu

survei

mengenai

kondisi

daerah

yang

bersangkutanserta

penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi bagian-

bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan
kebutuhan air tanamannya (Suyono dan Takeda, 1993).
Suatu daerah irigasi permukaan terdiri dari susunan tanah yang
akan diairi secara teratur dan terdiri dari susunan jaringan saluran air dan
bangunan lain untuk mengatur pembagian, pemberian, penyaluran, dan
pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air disalurkan melalui saluran
primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan tersier dengan
perantaraan bangunan bagi dan atau sadap terser ke petak sawah dalam
satuan

petak

tersier.

Petak

tersier

merupakan

petak-petak

pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan


petak sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada
topografi dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak
berbeda. Apabila terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi
apabila terlalu kecil akan membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak
tersier diantaranya adalah, di tanah datar : 200-300 ha, di tanah agak
miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan : 50-100 ha (Anonim, 2007).
Terdapat beberapa keuntungsn menggunakan irigasi furrow.
Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang
mengalir dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan
oleh tanaman secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar
dibandingkan dengan sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan
(border) (Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu dilakukan
survey mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya,
penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi
dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya
(Sosrodarsono dan Takeda, 1987).
Sistem irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
peluapan dan penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan
penggenangan secara terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling
sederhana adalah peluapan bebas dan penggenangan. Dalam hal. ini air
diberikan pada areal irigasi dengan jalan peluapan untuk menggenangi kiri

atau kanan sungai yang mempunyai permukaan datar. Sebagai contoh


adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini mempunyai efisiensi yang
rendah karena penggunaan air tidak terkontrol. Gambar dibawah ini
memberi

ilustrasi

mengenai

sistem

irigasi

dengan

peluapandan

penggenangan bebas.

Sistem

irigasi

permukaan

lainnya

adalah

peluapan

dan

penggenangan secara terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini
adalah dengan menggunakan bangunan penangkap, saluran pembagi
saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petakpetak lahan beririgasi. Jenis
bangunan penangkap bermacam-macam, diantaranya adalah (1) bendung,
(2) intake, dan (3) stasiun pompa. Ilustrasi sistem irigasi permukaan
dengan peluapan dan penggenangan terkendali dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini:

2.

Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)


Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan
meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem
saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah
digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya
dimanfaatkan oleh tanaman. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi
mengenai sistem irigasi bawah permukaan.

3.

Sistem irigasi dengan pancaran (sprinkle irrigation)


Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk
membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula
digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin,
memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari
sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan
ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata
pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah
memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat
dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line
lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun
sprinkle. Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan secara periodic dan ada
yang disebut fixed system atau tetap (main line lateral dan nozel tetap
tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system adalah
center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle (Keller dan
Bliesner, 1990).
Menurut Hansen et. Al (1992) menyebutkan ada tiga jenis penyiraman
yang umum digunakan yaitu nozel tetap yang dipasang pada pipa, pipa
yang dilubangi (perforated sprinkle) dan penyiraman berputar. Sesuai
dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta kondisi topografi, tata
letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a. Farm system, system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan
b.

satu-satunya fasilitas pemberian air irigasi


Field system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha
pertanian

c.

dan

biasanya

dipergunakan

untuk

pemberian

air

pendahuluan pada letak persemaian,


Incomplete farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari
farm system menjadi fiekd system atau sebaliknya.

Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau


irigasi gravitasi antara lain :

a. Sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang


teratur dan profil tanah yang relative dangkal.
b. Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung
akan menambah luas lahan produktif serta terhindar dari gulma air.
c. Sesuai untuk lahan berlereng tanpa menimbulkan masalah erosi yang
dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.
Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah menurut Bustomi (1999),
adalah:
a.

Memerlukan biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara

b.

lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk
memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi.

Menurut Keller (1990) efisiensi irigasi curah dapat diukur berdasarkan


keseragaman penyebaran air dari sprinkle. Apabila penyebaran air tidak
seragam maka dikatakan efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang
umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah
coefficient of uniformity (CU). Efisiensi irigasi curah yang tergolong
tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.
Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan:
I. System berputar (rotaring hed system) terdiri dari satu atau dua buah
nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertical akibat adanya
gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkle ini
umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter
25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral.
II. System pipa berlubang (perforated pipe system), terdiri dari pipa
berlubang-lubang, biasa dirancang untuk tekanan rendah antara 0,52,5 kg/cm2 , hingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangkai air
yang ditempatkan pada ketinggian tertentu (Prastowo dan Liyantono,
2002).
Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari:
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)

pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan,


pipa utama,
pipa lateral,
pipa peninggi (riser) dan
kepala sprinkle (head sprinkle).

Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor
bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa
lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle.
Kepala sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke
tanah (Melvyn, 1983).
Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi salah satu alat irigasi dengan
pancaran.

4.

Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation)


Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang
berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar
berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan
dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa
harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air
akibat penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien,
mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma
(Hansen, 1986)
Ciri- ciri irigasi tetes adalah debit air kecil selama periode waktu tertentu,
interval (selang)yang sering, atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air

diberikan pada daerah perakaran tanaman, aliran air bertekanan dan


efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih baik .
Menurut Michael(1978) Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu
diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah :
a. Sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan
lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain)
b. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air
dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan
pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari
pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan
yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa
penghisap pompa air sumur dalam.
c. Saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan
beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang
dipasang dekat sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan
antara saringan utama dengan jaringan pipa utama.
Dewasa ini keberhasilan tumbuh tanaman cendana di lahan kritis savana
kering NTT dirasakan masih rendah (kurang dari 20%). Hal ini disebabkan
pada awal penanaman di lapangan cendana belum beradaptasi dengan baik
karena masalah kondisi tanahnya marginal dan kekurangan air. Masalah
kekurangan air akibat curah hujan yang rendah,waktunya pendek dan
turunnya tidak teratur adalah salah satu masalah krusial yang dihadapi
setiap tahun. Untuk menangani masalah ini maka teknik pengairan secara
konvensional dengan irigasi tetes perlu diterapkan agar tanaman cepat
beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhannya meningkat.
Pemanfaatan irigasi tetes dengan menggunakan wadah yang murah dan
mudah didapat di lokasi penanaman seperti bambu, botol air mineral dan
pot tanah serta pemanfaatan air embung,mata air,sungai dan pemanenan air
hujan perlu mendapatkan pertimbangan.
Irigasi tetes adalah teknik penambahan kekurangan air pada tanah yang
dilakukan secara terbatas dengan menggunakan tube (wadah) sebagai alat
penampung air yang disertai lubang tetes di bawahnya. Air akan keluar
secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke tanah yang secara terbatas

membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur sedemikian rupa sehingga
air cukup hanya membasahi tanah di sekitar perakaran.
Menurut Hansen (1986) kegunaan dari Irigasi tetes adalah :
a. Untuk menghemat penggunaan air tanaman.
b. Mengurangi kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan
infiltrasi.
c. Membantu memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman
sehingga juga akan meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah
oleh tanaman.
d. Mengurangi stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga
meningkatkan keberhasilan tumbuh tanaman.
e. Melakukan pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara
terbatas sehingga dapat digunakan tanaman.
Sistem irigasi tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum
populer Namun, sistem ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang
asing telah menginsyafi seberapa banyak porsi air minum yang bisa
mengobati dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman diberi minum
secukupnya. Jika kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap tanaman bisa
hanyut. Andai kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk. Jadi,
jangan menyiram tanaman sampai tampak seperti kebanjiran, Konsep
taman kota maupun taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini.
Tanaman cukup ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini
bukan hanya membantu tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air.
Sistem ini pun lebih bernilai ekonomis.
Sistem yang digunakan adalah dengan memakai pipa-pipa dan pada
tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke
tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah besarnya tekanan pada
pipa yang tidak begitu besar. Gambar dibawah ini memberikan Ilustrasi
mengenai sistem irigasi tetes.

Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,


klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi
dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil
yang akan diharapkan.
Sedangkan cara pemberian air irigasi ini berdasarkan topografi, ketersediaan air,
jenis pertimbangan lain. tergantung pada kondisi tanah, keadaan tanaman, iklim,
kebiasaan petani dan Cara pemberian air irigasi yang termasuk dalam cara
pemberian air lewat permukaan, dapat disebut antara lain :
a. Wild flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu
banjir cukup tinggi sehingga daerah akan eukup sempurna dalam
pembasahannya, cara ini hanya cocok apabila eadangan dan ketersediaan air
cukup banyak.
b. Free flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian, atau air
dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.
c. Check flooding : air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan ke
dalam selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang kecil,
keuntungan dari sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada daerah yang
sudah diairi.
d. Border strip method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang keeil
dengan galengan berukuran 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2, air dialirkan ke
dalam tiap petak melalui pintu-pintu.
e. Zig-zig method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk
jajaran atau persegi panjang, tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan
dan air akan mengalir melingkar sebelum meneapai lubang pengeluaran. Cara
ini menjadi dasar dari pengenalan perkembangan teknik dan peralatan irigasi.

f. Bazin method : cara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan. Tiap


bazin dibangun mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke dalarnnya
melalui selokan lapangan seperti pada chek flooding.
g. Furrow method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan kentang
serta buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada tanah gundukan
yang paralel dan diairi melalui lembah di antara gundukan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis ambil, yaitu:
1. Irigasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan
pertanian
2. Aspek kesejarahan irigasi di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 adalah sebagai
berikut:
(a) Era Pra-Kolonial
(b) Era Kolonial
(c) Era Revolosi/Pasca Kolononial
(d) Era Orde Baru.
(e) Era Pasca Orde Baru/Reformasi.
3. Sistem-Sistem / Jenis-Jenis Irigasi:
a. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)
b. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)
c. Sistem irigasi dengan pancaran (sprinkle irrigation)
d. Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation)
3.2.
Saran
Dalam penulisan makalah makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca, karena penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan,
sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga dengan adanya
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, kita sama-sama paham
dan mengerti tentang Sejarah Perkembangan Irigasi Dan Jenis-Jenis Irigasi Di
Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
Sudjarwadi, 1987. Teknik Sumberdaya Air. Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil
UGM, Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,
UGM, Yogyakarta
Aghoez_DeWe. Sejarah Perkembangan Irigasi dan Jenis-jenis Irigasi di
Indonesia. 04 April 2012.
http://deweaghoez.blogspot.com/2012/04/sejarah-perkembangan-irigasi-danjenis.html

Anda mungkin juga menyukai