PENDAHULUAN
1
Menyangkut aspek ketatalaksanaan, masyarakat dunia telah
menyadari bahwa pengelolaan SDA harus dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu dengan pendekatan Wilayah Sungai,
yang dikenal dengan Integrated Water Resources Management
(Prinsip IWRM). Di Indonesia, hal ini telah dituangkan ke dalam
Undang undang Nomor 07 /2004, Tentang Sumber Daya Air,
dengan cakupan pengelolaan SDA yang meliputi: perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharan dalam rangka
upaya konservasi SDA, pendayagunaan SDA, pengendalian daya
rusak air pada wilayah sungai, pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat serta pemanfaatan sistem informasi. Proses
pengelolaan SDA harus melibatkan semua stakeholders,
memperhatikan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, serta
menjamin terjalinnya keseimbangan antara fungsi –fungsi social
lingkungan hidup dan ekonomi Dalam tiga dekade ini masalah
pengelolaan sumber daya air (SDA) telah berubah secara
fundamental sehingga memerlukan suatu disiplin ilmu yang
dapat mengintegrasikan secara terpadu bidang-bidang keilmuan
yang terkait permasalahan dari hulu sampai ke hilirnya. Hal ini
didorong oleh semakin berkembangnya disiplin ilmu terkait
akibat meluasnya pemanfaatan SDA, pengaruh perubahan iklim
global dan perubahan konsep tata pengelolaannya. Disiplin ilmu
ini, yang sebelumnya tersebar pada berbagai program studi di
ITB, sekarang sudah sangat penting untuk dipadukan dalam satu
program studi. Seiring dengan berkembangnya tantangan di
bidang SDA baik pada tingkat global, regional, dan nasional,
bahkan di tingkat lokal maka Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung (FTSL-ITB) memandang sangat
penting untuk mengembangkan sebuah program studi pada
pendidikan tingkat sarjana guna menjawab tantangan tersebut.
2
1.2Rumusan Masalah
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang berkembang
cepat serta tingkat penghidupan masyarakat yang semakin
maju, banyak kawasan resapan air yang dijadikan kawasan
pemukiman dan pengembangan daerah perkotaan membuat
jumlah ketersediaan air semakin lama semakin berkurang.
Mengingat ketersediaan air yang tetap dan kebutuhan air yang
cenderung semakin meningkat maka perlu dilakukan langkah-
langkah pengembangan teknologi, penyediaan air, dan
pelestarian sumber daya air.
1.3 Tujuan
3
BABII
PEMBAHASAN
4
5. Meningkatnya kerusakan kawasan vegetasi hutan lindung
yang merupakan daerah tangkapan air menyebabkan
menurunnya debit aliran air sungai dan meningkatnya erosi
dan sedimentasi.
6. Kurang efektifnya pemeliharaan jaringan irigasi dan belum
terjaminnya biaya untuk rehabilitasi berkala jaringan irigasi.
7. Kurang memadainya organisasi pengelolaan tingkat wilayah
sungai.
8. Kurang arukasinya data hidrologi dan kualitas air.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu
reformasi kebijakan pengelolaan sumber daya air yang
memberikan perhatian khusus pada konservasi ketersediaan
sumber daya air, pengendalian kualitas air dan perlindungan
sumber daya air.
5
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air tersebut
dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan dilaksanakan melalui
pendekatan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya. Dan usaha
tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
A. Pengawetan Air
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan
dan ketersediaan air. Pengawetan air dapat dilakukan dengan
cara :
1. Menyimpan air yang berlebihan disaat hujan untuk dapat
dimanfaatkan pada waktu diperlukan.
2. Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif
dan;
3. Mengendalikan penggunaan air tanah.
6
terancamnya kepunahan jenis tumbuhan dan satwa, dan wabah
penyakit.
Pengendalian daya rusak air ini diutamakan pada upaya
pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air
yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.
7
3. Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis
sempadan sumber air;
4. Memperhatikan kepentingan bebagai jenis pemanfaatan;
5. Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang
berkepentingan; dan
6. Memperhatikan fungsi kawasan.
Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap
wilayah sungai dilakukan dengan memperhatikan :
1. Daya dukung sumber air;
2. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi
pertumbuhannya;
3. Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air;
4. Pemanfaatan air yang sudah ada.
8
yang memberikan nilai tambah optimal dengan
memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana
agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan
seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan
sumberdaya air yang mempertimbangkan prinsip cost
recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan
sumberdaya air yang membuka akses partisipasi masyarakat
serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan
fungsi pengelola (operator).
9
2. Sistem pengairan sawah yang efisien, mengingat pada
saat ini persawahan merupakan pemakai air yang
dominan.
3. Sistem pengairan sawah secara konvensional yang boros
air perlu diperbaiki dan perlu dikembangkan teknik
pengairan dengan system saluran atau pipa yang hemat
air.
Selain itu telah di aplikasikan berbagai teknologi bangunan
pengairan yaitu bending, pintu air, dan saluran yang sesuai
dengan kondisi sungai-sungai di Indonesia yang mengandung
muatan sedimen.
D. Embung
Di daerah Indonesia yang relatif kering diterapkan
teknologi konvensional yang dapat dikembangkan dan
ditingkatkan adalah aplikasi waduk kecil atau embung. Embung
(waduk kecil) merupakan bangunan penampung air berteknologi
sederhana dan berukuran kecil. Bangunan ini bermanfaat untuk
mencukupi kebutuhan air selama musim kemarau bagi
penduduk, ternak, dan lading. Embung juga mempunyai manfaat
untuk konservasi lahan dan sumber daya air.
Bangunan ini sangat cocok dikembangkan di daerah yang
mempunyai kondisi alam sebagai berikut :
1. Curak hujan sedikit dan berlangsung pendek, sedangkan
musim kemarau panjang (7-9 bulan/tahun).
2. Topografi berbukit rapat dan dataran rendah sangat sempit
sehingga sulit mencari tempat untuk pembangunan waduk
besar.
3. Secara geologis batuan dasar umumnya bersifat lolos air.
Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan
proses penganggaran di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang dianggarkan dalam
10
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu,
anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi
Hasil (DBH) yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang
berlaku.
11
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.
12
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
13
Ecological Analysis and Synthesis di Santa Barbara, California
(Kompas, 16 Mei 1997). Perkiraan inipun lanjut mereka adalah
perkiraan minimum.
14
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak
air.
15
dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
16
(Integrated Water Resources Management – IWRM) yang
menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan
pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan
umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep
IWRM yang berkembang di forum internasional, beberapa
tindakan telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam
rangka reformasi kebijakan sumber daya air.
17
Manajemen air adalah usaha-usaha menjaga dan mengatur
air yang ada di muka bumi ini agar dapat terjaga keberadaannya
dan dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dapat juga
diartikan manajemen air adalah proses pengolahan air yang ada
di bumi yang digunakan oleh mahkluk hidup untuk kehidupan
sehari – harinya agar tetap terjaga keberadaannya. Beberapa
tahun terakhir, manajemen air menjadi satu isu yang banyak
dibahas di berbagai belahan dunia termasuk di negara Indonesia
sendiri. Manajemen kualitas air adalah Suatu usaha untuk
menjaga kondisi air tetap dalam kondisi baik untuk budidaya ikan
dengan memperhatikan faktor fisik, kimia dan biologinya, Dari
segi fisika air merupakan tempat hidup dan menyediakan ruang
gerak bagi ikan atau udang, dari segi kimia sebagai pembawa
unsur-unsur hara, vitamin maupun gas-gas terlarut lainnya, dari
segi biologi merupakan media yang baik untuk kegiatan biologis
serta pembentukan dan penguraian bahan organik.
Aspek Pemanfaatan
18
Hal ini biasanya terlintas dalam pikiran manusia jika
berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan dengan air yang tersedia, maka manusia mulai
sadar atas aspek yang lain.
Aspek Pelestarian
Aspek Pengendalian
19
pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan
pengendalian.
3. Pengendalian Daya Rusak Air, dilakukan secara
menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan air tanah.
4. Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah yang berarti
penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja
dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari
lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan
yang berlebih pada masukan dari luar .
5. Sistem Melingkar (Circular System) yaitu, Dengan
meningkatnya tekanan jumlah penduduk terhadap sumber-
sumber daya yang terbatas, maka kita perlu memikirkan sistem
melingkar, bukan garis lurus. Kota yang membuang polusinya ke
saluran air dan menyebabkan masalah bagi orang lain tidak bisa
diterima lagi. Sebaliknya, air limbah yang telah diolah
seharusnya dianggap sebagai suatu sumber bernilai yang dapat
dipakai.
20
tentang Air (Algemeene Water Reglement(AWR) pada tahun 1936
dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan
diikuti dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water
Reglement (Jawa Timur dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada
masa setelah kemerdekaan, peraturan yang ditetapkan sejalan
dengan UUD 1945.
Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya
dimulai dengan disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun –
I (REPELITA I) periode 1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor
sumber daya air, transportasi, dan listrik. Pembangunan
infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan
REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor
sumber daya air telah berhasil meningkatkan produksi pangan
hingga mencapai swasembada pangan pada tahun 1980. Sejalan
dengan pertumbuhan penduduk, telah dikembangkan juga
infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak pelaksanaan
REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat
mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan
pelayanan hanya dapat mencapai sekitar 55% dari jumlah
penduduk di Indonesia.
Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu
mengalami peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu,
maka dari itu sangat diperlukan untuk melakukan
pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik
dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek
kelembagaan, maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut
perlu diintegrasikan dengan paradigm pembangunan nasional
dan pembangunan sumber daya air secara keseluruhan.
Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia
menghadapi permasalahan jangka panjang terkait dengan
pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan mempengaruhi
21
pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya
keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan
lingkungan. Pada tingkat kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia
menghadapi beberapa permasalahan spesifik seperti sebagai
berikut:
22
Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih
banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, dan sistim
jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan
ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk menjamin
ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai
dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa
daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah
Sungai tersebut didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu
sampai hilir yang dikelola secara profesional.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Indonesia telah melakukan langkah maju dalam
pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air secara
terpadu (Integrated Water Resources Management– IWRM) yang
menjadi perhatian dunai internasional untuk meningkatkan
pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan
umum dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM
yang berkembang di forum internasional, beberapa tindakan
telah diambil di tingkat nasional dan daerah dalam rangka
reformasi kebijakan sumber daya air.
Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi
Indonesia telah memulai untuk melaksanakan reformasi
terhadap kebijakan pengelolaan irigasi sejak diterapkannya
Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi (Irrigation Operation
and Maintenance Policy – IOMP) pada tahun 1987. Upaya
reformasi tersebut merupakan respon terhadap kurangnya
pembiayaan, kapasitas kelembagaan dan institusi, permasalahan
kinerja yang dihadapi Pemerintah dalam rangka menjaga irigasi
yang keberlanjutan.
23
Arah Kebijakan
Berdasarkan peraturan terkait dan dokumen-dokumen
perencanaan pembangunan nasional, arah kebijakan dalam
pengelolaan sumber daya air sebagai berikut:
1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar
wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka
memperkokoh ketahanan nasional, persatuan, dan kesatuan
bangsa.
2. Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang
terpadu antar sektor dan antar wilayah yang terkait di pusat,
propinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai.
3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan
pendayagunaan sumberdaya air agar terwujud kemanfaatan air
yang berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik pada
generasi sekarang maupun akan datang.
4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air
untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu
akan air dan pendayagunaan air sebagai sumberdaya ekonomi
yang memberikan nilai tambah optimal dengan memperhatikan
biaya pelestarian dan pemeliharaannya.
5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara
bijaksana agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan
seimbang dan terpadu.
6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan
sumberdaya air yang mempertimbangkan prinsip cost
recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan
sumberdaya air yangmembuka akses partisipasi masyarakat
serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan
fungsi pengelola (operator).
24
Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air
25
BAB III
Unsur Materi.
26
Unsur ini mengalami proses siklinal yaitu proses yang
berulang kembali kepada keadaan semula, adapun dalam
perjalanannya akan mengalami perubahan bentuk.
Misalnya tumbuh-tumbuhan, untuk dapat hidup
memerlukan energi dan mineral, kemudian melalui proses
"rantai makanan", tumbuhan ini dimakan oleh hewan
konsumen Tk. I (Herbivora = pemakan tumbuhan), yang
selanjutnya menjadi mangsa dari hewan konsumen Tk. II
(Omnivora = pemakan segala).
Unsur Energi
Unsur Ruang
27
batas-batas tertentu yang dapat dilihat secara fisik.
Dengan mengetahui ruang habitat suatu ekosistem maka
pengelolaan lingkungan dapat lebih mudah ditangani
secara spesifik.
Unsur Kondisi/Situasi
28
3. Hidrologi, seperti karakteristik fisik sungai, danau, rawa,
debit aliran, kondisi fisik daerah resapan, tingkat erosi,
tingkat penyediaan dan pemanfaatan air, serta kualitas
fisik, kimia, dan mikrobiologisnya.
4. Hidrooceanologi, atau pola hidrodinamika kelautan seperti
pasang surut, arus dan gelombang/ombak, morphologi
pantai serta abrasi dan akresi pantai.
5. Ruang, tanah dan lahan, seperti tata guna lahan yang ada,
rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang,
rencana tata guna tanah, estetika bentang lahan, serta
adanya konflik penggunaan lahan yang ada.
3.1.2Komponen Biologi.
1. Flora, seperti peta zona biogeoklimatik dari vegetasi alami,
jenis-jenis vegetasi dan ekosistem yang dilindungi undang-
undang, serta adanya keunikan dari vegetasi dan
ekosistem yang ada.
2. Fauna, seperti kelimpahan dan keanekaragaman fauna,
habitat, penyebaran, pola migrasi, populasi hewan
budidaya, serta satwa yang habitatnya dilindungi undang-
undang. Termasuk dalam fauna ini adalah penyebaran dan
populasi hewan, invertebrata yang mempunyai potensi dan
peranan sebagai bahan makanan, atau sumber hama dan
penyakit.
29
2. Sosial ekonomi, seperti kesempatan kerja dan berusaha,
tingkat pendapatan penduduk, prasarana dan sarana
ekonomi, serta pola pemilikan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
3. Sosial budaya, seperti pranata sosial dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan, adat istiada dan pola kebiasaan, proses
sosial, akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai
kelompok masyarakat, pelapisan sosial dalam masyarakat,
perubahan sosial yang terjadi serta sikap dan persepsi
masyarakat.
4. Komponen kesehatan masyarakat, seperti sanitasi
lingkungan, jenis dan jumlah fasilitas kesehatan, cakupan
pelayanan paramedis, tingkat gizi dan kecukupan pangan
serta insidensi dan prevalensi penyakit yang terkait dengan
rencana kegiatan.
30
Menurut Otto Sumarwoto, ekologi adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan hidupnya, baik
biotis maupun abiotis. Oleh karena itu pada hakekatnya masalah
lingkungan hidup adalah masalah ekologi.
31
1. Antibiosa, yang dapat mematikan makhluk lain.
2. Eksploitasi, yang dapat mengkonsumsi makhluk lain.
3. Kompetisi, yang saling bersaing untuk
mempertahankan eksistensinya dalam upaya
memperoleh sumber daya yang jumlahnya terbatas.
3. Netralistik, tidak adanya interaksi antar komponen,
misalnya antara makhluk burung dengan anjing tidak
terjadi interaksi, baik yang sifatnya simbiosa maupun
antagonistik.
32
3.4Baku Mutu Air
Baku mutu air atau sumber air adalah batas kadar yang
dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar pada air, namun air
tetap berfungsi sesuai peruntukannya.
Penentuan baku mutu air didasarkan atas daya dukung air pada
sumber air, yang disesuaikan dengan peruntukan air tersebut
sebagai berikut :
Selain baku mutu air, dikenal pula istilah baku mutu limbah cair,
yaitu batas kadar yang dibolehkan bagi zat atau bahan pencemar
untuk dibuang ke dalam air atau sumber air, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
33
Besarnya kadar pencemaran yang diperbolehkan untuk setiap
parameter kualitas air dan air limbah dapat dilihat pada
pedoman penentuan baku mutu lingkungan yang diterbitkan oleh
Kantor Menteri Negara LIngkungan Hidup seperti terlihat pada
lampiran.
34
Selain itu dikenali pula istilah baku mutu kebisingan yang
penentuannya didasarkan atas peruntukan lahan di lokasi
tersebut yang seperti contoh menurut Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No. 587 tahun 1990 adalah :
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen lainnya yang ada atau harus ada, dan zat
atau bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
35
Integrasi Aspek Lingkungan Pada Kegiatan
Konstruksi
Pengertian AMDAL
36
4. AMDAL Regional, bila kegiatan terletak pada satu
kesatuan hamparan ekosistem dan satu rencana
pengembangan wilayah sesuai dengan RUTR dan
melibatkan kewenangan lebih dari satu instalasi yang
bertanggung jawab.
37
11. Lamanya dampak berlangsung.
12. Intensitas dampak.
13. Banyaknya komponen lain yang terkena
dampak.
14. Sifat kumulatif dampak.
15. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
38
20. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,jenis hewan
dan jasad renik.
21. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
non hayati.
22. Penerapan terknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar mempengaruhi
lingkungan.
23. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan
mempengaruhi pertahanan negara.
39
kelayakan termasuk pra-studi kelayakan, perencanaan
teknis, konstruksi dan tahapan pasca konstruksi yang
mencakup operasi, pemeliharaan serta pemanfaatannya.
40
Pelingkupan dan KA-ANDAL pada tahap pra studi
kelayakan
41
Studi ANDAL pada tahap Studi Kelayakan
42
sehingga dapat menggambarkan produk yang akan
dihasilkan, didasarkan atas kriteria-kriteria yang ditetapkan
dalam studi kelayakan.
43
Kegiatan pengelolaan lingkungan yang tercakup pada tahap ini
meliputi penerapan:
44
mengacu pada pengalaman yang didapat di lapangan selama
kegiatan konstruksi berlangsung.
45
2. Luas wilayah sebaran dampak.
3. Lamanya dampak berlangsung.
4. Intensitas dampak.
5. Banyaknya komponen lingkungan lain yang akan
terkena dampak.
6. Sifat kumulatif dampak.
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
Selanjutnya dokumen RKL dan RPL ini dipakai pula sebagai dasar
untuk pelaksanaan pengelolaan lingkungan (KL) dan pelaksanaan
pemantauan lingkungan (PL), selama masa pra konstruksi,
konstruksi maupun pada pasca konstruksi.
46
Prinsip Pengelolaan Lingkungan
47
Hal ini dilakukan dengan pemantauan terhadap komponen
lingkungan yang terkena dampak seperti kualitas udara,
kualitas air dan sebagainya.
3.7.1Pendekatan Teknologi
48
Berupa tata cara teknologi yang dapat dipergunakan untuk
melakukan pengelolaan lingkungan, seperti :
3.7.2Pendekatan Ekonomi
49
Pendekatan ekonomi yang dapat dipakai dalam pengelolaan
lingkungan antara lain:
50
BAB IV
51
sedangkan instansi terkait diarahkan untuk menyempurnakan
dan memantapkannya.
52
3. Pembukaan dan pembersihan lahan untuk lokasi kegiatan
yang cukup luas dan dekat areal pemukiman.
53
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Sumber daya air merupakan kebutuhan mendasar bagi
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Ketersediaan air
sangat diperlukan namun harus berada dalam jumlah yang cukup
memadai.
Sejalan dengan perkembangan permintaan air yang
meningkan sedangkan kemampuan penyediaan air semakin
menurun akibat menurunnya daya dukung lingkungan sumber
daya air dan adanya pengeksploitasian sumber daya air yang
berlebihan. Keberhasilan dari pengelolaan sumber daya air
sangat tergantung pada pemerintah, masyarakat serta konsisten
dalam implementasinya.
5.2Saran
Dalam pengelolaan sumber daya air, pemerintah daerah
tidak boleh memandang air hanya sebagai komoditas ekonomi
tetapi perlu mempertimbangkan fungsi sosialnya. Pemakai air
perlu memberikan kontribusi biaya pengelolaan air, dengan
prinsip pembayaran pengguna dan pembayaran polusi serta
adanya subsidi silang.
54
DAFTAR PUSTAKA
https://sastrasipilindonesia.wordpress.com/2012/02/12/pendahul
uan-dan-bab-1-pengembangan-sumber-daya-air/
55
Daftar isi
BAB1...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1Latar Belakang Masalah.................................................................1
1.2Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................... 3
BABII...................................................................................................... 4
PEMBAHASAN......................................................................................... 4
2.1Usaha Pelestarian Dan Pengembangan Air....................................4
2.1.1Usaha Pelestarian Air...............................................................5
2.1.2Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Air............................7
2.2 KONDISI SUMBER DAYA AIR.........................................................10
2.3 Manajemen Air............................................................................15
BAB III................................................................................................... 23
PERENCANAAN PENGOLAHAN LINGKUNGAN AIR..................................23
3.1Konsep Lingkungan Hidup............................................................23
3.1.1Komponen Fisik – Kimia..........................................................25
3.1.2Komponen Biologi..................................................................26
3.1.3Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya.........................................26
3.2Ekologi dan Ekosistem.................................................................27
3.3Baku Mutu Lingkungan.................................................................28
3.4Baku Mutu Air...............................................................................29
3.5Baku Mutu Udara.........................................................................30
3.6Baku Mutu Air Laut.......................................................................31
3.7Pendekatan Pengelolaan Lingkungan...........................................43
3.7.1Pendekatan Teknologi............................................................43
3.7.2Pendekatan Ekonomi..............................................................44
3.7.3Pendekatan Institusional /Kelembagaan................................44
56
BAB IV.................................................................................................. 45
Mekanisme pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan........................45
4.1Komponen Pekerjaan Konstruksi Yang Menimbulkan Dampak......46
4.1.2Persiapan Pelaksanaan Konstruksi.........................................46
4.1.3 Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi..........................................47
BAB V................................................................................................... 48
PENUTUP.............................................................................................. 48
5.1Kesimpulan.................................................................................. 48
5.2Saran........................................................................................... 48
57
KATA PENGANTAR
58