ABSTRAK
Dalam kegiatan Prima Tani pada tahun 2007, dari tujuh desa lokasi Prima Tani
di Kalimantan Selatan tiga diantaranya adalah .rawa lebak, yaitu Desa Banua Kupang
(Kabupaten Hulu Sungai Tengah), Desa Sungai Durait (Kabupaten Hulu Sungai
Utara), dan Desa Teluk Masjid (Kabupaten Balangan). Menurut Laporan Dinas
Pertanian dan Agribisnis Provinsi Kalimantan Selatan, rawa lebak yang dibuka di
Kalimantan Selatan meliputi luas sekitar 119.523 hektar, diantaranya yang fungsional
baru sekitar 78.544 hektar. Agroekosistem rawa lebak mempunyai sifat, ciri dan watak
yang sangat khas dan unik dibandingkan dengan agroekosistem lainnya. Salah satu
karakter unik tersebut adalah sifat genangan dan tanahnya yang spesifik. Walaunpun
rawa lebak dipandang sebagai wilayah marginal dan rapuh (fragile), tetapi potensi
sumber daya lahan dan air rawa lebak sebagai sumber pertumbuhan produksi
pertanian, perikanan dan peternakan cukup besar apabila dikelola dengan baik dan
tepat. Namun demikian, pengembangan pertanian di lahan rawa lebak dihadapkan pada
beberapa kendala baik sifat agrofisik lahan, maupun sosial ekonomi masyarakat yang
perlu diperhatikan. Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) telah memprogramkan
rencana pengembangan rawa lebak sebagai sumber pertumbuhan produksi padi
maupun tanaman lainnya dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat rawa
lebak. Tulisan ini akan .mengemukakan tentang karakteristik agrofisik lahan dan
lingkungannya, peluang serta kendala pengembangannya sebagai sumber pertumbuhan
produksi pertanian dari tiga desa Primatani dengan agroekosistem rawa lebak di
wilayah Kalimantan Selatan.
Kata Kunci : Peluang, Kendala, Pengembangan Pertanian, Lahan Rawa
PENDAHULUAN
Prima Tani merupakan program percepatan diseminasi atau penyebaran hasil-
hasil penelitian serta sebagai wadah pembelajaran bagi petani dan peneliti serta media
untuk mendapatkan mpan balik untuk perbaikan inovasi teknologi pertanian yang
spesifik lokasi berbasis pada sumber daya lahan dan lingkungan.
Lahan rawa lebak merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian masa
depan yang perspektif. Agroekosistem rawa lebak mempunyai sifat, ciri dan watak
yang sangat khas dan unik dibandingkan dengan agroekosistem lainnya. Karakter unik
tersebut antara lain adalah sifat genangan dan tanahnya yang spesifik. Bentang lahan
(landscape) wilayah rawa lebak sendiri meliputi wilayah tanggul sungai, dataran banjir
(floodplain) sampai lahan burit (hinterland), termasuk sebagian wilayah rawa
pedalaman atau rawa belakang (back swamp). Berdasarkan ketinggian genangan
(dengan batasan antara 50 cm sampai > 200 cm) dan lamanya genangan (antara 3
sampai > 6 bulan) serta pemanfaatannya untuk pengembangan pertanian/perikanan,
lahan rawa lebak dapat dipilah dalam empat tipologi, yaitu (1) lebak dangkal, (2) lebak
tengahan, (3) lebak dalam, dan (4) lebak sangat dalam. Lebak dangkal disebut juga
dengan lebak pematang, sedang lebak dalam atau lebak sangat dalam disebut lebung.
Ketentuan tipologi rawa lebak didasarkan pada ketinggian genangan dan atau lamanya
genangan seperti disajikan pada Tabel 1. Apabila tinggi genangan <50 cm tanpa
memperhatikan lama genangan dikategorikan sebagai rawa lebak dangkal, sedang
apabila lama genangan > 3 bulan dan tinggi genangan > 50 cm atau .apabila lama
genangan < 3 bulan, tetapi tinggi genangan > 100 cm dikategorikan sebagai rawa
lebak tengahan.
Lahan rawa lebak juga dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya pengaruh
sungai sekitarnya. Lahan rawa lebak yang genangannya dipengaruhi oleh sungai
sekitarnya di sebut lebak sungai, sedang lebak yang bebas atau tidak dipengaruhi oleh
sungai disebut dengan lebak terkurung atau setengah terkurung (Kosman dan Jumberi,
1996). Lebak secara khusus merupakan dataran banjir, dataran meander (sungai
berkelok-kelok), dan bekas aliran sungai tua (oxbow) dan sungai-sungai besar dan
anak-anak sungai utamanya (Subagyo, 2006).
Tabel 1. Pembagian lahan rawa lebak berdasarkan ketinggian dan atau lamanya
genangan
Ketinggian Genangan
Lama Genangan
< 50 cm 50-100 cm > 100 cm
< 3 bulan Lebak Dangkal Lebak Tengahan Lebak Tengahan
3-6 bulan Lebak Dangkal Lebak Tengahan Lebak Dalam
>6 bulan Lebak Dangkal Lebak Dalam Lebak Dalam
Sumber : Subagyo (2006).
Walaunpun rawa lebak dipandang sebagai wilayah marginal dan rapuh
(fragile), tetapi potensi sumber daya lahan dan air rawa lebak sebagai sumber
pertumbuhan produksi pertanian, perikanan dan peternakan cukup besar apabila
dikelola dengan baik dan tepat. Beragaman komoditas pertanian dapat dibudidayakan
di lahan rawa lebak umumnya padi, sayuran atau hortikultura seperti tomat, cabai,
sawi, selada, kacang panjang, jagung dan lainnya, dan tanaman tahunan atau
perkebunan seperti jeruk, karet, dan kelapa. Dalam perikanan lahan rawa lebak
merupakan sumber perikanan tangkap terutama untuk jenis ikan hitam seperti papuyu
(Anabas testudineus), sepat (Trichogaster trichopterus), sepat siam (Trichogaster
pectoralis), gabus (Chana striata), toman (Chana micropeltes), dan biawan
(Helostoma temmincki). Dalam peternakan selain jenis unggas seperti itik alabio (Anas
Platyrynchos Borneo) juga didapati kerbau rawa (Bubalus bubalis).
Uraian berikut akan .mengemukakan tentang karakteristik agrofisik lahan dan
lingkungannya, peluang serta kendala pengembangannya sebagai sumber pertumbuhan
produksi pertanian dari tiga desa Primatani dengan agroekosistem rawa lebak di
wilayah Kalimantan Selatan.
Tabel 4. Jenis tanah (menurut klasisifkasi USDA) di 3 (tiga) Desa Prima Tani,
Banua Kupang, Sei Durait, dan Teluk Masjid, Kalimantan Selatan. 2006.
Kategori Nama Desa
Ordo Banua Kupang Sungai Durait Teluk Masid
Inceptisols Typic Endoaquepts Sulfic Endoaquepts Typic Endoaquepts
Aeric Endoaquepts Sulfic Epiaquepts Aericc Endaquepts
Sulfic Endoaquepts Aquic Dystrudepts Typic Epiaquepts
Aquic Dystrudepts - Aquic Dystrudepts
- - Typic Dystrudepts
- - Aquic Dystrudepts
Entisol - Sulfic Endoaquents -
- Typic Sulfaquents -
Histosols Typic Haplohemists Terric Sulfihemists Typic Haplohemists
Typic Haplofibrists - Typic Haplofibrists
Ultisol - - Typic Hapludults
Tabel 5. Hasil evaluasi lahan dari lahan rawa lebak Desa Banua Kupang, HST,
Kalimantan Selatan 2006
Kesesuian komoditas Luas
No.
Kacang
SL
Padi Terung Gambas panjang Ha %
1 N1-oa,fh N1-oa,fh N1-oa,fh N 57,6 10,6
2 S3-oa,fh S3-fh,oa S3-fh,oa S3-fh 93,7 17,3
3 S2-nr S3-oa,nr S3-oa,nr S3-oa,nr 215,3 39,8
4 S3-oa S2-nr S2-nr S2-nr 175,2 32,3
Luas 541,8 100,0
Tabel 6. Hasil evaluasi dari lahan rawa lebak Desa Seidurait Tengah, HSU,
Kalimantan Selatan 2006
Kesesuian komoditas Luas
No.
Kacang
SL
Padi Pisang waluh panjang Ha %
1 S2-oa,fh S3-oa,fh S3-oa,fh S3-oa,h 33,4 4,7
2 S2-fh,xs N1-fh,oa S3-oa,fh S3-oa,fh 119,1 16,8
3 S3-fh,oa N N N 166,9 23,5
4 S3-fh,xs N N N 265,3 37,4
5 N N N N 124,7 17,6
Luas 709,4 100,0
Keterangan: S2 = Cukup sesuai, S3 = Sesuai marjinal, N = Tidak sesuai
fh = banjir/genangan, xs = bahan sulfidik; oa = ketersesiaan oksigen
3
2
1
Gambar 1. Sebaran tipologi lahan lebak di Desa Banua Kupang (atas), Sei Durait
Tengah, (tengah) Teluk Masjid (bawah), Kalimantan Selatan. 2007
Keterangan : 1 = Lebak Dangkal; 2 & 4 = Lebak Tengahan; 3 & 5 = Lebak
Dalam
Gambar 2. Potensi rawa lebak (dari atas kanan ke kiri) : (1) rambuatan, mangga
asam, dan kelapa di lahan rawa lebak dangkal Desa Banua Kupang, (2)
jeruk dan padi sawah di lahan rawa lebak dangkal Desa Banua Kupang,
(3) padi sawah Ciherang di lahan rawa lebak tengahan, Desa Sei Durait,
(4) Penangkapan ikan (sistem beje) di rawa lebak dalam, Desa Sei
Durait (5) Peternakan Itik Alabio di rawa lebak tengahan/dalam, Desa
Sei Durait, dan (6) Pengembalaan kerbau rawa di rawa lebak dalam,
Sei Durait
Tabel 7. Arahan pengembangan komoditas Desa Banua Kupang, Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan. 2006.
Sim Arahan Alternatif Luas
bol penggunaa Komoditas Alternatif Teknologi
n lahan Ha %
PS-1 Sawah Padi , kacang - Pola tanam ( padi – 215,3 39,8
panjang, sayuran)
gambas,terung - Pengaturan tata air
- Pemupukan
PS-2 Sawah Padi lokal -Pola tanam ( Padi lokal 93,7 17,3
– sayuran )
- Pengaturan tata air
- Pemupukan
KC Kebun Kelapa, - Jarak tanam
campuran langsat,rambuta - Pemupukan
n 175,2 32,3
KK Kawasan Ikan alami -Dibuatkan tandom air
konsevasi ( Raterder)
air 57,6 10,6
Jumlah 541.8 100.0
Tabel 8. Arahan pengembangan komoditas Desa Sei Durait Tengah, Hulu Sungai
Utara. Kalimantan Selatan. 2006
Simb Arahan Alternatif Luas
ol penggunaan Komoditas Alternatif Teknologi
lahan Ha %
PS-1 Sawah Padi, kacang - Pola tanam ( padi – 286,0 40,3
panjang, waluh sayuran)
- Pengaturan tata air
- Pemupukan
PS-2 Sawah Padi lokal -Pola tanam ( Padi lokal 265,3 37,4
–bera )
- Pengaturan tata air
- Pemupukan
KC Kebun Kelapa, pisang, - Jarak tanam 33,4 4,7
campuran mangga - Pemupukan
KK Kawasan Ikan alami/itik -Dibuatkan tandom air 124,7 17,6
konsevasi air alabio/Kerbau (Raterder)
Rawa
Jumlah 709.4 100.0
Tabel 9. Arahan pengembangan komoditas Desa Teluk Masjid, Balangan, Kalimantan
Selatan. 2006
Simbo Arahan Alternatif Luas
l penggunaan Komoditas Alternatif Teknologi
lahan Ha %
Padi, sayuran - Pola tanam ( padi –
(tomat, cabair, sayuran)
jagung, kacang - Pengaturan/
LBS1 Sawah 24,6 3,49
tanah) pembuatan saluran
pengatusan (drainase)
- Pupuk seimbang
Padi lokal- - Pola tanam ( Padi
sayuran (terung, lokal –bera )
LBS2 Sawah kacang - Pembuatan 446,5 63,43
panjang) pengatusan
-Pemupukan seimbang
Tanaman - Peremajaan
Kebun tahunan Karet,
TK/Kr 59,5 8,45
campuran kopi, rambutan
dan durian)
Tanaman -
tahunan-
Kebun
P/TC hortikultura 173,4 24,63
campuran
(jeruk, mangga,
pisang, kelapa)
Jumlah 704,0 100,0
Perluasan pemanfaatan lahan lebak untuk sayuran memerlukan penataan lahan
dengan pembuatan surjan dan pembenahan tanah dengan pemberian pupuk organik
(kompos), kapur dan pupuk anorganik serta pengendalian optimal terhadap gulma,
serangga hama dan penyakit tanaman.
Kendala utama dalam pemanfaatan lahan lebak selama ini adalah genangan
yang tinggi dan kadang-kadang datangnya air (kiriman air ) secara tiba-tiba dan sukar
diduga. Hujan di hulu dapat menimbulkan genangan di kawasan lebak sehingga pada
musim hujan genangan meningkat sampai 1-3 meter. Sebaliknya pada musim kemarau
terjadi .kekeringan atau kekurangan air akibat penyaliran (drainase) yang cepat dan
penguapan yang tinggi. Dampak kekeringan terhadap biogeokimia merupakan
masalah inherence (watak bawaan) dari tanah-tanah rawa, yaitu berubah keras dan
teguh karena kadar lempung (clay) yang tinggi dan pada gambut berubah dari
hidrofilik (suka air) menjadi hidrofobik (benci air). Selain itu juga kekeringan
menimbulkan terjadinya ambelasan (subsidence) dan kering tak balik (irreversible
drying). Sifat kimia tanah dari lahan rawa, terutama lahan gambut dan sulfat masam
juga dapat menjadi masam, kahat hara P, Cu, Zn, B, dan kelarutan ion toksis Al, Fe,
Mn yang tinggi apabila terjadi kekeringan. Pada kondisi tergenang muncul
meningkatnya kelarutan Fe2+, H2S, dan CO2. Tanah-tanah semacam ini memerlukan
tingkat pengelolaan menengah atau sedang dengan perbaikan pengelolaan air dan tanah
secara komprehensif.
Keberhasilan pertanian di lahan rawa lebak sementara ini sangat ditentukan oleh
ketepatan penentuan waktu tanam. Hal ini disebabkan karena waktu kering kadang-
kadang sangat pendek hanya 3-4 bulan sehingga banyak tanaman yang belum
mencapai waktu panen, tanaman tenggelam akibat datangnya air yang sukar diduga.
Olek karena itu pemilihan komoditas dan varietas yang berumur pendek dan toleran
terhadap kondisi lahan lebak diperlukan mutlak.
DAFTAR PUSTAKA
Kosman, E. dan Jumberi, A, 1996. Tampilan potensi usahatani di lahan arwa lebak.
Dalam B. Prayudi et al. (eds.). Pros. Seminar Teknologi SUT Lahan Rawa dan
Lahan Kering. Buku I. Balittra. Banjarbaru. Hlm 75-90.
Noor, M, A. Syarifudin, dan L. Muslihat. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi
sumberdaya lahan untuk mendukung Prima Tani: Desa Banua Kupang,
Kecamatan Batang Alai Utara, Kab HST, Kalimantan Selatan. Balai Besar
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor/Jakarta.
Noor, M, A. Syarifudin, dan L. Muslihat. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi
sumberdaya lahan untuk mendukung Prima Tani: Desa Desa Sei Durait,
Kecamatan Babirik, HSU, Kalimantan Selatan. Balai Besar Sumberdaya Lahan
Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor/Jakarta.
Noor, M, A. Syarifudin, dan L. Muslihat. 2007. Identifikasi dan evaluasi potensi
sumberdaya lahan untuk mendukung Prima Tani: Desa Teluk Masjid,
Kecamatan Batu Mandi, Balangan, Kalimantan Selatan. Balai Besar
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor/Jakarta.
Oldeman, L.R, and Darmiyati S., 1977. The Agroclimatic Map of Maluku, scale 1:
2,500,000. Contr. Centre. Res. Inst. Agric. Bulletin No.60, Bogor.
Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson, 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry
Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Jawatan
Met. dan Geofisik, Djakarta.
Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ninth Edition.US Dept of
Agriculture, Natural Resources Conservation Service. Wahington DC.
Soil Survey Division Staff, 1993. Soil Survey Manual. USDA Handbook No. 18
Washington DC.
Subagyo, A. 2006. Lahan rawa lebak. Dalam Didi Ardi S et al. (eds.). Karakteristik
dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Hlm. : 99-116.