Anda di halaman 1dari 47

Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

MODUL KONSERVASI DAS DAN TATA RUANG

PELATIHAN PENGENDALIAN BANJIR

2017

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

MODUL 09
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang sebagai materi
inti/substansi dalam Pengendalian Banjir. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang SDA.

Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang disusun dalam 3 (tiga) bagian yang
terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang
sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
konservasi DAS dan tata ruang. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul
ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.

Bandung, September 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc.


NIP. 19670908 199103 1 006

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN...................................................................................vi
PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat..............................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.......................................................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................................2
E. Estimasi Waktu.................................................................................................2
MATERI POKOK 1 KONSERVASI DAS DAN TATA RUANG...............................3
1.1 Pengaruh Tata Ruang Pada Banjir..................................................................3
1.2 Jenis Kegiatan Konservasi DAS.......................................................................7
1.2.1 Konservasi Secara Agronomis............................................................13
1.2.2 Konservasi Secara Mekanis................................................................15
1.2.3 Konservasi Secara Kimiawi.................................................................24
1.2.4 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Konservasi DAS..........................26
1.3 Pengendalian Erosi dan Sedimentasi............................................................28
1.3.1 Pencegahan Erosi Alur........................................................................28
1.3.2 Bangunan Pengatur Sungai................................................................29
1.4 Latihan............................................................................................................31
1.5 Rangkuman....................................................................................................31
PENUTUP...............................................................................................................33
A. Simpulan.........................................................................................................33
B. Tindak Lanjut..................................................................................................33
EVALUASI FORMATIF..........................................................................................34
A. Soal.................................................................................................................34
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

KUNCI JAWABAN

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iv


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

DAFTAR TABEL

5
25

DAFTAR GAMBAR

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi v


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

3
6
12
19
20
20
22
23
29
30

PETUNJUK PENGGUNAAN

Deskripsi
Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang ini terdiri dari 1 (satu) materi pokok yang
membahas mengenai konservasi DAS dan tata ruang.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang


berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vi


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

konservasi DAS dan tata ruang. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan
yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari
materi pada materi pokok.

Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan
baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Pengendalian
banjir. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih
dahulu materi yang berkaitan dengan konservasi DAS dan tata ruang dari sumber
lainnya.

Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi dan studi kasus.

Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami konservasi DAS dan tata ruang.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vii
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-
tugas lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat
perlu upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus
diemban oleh Pegawai Negeri Sipil.

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, Pegawai


Negeri Sipil harus memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
hal tersebut dapat terwujud dengan melalui pembinaan yang dilaksanakan
berkelanjutan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 yang
dinyatakan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan
tugas pemerintahan dan pembangunan secara berhasil guna dan berdaya guna.

B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan/wawasan
mengenai konservasi DAS dan tata ruang, melalui metode ceramah interaktif,
diskusi dan studi kasus.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan
mampu memahami konservasi DAS dan tata ruang.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 1


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu menjelaskan
konservasi DAS dan tata ruang.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul konservasi DAS dan Tata ruang ini akan membahas materi:
1. Pengaruh tata ruang pada banjir;
2. Jenis kegiatan konservasi DAS:
a. Konservasi secara agronomis,
b. Konservasi secara mekanis,
c. Konservasi secara kimiawi,
d. Pemberdayaan masyarakat dalam konservasi DAS.
3. Pengendalian erosi dan sedimentasi;
a. Pencegahan erosi alur,
b. Bangunan pengatur sungai.

E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Konservasi DAS dan Tata Ruang” ini adalah 6 (enam) jam
pelajaran (JP) atau sekitar 270 menit.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 2


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

MATERI POKOK 1
KONSERVASI DAS DAN TATA RUANG

Indikator keberhasilan : setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan


mampu menjelaskan konservasi DAS dan tata ruang.

1.1 Pengaruh Tata Ruang Pada Banjir


Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam
suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai
akan meningkat antara 6 sampai 20 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung dari
jenis hutan dan jenis pemukiman. Demikian pula untuk perubahan yang lainnya
maka akan terjadi peningkatan debit puncak yang signifikan. Secara kuantitatif
pengaruh perubahan tata guna lahan ditunjukkan dalam Gambar .

Gambar I.1 - Peningkatan debit puncak akibat perubahan tata guna lahan
(Raudkivi, 1979; Subarkah, 1980; Schwab dkk., 1981; Loebis, 1984)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 3


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Perlu pula diketahui bahwa perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi
dominan kepada aliran permukaan (run-off). Hujan yang jatuh ke tanah airnya
akan menjadi aliran permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam
tanah tergantung kondisi tanahnya.

Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi permukiman maka yang terjadi adalah
bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman
dengan resitensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran permukaan
tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai
yang besar. Apabila kondisi tanahnya relatif tetap, air yang meresap ke dalam
tanah akan relatif tetap.

Sudah sering ada pernyataan bahwa “apabila hutan digunduli atau menjadi
kawasan permukiman resapannya hilang terjadilah banjir”. Pernyataan ini kurang
tepat, seharusnya yang perlu disampaikan adalah ”apabila hutan digunduli atau
menjadi kawasan pemukiman maka run-off (aliran permukaan) akan meningkat
signifikan dan terjadilah banjir”. Resapan yang masuk ke dalam tanah relatif tetap
karena jenis tanahnya tidak berubah. Namun kuantitas resapan menjadi kecil
karena di atas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi bangunan permanen
yang kedap air. Hubungan antara run-off dan resapan mempunyai perbedaan
tingkat besaran (order of magnitude) yang besar.

Bila yang dibicarakan adalah run-off maka, kecepatan air berkisar dari 0,1-1
m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik tergantung dari kemiringan
lahan tinggi aliran, penutup lahan.

Bila yang dibicarakan adalah resapan maka kecepatan air yang meresap ke
dalam tanah tergantung dari jenis tanah. Bila jenis tanah lempung (clay),
kecepatan aliran (konduktivitas hidraulik) sangat kecil berkisar antara
1/1.000.000.000.000 sampai 1/1000.000.000 m/detik (10-12 sampai 10-9 m/detik),
sedangkan bila jenis tanah lanau (silt) maka kecepatan aliran berkisar antara
1/100.000.000 - 1/10.000 m/detik (10-8 sampai 10-4 m/detik). Bila jenis pasir
maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.000 - 1/100 m/detik (10-5 sampai 10-

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 4


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

2 m/detik). Tabel 1.1 menunjukkan konduktivitas hidraulik untuk berbagai jenis


tanah.

Faktor penutup lahan vegetasi cukup signifikan dalam pengurangan ataupun


peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutup
lahan yang tinggi, sehingga apabila hujan turun ke wilayah hutan tersebut, faktor
penutup lahan ini akan memperlambat kecepatan aliran permukaan, bahkan bisa
terjadi kecepatannya mendekati nol. Ketika suatu kawasan hutan berubah menjadi
pemukiman, maka penutup lahan kawasan ini akan berubah menjadi penutup
lahan yang tidak mempunyai resistensi untuk menahan aliran. Yang terjadi ketika
hujan turun, kecepatan air akan meningkat sangat tajam di atas lahan ini. Namun
resapan air yang masuk ke dalam tanah relatif tetap kecuali lahannya berubah.
Kuantitas totalnya berubah karena tergantung dari luasan penutup lahan.

Tabel 1.1 - Jangkauan konduktivitas hidraulik K (Freeze & Cherry, 1979)


Rocks Unconsolidated deposits K
(Batuan) (Material sedimen) (m/det)
1

kerikil
10-1
Karst Lim estone

Perm eable basalt

10-2
10-3
pasir
kerikil lanau
m etam orphic &

10-4
igneous rock
fractured

10-5
silt,loess
Lim estone &

10-6
batuan pasir
dolom ite

10-7
G lacial till

10-8
Unweathered

10-9
m arine clay
Lem pung
m etam orphic &

10-10
igneous rock
Unfractured

shale

10-11
10-12
10-13

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 5


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Berikut ini diberikan gambaran tentang perubahan run-off akibat perubahan tata
guna lahan.

Gambar I.2 - Ilustrasi perubahan debit akibat perubahan tata guna lahan

Umumnya untuk mengurangi banjir atau genangan yang terjadi dilakukan


perbaikan penampang sungai sering disebut dengan istilah populer normalisasi.
Perbaikan sungai yang dilakukan umumnya dengan melebarkan sungai atau
memperdalam (pengerukan) sungai. Sesungguhnya istilah normalisasi kurang
tepat, karena sebenarnya sungai (alami) sudah normal lalu mengapa harus
dinormalkan. Secara alami sungai hampir selalu merubah kondisi fisiknya sesuai
dengan perubahan yang terjadi di sungai.

Sebagai contoh perubahan debit sungai akan diikuti dengan perubahan morfologi
sungai. Pengertian ini lebih dominan meluruskan sungai, melebarkan atau
memperdalam penampang, agar aliran air lebih cepat dan kapasitas sungai
menampung air lebih besar.

Pelebaran sungai tergantung dari tata guna lahan di sekitarnya. Apabila sudah
dipadati penduduk maka persoalan menonjol yang terjadi adalah pembebasan
tanah. Semakin padat penduduk dan semakin strategis lokasinya, biaya
pembebasan akan semakin mahal. Dalam kondisi ini untuk melebarkan menjadi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 6


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

dua kali lebar semula akan sangat mahal dan menghadapi persoalan
pembebasan tanah yang cukup sulit dipecahkan. Di samping itu perlu diperhatikan
ketersediaan air di DAS untuk cadangan air di musim kemarau. Memperbesar
kapasitas sungai berarti memperkecil air yang tertahan di DAS.

Pelebaran atau pengerukan sungai hampir linear dengan debit. Bila sungai
dilebarkan menjadi dua kali, maka debitnya meningkat dua sampai empat kali.
Demikian pula bila sungai diperdalam dua kali maka debit pada awalnya juga
menjadi dua sampai empat kali dari debit semula, namun karena ada sedimentasi
maka kedalaman sungai ada kemungkinan akan kembali seperti semula, bahkan
bila laju sedimentasi besar luas penampang sungai akan menjadi lebih kecil.

Sebagai catatan dalam upaya memperdalam atau melebarkan sungai perlu dikaji
stabilitas sungai. Dalam kaitan upaya untuk stabilitas sungai, para ahli teknik
sungai dianjurkan oleh Simons dan Senturk (1992) agar tidak berupaya
mengembangkan sungai lurus.

1.2 Jenis Kegiatan Konservasi DAS


Beragamnya penerapan pola pertanian pada suatu DAS, berarti penduduk
semakin banyak melakukan konversi atau perubahan vegetasi, terutama vegetasi
hutan menjadi non-hutan, seperti pekarangan, perkebunan atau tanaman
musiman (jangka pendek). Terjadinya perubahan itu berpengaruh langsung
terhadap fluktuasi debit sungai. Dengan demikian, pada setiap DAS atau sub-DAS
yang mendapat perlakuan yang berbeda-beda akan menyebabkan setiap DAS
atau sub-DAS menghasilkan erosi dan fluktuasi debit sungai yang berbeda-beda
juga. Hal tersebut, sebagai gambaran keseluruhan dari kualitas DAS yang
berbeda-beda itu. Perbedaan kualitas DAS atau sub-DAS tersebut, adalah
merupakan gambaran dari tingkat kerusakan yang diderita oleh masing-masing
DAS atau sub-DAS tersebut.

Untuk membedakan tingkat kerusakan yang diderita oleh suatu DAS atau sub-
DAS dengan yang lainnya, maka perlu diberi nilai masing-masing menurut

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 7


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

kualitasnya. Nilai itu nantinya akan merupakan derajat kualitas DAS atau sub-
DAS.
Di Indonesia belum terdapat suatu metode penelitian DAS yang baku. Tingkat
kerusakan DAS atau sub-DAS selama ini, hanya dinilai dengan menyatakan erosi
yang diderita oleh DAS atau sub-DAS tersebut, dalam satuan ton/ha/tahun, yang
diketahui melalui metode Universal Soil Loss Equation.

Pelaksanaan penentuan tingkat erosi dengan metode Universal Soil Loss Eqution
(USLE), amat sulit diterapkan apabila dilakukan untuk menilai kualitas suatu DAS.
Karena dalam suatu DAS, terdapat banyak sekali jenis tanah, sehingga faktor
erodibilitas tanah (faktor K) menjadi berbeda-beda pula. Demikian pula faktor
erosivitas hujan (R), faktor panjang-dan kemiringan lereng (LS), faktor pengolahan
tanah (P) dan faktor pengelolaan tanaman (C), yang masing-masing faktor
tersebut memiliki nilai yang berbeda-beda pada luasan daerah tertentu yang
diteliti.

Semua faktor-faktor tersebut di atas, merupakan penentu laju erosi (Ea) yang
bakal diderita oleh setiap luasan lahan tertentu, dan hanya faktor pengelolaan
tanaman dan faktor praktek konservasi tanah, yang dapat diupayakan dengan
campur tangan manusia. Dengan demikian, untuk menghitung tingkat (laju) erosi
dalam suatu DAS dengan metoda USLE, maka haruslah dihitung laju erosi (Ea)
yang diderita oleh lahan setiap luasan tertentu, diseluruh DAS, kemudian
dijumlahkan. Hal tersebut merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, dan
memerlukan waktu yang lama, tenaga dan keahlian.

Kemajuan teknologi komputer dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dewasa ini
sedikit banyak telah mampu membantu memecahkan permasalahan spasial
tersebut. Interaksi antara USLE dan SIG mampu memprediksi laju erosi
secara spasial dengan cepat dengan segmentasi luasan (elemen) sesuai yang
kita kehendaki. Suatu DAS dibagi-bagi dalam grid dengan ukuran tertentu
sehingga terbentuk elemen-elemen dengan luasan sesuai dengan ukuran grid.
Tiap-tiap elemen mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri yang unik. Parameter
USLE dihitung secara individual untuk tiap-tiap elemen, dan merupakan data

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 8


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

masukan bagi SIG. Dari tiap-tiap parameter USLE dapat digambarkan dalam peta
tematik (thematic map) sehingga akan terbentuk lima macam peta tematik, yaitu
peta erosivitas hujan - R, peta erodibilitas tanah - K, peta kemiringan dan panjang
lereng - LS, peta manajemen tanaman - C, dan peta kontrol erosi praktis - P. Peta
laju erosi dapat diperoleh dengan menampakkan (overlay) kelima peta tematik
parameter USLE tersebut.

Sebenarnya, penentuan kualitas suatu DAS, belum cukup hanya dengan


mengetahui laju erosi yang terdapat dalam DAS tersebut. Hal ini di dasarkan pada
pemikiran bahwa kualitas suatu DAS, ditentukan oleh beberapa faktor yang selain
merupakan faktor-faktor penyebab erosi, juga sekaligus merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi fluktuasi debit sungai utama seluruhnya.

Suatu DAS yang sedang mengalami penurunan kualitas, kenyataannya tidaklah


mutlak bahwa seluruh areal dalam DAS tersebut mengalami kerusakan. DAS
terdiri dari beberapa sub-DAS yang masing-masing mengalami kerusakan yang
berbeda-beda tingkatannya. Mereka bergabung dan masing-masing memberikan
sumbangan kerusakan. Sumbangan kerusakan tersebut, digambarkan oleh
besarnya erosi dan fluktuasi debit sungai melalui anak-anak sungai, kemudian
bersatu pada sungai utama sampai ke daerah pantai.

Apabila akan membuat suatu rencana rehabilitas untuk suatu daerah aliran
sungai, maka perlu terlebih dahulu diidentifikasi seluruh sub-DAS yang terdapat
dalam kawasan DAS tersebut, untuk meyakini sub-DAS mana yang paling besar
kontribusinya terhadap penurunan kualitas DAS tersebut. Identifikasi ini perlu
dilakukan, agar pembangunan atau rehabilitasi dapat diarahkan pada sasaran-
sasaran yang merupakan sumber kerusakan, dan dapat dipilih prioritas sub-DAS
untuk ditetapkan, dari sub-DAS mana pekerjaan harus dimulai. Dengan prosedur
tersebut, maka pelaksana atau penduduk dapat menggunakan biaya dan waktu
secara efisien, efektif dengan hasil yang memuaskan.

Pengaruh atau interaksi manusia pada suatu DAS yang tercakup dalam faktor
pengelolaan tanaman dan praktek konservasi tanah seperti tersebut di atas,

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 9


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

sangat mempengaruhi erosi, yaitu adanya yang disebut percepatan erosi


(accelerated erosion), erosi yang dipercepat atau sebaliknya. Apabila pada suatu
DAS dilakukan penebangan terhadap pohon-pohon seperti yang sering dilakukan
oleh oknum-oknum peladang berpindah, atau penduduk, atau petani, maka ini
berarti pengurangan terhadap vegetasi penutup tanah, dan penambahan bagian
yang terbuka. Pengurangan terhadap penutupan tanah seperti vegetasi dan
serasah, berakibat terhadap pengurangan air yang melalui proses
evapotranspirasi (ET), dan pengurangan infiltrasi peresapan air ke dalam tanah.

Akibat lain terhadap lingkungan yang karena berkurangnya vegetasi penutup


tanah karena tindakan penebangan pohon atau semacamnya, ialah peningkatan
pukulan curah hujan, berakibat peningkatan terhadap pembongkaran tanah.
Dengan peningkatan pembongkaran tanah, maka akan terjadi peningkatan
terhadap erosi, dan peningkatan terhadap konsentrasi sedimen di sungai.

Adapun karakteristik suatu DAS atau sub-DAS, dapat digambarkan oleh fluktuasi
debit sungainya. Hal ini, dapat dijelaskan dengan proses siklus hidrologi pada
suatu DAS. Hujan yang jatuh di atas daerah penangkapan (catchment area)
sebuah daerah aliran sungai, mula-mula diterima oleh vegetasi, kemudian
sebagian dilepaskan melalui proses intersepsi (interception), dan sebagian lagi
jatuh langsung ke bawah pohon, dan sebagian lainnya dialirkan melalui proses
aliran batang (steamflow). Aliran batang diteruskan ke dalam tanah melalui akar,
yaitu yang kemudian dilepaskan ke pori-pori tanah melalui proses infiltrasi. Air
dalam tanah selanjutnya dengan daya gravitasi bergerak menuju tempat yang
lebih rendah dengan proses perkolasi, menuju ground water storage,
penampungan air di bawah tanah, dan dari tempat ini air akan mengalir ke sungai
secara teratur.

Tujuan utama konservasi tanah adalah untuk mendapatkan tingkat keberlanjutan


produksi lahan dengan menjaga laju kehilangan tanah tetap dibawah ambang
batas yang diperkenankan, yang secara teoritis dapat dikatakan bahwa laju erosi
harus lebih kecil atau sama dengan laju pembentukan tanah. Karena erosi
merupakan proses alam yang tidak dapat dihindari sama sekali atau nol erosi,

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 10


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan adalah mengurangi
laju erosi sampai batas yang dapat diterima (maximum acceptable limit).

Batas maksimum laju erosi atau tingkat toleransi kehilangan tanah bukanlah hal
yang mudah untuk ditentukan, karena menyangkut keseimbangan antara laju
erosi dan laju pembentukan tanah yang secara praktis tidak mungkin dapat
ditentukan. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengenali kapan kondisi
keseimbangan itu tercapai, walaupun laju kehilangan tanah dapat diukur, laju
pembentukan tanah berlangsung sangat lambat dan tidak mudah untuk
menentukannya. Secara global laju pembentukan tanah berkisar antara 0,01 -
7,7 mm/th, dengan rata-rata 0,1 mm/th.

Laju pembentukan tanah 0,1 mm/th ekivalen dengan 0,12 kg/m2/th atau 1,2
t/ha/th, dengan menganggap rapat massa tanah 1 t/m3. Laju sebesar itu
masih lebih kecil dibanding laju kehilangan tanah rata-rata lahan pertanian. Oleh
karena itu, secara praktis Morgan (1986) menyatakan bahwa tingkat toleransi
kehilangan tanah dapat didefinisikan sebagai nilai dimana kesuburan tanah dapat
dipertahankan 20 sampai 25 tahun.

Sebagaimana diketahui bahwa terjadinya erosi tanah disebabkan oleh hujan dan
aliran permukaan, maka strategi konservasi tanah harus mengarah pada : (i)
melindungai tanah dari hantaman air hujan dengan penutup permukaan tanah, (ii)
mengurangi aliran permukaan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi, (iii)
meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan (iv) mengurangi kecepatan aliran
permukaan dengan meningkatkan kekasaran permukaan lahan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 11


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Gambar I.3 - Urutan strategi perencanaan konservasi tanah dan air


(setelah Parrens and Trustum, 1984)

Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3) secara
kimia.

Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu


menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang
berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang
lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan
angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk
memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Atau secara
singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha untuk melindungi
tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan yang erosif, dan
metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 12


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Metode agronomis dikombinasikan dengan manajemen tanah yang baik dapat


mempengaruhi baik terhadap pelepasan maupun pengangkutan dalam proses
erosi, sementara itu metode mekanis dapat mengendalikan secara efektif pada
tahap pengangkutan, namun tidak berfungsi mencegah pelepasan material tanah.

1.2.1 Konservasi Secara Agronomis


Konservasi tanah dan air secara vegetatif adalah penggunaan tanaman atau
tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan
jumlah daya rusak aliran permukaan. Konservasi tanah dan air secara vegetatif ini
menjalankan fungsinya melalui:
 Pengurangan daya perusak butiran hujan yang jatuh akibat intersepsi butiran
hujan oleh dedaunan tanaman atau tajuk tanaman.
 Pengurangan volume aliran permukaan akibat meningkatkan kapasitas infiltrasi
oleh aktivitas perakaran tanaman dan penambahan bahan organik.
 Peningkatan kehilangan air tanah akibat meningkatnya evapotranspirasi,
sehingga tanah cepat lapar air.
 Memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan aliran
permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman.
 Pengurangan daya rusak aliran permukaan sebagai akibat pengurangan
volume aliran permukaan, dan kecepatan aliran permukaan akibat
meningkatnya panjang lintasan dan kekasaran permukaan.

Morgan (1986) mengemukakan bahwa efektivitas tanaman penutup dalam


mengurangi erosi dan aliran permukaan dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan
kontinuitas dedaunan sebagai kanopi, kerapatan tanaman, dan kerapatan sistem
perakaran. Seperti diketahui bahwa makin tinggi tempat jatuh butiran hujan makin
tinggi kecepatannya pada saat mencapai permukaan tanah, dengan demikian
makin tinggi pula energi kinetiknya. Oleh karena itu ketinggian tanaman (kanopi)
berperan sangat penting, karena semakin tinggi tanaman akan semakin besar
energi kinetik butiran air hujan yang jatuh dari tanaman tersebut. Morgan (1986)
menyatakan bahwa butiran air yang jatuh dari ketinggian 7m dapat mencapai
kecepatan 90% kecepatan maksimumnya, sehingga tinggi tanaman yang melebihi

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 13


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

ketinggian ini tidak efektif sebagai tanaman konservasi. Disamping itu, butiran
hujan yang terintersepsi oleh tanaman dapat saling menyatu untuk membentuk
butiran yang lebih besar sehingga lebih erosif. Dengan demikian tanaman rendah
berdaun kecil memberi dampak lebih efektif dalam mengurangi energi kinetik
butiran hujan dibanding tanaman tinggi dan berdaun lebar. Sebab daun lebar akan
berfungsi sebagai cawan pengumpul butiran air hujan.

Kerapatan tanaman akan mempengaruhi panjang lintasan aliran permukaan dan


luasan lahan yang tertutup. Pada tanah gundul, aliran permukaan akan melintas
relatif lurus kearah kemiringan lahan, sementara pada lahan bertanaman,
khususnya pada Pertanaman acak, maka lintasan aliran permukaan akan
berbentuk zig-zag, sehingga lintasan lebih panjang. Dengan beda tinggi yang
sama, akan dihasilkan kemiringan yang lebih landai sehingga kecepatan aliran
permukaan lebih kecil, dan energi perusaknya juga makin kecil.

Kerapatan tanaman juga mempengaruhi luasan lahan yang tertutup tanaman,


semakin rapat tanaman yang ada di permukaan lahan semakin kecil energi hujan
yang sampai ke tanah, sehingga semakin kecil kemungkinan terjadinya erosi.
Penelitian yang dilakukan Fournier (1972) menunjukkan bahwa untuk memberikan
perlindungan yang cukup terhadap erosi paling sedikit 70% dari permukaan tanah
harus tertutup tanaman.

Kerapatan sistem perakaran tanaman menentukan efektivitas tanaman dalam


membantu pemantapan agregat, yang berarti pula meningkatkan porositas tanah.
Porositas tanah merupakan faktor yang menentukan besar kecilnya laju dan
kapasitas infiltrasi, sehingga meningkatnya porositas tanah dapat mengurangi
energi perusak aliran permukaan akibat pengurangan volume aliran permukaan.

Konservasi tanah dan air secara vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, yaitu:
 Pertanaman tanaman atau tumbuhan penutup tanah secara terus-menerus
(permanent plant cover)
 Pertanaman dalam strip (strip cropping)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 14


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

 Pertanaman berganda (multiple cropping)


 Pertanaman bergilir (rotation cropping)
 Pemanfaatan mulsa (residue management)
 sistem pertanian hutan (agroforestry)

1.2.2 Konservasi Secara Mekanis


Prinsip dasar konservasi tanah adalah mengurangi banyaknya tanah yang hilang
akibat erosi, sedangkan prinsip konservasi air adalah memanfaatkan air hujan
yang jatuh ke tanah se-efisien mungkin, mengendalikan kelebihan air dimusim
hujan, dan menyediakan air yang cukup di musim kemarau. Dalam hal ini,
konservasi secara mekanis mempunyai fungsi:
 memperlambat aliran permukaan
 menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
 memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah
 menyediakan air bagi tanaman.

Adapun usaha konservasi tanah dan air yang termasuk dalam metode mekanis
antara lain meliputi:
 Pengolahan tanah
 Pengolahan tanah menurut garis kontur
 Pembuatan terras
 Pembuatan saluran air (waterways)
 Pembuatan dam pengendali (check dam)

1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh
bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan
tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam didalam tanah, dan
memberantas gulma.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 15


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Manfaat pengolahan tanah, sampai saat ini masih sering diragukan. Dari segi
konservasi tanah, pengolahan tanah malah merugikan, karena justru akan
memperbesar kemungkinan timbulnya erosi pada lahan-lahan yang miring,
apalagi jika sistem pengolahannya searah dengan kemiringan lahan atau
tegak lurus garis kontur. Tanah yang telah diolah secara sepintas memang
dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi karena tanah menjadi gembur. Akan
tetapi pengaruh ini hanya sementara, tanah yang gembur akan menjadi
lebih mudah dihancurkan oleh butiran air hujan. Disamping itu, pengolahan
tanah juga mempercepat mineralisasi bahan organik sehingga kemantapan
agregat akan menurun (Utomo dan Dexer, 1982). Oleh karena itu pengolahan
tanah tidak perlu dibesar-besarkan, mengingat waktu, tenaga, dan biaya yang
dikeluarkan tidak selalu sebanding dengan tambahan hasil yang diperoleh.

Untuk mencapai hasil pengelolaan tanah yang tidak hanya baik bagi
pertanian, tapi juga bagi usaha-usaha konservasi, maka usaha-usaha yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
 Tanah diolah seperlunya saja.
 Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan air yang tepat
 Pengolahan tanah dilakukan sejajar garis kontur.
 Merubah kedalaman pengolahan tanah.
 Pengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan pemberian mulsa.

2. Pengolahan Tanah Menurut Kontur


Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur dapat mengurangi
laju erosi sampai 50 persen dibandingkan dengan pengolahan tanah dan
penanaman menurut lereng (up-and-down). Pada pengolahan tanah menurut
lereng maka pembajakan atau pencangkulan dilakukan memanjang ke arah
bawah lereng membentuk alur-alur dan menyebabkan terjadinya konsentrasi
air yang mengalir dengan cepat ke arah bawah. Pada pengolahan tanah
menurut kontur maka pembajakan dilakukan memotong lereng atau mengikuti
kontur, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang sejajar
atau mengikuti garis kontur. Pengolahan menurut kontur akan lebih efektif jika
diikuti dengan penanaman mengikuti kontur juga.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 16


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Efektivitas pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur tergantung


pada kemiringan dan panjang lereng. Pengaruhnya menjadi tidak berarti untuk
panjang lereng yang lebih dari 180 m pada kemiringan lahan 1 o, batasan ini
akan berkurang sejalan dengan meningkatnya kemiringan lereng, untuk
kemiringan lahan 5,5o dan 8,5o panjangnya berturut-turut menjadi 30m dan
20m (Morgan, 1986). Yang perlu diperhatikan bahwa sistem kontur ini hanya
efektif untuk hujan dengan intensitas rendah. Untuk hujan yang lebat sistem
ini sebaiknya dikombinasikan dengan penanaman sistem strip.

Pada jenis tanah lempung dan pasir halus, laju erosi dapat dikurangi
lebih lanjut dengan menyimpan air di permukaan dari pada membiarkannya
menjadi aliran permukaan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat
gundukan-gundukan tanah pada jarak tertentu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keuntungan utama pengolahan


tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan dan
terjadinya penampungan air sementara sehingga memungkinkan penyerapan
air sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya erosi. Untuk daerah
yang hujannya kurang, sistem ini sekaligus sangat efektif untuk konservasi air.

3. Guludan (Contour Bunds)


Guludan adalah tumpukan tanah (galengan) yang dibuat memanjang
memotong kemiringan lahan (lereng). Fungsi guludan ini adalah untuk
menghambat aliran permukaan, menyimpan air di bagian atasnya, dan untuk
memotong panjang lereng. Tinggi tumpukan tanah berkisar antara 25 - 30 cm
dengan lebar dasar 25 - 30 cm. Jarak antara guludan bervariasi tergantung
pada kecuraman lereng, kepekaan tanah terhadap erosi, dan erosivitas
hujan. Pada tanah dengan kepekaan erosi rendah guludan dapat diterapkan
pada lahan dengan kemiringan sampai 6%.

Pada lahan yang lebih curam atau lahan dengan kondisi tanah yang peka
terhadap erosi fungsi guludan kemungkinan kurang efektif. Dalam hal ini perlu

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 17


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

dipergunakan guludan bersaluran. Pada sistem guludan bersaluran, di


sebelah atas guludan dibuat saluran memanjang mengikuti guludan.

4. Terras
Terras adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong
kemiringan lahan, yang berfungsi untuk menangkap aliran permukaan, serta
mengarahkannya ke outlet yang mantap/stabil dengan kecepatan yang tidak
erosif. Dengan demikian memungkinkan terjadinya penyerapan air dan
berkurangnya erosi.

Berdasarkan fungsinya, terras dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (1)


terras pengelak (diversion terrace), (2) terras retensim (retention terrace), dan
(3) terras bangku (bench terrace).
 Terras pengelak mempunyai fungsi utama untuk menangkap aliran
permukaan dan mengalirkannya memotong kontur melalui outlet yang
tepat. Terras jenis ini cocok diterapkan untuk lahan dengan kemiringan
kecil, sekitar 1:250. Beberapa tipe terras pengelak yang sudah dikenal
diantaranya terras Mangum dan terras Nicholas. Terras Mangum dibuat
dengan cara menimbun tanah yang diambil dari kedua sisinya (atas dan
bawahnya). Sedangkan terras Nicholas tanah timbunan hanya diambil dari
sisi sebelah atasnya saja (Gambar I.4a).
 Terras retensi dibuat dimana diperlukan penyimpanan air dengan
menampungnya di bagian bukit (Gambar I.4b). Dalam hal ini diperlukan
adanya bagian tanah yang datar yang mampu menampung/menyimpan
aliran permukaan dengan periode ulang 10-tahunan dengan tanpa terjadi
limpasan (overtopping). Terras jenis ini biasanya hanya direkomendasikan
untuk tanah permeabel dengan kemiringan kurang dari 4,5 o.
 Terras bangku atau tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah dibagian bawah sehingga terbentuk suatu deretan anak
tangga atau bangku yang dipisahkan oleh talud. Terras bangku cocok untuk
lahan dengan kemiringan sampai 30 o atau kurang lebih 50% yang masih
difungsikan sebagai lahan pertanian. Talud merupakan bagian yang kritis
terhadap bahaya erosi, dan biasanya dilindungi dengan tumbuhan/rumput

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 18


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

atau kadang-kadang dilapisi dengan pasangan batu kali atau beton untuk
lahan yang ditanami komoditas dengan nilai ekonomi tinggi. Ada dua jenis
terras bangku yang banyak dibuat di Indonesia, yaitu terras bangku
berlereng ke dalam dan terras bangku datar (Gambar I.5). Terras bangku
berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah dengan permeabilitas
rendah, dengan maksud air yang tidak terinfiltrasi dengan cepat tidak
mengalir keluar melalui talud. Terras bangku sulit diterapkan pada usaha
pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian besar, sehingga
konstruksinya memerlukan modal yang cukup besar. Terras bangku juga
sulit dilaksanakan untuk lahan dengan lapisan tanah tipis.

(a) Terras pengelak

(b) Terras retensi


Gambar I.4 - Sketsa terras pengelak (a) dan terras retensi (b)

Luas areal yang dapat ditanami pada lahan yang menggunakan terras
bangku makin berkurang dengan bertambah kecuraman lereng lahan. Pada
lereng 30% misalnya, dengan jarak vertikal 1 meter, lebar lahan yang dapat
ditanami adalah 1,83 m, lahan yang dapat ditanami tinggal hanya 55%.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 19


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Gambar I.5 - Sketsa terras bangku berlereng ke dalam (atas), dan terras
bangku datar (bawah)

Gambar I.6 - Sistem terras konvensional pada lahan sawah (kiri) dan pada
lahan kering (kanan)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 20


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

5. Saluran Pembuang Air


Untuk menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan di sembarang tempat,
yang akan membahayakan dan merusak tanah yang dilewatinya, maka perlu
dibuatkan jalan khusus berupa saluran pembuangan air (waterways).
Sehingga tujuan utama pembangunan saluran pembuang air adalah untuk
mengarahkan dan menyalurkan aliran permukaan dengan kecepatan yang
tidak erosif ke lokasi pembuangan air yang sesuai. Untuk itu saluran
pembuang perlu didisain dengan cermat, sehingga mampu menampung debit
puncak dengan kala ulang 10-tahunan.

Ada tiga macam saluran pembuang air yang dapat dibuat dalam sistem
konservasi tanah dan air, yaitu (1) saluran pengelak, (2) saluran terras, dan
(3) saluran berumput (grass waterways) (Gambar I.7). Saluran pengelak
dibuat di bagian atas lereng dari lahan pertanian, berfungsi untuk menangkap
air yang mengalir dari lereng di atasnya dan menyalurkannya ke saluran
berumput. Saluran terras berfungsi mengumpulkan air dari areal antar terras
dan menyalurkannya memotong lereng menuju ke saluran berumput. Saluran
berumput, yang biasanya berupa saluran alamiah yang terletak di bagian yang
rendah, berfungsi menyalurkan air yang berasal dari kedua saluran lainnya ke
arah bawah menuju sistem sungai. Saluran berumput direkomendasi untuk
lahan berkemiringan sampai 11 o, pada lahan yang lebih terjal, sampai
15o, saluran perlu dilapisi batu, pasangan, atau beton . Untuk lahan-lahan
perbukitan dengan lereng sangat terjal, saluran perlu dilengkapi dengan
bangunan terjunen.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 21


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Gambar I.7 - Sketsa tata letak saluran pembuang air dalam sistem
konservasi tanah dan air (dari Morgan, 1986)

6. Bangunan Satabilitas
Bangunan stabilisasi sangat penting artinya dalam rangka reklamasi
parit/selokan dan pengendalian erosi parit/selokan. Bangunan stabilisasi yang
umum berupa dam penghambat (check dam), balong, dan rorak. Bangunan-
bangunan tersebut berfungsi untuk mengurangi volume dan kecepatan aliran
permukaan, disamping juga untuk menambah masukan air tanah dan air
bawah tanah.

Dam penghambat (check dam) adalah bangunan yang dibuat melintang parit
atau selokan yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran dan
menangkap sedimen yang dibawa aliran sehingga kedalaman dan kemiringan
parit berkurang (Gambar I.8). Bangunan ini biasanya dibuat dari bahan lokal
yang tersedia, misalnya kayu, tanah, atau batu. Bangunan ini mempunyai
resiko kegagalan yang tinggi, namun dapat memberikan stabilisasi sementara
dan dapat dikombinasikan dengan sistem agronomi.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 22


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Gambar I.8 - Bangunan check dam dari beton (kiri) dan bronjong (kanan)

Balong adalah waduk kecil yang dibuat di daerah perbukitan dengan


kemiringan lahan kurang dari 30%. Bangunan ini berfungsi untuk menampung
air aliran permukaan guna memenuhi kebutuhan air tanaman, ternak dan
keperluan-keperluan lainnya, menampung sedimen hasil erosi, meningkatkan
jumlah air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi), dan mendekatkan
permasalahan dan penyelesaian konservasi kepada masyarakat. Syarat
utama balong yang efektif adalah (1) kondisi topografi di tempat balong akan
dibangun harus memungkinkan pembangunan yang ekonomis; tenaga dan
biaya merupakan fungsi langsung panjang dan kedalaman balong, dua faktor
yang menentukan volume balong (2) cukup air yang memenuhi syarat, (3)
terdapat bahan tanah yang kedap air, (4) semua balong harus dilengkapi
fasilitas pelimpah untuk menyalurkan air pada saat terjadi banjir secara aman,
(5) balong harus dapat dikeringkan untuk keperluan perbaikan-perbaikan.
Untuk menghindari sedimentasi, areal sekitar balong harus tertutup vegetasi
yang rapat, tidak boleh terbuka atau digarap. Tanah bagian bawah (subsoil)
harus terdiri-dari lapisan yang relatif kedap air.

Ada beberapa tipe balong yang dikenal, yaitu (a) balong galian (digaout
ponds) sumber air utamanya berasal dari air tanah, (b) balong aliran
permukaan (surface water ponds), (c) balong mata atau sungai kecil (spring-
fed atau creek-fed ponds), (d) balong by-pass (off-stream ponds atau by-pass
ponds).

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 23


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Rorak (silt pit) adalah bangunan yang dibuat dengan menggali lubang
sedalam 60 cm, lebar 50 cm, dengan panjang 4 sampai 5 meter. Rorak dibuat
memanjang sejajar garis kontur atau memotong lereng. Jarak kesamping
antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar antara 10 sampai 15 meter,
sedangkan jarak ke arah lereng berkisar antara 10 meter, untuk lereng yang
agak curam) sampai 20 meter untuk lahan yang landai. Banguan ini berfungsi
untuk menangkap air dan tanah yang tererosi, sehingga terjadi pengisian air
tanah dan mengurangi erosi.

1.2.3 Konservasi Secara Kimiawi


Sebagaimana telah disinggung di depan, bahwa struktur tanah merupakan salah
satu sifat tanah yang sangat menentukan kepekaan tanah terhadap ancaman
erosi. Oleh karena itu sejak tahun 1950-an telah dimulai adanya usaha-usaha
untuk memperbaiki kemantapan struktur tanah melalui pemberian preparat-
preparat kimia yang secara umum disebut pemantap tanah (soil conditioner).
Sarief (1985) mengemukakan bahwa usaha pemantapan tanah yang bertujuan
untuk sifat fisik tanah dengan menggunakan preparat-preparat kimia baik secara
buatan atau alami, telah dikemukakan pertama kali pada simposium di Philadelpia
pada bulan Desember 1951. Pada saat itu diperkenalkan krilium sebagai bahan
pemantap tanah pertama oleh perusahaan Amerika Serikat. Krilium adalah
senyawa garam Natrium dari polyacrylonitrile yang terhidrolisa. Selang kurang dari
dua tahun kemudian telah diperkenalkan ratusan paten bahan pemantap tanah
yang sama.

Perkembangan penggunaan bahan pemantap tanah pada awalnya cukup baik,


tetapi berhubung mahalnya preparat-preparat yang dipasarkan, penggunaannya
semakin terbatas, khususnya hanya pada lahan-lahan sempit. Walaupun telah
terbukti bahwa penggunaan pemantap tanah tidak hanya mampu meningkatkan
kemantapan agregat tanah, tetapi juga mampu meningkatkan hasil tanaman.

Bahan pemantap tanah yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut
(Seta,1987):

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 24


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

 Mempunyai sifat yang adhesif serta dapat bercampur dengan tanah secara
merata.
 Dapat merubah sifat hidrophobik atau hidrophilik tanah, yang dengan demikian
dapat merubah kurva penahanan air tanah.
 Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, yang berarti mempengaruhi
kemampuan tanah dalam menahan air.
 Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai, tidak terlalu singkat dan
tidak terlalu lama.
 Tidak bersifat racun (phytotoxix) dan harganya terjangkau (murah).

Beberapa macam bahan pemantap tanah yang banyak digunakan dalam rangka
konservasi tanah dan air dapat dilihat pada Gambar berikut. Cara kerja bahan
pemantap tanah tersebut dapat digambarkan dengan contoh penggunaan
Polyacrylamide (PAM) di bawah ini.

PAM adalah polymer non-hydrophobic mempunyai bagian aktif amide yang


mengikat bagian-bagian -OH pada butir liat melalui ikatan hidrogen. Yang
kemudian mengikat bagian-bagian negatif liat, dan mengikat atom-atom oksigen
pada permukaan liat melalui ikatan hidrogen.

Tabel 1.2 - Bermacam-macam bahan pemantap tanah yang banyak


digunakan untuk memperbaiki

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 25


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

1.2.4 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Konservasi DAS


Pendekatan subjektif menempatkan manusia sebagai subjek yang mempunyai
keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan
tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan
dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber
daya air di sekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran
masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya air termasuk pengelolaan
sumber daya air adalah dengan meningkatkan pengetahuan keterampilan dan
kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya air.
Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung
dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumber daya air
tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka
membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak
lingungan, antara lain yaitu:
 Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan.
Pengetahuan dan wawasan lingkungan perlu dimasyarakatkan untuk
memberikan konsep dan pandangan yang sama dan benar kepada masyarakat
tentang lingkungan dan perananya terhadap kehidupan masyarakat secara
keseluruhan, Jenis pengetahuan dan wawasan yang diberikan berbeda
menurut lokasi pemukiman dan jenis pekerjaan. Bagi masyarakat yang
berlokasi di zona inti tentu lebih spesifikasi dan lebih menekankan pada yang
berlokasi di zona inti tentu lebih spesifikasi dan lebih menekankan pada
pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan hubungan langsung antara
masyarakat setempat dengan pemanfaatan sumber daya air dan
pengawasannya dibanding dengan masyarakat di luar wilayah. Peningkatan
pengatahuan dan wawasan juga perlu melibatkan aparatur dusun, desa, dan
kecamatan serta masyarakat luas.
 Pengembangan keterampilan masyarakat.
Peningkatan keterampilan praktis pengelolaan lingkungan bagi masyarakat dan
jajaran perintah ditingkat dusun, desa dan kecamatan sangat penting untuk
mendorong peran serta unsur-unsur tersebut scara aktif dalam menanggulangi
masalah-masalah lingkungan yang secara ekologis dan ekonomis akan
merugikan. Keterampilan tersebut terutama berkaitan dengan cara-cara

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 26


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

pemanfaatan sumber daya air secara efisien, dan keterampilan tentang upaya
penanggulangan. Penguasaan keterampilan tersebut akan meningkatkan
efektivitas peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
 Pengembangan kapasitas masyarakat.
Pengembangan kapasitas masyarakat diperlukan untuk dapat ikut serta dalam
proses pengambilan kebijakan, terutama dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan. Pengembangan kapasitas masyarakat
sebenarnya merupakan serangkaian kegiatan seperti yang diuraikan
sebelumnya, namun dalam program ini perlu ditekankan pentingnya
kemampuan dan peluang masyarakat untuk dapat mengartikulasikan
kepentingannya melalui kelompok atau lembaga sosial. Sasaran utama
program ini adalah meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dan
kemampuan berinisiatif.
 Pengembangan kualitas diri.
Kualitas masyarakat dalam pengalolaan sumber daya air perlu ditingkatkan
untuk menjawab dua tantangan sekaligus, yaitu (1) upaya mengatasi masalah
perekonomian, baik untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan pokok,
maupun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang lebih luas dan (2)
upaya mengatasi masalah kerusakan alam, yaitu untuk mengurangi tekanan
terhadap sumber daya air sebagai akibat makin meningkatnya aktifitas manusia
di wilayah tersebut. Pengembangan diri tersebut termasuk pengembangan
kualitas manusia, baik secara perorangan maupun kelompok untuk mengisi
kebutuhan tenaga kerja yang kian beragam. Peningkatan kualitas manusia
diharapkan dapat mendorong terjadinya diversifikasi lapangan kerja dan
sumber penghasilan penduduk setempat sehingga mampu mengurangi
kecenderungan usaha yang dapat mengakibatkan kerusakan kondisi sumber
daya air. Program pengembangan kualitas manusia ini selain dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan juga dengan cara membentuk kerjasama
antar lembaga-lembaga sosial dan ekonomi, baik di lingkungan desa, bahkan
antar wilayah. Penyiapan tenaga kerja untuk mengantisipasi perkembangan
kegiatan pembangunan di wilayah sekitar sumber air dan wilayah lain di
sekitarnya perlu dilakukan scara proaktif dengan dilandasi oleh pandangan jauh
ke depan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 27


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

 Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan serta.


Motivasi masyarakat perlu ditumbuhkan untuk mendorong peran serta mereka
aktif dalam pengelolaan sumber daya air di wilayah sekitar mereka. Untuk itu,
upaya pelibatan masyarakat dan pengembangan kegiatan yang dilandasi oleh
kepentingan masyarakat perlu ditingkatkan terus. Pelaksanaannya perlu
diintegrasikan dengan aspek-aspek yang secara langsung menyentuh
kepentingan masyarakat. Penyeimbangan kepentingan lingkungan, sosial dan
ekonomi mempunyai arti yang strategis untuk mendorong masyarakat
melibatkan diri dalam upaya perlindungan sumber daya air.
 Penggalian & pengembangan nilai tradisional masyarakat.
Upaya penggalian nilai-nilai tradisional adalah penting untuk dijadikan bahan
pengembangan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat menjadi norma-
norma yang dapat dioperasionalkan menjadi landasan dan rambu-rambu
pengamanan sumber daya air. Pengembangan nilai-nilai dan norma-norma arif
lingkungan masyarakat akan mendorong penggunaan aturan-aturan atau cara-
cara mereka sendiri dalam mengelola sumber daya air berdasarkan pada nilai-
nilai yang mereka yakini.

1.3 Pengendalian Erosi dan Sedimentasi


Pengendalian erosi tebing sungai memerlukan pengetahuan tentang kondisi fisik
baik DAS maupun alur sungai. Disamping pendalaman tentang karakteristik
penampang sungai dan aliran. Pemilihan metode perlindungan tebing sungai
memerlukan pertimbangan yang hati-hati menyangkut kondisi hidraulik pada
lokasi, perencanaan dan pemasangannnya stuktur yang dipakai.

1.3.1 Pencegahan Erosi Alur


Pada dasarnya air hujan yang mengalir di alur yang terdapat di lereng-lereng akan
menggerus dasar dan tebing alur tersebut. Jika dibiarkan begitu saja, maka alur-
alur itu akan semakin dalam menjadi jurang-jurang yang dalam dan melebar
membentuk suatu lembah-lembah yang besar. Untuk mencegak berkembangnya
alur menjadi lembah, maka dibangun bendung pengatur dari konstrksi pasangan
batu kali, beton atau bronjong kawat. Sebelah hulu bangunan akan terisis pasir,
sehingga dapat mencegah terjadinya longsor.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 28


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

1.3.2 Bangunan Pengatur Sungai


Secara umum bangunan pengatur sungai dapat dikelompokkan menjadi: (1)
perkuatan tebing, (2) konsolidasi pondasi, (3). Krib, dan (4) ambang.
 Perkuatan tebing (revetment) adalah bangunan yang ditempatkan pada
permukaan suatu tebing/lereng guna melindungi suatu tebing alur sungai atau
permukaan lereng tanggul sehingga secara keseluruhan stabilitas alur sungai
dan tubuh bendung meningkat. Berdasarkan lokasinya, perkuatan tebing dapat
dikelompokkan menjadi:
- Perkuatan lereng tanggul
- Perkuatan tebing sungai, dan
- Perkuatan lereng menerus.

Gambar I.9 - Berbagai macam konstruksi perkuatan tebing

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 29


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

 Konsolidasi pondasi (foundation consolidation) adalah bangunan yang


ditempatkan di depan bagian atas pondasi atau yang berupa pelindung kaki
perkuatan lereng, agar dapat mengurangi kecepatan arus air di depan
perkuatan lereng, mencegah gerusan dasar sunagi di depan perkuatan lereng
dan melindungi perkuatan lereng secara keseluruhan. Konsolidasi pondasi
dapat berupa: lapis-lindung batu (rip-rap), matras anyaman ranting, matras
nayman ranting lapis tunggal, matras balok kayu, matras balok beton, atau
blok beton.

Gambar I.10 - Berbagai macam konstruksi konsolidasi pondasi

 Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah
guna mengatur arus sungai, dengan tujuan utama:
- Mengatur arus sungai
- Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai terhadap
gerusan.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 30


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

- Mempertahankan lebar dan kedalaman air pada alur sungai


- Mengkonsentrasikan arus sungai dan memudahkan penyadapan.

Secara garis besar ada 3 jenis konstruksi krib yaitu: tipe permeabel, tipe
impermeabel, dan tipe semi-permeabel. Ambang atau drempel (groundsill)
adalah bangunan yang dibuat menyilang sungai untuk menjaga agar dasar
sungai tidak turun secara berlebihan. Penurunan yang berlebihan dapat
disebabkan oleh turunnya suplai sedimen dari hulu karena dibangunnya waduk
atau check dam atau oleh penambangan batu atau pasir yang berlebihan.
Penurunan dasar sungai juga dapat disebabkan oleh bangunan sudetan yang
memendekkan alur sungai dan kemiringan dasar sunagi menjadi lebih tinggi.

1.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan konservasi secara agronomis?
2. Sebutkan fungsi konservasi secara mekanis?
3. Apa yang dimaksud dengan pengolahan tanah?

1.5 Rangkuman
Kegiatan konservasi DAS dan tata ruang meliputi :
1. Pengaruh tata ruang pada banjir.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi
dominan kepada aliran permukaan (run-off). Suatu kawasan hutan bila diubah
menjadi permukiman maka yang terjadi adalah bahwa hutan yang bisa
menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman dengan resitensi
run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran permukaan tanah yang
menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai yang
besar.
2. Jenis kegiatan konservasi DAS:
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi
tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3)
secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi
untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 31


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat


ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk
mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha
konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih
tahan terhadap erosi. Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis
ini merupakan usaha untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan
energi aliran permukaan yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan
daya tahan tanah.
Dalam kegiatan konservasi DAS juga ada yang namanya pemberdayaan
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ini menempatkan manusia sebagai
subjek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut
kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal
dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan
peranannya dalam perlindungan sumber daya air di sekitarnya. Karena itu,
salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumber daya air termasuk pengelolaan sumber daya air adalah
dengan meningkatkan pengetahuan keterampilan dan kesadaran masyarakat
untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya air. Pengetahuan dan
keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-
upaya penanggulangan masalah kerusakan sumber daya air tetapi juga hal-
hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka
membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak
merusak lingungan.
3. Pengendalian erosi dan sedimentasi.
Pengendalian erosi tebing sungai memerlukan pengetahuan tentang kondisi
fisik baik DAS maupun alur sungai. Disamping pendalaman tentang
karakteristik penampang sungai dan aliran. Pemilihan metode perlindungan
tebing sungai memerlukan pertimbangan yang hati-hati menyangkut kondisi
hidraulik pada lokasi, perencanaan dan pemasangannnya stuktur yang
dipakai. Pengendalian erosi dan sedimentasi meliputi: pencegahan erosi alur,
dan membangun bangunan pengatur sungai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 32


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

PENUTUP

A. Simpulan
Modul ini menjelaskan mengenai konservasi DAS dan tata ruang. Adapun
kegiatan konservasi DAS dan tata ruang meliputi :
 Pengaruh tata ruang pada banjir.
 Kegiatan konservasi DAS secara agronomis, secara mekanis, secara kimia
serta pemberdayaan masyarakat terkait kegiatan konservasi DAS.
 Pengendalian erosi dan sedimentasi meliputi: pencegahan erosi alur, dan
membangun bangunan pengatur sungai.

B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail pengendalian banjir dan ketentuan
pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif
mengenai pengendalian banjir.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 33


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

EVALUASI FORMATIF

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan di akhir pembahasan modul


konservasi DAS dan tata ruang pada pelatihan pengendalian banjir. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta pelatihan
terhadap materi yang disampaikan dalam modul.

A. Soal
1. Penyebab utama banjir adalah...
a. Drainase
b. Tata guna lahan
c. Rob
d. Hujan terus-menerus
e. Tidak adanya bendungan
2. Berikut ini jenis-jenis konservasi DAS, kecuali...
a. Agronomis
b. Mekanis
c. Kimiawi
d. Pemberdayaan masyarakat dalam konservasi
e. Fisik
3. Konservasi secara mekanis mempunyai fungsi berikut, kecuali...
a. Memperlambat aliran permukaan
b. Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
c. Mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan.
d. Memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah
e. Menyediakan air bagi tanaman.
4. Tujuan utama pengolahan tanah adalah seperti berikut, kecuali...
a. Mengganti tanaman sesuai musimnya

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 34


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

b. Menyiapkan tempat tumbuh bagi benih


c. Menggemburkan tanah pada daerah perakaran
d. Membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam didalam tanah
e. Memberantas gulma
5. Yang dimaksud dengan konsolidasi pondasi adalah sebagai berikut, kecuali...
a. Bangunan yang ditempatkan di depan bagian atas pondasi atau pelindung
kaki perkuatan lereng
b. Mencegah sedimentasi di depan perkuatan lereng
c. Mengurangi kecepatan arus air di depan perkuatan lereng
d. Mencegah gerusan dasar sungai di depan perkuatan lereng
e. Melindungi perkuatan lereng secara keseluruhan

B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta pelatihan terhadap materi yang di
paparkan dalam materi pokok, gunakan rumus berikut :

Jumlah Jawaban Yang Benar


Tingkat Penguasaan= × 100 %
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan :


90 - 100 % : baik sekali
80 - 89 % : baik
70 - 79 % : cukup
< 70 % : kurang

Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
memahami konservasi DAS dan tata ruang. Proses berbagi dan diskusi dalam
kelas dapat menjadi pengayaan akan materi konservasi DAS dan tata ruang.
Untuk memperdalam pemahaman terkait materi konservasi DAS dan tata ruang,
diperlukan pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau
pada modul-modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi
modul-modul yang ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman
yang utuh akan pengendalian banjir.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 35


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi 36


DAFTAR PUSTAKA

Kodoatie R. J. dan Sugiyanto. 2001. Banjir. Pustaka Pelajar, Semarang.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Andy,


Yogyakarta.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2010. Tata Ruang Air.Andy, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., 2012. Tata Ruang Air Tanah. xxvi + 514 = 540 Halaman.
Penerbit Andi, Yogyakarta.

Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi,
Yogyakarta.

Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2013. Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andy,
Yogyakarta.

Peraturan Presiden No. 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional


Penanggulangan Bencana.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015
tentang Penetapan Wilayah Sungai.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26 Tahun 2015
tentang Pengalihan Alur Sungai dan/atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27 Tahun 2015
tentang Bendungan.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, dan Garis Sempadan Danau.

Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset, Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang


Penanggulangan Bencana.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

GLOSARIUM

Fluktuasi : Gejala yang menunjukkan turun-naik; Perubahan;


Ketaktetapan; Kegoncangan.
Infiltrasi : Penyusupan; Perembesan.
Konversi : Perubahan.
Signifikan : Penting; Berarti.
Zig-Zag : Berliku-liku.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

KUNCI JAWABAN

Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.

Adapun kunci jawaban dari soal latihan pada setiap materi pokok, sebagai
berikut :
Latihan Materi Pokok 1
1. Konservasi tanah dan air secara agronomis adalah penggunaan tanaman
atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga
dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan.
2. Konservasi secara mekanis mempunyai fungsi:
 memperlambat aliran permukaan
 menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
 memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah
 menyediakan air bagi tanaman.
3. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat
tumbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran,
membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam didalam tanah,
dan memberantas gulma.

Adapun kunci jawaban dari soal evaluasi formatif, sebagai berikut :


1. b (Tata guna lahan)
2. e (Fisik)
3. c (Mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan)
4. a (Mengganti tanaman sesuai musimnya)
5. b (Mencagah sedimentasi di depan perkuatan lereng)

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi


Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai