Anda di halaman 1dari 27

TATA CARA WUDHU DAN TATA CARA SALAT

BERJAMAAH YANG BAIK DAN BENAR

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Remedial Penilaian Akhir Semester


(PAS) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP)

Oleh:
Akinta Fatih Barezi
No Absen 4
Kelas 7B

SMP NEGERI 2
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Tata Cara Wudhu
Dan Tata Cara Salat Berjamaah Yang Baik Dan Benar”. Makalah ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Remedial Penilaian Akhir Semester
(PAS) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP).
Penulis menyadari,Makalah ini tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bimbingan, bantuan dan do’a dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Tasikmalaya, 12 Desember 2022


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Makalah ....................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


2.1 Ibadah......................................................................................................... 3
2.2 Ruang Lingkup dan Sistematika Ibadah .................................................... 3
2.3 Solat 5
2.3.1 Dasar Hukum Salat ............................................................................ 6
2.3.2 Syarat-syarat Salat ............................................................................. 6
2.3.3 Syarat-syarat Sahnya Salat ................................................................ 8
2.3.4 Rukun Salat ..................................................................................... 10
2.4 Salat Berjamaah ....................................................................................... 14
2.4.2 Niat Bacaan Berjamaah ................................................................... 16
2.5 Wudhu ...................................................................................................... 17
2.5.1 Syarat Sah Wudhu ........................................................................... 17
2.5.2 Rukun Wudhu .................................................................................. 18
2.5.3 Sunah Ketika Berwudhu .................................................................. 18
2.5.4 Tata Cara dan Doa Setiap Gerakan Berwudhu ................................ 19
2.5.5 Hal-hal yang Dapat Membaalkan Wudhu ....................................... 21

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 22


3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 22
3.2 Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduh.
Sedangkan menurut syara (tertimologi) ibahdah mempunyai banyak definisi, tetapi
makna dan maksudnya satu. Abdul Qadir Jawas (2005:33) menjelaskan bahwa
ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota bdan. Hakikat ibadah yang
menjadi tujuan daripada penciptaan manusia memang sulit dan berat untuk
diwujudkan. Sebagaimana pandangan Ibnu Taimiyah, bahwa ‘Ibadah adalah nama
yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT, baik
yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun yang batin’
(Rusdiana Ahmad, dll. 2019).
Ibadah terutaman Salat harus diawali dengan wudhu sebagai syarat sah
ibadah. Berwudhu merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
karena sang pencipta menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Wudhu juga
salah satu ‘Amaliyah Ta’abbudiy sebagai syarat sahnya melaksanakan Ibadah Salat.
Selain menjadi perintah agama, wudhu adalah ritual pengkondisian seluruh aspek
hidup, mulai dari psikologis hingga fisiologis. Wudhu merupakan sarana
mendekatkan diri kepada Allah (Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, 2010, h.2).
Karena Allah menyukai orang-orang yang menyucikan diri (QS. Al-Baqarah [2]:
222).
Wudhu adalah satu karunia yang besar dari Allah, karena didalamnya
terkandung keutamaan-keutamaan yang besar. Wudhu bertujuan untuk menyucikan
diri dan membersihkan diri dari kotoran agar pada saat melaksanakan ibadah, sudah
dalam keadaan bersih. Wudhu bukan hanya pelengkap ibadah Salat, melainkan
kunci utama yang menentukan sah atau tidaknya Salat, maka dari itu wudhu harus
dilakukan secara baik dan benar sesuai dengan tata cara yang berlaku. Wudhu,
selain sebagai syarat pembersihan diri sebelum ibadah juaga bermanfat bagi
kesehatan dan ketentraman jiwa, bahkan di dalam perintah wudhu pun tersimpan
berbagai macam pahala yang tiada terkira dahsyatnya.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah yang berjudul ‘Tata Cara Wudhu Dan Tata
Cara Salat Berjamaah’ ini, diantaranya:
1. Bagaimana tata cara wudhu yang baik dan benar?
2. Bagaimana tata cara Salat berjamaah yang baik dan benar?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan pada makalah yang berjudul ‘Tata Cara Wudhu Dan Tata Cara Salat
Berjamaah’ ini, diantaranya:
1. Mengetahui tata cara wudhu dengan baik dan benar.
2. Bagaimana tata cara Salat berjamaah dengan baik dan benar.

1.4 Manfaat Makalah


Manfaat makalah ini disusun agar pembaca dapat merepakan tata cara
berwudhu dan Salat berjamaah dengan baik dan benar.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Ibadah
Kata ibadah adalah berasal dari bahasa arab ibadah/ya’budu/ab’da yang
secara etimologi berarti tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut
Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa
(Al-Qardawy, Yusuf. 2979). Dengan demikian pemakaian bahasa ibadah ِitu lebih
ditunjukan kepada Allah, sementara ab’da lebih ditujukan kepada selain Allah.
Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah
itu dengan: ța’at, menu-rut, mengikut, tunduk dan juga berarti do’a (As-Siddiqie,
Hasbi. 1985).
Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat
dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing arti ibadah dikemukakan oleh Ahli
Tauhid, dan Hadiś Ibadah sebagai berikut:

Artinya: Meng-Esakan dan mengagungkan Allah dengan sepenuhnya


(menta’zimkannya), serta menghinakan diri dan menun-dukan jiwa kepada-Nya.
Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga bentuk
sebagai berikut:
1. Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena takut
akan siksanya.
2. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan
perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya;
3. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah,
tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan diperoleh.

2.2 Ruang Lingkup dan Sistematika Ibadah


Membicarakan ruang lingkup ibadah, tentunya tidak dapat melepaskan diri
dari pemahaman terhadap pengertian ruang lingkup itu sendiri. Oleh sebab itu
menurut Ibnu Taimiyah (661-728.H/1262- 1327.M) mengemukakan bahwa ruang
lingkup ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah, baik

3
4

dalam perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin; Termasuk dalam


pengertian ini adalah şalat, zakat, haji, benar dalam pembicaraan, menjalankan
amanah, berbuat baik kepada orangtua, menjalin silaturrahmi, memenuhi janji,
amar ma’ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir, berbuat baik pada tetangga,
anak yatim, fakir miskin dan ibn sabil, berdo’a, zikir, baca Al-qur’an, rela menerima
ketentuan Allah dan lain sebagainya (Ritonga, Rahmat et all. 1997).
Ruang lingkup ibadah yang dikemukakan Ibnu Taimiyah di atas, cakupannya
sangat luas, bahkan menurut Taimiyah semua ajaran agama itu termasuk ibadah;
Hanya saja bila dikela- sifikasikan dapat dikelompokan kepada:
1. Kewajiban-kewajiban atau rukun-rukun syari’at seperti şalat, puasa, zakat
dan Haji.
2. Yang berhubungan dengan (tambahan dari) kewajiban di atas dalam bentuk
ibadah-ibadah sunnat, seperti żikir, membaca al-qur’an, do’a dan istighfar.
3. Semua bentuk hubungan social yang baik serta peme-nuhan hak-hak manusia,
seperti berbuat baik kepada orangtua, menjalin silaturrahmi, menyantuni anak
yatim, fakir miskin dan ibnu sabil.
4. Akhlak insaniyah (bersifat kemanusiaan), seperti benar dalam berbicara,
menjalankan amanah dan menepati janji.
5. Akhlak rabbaniyah (bersifat ketuhanan), seperti men-cintai Allah dan rasul-
Nya, takut kepada Allah, ikhlas dan sabar terhadap hukum-Nya.
Kelima kelompok tersebut dapat dikelasifikasikan secara lebih khusus yaitu
ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum mempunyai cakupan yang sangat
luas, yaitu meliputi segala amal kebajikan yang dilakukan dengan niat ikhlas dan
sulit untuk mengemukakan sistematikanya. Akan tetapi ibadah khusus ditentukan
oleh syara’ (naş) tentang bentuk dan caranya. Secara garis besar sistematika ibadah
ini sebagaimana dikemukakan Wahbah Zuhayli sebagai berikut (Zuhayli, Wahbah.
1989):
1. Țaharah
2. Salat
3. Penyelenggaraan janazah
4. Zakat
5. Puasa
5

6. Haji dan Umrah


7. I’tikȃf
8. Sumpah dan Kaffȃrah
9. Nażar
10. Qurban dan Aqiqah
Kaitan dengan sistematika ibadah tersebut, buku ini akan membagi pembahasan itu
kepada:
1. Ibadah
2. Țaharah (Wudhu, Mandi dan Tayamum)
3. Salat
4. Puasa
5. Janazah
6. Zakat
7. Haji dan Umrah
8. Udhhiyah
9. Aqiqah
10. Sembelihan
11. Buruan

2.3 Solat
Salat adalah rukun Islam yang kedua dan ia merupakan rukun yang sangat
ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat (Muhammad Fadh, Syaikh et all.
2011). Telah disyari’atkan sebagai sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah
(Haryanto, Sentot. 2007). Salat ini mencakup berbagai macam ibadah: zikir kepada
Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a, tasbih, dan
takbir3 . Salat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah telah
menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul pada
malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu menunjukkan
keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah
(Kamal, Abu Malik et all. 2007).
6

2.3.1 Dasar Hukum Salat


Berdasarkan kepada beberapa firman Allah SWT, dalam al-Qur’an
dinyatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf wajib melaksanakan Salat lima
waktu dalam sehari semalam. Sebagaimana firman Allah SWT, di bawah ini:

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan Salat(mu), ingatlah Allah di


waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
telah merasa aman, maka dirikanlah Salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
Salat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
(QS. an-Nisa’: 103)

Artinya:“Peliharalah semua Salat(mu), dan (peliharalah) Salat wusthaa. Berdirilah


untuk Allah (dalam Salatmu) dengan khusyu'.” (QS. al- Baqarah: 238)

2.3.2 Syarat-syarat Salat


Syarat secara etimologis adalah tanda. Adapun secara terminologis, syarat
adalah apa-apa yang jika tidak ada mengharuskan ketidakadaan dan keberadaannya
tidak mengharuskan keberadaan atau ketiadaannya sendiri. Syarat Salat adalah
sesuatu yang yang jika mampu dilaksanakan tergantung kepadanya keabsahan Salat
(Al-Fauzan, Saleh. 2005). Salat memiliki syarat-syarat yang tidak akan menjadi sah,
kecuali dengan syarat-syarat tersebut. Seseorang yang melakukan Salat tanpa
memenuhi syarat-syaratnya Salat, maka Salatnya tidak diterima (Mahalli Mudjab,
Ahmad. 2003). Jika tidak ada atau tidak ada sebagiannya, maka Salatnya tidak sah
(Abdu Abdillah, Syamsuddin. 2010). Syarat-syarat wajib Salat diantaranya:
1. Muslim
Jadi, Salat tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena di dahulukannya dua
kalimat syahadat adalah syarat dalam perintah Salat, berdasarkan dalil-dalil
berikut: hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
7

Artinya: “Abdullah putra Umar ibnu Khaththab r.a. berkata, “bahwa


Rasulullah SAW bersabda: aku diperintahkan untuk memerangi manusia
sehingga mereka bersyahadat bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan
bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan mendirikan Salat dan menunaikan
zakat. Apabila mereka telah melakukan itu, maka berarti mereka telah
memelihara jiwa dan harta mereka dariku, selain dikarenakan hak Islam,
sedang hisab mereka terserah kepada Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Berakal
Jadi, Salat tidak diwajibkan kepada orang gila karena Rasulullah SAW
bersabda:

Artinya: “Pena diangkat dari tiga orang: dari orang tidur hingga ia bangun,
dari anak kecil hingga ia bermimpi, dan dari orang gila hingga ia berakal.”
(Diriwayatkan Abu Dawud dan al- Hakim yang men-shahih-kannya).
3. Baligh. Jadi, Salat tidak di wajibkan kepada anak kecil hingga ia baligh ,
karena Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya:

Artinya: “Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “perintahkanlah anak-anak kalian
8

mengerjakan Salat jika mereka mencapai usia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika tidak mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkan
tempat tidur mereka.” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud)
4. Bersih dari darah haid dan darah nifas. Jadi, Salat tidak diwajibkan kepada
wanita yang sedang menjalani masa haid dan wanita yang menjalani masa
nifas, hingga kedua bersih dari kedua darah tersebut.

2.3.3 Syarat-syarat Sahnya Salat


1. Waktunya telah tiba.
Jadi, Salat tidak di wajibkan sebelum waktunya tiba, karena dalil-dalil
berikut: firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 103 yang berbunyi:

Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan Salat(mu), ingatlah Allah


di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila
kamu telah merasa aman, maka dirikanlah Salat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya Salat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman”. (an-Nisa’: 103)
Penetapan waktu adalah pembatasan. Allah SWT telah menentukan waktu-
waktu Salat. Artinya, Allah SWT menentukan waktu-waktu Salat di sepanjang
rentang waktu. Kaum Muslimin telah berijma’ bahwa Salat lima waktu itu memiliki
waktu-waktunya yang khusus dan terbatas, Salat tidak diterima jika dilakukan
sebelum waktunya.
2. Suci dari hadas besar dan hadas kecil. Yang dimaksud dengan hadas besar
ialah keadaan diri seseorang tidak bersih dan baru dinyatakan bersih apabila
ia telah mandi, yaitu perempuan yang baru selesai haid dan nifas, laki-laki
atau perempuan selesai bersetubuh, keluar mani dan baru masuk Islam.
Sedangkan hadas kecil ialah keadaan diri seseorang dalam sifat tidak bersih
dan baru menjadi bersih bila ia telah berwudhu’ ketika: bangun dari tidur,
keluar sesuatu dari badan melalui dua jalan (keluar angin, kencing atau buang
air besar), dan lain-lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a:
9

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, beliau berkata, “Rasulullah SAW telah
bersabda, “Allah tidak menerima Salat salah seorang di antara kalian, apabila
ia berhadats (tidak mempunyai wudhu) sampai dia berwudhu”. (HR. Abu
Daud)
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Orang yang Salat harus bersih
badannya, pakaiannya dan tempat Salatnya dari najis. Yang disebut najis itu
adalah setiap kotoran seperti urine dan tinja dan segala sesuatu yang dilarang
untuk konsumsi seperti: darah, khamar dan lainnya. Kotoran yang melekat di
badan atau pakaian atau tempat Salat harus dibersihkan dengan air.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu.” (Al-Muddassir : 4)


4. Menutup aurat. Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi
terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, sedangkan
aurat perempuan seluruh badannya kecuali muka dan dua tapak tangan29 .
Firman Allah SWT

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap


(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-lebihan.”.
(Al-A’raf: 31)
Yang dimaksud dengan “pakaian” dalam ayat ini ialah pakaian untuk Salat.
Jadi, tidak sah Salatnya orang yang terbuka auratnya, sebab hiasan dalam
pakaian ialah pakaian yang menutupi aurat. Rasulullah SAW pernah ditanya
tentang Salatnya wanita dengan menggunakan baju besi dan kerudung tanpa
10

kain luar, maka beliau bersabda, “jika baju besi menutupi bagian luar kedua
telapak kakinya, maka boleh”.
5. Menghadap kiblat (ka’bah), sebab Salat tidak sah tanpa menghadap kiblat.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 144.

Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit


maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang
mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(QS. al-Baqaarah: 144)

2.3.4 Rukun Salat


Rukun atau fardhu Salat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam Salat
yang apabila di tiadakan, maka Salat tidak sah. Dalam mazhab Imam Syafi'i Salat
dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini bersifat ilmiah dan memudahkan bagi
kaum muslimin untuk mempelajari dan mengamalkannya. Hal yang perlu penulis
tekankan disini adalah Imam Syafi'i adalah imam mujtahid yang ilmunya sangat
luas dan tidak perlu di ragukan lagi. Begitu pula dengan murid-muridnya yang
mengikuti mazhab Imam Syafi'i adalah imam-imam besar yang luas pula ilmunya
Rukun Salat itu ada 13 perkara, yaitu sebagai berikut:
1. Niat yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal) pekerjaan
tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).
11

Gambar 2.1 Niat Ketika Salat


2. Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah,
diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit dan
betis kaki kiri, sedangkan yang kanan tegak).
3. Takbiratul ihram diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan lisannya:
“Allahu Akbar”.

Gambar 2.2 Takbirotul Ihram


4. Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa diganti
dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam Salat fardhu atau sunnah.
5. Ruku’, paling tidak bagi yang kuat adalah berdiiri, badan lurus pada ruku’nya,
letakkan kedua tangan di atas kedua lutut, sekiranya membungkuk tanpa
tegap dengan kadar telapak kedua tangan mencapai lutut, kalau berkehendak
meletakkan tangan pada lutut. Bagi yang tidak biasa ruku’, maka hendaknya
membungkuk atau sesuai dengan kekuatan fisiknya atau hanya isyarat
kedipan mata. Ukuran sempurna dalam ruku’ yaitu meluruskan punggung rata
dengan lehernya, seperti satu papan, dan kedua tulang betis tegak lurus,
12

tangan memegang kedua lutut. Serta Tuma’ninah, tenang sebentar setelah


bergerak dalam ruku’.

Gambar 2.3 Ruku


6. Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni
berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.

Gambar 2.4 Bangkit dari Ruku lalu I’tidal


7. Sujud 2x, untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi mukanya menempel
pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang sempurna yakni
ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu
menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua lutut, kemudian
kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta tuma’ninah dalam
sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut kadar beratnya kepala.

Gambar 2.5 Sujud


13

8. Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang Salatnya
dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta tuma’ninah,
sewaktu duduk di antara 2 sujud.

Gambar 2.6 Duduk Antara 2 Sujud


9. Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).

Gambar 2.7 Duduk Tahiyat


10. Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
11. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
12. Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib dan
masih dalam keadaan duduk.

Gambar 2.8 Salam


14

13. Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun Salat tersebut dengan berurutan.

2.4 Salat Berjamaah


Rasulullah SAW disebutkan bahwa pelaksanaan Salat berjama’ah lebih
utama daripada Salat sendirian sampai mencapai 27 kali lipat diperoleh pahalanya
daripada Salat sendirian. Salat berjama’ah adalah Salat yang dilaksanakan secara
berjama’ah, sekurang-kurangnya ada dua orang, seorang menjadi imam dan
seorang lagi menjadi makmum. Salat berjama’ah adalah dipimpin oleh seorang
imam, yang diawali dengan kumandang adzan dan disusul dengan iqamah oleh
seseorang yang lazim disebut muadzdzin (Syeikh, A . Karim. 2018).

2.4.1.1 Pelaksanaan Salat Berjama’ah


Berikut ini akan dijelaskan tentang anjuran Salat berjama’ah, ancaman bagi
orang yang meninggalkan Salat berjama’ah tanpa ‘uzur, hukum berjama’ah dalam
shaalat fardhu, orang yang berhak menjadi imam, orang-orang yang makruh
menjadi imam, orang yang tidak boleh menjadi imam, hal-hal yang dapat
menghalangi Salat berjama’ah, orang yang dibolehkan menjadi imam, imam
dianjurkan meringankan Salatnya, syarat-srat sahnya makmum mengikuti imam,
waktu berdirinya makmum untuk Salat berjama’ah, makmum yang terlambat,
mengulang Salat berjama’ah, tugas dan fungsi imam.
1. Anjuran Salat Berjama’ah
Salat berjama’ah ialah Salat yang dilaksanakan oleh orang banyak secara
bersama-sama, sekurang-kurangnya dua orang, seorang di antara keduanya,atau di
antara mereka yang lebih fasih bacaannya dan lebih mengerti tentang hukum Islam
dipilih menjadi imam. Dia berdiri di depan sekali,dan yang lainnya berdiri di
belakangnya sebagai makmum. Banyak hadits Rasulullah SAW yang
menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan Salat wajib yang lima waktu secara
berjama’ah. Nilai Salat berjama’ah lebih tinggi dan berlipatganda pahalanya
dibandingkan dengan Salat sendirian. Dari Ibnu Umar RA bahwasanya Rasulullah
SAW bersabda “Salat berjama’ah lebih utama daripada Salat sendirian dengan
pahala dua puluh tujuh derajat. (H.R. Bukhari dan Muslim).”
2. Ancaman Bagi Orang Yang Meninggalkan Salat Berjama’ah Tanpa ‘Udzur
Jika Salat –secara umum- memiliki kedudukan yang sangat agung, dan Salat
berjama’ah –secara khusus- memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan hikmah
15

yang sangat banyak, maka Islam mengancam keras kepada orang-orang yang
melalaikannya. Islam mengancam orang- orang yang mengabaikan dan
meremehkan Salat berjama’ah. Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda “Barangsiapa yang mendengar muadzdzin (mengumandangkan adzan)
lalu tidak udzur yang menghalanginya untuk mengikuti panggilan itu. Para sahabat
bertanya: “Apa Udzur itu ?” Rasulullah SAW menjawab: “Rasa takut atau sakit,
(maka) Salat yang dia lakukan tidak akan diterima.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah
dan Hakim)”
3. Hukum Berjama’ah Dalam Salat Fardhu
Para Fuqaha’ berbeda pendapat dalam menetapkan hukum Salat berjama’ah,
menjadi empat pendapat. Pendapat pertama: Salat berjama’ah hukumnya fardhu
kifayah.Para ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah berasal dari kalangan
ulama mutaqaddimin dan ulama mutaakhkhirin. Ibnu Hubairah dalam kitabnya al-
Ifshah, Juz I, halaman 42 menisbatkan pendapat ini kepada Imam Abu Hanifah dan
Imam Asy- Syafi’i. Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bari, Juz II, halaman 26
mengatakan: “Yang zhahir dari pernyataan Imam Asy-Syafi’i adalah Salat
berjama’ah hukumnya fardhu kifayah. Dan inilah pendapat yang dipegang oleh
jumhur ulama terdahulu serta pendapat mayoritas ulama Hanafiyah dan
Malikiyah.” Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhah ath-Thalibin, Juz I,
halaman 339 mengatakan bahwa berjama’ah hukumnya wajib di dalam Salat
Jum’at; sedangkan hukum berjama’ah pada Salat fardhu menurut ulama Syafi’iyah
ada beberapa pendapat, yaitu:
a. Pendapat yang paling shahih adalah hukumnya fardhu kifayah.
b. Pendapat yang rajih adalah hukumnya sunat muakkadah.
c. Pendapat yang lain adalah hukumnya fardhu ‘ain. Ini dinyatakan oleh
sahabat kami (kata Imam An-Nawawi), Ibnu al-Mundzir dan Ibnu
Khuzaimah
Pendapat kedua: Salat berjama’ah hukumnya sunat muakkadah.Salat fardhu
secara berjama’ah dalam madzhab Hanafi dan Maliki dinyatakan hukumnya
sunatmuakkadah; demikian pula dinyatakan oleh sebagian ulama pengikut
madzhab Syafi’i. Mereka berpegang pada dalil hadits Ibnu Umar RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya
16

dalam Salat (berjama’ah) adalah orang yang paling jauh perjalanannya, lalu yang
paling jauh (daripada setelahnya). Dan orang yang menanti didirikannya Salat
sampai dia melaksanakannya bersama imam dalam jama’ah adalah lebih besar
pahalanya daripada orang yang Salat (sendirian) kemudian tidur. (H.R. Bukhari).”
Pendapat ketiga: Ibnu Taimiyah, Ibnul Qaiyim, Ibnu ‘Aqil dan Ibnu Abi Musa
serta sebagian ulama pengikut madzhab Hanbali berpendapat bahwa Salat
berjama’ah merupakan syarat sahnya pelaksanaan Salat fardhu, dan hukumnya
adalah fardhu ‘ain bagi kaum laki-laki, kecuali ada ‘udzur. Di antara dalil yang
mereka pegangi adalah hadits riwayat Ibnu bersabda “Barangsiapa yang mendengar
adzan, lalu dia tidak mendatanginya (untuk Salat berjama’ah), maka tidak sah
Salatnya kecuali karena ‘udzur. (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim).”
4. Yang Berhak Menjadi Imam
Adapun orang-orang yang lebih pantas menjadi Imam adalah:
a. Orang yang lebih baik pembacaan ayat-ayat al-Quran:
b. Orang yang lebih mengetahui dan memahami akan hukum-hukum agama
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits.
c. Jika orang-orang yang pembacaannya sama baiknya dan pengetahuan
tentang hukum-hukum agama juga sama kualitasnya, maka yang lebih
berhak dijadikan sebagai imam adalah orang yang lebih tua usianya, dan
jika semua kriteria itu juga sama maka hendaklah dijadikan imam yang
lebih menarik rupanya. Demikian tersebut dalam hadits Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Abi Zaid ‘Umar bin Ahthab.
d. Jika mereka berkumpul dengan orang yang punya tempat atau wilayah
maka yang lebih berhak menjadi imam adalah orang yang punya tempat
itu atau penguasa setempat.
e. Apabila berkumpul si muqim dan si musafir, maka si muqimlah yang lebih
berhak menjadi imam Salat berjama’ah.

2.4.2 Niat Bacaan Berjamaah


Contoh bacaan niar solat pada solat wajib dzuhur untuk imam:
17

“Ushalliy fardha-zzhuhri arba’a raka’atin mustaqblilal-qiblati adaa-an imaman


lillahi ta’ala.”
Yang artinya, “Aku berniat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat menghadap kiblat
sebagai imam karena Allah Ta’ala.”
Contoh bacaan niar solat pada solat wajib dzuhur untuk makmum:

Ushalliy fardha-zzhuhri arba’a raka’atin mustaqblilal-qiblati adaa-an makmuman


lillahi ta’ala.”
Yang artinya, “Aku berniat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat menghadap kiblat
sebagai imam sebagai makmum karena Allah Ta’ala.”

2.5 Wudhu
Wudhu merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena
sang pencipta menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Wudhu juga salah satu
‘Amaliyah Ta’abbudiy sebagai syarat sahnya melaksanakan Ibadah Salat. Selain
menjadi perintah agama, wudhu adalah ritual pengkondisian seluruh aspek hidup,
mulai dari psikologis hingga fisiologis. Wudhu merupakan sarana mendekatkan diri
kepada Allah (Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, 2010).
Menjaga wudhu adalah bagian dari karakter mukmin sejati. Karena orang
yang memaknai menjaga wudhu, akan lebih mampu menjaga perilaku. Mulut akan
terkontrol untuk tidak membicarakan hal-hal yang buruk. Mata juga akan terjaga
untuk tidak melihat hal-hal yang diharamkan dan telinga akan lebih mampu
menjaga dari mendengarkan pembicaraan yang negatif. Tangan juga akan lebih
terjaga untuk tidak melakukan perbuatan tercela, seta kaki juga akan terjaga untuk
tidak melangkah ke tempat-tempat maksiat. Itu semua dilakukan karena diri merasa
dalam keadaan suci.

2.5.1 Syarat Sah Wudhu


Langkah baiknya kita mengetahui syarat wudhu yang sah sesuai dengan
hukum islam. Berikut syarat sah wudhu:
1. Islam.
2. Tidak berhadast besar.
3. Menggunakan air yang suci dan menyucikan.
18

4. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit, seperti getah dn


sebagainya yang melekat diatas kulita anggota wudhu.
5. Tamyiz atau dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk.

2.5.2 Rukun Wudhu


1. Niat
2. Membasuh Muka
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku
4. Menyapu bangian kepala
5. Membasuk dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
6. Menertibkan rukun-rukun diatas

2.5.3 Sunah Ketika Berwudhu


1. Mendahulukan anggota badan bagian kanan daripada kiri
Ketika berwudhu mendahulukan anggota badan bagian kanan daripada kiri.
Rasulullah S.A.W suka dengan anggota badan bagian kanan daripada anggota
badan yang bagian kiri.
‫سلَّ َم يُ ْع ِجبُهُ التَّيَ ُّم ُن فِي تَنَعُّ ِل ِه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّللا‬ ُّ ‫ َوفِي شَأْنِ ِه ُك ِل ِه َكانَ النَّ ِب‬،ِ‫وره‬
َ ‫ي‬ ُ ‫ َو‬،ِ‫َوت ََر ُّج ِله‬
ِ ‫ط ُه‬
Artinya: “Dari aisyah r.a. Ia berkata, “Rasulullah SAW, suka mendahulukan
anggota kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya.”
(Hadist Riwayat Bukhari:163)
2. Membasuh setiap anggota tiga kali, berarti membasuh muka tiga kali, tangan
tiga kali, dan seterusnya.
3. Berturut-turut antara anggota. Maksud berturut-turut adalah sebelum kering
anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, sebelum anggota kedua
kering, anggota ketiga sudah dibasuh, dan seterusnya.
4. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit.
5. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya dingin.
6. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali ke badang.
7. Jangan berbicara ketika berwudhu, kecuali ada hajat.
8. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat, selain bagi
orang yang berpuasa sesudah matahari terbenam. Disunahkan juga bersuci
pada waktu-waktu tertentu, di antaranya:
19

a. Ketika bau mulut berubah karena lapar atau lama diam dan sebagainya.
b. Ketika bangun dari tidur, sebab orang yang bangun dari tidur biasanya
aroma mulutnya akan berubah.
c. Ketika Salat.
9. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika berwudhu.
10. Membaca doa dan syahadat setelah selesai berwudhu.

2.5.4 Tata Cara dan Doa Setiap Gerakan Berwudhu


Setiap gerakan wudhu memiliki doa-doanya. Doa-doa itu dimulai saat melihat
air, lalu dilanjutkan dengan doa berkumur, doa membasuh lubang hidung, doa
ketika membasuh wajah, doa ketika membasuh tangan kanan dan kiri, dan yang
terkakhir membasuh kaki kanan dan kiri.
1. Doa ketika melihat air
ِ ِ ُ‫ا َ ْل َح ْمد‬
َ ‫لل الَّذِي َج َع َل اْل َما َء‬
‫ط ُه ْو ًرا‬
Artinya: “Segala puji hanyalah bagi Allah yang telah menjadikan air suci lagi
mensucikan.”
2. Doa Ketika Membasuh Telapak Tangan
‫اصكَ ُك ِل َها‬
ِ َ‫ي مِ ْن َمع‬ ْ ‫اللّٰ ُه َّم احْ ف‬
َّ َ‫َظ يَد‬
Artinya: “Ya Allah peliharalah kedua tanganku dari perbuatan maksiat
pada-Mu.”
3. Doa Saat Berkumur
َ‫ش ْك ِركَ َو ُحس ِْن ِعبَادَتِك‬ َ ‫الل ُه َّم أَعِنِي‬
ُ ‫علَى ِذ ْك ِركَ َو‬
Artinya: “Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir kepada-Mu dan selalu
memperbaiki ibadah kepada-Mu.”
4. Doa Saat Membasuh Lubang Hidung
َ َ‫اَللّٰ ُه َّم أ َ ِرحْ نِي َرائِ َحةَ ال َجـنَّ ِة َوا َ ْنت‬
‫عنِي َراض‬
Artinya: “Ya Allah berikan aku penciuman wewangian surga dan keadaan
Engkau terhadap diriku yang selalu meridhoi.”
5. Doa Ketika Membasuh Wajah
Doa ini dibaca ketika membaca niat wudhu
‫ض ُو ُج ْوه َوتَس َْودُّ ُو ُج ْوه‬ ْ ‫اللّٰ ُه َّم بَ ِي‬
ُّ َ‫ض َوجْ ِهى يَ ْو َم ت َ ْبي‬
Artinya: “Ya Allah putihkan wajahku pada hari menjadi putih berseri-seri
wajah kaum muslimin dan menjadi hitam legam wajah-wajah orang kafir.”
20

6. Doa Ketika Membasuh Tangan Kanan


َ ِ‫اَللّٰ ُه َّم اَعْطِ نِى كِتاَبِى بِيَمِ ْينِى َو َحا ِس ْبنِى ح‬
‫سابا ً يَ ِسي ًْر‬
Artinya: “Ya Allah berikanlah kepadaku kitab amalku dari tangan kananku
dan hisablah aku dengan penghisaban yang ringan.”
7. Doa Ketika Membasuh Tangan Kiri
‫ى‬ َ ِ‫اَللّٰ ُه َّم لَ تُعْطِ نِى كِتا َ ِبى ِب ِش َمالِى َولَمِ ْن َو َراء‬
ْ ‫ظ ْه ِر‬
Artinya: “Ya Allah jangan Engkau berikan kepadaku kitab amal dari tangan
kiriku atau pada belakang punggungku.”
8. Doa Ketika Mengusap Rambut Kepala
ِ َّ‫علَى الن‬
‫ار‬ َ ‫ي‬
ْ ‫ش ِر‬
َ َ‫ي َوب‬ َ ‫اللّٰ ُه َّم َح ِر ْم‬
ْ ‫ش ْع ِر‬
Artinya: “Ya Allah haramkan rambut dan kulitku dari atas api neraka.”
9. Doa Membasuh Kedua Telinga
َ ْ‫اَللَّ ُه َّم اجْ عَ ْلنِي مِ نَ الَّ ِذيْنَ يَ ْستَمِ عُ ْونَ اْلقَ ْو َل فَيَتَّبِعُ ْونَ أَح‬
ُ‫سنَه‬
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
mendengarkan nasihat dan mengikuti sesuatu yang terbaik.”
10. Doa Membasuh Kaki Kanan
ِ ‫علَى‬
‫الص َراطِ َي ْو َم ت َِز ُّل فِ ْي ِه‬ ْ ‫اَللّٰ ُه َّم ث َ ِب‬.‫ع َم ًل ُمتَقَب ًَّل‬
َ ‫ت قَدَمِ ْي‬ َ ُ‫اللّٰ ُه َّم اِجْ َع ْله‬
َ ‫س ْعيًا َم ْش ُك ْو ًرا َوذَ ْنبًا َم ْغفُ ْو ًرا َو‬
‫ْاْل َ ْقدَا ُم‬
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah (segenap langkahku) sebagai usaha yang
disyukuri, sebagai penyebab terampuninya dosa dan sebagai amal yang
diterima. Ya Allah, mantapkanlah telapak kakiku saat melintasi jembatan
shiratal mustaqim, kelak di hari ketika banyak telapak kaki yang tergelincir.”
11. Doa Membasuh Kaki Kiri
‫ار يَ ْو َم ت َِز ُّل فِ ْي ِه ا َ ْقدَا ُم ْال ُمنَافِ ِقيْنَ َو ْال ُم ْش ِركِين‬ ِ ‫علَى‬
ِ َّ‫الص َراطِ فِي الن‬ َّ ‫اَللّٰ ُه َّم َلت َِز ُّل قدَ َم‬
َ ‫ي‬
Artinya: “Ya Allah jangan kau gelincirkan langkah (pendirianku) pada jalan
neraka pada hari digelincirkannya langkah (pendirian) orang-orang munafik
dan orang-orang musyrik.”
12. Doa setelah selesai melakukan wudhu yang berbunyi.
َ‫اَللّٰ ُه َّم اجْ َع ْل ِن ْى مِ نَ الت َّ َّوا ِبيْن‬. ُ‫س ْولُه‬ َ ‫ا ْش َهدُ ا َ ْن لَّاِلَهَ اِلَّللاُ َوحْ دَهُ لَش َِريْكَ لَهُ َوا َ ْش َهدُ ا َ َّن ُم َح َّمدًا‬r
ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬
َ‫صالِحِ يْن‬ َّ ‫ َوجْ عَ ْلنِ ْي مِ ْن ِعبَادِكَ ال‬، َ‫ط ِه ِريْن‬ َ َ ‫َواجْ عَ ْلنِ ْى مِ نَ ْال ُمت‬
Artinya: “Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa nabi Muhammad itu adalah
21

hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-
orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang
suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.”

Gambar 2.9 Tata Cara Berwudhu

2.5.5 Hal-hal yang Dapat Membaalkan Wudhu


Perhatikan beberapa hal ini agar wudhu kita tidak batal.
1. Keluar sesuatu dari kemaluan, baik berupa zat ataupun angin yang biasa atau
tidak biasa.
2. Hilang akal, hilang akal dapat disebabkan karena mabuk atau gila. Tidur dapat
membatalkan wudhu jika tempat keluar angin tidak tertutup.
3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan. dengan bersentuhan,
maka yang menyentuh dan yang disentuh akan batal. Bersentuhan kulit
dengan lawan jenis akan membatalkan wudhu dengan syarat laki-laki dan
perempuan sudah dewasa dan bukan mahram.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik kemaluan
sendiri ataupun kemaluan orang lain, baik kemaluan orang dewasa atau anak-
anak.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
1. Tata Cara Salat Berjamaah
1) Niat, membaca niat Salat berjamaah untuk imam dan makmum
2) Takbiratul ihram diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan
lisannya: “Allahu Akbar”.
3) Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa
diganti dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam Salat fardhu
atau sunnah.
4) Ruku’,
5) Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal
6) Sujud 2x, untuk setiap rakaat
7) Duduk di antara dua sujud
8) Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
9) Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
10) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
11) Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib
dan masih dalam keadaan duduk.
12) Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun
2. Tata Cara Berwudhu
1) Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan sebanyak tiga
kali
2) Berkumur-kumur sebanyak tiga kali
3) Memasukkan air ke lubang hidung sebanyak tiga kali
4) Membaca niat dan membasuh wajah sebanyak tiga kali
5) Mebasuh kedua tangan kanan dan kiri hingga siku sebanyak tiga kali
6) Membasuh kepala dan rambut sebanyak tiga kali
7) Membasuh kedua telinga luar dan dalam
8) Membasuh kaki kanan dan kiri hingga mata kaki
9) Berdoa setelah berwudhu

22
23

3.2 Saran
Disarankan mengadakan praktik agar lebih memahami mengenai tata cara
salat berjamaah dan berwudhu.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah
(Thaharah, Salat, Zakat, Puasa, Dan Haji), Penerjemah: Kamran As’at
Irsyady, Dkk, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-3, Hal. 145.
Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, K
Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Ahkam (Riwayat Asy-Syafi’i: Thaharah Dan
Salat), (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-1, Hal. 152.
Hasbi As-Ṣiddiqie, Kuliah Ibadah, Cet. V, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, H. 01
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, (Penerjemah:
Asep Saefullah Dan Kamaluddin Sa’adyatulharamain, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), Cet. Ke-3, Hal. 14. 1
Rahman Ritonga, Dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, H.
Rusdiana, Ahmad, Et All. 2019. Tuntunan Praktek Ibadah. Bandung: Pustaka
Tresna Bhakti
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani, Dkk,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), Cet. Ke-1, Hal. 65.
Sentot Haryanto, Psikologi Salat (Kajian Aspek-Aspek Psikologi Ibadah Salat
Oleh- Oleh Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw), (Yogyakarta: 2007), Cet. Ke-
5, Hal. 59.
Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, Sifat Wudhu & Salat Nabi
Saw, Penerjemah: Geis Umar Bawazier, (Jakarta: Al-Kautsar, 2011), Cet. Ke-
1, Hal. 75.
Syeikh, A. Karim. 2018. Tatacara Pelaksanaan Salat Berjama’ah Berdasarkan
Hadis Nabi. Al-Mu‘Ashirah Vol. 15, No. 2
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemahan Fathur Qarib (Pengantar Fiqih Imam
Syafi’i, (Surabaya : Mutiara Ilmu, 2010), Cet. Ke-1, Hal.67.
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhu Al-Islamy Waadillatuhu,I, Daar Al-Fikr, 1989,
Yusuf Al-Qarḑawy, Al-Ibadah Fie Al-Islam, Muassasah Al-Risalah, Cet.6, Beirut,
1979, H. 27. 2

24

Anda mungkin juga menyukai