Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MATA KULIAH PERTANIAN BERLANJUT

REKOMENDASI MANAJEMEN SUMBERDAYA AIR DALAM PERTANIAN


BERLANJUT

Oleh :

Salsabila Azzahra 175040107111047


Jalu Pubiansyah R 175040107111055
Anadhea Melinda 175040107111064
Kelas: N/Agribisnis

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2019
BAB 1

PENDAHULUAN
Air sangat penting bagi kehidupan karena merupakan penyusun terbesar
tubuh organisme, terlibat dalam proses biokimia di alam dan habitat bagi
organisme. Ketersediaan air merupakan dasar perkembangan hidup hayati di
muka bumi ini. Bila ketersediaan air mengalami gangguan, maka timbul
persoalan bagi lingkup hayati (biosfer). Tidak saja pada tingkat dunia, ancaman
terhadap kehidupan hayati yang berasal dari kerusakan pada air juga terjadi di
Indonesia, negeri khatulistiwa yang dikaruniai potensi alam yang berlimpah.
Ketersediaan air di dunia banyak mengalami degradasi. Degradasi air adalah
suatu proses di mana air secara kuantitas dan kualitas mengalami perubahan
terhadap waktu dan tempat yang menyebabkan penurunan manfaat (Oki
&Kanae, 2006).
Degradasi air merupakan salah satu persoalan yang melekat pada
keterbatasan air itu sendiri. Seluruh kehidupan di bumi ini terkait erat dengan air.
Lebih khusus lagi, sebagian kehidupan itu bertumpu (secara mutlak) pada air
tawar. Padahal air tawar di bumi ini hanya sekitar 2,5% dari keseluruhan air yang
ada dan dua-per-tiga darinya berada dalam bentuk es, salju, beku atau tersimpan
di dalam tanah.Dalam kenyataan, pertambahan penduduk menekan
ketersediaan air tawar melalui desakan penyediaan air minum, pangan dan
energi, selain kebutuhan untuk rupa-rupa pengolahan produk. Sebagai akibat
tekanan ini, pengelolaan air tawar menjadi semakin penting – khususnya dalam
mengatasi keterbatasannya terhadap waktu, ruang, jumlah dan mutu.Dalam
keterbatasan ini, air juga terancam oleh keberadaan manusia, baik akibat
perubahan pada siklus hidrologi ,limbah (rumah tangga, industri dan pertanian)
yang dibuang ke perairan danau, waduk,rawa dan sungai-sungai di dunia,
maupun emisi gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim global
(Vörösmarty et al, 2010).
Ketersediaan air secara nasional di Indonesia mencapai 694 milyar kubik
per tahun. Potensi sumberdaya air yang besar ini tidak menyebar secara merata
di wilayah Indonesia. Penyebaran yang tidak merata ditambah dengan
konsentrasi jumlah penduduk yang tinggi menyebabkan Indonesia telah
mengalami defisit ketersediaan sumber daya air. Potensi ketersediaan air ini
pada dasarnya dapat dimanfaatkan, namun faktanya baru 23% yang sudah
dimanfaatkan. Pemenuhan kebutuhan baku rumah tangga, kota dan industri
mencapai 20% dan sisanya dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi. Berdasarkan
analisis ’waterdemand-supply 2020’ oleh International Water Management
Institute (IWMI), Indonesia dikategorikan sebagai negara kelompok 3
berdasarkan kebutuhan dan potensi sumber daya airnya yang membutuhkan
pengembangan sumber daya sebesar 25–100% dibanding saat ini.
Berdasarkan letak geografisnya, Indonesia sebagai negara kepulauan
yang terletak di sekitar garis khatulistiwa mendapatkan sebaran curah hujan yang
bervariasi dari barat hingga ke timur wilayahnya. Variasi curah hujan tahunan di
berbagai wilayah kepulauan di Indonesia tergolong ekstrim yaitu ada daerah
yang curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan ada pula daerah yang
curah hujannya mencapai 4000 mm/tahun. Curah hujan ini terkonsentrasi selama
kurang lebih lima bulan dari bulan November-Maret sehingga sering kali
mengakibatkan banjir. Sedangkan pada tujuh bulan yang lainnya, curah hujan
yang rendah mengakibatkan ketersediaan air terbatas sehingga bencana
kekeringan sering terjadi selama musim kemarau.
Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 akan
terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara
kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga, sebagai akibat dari
kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang
tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat
besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan
yang belum sepenuhnya dijalankan. Ketersediaan air di atas daratan Indonesia
saat ini lebih dari 15.000 m3/kapita/tahun. Meskipun ketersediaan air di Indonesia
dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidak terbagi
merata di setiap wilayah. Ketersediaan sumber daya air bervariasi secara ruang
dan waktu. Sumber daya air dalam konteks siklus hidrologi merupakan sumber
daya yang sangat dinamis. Ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air selalu
berubah dan dinamis. Terjadinya ketimpangan antara kebutuhan dengan
ketersediaan akan menimbulkan masalah
Salah satu kegiatan yang membutuhkan air dalam jumlah besar adalah
aktivitas pertanian. Sumber daya air memiliki peran yang besar bagi sektor
pertanian. Air sebagai renewable resources digunakan untuk memenuhi produksi
pertanian. Sumber daya air merupakan salah satu faktor kunci dalam
keberlanjutan pertanian. Proporsi air yang digunakan dalam kegiatan pertanian
diperkirakan sekitar 70 % dari air bersih yang tersedia di alam. Jumlah tersebut
prediksi akan meningkat dalam 30 tahun mendatang untuk mendukung
perluasan lahan pertanian beririgasi di dunia yang diduga akan bertambah
sebesar 20%. Sebagian besar konsumsi air (90 %) dibidang pertanian digunakan
untuk irigasi. Pemanfaatan air untuk irigasi lebih banyak di negara-negara
berkembang karena sebagian besar (75 %) lahan pertanian beririgasi teknis
berada di negara negara tersebut. Efisiensi penggunaan air irigasi relatif masih
rendah yaitu 30 % sehingga perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi
pertambahan kebutuhan air irigasi sedangkan jumlah air di dunia relatif tidak
bertambah.
Kondisi ketersediaan sumber daya air untuk pertanian hingga tahun 2003
mengalami penurunan kualitas layanan pendistribusian air irigasi pada petani
hingga 40% dari fungsi optimalnya. Hal ini disebabkan oleh kerusakan sarana
irigasi yang memerlukan rehabilitasi. Berdasarkan data luas lahan pertanian
Indonesia 2009–2013, hingga tahun 2013 luas sawah irigasi di Indonesia
mencapai 4,81 juta Ha setara dengan laju peningkatan 9%. Apabila luas sawah
irigasi ini dibandingkan dengan luas baku irigasi sebesar 12.335.832 Ha, maka
persentase sawah irigasi hanya sekitar 38%. Kondisi ini menggambarkan bahwa
pemanfaatan air irigasi masih relatif rendah. Aktivitas pertanian memiliki
hubungan timbal balik dengan kualitas air. Aktivitas pertanian yang kurang
bijaksana dapat menurunkan kualitas air yang ada disekitarnya maupun daerah
di bagian hilirnya. Disisi lain untuk mendapatkan produk pertanian yang
berkualitas dan aman dikonsumsi diperlukan kualitas air tertentu. Dengan
demikian, keberlanjutan sektor pertanian sangat tergantung kepada keberadaan
air dari sudut kualitas maupun kuantitas.
Pertanian berkelanjutan umumnya dimaksudkan sebagai aktivitas
pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya alam untuk menghasilkan pangan
yang menguntungkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat tanpa
menyebabkan kerusakan lingkungan. Pertanian secara sederhana dapat
dikatakan sebagai aktivitas untuk menghasilkan pangan. Oleh karena itu, sektor
pertanian mutlak diperlukan untuk menjamin kebutuhan pangan manusia. Proses
produksi pangan dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap lingkungan
alami di sekitarnya. Dampak degradasi lingkungan dapat diakibatkan oleh antara
lain penggunaan pestisida dan pupuk dengan dosis tinggi, teknik irigasi yang
kurang tepat, mekanisasi yang berlebihan atau penggunaan lahan yang kurang
tepat. Degradasi lingkungan yang terjadi antara lain dalam bentuk penurunan
kualitas lingkungan yang meliputi tanah, air dan udara, penurunan kualitas dan
kuantitas pangan, dan pencemaran badan dan sumber air. Degradasi lingkungan
akibat proses produksi pangan tersebut dapat menghambat keberlanjutan
aktivitas pertanian.
Peningkatan produktivitas air pertanian memiliki peran yang penting dalam
menghadapi kelangkaan dan kompetisi penggunaan sumber daya air,
pencegahan terhadap kerusakan lingkungan dan ketahanan pangan.
Peningkatan produktivitas air menurunkan kebutuhan tambahan sumber daya air
dan lahan pertanian irigasi dan tadah hujan. Meningkatkan produktivitas air
pertanian mampu menyediakan air yang cukup bagi badan air untuk
kelangsungan ekosistem dalam memenuhi kebutuhan air perkotaan dan industri.
Tingkat produktivitas air yang rendah karena lemahnya pengelolaan sumber
daya air, ketidakmerataan distribusi serta akses terhadap air pada akhirnya akan
berkontribusi kepada pemenuhan pangan serta tingkat kesejahteraan
masyarakat khususnya petani (Molden et al., 2010). Salah satu tempat di
Indonesia yang dapat dijadikan sebagai contoh pemanfaatan air untuk aktivitas
pertanian adalah DAS (Daerah Aliran Sungai). Menurut Asdak (2004), DAS
adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung–
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.
Salah satu contoh DAS di Indonesia yang dimanfaatkan untuk aktivitas
pertanian adalah Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Konto hulu. Sungai atau Kali
Konto merupakan salah satu anak sungai Brantas yang menjadi bagian dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Hulu. Ekosistem daerah aliran sungai
bagian hulu merupakan bagian yang sangat penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap seluruh bagian daerah aliran sungai, yang salah satunya
sebagai fungsi tata air. Pada kawasan DAS, berhasil tidaknya pengelolaan DAS
tentu berkaitan dengan analisis indikator kinerja kelestarian DAS. Indikator utama
kinerja kelestarian pengelolaan DAS pada kawasannya adalah kelestarian
lingkungan yang meliputi (pengunaan lahan dan tata air) serta kelestarian sosial,
ekonomi, dan kelembagaan. Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan
budidaya memerlukan perencanaan terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran
pengelolaan DAS tercapai, seperti: 1) erosi tanah terkendali, 2) hasil air optimal,
dan 3) produktivitas dan daya dukung lahan terjaga. Dengan demikian degradasi
lahan dapat terkendali dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin . Oleh
karena itu, keberadan Sub DAS Konto perlu dijaga sehingga dapat tetap
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian yang berkelanjutan yang dapat
memenuhi kebutuhan pangan serta membantu meningkatkan perekonomian
warga sekitar.
BAB II

Karakteristik dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Air Dalam Sistem


Pertanian Berlanjut
2.1 Karakteristik Sub DAS Konto
Sub DAS Konto Hulu mempunyai sungai utama yaitu Sungai Konto yang
merupakan Daerah Aliran Sungai dari Waduk Selorejo yang merupakan salah
satu waduk yang berada di wilayah kabupaten Malang tepatnya di kecamatan
Ngantang yang berfungsi sebagai penyedia air untuk irigasi, perikanan, PLTA
dan juga sebagai pengendali banjir. Waduk ini mendapatkan suplai air dari tiga
sungai, salah satu diantaranya dan merupakan yang terbesar adalah sungai
Konto. Kondisi DAS Konto bagian hulu yang didominasi oleh bahan-bahan
vulkan berdebu dan berpasir dengan jenis tanah andosol ditengarai sangat
rawan terhadap erosi terutama pada lahan yang memiliki kemiringan relatif
curam sehingga menimbulkan terjadinya sedimentasi di waduk Selorejo.
Sub DAS Konto secara administratif, berada diwilayah kabupaten Malang,
di dalam kecamatan Ngantang dan Pujon. Secara geografis sub DAS Konto itu
sendiri terletak di antara 112O 3' 45.89"BT, 7 O 30' 8.234" LS dan 112 O30' 1.716"
BT, 7 O 57' 22.423" LS. Sub DAS Konto membentang di kabupaten Malang,
Jombang dan Kediri. Pada bagian utara, berbatasan dengan Sub DAS Bluwek
dan Widas, bagian timur berbatasan dengan Sub DAS Brangkal dan
Ambang,sedangkan bagian barat dan selatan berbatasan dengan Sub DAS
Melamon dan sub DAS Lahar. Sumber air yang mengalir ke sungai Konto
berasal dari 3 gunung yaitu gunung kawi, gunung Kelud dan gunung Argowayang
di wilayah kabupaten Malang dan kabupaten Kediri, setelah itu air mengalir
menuju bagian hilir dan bertemu dengan sungai Brantas di Kabupaten Jombang.
DAS Konto mempunyai luas wilayah 209,309 Ha, daerah pengalirannya meliputi
2 kecamatan yaitu Kecamatan Ngantang dan Pujon.
Berdasarkan peta alih fungsi lahan dari Rencana Tata Ruang Wilayah DAS
Konto tahun 2010-2030, semula ruang wilayah Sub DAS Konto mempunyai
kawasan hutan seluas 103,98 Ha akan berkurang menjadi 93,081 Ha. Hutan
mengalami pengurangan sebanyak 10,48 % atau seluas 10,899 Ha. Kawasan
kebun yang semula mempunyai luas 20,974 akan bertambah menjadi 23,244 Ha.
Kawasan kebun bertambah sebanyak 2,27 Ha atau 10,82 %. Kawasan tegalan
awalnya seluas 6,334 Ha bertambah menjadi 8,225 Ha. Kawasan tegalan
mengalami perubahan sebesar 29,85 % atau seluas 1,891 Ha. Kawasan sawah
bertambah luasnya dari 68,562 Ha menjadi 71,718 Ha. Kawasan sawah
bertambah luas sebesar 3,156 Ha atau 4,60 Ha. Kawasan pemukiman 9,459 Ha
bertambah menjadi 13,041 Ha. Kawasan pemukiman mengalami perubahan
sebesar 40,38 % atau 3,582 Ha.
Di Sub DAS Konto hulu, Kab Malang terjadi alih tata guna lahan pertanian
yang tidak sesuai yang mengakibatkan terjadinya erosi pada lahan. Dalam hutan
alam pegunungan DAS Konto diperkirakan sekitar 25% dari jumlah pohon asli
telah ditebang, tingkat pengurangan luas bidang dasar sekitar 8% setahun.
Dengan terbukanya lahan, maka memungkinkan terjadinya limpasan permukaan
menjadi lebih besar sehingga semakin besar pula kemungkinannya terjadi erosi.
Selain itu, tata guna lahan yang tidak tepat juga berkurangnya kawasan resapan
air yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir.
Gambar 1. Peta dan Kenampakkan Sub DAS Konto
2.2 Tantangan Manajemen Sumberdaya Air dalam Sistem Pertanian Belanjut
Tantangan atau permasalahan yang dihadapi dalam pemanfaatan
manajemen sumberdaya air (dalam hal ini Sub DAS Konto) untuk sistem
pertanian berlanjut adalah sebagai berikut :
1. Erosi

Erosi merupakan proses atau peristiwa hilangny lapisan permukaan


tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Pada
peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis
dan terangkut dan kemudian diendapkan pada tempat yang lain. Faktor-
faktor yang mempengaruhi erosi antara lain ,iklim, tanah, topografi, vegetasi,
kegiatan manusia. Menurut Wicaksono et. al (2010), hubungan data tingkat
bahaya erosi di Sub DAS Konto terhadap luas lahan dan kekritisan lahan
adalah sebagai berikut :

2. Banjir

Banjir merupakan aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air
normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pertambahan kawasan
sawah, pemukiman, tegalan dan kebun mengurangi daerah tangkapan air
di sepanjang wilayah Sub DAS Konto, hal ini menimbulkan dampak
perubahan pada debit puncak banjir yang terjadi. Adanya pertambahan
luas kawasan sawah, pemukiman, tegalan dan kebun debit puncak banjir
yang terjadi adalah 1101,27 m3 /detik dan waktu puncak 70 menit untuk
kala ulang 50 tahun.

Gambar 2. Hidrografi hasil penelitian yang menunjukkan perubahan alih


fungsi lahan selama 20 tahun (2010-2030) meningkatkan debit puncak banjir dari
1014,704 m3 /detik menjadi 1101,27 m3 /detik atau naik sebesar 8,53 %.
Hidrograf banjir menunjukkan bahwa debit banjir akibat adanya
perluasan kawasan pemukiman pertanian di wilayah Sub DAS Konto
lebih besar dari pada debit banjir pada kondisi eksisting, maka dapat
direkomendasikan bahwa di sekitar wilayah Sub DAS Konto perlu adanya
penambahan kawasan resapan air agar curah hujan yang jatuh langsung
terabstraksi sehingga mengurangi limpasan permukaan.

3. Kondisi Kualitas Air di Sub DAS Konto

Di sepanjang aliran Sungai Konto terdapat sejumlah aglomerasi


urban, yang berperan menimbulkan beberapa masalah antara lain
timbulnya daerah kumuh di tepi sungai, menurunnya kualitas air sungai
dan ancaman bencana banjir akibat meluapnya air sungai.Menurunnya
kualitas air terutama disebabkan oleh beban pencemar akibat limbah
industri, domestik dan pertanian. Selain itu menurunnya kualitas air
disebabkan juga oleh perilaku masyarakat yang menganggap bahwa
sungai sebagai tempat pembuangan limbah baik limbah padat maupun
cair. Sumber pencemar dominan yang mencemari Sub DAS Konto adalah
sebagai berikut:

a. Limbah Industri
Penerapan standar baku mutu buangan limbah industri masih sulit
untuk diterapkan karena belum diterapkannya peraturan perijinan
pembuangan limbah cair industri dan penegakan hukum yang masih
belum efektif.

b. Limbah Domestik
Limbah domestik (rumah tangga, hotel, restoran, dan lain-lain)
memiliki peran besar dalam kontribusi limbah pada Sub DAS Konto
dengan persoalan yang lebih rumit karena sebagian industri merupakan
kegiatan rumah tangga (home industry).

c. Limbah Pertanian
Sumber pencemar dari pertanian berasal dari sisa pemupukan
anorganik dan sisa penggunaan pestisida yang mengalir ke sungai
bersama dengan sisa air irigasi. Proses ini adalah proses alami, tetapi
proses yang terlalu cepat akibat campur tangan manusia dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan. Pencemaran ini umumnya
terjadi pada saat musim hujan. Dampak yang terjadi akibat limbah
pertanian tersebut adalah terjadinya eutrofikasi diperairan akibat
tingginya kadar nutrien dalam air sehingga menyebabkan pertumbuhan
alga semakin tinggi dan terjadi penurunan kualitas air

d. Limbah Peternakan
Limbah peternakan pada umumnya berupa peternakan sapi,
ayam, kambing yang berupa cairan dari kegiatan
pencucian/pembersihan lantai kandang ternak dan memandikan ternak
dengan air bersama-sama kotorannya. Pengolahan limbah ternak pada
umumnya hanya berupa bak pengendap air kotoran dan pakan.
Untuk mengatur batas kadar zat atau bahan pencemar yang terdapat
dalam air agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukan air tersebut, digunakan
Peraturan Pemerintah (PP) No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, di mana klasifikasi dan kriteria mutu air
ditetapkan menjadi:
 Kelassatu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minu
m, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
 Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana
/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
 Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
 Kelas empat,air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Permasalahan dalam Pengelolaan Kualitas Air
Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian
pencemaran di Sub DAS Konto, antara lain:

a. Pencemaran air permukaan disebabkan oleh banyaknya


pemukiman di dalam Sub DAS Konto yang tidak memiliki cara
pengolahan sampah dan limbah domestik, sehingga produk akhir ini
langsung dibuang dan akhirnya diterima oleh badan air (sungai, danau
dan waduk).

b. Pengendalian limbah domestik belum dilaksanakan secara


menyeluruh, terutama pengendalian sumber pencemar limbah rumah
tangga).

c. Penegakan hukum terhadap pencemar masih lemah, karena masih


mempertimbangan aspek sosial dan ekonomi, termasuk kesempatan
kerja.

e. Pengendalian pencemaran air merupakan masalah yang kompleks,


memerlukandana besar dan waktu panjang serta memerlukan komitmen
semua pihak yangberkepentingan, baik pemerintah pusat maupun
daerah, pengelola wilayah sungai maupun dari pemanfaat air (industri,
domestik dan pertanian) serta masyarakat.
f. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
memberikan kontrol sosial yang positif (aktif dan konstruktif).Sejauh ini
metode pengelolaan kualitas air masih bertumpu pada dua kegiatan
utama,yakni pengendalian beban limbah yang umumnya berasal dari
sumber limbah tertentu (point source polluters) dan upaya mengurangi
kepekatan limbah di badan air (sungai) melalui penambahan debit
(dillution) dan meningkatkan kapasitas penjernihan sendiri(self-
purification).
5. Korelasi Pengelolaan Lahan dengan Sumberdaya Air
A. Perubahan Limpasan Permukaan
Kenaikan limpasan permukaan, sebagai akibat dari perubahan
tutupan lahan yang akhirnya mempengaruhi sistem hidrologi. Limpasan
permukaan adalah bagian dari airhujan yang mengalir di atas permukaan
tanah yang akhirnya masuk ke sungai, saluran,danau ataupun laut;
merupakan bagian dari hujan yang tidak terserap tanah,
tidakmenggenang di permukaan tanah, dan tidak menguap tetapi
bergerak ke tempat yang lebih rendah. Besar kecilnya limpasan
permukaandipengaruhi oleh faktor presipitasi seperti intensitas, distribusi
dan lamanya hujan, serta faktor DAS seperti ukuran, bentuk, topografi,
geologi dan kondisi permukaan (Asdak, 2010).

B. Sedimentasi Pada Badan Air


Akibat erosi yang cukup tinggi, muncul permasalahan di Sub DAS
Konto, yakni meningkatnya sedimentasi pada badan air yang ada
khususnya pada bendungan. Sedimentasi adalah jumlah material tanah
berupa kadar lumpur dalam air oleh aliran air sungai yang berasal dari
hasil proses erosi di hulu, yang diendapkan pada suatu tempat di hilir
dimana kecepatan pengendapan butir-butir material suspensi telah lebih
kecil dari kecepatan angkutannya. Sedimentasi diketahui sangat
berpengaruh terhadap kinerja fungsi tampungan bendungan yang dibuat
manusia dan merupakan salah satu penyebab utamadari hilangnya fungsi
ekonomis bendungan di dunia. Pengamatan pada Sub DAS Konto
menunjukkan bahwa degradasi lahan telah berperan menimbulkan
sedimentasi pada kedua bendungan –lebih cepat dari rencana
seharusnya (Palmieri et al , 2001).
BAB III

Rekomendasi Manajemen Sumberdaya Air untuk Mendukung Implementasi


Pertanian Berlanjut
Pengelolaan sumber daya air harus dipandang dari berbagai aspek, seperti
aspek kuantitas, kualitas dan juga harus terintegrasi agar sumber daya air dapat
dikelola dengan memperhatikan lingkungan. Air memiliki multifungsi yang dapat
menentukan kehidupan, selain memiliki fungsi ekonomi, juga berperan sebagai
fungsi sosial dan lingkungan hidup. Terkait dengan fungsi ekonomi, air
merupakan elemen utama bagi kegiatan produksi, baik di sektor pertanian
maupun sektor manufaktur. Tanpa air, maka sektor-sektor tersebut tidak akan
dapat berproduksi dengan baik. Khusus di bidang pertanian, air memiliki peran
yang sangat penting. Tanpa air hampir dapat dipastikan kegiatan pertanian akan
sangat menurun atau tidak menghasilkan. Pada saat ini masih banyak aktifitas
pertanian masyarakat yang pemenuhan kebutuhan airnya masih tergantung pada
siklus alam, sedangkan kini dengan adanya berbagai anomali alam (pemanasan
global, dan lain-lain) siklus tersebut sudah tidak beraturan, yang berdampak pada
produktifitas pertanian.
Produksi pertanian pada masa depan akan dipengaruhi oleh pasokan air
yang menyebabkan kekeringan dan banjir yang tentunya akan mengancam
usaha pertanian akibat iklim dan cuaca yang tidak tentu. Selain itu, degradasi
lahan juga akan meningkat sehingga diperlukan pengelolaan sumberdaya air
yang dapat mendukung kegiatan pertanian yang berkelanjutan. Ekuitas sosial
berarti memastikan akses yang sama untuk semua pengguna (khususnya
kelompok pengguna yang terpinggirkan dan miskin) dengan jumlah dan kualitas
air yang memadai yang diperlukan untuk menopang kesejahteraan manusia. Hak
semua pengguna untuk mendapatkan keuntungan dari penggunaan air juga
perlu dipertimbangkan saat membuat alokasi air. Manfaat dapat mencakup
kenikmatan sumber daya melalui penggunaan rekreasi atau keuntungan finansial
yang dihasilkan dari penggunaan air untuk tujuan ekonomi.
Efisiensi Ekonomi berarti membawa manfaat terbesar bagi jumlah
pengguna sebaik mungkin dengan sumber keuangan dan air yang tersedia. Ini
mensyaratkan pilihan yang paling ekonomis efisien dipilih. Nilai ekonomi tidak
hanya tentang harga, akan tetapi harus mempertimbangkan biaya dan manfaat
sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan. Keberlanjutan Ekologis
mengharuskan ekosistem perairan diakui sebagai pengguna dan bahwa alokasi
yang memadai dilakukan untuk mempertahankan fungsi alaminya. Mencapai
kriteria ini juga mensyaratkan bahwa penggunaan lahan dan perkembangan
yang berdampak negatif terhadap sistem ini dihindari atau dibatasi. Secara
operasional, sehingga pendekatan IWRM melibatkan penerapan pengetahuan
dari berbagai disiplin ilmu serta wawasan dari beragam pemangku kepentingan
untuk merancang dan menerapkan solusi yang efisien, adil dan berkelanjutan
terhadap masalah air dan pembangunan.
Gambar 3. Proses Siklus Hidrologi
Pemanfaatan sumber daya air masih belum digunakan secara baik dan
bijak. Hal tersebut menimbulkan beberapa permasalahan dalam pemanfaatan
air. Pertama, variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air
menyebabkan air pada saat musim hujan tersedia melimpah, dan pada musim
kemarau mengalami kekurangan air bahkan kekeringan. Kedua, terbatasnya
jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi serta jumlah penduduk yang
terus bertambah menyebabkan kebutuhan air terus meningkat pula. Pengelolaan
Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) adalah proses yang ditujukan untuk
meningkatkan pengembangan dan pengelolaan air, lahan dan sumber daya
terkait secara terkoordinasi demi tercapainya kesejahteraan ekonomi dan sosial
yang maksimum dengan cara yang adil dan secara mutlak mempertahankan
keberlanjutan ekosistem yang vital.
Kependudukan, permukiman dan pencemaran, sampah, DAS kritis,
kekeringan, banjir adalah masalah-masalah yang sering dan cenderung rutin
muncul dan ini semua memerlukan pengelolaan yang terpadu menyeluruh dan
berkesinambungan melalui Pengelolaan Sumber Daya Air secara Terpadu
(PSDAT). PSDAT adalah alat perencanaan dan pelaksanaan partisipatif yang
komprehensif untuk mengelola dan mengembangkan sumber daya air dengan
cara yang menyeimbangkan kebutuhan sosial dan ekonomi, dan ini menjamin
perlindungan ekosistem bagi generasi mendatang. PSDAT harus
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan hidup
serta berkelanjutan, maka pemanfaatan PSDAT tersebut harus
mempertimbangkan hal-hal tersebut di bawah ini:
1. Dasar dari PSDAT adalah bahwa penggunaan sumber daya air yang
berlain-lainan tujuan memiliki saling ketergantungan (interdependensi)
dalam konteks DAS hulu-hilir.
2. Pengelolaan Terpadu adalah suatu proses yang mempertimbangkan
kepentingan semua pengguna air secara bersama.
3. Setiap penggunaan harus memperhatikan dampaknya terhadap
penggunaan lainnya.
4. Mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi termasuk sasaran
pengelolaan berkelanjutan.
5. Pengelolaan sumber daya air tidak hanya difokuskan pada pembangunan
dalam sumber daya air tetapi harus menjamin tersedianya sumber daya
air yang berkelanjutan.
Penggunaan air yang banyak berbeda untuk pertanian, untuk ekosistem
yang sehat, untuk masyarakat dan mata pencaharian menuntut tindakan
terkoordinasi. Pendekatan PSDAT adalah proses yang terbuka dan fleksibel,
mempertemukan pengambil keputusan di berbagai sektor yang berdampak pada
sumberdaya air, dan membawa semua pemangku kepentingan untuk
menetapkan kebijakan dan membuat keputusan yang seimbang dan seimbang
sebagai respon terhadap tantangan air yang dihadapi. Pengelolaan Sumber
Daya Air Terpadu meliputi lima aspek, yaitu:
1. Aspek alamiah sistem sumberdaya air seperti: air permukaan, air tanah,
kualitas air dan pola laku fisik sumberdaya
2. Aspek ekonomi sektoral yang terkait bidang sumberdaya air (pertanian,
perikanan, penyediaan air baku, pembangkit energi listrik dari tenaga air,
navigasi, rekreasi, dan konservasi lingkungan).
3. Aspek kebijakan nasional, lingkungan strategis dan pembatasnya (sosial,
hukum, institusional, pembiayaan dan lingkungan).
4. Aspek hirarki institusional.
5. Aspek variasi sumber daya dan kebutuhan (analisis skala DAS (daerah
aliran sungai) atau WS (wilayah sungai), interaksi hulu-hilir WS, dan
transfer inter-basin).
Kebijakan - kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya air dapat
dibedakan berdasarkan lahannya. Terdapat kebijakan pengelolaan air di lahan
kering, lahan sawah dan juga daerah aliran sungai. Kebijakan pengelolaan air
untuk lahan kering perlu ditekankan secara menyeluruh baik untuk blue water
maupun green water (Falkenmark and Rockstrom, 2006). Blue water adalah air
yang berasal dari hujan yang kemudian ditampung dalam sungai, waduk, atau air
tanah yang kemudian dimanfaatkan untuk irigasi. Sedangkan green water adalah
bagian dari hujan yang menjadi kelembaban tanah dan yang langsung dipakai
dalam proses evaporasi dan transpirasi. Kebijakan pengelolaan air pada masa
yang akan datang, baik blue water maupun green water harus dilakukan secara
tepat dan bijaksana agar dapat memenuhi semua pengguna air tidak hanya
sektor tertentu saja. Demikian juga pengalokasiannya, harus sesuai dengan
kebutuhan tiap sektor dan berkelanjutan.
Kebijakan pengelolaan blue water dapat dilakukan dengan membangun
sistem irigasi yang efrisien. Sistem irigasi yang dibangun tidak harus berdasarkan
pola persawahan saja. Kebijakan pembangunan sistem irigasi harus mendukung
semua tipe usaha tani, termasuk yang dewasa ini disebut sebagai pertanian
lahan kering. Dalam hubungan dengan hal tersebut perlu adanya capacity
building, baik di kalangan birokrasi maupun masyarakat setempat, sebagai
prakondisi bagi pembangunan sistem irigasi di wilayah lahan kering. Wilayah
lahan kering di Indonesia luasnya diperkirakan 4 atau 5 kali lebih luas dari
wilayah sawah irigasi, sehingga sangat potensial sebagai sumber pangan
nasional dengaan menerapkan reformasi kebijakan pengelolaan air. Dimana ada
mungkin investasi yang diperlukan juga lebih murah dibandingkan dengan
investasi untuk pembangunan irigasi baru untuk sistem persawahan.
Implementasi dari kebijakan pengelolaan air yang telah dilakukan pada lahan
kering adalah dengan pemberian irigasi sesuai kebutuhan tanaman.
Untuk meningkatkan produksi padi ke depan, diperlukan reformasi
kebijakan berbagai sektor antara lain kebijakan dalam pengelolaan air. Hal ini
perlu dilakukan karena ketersediaan air semakin terbatas akibat penggunaan
berbagai sektor yang kurang bijaksana. Selain itu, efisiensi penggunaan air untuk
berbagai sektor perlu ditekankan hususnya air untuk pertanian. Tidak hanya
permasalahn di lahan kering dan juga lahan sawah, permasalahan air juga terjadi
di dalam pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS ini secara langsung ataupun tidak
langsung terkait dengan permasalahan sumber daya air.
Selain permasalahan yang terkait dengan sumber daya air, pengelolaan
DAS saat ini juga dihadapkan pada isu-isu meningkatnya kesenjangan ekonomi
masyarakat dan semakin seringnya konflik terkait dengan akses masyarakat
terhadap sumber daya alam. Persoalan-persoalan tersebut, pada banyak kasus,
bersumber pada hal-hal non-teknis sebagai berikut (Bressers dan Kuks, 2004) :
1. Belum memadainya pelaksanaan pengelolaan DAS dalam konteks
konservasi sumber daya air karena setiap sektor atau instansi melakukan
tupoksinya tidak dalam kerangka kerja keterpaduan, sehingga proses
partisipatif dalam pengelolaan DAS belum sepenuhnya berjalan;
2. Belum tersedianya mekanisme penyelesaian konflik terhadap aktivitas
pemanfaatan sumber daya air yang menimbulkan dampak lintas sektor
dan lintas wilayah;
3. Tumpang tindih kepentingan dan benturan wewenang antara pemerintah
pusat dan provinsi, serta kabupaten/kota yang disebabkan oleh belum
jelasnya kewenangan pengelolaan sumber daya air dalam suatu DAS;
4. Kebijakan nasional yang berhubungan dengan konservasi sumber daya
air belum teritegrasi ke dalam perencanaan dan penganggaran
pembangunan di daerah sehingga sulit untuk bersinergi dalam
implementasinya; dan
5. Pendekatan terintegrasi belum sepenuhnya terwujud karena terkendala
oleh persoalan-persoalan: a) kepentingan pertumbuhan ekonomi
(eksploitasi sumberdaya) versus nilai konservasi sumber daya, b)
kepentingan bersama para pihak versus kepentingan pihak-pihak tertentu
atau sektoral, dan c) belum ada lembaga penyinergi untuk menjalankan
program konservasi sumber daya air terpadu lintas sektor dan lintas
wilayah.
Pada lingkup pengelolaan daerah aliran sungai, mencakup:
1. Daerah tangkapan air, mencakup pengendalian tata guna lahan,
pengendalian erosi, konservasi air dan tanah, serta monitoring dan
evaluasi.
2. Pengelolaan sumber daya air, mencakup manajemen kuantitas air dan
kualitas air.
3. Pemeliharaan prasarana dan sarana pengairan, mencakup pemeliharaan
preventif, korektif, dan akurat.
4. Pengendalian banjir, mencakup pemantauan dan prediksi banjir,
pengaturan dan pencegahan banjir, serta penanggulangan banjir.
5. Pengelolaan lingkungan sungai, mencakup perencanaan dan
pengendalian sempadan sungai.
6. Pemberdayaan masyarakat.

Gambar 4. Skema Pengelolaan DAS


Kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai untuk mengatasi permasalahan
air adalah melakukan dua aspek yaitu:
1. Aspek Agro Teknik
 Pengelolaan Vegetasi
Dalam pengelolaan daerah aliran sungai, maka kegiatan pengelolaan
vegetasi diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut :
1) Kawasan lindung dengan vegetasi yang rapat, dalam hal ini vegetasi
hutan atau vegetasi lainnya yang berfungsi lindung
2) Terpeliharanya kondisi vegetasi di luar kawasan lindung, sehingga dapat
berfungsi secara optimal untuk perlindungan terhadap tanah dan air.
 Pengelolaan Lahan
Kegiatan pengelolaan lahan diarahkan untuk tercapainya
produktifitas tanah yang tinggi, serta terkendalinya erosi lahan. Unsur-
unsur yang menjadi pertimbangan, antara lain :
1) Lahan harus dimanfaatkan/digunakan sesuai kemampuannya
2) Tanah harus dilindungi dari ancaman erosi dengan mempertahankan
penutupan tanah
3) Metode guludan dan terasering atau perlakuan lainnya dapat
diterapkan untuk meningkatkan penggunaan tanah yang lebih baik
Sebagai tolak ukur dampak pengelolaan tanah adalah jumlah tanah
yang hilang per satuan waktu, atau tingkat pengendapan di waduk,
pendangkalan di sungai/saluran irigasi atau rendahnya mutu air.
2. Aspek Civil Teknik
 Pengelolaan Air
Pengelolaan air mencakup berbagai usaha untuk mendapatkan,
membagi, menggunakan, mengatur, serta mengelola dan membuang air,
mulai dari sumbernya sampai ke tempat pembuangan, sesuai dengan
kebutuhan dan persyaratan, yang antara lain meliputi :
1) Kuantitas air/jumlah air yang dimanfaatkan
2) Kualitas air/mutu air yang dipergunakan
3) Ketersediaan air/mutu air yang dipergunakan.
 Pengelolaan/Pengendalian Erosi/Sedimentasi
Pada kegiatan ini dapat dilakukan melalui pembuatan bangunan-
bangunan drap structure pada alur anak-anak sungai bagian hulu (creak)
yang terbuat dari bronjong kawat berisi batu kali, pasangan batu atau dari
pohon-pohon bambu. Fungsi dari bangunan ini adalah untuk menghindari
penggerusan dasar sungai atau pengamanan tebing sungai dari bahaya
longsor. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu pembinaan aktifitas
masyarakat karena dalam melakukan pembinaan aktifitas masyarakat ini
dapat mencakup penyuluhan dan pelatihan bagi masyarakat setempat
sehingga masyarakat setempat dalam memanfaatkan sumber daya alam
untuk kehidupan sehari-hari dengan melakukan kegiatan pengelolaan
vegetasi, tanah, dan juga air secara baik dan benar.
 Pengelolaan Sumber Daya Air
Lingkup Pengelolaan SDA Terpadu merangkum suatu upaya-upaya
(merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi) dalam
penyelenggaraan konservasi - pendayagunaan - pengendalian daya
rusak SDA, dengan tujuan :
1. Menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung,
daya fungsi SDA,
2. Memanfaatkan SDA secara berkelanjutan dengan mengutamakan
pemenuhan kebutuhan pokok kehidupan masyarakan secara adil,
3. Mencegah, menanggulangi, dan memulihkan akibat kerusakan
kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh daya rusak air.
 Konservasi Sumber Daya Air
Masalah konservasi dalam sumber daya air tidak hanya dapat
dilakukan pada air dan sumbernya saja tetapi justru lebih banyak harus
dilakukan di luar kegiatan pengelolaan SDA. Kekurangan air yang
berakibat kekeringan, penyebab utamanya adalah perubahan cuaca dan
rusaknya daerah tangkapan hujan yang tidak mampu lagi menyimpan air,
terlalu banyak air yang tidak terkendali dapat berakibat banjir, penyebab
utamanya adalah rusaknya daerah tangkapan hujan dan pola
pendayagunaan lahan yang tidak terkendali, pencemaran air yang
berakibat kualitas menurun, penyebab utamanya adalah masuknya
pencemar dari luar sumber air. Semua penyebab utama tersebut bukan
merupakan bagian dari pengelolaan SDA. Karena itu di dalam UU-SDA
tidak banyak yang dapat diatur sebagai ketentuan, kecuali cara-cara
konservasinya. Pada prinsipnya konservasi SDA dilakukan terhadap tiga
sasaran :
a. Sumber air: dengan perlindungan dan pelestarian agar tidak rusak
sehingga terpelihara fungsinya baik sebagai resapan air maupun
sebagai wadah air.
b. Fisik air: dengan pengawetan agar terpelihara keberadaan dan
ketersediaan air baik untuk masa sekarang maupun yg akan datang
dengan cara menyimpan (misalnya dlm waduk) dan menggunakan air
secara efisien.
c. Kualitas air: dengan pengelolaan kualitas dan pengendalian
pencemaran air yakni mencegah masuknya pencemaran air pada
sumber air dan prasarananya.
Lingkup kegiatan konservasi SDA
 Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air
1. Rehabilitasi hutan dan lahan serta pelestarian hutan lindung, kawasan
suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
2. Perlindungan sumber air dalam kaitan dengan pembangunan dan
pemanfaatan lahan pada sumber air, pengendalian pengolahan tanah di
daerah hulu serta pengaturan daerah sempadan sumber air.
3. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air,
serta pengisian air pada sumber air.
4. Pengendalian pemanfaatan air.
5. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.
 Pengendalian Daya Rusak Sumber Daya Air
a. Eksistensi Daya Rusak Air
Hakekatnya daya rusak air merupakan bagian tak terpisahkan dari
fisik airnya sen.diri yakni sejak keberadaan air dalam alam. Dengan
berbagai aktivitas manusia yang makin meningkat, daya rusak itu lebih
diperparah lagi. Karena itu tidak mungkin manusia dapat menghilangkan
daya rusak tersebut.
Daya rusak air yang paling significant adalah banjir. Di Negara
manapun bahkan Negara yang sudah sangat maju teknologinya, tidak
akan dapat menghindari terjadinya banjir yang disebabkan oleh alam.
Karena itu yang dapat dilakukan oleh manusia adalah sedapat-dapatnya
hidup berdampingan secara damai dengan alam serta mengendalikan
daya rusaknya agar tidak makin menimbulkan akibat yang sangat
merugikan
b. Cara Pengendalian Daya Rusak Air
Dari tiga cara pengendalian daya rusak air yakni upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan, maka yang diutamakan adalah
pencegahan. Perencanaan pengendalian daya rusak air harus disususn
secara terpadu dan menyeluruh sekaligus pada waktu menyusun pola
pengelolaan SDA, yang harus memperhatikan rencana tata ruang.
Penanggung jawab utama pengendalian ini adalah pemerintah (pusat dan
daerah) serta pengelola SDA Wilayah Sungai, dengan tetap melibatkan
masyarakat sebagai kewajiban bersama.
c. Pencegahan
Upaya pencegahan dilakukan untuk mengurangi sebanyak-
banyaknya kemungkinan terjadinya daya rusak air, baik melalui kegiatan
fisik berupa bangunan-bangunan maupun non fisik yang berupa
pengaturan, pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat, baik
masyarakat di bagian hulu maupun masyarakat bagian hilir. Pencegahan
tersebut lebih diutamakan pada kegiatan non fisik. Dalam rangka
pencegahan ini perlu perlakuan seimbang antara konservasi di daerah
hulu dan pendayagunaan di daerah hilir, antara lain adanya kemungkinan
saling ganti untung antar kedua daerah tersebut.
d. Penanggulangan
Penanggulangan ini merupakan tindakan darurat untuk mengurangi
sebanyak mungkin kerugian dengan mitigasi bencana, diantaranya
dengan peringatan dini, menghindari dari bencana, perbaikan
(sementara) infrastruktur. Penanggulangan dilakukan secara terpadu,
oleh instansi-instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan
koordinasi penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten. Bencana berskala nasional ditetapkan oleh presiden dan
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pelaksanaannya bisa saja
dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam ke adaan yang
membahayakan, gubernur atau bupati berwenang mengambil tindakan
darurat, yakni suatu tindakan yang cepat dan karena itu tidak harus
mengikuti prosedur sesuai peraturan.
e. Pemulihan (Setelah Terjadi)
Upaya pemulihan dilakukan untuk mengembalikan fungsi, baik
fungsi lingkungan hidup maupun fungsi infrastruktur sumber daya air yang
rusak akibat bencana. Pemulihan ini menjadi tanggung jawab pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya dan masyarakat sesuai dengan kewajibannya.
BAB IV

Rekomendasi Rencana Aksi(Program Kerja) untuk Manajemen Sumberdaya


Air untuk Mendukung Implementasi Pertanian Berlanjut
Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomioan
nasional. Peran strategis tersebut ditunjukkan oleh perannya dalam
pembentukan kapital, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan
dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara, dan sumber
pendapatan, serta pelestarian lingkungan melalui praktek usaha tani yang
ramah lingkungan. Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan menuju
pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai
bagian dari implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Pembangunan pertanian (termasuk pembangunan perdesaan)
yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang menjadi perhatian dan
pembicaraan disemua negara dewasa ini. Pembangunan pertanian
berkelanjutan selain sudah menjadi tujuan, tetapi juga sudah menjadi paradigma
pola pembangunan pertanian. Salah satu faktor penting dalam pertanian
berlanjut adalah kebutuhan air yang sangat berlimpah untuk suatu pertanian.

Gambar 5. Air Sebagai Kebutuhan


Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam produksi
pangan. Jika air tidak tersedia maka produksi pangan akan terhenti. Ini berarti
bahwa sumberdaya air menjadi faktor kunci untuk keberlanjutan pertanian
khususnya pertanian beririgasi. Pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture) secara sederhana diartikan disini sebagai upaya memelihara,
memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan kemampuan produktif dari
sumberdaya pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan. Guna
mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumberdaya pertanian seperti air dan
tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil
guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung meningkat akibat
pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup, sehingga kompetisi
dalam pemanfaatannya juga semakin tajam baik antara sektor pertanian
dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam sektor pertanian
itu sendiri.
Diperlukannya manajemen sumberdaya air sangat diharuskan untuk
menjaga siklus dari tanaman dan menjaga dari air itu sendiri agar tidak
tercemar.
Gambar 6. Air Untuk Pertanian
Manajemen sumber daya air adalah aktivitas merencanakan,
mengembangkan, mendistribusikan, dan mengelola penggunaan sumber daya
air secara optimal. Manajemen sumber daya air adalah subbagian dari
manajemen siklus air. Dalam kondisi yang ideal, perencanaan manajemen
sumber daya air memperhatikan semua kebutuhan air dan mengalokasikan air
berbasis kesetaraan yang memuaskan semua pengguna air. Permasalahan air
tidak hanya terjadi di negara Indonesia, hampir semua negara baik negara
maju maupun berkembang pasti menghadapi permasalahan dalam
manajemen air. Marsya (2009) menyatakan ada 3 permasalahan yang
dihadapi dalam permasalahan manajemen air, yaitu:
1. Adanya Gejala Krisis Air
Terjadinya krisis air dapat dipicu oleh sikap dan perilaku masyarakat
yang cenderung boros dalam memanfaatkan air karena air sebagai milik
umum (common property) dianggap tidak terbatas adanya dan karenanya
dapat diperoleh secara cuma-cuma atau gratis. Padahal, air sebagai
sumberdaya alam, adalah terbatas jumlahnya karena memiliki siklus tata
air yang relatif tetap. Ketersediaan air tidak merata penyebarannya dan
tidak pernah bertambah. Selain itu tingkat efisiensi pemanfaatan air melalui
jaringan irigasi yang masih rendah kiranya dapat menjadi kendala dalam
upaya menurunkan manajemen sumber daya air.

Gambar 7. Potret Krisis Air

2. Degradasi Sumberdaya Air


Keluhan – keluhan disertai protes oleh masyarakat tentang adanya
pencemaran air telah bermunculan di beberapa tempat sebagai akibat
adanya limbah industri termasuk limbah dari industri pariwisata seperti
hotel dan restoran. Kecenderungan menurunnya kualitas air akan
meningkat seiring dengan meningkatnya perkembangan industri yang
mengeluarkan limbah, pertumbuhan perumahan secara eksponensial
dan pertambahan penggunaan bahan-bahan organik sintetis.

Gambar 8. Degradasi Sumberdaya Air

3. Menyusutnya Lahan Pertanian Beririgasi Akibat Alih Fungsi Lahan


Alih fungsi lahan pertanian untuk tujuan non-pertanian merupakan
proses yang tidak terhindarkan. Hal ini disebabkan karena adanya
ledakan jumlah penduduk yang menunutut pertambahan pemukiman ,
transportasi, pembangunan industri dan berbagai prasarana fisik untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia modern yang semuanya itu
niscaya membutuhkan tanah. Apabila alih fungsi sawah terjadi di
bagian hulu atau tengah dari sistem irigasi, maka pemilik sawah di
bagian hilir akan terkena dampaknya yakni berupa pengurangan air
secara langsung karena dimanfaatkan untuk kepentingan lain atau bisa
sama sekali tidak lagi memperoleh air jika alih fungsi tersebut sampai
merusak saluran dan bangunan irigasi yang ada.

Gambar 9. Alih Fungsi Lahan

Dalam merancang dan melaksanakan program pengembangan


sumberdaya air perlu menempuh cara yang lebih baik dengan memperhatikan
berbagai perspektif penting, yaitu teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pemanfaatan sumberdaya air perlu diupayakan agar tetap efisien. Pada
dasarnya sumber inefisiensi penggunaan air adalah kehilangan air karena
penguapan (evaporasi) dan aliran atau hilangnya air ke laut atau ke tebing yang
tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh sistem. Ada banyak upaya yang dilakukan
untuk pengefisiensian penggunaan air dalam lahan pertanian, Sayaka dan
Pasandaran (1996) menyatakan bahwa ada 4 Penghematan air dalam
manajamen sumberdaya pertanian, yaitu :

1. Meningkatkan output per unit dan air yang hilang karena


penguapan atau biasa disebut efisiensi fisik. Jumlah air yang
digunakan untuk menghasilkan per unit output sangat bervariasi
dan tergantung pada jenis tanaman dan varietas, teknik budidaya,
dan cara pengolahan produk. Produktivitas lahan biasanya diukur
berdasarkan hasil panen per satuan luas, misalnya ton per hektar.
Untuk mengetahui efisiensi fisik penggunaan air seharusnya
dilakukan pengukuran hasil panen per satuan volume air yang
digunakan selama satu musim tanam.

Gambar 10. Perhitungan Air yang Keluar

2. Mengurangi kehilangan air yang mengalir ke laut atau tebing yang


dalam yang mana air tersebut tidak bisa digunakan lagi.
Kehilangan air tersebut bukan hanya pada sistem irigasi tetapi
kehilangan juga kehilangan pada wilayah sungai. Diperlukannya
reboisasi aliran DAS, untuk peningkatan debit air sehingga air
yang terbuang ada cadangannya, sehingga petani dapat leluasa
memakai irigasi yang tersedia.
3. Mengurangi polutan (penyebab polusi) yang potensial merugikan
tanaman, temak, dan manusia. Isu tentang kuantitas dan kualitas
airtampaknyatidak bisa dibedakan lagi. Misalnya, perlu dijaga agar
air limbah yang mengandung logam berat dan sektor industri tidak
dialirkan untuk keperluan irigasi. Logam berat tersebut dapat
terakumulasi ke dalam tanaman dan berbahaya jika dikonsumsi.
Gambar 11. Mengurangi Pembuangan Polutan ke DAS

4. Mengalokasikan penggunaan air dan yang bemilai rendah ke


penggunaan yang bemilai tinggi atau disebut efisiensi ekonomi.
Penggunaan air hendaknya diprioritaskan untuk tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hal ini berarti pilihan petani untuk
menentukan jenis tanaman yang lebih menguntungkan menurut
perhitungan petani. Sebaliknya, jika penggunaan air lebih
diutamakan untuk non pertanian maka kerugian besar ekan
dialami oleh petani.

Gambar 12. Pengunaan Air Pertanian Sebagai Prioritas


Manajemen sumberdaya air tidak hanya terfokus hanya pada bidang
pertanian saja, tetapi harus diliat dari aspek yang lain juga, jika penggunaan air
sangat berlebihan dan membuat air yang berada didunia menjadi tidak layak
dikonsumsi, maka harus ada pelestarian dan perlindungan sumberdaya air.
Pelestarian dan perlindungan sumberdaya air untuk menjamin keberlanjutan
tata air dan pada akhirnya juga keberlanjutan pertanian perlu lebih ditingkatkan.
Marsya (2009) menyatakan ada beberapa cara dapat ditempuh seperti
misalnya:
1. Pelaksanaan analisa dampak lingkungan bagi proyek-proyek
pembangunan atau investasi. Proyek yang secara potensial dapat
mengganggu kelestarian sumberdaya air agar secara tegas dilarang
atau dihentikan.
Gambar 13. Pengurangan Proyek Pembangunan

2. Penerapan aturan siapa yang melakukan pencemaran dialah yang


harus menanggung beban biaya penanggulangan pencemaran tersebut
(polluters pay principle) dan kepada pelakunya juga harus dikenai
sanksi sesuai aturan yang berlaku.
3. Pengendalian pencemaran atas mutu sumberdaya air dengan cara
antara lain:
a. Pengolahan air tercemar pada badan-badan air seperti
sungai dan danau.
b. Pengolahan air limbah pada sumber-sumber tercemar
seperti pabrik dan pemukiman.
c. Pengembangan teknologi pengendalian pencemaran.
4. Penerapan teknologi irigasi air limbah. Irigasi air limbah adalah suatu
metode pengolahan air limbah yang dapat dimanfaatkan untuk usaha
pertanian. Teknologi ini telah berkembang pesat di beberapa negara
seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Israel dan bahkan India.
(Atmanto, 1993)
5. Rehabilitasi kerusakan daerah hulu sungai (daerah tangkapan).
Kerusakan daerah hulu sangat fatal karena dapat mengakibatkan banjir.
Adanya erosi karena penggundulan hutan di daerah hulu berakibat
pengendapan lumpur pada waduk dan bangunan irigasi.

Gambar 14. Rehabilitasi Hulu Sungai

Praktik pertanian, seperti manajemen tanah, aplikasi pupuk, dan


pengendalian penyakit dan hama terkait dengan pengelolaan air berkelanjutan
di bidang pertanian dan perlindungan lingkungan. Saat ini praktek pertanian
identic dengan penyalahgunaan. Petani sangat jarang melakukan analisis tanah
dan daun untuk mengetahui jumlah dan jenis pupuk yang tepat yang dibutuhkan
untuk setiap tanaman dan mereka menerapkannya secara empiris. Praktek ini
sangat meningkatkan biaya produksi pertanian dan berpotensi kritis untuk
penurunan kualitas air tanah dan lingkungan. Herbisida dan pestisida juga
digunakan secara berlebihan, membahayakan kualitas air permukaan dan
secara negatif mempengaruhi lingkungan. Pestisida sering digunakan secara
preventif, bahkan ketika tidak ada ancaman nyata di daerah tersebut. Dalam
penggunaan bahan kimia harus dilakukan upaya yang rasional untuk
pengendalian hama dan gulma agar tidak mencemari lingkungan. Menurut
Chartzoulakis dan Maria (2015) pengelolaan tanah terdiri dari:

1. Pengolahan tanah permukaan,


Pengolahan tanah permukaan menyangkut praktik pengolahan tanah
dangkal untuk menghasilkan peningkatan kekasaran pada permukaan
tanah yang memungkinkan penyimpanan waktu singkat dalam depresi kecil
curah hujan melebihi infiltrasi.

2. Kontur persiapan lahan


Penanaman tanah dilakukan di sepanjang kontur tanah dan tanah
dibiarkan dengan alur kecil dan punggung bukit yang mencegah limpasan.
Teknik ini juga efektif untuk mengendalikan erosi dan dapat diterapkan
pada tanaman baris dan biji-bijian kecil asalkan lereng lapangan rendah.

3. Profil permukaan bedengan


Penanaman bedengan luas dan biasanya digunakan untuk tanaman
baris hortikultura.

4. Konservasi pengolahan tanah


Termasuk tanpa olah tanah dan pengurangan pengolahan tanah, di
mana residu dari tanaman sebelumnya disimpan di tanah saat penanaman.
Mulsa melindungi tanah dari dampak langsung dari hujan, sehingga
mengontrol proses pengerasan dan penyegelan. Konservasi pengolahan
tanah membantu mempertahankan tingkat tinggi bahan organik dalam
tanah sehingga sangat efektif dalam meningkatkan infiltrasi tanah dan
mengendalikan erosi.

5. Mulsa
Menggunakan mulsa dengan sisa tanaman pada permukaan tanah
yang menaungi tanah membantu dalam memperlambat aliran air di daratan,
meningkatkan kondisi infiltrasi, mengurangi kehilangan penguapan dan juga
berkontribusi untuk mengendalikan gulma dan karenanya penggunaan air
yang tidak menguntungkan.
Gambar 15. Penggunaan Mulsa Organik

6. Meningkatkan atau mempertahankan jumlah bahan organik di lapisan


tanah atas,
Dengan meningkatkan atau mempertahankan jumlah bahan organic
akan memberikan agregasi tanah yang lebih baik, mengurangi pengerasan
atau penyegelan pada permukaan tanah dan peningkatan kapasitas retensi
air tanah.

7. Penambahan material halus atau bahan kimia hidrofilik ke pasir atau


tanah kasar.
Teknik ini meningkatkan kapasitas retensi air tanah dan mengontrol
perkolasi dalam. Dengan demikian, ketersediaan air di tanah dengan
kapasitas penahanan air rendah meningkat.

8. Kontrol tingkat keasaman


Kontrol tingkat keasaman dengan pengapuran, mirip dengan aplikasi
gipsum ke tanah dengan pH tinggi. Perawatan ini mendukung rooting yang
lebih intensif dan mendalam, pengembangan tanaman yang lebih baik dan
memberikan kontribusi pada peningkatan agregasi tanah, sehingga
menghasilkan peningkatan ketersediaan air tanah.

9. Adopsi teknik pengendalian gulma yang tepat untuk mengurangi


persaingan untuk kehilangan air dan transpirasi oleh gulma.
Chartzoulakis dan Maria juga mengungkapkan cara pengelolaan air
berkelanjutan di bidang pertanian yaitu:

1. Pengurangan kehilangan air


Kehilangan air harus dideteksi melalui teknologi canggih, seperti sistem
telemetri, GIS, penginderaan jauh. Proyek air lama yang mengalami
kehilangan air yang cukup besar harus direhabilitasi dan dimodernisasi.

2. Meningkatkan efisiensi sistem irigasi yang digunakan


Salah satu cara meningkatkan efisiensi sistem irigasi dengan
penggunaan sistem irigasi sprinkler. Perbaikan dalam sistem irigasi
sprinkler termasuk penggunaan regulator tekanan di bidang miring,
pemantauan dan tekanan penyesuaian peralatan, aplikasi irigasi selama
periode tidak berangin, adopsi jarak yang lebih kecil dan tetes sprinkler
besar dan tingkat aplikasi di daerah berangin, adopsi tingkat aplikasi lebih
kecil dari laju infiltrasi tanah dan pemeliharaan sistem yang cermat.
Perbaikan dalam sistem irigasi lokal bertujuan untuk mengurangi volume air
yang diterapkan dan meningkatkan produktivitas air termasuk penggunaan
saluran tetes tunggal untuk tanaman baris ganda, penggunaan penyemprot
mikro di tanah resapan tinggi, penyesuaian durasi aplikasi air dan
pengaturan waktu untuk karakteristik tanah dan tanaman, kontrol variasi
tekanan dan pembuangan, penggunaan filter yang sesuai dengan kualitas
air dan karakteristik penghasil emisi yang digunakan, adopsi pemeliharaan
dan otomatisasi yang cermat.

Gambar 16. Sistem Irigasi Lokal


Gambar 17. Sistem Irigasi Sprinkler

3. Meningkatkan efisiensi penggunaan air


Dapat dicapai dengan wajib menggunakan sistem irigasi lokal oleh
petani (dengan atau tanpa subsidi), penjadwalan irigasi yang tepat sesuai
dengan kebutuhan aktual tanaman, pembentukan sistem untuk menasihati
petani tentang jadwal irigasi mereka, pengenalan yang sesuai praktik
agronomis dan penerapan teknik manajemen salinitas.

4. Adopsi teknik irigasi yang inovatif


Di daerah yang langka air, pendekatan irigasi tidak harus didasarkan
pada persyaratan air tanaman lengkap seperti irigasi defisit teregulasi (RDI)
atau irigasi bawah permukaan (SSI) harus diadopsi. Fertigasi (aplikasi
pupuk yang efisien) dan chemigasi (pengendalian yang mudah terhadap
gulma dan penyakit yang disebabkan oleh tanah) juga harus dipromosikan.
5. Penggunaan kembali air marjinal (reklamasi atau payau) untuk irigasi
Air marjinal dapat digunakan di bawah beberapa pembatasan untuk
irigasi tanaman pohon, baris dan pakan ternak. Selain air, mereka
menyediakan tanah dengan nutrisi, meminimalkan aplikasi pupuk
anorganik. Biasanya petani lebih suka menggunakan air permukaan dan
atau air tanah untuk irigasi. Upaya khusus harus diberikan dalam mendidik
petani untuk menerima limbah yang diolah. Selain itu tarif untuk sumber air
ini harus lebih rendah dari tarif sumber primer agar menarik petani untuk
menggunakan air marjinal. Ketika menggunakan air berkualitas rendah
misalnya air payau atau air asin, pendekatan terpadu untuk pengelolaan air,
tanaman (varietas toleran garam) (pengolahan tanah yang sesuai) dan
sistem irigasi (pencucian yang memadai, perangkat yang sesuai) harus
dipertimbangkan.
6. Partisipasi masyarakat yang lebih luas dan lebih efektif
LSM dan pengguna akhir untuk persiapan rencana, dalam pengambilan
keputusan, dalam memantau implementasi dan umumnya dalam
pengelolaan air. Partisipasi kelompok-kelompok ini dalam proses di atas
menjaga penerimaan rencana oleh masyarakat umum, meningkatkan
dukungan pada bagian dari badan politik dan mempromosikan keberhasilan
dalam kemungkinan resolusi konflik.
7. Pembangunan kapasitas
Dalam pembangunan kapasitas dibutuhkan campuran sumber daya
manusia yang kompeten, peralatan dan fasilitas canggih secara teknologi,
pedoman hukum dan proses administrasi yang efisien dan efektif untuk
pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan. Hal ini termasuk:

a. Pendidikan dan pelatihan profesional, staf teknis dan pengambil


keputusan dan lainnya, termasuk organisasi non-publik, pada
berbagai mata pelajaran yang terkait dengan pengelolaan air
berkelanjutan.
b. Peningkatan tenaga kerja. Lembaga yang akan dikelola dengan
tenaga kerja yang berkualitas (manajer, insinyur, teknisi, ilmuwan
sosial) yang harus diberi kompensasi yang memadai.
c. Fasilitas dan prosedur. Otoritas air di semua tingkatan manajemen
harus dilengkapi dengan perangkat dan program yang canggih
secara teknologi, mis. komputer dan perangkat lunak untuk
penerapan teknik baru seperti GIS, penginderaan jauh, dll. Teknik-
teknik canggih ini memfasilitasi ketersediaan dan penggunaan
informasi multi-sektoral dan membantu pengelola air dalam
pengambilan keputusan mereka.
d. Perubahan legislatif terhadap legislasi yang terpecah-pecah dan
kuno harus dipromosikan. Tanggung jawab perencanaan dan
operasi sumber daya air, terutama di tingkat nasional secara
keseluruhan harus berada di bawah satu lembaga untuk organisasi
yang tepat dan tindakan yang tidak bertentangan oleh berbagai
pihak berwenang. Otoritas air harus berpartisipasi penuh dalam
perumusan kebijakan pertanian karena pengembangan air dan
tanah harus sepenuhnya terintegrasi. Dalam praktiknya, keputusan
pertanian adalah keputusan air dan sebaliknya.
BAB V

PENUTUP

Semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka kebutuhan


air akan semakin bertambah. Sehingga ketersediaan air di Indonesia semakin
menurun akibat banyaknya kebutuhan air. Alokasi air yang sebagian digunakan
untuk irigasi akan berkompetisi dengan penggunaan air untuk sektor non
pertanian. Maka dalam pemanfaatan sumberdaya air terdapat beberapa kendala
seperti kuantitas dan kualitas air, pencemaran serta perusakan sumberdaya air.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan rehabilitasi jaringan irigasi yang dapat
meningkatkan luas lahan beririgasi teknis, semi teknis, dan sederhana yang pada
gilirannya meningkatkan luas panen dan produksi padi. Pengelolaan irigasi juga
perlu melibatkan petani, disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Serta
penegakan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air yang
akan menjamin pemanfaatan air secara optimal, efektif, dan efisien untuk
kesejahteraan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. (2004). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
ketiga (revisi). Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta,Indonesia. ISBN 979-420-737-3.
Atmanto, S. D. 1993. “Pertanian dan Irigasi Air Limbah.”, Dalam Irigasi Petani.

Jakarta: Pusat Studi dan Pengembangan Irigasi (PSPI), LP3ES.


Chartzoulakis, K dan Maria, B. 2015. Sustainable Water Management in
Agriculture Under Climate Change. Agriculture and Agricultural Science
Procedia 4:88 – 98

Bressers, H. and Kuks, S. (2004) ‘Integrated governance and water basin


management - Comparative analysis and conclusions’, in Bressers, H. and
Kuks, S. (eds) Integrated governance and water basin management-
Conditions for Regime Change and Sustainability.1st edn. Kluwer
Academic Publishers. doi: 10.1007/978-1-4020-2482-5.
Marsya, P. 2009. Pengelolaan Sumberdaya Air Untuk Pertanian Berkelanjutan.

Banjarbaru : Universitas Lambung Mangkurat.


Oki, T. dan S. Kanae. 2006. Global hydrological cycles and world water
resources.Science 313: 1068-1072.DOI: 10.1126/science.1128845
Palmieri, A., F. Shah, dan A. Dinar. 2001. Economics of reservoir sedimentation
and sustainable managementof dams. Journal of Environmental
Management 61: 149-163.
Rockstrom, J., M. Falkenmark, L. Karlberg, R. W. Corell,V. J. Fabry, J. Hansen,
B. Walker, D. Liverman, K.Richardson, P. Crutzen, and J. A. Foley. 2006. A
safe operating space for humanity. Nature 461:472-475.
Sayaka, B dan Pasandaran, E. Menuju Era Baru Pengelolaan Sumberdaya Air Di
Indonesia. Jurnal FAE 14 (2) 32-33.

Vörösmarty. C. J., P. Mc.Intyre, M. O. Gessner, D. Dudgeon, A. Prusevich, P.


Green, S. Glidden, S. E. Bunn, C A.Sullivan& C.R. Liermann. 2010. Global
threats to human water security and river biodiversity.Nature 467: 555-561.
Wicaksono, P.H., Rispiningtati, Ade Andrian Y.2010. ANALISA EROSI DAN
USAHA KONSERVASI PADA SUB DAS KONTO HULU BERBASIS
SISTEMINFORMASIGEOGRAFIS,(Online),(
http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/waktu/article/view/872/710, diakses
pada 16 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai