Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PUASA (SYARAT SAH DAN WAJIB PUASA, RUKUN PUASA,


KEBOLEHAN MENINGGALKAN PUASA, FIDYAH DAN
KETENTUANNYA)
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Fiqh Ushul Fiqh)

Dosen Pengampu :
H. Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag.

Disusun Oleh :
Rika Nirmala (20204008)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MA'ARIF CIAMIS
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Fiqh Ushul
Fiqh yang berjudul “Puasa (Syarat Sah dan Wajib Puasa, Rukun Puasa, Kebolehan
Meninggalkan Puasa, Fidyah dan Ketentuannya)”. Terimakasih kepada Yth.Bapak
H. Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag. sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Fiqh Ushul
Fiqh yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terimakasih juga
kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung saya sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik secara
penyusunan,bahasa,maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun khususnya dari dosen pengampu mata kuliah
Fiqh Ushul Fiqh, umumnya semua pembaca guna menjadi acuan saya agar lebih
baik dimasa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan bagi pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Ciamis, 7 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 2
A. Latar Belakang ......................................................................... 2
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ........................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 4
A. Syarat Sah dan Wajib Puasa ..................................................... 4
B. Rukun-Rukun Puasa.................................................................. 7
C. Orang-Orang yang Diperbolehkan Meninggalkan Puasa ......... 8
D. Fidyah dan Ketentuannya ......................................................... 10
BAB III PENUTUP .............................................................................. 12
A. Kesimpulan .............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh
umat manusia sebelum Islam. Hal ini dapat diketahui dari firman Allah:
ۡ ُ َِۡ ََ َ ُ َ َ ُ َ ّ ُ ُ َۡ َ َ ُ ْ َُ َ َ َ # َ َ
َ
ِ ِ ‫ٱ‬ ِ ‫ٱ ِ م‬ ِ ‫" ٱ ِ ءا ا‬$%' &

َ ُ َ ُ َ
‫ۡ*)ن‬ +َ ,

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa". (QS.Al
Baqarah: 183)
Kebanyakan umat Muslim sekarang sedikit sekali yang secara sungguh
sungguh dan konsisten serta continue dalam menegakkan ajaran Allah dan
Rasulnya. Mereka terlalu asyik dan terlena akan kelezatan di dunia ini, sehingga
hanya beberapa manusia saja yang menjalankan ibadah puasa, baik puasa sunnah
atau puasa di bulan Ramadhan. Puasa lahir yang merupakan usaha menjahui segala
yang membatalkan puasa, tetapi puasa yang bersifat kejiwaaan dan positif untuk
mencapai tujuan syari’ah yaitu peragai taqwa pada diri seorang Muslim.
Puasa adalah perisai dan benteng yang dimiliki seorang mukmin, dan puasa
juga separuh dari iman dan seperempat agama dan separuh sabar. Keutamaan dan
pahala puasa lebih banyak dari pahala ibadah yang lainnya.
Di makalah kali ini akan dibahas mengenai syarat sah dan wajib puasa, rukun-
rukun puasa, kebolehan meninggalkan puasa dan fidyah serta ketentuannya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Apa saja syarat sah dan syarat wajib puasa ?
b. Apa rukun-rukun puasa ?
c. Siapa saja orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa ?
d. Bagaimana fidyah beserta ketentuannya ?

2
C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui syarat sah dan syarat wajib puasa
b. Untuk mengetahui rukun-rukun puasa
c. Untuk mengetahui orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa
d. Untuk mengetahui fidyah beserta ketentuannya

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat Sah dan Wajib Puasa


1. Syarat Sah Puasa
Yang dimaksud dengan syarat sah adalah semua hal yang membuat ibadah
puasa menjadi sah hukumnya di hadapan Allah SWT. Bila salah satu syarat ini tidak
terpenuhi, maka ibadah itu tidak sah hukumnya.
Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :
1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
Para ulama memandang bahwa keislaman seseorang bukan hanya menjadi
syarat wajib untuk berpuasa, tetapi juga sekaligus menjadi syarat sah untuk
berpuasa.
Hal itu berarti bila orang yang bukan muslim melakukan puasa, baik dia
beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu atau agama apapun
termasuk atheis yang tidak mengakui adanya tuhan, maka puasanya itu
dianggap tidak sah dalam pandangan syariah Islam. Dan bila mereka tetap
berpuasa, maka tidak mendapatkan balasan apa-apa di sisi Allah.
2. Tamyiz
Tamyiz adalah berakal, yaitu bisa membedakan yang baik dan yang buruk.
Tamyiz juga bisa diartikan dengan masih berfungsinya akal secara sehat dan
normal. Orang yang gila atau hilang akal boleh-boleh saja berpuasa, tapi
puasanya tidak sah.
3. Tidak haid dan nifas
Para ulama telah berijma’ bahwa para wanita yang sedang mendapat darah
haid dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan bila tetap dikerjakan
juga dengan niat berpuasa, hukumnya malah menjadi haram. Dasar
ketentuannya adalah hadits Aisyah radhiyallahuanha berikut ini : ِ
“Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha’ puasa
dan tidak diperintah untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim)
4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa

4
Syarat sah yang terakhir untuk ibadah puasa adalah hanya boleh dilakukan
pada hari-hari yang dibolehkan berpuasa. Bila melakukan puasa pada hari-hari
yang dilarang, maka puasanya tidak sah bahkan haram untuk dilakukan.
Ada pun hari-hari yang terlarang untuk melakukan puasa antara lain Hari
Raya Idul Fithri dan Idul Adha, hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan
Dzulhijjah.
Dan termasuk ke dalam hari-hari yang terlarang untuk berpuasa adalah
puasa yang dilakukan hanya khusus di hari Jumat. Sebagian ulama juga
mengharamkan puasa sunnah yang dilakukan pada paruh kedua bulan Sya‘ban,
atau pada hari-hari syak, yaitu satu atau dua hari menjelang masuknya bulan
Ramadhan.
Para ulama juga mewajibkan para wanita untuk meminta izin kepada suami
mereka bila ingin mengerjakan puasa sunnah.
2. Syarat Wajib Puasa
Syarat wajib maksudnya adalah hal-hal yang membuat seorang menjadi wajib
untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri
seseorang, maka puasa Ramadhan itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Atau malah
sebaliknya, puasa ramadhan hanya akan menjadi mubah, sunnah, atau malah haram.
Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :
1. Muslim
Jumhur ulama sepakat bahwa syarat wajib berpuasa yang pertama adalah
bahwa orang yang diwajibkan untuk berpuasa itu hanya orang yang memeluk
agama Islam (muslim) saja. Sedangkan mereka yang tidak beragama Islam,
tidak diwajibkan untuk berpuasa.
2. Berakal
Syarat kedua dari syarat wajib puasa adalah berakal. Sudah menjadi ijma’
ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila
tidak diwajibkan untuk mengerjakan puasa.
Seorang yang dalam keadaan gila bila tidak puasa maka tidak ada tuntutan
untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya ketika dia telah sembuh selama
masih hidup di dunia. Dan di akhirat kelak, tidak ada dosa yang harus
ditanggungnya karena meninggalkan kewajiban berpuasa.

5
Namun dalam kasus dimana seseorang secara sengaja melakukan sesuatu
yang mengantarkannya kepada kegilaan, maka wajib puasa atau wajib
menggantinya.
3. Dewasa (mukallaf)
Syarat ketiga yang menjadikan seseorang wajib untuk mengerjakan ibadah
puasa wajib adalah masalah usia baligh atau sudah mencapai usia dewasa
(mukallaf). Mereka yang belum sampai usia baligh seperti anak kecil, tidak ada
kewajiban untuk berpuasa Ramadhan. Namun orang tuanya wajib melatihnya
berpuasa ketika berusia 7 tahun. Bahkan bila sampai 10 tahun sudah boleh
dikenakan sanksi.
4. Sehat permanen
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan.
Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah
pulih. Allah SWT berfirman :
ُ َ َ ً َ َ َ ََ
َ-.َ ‫ أ‬1 2 ۡ ِ ّ ٞ ‫ة‬5+ِ َ6 -8َ 9َ ٰ َ َ ‫>= أ ۡو‬-ِ ? ‫و @ن‬
ٍ ٖ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-
Baqarah : 185).
Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban
puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa.
Atau ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.
5. Suci dari haid dan nifas
Suci dari haid dan nifas selain menjadi syarat sah juga sekaligus menjadi
syarat wajib dalam berpuasa. Artinya, seorang wanita yang mendapat haid dan
nifas, bila tetap berpuasa, maka puasanya tidak sah dan tidak diterima di sisi
Allah SWT.
Bahkan kalau dirinya tahu bahwa sedang mengalami haid atau nifas, tetapi
nekat ingin mengerjakan puasa juga, maka hukumnya justru menjadi haram.
Dalil untuk tidak berpuasanya seorang wanita yang sedang haid adalah
hadits Aisyah radhiyallahuanha berikut ini :

6
“Kami (wanita yang haid atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha’ puasa
dan tidak diperintah untuk mengqadha; shalat.” (HR.Muslim)
Dan para ulama sepakat bahwa seorang wanita yang nifas terikat dengan
hukum yang berlaku pada wanita yang haid.
Dengan demikian, berarti kewajiban puasa tidak dibebankan kepada orang non
muslim (kafir), orang gila, anak kecil, sakit keras, dalam perjalanan, wanita yang
haid atau nifas, orang yang sangat tua, wanita hamil dan menyusui. Di antara
mereka itu ada yang tidak wajib secara mutlak, seperti kafir dan orang gila; ada
yang tidak wajib berpuasa (wajib berbuka) tapi wajib qadha; ada yang tidak wajib
berpuasa (dibolehkan tidak berpuasa) tetapi wajib fidyah. Penjelasan lebih detail
pada bahasan selanjutya.

B. Rukun-Rukun Puasa
Beberapa hal yang termasuk rukun puasa adalah sebagai berikut :
1. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
Rukun puasa yang pertama adalah menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa dari munculnya fajar sampai terbenam matahari. Hal ini
berdasarkan firman Allah:
َ َ ۡ َ ِ Eُ َ Fۡ َB‫ ۡٱ‬Cُ ۡ D‫ٱ‬
َ ۡ ُ ُ َ, G
َ ِ ِ‫ َد‬9ۡ B‫ ۡٱ‬Cِ ۡ D‫ٱ‬ َ َ َHَ I ْ َ ۡ َ ْ ُُ َ
ٰ Jَ ‫ ا‬Kُ L‫ٱ‬‫ ا و‬M‫و‬

ۡ َ َ َ ّ ْ # َ ُ ۡ َۡ
Nِ O‫ ٱ‬Pِ‫ ِ ا ٱ ِ م إ‬R‫ أ‬S T-ِ U8,‫ٱ‬

“...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam...” (QS. Al-Baqarah: 187)
2. Niat
Niat puasa wajib dilakukan sebelum terbit fajar. Berarti waktu niat adalah
sejak terbenamnya matahari sampai sebelum terbit fajar. Ia wajib dilakukan di
setiap malam bulan Ramadhan. Hal ini berdasar pada hadits Nabi Saw yang
bersumber dari Hafshah: “Man lam yujmi’ as-shiyam qabla al-fajr fala shiyama
lahu” (barang siapa yang tidak menghimpun niat dan tekad berpuasa sebelum
fajar, maka dia tidak dikatakan berpuasa).

7
Dalam hal ini niat tidak diwajibkan talaffudz (pelapalan), karena niat adalah
aktifitas hati. Talaffudz hanya sekedar pengantar agar hati selalu ingat akan
niat tersebut.
Mayoritas ahli fiqh berpendapat bahwa niat dalam puasa sunah tidak
disyaratkan di waktu malam. Jika seseorang berniat puasa sunah sebelum
tengah hari, maka puasanya tetap sah.

C. Orang-Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa


1. Kelompok yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa daan Wajib Fidyah
Di antara kelompok ini adaalah orang lanjut usia, orang sakit yang tidak
diharapkan kesembuhannya, dan para pekerja berat yang selalu terus menerus
harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain kerja tersebut. Mereka semua
dibolehkan berbuka jika puasa terasa sangat memberatkan dan menemui
kesulitan di sepanjang tahun. Kewajiban mereka adalah membayar fidyah
sebagai pengganti dari kewajiban pokok.
Hal ini berdasar pada hadits Ibn Abbas: “Diperbolehkan bagi orang tua
untuk berbuka dan memberi makan orang miskin setiap hari tanpa wajib
mengqadha”.
Menurut pendapat lain, termasuk kelompok ini juga adalah wanita yaang
sedang mengandung dan menyusui yang khawatir atas kondisi diri mereka dan
anak-anaknya, mereka hanya wajib fidyah dan tidak wajib mengqadha.
Pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Umar dan Ibn Abbas. Sedangkan menurut
Imam As-Syafi’i dan Ahmad, wanita hamil dan menyusui, jika hanya khawatir
terhadap kondisi anak saja, maka dia boleh berbuka dan wajib qadha sekaligus
fidyah, sedangkan jika yang dikhawatirkan diri mereka sendiri sekaligus
anaknya, maka wajib qadha saja, tidak wajib fidyah.
2. Kelompok yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Qadha
Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada
harapan sembuh, dan musafir. Hal ini berdasar pada firman Allah SWT:
ُ َ َ ً
َ-.َ ‫ أ‬1ٍ 2 ۡ ِ ّ ٞ ‫ة‬5+ِ َ6 -8َ 9َ ٰ َ َ ‫>= أ ۡو‬ -ِ
ُ َ َ َ
ِ ‫ َ @ن‬V
ٖ

8
”Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Sakit yang diperbolehkan berbuka adalah sakit yang sekiranya berpuasa
akan menambah parah atau khawatir akan menjadi lama proses
penyembuhannya. Hal ini tentunya berdasarkan hasil penelitian dan keterangan
dokter spesialis yang terpercaya, atau berdasarkan praduga semata.
Sementara Bukhari, Aatha, dan Ahli Dzahir berpendapat bahwa kebolehan
berbuka itu pada setiapjenis sakit. Karena ayat di atas berbicara secara umum,
tanpa mentakhsis sakit apa dan bagaimana. Oleh karena itu, jika orang sakit
jari atau gusi, maka menurut mereka diperbolehkan berbuka.
Al-Qurthubi berpendapat: “Orang sakit memiliki dua kondisi; pertama, dia
tidak kuat untuk puasa maka dia wajib berbuka, kedua, dia mampu berpuasa
dengan konsekuensi sangat susah payah menjalankannya, maka tipe sakit
seperti ini disunahkan berbuka. Hanya orang bodoh saja ketika sakit parah dia
tetap memaksakan puasa, walaupun memang puasanya tetap sah.
Orang yang sehat yang (dirinya) menduga jika berpuasa akan terkena sakit,
maka dia diperbolehkan juga berbuka layaknya orang sakit. Demikian juga
orang yaang sangat kelaparan dan kehausan, khawatir akan sakit atau mati, dia
boleh berbuka dengan kewajiban mengqadha.
Adapun perjalanan yang diperbolehkan berbuka puasa adalah perjalanan
yang ditempuh dalam jarak 80 km atau 90 km. Para ulama mutaqaddimin
berbeda pendapat dalam masalah ini. Dalam fatwanya, Imam Ibnu Taymiyyah
mengatakan: “Jarak safar yang diperbolehkan mengqashar shalat dan berbuka
puasa adalah sejauh perjalanan dua hari dengan unta atau jalan kaki, sekitar
enam belas farsakh. Misalnya jarak antara Mekah – Jeddah. Ini adalah pendapat
Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad”. Sedangkan Imam Abu Hanifah
berpendapat lain, jarak safar itu mesti 24 farsakh, atau sekitar tiga hari tiga
malam perjalanan dengan naik unta atau jalan kaki.
Adanya kendaraan modern, seperti pesawat terbang, kereta dan mobil yang
lebih mempersingkat waktu perjalanan, tidak menghilangkan adanya rukhsah
ini. Demikian yang dikatakan oleh Yusuf Qardhawi dan Ali As-Shabuni.

9
3. Kelompok yang Wajib Tidak Berpuasa dan Qadha Sekaligus
Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas. Mereka wajib berbuka
dan haram melakukan puasa. Jika berpuasa, maka puasanya tidak sah dan
termasuk bathil.

D. Fidyah dan Ketentuannya


Orang yang tidak melakukan puasa Ramadhan karena ada sebab-sebab tertentu
di atas, maka dia wajib membayar fidyah. Fidyah berfungsi bukan sebagai
pengganti puasa yang ditinggalkan, akan tetapi dia adalah kewajiban pokok yang
mesti dipenuhi seseorang yang tidak berpuasa. Hal ini berdasar pada ayat berikut:
ۡ ُ َ َ َٞۡ َُ ُ ُ َ ََ َ

ٖ WXِ? ‫ م‬+Y Z 5ِ 6 ‫ِ^ ) ]\ۥ‬ ِ ‫و ٱ‬

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-
Baqarah: 184)
Jumlah fidyah bagi yang tidak berpuasa adalah 1 mud makanan pokok setiap
hari dari puasa yang ditinggalkannya. 1 mud sama dengan 0,6 kg atau 3/4 liter. Oleh
sebab itu, besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini
adalah 1 mud = 0,6 kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.
• Waktu dan Cara Pembayaran Fidyah
Bagi orang yang wajib untuk membayar fidyah karena uzur syar`i, dapat
membayarnya pada hari ketika ia tidak melaksanakan puasa, setelah terbit fajar dan
tidak dianjurkan selain waktu tersebut. Hal ini berarti pembayaran fidyah tersebut
dibayar secara langsung. Juga diperbolehkan pembayaran fidyah dilakukan pada
akhir bulan Ramadhan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat
Rasulullah SAW Anas bin Malik ketika beliau telah tua dan tidak mampu lagi untuk
berpuasa.
“Dari Anas bin Malik r.a. ia mengatakan, bahwa ia tidak mampu berpuasa pada
suatu tahun (selama satu bulan), lalu ia membuat satu bejana tsarid (roti yang
diremuk dan direndam dalam kuah). Kemudian ia mengundang sebanyak 30 orang
miskin, sehingga roti tersebut mengenyangkan mereka.”

10
Adapun yang tidak diperbolehkan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan
sebelum bulan Ramadhan. Sebagai contoh: ada orang sakit yang tidak dapat
diharapkan kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya`ban tiba, dia sudah terlebih
dahulu membayar fidyah, maka hal seperti itu tidak diperbolehkan. Seharusnya
menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah
diperbolehkan untuk membayar fidyah. Inti pembayaran fidyah adalah
menggantikan puasa yang ditinggalkan karena udzur syar`i dengan memberi makan
satu orang miskin.
Tata cara pembayarannya dapat diterapkan dengan dua cara, yaitu :
a. Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang miskin
sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
b. Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak, lebih
sempurna jika diberikan sesuatu yang dapat dijadikan lauk-pauk.
Pemberian fidyah dapat dilakukan secara sekaligus, misalnya membayar fidyah
untuk 30 hari disalurkan kepada 30 orang miskin. Juga dapat pula diberikan hanya
kepada 1 (satu) orang miskin saja.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Syarat Sah dan Wajib Puasa
Para ulama menetapkan beberapa syarat sah puasa sebagai berikut :
1. Beragama Islam ketika menjalankan puasa
2. Tamyiz
3. Tidak haid dan nifas
4. Waktu berpuasa memang dibolehkan untuk berpuasa
Adapun syarat wajib puasa adalah sebagai berikut :
1. Muslim
2. Berakal
3. Dewasa (mukallaf)
4. Sehat permanen
5. Suci dari haid dan nifas
• Rukun Puasa
Beberapa hal yang termasuk rukun puasa adalah sebagai berikut :
1. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
2. Niat
• Orang-Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa
1. Kelompok yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa daan Wajib Fidyah
Di antara kelompok ini adalah orang lanjut usia, orang sakit yang tidak
diharapkan kesembuhannya, dan para pekerja berat yang selalu terus
menerus harus bekerja, tanpa ada pilihan lain selain kerja tersebut.
2. Kelompok yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Wajib Qadha
Orang yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang sakit yang ada
harapan sembuh, dan musafir.
3. Kelompok yang Wajib Tidak Berpuasa dan Qadha Sekaligus
Termasuk kelompok ini adalah wanita haid dan nifas.
• Fidyah dan Ketentuannya
Fidyah berfungsi bukan sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan, akan tetapi
dia adalah kewajiban pokok yang mesti dipenuhi seseorang yang tidak berpuasa.

12
Jumlah fidyah bagi yang tidak berpuasa adalah 1 mud makanan pokok setiap
hari dari puasa yang ditinggalkannya. 1 mud sama dengan 0,6 kg atau 3/4 liter.
Bagi orang yang wajib untuk membayar fidyah karena uzur syar`i, dapat
membayarnya pada hari ketika ia tidak melaksanakan puasa, setelah terbit fajar dan
tidak dianjurkan selain waktu tersebut. Adapun yang tidak diperbolehkan adalah
pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum bulan Ramadhan. Inti pembayaran
fidyah adalah menggantikan puasa yang ditinggalkan karena udzur syar`i dengan
memberi makan satu orang miskin.
Pemberian fidyah dapat dilakukan secara sekaligus, misalnya membayar fidyah
untuk 30 hari disalurkan kepada 30 orang miskin. Juga dapat pula diberikan hanya
kepada 1 (satu) orang miskin saja.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul fiqh: Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Sarwat, Ahmad. 2018. Puasa: Syarat, Rukun & Yang Membatalkan. Jakarta
Selatan: Rumah Fiqh Publishing

Anda mungkin juga menyukai