MODUL 03
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
pengembangan Modul Pengelolaan Banjir Terpadu sebagai materi inti/substansi
dalam Pelatihan Pengendalian Banjir. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang SDA.
Modul pengelolaan banjir terpadu disusun dalam 3 (tiga) bagian yang terbagi atas
Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
pengelolaan banjir terpadu. Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini lebih
menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa terbuka
dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan peraturan
yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat bagi
peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.
DAFTAR ISI
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 3 Pengelolaan Banjir Terpadu
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 - 50 sungai terbesar di pulau-pulau (KepPres No. 12 Tahun 2012) ........ 5
Tabel 1.2 - Dari flood control menuju flood management ..................................... 19
Tabel 1.3 - Bencana banjir dengan kerugian jiwa 100 ribu atau lebih ................... 22
Tabel 1.4 - Uraian biaya river improvement .......................................................... 28
Tabel 1.5 - Pengumpulan data dan kompilasi data ............................................... 28
Tabel 1.6 - Perhitungan kerugian dan keuntungan ekonomi banjir ....................... 29
Tabel 1.7 - Hasil analisis manfaat dan biaya: B/C, B - C dan IRR ........................ 30
Tabel 1.8 - Karateristik DAS dan perannya dalam pengelolaan DAS ................... 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 - DAS di Indonesia menurut KepPres No. 12 Tahun 2012 ................. 4
Gambar I.2 - 50 sungai dengan luas DAS terbesar sesuai .................................. 6
Gambar I.3 - Sungai Mamberamo yang terus berubah-ubah sepanjang waktu .. 13
Gambar I.4 - Pengertian dan definisi manajemen .............................................. 17
Gambar I.5 - Gambar banjir di Jawa yang dilukis oleh Raden Saleh .................. 21
Gambar I.6 - Ilustrasi suatu daerah untuk perhitungan ekonomi banjir ............... 27
Gambar I.7 - Skema daerah sungai ................................................................... 40
Gambar I.8 - Skema kondisi sungai ................................................................... 41
Gambar I.9 - Komponen-komponen Manajemen Banjir Terpadu ....................... 46
PETUNJUK PENGGUNAAN
Deskripsi
Modul pengelolaan banjir terpadu ini terdiri dari 1 (satu) materi pokok yang
membahas pengelolaan banjir terpadu.
Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan.
Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami pengelolaan
banjir terpadu. Setiap materi pokok dilengkapi dengan latihan yang menjadi alat
ukur tingkat penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi pada materi
pokok.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul ini, peserta pelatihan diharapkan dapat menyimak
dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat memahami dengan baik
materi yang merupakan materi inti/substansi dari Pelatihan Pengendalian banjir.
Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca terlebih dahulu
materi yang berkaitan dengan pengelolaan banjir terpadu dari sumber lainnya.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah dengan
kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Pengajar/Widyaiswara/Fasilitator, adanya
kesempatan diskusi dan studi kasus.
Alat Bantu/Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat Bantu/Media
pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/projector, Laptop, white board dengan spidol dan
penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/atau bahan ajar.
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami pengelolaan banjir terpadu.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka
pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dengan semakin bertambahnya volume dan kompleksitas tugas-tugas
lembaga pemerintahan dan silih bergantinya regulasi yang begitu cepat perlu
upaya-upaya preventif untuk memperlancar tugas-tugas yang harus diemban oleh
Pegawai Negeri Sipil.
B. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membekali peserta pelatihan dengan pengetahuan/wawasan
mengenai sistem dan kegiatan pengelolaan banjir terpadu, melalui metode ceramah
interaktif, diskusi dan studi kasus. Keberhasilan peserta pelatihan dinilai dari
kemampuan memahami pengelolaan banjir terpadu.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti seluruh rangkaian pembelajaran, peserta diharapkan mampu
memahami pengelolaan banjir terpadu.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan mampu menjelaskan
sistem dan kegiatan pengelolaan banjir terpadu.
E. Estimasi Waktu
Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata pelatihan “Pengelolaan Banjir Terpadu” ini adalah 8 (delapan) jam pelajaran
(JP) atau sekitar 360 menit.
MATERI POKOK 1
PENGELOLAAN BANJIR TERPADU
Lima pulau besar dengan luas > 100.000 km2 memiliki sungai dengan luas DAS
bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Contoh sungai dengan luas
DASnya yang besar di pulau-pulau besar tersebut adalah sebagai berikut :
Sumatra: S. Singkil, S. Asahan, S. Aek Barumun, S. Rokan, S. Siak, S. Kampar,
S. Inderagiri, S. Batanghari, S. Musi, S. Tulang Bawang, S. Banyuasin, S.
Seputih, S. Mesuji
Kalimantan: S. Kapuas, S. Kahayan, S. Barito, S. Mahakam, S.Kayan, S.
Sesayap, S. Katingan, S. Berau, S. Mentaya, S. Kotawaringin, S. Seruyan, S.
Pawan, S. Sambas, S. Jelai, S. Sebangan
Jawa: S. Ciujung, S. Cisadane, S. Citarum, S. Cimanuk, S. Pemali, S. Serayu, S.
S. Progo, S. Serang, S. Bengawan Solo, S. Brantas.
Sulawesi: S. Bila Walanae, S. Sadang, S. Karama, S. Lariang, S. Larona, S.
Lasolo, S. Bongka, S. Randangan, S. Paguyaman, S. Bolango Bone, S.
Lombagin.
Papua: Kamundan, S. Sebyar, S. Omba, S. Wapoga Mimika, S. Mamberamo, S.
Tami, S. Apauvar, S. Noordwest, S. Einlanden, S. Digul, S. Bian, S. Kumbe, S.
Maro, S. Mapi, S. Beraur, S. Cemara
Lima puluh (50) sungai dengan DAS terluas di Indonesia ditunjukkan dalam Error!
eference source not found..
Bila dibuat rangking dari luas DAS yang paling besar ke yang paling kecil untuk 50
sungai besar dalam Error! Reference source not found. maka hasilnya dalam
entuk diagram ditunjukkan dalam Error! Reference source not found..
100 99
90
79 79 77
80
70
60 55
50 45
40
32 32 31
30 26
19 19 19 17
20 17 16 15 15
14 14 13 13 12 12 12
10
13
12
12 12
11 10
10
10 10
9 8
8 8 8
8 7 7 7
7 7 6 6 6
6 6 6
6 6 6 6 5 5 5
5
4
3
2
1
0
Sungai-sungai tersebut pada waktu musim penghujan akan mengalirkan debit yang
besar karena luas DAS yang besar. Terutama pada sungai dengan DAS > 10.000
km2 bilamana terjadi banjir di lokasi bagian hilir umumnya akan terjadi genangan
yang cukup luas dengan waktu genangan cukup lama (berhari-hari, berminggu-
minggu bahkan bisa bulanan). Dengan DAS yang luas proses peningkatan banjir,
erosi dan sedimentasi akan berlangsung gradual tidak instan maka untuk
karakteristik bencana sering disebut bencana merangkak (creeping disaster).
Namun yang perlu diperhatikan dan dipahami adalah bila kondisi sungai sudah
rusak dan kritis maka perbaikan atau peningkatan sungai akan sangat sulit dan
biaya yang dibutuhkan akan sangat mahal. Dengan kata lain apabila ratio Qmax
dan Qmin terlalu besar maka konsekuensinya bencana banjir akan terus terjadi dan
meningkat dari sisi luas, tinggi dan lama genangan. Dua penyebab utama rusaknya
DAS adalah penebangan hutan liar (illegal logging) dan penambangan. Illegal
logging ini disamping akan memperbesar debit puncak (Qmax) dan memperkecil
Qmin sekaligus juga akan meningkatkan erosi di hulu DAS dan sedimentasi di
sungai. Recovery (pemulihan) kondisi sungai akan memakan waktu yang lama dan
bahkan bisa terjadi tak bisa dipulihkan karena telah terjadi perubahan fluvial
geomorfology yang signifikan. Penambangan yang tidak berwawasan lingkungan di
samping akan meningkatkan run-off juga akan menyebabkan erosi DAS dan
sedimentasi sungai yang makin besar. Akibatnya sungai akan menjadi lebih
dangkal.
Sebaliknya sungai dengan luas DAS kecil namun di bagian hulunya mempunyai
kemiringan terjal maka akan terjadi banjir yang cepat (flash flood) dengan daya
rusak yang besar karena kuat arus (stream power) dari sungai-sungai tersebut
sangat besar. Waktunyapun relatif pendek (sesaat/instan).
Konflik ruang antara air dan manusia akibat pertumbuhan penduduk juga
menimbulkan peningkatan banjir yang signifikan. Umumnya yang terjadi adalah
berkurangnya kawasan lindung dan meningkatnya kawasan budidaya.
kata lain karakter banjir kota akan identik dengan karakter banjir pulau tempat kota
itu berada. Berdasarkan kejadian Indonesia secara geologis dan keberadaan
gunung api serta sesuai dengan kondisi geologis saat ini maka beberapa karakter
banjir beberapa pulau besar diuraikan berikut ini.
2. Kalimantan
Karakter morfologi untuk DAS dan sistem sungai Kalimantan cukup unik karena
luas CAT dan Non-CAT terhadap total luas pulau berturut-turut adalah 34 %
dan 66 % dan juga dari sisi geologi Pulau Kalimantan adalah perisai benua
(craton) (KepPres No. 26 tahun 2011; Pusat Lingkungan Geologi 2007 dan
2009). Pengertian ini berarti umur batuan sudah tua yaitu antara tersier (58 - 2
tahun lalu) atau sebelumnya. Katili (1974) menyebutkan umur batuan di
Kalimantan antara tersier (2 juta tahun lalu) sampai permian (286 juta tahun
yang lalu) (Thompson & Turk, 1989). Dengan umur tersebut maka wilayah
Kalimantan pada bagian tengah tidak mempunyai CAT. Umumnya CAT
dominan terletak di sepanjang pantai Kalimantan. Di Kalimantan hampir tak ada
gunung api dan gempa juga hampir tidak ada.
Genangan dan banjir yang terjadi pada sungai-sungai dengan DAS yang besar
akan berlangsung dalam waktu yang cukup panjang (harian, mingguan bahkan
bisa bulanan).
3. Sulawesi
Gunung berapi di Sulawesi hanya ada beberapa di Sulawesi Utara, diantaranya:
G. Ambang, G. Soputan, G. Sempu, G. Lokon-Empung, G. Mahawu, G. Klabat
dan G. Tongkoko (Google Earth). Daerah Non-CAT sangat dominan yaitu
sebesar 80% dari seluruh Sulawesi sedangkan Daerah CAT hanya 20 % yang
umumnya di daerah pantai.
Data gempa mulai Tahun 1970 sampai sekarang berdasarkan data dari UGS
menunjukkan Sulawesi sering terjadi gempa dan hanya di Sulawesi Selatan
sedikit gempa yang terjadi. Gempa-gempa ini jelas mempengaruhi kondisi DAS
dan sungai di Sulawesi.
Luas DAS di Sulawesi sangat bervariasi dari yang paling kecil sampai yang
paling besar. Jumlah DAS Sulawesi paling banyak di Indonesia. Morfologi DAS
juga berbeda. Kondisi geologi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi
Tengah, Gorontalo dan Sulawesi dipengaruhi oleh lengkung magma (magmatic
arc) berbeda dengan kondisi geologi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Tenggara dipengaruhi oleh zona subduksi (Katili, 1974). Sungai-sungai dengan
luas DAS yang kecil juga bervariasi sistem alirannya terutama pada waktu
banjir.
Sensitifitas aliran air terutama pada waktu banjir sangat tinggi dengan respon
kecepatannya cukup tinggi sehingga di sungai-sungai dengan DAS yang kecil
namun dengan kemiringan yang curam sering terjadi banjir bandang (flash
flood) dengan stream power yang besar dan dalam tempo yang relatif singkat.
Sering banjir bandang ini diikuti dengan erosi besar di DAS dan juga
sedimentasi yang besar di sistem jaringannya. Namun ada pula sungai dengan
luas DAS yang relatif besar dan bersifat Non-CAT yang bersifat sebaliknya
dibandingkan dengan sungai dengan DAS yang kecil.
4. Papua
Bagian Utara Papua, kondisi geologisnya terbentuk dari zona subduksi. Bagian
tengah Papua, kondisi geologisnya terbentuk dari magmatic arc (sebelah Utara)
dan zona subduksi (sebelah Selatan). Bagian mulai paling Selatan (yaitu
Merauke) lalu ke arah Barat Daya sampai ke Kabupaten Sorong merupakan
puncak benua Australia (Katili, 1974).
Di Pulau Papua sering terjadi gempa kecuali Papua bagian Selatan dan Barat
Daya. Di Bagian tengah ke Utara ada patahan besar yang membelah Papua.
Salah satu contohnya adalah Patahan Sorong yang terletak di Kepala Burung
Papua. Daerah Selatan dan Barat Daya Papua merupakan CAT dan luasnya
yang paling besar. Bagian tengah sampai Utara CAT dan Non-CAT silih
berganti.
Salah satu dampak yang dapat dilihat adalah Sungai Mamberamo yang terus
berubah-ubah, terjadi banyak meander di bagian hulu dan bagian tengah
sungai. Perubahan sungai ini ditunjukkan dalam Error! Reference source not
ound..
b. Detail A Gambar a.
c. Detail B Gambar b.: banyak meander (walau terletak di bagian tengah dan
hulu sungai), banyak bekas2 sungai lama dan oxbow lake
e. Data gempa dari Tahun 1970 sampai sekarang, patahan, arah dan gerakan
lempeng. Secara hipotesis merupakan beberapa penyebab perubahan
sungai.
Gambar I.3 - Sungai Mamberamo yang terus berubah-ubah sepanjang
waktu (KepPres No. 12 Tahun 2012 dan Google Earth)
Gempa yang terjadi seperti dalam Error! Reference source not found.d saat
ni dan waktu yang akan datang masih akan terus berlangsung dan terjadi di
seluruh Indonesia karena adanya gerakan lempeng. Konsekuensinya secara
hipotesis gempa-gempa yang terjadi terus menerus merupakan salah satu
faktor utama dinamika serta perubahan sistem sungai yang ada.
banjir dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk pengendaliannya, dan proses
menuju manajemen banjir secara terpadu.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi
aktifitas sebagai berikut:
Mengenali besarnya debit banjir.
Mengisolasi daerah genangan banjir.
Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun
yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang
paling optimal.
Dari uraian tersebut cukup sulit untuk mendefinisikan manajemen dengan benar.
Namun berikut ini dicoba dirangkum pengertian manajemen dari berbagai sumber
tersebut seperti ditunjukkan dalam ilustrasi Gambar I.4.
Gambar I.4 - Pengertian dan definisi manajemen (Kodoatie & Sjarief, 2010)
Dengan kondisi tata guna lahan yang sudah padat (adanya bangunan untuk
pemukiman, industri dll.) menyebabkan kenaikan run-off yang signifikan dan
pengurangan resapan air. Upaya perbaikan sungai dengan pelebaran akan
memberikan pengaruh maksimal dua kali lipat saja, itupun bila proses pelebaran
ataupun pengerukan sebesar dua kali lipatnya bisa berjalan lancar. Perlu
diperhatikan bahwa pelebaran sungai/drainase harus dipertahankan sampai ke
lokasi sungai paling hilir (di muara) artinya kajian morfologi sungai perlu dilakukan
secara menyeluruh.
Bilamana dilakukan pelebaran namun pada lokasi tertentu di bagian hilir tidak dapat
dilebarkan maka akan terjadi penyempitan alur sungai (bottleneck). Hal ini akan
menyebabkan daerah hulu yang sudah dilebarkan akan kembali ke posisi lebar
semua.
Di samping itu setelah dilebarkan potensi kembali ke lebar sungai semula cukup
besar akibat sedimentasi dan morfologi sungai yang belum stabil, demikian pula
kedalaman sungai yang dikeruk menjadi dua kali akan kembali ke kedalaman
semula akibat besarnya sedimentasi.
Oleh karena itu metode non-struktur harus dikedepankan lebih dahulu karena
pengaruh perubahan tata guna lahan mengkontribusi debit puncak di sungai
mencapai 5 sampai 35 kali debit semula. Metode struktur yang hanya memberikan
penurunan/reduksi debit jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan debit akibat
perubahan tata guna lahan atau degradasi lingkungan. Istilah populer yang dipakai
adalah flood control toward flood management (Hadimuljono, 2005). Flood
management berarti melakukan tindakan manajemen yang menyeluruh yaitu
gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur. Flood control lebih
dominan pada pembangunan fisik (atau dikenal dengan metode struktur). Hal ini
sebenarnya wajar apabila sebelumnya telah dilakukan kajian manajemen banjir
secara menyeluruh dengan salah satu rekomendasi adalah melakukan flood
control. Untuk lebih jelasnya metode tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.2. Apabila
perubahan tata guna lahan sudah bisa dipastikan sampai ke masa yang akan
datang, maka dapat diketahui debit rencana yang pasti melalui sungai tersebut.
Bilamana hal ini terjadi maka perbaikan sungai dengan metode struktur dapat
dilakukan.
Umumnya untuk mengurangi banjir atau genangan yang terjadi dilakukan perbaikan
penampang sungai (sering disebut dengan istilah normalisasi walaupun istilah ini
kurang tepat). Perbaikan sungai yang dilakukan umumnya dengan melebarkan
sungai atau memperdalam (pengerukan) sungai. Sesungguhnya istilah normalisasi
kurang tepat, karena sebenarnya sungai (alami) sudah normal lalu mengapa harus
dinormalkan. Secara alami sungai hampir selalu merubah kondisi fisiknya sesuai
dengan perubahan yang terjadi di sungai. Sebagai contoh perubahan debit sungai
akan diikuti dengan perubahan morfologi sungai. Pengertian ini lebih dominan
meluruskan sungai, melebarkan atau memperdalam penampang, agar aliran air
lebih cepat dan kapasitas sungai menampung air lebih besar.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit diidentifikasi secara jelas,
dimana terdiri dari kerugian banjir akibat banjir langsung dan tak langsung. Kerugian
akibat banjir langsung, merupakan kerugian phisik akibat banjir yang terjadi, berupa
robohnya gedung sekolah, industri, rusaknya sarana transportasi dan sebagainya.
Sedangkan kerugian akibat banjir tak langsung berupa kerugian kesulitan yang
timbul secara tak langsung yang diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi,
pendidikan, kesehatan, kegiatan bisnis terganggu dan sebagainya. Analisis
kerugian, potensi maupun alokasi dana untuk pengendalian banjir diperlukan
kehati-hatian dan peninjauan secara keseluruhan. Banjir adalah suatu bencana
yang merugikan baik harta maupun jiwa. Raden Saleh melukiskannya dengan elok
seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini.
Gambar I.5 - Gambar banjir di Jawa yang dilukis oleh Raden Saleh
(Sumber: http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:
A_Flood_on_Java_1865-1876_Raden_Saleh.jpg&filetimestamp
=20090905034439)
Tabel berikut menunjukkan banjir hebat yang menyebabkan kematian 100 ribu
jiwa atau lebih.
Tabel 1.3 - Bencana banjir dengan kerugian jiwa 100 ribu atau lebih
(http://en.wikipedia.org/wiki/Flood)
5. Keuntungan Gabungan
Merupakan jumlah dari 1. sampai 4. Keuntungan gabungan ini dapat disebutkan
sebagai manfaat adanya pengendalian banjir yang dilakukan. Manfaat ini dapat
dihitung berdasarkan nilai tahunan atau nilai sekarang (present value).
Perlu dicatat bahwa apabila proyek yang dilakukan hanya khusus untuk
pengendalian banjir maka keuntungan gabungan merupakan jumlah 1) dan 4)
seperti yang telah disebutkan. Namun bilamana di samping untuk pengendalian
banjir maka dimungkinkan proyek dipakai untuk manfaat lain. Misal untuk
pengendalian banjir perlu dibangun sebuah waduk maka ada manfaat lain yang
didapat seperti pariwisata, air minum, air irigasi, PLTA dll.
Untuk analisis, ilustrasi dalam Error! Reference source not found. bukan sebagai
okasi dasar perhitungan namun hanya contoh atau gambaran penggalan sungai
yang akan diperbaiki dan salah satu bagian dari daerah yang akan dilindungi.
Dengan kata lain hasil analisis hanya merupakan contoh bagaimana perhitungan
ekonomi banjir dibuat. Hasil analisis adalah sebagai berikut (Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UNDIP, 2000):
Kajian hidrologi dan hidrolika menyebutkan debit banjir rencana adalah debit
dengan periode ulang Q5.
River improvement dilakukan dengan pelebaran dan pengerukan sungai.
1. Perhitungan biaya
Biaya yang diperlukan ditunjukkan dalam Error! Reference source not found.
Tabel 1.4 - Uraian biaya river improvement
2. Perhitungan manfaat
Hasil pengumpulan data dan kompilasi ditunjukkan dalam Error! Reference
ource not found.
Tabel 1.5 - Pengumpulan data dan kompilasi data
No. Uraian Jumlah Dimensi
1 Luas wilayah tergenang: 1800 * 1200 = 2.160.000 m2
2 Luas terbangun 80 % luas wilayah tergenang = 1.728.000 m2
Penduduk: Kelurahan A = 5639, Kel. B =5481 dan Kel. C =14382
3 25.502 orang
→ Total penduduk =
4 Jumlah KK A =1168, KK B= 1368 dan KK C = 2742, total = 5.278 KK
5 Penduduk yang tergenang 50% dari total = 12.751 orang
Total Kepala Keluarga (KK) yang tergenang dengan asusmsi 1
6 2.639 KK
KK = 5 orang:
7 Ceking: tiap KK berisi = jumlah penduduk dibagi jumlah kk 4,83 orang
1) sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima
ratus) Km2; dan
2) sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama
dengan 500 (lima ratus) Km2
Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan,
ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai. Garis sempadan sungai kecil tidak
bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditentukan paling sedikit 50 (lima
puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
c. Sungai Bertanggul Di Dalam Kawasan Perkotaan
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditentukan
paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur
sungai.
d. Sungai Bertanggul Di Luar Kawasan Perkotaan
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditentukan
paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang
alur sungai.
e. Sungai Yang Terpengaruh Pasang Air Laut
Penentuan garis sempadan sungai yang terpengaruh pasang air laut,
dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan garis sempadan
sungai yang telah dijelaskan sebelumnya yang diukur dari tepi muka air
pasang rata-rata.
f. Mata Air
Garis sempadan mata air, ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit
berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.
wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut kamus
Webster, DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang
menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan
seterusnya ke danau atau ke laut. Apapun definisi yang kita anut, DAS merupakan
suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses interaksi antara
faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap
ada masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di
dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut.
Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan
keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponen-komponen DAS yang
berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai dalam hal ini bertindak sebagai
prosessor.
Nilai tingkat kualitas suatu DAS atau sub-DAS, dapat diukur dari dua parameter
yang secara teoritis dan praktis dapat dianalisa untuk digunakan. Parameter
tersebut adalah tingkat erosi yang alami, dalam hal ini sedimen, dan fluktuasi debit
sungai yang mengalir dalam beberapa kondisi curah hujan yang berbeda.
dimana:
S = kemiringan rata-rata DAS (%)
M = panjang total kontur dalam DAS (m) N = interval kontur (m)
A = luas DAS (m2)
Untuk DAS yang sangat kecil, kemiringan rata-rata dapat diambil sebagai
nisbah antara beda tinggi antara titik tertinggi pada DAS dan outlet, terhadap
panjang rata-rata DAS.
d. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan oleh air yang
jatuh di titik terjauh dalam DAS untuk sampai ke outlet atau titik referensi
yang ditinjau. Waktu konsentrasi dapat diperkirakan dengan menggunakan
persamaan yang dikembangkan oleh Kirpich (1940):
𝐿1,15
𝑡𝑐 =
7,700𝐻 0,38
dimana:
tc = waktu konsentrasi (jam)
L = panjang DAS yang diukur searah dengan saluran utama, mulai dari
outlet sampai bagian paling hulu (feet)
H = beda elevasi antara titik tertinggi dalam DAS dan outlet.
Perlu diperhatikan dalam perhitungan H, perbedaan tinggi yang sangat
mencolok, misalnya tebing patahan/terjunan harus tidak dimasukkan dalam
perhitungan H.
Faktor lain yang berpengaruh meliputi (1) tanah dan penutup lahan, topografi,
geologi, orientasi DAS, hujan rata-rata tahunan, dan frekuensi sungai atau
kerapatan saluran.
Tabel 1.8 memperlihatkan karakteristik DAS dan pengaruhnya pada
pengelolaan DAS.
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh
faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi),
tanah, dan manusia. Apabila salah satu dari faktor-faktor tersebut mengalami
perubahan, maka akan mempengaruhi juga ekosistem DAS. Sedangkan
perubahan ekosistem, juga akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya
fungsi DAS, sehingga tidak sebagaimana mestinya.
visi tersebut, telah dipresentasikan dalam the Second Word Water Forum (Forum
Air Dunai Kedua) dan Ministerial Conference (Konferensi Para Menteri) yang
diadakan di Den Haag Maret, Negeri Belanda 17-22 Maret 2000. Dalam forum
tersebut para menteri yang hadir (termasuk Indonesia) telah berhasil
menandatangani Deklarasi Den Haag yang disebut Ministerial Declaration of the
Hague on Water Security in the 21st Century. Dalam kesepakatan tersebut
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) menjadi dasar dari langkah
pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Selanjutnya disepakati bahwa
masing-masing pemerintah negara penanda-tangan Deklarasi Den Haag
berkewajiban menindaklanjutinya dengan melaksanakan kerjasama untuk
mengubah prinsip-prinsip dasar yang disepakati menjadi program dan tindakan
nyata berdasarkan kemitraan dan sinergi antara Pemerintah, Masyarakat, dan
Stakeholder lainnya.
Daerah sungai adalah bagian-bagian dari sungai yang meliputi alur sungai (bagian
sungai yang dibatasi oleh bibir-bibir sungai), bantaran, tanggul-tanggul dan
sebagainya. Beberapa batasan/pengertian yang berkaitan dengan daerah sungai
adalah sebagai berikut :
a. Zona 1 : Bagian sungai tempat air sungai mengalir sepanjang tahun dan
daerah tempat tumbuhnya rumput dan tumbuh-tumbuhan lainnya serta tempat
lainnya yang mirip dengan daerah atau bagian sungai tempat air sungai mengalir
secara terus menerus.
b. Zona 2 : Bagian sungai tempat dibangunnya tanggul.
c. Zona 3 : Tanah bantaran sungai.
Secara teknis sungai mempunyai dua fungsi atau tugas utama yaitu :
a. Fungsi Hidrologis yaitu pematus akhir dari sistem hidrologi sebelum mengalirkan
air banjir kelaut.
Air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian meresap ke dalam tanah
selebihnya akan menjadi larian. Air hujan ini kesemuanya akan menuju badan air
yang disebut dengan sungai. Kemudian air hujan yang terkumpul ini dengan sifat
sungai akan dialirkan ke laut dengan gaya gravitasi.
b. Fungsi morpologis sebagai pengangkut bahan-bahan pelapukan.
Sungai disamping mengalirkan air sering diikuti dengan sedimen. Bila kita lihat
aliran sungai saat ini airnya pasti tidak jernih. Apalagi bila di Daerah Aliran Sungai
kondisinya sudah rusak (gundul) dipastikan sedimen yang ikut dengan aliran
sungai bertambah.
Secara topografis sungai menurut kemiringan/landai dasar sungai dari hulu sampai
muara dibagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Hulu (upstream)
b. Tengah (middle stream)
c. Hilir (downstream)
1. Hulu
Bagian atas adalah bagian hulu yang terletak di lereng gunung sehingga
kecepatan alirannya masih tinggi. Pada bagian ini kecepatan aliran banjir dapat
mencapai puluhan m/dt. Bahkan ada yang mencapai kecepatan + 40 m/dt.
Mengingat tanah dasar sungai terdiri dari macam-macam tanah, profil
memanjang sungai pada bagian ini sangat tidak beraturan ada yang curam, ada
yang landai, ada yang silih berganti antara datar dan curam. Oleh karena
kecepatan yang tinggi maka pada bagian ini terjadi pengikisan yang banyak,
benda-benda yang diangkut ke hilir (pada musim banjr) bukan hanya sedimen
tetapi juga batuan dan kerikil. Oleh karena pengikisan banyak maka bagian atas
(hulu) dari sungai disebut zona pengikisan.
2. Tengah
Aliran sungai di bagian tengah sudah agak tenang meskipun kemiringan rata-
rata dasar sungai masih agak curam. Kecepatan aliran banjir masih dapat
mencapai 5 m/dt. Benda-benda besar dan kasar yang terkikis dari bagian atas
mulai mengendap di bagian tengah ini. Sedimen yang halus masih terangkut
terus ke hilir. Sebenarnya pada bagian ini terdapat pengendapan sedimen,
tetapi pengikisanpun selalu mengimbangi sedimentasi tersebut.
Karena bagian ini terjadi pengendapan dan pengikisan, maka pada bagian ini
sering disebut zone keseimbangan. Pengertian keseimbangan pada kondisi
sungai secara khusus atau dalam hidrologi secara umum tidak ada dalam arti
yang sebenarnya. Dalam hidrologi kita mengatakan seimbang jika dalam 1 - 2
generasi tidak kelihatan perubahan-perubahan yang nyata.
3. Hilir
Pada sungai di bagian bawah, kecepatan aliran adalah kecil. Kecepatan aliran
banjir-pun mungkin hanya sekitar 2 m/dt. Daerah sekitar sungai adalah dataran,
jadi tinggi muka air sungai tidak banyak berbeda dengan permukaan tanah
daerah sekelilingnya. Sehingga pada musim banjir airnya sering meluap di
sekitarnya. Pada bagian bawah ini arah sungai sudah tidak stabil, karena di
bagian ini sungai tersebut membentuk sendiri arah alirannya. Sungai kelihatan
berkelok-kelok yang disebut meandering.
Pada bagian bawah ini, pengendapan akan melebihi pengikisan, terutama jika
dibagian atas dan tengah terjadi erosi yang cukup besar. Disamping itu pada
bagian bawah ini sering dijumpai sungai Alluvial. Sungai Alluvial adalah sungai
yang mengalir di atas dasar (alluvial) yang dibentuk oleh sungai itu sendiri, Hal
ini terjadi karena dasar sungai merupakan hasil pengendapan sungai itu sendiri.
Sungai bagian bawah akhirnya bermuara dilaut. Muara sungai adalah
bertemunya suatu aliran dengan suatu badan/wadah penerima yang relatif
diam. Sebenarnya muara sungai itu dibedakan mejadi dua bagian pokok antara
lain.
a. Estuary
Secara Geomorphologis adalah tempat masuk air laut sejauh pasang.
Sedangkan secara Oceanografis adalah pasu setengah tertutup didaerah
pantai (semi enclosed coastal body of water) yang masih dipengaruhi oleh
air laut. Jadi estuary adalah tempat pencampuran air tawar dan air laut.
b. Inlet
Inlet adalah tempat keluar masuk pasang surut. Pada bagian ini sering terjadi
genangan air yang disebabkan oleh air pasang sering disebut dengan ROB.
Hal ini terjadi apabila muka tanah di daerah pantai lebih rendah dari muka air
laut saat pasang.
Wilayah banjir dapat berupa bagian dari pengembangan wilayah baik perkotaan
(urban) dan perdesaan (rural) serta dapat juga merupakan bagian regional
administratif (pusat, provinsi, kabupaten/kota).
Adanya relasi antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Rencana PSDA dan manajemen banjir.
Adanya batas teknis (hidrologi), daerah aliran sungai (DAS) dan daerah aliran air
tanah atau cekungan air tanah/CAT (groundwater basin) dan daerah bukan CAT
(Non-CAT) yang pada kondisi wilayah tertentu bisa sama ataupun berbeda
dengan DAS.
Batas teknis (hidrologi) bisa sama ataupun berbeda dengan batas administrasi.
Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air
laut yang berada di darat.
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
Untuk aliran permukaan pembagian bisa dilihat dari daerah aliran sungai (batas
hidrologi) dan bisa dilihat dari batas administrasi (provinsi, kabupaten/kota).
Untuk air tanah pembagian wilayahnya terdiri atas CAT dan Non-CAT dan lebih
sulit imajinasinya karena terletak di dalam tanah dibandingkan dengan aliran
permukaan. Untuk CAT dibagi menjadi akuifer tertekan (confined aquifer) dan
akuifer bebas (unconfined aquifer).
Untuk sumber daya air pembagian dilihat dari wilayah sungai.
Manajemen banjir dapat dibagi dengan melihat alam (natural) atau buatan
manusia (man-made).
Sistem manajemen banjir dapat dilihat sebagai bagian dari infrastruktur
khususnya infrastruktur keairan.
Manajemen harus dipandang sebagai sesuatu yang integrated, comprehensive
and interdependency. John Muir (dalam Chesepeake Bay Program 1994)
menyimpulkan saling ketergantungan (interdependency) sebagai “When we try
to pick out anything by itself, we find it hitched everything else in the universe”
yang kira-kira artinya “apabila kita mencoba memilih/mengambil satu hal saja,
kita temui bahwa satu hal tersebut tertambat dan terikat pada semua hal”.
a. Kebijakan (Policy)
1. Penyiapan Kebijakan Manajemen Banjir Nasional
2. Kebijakan Yang Terkait Manajemen Banjir
3. Visi dan Misi Manajemen Banjir
A. Enabling Environment
c. Finansial
1. Pengertian Biaya dan Manfaat/Pendapatan
2. Kebijakan-Kebijakan Investasi
3. Pengembalian Biaya dan Kebijakan-Kebijakan Denda
4. Penilaian Investasi (Investment Appraisal)
5. Peran Sektor Swasta
a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi
1. Organisasi Lintas Batas Untuk Manajemen banjir
2. Dewan Air Nasional (National Apex Bodies) Khusus Untuk Manajemen Banjir
3. Organisasi Daerah Aliran Sungai (River Basin Organisations)
B. Peran2 Institusi & Pelaku
Resiko yang terjadi akibat banjir perlu diidentifikasi dan dianalisis terutama yang
berkaitan dengan resiko yang berdampak luas, agar konskuensi yang terjadi akibat
banjir dapat diterima oleh berbagi pihak dalam batas-batas yang dapat ditolerir.
Definisi Resiko menurut ISO/IEC Guide 73 dalam Hinsa (2007) dijelaskan bahwa
resiko dapat didefinisikan sebagai kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan
konskuensinya atau dengan akibatnya. Potensi kejadian dapat berupa keuntungan
(upside risk) atau bahaya terhadap keberhasilan (downside risk). Resiko dapat juga
didefinisikan sebagi pure risk dan speculative risk. Resiko murni (pure risk) adalah
kemungkinan terjadinya sesuatu yang jika terjadi pasti menyebabkan kerugian,
sedangkan resiko spekulasi, juga merupakan kemungkinan terjadinya sesuatu,
tetapi jika terjadi akibatnya mungkin rugi tapi mungkin juga untung.
Menurut pendapat Flanagan (1993) Manajemen resiko adalah sebuah sistem yang
bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh resiko yang dilakukan dalam kegiatan
bisnis atau proyek yang dapat dipergunakan untuk mengatasi bagaimana mengatur
resiko, kerangka kerja proses management resiko memiliki beberapa tahapan mulai
dari identifikasi resiko, klasifikasi resiko, analisis resiko, tindakan mitigasi dan
pengelolaan resiko.
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar
keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Pemerintah secara
berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang
dan pemenuhan standar keselamatan.
Dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang diatur tentang pengaturan mitigasi
bencana sebagai berikut :
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau terdiri dari ruang
terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% persen dari
luas wilayah kota.
Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas
wilayah kota.
Proporsi 30 % merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi (yang terkait dengan
mitigasi bencana hidroklimatologi) dan sistem mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih
yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika
kota.
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20% yang disediakan oleh
pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal
dapat lebih menjamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya
secara luas oleh masyarakat.
Akibat dari bencana alam skala besar yang terjadi pada wilayah tertentu dapat
merubah rencana Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.
1.7 Latihan
1. Jelaskan mengenai pengelolaan banjir terpadu yang anda ketahui!
2. Jelaskan perbedaan mengenai pengendalian banjir dan manajemen banjir!
3. Jelaskan mengenai karateristik banjir di Indonesia!
1.8 Rangkuman
Pengelolaan banjir terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir melalui
pendekatan pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai pesisir, dan
pengelolaan daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan memaksimumkan
keuntungan daerah bantaran banjir dan meminimumkan kehilangan nyawa dan
kerusakan harta benda dari banjir (Green dkk., 2004). Pengelolaan banjir terpadu
merupakan penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dari
pengelolaan banjir sub-sektor ke sektor silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
PENUTUP
A. Simpulan
Modul ini menjelaskan mengenai pengelolaan banjir terpadu. Pengelolaan banjir
terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir melalui pendekatan
pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai pesisir, dan pengelolaan
daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan memaksimumkan keuntungan
daerah bantaran banjir dan meminimumkan kehilangan nyawa dan kerusakan harta
benda dari banjir (Green dkk., 2004). Pengelolaan banjir terpadu merupakan
penanganan integral yang mengarahkan semua stakeholders dari pengelolaan
banjir sub-sektor ke sektor silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
B. Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini, peserta diharapkan mengikuti kelas lanjutan
untuk dapat memahami detail pengendalian banjir dan ketentuan pendukung terkait
lainnya, sehingga memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai
pengendalian banjir.
EVALUASI FORMATIF
A. Soal
1. Berikut ini 4 (empat) macam kerugian banjir menurut Le Groupe AFH
International 1994, kecuali...
a. Kerusakan fisik yang langsung (direct physical lost)
b. Kerusakan fisik yang tidak langsung (indirect physical lost)
c. Kerugian tidak langsung (indirect lost)
d. Kerugian tidak nyata (intangible lost)
e. Keuntungan perluasan dan pengembangan tanah di masa datang
2. Berikut ini beberapa kegiatan yang merupakan sumber kerusakan daerah aliran
sungai (DAS), kecuali...
a. Kesalahan sistem pertanian, kesalahan manajemen hutan dan
penggembalaan
b. Penambangan dan penggalian
c. Alinyemen dan kontruksi jalan yang tidak tepat
d. Perluasan kegiatan industri
e. Pembangunan yang berwawasan lingkungan
3. Berikut ini merupakan karateristik banjir di Indonesia, kecuali...
a. Sungai-sungai besar pada waktu musim penghujan akan mengalirkan debit
yang besar karena luas DAS yang besar
b. Waktu genangan berlangsung cepat karena banyak daerah pegunungan
c. Bilamana terjadi banjir di lokasi bagian hilir umumnya akan terjadi genangan
yang cukup luas dengan waktu genangan cukup lama
d. Proses peningkatan banjir, erosi dan sedimentasi akan berlangsung gradual
tidak instan
e. Karakteristik bencana sering disebut bencana merangkak (creeping disaster)
4. Berikut ini 3 (tiga) elemen utama pada manajemen banjir terpadu berdasarkan
Global Water Partnership (GWP, 2001) adalah...
a. The enabling environment, Stakeholders, Institutional roles
b. The enabling environment, Stakeholders, Management instruments
c. Stakeholders, Institutional roles, Management instruments
d. The enabling environment, Institutional roles, Management instruments
e. The enabling environment, Institutional roles, Regulation
5. Yang merupakan pentetapan garis sempadan sungai pada sungai tidak
bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah...
a. Paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga)
meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter
b. Paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai
c. Paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai
d. Paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur
sungai
e. Ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter
dari pusat mata air
Diharapkan dengan materi yang diberikan dalam modul ini, peserta dapat
memahami pengelolaan banjir terpadu. Proses berbagi dan diskusi dalam kelas
dapat menjadi pengayaan akan materi pengelolaan banjir terpadu. Untuk
memperdalam pemahaman terkait materi pengelolaan banjir terpadu, diperlukan
pengamatan pada beberapa modul-modul mata pelatihan terkait atau pada modul-
modul yang pernah Anda dapatkan serta melihat variasi-variasi modul-modul yang
ada pada media internet. Sehingga terbentuklah pemahaman yang utuh akan
pengendalian banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Kodoatie, Robert J., 2012. Tata Ruang Air Tanah. xxvi + 514 = 540 Halaman.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 2013. Rekayasa Manajemen Banjir Kota. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kodoatie R. J. dan Syarief R. 2013. Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu. Andy,
Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 4 Tahun 2015
tentang Penetapan Wilayah Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 26 Tahun 2015
tentang Pengalihan Alur Sungai dan/atau Pemanfaatan Ruas Bekas Sungai.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27 Tahun 2015
tentang Bendungan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 28 Tahun 2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai, dan Garis Sempadan Danau.
Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset, Yogyakarta.
GLOSARIUM
KUNCI JAWABAN
Berikut ini merupakan kumpulan jawaban atau kata kunci dari setiap butir
pertanyaan yang terdapat di dalam modul. Kunci jawaban ini diberikan dengan
maksud agar peserta pelatihan dapat mengukur kemampuan diri sendiri.
Adapun kunci jawaban dari latihan setiap materi pokok, sebagai berikut:
Latihan Materi Pokok 1
1. Pengelolaan banjir terpadu adalah proses keterpaduan pengelolaan banjir
melalui pendekatan pengelolaan tanah dan sumber daya air, daerah pantai
pesisir, dan pengelolaan daerah bencana pada suatu DAS dengan tujuan
memaksimumkan keuntungan daerah bantaran banjir dan meminimumkan
kehilangan nyawa dan kerusakan harta benda dari banjir (Green dkk., 2004).
Pengelolaan banjir terpadu merupakan penanganan integral yang
mengarahkan semua stakeholders dari pengelolaan banjir sub-sektor ke sektor
silang (Kodoatie & Sjarief, 2006).
2. Manajemen banjir berarti melakukan tindakan manajemen yang menyeluruh
yaitu gabungan antara metode non-struktur dan metode struktur, sedangkan
pengendalian banjir lebih dominan pada pembangunan fisik (atau dikenal
dengan metode struktur).
3. Karateristik banjir di Indonesia
Sungai-sungai besar pada waktu musim penghujan akan mengalirkan debit
yang besar karena luas DAS yang besar, bilamana terjadi banjir di lokasi bagian
hilir umumnya akan terjadi genangan yang cukup luas dengan waktu genangan
cukup lama (ber-hari2, ber-minggu2 bahkan bisa bulanan). Dengan DAS yang
luas proses peningkatan banjir, erosi dan sedimentasi akan berlangsung
gradual tidak instan maka untuk karakteristik bencana sering disebut bencana
merangkak (creeping disaster).
Sebaliknya sungai dengan luas DAS kecil namun di bagian hulunya mempunyai
kemiringan terjal maka akan terjadi banjir yang cepat (flash flood) dengan daya
rusak yang besar karena kuat arus (stream power) dari sungai-sungai tersebut
sangat besar. Waktunyapun relatif pendek (sesaat/instan).