Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perhitungan Jumlah Penduduk


Menurut Kriteria Standar yang digunakan oleh Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Cipta Karya untuk perumahan baru
terhitung 5 orang/rumah untuk perencanaan kebutuhan air bersih.

2.2 Sistem Distribusi Air Bersih


Sistem distribusi air bersih adalah sistem yang langsung
berhubungan dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok
mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah
pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya,
hidran kebakaran, sistem pemompaan (bila diperlukan dari reservoir
distribusi)
Sistem penyediaan air bersih harus dapat menyediakan jumlah air
yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Peraturan Pemerintah N0.16
Tahun 2005 tentang sistem pengembangan air minum menyebutkan bahwa
sistem penyediaan air minum terdiri dari :
1. Unit air baku
2. Unit produksi
3. Unit distribusi
4. Unit pelayanan
5. Unit pengolahan

Gambar 2.1 Skema Sistem Penyediaan Air Bersih

5
6

1. Unit Air Baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan / penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan,
sitem pemompaan dan bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.
Unit air baku merupakan saran pengambilan dan penyediaan air baku. Air
baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air
minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Unit Produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan
untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi,
dan biologi. Unit produksi dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan
perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, serta bangunan penampungan air minum.
3. Unit Distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi,
bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit
distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan
kontinuitas pengaliran, yang memberikan jaminan pengaliran 24 jam per
hari.
4. Unit Pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah
dan hidran harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin
keakuratannya, meter air wajib ditera secara berkala oleh instansi yang
berwenang.
5. Unit Pengolahan, terdiri dari pengolahan teknis dan pengolahan nonteknis.
Pengolahan terknis terdirir dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan
pemantauan dari unit baku, unit produksi, dan unit distribusi. Sedangkan
pengelolaan nonteknis terdiri dari administrasi dan pelayanan. (Unit Air
Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010).
Sistem penyediaan air minum harus dapat menyediakan jumlah air
yang cukup untuk kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur sistem dari
sumber air, fasilitas penyimpanan, fasilitas transmisi ke unit pengolahan,
fasilitas pengolahan, fasilitas transmisi dan penyimpanan, dan fasilitas
distribusi.
7

2.3 Sumber Air Baku


Macam-macam sumber air yang dapat digunakan untuk air bersih
adalah sebagai berikut :
1. Air Laut
Mempunyai sifat asam, karena mengandung garam
(NaCL), kadar garam NaCL dalam air laut 3 %. Dalam keadaan
ini air laut tidak mempunyai syarat untuk air bersih.

2. Atmosfir (Air Hujan)


Dalam keadaan murni air hujan sangat bersih, teteapi
karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran
industri dan lainnya, maka air ini menjadi tercemar. Maka dari
itu, untuk menyediakan air hujan sebagai sumber air bersih
hendaknya pada waktu penampungan air hujan jangan dimulai
saat air hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung
kotoran yang diakibatkan adanya pencemaran udara.
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di
permukaan bumi, pada umumnya air permukaan ini akan
mendapat pengotoran selama pengairannya, misalnya oleh
lumpur, batang-batang kayu, dan kotoran industri, dsb.
Air permukaan ini terdiri dari beberapa macam, yaitu :
a. Air Sungai, dalam penggunaannya sebagai air bersih
haruslah melalui suatu pengolahan yang sempurna,
karena air ini pada umumnya tingkat kotorannya sangat
tinggi.
b. Air danau / rawa, kebanyakan air danau atau rawa ini
berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya benda-benda
yang membusuk seperti tumbuhan, lumut yang
menimbulkan warna hijau.
8

4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang mempunyai rongga-rongga dalam
lapisan geologi. Air tanah merupakan salah satu sumber air bagi
kehidupan di muka bumi.
Jenis-jenis air tanah antara lain :
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal ini terjadi karena adanya
proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur
akan tertahan, demikian pula dengan benda lain
sehingga air tahan akan jernih. Air tanah ini terdapat
pada kedalaman ± 15 meter. Sebagai sumber air bersih,
air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitasnya agak
baik, kuantitasnya kurang dan tergantung pada musim.
b. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam adalah lapisan air yang
pertama, pengambilan air tanah dalam tidak sama
dengan mata air tanah dangkal. Dalam hal ini harus
digunakan bir dan memasukkan pipa kedalamnya,
kedalaman 100-300 meter. Jika tekanan air tanah besar
maka air akan menyembur keluar, sehingga dalam
keadaan ini disebut sumber artesis. Jika air tidak dapat
keluar dengan sendirinya maka digunakan pompa
untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini.
c. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan
sendirinya ke permukaan tanah. Sehingga mata air
yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim.
(Sumber : Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air
Minum, Tri Joko 2010)
9

2.4 Kebutuhan Air


Kebutuhan air pada suatu daerah sangat berhubungan dengan
ketersediaan air, kebutuhan hidup, pola kebiasaan hidup, kondisi sosial
ekonomi dan topogradi. Jenis pelayanan air yang banyak dikenal yaitu
sambungan rumah dan kran umum. Sambungan rumah dirincikan dengan
adanya kran yang disediakan sampai kedalam rumah. Penggunaan sambungan
rumah terutama ditentukan oleh jumlah populasi rata-rata dalam satu rumah
tangga yang dikategorikan rumah permanen. Unit sambungan umum / kran
umum berupa kran atau tempat pengambilan air secara kolektif yang
disediakan pada sekelompok rumah. Kran umum terutama ditujukan untuk
daerah penduduk padat dan berpenghasilan rendah, sehingga penyambungan
belum mungkin dilakukan. Penentuan jumlah kebutuhan kran umum
didasarkan dengan hasil survey lapangan mengenai kondisi sosial di daerah
pelayanan kebutuhan air domestik atau non domestik untuk kota dapat dibagi
dalam beberapa kategori antara lain :
1. Kota Kategori I (Metro)
2. Kota Kategori II (Kota Besar)
3. Kota Kategori III (Kota Sedang)
4. Kota Kategori IV (Kota Kecil)
5. Kota Kategori V (Desa)

2.4.1 Kebutuhan Domestik


Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk,
dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan sejarah populasi
sipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam
penentuan kecenderungan laju pertumbuhan (Grow Rate Trends).
Pertumbuhan ini juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata ruang
kabupaten.
Estimasi populasi untuk masa yang akan datang merupakan salah
satu parameter utama dalam penentuan kebutuhan air domestik. Laju
penyambungan juga menjadi parameter yang dipakai untuk analisis.
10

Propensitas untuk penyambungan perlu diketahui dengan melalukan survey


kebutuhan nyata, terutama di wilayah yang sudah ada sistem penyambungan
air bersih dari PDAM. Untuk penentuan penyambungan di masa yang datang
maka laju penyambungan yang ada pada saat ini dapat dipakai sebagai dasar
analisis.
Kebutuhan air perorangan perhari disesuaikan dengan standar yang
biasa digunakan serta kriteria pelayanan berdasarkan kategori kotanya.
Dalam setiap kategori tertentu, kebutuhan air perorangan perhari berbeda-
beda.

Tabel 2.1 Kriteria Perencanaan Air Bersih Berdasarkan SNI Tahun 1997
No Uraian Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk (jiwa)
>1.000.00 500.000 – 100.000 – 20.000 – <20.000
0 1.000.000 500.000 100.000
Metro Besar Sedang Kecil Desa
1. Konsumsi Unit 190 170 150 130 100
Sambungan Rumah
(SR) liter/orang/hari
2 Konsumsi Unit 30 30 30 30 30
Hidran Umum (HU)
liter/orang/hari
3 Konsumsi Unit Non 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 10 - 20
Domestik (%)
4 Kehilagan Air (%) 20 – 30 20 - 30 20 - 30 20 – 30 20
5 Faktor Maksimum 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15
Perhari
6 Faktor Pada Jam 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Puncak
7 Jumlah Jiwa Per SR 5 5 5 5 5
8 Jumlah Rumah Per 100 100 100 100 100
HU
9 Sisa Tekan di 10 10 10 10 10
Jaringan Distribusi
(meter)
10 Jam Operasi (jam) 24 24 24 24 24
11 Volume Reservoir 20 20 20 20 20
12 SR : HU 50:50 s/d 50:50 s/d 80:20 70:30 70:30
80:20 80/20
13 Cakupan Pelayanan 90 90 90 90 70
(%)
(Sumber : Dirjen Cipta Karya 1997 )
11

2.4.2 Kebutuhan Non Domestik


Yang dimaksud dengan pelayanan non domestik adalah jenis dan
tingkat pelayanan untuk pelanggan bukan rumah tangga yang bersifat
komersil, kebutuhan institusi, dan kebutuhan industri. Kebutuhan air komersil
cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan
tata guna lahan. Kebutuhan ini bisa mencapai 20% - 25% dari total suplai
(produksi) air.
Kebutuhan untuk industri saat ini dapat diidentifikasi, namun
kebutuhan industri yang akan datang cukup sulit untuk mendapat data yang
akurat. Hal ini disebabkan jenis dan macam kegiatan industri.

2.4.3 Fluktuasi Konsumsi Kebutuhan Air


Kebutuhan air tidak akan selalu sama, tetapi akan berfluktuasi.
Konsumsi air akan berubah sesuai dengan perubahan musim dan aktivitas
masyarakat. Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok :
a. Kebutuhan harian rata-rata
Kebutuhan harian rata-rata adalah kebutuhan air untuk
keperluan domestik dan non domestik termasuk kehilangan air.
Biasanya dihitung berdasarkan kebutuhan air rata-rata
perorangan perhari dihitung dari pemakaian air setiap jam selama
sehari (24) jam.
b. Kebutuhan pada jam puncak
Kebutuhan jam puncak adalah pemakaian air yang tertinggi
dalam satu hari. Kebutuhan air pada jam puncak dihitung
berdasarkan kebutuhan air harian rata-rata dengan menggunakan
faktor pengali sebagai berikut (Dirjen Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :
Kebutuhan jam puncak : (1,5 – 2,00 x kebutuhan air bersih).
c. Kebutuhan harian maksimum
Kebutuhan harian maksimum adalah banyaknya air yang
dibutuhkan terbesar dalam satu tahun. Kebutuhan harian
12

maksimum dihitung berdasarkan kebutuhan harian rata-rata


dengan menggunakan faktor pengali sebagai berikut (Dirjen
Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum 1996 : III-6) :
Kebutuhan harian maksimum dipakai : (1,15 x kebutuhan air
bersih).

2.4.4 Perhitungan Kebutuhan Air


Langkah pertama dalam suatu perencanaan penyediaan air bersih
adalah memperkirakan jumlah kebutuhan air. Sulit untuk mendapatkan angka
yang pasti jumlah pemakaian air suatu daerah, karena banyak faktor yang
mempengaruhinya. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah
memperhitungkan rata-rata pemakaian setiap orang perhari, memperkirakan
jumlah penduduk pada jangka waktu tertentu dan umur rencana konstruksi.
Data masa lalu tentang suatu daerah merupakan petunjuk yang baik dalam
pemilihan suatu angka tentang penggunaan air perkapita bagi tujuan-tujuan
perencanaan. Disamping itu data-data mengenai jumlah penduduk sangat
membantu memperkirakan atau meramalkan jumlah penduduk pada jangka
waktu tertentu.

2.5 Kualitas Air Baku


Departemen kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan
standar kualitas air baku sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 1990 tentang standar kualitas di perairan umum dibedakan menjadi :
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum
secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang digunakan sebagai bahan baku air
minum melalui suatu pengolahan untuk kebutuhan air minum dan
keperluan rumah tangga.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan
perikanan dan peternakan.
13

4. Golongan D, yaitu air yang dapat dginakan untuk keperluan


pertanian dan juga untuk usaha perkotaan, industri dan PLTA.

2.6 Kehilngan Air


Dalam suatu sistem penyediaan air bersih, biasanya tidak seluruhnya
air yang diproduksi instalasi sampai kepada konsumen. Biasanya terdapat
kebocoran pada pipa instalasi disana sini yang biasnya disebut kehilangan air.
Kebocoran / kehilangan air biasnya berasal dari pipa instalasi itu sendiri. Hal
ini dapat diakibatkan kurangnya perawatan ataupun umur pipa yang sudah
tua.

2.7 Sistem Hidrolika Perpipaan


Pendistribusian air bersih pada dasarnya dapat disalurkan dengan
beberapa cara. Berikut beberapa cara pengaliran distribusi air bersih (Unit Air
Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010: 15) :
1. Secara Gravitasi
Cara ini dapat dilakukan apabila sumber air berada pada
suatu elevasi yang lebih tinggi daripada daerah yang dilayani
(Reservoir) sedemikian rupa sehingga terdapat tekanan yang
cukup dalam pipa-pipa pembawa untuk memungkinkan
terjadinya pengaliran secara gravitasi.
2. Sistem Pemompaan
Air dipompakan langsung ke konsumen tanpa melalui
tangki-tangki penampung. Cara ini paling jarang digunakan
karena :
a. Apabila pompa tidak berjalan maka penyaluran akan
terputus / tidak tersalurkan kepada konsumen.
b. Biaya untuk tenaga pompa cukup tinggi karena tenaga
pompa harus ditingkatkan pada waktu-waktu
pemakaian tinggi.
14

Penampungan air bersih sebelum disalurkan perlu


dilakukan dengan maksud sebagai berikut :
1. Untuk menyamakan pemberian air dan
kebutuhan air selama pemakaian tinggi, dalam
suatu jangka waktu yang lama.
2. Untuk menyimpan air cadangan bagi keprluan-
keperluan darurat seperti untuk memadamkan
kebakaran atau memungkinkan penyaluran pada
waktu pompa tidak dapat dijalankan.
3. Air yang sudah dipompakan ke tangki yang
ditinggikan letaknya, persediaan air yang ada
lebih terjamin daripada air yang berada pada
elevasi yang lebih rendah.
4. Memberikan tekanan air yang merata
5. Untuk mengurangi ukuran fasilitas-fasilitas
penjernihan.
3. Sistem Gabungan
Ini merupakan cara yang umum dilakukan. Kelebihan air
yang dipompa selama waktu-waktu pemakaian air rendah
ditampung dalam tangki-tangki yang tinggi letaknya. Pada
waktu-waktu pemakaian tinggi air yang tertampung tersebut
dapat memenuhi kekurangan air yang dipompa.

2.7.1 Sistem Air Disuplai Melalui Pipa


Macam-macam pipa yang umumnya tersedia pada sistem distribusi
air bersih yaitu :
a. Pipa primer atau pipa induk
Pipa primer adalah pipa yang mempunyai diameter yang
lebih besar, yang fungsinya membawa air dari instalasi
pengelolaan atau reservoir distribusi ke zone (loop).
b. Pipa Sekunder
15

Pipa sekunder merupakan pipa yang mempunyai diameter


sama dengan atau kurang dari pada pipa primer, yang
disambungkan pada pipa primer.
c. Pipa Tersier
Pipa tersier dapat disambungkan langsung ke pipa sekunder
atau pipa primer, yang gunanya untuk melayani pipa service ke
pipa induk sangat tidak menguntungkan, disamping dapat
mengganggu lalu lintas kendaraan.
d. Pipa Service atau Pelayanan Sambungan
Pipa service mempunyai diameter yang relatif kecil. Pipa
disambungkan langsung pada pipa sekunder atau tersier, yang
dihubungkan pada pipa pelanggan. (Unit Air Baku dalam Sistem
Penyediaan Air Minum Tri Joko 2010: 15 )

2.8 Sistem Jaringan Distirbusi


Jaringan distribusi adalah rangkaian pipa yang berhubungan dan
dinakan untuk mengalirkan air ke konsumen. Tata letak distribusi ditentukan
oleh kondisi topografi daerah layanan. (Unit Air Baku dalam Sistem
Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:17):
1. Sistem Cabang atau Branch
Pada sistem ini, air hanya mengalir dari satu arah dan pada
setiap ujung pipa akhir daerah pelayanan terdapat titik akhir.
Sistem ini biasanya digunakan pada daerah dengan sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Perkembangan kota ke arah memanjang
b. Sarana jaringan jalan tidak saling berhubungan
c. Keadaan topografi dengan kemiringan medan yang
menuju satu arah
Keuntungan :
1. Jaringan distribusi relatif lebih searah
2. Pemasangan pipa lebih mudah
16

3. Penggunaan pipa lebih sedikit karena pipa distribusi


hanya dipasang pada daerah yang paling padat
penduduknya :
a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran
dan pengendapan di ujung pipa tidak dapat
dihindari sehingga setidaknya perlu dilakukan
pembersihan.
b. Bila terjadi kerusakan dan kebakaran pada salah
satu bagian sistem maka suplai air akan
terganggu.
c. Kemungkinan tekanan air yang diperlukan tidak
cukup jika ada sambungan baru.
d. Keseimbangan sistem pengaliran kurang
terjamin, terutama jika terjadi tekanan kritis pada
bagian pipa yang terjauh.

Gambar 2.2 Jaringan Pipa Bercabang


2. Sistem Melingkar atap Loop
Pada sistem ini, jaringan pipa induk distribusi
saling berhubungan satu dengan yang lain membentuk
lingkaran-lingkaran, sehingga pada pipa induk tidak ada
titik mati dan air akan mengalir ke suatu titik yang dapat
17

melalui beberapa arah. Sistem ini biasanya diterapkan


pada :
1. Daerah dengan jaringan jalan yang saling
berhubungan
2. Daerah yang perkembangan kotanya cenderung ke
segala arah
3. Keadaan topografi yang relatif datar
Keuntungan :
a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan
pengendapan lumpur dapat dihindari (air dapat
disirkulasi dengan bebas).
b. Bila terjadi kerusakan, perbaikan, atau pengambilan
untuk pemadam kebakaran pada bagian sistem
tertentu, maka suplay air pada bagian lain tidak
terganggu.

Kerugian :

1. Sistem perpipaan yang rumit


2. Perlengkapan pipa yang digunakan sangat banyak
3. Biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar

Gambar 2.3 Jaringan Pipa Melingkar


18

2.9 Perpipaan
2.9.1 Jenis-jenis Pipa
Jenis pipa ditentukan berdasarkan material pipanya, seperti CI, beton
(concrete), baja (steel), AC, GI, plastik dan PVC. (Unit Air Baku dalam
Sistem Penyediaan Air Minum, Tri Joko 2010:154-157)
1. Cast-Iron Pipe
Pipa CI tersedia untuk ukuran panjang 3,7 m dan 5,5 m
dengan diameter 50-900 mm, serta dapat menahan tekanan air
hingga 240 m tergantung besar diameter pipa.
Kelebihan :
a. Harga tidak mahal
b. Ekonomis karena berumur panjang (bisa mencapai 100
tahun)
c. Kuat dan tahan lama
d. Tahan korosi jika dilapisi
e. Mudah disambung
f. Dapat menahan tekanan tanpa mengalami kerusakan
Kekurangan :
a. Bagian dalam pipa lama-kelamaan menjadi kasar
sehingga kapasitas pengangkutan berkurang
b. Pipa berdiameter besar berat dan tidak ekonomis
c. Cenderung patah selama pengangkutan atau
penyambungan
2. Concrete Pipa
Pipa beton biasa digunakan jika berada dalam tekanan dan
kebocoran pada pipa tidak terlalu dipermasalahkan. Diameter
pipa beton mencapai 610 mm.
Kelebihan :
a. Bagian dalam pipa halus dan kehilangan akibat friksi
paling sedikit.
b. Tahan lama, sekurangnya 75 tahun
19

c. Tidak berkarat atau terbentuk lapisan disalamnya


d. Biaya pemeliharaan murah
Kekurangan :
a. Pipa berat dan sulit digunakan
b. Cenderung patah selama pengangkatan
c. Sulit diperbaiki
3. Steel Pipe
Pipa baja digunakan untuk memenuhi kebutuhan pipa yang
berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Pipa ini dibuat dengan
ukuran dan diameter standar. Pipa baja kadang-kadang dilindungi
dengan lapisan semen mortar.
Kelebihan :
a. Kuat
b. Lebih ringan daripada CI
c. Mudah dipasang dan disambung
d. Dapat menahan tekanan hingga 70 mka (meter kolom
air)
Kekurangan :
a. Mudah rusak karena air yang asam dan basa
b. Daya tahan hanya 25-30 tahun kecuali dilapisi dengan
bahan tertentu.
4. Asbestos-Cement Pipe
Pipa ini dibuat dengan mencampurkan serat abses dengan
semen pada tekanan tinggi. Diameternya berkisar antara 50-900
mm dan dapat menahan tekanan antara 50-250 mka tergantung
kelas dan tipe pembuatan
Kelebihan :
a. Ringan dan mudah digunakan
b. Tahan terhadap air yang asam dan basa
c. Bagian dalamnya halus dan tahan terharap korosi
20

d. Tersedia untuk ukuran yang panjang sehingga


sambungannya lebih sedikit
e. Dapat dipotong menjadi berbagai ukuran panjang dan
disambungkan seperti pipa CI
Kekurangan :
a. Rapuh dan mudah patah
b. Tidak dapat digunakan untuk tekanan tinggi
5. Galvanised-Iron Pipe
Pipa GI banyak digunakan untuk saluran dalam gedung.
Tersedia untuk diameter 60-750 mm.
Kelebihan :
a. Murah
b. Ringan, sehingga mudah untuk diangkat
c. Mudah disambung
d. Bagian dalamnya halus sehingga kehilangan tekanan
akibat gesekan kecil
Kekurangan :
a. Umurnya pendek, 7—10 tahun
b. Mudah rusak karena air yang asam dan basa serta mudah
terbentuk lapisan kotoran di bagian dalamnya.
c. Mahal dan sering digunakan untuk kebutuhan pipa
dengan diameter kecil
6. Plastic Pipe
Pipa plastik memiliki banyak kelebihan, seperti tahan
terhadap korosi, ringan dan murni. Pipa polythene tersedia dalam
warna hitam. Pipa ini lebih tahan terhadap bahan kimia, kecuali
asam nitrat dan asam kuat, lemak dan minyak.
Pipa plastik terdiri atas 2 (dua) tipe :
a. Low-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih fleksibel,
diameter yang tersedia mencapai 63 mm, digunakan
21

untuk jalur panjang dan tidak cocok untuk penyediaan


air minum dalam gedung.
b. High-Density Polythene Pipe. Pipa ini lebih kuat
dibandingkan low-density plythene pipe. Diameter
pipa berkisar antara 16-400 mm tetapi pipa berdiameter
besar hanya digunakan jika terdapat kesulitan
menyambung pipa berdiameter kecil. Pipa ini juga bisa
dipakai untuk mengangkut air dalam jalur yang
panjang.
Pipa plastik tidak bisa memenuhi standar lingkungan, yaitu
jika terjadi kontak dengan bahan-bahan seperti asam organik,
keton, ester, alkohol, dan sebagainya. High-Density pipe lebih
buruk dibandingkan Low-Density pipe lebih buruk dibandingkan
Low-Density pipe dalam permasalahan ini.
7. PVC Pipe
Kekakuan pipa PVC (Polyviny Chloride) adalah tiga kali
kekakuan pipa Polythene biasa. Pipa PVC lebih kuat dan dapat
menahan tekanan lebih tinggi. Sambungan lebih mudah dibuat
dengan cara las.
Pipa PVC tahan terhadap asam organik, alkali, dan garam,
senyawa organik serta korosi. Pipa ini banyak digunakan untuk
penyediaan air dingin di dalam maupun di luar sistem
penyediaan air minum, sistem pembuangan dan drainase bawah
tanah. Pipa PVC tersedia dalam ukuran yang bermacam-macam.

2.10 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum
sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat
ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi
pada ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata
22

ke seluruh daerah konsumen. (Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air


Minum, Tri Joko 2010:237)
1. Fungsi utama reservoir adalah :
a. Penyimpanan
b. Perataan air dan tekanan akibat variasi pemakaian di daerah
distribusi
c. Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan dalam daerah
distribusi.
2. Struktur Reservoir
Tujuan pembuatan reservoir ini adalah untuk menapung air baku
dari hasil pemompaan. Selain itu reservoir juga bisa berfungsi sebagai
tempat pengolahan air baku sehingga aman untuk dikonsumsi,
kemudian air siap untuk didistribusikan.
Volume reservoir dihitung dengan dua cara :
a. Volume reservoir dihitung sebesar 20% dari kebutuhan air
harian maksimum.
b. Volume resevoir dihitung sebesar 20% dari Kolam Tandon
Harian (KHT)
3. Kapasitas Reservoir
Reservoir dapat berupa tangki atau bak di atas permukaan tanah
maupun berupa bak atau tangki di atas bangunan bak penampung.
Untuk mengetahui kapasitas volume dimensi reservoir yang
dibutuhkan untuk menghasilkan produksi yang besarnya tertentu
dapat menggunakan rumus :
V =PxLxD (2.1)

dimana :

V = Volume (m3)
L = Lebar (m)
P = Panjang (m)
D = Kedalaman (m)
23

2.11 Hukum Kontinuitas


Apabila zat cair tak kompresibel mengalir secara kontinyu melalui
pipa atau saluran, dengan tampang aliran konstan ataupun tidak konstan,
maka volume zat yang lewat tiap satuan waktu adalah sama di semua
tampang. Keadaan ini disebut dengan hukum kontinuitas zat cair. (Hidraulika
I Bambang Triatmodjo, 1995 :136)

Gambar 2.4 Saluran pipa dengan diameter berbeda

Qmasuk = Qkeluar
V1A1 = V2A2 (2.2)
atau
Q = A x V = konstan (2.3)
dimana :
V1A1 = volume zat cair yang masuk tampang 1 tiap satuan
waktu
V2A2 = volume zat cair yang masuk tampang 2 tiap satuan
waktu
Menurut Triatmodjo (1995), untuk pipa bercabang berdasarkan
persamaan kontinuitas, debit aliran yang menuju titik cabang harus sama
dengan debit yang meninggalkan titik tersebut.

Gambar 2.5 Persamaan kontinuitas pada pipa bercabang


24

Q1 = Q2 + Q3 (2.4)
atau
A1V1 = A2V2 + A3V3 (2.5)

2.11.1 Kecepatan Aliran


Di dalam praktek, faktor penting dalam hidrolika adalah kecepatan
(v) atau debit aliran (Q). Dengan hitungan praktis, rumus yang banyak
digunakan adalah persamaan kontinuitas
Q =AxV = ¼ π D2 V (2.6)
4𝑄
V = 𝜋𝐷² (2.7)

Dimana :
Q = debit aliran(meter/detik)
V = kecepatan aliran (meter/detik)
D = diameter pipa (meter)

2.11.2 Kehilangan Tekanan


Dalam perjalanan sepanjang pipa, air kehilangan energi. Hal ini
antara lain oleh gesekan atau friksi dengan dinding pipa. Kehilangan tekanan
ada dua macam :
1. Mayor Losses
a. Persamaan Darcy Wesbach
Kehilangan energi utama sepanjang pipa karena gesekan
menurut Darcy Wesbach menggunakan persamaan :
𝐿𝑥𝑉²
hf = f 𝐷.2𝑔 (2.8)

Dimana :

hf = kehilangan energi (m)


f = koefisien gesek (Darcy)
V = kecepatan aliran air (m/detik)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
25

D = diameter pipa (m)


L = panjang pipa (m)
Nilai f diddapat dari grafik Moody.

Gambar 2.6 Grafik Moody

b. Persamaan Hazen Wiliams


Persamaan ini sangat dikenal ddi USA. Persamaan
kehilangan energi sedikit lebih sederhana dibandingkan
Persamaan Darcy Wesbach karena koefisien kehilangannya
tidak berubah terhadap angka Reynold. Persamaan ini hanya
bisa digunakan untuk air.
Q = Cu x CHW x D2,63 x i0,54 (2.9)
𝑄^1,85
hf = (0,2785 𝑥 D^2,63 x C)^1,85 x L (2.10)

Dimana :
Cu = 0,2785
CHW = koefisien Hazen William
ℎ𝑓
i = kemiringan atau slope garis tenaga (i = )
𝐿

Q = debit (m3/detik)
D = diameter pipa (m)
Hf = kehilangan energi (m)
L = panjang pipa (m)
26

2.12 Program Waternet


Program ini dirancang untuk melakukan simulasi air atau fluida
lainnya (bukan gas) dalam pipa baik dengan jaringan tertutup (loop) maupun
jaringan terbuka dan sistem pengaliran (distribusi) fluida dapat menggunakan
sistem gravitasi, sistem pompanisasi, maupun keduanya. Waternet dirancang
dengan memberikan banyak kemudahan sehingga pengguna dengan
pengetahuan minimal tentang jaringan distribusi (aliran dalam pipa) dapat
menggunakannya juga. Input data dibuat interaktif sehingga memudahkan
dalam simulasi jaringan dan memperkecil kesalahan penggunaan saat
menggunakan Waternet. Hasil hitungan yang tidak dapat diedit, ditampilkan
dan dilindungi agar tidak diedit oleh pengguna. Secara umum pointeer mouse
akan menunjukkan karakteristik apakah data dapat diubah, diganti, atau tidak.
Fasilitas Waternet dibuat agar proses editing dan analisa pada perancangan
dan optimasi jaringan distribusi air dapat dilakukan dengan mudah. Output
waternet dibuat dalam bentuk database, teks, maupun grafik yang
mempermudah pengguna untuk selanjutnya memprosesnya langsung menjadi
hardcopy atau proses lebih lanjut dengan program lain sebagai yang
menyuluruh.
Kemampuan dan fasilitas waternet dalam simulasi jaringan pipa
secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Menghitung debit dan tekanan di seluruh jaringan pipa pada
setiap node yang merupakan titik dengan elevasi tidak berubah
dengan instalasi reservoir, pompa, katup dan tangki.
b. Menghitung demand atau air yang dapat diambil pada sebuah
node jika tekanan pada node tersebut telah ditentukan.
c. Fasilitas pompa dapat diatur penggunaan waktunya pada jam-
jam tertentu oleh pengguna, atau bekerja terus sepanjang
simulasi. Pompa juga dapat diatur sistem kerjanya berdasarkan
elevasi tangki yang disuplai, sehingga pompa secara otomatis
tidak bekerja pada saaat tangki telah penuh dan bekerja kembali
saat tangki hampir kosong.
27

d. Fasilitas default diberikan untuk memudahkan pengguna dalam


input data. Data default akan digantikan untuk seetiap pip,
pompa, node tang ditentukan oleh pengguna.
e. Fasilitas pustaka untuk kekasaran pipa dan kehilangan energi
tenaga sekunder. Fasilitas ini mempermudah pengguna untuk
menentukan atau memperkirakan nilai diameter kekasaran pipa
serta kehilangan tinggi tenaga sekunder di setiap belokan,
sambungan dan lain-lain.
f. Fasilitas katup PRV (Pressure Reducing Valve), FCV (Flow
Control Valve), PBV (Pressure Breaking Valve), dan TCV
(Throttling Control Valve) yang sangat diperlukan oleh jaringan
pipa.
g. Fasilitas tipe aliran berubah yang sangat berguna untuk simulasi
perubahan elevasi di dalam tangki akibat fluktuasi pemakaian
air oleh masyarakat yang dipengaruhi oelh jumlah pemakaian
air berdasarkan jam-jaman. Pada akhirnya fasilitas ini dapat
digunakan untuk menghitung volume tangki yang optimal serta
menguji kinerja jaringan untuk debit yang fluktuatif. Pengguna
dapat memeriksa tinggi tekanan dan debit di setiap node, serta
debit dan kecepatan aliran di setiap time step (interval waktu )
60 menit, 30 menit, 15 menit, dan 6 menit.
h. Fluktuasi kebutuhan air di setiap node dapat ditentukan oleh
pengguna. Fasilitas ini membuat simulasi jaringan distribusi
menjadi lebih realistis karena kebutuhan setiap node dapat
dibuat sesuai dengan kebutuhan sebenarnya pada lokasi
perencanaan, misalnya kebutuhan air untuk perumahan, pabrik,
rumah sakir, sekolah, hidran kebakaran, dan lain-lain yang
berbeda setiap jamnya.
i. Fasilitas editing dalam bentuk grafik interaktif sangat
memudahkan pengguna dalam merencanakan jaringan pipa.
Fasilitas ini meliputi menggambar dan menentukan pipa baik
28

arah maupun hubungan (sambungan) antara pipa satu dengan


pipa lainnya dalam jaringan, menentukan letak pompa, resevoir,
tangki, dan katup. Menghapus piap, reservoir, tangki dan katup
yang tidak dikehendaki. Fasilitas notasi node dan pipa yang
memudahkan pengguna mengikat lokasi yang dimaksud dan
secara sepintas melihat data jaringan maupun hasil hitungan.
Editing juga dapat dilakukan dengan berfokus pada tabel
misalnya tabel data node atau pipa. Pada saat yang sama lokasi
yang diedit pada tabel ditunjukkan pada gambar jaringan pipa.
Dengan demikian pengguna dapat mengenali pipa atau node
yang sedang diedit dan bukan sekedar berhadapan dengan
angka-angka seperti nomor node dan pipa.
j. Hasil hitungan secara keseluruhan dapat ditampilkan dengan
fasilitas lain baik dalam bentuk grafik maupun tabel. Waternet
menyediakan fasilitas untuk menampilkan grafik tekanan,
kebutuhan maupun perubahan elevasi atau kedalaman tangki
serta fasilias untuk menampilkan hasil dalam tabel berformat
teks. Hasil tampilan tersebut akan dengan mudah dianalisa, dan
jika hasil menunjukkan bahwa jaringan belum memuaskan,
jaringan dapat dengan mudah diedit kembali.
k. Fasilitas mengubah posisi node dan pipa yan tidak digunakan
dapat dilakukan dengan sangat mudah mengikuti gambar peta
yang ada. Dalam hal ini, jika penggambaran pipa dipilih dengan
tipe skalatis (pilihan diberikan oleh waternet), maka
perpindahan node juga merupakan perubahan panjang pipa yang
berhubungan dengan node tersebut.
l. Fasilitas penggambaran secara skalatis juga merekam panjang
pipa baik pipa lurus maupun belok, berdasarkan koordinat x, y,
z. Maksudnya panjang pipa dihitung berdasarkan lokasi x, y
serta ketinggian atau elevasi kedua ujung pipa.
29

m. Fasilitas Link Importance sangat dibutuhkan untuk melihat


tingkat layanan tiap pipa terhadap keseluruhan jaringan
sehingga jumlah pipa dalam suatu jaringan distribusi dapat
dihemat (dikurangi), atau sebaliknya, jika Link Importance dari
sebuah pipa terlalu tinggi maka perlu dpikirkan kemungkinan
pipa pararel.
n. Kontur dapat dibuat berdasarkan peta kontur topografi yang
dapat mempermudah input elevasi node mengikuti kontur yang
dibuat.
o. Masih banyak fasilitas lain yang tersedia yang dirasakan sangat
membantu dalam usaha menghitung dan merencanakan jaringan
distribusi air atau fluida dalam.

2.13 Debit Air Kotor


Menurut Suhardjono (1984), debit air kotor dapat diperhitungkan
berdasarkan kebutuhan air untuk setiap orang dalam satu hari. Diperkirakan
besarnya air buangan yang masuk kedalam saluran sebesar 90 % dari standar
kebutuhan air dalam satu hari.
Tahapan dari perhitungan debit air kotor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kebutuhan air bersih maksimum per hari

= kebutuhan air bersih rata-rata / hari x 1,15

2. Jumlah air buangan maksimum per hari (qm)

= kebutuhan air bersih maksimum / hari x 0,90

3. Jumlah air buangan maksimum rata-rata pada hari maksimum


(qr)
𝑞𝑚
= jumlah air buangan maksimum / jam 24 𝑗𝑎𝑚
30

4. Debit air buangan maksimum


(Qpeak) = p x qm (2.11)
2,5
P = 1,5 + (2.12)
√𝑞𝑚

5. Debit puncak air buangan (air kotor)


= Qpeak x kepadatan penduduk
31

2.14 Drainase
Drainase berasal dari bahasa Inggris yakni drainage yang memiliki arti
membuang, mengalirkan air, atau menguras. Umumnya, tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan disebut drainase. Sehingga lahan atau
kawasan tidak terganggu sama sekali. (Suripin, 2004).
Usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dapat diartikan juga sebagai
drainase. Tidak hanya air permukaan saja yang termasuk dalam drainase, tapi
air tanah juga termasuk di dalamnya.

2.14.1 Fungsi Drainase

Menurut Mulyanto (2013) dalam bukunya “Penataan Drainase


Perkotaan” fungsi drainase sebagai berikut :

1. Membuang Air Lebih


Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya
yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai, danau maupun lau. Ini
merupakan fungsi utama untuk mencegah menggenangnya air pada lahan
perkotaan maupun di dalam parit-parit (saluran-saluran) yang menjadi
bagian dari sistem drainase.
2. Mengangkat Limbah dan Mencuci Polusi dari Daerah Perkotaan
Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan
sampah organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air
hujan yang jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan
dialirkan pergi sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan
air seperti sungai, saluran drainase mempunyai kemampuan untuk
menetralisir cemaran yang memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah
terbatas/batas-batas tertentu menjadi zat-zat anorganik yang tidak
berbahaya/ tidak mencemari lingkungan.
32

3. Mengatur Arah dan Kecepatan Aliran


Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya
melewati sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir
atau perairan beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan
ditentukan melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan
kekumuhan. Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik
mungkin sehingga tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada
saluran-saluran drainase.
4. Mengatur Elevasi Muka Air Tanah
Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap
hujan kecil dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang
dalam akan menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk
menyerapnya khususnya pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap
hujan sangat tinggi. Disamping itu apabila terjadi penurunan muka air
tanah akan terjadi pemadatan atau subsidensi yaitu menurunnya muka
tanah di atas muka air tanah. Pemadatan ini disebabkan ruang antar butir
dalam tanah yang tadinya terisi air akan menjadi kosong sehingga tanah
memadat.
5. Menjadi Sumber Daya Air Alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya
sumber daya air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi
alternatif pemenuhan akan sumber daya air dengan beberapa syarat.
6. Di daerah perbukitan sistem drainase salah satu prasarana mencegah erosi
dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan akibat hujan yang jatuh
pada daerah perbukitan akan mengalir dengan keceparan tinggi jika tidak
mengalami hambatan cukup dan menimbulkan erosi permukaan. Untuk
mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem drainase teknis untuk
menata aliran run off permukaan maupun aliran di dalam saluran.
33

2.14.2 Sistem Drainase


Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal. (Suripin, 2004).
Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor
drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor
drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters).
1. Saluran Interceptor (Saluran Penerima)
Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari
suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya
dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan
garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran
collector atau conveyor atau langsung di natural drainage / sungai
alam.
2. Saluran Collector (Saluran Pengumpul)
Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari
saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke
saluran conveyor (pembawa).
3. Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)
Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke
lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.
Menurut keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat menjadi 2,
yaitu:
a. Natural Drainage (Drainase Alami)
Terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk
sejak bertahun-tahun mengikuti hukum alam yang berlaku.
Dalam kenyataannya sistem ini berupa sungai beserta anak-
anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.
b. Artifical Drainage (Drainase Buatan)
34

Dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya


penyempurnaan atau melengkapi kekurangan-kekurangan
sistem drainase alamiah dalam fungsinya membuang
kelebihan air yang mengganggu. Jika ditinjau dari sistem
jaringan drainase, kedua sistem tersebut harus merupakan
kesatuan tinjauan yang berfungsi secara bersama. Menurut
fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:
1. Single purpose, yaitu saluran hanya berfungsi
mengalirkan satu jenis air buangan saja.
2. Multi purpose, yaitu saluran yang berfungsi
mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik
secara tercampur maupun bergantian. Menurut
konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan
menjadi:
a. Drainase saluran terbuka
Saluran drainase primer biasanya berupa
saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah,
pasangan batu kali atau beton.
b. Drainase saluran tertutup
Pada kawasan perkotaan yang padat,
saluran drainase biasanya berupa saluran
tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang
dilengkapi dengan bak pengontrol, atau saluran
pasangan batu kali / beton yang diberi plat
penutup dari beton bertulang. Karena tertutup,
maka perubahan penampang saluran akibat
sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat
terlihat dengan mudah.
Dua macam aliran tersebut dalam banyak
hal mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam
satu ketentuan penting. Perbedaan tersebut
35

adalah pada aliran saluran terbuka mempunyai


permukaan bebas, sedang aliran tertutup tidak
mempunyai permukaan bebas karena air
mengisi seluruh penampang saluran. (Suripin,
2004).
Pada umumnya dalam perencanaan saluran drainase digunakan saluran
terbuka. Ada beberapa macam bentuk penampang melintang saluran yang
biasa digunakan dalam perencanaan saluran drainase. Macam-macam bentuk
penampang saluran dapat dilihat pada gambar berikut:
36

Sumber : Chow, 1992

Gambar 2.7 Beberapa bentuk penampang saluran drainase


37

2.15 Analisa Hidrologi


Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik
mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan
hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Penerapan
ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan
dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air
bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air,
pengendali banjir, pengendali erosi dan sedimentasi, transportasi air,
drainase, pengendali polusi, air limbah, dan sebagainya.
Hidrologi banyak dipelajari oleh para ahli di bidang teknik sipil
dan pertanian. Ilmu tersebut dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan
berikut :
1. Memperkirakan besarnya banjir yang ditimbulkan oleh hujan
deras sehingga dapat direncanakan bangunan-bangunan
untuk mengendalikannya seperti pembuatan tanggul banjir,
saluran drainase, gorong-gorong, jembatan, dan sebagainya.
2. Memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu jenis
tanaman sehinggga dapat direncanakan bangunan untuk
melayani kebutuhan tersebut.
3. Memperkirakan jumlah air yang tersedia di suatu airv(mata
sungai, danau, dan sebagainya) untuk dapat dimanfaatkan
guna berbagai keperluan seperti air baku. (Triatmodjo, 2008)

2.15.1 Parameter Statistik


Menurut Triatmodjo (2008), Rangkaian data hidrologi diolah
dengan mengetahui parameter-parameter statistik. Parameter ini berfungsi
dalam menentukan analisa distribusi frekuensi. Persamaan yang digunakan
dalam menghitung parameter statistik yang dimaksud adalah :
𝑛 ∑𝑛 (𝑋𝑖−X͞)³
Ck = (𝑛−1)𝑥𝑖=1(𝑛−2)𝑥 𝑆𝑑³ (2.13)
𝑛 ∑𝑛 (𝑋𝑖−X͞)⁴
𝑖=1
Ck = (𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥(𝑛−3)𝑥 𝑆𝑑⁴
(2.14)
38

𝑆𝑑
Cv = (2.15)
𝑋

∑𝑛
𝑖=1(𝑋𝑖−𝑥)²
Sd = √ (2.16)
𝑛−1

dimana :

Cs = Koefisien kepencengan
Ck = Koefisien kepuncakan
Cv = Koefisien variasi
Sd = Standar deviasi

2.15.2 Analisa Frekuensi


Menurut Suripin (2004), Analisa frekuensi curah hujan maksimum
dimaksud untuk memprediksi besaran curah hujan maksimum dengan
periode ulang tertentu, yang nantinya akan dipergunakan untuk perhitungan
debit banjir rencana dengan metode empiris. Metode analisis frekuensi yang
digunakan adalah:
1. Distribusi Normal
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log-Person III
4. Distribusi Gumbel
Menurut Tiatmodjo (2008), dapat dilihat persyaratan untuk
masing-masing distribusi. Syarat dan cirinya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Bentuk Distribusi yang Digunakan Dalam Analisa
Bentuk Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Kriteria
Normal Cs = 0 Cs = 0,089 Tidak Memenuhi
Ck = 3 Ck = 0,010
Log Normal Cs = 3 Cs = 0,089 Tidak Memenuhi
Ck = 3 x C v Ck = 0,010
Log Person tipe III Cs = Bebas Cs = 0,089 Memenuhi
Ck = Bebas Ck = 0,010
Gumbel Cs = 1,1396 Cs = 0,089 Tidak Memenuhi
Ck = 5,4002 Ck = 0,010
(Sumber : Triatmodjo, 2008)
39

2.15.2.1 Distribusi Normal


Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan
menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut :
XT = X͞ + k.Sx (2.17)
dengan:
XT = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rencana untuk periode ulang T tahun.
∑𝑛
1 𝑋𝑖
X = Harga rata-rata dari data = (2.18)
𝑛

∑ (𝑋𝑖−𝑋)²
Sd = Standart Deviasi =√ (2.7)
𝑛−1

k = Variabel reduksi Gauss.

2.15.2.2 Distribusi Log Normal

Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan


menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai
berikut:

Log = Log X͞ + k.S log X (2.19)

dengan:

Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan


rancangan untuk periode ulang T tahun.

∑ log 𝑋
Log X͞ = Harga rata-rata dari data = (2.20)
𝑛

(log 𝑋−𝐿𝑜𝑔 𝑋)²


Sd = Standart Deviasi = √ (2.21)
𝑛−1

k = Variabel reduksi Gauss.


40

Tabel 2.3 Variabel Reduksi Gaus

No Periode ulang, T (tahun) Peluang KT


1 1,001 0,999 -3,05
2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2,33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2,000 0,500 0
11 2,500 0,400 0,25
12 3,330 0,300 0,52
13 4,000 0,250 0,67
14 5,000 0,200 0,84
15 10,000 0,100 1,28
16 20,000 0,050 1,64
17 50,000 0,020 2,05
18 100,000 0,010 2,33
19 200,000 0,005 2,58
20 500,000 0,002 2,88
21 1000,000 0,001 3,09
(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.2.3 Distribusi Log Normal Person Tipe III


Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan
menggunakan metode Log Person Tipe III, dengan persamaan sebagai
berikut:
Log X = Log X͞ + K.Sd (2.22)

dengan :
41

Log X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan


rancangan untuk periode ulang T-tahun.
∑ log 𝑋
Log X͞ = Harga rata-rata dari data = (2.23)
𝑛

(log 𝑋−log 𝑋)²


Sd = Standart Deviasi = √ 𝑛−1
(2.24)

K = Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs


dengan periode ulang T tahun.
1 𝑛 (∑𝑛(log 𝑋−log 𝑋)³
Cs = Koefisien kemencengan = (𝑛−1)𝑥(𝑛−2)𝑥 (2.25)
𝑆 log 𝑋³

Tabel 2.4 Nilai K untuk Distribusi Log-Person Tipe III

Interval kejadian (Recurrence Interval), tahun (periode ulang)


Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Persentase peluang terlampaui (percent change of being exceeded)
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
42

-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029


-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,778 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,634 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -4,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.2.4 Distribusi E. J Gumbel Tipe I


Menurut Suripin (2004), untuk analisis frekuensi curah hujan
menggunakan metode E. J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut :
XT = X + K.s (2.26)
dengan :
XT = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rencana untuk periode ulang T tahun.
∑ 𝑋𝑖
X = Harga rata-rata dari data = (2.27)
𝑛

∑(𝑋𝑖−𝑋)²
S = Standar Deviasi =√ (2.28)
𝑛−1

K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang


dan tipe frekuensi.
43

Untuk menghitung faktor frekuensi E. J. Gumbel mengambil harga :


𝑌𝑇𝑟−𝑌𝑛
K = (2.29)
𝑆𝑛

dengan :
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (n)
Sn = Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak
data (n)
YTr = Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T
𝑇𝑟−1
= -In {-In } (2.30)
𝑇𝑟

Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara Reduced Variate dengan


periode ulang (Tr).

Tabel 2.5 Reduced Mean (Yn)


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5401 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5586
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5503 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

(Sumber : Suripin, 2004)


44

Tabel 2.6 Reduced Standard Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

(Sumber : Suripin, 2004)

Tabel 2.7 Reduced Variate (YTR) Sebagai Fungsi Periode Ulang

Periode ulang (Tr) Reduced Variate Periode Ulang (Tr) Reduced Variate
(Tahun) (TTR) (Tahun) (TTR)
2 0,3665 100 4,6012
5 1,5004 200 5,2969
10 2,2510 250 5,5206
20 2,9709 500 6,2149
20 3,1993 1000 6,9087
50 3,9028 5000 8,5118
75 4,3117 10000 9,2121

(Sumber : Suripin, 2004)

2.15.3 Uji Kesesuaian Distribusi


Menurut Triatmodjo (2008), pemeriksaan uji kesesuaian ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi yang telah dipilih
bisa digunakan atau tidak untuk serangkaian data yang tersedia. Uji
kesesuaian ini ada dua macam yaitu uji Smirnov-Kolomogrov dan Uji Chi-
Square. Pengujian ini terlebih dahulu harus dilakukan ploting data
pengamatan pada kertas probabilitas. Dalam kasus ini kertas probabilitas Log
45

Person Tipe III dengan garis durasi sesuai. Ploting dilakukan dengan tahapan
sesuai berikut :
1. Data curah hujan maksimum harian rata-rata diurutkan dari besar
ke kecil.
2. Hitung peluang (probabilitas) tiap data hujan dengan rumus
Weibull sebagai berikut :
𝑚
P = 𝑛+1 x 100%

dimana :
P = Probabilitas (%)
m = Nomor urut data dari kecil ke besar
n = Banyaknya data
3. Ploting data curah hujan (Xi) dan peluang pada kertas probabilitas
yang sesuai.

2.15.3.1 Uji Smirnov Kolomogrov


Uji kecocokan Smirnov Kolomogrov disebut juga dengan uji
kecocokan non parametik karena dalam pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu, namun dengan memperhatikan kurva dan
penggambaran data pada kertas probabilitas. Dari gambar tersebut dapat
diketahui jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva. Jarak
penyimpangan erbesar disebut nilai ∆maks dengan kemungkinan didapat nilai
lebih kecil dari nilai ∆kriti, maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan.
Nilai ∆kritik diperoleh dari tabel 2.8 sebagai berikut :

Tabel 2.8 Nilai Kritis Do untuk Smirnov Kolomogrov


N α
0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
46

30 0,19 0,22 0,24 0,29


35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N > 50 1,07 1,22 1,36 1,63
𝑁 0,5 𝑁 0,5 𝑁 0,3 𝑁 0,5
(Sumber : Triadmodjo, 2008)

2.15.3.2 Uji Chi-Kuadrat


Menurut Triadmodjo, 2008 uji Chi-Kuadrat menggunakan nilai X2
yang dapat dihitung dengan persamaan berikut :
(𝑂𝑓−𝐸𝑓)²
X2 = ∑𝑛𝑡=1 (2.31)
𝐸𝑓

dengan :
X2 = Nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian
kelasnya
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
N = Jumlah sub kelompok dalam satu grup

Nilai X2 yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai X2cr (Chi-Kuadrat
kritik), untuk suatu derajat nyata tertentu, yang sering diambil 5 %. Derajat
kebebasan dihitung dengan persamaan :
DK = K – (α + 1 ) (2.32)

dengan :

DK = Derajad Kebebasan
K = Banyak kelas
α = Banyaknya ketertarikan (banyaknya parameter), untuk uji
Chi-Kuadrat adalah 2.
47

Nilai X2cr diperoleh dari tabel 2.9 Disarankan agar banyaknya


kelas tingkat kurang dari 5 dan frekuensi absolut tiap kelas tidak kurang
dari 5 juga.

Tabel 2.9 Nilai untuk X2cr


α 0.1 0.05 0.025 0.01 0.005
db 1 2.70554 3.84146 5.02390 6.63489 7.87940
2 4.60518 5.99148 7.37778 9.21035 10.59653
3 6.25139 7.81472 9.34840 11.34488 12.83807
4 7.77943 9.48773 11.14326 13.27670 14.86017
5 9.23635 11.07048 12.83249 15.08632 16.74965

6 10.64464 12.59158 14.44935 16.81187 18.54751


7 12.01703 14.06713 16.01277 18.47532 20.27774
8 13.36156 15.50731 17.53454 20.09016 21.95486
9 14.68366 16.91896 19.02278 21.66605 23.58927
10 15.98717 18.30703 20.48320 23.20929 25.18805

11 17.27501 19.67515 21.92002 24.72502 26.75686


12 18.54934 21.02606 23.33666 26.21696 28.29966
13 19.81193 22.36203 24.73558 27.68818 29.81932
14 21.06414 23.68478 26.11893 29.12116 31.31943
15 22.30712 26.29622 27.48836 30.57795 32.80149

16 23.54182 26.29622 28.84532 31.99986 34.26705


17 24.76903 27.58710 30.19098 33.40872 35.71838
18 25.98942 28.86932 31.52641 34.80524 37.15639
19 27.20356 30.14351 32.85234 36.19077 38.58212
20 28.41197 31.41042 34.16958 37.56627 39.99686

21 29.61509 32.67056 35.47886 38.93223 41.40094


22 30.81329 33.92446 36.78068 40.28945 42.79566
23 32.00689 35.17246 38.07561 41.63833 44.18139
24 33.19624 36.41503 39.36406 42.97978 45.55836
25 34.38158 37.65249 40.64650 44.31401 46.92797

26 35.56316 38.88513 41.92314 45.64164 48.28978


27 36.74123 40.11327 43.19452 46.96284 49.64504
28 37.91591 41.33715 44.46079 48.27817 50.99356
29 39.08748 42.55695 45.72228 49.58783 52.33550
30 40.25602 43.77295 46.97922 50.89218 53.67.187
(Sumber : Triadmodjo, 2008)
48

2.15.4 Analisa Intensitas Curah Hujan


Menurut Suripin (2004), intensitas curah hujan adalah banyaknya
curah hujan yang terjadi di suatu daerah dalam satuan waktu tertentu.
Lama waktu konsentrasi untuk berbagai daerah berbeda-beda.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar kala ulangnya
makin tinggi pula intensitasnya. Kala ulang adalah waktu hipotetik di
mana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui.
Hubungan anta intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan dinyatakan
dalam lengkung IDF (Intensity-Duration-Frequency Curve). Hujan
pendek, 5, 10 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengung IDF. Data
hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakaran hujan otomatis.
Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF
dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan, antara lain rumus
Talbot, Sherman dan Ishiguro.
Pada data curah hujan harian maka intensitas hujan dapat dihitung
dengan rumus Mononobe. Data curah hujan dalam suatu waktu tertentu
yang tercatat pada alat otomatis dapat diubah menjadi intensitas curah
hujan per jam. Rumus ini digunakan apabila data hujan jangka pendek
tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian. Intensitas hujan (I) di
dalam rumus Rasional dapat dihitung dengan rumus :
𝑅₂₄ 24 2
I = x (𝑇𝐶)3 (2.33)
24

dengan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
Tc = Waktu konsentrasi
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
49

2.15.5 Waktu Konsentrasi (tc)


Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik yang terjauh ke
titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu aliran setelah tanah menjadi
jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.
Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah
rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang ditulis sebagai berikut
:
0,87 𝑥 𝐿2
Tc = ( 1000 𝑥 𝑆 )0,385 (2.34)

dimana :

L = Panjang saluran (km)

S = Keiringan Saluran

Menurut Wesli (2008), waktu konsentrasi dapat dihitung dengan


membedakannya menjadi dua komponen, yaitu waktu yang diperlukan air
untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu
perjalanan pertama masuk saluran sampai titik keluaran (td), sehingga:

tc = to + td (2.35)

dimana :

1. Inlet Time (to)

2 𝑛
to = [3 x 3,28 x L x (2.36)
√𝑆

2. Conduit Time (td)


𝐿𝑠
td = 60 𝑥 𝑉 (2.37)

dimana :
tc = Waktu konsentrasi (jam)
to = Inlet Time, waktu yang diperlukan air untuk mengalir
melalui permukaan tanah kesaluran terdekat (menit)
50

td = Conduit Time, waktu untuk mengalir dalam saluran


ketempat yang diukur (menit)
n = Angka kekasaran Manning
S = Kemiringan lahan
L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam saluran / sungai (m)
V = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

Lama waktu mengalir di dalam saluran (td) ditentukan dengan ruas


sesuai dengan kondisi salurannya, untuk saluran alami, sifat-sifat hidroliknya
sukar ditentukan, maka td dapat ditentukan dengan menggunakan perkiraan
aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran
menurut Manning, Chezy atau yang lainnya yang tertera dalam tabel 2.10
sebagai berikut :

Tabel 2.10 Kecepatan Rata-rata Saluran Berdasarkan Kemiringan Saluran


Kemiringan Kecepatan Kemiringan Rata- Kecepatan
Rata-rata Rata-rata rata Data Saluran Rata-rata
Dasar (m/det) (%) (m/det)
Saluran (%)
<1 0,40 4-6 1,20
1-2 0,60 6-10 1,50
2-4 0,90 10-15 2,40

(Sumber : Wesli, 2008)

Bisa juga untuk mendapatkan nilai to dicari dengan memakai grafik


monogram dan untuk td dicari dengan cara coba-coba.
Menurut Suhardjono (1984), untuk mengontrol td hasil coba-coba
tersebut dipakai rumus sebagai berikut :
td =L/V (2.38)
dimana :
L = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan rata-rata saluran (m/detik)
51

2.15.6 Analisis Debit Banjir Rencana


Menurut Suripin (2004), debit banjir rencana adalah debit
maksimum pada saat curah hujan maksimum. Perhitungan debit banjir
rencana menggunakan metode rasional, yaitu :
Q =CxIxA (2.39)
Apabila digunakan rumus matrik, maka rumus rasional menjadi :
1
Q = 3,6 x C x I x A

= 0,278 x C x I x A (2.40)
dengan :
Q = Debit rencana (m3/detik)
0,278 = Konstanta, digunakan jika satuan luas daerag
menggunakan km2
C = Angka pengaliran tak berdimensi
I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi
(mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (km2)

2.15.7 Koefisien Pengaliran


Menurut Suripin (2004), koefisien pengaliran adalah suatu koefisien
yang menjadi perbandingan antara beasarnya jumlah air yang dialirkan oleh
sautu jenis permukaan terhadap jumlah air yang ada. Koefisien aliran (C)
ditentukan sesuai dengan kondisi permukaan. Jika DAS terdiri dari berbagai
macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda,
maka C yang dipakai adalah koefisien yang dapat dihitung dengan persamaan
:
∑𝑛
𝑖=1 𝐶𝑖 𝑥 𝐴𝑖
C = ∑𝑛
(2.41)
𝑖=1 𝐴𝑖

dengan :

Ai = Luas lahan ke-1 (m2), dimana i = 1,2,.....n

Ci = Koefisien limpasan i = 1,2, ........n


52

Untuk mendiskripsikan lahan / karakter permukaan terhadap


koefisien limpasan dapat disajikan pada tabel 2.11 berikut :

Tabel 2.11 Koefisien Limpasan


Jenis Penutup Lahan / Karakteristik Permukaan Koefisien Pengaliran (C)
Bisnis
- Perkotaan 0,70 – 0,95
- Pinggiran 0,50 – 0,75
Perumahan
- Rumah tinggal 0,30 – 0,50
- Multiunit terpisah 0,40 – 0,60
- Multiunit tergabung 0,60 – 0,75
- Perkampungan 0,25 – 0,40
- Apartemen 0,50 – 0,70
Industri
- Ringan 0,50 – 0,80
- Berat 0,60 – 0,90
Perkerasan
- Aspal dan Beton 0,70 – 0,95
- Batu bata, paving 0,50 – 0,70
Halaman tanah berpasir
- Datar 2% 0,05 – 0,10
- Rata-rata 2-7% 0,10 – 0,15
- Curam 7% 0,15-0,20
Halaman Kereta Api 0,10 – 0,35
Taman Tempat Bermain 0,20 – 0,35
Taman, Perkuburan 0,10 – 0,25
Atap 0,75 – 0,95
Hutan
- Datar 0-5% 0,10 – 0,40
- Rata-rata 5-10% 0,25 – 0,50
- Curam 10-30% 0,30 – 0,60

(Sumber : Suripin, 2004)


53

2.16 Analisa Hidraulika


Maksud dari analisis hidraulika adalah :
1. Untuk merencanakan dimensi, bentuk saluran drainase dan sistem
jaringan drainase.
2. Untuk menghitung debit rencana dan dimensi saluran perumahan
agar mampu menanggulangi genangan akibat debit banjir dengan
suatu kala ulang tertentu.
Dalam kaitannya dengan pekerjaan pengendaian banjir,
analisis hidraulika digunakan untuk mengetahui profil muka air,
baik kondisi yang ada (eksisting) maupun kondisi perencanaan.
Untuk mendukung analisa hitungan guna memperoleh
parameterisasi desain handal, dibutuhkan validasi data dan
metode hitungan yang representatif (Suripin, 2004).

2.16.1 Tipe Aliran


Menurut Suripin (2004), secara umum saluran drainase merupakan
aliran terbuka yaitu aliran dimana muka air mempunyai tekanan sama dengan
tekanan atmosfer. Aliran terbuka dapat digolongkan menjadi berbagai tipe
berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu.
Berdasarkan ruang dan tipe aliran dibedakan menjadi :
1. Aliran seragam, bila kedalaman air pada setiap potongan
melintang sama.
2. Aliran tidak seragam, bila kedalaman air pada setiap potongan
melintangnya tidak sama.
Berdasarkan waktu, tipe aliran dibedakan atas :
a. Aliran tetap, bila kedalaman air tidak berubah atau dianggap
tetap dalam kurun waktu tertentu.
b. Aliran tidak tetap, bila kedalaman aliran berubah sesuai
dengan waktu.
54

Untuk mempermudah dalam penyelesaian persamaan aliran maka


aliran dalam drainase dianggap mempunyai tipe aliran seragam. Sifat-sifat
aliran seragam ini adalah :

1. Kedalaman aliran (h), luas penampang basah (A), kecepatan


aliran serta debit aliran (V) selalu tetap pada setiap penampang
lintang sauran selalu tetap.
2. Garis energi dan dasar saluran selalu sejajar.
Dalam sebagian persoalan aliran seragam, berdasarkan suatu
pertimbangan, maka debit dianggap tetap di sepanjang bagian
saluran yang lurus atau dengan kata lain aliran bersifat kontinu.
Dan dapat ditunjukkan dengan persamaan kontinuitas yang
disajikan pada persamaan di bawah ini :
Q = A1.V1 = A2.V2 (2.42)
dengan :
A = Luas basah pada penampang (m2)
V = Kecepatan aliran pada saluran (m/detik)

2.16.2 Kecepatan Aliran


Menurut Suripin (2004), kecepatan aliran memenuhi persyaratan
kurang dari kecepatan minimum dan tidak melebihi kecepatan maksimum
yang diizinkan sesuai dengan tipe dan bahan material saluran yang ditinjau.
Hal ini dimaksudkan untuk terjadinya endapan (sedimen) dan erosi pada
saluran. Rumus kecepatan aliran seragam ada 3 buah yang terkenal yaitu :
1. Rumus Chezy
2. Rumus Strickler
3. Rumus Manning

Tabel 2.12 di bawah ini menunjukkan besarnya kecepatan


maksimum yang diijinkan untuk berbagai bahan saluran.
55

Tabel 2.12 Kecepatan Izin Saluran

Jenis bahan Kecepatan aliran Jenis bahan Kecepatan aliran


yang diizinkan air yang diizinkan
(m/detik) (m/detik)

Pasir halus 0,45 Kerikil kasar 1,20


Lempung kepasiran 0,50 Batu-batu besar 1,50
Lanau aluvial 0,60 Pasangan batu 1,50
Kerikil halus 0,75 Beton 1,50
Lempung kokoh 0,75 Beton bertulang 1,50
Lempung padat 1,10
(Sumber : Hasmar, 2002)

2.16.3 Tinggi Jagaan Saluran


Menurut Kriteria Perencanaan – 03, apabila jaringan pembuang
utama juga mengalirkan air hujan buangan dari daerah-daerah bukan sawah
dan harus memberikan perlindungan penuh terhadap banjir, maka tinggi
jagaan akan diambil 0,4 – 0,1 m.

2.16.4 Kemiringan Saluran dan Talut


Kemiringan talut sebuah saluran pembuang buatan mirip dengan
ketentuan untuk saluran irigasi. Diperlukan kemiringan talut yang lebih landai
jika diperkirakan akan terjadi aliran rembesan yang besar kedalam saluran.

2.16.5 Dimensi Saluran


Menurut Chow (1992), untuk mendimensi saluran drainase ada
beberapa bentuk drainase yang bisa dipilih antara lain adalah bentuk
trapesium dengan berbagai kemiringan talud, bentuk segi empat, bentuk
lingkaran, bentuk setengah lingkaran atau bentuk gabungan setengah
lingkaran dengan segi empat dan lain-lain. Pemilihan dimensi yang paling
ekonomis dapat dicari dengan menurunkan secara matematis bentuk saluran
tersebut. Sehingga akan mendapatkan satu dimensi saluran yang paling
56

ekonomis. Pengertian saluran paling ekonomis disini adalah dengan luas


basah tertentu akan dapat mengalirkan debit yang maksimum.
Dalam perencanaan suatu saluran drainase harus diusahakan dapat
memilih bentuk dan jenis saluran yang baik dan bernilai ekonomis.
Perencanaan dimensi perlu mempertimbangkan :
2. Efisiensi hidrolis saluran
3. Kepraktisan saluran
4. Faktor biaya yang ekonomis

2.16.5.1 Saluran Bentuk Segi Empat

Gambar 2.8 Penampang Saluran Segi Empat

Menurut Chow (1959), untuk penampang saluran digunakan saluran


penampang segi empat
A =bxh (2.43)
P = b + 2h (2.44)

Kapasitas saluran dengan rumus manning :

1
V = 𝑛 x R2/3 x S1/2 (2.45)

Q =AxV (2.46)
𝐴
R =𝑃 (2.47)

dimana :

A = Luas penampang basah (m2)


P = Keliling basah (m)
57

R = Jari-jari hidrolik (m)


V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/detik)
n = Koefisien manning (lihat tabel 2.12)
Q = Debit (m3/detik)

Tabel 2.13 Harga Koefisien Kekasaran Manning, n, yang sering digunakan

No Tipe saluran dan jenis bahan Harga n


Minimum Normal Maksimum
1 Beton
a. Gorong-gorong lurus dan bebas dari 0,010 0,011 0,013
kotoran
b. Gorong-gorong dengan lengkungan 0,011 0,013 0,014
dan sedikit kotoran / gangguan
c. Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
d. Saluran pembuang dengan bak kontrol 0,013 0,015 0,017

2 Tanah, lurus dan seragam


a. Bersih baru 0,016 0,018 0,020
b. Bersih telah melapuk 0,018 0,022 0,025
c. Berkerikil 0,022 0,025 0,030
d. Berumput pendek, sedikit tanaman 0,022 0,027 0,033
pengganggu
3 Saluran alam
a. Bersih lurus 0,025 0,030 0,033
b. Bersih, berkelok-kelok 0,033 0,040 0,045
c. Banyak tanaman pengganggu 0,050 0,070 0,080
d. Dataran banjir berumput pendek-tinngi 0,025 0,030 0,035
e. Saluran di belukar 0,035 0,050 0,070
(Sumber : Suripin, 2004)

Anda mungkin juga menyukai