Pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang mencapai separuh penduduk Indonesia menghadapi ancaman kelangkaan ketersediaan air. Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6,0% di tahun 2000 menjadi 9,6% di tahun 2045. Kualitas air diperkirakan juga menurun signifikan. “Jawa diprediksi akan mengalami peningkatan defisit air sampai tahun 2070,” kata Heru Santoso dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada tahun 2005, Heru melakukan penelitian Dampak Perubahan Iklim terhadap Neraca Air Pulau Jawa. Dengan perangkat lunak MAGICC/SCENGEN, dirinya menyusun skenario potensi air di Jawa sampai tahun 2070. “Rentang waktu ini untuk memperlihatkan perbedaan yang signifikan karena jika jarak waktunya terlalu pendek tidak terlalu kelihatan dampaknya.” Perangkat lunak MAGICC membantu peneliti seperti Heru untuk menentukan perubahan konsentrasi gas rumah kaca, suhu udara permukaan rata-rata global, dan permukaan laut yang dihasilkan dari emisi antropogenik. Sementara SCENGEN menyusun serangkaian proyeksi perubahan iklim yang eksplisit secara geografis untuk dunia menggunakan hasil dari MAGICC. “Tahun 2018 saya melakukan penghitungan lagi dengan model terbaru MAGICC/SCENGEN, prediksinya masih sama,”. Penyebab krisis air Faktor terbesar penyebab krisis air di jawa adalah perubahan iklim yang membuat lebih banyak air yang menguap ke udara. Hal ini mempengaruhi keseimbangan neraca air di pulau jawa. Keseimbangan neraca air ini berpengaruh pada ketersediaan air yang kebutuhanya semakin meningkat karena pertumbuhan penduduk dan perubahan tata guna lahan. Apa yang harus dilakukan? 1.Budayakan penghematan air agar neraca air dapat diseimbangkan 2. pemanfaatan air marginal seperti air payu salah satu opsi untuk mengantisipasi krisis air di pulau jawa & bali. Tugas Resume Video Menurut wacana Global pengelolaan SDA terpadu merupakan proses pengeluaran SDA yang memadukan sumber daya air dan sumber daya lainnya baik itu antar sektor ataupun antar wilayah, secara berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan diselenggarakan dengan pendekatan partisipatif. Pengelolaan sumber daya air ini diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan memanfaatkan sumber daya air yang berkelanjutan antar generasi untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat (UU No 7 Tahun 2004). Terdapat 3 permasalahan pokok yang menyebabkan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) diperlukan: 1. Masalah umum yang mencakup krisis air, krisis prilaku dan krisis penyelenggaraan pengelolaan. 2. Masalah aktual yang mencakup ketahanan pangan, pelayanan air bersih, banjir, pencemaran dan degradasi daerah aliran sungai (DAS). 3. Masalah pengelolaan masa lalu yang mencakup UU No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan, semua departemen beranggapan bahwa UU No. 11 tahun 1974 merupakan UU PU, departemen PU sangat lemah dalam penyedian dana O & M, dan hampir semua proyek dikendalikan oleh pemerintah pusat.
Pentingnya Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT)
di Indonesia sebagai berikut: 1. Ketersediaan air alamiah Indonesia mencapai 690 Milyar 𝑚3 per tahun, namun penyebarannya tidak merata. 2. Saat ini pulau Jawa,, Bali, dan Nusa Tenggara telah defisit air. 3. 93 wilayah sungai dari 133 wilayah sungai di Indonesia dipakai bersama/lintas negara, provinsi, kabupaten/kota. 4. Hampir semua sungai di Jawa dan Bali tercermar yang dapat meningkatkan timbulnya penyakit. 5. 90% bencana alam pada tahun 1990-an terkait dengan air. Peningkatan jumlah penduduk akan menjadi penggerak utama pengelolaan sumber daya air untuk 50 tahun mendatang.
Perkembangan dan Arah Penerapan Pengelolaan Sumber
Daya Air Terpadu (PSDAT): Perkembangan PSDAT diantaranya sebagai berikut: 1. Proyek ekaguna yang mempunyai tujuan tunggal untuk memenuhi kebutuhan mendesak pada suatu saat untuk mengakomodasi kepentingan komunitas setempat terbatas tanpa melakukan peninjauan untuk tujuan maupun tempat lain. 2. Multiguna, perkembangan kebutuhan masyarakat yang beragam mulai menyebabkan pertentangan antar pengguna air. 3. Terpadu, konsep bangunan multiguna sebagai perkembangan dari bangunan ekaguna pada pembangunan sejumlah proyek ternyata gagal dalam memenuhi kebutuhan air bagi seluruh DAS. Arah penerapan PSDAT terbagi menjadi 2 yaitu: 1. Integritas sistem alam, terdapat beberapa integrasi yaitu integrasi pengelolaan air (tawar) dengan pengelolaan air asin di daerah pantai, integrasi pengelolaan air permukaan dan air tanah, integrasi aspek kuantitas dan kualitas dalam pengelolaan air, dan integrasi kepentingan hulu hilir yang berkaitan dengan air. 2. Integritas sistem sosial mencakup pengutamaan SDA, integrasi lintas sektor dalam kebijakan pembangunan nasional, dampak ekonomi makro pembangunan SDA, dampak pembangunan sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap SDA, integrasi seluruh pemangku kepentingan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, dan integrasi pengelolaan air minum dan air limbah. Pola pengelolaan Daeran Aliran Sungai sebagai berikut: 1. Landasan institusional berdasarkan prinsip kewenangan dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam UU No. 7 tahun 2004. 2. Landasan konsepsional berdasarkan prinsip lingkungan dengan mengacu pada pendayagunaan yang berkelanjutan dan prinsip pemerataa bersama untuk pemenuhan secara lebih efisien, adil, dan merata. 3. Landasan operasional berdasarkan prinsip one river (satu sungai), one integrated plan (satu rencana yang terpadu), dan one coordinated management system (satu sistem pengelolaan yang terkoordinasi). Berbagai instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air terpadu adalah sebagai berikut: 1. Aspek konservasi yang terdiri dari kementrian kehutanan, pertanian, PUPR, perindustrian, dalam negeri, ESDM, dan lain-lain. 2. Aspek pendayagunaan yang terdiri dari kementrian pertanian, PUPR (SDA & Cipta Kerja), ESDM, kesehatan, dalam negeri, lingkungan hidup, perindustrian, dan perhubungan. 3. Aspek pengendalian daya rusak yang terdiri dari kementrian PUPR, dalam negeri, ESDM, lingkungan hidup, kehutanan dan BNPB. Terdapat beberapa persyaratan dalam penerapan pengelolaan sumber daya air terpadu sebagai berikut: 1. Memiliki pengelola SDA wilayah yang handal dengan dilandasi dasar hukum yang kuat, diterima para pemilik kepentingan dan memiliki SDM yang kompeten. 2. Memiliki kebijakan, pola dan rencana pengelolaan SDA. 3. Memiliki data, model, sistem, dan fasilitas pengelolaan SDA. 4. Memiliki wadah koordinasi dan komunikasi antar pemilik kepentingan sebagai perangkat manajemen partisipatif. 5. Memiliki sasaran jelas.
Pola pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
1. Tujuan pengelolaan SDA pada wilayah sungai yang bersangkutan 2. Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam melakukan pengelolaan SDA 3. Beberapa skenario pengelolaan SDA 4. Alternatif pilihan strategi pengelolaan SDA untuk skenario pengelolaan SDA. 5. Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan SDA. Perencanaan dan Pengelolaan SDA sebagai berikut: 1. Perencanaan disusun untuk menghasilkan renacana sebagai pedoman/arahan dalam pelaksanaan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air. 2. Perencanaan disusun mengikuti pola pengelolaan SDA. 3. Penyusunan rencana pengelolaan SDA dilaksanakan dengan koordinasi berbagai instansi yang berwenang dengan mengikutsertakan seluruh stakeholders. 4. Rencana pengelolaan SDA di wilayah sungai dirinci ke dalam program oleh instansi pemerintah, masyarakat, dan swasta.