2017
MODUL 03
Modul 3 Pengelolaan Banjir Terpadu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Pengelolaan Banjir Terpadu sebagai materi inti/substansi
dalam Pelatihan Pengendalian Banjir. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang SDA.
Modul pengelolaan banjir terpadu disusun dalam 3 (tiga) bagian yang terbagi atas
Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
pengelolaan banjir terpadu. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini
lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan
manfaat bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN...................................................................................vi
PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Deskripsi Singkat................................................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran.........................................................................................1
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok..................................................................2
E. Estimasi Waktu...................................................................................................2
MATERI POKOK 1 PENGELOLAAN BANJIR TERPADU.....................................3
1.1 Karakteristik Banjir di Indonesia.........................................................................3
1.1.1 Gambaran Teknis Sungai dan Pulau.....................................................3
1.1.2 Kondisi Pulau-Pulau dan Karakter Banjirnya........................................7
1.2 Perubahan Paradigma.....................................................................................14
1.2.1 Pengendalian Banjir.............................................................................15
1.2.2 Manajemen Banjir................................................................................16
1.2.3 Pengendalian Banjir ke Manajemen Banjir.........................................17
1.3 Kerugian Banjir.................................................................................................20
1.3.1 Umum..................................................................................................20
1.3.2 Perhitungan Ekonomi Banjir................................................................22
1.3.3 Contoh Perhitungan Ekonomi Banjir...................................................26
1.4 Land Use Management....................................................................................30
1.4.1 Sempadan Sungai dan Danau............................................................30
1.4.2 Daerah Aliran Sungai...........................................................................33
1.5 Pengelolaan Sumber Daya Air (Water Resources Management)...................38
1.5.1 Hulu, Tengah dan Hilir.........................................................................39
1.5.2 Manajemen Banjir Terpadu.................................................................43
1.6 Risk Management............................................................................................46
1.6.1 Pengurangan Resiko Bencana............................................................47
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PETUNJUK PENGGUNAAN
Deskripsi
Modul pengelolaan banjir terpadu ini terdiri dari 1 (satu) materi pokok yang
membahas pengelolaan banjir terpadu.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan
baik materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Pengendalian
banjir. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih
dahulu materi yang berkaitan dengan pengelolaan banjir terpadu dari sumber
lainnya.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator,
adanya kesempatan diskusi dan studi kasus.
Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan
ajar.
Kompetensi Dasar
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-
tugas lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat
perlu upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus
diemban oleh Pegawai Negeri Sipil.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan/wawasan
mengenai sistem dan kegiatan pengelolaan banjir terpadu, melalui metode
ceramah interaktif, diskusi dan studi kasus. Keberhasilan peserta pelatihan dinilai
dari kemampuan memahami pengelolaan banjir terpadu.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan
mampu memahami pengelolaan banjir terpadu.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu menjelaskan
sistem dan kegiatan pengelolaan banjir terpadu.
E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Pengelolaan Banjir Terpadu” ini adalah 8 (delapan) jam pelajaran
(JP) atau sekitar 360 menit.
Lima pulau besar dengan luas > 100.000 km 2 memiliki sungai dengan luas DAS
bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Contoh sungai dengan luas
DASnya yang besar di pulau-pulau besar tersebut adalah sebagai berikut :
Sumatra: S. Singkil, S. Asahan, S. Aek Barumun, S. Rokan, S. Siak, S.
Kampar, S. Inderagiri, S. Batanghari, S. Musi, S. Tulang Bawang, S. Banyuasin,
S. Seputih, S. Mesuji
Kalimantan: S. Kapuas, S. Kahayan, S. Barito, S. Mahakam, S.Kayan, S.
Sesayap, S. Katingan, S. Berau, S. Mentaya, S. Kotawaringin, S. Seruyan, S.
Pawan, S. Sambas, S. Jelai, S. Sebangan
Jawa: S. Ciujung, S. Cisadane, S. Citarum, S. Cimanuk, S. Pemali, S. Serayu,
S. S. Progo, S. Serang, S. Bengawan Solo, S. Brantas.
Sulawesi: S. Bila Walanae, S. Sadang, S. Karama, S. Lariang, S. Larona, S.
Lasolo, S. Bongka, S. Randangan, S. Paguyaman, S. Bolango Bone, S.
Lombagin.
Papua: Kamundan, S. Sebyar, S. Omba, S. Wapoga Mimika, S. Mamberamo,
S. Tami, S. Apauvar, S. Noordwest, S. Einlanden, S. Digul, S. Bian, S. Kumbe,
S. Maro, S. Mapi, S. Beraur, S. Cemara
Lima puluh (50) sungai dengan DAS terluas di Indonesia ditunjukkan dalam Error:
Reference source not found.
Bila dibuat rangking dari luas DAS yang paling besar ke yang paling kecil untuk 50
sungai besar dalam Error: Reference source not found maka hasilnya dalam
bentuk diagram ditunjukkan dalam Error: Reference source not found.
99
100
90
79 79 77
80
70
60 55
50 45
40
32 32 31
30 26
19 19 19 17
20 17 16 15 15
14 14 13 13 12 12 12
10
0
s o to m si ri n n ul ar n n iri p n u lo a in n n in k il pi k
p ua r am ari k a Mu gha ay a nde Dig mp nga ok a rag ay a ay a era So tay ing uy a mu as ing Ma Sia
a e B a 5 n K la 9 a t i R d s h B g n a r r r u y u S 4 5
1K mb
3 ah
at
a 7 in K Ka 12 3In Se Ka 16 en Me w Se Ba an 23 2 2
4M 8E 10 11 1 14 15 7B 18 Kot
a 20 k B
M
a 6B 1 e 2 2
2 A
19 21
13
12
12 12
11 10
10
10 10
9 8
8 8 8
8 7 7 7
7 7 6 6 6
6 6 6
6 6 6 6 5 5 5
5
4
3
2
1
0
Se ai
La ji
As an
33 2S han
36 utih
Se g
m lo
Ka ro
a
Ba es t
T u oo an
30 g
34 e
ba n
La n
46 na
48 ma
em a
w m
Sa a
43 2La r
49 aur
27 tas
W bas
4 ya
37 es u
41 an
38 rian
45 ga
an
40 Eh
Se da
50 mb
ar
35 el
Ka s o
na r u
47 Ma
i
an
ro
w
B
an
ra
ng w
b
J
r
p
a
n
44 un
Bi am
w
Ko ita
28 Pa
Be
O
M
e
la rd
al
Br
C
31
26
la
29 N
39
10.000 km2 bilamana terjadi banjir di lokasi bagian hilir umumnya akan terjadi
genangan yang cukup luas dengan waktu genangan cukup lama (berhari-hari,
berminggu-minggu bahkan bisa bulanan). Dengan DAS yang luas proses
peningkatan banjir, erosi dan sedimentasi akan berlangsung gradual tidak instan
maka untuk karakteristik bencana sering disebut bencana merangkak (creeping
disaster).
Namun yang perlu diperhatikan dan dipahami adalah bila kondisi sungai sudah
rusak dan kritis maka perbaikan atau peningkatan sungai akan sangat sulit dan
biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal. Dengan kata lain apabila ratio Qmax
dan Qmin terlalu besar maka konsekuensinya bencana banjir akan terus terjadi
dan meningkat dari sisi luas, tinggi dan lama genangan. Dua penyebab utama
rusaknya DAS adalah penebangan hutan liar (illegal logging) dan penambangan.
Illegal logging ini disamping akan memperbesar debit puncak (Qmax) dan
memperkecil Qmin sekaligus juga akan meningkatkan erosi di hulu DAS dan
sedimentasi di sungai. Recovery (pemulihan) kondisi sungai akan memakan waktu
yang lama dan bahkan bisa terjadi tak bisa dipulihkan karena telah terjadi
perubahan fluvial geomorfology yang signifikan. Penambangan yang tidak
berwawasan lingkungan di samping akan meningkatkan run-off juga akan
menyebabkan erosi DAS dan sedimentasi sungai yang makin besar. Akibatnya
sungai akan menjadi lebih dangkal.
Sebaliknya sungai dengan luas DAS kecil namun di bagian hulunya mempunyai
kemiringan terjal maka akan terjadi banjir yang cepat (flash flood) dengan daya
rusak yang besar karena kuat arus (stream power) dari sungai-sungai tersebut
sangat besar. Waktunyapun relatif pendek (sesaat/instan).
Konflik ruang antara air dan manusia akibat pertumbuhan penduduk juga
menimbulkan peningkatan banjir yang signifikan. Umumnya yang terjadi adalah
berkurangnya kawasan lindung dan meningkatnya kawasan budidaya.
2. Kalimantan
Karakter morfologi untuk DAS dan sistem sungai Kalimantan cukup unik
karena luas CAT dan Non-CAT terhadap total luas pulau berturut-turut adalah
34 % dan 66 % dan juga dari sisi geologi Pulau Kalimantan adalah perisai
benua (craton) (KepPres No. 26 tahun 2011; Pusat Lingkungan Geologi 2007
dan 2009). Pengertian ini berarti umur batuan sudah tua yaitu antara tersier
(58 - 2 tahun lalu) atau sebelumnya. Katili (1974) menyebutkan umur batuan
di Kalimantan antara tersier (2 juta tahun lalu) sampai permian (286 juta tahun
yang lalu) (Thompson & Turk, 1989). Dengan umur tersebut maka wilayah
Kalimantan pada bagian tengah tidak mempunyai CAT. Umumnya CAT
dominan terletak di sepanjang pantai Kalimantan. Di Kalimantan hampir tak
ada gunung api dan gempa juga hampir tidak ada.
Genangan dan banjir yang terjadi pada sungai-sungai dengan DAS yang
besar akan berlangsung dalam waktu yang cukup panjang (harian, mingguan
bahkan bisa bulanan).
3. Sulawesi
Gunung berapi di Sulawesi hanya ada beberapa di Sulawesi Utara,
diantaranya: G. Ambang, G. Soputan, G. Sempu, G. Lokon-Empung, G.
Data gempa mulai Tahun 1970 sampai sekarang berdasarkan data dari UGS
menunjukkan Sulawesi sering terjadi gempa dan hanya di Sulawesi Selatan
sedikit gempa yang terjadi. Gempa-gempa ini jelas mempengaruhi kondisi
DAS dan sungai di Sulawesi.
Luas DAS di Sulawesi sangat bervariasi dari yang paling kecil sampai yang
paling besar. Jumlah DAS Sulawesi paling banyak di Indonesia. Morfologi
DAS juga berbeda. Kondisi geologi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi dipengaruhi oleh lengkung magma
(magmatic arc) berbeda dengan kondisi geologi di Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh zona subduksi (Katili, 1974). Sungai-
sungai dengan luas DAS yang kecil juga bervariasi sistem alirannya terutama
pada waktu banjir.
Sensitifitas aliran air terutama pada waktu banjir sangat tinggi dengan respon
kecepatannya cukup tinggi sehingga di sungai-sungai dengan DAS yang kecil
namun dengan kemiringan yang curam sering terjadi banjir bandang (flash
flood) dengan stream power yang besar dan dalam tempo yang relatif singkat.
Sering banjir bandang ini diikuti dengan erosi besar di DAS dan juga
sedimentasi yang besar di sistem jaringannya. Namun ada pula sungai
dengan luas DAS yang relatif besar dan bersifat Non-CAT yang bersifat
sebaliknya dibandingkan dengan sungai dengan DAS yang kecil.
4. Papua
Bagian Utara Papua, kondisi geologisnya terbentuk dari zona subduksi.
Bagian tengah Papua, kondisi geologisnya terbentuk dari magmatic arc
(sebelah Utara) dan zona subduksi (sebelah Selatan). Bagian mulai paling
Selatan (yaitu Merauke) lalu ke arah Barat Daya sampai ke Kabupaten Sorong
merupakan puncak benua Australia (Katili, 1974).
Di Pulau Papua sering terjadi gempa kecuali Papua bagian Selatan dan Barat
Daya. Di Bagian tengah ke Utara ada patahan besar yang membelah Papua.
Salah satu contohnya adalah Patahan Sorong yang terletak di Kepala Burung
Papua. Daerah Selatan dan Barat Daya Papua merupakan CAT dan luasnya
yang paling besar. Bagian tengah sampai Utara CAT dan Non-CAT silih
berganti.
Salah satu dampak yang dapat dilihat adalah Sungai Mamberamo yang terus
berubah-ubah, terjadi banyak meander di bagian hulu dan bagian tengah
sungai. Perubahan sungai ini ditunjukkan dalam Error: Reference source not
found.
b. Detail A Gambar a.
c. Detail B Gambar b.: banyak meander (walau terletak di bagian tengah dan
hulu sungai), banyak bekas2 sungai lama dan oxbow lake
e. Data gempa dari Tahun 1970 sampai sekarang, patahan, arah dan gerakan
lempeng. Secara hipotesis merupakan beberapa penyebab perubahan
sungai.
Gambar I.3 - Sungai Mamberamo yang terus berubah-ubah sepanjang
waktu (KepPres No. 12 Tahun 2012 dan Google Earth)
Gempa yang terjadi seperti dalam Error: Reference source not foundd saat ini
dan waktu yang akan datang masih akan terus berlangsung dan terjadi di
seluruh Indonesia karena adanya gerakan lempeng. Konsekuensinya secara
hipotesis gempa-gempa yang terjadi terus menerus merupakan salah satu
faktor utama dinamika serta perubahan sistem sungai yang ada.
luas di bawah 20.000 km2. Berdasarkan besaran luas pulau bisa dibuat
hipotesis seperti berikut:
Untuk pulau-pulau kecil (< 2.000 km2) maka dasar kajian dapat dilihat dari
tipe sungai yaitu berdasarkan kondisi hidrologi dan kondisi unstable dari sisi
erosi dan sedimentasi. Dasar kajian bisa lebih didetailkan lagi yaitu:
- Pulau-pulau CAT dan pulau-pulau Non-CAT.
- Kondisi topografi: untuk kemiringan curam umumnya terjadi banjir
dengan tipe cepat dan sebentar (flash flood). Dalam kondisi ini juga
terjadi erosi dan sedimentasi yang besar maka disamping flash flood
juga dapat terjadi banjir bandang dengan angkutan sedimen yang sangat
besar. Pada kondisi ini stream power akan menjadi sangat besar karena
massa aliran air bercampur sedimen jauh lebih besar dibandingkan
dengan mass aliran air saja.
- Kondisi regolith (selimut batuan). Kondisi regolith lebih dominan sebagai
variabel kajian dibandingkan dengan litologi (batuan) ataupun kondisi
akibat dari kejadian secara geologis (sejarah)
Untuk pulau-pulau dengan luas > 2.000 km 2 namun < 20.000 km2 maka
untuk kajian fluvial system, faktor-faktor hidrologi, sejarah, litologi, CAT dan
Non-CAT mempunyai tingkat besaran analisis (order of magnitude analysis)
yang seimbang.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi
aktifitas sebagai berikut:
Mengenali besarnya debit banjir.
Mengisolasi daerah genangan banjir.
Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Dari uraian tersebut cukup sulit untuk mendefinisikan manajemen dengan benar.
Namun berikut ini dicoba dirangkum pengertian manajemen dari berbagai sumber
tersebut seperti ditunjukkan dalam ilustrasi Gambar I.4.
Gambar I.4 - Pengertian dan definisi manajemen (Kodoatie & Sjarief, 2010)
Dengan kondisi tata guna lahan yang sudah padat (adanya bangunan untuk
pemukiman, industri dll.) menyebabkan kenaikan run-off yang signifikan dan
pengurangan resapan air. Upaya perbaikan sungai dengan pelebaran akan
memberikan pengaruh maksimal dua kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran
ataupun pengerukan sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan lancar. Perlu
diperhatikan bahwa pelebaran sungai/drainase harus dipertahankan sampai ke
lokasi sungai paling hilir (di muara) artinya kajian morfologi sungai perlu dilakukan
secara menyeluruh.
Bilamana dilakukan pelebaran namun pada lokasi tertentu di bagian hilir tidak
dapat dilebarkan maka akan terjadi penyempitan alur sungai (bottleneck). Hal ini
akan menyebabkan daerah hulu yang sudah dilebarkan akan kembali ke posisi
lebar semua.
Di samping itu setelah dilebarkan potensi kembali ke lebar sungai semula cukup
besar akibat sedimentasi dan morfologi sungai yang belum stabil, demikian pula
kedalaman sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman
semula akibat besarnya sedimentasi.
Oleh karena itu metode non-struktur harus dikedepankan lebih dahulu karena
pengaruh perubahan tata guna lahan mengkontribusi debit puncak di sungai
mencapai 5 sampai 35 kali debit semula. Metode struktur yang hanya memberikan
penurunan/reduksi debit jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan debit akibat
perubahan tata guna lahan atau degradasi lingkungan. Istilah populer yang
dipakai adalah flood control toward flood management (Hadimuljono, 2005). Flood
management berarti melakukan tindakan manajemen yang menyeluruh yaitu
gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur. Flood control lebih
dominan pada pembangunan fisik (atau dikenal dengan metode struktur). Hal ini
sebenarnya wajar apabila sebelumnya telah dilakukan kajian manajemen banjir
secara menyeluruh dengan salah satu rekomendasi adalah melakukan flood
control. Untuk lebih jelasnya metode tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.2.
Apabila perubahan tata guna lahan sudah bisa dipastikan sampai ke masa yang
akan datang, maka dapat diketahui debit rencana yang pasti melalui sungai
tersebut. Bilamana hal ini terjadi maka perbaikan sungai dengan metode struktur
dapat dilakukan.
Prioritas
I Metode Non-Struktur
- Manajemen DAS -Penanganan kondisi darurat
- Pengaturan tata guna lahan -Peramalan banjir
- Pengendalian erosi -Peringatan bahaya banjir
- Pengembangan daerah banjir-Asuransi
- Pengaturan daerah banjir-Law Enforcement
II Metode Struktur: Bangunan Pengendali Banjir
- Bendungan (dam)
- Kolam Retensi
- Pembuatan check dam (penangkap sedimen)
- Bangunan pengurang kemiringan sungai
- Groundsill
- Retarding Basin
- Pembuatan Polder
III Metode Struktur: Perbaikan & Pengaturan Sistem Sungai
- Perbaikan sistem jaringan sungai
- Pelebaran atau pengerukan sungai (river improvement)
- Perlindungan tanggul
- Pembangunan tanggul banjir
- Sudetan (by-pass)
- Floodway
dan populasi jumlah penduduk. Pengendalian banjir pada kenyataannya tak dapat
melindungi dengan sempurna, akibat potensi permasalahan dan kerugian yang
timbul meningkat dan berkembang terus. Dengan demikian potensi permasalahan
dan kerugian akibat banjir terus akan merupakan permasalahan yang selalu akan
mengancam di daerah dataran banjir, selama manusia menempati dan
melaksanakan kegiatan di daerah tersebut.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara jelas,
dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung.
Kerugian akibat banjir langsung, merupakan kerugian phisik akibat banjir yang
terjadi, berupa robohnya gedung sekolah, industri, rusaknya sarana transportasi
dan sebagainya. Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian
kesulitan yang timbul secara tak langsung yang diakibatkan oleh banjir, seperti
komunikasi, pendidikan, kesehatan, kegiatan bisnis terganggu dan sebagainya.
Analisis kerugian, potensi maupun alokasi dana untuk pengendalian banjir
diperlukan kehati-hatian dan peninjauan secara keseluruhan. Banjir adalah suatu
bencana yang merugikan baik harta maupun jiwa. Raden Saleh melukiskannya
dengan elok seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini.
Gambar I.5 - Gambar banjir di Jawa yang dilukis oleh Raden Saleh
(Sumber: http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:
A_Flood_on_Java_1865-1876_Raden_Saleh.jpg&filetimestamp
=20090905034439)
Tabel berikut menunjukkan banjir hebat yang menyebabkan kematian 100 ribu
jiwa atau lebih.
Tabel 1.3 - Bencana banjir dengan kerugian jiwa 100 ribu atau lebih
(http://en.wikipedia.org/wiki/Flood)
No Tahu
Kejadian Kematian Negara
. n
1 Banjir Cina 1931 2,5 - 3,7 juta Cina 1931
Banjir Sungai Kuning (Huang He)
2 900 ribu - 2 juta China 1887
1887
Banjir Sungai Kuning (Huang He)
3 500 - 700 ribu China 1938
1938
Kegagalan Bendungan Banqiao
akibat Taifun Nina. Sekitar 86.000
4 231.000 Cina 1975
tewas karena banjir dan 145.000
lainnya karena penyakit akibat banjir.
Indonesi
5 Tsunami Samudra Hindia 230.000 2004
a
6 Banjir Sungai Yangtze 1935 145.000 Cina 1935
7 Banjir St. Felix, banjir badai 100.000+ Belanda 1530
Vietnam
8 Banjir Hanoi dan Delta Sungai Merah 100.000 1971
Utara
Kerugian akibat banjir dapat dibagi menjadi 4, yaitu (Le Groupe AFH International,
1994; Kodoatie, 1995):
Kerusakan fisik yang langsung (direct physical lost)
Kerugian tidak langsung (indirect lost)
Kerugian tidak nyata (intangible lost)
Keuntungan perluasan dan pengembangan tanah di masa dating
tempat spesifik. Salah satu perhitungan jenis kerusakan banjir dapat dipakai
contoh berikut:
Kerusakan alat, misal tv = (unit harga) x (jumlah unit)
Rumah = (unit harga) x (tinggi genangan) x (jumlah unit)
Sawah = (unit harga) x (tinggi) x (jumlah hektar)
Perlu dicatat bahwa dengan data detail (misal survey langsung di daerah
bencana) kerusakan bisa dicari lebih akurat.
5. Keuntungan Gabungan
Merupakan jumlah dari 1. sampai 4. Keuntungan gabungan ini dapat
disebutkan sebagai manfaat adanya pengendalian banjir yang dilakukan.
Manfaat ini dapat dihitung berdasarkan nilai tahunan atau nilai sekarang
(present value).
Perlu dicatat bahwa apabila proyek yang dilakukan hanya khusus untuk
pengendalian banjir maka keuntungan gabungan merupakan jumlah 1) dan 4)
seperti yang telah disebutkan. Namun bilamana di samping untuk
pengendalian banjir maka dimungkinkan proyek dipakai untuk manfaat lain.
Misal untuk pengendalian banjir perlu dibangun sebuah waduk maka ada
manfaat lain yang didapat seperti pariwisata, air minum, air irigasi, PLTA dll.
Untuk analisis, ilustrasi dalam Error: Reference source not found bukan sebagai
lokasi dasar perhitungan namun hanya contoh atau gambaran penggalan sungai
yang akan diperbaiki dan salah satu bagian dari daerah yang akan dilindungi.
Dengan kata lain hasil analisis hanya merupakan contoh bagaimana perhitungan
ekonomi banjir dibuat. Hasil analisis adalah sebagai berikut (Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UNDIP, 2000):
Kajian hidrologi dan hidrolika menyebutkan debit banjir rencana adalah debit
dengan periode ulang Q5.
River improvement dilakukan dengan pelebaran dan pengerukan sungai.
1. Perhitungan biaya
Biaya yang diperlukan ditunjukkan dalam Error: Reference source not found
Tabel 1.4 - Uraian biaya river improvement
2. Perhitungan manfaat
Hasil pengumpulan data dan kompilasi ditunjukkan dalam Error: Reference
source not found
Tabel 1.5 - Pengumpulan data dan kompilasi data
No. Uraian Jumlah Dimensi
1 Luas wilayah tergenang: 1800 * 1200 = 2.160.000 m2
2 Luas terbangun 80 % luas wilayah tergenang = 1.728.000 m2
Penduduk: Kelurahan A = 5639, Kel. B =5481 dan Kel. C =14382
3 25.502 orang
→ Total penduduk =
4 Jumlah KK A =1168, KK B= 1368 dan KK C = 2742, total = 5.278 KK
5 Penduduk yang tergenang 50% dari total = 12.751 orang
Total Kepala Keluarga (KK) yang tergenang dengan asusmsi 1
6 2.639 KK
KK = 5 orang:
7 Ceking: tiap KK berisi = jumlah penduduk dibagi jumlah kk 4,83 orang
B/C > 1
B – C > 0 atau positif
IRR (%) lebih besar dengan tingkat suku bunga yang berlaku
a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di
sekitarnya;
b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang
ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus
menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan
c. daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi.
kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai kecil
tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditentukan paling sedikit 50
(lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai.
c. Sungai Bertanggul Di Dalam Kawasan Perkotaan
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan,
ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul
sepanjang alur sungai.
d. Sungai Bertanggul Di Luar Kawasan Perkotaan
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditentukan
paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang
alur sungai.
e. Sungai Yang Terpengaruh Pasang Air Laut
Penentuan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang air laut,
dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan garis sempadan
sungai yang telah dijelaskan sebelumnya yang diukur dari tepi muka air
pasang rata-rata.
f. Mata Air
Garis sempadan mata air, ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit
berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.
bahan, dan sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan operasi dan
pemeliharaan sungai.
Nilai tingkat kualitas suatu DAS atau sub-DAS, dapat diukur dari dua parameter
yang secara teoritis dan praktis dapat dianalisa untuk digunakan. Parameter
tersebut adalah tingkat erosi yang alami, dalam hal ini sedimen, dan fluktuasi debit
sungai yang mengalir dalam beberapa kondisi curah hujan yang berbeda.
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh
faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah
(topografi), tanah, dan manusia. Apabila salah satu dari faktor-faktor tersebut
mengalami perubahan, maka akan mempengaruhi juga ekosistem DAS.
Sedangkan perubahan ekosistem, juga akan menyebabkan gangguan terhadap
bekerjanya fungsi DAS, sehingga tidak sebagaimana mestinya.
Daerah sungai adalah bagian-bagian dari sungai yang meliputi alur sungai (bagian
sungai yang dibatasi oleh bibir-bibir sungai), bantaran, tanggul-tanggul dan
Secara teknis sungai mempunyai dua fungsi atau tugas utama yaitu :
a. Fungsi Hidrologis yaitu pematus akhir dari sistem hidrologi sebelum
mengalirkan air banjir kelaut.
Air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian meresap ke dalam tanah
selebihnya akan menjadi larian. Air hujan ini kesemuanya akan menuju badan
air yang disebut dengan sungai. Kemudian air hujan yang terkumpul ini dengan
sifat sungai akan dialirkan ke laut dengan gaya gravitasi.
b. Fungsi morpologis sebagai pengangkut bahan-bahan pelapukan.
Sungai disamping mengalirkan air sering diikuti dengan sedimen. Bila kita lihat
aliran sungai saat ini airnya pasti tidak jernih. Apalagi bila di Daerah Aliran
Sungai kondisinya sudah rusak (gundul) dipastikan sedimen yang ikut dengan
aliran sungai bertambah.
1. Hulu
Bagian atas adalah bagian hulu yang terletak di lereng gunung sehingga
kecepatan alirannya masih tinggi. Pada bagian ini kecepatan aliran banjir
dapat mencapai puluhan m/dt. Bahkan ada yang mencapai kecepatan + 40
m/dt. Mengingat tanah dasar sungai terdiri dari macam-macam tanah, profil
memanjang sungai pada bagian ini sangat tidak beraturan ada yang curam,
ada yang landai, ada yang silih berganti antara datar dan curam. Oleh karena
kecepatan yang tinggi maka pada bagian ini terjadi pengikisan yang banyak,
benda-benda yang diangkut ke hilir (pada musim banjr) bukan hanya sedimen
tetapi juga batuan dan kerikil. Oleh karena pengikisan banyak maka bagian
atas (hulu) dari sungai disebut zona pengikisan.
2. Tengah
Aliran sungai di bagian tengah sudah agak tenang meskipun kemiringan rata-
rata dasar sungai masih agak curam. Kecepatan aliran banjir masih dapat
mencapai 5 m/dt. Benda-benda besar dan kasar yang terkikis dari bagian atas
mulai mengendap di bagian tengah ini. Sedimen yang halus masih terangkut
terus ke hilir. Sebenarnya pada bagian ini terdapat pengendapan sedimen,
tetapi pengikisanpun selalu mengimbangi sedimentasi tersebut.
Karena bagian ini terjadi pengendapan dan pengikisan, maka pada bagian ini
sering disebut zone keseimbangan. Pengertian keseimbangan pada kondisi
sungai secara khusus atau dalam hidrologi secara umum tidak ada dalam arti
yang sebenarnya. Dalam hidrologi kita mengatakan seimbang jika dalam 1 - 2
generasi tidak kelihatan perubahan-perubahan yang nyata.
3. Hilir
Pada sungai di bagian bawah, kecepatan aliran adalah kecil. Kecepatan aliran
banjir-pun mungkin hanya sekitar 2 m/dt. Daerah sekitar sungai adalah
dataran, jadi tinggi muka air sungai tidak banyak berbeda dengan permukaan
tanah daerah sekelilingnya. Sehingga pada musim banjir airnya sering meluap
di sekitarnya. Pada bagian bawah ini arah sungai sudah tidak stabil, karena di
bagian ini sungai tersebut membentuk sendiri arah alirannya. Sungai kelihatan
berkelok-kelok yang disebut meandering.
Pada bagian bawah ini, pengendapan akan melebihi pengikisan, terutama jika
dibagian atas dan tengah terjadi erosi yang cukup besar. Disamping itu pada
bagian bawah ini sering dijumpai sungai Alluvial. Sungai Alluvial adalah sungai
yang mengalir di atas dasar (alluvial) yang dibentuk oleh sungai itu sendiri, Hal
ini terjadi karena dasar sungai merupakan hasil pengendapan sungai itu
sendiri.
Sungai bagian bawah akhirnya bermuara dilaut. Muara sungai adalah
bertemunya suatu aliran dengan suatu badan/wadah penerima yang relatif
diam. Sebenarnya muara sungai itu dibedakan mejadi dua bagian pokok
antara lain.
a. Estuary
Secara Geomorphologis adalah tempat masuk air laut sejauh pasang.
Sedangkan secara Oceanografis adalah pasu setengah tertutup didaerah
pantai (semi enclosed coastal body of water) yang masih dipengaruhi oleh
air laut. Jadi estuary adalah tempat pencampuran air tawar dan air laut.
b. Inlet
Inlet adalah tempat keluar masuk pasang surut. Pada bagian ini sering
terjadi genangan air yang disebabkan oleh air pasang sering disebut
dengan ROB. Hal ini terjadi apabila muka tanah di daerah pantai lebih
rendah dari muka air laut saat pasang.
a. Kebijakan (Policy)
1. Penyiapan Kebijakan Manajemen Banjir Nasional
2. Kebijakan Yang Terkait Manajemen Banjir
3. Visi dan Misi Manajemen Banjir
A. Enabling Environment
c. Finansial
1. Pengertian Biaya dan Manfaat/Pendapatan
2. Kebijakan-Kebijakan Investasi
3. Pengembalian Biaya dan Kebijakan-Kebijakan Denda
4. Penilaian Investasi (Investment Appraisal)
5. Peran Sektor Swasta
a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi
1. Organisasi Lintas Batas Untuk Manajemen banjir
2. Dewan Air Nasional (National Apex Bodies) Khusus Untuk Manajemen Banjir
3. Organisasi Daerah Aliran Sungai (River Basin Organisations)
B. Peran2 Institusi & Pelaku
Resiko yang terjadi akibat banjir perlu diidentifikasi dan dianalisis terutama yang
berkaitan dengan resiko yang berdampak luas, agar konskuensi yang terjadi
akibat banjir dapat diterima oleh berbagi pihak dalam batas-batas yang dapat
ditolerir. Definisi Resiko menurut ISO/IEC Guide 73 dalam Hinsa (2007) dijelaskan
bahwa resiko dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian
dengan konskuensinya atau dengan akibatnya. Potensi kejadian dapat berupa
keuntungan (upside risk) atau bahaya terhadap keberhasilan (downside risk).
Resiko dapat juga didefinisikan sebagi pure risk dan speculative risk. Resiko murni
(pure risk) adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang jika terjadi pasti
menyebabkan kerugian, sedangkan resiko spekulasi, juga merupakan
kemungkinan terjadinya sesuatu, tetapi jika terjadi akibatnya mungkin rugi tapi
mungkin juga untung.
1.
2.
3.
1.6.1 Pengurangan Resiko Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Penyusunan perencanaannya
dikoordinasikan oleh Badan baik BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana) atau BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Perencanaan
penanggulangan bencana dilakukan melalui penyusunan data tentang resiko
bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi
yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
a. Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
b. Pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
c. Analisis kemungkinan dampak bencana;
d. Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
e. Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan
f. Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
1.7 Latihan
1. Jelaskan mengenai pengelolaan banjir terpadu yang anda ketahui!
2. Jelaskan perbedaan mengenai pengendalian banjir dan manajemen banjir!
3. Jelaskan mengenai karateristik banjir di Indonesia!
1.8 Rangkuman
Pengelolaan banjir terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir melalui
pendekatan pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai pesisir, dan
pengelolaan daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan memaksimumkan
keuntungan daerah bantaran banjir dan meminimumkan kehilangan nyawa dan
kerusakan harta benda dari banjir (Green dkk., 2004). Pengelolaan banjir terpadu
merupakan penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dari
pengelolaan banjir sub-sektor ke sektor silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
PENUTUP
A. Simpulan
Modul ini menjelaskan mengenai pengelolaan banjir terpadu. Pengelolaan banjir
terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir melalui pendekatan
pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai pesisir, dan pengelolaan
daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan memaksimumkan keuntungan
daerah bantaran banjir dan meminimumkan kehilangan nyawa dan kerusakan
harta benda dari banjir (Green dkk., 2004). Pengelolaan banjir terpadu merupakan
penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dari pengelolaan
banjir sub-sektor ke sektor silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas
lanjutan untuk dapat memahami detail pengendalian banjir dan ketentuan
pendukung terkait lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif
mengenai pengendalian banjir.
EVALUASI FORMATIF
A. Soal
1. Berikut ini 4 (empat) macam kerugian banjir menurut Le Groupe AFH
International 1994, kecuali...
a. Kerusakan fisik yang langsung (direct physical lost)
b. Kerusakan fisik yang tidak langsung (indirect physical lost)
c. Kerugian tidak langsung (indirect lost)
d. Kerugian tidak nyata (intangible lost)
e. Keuntungan perluasan dan pengembangan tanah di masa datang
2. Berikut ini beberapa kegiatan yang merupakan sumber kerusakan daerah
aliran sungai (DAS), kecuali...
a. Kesalahan sistem pertanian, kesalahan manajemen hutan dan
penggembalaan
b. Penambangan dan penggalian
Kodoatie, Robert J., 2012. Tata Ruang Air Tanah. xxvi + 514 = 540 Halaman.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2013. Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andy,
Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015
tentang Penetapan Wilayah Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26 Tahun 2015
tentang Pengalihan Alur Sungai dan/atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27 Tahun 2015
tentang Bendungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, dan Garis Sempadan Danau.
Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset, Yogyakarta.
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN
Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.
Adapun kunci jawaban dari latihan setiap materi pokok, sebagai berikut:
Latihan Materi Pokok 1
1. Pengelolaan banjir terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir
melalui pendekatan pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai
pesisir, dan pengelolaan daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan
memaksimumkan keuntungan daerah bantaran banjir dan meminimumkan
kehilangan nyawa dan kerusakan harta benda dari banjir (Green dkk., 2004).
Pengelolaan banjir terpadu merupakan penanganan integral yang
mengarahkan semua stakeholders dari pengelolaan banjir sub-sektor ke
sektor silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
2. Manajemen banjir berarti melakukan tindakan manajemen yang menyeluruh
yaitu gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur, sedangkan
pengendalian banjir lebih dominan pada pembangunan fisik (atau dikenal
dengan metode struktur).
3. Karateristik banjir di Indonesia
Sungai-sungai besar pada waktu musim penghujan akan mengalirkan debit
yang besar karena luas DAS yang besar, bilamana terjadi banjir di lokasi
bagian hilir umumnya akan terjadi genangan yang cukup luas dengan waktu
genangan cukup lama (ber-hari2, ber-minggu2 bahkan bisa bulanan). Dengan
DAS yang luas proses peningkatan banjir, erosi dan sedimentasi akan
berlangsung gradual tidak instan maka untuk karakteristik bencana sering
disebut bencana merangkak (creeping disaster).
Sebaliknya sungai dengan luas DAS kecil namun di bagian hulunya
mempunyai kemiringan terjal maka akan terjadi banjir yang cepat (flash flood)
dengan daya rusak yang besar karena kuat arus (stream power) dari sungai-
sungai tersebut sangat besar. Waktunyapun relatif pendek (sesaat/instan).