Dalam dunia modern, saat ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu, jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber mata air, maka irigasi dilakukan dengan mengalirkan air tersebut ke lahan pertanian. Namun demikian, irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu per satu. Untuk irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Sebagaimana telah diungkapkan, dalam dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno. 1.2 Sejarah Irigasi di Indonesia 1.1.1 Irigasi Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara Sejak Mesir Kuno telah dikenal dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia, irigasi tradisional telah juga berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang. 1.2.2 Sistem Irigasi Zaman Hindia Belanda Sistem melaksanakan irigasi Tanam adalah Paksa salah satu upaya Belanda pada dalam
(Cultuur
stelsel)
tahun 1830.
Pemerintah Hindia Belanda dalam tanam paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya. Sistem irigasi yang dulu telah mengenal saluran primer,
sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai sistem waduk serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi terpadu, untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. 1.2.3 Waduk Jatiluhur 1995 di Jawa Barat dan Pengalaman TVA 1993 di Amerika Serikat Tennessee Valley Authority (TVA) yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933 merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia. Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat. Isu TVA adalah mengenai: produksi tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir,
pencegahan malaria, reboisasi, dan kontrol erosi, sehingga di kemudian hari, proyek TVA menjadi salah satu model dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu, proyek waduk Jatiluhur merupakan tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut. Waduk Jatiluhur terletak di kecamatan Jatiluhur, kabupaten Purwakarta (9 km dari pusat kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3/tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia. 1.3 Jenis Jenis Irigasi 1.3.1 Irigasi Permukaan Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan
pintu air. Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu. 1.3.2 Irigasi Lokal Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau secara lokal. 1.3.3 Irigasi dengan Penyemprotan Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar. 1.3.4 Irigasi Tradisional dengan Ember Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember. 1.3.5 Irigasi dengan Pompa Air Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah. 1.3.6 Irigasi dengan Terasisasi Di Afrika yang kering dipakai sustem ini, terasisasi dipakai untuk distribusi air.
1.4
Pengalaman Penerapan Jenis Irigasi Khusus 1.4.1 Irigasi Pasang-Surut di Sumatera, Kalimantan, dan Papua Dengan memanfaatkan pasang-surut air di wilayah Sumatera, Kalimantan,
dan Papua dikenal apa yang dinamakan Irigasi Pasang-Surat (Tidal Irrigation). Teknologi yang diterapkan di sini adalah pemanfaatan lahan pertanian di dataran rendah dan daerah rawa-rawa, di mana air diperoleh dari sungai pasang-surut di
mana pada waktu pasang air dimanfaatkan. Di sini dalam dua minggu diperoleh 4 sampai 5 waktu pada air pasang. Teknologi ini telah dikenal sejak Abad XIX. Pada waktu itu, pendatang di Pulau Sumatera memanfaatkan rawa sebagai kebun kelapa. Di Indonesia terdapat 5,6 juta Ha dari 34 Ha yang ada cocok untuk dikembangkan. Hal ini bisa dihubungkan dengan pengalaman Jepang di Wilayah Sungai Chikugo untuk wilayah Kyushu, di mana di sana dikenal dengan sistem irigasi Ao-Shunsui yang mirip. 1.4.2 Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes Di lahan kering, air sangat langka dan pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana irigasi yang tersedia. Ada beberapa sistem irigasi untuk tanah kering, yaitu: 1. Irigasi tetes (drip irrigation). 2. Irigasi curah (sprinkler irrigation). 3. Irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation). 4. Irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation). Untuk penggunaan air yang efisien, irigasi tetes merupakan salah satu alternatif. Misal sistem irigasi tetes adalah pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat penting. Salah satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah dengan melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai sebaran, volume dan kedalaman sumber air untuk mengembangkan irigasi suplemen. Deteksi air bawah permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan Terameter. 1.4.3 Pengalaman Sistem Irigasi Pertanian di Niigata Jepang Sistem irigasi pertanian milik Mr. Nobutoshi Ikezu di Niigata Prefecture. Di sini terlihat adanya manajemen persediaan air yang cukup pada pengelolaan pertaniannya. Sekitar 3 km dari tempat tersebut tedapat sungai besar yang debit airnya cukup dan tidak berlebih. Air sungai dinaikan ke tempat penampungan air menggunakan pompa berkekuatan besar. Air dari tempat penampungan dialirkan
menggunakan pipa-pipa air bawah tanah berdiameter 30 cm ke pertanian di sekitarnya. Pada setiap pemilik sawah terdapat tempat pembukaan air irigasi tersebut. Pembagian air ini bergilir berselang sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup. Penggunaannya sesuai dengan kebutuhan sawah setempat yang dapat diatur menggunakan tuas yang dapat dibuka tutup secara manual. Dari pintu pengeluaran air tersebut dialirkan ke sawahnya melalui pipa yang berada di bawah permukaan sawahnya. Kalau di tanah air kita pada umumnya air dialirkan melalui permukaan sawah. Sedangkan untuk mengatur ketinggian air dilakukan dengan cara menaikan dan menurunkan penutup pintu pembuangan air secara manual. Pembuangan air dari sawah masuk saluran irigasi yang terbuat dari beton sehingga air dengan mudah kembali ke sungai kecil, tanpa merembes terbuang ke bawah tanah. Pencegahan perembesan air dilakukan dengan sangat efisien. 1.4.4 Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa Sawit Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif. Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah. Manajemen irigasi perkebunan kelapa sawit, yaitu: membuat bak pembagi, pembangunan alat pengukur debit manual di jalur sungai, membuat jaringan irigasi di lapang untuk meningkatkan daerah layanan irigasi suplementer bagi tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha, percobaan lapang untuk mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu pemberian) terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan aliran dasar (base flow) terhadap performa kelapa sawit pada musim kemarau, identifikasi lokasi pengembangan dan
membuat untuk 4 buah Dam Parit dan upscalling pengembangan dam parit di daerah aliran sungai.
2. PERHITUNGAN 2.1
Bulan 1 C3 C2 C1 C LP LP LP LP Oktober 2 LP LP 1.20 LP
Skema Pola Tata Tanam dengan Koefisien Tanaman (Padi I-Padi II-Palawija)
November 1 LP 1.20 1.27 LP 2 1.20 1.27 1.33 1.27 Desember 1 1.27 1.33 1.30 1.30 2 1.33 1.30 1.30 1.31 Januari 1 1.30 1.30 0 1.30 2 1.30 0 LP 1.30 Februari 1 0 LP LP LP 2 LP LP LP LP 1 LP LP 1.20 LP Maret 2 LP 1.20 1.27 LP 1 1.20 1.27 1.33 1.27 April 2 1.27 1.33 1.30 1.30 1 1.33 1.3 1.30 1.31 Mei 2 1.30 1.30 0 1.30 1 1.30 0 0.5 0.90 Juni 2 0 0.5 0.75 0.625 1 0.5 0.75 1 0.75 Juli 2 0.75 1.00 1 0.917 Agustus 1 1.00 1.00 0.82 0.94 2 1.00 0.82 0.45 0.76 September 1 0.82 0.45 0 0.635 2 0.45 0 0 0.45
2.1.1
Contoh Perhitungan : Nilai C dihitungan dengan mencari nilai rata-rata dari C1, C2, dan, C3. Contoh, Kolom November (2) :
2.2
Jan 1 74 78 94 103 112 114 125 126 185 294 2 52 86 86 87 95 112 132 142 145 175 1 52 62 70 81 98 106 110 142 192 251 Feb 2
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
R80 1 4.387 3.267 4.527 4.527 1.867 0.084 0.140 0.467 0.140 1.027 5.600 4.527 2 4.013 3.967 5.087 4.573 2.893 0.653 0.000 0.560 0.467 0.700 4.527 4.573
R50 1 5.227 4.573 5.273 5.040 2.800 0.933 0.233 0.980 0.467 1.820 6.160 5.180 2 4.433 4.480 5.880 5.927 3.920 1.073 0.233 1.073 0.700 1.960 5.880 5.600
2.2.1
Contoh Perhitungan Dari data curah hujan yang telah diberikan, curah hujan pada masing-masing bulan diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar. Untuk mendapatkan nilai R80 dan R50, digunakan rumus :
2.3
Jan 1 5794 3948 3346 2836 2682 2420 2338 2212 2022 1742 2 5816 3972 3324 2840 2676 2342 2220 2218 2018 1756 1 5371 4314 3514 3100 2696 2499 2304 2046 1943 1726 Feb 2 5349 4336 3507 3024 2704 2610 2487 2024 1897 1730 1 5581 5322 4386 2021 1991 1984 1785 1773 1704 1494
2.3.1
Contoh Perhitungan Dari data debit yang ada, pada masing-masing bulan data diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Debit andal Q80 dan Q50 dihitung dengan cara berikut :
2.4
Perhitungan DR 2.4.1 Contoh Perhitungan Bulan Oktober : Eo = 1.1 * ETo = 1.1*3.741 = 4.115 mm/hari M = Eo + P = 4.115 + 2 = 6.115 mm/hari S :
NFR
NFR = NFR * 0.116 = 9.142 * 0.116 = 1.061 l/dt/ha THR = NFR/0.8 = 1.061/0.8 = 1.326 l l/dt/ha DR = NFR/0.65 = 1.061/0.65 = 1.632l/dt/ha
2.5
Perhitungan Debit Untuk Masing-Masing Area 2.5.1 Contoh Perhitungan No.1 : Q = (1.593*5.05)/1000 = 0.0080 m3/dt
Luas ha 5.05 7.625 13.4 5.45 5.95 9.925 7.75 3.225 5.5 3.5 5.05 5.5 10.25 11.25 12.35 11.375 15.3 11.575 13 9.575 8.95 3.45 185 Drmaks l/dt/ha 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 1.593 Debit m3/dt 0.0080 0.0121 0.0213 0.0087 0.0095 0.0158 0.0123 0.0051 0.0088 0.0056 0.0080 0.0088 0.0163 0.0179 0.0197 0.0181 0.0244 0.0184 0.0207 0.0153 0.0143 0.0055
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Daerah BB1Ka BB1Ki BC1tKa BCt1Ki1 BCt1Ki2 BCt2Ka BCt2Ki BCt3Ka BCn1Ki BCn1Ka BCn2Ki BCn2Ka BB2Ki BCp1Ka BCp2Ka1 BCp2Ka2 BCp2Ki1 BCp2Ki2 BCp3Ka BB3Ka BB3Ki BC1Ka luas
2.6
Nama Saluran SP.PB SP.PB SP.PB SS.Ct SS.Ct SS.Ct SS.Cn SS.Cn SS.Cp SS.Cp SS.Cp SS.C
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Ruas
v perkiraan m/det 0.46 0.42 0.33 0.33 0.27 0.27 0.27 0.27 0.37 0.32 0.27 0.27
m 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
h (m) 0.706 0.652 0.522 0.486 0.302 0.122 0.219 0.307 0.469 0.500 0.243 0.125
b (m) 1.411 0.978 0.522 0.486 0.302 0.250 0.250 0.307 0.704 0.500 0.250 0.250
F (m ) 1.494 1.064 0.544 0.473 0.183 0.045 0.103 0.188 0.550 0.500 0.120 0.047
2
P (m) 3.408 2.823 1.997 1.862 1.158 0.594 0.871 1.174 2.031 1.914 0.939 0.605
R (m) 2.174 2.381 3.030 3.030 3.704 5.655 3.962 3.704 2.703 3.125 3.754 5.542
2/3
V hitungan (m/det) 0.46 0.42 0.33 0.33 0.27 0.177 0.252 0.27 0.37 0.32 0.266 0.180
k 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45
Io 0.00004 0.00003 0.00001 0.00001 0.00001 0.00000 0.00001 0.00001 0.00002 0.00001 0.00001 0.00000
1.678 1.783 2.094 2.094 2.394 3.174 2.504 2.394 1.940 2.137 2.415 3.132
2.6.1
Contoh Perhitungan