Anda di halaman 1dari 26

BENDUNGAN URUGAN

I. KLASIFIKASI TUBUH BENDUNGAN URUGAN


Bendungan urugan digolongkan menjadi 3 yaitu :
 Bendungan urugan homogen
Bila bahan yang membentuk tubuh bendungan tersebut terdiri
dari tanah yang hampir sejenis dan gradasinya hampir
seragam. Tubuh bendungan secara keseluruhan berfungsi
ganda, yaitu sebagai pengangga dan sekaligus sebagai
penahan rembesan air.
 Bendungan urugan zonal
Bila timbunan yang membentuk tubuh bendungan terdiri dari
batuan dengan gradasi yang berbeda-beda dalam urutan-
urutan pelapisan tertentu. Berdasarkan letak dan kedudukan
dari zone kedap airnya, maka tipe ini dapat digolongkan
menjadi 3, yaitu :
- Bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air atau
”bendungan tirai” (front core fill type dam).
- Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air miring
”bendungan inti miring” (inclined-core fill type dam).
- Bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak
“bendungan inti tegak” (central-core fill type dam).
 Bendungan urugan bersekat (bendungan sekat) (facing dam)
Bila di lereng hulu tubuh bendungan dilapisi dengan sekat
tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti
lembaran baja tahan karat, beton asphalt, lembaran beton
bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok dan lain-
lain.

Gbr. 1

Gbr. 2
Gbr. 3

Gbr. 4

Gbr. 5
Gbr. 6

Gbr. 7

Gbr. 8
II. CONTOH-CONTOH BENDUNGAN URUGAN
II. TINGGI BENDUNGAN
Tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi mercu
dengan elevasi permukaan pondasi bendungan.
Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar
dari zone kedap air.
Sedangkan mercu bendungan adalah bidang teratas dari suatu
bendungan yang tidak dilalui oleh luapan air waduk. Akan tetapi
bila pada mercu bendungan terdapat parapet untuk melindungi
mercu bendungan terhadap limpasan ombak, maka tinggi jagaan
waduk bertambah setinggi parapet dan puncak parapet dapat
dianggap sebagai mercu bendungan yang bersangkutan.
Dalam perancangan suatu bendungan, mercu bendungan
merupakan penjumlahan dari tinggi muka air banjir rencana
(Q1000 tahun) ditambah dengan tinggi jagaan (free board).
Disamping itu tinggi mercu tersebut juga harus lebih tinggi
setidak-tidaknya 0,75 meter bila terjadi debit banjir QPMF.
Tinggi Jagaan (Free Board)
Tinggi jagaan (Hf) suatu bendungan merupakan penjumlahan dari:
 Tinggi kenaikan rambatan gelombang akibat tiupan angin (hw)
 Tinggi gelombang akibat gempa (he)
 Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bendungan (hi)
 Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha)
 Tinggi gelombang sebagai akibat resiko longsor tebing ke
dalam waduk (hs)
Persamaan tinggi jagaan yang digunakan diuraikan sebagai
berikut:
Hf > hw + he + hi + ha + hs
Nilai yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas
harus dikontrol terhadap QPMF, dan harus memiliki sisa setidak-
tidaknya 0.75 meter.
a. Tinggi gelombang air akibat tiupan angin (hw)
Menurut Stevenson dan dimodifikasi oleh Moltor ;
hw = 0,032 x (V x F)0,5 + 0,76 - 0,27 x F1/ 4 untuk F < 32 km
hw = 0,032 x (V x F)0,5 untuk F > 32 km
dengan ;
hw = tinggi gelombang (m)
V = Kecepatan angin maksimum (km/jam)
F = Panjang tegak lurus genangan waduk dari as bendungan
/Fetch (Km)
b. Tinggi gelombang air akibat gempa (he)
Menurut persamaan empiris dari Seiichi Sato ;
He = ((e x ) / ) x (g x Ho) 0.5
dengan,
e = intensitas seismis horizontal = 0.15
 = siklus seismis = 1 detik
Ho = Kedalaman air rerata di waduk (m)
c. Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bndungan (hi).
Konstruksi bendungan urugan sangat rentan (tidak stabil)
terhadap bahaya limpahan air yang melewati puncaknya (over
topping), oleh karena itu tinggi ruang bebasnya harus dibuat
lebih tinggi setidak-tidaknya 1 meter diatas untuk bendungan
beton. Jadi bila bendungan beton perlu 2 meter, maka
bendungan urugan perlu 3 meter. Untuk perencanaan
bendungan-bendungan kecil, nilai sebesar 1 meter masih
dianggap cukup relevan.
d. Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha)
Membuat anggapan-anggapan tentang lama dan kapan pintu
air bangunan pelimpah macet tentunya tidak mudah, oleh
karena itu biasanya diambil berdasar pengalaman yaitu
sebesar 0,50 meter. Bila bangunan pelimpah berupa over
flow yang tidak berpintu, maka nilainya dapat diabaikan.
e. Penurunan Tubuh Bendungan (hs)
Penurunan tubuh bendungan jenis urugan tanah atau jenis
urugan yang lain, nilainya bervariasi yang tergantung dari ;
1. Metode pelaksanaan
2. Karakteristik material timbunan
3. Karakteristik tanah pondasi
Secara praktis rumus yang dapat digunakan adalah ;
Penurunan (S) maksimum = 1% x tinggi bendungan
atau menurut FL Howton MD Lester,
Penurunan (S) = 0,001 x H 3/2
CONTOH :
Suatu bendungan dengan karakteristik waduk sebagai berikut :
 Elevasi dasar pondasi bendungan = 190 m
 EL. MAW pada Q1000Th = + 245.00 m
 EL. MAW pada QPMF = + 247.50 m
 Panjang Fetch waduk = 46 Km
 Kecepatan angin maksimum = 2 Km/jam
 intensitas seismis horizontal = 0.15
 siklus seismis = 1 detik
 Kedalaman air rerata di waduk = 60.00 m
Hitung : Elevasi mercu tubuh bendungan yang aman !
Penyelesaian :
Tinggi gelombang air akibat tiupan angin (hw) :
hw = 0,032 x (V x F)0,5
= 0,032 x (2 x 46)0,5
= 0,307 m
Tinggi gelombang air akibat gempa (he)
He = ((e x ) / ) x (g x Ho) 0.5
= ((0,15*1)/3,14)*(9.81*60)0,5
= 1,159 m
Tinggi keamanan sebagai akibat tipe bendungan (hi) = 1 meter
Tinggi keamanan terhadap macetnya pembukaan pintu air
bangunan pelimpah (ha) = 0,5 meter
Tinjauan terhadap debit Q1000 Th :
 Tinggi bendungan sementara :
Hse = (El. MAW Q1000Th – El. Dasar Pondasi) + hw + he
+ hi + ha + hi
= (+245,00 – 190,00) + 0,307 +1,159 +1 + 0,5
= 57,966 meter
 Tinggi bendungan :
H = 57,966 x (1 + 0,01)
= 58,55 meter
Tinjauan terhadap debit QPMF :
 Tinggi bendungan :
H = (El. MAW QPMF – El. Dasar Pondasi) + 0,5
= (+247,50 – 190,00) + 0,5
= 58,00 meter
Oleh karena HQ1000Th > HQPMF, maka dipilih HQ1000Th yaitu
58,55 meter dan elevasi mercu tubuh bendungan pada El. +
248,55 meter.
III. LEBAR MERCU BENDUNGAN
Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar
puncaknya dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas
permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut,
dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian
puncak tubuh bendungan yang bersangkutan. Disamping
itu, pada penentuan lebar mercu perlu pula diperhatikan
kegunaannya sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan,
namun tidak menutup kemungkinan dalam penentuannya
didasarkan pada kegunaannya sebagai jalur lalu lintas umum.
Guna mendapatkan lebar minimum mercu bendungan (b) ,
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan empirik
berikut ini (Suyono Sosrodarsono, 1977).
b = 3,6 * H1/3 - 3,0
dengan,
b = lebar mercu (m)
H = tinggi bendungan (m)
Menurut USBR , W = 8 * H1/3
dengan,
W = lebar puncak dalam feet
H = tinggi bendungan dalam feet

IV. KEMIRINGAN LERENG TUBUH BENDUNGAN


Kemiringan lereng bendungan urugan tipe homogen yang efisien
dapat didekati dengan menggunakan persamaan berikut :
 Lereng Hulu :
m  k . "
Fs  . tan 
1  k .m. "
dengan :
Fs = faktor keamanan
k = Koefisien gempa
’’ = sat/sub
 = sudut geser dalam dari material urugan
m = Kemiringan lereng hulu
 Lereng Hilir :
nk
Fs  . tan 
1  k .n
dengan ;
n = Kemiringan lereng hilir
Hasil analisis dengan menggunakan persamaan-persamaan di
atas merupakan pendekatan awal, sehingga hasil yang diperoleh
harus dikontrol kestabilannya terhadap bahaya longsor (slope
stability) dan rembesan (sepage).

V. ANALISIS REMBESAN (SEEPAGE) PADA PONDASI DAN


TUBUH BENDUNGAN
Baik tubuh bendungan maupun pondasinya diharuskan
mampu mempertahankan diri terhadap gaya-gaya yang
ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-
celah antara butiran-butiran tanah pembentuk tubuh bendungan
dan pondasi tersebut. Untuk mengetahui kemampuan daya tahan
tubuh bendungan serta pondasinya terhadap gaya-gaya tersebut
di atas, maka diperlukan analisis pada parameter-parameter
sebagai berikut:
 Formasi garis depresi (seepage line formation) dalam tubuh
bendungan dengan elevasi muka air waduk tertentu (diambil
kondisi HWL)
 Kapasitas aliran filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan
pondasi bendungan.
 Kemungkinan terjadinya gejala sufosi (piping) yang
disebabkan oleh adanya gaya-gaya hidro dinamis dalam aliran
filtrasi.
5.1 Formasi Garis Depresi
Formasi garis depresi pada zone kedap air suatu bendungan
dapat diperoleh dengan Metode Casagrande.
Pada Gambar 9, ujung tumit hilir bendungan dianggap sebagai titik
permulaan koordinat dengan sumbu-sumbu x dan y, maka garis
depresi dapat diperoleh dengan persamaan parabola yang memiliki
dasar berikut :

Gbr. 9

y 2  y 02
x , atau
2. y 0

y  2. y 0 .x  y 02 , dan

y0  h 2  d 2  d
dimana,
h : jarak vertikal antara titik-titik A dan B.
d : jarak horisontal antara titik B2 dan A.
l1 : jarak horisontal antara titik B dan E.
l2 : jarak horisontal antara titik B dan A.
A : ujung tumit hilir bendungan.
B : titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng
udik bendungan.
A1 : titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi
dengan garis vertikal melalui titik B.
B2 : titik yang terletak sejauh 0,3 l1, horisontal ke arah udik dari
titik B.
Garis parabola bentuk dasar (B2 – C0 – A0) yang diperoleh dari
persamaan di atas bukanlah garis depresi sesungguhnya, namun
masih perlu dikoreksi hingga menjadi garis B – C – A yang
merupakan garis depresi sesungguhnya, seperti tertera pada
Gambar 10 berikut.

Gbr. 10

 Pada titik permulaan garis depresi berpotongan tegak lurus


dengan lereng udik bendungan, dan dengan demikian titik C0
dipindahkan ke titik C sepanjang a.
 Panjang garis a tergantung dari kemiringan lereng hilir
bendungan, dimana air filtrasi tersembul keluar yang dapat
dihitung dengan dengan rumus berikut :
y0
a  a 
1  cos 
dimana ;
a : jarak AC (periksa gambar 3)
a : jarak C0C
 : sudut kemiringan lereng hilir bendungan.
Harga a dan a diperoleh dari persamaan di atas dengan
a
pengambilan angka C dalam Gambar 11, dimana C 
a  a 
Bila kemiringan sudut lereng hilir bendungan lebih kecil dari 30o,
maka harga  dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
2 2
d  d   h 
     
cos   cos    sin  

Gbr. 12

Gbr. 13

Gbr. 14

Contoh Perhitungan 1
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan homogen).
 Dari Gambar 14 diketahui :
h = 27,00 m
d = 0,3 l1 + l2 = 28,60 m
maka diperoleh ;
y0  h 2  d 2  d = 27,002  28,502  28,60
= 39,33 – 28,60 = 10,73 m
 Garis parabola bentuk dasar ;

y  2 y 0 x  y 02 = 21,46.x  115,13
dan diperoleh koordinat ;
x (m) -5,37 0 5 10 15 20
y (m) 0 10,37 14,91 18,16 20,91 23,33
 Seperti yang tertera pada Gambar 13, permukaan aliran keluar
adalah untuk d = 180o, sehingga C = a/(a+a) = 0, maka nilai a
+ a dapat diperoleh sbb. :
y0 10,73
a  a    5,37
1  cos  1  1
Contoh Perhitungan 2
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan dengan inti kedap air vertikal).
1). Untuk zone inti kedap air

Gbr. 15

 Dari gambar 6 diketahui :


h = 29,00 m
d = 0,3 l1 + l2 = 18,40 m
dengan demikian :

y 0  h 2  d 2  d = 29,00 2  18,402  18,40


= 34,34 – 18,40 = 15,94
 Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan ;

y  2 y 0 .x  y 02  31,88.x  258,08
dan diperoleh koordinat ;
x (m) -7,97 0 5 10 15
y (m) 0 15,94 20,33 29,93 27,06
 Seperti yang tertera pada Gambar 3, permukaan aliran
keluar adalah untuk d = 75o dan C = a/(a+a) = 0,28 , maka
nilai a + a dapat diperoleh sbb. :
y0 15,94
a  a    21,51m
1  cos  1  0,2588
Karenanya harga-harga a = 6,02 dan a = 15,49
2). Untuk zone sembarangan (hilir)
 Dengan anggapan koefisien filtrasi zone sembarang sebesar
k2= 20k1 (k1=koefisien filtrasi zone kedap air) dan debit aliran
filtrasi konstan, maka ;
Q  k1 . y 0 .L  k 2 .h2 .L , dengan demikian nilai h2 adalah :

h2  k1 / k 2  y 0  1 / 20 .15,49 = 0,80 m

 Dengan menggunakan persamaan parabola dasar aliran


depresi, maka ;

y  2.h2 .x  h22  1,6.x  0,64


dan diperoleh koordinat ;
x (m) -0,40 0 10 20 30 40
y (m) 0 0,80 4,08 5,72 6,97 8,04

Contoh Perhitungan 3
(Contoh perhitungan untuk menentukan formasi garis depresi pada
bendungan dengan inti miring).
1). Untuk zone inti kedap air

Gbr. 16

 Seperti tertera pada Gambar 7, lingkaran beradius (B+B’)/2


tergambar dengan titik D sebagai pusat lingkaran tersebut
dan titik E dapat diperoleh, sehingga garis depresi pada zone
kedap air bendungan merupakan garis busur CE.
2). Untuk zone sembarangan
 Elevasi titik E adalah titik tertinggi dimana air filtrasi mengalir
keluar dari zone kedap air dan harga y0 = 21,00 m (dengan
dasar pengukuran di tempat).
Dengan demikian harga h2 = (k1/k2)y0 = (1/12) x 21,00 = 1,05
m.
 Dengan menggunakan persamaan bentuk dasar parabola
depresi, maka ;
y  2.h2 .x  h22  2,10.x  1,10
dan diperoleh koordinat ;
x (m) -0,53 0 5 10 20 40
y (m) 0 1,05 3,41 4,70 6,57 9,23

5.2 Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (seepage flownet)


 Metode yang relevan dan cukup sederhana adalah metode
grafis yang diperkenalkan oleh Forchheimer (Forchheimer’s
diagram-atical solution).
 Beberapa hal penting dalam penggambaran jaring trayektori
aliran filtrasi:
- Trayektori aliran filtrasi dengan garis equi-potensial
berpotongan secara tegak lurus, sehingga akan membentuk
bidang-bidang yang mendekati bentuk-bentuk bujur sangkar.
- Jadi bila diperhatikan bentuk bidang ABCD (Gbr. 8) hanya
mendekati bentuk bujur sangkar, akan tetapi apabila dibagi-
bagi lagi menjadi bagian yang kecil, maka bentuk bujur
sangkarnya akan semakin nyata.
- Biasanya bidang-bidang yang terbentuk oleh pertolongan
trayektori aliran filtrasi dengan garis-garis equi-potensial
tersebut lebih mendekati bentuk-bentuk persegi panjang

Gbr. 17
Gbr. 18

Gbr. 19

5.3 Kapasitas Aliran Filtrasi


Kapasitas atau debit aliran filtrasi dapat ditentukan berdasarkan
jaringan trayektori (flownet) yang terjadi di dalam tubuh
bendungan dan pondasinya.
Sedangkan persamaan kapasitas aliran filtrasinya dirumuskan
sebagai berikut :
Qr = (Nf/Np) * K * H * B
dengan ,
Qr = Kapasitas aliran filtrasi (m3/det)
Nf = Jumlah trayektori aliran filtrasi
Np = Jumlah garis equipotensial
K = Koefisien permeabilitas (m/det)
H = Tinggi tekan air total (m)
B = Panjang dasar tubuh bendungan (m)
Dalam kaitan ini, kapasitas aliran filtrasi tidak boleh melebihi :
1. 0,05% dari “Gross storage capacyty”, atau
2. 1% dari limpasan tahunan rata-rata.

VI. ANALISIS KESTABILAN LERENG TERHADAP KELONGSORAN

Jebolnya suatu bendungan urugan biasanya dimulai dengan


terjadinya suatu gejala longsoran baik pada lereng udik maupun
lereng hilir bendungan tersebut akibat ketidakstabilan kedua
lereng tersebut. Oleh karenanya dalam pembangunan suatu
bendungan urugan, stabilitas lereng-lerengnya merupakan kunci
stabilitas bendungan secara keseluruhan.
Biasanya konstruksi tubuh bendungan urugan direncanakan pada
tingkat stabilitas dengan faktor keamanan 1,2 atau lebih, dengan
ditinjau berbagai kondisi yang dianggap kritis.
Beberapa kondisi yang dianggap paling tidak menguntungkan
pada sebuah bendungan urugan adalah :
a. Kondisi lembab segera setelah tubuh bendungan selesai
dibangun, dengan keadan air dalam waduk kosong.
b. Pada kondisi elevasi muka air waduk penuh, dimana bagian
bendungan yang terletak di atas garis depresi dalam kondisi
lembab, sedangkan bagian yang terletak di bawah garis depresi
dalam kondisi jenuh.
c. Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (rapid
draw down) elevasi muka air waduk, sehingga semua bagian
yang terletak di bagian yang terletak di bagian bawah garis
depresi dianggap jenuh.
Dalam analisis ini, perhitungan stabilitas lereng tubuh
bendungan dilakukan dengan memakai metode irisan bidang
luncur bundar (Circle Method and Circular Slip Surface), dimana
Faktor Keamanan (Fs) dari stabilitas suatu lereng dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
{c l + (N - U - Ne) tan 
Fs = ------------------------------------
 (T +To)
dengan ;
Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap
Irisan bidang luncur
=  * A * Cos 
Ne = Komponen vertikal beban seismis yang bekerja pada
Setiap irisan bidang luncur
= e *  * A * Sin 
e = koefisien gempa
= Gd /g
Gd = b1*(ac * z)*b2
g = percepatan gravitasi (= 980 cm/det2)
b1, ac, z, b2 = parameter yang tergantung dari kedudukan lokasi
proyek.
T = Beban komponen tangensial yang timbul dan berat setiap
Irisan bidang luncur
=  * A * Sin 
Te = Komponen beban seismis yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncur
= e *  * A * Cos 
U = Tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang
luncur
 = Sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar
setiap irisan bidang luncur
c = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan
bidang luncur
 = Berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
A = Luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
 = Sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang
luncur.
Secara teknis analisis stabilitas lereng ini dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem program “SB SLOPE”, PSLOPE, XSTABLE
atau yang lain.
Contoh pemodelan slope stability dengan STB2004.
Kondisi waduk kosong

Kondisi waduk penuh

Anda mungkin juga menyukai