Anda di halaman 1dari 58

BAB1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah


Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang
berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi
penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga,
rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa
seluruh manusia membutuhkan air tawar.
Sumber daya air merupakan sumber daya alam karunia
Allah SWT yang mutlak diperlukan oleh manusia dan makhluk
hidup lainnya serta mempunyai arti dan peran penting bagi
berbagai sector kehidupan.
Sumber Daya Air (SDA) Indonesia adalah yang terbesar di
kawasan ASEAN. Namun kini pengelolaan SDA di Indonesia
menunjukan gejala yang semakin mengkhawatirkan, hal ini
ditengarai dengan adanya berbagai masalah antara lain masalah
banjir dan kekeringan yang semakin parah dari tahun ketahun,
ditambah lagi konflik penggunaan air dan sumber daya air baik
antar sektor dan antar wilayah yang semakin serius; kerancuan
dan ketidakjelasan pembagian wewenang dan tangungjawab
pengelolaan sumber daya air, kinerja prasarana sumber daya air
yang ada cepat mengalami penurunan, kurangnya perhatian kita
terhadap aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan,
semakin terbatasnya data dan informasi sumber daya air baik
menyangkut kualitas dan kuantitasnya, serta kurangnya peran
serta masyarakat. Hal tersebut harus diperbaiki melalui berbagai
upaya baik aspek ketatalaksanaan, kelembagaan, maupun
sumberdaya manusianya.

1
Menyangkut aspek ketatalaksanaan, masyarakat dunia telah
menyadari bahwa pengelolaan SDA harus dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan Wilayah Sungai,
yang dikenal dengan Integrated Water Resources Management
(Prinsip IWRM). Di Indonesia, hal ini telah dituangkan ke dalam
Undang undang Nomor 07 /2004, Tentang Sumber Daya Air,
dengan cakupan pengelolaan SDA yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharan dalam rangka
upaya konservasi SDA, pendayagunaan SDA, pengendalian daya
rusak air pada wilayah sungai, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat serta pemanfaatan sistem informasi. Proses
pengelolaan SDA harus melibatkan semua stakeholders,
memperhatikan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, serta
menjamin terjalinnya keseimbangan antara fungsi –fungsi social
lingkungan hidup dan ekonomi Dalam tiga dekade ini masalah
pengelolaan sumber daya air (SDA) telah berubah secara
fundamental sehingga memerlukan suatu disiplin ilmu yang
dapat mengintegrasikan secara terpadu bidang-bidang keilmuan
yang terkait permasalahan dari hulu sampai ke hilirnya. Hal ini
didorong oleh semakin berkembangnya disiplin ilmu terkait
akibat meluasnya pemanfaatan SDA, pengaruh perubahan iklim
global dan perubahan konsep tata pengelolaannya. Disiplin ilmu
ini, yang sebelumnya tersebar pada berbagai program studi di
ITB, sekarang sudah sangat penting untuk dipadukan dalam satu
program studi. Seiring dengan berkembangnya tantangan di
bidang SDA baik pada tingkat global, regional, dan nasional,
bahkan di tingkat lokal maka Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung (FTSL-ITB) memandang sangat
penting untuk mengembangkan sebuah program studi pada
pendidikan tingkat sarjana guna menjawab tantangan tersebut.

2
1.2Rumusan Masalah
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berkembang
cepat serta tingkat penghidupan masyarakat yang semakin
maju, banyak kawasan resapan air yang dijadikan kawasan
pemukiman dan pengembangan daerah perkotaan membuat
jumlah ketersediaan air semakin lama semakin berkurang.
Mengingat ketersediaan air yang tetap dan kebutuhan air yang
cenderung semakin meningkat maka perlu dilakukan langkah-
langkah pengembangan teknologi, penyediaan air, dan
pelestarian sumber daya air.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya :

1. Mengetahui kegiatan-kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Airb.

2. Mengetahui cara memanfaatkan Sumber Daya Air secara berkelanjutanc.

3. Mengetahui wilayah-wilayah yang diperbolehkan atau tidak


diperbolehkanmelakukan kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air

3
BABII

PEMBAHASAN

2.1Usaha Pelestarian Dan Pengembangan Air


Dalam pelestarian dan perkembangannya terdapat
beberapa masalah krusial yang memerlukan upaya tindak lanjut
segera dan penanganan terpadu yaitu :
1. Lemahnya koordinasi di antara instansi yang terkait dan
kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi
stakeholder daloam pengelolaan sumber daya air.
2. Meningkatnya konflik karena semakin terbatasnya
ketersediaan air sementara kebutuhan air semakin
meningkat.
3. Kurangnya dana untuk investasi dan tidak mencukupinya
dana untuk cost recorvery
4. Semakin beratnya pencemaran air.

4
5. Meningkatnya kerusakan kawasan vegetasi hutan lindung
yang merupakan daerah tangkapan air menyebabkan
menurunnya debit aliran air sungai dan meningkatnya erosi
dan sedimentasi.
6. Kurang efektifnya pemeliharaan jaringan irigasi dan belum
terjaminnya biaya untuk rehabilitasi berkala jaringan irigasi.
7. Kurang memadainya organisasi pengelolaan tingkat wilayah
sungai.
8. Kurang arukasinya data hidrologi dan kualitas air.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu
reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air yang
memberikan perhatian khusus pada konservasi ketersediaan
sumber daya air, pengendalian kualitas air dan perlindungan
sumber daya air.

2.1.1Usaha Pelestarian Air


Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk
melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan
keberadaanya terhadap kerusakan atau gangguan yang
disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan yang
disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian
sumber air sebagaimana dimaksud adalah :
 Pemeliharaan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;
 Pengendalian pemanfaatan sumber air;
 Pengisian air pada sumber air;
 Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
 Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan
kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber
air;
 Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
 Pengaturan daerah sempadan sumber air;
 Rehabilitasi hutan dan lahan; dan
 Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam.

5
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air tersebut
dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan dilaksanakan melalui
pendekatan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya. Dan usaha
tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

A. Pengawetan Air
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan
dan ketersediaan air. Pengawetan air dapat dilakukan dengan
cara :
1. Menyimpan air yang berlebihan disaat hujan untuk dapat
dimanfaatkan pada waktu diperlukan.
2. Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif
dan;
3. Mengendalikan penggunaan air tanah.

B. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian


Pencemaran air
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air
yang masuk dan yang ada pada sumber-sumber air. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air
dan prasarana sumber daya air. Pengendalian pencemaran air
dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air
pada sumber air dan prasarana sumber air.

C. Pengendalian Daya Rusak Air


Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk
mencegah, menanggulangi, dan memulihkan terjadinya
kerusakan lingkungan yang disebabkan daya rusak air, yang
meliputi banjir, erosi dan sedimentasi, longsor tanah, amblesan
tanah, perubahan sifat dan kimiawi, biologi dan fisika air,

6
terancamnya kepunahan jenis tumbuhan dan satwa, dan wabah
penyakit.
Pengendalian daya rusak air ini diutamakan pada upaya
pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air
yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.

D. Pencegahan Daya Rusak Air.


Pencegahan dilakukan baik melalui kegiatan fisik dan/atau
non fisik maupun melalui penyeimbangan hulu dan hilir wilayah
sungai. Pencegahan ini lebih lebih diutamakan pada kegiatan non
fisik. Yang dimaksud dengan kegiatan fisik adalah pembangunan
sarana dan prasaran serta upaya lainnya dalam rangka
pencegahan kerusakan/bencana yang diakibatkan oleh daya
rusak air, kegiatan non fisik adalah kegiatan penyusunan
dan/atau penerapan piranti lunak yang meliputi antara lain
pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai adalah
penyelarasan antara upaya kegiatan konservasi di hulu dengan
pendayagunaan di hilir.

E. Penatagunaan Sumber Daya Air.


Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam pasal 20 ayat (1) ditujukan untuk menetapkan zona
pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air
.Zona ini digunakan sebagi acuan untuk : penyusunan atau
peeubahan RTRW atau perubahan RTRW, rencana pengelolaan
sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan
dengan :
1. Mengalokasikan zona untuk fuungsi lindung dan budi daya;
2. Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran
secara teknis hidrologis;

7
3. Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis
sempadan sumber air;
4. Memperhatikan kepentingan bebagai jenis pemanfaatan;
5. Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang
berkepentingan; dan
6. Memperhatikan fungsi kawasan.
Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap
wilayah sungai dilakukan dengan memperhatikan :
1. Daya dukung sumber air;
2. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi
pertumbuhannya;
3. Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air;
4. Pemanfaatan air yang sudah ada.

2.1.2Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Air


A. Arah Kebijakan
Berdasarkan peraturan terkait dan dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan nasional, arah kebijakan dalam
pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah,
antar sektor, dan antar generasi dalam rangka memperkokoh
ketahanan nasional, persatuan, dan kesatuan bangsa.
2. Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang terpadu
antar sektor dan antar wilayah yang terkait di pusat, propinsi,
kabupaten/kota dan wilayah sungai.
3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan
sumberdaya air agar terwujud kemanfaatan air yang
berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik pada
generasi sekarang maupun akan datang.
4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air untuk
menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu akan
air dan pendayagunaan air sebagai sumberdaya ekonomi

8
yang memberikan nilai tambah optimal dengan
memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana
agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan
seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan
sumberdaya air yang mempertimbangkan prinsip cost
recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan
sumberdaya air yang membuka akses partisipasi masyarakat
serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan
fungsi pengelola (operator).

B. Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air


Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat
pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan di tingkat daerah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penganggaran di tingkat
pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-lembaga
yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah
tahunan. APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman,
dan hibah dari Negara/lembaga donor.

C. . Saluran Irigasi Hemat Air


Peningkatan kebutuhan air pada daerah yang padat
industri serta pada daerah pertanian tidak merata di Indonesia
padahal ketersediaan air melalui siklus n tidakmerata pula. Oleh
karena itu, untuk keseimbangan neraca air perlu dikembangkan
berbagi teknologi yang dapat menghemat pemankaian air.
1. Saluran pendistribusian air yang efisien sehingga tingkat
kebocoran dan kehilangan air dapat dikurangi.

9
2. Sistem pengairan sawah yang efisien, mengingat pada
saat ini persawahan merupakan pemakai air yang
dominan.
3. Sistem pengairan sawah secara konvensional yang boros
air perlu diperbaiki dan perlu dikembangkan teknik
pengairan dengan system saluran atau pipa yang hemat
air.
Selain itu telah di aplikasikan berbagai teknologi bangunan
pengairan yaitu bending, pintu air, dan saluran yang sesuai
dengan kondisi sungai-sungai di Indonesia yang mengandung
muatan sedimen.

D. Embung
Di daerah Indonesia yang relatif kering diterapkan
teknologi konvensional yang dapat dikembangkan dan
ditingkatkan adalah aplikasi waduk kecil atau embung. Embung
(waduk kecil) merupakan bangunan penampung air berteknologi
sederhana dan berukuran kecil. Bangunan ini bermanfaat untuk
mencukupi kebutuhan air selama musim kemarau bagi
penduduk, ternak, dan lading. Embung juga mempunyai manfaat
untuk konservasi lahan dan sumber daya air.
Bangunan ini sangat cocok dikembangkan di daerah yang
mempunyai kondisi alam sebagai berikut :
1. Curak hujan sedikit dan berlangsung pendek, sedangkan
musim kemarau panjang (7-9 bulan/tahun).
2. Topografi berbukit rapat dan dataran rendah sangat sempit
sehingga sulit mencari tempat untuk pembangunan waduk
besar.
3. Secara geologis batuan dasar umumnya bersifat lolos air.
Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan
proses penganggaran di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang dianggarkan dalam

10
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu,
anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi
Hasil (DBH) yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang
berlaku.

2.2 KONDISI SUMBER DAYA AIR


Seperti di banyak negara lain, kondisi sumber daya air di
Indonesia telah sampai pada tahap di mana tindakan terpadu
diperlukan untuk membalikkan tren yang terjadi saat ini yatiu
penggunaan air yang berlebihan, polusi, dan meningkatnya
ancaman kekeringan dan banjir.

Mengingat tantangan yang dihadapi oleh sektor sumber daya


air dan sektor irigasi di abad ke-21 dan reformasi sektor publik
yang lebih memperhatikan aspirasi rakyat, Pemerintah
Indonesia telah memulai program reformasi bidang sumber
daya air yang meliputi aspek kebijakan, aspek kelembagaan,
aspek legislatif dan peraturan, dan kebijakan konservasi sumber
daya air telah mendapat bagian yang substansial dalam agenda
reformasi.

Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun


2004 Tentang Sumber Daya Air dijelaskan; Sumber daya air
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya
air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang

11
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.

Undang-undang dengan tegas mengataka bahwa negara


memiliki peran utama dalam pengaturan, pendayagunaan dll,
dengan melibatkan stakeholder lainnya. Penguasaan negara
atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat
hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu,
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa pengaturan hak atas air
diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk
memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk
berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut
bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas
pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh
pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib
memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin.

Sudah menjadi pemandangan yang biasa dan gampang


dilihat, air sudah menjadi permasalahan. Kebutuhan
masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong
lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi
sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak
yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan
sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat
mengabaikan fungsi sosial.

12
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-


luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun
badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis,
masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam
proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas
pengelolaan sumber daya air (Dadang Sudardja, 2007).

Menurut Mathis Wackernagel (1996) dalam Supadmo, Arif


Sigit (2001), dalam bukunya “Ecologycal Footprint” menyatakan
bahwa peningkatan penduduk serta peningkatan konsumsi
materi dan energi – menjadi lambang kemakmuran- di satu
pihak ; namun di pihak lain terjadi keterbatasan sumber daya.
Di seluruh dunia telah terjadi proses desertifikasi sebesar
6.000.000 ha/tahun. Proses deforestasi 17.000.000 ha/tahun.
Proses erosi dan oksidasi tanah 26.000.000.000 ton/tahun serta
proses hilangnya spesies-spesies tertentu sebesar 17.000
jenis/tanam.
Dari data di atas dapat kita lihat bahawa pembangunan tidak
saja menghasilkan manfaat tetapi juga resiko. Pencemaran dan
pengrusakan adalah dua resiko yang tidak dapat dihindari
dalam rangka menjalankan pembangunan. Akibat
pembangunan manusia sebagai penghuni Bumi ini paling tidak
saat ini telah berhutang sekitar antara 16 trilyun dollar AS
hingga 54 trilyun dollar AS pertahun, atau rata-rata 33 trilyun
dollar AS atau kurang lebih Rp.66.000 trilyun setahun untuk
segala materi “gratis” seperti udara, air dan pangan, demikian
hasil perhitungan yang dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh
Robert Constanza dan disponsori oleh National Centre for

13
Ecological Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California
(Kompas, 16 Mei 1997). Perkiraan inipun lanjut mereka adalah
perkiraan minimum.

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang


mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya
alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbarui, bersifat
dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah
berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat.
Tergantung dari waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat
padat sebagai es dan salju, dapat berupa air yang mengalir
serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah,
berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air
laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air
udara.

Dewasa ini permasalahan yang cenderung dihadapi oleh


pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan
pemanfaatan sumberdaya air meliputi ; (1) adanya kekeringan
di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan; (2)
persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau
konflik antara berbagai sektor; (3) penggunaan air yang
berlebihan dan kurang efisien; (d) penyempitan dan
pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk
pemukiman dan industri; (e) pencemaran air permukaan dan air
tanah ; (f) erosi sebagai akibat penggundulan hutan.

Permasalahan air yang semakin komplek ini menuntut kita


untuk mengelolah sumberdaya air sehingga dapat menunjang
kehidupan masyarakat dengan baik. Berdasarkan UU No 7/2004
tentang Sumberdaya Air, Pengelolaan sumber daya air adalah
upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air,

14
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
air.

Sudah menjadi pemandangan yang biasa dan gampang


dilihat, air sudah menjadi permasalahan. Kebutuhan
masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong
lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi
sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak
yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan
sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan
cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat
mengabaikan fungsi sosial.

Penyusunan pola pengelolaan perlu melibatkan seluas-


luasnya peran masyarakat dan dunia usaha, baik koperasi,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah maupun
badan usaha swasta. Sejalan dengan prinsip demokratis,
masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam
proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan
pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas
pengelolaan sumber daya air.
Untuk menyesuaikan perubahan paradigma dan mengantisipasi
kompleksitas perkembangan permasalahan sumber daya air;
menempatkan air dalam dimensi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi secara selaras; mewujudkan pengelolaan sumber daya
air yang terpadu; mengakomodasi tuntutan desentralisasi dan
otonomi daerah; memberikan perhatian yang lebih baik
terhadap hak dasar atas air bagi seluruh rakyat; mewujudkan
mekanisme dan proses perumusan kebijakan dan rencana
pengelolaan sumber daya air yang lebih demokratis, perlu

15
dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan


air adalah pengelolaan yang berdasarkan pada ‘watershed’
(Daerah Aliran Sungai/DAS). Daerah aliran sungai adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dengan pengelolaan air berdasarkan DAS maka diharapkan


akan tercipta kesinambungan sumber daya air karena air tidak
bisa dilihat satu bagian wilayah saja. Pengelolaan air pada suatu
daerah tidak bisa begitu saja hanya memperhatikan variabel–
variabel hidrologis pada wilayah itu saja. Bahkan, pengelolaan
Waduk Saguling untuk keperluan PLTA, misalnya, tidak bisa
hanya memperhatikan variabel–variabel disekitar waduk.
Seluruh masalah pengelolaan sumber daya air harus
memperhitungkan keseluruhan DAS karena bagaimanapun juga
bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun memiliki pengaruh
terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Jadi
Pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus
ditinggalkan.
Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini,
kita harus mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS
tersebut. “Bukan hanya dibatasi pada aspek fisika saja. Tapi
juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri, politik,
ekonomi, demografi (kependudukan).

Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan


Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu

16
(Integrated Water Resources Management – IWRM) yang
menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan
pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan
umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep
IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa
tindakan telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam
rangka reformasi kebijakan sumber daya air.

Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan


salah satu tindakan penting untuk mengatasi pengentasan
kemiskinan, ketahanan pangan, dan konservasi sumber daya
alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa
kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan
dengan prinsip-prinsip IWRM. Undang-undang ini bertujuan
untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara
menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka
sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan
organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
terpadu.

2.3 Manajemen Air

Air adalah zat yang paling melimpah di permukaan bumi


kita sekitar tiga perempat permukaan bumi yaitu 70,8% ditutupi
oleh air.selebihnya berupa daratan 29,2%. Volume
airdipermukaan bumi ini kurang lebih adalah sekitar 1,4 miliar
km3,tetapi 97% air tersebut adalah berupa air asin di lautan.
Hanya 3% saja air dimuka bumi ini yang berupa air tawar, yang
di antaranya sebanya 68,7% berupa es di kutub utara dan kutub
selatan, serta di puncak gunung – gunung yang tinggi sebagai
salju abadi.

17
Manajemen air adalah usaha-usaha menjaga dan mengatur
air yang ada di muka bumi ini agar dapat terjaga keberadaannya
dan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dapat juga
diartikan manajemen air adalah proses pengolahan air yang ada
di bumi yang digunakan oleh mahkluk hidup untuk kehidupan
sehari – harinya agar tetap terjaga keberadaannya. Beberapa
tahun terakhir, manajemen air menjadi satu isu yang banyak
dibahas di berbagai belahan dunia termasuk di negara Indonesia
sendiri. Manajemen kualitas air adalah Suatu usaha untuk
menjaga kondisi air tetap dalam kondisi baik untuk budidaya ikan
dengan memperhatikan faktor fisik, kimia dan biologinya, Dari
segi fisika air merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang
gerak bagi ikan atau udang, dari segi kimia sebagai pembawa
unsur-unsur hara, vitamin maupun gas-gas terlarut lainnya, dari
segi biologi merupakan media yang baik untuk kegiatan biologis
serta pembentukan dan penguraian bahan organik.

2) Aspek dan Prinsip Manajemen Air


Aspek Pengelolaan

Pada umumnya pengelolaan sumberdaya air (khususnya


air tanah) berangkat hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana
memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan dari adanya air.
Namun untuk tidak dilupakan bahwa jika adanya keuntungan
pasti ada kerugian. Tiga aspek dalam penelolaan air bawah tanah
yang tidak boleh dilupakan yakni aspek pemanfaatan, aspek
pelestarian dan aspek pengendalian.

Aspek Pemanfaatan

18
Hal ini biasanya terlintas dalam pikiran manusia jika
berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dengan air yang tersedia, maka manusia mulai
sadar atas aspek yang lain.

Aspek Pelestarian

Agar pemanfaatan tersebut bisa berkelanjutan, maka air


perlu dijaga kelestariannya baik dari segi jumlah maupun
mutunya. Menjaga daerah tangkapan hujan dihulu maupun
daerah penambilan merupakan salah satu bagian pengelolaan.
Sehingga perbedaan debit air musim kemarau dan musim hujan
tidak besar. Demikian pula menjaga air dari pencemaran limbah.

Aspek Pengendalian

Perlu disadari bahwa selain memberi manfaat, air juga


memiliki daya rusak fisik maupun kimiawi akibat ulah
manusia. Oleh karena itu dalam pengelolaan air tanah tidak
boleh dilupakan adalah pengendalian terhadap daya rusak yang
berupa pencemaran air tanah. Dalam pengelolaan air tanah,
ketiga aspek penting tesebut, harus menjadi satu kesatuan, tidap
dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Adapun prinsipnya yaitu :
1. Konservasi yang berarti menggunakan air hanya
secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan yang senyatanya,
tanpa pemborosan
2. Pendayagunaan Sumberdaya Air Tanah adalah
pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan.
Pendayagunaan Sumberdaya air tanah dilakukan melalui
kegiatan inventarisasi potensi air tanah, perencanaan

19
pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan
pengendalian.
3. Pengendalian Daya Rusak Air, dilakukan secara
menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan air tanah.
4. Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah yang berarti
penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja
dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari
lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan
yang berlebih pada masukan dari luar .
5. Sistem Melingkar (Circular System) yaitu, Dengan
meningkatnya tekanan jumlah penduduk terhadap sumber-
sumber daya yang terbatas, maka kita perlu memikirkan sistem
melingkar, bukan garis lurus. Kota yang membuang polusinya ke
saluran air dan menyebabkan masalah bagi orang lain tidak bisa
diterima lagi. Sebaliknya, air limbah yang telah diolah
seharusnya dianggap sebagai suatu sumber bernilai yang dapat
dipakai.

3) Status Pengembangan Sumber Daya Air Di


Indonesia

Sejarah Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di


Indonesia
Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah
dimulai sejak masa Hindia-Belanda, terutama untuk sektor
sumber daya air dengan dikeluarkannya Peraturan Umum

20
tentang Air (Algemeene Water Reglement(AWR) pada tahun 1936
dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan
diikuti dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water
Reglement (Jawa Timur dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada
masa setelah kemerdekaan, peraturan yang ditetapkan sejalan
dengan UUD 1945.
Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya
dimulai dengan disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun –
I (REPELITA I) periode 1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor
sumber daya air, transportasi, dan listrik. Pembangunan
infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan
REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor
sumber daya air telah berhasil meningkatkan produksi pangan
hingga mencapai swasembada pangan pada tahun 1980. Sejalan
dengan pertumbuhan penduduk, telah dikembangkan juga
infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak pelaksanaan
REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat
mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan
pelayanan hanya dapat mencapai sekitar 55% dari jumlah
penduduk di Indonesia.
Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu
mengalami peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu,
maka dari itu sangat diperlukan untuk melakukan
pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik
dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek
kelembagaan, maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut
perlu diintegrasikan dengan paradigm pembangunan nasional
dan pembangunan sumber daya air secara keseluruhan.
Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia
menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan
pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan mempengaruhi

21
pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya
keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan
lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia
menghadapi beberapa permasalahan spesifik seperti sebagai
berikut:

a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam


perspektif ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah
tropis merupakan negara kelima terbesar di dunia dalam hal
ketersediaan air.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya
dukung sumber daya air, baik air permukaan maupun air tanah.
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya
daerah permukiman dan industri telah menurunkan area resapan
air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan
air.
d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan kualitas kehidupan
masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi rumah tangga,
permukiman, pertanian maupun industri juga semakin
meningkat.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi.
f. Makin meluasnya abrasi pantai. Perubahan lingkungan dan
abrasi.
g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan.
Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat
reformasi memerlukan beberapa langkah penyesuaian tata
kepemerintahan, peran masyarakat, peran BUMN/BUMD, dan
peran swasta dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya air.

4) Pengolaan Sumber Daya Air Di Indonesia


Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air

22
Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih
banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, dan sistim
jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan
ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk menjamin
ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai
dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa
daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah
Sungai tersebut didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu
sampai hilir yang dikelola secara profesional.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Indonesia telah melakukan langkah maju dalam
pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara
terpadu (Integrated Water Resources Management– IWRM) yang
menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan
pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan
umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM
yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan
telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka
reformasi kebijakan sumber daya air.
Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi
Indonesia telah memulai untuk melaksanakan reformasi
terhadap kebijakan pengelolaan irigasi sejak diterapkannya
Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (Irrigation Operation
and Maintenance Policy – IOMP) pada tahun 1987. Upaya
reformasi tersebut merupakan respon terhadap kurangnya
pembiayaan, kapasitas kelembagaan dan institusi, permasalahan
kinerja yang dihadapi Pemerintah dalam rangka menjaga irigasi
yang keberlanjutan.

5) Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Air

23
Arah Kebijakan
Berdasarkan peraturan terkait dan dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan nasional, arah kebijakan dalam
pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar
wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional, persatuan, dan kesatuan
bangsa.
2. Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang
terpadu antar sektor dan antar wilayah yang terkait di pusat,
propinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai.
3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan
pendayagunaan sumberdaya air agar terwujud kemanfaatan air
yang berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik pada
generasi sekarang maupun akan datang.
4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu
akan air dan pendayagunaan air sebagai sumberdaya ekonomi
yang memberikan nilai tambah optimal dengan memperhatikan
biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara
bijaksana agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan
seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan
sumberdaya air yang mempertimbangkan prinsip cost
recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan
sumberdaya air yangmembuka akses partisipasi masyarakat
serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan
fungsi pengelola (operator).

24
Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air

Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat


pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan di tingkat daerah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penganggaran di tingkat
pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-lembaga
yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah
tahunan. APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman,
dan hibah dari Negara/lembaga donor.

Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan proses


penganggaran di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang dianggarkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu,
anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi
Hasil (DBH) yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang
berlaku.

25
BAB III

PERENCANAAN PENGOLAHAN LINGKUNGAN AIR

3.1Konsep Lingkungan Hidup

Istilah lingkungan hidup berasal dari kata "Environment"


(lingkungan sekitar), yang oleh Michael Allaby diartikan sebagai
"The physical, chemical, and biotic condition surrounding an
organism", sedangkan Emil Salim mengemukakan bahwa secara
umum lingkungan hidup dapat diartikan sebagai benda, kondisi
dan keadaannya, serta pengaruh yang terdapat pada ruang yang
kita tempati dan mempengaruhi makhluk hidup, termasuk
kehidupan manusia.

Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-


ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan
bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya dan keadaan, makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Dari berbagai dimensi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa


lingkungan hidup pada dasarnya terdiri atas 4 unsur, yaitu
materi, energi, ruang dan kondisi/situasi setempat, dengan
uraian sebagai berikut :

 Unsur Materi.

Materi adalah zat yang dapat berbentuk biotik (hewan,


tumbuhan, manusia), atau abiotik (tanah, air, udara, dsb).
Kedua unsur tersebut mempunyai hubungan timbal balik,
dan saling pengaruh mempengaruhi secara ekologis.

26
Unsur ini mengalami proses siklinal yaitu proses yang
berulang kembali kepada keadaan semula, adapun dalam
perjalanannya akan mengalami perubahan bentuk.
Misalnya tumbuh-tumbuhan, untuk dapat hidup
memerlukan energi dan mineral, kemudian melalui proses
"rantai makanan", tumbuhan ini dimakan oleh hewan
konsumen Tk. I (Herbivora = pemakan tumbuhan), yang
selanjutnya menjadi mangsa dari hewan konsumen Tk. II
(Omnivora = pemakan segala).

Pada saatnya, tumbuhan dan hewan tersebut mengalami


proses kematian, dan jasadnya menjadi mangsa bakteri
Saprodit (bakteri pembusuk) yang menguraikan jasad tadi
menjadi unsur basa (C, N, O, S, P dsb) yang diperlukan
untuk kehidupan makhluk hidup.

 Unsur Energi

Semua makhluk yang bergerak untuk dapat hidup


memerlukan energi, demikian pula untuk dapat
berinteraksi diperlukan adanya energi.

Sumber energi yang berlimpah berasal dari cahaya


matahari, energi ini dapat menyebabkan pohon dan
tumbuhan yang berdaun hidau akan dapat melakukan
proses photo sintesa untuk tumbuh menuju suatu proses
kehidupan. Demikian pula dengan biji-biji dapat tumbuh
dan berkembang karena adanya energi matahari ini.

 Unsur Ruang

Ruang adalah tempat atau wadah di mana lingkungan


hidup berada, suatu ekosistem habitat tertentu akan
berada pada suatu ruang tertentu, artinya mempunyai

27
batas-batas tertentu yang dapat dilihat secara fisik.
Dengan mengetahui ruang habitat suatu ekosistem maka
pengelolaan lingkungan dapat lebih mudah ditangani
secara spesifik.

 Unsur Kondisi/Situasi

Kondisi atau situasi tertentu dapat mempengaruhi


lingkungan hidup, misalnya karena desakan ekonomi
masyarakat pada suatu daerah tertentu, maka penduduk di
wilayah tersebut terpaksa melakukan pembakaran hutan
untuk usaha pertanian, yang dapat menimbulkan ancaman
erosi lahan.

Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1892 tentang Ketentuan-


Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian
dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan serta Pedoman-
pedoman Umum Pelaksanaannya, maka aspek-aspek Lingkungan
Hidup yang terkait dengan pekerjaan konstruksi dapat dibedakan
atas :

3.1.1Komponen Fisik – Kimia


1. Iklim seperti suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan,
keadaan angin, intensitas radiasi matahari, serta pola iklim
makro.

Uraian tentang iklim termasuk pula kualitas udara, pola


penyebaran pencemaran udara, serta tingkat kebisingan
dan sumbernya.

2. Fisiografi, seperti topografi bentuk lahan, struktur geologi


dan tanah, serta keunikan dan kerawanan bentuk lahan
secara geologis, termasuk indikatornya.

28
3. Hidrologi, seperti karakteristik fisik sungai, danau, rawa,
debit aliran, kondisi fisik daerah resapan, tingkat erosi,
tingkat penyediaan dan pemanfaatan air, serta kualitas
fisik, kimia, dan mikrobiologisnya.
4. Hidrooceanologi, atau pola hidrodinamika kelautan seperti
pasang surut, arus dan gelombang/ombak, morphologi
pantai serta abrasi dan akresi pantai.
5. Ruang, tanah dan lahan, seperti tata guna lahan yang ada,
rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang,
rencana tata guna tanah, estetika bentang lahan, serta
adanya konflik penggunaan lahan yang ada.

3.1.2Komponen Biologi.
1. Flora, seperti peta zona biogeoklimatik dari vegetasi alami,
jenis-jenis vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-
undang, serta adanya keunikan dari vegetasi dan
ekosistem yang ada.
2. Fauna, seperti kelimpahan dan keanekaragaman fauna,
habitat, penyebaran, pola migrasi, populasi hewan
budidaya, serta satwa yang habitatnya dilindungi undang-
undang. Termasuk dalam fauna ini adalah penyebaran dan
populasi hewan, invertebrata yang mempunyai potensi dan
peranan sebagai bahan makanan, atau sumber hama dan
penyakit.

3.1.3Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya


1. Demografi seperti struktur kependudukan, tingkat
kepadatan, angkatan kerja, tingkat kelahiran dan kematian,
serta pola perkembangan penduduk.

29
2. Sosial ekonomi, seperti kesempatan kerja dan berusaha,
tingkat pendapatan penduduk, prasarana dan sarana
ekonomi, serta pola pemilikan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
3. Sosial budaya, seperti pranata sosial dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan, adat istiada dan pola kebiasaan, proses
sosial, akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai
kelompok masyarakat, pelapisan sosial dalam masyarakat,
perubahan sosial yang terjadi serta sikap dan persepsi
masyarakat.
4. Komponen kesehatan masyarakat, seperti sanitasi
lingkungan, jenis dan jumlah fasilitas kesehatan, cakupan
pelayanan paramedis, tingkat gizi dan kecukupan pangan
serta insidensi dan prevalensi penyakit yang terkait dengan
rencana kegiatan.

3.2Ekologi dan Ekosistem

Dalam lingkungan hidup dikenal adanya istilah ekologi dan


ekosistem, yang keduanya sangat terkait dengan masalah
lingkungan hidup.

Ekologi berasal dari kata Yunani, oikos (= rumah tangga)


dan logos (= ilmu), dengan demikian ekologi dapat didefinisikan
sebagai suatu ilmu tentang rumah tangga alami.

30
Menurut Otto Sumarwoto, ekologi adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan hidupnya, baik
biotis maupun abiotis. Oleh karena itu pada hakekatnya masalah
lingkungan hidup adalah masalah ekologi.

Perbedaan utama antara disiplin lingkungan hidup dan disiplin


ekologi terletak pada penekanannya. Lingkungan hidup lebih
menonjolkan peran manusianya, sehingga faktor manusia lebih
dominan, misalnya bagaimana aktivitas manusia agar tidak
merusak atau mencemari lingkungan. Sedangkan ekologi sebagai
cabang ilmu biologi mempelajari hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya ditinjau dari disiplin
biologi, misalnya bagaimana terselenggaranya mata rantai
makanan, sistem reproduksi atau karakteristik habitat makhluk
pada suatu ekosistem. Dengan demikian dapat pula dikatakan
bahwa ilmu lingkungan hidup lebih bersifat ilmu aplikatif (applied
science), yaitu menggunakan pengetahuan ekologi untuk
kepentingan kelangsungan hidup manusia yang lebih lestari.

Ekosistem adalah hubungan timbal balik yang terjalin sangat erat


antara makhluk hidup dan lingkungannya dan membentuk suatu
sistem.

Hubungan interaksi antar komponen pada suatu ekosistem, dapt


berbentuk :

1. Interaksi simbiosa, di mana kedua belah pihak yang


berhubungan tidak dirugikan, misalnya tumbuhan polong-
polongan (leguminosa) mengadakan simbiosa dengan
bakteri yang ada di akarnya, di mana bakteri mendapat zat
hidrat arang (C) dari tumbuhan sedangkan bakteri sendiri
menghasilkan zat lemas (N) yang berguna bagi tumbuhan.
2. Interaksi antagonistik, dapat berupa :

31
1. Antibiosa, yang dapat mematikan makhluk lain.
2. Eksploitasi, yang dapat mengkonsumsi makhluk lain.
3. Kompetisi, yang saling bersaing untuk
mempertahankan eksistensinya dalam upaya
memperoleh sumber daya yang jumlahnya terbatas.
3. Netralistik, tidak adanya interaksi antar komponen,
misalnya antara makhluk burung dengan anjing tidak
terjadi interaksi, baik yang sifatnya simbiosa maupun
antagonistik.

3.3Baku Mutu Lingkungan

Dalam pekerjaan konstruksi perlu diperhatikan kemungkinan


terjadinya perubahan kualitas lingkungan akibat masuknya
bahan pencemar yang ditimbulkan oleh rencana kegiatan, yang
pada umumnya terjadi pada komponen fisik kimia, namun bila
tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan dampak
lanjutan terhadap komponen lingkungan lain seperti biologi atau
sosial ekonomi dan sosial budaya.

Untuk mengetahui apakah perubahan lingkungan tersebut


mencapai toleransi mutu lingkungan yang diperkenankan,
dikenal adanya standar baku mutu lingkungan yang ditetapkan
secara nasional oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup atau
tingkat Daerah oleh Gubernur.

32
3.4Baku Mutu Air

Baku mutu air atau sumber air adalah batas kadar yang
dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar pada air, namun air
tetap berfungsi sesuai peruntukannya.

Penentuan baku mutu air didasarkan atas daya dukung air pada
sumber air, yang disesuaikan dengan peruntukan air tersebut
sebagai berikut :

1. Golongan A, air yang dipakai sebagai air minum secara


langsung tanpa pengolahan lebih dulu.
2. Golongan B, air yang dapat dipakai sebagai air baku untuk
diolah sebagai air minum dan untuk keperluan rumah
tangga.
3. Golongan C, air yang dapat dipakai untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
4. Golongan D, air yang dapat dipakai untuk keperluan
pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,
industri dan listrik tenaga air.

Selain baku mutu air, dikenal pula istilah baku mutu limbah cair,
yaitu batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar
untuk dibuang ke dalam air atau sumber air, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.

Penentuan baku mutu limbah cair ini ditetapkan dengan


pertimbangan beban maksimal yang dapat diterima air dan
sumber air, dan dibedakan atas 4 golongan baku mutu air
limbah, yakni Golongan, I, II, III dan IV.

33
Besarnya kadar pencemaran yang diperbolehkan untuk setiap
parameter kualitas air dan air limbah dapat dilihat pada
pedoman penentuan baku mutu lingkungan yang diterbitkan oleh
Kantor Menteri Negara LIngkungan Hidup seperti terlihat pada
lampiran.

3.5Baku Mutu Udara

Baku mutu udara dibedakan atas dua hal, yaitu :

1. Baku mutu udara ambien, yaitu kadar yang dibolehkan


bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun
tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup,
tumbuh-tumbuhan atau benda hidup lainnya, yang
penentuannya dengan mempertimbangkan kondisi udara
setempat.
2. Baku mutu udara emisi, yaitu batas kadar yang dibolehkan
bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari
sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,
yang penentuannya didasarkan sumber bergerak atau
sumber tidak bergerak serta dibedakan antara baku mutu
berat, sedang dan ringan.
3. Besarnya kadar pencemaran yang dibolehkan untuk setiap
parameter udara dapat dilihat pada pedoman penentuan
baku mutu lingkungan yang diterbitkan oleh Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup.

34
Selain itu dikenali pula istilah baku mutu kebisingan yang
penentuannya didasarkan atas peruntukan lahan di lokasi
tersebut yang seperti contoh menurut Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No. 587 tahun 1990 adalah :

3.6Baku Mutu Air Laut

Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lainnya yang ada atau harus ada, dan zat
atau bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.

Penentuan baku mutu air laut ini didasarkan atas pemanfaatan


perairan pesisir laut, menurut peruntukannya, seperti :

1. Kawasan pariwisata dan rekreasi untuk mandi dan renang.


2. Kawasan pariwisata dan rekreasi untuk umum dan estetika.
3. Kawasan budidaya biota laut.
4. Kawasan taman laut dan konservasi.
5. Kawasan untuk bahan baku dan proses kegiatan
pertambangan dan industri.
6. Kawasan sumber air pendingin untuk kegiatan
pertambangan dan industri.

Penetapan peruntukan kawasan laut tersebut menjadi


wewenang gubernur setempat, dan besarnya kadar/bahan
pencemar dapat dilihat pada pedoman penetapan baku
mutu lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.

35
Integrasi Aspek Lingkungan Pada Kegiatan
Konstruksi

Pengertian AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah


hasil studi mengenai dampak penting suatu kegiatan yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan.

Disesuaikan dengan jenis kegiatannya, AMDAL dapat


dibedakan atas :

1. AMDAL Sektoral, biasanya disebut AMDAL, bila


kegiatan terletak pada satu lokasi tertentu dan
melibatkan kewenangan satu instansi yang
bertanggung jawab.
2. AMDAL Kawasan, bila kegiatan terletak pada satu
kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut
kewenangan satu instalasi yang bertanggung jawab.
3. AMDAL Terpadu/Multi Sektor, bila kegiatan terletak
pada satu kesatuan hamparan ekosistem dan
menyangkut kewenangan lebih sari satu instalasi
yang bertanggung jawab.

36
4. AMDAL Regional, bila kegiatan terletak pada satu
kesatuan hamparan ekosistem dan satu rencana
pengembangan wilayah sesuai dengan RUTR dan
melibatkan kewenangan lebih dari satu instalasi yang
bertanggung jawab.

Dokumen AMDAL tersebut di atas terdiri dari berbagai


dokumen yang berturut-turut sebagai berikut :

5. KA - ANDAL, yaitu ruang lingkup studi ANDAL yang


merupakan hasil pelingkupan atau proses pemusatan
studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan
dampak penting.
6. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), yaitu dokumen
yang menelaah secara cermat dan mendalam
tentang dampak penting suatu rencana atau
kegiatan.
7. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) adalah
dokumen yang mengandung upaya penanganan
dampak penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan oleh rencana kegiatan.
8. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) adalah
dokumen yang mengandung upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak
penting akibat rencana kegiatan.

Suatu pekerjaan konstruksi terkadang dapat menimbulkan


dampak penting, atau perubahan lingkungan yang
mendasar, yang penentuannya didasarkan oleh faktor-
faktor sebagai berikut :

9. Jumlah manusia yang akan terkena dampak.


10. Luas wilayah sebaran dampak.

37
11. Lamanya dampak berlangsung.
12. Intensitas dampak.
13. Banyaknya komponen lain yang terkena
dampak.
14. Sifat kumulatif dampak.
15. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Kriteria-kriteria atas besaran faktor-faktor yang


menimbulkan dampak penting tersebut dapat dilihat pada
pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting yang
tercantum dalam Keputusan Kepala Bapedal No. 056 tahun
1994, dan perlu dikaji secara mendalam dalam laporan
ANDAL.

Sedangkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi mempunyai


dampak penting terhadap lingkungan seperti tersebut
diatas antara lain :

16. Perubahan bentuk lahan dan bentang alam.


17. Exploitasi sumber daya alam yang terbaharui
maupun yang tak terbaharui.
18. Proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya.
19. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan atau perlindunan cagar
budaya.

38
20. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,jenis hewan
dan jasad renik.
21. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
non hayati.
22. Penerapan terknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar mempengaruhi
lingkungan.
23. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan
mempengaruhi pertahanan negara.

Penentuan apakah kegiatan ini menimbulkan dampak


penting sehingga perlu melaksanakan AMDAL, ditetapkan
oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup setelah mendengar
dan memperhatikan saran dan pendapat instansi yang
bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.

Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak


menimbulkan dampak penting dan atau secara teknologi
dampak penting yang timbul dapat dikelola, maka kegiatan
tersebut tidak diwajibkan menyusun ANDAL, namun
diharuskan melakukan upaya pengelolaan lingkungan dan
upaya pemantauan lingkungan, dalam rangka mewujudkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Kedudukan
AMDAL dalam proses pengembangan konstruksi

Kedudukan AMDAL dalam proses pengembangan


kegiatan konstruksi

Proses pengembangan kegiatan konstruksi pada umumnya


meliputi tahapan-tahapan perencanaan umum, studi

39
kelayakan termasuk pra-studi kelayakan, perencanaan
teknis, konstruksi dan tahapan pasca konstruksi yang
mencakup operasi, pemeliharaan serta pemanfaatannya.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kegiatan AMDAL


merupakan bagian dari proses dari setiap tahapan
pengembangan kegiatan konstruksi tersebut di atas.

Penyaringan AMDAL pada tahap Perencanaan


Umum

Perencanaan umum merupakan awal dari suatu gagasan


atau ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau
permintaan masyarakat, dapat berupa rencana jangka
panjang, rencana jangka menengah dan jangka pendek,
yang secara terus menerus menghasilkan rencana dan
progaram untuk diimplementasikan.

Pada tahap ini dilakukan penyaringan AMDAL untuk


mengetahui secara umum apakah kegiatan konstruksi
tersebut menimbulkan perubahan yang mendasar
terhadap lingkungan, sehingga harus melaksanakan
AMDAL, ataukah tidak menimbulkan dampak yang berarti
sehingga cukup melaksanakan UKL dan UPL.

Besarnya perubahan lingkungan yang timbul tesebut


sangat dipengaruhi oleh :

 Volume dan besaran rencana kegiatan.


 Lokasi proyek dan kondisi lingkungannya.
 Fungsi dan peruntukan lahan di sekitar lokasi proyek.

40
Pelingkupan dan KA-ANDAL pada tahap pra studi
kelayakan

Pra studi kelayakan merupakan bagian dari studi kelayakan,


dilakukan untuk menganalisis apakah kegiatan konstruksi yang
diusulkan tersebut dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi
teknis, ekonomi maupun lingkungan.

Kegiatan AMDAL berupa pelingkupan adalah proses awal untuk


menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak
penting hipotesis yang timbul dari rencana proyek yang
diusulkan. Pelingkupan ini merupakan proses penting dalam
penyusunan KA-ANDAL (Kerangka Acuan – ANDAL), karena
melalui proses ini dapat ditentukan:

 Dampak penting hipotesis yang relevan untuk dibahas


dalam ANDAL.
 Batas wilayah studi ANDAL.

KA-ANDAL sebagai penjabaran lebih lanjut dari pelingkupan


diatas merupakan ruang lingkup studi ANDAL yang dipakai
sebagai acuan untuk menyusun studi ANDAL.

Untuk itu KA-ANDAL minimal harus mencakup :

 Informasi rencana proyek dan kondisi lingkungannya.


 Lingkup tugas studi termasuk metode studi.
 Kebutuhan tenaga ahli dan jadwal pelaksanaannya.

41
Studi ANDAL pada tahap Studi Kelayakan

Sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan yang


berwawasan lingkungan studi kelayakan harus mencakup
aspek-aspek teknis, ekonomis dan lingkungan, akan
menghasilkan suatu dokumen bagi para pengambil
keputusan apakah kegiatan konstruksi tersebut layak untuk
dilaksanakan. Studi ANDAL yang dilakukan pada tahap ini
merupakan penelaahan dampak penting yang timbul
akibat rencana kegiatan konstruksi secara cermat dan
mendalam, dan hasilnya merupakan acuan untuk
merumuskan penanganan dampak yang timbul tersebut
dalam bentuk Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Studi ini juga merupakan dokumen yang penting, karena


dipakai oleh para pengambil keputusan apakah kegiatan
konstruksi tersebut layak ditinjau dari segi lingkungan,
sehingga dapat diimplementasikan.

Penjabaran RKL dan RPL pada Tahap Perencanaan


Teknis

Perencanaan teknis dimaksudkan untuk menyiapkan


gambar-gambar teknis, syarat dan spesifikasi teknis,

42
sehingga dapat menggambarkan produk yang akan
dihasilkan, didasarkan atas kriteria-kriteria yang ditetapkan
dalam studi kelayakan.

Untuk mewujudkan suatu perencanaan teknis yang


berwawasan lingkungan, maka perumusan RKL dan RPL
harus dijabarkan dalam gambar-gambar teknis dan
spesifikasi teknis tersebut, serta perlu dituangkan dalam
dokumen kontrak, sehingga mengikat pelaksana kegiatan
konstruksi.

Pelaksanaan RKL dan RPL

1. Pada tahap pra konstruksi

Kegiatan pra konstruksi dalam hal ini pengadaan tanah dan


pemindahan penduduk harus didukung dengan data yang
lengkap dan akurat tentang lokasi, luas, jenis peruntukan serta
kondisi penduduk yang memiliki atau menempati tanah yang
dibebaskan tersebut.

Ketentuan-ketentuan yang rinci tentang masalah pembebasan


tanah dalam RKL dan RPL harus dapat digunakan dan
dimanfaatkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembebasan
tanah tersebut.

1. Pada tahap konstruksi.

Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan fisik konstruksi


sesuai dengan gambar dan syarat-syarat teknis yang telah
dirumuskan dalam kegiatan perencanaan teknis.

43
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang tercakup pada tahap ini
meliputi penerapan:

1. Metode konstruksi, spesifikasi serta persyaratan kualitas


dan kuantitas pekerjaan yang terkait dengan penanganan
dampak penting.
2. Penerapan Standard Operation Procedure yang mengacu
pada dampak lingkungan.
3. Tata cara penilaian hasil pelaksanaan pengelolaan
lingkungan dan tindak lanjutnya.

Sedangkan penerapan RPL pada tahap ini mencakup :

1. Pemantauan pelaksanaan konstruksi agar sesuai dengan


gambar dan spesifikasi teknis yang telah mengikuti kaidah
lingkungan.
2. Penerapan dan pelaksanaan uji coba operasional.
3. Penilaian hasil pelaksanaan pengelolahan lingkungan dan
pemantauan lingkungan untuk masukan bagi
penyempurnaan pelaksanaan RKL dan RPL.

Evaluasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan


pada tahap pasca konstruksi

Evaluasi pasca konstruksi ditujukan : untuk menilai dan


pengupayakan peningkatan daya guna dan hasil guna dari
prasarana yang telah dibangun dan dioperasikan.

Evaluasi pengelolaan dan pemantauan lingkungan dimaksudkan


untuk memantapkan Standard Operation Procedure dengan

44
mengacu pada pengalaman yang didapat di lapangan selama
kegiatan konstruksi berlangsung.

Proses Penyusunan dan Pelaksanaan AMDAL

Penyusunan AMDAL untuk kegiatan konstruksi fisik yang


diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
hidup, memerlukan data dan informasi mengenai berbagai
komponen kegiatan konstruksi yang berpotensi menimbulkan
dampak penting serta komponen lingkungan di sekitar lokasi
kegiatan yang berpotensi terkena dampak akibat kegiatan.

Penelaahan terhadap data dan informasi tersebut menjadi sangat


penting karena ketepatan dan ketelitian Analisis Dampak
Lingkungan sepenuhnya tergantung pada kelengkapan dan
kedalaman data dan informasi yang diperoleh.

Dengan melakukan analisis dampak lingkungan dapat


diperkirakan dan dievaluasi jenis, besaran atau intensitas serta
tingkat pentingnya dampak yang terjadi.

Intensitas dampak dapat diperkirakan atau dihitung besarnya


dengan memakai berbagai metode yang sesuai untuk komponen
lingkungan tertentu, seperti metode statistik, matematik, metode
survai, experimental, analogi ataupun profesional judgement.
Sedangkan tingkat pentingnya dampak dapat mengacu pada
Pedoman Penentuan Dampak Penting yang ditetapkan oleh
Kepala Bapedal No. 056 Tahun 1994, di mana tingkat pentingnya
dampak ditentukan oleh faktor-faktor :

1. Jumlah penduduk yang akan terkena dampak.

45
2. Luas wilayah sebaran dampak.
3. Lamanya dampak berlangsung.
4. Intensitas dampak.
5. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan
terkena dampak.
6. Sifat kumulatif dampak.
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Informasi tentang intensitas atau bobot dampak tersebut diatas


secara sistematis dituangkan dalam dokumen AMDAL, dan
menjadi acuan dalam perumusan upaya penanganan dampak
yang timbul, yang dituangkan dalam dokumen Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL). Dokumen RKL dan RPL ini harus dapat
dijabarkan dalam gambar-gambar kerja dan syarat-syarat
pelaksanaan, serta acuan dalam melaksanakan pekerjaan.

Selanjutnya dokumen RKL dan RPL ini dipakai pula sebagai dasar
untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan (KL) dan pelaksanaan
pemantauan lingkungan (PL), selama masa pra konstruksi,
konstruksi maupun pada pasca konstruksi.

Dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan


tesebut dilakukan penilaian atas hasil pemantauan lingkungan
dan hasil pemantauan lingkungan ini dapat menjadi umpan balik
bagi pelaksana pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta
dapat dikapai sebagai acuan bagi upaya pengembangan,
penyempurnaan atau pemantapan dokumen RKL dan RPL yang
telah disusun.

Pengamanan Lingkungan Pada Tahap Konstruksi

46
Prinsip Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu dalam melakukan


pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,
pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup, sehingga
pelestarian potensi sumber daya alam dapat tetap
dipertahankan, dan pencemaran atau kerusakan lingkungan
dapat dicegah.

Perwujudan dari usaha tersebut antara lain dengan menerapkan


teknologi yang tepat dan sesuai dengan kondisi lingkungan.

Untuk itu berbagai prinsip yang dipakai untuk pengelolaan


lingkungan antara lain :

1. Preventif (pencegahan), didasarkan atas prinsip untuk


mencegah timbulnya dampak yang tidak diinginkan,
dengan mengenali secara dini kemungkinan timbulnya
dampak negatif, sehingga rencana pencegahan dapat
disiapkan sebelumnya.

Beberapa contoh dalam penerapan prinsip ini adalah


melaksanakan AMDAL secara baik dan benar, pemanfaatan
sumber daya alam dengan efisien sesuai potensinya, serta
mengacu pada tata ruang yang telah ditetapkan.

2. Kuratif (penanggulangan), didasarkan atas prinsip


menanggulangi dampak yang terjadi atau yang
diperkirakan akan terjadi, namun karena keterbatasan
teknologi, hal tesebut tidak dapat dihindari.

47
Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen
lingkungan yang terkena dampak seperti kualitas udara,
kualitas air dan sebagainya.

Apabila hasil pemantauan lingkungan mendeteksi adanya


perubahan atau pencemaran lingkungan, maka perlu
ditelusuri penyebab/sumber dampaknya, dikaji
pengaruhnya, serta diupayakan menurunnya kadar
pencemaran yang timbul.

3. Insentif (kompensasi), didasarkan atas prinsip dengan


mempertemukan kepentingan 2 pihak yang terkait, disatu
pihak pemrakarsa/pengelola kegiatan yang mendapat
manfaat dari proyek tersebut harus memperhatikan pihak
lain yang terkena dampak, sehingga tidak merasa
dirugikan. Perangkat insentif ini dapat juga berupa
pengaturan oleh pemerintah seperti peningkatan pajak
atas buangan limbah, iuran pemakaian air, proses
perizinan dan sebagainya.

3.7Pendekatan Pengelolaan Lingkungan

Rencana pengelolaan lingkungan, harus dilakukan dengan


mempertimbangkan pendekatan teknologi, yang kemudian harus
dapat dipadukan dengan pendekatan ekonomi, serta pendekatan
institusional sebagai berikut :

3.7.1Pendekatan Teknologi

48
Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk
melakukan pengelolaan lingkungan, seperti :

1. Melakukan kerusakan lingkungan, antara lain dengan :


1. Melakukan reklamasi lahan yang rusak.
2. Memperkecil erosi dengan sistem terasering dan
penghijauan.
3. Penanaman pohon-pohon kembali pada lokasi bebas
quary dan tanah kosong.
4. Tata cara pelaksana konstruksi yang tepat.
2. Menanggulangi menurunnya potensi sumber daya alam,
antara lain dengan :
1. Mencegah menurunnya kualitas/kesuburan tanah,
kualitas air dan udara.
2. Mencegah rusaknya kondisi flora yang menjadi
habitat fauna.
3. Meningkatkan diversifikasi penggunaan bahan
material bangunan.
3. Menanggulangi limbah dan pencemaran lingkungan, antara
lain dengan :
1. Mendaur ulang limbah, hingga dapat memperkecil
volume limbah.
2. Mengencerkan kadar limbah, baik secara alamiah
maupun secara engineering.
3. Menyempurnakan design peralatan/mesin dan
prosesnya, sehingga kadar pencemar yang dihasilkan
berkurang.

3.7.2Pendekatan Ekonomi

49
Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan
lingkungan antara lain:

1. Kemudahan dan keringanan dalam proses pengadaan


peralatan untuk pengelolaan lingkungan.
2. Pemberian ganti rugi atau kompensasi yang wajar terhadap
masyarat yang terkena dampak.
3. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pelaksanaan
kegiatan dan penggunaan tenaga kerja.
4. Penerapan teknologi yang layak ditinjau dari segi ekonomi.

3.7.3Pendekatan Institusional /Kelembagaan

Pendekatan institusional yang dipakai dalam pengelolaan


lingkungan, antara lain :

1. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi


terkait, dan masyarakat setempat dalam pengelolaan
lingkungan.
2. Melengkapi peraturan, dan ketentuan serta persyaratan
pengelolaan lingkungan termasuk sanksi-sanksinya.
3. Penerapan teknologi yang dapat didukung oleh institusi
yang ada.

50
BAB IV

Mekanisme pengelolaan dan Pemantauan


Lingkungan

Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan tersebut menjadi tugas


dan tanggung jawab pemrakarsa/pengelola kegiatan,
dilaksanakan selama pelaksanaan dampak negatif, maupun
pengembangan dampak positif.

Kegiatan pengelolan lingkungan terkait dengan berbagai instansi,


dan masyarakat setempat, sehingga perlu dijabarkan keterkaitan
antar instansi dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan
tersebut.

Penentuan instansi terkait, disesuaikan dengan fungsi,


wewenang dan bidang tugas serta tanggung jawab instansi
tersebut.

Mengingat bahwa pengelolaan lingkungan harus dilakukan


selama proyek berlangsung, maka perlu ditetapkan unit kerja
yang bertanggunga jawab melaksanakan pengelolaan
lingkungan, serta tata cara kerjanya. Unit kerja tersebut dapat
berupa pembentukan unit baru atau pengembangan dari unit
kerja yang sudah ada. Pemrakarsa/pengelola kegiatan harus
mengambil inisiatif dalam melakukan pengelolaan lingkungan,

51
sedangkan instansi terkait diarahkan untuk menyempurnakan
dan memantapkannya.

Pembiayaan merupakan faktor yang penting atas terlaksananya


pengelolaan lingkungan, untuk itu sumber dan besarnya biaya
harus dijabarkan dalam RKL. Pada prinsipnya
pemrakarsa/pengelola kegiatan harus bertanggung jawab atas
penyediaan dana untuk pengelolaan lingkungan yang diperlukan.

4.1Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang


Menimbulkan Dampak

Komponen pekerjaan konstruksi dapat menimbulkan dampak


terhadap lingkungan hidup, sangat dipengaruhi oleh jenis
besaran dan volume pekerjaan tersebut serta kondisi lingkungan
yang ada di sekitar lokasi kegiatan.

Pada umumnya komponen pekerjaan konstruksi yang dapat


menimbulkan dampak antara lain :

4.1.2Persiapan Pelaksanaan Konstruksi

1. Mobilitas peralatan berat, terutama untuk jenis kegiatan


konstruksi yang memerlukan banyak alat-alat berat, dan
terletak atau melintas areal permukiman, serta kondisi
prasarana jalan yang kurang memadai.
2. Pembuatan dan pengoperasian bengkel, base-camp dan
barak kerja yang besar dan terletak di areal pemukiman.

52
3. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan
yang cukup luas dan dekat areal pemukiman.

4.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi

1. Pengelolaan quarry oleh proyek yang mencakup pekerjaan


peledakan/penggalian di daratan atau penggalian di badan
sungai
2. Pembangunan dan pengoperasianj base camp, crushing
plant, AMP dan Batching Plant.
3. Pekerjaan tanah, mencakup penggalian dan penimbunan
tanah.
4. Pembuatan pondasi, terutama pondasi tiang pancang.
5. Pekerjaan struktur bangunan, berupa beton, baja dan kayu.
6. Pekerjaan jalan dan pekerjaan jembatan.
7. Pekerjaan pengairan seperti saluran dan tanggul
irigasi/banjir, sudetan sungai, bendung serta bendungan

Disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada disekitar lokasi


kegiatan, kegiatan konstruksi tersebut di atas akan dapat
menimbulkan dampak terhadap komponen fisik kimia dan
bahkan bila tidak ditanggulangi dengan baik akan dapat
menimbulkan dampak lanjutan terhadap komponen lingkungan
lain seperti komponen biologi maupun komponen sosial ekonomi
dan sosial budaya.

53
BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan
Sumber daya air merupakan kebutuhan mendasar bagi
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Ketersediaan air
sangat diperlukan namun harus berada dalam jumlah yang cukup
memadai.
Sejalan dengan perkembangan permintaan air yang
meningkan sedangkan kemampuan penyediaan air semakin
menurun akibat menurunnya daya dukung lingkungan sumber
daya air dan adanya pengeksploitasian sumber daya air yang
berlebihan. Keberhasilan dari pengelolaan sumber daya air
sangat tergantung pada pemerintah, masyarakat serta konsisten
dalam implementasinya.

5.2Saran
Dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah daerah
tidak boleh memandang air hanya sebagai komoditas ekonomi
tetapi perlu mempertimbangkan fungsi sosialnya. Pemakai air
perlu memberikan kontribusi biaya pengelolaan air, dengan
prinsip pembayaran pengguna dan pembayaran polusi serta
adanya subsidi silang.

54
DAFTAR PUSTAKA

Sjarief, Roestam. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal


Desain dan Konstruksi,vol.1, no. 1, juni 2002.
http:/www.sipil.Undip.ac.id/index.php?view=article&catid37.
( Diunduh pada 26 januari 2012.)
Munir,Moch. (2003). Geologi. Malang: Bayumedia Publishing
http://pasca.uns.ac.id/?p=307 ( Diunduh pada tanggal 26 januari
2012)
http://civil-injinering.blogspot.co.id/2009/06/pengendalian-
lingkungan.html
https://ftsl.itb.ac.id/jurnal-teknik-sipil/

https://sastrasipilindonesia.wordpress.com/2012/02/12/pendahul
uan-dan-bab-1-pengembangan-sumber-daya-air/

55
Daftar isi
BAB1...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1Latar Belakang Masalah.................................................................1
1.2Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................... 3
BABII...................................................................................................... 4
PEMBAHASAN......................................................................................... 4
2.1Usaha Pelestarian Dan Pengembangan Air....................................4
2.1.1Usaha Pelestarian Air...............................................................5
2.1.2Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Air............................7
2.2 KONDISI SUMBER DAYA AIR.........................................................10
2.3 Manajemen Air............................................................................15
BAB III................................................................................................... 23
PERENCANAAN PENGOLAHAN LINGKUNGAN AIR..................................23
3.1Konsep Lingkungan Hidup............................................................23
3.1.1Komponen Fisik – Kimia..........................................................25
3.1.2Komponen Biologi..................................................................26
3.1.3Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya.........................................26
3.2Ekologi dan Ekosistem.................................................................27
3.3Baku Mutu Lingkungan.................................................................28
3.4Baku Mutu Air...............................................................................29
3.5Baku Mutu Udara.........................................................................30
3.6Baku Mutu Air Laut.......................................................................31
3.7Pendekatan Pengelolaan Lingkungan...........................................43
3.7.1Pendekatan Teknologi............................................................43
3.7.2Pendekatan Ekonomi..............................................................44
3.7.3Pendekatan Institusional /Kelembagaan................................44

56
BAB IV.................................................................................................. 45
Mekanisme pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan........................45
4.1Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak......46
4.1.2Persiapan Pelaksanaan Konstruksi.........................................46
4.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi..........................................47
BAB V................................................................................................... 48
PENUTUP.............................................................................................. 48
5.1Kesimpulan.................................................................................. 48
5.2Saran........................................................................................... 48

57
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah perencanaan pengolahan lingkungan air dan
sumber daya air Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Makassar,18 januari 2017

58

Anda mungkin juga menyukai