Gambar 2.7 Pola kegagalan pada tubuh bendungan urugan akibar rembesan
(Sumber : Anonim, 2009: 37)
Kapasitas aliran filtrasi adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir melalui tubuh bendungan dan
pondasi bendungan. Kapasitas aliran filtrasi suatu bendungan mempunyai batas batas tertentu yang mana
apabila kapasitas aliran filtrasi tersebut melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi akan cukup
besar dan dapat mengakibatkan gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling). (Anonim, 2008a: 37)
Sedangkan untuk memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi
bendungan yang didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi, dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
(Gs1)
Gs =Specific Grafity icr =
e = Void ratio (1+e)
H = Tinggi muka air waduk (m)
d = Tinggi rembesan di hilir (m)
(1+ 1+2)
=
2
b
=
d
b = lebar dasar daerah inti (m)
Kontrol Kecepatan rembesan
Pemeriksaan agar tidak terjadi peristiwa piping maka harus dibandingkan kecepatan rembesan (VS) dengan kecepatan
kritisnya (VC). Jika VS < VC maka tidak terjadi pengangkatan partikel, yang berarti peristiwa tersebut diatas tidak akan
terjadi piping.
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran filtrasi adalah sebagai berikut :
v = k i.........
Dimana :
...................................................................................................(3-6)
h2
i = e .............. v = Kecepatan pada bidang aliran keluarnya filtrasi (m/dt)
k = Koefisien filtrasi (m/dt)
....................................................................................................(3-7)
v
Vs = n..................... i = Gradient hidrolik (m)
e = Void ratio
...........................................................................................(3-8)
W1g h2= Tinggi rembesan hilir (m)
Vc= Fw ..........................................................................................................(3-
Vs= Kecepatan rembesan (m/dt)
W1 = (Gs 1) 0,167 d........ n = Porositas
........................................................(3-10) d = Diameter butiran terkecil material Inti (cm)
w = berat air (gr/cm)
F = 4 d........................................................................................................(3-11)
Dari hasil analisa kapasitas rembesan menggunakan program SEEP/W didapat
kapasitas rembesan untuk masing-masing elevasi muka air waduk, adalah sebagai
berikut :
FWL +243.98 m = 6.354 . 10-4 m/dt.
NWL +243.20 m = 5.447 . 10-4 m/dt.
LWL +235 m = 2.242 . 10-4 m/dt.
Rata rata = 4.681 . 10-4 m/dt.
Diketahui :
Q sungai rata-rata = 0.1785 m/dt
1 % dari Q rata-rata sungai = 1.785 . 10-3 m/dt.
Ratarata kapasitas rembesan = 1.572 . 10-3 m/dt.
Rata-rata kapasitas rembesan (4.681 . 10-4 m/dt) <1% dari Q rata-rata sungai (1.785 . 10-3
m/dt). Sehingga, dapat diketahui kapasitas rembesan yang terjadi pada pondasi dan
tubuh Bendungan Ngancar masih memenuhi dari syarat yang ditetapkan.
FORMASI GARIS DEPRESI
Bendungan homogen
GARIS DEPRESI
Horizontal drain
Bendungan tirai
STABILITAS LERENG HULU DAN HILIR
Stabilitas lereng dihitung pada berbagai kondisi yaitu akibat beban statis dan dinamis (gempa), dimana elevasi muka air
waduk juga dikaji dalam kondisi sebagai berikut :
Hulu Hilir
No Kondisi Fk Keterangan
Ordinary Bishop Janbu Ordinary Bishop Janbu
1 Kosong 1.3 2.868 2.866 2.870 1.596 1.636 1.594 Aman
2 LWL 1.3 1.308 1.434 1.331 1.595 1.636 1.591 Aman
3 NWL 1.3 1.881 1.971 1.850 1.530 1.586 1.524 Aman
4 FWL 1.3 3.012 3.013 3.012 1.467 1.491 1.457 Aman
5 Rapid Draw Down 1.3 1.064 1.064 1.023 1.584 1.584 1.540 Tidak Aman
PENILAIAN RESIKO BENDUNGAN
Koefisien Gempa Termodifikasi
Penentuan besaran gempa desain bendungan mengikuti pedoman pada Pedoman Pd-T- 14-2004 A
Analisa Stabilitas Bendungan Urugan akibat Gempa dimulai dengan menentukan faktor risiko keamanan bendungan.
FRtot = FRk + FRt + FRe + FRh
Kriteria Bendungan Ngancar Bobot Faktor Risiko
Frtot : faktor risiko total (bobot)
Kapasitas Waduk = 4.19 x 106 m3 Frk = 4
FRk : faktor risiko pengaruh kapasitas waduk (bobot)
FRt : faktor risiko pengaruh tinggi bendungan (bobot) Tinggi Bendungan = 19,05 m Frt = 2
Fre : faktor risiko kebutuhan evakuasi (bobot) Kebutuhan Evakuasi 420 orang Fre = 4
FRh : faktor risiko tingkat kerusakan hilir (bobot), diperoleh dari Tingkat Kerusakan Hilir = moderat Frh = 4
Pedoman Klasifikasi Bahaya pada Bendungan
Faktor Risiko Total FRTotal = 14
Berdasarkan tabel kelas risiko Bendungan dan Bangunan air, maka Bendungan Ngancar
termasuk kelas risiko II (Moderat) Faktor Risiko Total Kelas Risiko
(0-6) I (Rendah)
(7-18) II (Moderat)
(19-30) III (Tinggi)
(> 31) IV (Ekstrem)
Berdasarkan kelas risiko bendungan dan bangunan air tersebut, maka kriteria beban gempa untuk
desain bendungan dalam OBE dan MDE dapat ditentukan melalui tabel dibawah ini
Sumber: Pedoman Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa
N = Usia Guna Waduk
NOTE :
1. Persayaratan tanpa kerusakan dengan periode ulang T ditentukan (OBE), sehingga beban gempa
dapat diperoleh dari peta zona gempa. Analisis dilakukan dengan cara koefisien gempa. Kestabilan
bendungan harus lebih tinggi dari faktor keamanan minimum yang dipersyaratkan, bendungan
tidak mengalami kerusakan yang serius dan masih tetap beroperasi, serta tidak diperlukan
pekerjaan perbaikan yang menyeluruh.
2) Persyaratan yang diperkenankan ada kerusakan tanpa terjadi keruntuhan dengan periode ulang T
ditentukan untuk kelas I, II, III, dan IV sehingga percepatan gempa maksimum di permukaan tanah
dapat diperoleh dari peta zona gempa. Analisis dilakukan dengan cara dinamik dengan
menggunakan ragam sambutan gempa atau sejarah waktu percepatan gempa. Bendungan harus
mampu menahan gempa desain MDE tanpa keruntuhan atau diperkenankan ada kerusakan
dengan alihan tetap tidak terlampaui 50% dari tinggi jagaan.
Pengaruh tipe bendungan, tipe keruntuhan, tingkat bahaya kerusakan pada lokasi dan kelas risiko
bangunan harus dipertimbangkan dalam menentukan parameter gempa. Pengalaman sangat diperlukan
untuk menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persyaratan parameter evaluasi gempa.
Berbagai macam ketidakstabilan bendungan urugan yang dilanda goncangan gempa meliputi tiga tipe,
yaitu:
1) Ketidakstabilan akibat penurunan kekuatan geser material urugan atau material fondasi yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan air pori.
2) Ketidakstabilan akibat deformasi yang berlebihan berupa longsoran lereng secara rotasi dan planar,
amblesan, dan retakan pada bendungan.
Peta Percepatan di Batuan Dasar (SB) Untuk Periode Ulang 100 Tahun
DEFINISI = KEMUNGKINAN TERLAMPAUI 10% dalam 50 tahun = (IDENTIK DENGAN LEVEL Gempa 500 tahun)
KEMUNGKINAN TERLAMPAUI 10% dalam 100 tahun =(IDENTIK DENGAN LEVEL Gempa 1000 tahun)
KEMUNGKINAN TERLAMPAUI 2% dalam 50 tahun = (IDENTIK DENGAN LEVEL Gempa 2500 tahun)
Percepatan puncak di permukaan tanah didapatkan
menggunakan persamaan sebagai
berikut:
PGAM = FPGA. SB
dengan keterangan:
PGAM = nilai percepatan puncak di permukaan tanah
berdasarkan klasifikasi jenis tanah.
FPGA = faktor amplifikasi untuk PGA
PETA ZONA GEMPA 2017
Nilai percepatan puncak di batuan dasar Bendungan Greneng pada periode 100
tahun berdasarkan peta diatas berada pada kisaran SB = 0.05 0.10 g.
Sehingga nilai yang diambil adalah SB = 0.10 g
Kemudian ditentukan klasifikasi jenis
tanah yang digunakan untuk
menentukan FPGA yang dapat ditentukan
dengan melihat Tabel berikut.
PGAM = FPGA . SB
= 1 . 0.1 g (dimana 1 g = 980.665 cm/det2)
= 0.1 g
kemudian,
K = PGAM /g Ko = 2 x K
K = 0.1 g /g Ko = 0.5 x 0. 1
K = 0.1 Ko = 0.05
Analisis koefisien gempa pada T = 3000 tahun
Nilai percepatan puncak di batuan dasar Bendungan Greneng pada periode 100
tahun berdasarkan peta diatas berada pada kisaran SB = 0.3 0.4 g. Sehingga
nilai yang diambil adalah SB = 0.4 g
Analisa Stabilitas Lereng Hulu
Gempa MDE Muka Air Normal
(NWL)