Prakata
Pedoman pembuatan peta bahaya akibat aliran lahar ini termasuk dalam Gugus Kerja
Irigasi, Sabo, Rawa dan Pantai, Danau dan Sungai dalam Sub Panitia Teknik Bidang
Sumber Daya Air yang berada di bawah Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Penulisan pedoman ini mengacu kepada Pedoman BSN No.8 Tahun 2000 dan telah
mendapat masukkan dan koreksi dari ahli bahasa.
Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada Gugus Kerja,
Prakonsensus dan Konsensus pada tanggal 10 September 2003 di Pusat Litbang Sumber
Daya Air Bandung serta proses penetapan pada Panitia Teknik yang melibatkan para
narasumber dan pakar dari berbagai instansi terkait.
Pedoman ini diharapkan menjadi acuan dan pegangan untuk pembuatan peta bahaya akibat
aliran debris yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penduduk, maupun pemerintah
daerah setempat dalam hal kebijakan pengembangan daerah yang berkaitan dengan daerah
rawan bencana akibat aliran debris.
i
Pd T-18-2004-A
Daftar isi
Prakata ....................................................................................................................... i
4 Persyaratan .......................................................................................................... 2
4.1 Data dan Informasi ........................................................................................ 2
4.2 Ketentuan-ketentuan ..................................................................................... 2
Bibliografi .................................................................................................................... 20
ii
Pd T-18-2004-A
Pendahuluan
Peta bahaya akibat aliran debris termasuk dalam salah satu cara penanggulangan bencana
alam akibat aliran debris secara nonfisik (tidak menggunakan bangunan Sabo). Peta bahaya
yang informatif ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah setempat dalam
membuat kebijakan rencana pengembangan wilayah agar di daerah rawan bencana debris
tidak dijadikan lahan pemukiman. Akan tetapi, daerah itu dapat dimanfaatkan untuk
keperluan lain, misalnya pertanian. Apabila daerah tersebut telah terlanjur menjadi lahan
pemukiman peta bahaya dapat digunakan sebagai informasi untuk masyarakat sehingga
masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana harus selalu waspada terutama pada
saat musim hujan agar dapat meminimalisasi korban, baik harta maupun jiwa.
Pedoman pembuatan peta bahaya akibat aliran debris ini meliputi tahapan-tahapan
pelaksanaan pembuatan peta bahaya dimulai dari pekerjaan persiapan yang berupa survai
lapangan, penghitungan, dan penggambaran.
iii
Pd T-18-2004-A
1 Ruang lingkup
2 Acuan normatif
- SNI 03-1724-1989 : Tata cara perencanaan hidrologi danhidrolika untuk bangunan sungai
- SNI 03-2415-1991 : Metode penghitungan debit banjir.
- SNI 03-2851-1991 : Tata cara perencanaan teknis bendung penahan sedimen.
3.1 Peta bahaya akibat aliran debris adalah suatu peta yang memberikan informasi bahwa
kawasan tertentu rawan terhadap bahaya longsoran tebing sungai dan limpasan akibat aliran
debris.
3.2 Aliran debris adalah aliran rombakan yang terdiri atas campuran pasir, batu, kayu dan
air yang bergerak secara kolektif dari dasar sampai dengan permukaan aliran.
3.3 Aliran sedimen hiperkonsentrasi atau aliran immature debris adalah aliran transisi
antara aliran debris dengan aliran traktif. Dalam hal ini aliran terbentuk oleh aliran bawah
berupa aliran kolektif dan lapisan atas berupa aliran traktif.
3.4 Sedimen adalah butiran lepas (noncohesive) dari berbagai diameter yang terbawa oleh
aliran permukaan atau aliran sungai baik secara suspensi maupun bergerak di dasarnya dan
berpotensi bergerak dengan massa yang besar.
3.5 Titik limpasan aliran debris adalah suatu tempat pada alur sungai yang secara
topografis dan penampang alur sungai tidak mampu dialiri debit aliran debris tertentu.
3.6 Estimasi volume aliran debris adalah estimasi jumlah debris yang terangkut oleh
aliran air.
3.8 Debit aliran debris adalah estimasi jumlah aliran debris per satuan waktu.
1 dari 20
Pd T-18-2004-A
4 Persyaratan
4.1.1 Teknis
Data teknis yang diperlukan dalam pembuatan peta bahaya ini, antara lain
a) peta topografi sekurang-kurangnya skala 1 : 25.000,
b) peta geologi,
c) data hidrologi (data curah hujan)
d) data sungai (geometri sungai),
e) data geoteknik,
f) peta tata guna lahan, dan
g) catatan atau data mengenai bencana sedimen yang pernah terjadi dan data lainnya
yang terkait.
4.2 Ketentuan-ketentuan
Agar peta bahaya yang dihasilkan dapat bermanfaat seperti yang diharapkan dalam
pembuatannya harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
4.2.1 Umum
Ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
a) Adanya sumber material debris yang memungkinkan terangkut kehilir oleh aliran menjadi
aliran debris. Aliran debris dapat bersumber dari
1) sumber sedimen dari daerah vulkanik yang terdiri atas
(a) endapan lepas piroklastik,
(b) endapan lava dan abu vulkanik yang tersebar di lereng gunung maupun yang ada
di alur sungai.
2) sumber sedimen dari daerah nonvulkanik terdiri atas
(a) sedimen yang berasal dari daerah hancuran sekitar patahan (fracture zone) yang
rawan terhadap longsor,
(b) sedimen hasil erosi permukaan lahan kritis,
(c) endapan sedimen yang berada pada alur sungai.
b) Adanya potensi air yang mampu mengangkut material menjadi aliran debris.
c) Adanya kemiringan alur yang cukup terjal.
d) Adanya daerah rawan limpasan aliran debris yang meliputi
1) adanya perubahan kemiringan alur yang curam ke alur yang landai,
2) daerah kipas aluvial,
3) tebing sungai rendah, dan
4) daerah tikungan luar yang berpotensi melimpas karena tinggi tebing tidak aman
terhadap limpasan aliran debris.
2 dari 20
Pd T-18-2004-A
e) daerah limpasan aliran debris yang merupakan daerah pertanian, daerah hunian, dan
daerah industri.
f) bila digunakan sebagai dasar pengembangan wilayah, daerah tersebut harus diamankan
dari daerah hunian. Apabila sudah terlanjur menjadi daerah hunian, pedoman ini dapat
digunakan sebagai pemberitaan dini agar penduduk yang tinggal di daerah tersebut
waspada
4.2.2 Teknis
Adanya tempat atau daerah tertentu di sekitar atau pada alur sungai yang rawan bencana
akibat aliran debris perlu mendapat perhatian, antara lain yaitu
a) di bagian hulu, kanan, dan kiri sungai yang mempunyai tebing terjal yang rawan
terhadap longsor akibat erosi horizontal,
b) daerah hilir terdapat kipas aluvial yang pada umumnya merupakan daerah
pemukiman, pertanian, dan industri, dan
c) daerah bahaya yang mempunyai batas dan luas tertentu.
Lebar daerah bahaya di daerah rawan longsoran tebing sungai adalah B'
B' = 2 x H
dengan :
B' lebar daerah rawan longsor
H tinggi tebing sungai
B B' = 2H
b) Keamanan meliputi
1) daerah bahaya tidak dijadikan daerah hunian.
2) daerah bahaya sebaiknya digunakan sebagai daerah sabuk hijau (green belt) atau
daerah pertanian.
5 Survei lapangan
Sebelum mengadakan survei lapangan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
pada pembuatan peta bahaya akibat aliran debris, perlu dipersiapkan peta topografi dengan
skala 1:25.000 yang mutakhir. Survei lapangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
lapangan yang sebenarnya, yang antara lain sebagai berikut.
3 dari 20
Pd T-18-2004-A
6 Penghitungan
Berdasarkan hasil survei lapangan dapat diperkirakan lokasi titik kritis atau titik awal
penyebaran aliran debris pada masing-masing alur. Kemudian dapat ditentukan dan
digambar masing-masing catchment area (daerah pengaliran sungai) pada peta topografi.
A (luas daerah pengaliran sungai) dapat dihitung menggunakan planimeter.
Besarnya curah hujan harian (R24) dengan periode ulang 50 th atau 100 th dapat dihitung
berdasarkan data yang tersedia. Cara penghitungan dan pengolahan data curah hujan
sesuai dengan petunjuk Penghitungan Debit Banjir (SNI 03-2415-1991).
Dalam membuat peta bahaya akibat aliran debris dapat digunakan rumus-rumus sebagai
berikut.
Dengan memasukkan unsur hidrologi dan mempertimbangkan persamaan konsentrasi
massa, debit puncak aliran debris dapat dihitung menggunakan rumus Ashida dkk. (1981).
4 dari 20
Pd T-18-2004-A
2 Cd
Qt = f 2 A 2 + f1 A 1 I30 ...(1)
3,6 C* Cd
dengan :
Qt adalah debit puncak aliran (m3/dt).
f1,f2 adalah koefisien aliran limpasan
A1 adalah catchment area di daerah terjadinya debris (km2)
A2 adalah catchment area daerah lainnya (km2 )
I30 adalah intensitas curah hujan selama 30 menit (mm).
Cd adalah konsentrasi sedimen aliran debris.
Volume sedimen yang dapat diangkut dalam satu kali banjir debris maupun aliran
hiperkonsentrasi dapat diprediksi dengan mempergunakan rumus empiris dari Mizuyama
(1988) sebagai berikut :
R 24 A 10 3
Cd
V ec = f r ....(2)
1 1 C d
dengan :
adalah void rasio ( 0,40 ).
Fr adalah koefisien koreksi aliran, hasil penelitian di Kali Boyong wilayah gunung Merapi
nilai fr = 0,3 0,7; apabila tidak ada data maka nilai fr dianggap = 1
A adalah catchment area ( km2 ).
Vec adalah volume sedimen yang dapat diangkut oleh aliran (m3)
Cd adalah konsentrasi sedimen aliran debris.
R24 adalah curah hujan harian maksimum (mm).
Untuk mengetahui tipe aliran debris atau aliran hiperkonsentrasi yang ada pada alur sungai
dapat dibedakan berdasarkan kemiringan dasar sungai dan tinggi aliran relatif.
1) Aliran debris terjadi apabila kemiringan dasar sungai lebih besar atau sama dengan
kemiringan dasar kritis (tg tg d) dapat dihitung menggunakan rumus Takahashi dkk.
(1988).
C* ( s w )
tg d = tg ..(3)
1
C * ( s w ) + w 1 +
k
dengan :
s adalah rapat masa material (ton/m3)
w adalah rapat masa air (ton/m3)
k adalah nilai koefisien eksperimen (0,85 1)
adalah sudut geser dalam statis ()
C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 )
5 dari 20
Pd T-18-2004-A
C * ( s w )
tg h = tg
h
C * ( s w ) + w 1 + 0
d ..(4)
dengan :
ho adalah tinggi aliran (m)
d adalah diameter material dasar (m)
C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 )
Pada aliran debris, gerakan kolektif partikel dianggap memenuhi seluruh kedalaman aliran,
sehingga konsentrasi sedimen (Cd) dianggap sama untuk seluruh kedalaman. Konsentrasi
sedimen aliran debris dapat dihitung menggunakan rumus Takahashi dkk. (1988).
w tg ... (5)
C =
d
( s w )(tg tg )
dengan :
tg adalah kemiringan alur ()
C* adalah konsentrasi sedimen pada dasar sungai (= 0,6 )
Apabila hasil penghitungan Cd lebih dari 0,9 C*, Cd diambil 0,9.C* dan apabila Cd lebih kecil
dari 0,3 maka diambil 0,3.
Pada aliran hiperkonsentrasi gerakan kolektif partikel tidak terjadi pada seluruh kedalaman
aliran, melainkan terjadi hanya pada sebagian kedalaman aliran sehingga konsentrasi
sedimen (Cd) akan berbeda pada tiap kedalaman aliran. Besarnya konsentrasi sedimen
dipengaruhi oleh kemiringan dasar sungai (tg ). Konsentrasi sedimen dapat dihitung
menggunakan rumus Mizuyama.(1988)
11,85 tg 2
C d = ..(6)
1 + 11,85 tg 2
Untuk mengetahui apakah terjadi limpasan debris atau tidak pada suatu penampang sungai
perlu diadakan checking kemampuan daya tampung tampang lintang alur (tinggi tebing).
Qt = BhU ..(7)
Qt
h = ..(8)
BU
dengan :
Qt adalah debit puncak aliran (m3/dt)
B adalah lebar sungai (m)
h adalah tinggi aliran (m)
U adalah kecepatan aliran (m/dt)
6 dari 20
Pd T-18-2004-A
Memprediksi panjang sebaran material aliran debris dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut.
Hitung U (kecepatan aliran debris) dapat menggunakan rumus Takahashi dkk (1988) :
1
1
3
2 g sin 2 C * 3
U= C d + (1 C d ) w 1h 2 ....(9)
5 d a sin s C d
dengan:
d adalah diameter butir (m)
g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)
adalah kemiringan dasar sungai
w adalah rapat masa air (ton/m3).
s adalah rapat masa material (ton/m3).
adalah sudut geser dinamis aliran debris
Apabila tipe aliran hiperkonsentrasi kecepatan aliran dapat dihitung menggunakan rumus
empiris sebagai berikut.
h
U = 0,4 .U* ..(10)
d50
...
Menghitung panjang jangkauan endapan material (Xl = diameter lingkaran dimana aliran
akan terkonsentrasi dan mengendap ) menggunakan rumus
U2
Xl =
( s ) g C d cos tg ...(11)
w
g sin
( s w ) Cd + w
7 Penggambaran
Daerah bahaya akibat aliran debris dapat digambarkan dengan urutan sebagai berikut.
a) Tentukan titik awal limpasan (A) dan arah limpasan pada peta topografi.
b) Gambarkan panjang sebaran sedimen (Xl) pada garis arah limpasan.
c) Buat lingkaran dengan jari-jari 1/2 Xl melalui titik awal limpasan debris (A) dan berpusat
pada garis arah limpasan.
7 dari 20
Pd T-18-2004-A
d) Tarik garis dengan sudut 45o dari garis arah limpasan ke kanan dan kiri sampai
memotong lingkaran di titik B dan C.
e) Buat garis singgung lingkaran melalui titik B dan C.
f) Buat garis singgung lingkaran melalui titik D memotong tegak lurus garis singgung yang
melalui titik B dan C.
g) Persegi lima ABEFC merupakan daerah bahaya sebaran material aliran debris secara
umum. Namun, apabila di dalam daerah bahaya (segilima ABEFC) terdapat alur sungai
lain atau terdapat tebing yang cukup tinggi, kedua fenomena tersebut dapat menjadi
batas sebaran sedimen.
h) Apabila dibagian luar AB dan AC terdapat daerah yang rawan tertimpa bencana aliran
debris, daerah bahaya dapat diperlebar menjadi GEFH.
i) Peta bahaya tersebut perlu dibandingkan dengan sebaran sedimen akibat aliran debris
yang pernah terjadi pada saat lampau. Apabila sebaran sedimen yang pernah terjadi lebih
luas, penentuan luas daerah bahaya ditentukan berdasarkan luas daerah yang lebih
besar.
D
E F
B Xl C
G A
A H
8 dari 20
Pd T-18-2004-A
Mulai
Debris Hiperkonsentrasi
tidak
Pernah terjadi aliran
debris ?
ya
Bandingkan dan ambil
yang paling besar
Selesai
9 dari 20
Pd T-18-2004-A
Lampiran A
Tabel
10 dari 20
Pd T-18-2004-A
Tabel A.2 Contoh lembar data survei kerugian akibat aliran debris
No. Alur
Nama Sistim Drainasi
Nama Sungai
Nama Alur
Lokasi Alur Propinsi, Kabupaten
Kccamatan Kelurahan
Kampung
Gambaran Panjang Alur Km
Umum Alur Kemiringan Dasar Sungai Rata-rata
Lebar Dasar Sungai m
Luas Daerah Pengaliran Sungai (DPS) Km2
Kondisi gologi yang penting
Daerah Kondisi topografi
Endapan Kemiringan
Material Kondisi
Lahar Daerah /titik akhir banjir
Panjang Daerah Pengendapan m
Lebar Maksimum m
Luas Daerah Pengendapan m2
Tebal Endapan Maksimum m
Volum Endapan Debris m3
Kerugian Korban Jiwa , Korban Hilang Org
Akibat Korban Luka-luka Org
Bencana Jumlah KK Jiwa
Fasilitas Umum bh
Luas Daerah Pertanian ha
Catatan
11 dari 20
Pd T-18-2004-A
Nomor aliran
Nama Sungai
Nama Alur
Kampung
Gradient/kemiringan
Kondisi
Lebar Maksimum m
Kondisi
Tebal Maksimum m
Tebal rata-rata m
3
Banyaknya endapan m
Jumlah KK jiwa
Fasilitas Umum bh
12 dari 20
Pd T-18-2004-A
13 dari 20
Pd T-18-2004-A
SKET
14 dari 20
Pd T-18-2004-A
Lampiran B
Contoh Penghitungan
Kontrol :
C* (S W )
Tg d = Tg
1+ 1
C* (S W ) + W
k
0,96
Tg d = x 0,7002
0,96 + 2,176
11,85 . 0,194 2
Cd =
1 + 11,85 . 0,194 2
0,44598
C d =
1,44598
C d = 0,308 untuk kondisi lapangan nilai Cd diambil 1,5 kali, Nilai Cd maksimum = 0,9 C*.
15 dari 20
Pd T-18-2004-A
2 0,462
Qt = 0,75 . 4,04 + 0,75 . . 1,73 . 63
3,6 (0,6 - 0,462)
Q t = 257,825 m 3 /det.
103 .R24 . A Cd
Vec = . fr
1 1 Cd
V ec = 689.557,89 m3
Debit aliran dari luar daerah terjadinya debris tetapi masih dalam daerah pengamatan :
2
Q WC = f 2 . A 2 .I30
3,6
2
Q WC = 0,75 . 4,04 . 63
3,6
Q WC = 106,05 m 3 /det.
U h
= 0,4
U* d
0,4.h. (g.R.I)
U=
0,01
0,4.h. (9,8.h.tg 11)
U=
0,01
0,4.h 9,8.h.0,19 438
U=
0,01
U = 55,2075 h 1/5
Q = U.A
= 55,2075 h1,5 . b. h
= 55,2075 h1,5 . 30. h
= 1656,22 h5/2
16 dari 20
Pd T-18-2004-A
U = 55,2075 h3/2
= 55,2075. 0,4753/2
= 18,07 m/det.
Panjang endapan :
U2
Xl =
( s w ) . g . C d . Cos . Tg
g . Sin
( s w ).C d + w
18,07 2
Xl =
(2,6 - 1) . 9,8 . 0,462 . 0,9816 . 0,57735
9,8. 0,1908
(2,6 - 1). 0,462 + 1
326,52
Xl =
4,105459
1,8698
1,739
Xl = 664,98 m
17 dari 20
Pd T-18-2004-A
Lampiran C
Gambar
18 dari 20
Pd T-18-2004-A
Lampiran D
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
2) Penyusun
Nama Lembaga
19 dari 20
Pd T-18-2004-A
Bibliografi
20 dari 20