Oleh :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Air sangat penting bagi kehidupan karena merupakan penyusun terbesar
tubuh organisme, terlibat dalam proses biokimia di alam dan habitat bagi
organisme. Ketersediaan air merupakan dasar perkembangan hidup hayati di
muka bumi ini. Bila ketersediaan air mengalami gangguan, maka timbul
persoalan bagi lingkup hayati (biosfer). Tidak saja pada tingkat dunia, ancaman
terhadap kehidupan hayati yang berasal dari kerusakan pada air juga terjadi di
Indonesia, negeri khatulistiwa yang dikaruniai potensi alam yang berlimpah.
Ketersediaan air di dunia banyak mengalami degradasi. Degradasi air adalah
suatu proses di mana air secara kuantitas dan kualitas mengalami perubahan
terhadap waktu dan tempat yang menyebabkan penurunan manfaat (Oki
&Kanae, 2006).
Degradasi air merupakan salah satu persoalan yang melekat pada
keterbatasan air itu sendiri. Seluruh kehidupan di bumi ini terkait erat dengan air.
Lebih khusus lagi, sebagian kehidupan itu bertumpu (secara mutlak) pada air
tawar. Padahal air tawar di bumi ini hanya sekitar 2,5% dari keseluruhan air yang
ada dan dua-per-tiga darinya berada dalam bentuk es, salju, beku atau tersimpan
di dalam tanah.Dalam kenyataan, pertambahan penduduk menekan
ketersediaan air tawar melalui desakan penyediaan air minum, pangan dan
energi, selain kebutuhan untuk rupa-rupa pengolahan produk. Sebagai akibat
tekanan ini, pengelolaan air tawar menjadi semakin penting – khususnya dalam
mengatasi keterbatasannya terhadap waktu, ruang, jumlah dan mutu.Dalam
keterbatasan ini, air juga terancam oleh keberadaan manusia, baik akibat
perubahan pada siklus hidrologi ,limbah (rumah tangga, industri dan pertanian)
yang dibuang ke perairan danau, waduk,rawa dan sungai-sungai di dunia,
maupun emisi gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim global
(Vörösmarty et al, 2010).
Ketersediaan air secara nasional di Indonesia mencapai 694 milyar kubik
per tahun. Potensi sumberdaya air yang besar ini tidak menyebar secara merata
di wilayah Indonesia. Penyebaran yang tidak merata ditambah dengan
konsentrasi jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan Indonesia telah
mengalami defisit ketersediaan sumber daya air. Potensi ketersediaan air ini
pada dasarnya dapat dimanfaatkan, namun faktanya baru 23% yang sudah
dimanfaatkan. Pemenuhan kebutuhan baku rumah tangga, kota dan industri
mencapai 20% dan sisanya dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi. Berdasarkan
analisis ’waterdemand-supply 2020’ oleh International Water Management
Institute (IWMI), Indonesia dikategorikan sebagai negara kelompok 3
berdasarkan kebutuhan dan potensi sumber daya airnya yang membutuhkan
pengembangan sumber daya sebesar 25–100% dibanding saat ini.
Berdasarkan letak geografisnya, Indonesia sebagai negara kepulauan
yang terletak di sekitar garis khatulistiwa mendapatkan sebaran curah hujan yang
bervariasi dari barat hingga ke timur wilayahnya. Variasi curah hujan tahunan di
berbagai wilayah kepulauan di Indonesia tergolong ekstrim yaitu ada daerah
yang curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan ada pula daerah yang
curah hujannya mencapai 4000 mm/tahun. Curah hujan ini terkonsentrasi selama
kurang lebih lima bulan dari bulan November-Maret sehingga sering kali
mengakibatkan banjir. Sedangkan pada tujuh bulan yang lainnya, curah hujan
yang rendah mengakibatkan ketersediaan air terbatas sehingga bencana
kekeringan sering terjadi selama musim kemarau.
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan
terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara
kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat dari
kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang
tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat
besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan
yang belum sepenuhnya dijalankan. Ketersediaan air di atas daratan Indonesia
saat ini lebih dari 15.000 m3/kapita/tahun. Meskipun ketersediaan air di Indonesia
dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidak terbagi
merata di setiap wilayah. Ketersediaan sumber daya air bervariasi secara ruang
dan waktu. Sumber daya air dalam konteks siklus hidrologi merupakan sumber
daya yang sangat dinamis. Ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air selalu
berubah dan dinamis. Terjadinya ketimpangan antara kebutuhan dengan
ketersediaan akan menimbulkan masalah
Salah satu kegiatan yang membutuhkan air dalam jumlah besar adalah
aktivitas pertanian. Sumber daya air memiliki peran yang besar bagi sektor
pertanian. Air sebagai renewable resources digunakan untuk memenuhi produksi
pertanian. Sumber daya air merupakan salah satu faktor kunci dalam
keberlanjutan pertanian. Proporsi air yang digunakan dalam kegiatan pertanian
diperkirakan sekitar 70 % dari air bersih yang tersedia di alam. Jumlah tersebut
prediksi akan meningkat dalam 30 tahun mendatang untuk mendukung
perluasan lahan pertanian beririgasi di dunia yang diduga akan bertambah
sebesar 20%. Sebagian besar konsumsi air (90 %) dibidang pertanian digunakan
untuk irigasi. Pemanfaatan air untuk irigasi lebih banyak di negara-negara
berkembang karena sebagian besar (75 %) lahan pertanian beririgasi teknis
berada di negara negara tersebut. Efisiensi penggunaan air irigasi relatif masih
rendah yaitu 30 % sehingga perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi
pertambahan kebutuhan air irigasi sedangkan jumlah air di dunia relatif tidak
bertambah.
Kondisi ketersediaan sumber daya air untuk pertanian hingga tahun 2003
mengalami penurunan kualitas layanan pendistribusian air irigasi pada petani
hingga 40% dari fungsi optimalnya. Hal ini disebabkan oleh kerusakan sarana
irigasi yang memerlukan rehabilitasi. Berdasarkan data luas lahan pertanian
Indonesia 2009–2013, hingga tahun 2013 luas sawah irigasi di Indonesia
mencapai 4,81 juta Ha setara dengan laju peningkatan 9%. Apabila luas sawah
irigasi ini dibandingkan dengan luas baku irigasi sebesar 12.335.832 Ha, maka
persentase sawah irigasi hanya sekitar 38%. Kondisi ini menggambarkan bahwa
pemanfaatan air irigasi masih relatif rendah. Aktivitas pertanian memiliki
hubungan timbal balik dengan kualitas air. Aktivitas pertanian yang kurang
bijaksana dapat menurunkan kualitas air yang ada disekitarnya maupun daerah
di bagian hilirnya. Disisi lain untuk mendapatkan produk pertanian yang
berkualitas dan aman dikonsumsi diperlukan kualitas air tertentu. Dengan
demikian, keberlanjutan sektor pertanian sangat tergantung kepada keberadaan
air dari sudut kualitas maupun kuantitas.
Pertanian berkelanjutan umumnya dimaksudkan sebagai aktivitas
pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya alam untuk menghasilkan pangan
yang menguntungkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat tanpa
menyebabkan kerusakan lingkungan. Pertanian secara sederhana dapat
dikatakan sebagai aktivitas untuk menghasilkan pangan. Oleh karena itu, sektor
pertanian mutlak diperlukan untuk menjamin kebutuhan pangan manusia. Proses
produksi pangan dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan
alami di sekitarnya. Dampak degradasi lingkungan dapat diakibatkan oleh antara
lain penggunaan pestisida dan pupuk dengan dosis tinggi, teknik irigasi yang
kurang tepat, mekanisasi yang berlebihan atau penggunaan lahan yang kurang
tepat. Degradasi lingkungan yang terjadi antara lain dalam bentuk penurunan
kualitas lingkungan yang meliputi tanah, air dan udara, penurunan kualitas dan
kuantitas pangan, dan pencemaran badan dan sumber air. Degradasi lingkungan
akibat proses produksi pangan tersebut dapat menghambat keberlanjutan
aktivitas pertanian.
Peningkatan produktivitas air pertanian memiliki peran yang penting dalam
menghadapi kelangkaan dan kompetisi penggunaan sumber daya air,
pencegahan terhadap kerusakan lingkungan dan ketahanan pangan.
Peningkatan produktivitas air menurunkan kebutuhan tambahan sumber daya air
dan lahan pertanian irigasi dan tadah hujan. Meningkatkan produktivitas air
pertanian mampu menyediakan air yang cukup bagi badan air untuk
kelangsungan ekosistem dalam memenuhi kebutuhan air perkotaan dan industri.
Tingkat produktivitas air yang rendah karena lemahnya pengelolaan sumber
daya air, ketidakmerataan distribusi serta akses terhadap air pada akhirnya akan
berkontribusi kepada pemenuhan pangan serta tingkat kesejahteraan
masyarakat khususnya petani (Molden et al., 2010). Salah satu tempat di
Indonesia yang dapat dijadikan sebagai contoh pemanfaatan air untuk aktivitas
pertanian adalah DAS (Daerah Aliran Sungai). Menurut Asdak (2004), DAS
adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung–
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Salah satu contoh DAS di Indonesia yang dimanfaatkan untuk aktivitas
pertanian adalah Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Konto hulu. Sungai atau Kali
Konto merupakan salah satu anak sungai Brantas yang menjadi bagian dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Hulu. Ekosistem daerah aliran sungai
bagian hulu merupakan bagian yang sangat penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian daerah aliran sungai, yang salah satunya
sebagai fungsi tata air. Pada kawasan DAS, berhasil tidaknya pengelolaan DAS
tentu berkaitan dengan analisis indikator kinerja kelestarian DAS. Indikator utama
kinerja kelestarian pengelolaan DAS pada kawasannya adalah kelestarian
lingkungan yang meliputi (pengunaan lahan dan tata air) serta kelestarian sosial,
ekonomi, dan kelembagaan. Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan
budidaya memerlukan perencanaan terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran
pengelolaan DAS tercapai, seperti: 1) erosi tanah terkendali, 2) hasil air optimal,
dan 3) produktivitas dan daya dukung lahan terjaga. Dengan demikian degradasi
lahan dapat terkendali dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin . Oleh
karena itu, keberadan Sub DAS Konto perlu dijaga sehingga dapat tetap
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian yang berkelanjutan yang dapat
memenuhi kebutuhan pangan serta membantu meningkatkan perekonomian
warga sekitar.
BAB II
2. Banjir
Banjir merupakan aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air
normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pertambahan kawasan
sawah, pemukiman, tegalan dan kebun mengurangi daerah tangkapan air
di sepanjang wilayah Sub DAS Konto, hal ini menimbulkan dampak
perubahan pada debit puncak banjir yang terjadi. Adanya pertambahan
luas kawasan sawah, pemukiman, tegalan dan kebun debit puncak banjir
yang terjadi adalah 1101,27 m3 /detik dan waktu puncak 70 menit untuk
kala ulang 50 tahun.
a. Limbah Industri
Penerapan standar baku mutu buangan limbah industri masih sulit
untuk diterapkan karena belum diterapkannya peraturan perijinan
pembuangan limbah cair industri dan penegakan hukum yang masih
belum efektif.
b. Limbah Domestik
Limbah domestik (rumah tangga, hotel, restoran, dan lain-lain)
memiliki peran besar dalam kontribusi limbah pada Sub DAS Konto
dengan persoalan yang lebih rumit karena sebagian industri merupakan
kegiatan rumah tangga (home industry).
c. Limbah Pertanian
Sumber pencemar dari pertanian berasal dari sisa pemupukan
anorganik dan sisa penggunaan pestisida yang mengalir ke sungai
bersama dengan sisa air irigasi. Proses ini adalah proses alami, tetapi
proses yang terlalu cepat akibat campur tangan manusia dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan. Pencemaran ini umumnya
terjadi pada saat musim hujan. Dampak yang terjadi akibat limbah
pertanian tersebut adalah terjadinya eutrofikasi diperairan akibat
tingginya kadar nutrien dalam air sehingga menyebabkan pertumbuhan
alga semakin tinggi dan terjadi penurunan kualitas air
d. Limbah Peternakan
Limbah peternakan pada umumnya berupa peternakan sapi,
ayam, kambing yang berupa cairan dari kegiatan
pencucian/pembersihan lantai kandang ternak dan memandikan ternak
dengan air bersama-sama kotorannya. Pengolahan limbah ternak pada
umumnya hanya berupa bak pengendap air kotoran dan pakan.
Untuk mengatur batas kadar zat atau bahan pencemar yang terdapat
dalam air agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukan air tersebut, digunakan
Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, di mana klasifikasi dan kriteria mutu air
ditetapkan menjadi:
Kelassatu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minu
m, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana
/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat,air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Permasalahan dalam Pengelolaan Kualitas Air
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian
pencemaran di Sub DAS Konto, antara lain:
5. Mulsa
Menggunakan mulsa dengan sisa tanaman pada permukaan tanah
yang menaungi tanah membantu dalam memperlambat aliran air di daratan,
meningkatkan kondisi infiltrasi, mengurangi kehilangan penguapan dan juga
berkontribusi untuk mengendalikan gulma dan karenanya penggunaan air
yang tidak menguntungkan.
Gambar 15. Penggunaan Mulsa Organik
PENUTUP