MAKALAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Agama
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Kelompok 1
D3 Kebidanan
Politeknik Kesehatan Tasikmalaya
Wilayah Cirebon
2018
KATA PENGANTAR
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
yang membangun agar kami dapat memperbaiki makalah ini ke depannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1 Pengertian Ibadah......................................................................................2
2.1.1 Ketentuan dan makna Salat.........................................................................3
2.1.2 Ketentuan dan makna puasa........................................................................9
2.1.3 Ketentuan dan makna haji.........................................................................13
2.2 Pengertian Muamalah..............................................................................19
2.2.1 Macam-macam Muamalah..................................................................20
2.2.2 Aturan dalam perniagaan.....................................................................33
2.2.3 Beberapa perniagaan yang dilarang.....................................................35
2.3 Akhlak.....................................................................................................38
2.4 Akidah.....................................................................................................45
Rasul yang Bergelar Ulul Azmi............................................................65
Sifat Wajib Rasul...................................................................................65
Sifat Jaiz Rasul......................................................................................65
BAB III PENUTUP...............................................................................................71
3.1 Kesimpulan...................................................................................................71
3.2 Saran.............................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................72
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
1. untuk memahami dan mengetahui pengertian aqidah
2. untuk memahami dan mengetahui pengertian ibadah
3. untuk memahami dan mengetahui pengertian muamalah
4. untuk memahami dan mengetahui pengertian akhlak
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dilaksanakan oleh setiap muslim. Ibadah adalah bukti ketundukkan
seseorang kepada Allah dengan cara melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang telah khusus ditetapkan oleh Allah atau Rasul-Nya, seperti salat, puasa,
dan haji.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar dan
sesungguhnya mengingat Allah itu paling besar
(QS.Al-Ankabut, 29:45)
3
Dalam ayat di atas tampak bahwa salat bukan hanya dilakukan pada
waktunya, tetapi maknanya harus terbawa dalam kehidupan di luar salat,
yakni menjauhkan diri dari dosa dan kemunkaran. Tempat dan waktu orang
berbuat dosa dan kemunkaran tentunya di luar salat, karena itu salat
seyogyanya meresap dalam kehidupan sehari-hari dan member warna
tersendiri dalam bentuk komitmen untuk menjauhkan dosa dan munkar.
Hubungan salat dengan perilaku sosial dapat dilihat pula pada urutan
kalimat suruhan salat dalam Alquran yang selalu dikaitkan dengan zakat,
yaitu kalimat aqimus salat wa atu zakat ( kerjakan salat dan bayarkan zakat
). Ayat tersebut mengandung arti bahwa salat harus diikuti dengan zakat;
dimensi ritual harus berdampak berdampak sosial.
4
menyerahkan diri kepada Allah. Perjalanan hidup yang diawali atas
nama Allah (melalui salat subuh) maka perjalanan akan diberkahi. Lebih
jauh Sirjani (2004:139) mengungkapkan bahwa salat Subuh tepat waktu
akan membiasakan hidup teratur dalam sehari penuh. Hidup dengan
menapaki aturan yang diinginkan-Nya, yaitu aturan yang telah Allah
terapkan pada alam semesta agar berjalan dengan kaidah-Nya. Salat
subuh mengikat ketergantungan umat Islam pada Rabbnya sejak pagi-
sebagai permulaan hari. Dengan demikian umat Islam memulai harinya
dengan ketaatan, dzikir, salat, dan do’a.
Dzuhur yang waktunya tengah hari; saat orang terlena dengan
pekerjaannya. Perjalanan hidup yang penuh dinamika diingatkan untuk
tidak melupakan Allah, maka salat dzuhur merupakan waktu di mana
orang mengevaluasi setengah dari perjalanannya pada hari itu. Waktu
antara salat subuh dengan ashar adalah waktu di mana manusia berada di
tempat kerjanya sehingga memungkinkan terjadinya dosa. Salat dzuhur
menjadi tempat untuk kontemplasi dan mengevaluasi hidup serta
meminta ampun terhadap dosa yang mungkin dilakukannya sampai salat
dzuhur.
Waktu ashar adalah saat-saat yang memungkinkan orang
melakukan aktifitas-aktifitas yang menyenangkan di sore hari. Pada
waktu ini sangat memungkinkan orang terlena atau terjebak pada suatu
aktifitas yang menyenangkan dirinya dan melupakan Allah. Karena itu,
salat ashar merupakan momentum yang tepat untuk membawa orang
untuk kembali mengingat Allah.
Waktu maghrib adalah terbenamnya matahari; waktu yang sangat
menyenangkan untuk melakukan aktifitas bersenang-senang dan
rekreasi. Waktu yang digunakan untuk bersenang-senang dapat
mempengaruhi akal, hati, dan perasaan yang kosong dari nilai-nilai
sehingga orang itu melupakan Allah. Salat maghrib memberikan
pencerahan ruhaniyah sehingga orang tidak mudah terlena begitu saja
dengan kehidupan duniawi.
Waktu isya adalah waktu manusia mengakhiri perjalanan
hidupnya pada hari itu sebelum ia tidur. Waktu ini sangat sesuai untuk
evaluasi terhadap aktifitas-aktifitas yang dilakukannya sejak bangun
pagi hingga malam hari.
Waktu salat telah ditentukan dengan pasti sehingga orang yang
mampu mrlakukannya secara disiplin, niscaya akan menghasilkan pula
pribadi-pribadi yang memiliki disiplin tinggi. Kemampuan untuk
melakukan salat tepat waktu, adalah sebuah jaminan bahwa orang
tersebut, di samping bisa dipercaya juga memiliki kesadaran akan arti
penting sebuah waktu yang harus ditepati. Kesadaran terhadap waktu
merupakan salah satu tanda dari orang yang memiliki kepribadian.
5
Salat adalah ibadah yang terdiri dari gerakan dan bacaan (aqwal
wa af’al). gerakan dan bacaan salat mengandung makna simbolik, yaitu:
b. Gerakan mengangkat tangan
6
untuk Allah Yang Maha Esa. Ini adalah suatu komitmen jiwa manusia
dalam rangka menghadapi kondisi lingkungan yang serba tidak bisa
diramalkan ini. Lingkungan akan selalu berubah dengan cepat, tetapi
komitmen ini akan abadi di dalam jiwa yang kuat yang telah dipenuhi
oleh kekuatan iman. Doa ini pun sebenarnya adalah suatu syahadah atau
penetapan misi dan prinsip hidup seseorang baik di dalam berpikir dan
bertindak atau pun bertingkah laku.
c. Rukuk
d. I’tidal
7
dan tunduk kepada Allah secara total dalam rukuk. Penyerahan diri
secara mutlak akan melahirkan ketenangan dan ketentraman yang luar
biasa. Ketenangan akan menghilangkan rasa takut terhadap kehidupan
yang disimbolkan dalam I’tidal dengan berdiri tegak. Tegak dan teguh
berhadapan dengan manusia dan kehidupan dunia; siap untuk
menghadapi segala permasalahan hidup dengan tetap bersyukur terhadap
hasil kerjanya sebagai anugrah Allah.
e. Sujud
8
kepekaan jiwa. Apabila kondisi itu dilakukan berulang-ulang, maka ini
akan menjadi sebuah doktrin yang akan mengisi jiwa baik sadar atau
tanpa disadari melalui mekanisme repetitive magic power, yang
berujung pada pemilikan tingkat kecerdasan emosi dan spiritual yang
tinggi atau seseorang yang berakhlak mulia yang merupakan syarat
utama keberhasilan (Agustian 2001:201).
h. Salam
Mengakhiri salat dengan membaca salam sambil memalingkan
wajah ke kanan dan ke kiri. Kanan dan kiri merupakan symbol
hubungan horizontal atau hubungan dengan sesama makhluk artinya
salah membawa misi akhir untuk memberikan keselamatan dan
kedamaian kepada sesama makhluk. Karena itu orang yang salat akan
membawa misi perdamaian dan keselamatan kepada sesama manusia
dan makhluk lainnya. Hal ini senada dengan inti dari salat yang
diungkapkan oleh Alquran: “ inna shalata tanha ‘an al fakhsya wa al
munkar” (sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan dosa dan
kemunkaran). Dosa dan kemunkaran tempatnya di tengah-tengah
masyarakat, karena itu salat yang bermakna adalah salat yang meberikan
bekas kebaikan kepada masyarakat di mana orang yang salat itu berada.
Puasa termasuk salah satu dari ibadah mahdhah, karena itu tata
cara dan pelaksanaannya telah diatur secara lengkap oleh syariat Islam
berdasarkan firman Allah dan contoh Rasul-Nya. Karena itu tidak bisa
menambah dan mengurangi pelaksanaan puasa kecuali ada perintah dan
contoh yang jelas. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa puasa dalam ajaran Islam adalah menahan diri dari segala
minuman dan makanan serta semua hal yang membatalkan puasa,
termasuk di dalamnya merokok dan tidak disebut puasa yang hanya
makan makanan atau minuman tertentu saja. Waktu berpuasa dimulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari, karena itu tidak boleh (haram)
berpuasa siang malam, berpuasa terus menerus, atau berpuasa malam
hari dan berbuka siang hari.
9
Puasa wajib berarti jika dilaksanakan mendapat ganjaran dan
apabila ditinggalkan mendapat siksa Allah Swt. Di samping puasa
Ramadhan ada pula puasa yang wajib, yaitu puasa nadzar. Puasa nadzar
adalah puasa yang dijanjikan, yaitu seseorang yang berjanji apabila
memperoleh sesuatu akan melaksanakan puasa. Misalnya seseorang
bernadzar apabila ia lulus kuliah ia akan puasa, maka apabila ia lulus
wajib melaksanakan puasanya.
(QS.Albaqarah,2:183)
Sahurlah kalian, karena pada sahur terdapat berkah (hadis mutafaq alaih)
10
Dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda: Allah berfirman
hambaKu yang paling aku cintai adalah mereka yang menyegerakan
buka. HR. Tirmidzi.
11
Berpuasa tidak hanya sampai menahan makan dan minum
saja, tetapi juga menjaga perkataan dan perbuatan yang dapat
mengurangi nilai puasa, yaitu berkata kotor, bertengkar,
mengumpat, membicarakan orang lain, dan melakukan hal-hal
yang tidak sesuai dengan misi puasa. Menahan diri dari ucapan
dan perbuatan tersebut pada dasarnya adalah usaha sungguh-
sungguh untuk member makna puasa yang intinya latihan untuk
mengendalikan diri.
12
menahan keinginan yang menyenangkan dirinya, karena itu orang
yang berpuasa akan merasakan perasaan orang yang keinginan
dan kebutuhannya tidak tercapai. Termasuk merasakan sakitnya
orang yang lapar dan haus. Karena itu berpuasa mendidik orang
untuk memiliki perhatian dan kepedulian sosial kepada sesama
manusia.
13
ditentukan dalam syariat Islam. Kewajiban haji bagi umat Islam
beardasarkan firman Allah:
14
syariat Islam. Ihram ini mempunyai miqot Zamani, yaitu batas waktu
untuk ibadah haji, mulai 1 Syawal hingga terbit fajar 10 Dzulhijjah tahun
tersebut. Bila ihram tersebut dilakukan sebelum atau sesudah batas waktu
tersebut maka batal hajinya dan dihitung sebagai umrah, karena umrah
boleh dikerjakan sepanjang tahun. Sedang haji diperbolehkan pada
waktu-waktu tertentu saja.
Ada tiga macam ihram yang harus diniatkan ketika berhaji, yaitu
15
cara ini diwajibkan membayar dam atau puasa tiga hari di Mekah
dan tujuh hari setelah kembali ke negaranya
b. Haji Ifrad, berihram untuk berhaji, dan mengerjakan umrah di
luar bulan-bulan haji, apabila sebelumnya belum pernah umrah.
c. Haji Qiran, yaitu berihram untuk haji dan umrah sekaligus.
Apabila dipisahkan antar keduanya seperti niat untuk umrah
kemudian niat untuk haji sebelum thawaf, maka harus bayar dam
atau puasa tiga hari di haji dan tujuh hari setelah kembali ke
negaranya.
Bagi yang mau berihram disunatkan mandi terlebih dahulu, salat
dua rakaat, memotong kuku. Setelah berpakaian ihram dan
mengerjakan salat dua rakaat disunatkan membaca talbiyah.
Adapun perempuan tidak disunatkan mengeraskan talbiyah,
cukup hanya bisa didengar sendiri dan sekitarnya.
3. Wajib Haji
4. Sunat-sunat ihram
1) Mandi
2) Memakai wangi-wangian sebelum ihram
3) Tidak memakai pakaian berjahit atau sandal yang menutupi
jari dan mata kaki
4) Salat dua rakaat untuk ihram kemudian niat
5. Thawaf
16
Syarat-syarat thawaf:
Syarat-syarat Sa’i:
Sunat-sunat Sa’i:
17
1) Pakaian haji (ihram)
2) Thawaf
3) Sa’I
4) Melempar Jumrah
5) Wukuf
18
kehinaannya di hadapan Yang Maha Mulia sehingga hilang rasa dan
sikap kesombongannya. Dalam diamnya itu, seorang hamba dialog
dengan dirinya sendiri sehingga ia mengenal persis siapa dirinya di
dunia di hadapan Allah Yang Maha Besar. Pengenalan dan
pemahaman terhadap diri merupakan jalan terdekat untuk memahami
Allah.
6) Arafah
ekonomi islam adalah hukum yang bertalian dengan harta, hak milik, jual
beli, utang piutang, sewa menyewa, pinjam meminjam, dan berbagai jenis
dan sejahtera. Hal ini karena manusia merupakan makhluk sosial yang perlu
berinteraksi dan membutuhkan bantuan orang lain. Secara tegas Allah sudah
Artinya:
19
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
permusuhan…”(QS. Al-Maidah/5:2)
tolong menolong dalam hal kebaikan dan takwa. Salah satunya, memenuhi
sebagai berikut:
lain
20
a. Khiyar majlis yaitu si penjual dan si pembeli boleh memilih antar dua
perkara tadi selama keduanya masih di tempat jual beli, khiyar majlis
ini diperbolehkan dalam semua macam jual beli.
Sabda Rasulullah SAW, yang diriwatkan oleh bukhari dan Muslim,
yakni : “Dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan
meneruskan jual beli mereka atau tidak), selama keduanya belum
bercerai dari tempat akad”. Khiyar majlis akan habis dengan
persyaratan :
1. Keduanya memilih akan terusnya akad. Apabila salah seorang
dari keduanya memilih akan terusnya akad, habislah khiyar dari
pihak dia, tetapi hak yang lain masih ada/ tetap
2. Di antara keduanya terpisah dari tempat jual beli. Artinya
berpisah ialah mneurut adat kebiasaan. Apabila adat telah
menghukum bahwa keadaan keduanya telah terpisah. Tetaplah
jual beli antara keduanya; apabila adat mengatakan belum
berpisah, masih terbukalah pintu khiyar antara keduanya.
b. Khiyar Syarat ialah khiyar itu dijadikan syarat sewaktu akad oleh
keduanya atau oleh salah seorang, seperti kata si penjual: “Saya jual
ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau
kurang”.
Khiyar syarat ini boleh dilakukan dalam segala macam jual beli,
terkecuali barang yang wajib diterima di tempat jual beli, contoh
barang riba. Masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga
malam, terhitung dari ketika akad. Hal ini sabda Rasulullah SAW,
yaitu: “ Engkau boleh khiyar pada segala barang yang engkau
beliselama tiga hari tiga malam”. (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Majah)
c. Khiyar ‘Aibi (cacat) ialah si pembeli boleh mengembalikan barang
yang dibelinya, apabila terdapat pada barang yang dibeli itu suatu
cacat yang mengurangi yang dimaksud pada barang itu, atau
mengurangi harganya, di mana sebelumnya barang itu baik, dan
sewaktu akad cacatnya itu sudah ada, tetapi si pembeli tidak tahu,
atau terjadi sesudah akad, yaitu sebelum diterimanya.
2. Salam
Salam ialah menjual sesuatu yang tidak dilihat dzatnya, hanya ditentukan
dengan sifatnya, barang itu ada di dalam pengakuan (tanggungan) si
penjual. Misalnya ; kata di penjual “Saya jual kepadamu lemari polos
dari jati, besarnya 110 X 110 cm, tingginya 90 cm, empat kotak, dengan
harga 90.000,00 rupiah”. Kata si pembeli : ‘’Saya beli lemari dengan
sifat tersebut dengan harga Rp 90.000,00”. Dia membayar uangnya
sewaktu ini juga, tetapi lemarinya belum ada.
Firman Allah SWT.
21
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berpiutang
hingga masa (janji) yang ditetapkan, hendaklah kamu tuliskan perjanjian
itu”. (Al-Baqarah: 282)
Rukun salam:
1. Si penjual dan si pembeli.
2. Barang dan uang.
3. Sighat (lafadz akad).
Syarat salam:
Syarat lafadz:
22
keduanya: “Kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau
menjalankannya dengan jalan jual beli dan lain-lainnya”. Jawab yang
lain: Saya terima seperti yang engkau katakana itu”.
4. Qiradh
Arti qiradh ialah memberikan pokok dari seseorang kepada orang
lain untuk diperniagakannya, sedangkan keuntungan untuk keduanya
menurut perdamaian (perjanjian) antara keduanya sewaktu akad, dibagi
dua atau dibagi tiga.
Pada masa jahiliyah qiradh telah dilaksanakan, kemudian
dilanjutkan oleh generasi berikutnya yaitu agama islam. Timbulnya
qiradh, karena menjadi kenyataan hajat bagi setiap manusia. Qiradh ini
memberikan nilai tambah antara keduanya yang mengandung sifat
tolong-menolong.
Rukun Qiradh:
1. Harta (pokok); baik berupa uang atau lainnya, keadaan pokok
hendaklah diketahui banyaknya.
2. Pekerjaan; yaitu dagang dan lain-lainnya yang bersangkutan dengan
urusan perdagangan itu, barang yang hendak diperdagangkan begitu
juga tempat, hendaknya tidak ditentukan, hanya diserahkan saja
kepada yang bekerja barang apa dan di tempat manapun, asal
menurut pandangannya ada harapan untuk mendapat keuntungan.
3. Sewaktu akad hendaklah ditentukan keuntungan yang bekerja,
prosentase dari jumlah keuntungan, seperdua atau sepertiga.
4. Yang bekerja dan yang memiliki modal (pokok) disyaratkan keadaan
keduanya orang berakal dan sudah baligh (sampai umur 15 tahun)
dan bukan orang yang dipaksa.
Cara bekerja yaitu yang bekerja hendaklah ikhlas, tidak boleh
menguntungkan barang, tidak boleh membawa barang ke luar negeri,
kecuali dengan izin yang punya pokok, dan dilarang membelanjakan
uang qiradh untuk dirinya sendiri, bersedekah dari barang qiradh juga
tidak diperbolehkan.
Apabila keduanya berselisih (yang bekerja dan yang punya
modal) tentang pembagian keuntungan, kedua-duanya hendaklah
bersumpah, dan yang bekerja diberi keuntungan menurut kebiasaan
yang berlaku di tempat dan waktu itu.
Adapun akad yang dipakai dalam qiradh adalah “akad percaya
mempercayai, maka sekiranya ada sesuatu barang yang hilang, yang
bekerja tidak wajib mengganti, kecuali apabila disebabkan karena
23
lalainya. Sedangkan apabila rugi hendaklah ditutup (diganti) dengan
keuntungan. Juga apabila masih rugi kerugian itu hendaklah dipikul
oleh yang memiliki modal sendiri. Yang bekerja tidak ada kewajiban
untuk menggantinya.
5. Musaqah (Paroan Kebuan)
Pengertian musaqah ialah yang memiliki kebun memberikan
kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan
yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurut
perjanjian keduanya sewaktu perjanjian (akad).
Agama islam membolehkan adanya paroan kebun ini karena
banyak yang membutuhkannya. Maka dengan adanya peraturan ini
keduanya dapat hidup dengan baik, yang dihasilkan oleh negara
bertambah banyak pula, dan masyarakat bertambah baik
kehidupannya.
Rukun musaqah
1. Yang bekerja (tukang kebun) dengan yang punya kebun keduanya
hendaklah orang yang sama berhak membelanjakan (bertasharruf)
harta keduanya.
2. Semua pohon yang berbuah atau kebun, boleh diparuhkan,
demikian juga hasil pertahun (palaija) pun boleh menurut
keterangan hadist.
3. Masalah pekerjaan hendaklah ditentukan masanya (waktunya)
seperi satu tahun, dua tahun atau lebih, sekurang-kurangnya masa
kira-kira menurut adat dalam masa itu kebun sudah mungkin
berubah. Pekerjan yang wajib dikerjakan oleh tukang kebun ialah
semua pekerjaan yang bersangkutan dengan penjagaan kerusakan
dan pekerjaan (perawatan yang berfaedah) untuk buah, seperti
menyiram, merumput, dan mengawinkannya.
4. Hasil buah hendaklah ditentukan masing-masing sebelum kebun
dikerjakan apa seperdua atau sepertiga.
6. Muzaro’ah dan Mukhabaroh (Paroan Sawah atau Ladang)
Muzaro’ah yaitu paroan sawah atau lading seperdua atau
sepertiga atau lebih kurang, sedangkan benihnya dari petani (yang
bekerja).
Mukhabaroh yaitu paroan sawah atau lading seperdua, sepertiga
atau lebih atau kurang, sedangkan benihnya dari yang punya tanah.
Muzaro’ah dan mukhabaroh ini ada yang membolehkan da nada
yang tidak (dilarang).
Ulama yang membolehkan:
Pendapat ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mudzir, dan Khattabi
mereka beralasan dengan hadist, yakni:
24
“ Dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabu besar SAW, telah
memberikan kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara
oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari
penghasilan, baik dari buah-buahan maupun dari hasil pertahunan
(palawija)”. Riwayat Muslim
Adapun ulama yang melarang beralasan hadist juga yakni:
25
“Jika perempuan menyusui anak kamu, maka hendaklah kamu
beri upah (sewa) mereka. (At-Thalaq: 6)
Rukun mempersewakan:
1. Yang mempersewakan dan yang menyewa, dengan syarat
keduanya:
Berakal
Kehendak sendiri (bukan dipaksa)
Keadaan keduanya tidak bersifat mumadzir
Masuk umur (baligh)
2. Sewa disyaratkan diketahui dalam beberapa hal:
Jenisnya
Kadarnya
Sifatnya
3. Manfaat dengan syarat:
Manfaat yang berharga
Keadaan manfaat dapat diberikan oleh yang mempersewakan
Diketahui kadarnya, dengan jangka waktu
8. Ji’alah
Ji’alah ialah barang yang hilang minta supaya dikembalikan dengan
bayaran ditentukan; seperti seseorang kehilangan dompet berisi
STNK, SIM dan sebagainya, dia berkata “Barangsiapa yang
mendapatkan dompetku dan dapat mengemabalikan padaku, aku
bayar sekian”.
Rukun Ji’alah:
1. Hendaklah kalimat itu mengandung arti izin kepada yang bekerja
juga tidak ditentukan waktunya, hal ini disebut “lafadz”
2. Orang yang menjanjikan upahnya. Yang menjanjikan upah itu
boleh yang kehilangan boleh orang lain.
3. Mencari barang yang hilang (pekerjaan)
4. Upah; disyaratkan keadaan upah, barang yang tertentu
Batalnya Ji’alah:
26
9. Borgh (Jaminan/Rungguhan)
Adanya suatu barang yang dijadikan penguat atau peneguh
kepercayaan dalam utang piutang inilah yang disebut “Borg
(Jaminan/tangguhan)”. Barang itu boleh dipergunakan atau dijual
kalau uatangnya tidak dapat dibayar, hanya cara menjualnya itu
hendaklah dengan keadilan (dengan harga yang berlaku di waktu itu).
Rukun jaminan rungguhan:
1. Kalimat akad (lafadz), seperti “Saya rungguhkan ini kepada
engkau untuk utangku yang sekian kepada engkau”. Jawab dari
berpiutang; “saya terima rungguhan ini”.
2. Yang merungguhkan dan yang menerima rungguhan; disyaratkan
keduanya ahli (berhak membelanjakan hartanya).
3. Barang yang dirungguhkan
4. Ada utang disyaratkan keadaan utang telah tetap.
10. Hiwalah
Memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada
tanggungan yang lain inilah yang dinamakan “Hiwalah”.
Rukun Hiwalah:
1. Orang yang berutang dan berpiutang (Muhil)
2. Orang yang berpiutang (Muhtal)
3. Orang yang berutang (Muhal alaih)
4. Utang muhil kepada muhal
5. Uatang muhal alaih kepada muhil
6. Lafadz akad (sighat)
11. Dhaman
Makna dhaman ialah meminjaman atau menanggung utang,
menghadirkan barang, atau orang ke tempat yang ditentukan.
Rukun dhaman:
27
1. Yang memjamin disyaratkan keadaannya sudah baligh, berakal,
tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur), dan dengan
kehendak sendiri.
2. Yang berpiutang (madmunlah): syaratnya ia diketahui oleh yang
menjamin.
3. Yang berutang (madmun’anhu).
4. Baik utang, barang, atau orangnya disyaratkan keadaannya
maklum (diketahui) dan tetap keadaannya.
5. Lafadz disyaratkan keadaanya itu berarti jaminan, tidak
digantungkan pada sesuatu dan tidak berarti sementara.
12. Hajru
Hajru ialah melarang atau menahan seseorang dari
membelanjakan hartanya, yang berhak melarang ialah wali atau
hakim. Tujuan larangan ini ada dua macam:
1. Larangan dilakukan terhadap seseorang guna menjaga hak orang
lain, seperti larangan terhadap:
a. Orang yang berutang, sedangkan utangnya tunai dan lebih
banyak dari hartanya. Ia dilarang berbelanja guna menjaga
yang berpiutang.
b. Orang sakit payah dilarang berbelanja lebih dari 1/3 hartanya
guna menjaga hak warisnya.
c. Yang menangguhkan dilarang membelanjakan barang yang
sedang dirungguhkan
d. Murtad (orang yang keluar dari islam)
2. Dilarang karena menjaga haknya sendiri, seperti:
a. Anak kecil hendaklah dijaga tidak boleh membelanjakan
hartanya sehingga berumur baligh dan sudah pandai
bebelanja.
b. Orang gila dilarang berbelanja samapai sembuh
c. Pemboros (orang yang menyia-nyiakan hartanya) dilarang
bebelanja sampai ia sadar.
13. Shulhu (Perdamaian)
Firman Allah SWT.
28
3. Perdamaian antara suami isti
4. Perdamaian dalam urusan mu’amalat
14. Ikrar (Pengakuan)
Iqrar ialah mengakui akan kebenaran sesuatu yang bersangkutan
dengan dirinya untuk orang lain ; seperti: ada orang mengatakan;
“Saya mengaku bahwa saya telah berutang kepada si anu atau saya
mengaku bahwa saya telah mencuri anu dengan sebagainya.
Firman Allah SWT.
Hukum petaruh:
29
3. Makruh terhadap orang yang dapat menjaganya tetapi ia tidak
percaya kepada dirinya.
Rukun wadi’ah:
Rukun Waqaf:
30
2. Sesuatu yang diwaqafkan., syaratnya:
a. Kekal zatnya; berarti bila diambil manfaatnya, barangnya
tidak rusak.
b. Kepunyaan yang mewaqafkan walaupun musya’
(bercampur dan tidak dapat dipisahkan dari yang lain).
c. Tempat waqaf (yang berhak menerima hasil waqaf itu)
d. Lafadz waqaf, seperti: saya waqafkan ini kepada orang-
orang miskin dan sebagainya.
3. Syarat waqaf:
1. Untuk selama-lamanya, yaitu tidak dibatasi dengan waktu.
2. Tunai dan tidak ada khiyar syarat.
3. Barang yang diwaqafkan hendaklah terang kepada siapa
diwaqafkan.
17. Luqathoh (barang dapat)
Makna luqathoh ialah mendapatkan sesuatu barang di mana
barang itu didapat dari tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun.
Adapun mengambil barang dapat hukumnya yaitu:
a. Bagi orang yang percaya kepada dirinya adalah sunnah, ada
suatu kesanggupan untuk memelihara barang yang didapat itu
sebagaimana mestinya.
b. Apabila barang itu berat sangkaannya dan akan hilang tersia-
sia kalu tidak diambil maka menjadi wajib hukumnya.
c. Bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya terhadap
barang yang didapat itu maka menajdi makruh.
Rukun Lutqathoh:
31
Apabila seseorang mengambil sesuatu yang didapat
dengan sengaja atau khianat, kemudian barang itu hilang dari
tangannya, maka ia wajib mengganti walaupun
diberitahukannya juga kemudian. Sebaliknya apabila dia
mula-mula dengan sengaja untuk amanat kemudian berbalik
menjadi khianat, dia tidak wajib mengganti dengan semata-
mata menyengaja khianat sesudah adanya barang di
tangannya.
18. Ihyaul-Mawat (Membuka Tanah Baru)
Adapun membuka tanah baru bagi orang islam hukumnya adalah
jaiz (boleh), dan sesudah dibukanya tanah itu manjadi miliknya.
Maksud dari tanah baru (ihya’ul mawat) ialah tanah yang belum
pernah dikerjakan oleh siapapun: berarti tanah yang belum dimiliki
oleh siapapun atau tidak diketahui yang mempunyai.
19. Syuf’ah
Syuf’ah ialah hak yang diambil dengan paksa oleh serikat lama dari
serikat baru.
Contoh syuf’ah:
Si A berserikat rumah dengan B, kemudian si B menjual bagiannya
kepada C dengan tidak seizin A . Maka A berhak mengambil
sebagian rumah yang sudah dijual oleh B kepada C tadi dengan
paksa, walaupun tidak disukai C. Hanya harus diambil menurut harga
penjualan B kepada C.
Rukun Syuf’ah:
1. Sebagian barang yang sudah dijual atau diambil; syaratnya
keadaan barang tidak bergerak, adapun barang yang bergerak
dan tidak berlaku syuf’ah, kecuali dengan jalan mengikuti
pada tidak bergerak.
2. Serikat lama atau orang yang mengambil barang; syaratnya;
keadaanya orang yang berserikat pada zat yang diambil dan
memiliki bagiannya.
3. Serikat baru atau yang dipaksa; syaratnya; keadaan barang itu
dimilikinya dengan jalan bertukar, bukan dengan jalan
pusaka, wasiat, atau pemberian.
20. Khasbu (Merampas)
Firman Allah SWT.
32
Adapaun makna khasbu (merampas) ialah mengambil hak
orang lain dengan cara paksa dan aniaya. Hukumnya adalah haram
termasuk dosa besar.
Di dalam mengadakan suatu pembelaan terhadap orang yang
mau menganiaya itu boleh (jaiz) meskipun sampai membunuh
sekalipun, kalau kita tidak terhindar dari kedzalimannya kecuali
dengan melakukan pembunuhan kepadanya.
21. Bank dan Riba
Pendirian bank dilakukan dengan cara yang tidak baik
termasuk golongan riba, atau barangkali memang sudah sampai pada
arti “darurat”. Pendiriannya tersebut harus melalui suatu
musyawarah baik dari golongan ulama dan pihak ahli ekonomi yang
benar-benar mengatahui seluk beluk bank dan perdagangan.
Adapun makna “Riba” menurut bahasa ialah bertambah
(lebih). Sedangkan menurut istilah syara’ ialah: akad yang terjadi
dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya
menurut syara’ atau terlambat menerimanya.
Mcam-macam riba:
1. Menukarkan dua barang yang sejenis dengan tidak sama disebut
“Riba Fadhli”.
2. Utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang mempiutangkan
“Riba Qiradh”.
3. Penukaran yang disyaratkan terlambat salah satu dua barang “
Riba Nasa”.
22. Ariyah (Pinjam Meminjam)
Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada
yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan
dzatnya, agar dapat dikembalikan dzat barang itu. Maka tiap-tiap
sesuatu yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusak
dzat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan. Hukum
meminjamkan adalah sunnah.
Rukun meminjam:
1. Yang meminjamkan, dengan syarat:
a. Berhak berbuat baik sekehendaknya.
b. Manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang
meminjamkan, walau dengan jalan waqaf atau sewa.
2. Yang meminjam, juga harus orang yang berhak (ahli) menerima
kebaikan.
3. Barang yang dipinjam, dengan syarat:
a. Barang yang ada manfaatnya.
b. Barang yang diambil manfaatnya tidak rusak.
4. Lafal atau ucapan.
33
Apabila barang yang dipinjam itu hilang atau rusak sebab
pemakaian yang diizinkan, yang meminjamkan tidak mengganti
karena pinjam meminjamkan itu berarti percaya mempercayai:
tetapi kalau sebab lain, diwajibkan menggantinya.
34
Ijab ialah perkataan si penjual, seperti saya jual barang ini
sekian.
Qabul ialah perkataan si pembeli, seperti saya beli dengan
harga sekian.
Ijab dan Qabul ini menurut sepakat ulama, memenuhi
beberapa persyaratan, yaitu:
a. Keadaan ijab dan qabul berhubungan
b. Adanya kemufakatan keduanya walaupun lafadz
keduanya berlainan.
c. Keadaan keduanya tidak disangkut pautkan dengan
urusan yang lain seperti; kalau saya jadi pergi, saya jual
barang ini sekian.
d. Waktunya tidak dibatasi, sebab jual beli berwaktu seperti
sebulan atau setahun, tidak sah.
4. Utang Piutang
Utang piutang ialah memberikan sesuatu kepada
seseorang, dengan perjanjian dia akan membayar yang sama
dengan itu, misalnya, berutang Rp 3.000,- akan dibayar Rp
3.000,- pula.
Memberikan utang sesuatu kepada orang lain adalah sama
dengan memberi pertolongan walaupun masih harus
menggantinya.
5. Rukun Utang Piutang
1. Kalimat mengutangi (lafadz) seperti: “ Sayat utangkan ini
kepada engakau”. Jawab yang berutang: “saya mengaku
berutang kepada engaku”.
2. Yang berutang dan yang berpiutang.
3. Barang yang diutangkan.
6. Hukum memberi hutang
Memberi hutang hukumnya sunnah malah menjadi wajib,
seperti mengutangi orang yang terlantar yang sangat perlu atau
berhajat.
7. Menambah bayaran
Apabila kelebihan bayaran itu atas kemauan yang
berutang dan tidak atas perjanjian sebelumnya, maka kelebihan
itu boleh (halal) bagi yang mengutangkannya, dan bagi yang
membayar utang adalah suatu kebaikan.
Adapun apabila kelebihan itu atas kehendak yang
berpiutang atau telah menjadi perjanjian sewaktu akad, maka hal
semacam itu tidak diperbolehkan.
35
2.2.3 Beberapa perniagaan yang dilarang
1. Jual Beli Barang yang Tidak Terang
Setiap akad jual beli yang disitu terbuka pintu untuk
pertengkaran, disebabkan tidak terang sesuatu yang dibeli (dijual)
atau ada hal-hal yang bisa membawa kepada perselisihan antara
kedua belah pihak, yang satu merugikan kepada yang lain,
sesungguhnya hal itu dilarang oleh Nabi SAW. Ini adalah untuk
menutup jalan penipuan dan merugikan satu sama lain. Termasuk
dalam hal ini larangan menjual apa yang masih dalam perut
binatang ternak., burung di udara atau ikan dalam air dan
segalanya sesuatu yang bisa menimbulkan kekeliruan dan tidak
diketahui keduanya.
Pada waktu zam Nabi SAW, biasa orang menjual buah-
buahan dalam kebun sebelum jelas buah itu baik. Sesudah akad
jual beli terjadi bahaya alam, menyebabkan buah-buahan itu
rusak. Akibatnya si penjual dan si pembeli berselisih. Si penjual
berkata: “ telah saya jual dan jual beli telah selesai”. Kat si
pembeli: “yang engkau jual padaku ialah buahnya dan sekarang
saya tidak memperolehnya”. Lalu dilarang oleh Nabi SAW,
menjual buah-buahan yang belum terang baiknya, kecuali jika
disyaratkan memetiknya sekarang juga.
2. Harga dipermainkan
Mencampuri kemerdekaan perorangan dalam menetukan
harga barangnya, kalu tidak mengandung unsur-unsur
penganiayaan, niscaya akan menimbulkan tanggung jawab di
hadapn Allah SWT nanti. Tetapi apabila dalam urusan pasaran ini
kemasukan sebab-sebab yang tidak wajar, seperti penimbunan
barang-barang yang dilakukan oleh beberapa saudagar untuk
mempermainkan harta, maka ketika itu kemaslahatan bersama
didahulukan dari kemerdekaan pribadi. Waktu itu dibolehkan
menentukan harga pasaran, untuk menjaga dan melindungi
kepentingan masyarakat, berhadapan dengan kaum yang tamak
memperoleh keuntungan besar bagi dirinya sendiri.
Kesimpulannya, bahwa menentukan pasaran itu
diperbolehkan, apabila kepentingan umum mendesak. Dan
dilarang menetapkan harga dan memaksakan si penjual untuk
menjual barangnya dengan harga tidak disukainya, apabila dalam
keadaan biasa.
3. Menumpuk Barang
Agama islam menentang tindakan sebagian orang yang
sangat mementingkan dirinya sendiri dan tamak untuk
memperoleh kekayaan yang banyak, dengan tidak memikirkan
36
bahaya tindakannya terhadap masyarakat luas. Maka dari itu
menumpuk barang dengan tujuan mempersukar peredaran barang
dan mempunyai keinginan untuk menaikkan harga semula sangat
dilarang oleh Nabi SAW.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa larangan menumpuk
barang itu ada dua syarat:
1. Dilakukan dalam suatu negeri (tempat), di mana dengan
menumpuk barang itu akan merugikan masyarakat.
2. Menumpuk barang itu bertujuan untuk naiknya harga, supaya
keuntungan dapat melonjak dari harga semula.
4. Menjual Barang yang Haram
Sabda Rasulullah SAW.
37
Maksud dari hadist tersebut ialah melarang orang-orang untuk
bersumpah dalam hal perniagaan apalagi sumpahnya tersebut
mengandung sumpah dusta.
6. Timbangan dan Sukatan Dipermainkan
Mengurangi sukatan dan timbangan adalah termasuk dalam
bentuk pengicuh (tipuan). Dalam Al-Qur’an telah memberikan
peringatan sungguh-sungguh yakni:
38
2.3 Akhlak
Pada dasarnya akhlak menyangkut hubungan ganda yang
bersifat timbal-balik. Hubungan yang menempatkan Khaliq sebagai satu-
satunya Tuhan yang wajib disembah, serta makhluk sebagai hamba dan
pengabdi-Nya. Pola hubungan makhluq-Khaliq tak terpisahkan dari
hubungan antar sesama makhluq (ciptaan), sebab hubungan tersebut harus
didasarkan pula pada ketentuan sang Khaliq (pencipta). Pengertian akhlak
secara utuh mengacu kepada pola hubungan segi tiga. Hubungan mahkluk-
khaliq-antar makhluk.
39
Kemampuan hanya sebatas membuat rencana. Berhasil atau
tidaknya apa yang direncanakan itu, sepenuhnya berada dalam ketentuan
Allah. Sayangnya, apabila gagal, manusia tidak langsung mengakui akan
adanya kekuasaan Allah sebagai penentu akhir. Selalu berlindung
dibawah dalih human error.
Berakhlak kepada Allah ditampilkan dalam sikap berserah diri
kepada-Nya. Ucapan: “la hawla wa la quwwata illa bi Allah” tidak ada
daya upaya dan tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan Allah,
dimantapkan dalam hati. Meyakini, bahwa kemampuan manusia ada
batasnya. Mengawali setiap aktivitas (yang baik) dengan mengucapkan
nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
4. Bersyukur kepada Allah
Manusia terkadang lupa diri. Bangga dengan keberhasilan dan
sukses yang diraih. Seakan-akan segala yang diperoleh berkat
kemampuan dan usaha maksimal yang ia lakukan. Sama sekali tidak ada
andil orang lain. Sikap angkuh seperti ini menyebabkan manusia lupa
berterima kasih. Bila sikap yang demikian itu menyangkut nikmat Tuhan,
maka disebut kufur ni’mat. Tidak bersyukur kepada nikmat Allah.
Ternyata nikmat Allah yang dianugrahkan kepada manusia
demikian berlimpahnya. Al-Qur’an mengeaskan “Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscahya kamu tidak dapat
mengjitungnya.” (Q. 16 : 18). Bersyukur menjadi bagian dari akhlak
kepada Allah.
40
dirinya, dalam menjalankan kehidupan, manusia tak sunyi dari bayang-
bayang ke khawatiran dan ketakutan. Dikala perasaan itu muncul,
spontan dari hati kecilnya tercuat rasa penuh harap (roja’). Berharap akan
datangnya per;indungan atau bantuan dari Allah.
Menurut Ibn. Khubaiq, roja’ terbagi menjadi:
1. Mengharap kebaikan yang dilakukannya diterima Allah
2. Mengharap ampunan Allah atas keburukan yang pernah ia
lakukan
3. Setelah bertaubat mengharap pengampunan dari Allah
7. Takut kehilangan rasa patuh kepada Allah, dan takut siksaan-
Nya
Manusia adalah makhluk alternatif. Diberi kemampuan untuk
menentukan jalan hidupnya. Atas dasar pilihan itu, maka hanya ada dua
peluang yang bakal dihadapi manusia. Pertama, beriman dengan
mengharapkan ridha Allah. Kedua, kafir terhadap Allah dan mengingkari
hukum-hukum-Nya. Oleh karena itu sangat wajar bila berakhlak kepada
Allah, akan sengat khawatir kehilangan kepatuhan kepada-Nya.
Kekhawatiran itu terlukis diuntaian doa: “Ya Tuhan kami, sesunggunya
kami mendengar (seruan) yang menyeri kepada iman (yaitu):
“Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,” makan kamu beriman. Ya, Tuhan
kami ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan
kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. “ Ya
Tuhan, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami
dengan perantaran para Rosul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami
di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menginkari janji.: 9Q. 3:
193-194)
Akhlak ini didasarkan pada kewajiban yang ada pada ssuami, serta hak
istri yang wajib dipenuhi oleh suami. Berdasarkan hal tersebut, maka akhlak
suami terhadap istri diperlihatkan dalam sikap sebagai berikut:
41
”Hendaklah kamu memberi bimbingan (wasiat) yang baik kepada
perempuan (istri), karena sesungguhnya istri itu adalah penolong kamu”.
6. Melindungi rahasia istri. dengan kearifan suami harus rela menerima
kekurangan istri, sebagaimana sabda Rasul Saw. : “manusia yang
mendapat kedudukan paling jelek dalam pandangan Allah di Hari
Kiamat, adalah seorang laki-laki yang suka mencumbu istrinya, dan
istrinya dan istrinya suka mencumbu suaminya (tetapi) kemudian ia
menyebarkan rhasia istrinya.” (ibn majah)
7. Membimbing, mengawasi semua anggota keluarga, serta juga member
sifat keteladanan , dalam upayaa melindungi diri maupun keluarga dari
perbuatan tercela.
8. Memberrikan sikap hormata kepada keluaragaa istri.
42
Para pakar hokum islam membagi tetangga dalam tiga golongan.
Pertama, tetangga seagama dan kerabat. Kedua, tetangga, seagama, tapi bukan
kerabat. Ketiga, tetangga tidak seagama, dan bukan family.
43
Dalam kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk , berinteraksi
dengan berbagai kalangan merupakan suatu keniscayaan, berinteraksi dengan
mereka adalah wujud pengamalan terhadap sila persatuan rakyat Indonesia,
sebagai seorang muslim, kita mesti memahami posisi kita dan posissi penganut
agama diluar kita. Rasulullah saw. Diutus sebagai penebar kasih bagi semesta
alam, termasuk juga kepada nonmuslim, maka islam memberikan aturan-aturan
tersendiri dalam berinteraksi dengan non muslim. Namun akhlak terhadap
nonmuslim ini hanya berlaku kepada kalangan nonmuslim zimi. Dalam bahasa
fikih disebut kafir zimi yaitu kafir yang memiliki semangat hidup untuk
berdampingan dengan kaum muslim. Mereka mencita-citakan hidup yang
dilandasi ssemangat toleransi dan saling menghormati. Kondisi ini sangat
berbeda dengan golongan kafir harbi yaitu golongan kafir yang selalu memusuhi
kaum muslimin.
Terkait dengan cara berinteraksi dengan nonmuslim zimi, islam telah
menggariskan beberapa aturan akhlak berikut .
1. Menghormati keyakinan nonmuslim
2. Larangan menghina sesembahan nonmuslim
3. Toleransi pada keyakinan masing-masing
4. Tolong-menolong dan berkerjasama dengan nonmuslim
5. Senantiasa berbuat adail
6. Tidak menjawab salam nonmuslim
7. Tidak menikah dengan orang musyrik
8. Tidak saling mewarisi dengan nonmuslim
9. Tidak mengangkat nonmuslim sebagai pemimpin
10. Larangaan menzalimi dan melanggar hak nonmuslim
11. Mengunjungi nonmuslim yang sakit dan mendoakannya
12. Menghormati jenazah nonmuslim.
44
2. Memenuhi janji, pandai berterimakasih dan membina kerukunan.
2.4 Akidah
Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi
ialah alquran. Iman ialah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu
45
dari segala sesuatu untuk dipercaya dengan suatu keimanan yang tidak boleh
dicampuri oleh keragu-raguan.1 Tegaknya aktivitas keislaman dalam hidup dan
kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki
akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki. Karena iman itu bersegi
teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari.
1) Pengertian Akidah
“Aqaid (bentuk jamak dari ‘aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.”
Dikemukakan pula oleh Abu Bakar al Jazairi dalam kitab Aqidah al-
Mukmin: yang dinukil oleh Tim Depag RI, Pendidikan Agama Islam, 2000:102
bahwa “Akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran
itu dipatrikan dalam hati, dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu”.
1
Nasruddin Razak, Dienul Islam (Bandung: PT. ALMA’ARIF, 1989), 119-120.
46
Dari dua pengertian tersebut ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan dalam memahami akidah secara tepat dan jelas, yaitu:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl 16:78).2
b. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan
keraguan. Oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus
memiliki ilmu sehingga ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati
setelah mengetahui dalil-dalilnya, Allah Swt., berfirman:
Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, menyakini bahwasannya al-
Qur’an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj 22:54).3
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan
hari kemudian”. Padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang
beriman. (QS. Al-Baqarah 2:8).
2
Alquran, 16 (An-Nahl): 78.
3
Alquran, 22 (Al-Hajj): 54.
47
d. Apabila seseorang telah menyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya
ia harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan
kebenaran yang diyakininya itu.
4
Muhammad Syahrur, Islam dan Iman; Aturan-aturan Pokok (Yogyakarta: Jendela, 2002), 26.
5
Alquran, 4 (An-Nisa’): 136.
6
Razak, Dienul Islam, 160.
48
c. Ruhaniah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan dan roh.
d. Sam’iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sam’i yakni dalil naqli berupa alquran dan as-Sunnah,
seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, dan sebagainya.
49
Adapun sifat yang wajib dan Mustahil Bagi Allah yang wajib diketahui oleh
setiap orang yang sudah mukallaf sebagai berikut :
1. Wujud = ﻭﺟﻮﺩ
Wujud berarti “ada”, maka mustahil Allah tidak ada
2. Qidam = ﻗﺪﻡ
Qidam artinya “terdahulu” (tanpa ada awalnya), maka mustahil didahului
oleh ‘adam (ketiadaan).
3. Baqa’ = ﺑﻘﺎﺀ
Baqa’ artinya “kekal (abadi)”, maka mustahil dikenai “fana” (kebinasaan).
4. Mukhalafatu lil-Hawadits = ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ
Mukhalafatu lil-Hawadits artinya belawanan dengan segala sesuatu yang
baru, maka mustahil bagi Allah bersamaan dengan segala sesuatu yang
baru.
5. Qiyamuhu Binafsihi = ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ
Qiyamuhu Binafsihi artinya berdiri dengan dirinya sendiri. Dengan kata
lain, jadi Allah bergantung atau berhajat kepada yang lain. jadi mustahil
Allah tidak berdiri dengan sendirinya.
6. Wahdaniyah = ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ
Wahdaniyah ialah Esa dzat-Nya, sifat-Nya dan fi’il-Nya. Maka mustahil
Allah itu berbilang dzat, siat dan fi’il-Nya.
7. Qudrat = ﻗﺪﺭﺓ
Qudrat artinya kuasa, maka mustahil Allah itu tidak kuasa.
8. Iradat = ﺇﺭﺍﺩﺓ
Iradat ialah berkehendak (berkeinginan), maka mustahil Allah bersifat
terpaksa.
9. ‘Ilmun = ﻋﻠﻢ
‘Ilmun artinya mengetahui, maka mustahil Allah itu jahil (tidak
mengetahui).
10. Hayat = ﺣﻴﺎﺓ
Hayat artinya hidup, maka mustahil Allah itu mati.
11. Sam’un = ﺳﻤﻊ
Sam’un artinya mendengar, maka mustahil Allah itu tuli.
50
12. Bashar = ﺑﺼﺮ
Bashar artinya melihat, maka mustahil Allah itu buta.
13. Kalam = ﻛﻼ ﻡ
Kalam artinya berbicara, maka mustahil Allah itu bukan yang kuasa.
Adapun sifat yang dua puluh ini dikuatkan oleh dalil-dalil dalam Al-
Qur’an, sebagai berikut :
1) Dalil Naqli Sifat Wujud :
ُهَّللا اَّلِذ ي َخ َلَق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر َض َو َم ا َبْيَنُهَم ا ِفي ِس َّتِة َأَّياٍم ُثَّم
﴾٤﴿ اْسَتَو ى َع َلى اْلَع ْر ِشۖ َم ا َلُك م ِّم ن ُدوِنِه ِم ن َو ِلٍّي َو اَل َش ِفيٍعۚ َأَفاَل َتَتَذَّك ُروَن
"Allahlah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
dalam (waktu) enam hari." (QS. As-Sajdah:4)
51
2) Dalil Naqli Sifat Qidam :
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
(QS. Ar-Rahman: 27)
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)
52
“Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu“. (QS. Al-Baqarah:
20)
"Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup yang tidak mati." (QS. Al-
Furqon:58)
“Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-
Maidah: 76)
53
“Dan Allah Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al-Hujarat:
18)
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya“.
(QS. Al-A’raf: 143)
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati.”
(QS. Al-Furqan : 58)
“Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hujurat : 18)
54
َو َك َّلَم ُهَّللا ُم وَس ٰى َتْك ِليًم ا
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-Nisa :
164)
1. Sifat Nafsiyah
Yaitu suatu hal yang wajib bagi Dzat Allah bersifat dengan sifat
wujud (ada), yang wujudnya itu tidak disebabkan oleh suatu sebab apa
pun. Sifat Nafsiyah ini hanya memiliki satu sifat, yaitu wujud.
2. Sifat Salbiah
Yaitu suatu sifat yang menafikan (meniadakan) semua sifat yang
tidak layak bagi Allah. Sifat Salbiah memiliki lima sifat yaitu : Qidam,
Baqa’, Mukhalafatu lil Hawadits, Qiyamuhu Binafsihi, Wahdaniat.
Qidam
Salbiah
Baqa
Mukhalafatu lil Hawadits
Qiyamuhu Binafsihi
Wahdaniat
3. Sifat Ma’ani
Yaitu semua sifat maupun yang berdiri pada Dzat Allah yang maujud,
yang mewajibkan Dzat itu bersifat dengan suatu hukum sifat
55
ma’nawiyah. Sifat Ma’ani ini meliputi tujuh siat yaitu : Qudrat, Iradat,
Ilmun, Hayat, Sami’un Bashar, Kalam.
Iradat
Ilmun
Hayat
Sami’un Bashar
Kalam
Demikian telah diungkapkan mengenai sifat-sifat Allah baik yang wajib maupun
yang mustahil bagi Allah. Adapun sifat Jaiz bagi Allah hanya satu, yaitu :
Maka jumlah keseluruhan Aqaidul Iman itu ada empat puluh satu (41).
b. Asmaul Husna
Makna “Asmaul Husna” ialah Nama-nama yang agung yang sesuai
dengan sifat-sifat Allah. Jumlah Nama-nama tersebut ada 99, yang
apabila kita amalkan nama-nama itu mempunyai pengaruh dan
manfaat yang besar. Untuk itu sangat baik apabila kita berdoa
dengan “Asmaul Husna”.
Firman Allah SWT.
َو ِهَّلل ْاَألْس َم آُء اْلُحْسَنٰى َفاْد ُعوُه ِبَهۖا َو َذ ُروْا اَّلِذ يَن ُيْلِح ُد وَن ِفٓى َأْس َم ٰـ ِئٖۚه َس ُيْج َز ْو َن َم اَك اُنوا َيْع َم ُلوَن
“Hanya milik Allah Asmaul Husna (nama-nama yang agung yang sesuai
dengan sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut nama-nama baik itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka
kerjakan." (QS. Al-A‘raf: 180)
56
No. Nama Arab Indonesia
57
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan
58
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
59
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
Dzul Jalaali Wal ذو الجالل و Yang Maha Pemilik Kebesaran dan
85
Ikraam اإلكرام Kemuliaan
60
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
Adapun Malaikat yang wajib kita ketahui ada 10 berikut tugasnya, yaitu :
1. Malaikat Jibril
Bertugas untuk menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi dan Rasul.
2. Malaikat Mikail
Bertugas untuk memberi rezeki kepada umat manusia atas izin Allah.
3. Malaikat Israfil
Bertugas untuk meniup terompet sangkakala saat hari kiamat.
4. Malaikat Izrail
Bertugas untuk mencabut nyawa atas izin Allah, biasa disebut malaikat
maut.
5. Malaikat Munkar
Bertanggungjawab menanyakan amal perbuatan manusia di alam barzakh
(alam kubur).
61
6. Malaikat Nakir
Bertanggungjawab menanyakan amal perbuatan manusia di alam barzakh
(alam kubur).
7. Malaikat Raqib
Bertugas untuk mencatat segala amal baik manusia saat masih hidup.
8. Malaikat Atid
Bertugas untuk mencatat segala amal buruk manusia saat masih hidup.
9. Malaikat Malik
Bertugas untuk menjaga pintu neraka.
10. Malaikat Ridwan
Bertugas untuk menjaga pintu surga.
Al-Qur’an inilah yang merupakan kitab Allah yang paling akhir diturunkan,
dan memuat semua ajaran yang tercantum kitab-kitab sebelumnya.
Al-Qur’an
Kata “Qur’an” menurut bahasa aalah “bacaan”. Sedangkan “Al-Qur’an”
definisinya ialah “Kalam Allah SWT yang merupakan Mu’jizat yang
diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW. Dan
membacanya adalah sesuatu ibadah.
62
“sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan
(menetapkan bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami.
(karena itu), jika kami telah membaakannya, hendaklah kamu ikuti
bacaannya”. (Al-Qiyamah :17-18).
Melalui definisi Al-Qur’an yang telah disebutkan tadi, maka
kalam Allah yang diturunkan kepaa Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad
SAW. Itdak dinamakan Al-Qur’an seperti ; Kitab Taurat, Injil, dan Kitab
Zabur. Demikian pula kalam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Membacanya tidak dianggap ibadah, seperti ; Hadits Qudtsi.
Nama-Nama Al-Qur’an
Selain Al-Qur’an, Allah juga memberi beberapa nama lain bagi
kitab-Nya, yaitu :
1) Al-Kitab atau Kitabullah
Hal ini disebutkan dalam surat Al-Baqarah, yakni :
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa”.
2) Al-Furqaan
Al-Furqaan ialah “Pembeda” yaitu yang membedakan yang benar
dengan yang batil. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur’an, yakni :
(۱) َتَباَر َك اَّلِذ ي َنَّز َل اْلُفْر َقاَن َع َلٰى َع ْبِدِه ِلَيُك وَن ِلْلَع اَلِم يَن َنِذ يًرا
63
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al-Hijr : 9)
Dari keempat nama tersebut di atas yang paling masyhur adalah “Al-
Qur’an”.
d. Percaya kepada Nabi dan Rasul
Kita wajib mempercayai bahwa Allah yang Maha bijaksana telah mengutus
beberapa Nabi dan Rasul untuk menuntun manusia ke jalan yang lurus. Para
Rasul dan Nabi tersebut pada hakikatnya adalah sama seperti manusia juga.
Merekapun makan, minum, beristri, beranak, berniaga, dan sebagainya. Hanya
meraka adalah manusia-manusia pilihan Allah yang menerima wahyu dari-Nya.
1. Nabi Adan AS
2. Nabi Idris AS
3. Nabi Nuh AS
4. Nabi Hud AS
5. Nabi Shaleh AS
6. Nabi Ibrahin AS
7. Nabi Luth AS
8. Nabi Ismail AS
9. Nabi Ishaq AS
10. Nabi Yaqub AS
11. Nabi Yusuf AS
12. Nabi Ayub AS
13. Nabi Zulkifli AS
14. Nabi Syu’aib AS
15. Nabi Yunus AS
16. Nabi Musa AS
17. Nabi Harun AS
18. Nabi Daun AS
19. Nabi Sulaiman AS
20. Nabi Ilyas AS
21. Nabi Ilyasa AS
22. Nabi Zakaria AS
23. Nabi Yahya AS
24. Nabi Isa AS
25. Nabi Muhammad SAW
64
Di antara 25 nama nabi dan rasul tersebut, terdapat 5 orang rasul yang
mendapat gelar Ulul Azmi. Yang dikatakan Ulul Azmi yaitu rasul yang memiliki
keteguhan dan kesabaran yang luar biasa dalam menerima ujian dari Allah SWT
saat menjalankan dakwah kenabiannya. Kelima rasul yang mendapatkan gelar
Ulul Azmi tersebut adalah:
1. Nabi Nuh AS
2. Nabi Ibrahim AS
3. Nabi Musa AS
4. Nabi Isa AS
5. Nabi Muhammad SAW
Sifat jaiz adalah sifat-sifat yang boleh dimiliki oleh rasul-rasul Allah,
artinya jika seorang rasul tidak memiliki sifat-sifat ini maka tidak apa-apa. Sifat
jaiz berupa sifat-sifat manusiawi seperti manusia pada umumnya, sepanjang
sifat-sifat tersebut tidak mengurangi martabat kerasulannya. Misalnya makan,
minum, tidur, menikah, sedih, dan gembira.
Iman kepada hari akhir adalah masalah yang paling berat dari segala
macam akidah dan kepercayaan manusia. Sejak dari zaman purba, manusia
telah membicarakan dan mendiskusikannya sampai ke zaman modern kita.
Persoalan ini sebagai pokok pembahasan kami, sebab iman kepada akhirat
akan membawa manusia kepada keyakinan adanya suatu hidup lagi di alam
lain sesudah hidup duniawi, adanya hidup kembali bagi manusia sesudah
matinya. Dan hidup yang kedua itulah yang menjadi tujuan akhir dari
65
perputaran roda kehidupan. Demikian esensinya masalah ini, manakala kita
membaca alquran dan hadis-hadis Nabi makan yang dipersoalkan adalah
iman dan Islam, pastilah tekanannya kepada dua segi yakni iman kepada
Allah dan iman kepada hari akhir.
Bahwa jagat raya ini dengan seluruh makhluk yang ada didalamnya akan
hancur lebur. Dalam proses kehancuran itu akan terjadi gempa besar dengan
gunung-gunung menjadi laksana debu beterbangan, air laut mendidih
meluap-luap, bumi retak-retak, bintang-bintang berguguran, langit digulung,
sedang manusia pada mabuk pitam. Kemudian musnahlah segala makhluk,
baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa. Hanyalah Allah yang Maha
Perkasa yang tetap hidup. Itulah yaumul qiyamah (hari kiamat besar). Sesuai
firman Allah yang berbunyi:
﴾٢٧﴿ ﴾ َو َيْبَقى َو ْج ُه َر ِّبَك ُذ و آْلَج َلِل وآِإْل ْ۠ك َر اِم٢٦﴿ ُك ُّل َم ْن َع َلْيهَها َفا ٍن
“Segala sesuatu di jagat raya ini akan binasa, hanya Tuhanmu yang
memiliki kebesaran dan kemuliaan akan kekal”.7
Bahwa setelah semuanya binasa maka akan tiba fase kedua, yaitu
pembangkitan. Semua manusia dibangkitkan kembali dari kuburnya, itulah
yaumul ba’ast (hari pembangkitan). Kemudian manusia dikumpulkan di
padang Mahsyar. “Sungguh Dia (Allah) akan mengumpulkan kamu kepada
hari kiamat, tak ada keraguan padanya.”8
8
Alquran, 4 (An-Nisa’) : 87.
66
diperlihatkan kepada mereka akan kerja-kerja mereka.
Barangsiapa yang mengerjakan seberat timbangan atom
kebaikan, tentu akan dilihatnya. Dan barangsiapa yang
mengerjakan seberat timbangan atom kejahatan niscaya akan
dilihatnya pula.”9
9
Alquran, 99 (Al-Zalzalah) : 6-8.
10
Abdurrahman Habanakah, Pokok-pokok Akidah Islam (Jakarta: GEMA INSANI, 1998), 547.
11
Alquran, 21 (Al-Anbiya’): 47.
12
Alquran, 23 (Al-Mu’minun): 17.
67
Dengan demikian iman kepada hari akhir, mempunyai nilai yang
sangat tinggi dalam kehidupan manusia di dunia. Ia menunjukkan
kehidupan di dunia ini ada artinya, bukan hidup yang sekedar hanya
hidup dan tidak ada kelanjutannya. Seluruh amal perbuatan manusia
tidak ada yang sia-sia. Apa yang dikerjakan sekarang adalah bekal
untuk kehidupan yang akan datang.
Iman kepada hari akhir membawa efek yang positif dalam kehidupan
bersama dalam masyarakat. Ia mengajarkan agar kita menjadi manusia shalih,
manusia yang banyak manfaatnya kepada sesama insan. Hidup duniawi adalah
ibarat tanah ladang tempat bertanam, sedang di akhirat masa untuk mengetam
(memanen).
68
Untuk itu matahari dapat kita jadikan bahan pembuktian. Bahwa dalam proses
masa, ia akan padam dengan sendirinya yang tentu membawa musnahnya
makhluk hidup di bumi ini, dimana mereka menggantung hidupnya pada sinar
matahari. Matahari adalah satu dari jutaan bintang yang terdapat di langit, ia
adalah sebuah bola api gas yang sangat panas. Dengan cahaya yang
dipancarkannya ke bumi maka ia menjadi sebab berlangsungnya kehidupan
seluruh makhluk hidup di bumi. Cahaya matahari yang panas itulah
menyebabkan peredaran angin, pergantian musim, dan turunnya hujan di bumi.
Oleh para ahli telah diperkirakan bahwa garis tengah matahari 1.400.000
kilometer, sedang temperatur atau panas di permukaannya 6000 derajat celcius,
dan panas intinya 20.000.000 derajat celcius. Panas itu dihasilkan oleh reaksi
nuklir yang terus menerus, disertai dengan kehilangan zat-zat sebesar
40.000.000 ton perdetik.13 Matahari sebagaimana arang yang terbakar pijar yang
setiap detik materinya habis terbakar tentu akhirnya arang akan habis menjadi
debu, padamlah ia. Maka dengan perhitungan matahari kehilangan zat-zatnya
karena terbakar selama 4 juta ton perdetik, ia baru akan padam dalam waktu
lebih 15 milyar tahun lagi. Tentu saja menurut kita masih lama, tetapi yang
penting bahwa matahari itu pasti padam. Matahari adalah sumber energi dan
tenaga, jika matahari padam maka semuanya akan beku tidak akan ada angin
yang bertiup, tidak ada hujan, semua berhenti dan mati, maka tamatlah semua
kehidupan yang ada di bumi ini.
Hukum fisika juga mendukung, bahwa daya rotasi dan revolusi benda-
benda langit tidaklah abadi, suatu waktu akan berakhir, disamping itu gaya
gravitasi yang mendatangkan ketimbangan terhadap benda-benda langit, juga
ada waktunya gaya itu hilang. Kalau sudah terjadi demikian maka benda-benda
langit seluruhnya akan bertabrakan dan saling menghancurkan satu sama lain.
Dalam kosmologi diketahui bahwa jagat raya ini sedang dalam struktur
tebuka, alam semesta dalam keadaan mengembang atau berexpansi, bahwa
galaksi-galaksi yang menyusun jagat raya ini bergerak menjauhi satu sama lain
dengan kecepatan yang tinggi yaitu sepertiga dari kecepatan cahaya. Itulah yang
dinamakan kiamatnya alam semesta.
13
Razak, Dienul Islam, 164.
69
Alquran telah memberikan ramalan ilmiah dalam surah al-Anbiya’ 21: 104.
Demikian ajaran Islam semakin terungkap kebenarannya karena ia memang
adalah ajaran dari Yang Maha Benar, Allah Swt.
Semua ini adalah pengajaran bagi manusia, bahwa hidupnya ini tidak
kekal, alam semesta pun juga demikian. Tujuannya agar manusia hidup di dunia
ini untuk menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya yaitu amal shalih dan takwa
kepada Allah Swt.
70
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi yang telah dipaparkan kita sudah tahu mengenai Pokok-pokok
ajaran Islam yang jumlahnya ada empat, yang pertama iman atau akidah yaitu
keyakinan atau percaya, yang kedua ibadah adalah merendahkan diri kepada
Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan
rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Yang ke tiga mu’amalah adalah
tata cara jual beli yang baik di dalam agama islam
dan yang empat akhlak kondisi mental, hati, batin seseorang yang
mempengaruhi perbuatan dan perilaku lahiriyah, jika kondisi batin yang baik
maka akan teraktualisasikan menjadi akhlak mahmudah, jika kondisi mental
yang buruk maka akan teraktualisasikan menjadi akhlak yang mazmumah.
3.2 Saran
Kita sebagai umat muslim seharusnya menjalani kehidupan dengan
melibatkan akidah, syariah, dan akhlak. Karena tanpa ketiganya hidup kita
tidak akan berguna, layaknya mobil yang tidak ada pengendaranya. Dan kita
hidup haruslah sejalan dengan ketiganya
71
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, A. Toto. 2008. Islam, Pola Pikir, Perilaku dan Amal. Bandung:
CV.MUGHNI SEJAHTERA
Ahmadi, A., & Salimi, N. (2008). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Munir, A., & Sudarsono. (2013). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya.
72