Anda di halaman 1dari 17

PUASA

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ilmu Fikih

Dosen pengampu Fahmi Hasan Nugroho, Lc., M.A.

Disusun oleh:

Alfiyan Hanan (1229240013)

Alri Riza Alghifari (1229240015)

Alya Tsalsa Fajrianti (1229240017)

Aulia Supinah (1229240043)

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Puasa”. Materi yang kami jabarkan adalah hasil diskusi yang dilakukan oleh kelompok
kami melalui buku pelajaran, internet, dan media lainnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
senantiasa meridhai usaha kita.

Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
pengetahuan juga wawasan agar lebih mengerti dan dapat memahaminya.

Bandung, 16 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Batasan Masalah ..........................................................................................................1

C. Rumusan Masalah .......................................................................................................1

D. Tujuan ..........................................................................................................................2

E. Manfaat ........................................................................................................................2

F. Metode Penyusunan .....................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................3

A. Hukum Puasa ...............................................................................................................3

B. Syarat dan Rukun Puasa ..............................................................................................7

C. Pembatal Puasa ............................................................................................................8

D. Aturan Qadha dan Fidyah ..........................................................................................10

BAB 3 PENUTUP ..........................................................................................................12

A. Kesimpulan ................................................................................................................12

B. Saran ..........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa merupakan perbuatan sukarela dengan berpantang dari makanan,
minuman, perbuatan buruk dan dari segala hal yang dapat membatalkan puasa. Puasa
juga merupakan ibadah pokok di dalam ajaran menjalankan agama islam, di samping
sholat, membayar zakat, berhaji dan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Puasa ialah
wajib bagi tiap orang yang sudah berakal baik laki-laki maupun perempuan, di
amalkan selama bulan ramadhan penuh.
Al-‘Allamah ibnul Qoyim menjelaskan tujuan puasa ialah untuk
membebaskan pikiran manusia dari cengkeraman hawa nafsu yang menguasai tubuh
guna mencapai tujuan kesucian dan kebahagiaan abadi. Puasa bertujuan untuk
membatasi intensitas hawa nafsu melalui rasa lapar dan haus. Selain itu, puasa juga
mendorong manusia untuk merasakan betapa banyak orang di dunia ini harus pergi
tanpa makan apa pun, yang membuat setan sulit untuk menipunya dan menahan
organ-organnya agar tak berbelok ke arah yang berbahaya bagi dunia ini.

B. Batasan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan, hanya mengenai puasa.

C. Rumusan Masalah
1. Apa hukum puasa?
2. Apa saja syarat dan rukun puasa?
3. Apa saja yang termasuk pembatal puasa?
4. Bagaimana aturan qadha dan fidyah puasa?

1
D. Tujuan
1. Menjelaskan hukum puasa.
2. Menjelaskan syarat dan hukum puasa.
3. Menjelaskan pembatal puasa.
4. Menjelaskan aturan qadha dan fidyah.

E. Manfaat
Secara teoretis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca
dan penulis mengenai puasa yang lebih luas.

F. Metode Penyusunan
Dalam makalah ini kami menggunakan studi literatur yaitu mencari dari
berbagai sumber buku dan internet.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Puasa
1. Puasa yang hukumnya wajib
Puasa yang hukumnya wajib bukan hanya sekedar puasa ramadhan saja,
tetapi ada juga puasa nazar dan puasa denda atau kifarat.
a. Puasa Ramadhan yaitu puasa yang hanya dilaksanakan selama satu bulan
penuh pada bulan Ramadhan.
b. Puasa nazar
Puasa nazar merupakan puasa yang dilakukan ketika kita melakukan
nazar terhadap suatu hal, memiliki keinginan yang tinggi. nazar juga bisa
diartikan sebagai janji. Puasa nazar dilakukan sama seperti puasa pada
umumnya yaitu berniat pada malam harinya, lalu melaksanakan sahur
sebelum masuk waktu subuh atau imsak, lalu menunggu sampai waktu magrib
untuk berbuka puasa.
c. Puasa denda atau kifarat
Puasa kifarat atau yang juga sering disebut kafarat adalah puasa yang
ditunaikan seseorang sebagai penebus dosa dikarenakan melakukan hal-hal
berdosa dan melanggar perintah Allah SWT.
Ada beberapa sebab harus dilakukannya puasa kifarat diantaranya:
1) Berhubungan suami istri pada siang hari dibulan ramadhan.
2) Membunuh tanpa disengaja.
3) Mencukur rambut ketika ihram.
2. Puasa yang hukumnya sunnah
Puasa yang hukumnya sunnah adalah puasa yang tidak wajib dilakukan
oleh umat Islam. Jika orang Islam melakukannya, maka dia akan mendapatkan
pahala sedangkan jika dia tidak melakukannya maka dia tidak mendapatkan dosa.
Puasa sunnah memiliki beberapa jenis diantaranya sebagai berikut.

3
a. Puasa Syawal.
Jenis puasa pertama dari puasa sunnah adalah puasa Syawal. Syawal
sendiri adalah nama bulan setelah bulan Ramadhan. Puasa Syawal adalah
berpuasa selama enam hari di bulan Syawal. Puasa ini bisa dilakukan secara
berurutan dimulai dari hari kedua syawal ataupun bisa dilakukan secara tidak
berurutan.
b. Puasa Arafah
Puasa Arafah adalah jenis puasa sunnah yang sangat dianjurkan bagi
umat Islam yang tidak sedang berhaji. Sedangkan bagi umat Islam yang
sedang berhaji, tidak ada keutamaan untuk puasa pada hari Arafah atau
tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Arafah sendiri mempunyai keistimewaan bagi
pelaksananya yaitu akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu serta dosa-
dosa di tahun yang akan datang (HR. Muslim).
c. Puasa Tarwiyah
Seperti puasa Arafah, puasa Tarwiyah termasuk puasa di 10 hari
pertama bulan Dzulhijjah yang diutamakan. Tepatnya, puasa Tarwiyah jatuh
pada tanggal 8 Dzulhijjah. Puasa Tarwiyah sangat dianjurkan karena menurut
hadits, puasa di hari ini dapat menghapuskan dosa sepanjang tahun yang telah
lalu. Istilah tarwiyah sendiri berasal dari kata tarawwa yang berarti membawa
bekal air. Hal tersebut karena pada hari itu, para jamaah haji membawa banyak
bekal air zam-zam untuk persiapan arafah dan menuju Mina.
d. Puasa Senin Kamis
Jenis puasa satu ini juga merupakan puasa sunnah terpopuler. Puasa
senin kamis berawal ketika Nabi Muhammad SAW memerintah umatnya
untuk senantiasa berpuasa di hari-hari tersebut karena hari senin merupakan
hari kelahiran beliau, sedangkan hari kamis adalah hari pertama kali Al-
Qur’an diturunkan.
Salah satu keutamaan berpuasa di hari Senin dan Kamis adalah karena
kedua hari tersebut adalah hari terbukanya pintu surga. Pernyataan tersebut
berada dalam hadits riwayat Muslim yang juga mengungkapkan bahwa (di

4
hari tersebut) dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah akan diampuni,
kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan
perpecahan.
e. Puasa Daud
Jenis puasa ini merupakan puasa unik karena pasalnya puasa Daud
adalah puasa yang dilakukan secara selang-seling (sehari puasa, sehari tidak).
Puasa Daud bertujuan untuk meneladani puasanya Nabi Daud AS.
Puasa jenis ini juga ternyata sangat disukai Allah SWT. Puasa Daud
dapat dilakukan pada hari apa saja termasuk hari Jumat. Namun, hari-hari
yang diharamkan untuk berpuasa tetap harus dihindari. Beberapa hari tersebut
di antaranya adalah 1 Syawal, 10 Dzulhijjah, dan hari Tasyrik (11–13
Dzulhijjah).
3. Puasa yang hukumnya makhruh
Puasa yang hukumnya makruh adalah puasa yang dianjurkan untuk tidak
berpuasa pada hari yang ditentukan atau karena tidak ada udzur apapun. Ada
beberapa contoh puasa makruh antara lain:
a. Berpuasa pada hari Jumat saja (tanpa diiringi hari lain)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Janganlah salah seorang
dari kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali ia berpuasa pada hari
sebelumnya atau sesudahnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
b. Berpuasa di hari Sabtu saja (tanpa diiringi hari lain)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan:
“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang telah
diwajibkan Allah SWT atas kalian.” (HR Tirmidzi).
c. Puasa di hari Ahad saja
Sebab, orang Yahudi menghormati hari Sabtu dan orang Nasrani
menghormati hari Ahad. Hanya saja, jika kita berpuasa pada hari Ahad dan
Sabtu berturut-turut, hal itu tidak dimakruhkan. Sebab, tak satu pun agama
yang menghormati dua hari itu berturut-turut.Berdasarkan sebuah hadits,
diriwayatkan sebagai berikut:

5
Sesungguhnya Rasulullah SAW berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad
lebih sering daripada hai lainnya. Dan beliau mengatakan, “Dua hari tersebut
adalah hari raya orang musyrik, dan aku ingin berbeda dengan mereka. “ (HR
Ahmad).
4. Puasa yang hukumnya haram
Puasa yang hukumnya haram adalah puasa yang tidak boleh dilakukan,
apabila dilakukan akan mendapatkan dosa. Ada beberapa hari yang dimana kita
tidak diperbolehkan untuk melakukan puasa, diantaranya:
a. Puasa pada hari raya Idul Fitri.
Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di
dunia setelah selama 1 bulan penuh menjalankan puasa.Puasa yang
dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri ini merupakan puasa yang haram
hukumnya. Meskipun tidak ada yang bisa dimakan, akan tetapi tetap tidak
diperbolehkan puasa di hari ini.
b. Puasa pada hari raya Idul Adha
Idul Adha termasuk dalam dua hari raya yang dilarang untuk berpuasa.
Setiap tanggal 10 Dzulhijjah umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul
Adha.Perayaan itu dilakukan dengan cara melaksanakan sholat ied dan umat
muslim disunahkan untuk menyembelih hewan kurban serta menyantapnya.
c. Puasa hari Tasyrik
Puasa yang diharamkan selanjutnya adalah pada hari tasyrik yang
jatuh dalam 3 hari berturut-turut sesudah hari raya Idul Adha yakni tanggal
11, 12 dan 13 Dzulhijah. Dari riwayat Abu Hurairah r.a, Rasulullah mengutus
Abdullah bin Hudzaifah agar mengelilingi Kota Mina serta menyampaikan
sesuatu, yaitu: “Janganlah kamu berpuasa pada hari ini karena ia
merupakan hari makan, minum, dan berzikir kepada Allah.”
d. Puasa hari Syak
Puasa di hari Syak juga merupakan hari dimana puasa yang
diharamkan untuk dilaksanakan. Hari syak adalah tanggal 30 sya’ban,
hasil dari penggenapan bulan sya’ban, karena hilal tidak terlihat. Baik

6
karena mendung atau karena cuaca yang kurang baik. Atas
ketidakjelasan itulah dinamakan dengan syak dan menurut syar’i umat
muslim merupakan hari larangan untuk berpuasa.
Tetapi, berpuasa pada hari tersebut diperbolehkan apabila untuk
mengqodho puasa Ramadhan dan juga bertepatan dengan kebiasaan
puasa seperti puasa Senin Kamis dan juga puasa Daud.

B. Syarat dan Rukun Puasa


1. Syarat puasa
a. Syarat sah puasa
1) Islam, maka tidak sah puasa bagi orang kafir dan orang murtad.
2) Berakal, maka tidak sah puasanya anak kecil, orang gila dan sebangsanya.
3) Suci dari haid dan semacamnya, seperti nifas. Haram bagi wanita yang
kedatangan haid dan nifas ketika dalam keadaan sedang puasa, lalu
menahan tidak makan minum disertai dengan niat puasa, jika tidak disertai
dengan niat puasa maka boleh-boleh saja. Tidak wajib pula untuk segera
berbuka di saat kedatangan haid, cukup dengan tidak berniat puasa saja.
4) Mengetahui bahwa sudah saatnya boleh berpuasa, maka tidak sah
puasanya orang yang tidak mengetahui bahwa waktu puasa sudah tiba
tanpa ada faktor penyebab. Adapun waktu yang dilarang untuk
melaksanakan puasa yaitu hari id, hari tasyrik dan hari syak.
b. Syarat wajib puasa
1) Islam, maksudnya harus beragama islam walaupun islamnya itu sudah
lewat, sehingga wajib puasa bagi orang yang murtad karena orang yang
murtad termasuk yang diperintahkan untuk melaksanakan puasa seperti
halnya seorang muslim.
2) Taklif, artinya orang yang sudah baligh dan berakal. Maka tidak wajib
berpuasa bagi anak kecil, orang gila, orang pingsan dan juga orang mabuk.

7
3) Mampu, maka tidak wajib puasa bagi orang yang tidak mampu
melaksanakan puasa. Misalnya, orang yang sudah tua rentah atau orang
sakit yang tidak mampu berpuasa.
4) Sehat, maka tidak wajib berpuasa bagi orang yang sakit. Di dalam kitab
Syarah Minhaj dikatakan bahwa dibolehkan tidak berpuasa dengan niat
rukshah bagi orang yang sakit, yang apabila puasa maka puasa itu akan
menambah sakitnya serta sakit tersebut memperbolehkannya bertayamum.
5) Mukim, maka dibolehkan meninggalkan puasa karena perjalanan yang
lama dengan niat rukshah. Jika perjalanan tersebut memang
membahayakan maka berbuka lebih utama, namun apabila perjalanan
tersebut tidak menimbulkan bahaya maka puasa lebih utama.
2. Rukun puasa
a. Niat di waktu malam untuk setiap satu hari di dalam puasa fardhu. Misalnya
pada puasa Ramadhan, maka wajib niat pada setiap malamnya. Adapun untuk
puasa sunnah tidak diwajibkan niat pada malam harinya, niat puasa sunnah
bisa dilakukan pada siang hari sebelum matahari condong ke barat dengan
syarat sejak terbit fajar sampai dilakukan niat tersebut belum melakukan hal-
hal yang membatalkan puasa.
b. Meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkan puasa secara sadar, tidak
terpaksa dan mengetahui hukumnya.
c. Orang yang berpuasa. Maksudnya, adanya orang yang melaksanakan puasa
tersebut.

C. Pembatal Puasa
Ada beberapa yang bisa membatalkan puasa yaitu:
1. Makan dan minum dengan sengaja
2. Muntah
Muntah bisa membatalkan puasa, namun itu hanya berlaku bagi muntah
yang disengaja. Apabila muntah terjadi secara alami, kamu tidak perlu membayar

8
puasa dan boleh melanjutkan puasa apabila sanggup. Ketentuan ini disampaikan
dalam hadits riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi yang memiliki arti:
“Barangsiapa muntah dengan tidak sengaja, jika ia sedang berpuasa maka tidak
wajib qadha atasnya. Dan barangsiapa muntah dengan sengaja maka wajib
qadha."
3. Haid atau nifas
Saat kita puasa, tubuh kita harus dalam keadaan suci. Oleh karena itu, hal
yang membuat batal puasa bagi perempuan adalah haid dan nifas atau darah
setelah melahirkan. Karena pada dasarnya, darah yang keluar pada saat haid dan
nifas adalah darah kotor yang dapat membuat batal puasa.
4. Gila atau hilang akal
Salah satu syarat mutlak seorang Muslim wajib melakukan kewajibannya
adalah memiliki akal yang sehat. Apabila syarat itu tidak terpenuhi, maka hilang
juga kewajibannya untuk menjalankan ibadah yang wajib hukumnya.
5. Berhubungan seksual
Melakukan hubungan seksual dengan suami atau istri saat siang hari dapat
membuat batal puasa. Hal ini dikarenakan kita tidak bisa menahan nafsu pada saat
puasa dan di wajibkan untuk mengganti puasa
6. Emosi
Saat berpuasa artinya kita harus menahan segala hawa nafsu mulai dari
matahari terbit hingga terbenam. Apabila seseorang mengeluarkan emosi yang
berlebihan saat puasa, hal tersebut tidak membuat puasa batal, hanya saja dapat
mengurangi pahala puasa.
Selain itu, saat seseorang marah atau emosi, membuat mereka tidak
mengontrol diri sehingga dapat mendorong mereka melakukan hal yang keji,
seperti memukul, membunuh dan lainnya. Walaupun banyak orang yang tetap
melanjutkan puasa setelah mengeluarkan emosi, namun pahalanya tetap
berkurang.

9
D. Aturan Qadha dan Fidyah
1. Aturan qadha
Sebagian kaum muslimin tidak dapat menjalankan ibadah puasa
Ramadhan karena uzur yang dia alami. Untuk itu, dia wajib mengganti puasa
Ramadhan sebanyak hari di mana ia tak berpuasa dengan beberapa ketentuan
qadha puasa. Berikut beberapa aturan qadha puasa yang diringkas dari Al-
Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah:
a. Jika ada yang luput dari berpuasa selama sebulan penuh, ia harus mengqadha’
sebulan.
b. Boleh puasa pada musim panas diqadha’ pada musim dingin, atau sebaliknya.
c. Qadha’ puasa Ramadhan boleh ditunda.
d. Jumhur ulama menyatakan bahwa menunaikan qadha’ puasa ini dibatasi tidak
sampai Ramadhan berikutnya (kecuali jika ada uzur). Aisyah sendiri baru
sempat mengqadha’ puasa di bulan Sya'ban karena sibuk mengurus Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
e. Apabila ada yang melakukan qadha’ Ramadhan melampaui Ramadhan
berikutnya tanpa ada uzur, ia berdosa.
f. Yang harus dilakukan ketika menunda qadha’ Ramadhan melampaui
Ramadhan berikutnya adalah mengqadha’ dan menunaikan fidyah (memberi
makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa).
g. Yang menunda qadha’ puasa sampai melampaui Ramadhan berikut bisa
membayarkan fidyah terlebih dahulu kemudian mengqadha’ puasa.
2. Aturan fidyah
Fidyah diambil dari kata “fadaa” artinya mengganti atau menebus. Bagi
beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria
tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain
waktu. Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.
Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa:
a. Orang tua renta yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa.
b. Orang sakit parah yang kecil kemungkinan sembuh.

10
c. Ibu hamil atau menyusui yang jika berpuasa khawatir dengan kondisi diri atau
bayinya (atas rekomendasi dokter).
Fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar
sesuai jumlah haripuasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Nantinya, makanan
itu disumbangkan kepada orang miskin.
Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 10 Tahun 2022 tentang Zakat Fitrah
dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan
bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp50.000,-/hari/jiwa.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pembagian hukum puasa menurut agama Islam ada empat macam, yaitu:
a. Puasa wajib
b. Puasa sunnah
c. Puasa makruh
d. Puasa haram
2. Syarat puasa terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Syarat wajib puasa:
1) Islam
2) Taklif
3) Mampu
4) Sehat
5) Mukim
b. Syarat sah puasa:
1) Islam
2) Berakal
3) Suci dari haid dan semacamnya
4) Mengetahui bahwa sudah saatnya boleh berpuasa
3. Melakukan Puasa qadha adalah puasa yang dilaksanakan di luar bulan Ramadhan
sebagai pengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan. Alasan meninggalkan
puasa Ramadhan harus sesuai dengan syariat Islam. Puasa yang dilaksanakan oleh
orang tersebut di luar bulan Ramadhan disebut puasa qadha. Jumlah puasa qadha
yang dilaksanakan sesuai dengan jumlah hari puasa Ramadhan yang ditinggalkan.
4. Hukum melaksanakan puasa qadha adalah wajib. Menurut jumhur ulama
madzhab (Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad) wajib membayar fidyah

12
dan qadha puasa bagi orang yang telat menggati puasanya yang tertinggal tahun
lalu. Menurut madzhab Imam Hanafi hanya wajib qadha saja tidak wajib
membayar fidyah. Sedangkan menurut Imam Syafi’i menambahkan syarat bagi
yang telat membayar qadha puasa tahun lalu dan sudah memasuki puasa
berikutnya, maka ia disamping wajib mengqadha puasa sebanyak yang
ditinggalkan, maka wajib membayar fidyah ganda (berlipat) sebanyak puasa yang
ditinggalkan pada tahun-tahun sebelumnya.

B. Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan
dan kesempurnaan makalah ini kedepannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://kitabsafinahterjemahan.blogspot.com

https://www.orami.co.id/magazine/amp/puasa-yang-diharamkan

https://www.berpendidikan.com/2022/10/macam-macam-puasa.html
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6017442/8-hal-yang-bisa-
membatalkan-puasa-ramadan-kamu-apa-saja/amp
http://repository.radenfatah.ac.id/19600/1/1
https://kabar24.bisnis.com/read/20220329/79/1516423/jelang-ramadhan-ini-
cara-menghitung-jumlah-fidyah-yang-harus-dibayarkan

14

Anda mungkin juga menyukai