Anda di halaman 1dari 37

PERENCANAAN IRIGASI

OUT LINE PROPOSAL


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik
Penulisan Laporan

Oleh :

Nesya Patrunada ( 061830100062 )


Sonya Viranti ( 061830100066 )

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG


2019

i
PERENCANAAN IRIGASI

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing

Ir. Herlinawati, M.T


NIP 00000000000000

ii
ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari – hari manusia tidak dapat


dipisahkan dengan air. Banyak pekerjaan yang dilakukan manusia
berhubungan dengan air. Salah satu bidang pekerjaan yang
memerlukan air sebagai komponen utama adalah pertanian.
Dalam perencanaan pertanian para ahli harus memikirakan factor
air yang menjadi penunjang. Kebutuhan air untuk tanaman harus
selalu dikontrol secara berkala. Tanaman harus mendapatkan
suplai air yang sesuai dengan kebutuhan untuk dapat tumbuh
dengan baik sehingga air tidak boleh melampaui batas kebutuhan
atau malah kurang dari kebutuhan.

Tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai tugas besar


yang menjadi salah satu syarat kelulusan mata kuliah teknik
irigasi.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka didapat :
 NFR = 1,35 lt/Ha/det

 Luas Area irigasi = 1622,13 Ha

 Debit Terbesar = 3,379 M3/det

 Elevasi Mercu = + 39,35

 Elevasi Petak Terjauh = + 25,70

iii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Yang


telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya pada kami, salawat beserta
salam semoga Allah limpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya sampai akhir zaman.
Upaya maksimal telah saya lakukan untuk menyelesaikan laporan
tugas ini dengan harapan dapat mencapai hasil sebaik mungkin. Saya
menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih kurang dari harapan
mengingat kemampuan yang dimiliki terbatas.
Sehingga, kritik dan saran kami harapkan untuk kemajuan
pengetahuan serta kemampuan kami untuk kedepannya. Laporan ini
juga tidak akan berhasil tanpa berbagai pihak yang telah rela membantu
pembuatannya. Maka saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu.
Akhirnya, saya berharap laporan ini dapat memberikan manfaat dan
sumbangan pemikiran bagi saya khususnya dan para pembaca pada
umumnya.

Palembang, Desember 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

OUTLINE.................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
ABSTRAK...............................................................................................................3
KATA PENGANTAR..............................................................................................3

BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................3
1.1. Latar Belakang...................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3. Maksud dan Tujuan...........................................................................................4
1.4. Sistematika Laporan..........................................................................................5

BAB II
LANDASAN TEORI...............................................................................................6
2.1. Pengertian Irigasi..............................................................................................6
2.2. Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi................................................................6
2.3. Sistem Irigasi....................................................................................................7
2.4. Peta Ikhtisar.......................................................................................................9
2.4. Bangunan........................................................................................................10
2.5. Standar Tata Nama..........................................................................................13

BAB III
PERENCANAAN SISTEM JARINGAN IRIGASI..............................................16
3.1. Penggambaran Sistem Jaringan Irigasi...........................................................16
3.2. Perhitungan Sistem Jaringan Irigasi...............................................................20

BAB IV
PENUTUP..............................................................................................................33
4.2. Kesimpulan......................................................................................................33
4.3. Saran................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari – hari manusia tidak dapat


dipisahkan dengan air. Banyak pekerjaan yang dilakukan manusia
berhubungan dengan air. Salah satu bidang pekerjaan yang
memerlukan air sebagai komponen utama adalah pertanian.
Dalam perencanaan pertanian para ahli harus memikirakan factor
air yang menjadi penunjang. Kebutuhan air untuk tanaman harus
selalu dikontrol secara berkala. Tanaman harus mendapatkan
suplai air yang sesuai dengan kebutuhan untuk dapat tumbuh
dengan baik sehingga air tidak boleh melampaui batas kebutuhan
atau malah kurang dari kebutuhan.

Kebutuhan akan air yang sesuai membuat para ahli berfikir


untuk membentuk suatu sistem pengairan yang dapat mengatur
kebutuhan tanaman terutama untuk areal pertanian yang cukup
luas. Sistem yang dibuat itu dimaksudkan agar seluruh areal
pertanian mendapatkan suplai air yang cukup sehingga tidak ada
areal pertanian yang tidak mendapatkan air. Selain itu juga sistem
yang dibentuk itu dimaksudkan untuk dapat menyalurkan jumlah
air yang tersedia untuk selanjutnya dibagikan secara merata ke
seluruh areal pertanian.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam laporan ini akan dibahas mengenai perencanaan


jaringan irigasi yang tentunya memiliki beberapa rumusan
masalah. Rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai
1
berikut :
1) Bagaimana pembuatan saluran induk, saluran sekunder, dan
bangunan – bangunannya?

11
2) Bagaimana pemberian nama saluran dan bangunan?

3) Bagaimana cara menghitung luas petak tersier?

4) Bagaimana cara pemberian warna daerah irigasi?

5) Bagaimana cara pembuatan skema irigasi?

6) Bagaimana cara pembuatan skema bangunan?

7) Bagaimana pembuatan dimensi saluran?

8) Bagaimana perhitungan muka air?

9) Bagaimana pembuatan skema muka air?

10) Bagaimana penggambaran situasi?

11) Bagaimana penggambaran profil memanjang?

12) Bagaimana penggambaran profil melintang?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai


tugas besar yang menjadi salah satu syarat kelulusan mata kuliah
teknik irigasi.

Namun selain itu juga terdapat beberapa tujuan lain, yaitu:

1) Pembuatan saluran induk, saluran sekunder, dan bangunan –


bangunannya.

2) Pemberian nama saluran dan bangunan.

3) Menghitung luas petak tersier.

4) Pemberian warna daerah irigasi.

5) Pembuatan skema irigasi.

6) Pembuatan skema bangunan. 2

7) Pembuatan dimensi saluran.

11
8) Perhitungan muka air.

9) Pembuatan skema muka air.

10) Penggambaran situasi.

11) Penggambaran profil memanjang.

12) Penggambaran profil melintang.

1.4. Sistematika Laporan

 Bab I pendahuluan memuat latar belakang pembuatan


laporan, maksud dan tujuan yang diharapkan dari pembuatan
laporan ini, metode pencakupan masalah yang dibahas dalam
laporan dan sistematika dalam laporan yang dibuat.
 Bab II landasan teori memuat teori – teori yang menjadi dasar
pemikiran penulis dalam menganalis masalah yang terjadi dan
mencari cara pemecahannya.
 Bab III perencanaan memuat mengenai tata cara yang dilakukan
dalam merencanakan suatu jaringan irigasi yang hendak
dilaksanakan.
 Bab IV penutup memuat simpulan akhir dari laporan dan
sedikit saran bagi para pembaca.

11
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Irigasi


Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk
memenuhi kebutuhan pertanian dan disamping itu air irigasi bisa
juga digunakan untuk keperluan lain seperti untuk air baku,
penyediaan air minum, pembangkit tenaga listrik, keperluan
industri, perikanan, untuk pengegelontoran roil – roil di dalam
kota (Teknik Penyehatan) dan lain –lain.

Sumber air yang digunakan untuk irigasi adalah :

 Air yang dipermukaan tanah : sungai, danau, waduk, dan mata


air.

 Air hujan yang ditampung dengan waduk lapangan (Embung)

 Air tanah (Ground Water)

2.2. Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi


Berikut ini adalah pola perencanaan perancangan suatu sistem
jaringan irigasi yaitu :
1. Adanya permintaan masyarakat petani
Suatu sistem irigasi dikerjakan oleh karena adanya
permintaan masyarakat petani. Kemudian selanjutnya dilakukan
studi kelayakan oleh ahli pertanian (ahli tanah, pertanian
tanaman pangan), sosial ekonomi, sipil (ahli hidrologi, ahli
irigasi), geodesi, geologist, dan ahli lingkungan.

2. Pelaksanaan Investigasi
Pelaksanaan investigasi terdiri dari beberapa tahap yaitu :
4

a. Pengumpulan data hidrologi, klimatologi, social ekonomi, dan


lain – lain.
b. Pengukuran situasi 1:5000 atas izin masyarakat petani yang
tanahnya terkena proyek, serta pendataan pemilik lahan.
c. Survey geologi dan mekanika tanah.

d. Penggambaran situasi.

e. Lay out definitive.

f. Pengukuran trase atas izin masyarakat yang terkena proyek.

g. Penggambaran trase.

h. Perencanaan trase saluran dan bangunan.

i. Penggambaran saluran dan bangunan.

j. Sosialisai dengan masyarakat serta pejabat setampat.

3. Pembuatan

 Bill of quantities dan rencana anggaran biaya (RAB).

 Dokumen tender.

 Dokumen pra qualifikasi.

4. Pelaksanaan Fisik

Pelaksanaan fisik maksudnya adalah melaksanakan


pembangunan sistem jaringan irigasi pada lahan yang telah
ditentukan.

2.3. Sistem Irigasi


Pada umumnya, sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya
dengan sistem gravitasi dan sistem jaringannya terdiri dari tiga
golongan yaitu:
5

1. Sistem irigasi sederhana


Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya
dilakukan oleh para petani dan pada umumnya jumlah arealnya
relatife kecil. Biasanya terdapat di pegunungan, sedangkan
sumber airnya didapat dari sungai sungai kecil yang airnya
mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat dari
bronjong atau tumpukkan batu dan bangunan – bangunannya
dibuat sangat sedehana serta tidak dilengkapi dengan pintu air
dan alat ukur debit air sehingga pembagian airnya tidak dapat
dilakukan dengan baik.

2. Sistem irigasi setengah teknis


Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada di dalamnya
telah setengah teknis, kontruksinya bisa permanent atau
setengah permanent hanya tidak dilengkapi dengan pintu air dan
alat pengukur debit. Untuk pengaturan air cukup dipasang balok
sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan debitnya tidak
dapat dilakukan dengan baik. Namun demikian, irigasi ini dapat
ditingkatkan secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada
sistem ini pembangunannya dilakukan oleh pemerintah melalui
Departemen Pekerjaan Umum.

3. Sistem irigasi teknis


Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada dalam
jaringan irigasi teknis semua, kontstruksinya permanent dan
juga dilengkapi dengan pintu – pintu air dan alat ukur debit.
Pembagian airnya bisa diatur dan diukur disesuaikan dengan
kebutuhan, sehingga pembagian atau pemberian air ke sawah –
sawah dilakukan dengan tertib dan merata.

Saluran sistem ini menjamin tidak terjadinya banjir dengan


cara dibuatkan jaringan pembuang tersier,
6 sekunder dan induk,
yang nantinya mengalirkan air langsung ke sungai. Saluran ini
juga berfungsi untuk membuang air sisa pemakaian dari sawah.
Pekerjaan teknis irigasi pada umumnya terdiri dari :

a) Pembuatan bangunan penyadap yang berupa bendung


atau penyadap bebas.
b) Pembuatan saluran primer (induk) termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : bangunan bagi, bangunan
bagi sadap, dan bangunan sadap. Bangunan air ini
dikelompokkan sebagai bangunan air pengatur,
disamping itu ada kelompok bangunan air pelengkap
diantaranya bangunan terjun, got miring, gorong –
gorong, pelimpah, talang, jembatan dan lain – lain.
c) Pembuatan saluran sekunder, termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : bangunan bagi-sadap,
sadap dan bangunan pelengkap seperti yang ada pada
saluran induk.
d) Pembuatan saluran tersier termasuk bangunan –
bangunan di dalamnya seperti : boks tersier, boks
kuarter, dan lain- lain.
e) Pembuatan saluran pembuang sekunder dan tersier
termasuk bangunan gorong pembuang.

2.4. Peta Ikhtisar

Peta ikhtisar adalah cara agaimana berbagai bagian dari suatu


jaringan irigasi saling dihubung-hubungkan.

a. Petak Tersier

Petak tersier adalah perencanan dasar yang bertalian


dengan unit tanah. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan
dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier, bangunan
7
sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Petak tersier ini dibagi menjadi petak-petak kuarter,
masing-masing seluas kurang lebih 8-15 ha. Petak tersier harus
terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau
saluran primer, kecuali petak-petak tersier tidak secara langsung
disepanjang jaringan saluran irigasi utama.

b. Petak Sekunder

Petak tersier terdiri dari beberapa petak tersier yang


kesemuannya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya
petak sekunder menerima air dari nbangunan bagi yang terletak
di saluran primer atau sekunder.

c. Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang


mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung
dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu
mempunyai dua saluran primer.

2.4. Bangunan
a. Bangunan Utama

Bangunan utama adalah kompleks bangunan yang


direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk
membelokan air kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai
untuk keperluan irigasi. Biasanay bangunan ini dipakai untuk
mengurangai kandungan sedimen yang berlebih, serta mengukur
banyaknya air yang masuk. Bangunan utama dibagi menjadi
beberapa kategori :

1. Bendung

2. Pengambilan bebas 8

3. Pengambilan dari waduk


4. Stasiun Pompa

b. Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada


suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara
dua saluran atau lebih. Bangunan sadap tersier mengalirkan air
dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima.
Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua
saluran atau lebih.

c. Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur dihulu saluran primer, di cabang


saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder
maupun tersier. Peralatan ukur dibagi dua, yaitu : alat ukur
aliran atas bebas dan alat ukur aliran pada Tabel 2.1 dibawah.

Tabel 2.1 Alat ukur


Type Mengukur dengan Mengatur
Alat ukur ambang lebar Aliran atas Tidak
Alat ukur parshall Aliran atas Tidak
Alat ukur Cipoletti Aliran atas Tidak
Alat ukur Romijn Aliran atas Ya
Alat ukur Crump-de Gruyter Aliran bawah Ya
Bangunan sadap pipa sederhana Aliran bawah Ya
Constant-Head Orifice (CHO) Aliran bawah Ya

Peralatan yang dianjurkan pemakainnya :


1. Di hulu saluran primer

Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai


untuk pengukuran dan pintu 9sorong atau radial untuk
pengaturan.

2. Dibangunan bagi atau sadap/ bangunan sadap sekunder


Pintu Romijn dan crump-de Gruyter dipakai untuk
mengukur dan mengatur aliran. Bila debit terlalu besar,
maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong atau
radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer.
3. Bangunan sadap tersier

Untuk mengukur dan mengatur dipakai alat ukur


Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat
ukur Crump-de Gruyter.

d. Bangunan Pengkuran Muka air

Bangunan ini mengontrol muka air jaringan irigasi utama


sampai bats- batas yang diperlukan untuk dapat memberikan
debit konstant kepada bangunan sadap tersier. Bangunan
pengatur di perlukan untik di tempatkan dimana tinggi muka air
di saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring.
Untuk mencegah meninggi ayau menurunya muka air di saluran,
dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapesium.

e. Bangunan Pembawa

Bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas


hilir saluran. Aliran yang melalui bangunan superkritis atau
subkritis.
1. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis

Bangunan ini diperloukan di tempat-tempat di mana


lereng medannya lebih curam dari pada kemiringan
maksimum saluran. Bangunan ini terdiri dari bangunan
terjun dan Got miring.

2. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis

Bangunan ini terdiri dari: Gorong-gorong, Talang,Sipon,


10
Jembatan sipon, Flum (flume), Saluran tertentu dan
Terowongan.
f. Bangunan Lindung

Bangunan ini diperlukan untuk melindungi saluran baik


dari luar maupun dari dalam. Dari luar bangunan itu
memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang
berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang
berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat akibat
masuknya air dari ruas saluran.

1. Bangunan pembuang silang

2. Pelimpah (spillway)

3. Bangunan penguras (wasteway)

4. Saluran pembuang samping

g. Jalan dan Jembatan

Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi


dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang. Sedangkan
jembatan digunakan untuk menghubungkan jalan-jalan inspeksi
diseberang saluran irigasi.

h. Bangunan Pelengkap

Bangunan pelengkap yang dipasang disepanjang saluran meliputi :


1. Pagar , rel pengaman dan sebagainya

2. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumabt bangunan


oleh benda-benda yang hanyut

3. Jembatan-jembatan untuk keperluan penyebrangan bagi


penduduk

11
2.5. Standar Tata Nama

Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi harus


pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda.

a. Daerah Irigasi

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama


daerah setempat atau daerah penting di daerah itu, yang
biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama. Untuk
bangunan utama berlaku peraturan yang sama seperti untuk
daerah irigasi.

b. Jaringan Irigasi Primer dan Sekunder

Saluran irigasi primer sebaiknya diberinama sesuai dengan


daerah irigasi yang dilayani. Saluran sekunder diberinama sesuai
dengan nama desa yang terletak dipetak sekunder. Petak
sekundet akan diberi nama sesuai dengan nama saluran
sekundernya. Saluran di bagi menjadi ruas-ruas yang
berkapasitas sama, bangunan pengelak atau bagi adalah
bangunan terakhir disuatu ruas bangunan itu diberi nama sesuai
dengan ruas hulu, tetapi huruf R (ruas) di ubah menjadi B
(bangunan).
Bangunan-bangunan yang ada diantara bangunan-bangunan
bagi sadap di beri nama sesuai dengan nama ruas dimanabnagunan
tersebut terletak, juga mulai dengan huruf B lalu diikuti dengan
huruf kecil sedemikian sehingga bengunan yang berada lebih jauh
di hilir memakai huruf b, c dan seterusnya.

c. Jaringan Irigasi Tersier dan Kuarter

Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier


dari jaringan utama. Misalnya S1ki mendapat air dari pintu kiri
bangunan bagi BS1 yang terletak pada saluran sambak.
12
1. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama
boks yang terletak diantara yang terletak diantara kedua
boks

2. Boks tersier diberi kode T, diikuti nomor urut menurut arah


jarum jam

3. Peta kuarter diberi nama sesuai denan petak rotasi, diikuti


dengan nomor urut searah jarum jam. Petak rotasi diberi
kode A, B, C dan seterusnya searah jarum jam

4. Boks kuarter diberi kode K


5. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak
kuarter yang dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1,
a2 dan seterusnya

6. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuaI deangan petak


kuarter yang dibuang airnya, menggunakan huruf kecil
diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya

7. Saluran pembuangan tersier diberi kode dt1, dt2 juga


menurut arah jarum jam

d. Jaringan Pembuang

Pada umunya pembuang primer berupa sungai-sungai


alamiah yang kesenuanya akan diberi nama. Apabila ada
saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat maka
saluran-saluran itu harus diberi nama tersendiri.
Pembuang sekunder pada umunya berup[a sungai atau
anak sungai yang lebih kecil. Beberapa diantaranya sudah
mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak sungai atau
anak sungai tersebut akan ditunjukan dengan sebuah huruf
bersama-sama dengan nomor seri. Nama-nama ini akan diawali
dengan huruf d (drainase).
13
BAB III

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN IRIGASI

3.1. Penggambaran Sistem Jaringan Irigasi

Dalam merancanakan sistem irigasi terdapat langkah – langkah


yang harus dilaksanakan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
langkah – langkah yang dilakukan pada perencanaan sistem jaringan
irigasi sungai Kaliwuri. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Siapkan peta topografi

Gambar 3.1 Peta Topografi


2. Tentukan letak bendung di sungai, berikan nama bendung sesuai
dengan nama sungai pada jaringan irigasi dengan sungai utama
atau inisial nama kampung yaitu malangbong. Misal Malangbong
maka digunakan nama BM0 untuk bendung.

Gambar 3.2 Letak Bendung di Sungai

3. Tarik saluran pembuang di lembah atau saluran pembuang


alami dengan warna merah.

Gambar 3.3 Saluran Pembuang


4. Tarik saluran induk dengan warna biru, garis – titik – garis.
Sejajar garis kontur, Usahakan turun elevasi, nama saluran
induk disesuaikan dengan nama sungai yaitu saluran induk
BM.

Gambar 3.4 Penamaan Saluran Induk

5. Tentukan tempat untuk bangunan bagi atau sadap di saluran


induk tadi. Berikan nama bangunan itu sesuai dengan urutan
bangunan sejak bangunan pertama yaitu : BM1, BM2, BM3,
dan BM4. Ruas antara bendung dan bangunan pertama (BM0 –
BM1) merupakan saluran induk dan seterusnya.
6. Beri nama bangunan – bangunan yang ada pada saluran sekunder
dengan inisial nama kampung yang terlewati maupun yang dekat
dengan saluran atau bila tidak kampung maka dapat diberi nama
yang sesuai dengan keinginan tapi dalam jaringan irigasi tidak
boleh ada nama yang sama .
7. Tentukan luas petak tersier maksimum 60 ha. Beri nama petak
tersier sesuai dengan nama saluran sekunder. Contoh BM2 kiri
untuk sebelah kiri dan BM2 kanan untuk sebelah kanan.
Gambar 3.5 Penentuan Luas petak tersier

8. Beri warna – warna muda pada petak yang sudah direncanakan.

Gambar 3.6 Pemberian warna-warna pada petak


9. Hindari menggunakan warna kuning karena warna kuning
digunakan untuk daerah yang tidak terairi yang berada di
daerah irigasi yang direncanakan, misalnya bukit, semak
belukar yang tidak dapat diairi. Hijau tua khusus untuk
perkampungan/pedesaan. Jangan menggunakan warna hitam.
10. Warna merah digunakan untuk sungai/saluran pembuang.

11. Garis coklat untuk jalan raya.

12. Garis hitam untuk rel kereta api.

13. Kalau aliran air menjauhi kita, maka sisi kanan saluran sesuai
dengan sisi kanan kita dan sisi kiri saluran sesuai dengan sisi
kiri kita.

3.2. Perhitungan Sistem Jaringan Irigasi

Perencanaan sistem jaringan irigasi bukan sekedar


penggambaran saja. Tapi juga pengolahan data – data yang ada
untuk selanjutnya digunakan dalam merancang saluran yang akan
digunakan. Dalam perencanaan sistem jaringan irigasi tersebut
terdapat rumus – rumus yang digunakan untuk mengolah data –
data yang ada. Penggunaan rumus – rumus tersebut adalah untuk
membantu dalam perancangan atau mendesain saluran.
a. Data yang Diperlukan

1. Skala peta.
Skala peta yang dipilih pada jaringan irigasi Kaliwuri adalah 1 :
20000.

2. Netto Field Requirement (NFR).


NFR adalah nilai kebutuhan air di sawah. NFR yang
ditentukan pada perencanaan sistem jaringan irigasi Kaliwuri
adalah 1.35 lt/det/ha.
b. Mencari Luas Area Irigasi

Pada saat kita akan menentukan petak – petak yang akan


diairi, kita harus mengacu pada batasan wilayah yang dijinkan
yaitu 60 ha sehingga petak yang kita tentukan tidak boleh lebih
besar dari 60 ha. Untuk menentukan besar petak
– petak tersebut, maka kita dapat menggunakan bantuan
autoCAD dengan menggunakan perintah AREA, maka akan
muncul angka yang kita perlukan. Selanjutnya nilai luas yang
didapat dikonversikan sesuai dengan skala peta yang kita
gunakan. Misalnya untuk skala 1 cm : 20.000 cm → 1 cm = 2
hm sehingga peta kita scale 2 kali lipat.

Selain itu, kita juga harus menentukan luas area saluran


yang didapatkan dengan cara menjumlahkan luas area petak –
petak yang diairi oleh saluran sekunder yang dimaksud.
Misalnya : untuk saluran sekunder bangunan BB1 yang
mengairi B1 kr dan B1 kn masing – masing 34,47 ha dan 52
ha, maka luas BB1 sebesar 86,47 ha.

c. Mencari Panjang Saluran (L)


Panjang saluran induk dapat dicari dengan bantuan
autoCAD yaitu dengan menggunakan perintah LIST. Setelah
mendapatkan panjang saluran yang dimaksud kemudian
dikonversikan ke dalam satuan yang digunakan dalam
pengolahan data juga mengacu pada skala peta yang kita
gunakan karena satuan pada autoCAD akan berbeda dengan
satuan yang digunakan pada pengolahan data.

Contoh :
Pada Saluran M ruas 1 di autoCAD kita mendapat nilai
panjang 2,8937 hm menjadi → (2,8937 x 100) =
289,370 m
d. Menentukan Tinggi Bangunan Irigasi (H)
Tinggi bangunan irigasi dapat ditentukan dengan melihat
posisi bangunan terhadap garis tinggi (kontur). Bila posisi
bangunan tidak tepat pada kontur, maka harus dilakukan
interpolasi dengan menggunakan rumus interpolasi, yaitu:

Hx = ( L1 / ∆H)+ H1

Dimana : Hx = kontur yang dicari


H1 = kontur yang diketahui
L1 = jarak bangunan terhadap H1
∆H = beda kontur

Tabel 3.1 Ketinggian Bangunan

No Bangunan Ketinggian (m) No Bangunan Ketinggian (m)


1 BMe3 30.40 15 BMc1 36.50
2 BMe2 33.80 16 BM3 37.50
3 BMe1 35.80 17 BMb3 35.15
4 BMf2 26.20 18 BMb2 35.95
5 BMf1 27.50 19 BMb1 37.50
6 BMd8 25.90 20 BM2 37.70
7 BMd7 27.50 21 BMa7 29.60
8 BMd6 29.50 22 BMa6 30.20
9 BMd5 31.40 23 BMa5 31.20
10 BMd4 33.00 24 BMa4 32.75
11 BMd3 34.30 25 BMa3 34.10
12 BMd2 35.50 26 BMa2 35.20
13 BMd1 35.80 27 BMa1 37.70
14 BM4 36.50 28 BM1 37.90

e. Mencari Selisih Kontur Antar Bangunan


Selisih kontur antar bangunan diperoleh dengan cara
mengurangi kontur pada bangunan 1 dengan bangunan 2,
misalnya : BM1 = 37,9 dengan BM2 = 37,70 maka selisihnya
adalah 0,2
f. Mencari Kemiringan Saluran (Io) Pada Saluran Induk
Kemiringan saluran dapat ditentukan dengan rumus :
Io = ∆H/L
Misalkan kemiringan pada BM2 :
Io = ∆H/L
= 0,2 / 289,370
= 0,000691

g. Mencari Debit (Q)


Untuk mencari debit yang diperlukan dapat menggunakan rumus :

Q = (NFR x A x 0,001) / (0,8) m3/det → untuk saluran tersier

Q = (NFR x A x 0,001) / (0,8 x 0,9) m3/det → untuk


saluran sekunder

Q = (NFR x A x 0,001) / (0,8 x 0,9 x 0,9) m3/det →


untuk saluran induk
Misalkan :
a. Untuk saluran Tersier M ruas 1 kiri 1
Q = (1,35 x 27,18 x 0,001) / (0,8)

= 0,046 m3/det

b. Untuk saluran Sekunder Ma ruas 1


Q = (1,35 x 450,317 x 0,001) / (0,8 x 0,9)

= 0,844 m3/det

c. Untuk saluran Sekunder M ruas 1


Q = (1,35 x 1622,129x 0,001) / (0,8 x 0,9 x 0,9)

= 3,379 m3/det

h. Mencari Kemiringan Rencana (Ia)


Untuk mendapatkan kemiringan rencana kita harus
menggunakan grafik kemiringan dasar saluran.
0,7 IV R = 4,0 x 10-4
0,7
IV R = 3,5 x 10-4
0,6
kecepatan dasar rencana Vbd dalam m/det
IV R = 3,0 x 10-4 0,6
0,5 0,6 0,7 0,80,91,0
IV R = 2,5 x 10-4
0,4 0,5
IV R = 2,0 x 10-4
0,3
IV R = 1,5 x 10-4 0,4
0,2
0,3

0,2

0,1 0,1

0,0 0
0,1 0,2 0,4 0,5 1 23 4 5 6 7 1020 30 40 50100

Gambar 3.8 Grafik Kemiringan Rencana (Ia)

Dari grafik tersebut didapat :

Ia untuk BM1 = 0.000691

Ia untuk BM2 = 0.000251

Ia untuk BM3 = 0.000774

Ia untuk BM4 = 0.000508

i. Menentukan Nilai k, m dan n


Menentukan nilai k, m dan n dapat melihat Tabel 3.2.

Tabel 3.2. untuk saluran induk

Q (m3/det) M N k
0.15 - 0.30 1 1 35
0.30 - 0.50 1 1.0 - 1.2 35
0.50 - 0.75 1 1.2 - 1.3 35
0.75 - 1.00 1 1.3 - 1.5 35
1.00 - 1.50 1 1.5 - 1.8 40
1.50 - 3.00 1.5 1.8 - 2.3 40
3.00 - 4.50 1.5 2.3 - 2.7 40
4.50 - 5.00 1.5 2.7 - 2.9 40
5.00 - 6.00 1.5 2.9 - 3.1 42.5
6.00 - 7.50 1.5 3.1 - 3.5 42.5
7.50 - 9.00 1.5 3.5 - 3.7 42.5
9.00 - 10.00 1.5 3.7 - 3.9 42.5
10.00 - 11.00 2 3.9 - 4.2 45
11.00 - 15.00 2 4.2 - 4.9 45
15.00 - 25.00 2 4.9 - 6.5 45
25.00 - 40.00 2 6.5 - 9.0 45

Tabel 3.3. untuk saluran sekunder dan tersier

Q (m3/det) m n = b/h v k
0.00 - 0.15 1 1 0.25 - 0.30 35
0.15 - 0.30 1 1 0.30 - 0.35 35
0.30 - 0.40 1 1.5 0.35 - 0.40 35
0.40 - 0.50 1 1.5 0.40 - 0.45 35
0.50 - 0.75 1 2 0.50 - 0.55 35
0.75 - 1.50 1 2 0.55 - 0.60 35
1.50 - 3.00 1 2.5 0.60 - 0.65 40
3.00 - 4.50 1.5 3 0.65 - 0.70 40
4.50 - 6.00 1.5 3.5 0.7 40
6.00 - 7.50 1.5 4 0.7 42.5
7.50 - 9.00 1.5 4.5 0.7 42.5
9.00 - 11.00 1.5 5 0.7 42.5
11.00 - 15.00 1.5 6 0.7 45
15.00 - 25.00 2 8 0.7 45
25.00 - 40.00 2 10 0.75 45
40.00 - 80.00 2 12 0.8 45

j. Perhitungan Dimensi Saluran Induk Rumus Strickler


V = k x R2/3 x I1/2

Q=VxA

A = h2 + (n + m)
= h (b + mh)

P = h (n + 2 √(1+ m2)

= b + 2h√(1 + m2)

R = A/P = h (n + m)/ {(n + 2√(1 + m2)}


Langkah selanjutnya :
Dimisalkan kedalaman air : h = ho
a) Mencari luas penampang basah
Ao = Q/Vo

b) Kedalaman air yang baru h1 = √𝐴𝑜/(𝑛 + 𝑚)

c) bandingkan h1 dengan ho
jika : h1 – ho ≤ 0.005 ……maka memenuhi syarat ,
sehingga h1 = h rencana

jika : h1 – ho > 0.005 ……maka tidak memenuhi syarat ,


sehingga harus dicari h1 yang baru sampai memenuhi
syarat.
d) Masukkan harga – harga b, h, k, m, n kedalam rumus
strickler hingga didapat V dan I.
e) Jika saluran belum ada (khusus saluran induk)

Untuk mendesain saluran yang belum ada, harus melalui


langkah – langkah perencanaan sebagai berikut :
 Tentukan Qd dan I. hal ini menghasilkan titik – titik dengan
harga khusus Qd dan I.
 Plot titik – titik Qd – I untuk masing – masing saluran
berikutnya sampai ruas terakhir.
 Tentukan V dasar yang diizinkan untuk setiap ruas saluran
atau < 0,70 m/det atau 0,60 m /det.
 Garis Qd – I makin kehilir atau Qd makin kecil, I√R menjadi
semakin besar.

k. Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan atau Tersier


Dalam menghitung dimensi saluran sekunder dan tersier,
kita harus terlebih dahulu menentukan nilai vo, sehingga
diperoleh nilai k,n dan m.

Rumus – rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


Q = vo x F

atau

F = Q/vo
Dimana :
F = luas area

Q = debit (m3/det)

 Mencari nilai h
F = (b + mh) h . karena nilai F, b dan m telah diketahui maka nilai h
akan diperoleh.

 Mencari nilai b
b=nxh

 Mencari F baru dan V baru

F baru = (b + mh)h

V baru = Q/Fbaru

 Mencari Keliling Basah (P) dan Jari – Jari (R)

P = (b + 2h√(1 + m2))

R = F/P

 Mencari V dan I

V = k x R2/3 x I1/2
I = (V/ (k x R2/3))2

 Mencari DWL dan UWL


DWL = elevasi saluran tersier + 0,18h
UWL = DWL + (I x L)
Sampel Perhitungan Dimensi Saluran dan Muka Air :

a. Saluran Induk

 Perhitungan Dimensi Saluran

Sampel perhitungan yang dipakai adalah Saluran Induk BM1


Ruas 1, sebagai berikut :
Yang perlu dicari adalah b,h,v saluran, sedangkan I saluran
sudah di dapat melalui grafik pada gambar 3.8.
A = 1622,129 Ha ;

Q = 3,379 m3/det ;

Ia = 0.00038 ;

m = 1,5 ;

n = 2,401 ;

k = 40

Hitung b , h , dan v ?

Dicoba h0 = 1,159 m
A = h2 .(n+m) = 1,1592 . (2,401+1,5) = 1,857 m2
b = h x n = 1,159 x 2,401 = 2,783
m

P = b + 2h √(1+ m2) )

= 2,783 + 2 x 1,159 √(1+ 1,52))


= 6,962
R = A/P = 1,857 / 6,962 = 0,753

V0 = k. R2/3 I1/2

= 40 x 0,7532/3 x 0,000381/2
= 0,645 m/det

F = Q/V0 = 3,379 / 0,645 = 5,238 m2


V = Q / F = 3,379 / 5,238 = 0,038 m/det
h = √(F/(m + n))
= √(5,238 / (1,5 + 2,401))
= 1,159 m

Kontrol :

|h0 – h| = |1,159 – 1,159|

= 0,00 < 0,005 ...OK

b. Saluran Sekunder

 Perhitungan Dimensi Saluran

Untuk Saluran Sekunder yang dicari adalah b,h,v, dan I


saluran. Data yang ada sebagai berikut :
Dimensi saluran sekunder Ma ruas 1

A = 450,317 ha ;

Q = 0,844 m3/det ;

m=1;n=2;

k = 35

Dicoba V0 = 0,506 m/det

F = Q / V0 = 450,317 / 0,506 = 1,668

h = √(F / (m+n))

= √( 1,668 / (1+2)) = 0.746 m

b = h x n = 0.746 x 1 = 0.746 m
F baru = (b + (m x h)) x h

= (0.746 + (1 x 0,746)) x 0,746 = 1.668 m2

V baru = Q / Fbaru

= 0,844 / 1,668 = 0,506 m/det


P = b + 2h √(1+ m2) )

= 0,746 . (1+ 2 x 0,746√(1+ 12))


= 3,600
R = Fbaru/P = 1,668 / 3,600 = 0,463
I = ( V / k x R2/3 )2

= ( 0,506 / 35 x 0,463 2/3 )2

= 0,00058

c. Saluran Tersier

 Perhitungan Dimensi Saluran

Untuk Saluran Sekunder yang dicari adalah b,h,v, dan I


saluran. Data yang ada sebagai berikut :
Dimensi saluran sekunder M1 Kr1 :

A = 27,18 ha ;

Q = 0,046 m3/det ;

m=1;

n = 1 ; k = 35

Dicoba V0 = 0,453 m/det

F = Q / V0 = 0,046 / 0,453 = 0,101

h = √(F / (m+n))

= √( 0,101 / (1+1))

= 0,225 m

b = h x n = 0.225 x 1 = 0.225 m
F baru = (b + (m x h)) x h
= (0.225 + (1 x 0.225)) x 0.225

= 0.101 m2
V baru = Q / Fbaru

= 0,046 / 0,101

= 0,453 m/det

P = b + 2h √(1+ m2) )

= 0,225 + 2 x 0,225√(1+ 12))

= 0,861

R = Fbaru/P = 0,101 / 0,861 = 0,118


I = ( V / k x R2/3 )2

= ( 0,453 / 35 x 0,118 2/3 )2

= 0,00291

 Perhitungan Muka Air

Diketahui BM1 dalam perhitungan dimensi saluran didapat :

h = 1,159 m

b = 2,783 m

Elevasi BM1 = 37,90 L = 289,37 m I = 0,00038

Dicari :

Dwl = (0,18h + elevasi BM1)

= (0,18 . 1,159 + 37,90)

= 38,50 m

Uwl = Dwl + (I . L)

= 38,50 + ( 0,00038 . 289,37)

= 38,50 + 0.11

= 38,61 m
BAB IV

PENUTUP

4.2. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka didapat :
 NFR = 1,35 lt/Ha/det

 Luas Area irigasi = 1622,13 Ha

 Debit Terbesar = 3,379 M3/det

 Elevasi Mercu = + 39,35

 Elevasi Petak Terjauh = + 25,70

4.3. Saran
Untuk mengurangi tingkat kesalahan dan memperbesar
ketelitian, sebaiknya dalam perhitungan desain jaringan irigasi
digunakan berbagai software yang mendukung. Seperti Autocad
untuk analisis panjang, luas dan penggambaran, serta Microsoft
Excel untuk membantu perhitungan data.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan


Bagian Jaringan Irigasi. Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan


Bagian Bangunan Utama (Headworks). Departemen
Pekerjaan Umum.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan


Bagian Saluran.Departemen Pekerjaan Umum.
Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan
Bagian Petak Tersier. Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan


Bagian Parameter Bangunan. Departemen Pekerjaan
Umum.
Radjulani. Panduan Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi. Prodi
PTS/PTB/D3 TS. Jurusan Pendidikan Teknik Sipil. Fakultas
Pendidikan Teknik dan Kejuruan. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung 2011.

Anda mungkin juga menyukai