Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PUASA

Sebagai salah satu tugas mata kuliah Ibadah Akhlak

Dosen Pengampu: Ikah Rohilah, S. Ag. M. Si

Disusun Oleh:

1. INDAH SYAFRINA LUBIS - 2001105010

2. SALSABILAH BUDIMAN - 2001105024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena dengan keridhoan-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah Ibadah Akhlak.

Dalam penyelesaian makalah ini, saya menyampaikan terimakasih kepada Ibu Ikah
Rohilah, S. Ag. M. Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ibadah Akhlak.

Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan.
Untuk itu, saya mengharapkan pembaca untuk sedianya memberikan kritik dan saran yang
dapat membangun daya pikir agar makalah ini menjadi lebih baik.

Demikianlah makalah ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca umum
dan khususnya bagi para mahasiswa.

Jakarta, 30 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Puasa .......................................................................................................... 3
2.2. Sejarah Syariat puasa .................................................................................................. 3
2.3 Tujuan berpuasa ........................................................................................................... 4
2.4 Hal-hal yang membatalkan puasa ................................................................................. 5
2.6 Amalan Sunnah seputar puasa Ramadhan .................................................................... 6
2.7 Cara menetapkan puasa Ramadhan .............................................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11
Kesimpulan ..................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui dalam agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah
satunya yaitu puasa. Puasa termasuk rukun islam yang keempat, Karena puasa termasuk
dalam rukun islam maka semua umat islam wajib melaksanakannya seperti tertera didalam
Al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] : 183 yaitu dijelaskan bahwa puasa diwajibkan bagi orang-
orang yang beriman. Banyak Sebagian umat islam hanya sekedar menjalankannya tanpa
mengetahui syariat, tujuan, manfaat, dan hikmah dalam berpuasa, dan juga masih banyak
umat islam yang tidak mengetahui pengertian puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, dan
bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar. Hasilnya, pada saat mereka berpuasa
hanyalah mendapatkan rasa lapar saja tidak mendapatkan pahala. Oleh karena itu dalam
makalah ini saya akan membahas tentang berpuasa.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang didapat, sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari puasa?

2. Bagaimana sejarah disyariatkan dalam puasa?

3. Apa saja tujuan berpuasa?

4. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?

6. Apa pengertian dari puasa sunnah?

5. Apa saja amalan sunnah seputar puasa Ramadhan?

7. Bagaimana cara menetapkan waktu puasa Ramadhan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari puasa

2. Untuk mengetahui sejarah disyariatkan dalam puasa

3. Untuk mengetahui tujuan berpuasa

4. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa

6. Untuk mengetahui pengertian dari puasa sunnah

5. Untuk mengetahui amalan sunnah seputar puasa Ramadhan

7. Untuk mengetahui cara menetapkan waktu puasa Ramadhan

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puasa
Kata puasa menurut bahasa adalah hasil terjemahan dari bahasa arab yang diambil
dari kata as-shaum atau shiyam. Dalam bahasa arab kata as-shaum atau shiyam diartikan
dengan imsak yang berarti menahan. Dalam Al-Qur’an kata as-shaum atau shiyam diartikan
yaitu berpuasa dengan menahan makan dan minum. Sedangkan puasa menurut istilah agama
(syara’) adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, mulai dari terbit
fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan syarat-syarat tertentu.

Dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah [2] : 183

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

Allah berfirman dalam ayat ini kepada orang-orang beriman dan memerintahkan
untuk berpuasa, yaitu menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh dengan niat ikhlas
karena Allah, karena dengan puasa itu dapat membersihkan jiwa, mensucikannya dari
perilaku jelek dan akhlak yang tidak terpuji.

2.2. Sejarah Syariat Puasa


Puasa adalah ibadah ruhiyyah yang ada sejak lama; di mana Allâh Azza wa Jalla
mewajibkannya atas banyak umat sebelum umat ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [Al-Baqarah/2:183]

Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ke-2 H. Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam
berpuasa selama 9 kali Ramadhan. Dan jadilah puasa ini suatu kewajiban dan rukun di antara
rukun Islam. Orang yang mengingkari kewajibannya berarti ia kafir. Adapun yang berbuka
tanpa udzur tanpa mengingkari wajibnya, maka ia telah berbuat dosa besar yang harus

3
dihukum ta’zir (hukuman sesuai kebijakan hakim) dan harus dibuat jera. Dan ia harus
bertaubat dan mengqadha’ hari yang ia berbuka padanya.

Puasa sendiri telah dikenal oleh orang-orang zaman dahulu dari bangsa Mesir dan
India. Juga dikenal oleh bangsa Yunani dan Romawi. Jadi, sejarah puasa sangatlah tua; yang
sudah ada sejak zaman dahulu kala. Ada yang mengatakan bahwa orang-orang paganis
(penyembah patung-patung) dari bangsa India masih terus melestarikan puasa sampai
sekarang ini. Hanya saja tentu bukan karena Allâh, namun untuk menenangkan dan mencari
keridhaan sesembahan-sesembahan mereka; bila mereka merasa bahwa mereka telah
melakukan hal yang mengundang murka sesembahan-sesembahan mereka. Begitu pula kaum
Yahudi dan Nasrani masih terus melestarikan puasa hingga saat ini. Dan memang telah nyata
pada mereka bahwa para nabi berpuasa; puasa nabi Musa alaihissalâm, puasa nabi Isa
alaihissalâm, dan juga para Hawariyyun pengikut setia nabi Isa alaihissalâm.

Disyariatkannya ibadah ini kepada semua umat, menunjukkan bahwa ibadah ini di
antara ibadah yang paling agung dalam menyucikan ruhani, membersihkan jiwa, menguatkan
sentimental agama dalam hati, serta untuk melengkapi hubungan antara hamba dengan
Rabbnya Subhanahu wa Ta’ala. Karena orang yang berpuasa, setiap kali dirinya digerakkan
dan hendak dikuasai oleh keinginan syahwatnya kepada makanan, minuman dan nafsunya.
ia pun akan ingat bahwa ia tengah berpuasa.

Sehingga ia selalu dalam keadaan ingat kepada Allah, dan ingat kepada Allâh yang
terpatri dalam hati hamba adalah di antara faktor paling besar dalam memperbaiki seorang
hamba.

2.3 Tujuan Berpuasa


Adapun tujuan dari ibadah puasa dilansirkan dalam firman Allah ta’ala :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Jelas bahwa tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Dan takwa adalah
melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.

4
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mendefinisikan takwa:

‫خذ‬ ‫ة‬ ‫و‬ ‫ب‬ ‫ب و ره ب ف ل هللا‬ ‫ن ه هوج‬

“Menjaga diri dari adzab Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya” (Syarh Al Aqidah Al Washitiyyah).

Thalq bin Habib rahimahullah (ulama tabi’in) mendefinisikan taqwa :

‫ل‬ ‫ة‬ ‫هللا ب‬ ‫ن‬ ‫ب ج هللا‬ ‫و ر هللا‬ ‫هللا‬ ‫ن‬ ‫ب خ ة هللا‬ ‫هللا‬

“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap
pahala dari Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap
adzab Allah” (Siyar A’lamin Nubala, 8/175).

Maka tujuan puasa adalah agar kita menjadi orang yang lebih taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, lebih serius menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

2.4 Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa


Puasa merupakan hal yang dilakukan umat Islam untuk menahan nafsu, serta makan
dan minum dari terbit Matahari sampai terbenamnya sang Mentari. Maka dari itu Adapun
hal-hal yang membatalkan puasa, antara lain:

1. Makan dan Minum dengan Sengaja


2. Muntah
3. Merokok
4. Haid atau Nifas
5. Gila atau Hilang Akal
6. Bekam
7. Suntikan
8. Berhubungan Seksual
9. Mengeluarkan Air Mani
10. Menelan Dahak
11. Berenang
12. Murtad
13. Mengobati kemaluan atau dubur
14. Emosi

2.5 Pengertian Dari Puasa Sunnah

5
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain
itu pula puasa sunnah dapat meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang
terdepan (as saabiqun al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah
mendapatkan cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,

‫و‬ ‫رب‬ ‫لب‬ ‫ه‬ ‫ه ذ‬ ‫ه‬ ‫وب ره به‬ ‫ر‬ ‫و ه به‬


‫و جهب‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ذن و‬ ‫نه‬

“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga


Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya
yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk
memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia
memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya”

2.6 Amalan Sunnah seputar puasa Ramadhan


Secara bahasa puasa (ash-shoum) bermakna menahan. Kata ini berasal dari kata
"shooma, yashuumu dan shouman wa shiyaaman". Secara istilah puasa adalah menahan diri
pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan niat ibadah sejak terbit fajar
hingga terbenam matahari. Adapun keutamaan mengamalkan Sunnah Nabi akan mendapat
ganjaran sebagai sabda Rasulullah ‫ه هللا‬ ‫ و ل‬berikut:

‫و‬ ‫ج ة‬

"Barang siapa yang menghidupkan sunnahku maka dia telah mencintaiku, barang siapa yang
mencintaiku maka dia akan bersamaku di surga". (HR at-Tirmidzi)

Beliau juga bersabda: "Barangsiapa berpegang teguh kepada sunnahku ketika rusaknya
ummatku, maka baginya pahala seratus orang mati syahid." (HR. Al-Baihaqi)

Adapun sunnah-sunnah dalam berpuasa antara lain:

1. Makan Sahur

Para ulama telah sepakat tentang sunnahnya sahur untuk puasa. Meski demikian,
tanpa sahur pun puasa tetap boleh.Karena dalam sahur itu ada barokah, sebagaimana riwayat
dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda: "Makan sahurlah, karena sahur itu
berkah". (HR Bukhari dan Muslim) Makan sahur tetap disunnahkan walau tidak terlalu

6
banyak. Bahkan kesunnahan sahur tetap berlaku meski hanya dengan segelas air putih saja.
Dari Abi Said al-Khudri: "Sahur itu barakah maka jangan tinggalkan meski hanya dengan
seteguk air. Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang
sahur." (HR Ahmad)

2. Mengakhirkan Sahur

Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur hingga mendekati waktu shubuh. Dari
Abu Zar Al-Ghifari dengan riwayat marfu', "Umatku masih dalam kebaikan selama
mendahulukan buka puasa dan mengakhirkan sahur." (HR. Ahmad) Praktek makan sahur
yang dilakukan oleh Rasulullah justru berlombalomba dengan datangnya waktu fajar.
Rasulullah telah menegaskan bahwa makan sahur memiliki banyak hikmah, salah satunya
agar puasa kita di siang harinya menjadi semakin tahan dan kuat. "Mintalah bantuan dengan
menyantap makan sahur agar kuat puasa di siang hari. Dan mintalah bantuan dengan tidur
sejenak siang agar kuat shalat malam." (HR. Ibnu Majah)

3. Menyegerakan Berbuka

Disunnahkan dalam berbuka puasa untuk mentakjil atau menyegerakan berbuka


sebelum sholat Maghrib. Meski hanya dengan seteguk air atau sebutir kurma. Dari Sahl bin
Saad bahwa Nabi bersabda, "Umatku masih dalam kebaikan selama-mendahulukan berbuka."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim) Kesunnahan ini tentu sangat penting untuk digarisbawahi.
Ternyata meskipun sholat Maghrib itu sedikit sekali waktunya, namun tetap saja lebih
diutamakan bagi yang berpuasa untuk berbuka terlebih dahulu, dan bukan mendahulukan
shalat Maghrib.

4. Memberi Makan Orang Berbuka

Memberi makan bagi orang yang berbuka puasa sangat dianjurkan karena balasannya
sebesar pahala orang yang diberi makan itu tanpa dikurangi. Bahkan meski hanya memberi
sebutir kurma atau seteguk air putih saja. Tapi lebih utama bila dapat memberi makanan yang
cukup dan bisa mengenyangkan perutnya. Sabda Rasulullah: "Siapa yang memberi makan
(saat berbuka) untuk orang yang puasa, maka dia mendapat pahala seperti pahala orang yang
diberi makannya itu tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya". (HR At-Tirmizi, An-Nasai,
Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaemah)

7
5. Membaca Al-Qur'an

Disunnahkan bagi orang yang sedang berpuasa, khususnya puasa Ramadhan, untuk
memperbanyak membaca Al-Qur'an. Dasarnya adalah hadits shahih berikut: "Jibril
'alaihissalam mendatangi Rasulullah ‫هللا‬ ‫ه‬ ‫ و‬pada tiap malam bulan Ramadhan
dan mengajarkannya Al-Qur'an. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

6. Memperbanyak Sedekah

Memperbanyak sedekah sangat disunnahkan saat kita sedang berpuasa, termasuk


memberi keluasan belanja pada keluarga, berbuat ihsan kepada famili dan kerabat serta
memperbanyak sedekah. Adalah Rasulullah orang yang paling bagus dalam kebajikan. Dan
menjadi paling baik saat bulan Ramadhan ketika Jibril mendatanginya.

Rasulullah ‫هللا‬ ‫ه‬ ‫ و‬itu orang yang sangat murah dengan sumbangan.
Namun saat beliau paling bermurah adalah di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril.
(HR. Bukhari dan Muslim)

7. Menjaga Lidah dan Anggota Tubuh

Disunnahkan untuk meninggalkan semua perkataan kotor dan keji serta perkataan
yang membawa kepada kefasikan dan kejahatan. Termasuk di dalamnya adalah ghibah
(bergunjing), namimah (mengadu domba), dusta dan kebohongan. Meski tidak sampai
membatalkan puasanya, namun pahalanya hilang di sisi Allah. Sedangkan perbuatan itu
sendiri hukumnya haram baik dalam bulan Ramadhan atau di luar Ramadhan. Dari Abi
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: "Siapa yang tidak meninggalkan perkataan kotor dan
perbuatannya, maka Allah tidak butuh dia untuk meninggalkan makan minumnya (puasanya).
(HR Al-Bukhari, Abu Daud, At-Tirmizi, An-Nasai, Ibnu Majah

Rasulullah juga bersabda: "Janganlah kamu melakukan rafats dan khashb pada saat
berpuasa. Bila seseorang mencacinya atau memeranginya, maka hendaklah dia berkata, "Aku
sedang puasa". (HR Al-Bukhari dan Muslim)

8. Meninggalkan Nafsu dan Syahwat

Ada nafsu dan syahwat tertentu yang tidak sampai membatalkan puasa, seperti
menikmati wewangian, melihat sesuatu yang menyenangkan dan halal, mendengarkan dan
meraba. Meski pada dasarnya tidak membatalkan puasa selama dalam koridor syar‘i, namun
disunnahkan untuk meninggalkannya. Contoh lain seperti bercumbu antara suami istri.

8
Selama tidak keluar mani atau tidak melakukan hubungan seksual, sesungguhnya tidak
membatalkan puasa. Tetapi sebaiknya hal itu ditinggalkan untuk mendapatkan keutamaan
puasa.

2.7 Cara Menetapkan Puasa Ramadhan


Pada masa Rasulullah, para sahabat dan tabi’in tidak pernah terjadi perbedaan di
dalam penetapan awal Ramadhan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah, semua didasarkan atas
rukyatul hilal bil fi’li (melihat hilal dengan mata kepala) atau istikmal (menggenapkan bulan
Sya’ban dan Ramadhan menjadi 30 hari) apabila rakyat tidak berhasil disebabkan karena
cuaca mendung atau faktor lainnya.

Namun setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, pengertian tentang rukyatul


hilal mengalami pergeseran. Ada yang memaknainya tetap seperti semula, yaitu rukyat bil
fi’li dan ada yang memaknainya dengan rukyat bil’ilmi, yakni melihat hilal dengan ilmu
pengetahuan atau hisab. Dari perbedaan makna rukyatul hilal itulah maka penetapan awal
Ramadhan dan awal Syawal sekarang ini paling tidak ada tiga macam cara, diantaranya
adalah :

a. Penetapan dengan hisab melalui pendekatan wujudul hilal

Artinya awal Ramadhan dan awal Syawal ditetapkan berdasarkan perhitungan hisab
asalkan posisi hilal berada di atas ufuk berapa pun derajat tingginya, walaupun kurang dari
0,5 derajat, dan walaupun hilal tidak dapat dilihat dengan mata kepala, karena yang penting
hilal sudah wujud. Jadi rukyatul hilal bil fi’li tidak perlu dilakukan dalam penetapan awal
atau akhir bulan.

b. Penetapan dengan hisab melalui pendekatan imkanur rukyat

Artinya awal Ramadhan dan awal Syawal ditetap-kan berdasarkan perhitungan hisab
asalkan posisi hilal berada pada ketinggian yang mungkin dirukyat (imkanur rukyat). Pada
umumnya, mereka yang berpendapat seperti ini menetapkan bahwa hilal yang imkan dirukyat
minimal berada pada posisi dua derajat. Oleh karena itu, apabila posisi hilal kurang dari dua
derajat tidak imkan dirukyat dan tidak bisa ditetapkan sebagai awal Ramadhan dan awal
Syawal, sehingga awal ramadhan dan awal Syawal ditetapkan pada hari berikutnya.

c. Penetapan dengan rukyat bil fi’li.

9
Artinya awal ramadhan dan awal Syawal harus tetap didasarkan pada melihat bulan sabit.
Hisab hanya berfungsi sebagai pemandu dalam melakukan rukyat bil fi’li agar rukyat yang
dilakukan menjadi efektif. Sekalipun demikian, tidak setiap syahadah atau rukyat bil fi’li bisa
diterima. Syahadah atau rukyat bil fi’li yang bisa diterima adalah apabila posisi hilal berada
di atas ufuk. Apabila posisi hilal di bawah ufuk, maka harus ditolak.

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwa pendapat pertama dan ke dua dalam
menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan menggunakan hisab tanpa melakukan rukyat,
sedangkan pendapat ke tiga lebih mengedepankan rukyat bil fi’li, sehingga awal ramadhan
dan awal Syawal baru bisa ditetapkan setelah melakukan rukyatul hilal pada malam 30
Sya’ban dan 30 Ramadhan. Apabila hilal dapat di-rukyat sekalipun kurang dari dua derajat
maka awal Ramadhan dan awal Syawal dapat ditetapkan. Dan kalau tidak berhasil dirukyat
maka ditetapkan hari berikutnya dengan cara istikmal (menyempurnakan umur bulan menjadi
30 hari).

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Kata puasa menurut bahasa adalah hasil terjemahan dari bahasa arab yang diambil dari kata
as-shaum atau shiyam. Dalam bahasa arab kata as-shaum atau shiyam diartikan dengan imsak
yang berarti menahan.

Dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah [2] : 183

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

11
DAFTAR PUSTAKA

https://almanhaj.or.id/9954-sejarah-puasa.html
https://kalam.sindonews.com/read/399650/68/8-sunnah-sunnah-puasa-ramadhan-yuk-kita-
amalkan-1618589065/20
https://www.tokopedia.com/blog/hal-yang-membatalkan-puasa-slm/
http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-
Ketentuannya.html
http://www.jadipintar.com/2014/03/Pengertian-Puasa-Sunnah-Macam-dan-
Ketentuannya.html

12

Anda mungkin juga menyukai