Anda di halaman 1dari 15

OPTIMASI PADA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR DALAM

PENGENDALIAN BANJIR DAN KEKERINGAN

DOSEN PENGAMPU :
EDDY NASHRULLAH, S.T., M.T.
NIP. 199107082022031005

DISUSUN OLEH :
JOAN ANTHONI FERNANDA 2110811110004
SITI KHOLISAH 2110811120014
MUHAMMAD ANDRIAN 2110811310046
EDWIN C.SIGIRO 2110811210026

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL

BANJARBARU

2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah berjudul "Optimasi pada Pengembangan Sumber Daya Air dalam
Pengendalian Banjir dan Kekeringan"ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengembangan Sumber Daya Air.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya optimasi dalam
pengembangan sumber daya air sebagai upaya dalam mengendalikan banjir dan
kekeringan. Kami akan membahas konsep-konsep dasar mengenai optimasi sumber
daya air, termasuk pemodelan matematika, algoritma, dan teknik yang dapat digunakan
dalam merencanakan dan mengelola sumber daya air secara efisien.
Saya berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi
pembaca, terutama bagi mereka yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya air dan
penanggulangan banjir serta kekeringan. Kami juga berharap bahwa makalah ini dapat
mendorong upaya lebih lanjut dalam penelitian dan pengembangan di bidang ini,
sehingga kita dapat mencapai keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya air dan
mengurangi dampak negatif dari banjir dan kekeringan.
Akhir kata, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menjadi sumber inspirasi dalam upaya kita bersama dalam
menghadapi tantangan pengendalian banjir dan kekeringan.

Banjarbaru, 21 Mei 2023

KELOMPOK 4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan sumber daya air merupakan aspek penting dalam


pengendalian banjir dan kekeringan. Banjir dan kekeringan adalah dua fenomena
alam yang saling berhubungan dan dapat memiliki dampak yang merugikan bagi
masyarakat, lingkungan, dan ekonomi.

Optimasi dalam pengembangan sumber daya air adalah langkah-langkah yang


diambil untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya air yang tersedia dengan
tujuan mengurangi risiko banjir dan kekeringan. Beberapa latar belakang mengapa
optimasi ini perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan populasi: Dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan


akan air meningkat baik untuk kebutuhan domestik, pertanian, industri, dan
sektor lainnya. Optimasi pengembangan sumber daya air diperlukan untuk
memastikan pasokan air yang memadai untuk memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat ini.
2. Perubahan iklim: Perubahan iklim telah mengakibatkan pola curah hujan yang
tidak teratur dan ekstrem. Hal ini menyebabkan peningkatan risiko banjir dan
kekeringan. Dalam menghadapi perubahan iklim, optimasi pengembangan
sumber daya air menjadi penting untuk mengelola air secara efisien dan efektif.
3. Keterbatasan sumber daya air: Sumber daya air tidak terbatas, dan dalam
beberapa wilayah, pasokan air dapat menjadi terbatas. Dalam konteks ini,
optimasi pengembangan sumber daya air membantu mengidentifikasi solusi yang
terbaik untuk memanfaatkan sumber daya air yang ada secara optimal.
4. Dampak lingkungan: Pengembangan sumber daya air juga harus
mempertimbangkan dampaknya pada lingkungan. Dalam mengoptimalkan
pengembangan sumber daya air, perlu dipertimbangkan perlindungan ekosistem
air, pemeliharaan kualitas air, dan perlindungan satwa liar.
5. Efisiensi penggunaan air: Optimasi pengembangan sumber daya air juga berfokus
pada meningkatkan efisiensi penggunaan air. Hal ini dapat mencakup
penggunaan teknologi yang lebih efisien, pengelolaan sistem irigasi yang baik,
dan kesadaran publik tentang pentingnya penggunaan air yang bijaksana.

Dalam pengendalian banjir dan kekeringan, optimasi pengembangan sumber


daya air membantu mencapai keseimbangan antara kebutuhan air yang beragam,
perlindungan lingkungan, dan pengurangan risiko bencana alam. Melalui pendekatan
yang terintegrasi dan berkelanjutan, optimasi ini dapat memberikan manfaat jangka
panjang bagi masyarakat dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah optimasi pada pengembangan sumber daya air dalam


pengendalian banjir dan kekeringan dapat mencakup beberapa aspek yang perlu
diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa rumusan masalah yang mungkin relevan:

1. Penentuan alokasi optimal sumber daya air: Bagaimana mengalokasikan sumber


daya air dengan efisien agar dapat mengatasi banjir dan kekeringan dengan
sebaik-baiknya? Bagaimana cara mengoptimalkan alokasi sumber daya air yang
tersedia antara penggunaan untuk irigasi, pemenuhan kebutuhan air domestik,
industri, dan lingkungan, serta kebutuhan untuk pengendalian banjir?
2. Pemodelan sistem pengendalian banjir dan kekeringan: Bagaimana membuat
model yang akurat untuk menggambarkan perilaku sumber daya air dalam
menghadapi banjir dan kekeringan? Bagaimana mengintegrasikan variabel-
variabel penting seperti curah hujan, tingkat air, penggunaan sumber daya air, dan
faktor lingkungan dalam model tersebut?

Rumusan masalah ini akan memberikan landasan untuk mengembangkan


pendekatan optimasi yang komprehensif dalam pengembangan sumber daya air untuk
pengendalian banjir dan kekeringan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu Sistem kompleks yang


dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan
sistem manusia (human systems) yang saling terkait dan berinteraksi satu sama lain.
Tiap komponen dalam sistem/sub sistemnya memiliki sifat yang khas dan
keberadaannya berhubungan dengan komponen lain membentuk kesatuan sistem
ekologis (ekosistem). Dengan demikian jika terdapat gangguan atau
ketidakseimbangan pada salah satu komponen maka akan memiliki dampak berantai
terhadap komponen lainnya.

Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan factor-faktor


yang dapat mempengaruhi fungsi daerah aliran sungai (DAS). Diantara komponen-
komponen ini terdapat hubungan timbal balik (interaksi), sehingga perubahan yang
terjadi pada salah satu komponen dapat merubah komponen lainnya. Pengelolaan
DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam
terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumberdaya manusia di Daerah Aliran Sungai
dan segala aktivitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa lingkungan
bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.

Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau
optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta
praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci
(ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik
pengeluaran (outlet) DAS. Jadi salah satu karakteristik suatu DAS adalah adanya
keterkaitan biofisik antara daerah hulu dengan daerah hilir melalui daur hidrologi
(Dephut, 2008). Besarnya fluktuasi debit sungai dan sedimentasi merupakan cerminan
dari pola penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan yakni besarnya curah hujan,
luas daerah pengaliran (luas DAS), koefisien bentuk sungai dan sebagainya.
(Susetyaningsih.2012).

Pemanfaatan sumberdaya air dapat dikategorikan ke dalam pemanfaatan secara


konsumtif maupun non-konsumtif. Air dikatakan digunakan secara konsumtif jika air
setelah penggunaannya, air menjadi tidak tersedia lagi untuk penggunaan lainnya.
Seperti air irigasi untuk tanaman, pemanfaatan air irigasi dalam pertanian akan habis
diserap oleh tanaman, dan sebagian lagi akan menguap dan diserap ke dalam tanah
serta penyerapan oleh tanaman dan hewan ternak terjadi dalam jumlah yang cukup
besar. Jika air yang digunakan tidak mengalami kehilangan serta dapat dikembalikan
ke dalam sistem perairan permukaan (setelah diolah jika air berbentuk limbah), maka
air dikatakan digunakan secara non-konsumtif dan dapat digunakan kembali untuk
keperluan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Banjir dan kekeringan merupakan fenomena alam yang akan menyebabkan


fluktuasi produksi pertanian yang dihasilkan. Musim hujan disertai LaNina, akan
menyebabkan kelebihan air atau banjir yang menyebabkan produksi pertanian
menurun. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagai hadirnya air di suatu
kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Banjir merupakan
suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan bumi yang
bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi terlihat bahwa volume air yang mengalir di
permukaan bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan
air ke dalam tanah. Secara keseluruhan, penyebab terjadinya banjir ditinjau dari aspek
hidrologi dan hidrolika antara lain adalah:

1. Penurunan kualitas DAS bagian hulu karena adanya perubahan penataan lahan
yang mengakibatkan erosi dan koefisien aliran air menjadi tinggi.
2. Urbanisasi yang mengurangi daerah penyerapan air dan meningkatkan koefisien
aliran air.
3. Intensitas curah hujan yang besar.
4. Pengurangan daerah tampungan, seperti kerusakan situ, danau dll.
5. Bangunan pengendali banjir tidak memadai akibat pemeliharaan yang buruk.
6. Kapasitas alir dan tampung sungai menurun akibat sedimentasi dan sampah.
7. Infrastruktur pada badan air akan menurunkan kapasitas alir sungai.

Dalam menghadapi kelangkaan sumberdaya air, diperlukan pengelolaan air


yang tepat dengan mengimplementasikan optimalisasi penggunaan air. Artinya,
melakukan eksplorasi ketersediaan air, pendistribusian yang efisien dan efektif serta
irigasi hemat air untuk tanaman. Hasil penelitian Heryani et al. (2013) pada lahan
kering dan lahan tadah hujan di Desa Limampocoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan, menunjukkan bahwa lahan yang biasa mengalami
kekeringan pada musim kemarau dan kebanjiran pada musim hujan dapat
ditingkatkan indeks pertanamannya dari 100 menjadi 250. Peningkatan indeks
pertanaman ini karena air tersedia hasil eksplorasi dari bagian hulu dialirkan ke lahan
pertanian, sehingga tanam ke-2 bisa dilakukan.( Sutrisno.2019).

Fenomena banjir dan kekeringan yang melanda seluruh wilayah Indonesia


beberapa tahun terakhir ini merupakan salah satu akibat dari alih guna lahan hutan
menjadi non hutan (pertanian, pemukiman, industri, dll.) di daerah aliran sungai
(DAS). Alih guna lahan hutan menjadi non hutan berlangsung seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk.

Rendahnya kapasitas infiltrasi DAS akan meningkatkan aliran permukaan,


dan mengindikasikan ancaman banjir dimusim hujan. Arus urbanisasi penduduk terus
meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk pertanian
maupun pemukiman juga meningkat. Hal ini telah mendorong alih guna lahan hutan
terutama di wilayah DAS menjadi pemukiman dan penggunaan lainnya ikut
meningkat. Hal ini berakibat pada kerusakan lahan, ancaman banjir dan kekeringan,
erosi, rusaknya sistem hidrologi DAS, dan sumberdaya air di wilayah DAS terancam
kering. Dampak ikutannya adalah kebutuhan air baku yang bersumber dari wilayah
DAS menjadi terbatas. Upaya pengelolaan sumber daya alam pulau-pulau kecil
seperti pulau Ambon, diperlukan kewaspadaan tinggi, karena eksploitasi sumber daya
alam yang berlebihan akan berdampak pada kepunahan sumber daya hayati endemik
lokal, dan ancaman terhadap sumber daya air yang awalnya sudah terbatas, sebagai
salah satu penciri utama pulau-pulau kecil.( Jacob.2013).

Air sendiri terdapat beberapa jenis, ada air hujan, air sungai, air laut dan air
tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah
permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang
keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas
serta pemulihannya sulit dilakukan.

Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang
sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku
air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri.
Dibeberapa daerah, ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ±
70%.

Selain karena terjadinya kemarau yang berkepanjangan kerusakan sumber


daya air tidak dapat dipisahkan dari kerusakan di sekitarnya seperti kerusakan lahan,
vegetasi dan tekanan penduduk. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dalam
memengaruhi ketersediaan sumber air. Kondisi tersebut diatas tentu saja perlu
dicermati secara dini, agar tidak menimbulkan kerusakan air tanah di kawasan
sekitarnya. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan adalah:

1. Pertumbuhan industri yang pesat di suatu kawasan disertai dengan pertumbuhan


pemukiman penduduk akan menimbulkan kecenderungan kenaikan permintaan
air tanah.
2. Pemakaian air beragam sehingga berbeda dalam kepentingan, maksud serta cara
memperoleh sumber air.
3. Perlu perubahan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung boros dalam
pengggunaan air serta melalaikan unsur konservasi.
(WIDHIASTUTI.2017).
Dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat
kerusakan berat. Aspek penduduk antara lain korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan
penduduk terisolasi, sekolah terpaksa diliburkan. Aspek pemerintahan antara lain
kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan
terganggunya pelayanan masyarakat. Aspek ekonomi antara lain hilangnya mata
pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta
benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat. Aspek Sarana /Prasarana
antara lain kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung
perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan
jaringan komunikasi. Aspek lingkungan antara lain kerusakan eko-sistem, obyek
wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan
irigasi. Dari sisi lain kebutuhan air bagi sumber kehidupan manusia merupakan
dilema di mana pada waktu tertentu terjadi kekurangan air sehingga fenomena ini
berbanding terbalik dengan kondisi banjir, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan
sumber daya air demi menjamin ketersediaan dan kelestarian sumber daya air.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang


unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta
sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di
beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat
kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya
yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin
menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan
sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya
dalam menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir
demikian besarnya. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian
hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di
banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan
bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan
tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan
(institutional arrangement). Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan
tidak adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-masing
berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang. Sulitnya
koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi daerah
dalam pemerintahan dan pembangunan di mana daerah berlomba memacu
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya
alam yang ada. Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi
sangat komplek pada DAS yang lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh
karena itu, dalam rangka memperbaiki kinerja pembangunan dalam DAS maka perlu
dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu. (Wesli.2021).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mengoptimalkan alokasi sumber daya air

Alokasi air merupakan rangkaian tindakan yang diperlukan untuk mengatur


jatah/kuota jumlah dan mutu air yang sesuai dengan hak yang dijamin oleh negara.
Keperluan pokok hidup sehari-hari dan usaha pertanian rakyat di dalam sistem irigasi
merupakan prioritas utama, serta hak para pengguna air lainnya yang diperoleh
berdasarkan perizinan penggunaan air, dimana telah ditetapkan jumlah/volume air yang
boleh diambil dari suatu jaringan sumber air yang sesuai dengan jenis penggunaan air,
upaya agar senantiasa dapat memenuhi air untuk suatu keperluan usaha. Dengan
pengalokasian air tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran yang
dapat mengakibatkan gangguan terhadap hak asasi orang atau pihak lain. Untuk
mengoptimalkan alokasi air di perlukan kesadaran dari masyarakat karena Alokasi air
yang efektif memerlukan pendekatan kebijakan dan peraturan, strategi pengelolaan,
dan kapasitas kelembagaan. Kebijakan dan peraturan merupakan kerangka hukum
untuk alokasi air. Strategi pengelolaan merupakan rencana, perangkat, metodologi,
proses.
Adapun kapasitas kelembagaan merupakan kemampuan organisasi dan
pemilik kepentingan dalam membentuk kebijakan dan strategi. Selain itu untuk
mencegah terjadinya kekeringan harus dilakukan Koordinasi antar instansi terkait
merupakan goal keberhasilan penyelenggaraan, penyediaan dan pengalokasian air.
Pengelola SDA harus mampu mengelola kegiatan ini baik di lingkungan intern maupun
ekstern sehingga tercipta penyelenggaraan kegiatan yang dapat memenuhi kebijakan
dan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan dapat diterima oleh para
pengguna air dengan tetap mengutamakan azas musyawarah mufakat.
3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi alokasi air

Penyebab / Sumber banjir yang terjadi pada suatu wilayah disebabkan oleh
hal - hal sebagai berikut :
1. Berkurangnya kapasitas tampungan sungai akibat pendangkalan. Banjir terjadi
karena berkurangnya luas profil pengaliran sungai akibat sudah sangat
dangkalnya dasarsungai oleh pengendapan bahan-bahan padat yang terbawa oleh
air yang berasal dari erosi, longsorantebing sungai, bahan- bahan letusan gunung,
sampah, bangunan-bangunan ilegal di sekitar sungai, danpengaruh lainnya.
2. Penyempitan alur sungai Selain pendangkalan karena sampah, alur sungai juga
banyak mengalami penyempitan akibat bangunanilegal seperti rumah-rumah
penduduk, maupun bangunan-bangunan silang yang dibuat tanpamemperhatikan
kaidah hidraulika aliran sungai (A. Suhud, 2004 : 83 - 84).Bangunan silang yang
terdapat di Kota Bandung, Khususnya di Kawasan Gedebage antara lain berupa
jembatan jalan raya, jembatan kereta api, jembatan utilitas (PDAM, PLN, gas, &
Telkom) memiliki gelagaryang menyentuh permukaan air sungai dan kurang
memperhatikan prediksi banjir sehingga dapatmengganggu aliran terutama pada
saat debit aliran sungai tinggi.
3. Kegiatan investasi di wilayah resapan (hulu DAS). Meningkatnya investasi
berupa pembangunan pada berbagai segmen DAS karena kebutuhan akan
lahanbaru (pemukiman, dan fasilitas publik) juga disinyalir merupakan penyebab
banjir.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Alokasi air merupakan rangkaian tindakan yang diperlukan untuk mengatur
jatah/kuota jumlah dan mutu air yang sesuai dengan hak yang dijamin oleh negara.
Alokasi air yang efektif memerlukan pendekatan kebijakan dan peraturan, strategi
pengelolaan, dan kapasitas kelembagaan. Untuk mengoptimalkan alokasi air di
perlukan kesadaran dari masyarakat.
Dalam mencegah terjadinya kekeringan perlu dilakukan Koordinasi antar
instansi terkait yang merupakan goal keberhasilan penyelenggaraan, penyediaan dan
pengalokasian air. Pengelola SDA harus mampu mengelola kegiatan ini baik di
lingkungan intern maupun ekstern sehingga tercipta penyelenggaraan kegiatan yang
dapat memenuhi kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan dapat
diterima oleh para pengguna air dengan tetap mengutamakan azas musyawarah
mufakat.
Penyebab atau sumber banjir yang terjadi pada suatu wilayah disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu berkurangnya kapasitas tampungan sungai, penyempitan alur
sungai, dan kegiatan investasi di wilayah resapan (hulu DAS).

4.2. Saran

Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,


akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.
Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi
untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang
bermanfaat bagi banyak orang. Mungkin inilah yang di wacanakan pada penulisan
kelompok ini meskipun penulisan ini jauh dari kata sempuran minimal kita
menginplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dan penulisan kelompok
ini. Karena kami manusia adalah tempat salah dan dosa, dan kami juga butuh saran /
kritikan agar bisa menjadi motovasi untuk masa depan yang lebih baik dari pada
sebelumnya. Kami juga mengucapkan terimaksih atas dosen pembimbing mata kuliah
Pengembagan Sumber Daya Alam (PSDA) Bapak EDDY NASHRULLAH, S.T,M.T.
Yang telah memrikan kami tugas kellompk demi kebaikan diri kita sendiri dan untuk
kelayakan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Jacob, A. (2018). Pengelolaan lahan alternatif untuk konservasi sumberdaya air di


DAS Batugantung, Kota Ambon. Agrologia, 2(1).

Susetyaningsih, A. (2012). Pengaturan penggunaan lahan di daerah hulu DAS


Cimanuk sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air. Jurnal
Konstruksi, 10(01).

Sutrisno, N., & Hamdani, A. (2019). Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air untuk
meningkatkan produksi pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, 13(2), 73-88.

WIDHIASTUTI, Y. (2017). You are here Home SUMUR RESAPAN UNTUK


OPTIMALISASI SUMBER DAYA AIR DI BOJONEGORO. Jurnal teknik
sipil, 2(2), 50-60.

Wesli, W. (2021). Kajian Spasial Dan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya


Pengendalian Banjir Di Kabupaten Aceh Utara. TERAS JURNAL, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai