Anda di halaman 1dari 20

4.

Bangunan Pengambilan ( Intake )


Pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air irigasi

dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini. Pertimbangan utama dalam


merencanakan sebuah bangunan pengambilan adalah debit rencana dan
pengelakan sedimen.
Bangunan pengambilan atau intake berfungsi untuk mengelakkan air dari
sungai dalam jumlah yang diinginkan.

Gambar 4.1 Bangunan Pengambilan


o = Tipe tidak tenggelam ;

b =Tipe tenggelam

Besarnya nilai nilai besaran untuk kedua pintu :


P = 0,5 1,50 m
d = 0,15 0,25 m
z = 0,15 0,30 m
n = 0,05 m
87

t = 0,10 m

Rumus untuk mencari dimensi pengambilan atau intake :


Q=.b.a2.g.z
( KP-02, Kriteria Perencanaan Bagian hal. 84 )
= debit andalan ( m3/dt )

Dimana : Q

4.2

= koefisien debit diambil 0,8

= lebar bukaan ( m )

= tinggi bukaan ( m )

= percepatan gravitasi 9,81 m/dt2

= kehilangan tinggi energi pada bukaan diambil

Bangunan Pembilas
Bangunan pembilas berfungsi untuk mengurangi sebanyak mungkin

benda benda terapung dan fraksi fraksi sedimen kasar yang masuk ke
jaringan irigasi.
Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan
bahan kasar di depan pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat
dibilas

dengan

jalan

membuka

pintu

pembilas

secara

berkala

guna

menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pengambilan.


1.

Dimensi Pintu Pembilas :


Lebar pintu pembilas= 1/6 - 1/10 lebar bersih bendung
( KP-02 hal. 88 )
Lebar pilar

= 1 - 1,5 meter ( beton )


= 2 - 3 meter ( pasangan batu kali )

Tinggi under slice

= 1/3 1/4 tinggi muka air normal

atau
88

12m
Tebal plat under slice

2.

= 0,2 0,35 meter

Kecepatan Aliran Untuk Pembilas.


Kecepatan aliran ini dibutuhkan untuk menghanyutkan sedimen
yang terbawa arus sungai dan yang mengendap di depan
pengambilan. Rumus yang digunakan :

V
(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)

Dimana :
Vc

: Kecepatan kritis yang digunakan untuk Pembilasan


(m/dt)

: koefisien pengaliran yang tergantung dari bentuk


sedimen (3.2 5.5)

: Diameter maksimum sedimen (m)

Debit minimum yang diperlukan untuk pembilasan dihitung


dengan
rumus :

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)

Dimana :
q min

Debit pembilasan persatuan lebar (m3/dt//m)


89

g
3.

Percepatan gravitasi (m/dt3)

Operasional Pintu Pembilas

Pintu dibuka setinggi 0,25 meter

Gambar 4.2 Pintu pembilas dibuka setinggi 0.25 m


Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemacetan pintu dan
sedimen yang berdiameter kecil bisa keluar secara rutin.
Untuk kecepatan aliran dihitung dengan rumus :

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)


Dimana :
V

: Kecepatan Aliran (m/dt)

: Koefisien Pengaliran = 0,62

: Percepatan gravitasi (m/dt)

: tinggi muka air diukur dari titik berat lubang bukaan


pintu (m)

Untuk debit pembilasan dihitung dengan rumus :

90

Dimana :
Q : Debit Pembilasan (m3/dt)
V : Kecepatan Aliran (m/dt)
A : Luas bukaan Pintu (m2)
Untuk debit pembilasan persatuan lebar dihitung dengan rumus :
qQ b

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)


Dimana :

q : Debit Pembilasan per Satuan Lebar (m3/dt/m)


Q : Debit pembilasan (m3/dt)
b : Lebar Pintu (m)
Kontrol kebutuhan debit untuk pembilasan
q q min

Pintu dibuka setinggi pelat underslice

Gambar 4.3 Pintu pembilas dibuka setinggi UnderSlice


Untuk kecepatan aliran dihitung dengan rumus :
V

2 g h

91

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)

Dimana :
V

: Kecepatan Aliran (m/dt)

: Koefisien Pengaliran = 0,62

: Percepatan gravitasi (m/dt)

: tinggi muka air diukur dari titik berat lubang bukaan


pintu (m)

Untuk debit pembilasan dihitung dengan rumus :

Dimana :
Q : Debit Pembilasan (m3/dt)
V : Kecepatan Aliran (m/dt)
A : Luas bukaan Pintu (m2)
Untuk debit pembilasan persatuan lebar dihitung dengan rumus :
qQ b

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)


Dimana :

q : Debit Pembilasan per Satuan Lebar (m3/dt/m)


Q : Debit pembilasan (m3/dt)
b : Lebar Pintu (m)
Kontrol kebutuhan debit untuk pembilasan

q q min

Pintu dibuka Penuh

92

Gambar 4.4 Pintu pembilas dibuka Penuh


Untuk kecepatan aliran dihitung dengan rumus :
V

2 g z

(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)


Dimana :
V

: Kecepatan Aliran (m/dt)

: Koefisien Pengaliran = 0,75

: Percepatan gravitasi (m/dt)

H : Tinggi Muka Air


Untuk debit pembilasan dihitung dengan rumus :

Dimana :
Q : Debit Pembilasan

(m3/dt)

V : Kecepatan Aliran

(m/dt)

A : Luas bukaan Pintu

(m2)

93

Untuk debit pembilasan persatuan lebar dihitung dengan rumus :


Q
b
(Perhitungan Bendung Tetap Ir. Soenarno)

Dimana :

q : Debit Pembilasan per Satuan Lebar (m3/dt/m)


Q : Debit pembilasan (m3/dt)
b : Lebar Pintu (m)
Kontrol kebutuhan debit untuk pembilasan
q q min

4.3. Side Wall


Side wall atau dinding penahan samping adalah suatu konstruksi
penahan agar tanah tidak longsor. Konstruksi ini digunakan untuk suatu tebing
yang agak curam/tegak yang tanpa dinding penahan, tebing

tersebut akan

longsor. Dinding penahan tanah juga digunakan bila suatu sungai dibuat
bendungnya untuk melindungi bendung dari longsornya tanah.
Jenis bahan yang dapat digunakan untuk dinding penahan adalah
pasangan batu, beton tanpa tulangan, beton dengan tulangan dan lain lain.
Untuk perancangan bendung tetap suplesi Cikandung, side wall ini dibuat dari
dinding penahan tanah yang terbuat dari bahan pasangan batu kali.
Pemilihan macam dinding penahan tanah tergantung dari penahan teknik dan
ekonomi. Yang perlu diperhatikan adalah sifat sifat tanah asli, kondisi tanah
urugan, kondisi lingkungan setempat dan kondisi lapangan.
Sebagai pegangan dapat digunakan ketentuan seperti berikut ini :

Dinding penahan dari pasangan batu dan dinding penahan


gravitasi dapat digunakan untuk ketinggian 3 5 meter.

Dinding penahan dengan balok kantilever digunakan untuk ketinggian 3


8 meter.

94

Dinding penahan dengan plat penopang dapat digunakan untuk


ketinggian 8 15 meter.

Gaya gaya yang bekerja pada side wall ini antara lain adalah :
1.

Tekanan tanah
Ka = . sat . h2. Tg2. (45 /2)
Kp = . sat . h2. Tg2. (45 + /2)

2. Berat dinding penahan tanah ( pasangan batu kali ).


Berat dinding sendiri dihitung dengan rumus :
G = volume . bahan
3. Berat tanah
Untuk menghitung gaya ini dipakai rumus yang sama dengan rumus berat
sendiri.
4. Tekanan air
W = . w . h2
Seperti pada perhitungan tubuh bendung, untuk dinding penahan tanah
juga ada kontrol stabilitasnya.

Gambar 4.5 Dinding Penahan Tanah

95

4.4

Pengaman Gerusan
Walaupun peredam energi bendung sudah didesain untuk meredam

energi akibat pembendungan agar tidak menimbulkan gerusan setempat yang


membahayakan konstruksi, tetapi pengaman gerusan kadang-kadang masih
diperlukan. Hal ini dapat terjadi karena gerusan setempat masih mungkin
terjadi di hilir peredam energi, sebagai akibat:
o

Prediksi muka air hilir yang terlalu tinggi,

Degradasi dasar sungai belum diperhitungkan,

Degradasi yang terjadi melebihi prediksi dalam perencanaan.

Beberapa pengaman gerusan yang dapat diterapkan di hilir bendung, antara


lain:
1)

Rip-rap batu
Rip-rap (pasangan batu kosong) adalah susunan bongkahan batu alam
dengan ukuran dan volume tertentu yang digunakan antara lain sebagai
tambahan peredam energi di hilir bendung dan berfungsi pula sebagai
lapisan perisai untuk mengurangi kedalaman penggerusan setempat dan
untuk melindungi tanah dasar di hilir peredam energi bendung.
Rip-rap batu yang dipasang di hilir bendung ditempatkan dengan kondisi
miring atau kondisi rata seperti ditunjukkan Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pemasangan rip-rap batu

96

Rip-rap yang digunakan sebagai tambahan fungsi peredam energi


bendung, diterapkan pada:

Sepanjang bagian hilir ambang akhir,

Sepanjang bagian kaki tembok sayap hilir.

Di dasar sungai di hilir bangunan peredam energi bendung terjadi


kecepatan aliran sungai yang besarnya bervariasi. Rip-rap yang terdiri
dari susunan batu-batu lepas tersebut yang terkena aliran deras akan
menyebar, masuk dan mengisi lubang penggerusan setempat (armouring
effect), sehingga dapat menjadi lapisan perisai atau pelindung dasar
sungai dari bahaya penggerusan.
Kriteria perencanaan rip-rap batu :

Kualitas batu harus tahan terhadap gilasan, hempasan, perubahan


cuaca, yaitu harus keras, padat, dan mempunyai berat jenis = 2,4
t/m3,

Dimensi dan berat batu harus memadai (diameter batu berkisar 0,30
0,40 m),

Volume batu harus cukup memadai untuk mengisi lubang gerusan yang
terjadi,

Ketebalan/dalaman konstruksi harus cukup, berkiitar 2,00 m untuk


bagian hilir ambang akhir dan sekitar 1,50 untuk bagian di kaki
tembok sayap hilir,

Bentuk batu diusahakan persegi.

Agar rip-rap batu dapat berfungsi dengan efektif, kriteria pelaksanaan


yang harus dipenuhi adalah:

Ukuran, volume dan penempatan batu harus sesuai dengan yang


disyaratkan dalam perencanaan,

Penempatan batu harus di atas saringan (filter).

Filter (saringan) berfungsi mencegah hilangnya bahan dasar halus melalui


97

bangunan pengaman. Filter harus ditempatkan antara rip-rap batu dan


tanah bawah atau antara pembuang dan tanah bawah. Filter yang
digunakan dapat dibuat dari tiga macam:
a) filter kerikil-pasir yang bergradasi (graided filter),
b) lapisan filter sintetis (geotextile filter),
c) ijuk.

Gambar 4.7 Contoh filter bergradasi (graided filter)

Filter

yang

bergradasi

(lihat

Gambar

3.38)

harus

direncanakan

berdasarkan kriteria berikut:


(1)

Gradasi batu untuk filter harus memenuhi persyaratan,


D < 6,5 d dan D > 0,30 m, dimana D adalah diameter batu terbesar
( m ) dan d adalah diameter batu terkecil di antara batu ( m ),

(2)

Agar filter mampu memberikan tahanan yang cukup terhadap


aliran bawah (seepage), harus dipenuhi persyaratan kelulusan
tanah (USBR, 1973), berikut:

98

D15 lapisan 3
D15 lapisan 2

D15 lapisan 2
D15 lapisan 1

D15 lapisan 1
D15 lapisan tan ah dasar

5 sampai 40

Perbandingan 5 40 seperti tersebut di atas, dapat dirinci lagi


sebagai berikut:

(3)

Butir bulat homogen (kerikil)

5 10

Butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu)

6 20

Butir bergradasi baik

12 40

Agar material yang lebih halus dari lapisan di bawah tidak keluar
melalui filter, harus dipenuhi persyaratan stabilitas, perbandingan
D15/D85 (Bertram, 1940), berikut:

D15 lapisan 3
D85 lapisan 2

D50 lapisan 3
D50 lapisan 2

D15 lapisan 2
D85 lapisan 1

D50 lapisan 2
D50 lapisan 1

D15 lapisan 1
D85 lapisan tan ah dasar

D50 lapisan 1
D50 lapisan tan ah dasar

5 sampai 60

dengan:

(4)

Butir bulat homogen (kerikil)

5 10

Butir runcing homogen (pecahan kerikil, batu)

10 30

Butir bergradasi baik

12 60

Agar filter tidak tersumbat, maka D5 harus sama atau lebih besar
dari 0,75 mm untuk semua lapisan filter,

(5)

Tebal minimum untuk filter yang dibuat di bawah kondisi kering


adalah:

Pasir, kerikil halus

0,05 0,10 m
99

Kerikil

0,10 0,20 m

Batu

1,5 2 kali diameter batu yang lebih

besar
Bila filter harus ditempatkan di bawah air, maka harga-harga
tersebut sebaiknya ditambah 1,5 sampai 2 kali.
2)

Rip-rap beton
Apabila tidak tersedia batu yang cukup besar, maka untuk alternatif
pengaman gerusan dapat digunakan rip-rap beton bentuk persegi panjang
(ukuran 1 m x 1 m x 2 m) atau segi empat (ukuran 1 m x 1 m x 1 m). Riprap beton persegi panjang digunakan untuk pengamanan bendung Walahar
(Gambar 4.8), sedangkan rip-rap beton persegi empat digunakan di kaki
sayap hilir bendung Rentang di Jawa Barat.

Gambar 4.8 Pemasangan rip-rap beton


3)

Bronjong
Bronjong dibuat di lapangan, berbentuk bak dari jala-jala kawat yang diisi
dengan batu sesuai dengan ukuran yang disyaratkan. Matras jala-jala
kawat ini diperkuat dengan kawat-kawat besar atau baja tulangan pada
ujung-ujungnya. Bronjong yang biasa digunakan berukuran 2 m x 1 m x
0,50 m. Bak-bak yang terpisah-pisah ini kemudian diikat bersama-sama
untuk membentuk satu konstruksi yang homogen (lihat Gambar 4.9).

100

Gambar 4.9 Pemasangan bronjong

Penggunaan bronjong kawat di hilir bangunan peredam energi bendung


untuk maksud mengurangi bahaya penggerusan setempat juga telah
diterapkan di beberapa bendung. Sebagai perlindungan dasar sungai dari
bahaya penggerusan setempat dari banyak pengalaman penerapan rip-rap
bronjong kurang tepat dan kurang berhasil. Hal ini dikarenakan faktorfaktor seperti berikut :

Bronjong yang bukan jenis bronjong Maccaffery berkarat, kurang


tahan terhadap gaya benturan batu dan benda padat lain yang
terbawa aliran sungai

Batu tidak seragam dan bila kawatnya putus, maka batu-batu itu akan
hanyut,

Karena perbedaan kekasaran antara bronjong dan tanah dasar di


hilirnya, maka di hilir bronjong akan terjadi penggerusan setempat
yang membahayakan bangunan

Karena bronjong tidak mempunyai sifat menyebar dan tidak fleksibel,


bila terjadi penggerusan setempat di hilirnya, maka bronjong itu akan
101

ikut turun, dan jika kawatnya tak kuat akan putus sehingga batubatunya hanyut yang akhirnya bronjongpun rusak.
Untuk mencegah agar tidak ada bahan pondasi yang hilang, di antara
tanah dasar dan pengaman bronjong harus diberi filter yang memadai
seperti yang digunakan dan disyaratkan pada penempatan rip-rap batu.
Apabila di lapangan tidak tersedia batu untuk pembuatan bronjong,
dapat diterapkan pengaman gerusan dari lempengan beton (concrete slab),
yang dapat disiapkan dalam keadaan kering. Tipe ini lebih kaku lagi
dibandingkan bronjong.
4)

Balok beton berkotak


Tipe lain dari bangunan pengaman gerusan yang dapat diterapkan di hilir
bendung yaitu tipe balok beton berkotak-kotak. Penerapannya dilakukan
sebagai ruang olakan kedua bendung-bendung lama (contoh di Barugbug
dan Tajum).
Bentuk bangunan dibuat berkotak-kotak, bersifat lulus air (permeable)
yang terdiri dari balok-balok beton yang bersilang memanjang-melintang.
Kotak-kotak tersebut diisi dengan batu lepas dengan diameter sekitar
0,30 m. Lihat Gambar 4.10.
Balok beton kotak-kotak ini digunakan sebagai pengaman gerusan dan
tambahan peredam energi di hilir peredam energi yang telah ada
sebelumnya dan sudah tidak efektif bekerja karena berbagai sebab antara
lain penggerusan setempat yang dalam, dan terjadinya degradasi dasar
sungai.
Maksud pembuatan tipe ini yaitu untuk mengurangi tekanan air ke atas
pada bagian peredam energi lama, sehingga kerusakan bangunan lama
dapat dicegah.

102

Gambar 4.10 Pengaman gerusan tipe balok beton berkotak

5)

Peredam energi bertangga/ganda


Pengaman gerusan/peredam energi bertangga atau peredam energi ganda
digunakan apabila:

gerusan setempat tepat di hilir bendung sudah terlalu dalam, atau

bendung dibangun dengan pembendungan yang relatif tinggi misalnya


lebih dari 10 m, sehingga pembuatan peredam energi memerlukan
penggalian yang cukup dalam.

Peredam energi bertangga digunakan untuk pengamanan bendung,


dimana peredam energi yang lama sudah tidak berfungsi akibat terjadinya
penggerusan setempat yang dalam, sehingga peredam energi yang kedua
merupakan tambahan. Pengaman gerusan tipe ini telah diterapkan untuk
103

pengamanan peredam energi bendung Barugbug, Walahar di Jawa Barat


dan bendung Tajum di Jawa Tengah (lihat Gambar 3.39).
Peredam energi tipe berganda adalah struktur di bagian hilir tubuh
bendung yang merupakan kolam olak berganda, yang masing-masing
kolam olak dilengkapi dengan lantai datar dan ambang akhir pembentuk
olakan. Di bagian kiri kanannya dibatasi oleh tembok pangkal bentuk
tegak (Lihat Gambar 4.11).
Pengaman gerusan atau peredam energi berganda adakalanya juga
digunakan bila lantai hilir yang panjang dan perlu balok-balok lantai dan
sebagainya. Peredam energi berganda adalah salah satu alternatif
solusinya.

Di

Indonesia

peredam

energi

berganda

pertama

kali

dimanfaatkan pada bendung Air Seluma di Bengkulu, dengan ketinggian


lebih dari 15 meter. Selanjutnya untuk tipe yang sama dibangun pula pada
bendung-bendung Batang Gadis di Tapanuli, Batang Siat di Sumatera
Barat, dan sebagainya.
Bendung dengan peredam energi berganda sangat cocok dibangun di
sudetan sungai dengan ketinggian lebih dari 10 m. Karena akan dapat
mengurangi jumlah galian sudetan dan pematahan energi air yang besar
sehingga tidak menimbulkan penggerusan setempat yang dalam.

Gambar 4.11 Peredam energi ganda

104

Keuntungan pemakaian tipe ini antara lain, yaitu :

peredaman energi air lebih besar karena terdiri dari dua ruang
olakan, sehingga penggerusan setempat menjadi lebih dangkal,

jauh lebih stabil karena bentuknya yang besar,

kerusakan lantai dan tubuh bendung akibat terjunan air dapat


dihindari.

5)

Pengendali dasar sungai (bottom controller/check dam/secondary weir)


Apabila pengamanan tidak dapat dibuat langsung di hilir bendung yang
ada, sedangkan degradasi dasar sungai yang terjadi sudah membahayakan
konstruksi, maka diperlukan bangunan pengendali dasar sungai di hilir
lokasi bendung tersebut. Bangunan ini juga berfungsi untuk:

Menaikan/mengembalikan dasar sungai yang telah turun akibat


degradasi dasar sungai, sampai ke elevasi yang diinginkan, atau

Mendapatkan muka air hilir tertentu yang memadai dan dibutuhkan


untuk membentuk loncatan air pada peredam energi bendung yang
ada.

Pertimbangan yang diperlukan dalam penentuan alternatif lokasi


bangunan pengendali dasar sungai, antara lain (lihat gambar pada
Lampiran 5):
(1) Makin jauh lokasi bangunan, makin tinggi ambang/pembendungan
yang diperlukan,
(2) Ditinjau dari segi efek perubahan morfologi sungai terhadap bangunan
yang akan diamankan, maka makin dekat lokasi yang dipilih makin
menguntungkan,
(3) Ditinjau dari segi pelaksanaan (ruang yang tersedia), maka makin ke
hilir lokasi yang dipilih makin aman.
Proses degradasi dasar sungai di hilir akan terkendali oleh keberadaan
ambang alam atau bendung lain.
105

4.5 Rangkuman

4.6 Latihan

106

Anda mungkin juga menyukai