MAKALAH
Oleh:
Akinta Fatih Barezi
No Absen 4
Kelas 7B
SMP NEGERI 2
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Tata Cara Wudhu
Dan Tata Cara Salat Berjamaah Yang Baik Dan Benar”. Makalah ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Remedial Penilaian Akhir Semester
(PAS) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP).
Penulis menyadari,Makalah ini tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya
tanpa bimbingan, bantuan dan do’a dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Ibadah
Kata ibadah adalah berasal dari bahasa arab ibadah/ya’budu/ab’da yang
secara etimologi berarti tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut
Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa
(Al-Qardawy, Yusuf. 2979). Dengan demikian pemakaian bahasa ibadah ِitu lebih
ditunjukan kepada Allah, sementara ab’da lebih ditujukan kepada selain Allah.
Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah
itu dengan: ța’at, menu-rut, mengikut, tunduk dan juga berarti do’a (As-Siddiqie,
Hasbi. 1985).
Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat
dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing arti ibadah dikemukakan oleh Ahli
Tauhid, dan Hadiś Ibadah sebagai berikut:
3
4
2.3 Solat
Salat adalah rukun Islam yang kedua dan ia merupakan rukun yang sangat
ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat (Muhammad Fadh, Syaikh et all.
2011). Telah disyari’atkan sebagai sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah
(Haryanto, Sentot. 2007). Salat ini mencakup berbagai macam ibadah: zikir kepada
Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a, tasbih, dan
takbir3 . Salat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah telah
menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul pada
malam Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu menunjukkan
keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah
(Kamal, Abu Malik et all. 2007).
6
Artinya: “Pena diangkat dari tiga orang: dari orang tidur hingga ia bangun,
dari anak kecil hingga ia bermimpi, dan dari orang gila hingga ia berakal.”
(Diriwayatkan Abu Dawud dan al- Hakim yang men-shahih-kannya).
3. Baligh. Jadi, Salat tidak di wajibkan kepada anak kecil hingga ia baligh ,
karena Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya:
Artinya: “Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “perintahkanlah anak-anak kalian
8
mengerjakan Salat jika mereka mencapai usia tujuh tahun, dan pukullah
mereka jika tidak mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkan
tempat tidur mereka.” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu Daud)
4. Bersih dari darah haid dan darah nifas. Jadi, Salat tidak diwajibkan kepada
wanita yang sedang menjalani masa haid dan wanita yang menjalani masa
nifas, hingga kedua bersih dari kedua darah tersebut.
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, beliau berkata, “Rasulullah SAW telah
bersabda, “Allah tidak menerima Salat salah seorang di antara kalian, apabila
ia berhadats (tidak mempunyai wudhu) sampai dia berwudhu”. (HR. Abu
Daud)
3. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis. Orang yang Salat harus bersih
badannya, pakaiannya dan tempat Salatnya dari najis. Yang disebut najis itu
adalah setiap kotoran seperti urine dan tinja dan segala sesuatu yang dilarang
untuk konsumsi seperti: darah, khamar dan lainnya. Kotoran yang melekat di
badan atau pakaian atau tempat Salat harus dibersihkan dengan air.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT:
kain luar, maka beliau bersabda, “jika baju besi menutupi bagian luar kedua
telapak kakinya, maka boleh”.
5. Menghadap kiblat (ka’bah), sebab Salat tidak sah tanpa menghadap kiblat.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 144.
8. Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang Salatnya
dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta tuma’ninah,
sewaktu duduk di antara 2 sujud.
yang sangat banyak, maka Islam mengancam keras kepada orang-orang yang
melalaikannya. Islam mengancam orang- orang yang mengabaikan dan
meremehkan Salat berjama’ah. Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda “Barangsiapa yang mendengar muadzdzin (mengumandangkan adzan)
lalu tidak udzur yang menghalanginya untuk mengikuti panggilan itu. Para sahabat
bertanya: “Apa Udzur itu ?” Rasulullah SAW menjawab: “Rasa takut atau sakit,
(maka) Salat yang dia lakukan tidak akan diterima.” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah
dan Hakim)”
3. Hukum Berjama’ah Dalam Salat Fardhu
Para Fuqaha’ berbeda pendapat dalam menetapkan hukum Salat berjama’ah,
menjadi empat pendapat. Pendapat pertama: Salat berjama’ah hukumnya fardhu
kifayah.Para ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah berasal dari kalangan
ulama mutaqaddimin dan ulama mutaakhkhirin. Ibnu Hubairah dalam kitabnya al-
Ifshah, Juz I, halaman 42 menisbatkan pendapat ini kepada Imam Abu Hanifah dan
Imam Asy- Syafi’i. Ibnu Hajar dalam kitabnya Fath al-Bari, Juz II, halaman 26
mengatakan: “Yang zhahir dari pernyataan Imam Asy-Syafi’i adalah Salat
berjama’ah hukumnya fardhu kifayah. Dan inilah pendapat yang dipegang oleh
jumhur ulama terdahulu serta pendapat mayoritas ulama Hanafiyah dan
Malikiyah.” Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhah ath-Thalibin, Juz I,
halaman 339 mengatakan bahwa berjama’ah hukumnya wajib di dalam Salat
Jum’at; sedangkan hukum berjama’ah pada Salat fardhu menurut ulama Syafi’iyah
ada beberapa pendapat, yaitu:
a. Pendapat yang paling shahih adalah hukumnya fardhu kifayah.
b. Pendapat yang rajih adalah hukumnya sunat muakkadah.
c. Pendapat yang lain adalah hukumnya fardhu ‘ain. Ini dinyatakan oleh
sahabat kami (kata Imam An-Nawawi), Ibnu al-Mundzir dan Ibnu
Khuzaimah
Pendapat kedua: Salat berjama’ah hukumnya sunat muakkadah.Salat fardhu
secara berjama’ah dalam madzhab Hanafi dan Maliki dinyatakan hukumnya
sunatmuakkadah; demikian pula dinyatakan oleh sebagian ulama pengikut
madzhab Syafi’i. Mereka berpegang pada dalil hadits Ibnu Umar RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya
16
dalam Salat (berjama’ah) adalah orang yang paling jauh perjalanannya, lalu yang
paling jauh (daripada setelahnya). Dan orang yang menanti didirikannya Salat
sampai dia melaksanakannya bersama imam dalam jama’ah adalah lebih besar
pahalanya daripada orang yang Salat (sendirian) kemudian tidur. (H.R. Bukhari).”
Pendapat ketiga: Ibnu Taimiyah, Ibnul Qaiyim, Ibnu ‘Aqil dan Ibnu Abi Musa
serta sebagian ulama pengikut madzhab Hanbali berpendapat bahwa Salat
berjama’ah merupakan syarat sahnya pelaksanaan Salat fardhu, dan hukumnya
adalah fardhu ‘ain bagi kaum laki-laki, kecuali ada ‘udzur. Di antara dalil yang
mereka pegangi adalah hadits riwayat Ibnu bersabda “Barangsiapa yang mendengar
adzan, lalu dia tidak mendatanginya (untuk Salat berjama’ah), maka tidak sah
Salatnya kecuali karena ‘udzur. (H.R. Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim).”
4. Yang Berhak Menjadi Imam
Adapun orang-orang yang lebih pantas menjadi Imam adalah:
a. Orang yang lebih baik pembacaan ayat-ayat al-Quran:
b. Orang yang lebih mengetahui dan memahami akan hukum-hukum agama
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits.
c. Jika orang-orang yang pembacaannya sama baiknya dan pengetahuan
tentang hukum-hukum agama juga sama kualitasnya, maka yang lebih
berhak dijadikan sebagai imam adalah orang yang lebih tua usianya, dan
jika semua kriteria itu juga sama maka hendaklah dijadikan imam yang
lebih menarik rupanya. Demikian tersebut dalam hadits Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Abi Zaid ‘Umar bin Ahthab.
d. Jika mereka berkumpul dengan orang yang punya tempat atau wilayah
maka yang lebih berhak menjadi imam adalah orang yang punya tempat
itu atau penguasa setempat.
e. Apabila berkumpul si muqim dan si musafir, maka si muqimlah yang lebih
berhak menjadi imam Salat berjama’ah.
2.5 Wudhu
Wudhu merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT karena
sang pencipta menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Wudhu juga salah satu
‘Amaliyah Ta’abbudiy sebagai syarat sahnya melaksanakan Ibadah Salat. Selain
menjadi perintah agama, wudhu adalah ritual pengkondisian seluruh aspek hidup,
mulai dari psikologis hingga fisiologis. Wudhu merupakan sarana mendekatkan diri
kepada Allah (Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, 2010).
Menjaga wudhu adalah bagian dari karakter mukmin sejati. Karena orang
yang memaknai menjaga wudhu, akan lebih mampu menjaga perilaku. Mulut akan
terkontrol untuk tidak membicarakan hal-hal yang buruk. Mata juga akan terjaga
untuk tidak melihat hal-hal yang diharamkan dan telinga akan lebih mampu
menjaga dari mendengarkan pembicaraan yang negatif. Tangan juga akan lebih
terjaga untuk tidak melakukan perbuatan tercela, seta kaki juga akan terjaga untuk
tidak melangkah ke tempat-tempat maksiat. Itu semua dilakukan karena diri merasa
dalam keadaan suci.
a. Ketika bau mulut berubah karena lapar atau lama diam dan sebagainya.
b. Ketika bangun dari tidur, sebab orang yang bangun dari tidur biasanya
aroma mulutnya akan berubah.
c. Ketika Salat.
9. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika berwudhu.
10. Membaca doa dan syahadat setelah selesai berwudhu.
hamba dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-
orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang
suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.”
3.1 Kesimpulan
1. Tata Cara Salat Berjamaah
1) Niat, membaca niat Salat berjamaah untuk imam dan makmum
2) Takbiratul ihram diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan
lisannya: “Allahu Akbar”.
3) Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa
diganti dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam Salat fardhu
atau sunnah.
4) Ruku’,
5) Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal
6) Sujud 2x, untuk setiap rakaat
7) Duduk di antara dua sujud
8) Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
9) Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
10) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
11) Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib
dan masih dalam keadaan duduk.
12) Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun
2. Tata Cara Berwudhu
1) Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan sebanyak tiga
kali
2) Berkumur-kumur sebanyak tiga kali
3) Memasukkan air ke lubang hidung sebanyak tiga kali
4) Membaca niat dan membasuh wajah sebanyak tiga kali
5) Mebasuh kedua tangan kanan dan kiri hingga siku sebanyak tiga kali
6) Membasuh kepala dan rambut sebanyak tiga kali
7) Membasuh kedua telinga luar dan dalam
8) Membasuh kaki kanan dan kiri hingga mata kaki
9) Berdoa setelah berwudhu
22
23
3.2 Saran
Disarankan mengadakan praktik agar lebih memahami mengenai tata cara
salat berjamaah dan berwudhu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam Dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah
(Thaharah, Salat, Zakat, Puasa, Dan Haji), Penerjemah: Kamran As’at
Irsyady, Dkk, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-3, Hal. 145.
Abu Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Penerjemah, K
Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-Hadis Ahkam (Riwayat Asy-Syafi’i: Thaharah Dan
Salat), (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-1, Hal. 152.
Hasbi As-Ṣiddiqie, Kuliah Ibadah, Cet. V, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, H. 01
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, (Penerjemah:
Asep Saefullah Dan Kamaluddin Sa’adyatulharamain, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007), Cet. Ke-3, Hal. 14. 1
Rahman Ritonga, Dkk, Fiqh Ibadah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, H.
Rusdiana, Ahmad, Et All. 2019. Tuntunan Praktek Ibadah. Bandung: Pustaka
Tresna Bhakti
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, Penerjemah: Abdul Hayyie Al-Kattani, Dkk,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), Cet. Ke-1, Hal. 65.
Sentot Haryanto, Psikologi Salat (Kajian Aspek-Aspek Psikologi Ibadah Salat
Oleh- Oleh Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw), (Yogyakarta: 2007), Cet. Ke-
5, Hal. 59.
Syaikh Muhammad Fadh & Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, Sifat Wudhu & Salat Nabi
Saw, Penerjemah: Geis Umar Bawazier, (Jakarta: Al-Kautsar, 2011), Cet. Ke-
1, Hal. 75.
Syeikh, A. Karim. 2018. Tatacara Pelaksanaan Salat Berjama’ah Berdasarkan
Hadis Nabi. Al-Mu‘Ashirah Vol. 15, No. 2
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah, Terjemahan Fathur Qarib (Pengantar Fiqih Imam
Syafi’i, (Surabaya : Mutiara Ilmu, 2010), Cet. Ke-1, Hal.67.
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqhu Al-Islamy Waadillatuhu,I, Daar Al-Fikr, 1989,
Yusuf Al-Qarḑawy, Al-Ibadah Fie Al-Islam, Muassasah Al-Risalah, Cet.6, Beirut,
1979, H. 27. 2
24