2017
MODUL 09
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang sebagai materi
inti/substansi dalam Pengendalian Banjir. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang SDA.
Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang disusun dalam 3 (tiga) bagian yang
terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang
sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
konservasi DAS dan tata ruang. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul
ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN...................................................................................vi
PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat..............................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.......................................................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................................2
E. Estimasi Waktu.................................................................................................2
MATERI POKOK 1 KONSERVASI DAS DAN TATA RUANG...............................3
1.1 Pengaruh Tata Ruang Pada Banjir..................................................................3
1.2 Jenis Kegiatan Konservasi DAS.......................................................................7
1.2.1 Konservasi Secara Agronomis............................................................13
1.2.2 Konservasi Secara Mekanis................................................................15
1.2.3 Konservasi Secara Kimiawi.................................................................24
1.2.4 Pemberdayaan Masyarakat Dalam Konservasi DAS..........................26
1.3 Pengendalian Erosi dan Sedimentasi............................................................28
1.3.1 Pencegahan Erosi Alur........................................................................28
1.3.2 Bangunan Pengatur Sungai................................................................29
1.4 Latihan............................................................................................................31
1.5 Rangkuman....................................................................................................31
PENUTUP...............................................................................................................33
A. Simpulan.........................................................................................................33
B. Tindak Lanjut..................................................................................................33
EVALUASI FORMATIF..........................................................................................34
A. Soal.................................................................................................................34
B. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang
KUNCI JAWABAN
DAFTAR TABEL
5
25
DAFTAR GAMBAR
3
6
12
19
20
20
22
23
29
30
PETUNJUK PENGGUNAAN
Deskripsi
Modul Konservasi DAS dan Tata Ruang ini terdiri dari 1 (satu) materi pokok yang
membahas mengenai konservasi DAS dan tata ruang.
konservasi DAS dan tata ruang. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan
yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari
materi pada materi pokok.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan
baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Pengendalian
banjir. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih
dahulu materi yang berkaitan dengan konservasi DAS dan tata ruang dari sumber
lainnya.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi dan studi kasus.
Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami konservasi DAS dan tata ruang.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vii
Modul 9 Konservasi DAS dan Tata Ruang
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-
tugas lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat
perlu upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus
diemban oleh Pegawai Negeri Sipil.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan/wawasan
mengenai konservasi DAS dan tata ruang, melalui metode ceramah interaktif,
diskusi dan studi kasus.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan
mampu memahami konservasi DAS dan tata ruang.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu menjelaskan
konservasi DAS dan tata ruang.
E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Konservasi DAS dan Tata Ruang” ini adalah 6 (enam) jam
pelajaran (JP) atau sekitar 270 menit.
MATERI POKOK 1
KONSERVASI DAS DAN TATA RUANG
Gambar I.1 - Peningkatan debit puncak akibat perubahan tata guna lahan
(Raudkivi, 1979; Subarkah, 1980; Schwab dkk., 1981; Loebis, 1984)
Perlu pula diketahui bahwa perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi
dominan kepada aliran permukaan (run-off). Hujan yang jatuh ke tanah airnya
akan menjadi aliran permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam
tanah tergantung kondisi tanahnya.
Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi permukiman maka yang terjadi adalah
bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman
dengan resitensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran permukaan
tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai
yang besar. Apabila kondisi tanahnya relatif tetap, air yang meresap ke dalam
tanah akan relatif tetap.
Sudah sering ada pernyataan bahwa “apabila hutan digunduli atau menjadi
kawasan permukiman resapannya hilang terjadilah banjir”. Pernyataan ini kurang
tepat, seharusnya yang perlu disampaikan adalah ”apabila hutan digunduli atau
menjadi kawasan pemukiman maka run-off (aliran permukaan) akan meningkat
signifikan dan terjadilah banjir”. Resapan yang masuk ke dalam tanah relatif tetap
karena jenis tanahnya tidak berubah. Namun kuantitas resapan menjadi kecil
karena di atas tanah yang bisa meresap air berubah menjadi bangunan permanen
yang kedap air. Hubungan antara run-off dan resapan mempunyai perbedaan
tingkat besaran (order of magnitude) yang besar.
Bila yang dibicarakan adalah run-off maka, kecepatan air berkisar dari 0,1-1
m/detik bahkan bisa mencapai lebih dari 10 m/detik tergantung dari kemiringan
lahan tinggi aliran, penutup lahan.
Bila yang dibicarakan adalah resapan maka kecepatan air yang meresap ke
dalam tanah tergantung dari jenis tanah. Bila jenis tanah lempung (clay),
kecepatan aliran (konduktivitas hidraulik) sangat kecil berkisar antara
1/1.000.000.000.000 sampai 1/1000.000.000 m/detik (10-12 sampai 10-9 m/detik),
sedangkan bila jenis tanah lanau (silt) maka kecepatan aliran berkisar antara
1/100.000.000 - 1/10.000 m/detik (10-8 sampai 10-4 m/detik). Bila jenis pasir
maka kecepatan aliran berkisar antara 1/100.000 - 1/100 m/detik (10-5 sampai 10-
kerikil
10-1
Karst Lim estone
10-2
10-3
pasir
kerikil lanau
m etam orphic &
10-4
igneous rock
fractured
10-5
silt,loess
Lim estone &
10-6
batuan pasir
dolom ite
10-7
G lacial till
10-8
Unweathered
10-9
m arine clay
Lem pung
m etam orphic &
10-10
igneous rock
Unfractured
shale
10-11
10-12
10-13
Berikut ini diberikan gambaran tentang perubahan run-off akibat perubahan tata
guna lahan.
Gambar I.2 - Ilustrasi perubahan debit akibat perubahan tata guna lahan
Sebagai contoh perubahan debit sungai akan diikuti dengan perubahan morfologi
sungai. Pengertian ini lebih dominan meluruskan sungai, melebarkan atau
memperdalam penampang, agar aliran air lebih cepat dan kapasitas sungai
menampung air lebih besar.
Pelebaran sungai tergantung dari tata guna lahan di sekitarnya. Apabila sudah
dipadati penduduk maka persoalan menonjol yang terjadi adalah pembebasan
tanah. Semakin padat penduduk dan semakin strategis lokasinya, biaya
pembebasan akan semakin mahal. Dalam kondisi ini untuk melebarkan menjadi
dua kali lebar semula akan sangat mahal dan menghadapi persoalan
pembebasan tanah yang cukup sulit dipecahkan. Di samping itu perlu diperhatikan
ketersediaan air di DAS untuk cadangan air di musim kemarau. Memperbesar
kapasitas sungai berarti memperkecil air yang tertahan di DAS.
Pelebaran atau pengerukan sungai hampir linear dengan debit. Bila sungai
dilebarkan menjadi dua kali, maka debitnya meningkat dua sampai empat kali.
Demikian pula bila sungai diperdalam dua kali maka debit pada awalnya juga
menjadi dua sampai empat kali dari debit semula, namun karena ada sedimentasi
maka kedalaman sungai ada kemungkinan akan kembali seperti semula, bahkan
bila laju sedimentasi besar luas penampang sungai akan menjadi lebih kecil.
Sebagai catatan dalam upaya memperdalam atau melebarkan sungai perlu dikaji
stabilitas sungai. Dalam kaitan upaya untuk stabilitas sungai, para ahli teknik
sungai dianjurkan oleh Simons dan Senturk (1992) agar tidak berupaya
mengembangkan sungai lurus.
Untuk membedakan tingkat kerusakan yang diderita oleh suatu DAS atau sub-
DAS dengan yang lainnya, maka perlu diberi nilai masing-masing menurut
kualitasnya. Nilai itu nantinya akan merupakan derajat kualitas DAS atau sub-
DAS.
Di Indonesia belum terdapat suatu metode penelitian DAS yang baku. Tingkat
kerusakan DAS atau sub-DAS selama ini, hanya dinilai dengan menyatakan erosi
yang diderita oleh DAS atau sub-DAS tersebut, dalam satuan ton/ha/tahun, yang
diketahui melalui metode Universal Soil Loss Equation.
Pelaksanaan penentuan tingkat erosi dengan metode Universal Soil Loss Eqution
(USLE), amat sulit diterapkan apabila dilakukan untuk menilai kualitas suatu DAS.
Karena dalam suatu DAS, terdapat banyak sekali jenis tanah, sehingga faktor
erodibilitas tanah (faktor K) menjadi berbeda-beda pula. Demikian pula faktor
erosivitas hujan (R), faktor panjang-dan kemiringan lereng (LS), faktor pengolahan
tanah (P) dan faktor pengelolaan tanaman (C), yang masing-masing faktor
tersebut memiliki nilai yang berbeda-beda pada luasan daerah tertentu yang
diteliti.
Semua faktor-faktor tersebut di atas, merupakan penentu laju erosi (Ea) yang
bakal diderita oleh setiap luasan lahan tertentu, dan hanya faktor pengelolaan
tanaman dan faktor praktek konservasi tanah, yang dapat diupayakan dengan
campur tangan manusia. Dengan demikian, untuk menghitung tingkat (laju) erosi
dalam suatu DAS dengan metoda USLE, maka haruslah dihitung laju erosi (Ea)
yang diderita oleh lahan setiap luasan tertentu, diseluruh DAS, kemudian
dijumlahkan. Hal tersebut merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, dan
memerlukan waktu yang lama, tenaga dan keahlian.
Kemajuan teknologi komputer dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dewasa ini
sedikit banyak telah mampu membantu memecahkan permasalahan spasial
tersebut. Interaksi antara USLE dan SIG mampu memprediksi laju erosi
secara spasial dengan cepat dengan segmentasi luasan (elemen) sesuai yang
kita kehendaki. Suatu DAS dibagi-bagi dalam grid dengan ukuran tertentu
sehingga terbentuk elemen-elemen dengan luasan sesuai dengan ukuran grid.
Tiap-tiap elemen mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri yang unik. Parameter
USLE dihitung secara individual untuk tiap-tiap elemen, dan merupakan data
masukan bagi SIG. Dari tiap-tiap parameter USLE dapat digambarkan dalam peta
tematik (thematic map) sehingga akan terbentuk lima macam peta tematik, yaitu
peta erosivitas hujan - R, peta erodibilitas tanah - K, peta kemiringan dan panjang
lereng - LS, peta manajemen tanaman - C, dan peta kontrol erosi praktis - P. Peta
laju erosi dapat diperoleh dengan menampakkan (overlay) kelima peta tematik
parameter USLE tersebut.
Apabila akan membuat suatu rencana rehabilitas untuk suatu daerah aliran
sungai, maka perlu terlebih dahulu diidentifikasi seluruh sub-DAS yang terdapat
dalam kawasan DAS tersebut, untuk meyakini sub-DAS mana yang paling besar
kontribusinya terhadap penurunan kualitas DAS tersebut. Identifikasi ini perlu
dilakukan, agar pembangunan atau rehabilitasi dapat diarahkan pada sasaran-
sasaran yang merupakan sumber kerusakan, dan dapat dipilih prioritas sub-DAS
untuk ditetapkan, dari sub-DAS mana pekerjaan harus dimulai. Dengan prosedur
tersebut, maka pelaksana atau penduduk dapat menggunakan biaya dan waktu
secara efisien, efektif dengan hasil yang memuaskan.
Pengaruh atau interaksi manusia pada suatu DAS yang tercakup dalam faktor
pengelolaan tanaman dan praktek konservasi tanah seperti tersebut di atas,
Adapun karakteristik suatu DAS atau sub-DAS, dapat digambarkan oleh fluktuasi
debit sungainya. Hal ini, dapat dijelaskan dengan proses siklus hidrologi pada
suatu DAS. Hujan yang jatuh di atas daerah penangkapan (catchment area)
sebuah daerah aliran sungai, mula-mula diterima oleh vegetasi, kemudian
sebagian dilepaskan melalui proses intersepsi (interception), dan sebagian lagi
jatuh langsung ke bawah pohon, dan sebagian lainnya dialirkan melalui proses
aliran batang (steamflow). Aliran batang diteruskan ke dalam tanah melalui akar,
yaitu yang kemudian dilepaskan ke pori-pori tanah melalui proses infiltrasi. Air
dalam tanah selanjutnya dengan daya gravitasi bergerak menuju tempat yang
lebih rendah dengan proses perkolasi, menuju ground water storage,
penampungan air di bawah tanah, dan dari tempat ini air akan mengalir ke sungai
secara teratur.
khususnya untuk lahan pertanian, maka yang dapat dilakukan adalah mengurangi
laju erosi sampai batas yang dapat diterima (maximum acceptable limit).
Batas maksimum laju erosi atau tingkat toleransi kehilangan tanah bukanlah hal
yang mudah untuk ditentukan, karena menyangkut keseimbangan antara laju
erosi dan laju pembentukan tanah yang secara praktis tidak mungkin dapat
ditentukan. Adalah hal yang sangat sulit untuk mengenali kapan kondisi
keseimbangan itu tercapai, walaupun laju kehilangan tanah dapat diukur, laju
pembentukan tanah berlangsung sangat lambat dan tidak mudah untuk
menentukannya. Secara global laju pembentukan tanah berkisar antara 0,01 -
7,7 mm/th, dengan rata-rata 0,1 mm/th.
Laju pembentukan tanah 0,1 mm/th ekivalen dengan 0,12 kg/m2/th atau 1,2
t/ha/th, dengan menganggap rapat massa tanah 1 t/m3. Laju sebesar itu
masih lebih kecil dibanding laju kehilangan tanah rata-rata lahan pertanian. Oleh
karena itu, secara praktis Morgan (1986) menyatakan bahwa tingkat toleransi
kehilangan tanah dapat didefinisikan sebagai nilai dimana kesuburan tanah dapat
dipertahankan 20 sampai 25 tahun.
Sebagaimana diketahui bahwa terjadinya erosi tanah disebabkan oleh hujan dan
aliran permukaan, maka strategi konservasi tanah harus mengarah pada : (i)
melindungai tanah dari hantaman air hujan dengan penutup permukaan tanah, (ii)
mengurangi aliran permukaan dengan meningkatkan kapasitas infiltrasi, (iii)
meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan (iv) mengurangi kecepatan aliran
permukaan dengan meningkatkan kekasaran permukaan lahan.
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3) secara
kimia.
ketinggian ini tidak efektif sebagai tanaman konservasi. Disamping itu, butiran
hujan yang terintersepsi oleh tanaman dapat saling menyatu untuk membentuk
butiran yang lebih besar sehingga lebih erosif. Dengan demikian tanaman rendah
berdaun kecil memberi dampak lebih efektif dalam mengurangi energi kinetik
butiran hujan dibanding tanaman tinggi dan berdaun lebar. Sebab daun lebar akan
berfungsi sebagai cawan pengumpul butiran air hujan.
Konservasi tanah dan air secara vegetatif dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, yaitu:
Pertanaman tanaman atau tumbuhan penutup tanah secara terus-menerus
(permanent plant cover)
Pertanaman dalam strip (strip cropping)
Adapun usaha konservasi tanah dan air yang termasuk dalam metode mekanis
antara lain meliputi:
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah menurut garis kontur
Pembuatan terras
Pembuatan saluran air (waterways)
Pembuatan dam pengendali (check dam)
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh
bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan
tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam didalam tanah, dan
memberantas gulma.
Manfaat pengolahan tanah, sampai saat ini masih sering diragukan. Dari segi
konservasi tanah, pengolahan tanah malah merugikan, karena justru akan
memperbesar kemungkinan timbulnya erosi pada lahan-lahan yang miring,
apalagi jika sistem pengolahannya searah dengan kemiringan lahan atau
tegak lurus garis kontur. Tanah yang telah diolah secara sepintas memang
dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi karena tanah menjadi gembur. Akan
tetapi pengaruh ini hanya sementara, tanah yang gembur akan menjadi
lebih mudah dihancurkan oleh butiran air hujan. Disamping itu, pengolahan
tanah juga mempercepat mineralisasi bahan organik sehingga kemantapan
agregat akan menurun (Utomo dan Dexer, 1982). Oleh karena itu pengolahan
tanah tidak perlu dibesar-besarkan, mengingat waktu, tenaga, dan biaya yang
dikeluarkan tidak selalu sebanding dengan tambahan hasil yang diperoleh.
Untuk mencapai hasil pengelolaan tanah yang tidak hanya baik bagi
pertanian, tapi juga bagi usaha-usaha konservasi, maka usaha-usaha yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Tanah diolah seperlunya saja.
Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan air yang tepat
Pengolahan tanah dilakukan sejajar garis kontur.
Merubah kedalaman pengolahan tanah.
Pengolahan tanah sebaiknya diikuti dengan pemberian mulsa.
Pada jenis tanah lempung dan pasir halus, laju erosi dapat dikurangi
lebih lanjut dengan menyimpan air di permukaan dari pada membiarkannya
menjadi aliran permukaan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat
gundukan-gundukan tanah pada jarak tertentu.
Pada lahan yang lebih curam atau lahan dengan kondisi tanah yang peka
terhadap erosi fungsi guludan kemungkinan kurang efektif. Dalam hal ini perlu
4. Terras
Terras adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong
kemiringan lahan, yang berfungsi untuk menangkap aliran permukaan, serta
mengarahkannya ke outlet yang mantap/stabil dengan kecepatan yang tidak
erosif. Dengan demikian memungkinkan terjadinya penyerapan air dan
berkurangnya erosi.
atau kadang-kadang dilapisi dengan pasangan batu kali atau beton untuk
lahan yang ditanami komoditas dengan nilai ekonomi tinggi. Ada dua jenis
terras bangku yang banyak dibuat di Indonesia, yaitu terras bangku
berlereng ke dalam dan terras bangku datar (Gambar I.5). Terras bangku
berlereng ke dalam dipergunakan untuk tanah-tanah dengan permeabilitas
rendah, dengan maksud air yang tidak terinfiltrasi dengan cepat tidak
mengalir keluar melalui talud. Terras bangku sulit diterapkan pada usaha
pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian besar, sehingga
konstruksinya memerlukan modal yang cukup besar. Terras bangku juga
sulit dilaksanakan untuk lahan dengan lapisan tanah tipis.
Luas areal yang dapat ditanami pada lahan yang menggunakan terras
bangku makin berkurang dengan bertambah kecuraman lereng lahan. Pada
lereng 30% misalnya, dengan jarak vertikal 1 meter, lebar lahan yang dapat
ditanami adalah 1,83 m, lahan yang dapat ditanami tinggal hanya 55%.
Gambar I.5 - Sketsa terras bangku berlereng ke dalam (atas), dan terras
bangku datar (bawah)
Gambar I.6 - Sistem terras konvensional pada lahan sawah (kiri) dan pada
lahan kering (kanan)
Ada tiga macam saluran pembuang air yang dapat dibuat dalam sistem
konservasi tanah dan air, yaitu (1) saluran pengelak, (2) saluran terras, dan
(3) saluran berumput (grass waterways) (Gambar I.7). Saluran pengelak
dibuat di bagian atas lereng dari lahan pertanian, berfungsi untuk menangkap
air yang mengalir dari lereng di atasnya dan menyalurkannya ke saluran
berumput. Saluran terras berfungsi mengumpulkan air dari areal antar terras
dan menyalurkannya memotong lereng menuju ke saluran berumput. Saluran
berumput, yang biasanya berupa saluran alamiah yang terletak di bagian yang
rendah, berfungsi menyalurkan air yang berasal dari kedua saluran lainnya ke
arah bawah menuju sistem sungai. Saluran berumput direkomendasi untuk
lahan berkemiringan sampai 11 o, pada lahan yang lebih terjal, sampai
15o, saluran perlu dilapisi batu, pasangan, atau beton . Untuk lahan-lahan
perbukitan dengan lereng sangat terjal, saluran perlu dilengkapi dengan
bangunan terjunen.
Gambar I.7 - Sketsa tata letak saluran pembuang air dalam sistem
konservasi tanah dan air (dari Morgan, 1986)
6. Bangunan Satabilitas
Bangunan stabilisasi sangat penting artinya dalam rangka reklamasi
parit/selokan dan pengendalian erosi parit/selokan. Bangunan stabilisasi yang
umum berupa dam penghambat (check dam), balong, dan rorak. Bangunan-
bangunan tersebut berfungsi untuk mengurangi volume dan kecepatan aliran
permukaan, disamping juga untuk menambah masukan air tanah dan air
bawah tanah.
Dam penghambat (check dam) adalah bangunan yang dibuat melintang parit
atau selokan yang berfungsi untuk menghambat kecepatan aliran dan
menangkap sedimen yang dibawa aliran sehingga kedalaman dan kemiringan
parit berkurang (Gambar I.8). Bangunan ini biasanya dibuat dari bahan lokal
yang tersedia, misalnya kayu, tanah, atau batu. Bangunan ini mempunyai
resiko kegagalan yang tinggi, namun dapat memberikan stabilisasi sementara
dan dapat dikombinasikan dengan sistem agronomi.
Gambar I.8 - Bangunan check dam dari beton (kiri) dan bronjong (kanan)
Ada beberapa tipe balong yang dikenal, yaitu (a) balong galian (digaout
ponds) sumber air utamanya berasal dari air tanah, (b) balong aliran
permukaan (surface water ponds), (c) balong mata atau sungai kecil (spring-
fed atau creek-fed ponds), (d) balong by-pass (off-stream ponds atau by-pass
ponds).
Rorak (silt pit) adalah bangunan yang dibuat dengan menggali lubang
sedalam 60 cm, lebar 50 cm, dengan panjang 4 sampai 5 meter. Rorak dibuat
memanjang sejajar garis kontur atau memotong lereng. Jarak kesamping
antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar antara 10 sampai 15 meter,
sedangkan jarak ke arah lereng berkisar antara 10 meter, untuk lereng yang
agak curam) sampai 20 meter untuk lahan yang landai. Banguan ini berfungsi
untuk menangkap air dan tanah yang tererosi, sehingga terjadi pengisian air
tanah dan mengurangi erosi.
Bahan pemantap tanah yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut
(Seta,1987):
Mempunyai sifat yang adhesif serta dapat bercampur dengan tanah secara
merata.
Dapat merubah sifat hidrophobik atau hidrophilik tanah, yang dengan demikian
dapat merubah kurva penahanan air tanah.
Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, yang berarti mempengaruhi
kemampuan tanah dalam menahan air.
Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai, tidak terlalu singkat dan
tidak terlalu lama.
Tidak bersifat racun (phytotoxix) dan harganya terjangkau (murah).
Beberapa macam bahan pemantap tanah yang banyak digunakan dalam rangka
konservasi tanah dan air dapat dilihat pada Gambar berikut. Cara kerja bahan
pemantap tanah tersebut dapat digambarkan dengan contoh penggunaan
Polyacrylamide (PAM) di bawah ini.
pemanfaatan sumber daya air secara efisien, dan keterampilan tentang upaya
penanggulangan. Penguasaan keterampilan tersebut akan meningkatkan
efektivitas peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
Pengembangan kapasitas masyarakat.
Pengembangan kapasitas masyarakat diperlukan untuk dapat ikut serta dalam
proses pengambilan kebijakan, terutama dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan. Pengembangan kapasitas masyarakat
sebenarnya merupakan serangkaian kegiatan seperti yang diuraikan
sebelumnya, namun dalam program ini perlu ditekankan pentingnya
kemampuan dan peluang masyarakat untuk dapat mengartikulasikan
kepentingannya melalui kelompok atau lembaga sosial. Sasaran utama
program ini adalah meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dan
kemampuan berinisiatif.
Pengembangan kualitas diri.
Kualitas masyarakat dalam pengalolaan sumber daya air perlu ditingkatkan
untuk menjawab dua tantangan sekaligus, yaitu (1) upaya mengatasi masalah
perekonomian, baik untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan pokok,
maupun dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang lebih luas dan (2)
upaya mengatasi masalah kerusakan alam, yaitu untuk mengurangi tekanan
terhadap sumber daya air sebagai akibat makin meningkatnya aktifitas manusia
di wilayah tersebut. Pengembangan diri tersebut termasuk pengembangan
kualitas manusia, baik secara perorangan maupun kelompok untuk mengisi
kebutuhan tenaga kerja yang kian beragam. Peningkatan kualitas manusia
diharapkan dapat mendorong terjadinya diversifikasi lapangan kerja dan
sumber penghasilan penduduk setempat sehingga mampu mengurangi
kecenderungan usaha yang dapat mengakibatkan kerusakan kondisi sumber
daya air. Program pengembangan kualitas manusia ini selain dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan juga dengan cara membentuk kerjasama
antar lembaga-lembaga sosial dan ekonomi, baik di lingkungan desa, bahkan
antar wilayah. Penyiapan tenaga kerja untuk mengantisipasi perkembangan
kegiatan pembangunan di wilayah sekitar sumber air dan wilayah lain di
sekitarnya perlu dilakukan scara proaktif dengan dilandasi oleh pandangan jauh
ke depan.
Krib adalah bangunan yang dibuat mulai dari tebing sungai ke arah tengah
guna mengatur arus sungai, dengan tujuan utama:
- Mengatur arus sungai
- Mengurangi kecepatan arus sungai sepanjang tebing sungai, mempercepat
sedimentasi dan menjamin keamanan tanggul atau tebing sungai terhadap
gerusan.
Secara garis besar ada 3 jenis konstruksi krib yaitu: tipe permeabel, tipe
impermeabel, dan tipe semi-permeabel. Ambang atau drempel (groundsill)
adalah bangunan yang dibuat menyilang sungai untuk menjaga agar dasar
sungai tidak turun secara berlebihan. Penurunan yang berlebihan dapat
disebabkan oleh turunnya suplai sedimen dari hulu karena dibangunnya waduk
atau check dam atau oleh penambangan batu atau pasir yang berlebihan.
Penurunan dasar sungai juga dapat disebabkan oleh bangunan sudetan yang
memendekkan alur sungai dan kemiringan dasar sunagi menjadi lebih tinggi.
1.4 Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan konservasi secara agronomis?
2. Sebutkan fungsi konservasi secara mekanis?
3. Apa yang dimaksud dengan pengolahan tanah?
1.5 Rangkuman
Kegiatan konservasi DAS dan tata ruang meliputi :
1. Pengaruh tata ruang pada banjir.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi
dominan kepada aliran permukaan (run-off). Suatu kawasan hutan bila diubah
menjadi permukiman maka yang terjadi adalah bahwa hutan yang bisa
menahan run-off cukup besar diganti menjadi pemukiman dengan resitensi
run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran permukaan tanah yang
menuju sungai dan hal ini berakibat adanya peningkatan debit sungai yang
besar.
2. Jenis kegiatan konservasi DAS:
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi
tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3)
secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi
untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah
PENUTUP
A. Simpulan
Modul ini menjelaskan mengenai konservasi DAS dan tata ruang. Adapun
kegiatan konservasi DAS dan tata ruang meliputi :
Pengaruh tata ruang pada banjir.
Kegiatan konservasi DAS secara agronomis, secara mekanis, secara kimia
serta pemberdayaan masyarakat terkait kegiatan konservasi DAS.
Pengendalian erosi dan sedimentasi meliputi: pencegahan erosi alur, dan
membangun bangunan pengatur sungai.
B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail pengendalian banjir dan ketentuan
pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif
mengenai pengendalian banjir.
EVALUASI FORMATIF
A. Soal
1. Penyebab utama banjir adalah...
a. Drainase
b. Tata guna lahan
c. Rob
d. Hujan terus-menerus
e. Tidak adanya bendungan
2. Berikut ini jenis-jenis konservasi DAS, kecuali...
a. Agronomis
b. Mekanis
c. Kimiawi
d. Pemberdayaan masyarakat dalam konservasi
e. Fisik
3. Konservasi secara mekanis mempunyai fungsi berikut, kecuali...
a. Memperlambat aliran permukaan
b. Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
c. Mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan.
d. Memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah
e. Menyediakan air bagi tanaman.
4. Tujuan utama pengolahan tanah adalah seperti berikut, kecuali...
a. Mengganti tanaman sesuai musimnya
Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
memahami konservasi DAS dan tata ruang. Proses berbagi dan diskusi dalam
kelas dapat menjadi pengayaan akan materi konservasi DAS dan tata ruang.
Untuk memperdalam pemahaman terkait materi konservasi DAS dan tata ruang,
diperlukan pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau
pada modul-modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi
modul-modul yang ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman
yang utuh akan pengendalian banjir.
Kodoatie, Robert J., 2012. Tata Ruang Air Tanah. xxvi + 514 = 540 Halaman.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2013. Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andy,
Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015
tentang Penetapan Wilayah Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26 Tahun 2015
tentang Pengalihan Alur Sungai dan/atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27 Tahun 2015
tentang Bendungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, dan Garis Sempadan Danau.
Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset, Yogyakarta.
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN
Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.
Adapun kunci jawaban dari soal latihan pada setiap materi pokok, sebagai
berikut :
Latihan Materi Pokok 1
1. Konservasi tanah dan air secara agronomis adalah penggunaan tanaman
atau tumbuhan dan sisa tanaman dengan cara sedemikian rupa sehingga
dapat mengurangi laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh dan jumlah daya rusak aliran permukaan.
2. Konservasi secara mekanis mempunyai fungsi:
memperlambat aliran permukaan
menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
memperbesar kapasitas infiltrasi air kedalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah
menyediakan air bagi tanaman.
3. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat
tumbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran,
membalikkan tanah sehingga sisa-sisa tanaman terbenam didalam tanah,
dan memberantas gulma.