TUGAS AKHIR
Oleh
RONI RIYANTO
167011011
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
2.2.3 Uji Kecocokan sebaran ............................................................ 15
v
3.3.2 Data Sekunder .......................................................................... 39
vi
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 97
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN
Hujan merupakan salah satu rangkaian dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi
yang sering terjadi didaerah Kota, termasuk Kota Tasikmalaya. Hujan turun
kapasitas saluran drainase tidak mampu untuk menampung kelebihan air yang
terjadi.
semestinya. Saluran drainase dirancang untuk menampung debit air hujan terjadi.
Kapasitas saluran harus diperhitungkan agar dapat menampung debit air sehingga
pada saluran drainase. Beberapa titik di ruas jalan Kota tersebut masih terjadi
banjir. Jalan Mayor S.L. Tobing Tugujaya Kec. Cihideung Kota Tasikmalaya
Jawa Barat merupakan salah satu titik terjadi banjir. Titik lokasi banjir terjadi
pada kawasan saluran didepan radar tasikmalaya dan dipersimpangan Jalan S.L
Banjir terjadi apabila hujan turun dengan intensitas tinggi. Jalan Mayor S.L.
yang beragam dengan kondisi yang kurang baik. Saluran tidak mampu
1
2
menampung debit limpasan karena terdapat sedimen dan juga sampah sehingga
bisa disimulasikan dalam software ini dengan parameter hasil kondisi dilapangan.
menggunakan program EPA SWMM 5.1 di jalan Mayor S.L Tobing Kota
2. Berapa Intensitas hujan yang terjadi di Jalan Mayor S.L. Tobing Tugujaya
tersebut?
menggunakan program EPA SWMM 5.1 di jalan Mayor S.L Tobing Kota
1.4 Manfaat
menggunakan program EPA SWMM 5.1 di jalan Mayor S.L Tobing Kota
1. Lokasi dilakukan hanya drainase Jalan Mayor S.L. Tobing Tugujaya Kec.
4. Debit air yang dihitung hanya debit dari air hujan saja
5. Data curah hujan yang digunakan Kawalu, Lanud , Cimulu dan Cikunten 2
menggunakan program EPA SWMM 5.1 di jalan Mayor S.L Tobing Kota
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini membahas teori – teori dan rumus – rumus untuk dijadikan
Bab ini membahas metode – metode dan data – data yang dibutuhkan
dalam penelitian.
Bab ini membahas hasil – hasil dari penelitian dan permasalah dilokasi
penelitian.
Catchment Area didefinisikan suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat
alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber–sumber air lainnya yang
Cathment area ini di tentukan dari peta topografi dan daerah aliran
sungainya. Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh
tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada suatu statisiun yang ditinjau.
garis kontur. Garis–garis kontur tersebut digunakan untuk menentukan arah dari
menuju titik–titik yang lebih rendah dalam arah tegak lurus dengan garis–garis
5
6
2.2 Hujan
Hujan merupakan sumber dari semua air yang mengalir disungai dan
didalam tampungan baik diatas maupun dibawah permukaan tanah. Jumlah debit
dan variasi debit sungai tergantung pada jumlah, intensitas dan distribusi hujan.
alat penakar hujan. Distribusi hujan dalam ruang dapat diketahui dengan
mengukur hujan dibeberapa lokasi pada daerah yang ditinjau, sedangkan distribusi
Triatmodjo, 2009)
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang hanya
terjadi pada suatu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat
bervariasi terhadpa tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat
tersebut. Oleh karena itu, diberbagai tempat pada daerah aliran sungai tersebut
1. Rata-rata Aljabar
Metode rata-rata aljabar ini merupakan metode yang paling sederhana dan
diperoleh dengan menghitung rata-rata aljabar dari semua total penakar hujan
disuatu kawasan. Metode ini sesuai dengan kawasan-kawasan yang datar dan
sesuai dengan DAS-DAS dengan jumlah penakar hujan yang besar yang di
7
Triatmodjo, 2009)
P1 P2 P3
(2.1)
n
Keterangan :
̅ = Hujan rerata kawasan
= Jumlah stasiun
luas total untuk medapatkan presipitasi rata-rata. Metode ini sesuai dengan
kawasan dengan jarak penakar prepitasi yang tidak merata dan memerlukan
A1P1 A2 P2 A3 P3 .... An Pn
(2.2)
A1 A2 A3 .... An
Keterangan :
= Hujan di stasiun 1, 2, … n
3. Garis Isohyet
isohyet yang digambarkan pada kawasan tersebut. Metode ini merupakan yang
paling teliti, karena metode mempertimbangkan sejumlah faktor seperti relief dan
aspek. Metode ini sangat baik digunakan pada kawasan bergunung dan
memerlukan keterampilan. Peta isohyet dapat beragam dari satu pengeplot dengan
yang lain dan membutuhkan stasiun pengamat didekat kawasan tersebut dan
Keterangan :
̅ = Hujan rerata kawasan
= Curah hujan pada masing-masing stasiun
= Luas areal dari titik I
9
berkaitan dengan besaran peristiwa ekstrim seperti hujan lebat, banjir dan
penerapan distribusi.
Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai atau data hujan.
Data yang digunakan adalah data debit sungai atau hujan maksimum tahunan.
Hasil analisis frekuensi yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data.
Data diperoleh dari pos penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis.
Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu
10
untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang. Berikut
1. Ditribusi Normal
T K T S (2.4)
Keterangan:
Keterangan:
Distribusi Log Person Type III setiap data dikonversikan menjadi bentuk
logaritma :
Y LogX (2.6)
LogX T Log X K T .S (2.7)
Keterangan:
= Frekwensi factor
12
4. Distribusi Gumbel
YTr Yn
X Tr X S (2.8)
Sn
T
YTr In In
T 1 (2.9)
13
Keterangan :
= reduce mean
= reduce mean
S = Standar Deviasi
̅ = Nilai rata-rata
U 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.495 0.499 0.503 0.507 0.510 0.510 0.513 0.520 0.522 0.522
20 0.523 0.523 0.526 0.528 0.530 0.530 0.532 0.533 0.535 0.535
30 0.536 0.537 0.538 0.538 0.540 0.540 0.541 0.541 0.543 0.543
40 0.543 0.544 0.544 0.545 0.546 0.546 0.546 0.547 0.548 0.548
50 0.546 0,549 0.549 0.549 0.550 0.500 0.550 0.551 0.551 0.551
60 0,532 0.552 0.552 0.553 0.553 0.553 0.553 0,554 0.554 0.554
70 0.534 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.555 0.556 0.556 0.556
80 0.536 0.557 0.557 0.557 0.557 0.558 0.558 0.558 0.558 0.558
90 0.558 0.558 0.558 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559 0.559
100 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.560 0.561 0.561
(Sumber : Drainase perkotaan Suripin 2004)
U 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.949 0.937 0.988 0.997 1.009 1.020 1.103 1.041 1.049 1.036
20 1.062 1.069 1.073 1.081 1.086 1.091 1.096 1.100 1.104 1.108
30 1.112 1.113 1.119 1.122 1.125 1.128 1.131 1.133 1.136 1.138
40 1.141 1.143 1.145 1.148 1.149 1.157 1.153 1.155 1.137 1.139
50 1.160 1.162 1.163 1.163 1.166 1.168 1.169 1.170 1.172 1.173
60 1.174 1.175 1.177 1.177 1.179 1.180 1.184 1.182 1.183 1.184
70 1.185 1.186 1.186 1.187 1.189 1.190 1.196 1.191 1.192 1.193
80 1.194 1.194 1.195 1.195 1.197 1.197 1.198 1.199 1.199 1.200
90 1.201 1.201 1.202 1.202 1.203 1.204 1.204 1.205 1.205 1.206
100 1.206 1.206 1.207 1.207 1.208 1.208 1.208 1.209 1209 1.209
(Sumber : Drainase perkotaan Suripin 2004)
4 20 2,9709
5 25 3,1993
6 50 3,9028
7 75 4,3117
8 100 4,6012
9 200 5,2969
10 250 5,5206
11 500 6,2149
12 1000 6,9037
13 5000 8,5188
14 10000 9,2121
(Sumber : Drainase perkotaan Suripin 2004)
diantaranya adalah:
1. Rata-rata
1 n
X Xi
2 i 1 (2.10)
2. Deviasi standar
Xi X
n
2
S i 1
n 1 (2.11)
3. Koefisien Variasi
s
Cv
x (2.12)
4. Koefisien Skewness
n Xi X
n
3
a i 1
(n 1)(n 2) (2.13)
Cs = a/S3 (2.14)
5. Koefisien Kurtosis
n 2 xi x
4
Ck
(n 1)(n 2)(n 3) S 4 (2.15)
15
No Distribusi Syarat
Cs ≈ 0
1 Normal
Ck ≈ 3
Cs = 1.14
2 Gumbel
Ck = 5.4
Cs = Cv3 + 3Cv
3 Log Normal
Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3
4 Log Person Type III Selain dari nilai diatas
1. Uji Chi-Kuadrat
persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel
X 2
N
Of Ef 2 (2.16)
t 1 Ef
Keterangan:
pembagian kelasnya
16
kritik), untuk suatu derajat nyata tertentu, yang sering diambil 5%. Derajad
DK K 1 (2.17)
Keterangan :
DK = Derajat Kebebasan
K = Banyaknya Kelas
adalah 2
Nilai X2Cr diperoleh dari Tabel 2.6 Disarankan agar banyaknya kelas tidak
α (Derajat Kepercayaan)
Dk
0.995 0.990 0.975 0.950 0.050 0.025 0.010 0.005
1 0.00003 0.00001 0.0009 0.0039 3.841 5.024 6.635 7.789
2 0.0100 0.0201 0.0506 0.103 5.991 7.378 9.210 10.597
3 0.0717 0.115 0.216 0.352 7.815 9.348 11.345 12.838
4 0.207 0.297 0.484 0.711 9.488 11.143 13.277 14.860
5 0.412 0.554 0.831 1.145 11.070 12.832 15.086 16.750
2. Uji Smirnov-Kolmogrov
a. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
- X1 → P (X1)
- X2 → P (X2)
- Xm → P (Xm)
- Xn → P (Xn)
(persamaan distribusinya) :
- X1 → P’ (X1)
18
- X2 → P’ (X2)
- Xm → P’ (Xm)
- Xn → P’ (Xn)
D0.
Intensitas hujan adalah yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume
hujan tiap satuan waktu. Nilai intensitas hujan tergantung lama curah hujan dan
19
frekuensi hujan dan waktu konsentrasi. Intensitas hujan dianalisis dari data hujan
Intensitas hujan, lama hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam
1. Rumus Talbot
a
I (2.18)
t b
Keterangan :
2. Rumus Mononobe
Rumus ini disebut rumus Mononobe dan merupakan sebuah variasi dari
rumus-rumus lainnya. Namun rumus intensitas curah hujan ini digunakan untuk
curah hujan jangka pendek. Rumus ini digunakan untuk menghitung intensitas
2
R 24 3
I 24 (2.19)
24 t
20
Keterangan :
3. Rumus Ishiguro
a
I (2.20)
t b
Keterangan :
= Konstanta
4. Rumus Sherman
Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
a
I (2.21)
tn
Keterangan :
= Konstanta
21
mengalir dalam bentuk lapisan tipis diatas permukaan lahan akan masuk ke parit –
parit dan selokan – selokan yang kemudian bergabung menjadi anak sungai dan
akhirnya menjadi aliran sungai. Volume air hujan per satuan waktu yang tidak
mengalami infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air
limpasan terdiri dari tiga komponen yaitu koefisien runoff (C), data intensitas
air hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak mengalami
penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara 0-1 yang
penduduknya maka koefisien runoffnya akan semakin besar sehingga debit air
yang harus dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.
oleh hujan deras pada daerah tangkapan kecil dapat diperkirakan dengan
menggunakan metode rasional. Suatu DAS disebut kecil apabila distribusi hujan
dapat dianggap seragam dalam ruang dan waktu, biasanya durasi hujan melebihi
waktu konsentrasi. Metode rasional hanya digunakan pada daerah pengalir yang
kecil atau sempit yaitu sekitar 500 ha. Standar perencanaan saluran drainase
Luas DAS (ha) Periode Ulang (Tahun) Metode perhitungan debit banjir
<10 2 Rasional
10-100 2-5 Rasional
101-500 5-50 Rasional
>500 10-25 Hidograf Satuan
(Sumber : Drainase Perkotaan Suripin 2004)
Q 0.00278.C.I . A (2.22)
Keterangan :
C = Koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan Tabel 2.9
I = Intensitas hujan
melimpas (run-off) di atas permukaan tanah, jalan, kebun, dan lain-lain kemudian
berdasarkan tipe tata guna lahan pada daerah Catchment Area tersebut. Koefisien
runoff untuk drainase perkotaan sangat dipengaruhi oleh daerah kedap air dan
Keterangan :
Koefisien runoff dan rasio kedap air dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di
a. Inlet time ( ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
b. Conduit time ( ) yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
2004)
tC t0 t d (2.24)
2 n
t 0 x3.28 xLx (2.25)
3 s
Ls
td (2.26)
60v
Keterangan :
S = Kemiringan saluran
pada laju infiltrasi. Jika intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi
2004)
25
Luas daerah pengaliran adalah aliran yang jatuh dalam suatu daerah
area tersebut yang masuk menjadi beban pada saluran drainase. (Budi Kartiwa
drainase berdasarkan debit rencana. Bentuk saluran drainase dapat berupa saluran
komposit. Saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan permukaan
rumusnya:
1. Bentuk Trapesium
Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya salutran dari tanah. Tapi
dimungkinkan juga bentuk ini dari pasangan. Saluran ini membutuhkan ruang
yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, air rumah tangga maupun
air irigasi.
26
A B zhh (2.27)
B 2h 1 z 2 (2.28)
R
B zhh (2.29)
B 2h 1 z 2
2. Bentuk Persegi
Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus dari pasangan ataupun
beton.
A Bxh (2.30)
A B 2h (2.31)
Bh
R (2.32)
B 2h
27
3. Bentuk Lingkaran
Saluran bentuk ini berupa berupa saluran dari pasangan atau kombinasi
pasangan dan pipa beton. Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan
A
1
sin d0 2 (2.33)
2
1 2
d 0 (2.34)
2
R
1
1 sin d0 (2.35)
4
4. Bentuk segitiga
konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan. Bentuk ini juga
berfungsi sebagai saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
A zh2 (2.36)
zh 1 z 2 (2.37)
zh
R (2.38)
2 1 z2
saluran pada peta jaringan drainase. Kapasitas saluran dapat dihitung dengan
Q=AxV (2.39)
29
Keterangan:
serta lumut. Pada umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,60 – 0,90 m/det.
Dapat digunakan dengan aman apabila persentase lumpur yang ada di air cukup
Tabel 2.11 Kemiringan rata – rata saluran terhadap kecepatan rata – rata
berikut.
2 1
1
V .R 3 .S 2 (2.40)
n
Keterangan :
S = kemiringan saluran
saluran, baik berupa saluran tanah maupun dengan pasangan, besarnya koefisien
Kondisi
Tipe saluran
Baik Cukup Buruk
Saluran Buatan :
Saluran tanah, lurus beraturan 0.020 0.023 0.025
Saluran tanah, digali biasanya 0.028 0.030 0.025
Saluran batuan, tidak lurus & tdk beraturan 0.040 0.045 0.045
Saluran batuan,lurus beraturan 0.030 0.035 0.035
Saluran batuan, vegetasi pada sisinya 0.030 0.035 0.040
Dasar tanah, sisi batuan koral 0.030 0.030 0.040
Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0.025 0.028 0.030
Sluran alam :
Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir & tanpa celah 0.028 0.030 0.033
Berliku, bersih, tetapi berpasir &berlubang 0.035 0.040 0.045
Idam 2, tidak dalam, kurang baraturan 0.045 0.050 0.065
Aliran lambat, banyak tanaman & lubang dalam 0.060 0.070 0.080
Tumbuh tinggi dan padat 0.100 0.125 0.150
Saluran dilapisi :
Batu kosong tanpa adukan 0.030 0.033 0.035
Idem 1, dengan adukan semen 0.020 0.025 0.030
Lapisan beton sangat halus 0.011 0.012 0.013
Lapisan beton biasa degan tulagan baja 0.014 0.014 0.015
Idem 4, tetapi tulangan kayu 0.016 0.016 0.018
(Sumber : Hidrologi Teapan Gunadarma 2011
31
dinding saluran. Kemiringan dasar saluran disini adalah kemiringan dasar saluran
tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan
yang diizinkan.
0,008 tergantung pada bahan saluran yang digunakan. Kemiringan yang lebih
curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat akan
Tinggi jagaan adalah jarak antara elevasi muka air (elevasi muka air pada
elevasi penuh air akibat angin dan penutupan pintu air dihulu (bukan untuk
Keterangan :
berasal dari daerah tangkapan hujan yang menerima hujan. Beban limpasan
kedalaman, kecepatan dan variable lainnya tiap sauran selama periode simulasi
bagian utama, yaitu di atmosfer, permukaan tanah, bawah permukaan tanah dan
4. Bagian jaringan drainase, terdiri dari saluran drainase, pompa dan regulator,
serta unit tampungan yang mengalirkan air menuju ke saluran buang. Aliran
masuk dari bagian ini berasal dari limpasan permukaan, aliran dasar (air
tanah) dan aliran masuk lainnya. Komponen dari bagian ini dimodelkan
Objek – objek dalam setiap bagian diatas digambarkan secara visual dalam
bentuk peta dalam halaman kerja SWMM seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.11
1. Rain gage
Objek Rain gage menyediakan data hujan untuk satu atau beberapa daerah
tangkapan hujan dalam wilayah studi. Data hujan tersebut umumnya berupa seri
data hujan yang menunjukkan distribusi hujan sebagai fungsi waktu. Sebagai
34
contoh distribusi curah hujan (mm) terhadap waktu (menit atau jam) yang sering
2. Subcatchment
pemisah topografi dan mengalirkan limpasan permukaan pada satu titik luaran
(outlet) yang sering disebut sebagai daerah aliran sungai (DAS) atau daerah
melalui analisis topografi seperti digital elevation model (DEM) suatu wilayah,
sehingga dapat ditentukan luasan yang memberikan kontribusi aliran di suatu titik
outlet.
Objek Sucatchment tersebut dibagi menjadi luasan – luasan lebih kecil yang
bersifat lolos air (pervious) dan kedap air (impervious). Limpasan permukaan
dapat terinfiltrasi masuk kedalam tanah melalui luasan yang lolos air, namun tidak
3. Juction Nodes
dari saluran terbuka, manhole dalam sistem jaringan limbah dan sambungan pipa.
Aliran eksternal dapat memasuki sistem melalui objek junction. Kelebihan air
pada suatu junction dapat menunjukkan tingkatan banjir yang terjadi dalam sistem
drainase .
4. Outfall Nodes
35
Objek Outfall merupakan titik akhir dari sistem drainase perkotaan yang
hujan. Outfall hanya boleh terdiri dari saluran yang masuk saja. Pada Outfall yang
Sebuah Flow Divider hanya boleh memiliki dua saluran keluar saja.
6. Storage Units
penampung seperti kolam detensi atau retensi dan waduk atau danau. Fungsi
terhdap tinggi air. Fungsi utama Storage Units dalam sistem drainase adalah
sebagai penahan dan penunda puncak banjir, dimana tampungan dapat menahan
7. Conduits
terbuka maupun pipa yang mengalirkan air dari satu titik lainnya dalam sistem
berbagai varian bentuk yang telah tersedia untuk saluran buatan maupun
8. Pumps
elevasi yang lebih tinggi. Kapasitas sebuah pompa direpresentasikan dalam kurva
pompa.
9. Flow Regulator
digunakan untuk:
4. Pelaksanaan pekerjaan.
Lokasi penelitian tugas akhir ini dilakukan di jalan Mayor S.L . Tobing
Tugujaya, Kec. Cihideung, Tasikmalaya. Titik lokasi yang ditinjau mulai dari
saluran Kantor Badan Kepegawaian Daerah, saluran di depan Pom Bensin Mayor
S.L Tobing dan saluran pembuang jalan cipicung. Pusat titik banjir terjadi pada
saluran Kantor Radar Tasikmalaya dan Pertigaan Jalan S.L Tobing menuju Jalan
Cipicung.. Jenis material saluran terbuat dari pasangan batu dan beton. Garis
kuning pada Gambar 3.1 merupakan lokasi yang akan dilakukan penelitian.
Penelitian pada saluran drainase di JL. Mayor S.L Tobing ada beberapa alat
38
39
dengan saluran drainase JL. Mayor S.L Tobing. Adapun data-data yang
dikumpulkan diantaranya :
Data primer merupakan data yang diambil langsung dari kondisi yang ada
dilapangan. Data primer ini untuk mengetahui kondisi eksisting dan dimensi
Data DEM ini digunakan untuk membuat peta topografi dan stream flow
yang nantinya akan digunakan untuk menentukan daerah tangkapan air (DTA)
Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan dari stasiun curah
hujan kawalu, stasiun curah hujan lanud, stasiun curah hujan cimulu dan stasiun
curah hujan cikunten 2 selama 13 tahun. Pemilihan stasiun diambil yang lokasinya
Bulan
No Thn
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 2007 81 77 56 77 77 31 10 2 8 84 88 69
2 2008 100 92 74 81 62 2 13 5 34 51 88 49
3 2009 63 58 77 81 31 44 31 31 88 2 88 58
4 2010 46 88 70 31 35 46 44 130 87 58 76 105
5 2011 24 81 77 31 35 35 81 130 87 58 79 22
6 2012 69 46 70 77 87 69 46 16 2 31 79 48
7 2013 130 31 35 79 129 123 95 35 16 21 40 30
8 2014 35 81 48 95 145 150 129 56 14 25 63 130
9 2015 74 123 80 117 20 27 10 3 0 0 40 61
10 2016 66 93 79 39 63 29 115 80 74 92 121 50
11 2017 135 60 66 78 63 66 36 6 24 80 107 135
12 2018 65 140 80 89 62 33 2 8 10 44 135 128
13 2019 74 68 90 84 62 15 7 1 2 74 41 55
(Sumber : BPSDA Citanduy)
Bulan
No Thn
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 2007 79 108 98 107 79 67 19 7 9 62 131 103
2 2008 67 112 62 97 108 21 12 4 15 39 100 138
3 2009 98 132 102 87 81 48 47 0 6 87 71 71
4 2010 86 160 95 38 48 50 90 73 78 88 135 165
5 2011 57 56 74 108 108 26 236 0 5 106 127 48
6 2012 135 241 110 211 26 23 15 0 0 93 35 41
7 2013 53 80 91 103 103 212 231 7 0 114 49 151
8 2014 50 102 104 38 137 36 213 11 4 41 113 210
9 2015 57 90 52 47 47 183 15 0 0 0 96 92
10 2016 69 98 79 70 66 23 111 70 87 84 92 52
11 2017 94 134 55 78 114 39 105 5 104 62 75 45
12 2018 52 132 85 72 58 36 2 1 14 44 116 100
13 2019 75 75 80 90 57 18 61 1 2 69 31 83
(Sumber : BPSDA Citanduy)
41
Bulan
No Thn
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 2007 59 61 55 69 63 50 8 4 4 63 67 65
2 2008 38 21 47 56 64 15 5 7 27 76 95 70
3 2009 55 83 70 27 59 10 84 1 18 42 53 43
4 2010 60 114 79 33 40 47 61 109 84 69 97 127
5 2011 43 51 108 45 101 28 72 0 4 72 50 60
6 2012 60 61 51 46 15 11 4 2 0 67 73 79
7 2013 53 62 58 61 79 42 0 6 27 39 0 0
8 2014 65 50 60 71 87 107 108 104 2 11 78 128
9 2015 9 99 64 37 23 23 4 0 0 0 78 59
10 2016 85 78 74 67 53 27 55 58 82 39 108 47
11 2017 114 112 32 71 106 31 12 4 55 98 96 70
12 2018 27 115 95 39 51 42 1 4 22 43 76 44
13 2019 76 89 60 102 45 25 11 0 1 0 11 140
(Sumber : BPSDA Ciwulan Cilaki)
N Bulan
Thn
o Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
1 2007 50 84 47 94 50 37 30 15 0 62 72 84
2 2008 47 46 44 78 150 21 2 4 38 102 110 67
3 2009 52 45 158 40 32 46 51 6 19 32 63 57
4 2010 45 63 76 120 60 35 60 65 70 61 85 90
5 2011 40 45 52 46 40 45 70 4 2 62 35 30
6 2012 37 32 25 113 49 39 25 7 1 61 63 53
7 2013 65 77 75 68 55 58 92 14 53 72 0 0
8 2014 55 110 70 79 158 74 85 104 0 77 104 115
9 2015 57 100 94 43 37 40 10 0 0 0 193 63
10 2016 95 97 70 68 55 30 98 70 70 68 173 50
11 2017 105 98 63 65 37 15 22 19 58 79 120 89
12 2018 50 53 54 55 80 35 0 5 45 13 140 60
13 2019 53 61 73 160 36 40 17 4 0 1 47 80
(Sumber : BPSDA Ciwulan Cilaki)
3. Citra Satelit
lokasi penelitian yang nantinya memiliki nilai koefisien aliran dari masing-masing
dalam tinjauan pustaka untuk mengetahui luas Catchment area dilokasi penelitian.
berikut:
periode ulang tertentu. Simulasi ini dilakukan untuk menemukan solusi yang tepat
simulasi menggunakan EPA SWMM 5.1 disajikan dalam flowchart Gambar 3.5
berikut:
elevasi lahan dan limpasan ketika terjadinya hujan. Kemudian masukan kordinat
2. Menentukan Subcathment
yang ada dilapangan, mulai dari Juction (Data Elevasi), Conduit ( Data Dimensi),
continuity error < 10%. Artinya proses simulasi tersebut telah berhasil. Aliran
Tahapan perhitungan analisis hirolika tugas akhir ini disajikan dalam flowchart
Catchment Area ditentukan dengan melihat peta Topografi dan arah aliran
punggung atau daerah yang memiliki elevasi lebih tinggi. Data inputan yang
dibutuhkan untuk melakukan analisis yaitu Data Digital Elevation Model (DEM).
Data DEM tersebut bisa didapatkan dari DEMNAS. Catchment Area dapat
disesuaikan dengan melihat kondisi fisik dilapangan dan kondisi saluran drainase
jalan dan saluran outlet. Karena adanya saluran baru, oleh karena itu harus
mengikuti kondisi lahan dan outlet menuju drainase jalan. Kondisi tersebut akan
dengan curah hujan harian maksimum tahun 2007-2019. Data curah hujan diambil
dari stasiun terdekat dengan lokasi penelitian, diantaranya stasiun hujan Cimulu,
stasiun hujan Kawalu, stasiun hujan Lanud dan stasiun hujan cikunten 2.
stasiun yang mewakili luasan disekitarnya. Adapun stasiun curah hujan yang
50
51
garis lurus untuk memperoleh luas daerah dari tiap stasiun. Dimana masing-
masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis sumbu
Setelah dibentuk polygon thiessen dari stasiun curah hujan terdekat hanya
stasiun Kawalu dan stasiun Cimulu yang memiliki luasan pengaruh. Meski dibuat
garis pengaruh dari stasiun Lanud dan stasiun Cikunten 2 yang merupakan stasiun
terdekat, namun stasiun tersebut tidak memiliki luas pengaruh pada lokasi
penelitian. Berikut hasil dari polygon thiessen ditampilkan dalam gambar 4.2.
Stasiun curah hujan yang berpengaruh pada lokasi penelitian hanya Stasiun
curah hujan Kawalu dan Stasiun hujan cimulu. Curah hujan yang digunakan
Diketahui:
Tabel 4.1
Sta Sta
Cimulu Luas Kawalu Luas
CH
No Tahun Hujan Cimulu Hujan Kawalu
Wilayah
Max (Ha) Max (Ha)
(mm) (mm)
1 2007 78 8.6 106 24.4 99
2 2008 82 8.6 120 24.4 110
3 2009 78 8.6 106 24.4 99
4 2010 98 8.6 157 24.4 141
5 2011 140 8.6 157 24.4 152
6 2012 143 8.6 105 24.4 115
7 2013 126 8.6 157 24.4 149
8 2014 116 8.6 149 24.4 140
9 2015 183 8.6 115 24.4 133
53
2, 5, 10, 25, dan 50 tahun. Metode yang digunakan yaitu Normal, Gumbel, Log
normal dan Log person type III. Proses perhitungan menggunakan aplikasi
1. Distribusi Normal
n = 13
Yn = 0.5070
54
Sn = 0.9971
Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari) :
1 n
X Xi
n i 1
1
1670
13
128.430
Standar Deviasi :
Xi X
n
2
S i 1
n 1
3894
13 1
18.0131
Koefisien Skewness :
n Xi X
n
3
CS i 1
n 1n 2S 3
13 31619
13 113 218.0133
0.532
Koefisien Kurtosis :
n Xi X
n
4
CS i 1
13 2283484
13 113 213 318.0134
2.776
Hasil perhitungan Curah hujan distribusi Normal dapat dilihat pada tabel 4.4
berikut.
Tabel 4.3 Perhitungan Periode Ulang Hujan Distribusi Normal
No PUH Xrata STDEV Kt Hujan Rencana (mm)
1 2 128.430 18.013 0 128.430
2 5 128.430 18.013 0.84 143.561
3 10 128.430 18.013 1.28 151.487
4 25 128.430 18.013 1.64 157.971
5 50 128.430 18.013 2.04 165.357
Sumber : Perhitungan
2. Distribusi Gumbel
n = 13
Xrata = 128.430
STDEV = 18.013
Yn = 0.507
Sn = 0.997
Cs = 0.533
Ck = 2.777
Hasil perhitungan Curah hujan distribusi Gumbel dapat dilihat pada tabel
4.6 berikut.
(Log
N (Log Xi- (Log Xi- (Log Xi-
Tahun Xi Log Xi Xi-
O Xrata)² Xrata)³ Xrata)⁴
Xrata)
1 2007 99 1.9938 -0.1107 0.0122 -0.001355 0.0001499
2 2009 99 1.9956 -0.1088 0.0118 -0.001289 0.0001403
3 2008 110 2.0414 -0.0631 0.0040 -0.000251 0.0000158
4 2012 115 2.0607 -0.0438 0.0019 -0.000084 0.0000037
5 2016 122 2.0864 -0.0181 0.0003 -0.000006 0.0000001
6 2015 133 2.1239 0.0194 0.0004 0.000007 0.0000001
7 2017 133 2.1239 0.0194 0.0004 0.000007 0.0000001
57
n = 13
Yn = 0.5070
Sn = 0.9971
1
1670
13
128.430
LogX 2.1045
Standar Deviasi :
Xi X
n
2
S i 1
n 1
0.0487
13 1
0.0638
Koefisien Skewness :
n Xi X
n
3
CS i 1
n 1n 2S 3
58
13 0.001858
13 113 20.06383
0.7057
Koefisien Kurtosis :
n Xi X
n
4
CS i 1
13 0.0003839
2.9732
13 113 213 30.0638 4
Hasil perhitungan Curah hujan distribusi Log Normal dapat dilihat pada
Hasil perhitungan curah hujan rencana dengan distribusi log prson type III
Tabel 4.8 Perhitungan Analisis Frekuensi Distribusi Log Person Type III
n = 13
Xrata = 128.430
STDEV = 0.0638
Yn = 0.5070
Sn = 0.9971
Cs = 0.7050
Cv = 0.0303
Ck = 2.9732
Hasil perhitungan Curah hujan distribusi Log Person Type III dapat dilihat
Tabel 4.9 Perhitungan Periode Ulang Hujan Distribusi Log Person Type III
ditentukan metode distribusi yang akan digunakan sesuai dengan syarat batas
parameter statistik tiap distribusi. Selanjutnya dipilih salah satu distribusi yang
memiliki nilai koefisien skewness dan koefisien kurtosis sesuai syarat batas.
60
1. Uji Chi-Square
peluang yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang
Jumlah Data
n = 13
Banyak Kelas
Derajat Kebebasan
61
Tabel 4.11 Tabel Besar Peluang dan Batas Kelas Distribusi Log Person Type III
Periode Faktor
P Log Xi Hujan
Ulang Frekuensi STDEV Log Xt
(%) rata Renana (mm)
(Tr) (Kt)
20 5 1.5 2.104 0.0638 2.200 158.532
40 2.5 0.672 2.104 0.0638 2.147 140.381
60 1.667 0.087 2.104 0.0638 2.110 128.840
80 1.25 -0.476 2.104 0.0638 2.074 118.613
Sumber : Perhitungan
Tabel 4.12 Perhitungan Uji Chi-Square untuk Distribusi Log Person Type III
Jumlah
No Nilai Batas Data (OF-EF)² (OF-EF)²/EF
Subkelas OF EF
1 X < 118.613 4 2.6 1.96 0.754
2 118.613 < χ < 128.840 1 2.6 2.56 0.985
3 128.840 < χ < 140.381 4 2.6 1.96 0.754
4 140.381 < χ < 158.532 4 2.6 1.96 0.754
5 X > 158.532 0 2.6 6.76 2.600
Jumlah 13 13 5.846
Sumber : Perhitungan
uji Chi-Square dari distribusi Log Person Type III yaitu dapat diterima, karena
nilai .
2. Uji Smirnov-Kolmogrov
independen berasal dari populasi yang sama atau populasi-populasi yang memiliki
distribusi yang sama. maka dari itu distribusi dapat di terima bila Dmaks<Dkritis.
berikut.
62
nilai Dkritis dengan jumlah data 13 dan signifikasi 5% adalah 0.361. Distribusi
dengan persamaan (2.19). Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan harian
dengan berbagai periode ulang mulai dari 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun dan
50 tahun. Periode ulang merupakan waktu perkiraan dimana hujan dengan suatu
besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Durasi hujan yang terjadi di
Indonesia 6 – 8 jam perhari, maka dari itu dibuat perhitungan hujan selama 6 jam
dengan interval durasi hujan per 10 menit Berikut contoh perhitungan intensitas
Diketahui :
63
R24 = 134.2292
t = 10 menit
( )
( )
Hasil dari analisis intensitas hujan pada tabel 4.15 di hubungkan kedalam
sebuah kurva Intensity Duration Frequency (IDF). Kurva IDF ini menggambarkan
hubungan durasi dan intensitas hujan yang nantinya digunakan untuk menghitung
debit rencana dengan menggunakan metode rasional. Namun pada penelitian ini,
nilai debit rencana diambil dari hasil running simulation menggunakan pemodelan
PUH2TH
180
PUH5TH
160
140 PUH10TH
120
PUH25TH
100
80 PUH50TH
60
40
20
0
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Lamanya Hujan (Jam)
Dari kurva IDF diatas diketahui bahwa intensitas hujan yang tertinggi
berada pada durasi pendek. Hal itu menunjukan bahwa hujan dengan intensitas
65
tinggi biasanya terjadi pada durasi waktu yang pendek sedangkan intensitas
rendah terjadi pada durasi waktu yang lebih lama. Data intensitas 6 jam tersebut
selanjutnya akan di input sebagai data time series pada aplikasi EPA SWMM 5.1.
Simulasi dengan Aplikasi EPA SWMM 5.1 ini yaitu untuk mengetahui
overflow. Selain itu, simulasi tersebut juga untuk mengetahui Debit banjir rencana
Subcatchment, Juction Node, Outfall Node dan Conduit dengan inputan data-data
hasil dari lapangan. Berikut langkah-langkah input data pada program EPA
SWMM 5.1.
1. Input Backdrop
bantuan software ArcGis untuk melihat kordinat dan membuka data peta yang
akan di input pada program EPA SWMM 5.1 agar Subcatchment sesuai dengan
kondisi yang ada dilapangan. Berikut tampilan inputan Backdrop dari lokasi
2. Pembagian subcatchment
Berdasarkan peta topografi dan arah aliran air (Run-off) menuju saluran, pada
dimasukan luas dan lebar lahan dibantu dengan software ArcGis, persentase
ditampilkan dengan notasi J, data yang di input pada SWMM 5.1 yaitu data
elevasi saluran.
Outfalls 1 yaitu saluran maindrain Situ Gede yang aliran masuk ke saluran Asia
saluran pembuang sambara. Data yang di input pada program EPA SWMM 5.1
dengan notasi C. Data yang di input pada program EPA SWMM 5.1 data fisik
saluran.
Data intensitas hujan yang di input pada program EPA SWMM 5.1 yaitu
data intensitas hujan jam-jaman selama 6 jam dengan periode ulang 2 tahun, 5
7. Run Simulation
continuity error pada Surface Runoff sebesar 0.47% dan Flow Routingnya 0.56%.
Hasil Run simulation dapat diterima karena nilai continuity error kurang dari
10%.
intensitas hujan selama 6 jam dengan periode ulang 5 tahun terlihat ada
setiap saluran itu memiliki kapasitas tampungan yang berbeda. Warna biru tua,
biru muda dan hijau artinya saluran dianggap baik karena masih bisa menampung
debit limpasan yang terjadi. Warna kuning itu artinya saluran hampir mengalami
saluran SSLT 3, saluran SSLT 5, SSLT 8, saluran SSLT 9, SSLT 10, saluran
akibat hujan, karena kapasitas saluran dan intensitas hujan yang tinggi. Limpasan
yang terjadi pada subcatchment juga begitu besar dan masuk pada saluran.
Hasil yang terlihat dari beberapa gambar di atas bahwa saluran yang
mengalami overflow terjadi pada jam ke 1 karena intensitas pada waktu tersebut
76
sangat tinggi. Pada jam berikutnya debit limpasan mulai surut karena intensitas
hujan yang semakin menurun. Berikut hasil debit aliran pada setiap saluran
bantuan software SWMM 5.1 luas daerah tangkapan air 33.03 Ha. Perhitungan
77
dilakukan pada saluran pembawa (Saluran dijalan SL Tobing dan saluran dijalan
Cipicung) dan Saluran pembuang (pembuang jalan Cipicung) yang bermuara pada
aliran sungai Situ gede (Outfall 1) dan Asia Plaza (Outfall 2) dengan periode
ulang 5 tahun. Hasil pada tabel 4.17 diketahui debit banjir rencana terbesar terjadi
Hours
Hours Hours Hours Hours
Above
No Conduit Both Upstream Dnstream Capacity
Normal
Ends Full Full Full Limited
Flow
1 SSLT3 0.82 0.82 0.82 0.81 0.82
2 SSLT5 4.97 4.97 4.97 4.95 4.97
3 SSLT8 2.95 2.95 2.95 0.01 2.95
4 SSLT9 3.95 3.95 3.95 0.01 3.95
5 SSLT10 4.97 4.97 4.97 4.95 4.97
6 SSLT11 4.95 4.95 4.95 4.89 4.95
7 SSLT12 1.95 1.95 1.95 1.91 1.95
8 SC2 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91
9 SC3 0.68 0.68 0.68 0.01 0.68
10 SC4 0.91 0.91 0.91 0.91 0.91
11 SC5 0.83 0.83 0.83 0.01 0.83
12 SC6 0.89 0.89 0.89 0.89 0.89
13 SCP1 4.96 4.96 4.96 4.94 4.96
14 SCP2 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18
15 SCP3 4.91 4.91 4.91 4.77 4.91
rencana). Saluran yang akan dihitung dalam penelitian ini yaitu saluran draianse
maindrain situ gede (Outfall) dengan masing masing saluran berbentuk persegi
empat.
Debit banjir rencana yang akan digunakan sebagai pembanding yaitu debit
banjir rencana periode ulang 5 tahun, karena luas daerah tangkapan air pada lokasi
penelitian kurang dari 100 ha. Penggunaan periode ulang tersebut berdasarkan
standar desain saluran drainase pada tabel (2.8) dengan luasan 10-100 ha yang
dapat menggunakan periode ulang 2-5 tahun. Proses perhitungan debit saluran
Diketahui:
Ls = 114.408 m
S = 0.026 m
n = 0.030 m
b =1m
H = 0.90 m
h
H = h W h dilakukan trial error untuk mendapat nilai h.
2
A = bh
= 1 0.43 0.4326 m2
P = b 2h
= 1 (2 0.43) 1.8651 m
A
R =
P
79
0.4326
= 0.2319 m
1.8651
1
V = R 2 / 3 S 1/ 2
n
1
= 0.2319 2 / 3 0.0261 / 2 = 2.014 m
0.030
Qs = A V
Nama Ls b H W h A P V Qs Qr 5th
No. S n R CEK
Saluran (m) (m) (m) (m) (m) (m²) (m) (m/s) (m³/de) (m³/det)
1 SSLT1 114 0.026 0.030 1.00 0.90 0.47 0.43 0.4326 1.8651 0.2319 2.0136 0.8710 0.1300 Memenuhi
2 SSLT2 118 0.005 0.035 0.70 0.60 0.35 0.40 0.2800 1.5000 0.1867 0.6886 0.1928 0.1630 Memenuhi
3 SSLT3 107 0.004 0.035 0.60 0.60 0.35 0.25 0.1479 1.0929 0.1353 0.4460 0.0659 0.2020 Tidak Memenuhi
4 SSLT4 143 0.006 0.030 0.70 0.65 0.35 0.30 0.2075 1.2929 0.1605 0.7835 0.1626 0.0178 Memenuhi
5 SSLT5 66 0.006 0.035 0.50 0.60 0.35 0.25 0.1232 0.9929 0.1241 0.5538 0.0426 0.0490 Tidak Memenuhi
6 SSLT6 58 0.009 0.035 0.50 0.70 0.39 0.31 0.1531 1.1126 0.1377 0.7129 0.1092 0.0800 Memenuhi
7 SSLT7 107 0.022 0.035 0.40 0.30 0.21 0.09 0.0351 0.5757 0.0610 0.6500 0.0928 0.0690 Memenuhi
8 SSLT8 88 0.005 0.035 0.40 0.40 0.26 0.14 0.0542 0.6708 0.0807 0.3721 0.0202 0.1170 Tidak Memenuhi
9 SSLT9 97 0.009 0.035 0.60 0.35 0.24 0.11 0.0661 0.8204 0.0806 0.5190 0.0343 0.1460 Tidak Memenuhi
10 SSLT10 80 0.011 0.035 0.60 0.15 0.12 0.03 0.0165 0.6551 0.0252 0.2529 0.0042 0.0290 Tidak Memenuhi
11 SSLT11 91 0.007 0.035 0.50 0.70 0.35 0.35 0.1732 1.1929 0.1452 0.6659 0.1153 0.2700 Tidak Memenuhi
12 SSLT12 157 0.008 0.035 0.60 0.40 0.26 0.14 0.0813 0.8708 0.0933 0.5355 0.0435 0.1200 Tidak Memenuhi
13 SC1 94 0.003 0.033 0.60 0.80 0.43 0.37 0.2219 1.3398 0.1656 0.5157 0.1144 0.0840 Memenuhi
14 SC2 177 0.005 0.033 0.70 0.80 0.43 0.37 0.2589 1.4398 0.1798 0.6877 0.1780 0.4710 Tidak Memenuhi
15 SC3 187 0.002 0.035 0.70 0.40 0.26 0.14 0.0948 0.9708 0.0976 0.2804 0.0266 0.1210 Tidak Memenuhi
16 SC4 79 0.002 0.033 0.40 0.50 0.31 0.19 0.0767 0.7836 0.0979 0.2803 0.0215 0.1720 Tidak Memenuhi
17 SC5 131 0.028 0.035 0.50 0.20 0.15 0.05 0.0250 0.6000 0.0417 0.5712 0.0143 0.1100 Tidak Memenuhi
18 SC6 55 0.007 0.030 0.40 0.60 0.35 0.25 0.0986 0.8929 0.1104 0.6406 0.0631 0.1840 Tidak Memenuhi
19 SC7 106 0.020 0.030 0.40 0.60 0.43 0.17 0.0680 0.7398 0.0919 1.8700 0.4321 0.4210 Memenuhi
20 SCP1 66 0.005 0.033 1.0 0.40 0.26 0.14 0.1354 1.2708 0.1066 0.4966 0.0700 0.1040 Tidak Memenuhi
81
21 SCP2 90 0.004 0.033 1.0 0.50 0.31 0.19 0.1918 1.3836 0.1386 0.5400 0.1000 0.0460 Tidak Memenuhi
22 SCP3 118 0.007 0.030 0.5 0.80 0.35 0.45 0.2232 1.3929 0.1603 0.8006 0.1800 0.0370 Tidak Memenuhi
23 SP1 94 0.015 0.030 0.65 1.00 0.50 0.50 0.3250 1.6500 0.1970 1.3770 0.4475 0.4380 Memenuhi
24 SP2 308 0.004 0.030 1.00 1.20 0.60 0.67 0.6700 2.3400 0.2863 1.4325 0.9598 0.9450 Memenuhi
25 SP3 84 0.002 0.030 1.00 1.30 0.56 0.74 0.7400 2.4800 0.2984 1.1011 1.5386 1.2890 Memenuhi
26 SP4 134 0.001 0.030 2.00 1.30 0.59 0.71 1.4126 3.4126 0.4139 1.1689 2.0897 1.8220 Memenuhi
27 SP5 130 0.010 0.030 2.00 1.30 0.59 0.71 1.4126 3.4126 0.4139 1.8623 2.6306 1.8470 Memenuhi
28 SP6 87 0.007 0.030 2.00 1.30 0.59 0.71 1.4126 3.4126 0.4139 1.5614 2.2056 2.1560 Memenuhi
29 SP7 66 0.006 0.030 2.00 1.60 0.68 0.92 1.8435 3.8435 0.4796 1.6171 2.9812 2.2630 Memenuhi
30 SP8 101 0.005 0.030 2.00 1.60 0.68 0.92 1.8435 3.8435 0.4796 1.4362 2.6476 0.1800 Memenuhi
31 O1 22 0.028 0.030 5.00 2.00 0.78 1.22 6.0949 7.4380 0.8194 4.8506 29.563 0.2300 Memenuhi
32 O2 72 0.015 0.030 2.00 1.60 0.68 0.92 1.8435 3.8435 0.4796 2.5214 4.6484 2.2920 Memenuhi
82
bahwa ada beberapa saluran yang mengalami banjir akibat dari dimensi saluran
yang tidak mampu menampung banjir diantaranya saluran SSLT 3, saluran SSLT
5, SSLT 8, saluran SSLT 9, SSLT 10, saluran SSLT 11, SSLT 12, saluran SC 2,
SCP 2 dan saluran SCP 3. Saluran yang mengalami banjir tersebut perlu dilakukan
Beberapa saluran yang terdapat pada tabel 4.17 ada yang kecepatannya
overflow pada salurannya. Pada lokasi penelitian ini penanganan lebih difokuskan
tersebut untuk mengetahui dimensi dari saluran apakah sudah memenuhi atau
tidak memenuhi.
dilakukan agar tidak terjadi overflow pada saluran. Penambahan dimensi saluran
83
b = 0.70 m
S = 0.004 m
n = 0.035 m
Qr = 0.202 m3/detik
A = b.h = 0.70.h
P = b + 2h = 0.70 + 2h
A 0.70h
R = =
P 0.70 2h
V =V
2 1
1 Q
R3 S 2
n A
2
0.70h 3
1
1 0.202
0.004 2
0.035 0.70 2h 0.70h
2
0.70 0.492 3
1
1 0.202
0.004 2
0.035 0.70 2(0.492) 0.70(0.492)
Qs = AxV
2 1
1
= A R3 S 2
n
84
2
1
1 0.70h 3
= (0.70 0.492) 0.004 2
0.035 0.70 2(0.492)
= 0.206 m3/detik
Untuk perencanaan redesain saluran lain ditampilkan dalam tabel 4.20 berikut.
Kecepatan aliran yang di ijinkan pada saluran beton dan pasangan batu
yaitu 1.5. Pada saluran eksisting ada beberapa saluran yang telah melebihi
kecepatan yang di izinkan, maka dari itu perlu dilakukan terhadap kemiringan
Diketahui :
Vizin = 1.5
n = 0.030
R = 0.232
= 0.0142
85
cipicung saluran kanan arah menuju kantor radar tasikmalaya belum tersedia
saluran sehingga genangan air sering terjadi pada lokasi tersebut.Intensitas hujan
rencana yang digunakan yaitu periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun
dan 50 tahun. Metode yang digunakan untuk merencakan saluran baru yaitu
metode rasional. Nilai koefisien limpasan diambil dari tabel (2.9). Elevasi yang
digunakan untuk perencanaan saluran baru tersbebut dilihat dari peta topografi.
A = 0.106 ha
L = 5.5 m
Ls = 112.689 m
S = 0.020
n = 0.030
C = 0.85
V = 0.9 m/s
R = 134.2292 (mm)
2 n 2 0.030
to = 3.28 L = 3.28 5.5 = 2.5512 menit
3 s 3 0.020
Ls 112.689
td = = = 2.0868 menit
60v 60 0.09
tc = to + td
2.5512 2.0868
= = 0.0773 Jam
60
88
2 2
R 24 3 134.2292 24 3
I = 24 = = 256.4399 mm/jam
24 t 24 0.0773
Qjalan = 0.002778 C I A
A = 0.635 ha
L = 105.6800 m
Ls = 112.6890 m
S =0.0443
n = 0.030
C = 0.80
V = 1.2 m/s
R = 134.2292 (mm)
2 n 2 0.030
to = 3.28 L = 3.28 105.68 = 32.9118 menit
3 s 3 0.020
Ls 112.6890
td = = = 1.5651 menit
60v 60 1.2
tc = to + td
32.9118 1.5651
= = 0.5746 Jam
60
2 2
R 24 3 134.2292 24 3
I = 24 = = 67.3273 mm/jam
24 t 24 0.5746
Qjalan = 0.002778 C I A
c. Debit Saluran
Ls = 112.689 m
S = 0.008 m
n = 0.030 m
b = 0.60 m
H = 0.80 m
h
H = h W h dilakukan trial error untuk mendapat nilai h.
2
A = bh
P = b 2h
= 1 (2 0.90) 1.3398 m
A
R =
P
0.2219
= 0.1656 m
1.3398
1
V = R 2 / 3 S 1/ 2
n
1
= 0.1656 2 / 3 0.0081 / 2 = 0.9160 m/s
0.030
Qs = A V
Tabel 4.25 Akumulasi Debit Banjir Rencana Dari Jalan dan Lahan
Nama Ls b H W h A P V Qs Qr 5th
No. S n R CEK
Saluran (m) (m) (m) (m) (m) (m²) (m) (m/s) (m³/det) (m³/det)
1 SSLT14 112.689 0.008 0.03 0.6 0.80 0.430 0.37 0.2219 1.3398 0.1656 0.9160 0.2033 0.120 Memenuhi
2 SC8 283.216 0.021 0.03 0.6 1.00 0.500 0.50 0.3000 1.6000 0.1875 1.5687 0.4706 0.151 Memenuhi
94
4.6 Pembahasan
menggunakan metode Polygon Thiessen dengan data curah hujan yang digunakan
yaitu data curah hujan harian maksimum. Stasiun hujan yang digunakan yaitu 2
stasiun hujan yaitu Stasiun hujan Cimulu dan Stasiun hujan Kawalu dengan luas
Stasiun hujan. Pada analisis frekuensi digunakan 4 metode yaitu metode distribusi
Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Gumbel dan Distribusi Log Person
Type III. Dari perhitungan parameter statistik dari ke empat distribusi tersebut,
Log person Type III yang telah memenuhi parameter statistik. Selanjutnya uji
artinya Xh2 ≥ X2 dan Uji Smirnov Kolmogrov artinya Dmaks < Dkritis, apabila
Hasil dari data tersebut setelah dihitung, kemudian didapat intensitas hujan
rencana sebesar dengan periode ulang PUH2 tahun = 134.2292 mm, PUH5 tahun
= 158.5322 mm, PUH10 tahun = 176.9974 mm, PUH25 tahun = 203.4345 mm,
PUH50 tahun = 2225.5670 mm. Grafik kurva IDF (Intensity Duration Frekuensi)
dibuat dengan hujan jam-jaman dengan bantuan metode Monobe dengan interval
waktu per 10 menit selama 6 jam. Hujan dengan durasi yang sangat singkat maka
intensitas hujannya semakin tinggi, begitupun sebaliknya bila hujan dengan durasi
(elevasi, dimensi saluran, panjang saluran, dan koefisien kekasaran manning) dan
dalam gambar peta dengan menunjukan warna yang berbeda dari setiap masing-
masing saluran artinya Warna biru tua, biru muda dan hijau artinya saluran
dianggap baik karena masih bisa menampung debit limpasan yang terjadi. Warna
kuning itu artinya saluran hampir mengalami overflow sedangkan untuk warna
merah artinya saluran telah mengalami overflow. Debit banjir rencana terbesar
sebelumnya. Nilai debit banjir rencana untuk saluran O2 PUH5 tahun = 2.2920
m3/detik.
manning dengan debit banjir rencana diambil dari hasil simulasi pada software
EPA SWMM 5.1. Debit saluran tersebut nantinya dibandingkan dengan debit
banjir rencana dengan periode ulang yang digunakan yaitu 5 tahun. Kapasitas
dianggap memenuhi jika debit saluran lebih besar dari debit banjir rencana.
Namun, pada saluran tersebut tidak semuanya memenuhi, masih terdapat beberapa
SSLT 8, saluran SSLT 9, SSLT 10, saluran SSLT 11, SSLT 12, saluran SC 2,
96
normalisasi saluran, redesain saluran dan penambahan saluran baru. Saluran yang
akan dilakukan redesain diambil dari hasil analisis menggunakan software EPA
SWMM 5.1. Saluran yang akan dilakukan redesain yaitu saluran yang telah
saluran SSLT 9, SSLT 10, saluran SSLT 11, SSLT 12, saluran SC 2, Saluran SC
saluran SCP 3.
menentukan dimensi terlebih dahulu kemudian melakukan trial and error yang
direncanakan sudah memenuhi atau belum. Untuk elevasi saluran baru tersebut
diambil dari peta topografi. Saluran-saluran yang tidak mengalami overflow pada
5
BAB 5
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
software EPA SWMM 5.1 di Jalan Mayor S.L Tobing Kota Tasikmalaya terhadap
1. Daerah tangkapan air ditentukan dengan melihat peta topografi dan daerah
aliran sungai (DAS) yang dibatasi oleh punggung gunung dimana air hujan
jatuh didaerah tersebut yang nantinya akan mengalir pada saluran dengan
2. Intensitas hujan terbesar terjadi pada pada jam pertama dan kemudian
dari hasil running simulation dengan PUH 5 tahun sebesar 2.301 m3/detik.
yang tidak mampu menampung debit banjir rencana. Saluran yang mengalami
97
98
banjir. Maka dari itu perlu adanya alternatif penanganan yaitu penambahan
5.2 Saran
sekali drainase yang menjadi dangkal akibat sedimentasi dan sampah yang
menumpuk.
kemarau panjang.
99
6 DAFTAR PUSTAKA