Gbr. 1
Gbr. 2
Gbr. 3
Gbr. 4
Gbr. 5
Gbr. 6
Gbr. 7
Gbr. 8
II. CONTOH-CONTOH BENDUNGAN URUGAN
II. TINGGI BENDUNGAN
Tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi mercu
dengan elevasi permukaan pondasi bendungan.
Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar
dari zone kedap air.
Sedangkan mercu bendungan adalah bidang teratas dari suatu
bendungan yang tidak dilalui oleh luapan air waduk. Akan tetapi
bila pada mercu bendungan terdapat parapet untuk melindungi
mercu bendungan terhadap limpasan ombak, maka tinggi jagaan
waduk bertambah setinggi parapet dan puncak parapet dapat
dianggap sebagai mercu bendungan yang bersangkutan.
Dalam perancangan suatu bendungan, mercu bendungan
merupakan penjumlahan dari tinggi muka air banjir rencana
(Q1000 tahun) ditambah dengan tinggi jagaan (free board).
Disamping itu tinggi mercu tersebut juga harus lebih tinggi
setidak-tidaknya 0,75 meter bila terjadi debit banjir QPMF.
Tinggi Jagaan (Free Board)
Tinggi jagaan (Hf) suatu bendungan merupakan penjumlahan dari:
Tinggi kenaikan rambatan gelombang akibat tiupan angin (hw)
Tinggi gelombang akibat gempa (he)
Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bendungan (hi)
Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha)
Tinggi gelombang sebagai akibat resiko longsor tebing ke
dalam waduk (hs)
Persamaan tinggi jagaan yang digunakan diuraikan sebagai
berikut:
Hf > hw + he + hi + ha + hs
Nilai yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas
harus dikontrol terhadap QPMF, dan harus memiliki sisa setidak-
tidaknya 0.75 meter.
a. Tinggi gelombang air akibat tiupan angin (hw)
Menurut Stevenson dan dimodifikasi oleh Moltor ;
hw = 0,032 x (V x F)0,5 + 0,76 - 0,27 x F1/ 4 untuk F < 32 km
hw = 0,032 x (V x F)0,5 untuk F > 32 km
dengan ;
hw = tinggi gelombang (m)
V = Kecepatan angin maksimum (km/jam)
F = Panjang tegak lurus genangan waduk dari as bendungan
/Fetch (Km)
b. Tinggi gelombang air akibat gempa (he)
Menurut persamaan empiris dari Seiichi Sato ;
He = ((e x ) / ) x (g x Ho) 0.5
dengan,
e = intensitas seismis horizontal = 0.15
= siklus seismis = 1 detik
Ho = Kedalaman air rerata di waduk (m)
c. Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bndungan (hi).
Konstruksi bendungan urugan sangat rentan (tidak stabil)
terhadap bahaya limpahan air yang melewati puncaknya (over
topping), oleh karena itu tinggi ruang bebasnya harus dibuat
lebih tinggi setidak-tidaknya 1 meter diatas untuk bendungan
beton. Jadi bila bendungan beton perlu 2 meter, maka
bendungan urugan perlu 3 meter. Untuk perencanaan
bendungan-bendungan kecil, nilai sebesar 1 meter masih
dianggap cukup relevan.
d. Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha)
Membuat anggapan-anggapan tentang lama dan kapan pintu
air bangunan pelimpah macet tentunya tidak mudah, oleh
karena itu biasanya diambil berdasar pengalaman yaitu
sebesar 0,50 meter. Bila bangunan pelimpah berupa over
flow yang tidak berpintu, maka nilainya dapat diabaikan.
e. Penurunan Tubuh Bendungan (hs)
Penurunan tubuh bendungan jenis urugan tanah atau jenis
urugan yang lain, nilainya bervariasi yang tergantung dari ;
1. Metode pelaksanaan
2. Karakteristik material timbunan
3. Karakteristik tanah pondasi
Secara praktis rumus yang dapat digunakan adalah ;
Penurunan (S) maksimum = 1% x tinggi bendungan
atau menurut FL Howton MD Lester,
Penurunan (S) = 0,001 x H 3/2
CONTOH :
Suatu bendungan dengan karakteristik waduk sebagai berikut :
Elevasi dasar pondasi bendungan = 190 m
EL. MAW pada Q1000Th = + 245.00 m
EL. MAW pada QPMF = + 247.50 m
Panjang Fetch waduk = 46 Km
Kecepatan angin maksimum = 2 Km/jam
intensitas seismis horizontal = 0.15
siklus seismis = 1 detik
Kedalaman air rerata di waduk = 60.00 m
Hitung : Elevasi mercu tubuh bendungan yang aman !
Penyelesaian :
Tinggi gelombang air akibat tiupan angin (hw) :
hw = 0,032 x (V x F)0,5
= 0,032 x (2 x 46)0,5
= 0,307 m
Tinggi gelombang air akibat gempa (he)
He = ((e x ) / ) x (g x Ho) 0.5
= ((0,15*1)/3,14)*(9.81*60)0,5
= 1,159 m
Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bendungan (hi) = 1 meter
Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha) = 0,5 meter
Tinjauan terhadap debit Q1000 Th :
Tinggi bendungan sementara :
Hse = (El. MAW Q1000Th – El. Dasar Pondasi) + hw + he
+ hi + ha + hi
= (+245,00 – 190,00) + 0,307 +1,159 +1 + 0,5
= 57,966 meter
Tinggi bendungan :
H = 57,966 x (1 + 0,01)
= 58,55 meter
Tinjauan terhadap debit QPMF :
Tinggi bendungan :
H = (El. MAW QPMF – El. Dasar Pondasi) + 0,5
= (+247,50 – 190,00) + 0,5
= 58,00 meter
Oleh karena HQ1000Th > HQPMF, maka dipilih HQ1000Th yaitu
58,55 meter dan elevasi mercu tubuh bendungan pada El. +
248,55 meter.
III. LEBAR MERCU BENDUNGAN
Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar
puncaknya dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas
permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut,
dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian
puncak tubuh bendungan yang bersangkutan. Disamping
itu, pada penentuan lebar mercu perlu pula diperhatikan
kegunaannya sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan,
namun tidak menutup kemungkinan dalam penentuannya
didasarkan pada kegunaannya sebagai jalur lalu lintas umum.
Guna mendapatkan lebar minimum mercu bendungan (b) ,
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan empirik
berikut ini (Suyono Sosrodarsono, 1977).
b = 3,6 * H1/3 - 3,0
dengan,
b = lebar mercu (m)
H = tinggi bendungan (m)
Menurut USBR , W = 8 * H1/3
dengan,
W = lebar puncak dalam feet
H = tinggi bendungan dalam feet
Gbr. 9
y 2 y 02
x , atau
2. y 0
y 2. y 0 .x y 02 , dan
y0 h 2 d 2 d
dimana,
h : jarak vertikal antara titik-titik A dan B.
d : jarak horisontal antara titik B2 dan A.
l1 : jarak horisontal antara titik B dan E.
l2 : jarak horisontal antara titik B dan A.
A : ujung tumit hilir bendungan.
B : titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng
udik bendungan.
A1 : titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi
dengan garis vertikal melalui titik B.
B2 : titik yang terletak sejauh 0,3 l1, horisontal ke arah udik dari
titik B.
Garis parabola bentuk dasar (B2 – C0 – A0) yang diperoleh dari
persamaan di atas bukanlah garis depresi sesungguhnya, namun
masih perlu dikoreksi hingga menjadi garis B – C – A yang
merupakan garis depresi sesungguhnya, seperti tertera pada
Gambar 10 berikut.
Gbr. 10
Gbr. 12
Gbr. 13
Gbr. 14
Contoh Perhitungan 1
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan homogen).
Dari Gambar 14 diketahui :
h = 27,00 m
d = 0,3 l1 + l2 = 28,60 m
maka diperoleh ;
y0 h 2 d 2 d = 27,002 28,502 28,60
= 39,33 – 28,60 = 10,73 m
Garis parabola bentuk dasar ;
y 2 y 0 x y 02 = 21,46.x 115,13
dan diperoleh koordinat ;
x (m) -5,37 0 5 10 15 20
y (m) 0 10,37 14,91 18,16 20,91 23,33
Seperti yang tertera pada Gambar 13, permukaan aliran keluar
adalah untuk d = 180o, sehingga C = a/(a+a) = 0, maka nilai a
+ a dapat diperoleh sbb. :
y0 10,73
a a 5,37
1 cos 1 1
Contoh Perhitungan 2
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan dengan inti kedap air vertikal).
1). Untuk zone inti kedap air
Gbr. 15
y 2 y 0 .x y 02 31,88.x 258,08
dan diperoleh koordinat ;
x (m) -7,97 0 5 10 15
y (m) 0 15,94 20,33 29,93 27,06
Seperti yang tertera pada Gambar 3, permukaan aliran
keluar adalah untuk d = 75o dan C = a/(a+a) = 0,28 , maka
nilai a + a dapat diperoleh sbb. :
y0 15,94
a a 21,51m
1 cos 1 0,2588
Karenanya harga-harga a = 6,02 dan a = 15,49
2). Untuk zone sembarangan (hilir)
Dengan anggapan koefisien filtrasi zone sembarang sebesar
k2= 20k1 (k1=koefisien filtrasi zone kedap air) dan debit aliran
filtrasi konstan, maka ;
Q k1 . y 0 .L k 2 .h2 .L , dengan demikian nilai h2 adalah :
Contoh Perhitungan 3
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan dengan inti miring).
1). Untuk zone inti kedap air
Gbr. 16
Gbr. 17
Gbr. 18
Gbr. 19