Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Wilayah Sungai (WS) Citarum merupakan salah satu WS strategis di Indonesia.
Hal ini dikarenakan posisi dan pemanfaataannya tidak hanya bagi wilayah Jawa Barat
dan sekitarnya tetapi juga bagi penduduk DKI Jakarta dan Pulau Jawa. Akan tetapi
begitu banyak kompleks permasalahan yang dihadapi oleh Sungai Citarum.
Permasalahan ini berefek domino sehingga dibutuhkan sebuah penangan serius untuk
mengatasinya.
Salah satu permasalahan utama Sungai Citarum terutama wilayah hulu adalah
erosi dan sedimentasi. Erosi lahan kritis dan sangat kritis mencapai 31,4% dari total WS
Citarum. Dari jumlah itu terbesar berada di wilayah hulu. Akibat laju erosi yang sangat
cepat itu mengakibatkan tingkat sedimentasi yang cukup besar yaitu 7,9 ton / tahun di
DAS Citarum Hulu. Adapun detail jumlah sedimentasi di tiap sub das di Citarum Hulu
dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :

Gambar 1.1 Detail jumlah sedimentasi di Sub Das Citarum Hulu

Laju sedimentasi yang sangat besar di Citarum Hulu ini ternyata membawa dampak
besar terhadap percepatan pengendapan di Waduk Sangguling. Hal ini mengigat waduk
tersebut adalah waduk paling hulu diantara waduk cascade di Sungai Citarum. Sebagaimana
diketahui bahwa Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang berfungsi
sebagai pembangkit listrik dan penyediaan air untuk jaringan irigasi untuk daerah
layanannya. Akan tetapi tahun 2008, sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 84 juta m3 .
Laju sedimentasi di Waduk Saguling kini diperkirakan 4,2 juta m 3 per tahun atau 4.819.664
ton/tahun. Sedimentasi akan menurunkan fungsi bendungan dan mengganggu operasional
PLTA. Selain itu limbah industri dan domestik yang terbawa aliran sungai Citarum juga
memperburuk kondisi endapan yang ada di waduk Saguling.
Hal di atas membawa efek domino terhadap 2 waduk di hilirnya yaitu Waduk Cirata
dan Jatiluhur. Berdasarkan penelitian mengenai kualitas air waduk yang dilakukan Waduk
Cirata diketahui mengalami pencemaran berat dan juga sedimentasi. Hingga tahun 2000
endapan sedimentasi di waduk ini sudah mencapai 62,8 juta m 3. Sedangkan batas ekstrim
yang dirancang bagi endapan di waduk tersebut volumenya 79,3 juta m 3. Cepatnya laju
sedimentasi ini akibat dari penggundulan hutan di DAS Citarum terutama bagian hulu.
Kondisi tersebut menunjukan bahwa penanganan permasalahan sedimentasi di Sungai
Citarum memiliki peran penting dalam menjamin keberlangsungan fungsi waduk – waduk
yang ada di DAS Citarum, dimana waduk – waduk tersebut menunjang stabilitas ekonomi di
Provinsi Jawa Barat. Bukan hanya di Provinsi Jawa Barat, Sungai Citarum juga menyuplai air
baku untuk air minum untuk masyarakat di DKI Jakarta. Selain penyediaan air minum,
Sungai Citarum juga dimanfaatkan untuk perikanan, pertanian, peternakan, dan industri
sehingga Citarum merupakan penunjang perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP (Gross
Domestic Product).
Oleh karena itu dibutuhkan sebuah upaya penanganan serius dalam mengatasi
permasalahan sedimentasi di Sungai Citarum ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan dibangunnya bangunan Sabodam pada daerah DAS Citarum bagian hulu.
Tujuannya adalah mencegah efek domino dari masalah erosi dan sedimentasi ini.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan permasalahan yang akan dimunculkan dalam tulisan ini sebagai berikut

1. Berapa besar angkutan sedimen yang terjadi pada DAS Citarum Hulu?
2. Dimana letak sabodam yang mempunyai kinerja optimal pada DAS Citarum Hulu?
3. Apa tipe sabodam yang cocok pada DAS Citarum Hulu?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui besar angkutan sedimen yang terjadi pada DAS Citarum Hulu
2. Menentukan letak sabodam yang mempunyai kinerja optimal pada DAS Citarum
Hulu
3. Menentukan tip sabodam yang cocok pada DAS Citarum Hulu

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah, untuk mengetahui desain sabodam yang cocok pada DAS Citarum
Hulu
2. Bagi masyarakat, untuk mengetahui akibat dari tidak menjaga kelestarian hutan pada
DAS Citarum Hulu
3. Bagi CPNS, untuk mempelajari tahapan-tahapan perencanaan sabodam
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Umum
Dalam melakukan survey, ada 2 aspek yang diperlukan :
1. Fenomena alam
Hal ini mencakup karakteristik sedimen, struktur media, sumber sedimen, kondisi
hidrologi setempat, dan catchment area.
2. Tingkat efektifitas ekonomi wilayah
Hal ini mencakup efektifitas bangunan yang sudah ada sebelumnya dan bencana banjir
sedimen atau debris yang pernah terjadi.
Perencanaan sabo untuk mencegah bencana akibat aliran debris/sedimen yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga sungai yang bersangkutan dapat berfungsi secara
normal dan efektif ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu:
a. Pengendalian Banjir, dan
b. Rencana Pengembangan Sungai
Dasar perencanaan sabo yang dirumuskan untuk membuang sejumlah debris/sedimen
yang merusakkan pada suatu daerah sasaran. Jumlah yang merusakkan tersebut diatas berarti
sejumlah material debris yang mengalir sepanjang sungai di daerah hilir.
Titik Dasar (Basic Point) untuk perencanaan sabo ialah suatu titik batas untuk
menentukan jumlah debris/sedimen yang dibicarakan dan yang diijinkan. Titik dasar harus
diletakkan sedemikian agar supaya mudah untuk merumuskan perencanaan, yaitu:
a. Titik paling hilir pada suatu alur sungai,
b. Titik pertemuan sungai sampai sektor perbaikan sungai,
c. Titik tempat terdapat kekayaan dan lainnya yang bernilai,
d. Titik daerah transisi (daerah aliran debris dan daerah aliran sedimen).

Dalam menentukan bangunan sabo yang akan direncanakan, Dam Sabo terdiri dari 4
macam berdasarkan fungsinya, yaitu : (Haryono Kusumosubroto, 2009)
1. Check Dam
 Menampung Sedimen (storage)
 Mengontrol Sedimen (regulate)
 Menahan Sedimen (restrain)
 Menstabilkan Dasar Sungai
2. Dam Konsolidasi (< 5M)
 Menampung Sedimen (kecil)
 Mengontrol Sedimen (regulate)
 Menahan Sedimen (restrain)
3. Ambang Dasar ( Groundsill )
 Menampung Sedimen (kecil)
 Mengontrol Sedimen (regulate)
 Menahan Sedimen (restrain)
4. Dam Pengarah ( Dispersion DAM )
 Mengontrol Arah Aliran
 Mengarahkan Aliran ke Kantong Pasir

2.2 Tahapan
Tahapan pada laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data spasial, dan peta – peta yang
lainnya beserta data curah hujan.
2. Pengolahan data
Pengolahan data menggunakan aplikasi ArcGIS, Google Earth dan Microsoft Excel.
3. Analisa Sabo Survey dan Sabo Plan
Analisa ini akan mengidentifikasi jenis bencana sedimen, skala penanganan, karakteristik
DAS, menentukan titik control, menghitung volume sedimen rencana dan sasaran, jenis
bangunan pengendali.

4. Hasil Analisa
Hasil analisa dari laporan ini akan menampilkan sabo plan dalam matrik.
2.3 Bagan Alir

Mulai

Pengumpulan Data Sekunder :

1. Data Topografi
2. Data Geologi
3. Data Hidrologi & Sedimentasi
4. Data Bencana

Analisis Data

Analisa Sabo Survey Analisa Sabo Plan

Hasil Analisis

Kesimpulan dan Saran :

1. Matrik Sabo Plan


2. Peta Letak Bangunan Sabo

Selesai
2.4 Metode Analisa
1. Analisa Sabo Survey
Dalam analisa sabo survey ini akan menganalisa dari berita bencana debris di
Citarum hulu dan data-data sekunder lainnya untuk menentukan titik prioritas yang
harus dilindungi. Berdasarkan
2. Analisa Sabo Plan
Dalam analisa ini menggunakan beberapa tahapan :
1. Identifikasi jenis bencana sedimen
Jenis bencana sedimen terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Bencana Lahar
b. Tanah longsor dan erosi

2. Identifikasi skala penanganan


Skala penanganan terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Jangka pendek
Pemerintah mengharapkan dalam jangka pendek terbangun pola
 Sadar iklim,
 Paham potensi dan kerawanan banjir dan longsor,
 Berpartisipasi dalam pembuatan sumur resapan dan biopori,
 Membenahi saluran air/sungai yang tersumbat oleh bangunan atau sampah
terutama di daerah yang tergenang air,
 Bila terjadi bencana banjir dan longsor, paham kawasan jalur evakuasi dan
tempat penampungan sementara,
 Berpatisipasi dalam relokasi dan rehabilitasi pasca bencana.
b. Jangka Menengah
Sedangkan solusi jangka menegah yang diharapkan adalah;
 Melanjutkan pembuatan bangunan pengendali sedimen
 Memulihkan daerah hulu dengan menanam dan memelihara pohon terutama
di daerah sumber–sumber air, di tanah terbuka dan semak belukar melalui
pemberdayaan masyarakat,
 Membangun pola penanganan sistem tanggap darurat yang lebih menekankan
kerjasama dengan masyarakat,
 Membangun dan memobilisasi komunitas masyarakat yang berada di daerah
banjir dengan komunitas masyarakat di lokasi yang akan dijadikan tempat
evakuasi/ penampungan pengungsi.
c. Jangka Panjang
Selanjutnya solusi jangka panjang adalah tersusunnya Rencana Umum (Master
Plan) Pemulihan Kualitas Air Sungai dengan cara :
 Pengendalian pencemaran air,
 Pengendalian kerusakan lingkungan,
 penataan ruang, penegakan hokum dan
 Peningkatan peran masyarakat

3. Identifikasi karakteristik DAS


Karakter DAS yang di identifikasi meliputi :
 Luas DAS
 Lebar sungai dan tinggi tebing
 Geologi area DAS
 Topografi area DAS

4. Analisa Hidrologi
1. Curah Hujan Wilayah
Penentuan curah hujan rata-rata wilayah menggunakan Metode Poligon
Thiessen. Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan disekitarnya. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh dari setiap stasiun. Stasiun pencatat hujan
digambarkan pada peta DAS dan dihubungkan dengan membentuk segitiga-
segitiga yang mempunyai sisi dan panjang relatif sama.

Dengan:
R = Hujan rata-rata wilayah
R1, R2 ,... Rn = Hujan pada stasiun 1,2....,n
A1, A2 ,... An = Luasan daerah yang mewakili stasiun 1,2.....,n

2. Curah Hujan Rencana


Dalam analisis hujan-aliran untuk memperkirakan debit banjir rencana
diperlukan masukan hujan rencana ke dalam suatu sistem DAS. Hujan rencana
tersebut dapat berupa kedalaman hujan di suatu titik atau hietograf hujan
rencana yang merupakan distribusi hujan sebagai fungsi waktu selama hujan
deras. Perhitungan curah hujan rencana dalam perencanaan ini menggunakan
metode analisis frekuensi dengan distribusi Log Peason III. Hal ini merujuk
pada persyaratan parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi.

Tabel 2.1 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi.

Jenis Hasil
No. Syarat Keputusan
Distribusi Perhitungan
1 Normal Cs = 0 3,06 Tidak
Ck = 3 9,54 Tidak
2 Log Normal Cs = 0 Cv3 + 3Cv 2,21 2,75 Tidak
Ck = 3 Cv8 + 6Cv6 12,75 8,23 Tidak
+ 15Cv4 +
16Cv2 + 3
3 Gumbell Cs = 1,14 3,06 Tidak
Ck = 5,4 9,54 Tidak
4 Log Pearson Jika smua syarat tidak terpenuhi OK
Tipe III

Perencanaan bangunan air berupa sabo dam didasarkan pada debit banjir
rencana yang diperoleh dari analisis hujan-aliran tersebut, yang bisa berupa
banjir rencana dengan periode ulang tertentu. Selanjutnya diperlukan juga
hidrograf banjir rencana dengan periode ulang tertentu. Hidrograf banjir rencana
dapat diperoleh dengan menggunakan hidrograf satuan. Dalam hal ini data
masukan yang diperlukan adalah hyetograf hujan rencana.
Dalam analisis hidrograf banjir rencana dengan masukan hujan rencana
dengan periode ulang tertentu yang diperoleh dari analisis frekuensi, biasanya
parameter hujan seperti durasi dan pola distribusi tidak diketahui. Padahal
parameter tersebut sangat diperlukan. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan distribusi hujan rencana, yaitu metode Tadashi
Tanimoto, Mononobe dan Alternating Block Method (ABM). Dalam
perencanaan ini metode yang digunakan adalah Alternating Block Method
(ABM).
Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat
hyetograph rencana dari kurva IDF (Chow et al., 1988). Hyetograph rencana
yang dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam n rangkaian
interval waktu yang berurutan dengan durasi ∆t selama waktu Td = n∆t. Untuk
periode ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setipa
durasi waktu ∆t, 2∆t, 3∆t, . . . . . Kedalaman hujan diperoleh dari perkalian
antara intensitas hujan dan durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai
kedalaman hujan yang berurutan merupakan pertambahan hujan dalam interval
waktu ∆t. Pertambahan hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke dalam
rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berda pada tengah-tengah
durasi hujan Td dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan menurun secara
bolak-balik pada kanan dan kiri dari blok tengah.

3. Debit Banjir Rancangan

Dalam memperkirakan banjir rencana, digunakan metode Nakayasu. Metode


tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Qp =

Tp =Tg + 0.8 Tr
Tg =0.4 + 0.058 L  untuk L>15 km
Tg =0.21 L0,7  untuk L<15 km
T0.3 = α Tg
Dengan:
Qp = Debit puncak banjir
A = Luas DAS (km2)
L = Panjang sungai utama (km)
Re = Curah hujan efektif (mm)
Tp = Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf banjir (jam)
T0.3 = Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak banjir (jam)
Tg = Waktu konsentrasi
Tr = Satuan waktu dari curah hujan (jam)
5. Penentuan titik kontrol
Titik control di tetapkan di titik hilir sumber/produksi sedimen dan titik paling hilir
DAS guna penyeimbang agar tidak terjadi degradasi dan agradasi pada sungai.

6. Menghitung volume sedimen rencana


Terdapat 2 jenis pemilihan volume sedimen rencana, yaitu :
a) Moveable sediment
Perhitungan dengan penjumlahan dari volume lahar, volume longsor, volume
erosi lahan, volume erosi tebing sungai, volume erosi dasar sungai.
b) Transportable sediment
Perhitungan dengan rumus Takahashi dan Mizuyama

Untuk Luas DAS


> 1000 km2 nilai Fr diambil 0.1
Dan jika nilai Cd < 0.3, maka diambil nilai Cd 0.3 (Djoko Cahyono)

7. Menghitung volume sedimen sasaran


Sedimen sasaran = sedimen rencana – sedimen ijin
*sedimen ijin = 5 – 10 % sedimen rencana

8. Menentukan teknologi sabo


Di dalam suatu area DAS, terdapat 3 area DAS untuk menentukan
teknologi sabo, yaitu :
a) Area Hulu / Area produksi
Area ini memiliki kemiringan sungai ≥ 15 ◦ , pada area ini biasa
digunakan bangunan pengendali tipe terbuka fungsi checkdam.
b) Area tengah / Area Transport
Area ini memiliki kemiringan sungai 10 - 15◦ , pada area ini biasa
digunakan bangunan tipe terbuka atau tertutup fungsi konsolidasi dan
kantong lahar.
c) Area Hilir / Area Sedimentasi
Area ini memiliki kemiringan sungai 2 - 10◦ , pada area ini biasa
digunakan bangunan tipe tertutup fungsi groundsill.
Dalam menentukan teknologi sabo harus menentukan volume sedimen
ditampung, dikendalikan dan ditahan.
BAB III
HASIL DAN ANALISA

3.1 Analisa Sabo Survey

3.1.1 Analisis Hidrologi


3.1.1.1 Curah Hujan Wilayah
Data hujan yang digunakan berasal dari 3 stasiun pos hujan selama kurun waktu
14 tahun (2004-2017) yaitu Cibeureum, Cisondari dan Cipaku Paseh. Berikut
merupakan peta pembagian luasan untuk masing-masing pos hujan yang
diperoleh dari aplikasi ArcGis.

Tabel 3.1 Data Luasan untuk masing-masing DAS

No Pos Hujan Luas (km2)


1 Cibeureum 123.49
2 Cisondari 126.08
3 Cipaku Paseh 118.79
Total 368

Gambar 3.1 Polygon Thiessen


Tabel 3.2 Rekapitulasi Curah Hujan Rata-rata Tahunan

Tahun
Bulan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Jan 87.679 47.437 35.746 44.265 31.766 25.323 37.812 36.240 30.533 28.623 27.562 30.695 39.639 32.284
Feb 54.400 56.032 35.003 64.482 29.138 33.517 47.583 32.013 47.179 27.294 17.457 23.444 48.714 70.278
Mar 57.621 58.173 28.215 36.171 47.286 42.464 50.359 33.678 30.025 38.016 55.077 42.570 50.349 52.896
Apr 53.375 48.035 35.617 66.296 42.318 41.814 34.551 37.962 18.734 38.783 36.340 30.537 43.219 65.531
May 47.109 33.755 37.038 57.478 25.521 41.410 33.526 31.150 47.679 26.793 38.448 34.007 59.844 59.669
Jun 17.394 44.059 5.338 26.362 4.561 32.966 30.526 26.204 9.855 14.068 37.135 1.369 42.408 36.355
Jul 27.486 28.564 3.705 6.266 0.000 8.893 18.953 26.906 0.000 29.916 23.074 0.000 50.604 17.816
Aug 25.328 25.593 3.758 1.711 4.864 12.547 36.373 0.821 1.198 1.882 24.838 3.252 36.272 0.645
Sep 34.966 17.135 15.479 14.084 11.477 7.444 40.777 0.479 12.511 17.619 3.708 10.975 65.676 37.764
Oct 20.864 30.693 29.123 37.431 34.047 64.121 44.568 26.507 15.870 23.691 14.709 17.640 53.284 42.241
Nov 29.498 32.469 28.903 43.586 40.251 34.581 32.091 32.294 35.373 30.512 43.824 69.292 52.453 39.969
Dec 52.715 40.727 60.034 44.630 34.581 52.200 41.746 45.147 38.755 22.273 53.442 52.485 46.647 20.497
3.1.1.2 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana dalam perencanaan ini menggunakan metode


analisis frekuensi dengan distribusi Log Peason III. Diperlukan juga hyetograf
hujan rencana sebagai data yang mendukung perhitungan hidrograf banjir rencana
dengan menggunakan Alternating Block Method (ABM).

Tabel 3.3 Distribusi curah hujan rencana Metode Log Pearson III

TAHUN R24 Log R24 SD Cs


2004 87.7 1.943 0.182 0.03296 0.00598
2005 58.2 1.765 0.003 0.00001 0.00000
2006 60 1.778 0.017 0.00029 0.00000
2007 66.3 1.821 0.060 0.00362 0.00022
2008 47.3 1.675 -0.087 0.00750 -0.00065
2009 64.1 1.807 0.046 0.00208 0.00010
2010 50.4 1.702 -0.059 0.00351 -0.00021
2011 45.1 1.655 1.761 -0.107 0.01139 -0.00122 0.065 -0.029
2012 47.7 1.678 -0.083 0.00689 -0.00057
2013 38.8 1.589 -0.173 0.02983 -0.00515
2014 55.1 1.741 -0.020 0.00042 -0.00001
2015 69.3 1.841 0.079 0.00629 0.00050
2016 65.7 1.817 0.056 0.00314 0.00018
2017 70.3 1.847 0.085 0.00731 0.00062
Total 0.11524 -0.00020

Tabel 3.4 Interpolasi nilai K berdasarkan nilai CS


Periode Tahun
Cs
2 5 10 25 50 100
0.000 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326
-0.100 0.017 0.846 1.270 0.716 2.000 2.252
-0.029 0.005 0.843 1.279 1.451 2.038 2.305

Tabel 3.5 Perhitungan curah hujan rencana dengan metode Log Pearson III

T (tahun) PT (%) K K.s Log RT RT (mm)


2 50 0.005 0.000 1.762 57.765
5 20 0.843 0.055 1.816 65.528
10 10 1.279 0.084 1.845 69.963
25 4 1.451 0.095 1.856 71.806
50 2 2.038 0.133 1.895 78.435
100 1 2.305 0.151 1.912 81.640
3.1.1.3 Distribusi Intemsitas Hujan

Perhitungan distribusi intensitas hujan dalam perencanaan ini menggunakan


metode Alternating Block Method (ABM) dengan hasil sebagai berikut

Tabel 3.6 Perhitungan distribusi intensitas hujan dengan metode ABM

Durasi Periode Ulang (tahun)


(jam) 2 5 10 25 50 100
1 2.89 3.28 3.50 3.60 3.93 4.09
2 3.70 4.20 4.48 4.60 5.03 5.23
3 5.51 6.25 6.67 6.84 7.48 7.78
4 30.20 34.26 36.57 37.54 41.00 42.68
5 7.85 8.90 9.51 9.76 10.66 11.09
6 4.38 4.97 5.31 5.45 5.95 6.19
7 3.235 3.67 3.92 4.02 4.39 4.57

3.1.1.4 Debit Banjir Rencana

Perhitungan debit banjir rencana dalam perencanaan ini menggunakan metode


analisis Nakayasu

Tabel 3.7 Parameter yang digunakan Metode Nakayasu

No. Parameter Notasi Nilai Satuan Sumber Data


Google
1 Panjang Sungai L 85.000 Km Earth
Google
2
2 Luas DAS A 368.000 Km Earth
3 Koefisien Karakteristik α 2
4 Koefisien Aliran c 0.7
5 Curah Hujan Efektif Re 1 mm

Tabel 3.8 Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan Metode Nakayasu


t (jam) Unit Hidrograf Hidrograf Terkoreksi
0 0 0.000
1 0.03 0.047
2 0.17 0.248
3 0.44 0.656
4 0.88 1.309
5 1.50 2.237
6 2.33 3.465
7 3.37 5.016
8 4.64 6.910
8.528 5.41 8.056
9 5.13 7.638
10 4.58 6.822
11 4.09 6.094
12 3.66 5.443
13 3.27 4.861
14 2.92 4.342
15 2.61 3.879
16 2.33 3.464
17 2.08 3.094
18 1.86 2.764
19 1.66 2.469
19.188 1.62 2.417
20 1.48 2.205
21 1.32 1.970
22 1.18 1.759
23 1.06 1.571
24 0.94 1.403
25 0.84 1.254
26 0.75 1.120
27 0.67 1.000
28 0.60 0.893
29 0.54 0.798
30 0.48 0.713
31 0.43 0.637
32 0.38 0.569
33 0.34 0.508
34 0.30 0.454
35 0.27 0.405
35.178 0.27 0.397
36 0.24 0.362
37 0.22 0.323
38 0.19 0.289
39 0.17 0.258
40 0.15 0.230
41 0.14 0.206
42 0.12 0.184
43 0.11 0.164
44 0.10 0.147
45 0.09 0.131
46 0.08 0.117
47 0.07 0.104
48 0.06 0.093
49 0.06 0.083
50 0.05 0.074
51 0.04 0.067
52 0.04 0.059
53 0.04 0.053
54 0.03 0.047
55 0.03 0.042
56 0.03 0.038
57 0.02 0.034
58 0.02 0.030
59 0.02 0.027
60 0.02 0.024
61 0.01 0.021
62 0.01 0.019
63 0.01 0.017
64 0.01 0.015
65 0.01 0.014
66 0.01 0.012
67 0.01 0.011
68 0.01 0.010
69 0.01 0.009
70 0.01 0.008
71 0.00 0.007
72 0.00 0.006
Jumlah 68.69 102.22
Volume 247281.49 368000.00
Kedalaman Hujan 0.67 1.00
Koreksi 1.488

Hidrograf Nakayasu
10

8
Debit m3/detik

Hidrograf Terkoreksi
4 Hidrograf Awal

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)

Gambar 3.2 Hidrograf Satuan Nakayasu


Gambar 3.3 Hidrograf Limpasan Langsung

Hidrograf Limpasan Langsung


800

600
Limpasan Langsung (m3/dt)

Periode 2 tahun
periode 5 tahun
400 periode 10 tahun
periode 25 tahun
periode 50 tahun
periode 100 tahun
200

0
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (Jam)

Tabel 3.9 Limpasan Maksimum Periode Ulang

No. Periode Ulang Limpasan Maks (m3/dt)

1 2 Tahun 416.249
2 5 Tahun 472.190
3 10 Tahun 504.150
4 25 Tahun 511.321
5 50 Tahun 565.199
6 100 Tahun 588.293

3.1.2 Debris
Tabel 3.10 Curah Hujan Rencana Periode Ulang
Curah hujan rencana
Periode tahun
(mm)
2 57.765
5 65.528
10 69.963
25 71.806
50 78.435
100 81.640
Gambar 3.4 Gradasi Butiran Sedimen

Tabel 3.11 Parameter untuk Analisis Debris

Parameter Nilai Unit


Kemiringan Dasar Sungai (θ) 10,76
Sudut Geser Dalam Tanah (φ) 37,5
Konsentrasi Volumetrik Sedimen (C*) 0,6
Densitas Sedimen (σ) 2,65 Ton/m3
Densitas Aliran Debris (ρ) 1,2 Ton/m3

Tabel 3.12 Hasil Analisis Debris

Parameter Nilai Unit


Debit Aliran Sungai 566,2 m3/s
Debit Aliran Debris 1130,4 m3/s
Volume moveable sediment 2.216.800 m3
Volume transportable sediment 2.061.729,21 m3
Lebar Aliran Debris 16,3 m
Kecepatan Aliran Debris 10,04 m/s
Tinggi Aliran Debris 8,51 m
3.1.3 Longsor

Gambar 3.5 Peta Tingkat Kerawanan Longsor

Tabel 3.13 Hasil Analisis Longsor


Tingkat Volume
Skor Luas (m2) Persentase
Kerawanan Longsor (m3)
3-4 Tinggi 248.838.000 54 %
2 Sedang 200.847.000 44 % 7.465.140
1 Rendah 7.014.830 2%
Total

3.1.4 Erosi Sedimentasi

Perhitungan volume erosi sedimentasi akan dilakukan menggunakan metode USLE


dan mendapatkan bahwa volume erosi yang dihasilkan pada sub DAS Citarum Hulu
adalah 1.523.790,79 m3/tahun dengan laju erosi sebesar 5.010.357,213 ton/Ha
Tabel 3.14 Hasil Analisis Erosi Sedimentasi
Volume
Luasan Laju Erosi Potensi Sedimen
No Pos Hujan SDR Sedimen
Thiessen (km2) (ton/Ha) (ton/Ha)
(m³/thn)
1 Cisondari 126,08 0,3322 3475267,245 1.154.586,63 1.189.224,23
2 Cibeureum 123,49 0,3330 4979938,85 1.658.264,92 1.708.012,87
Cipaku
3 118,79 0,3344 6671275,696 2.230.963,69 2.297.892,60
Paseh
Rata-Rata 0,2953 5010357,213 1.479.408,53 1.523.790,79
3.2 Analisa Sabo Plan

3.2.1 Identifikasi bencana sedimen


Berdasarkan kondisi DAS Citarum yang tidak memiliki gunung merapi, maka
bencana yang terjadi di WS Citarum hulu tersebut didominaso oleh bencana longsor
dan erosi.

3.2.2 Identifikasi skala penanganan


Skala penanganan dalam perencanaan ini termasuk ke dalam skala penanganan jangka
menengah dengan cara membangun sabo dam sebagai pengendali sedimen.

3.2.3 Identifikasi Karakteristik DAS


Daerah Aliran Sungai Citarum hulu secara geografis terletak pada
6043’45’’LS - 7015’2”LS dan 107015’15” – 107058’47”BT. Wilayah DAS Citarum
Hulu meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung,
Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Daerah Aliran
Sungai Citarum bagian hulu terdiri dari 7 Sub DAS besar yaitu Sub DAS Cirasea,
Cisangkuy, Ciminyak, Cikapundung, Cihaur, Ciwidey dan Citarik.
Berdasarkan data dari BBWS Citarum diperoleh bahwa Sub DAS Cirasea
merupakan penyumbang jumlah sedimentasi terbesar yaitu 1.755.517 ton/tahun atau
sebesar 22.23 % dari jumlah keselurahan sedimen yang ada di Hulu DAS Citarum.
Hal itu menyebabkan penulis menjadikan Sub DAS Cirasea sebagai fokus
perencanaan sabo dam di Hulu Citarum.
Tabel 3.15 Detail Jumlah Sedimen di Sub DAS Citarum Hulu
Presentasi
Lahan
Luas Area Run Off Sedimentasi Sedimen dari
No. Sub DAS Kritis
(Ha) (m3/tahun) (ton/tahun) Keseluruhan
(Ha)
(%)
1 Cisarea 34,208.64 3,234.50 696.80 1,755,517.00 22.226
2 Cisangkuy 30,456.00 6,084.95 559.60 1,332,692.00 16.873
3 Ciminyak 34,295.04 4,626.00 616.90 1,132,692.00 14.340
4 Cikapundung 43,439.04 3,865.00 529.50 1,023,347.00 12.956
5 Cihaur 17,150.40 2,447.78 497.10 857,446.00 10.856
6 Ciwidey 29,374.56 1,982.00 389.10 1,023,891.00 12.963
7 Citarik 45,164.16 3,782.24 343.50 773,001.00 9.787
Total 7,898,586.00

3.2.4 Kuantitas Sedimen Sasaran


Tabel 3.16 Hasil Analisis Potensi Sumber Sedimen

No. Potensi Sumber Sedimen Volume (m3)


1
Moveable Sediment terdiri dari :
11,205,733.31
Sedimen dasar sungai
2,216,800.00
Longsor
7,465,142.52
Erosi lahan/sedimentasi
1,523,790.79
2 Transportable Sediment
2,061,729.21

Volume Sedimen Rencana diambil nilai yang paling kecil dari moveable sediment
dan transportable sediment, yaitu sebesar 2,061,729.21 m3
Volume Sedimen Sasaran sebesar 90% dari Volume Sedimen Rencana yaitu
sebesar
1,855,556.29 m3

3.2.5 Letak dan Tipe Bangunan Sabo


Dari peta hasil analisis longsor dan laju erosi maka dapat ditentukan letak
bangunan sabo. Bangunaan sabo diletakkan pada bagian hilir daerah kerawanan
longsor dan laju erosi tinggi

Tabel 3.17 Matrik Sabo Plan


Kemiringan Tipe Bangunan Koordinat
Dasar Sungai Sabo Lintang Bujur
0 0 0
sabo1 50,76 Checkdam 7 11’51,53” 107 39’04,38”
sabo2 13,320 Dam konsolidasi 7009’58,63” 107042’21,17”
sabo3 27,720 Checkdam 7009’31,81” 107042’52,16”
sabo4 23,40 Checkdam 7008’06,98” 107040’05.33”
sabo5 10,80 Dam konsolidasi 7002’49,57” 107042’24,19”
sabo6 7,560 Groundsil 7000’36,49” 107040’51,53”
Gambar 3.6 Peta Letak Bangunan Sabo (Sabo Plan)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil sabo survey dan sabo plan di Wilayah Sungai Citarum Hulu, bahwa untuk
mengurangi permasalahan bencana debris di Wilayah Sungai Citarum Hulu dan sedimentasi
di waduk saguling harus dibangun bangunan pengendali sedimen di Sub DAS Citarum Hulu
yang akan menampung sedimen sebesar 1,855,556.29 m3
Bangunan pengendali sedimen dibangun sebanyak 6 (enam) buah bangunan yang
terdiri dari 3 (tiga) buah Check Dam, 2 (dua) buah Dam Konsolidasi dan 1 (satu ) groundsil .

4.2 Saran
Dari hasil analisa ini penulis menyarankan untuk membangun bangunan SABO yang
ramah lingkungan dan spesifikasi bangunan sesuai dengan perencanaan agar bangunan sabo
yang dibuat tidak merusak biota atau ekosistem sekitarnya dan masyarakat sekitar bisa
menikmati manfaat dari bangunan pengendali sedimen.
Penulis juga menyarankan untuk membuat bangunan pengaman tebing sungai
(revetment) atau krib didaerah sungai yang terancam longsor sehingga membahayakan
masyarakat dan infrastruktur yang berada disekitar sungai serta penertiban garis sempadan
sungai sesuai peraturan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai