Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu

PENGELOLAAN SUNBER DAYA AIR TERPADU (PULAU JAWA)

Oleh : Nama : Abdul Azis Nim : G111 10 270

Kelas : C

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Kebutuhan Air di Indonesia Cadangan air di Indonesia diperkirakan mencapai 3.221 miliar meter kubik/tahun, menjadikan negeri ini salah satu negara "terbasah" di dunia, namun ketersediaan air di daratan tidaklah merata dan sangat dipengaruhi faktor curah hujan, letak geografis, serta kondisi geologis. Dengan cadangan air yang demikian besar, serta jumlah penduduk sekitar 222 juta jiwa, ketersediaan air per kapita di Indonesia adalah sekitar 16.800 meter kubik. Artinya, setiap orang di Indonesia harusnya bisa mengakses air sebanyak 16.800 meter kubik per tahunnya. Namun berbagai tantangan pengelolaan sumber daya air membuat masalahmasalah seputar ketersediaan air pun muncul. Menurut Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum (Dirjen SDA PU), tantangan-tantangan krusial dalam hal pengelolaan sumber daya air di Tanah Air terdiri atas pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim. Lebih dari 100 juta orang di Indonesia kesulitan mengakses air bersih, bahkan 70 persen populasi Indonesia bergantung kepada sumber-sumber air yang tercemar. Dengan ketersediaan sistem limbah air yang hanya dinikmati oleh 2 persen penduduk perkotaan, hal ini membuat kota-kota besar di Jawa dan Bali menjadi kota dengan polusi air tertinggi di antara jajaran negara-negara berkembang di dunia. Jumlah total air yang tersedia di Indonesia mencapai 1.957 miliar meter kubik per tahun. Dengan penduduk sekitar 222 juta jiwa, potensi ini setara dengan 8.800 meter kubik per kapita per tahun. Namun kenyataannya ketersediaan air ini bervariasi antara wilayah dan waktu. Lebih dari 83 persen aliran permukaan terkonsentrasi di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, 17 persen lainnya di Jawa-Bali, sulawesi, dan Nusa Tenggara. Kebutuhan air nasional saat ini terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan tujuan penggunaannya terutama untuk air minum, rumah tangga, perkotaan, industri, dan pertanian. Dari data neraca air tahun 2003 dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada musim kemarau di Pulau Jawa dan Bali yang sebesar 38,4 miliar meter kubik, hanya terpenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau hanya sekitar 66 persen. Defisit ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2020 akibat peningkatan dimana jumlah penduduk dan aktifitas perekonomian secara signifikan. Upaya pemenuhan kebutuhan air di Pulau Jawa telah ditempuh melalui pembangunan sejumlah waduk besar dan sedang. Dari 14 waduk utama di Jawa, semuanya mengalami kondisi di bawah normal (pola kering) saat musim kemarau sehingga dilakukan penetapan

prioritas pemanfaatan air waduk. Prioritas pertama diberikan untuk air minum, air rumah tangga, dan perkotaan; prioritas kedua untuk irigasi tanaman pangan; dan prioritas ketiga untuk industri dan kebutuhan lainnya Rendahnya daya dukung waduk-waduk tersebut mengakibatkan terjadinya kekeringan pada areal sawah di daerah produksi beras. Pada

Tahun 2003 kekeringan areal sawah mencapai 430.295 hektar, termasuk mengalami puso seluas 82.696 hektar . Di samping itu, turunnya volume air di waduk mengakibatkan

beberapa PLTA terpaksa beroperasi di bawah kapasitas normal. Kekeringan ini telah berdampak pada menurunnya pendapatan, kekurangan pangan, kesulitan lapangan kerja, serta kesulitan memperoleh air bersih bagi wilayah perkotaan. Metode Pengelolan Sumber Daya Air Terpadu Pulau Jawa adalah salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, dengan luas sekitar 130 ribu km2 atau kurang lebih 7% dari luas daratan seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa memiliki 15 WS (Wilayah Sungai), 14 WS yang tersebar di Pulau Jawa dan 1 WS dalam kawasan Pulau Madura. Saat ini Pulau Jawa-Madura dihuni oleh sekitar 65 persen dari total penduduk Indonesia. Kondisi ini memberi gambaran masalah daya dukung sumber daya air di Pulau Jawa-Madura sangat berpotensi untuk menjadi masalah yang paling kritis. Sebagaimana wilayah Indonesia lainnya, Pulau Jawa-Madura mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga mengakibatkan musim penghujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November. Rata-rata curah hujan pada musim penghujan dan musim kemarau (tergantung pada bulan dan letak stasiun pengamat), berkisar antara 0 800 mm untuk masing-masing bulan kering dan bulan basah. Pulau Jawa-Madura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pusat pemerintahan Indonesia mengalami pembangunan yang pesat di berbagai sektor sehingga tuntutan masyarakat akan penggunaan sumber daya air juga terus berkembang. Peningkatan persaingan penggunaan air antar sektor (domestik, perkotaan, industri dan irigasi) pun terjadi di berbagai wilayah administrasi maupun wilayah sungai. Sejalan dengan dinamika pembangunan tersebut, maka hal ini tidak luput dari masalah perubahan tata ruang, lahan, pola hidup dan pola perekonomian. Perubahan tersebut berpengaruh pula terhadap potensi sumber daya air yang apabila tidak disertai dengan perencanaan, pengelolaan dan

pengaturan sumber daya air yang mantap diperkirakan semakin menurun yang terlihat dari bertambahnya kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air untuk berbagai keperluan. Hasil kajian global kondisi krisis air dunia yang disampaikan dalam World Water Forum II di Denhaag bulan Maret tahun 2000 lalu memperingatkan bahwa risis air ini lebih banyak disebabkan oleh kelemahan dalam hal kelembagaan terkait pengelolaan sumber daya air, peraturan perundang-undangan yang tidak memadai, pencemaran air yang semakin luas, pemakaian air yang tidak efisien dan fluktuasi debit antar musim yang semakin tinggi. Masalah-masalah tersebut akan semakin parah dan masalah-masalah lain akan timbul semakin banyak apabila tidak segera dilakukan perbaikan kebijakan dalam melaksanakan program strategis untuk mengelola air secara lebih efisien dan adil serta mengutamakan azas konservasi. Saat ini pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa dilakukan oleh beberapa Balai PSDA. Tugas pokok dan fungsi Balai PSDA adalah melaksanakan sebagian fungsi Dinas di bidang pengelolaan sumberdaya air. Urusan-urusan yang menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab Balai PSDA adalah: 1. Pengelolaan irigasi lintas kabupaten/kota 2. Penyediaan air baku untuk berbagai keperluan (pertanian, industri, pariwisata, air minum, listrik tenaga air, pelabuhan, dll). 3. Pengelolaan sungai 4. Pengelolaan danau, waduk, situ, embung 5. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan 6. Pengelolaan rawa 7. Pengendalian pencemaran air 8. Perlindungan pantai 9. Perlindungan muara dan delta. Ada beberapa kecenderungan dan isu pokok pengelolaan terpadu sumberdaya air perlu menjadi perhatian dalam kaitan dengan pengelolaan yang berkelanjutan, yaitu : Pertama, tanggung jawab pengelolaan dan perlindungan sumberdaya air yang terbagi (fragmented) diantara berbagai instansi pemerintah tersebut antara lain: Departemen

Kimpraswil, Departemen Petanian, Departemen Kehutanan, Departemen energi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Perhubungan, dan lainnya. Masing-masingnya mempunyai

prioritas sendiri dalam pengelolaan sumberdaya air. Isunya disini adalah membangun sebuah kerangka koordinasi antar instansi pemerintah dan diatas itu diantara semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Kedua, ssebagian besar air (sekitar 85%) digunakan untuk irigasi dengan efisiensi pengaliran (delivery) yang rendah (sekitar 40%). Disamping itu, secara ekonomi nilai air untuk penggunaan ini rendah. Ketika permintaan air dari sector lain semakin meningkat (untuk air minum, energi, industri, dlsb) maka cenderung terjadi relokasi air dari kegiatan pertanian ke kegiatan non-pertaian. Disini timbul isu dan persoaolan jaminan air bagi petani yang merupakan kelompok yang lemah dalam masyarakat. Ketiga, pPengelolaan sumberdaya air di Indonesia bias sisipenyediaan (supply) yang ditandai oleh perlakuan terhadap air sebagai sumberdaya yang ketersediaannya tidak terbatas, peran pemerintah yang dominant dalam penyediaan pelayanan air dengan beban biaya yang relative rendah (gratis sama sekali) terhadap pengguna, dan pendekatan kontruksi untuk menjawab kelangkaan supply dan kecenderungan penilaian efisiensi dari sudut pandang teknis. Isunya adalah bagaimana merubah orientasi pengelolaan dari sisi penyediaan (suplly) ke sisi permintaan (demand). Prinsip Pengelolaan pada strategi sisi permintaan menekannkan pada mempengaruhi perilaku pengguna dalam memakai air dengan mengembangkan organisasi pengelolaan yang menagani penyediaan saja). Keempat, konservasi daerah tangkapan air dan isi keadilan dalm hubungan hulu dengan hilir. Konservasi daerah tangkapan air adalah salah satu aspek penting dalam pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan. Tetapi, perhatian terhadp aspek konservasi ini kedua aspek tersebut secara bersamaan (tiodak hanay sisi

kelihatannya belum cukup memadai yang ditandai dengan terjadinya kekeringan dan kebanjiran. Disamping itu aspek keadilan distribusi manfaat dan biaya diantara masyarakat yang tinggal didaerah hulu yang diharapkan melakukan konservasi dan masyarakat di bagian hilir yang menikmati hasil kegiatan konservasi belum banyak mendapat perhatian.

DAFTAR PUSTAKA Helmi. 1997. Kearal7 Penge/o/aan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan: Tantangan dan Agenda untuk Penyesuaian Kebijaksanaan dan Birokrasi Air di Masa Oepan. Jurnal Visi Irigasi Indonesia Nomor 13, 1997. Padang PSI-SDALP Universitas Andalas. Helmi. 1998. Memposisikan Status Air Sebagai Barang Ekonomi di Indonesia: Isu Konstitusi, Kebijakan dan Implementasi dB/am Kerangka memberikan Jaminan Air Bagi Petani. Jurnal Visi Irigasi Indonesia Nomor 14, 1998 Pad3ng: PSI-SDALP Universitas Andalas. Helmi, Ifdal, Erigas Ekaputra, Osmet, Sugiyanto. 2000. Studi Penggunaan dan Air di SubDaerah Aliran Sungai Bt. Ombilin Sumatera Barat. Padang: PSI-SDALP UNAND. Sjarief, Roestam. 2001. Arah Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air. Makalah disajikan.dalam Diseminasi Konsep Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Satuan Wilayah Sungai (BWRM). Padang, November 2001.

Anda mungkin juga menyukai