Disusun oleh:
Anis Khuriyatun A1D020044
Alya Syahra Khairunnisa A1D020055
Roma Irmawan A1D020059
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga Makalah “Pengelolaan Air
Irigasi dan Drainase” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun
makalah ini kami susun sebagai bagian dari penilaian mata kuliah Pengelolaan Air
untuk Pertanian pendidikan Strata Satu (S1) pada jurusan Agroteknologi
Universitas Jenderal Soedirman.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena
itu, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen
pengampu mata kuliah Pengelolaan Air untuk Pertanian, serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini tentu tak luput dari kesalahan dan
kekurangan dalam penulisannya. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran demi perbaikan penulisan makalah kedepannya. Akhir kata, kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
PENUTUP ............................................................................................................. 19
A. Kesimpulan ............................................................................................. 19
B. Saran ....................................................................................................... 20
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
keperluan irigasi dan tambak sebesar 74,9 x 10 9 m 3 /tahun, sedangkan
pada tahun 2000 kebutuhan air untuk keperluan tersebut akan meningkat
91,5 x 10 9 m 3 /tahun dan pada tahun 2015 kebutuhan tersebut akan
meningkat menjadi sebesar 116,96 x 10 9 m 3 /Tahun. Berarti kebutuhan
sektor ini meningkat sebesar 10%/Tahun (1990-2000) dan antara Tahun
2000 dan 2015 meningkat sebesar 6,7%/Tahun (Anonim 1, 1991).
Sistem drainase adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
mengalirkan air dari suatu daerah atau daerah, termasuk air permukaan
(runoff) dan air tanah (groundwater). Semakin banyak penduduk di
Indonesia memberikan dampak berkurangnya lahan pertanian akibat
diubah menjadi pemukiman ataupun perumahan. Untuk itu sistem drainase
merupakan bagian penting pada suatu kawasan perumahan. Setelah
kawasan perumahan tertata dengan baik, maka harus dilakukan sistem
drainase untuk mengurangi atau menghilangkan kelebihan air pada suatu
kawasan atau lahan tertentu, agar tidak menimbulkan penumpukan air
yang akan merusak kegiatan masyarakat bahkan menimbulkan erosi tanah
sosial. Kerugian ekonomi terutama yang berkaitan dengan kesehatan
lingkungan warga.
Tanah dan tumbuhan memerlukan air yang optimum untuk
membantu proses organik di dalamnya. Kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi apabila teknik pemberian air pada tanaman atau disebut dengan
irigasi dan pengaliran air atau drainase terkelola dengan tepat sesuai
dengan kebutuhannya. Untuk itu dibuatlah makalah ini agar dapat
mengetahui bagaimana pengelolaan irigasi dan drainase yang baik dan
benar sehingga kebutuhan air pada tanaman dapat terpenuhi secara
optimum serta hasil pertanian pun memiliki nilai.
B. Rumusan Masalah
2
1. Apakah yang dimaksud dengan pengelolaan air irigasi dan drainase?
2. Bagaimana cara menghitung kebutuhan air irigasi agar tercukupi
secara optimum dan efisien?
3. Bagaimana teknik pengelolaan drainase yang baik dan efisien?
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Irigasi
Irigasi atau pengairan merupakan suatu usaha untuk memberikan
air untuk keperluan pertanian yang dilakukan secara tertib dan teratur
untuk daerah pertanian yang membutuhkan dan dibuang ke saluran
pembuang (Ambler, 1991). Irigasi secara umum sebagai kegiatan yang
berkaitan dengan usaha mendapatkan air untuk menunjang kegiatan
pertanian seperti ladang, sawah, ataupun perkebunan. Usaha tersebut
menyangkut pembuatan sarana dan prasarana irigasi yaitu berupa
bangunan dan jaringan saluran untuk membawa dan membagi air secara
teratur ke petak irigasi yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan
tanaman itu sendiri (Effendi Pasandara dan Donald C. Taylor, 2007).
Irigasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan memindahkan air
dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya dapat
dilakukan secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air. Secara garis
besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu tujuan
langsung dan tujuan tidak langsung. Tujuan langsung irigasi, yaitu untuk
membasahi tanah yang berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan
udara dalam tanah sehingga dapat dicapai suatu kondisi yang sesuai
dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada di tanah
tersebut, sedangkan tujuan tidak langsung yaitu untuk mengatur suhu dari
tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan pupuk
dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah,
meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya. Maka
dapat disimpulkan tujuan irigasi adalah suatu upaya rekayasa teknis
4
untuk penyediaan dan pengaturan air dalam menunjang proses produksi
pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
2. Jenis Irigasi
Terdapat beberapa jenis irigasi berdasarkan cara pemberian airnya
menurut Hansen (1986) antara lain yaitu:
a. Irigasi gravitasi (Gravitational Irrigation)
Irigasi gravitasi merupakan irigasi yang memanfaatkan gaya
tarik gravitasi untuk mengalirkan air dari sumber ke tempat yang
membutuhkan. Irigasi ini telah banyak digunakan di Indonesia, dan
irigasi ini dapat dibagi menjadi irigasi genangan liar, irigasi
genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
b. Irigasi bawah tanah (Sub Surface Irrigation)
Irigasi bawah tanah merupakan irigasi yang menyuplai air
langsung ke daerah perakaran tanaman yang membutuhkan melalui
aliran air tanah. Dengan demikian, tanaman yang diberi air lewat
permukaan namun dari bawah permukaan dengan mengatur muka air
tanah.
c. Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)
Irigasi siraman merupakan irigasi yang dilakukan dengan cara
meniru air hujan dimana penyiramannya dilakukan dengan cara
pengaliran air lewat pipa dengan tekanan (4–6 Atm) sehingga dapat
membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan cara ini
dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan
pengairan ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata, serta
dapat mengurangi kehilangan air disaluran karena air dikirim melalui
saluran tertutup.
d. Irigasi tetes (Trickler Irrigation)
Irigasi tetesan merupakan irigasi yang prinsipnya mirip dengan
irigasi siraman, akan tetapi pipa tersiernya dibuat melalui jalur
5
pohon dan tekanannya lebih kecil karena hanya menetes saja.
Keuntungan dari irigasi tetesan ini yaitu tidak ada aliran permukaan.
3. Pengertian Drainase
Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja „to drain‟ yang
berarti mengeringkan atau mengalirkan air, yaitu suatu terminologi yang
digunakan untuk menyatakan system-system yang berkaitan dengan
penanganan masalah kelebihan air, baik diatas maupun dibawah
permukaan tanah. Kelebihan air tersebut dapat disebabkan oleh intensitas
hujan yang tinggi atau akibat durasi hujan yang lama. Secara umum
drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha
untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaat
tertentu (Azwaruddin, 2016). Drainase merupakan suatu tindakan teknis
untuk mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan,
maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga
fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu. Menurut Moduto, dalam
jurnal Ainal Muttaqin (2011) Drainase memiliki banyak fungsi,
diantaranya yaitu dapat mengeringkan daerah becek dan genangan air,
mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan,
mengendalikan erosi, kerusakan jalan, dan kerusakan infrastruktur, dan
mengelola kualitas air.
4. Jenis Drainase
Menurut Hadi Hardjaja (2009) jenis drainase dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya
1) Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat
bangunan-bangunan penunjang, saluran ini terbentuk oleh
gerusan air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun
membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. Daerah-
6
daerah dengan drainase alamiah yang relatif bagus cenderung
membutuhkan perlindungan yang lebih sedikit dibandingkan
daerah-daerah rendah yang bertindak sebagai kolam penampung
bagi aliran dari daerah anak-anak sungai yang luas.
2) Drainase Buatan
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu
sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti
selokan pasangan batu, gorong-gorong, dan pipa-pipa.
7
2) Saluran Tertutup
Saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran
air kotor (air yang mengganggu kesehatan atau lingkungan) atau
untuk saluran yang terletak di tengah kota.
8
irigasi yang meliputi operasi dan pemeliharaan, pengamanan,
rehabilitasi, dan peningkatan irigasi dan drainase.
Pengelolaan irigasi dan drainase diselenggarakan dengan
mengutamakan kepentingan masyarakat petani serta juga dengan
menempatkan perkumpulan petani pemakai air sebagai pengambil
keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi
tanggung jawabnya (Hansen, 1986). Berdasarkan UU No. 7 tahun 2004
tentang sumber daya air dan PP nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi
menjelaskan tentang pembagian kewenangan pengelolaan jaringan
irigasi berdasarkan luasan areal persawahan yang dilayani oleh jaringan
irigasi sebagai berikut: luas areal sampai dengan 1000 Ha merupakan
kewenangan Pemerintah Kabupaten, luas areal 1000-3000 Ha
merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, luas areal diatas 3000 Ha
merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Undang-Undang nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa
pelaksanaan desentralisasi diberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah dengan prinsip pendekatan
pelayanan kepada masyarakat diberbagai bidang termasuk irigasi
(Hansen, 1986).
9
lengas, penyinaran matahari dan awan, kecepatan angin dan tekanan uap
air. Data iklim dipergunakan untuk memperkirakan besarnya penguapan
dari permukaan tanah dan tanaman (evaporation and transpiration).
Kebutuhan air irigasi di analisis berdasarkan kebutuhan air tanaman (di
lahan) dan kebutuhan air pada bangunan pengambilan (di bendung).
Banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing
daerah dan masing-masing musim adalah berlainan. Hal ini tergantung dari
beberapa faktor antara lain jenis tanaman, sifat tanah, keadaan tanah, cara
pemberian air, pengelolaan tanah, iklim, waktu tanam, kondisi saluran dan
bangunan, serta tujuan pemberian air.
Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau
waduk dan dialirkan melalui sistem jaringan irigasi untuk menjaga
keseimbangan air di lahan pertanian (Suhardjono, 1994). Menurut Dwi
(2006) dalam Susiloputri dan Farida (2011) ada dua macam pengertian
kebutuhan air menurut jenisnya, yaitu:
10
P = Perkolasi
Dimana:
= kebutuhan air irigasi (mm/hr)
= Efisiensi irigasi secara keseluruhan
2) Kebutuhan air irigasi untuk palawija
………................................................. (3)
Dimana:
= kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha)
= angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha
11
a. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan
Kebutuhan air selama masa penyiapan lahan adalah pekerjaan
sebelum tanah digunakan untuk menanam padi, maka tanah harus
disiapkan terlebih dahulu. Pekerjaan penyiapan lahan dilakukan agar
diperoleh tanah yang baik untuk penanaman, oleh karena itu
kebutuhan air selama penyiapan lahan harus diperhitungkan dengan
baik. Kebutuhan air untuk pengolahan atau penyiraman lahan
menentukan kebutuhan minimum air irigasi. Faktor-faktor yang
menentukan besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanah, yaitu
besarnya penjenuhan, lamanya pengolahan (periode pengolahan) dan
besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi. Untuk perhitungan
kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang
dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlsha (1968). Metode
tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt/ha selama
periode penyiapan lahan dan rumus dari perhitungan ini yaitu
sebagai berikut :
= ……………………………………..(5)
sedangkan,
𝑀 = 𝐸0+𝑃………………………………………(6)
dan
𝑘 ……………………………………… (7)
Dimana:
12
E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil 1, 1 et0 selama penyiapan
lahan.
P = Perkolasi, mm/hari.
13
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)
14
C. Teknik Pengelolaan Drainase
Dalam praktik irigasi, kelebihan air yang terjadi harus dibuang ke luar
areal irigasi. Hal itu dilakukan agar muka air tanah tidak naik sampai zone
perakaran dan merendam akar tanaman. Apabila akar tanaman terendam air,
maka pertumbuhan tanaman dapat terganggu, bahkan dapat terjadi
pembusukkan akar tanaman.
Drainase berasal dari bahasa inggris drainage yang memiliki arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum
drainase didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi
kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan
air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak
terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Oleh karena itu, drainase
menyangkut tidak hanya air permukaan tetapi juga air tanah (Suripin, 2004).
Menurut Moduto, dalam jurnal Ainal Muttaqin (2011), drainase
mempunyai banyak fungsi, di antaranya:
1) Mengeringkan daerah becek dan genangan air.
2) Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan.
3) Mengendalikan erosi, kerusakan jalan, dan kerusakan infrastruktur.
4) Mengelola kualitas air.
Drainase pada keadaan khusus terkadang memerlukan pemasangan pipa-
pipa di bawah permukaan tanah, dan sistem ini disebut drainase bawah tanah.
Sistem drainase yang umum dipakai pada usaha pertanian khususnya untuk
persawahan adalah sistem drainase permukaan, dengan pembuatan parit-parit
drainase serta mengalirkan kelebihan air dengan prinsip pengaliran pada
saluran terbuka. Menurut Sidhartha Karmawan, dalam jurnal Kusumo (2009),
suatu saluran pembuangan dibuat sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu, drainase bisa di bangun dalam berbagai macam
pola jaringan agar tercapai hasil yang optimal.
15
Dalam perencanaan sistem drainase, suatu kawasan atau wilayah harus
memperhatikan pola jaringan drainasenya. Pola jaringan drainase di suatu
kawasan atau wilayah tergantung dari topografi daerah dan tata guna lahan
kawasan tersebut. Teknik pengelolaan drainase yang baik dan efisien sangat
diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal. Hal tersebut akan sangat
mendukung pertumbuhan tanaman. Adapun tipe atau jenis pola jaringan
drainase sebagai berikut:
a) Jaringan Drainase Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi
dari pada sungai. Sungai sebagai pembuang akhir berada di tengah kota.
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
Gambar 3.2 Pola Jarinngan Drainase Paralel
Gambar 3.2 Pola Jaringan Drainase Paralel
16
c) Jaringan Drainase Grid Iron
Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
Saluran Cabang
Saluran Utama
Saluran Cabang
17
Gambar 3.5 Pola Jaringan Drainase Radial
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
19
manusia konsen/pemakai, iptek (riset dan informasi), serta manajemen
umum dan spesifikasi.
7. Dalam sistem irigasi perlu dilakukannya perhitungan kebutuhan air irigasi
yang bertujuan untuk menghitung dan memperkirakan berapa banyak air
yang dikonsumsi oleh tanaman diperlukan.
8. Drainase yang tepat bergantung pada topografi suatu kawasan. Suatu
kawasan memiliki tipe atau pola tersendiri yang sesuai agar tercipta
pengelolaan drainase yang baik dan efisien. Terdapat beberapa pola
jaringan drainase di antaranya pola jaringan drainase siku, jaringan
drainase paralel, jaringan drainase grid iron, jaringan drainase alamiah,
jaringan drainase radial, dan jaringan drainase jaring-jaring.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Jannata, J., Abdullah, S. H., & Priyati, A. (2015). Analisa Kinerja Pengelolaan
Irigasi Di Daerah Irigasi Lemor, Kabupaten Lombok Timur, Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 3(1),
112-121.
21