Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA


AIR (STS-4633)

OPTIMASI PADA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR DALAM


PENGENDALIAN BANJIR DAN KEKERINGAN

DOSEN PENGAMPU:
Eddy Nashrullah, S.T., M.T
NIP. 199107082022031005

Disusun Oleh:
KELOMPOK V

IBNU KAMAL FAHLEPI 2110811310014


MUHAMMAD RAFI RIANDI 2210811310012
NIKMATUL ULYA 2210811120036
REDHANI AHMAD 2210811310022

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK
SIPIL BANJARBARU
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat,
dan kelancaran-Nya sehingga sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Optimasi Pada Pengembangan Sumber Daya Air Dalam
Pengendalian Banjir Dan Kekeringan”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Sumber
Daya Air di Program Studi Teknik Sipil Fakultas Feknik pada Universitas
Lambung Mangkurat. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Eddy Nashrullah, S.T., M.T. selaku dosen pengampu dan
kepada semua teman kelompok yang telah aktif berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman kami. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun, demi kesempurnaan laporan lengkap ini. Akhir kata,
kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi
mereka yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya air dan penanggulangan
banjir serta kekeringan.

Banjarbaru, 26 April 2024

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1. Perkembangan Sumber Daya Air..............................................................3
2.2. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia......................................................3
2.3. Kondisi Sumber Daya Air di Indonesia.....................................................6
2.4. Pemanfaatan Sumber Daya Air Banjir dan Kekeringan...........................7
2.5. Tantangan Dalam Melakukan Penyediaan Air Baku................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
3.1. Kesimpulan..............................................................................................12
3.2. Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumber Daya Air merupakan salah satu unsur utama untuk kelangsungan
hidup manusia, disamping itu air juga mempunyai arti penting dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Air yang dibiarkan ke laut dan tidak
dimanfaatkan atau disimpan, akan hilang secara percuma tanpa dapat dirasakan
manfaatnya. Walaupun air kita jumpai di mana-mana namun kuantitas, kualitas
dan distibusinya (ruang dan waktu) sering tidak sesuai dengan keperluan.
Pengembangan sumber daya air merupakan salah satu aspek penting dalam
pengendalian bencana yang sering terjadi di Indonesia, seperti banjir dan
kekeringan. Banjir dan kekeringan adalah dua fenomena alam yang saling
berhubungan dan dapat memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat,
lingkungan, dan ekonomi. Pengelolaan sumber daya air yang terintegrasi dari hulu
sampai dengan hilir memiliki andil yang besar dalam penanganan risiko bencana
seperti banjir dan kekeringan.
Optimasi dalam pengembangan sumber daya air yang diambil untuk
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya air yang tersedia dengan tujuan
mengurangi risiko banjir dan kekeringan yaitu dengan pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang baik. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem
kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical system), sistem biologis
(biological systems) dan sistem manusia (human systems) yang saling terkait dan
berinteraksi satu sama lain. Tiap komponen dalam sistem/sub sistemnya memiliki
sifat yang khas dan keberadaannya berhubungan dengan komponen lain
membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Dengan demikian jika terdapat
gangguan atau ketidakseimbangan pada salah satu komponen maka akan memiliki
dampak berantai terhadap komponen lainnya.
Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan faktor-faktor
tang dapat mempengaruhi fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS). Diantara
komponen-komponen ini terdapat hubungan timbal balik (interaksi), sehingga
perubahan yang terjadi pada salah satu komponen dapat merubah komponen

1
lainnya. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik
antar sumber daya alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumber daya
manusia di Daerah Aliran Sungai dan segala aktivitasnta untuk mendapatkan
manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan
kelestarian ekosistem DAS.
Air yang berada di bumi melalui siklus hidrologi berproses menjadi air di
dalam tanah dan aliran permukaan, perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai
(DAS) sangat berpengaruh terhadap keberadaan air tanah dan air permukaan. Air
yang terpengaruh oleh kondisi DAS dalam isu kondisi DAS kritis, cenderung
berakibat menjadi lebih dominannya air hujan menjadi aliran permukaan
dibandingkan yang dapat masuk ke dalam tanah. Kondisi tersebut secara umum
berakibat pada kondisi air permukaan yang terlalu banyak di masa penghujan
menjadi banjir, dan menjadi kekurangan air pada musim kering.
Berkenaan dengan hal tersebut perlu di adakannya kegiatan pengabdian
masyarakat terkait pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut sehinggan
masyarakat tidak mengalami kekeringan dan banjir.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah optimasi pada pengembangan sumber daya air dalam
pengendalian banjir dan kekeringan dapat mencakup beberapa aspek yang perlu di
perhatikan. Masalah dapat dirumuskan yaitu, bagaimana cara kita untuk
melakukan optimalisasi pada pengembangan Sumber Daya Air (SDA) dalam
melakukan pengendalian banjir dan kekeringan sehingga diharapkan nantinya
apabila terjadi kelebihan air tidak akan mengalami bencana banjir serta saat
musim kemarau tidak mengalami kekeringan yang berkelanjutan.

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui bagaimana langkah yang tepat yang dapat diambil dalam melakukan
pengendalian banjir dan kekeringan sebagai tujuan guna melakukan optimalisasi
pada perkembangan Sumber Daya Air (SDA) di era sekarang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Sumber Daya Air


Dalam perkembangannya, air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang
makin langka dan relatif tidak ada sumber penggantinya. Meskipun Indonesia
termasuk 10 negara kaya air, namun dalam pemanfaatannya terdapat
permasalahan mendasar yang masih terjadi. Pertama, adanya variasi musim dan
ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian di
Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar biasa besar sehingga berakibat
terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya. Di sisi lain, pada
musim kering kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana di beberapa
wilayah lainnya. Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya jumlah
air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk
Indonesia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan air baku meningkat
secara drastis. Masalah kualitas air semakin mempersempit alternatif sumber-
sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Ketersediaan air sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu
factor penghambat pertumbuhan perekonomian suatu negara.

2.2. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia


Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter
kubik per tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat
dimanfaatkan, namun faktanya saat ini baru sekitar 23% yang sudah
termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20% yang dimanfaatkan tersebut digunakan
untuk memenuhi kebutuhan air baku rumah tangga, kota dan industri, 80%
lainnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi. Sebagian air hujan yang
jatuh ke permukaan tanah akan masuk ke dalam cekungan-cekungan air tanah
yang potensinya mencapai lebih dari 308 milyar meter kubik. Potensi volume
cekungan air tanah terbesar berada di Sumatera yaitu sebesar 110 milyar meter
kubik.

3
Tabel 2.1 Potensi Cekungan Air Tanah
Cekungan
No. Pulau Jumlah Luas (km2) Volume (Juta m3)
1 Sumatera 65 270,656 109,926
2 Jawa 80 80,936 41,334
3 Kalimantan 22 209,971 68,473
4 Bali 8 4,381 1,598
5 Nusa Tenggara 47 41,425 10,139
6 Sulawesi 91 37,768 20,244
7 Maluku 68 25,830 13,174
8 Papua 16 52,662 43,400
Total 397 723,629 308,288
Sumber: Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008, Kementerian Lingkungan Hidup.
Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang sebagian besar di
antaranya memiliki kapasitas tampung yang kurang memadai sehingga tidak
bisa terhindar dari bencana alam banjir, Sungai-sungai di Indonesia tersebut
dikelompokkan menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang terdiri dari 13 WS
kewenangan kabupaten, 51 WS kewenangan propinsi, dan 69 WS pusat
yang berlokasi di lintas propinsi, lintas negara, dan sungai strategis nasional.
Jika dilihat lebih dalam dari aspek hidrologisnya, kondisi sungai-sungai
induk sangat bervariasi dari kondisi baik, sedang hingga buruk sebagaimana
dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Tabel 2.2 di bawah
ini:
Tabel 2.2 Volume Sungai dan Kondisi Hidrologisbeberapa Sungai Tahun
2006
Provinsi/ Luas DAS Volume Kondisi
Induk Lokasi
Sungai (km2) (106 m3) Hidrologis
Sumatera Utara
Barimun Seroja, Labuhan Batu 6.781,00 5.606,00 Baik
Bingei Binjai, Langkat 1.621,30 789,30 Baik
Asahan Asahan, Pulau Rakyat, Pulau Raja 4.669,40 2.355,00 Baik
Sumatera Barat
Batang
Lima Puluh Koto, Payahkumbuh 1.421,00 1.705,00 Buruk
Kuantan
Riau
S. Rokan Lubuk Bendahara, Kampar 4.848,00 4.383,00 Sedang
S. Siak Pantai Cermin, Siak Hulu, Kampar 1.716,00 1.966,00 Baik
Batang
Kampar Lipat Kain, Kampar 3.431,00 6.017,00 Baik
Batang Lbk Ambacang, Kuantan
7.464,00 6.767,00 Sedang
Kuantan
Jambi
S.
Batanghari Batang Hari, Jambu 8.704,00 51.091,00 Baik

4
Sumatera Selatan
S. Musi Sungai Rotan, Gelumpang, Muara
Enim 6.990,00 7.974,00 Baik
Lampung
Way Seputih Buyut Udik, Lampung Tengah 1.648,00 584,40 Buruk
Way Pujo Rahayu, Gedong
1.696,00 1.275,00 Buruk
Sekampung Tataan,Lampung Selatan
Jawa Barat
S.Cimanuk Kertasemaya, Indramayu 3.305,00 7.195,00 Baik
Jawa Tengah
S. Pemali Brebes, Brebes 1.250,00 1.937,00 Buruk
S. B. Solo Jebres, Jebres, Surakarta 3.206,70 2.510,00 Buruk
S. Serayu Kedunguter, Banyumas, Banyumas 2.631,30 3.479,00 Sedang
D I Yogyakarta
S. Progo Duwet, Kalibawang, Kulon Progo 1.712,30 1.205,20 Buruk
Jawa
Timur
B. Solo Lamongan 17.300,00 9.056,00 Baik
Banten
S. Cisadane Sukasari, Babakan, Tangerang 1.146,00 2.645,00 Buruk
S. Ciujung Cidoro Lebak, Rangkasbitung, 1.363,90 1.646,00
Lebak Buruk
Kalimantan Barat
S. Kapuas Manggu, Ngabang, Pontianak 3.710,00 9.498,00 Baik
Kalimantan Tengah
S. Barito Dusun Tengah, Barito Selatan 1.531,00 237,80 Buruk
S. Kapuas Kapuas, Kapuas 4.741,00 14.766,00 Sedang
S. Kahayan Kurun, Gunung Mas 5.591,00 11.535,00 Baik
S. Katingan Kasongan, Barito 4.741,00 32.732,00 Sedang
S. Mentaya Mentaya, Kotawaringin Timur 4.765,90 8.019,00 Baik
S. Arut, Kotawaringin 1.968,00
Lamandau 3.676,00 Buruk
Sulawesi Tengah
S. Palu Palu Selatan, Palu 3.062,00 910,20 Sedang
Sulawesi Selatan
S.
Rongkong Ampana,. Sadang, Luwu 1.030,00 1.001,00 Sedang
S. Cinranae Madukeling, Sengkang, Wajo 6.437,00 3.583,00 Buruk
S. Walanae Mong, Mario Riwano, Soppeng 2.680,00 2.095,00 Buruk
S. Sadang Kabere, Cendana, Enrekang 5.760,00 2.756,00 Sedang
Sulawesi Tenggara
L. Roraya Lainea, Konawe Selatan 1.747,00 482,50 Buruk
Sumber : (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009)

Untuk meningkatkan manfaat dan ketersediaan air, maka dibangun


bendungan yang hingga saat ini telah mencapai 235 buah. Berdasarkan
klasifikasi menurut ketinggian dan volume tampungan, bendungan
dibedakan menjadi:
1) bendungan dengan ketinggian lebih dari atau sama dengan 15 meter
dengan volume lebih besar dariatau sama dengan 100.000 m3 (sebanyak
100 buah).
5
2) bendungan dengan ketinggian kurang dari 15 meter dengan volume
lebih besar dari atau sama dengan 500.000 m3 (sebanyak 135 buah).
(Kementerian PPN/Bappenas, Infrastruktur Indonesia, 2003)

2.3. Kondisi Sumber Daya Air di Indonesia


Masalah air di Indonesia ditandai dengan kondisi lingkungan yang
makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air.
Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya
dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang tak
terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar.
Gambar 4 di bawah menggambarkan perubahan penutupan hutan dan lahan
yang terjadi antara tahun 1992 dan tahun 2003.

(Sumber : Deputi SDA-LH, Bappenas (2008); Kementerian Kehutanan)

6
Fenomena ini telah menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk
menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin
meningkat, demikian juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan
pendangkalan di waduk dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan
pengalirannya. Diprediksi dari perbandingan aliran maksimum dan minimum
sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya. Keadaan ini
diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan bahan galian
golongan C di berbagai sungai yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan
fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai. (Kementerian PPN/Bappenas,
Infrastruktur Indonesia, 2003)

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi Air


Penyebab / Sumber banjir yang terjadi pada suatu wilayah disebabkan oleh
hal - hal sebagai berikut :
1. Berkurangnya kapasitas tampungan sungai akibat pendangkalan. Banjir
terjadi karena berkurangnya luas profil pengaliran sungai akibat sudah sangat
dangkalnya dasarsungai oleh pengendapan bahan-bahan padat yang terbawa
oleh air yang berasal dari erosi, longsorantebing sungai, bahan- bahan letusan
gunung, sampah, bangunan-bangunan ilegal di sekitar sungai, danpengaruh
lainnya.
2. Penyempitan alur sungai Selain pendangkalan karena sampah, alur sungai
juga banyak mengalami penyempitan akibat bangunanilegal seperti rumah-
rumah penduduk, maupun bangunan-bangunan silang yang dibuat
tanpamemperhatikan kaidah hidraulika aliran sungai (A. Suhud, 2004 : 83 -
84).Bangunan silang yang terdapat di Kota Bandung, Khususnya di Kawasan
Gedebage antara lain berupa jembatan jalan raya, jembatan kereta api,
jembatan utilitas (PDAM, PLN, gas, & Telkom) memiliki gelagaryang
menyentuh permukaan air sungai dan kurang memperhatikan prediksi banjir
sehingga dapatmengganggu aliran terutama pada saat debit aliran sungai
tinggi.
3. Kegiatan investasi di wilayah resapan (hulu DAS). Meningkatnya investasi
berupa pembangunan pada berbagai segmen DAS karena kebutuhan akan
lahan baru (pemukiman, dan fasilitas publik) juga disinyalir merupakan
7
penyebab banjir.
2.5. Optimasi Sumber Daya Air dalam Pengendalian Banjir dan Kekeringan
Optimalisasi pemanfaatan air merupakan bagian penting dari pengelolaan
sumber daya air karena akan menentukan produktivitas air. Optimalisasi
pemanfaatan air, dilakukan dari mulai hulu DAS sampai hilir untuk dirubah
menjadi bahan pangan atau produk pertanian. Tahap awal optimalisasi
pemanfaatan sumber daya air dimulai dari bagian hulu DAS, air yang tersedia
dimanfaatkan dengan membangun infrastruktur air berupa dam parit yang
berfungsi menampung dan mendistribusikan air ke lahan pertanian melalui saluran
terbuka/tertutup. Tahap selanjutnya, dibagian bawahnya dibangun lagi
infrastruktur air berupa dam parit atau embung yang berfungsi menampung dan
mendistribusikan air ke lahan pertanian yang berada lebih bawah dari lahan
pertanian tahap awal. Selanjutnya, air dimanfaatkan terus menerus dan air sisa
yang tidak dimanfaatkan untuk irigasi hanya tinggal sedikit, cukup untuk menjaga
kelestarian ekosistem sungai.
Dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan, penggunaan air untuk
berbagai sektor agar dilakukan secara efisien. Air yang dialokasikan untuk
lingkungan agar direncanakan dengan tepat dan dikirimkan secara efektif dan
adaptif, agar air dapat berkontribusi untuk berbagai manfaat lingkungan, sosial
dan ekonomi. Pelaksanaan pengelolaa air secara efektif untuk lingkungan
membutuhkan identifikasi persyaratan air spesifik untuk pemeliharaan sistem agar
tetap terpelihara secara baik/sehat. Tujuan mengalokasikan air ke lingkungan
adalah untuk menjaga sistem tetap baik/sehat dengan membatasi abstraksi air.
Karena bila proporsi yang lebih besar dari sistem sumber daya air diabstraksikan
dan dikonsumsi lebih besar untuk sector pertanian, industri, dan domestik, maka
akan semakin sedikit air yang tersedia untuk lingkungan (Australian Aid 2018).
Embung merupakan bangunan persungaian yang berfungsi sebagai
pengendali banjir, dengan cara menampung air dan melepaskan kembali setelah
puncak banjir lewat. Desain fisik embung identik dengan bendungan, namun
dengan batasan tinggi maksimum 15 m, dan kapasitas tampungan kurang dari
500,000 m3. Embung pada umumnya dibangun di bagian hulu atau anak sungai,
yang berfungsi juga sebagai pengontrol transportai sedimen. Pada beberapa lokasi,

8
embung difungsikan juga sebagai penyedia cadangan air dan pengendali banjir.
Embung terdiri dari tubuh embung, sistem penampung air, system pengelak
banjir, sistem pengambilan air. Material pembentuk tubuh embung, dapat dipilih
berupa urugan tanah atau pasangan batu kali, atau beton. Pemilihan material
tersebut dilakukan dengan pertimbangan: keberadaan material, dan lebar sungai.
Ketersediaan material berpengaruh terhadap biaya konstruksi, sedangkan lebar
sungai berpengaruh terhadap kebutuhan lebar spillway. Sungai yang relative
sempit akan habis untuk alokasi spillway. Dengan demikian, akan lebih tepat jika
digunakan material pasangan batu kali atau beton.
Dalam perencanaan suatu embung/ bendungan, harus direncakan sistem
penyaluran kelebihan air ke hilir . Fungsi utama bangunan pelimpah (spillway)
pada sebuah waduk adalah untuk melepaskan kelebihan air atau air banjir yang
tidak dapat lagi ditampung oleh waduk. Spillway harus memiliki kapasitas untuk
mengalirkan banjir besar tanpa merusak bendungan ataupun bangunan-bangunan
pelengkap lainnya. Spillway juga harus mampu menjaga muka air waduk tetap di
bawah tinggi maksimum yang ditetapkan. Kapasitas sistem penyalur banjir
besarnya tergantung pada desain banjir rencana pelimpah itu, kapasitas pengaliran
dari bangunan pelepasan, dan simpanan yang tersedia.
Pemanenan air (water harvesting) adalah tindakan menampung air hujan dan
aliran permukaan untuk disalurkan ke tempat penampungan sementara dan atau
tetap (permanen) yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mengairi tanaman
yang diusahakan pada saat diperlukan. Teknologi panen air selain berfungsi
menyediakan sumber air irigasi pada MK dapat pula berfungsi mengurangi banjir
pada MH. Panen air hujan dan aliran permukaan ditujukan untuk, menurunkan
volume aliran permukaan dan meningkatkan cadangan air tanah, meningkatkan
ketersediaan air tanaman terutama pada MK, dan mengurangi kecepatan aliran
permukaan sehingga daya kikis dan daya angkutnya menurun.
Teknologi pemanenan air sangat bermanfaat untuk lahan yang tidak
memiliki jaringan irigasi atau sumber air bawah permukaan tanah (groundwater).
Selain dapat dimanfaatkan untuk pengairan, air yang tertampung dapat juga
digunakan untuk pemeliharaan ikan, keperluan rumah tangga, dan minum ternak
terutama pada MK.

9
Penerapan teknologi pemanenan air dapat memberikan beberapa
keuntungan, antara lain meningkatkan ketersediaan air bagi manusia, tanaman dan
ternak, meningkatkan intensitas tanam, produksi, pendapatan petani, dan
produktivitas tenaga kerja petani, mengurangi dan mencegah bahaya banjir dan
sedimentasi, dan menampung hasil sedimentasi yang dapat dikembalikan ke lahan
usaha tani. Sedangkan kerugian dalam menerapkan teknologi ini adalah
memerlukan tenaga kerja dan biaya untuk pembangunan serta pemeliharaan rutin,
mengurangi luas lahan budi daya karena Sebagian digunakan untuk pembuatan
bangunan, dan memerlukan kerjasama di antara petani untuk pembuatan
bangunan dan saluran pembuangan air (SPA).
2.6 Pemanfaatan Sumberdaya Air, Banjir dan Kekeringan

Banjir dan kekeringan merupakan fenomena alam yang akan menyebabkan


fluktuasi produksi pertanian yang dihasilkan. Musim hujan disertai La-Nina, akan
menyebabkan kelebihan air atau banjir yang menyebabkan produksi pertanian
menurun. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagai hadirnya air di
suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Banjir
merupakan suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan
bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi terlihat bahwa volume air
yang mengalir di permukaan bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan,
dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Kekeringan adalah merupakan salah satu bencana yang sulit dicegah dan
datang berulang. Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air
yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan
ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan di suatu daerah bisa menjadi
kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut. Di Indonesia pada
setiap musim kemarau hampir selalu terjadi kekeringan pada tanaman pangan
dengan intensitas dan luas daerah yang berbeda tiap tahunnya.Kekeringan
merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak penyimpangan iklim
global seperti El Nino dan Osilasi Selatan.
Pemanfaatan air permukaan baik air sungai, danau, atau rawa air tawar
untuk irigasi tanaman dilakukan secara sederhana, dialirkan secara gravitasi atau
menggunakan pompa. Pada dasarnya, kondisi air permukaan tidak tetap, selalu
10
berubah-ubah tergantung lokasi dan iklim setempat. Dinamika jumlah air yang
tersedia dalam satuan waktu ini menjadi hal yang sangat penting. Dalam budi
daya pertanian, keberadaan air dalam jumlah yang cukup harus dapat memenuhi
kebutuhan air tanaman ketika diperlukan, Jika timing dan posisinya tidak sesuai
maka akan terjadi defisit air dalam pertanian dan tanaman akan mengalami
kekeringan yang pada akhirnya akan mengalami puso (gagal panen). Demikian
juga sebaliknya, jumlah air yang banyak dalam waktu tertentu akan menyebabkan
banjir pada lahan pertanian maupun lingkungan lainnya. Pemanfaatan air aliran
sungai bawah tanah dilakukan dengan bantuan teknologi yang dapat mengangkat
atau mengeksploitasi menjadi sumberdaya air yang tersedia. Air tanah memiliki
kapasitas penyimpanan yang jauh lebih besar dari perairan permukaan. Namun
demikian penggunaan secara belebihan di area pantai dapat menyebabkan
mengalirnya air laut menuju sistem air tanah, menyebabkan air tanah dan tanah di
atasnya menjadi asin karena intrusi air laut.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Optimasi Sumberdaya Air dalam Pengendalian Banjir dan Kekeringan
Optimalisasi pemanfaatan air merupakan bagian penting dari pengelolaan sumber
daya air karena akan menentukan produktivitas air. Tahap awal optimalisasi
pemanfaatan sumber daya air dimulai dari bagian hulu DAS, air yang tersedia
dimanfaatkan dengan membangun infrastruktur air berupa dam parit yang
berfungsi menampung dan mendistribusikan air ke lahan pertanian melalui saluran
terbuka/tertutup. Air yang dialokasikan untuk lingkungan agar direncanakan
dengan tepat dan dikirimkan secara efektif dan adaptif, agar air dapat
berkontribusi untuk berbagai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi.
3.1. Saran
Diharapkan agar setiap masyarakat dapat selalu menjaga lingkungan dan
dapat menerapkan semua anjuran yang telah diberikan pemerintah agar tercipta
lingkungan yang aman dari banjir dan kekeringan

12
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Lingkungan Hidup. (2009). Status Lingkungan Hidup Indonesia


2008. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.

Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. (2006). Laporan Akhir Buku 1


Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air Untuk Mengatasi Banjir
Dan Kekeringan di Pulau Jawa. Jakarta: Direktorat Pengairan dan Irigasi
Bappenas.

Kim, T. H. (2009). Eco efficient Water Infrastructure in Indonesia. Presented in


the Workshop on Eco‐Efficient Concept Development. Jakarta: Dit.
Pengairan dan Irigasi, Bappenas.

Samekto, S., dan Ewin, S. W. (2016). Potensi Sumber Daya Air di Indonesia.
Conference Pape.

13

Anda mungkin juga menyukai