Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PUASA

Nama : Siti Ruaidah (1221122547)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DALAM PAGAR KANDANGAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat
kepada umat manusia.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih dan juga untuk
khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga
bermanfaat.
Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha dengan segala kemampuan dan
semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini
terutama Dosen Mata Kuliah Fiqih yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wa’alaikumsalam Wr.Wb

Kandangan, 14 Februari 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2

A. Pengertian puasa ............................................................................................ 2


B. Macam-macam puasa ..................................................................................... 2
C. Syarat dan rukun serta yang membatalkan puasa .......................................... 5
D. Rukhsah dalam puasa ..................................................................................... 9
E. Hikmah puasa dalam kehidupan sehari-hari ................................................ 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 13

A. SIMPULAN ................................................................................................. 13
B. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 15

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah
satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena
puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya
namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena
apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan,
umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan
bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar. Banyak orang-orang yang
melaksanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya
puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya, pada saat mereka berpuasa
mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah
berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Oleh karena itu dalam makalah ini kami
akan membahas tentang apa itu puasa, tujuan, hikmah puasa dan lain- lain.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian puasa?
2. Apa saja macam- macam puasa ?
3. Apa saja syarat dan rukun serta yang membatalkan puasa ?
4. Siapa saja yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa ?
5. Apakah hikmah berpuasa dalam kehidupan sehari-hari ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami definisi puasa
2. Untuk mengetahui macam-macam puasa
3. Untuk mengetahui syarat,rukun dan pembatal puasa
4. Untuk mengetahui rukhsah dalm puasa
5. Untuk mengetahui hikmah-hikmah dalam berpuasa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PUASA
Puasa Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”. Sedangkan menurut syara’ ialah
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit fajar hingga
terbenam matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta disertai niat dan syarat-
syarat tertentu.
Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari dari
hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai
terbenamnya matahari. Artinya , puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan
syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam tubuh
(seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak terbitnya fajar
kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari1

B. MACAM-MACAM PUASA

1. PUASA WAJIB

1) Ramadhan : Seperti yang kita tahu, puasa Ramadan adalah puasa selama satu bulan
penuh di bulan Ramadan yang mana hukumnya wajib bagi setiap umat Muslim
yang sudah baligh dan memenuhi syarat. Perihal wajibnya umat Muslim untuk
berpuasa di bulan ini sendiri, diterangkan melalui firman Allah SWT dalam Al-
Quran surat Al-Baqarah ayat 183 :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
(QS. Al-Baqarah : 183).
2) Nadzar : Ini adalah jenis puasa yan g harus dilakukan karena adanya sebuah janji,
nadzar secara bahasa adalah janji. Sehingga puasa yang dinadzarkan hukumnya

1
DRS. H. Mo. Rifa’i, Fikih Islam Lengkap, (Semarang: Pt. Karya Toha Putra,1978), h.
322.

2
wajib karena orang yang sudah bernadzar adalah orang yang sudah berjanji, maka
janji wajib untuk ditepati.
3) Kafarat atau kifarat : Ialah ibadah puasa yang dilakukan untuk menggantikan dam
atau denda atas pelanggaran yang hukumnya wajib. Puasa ini dikerjakan karena
adanya perbuatan dosa, sehingga bertujuan untuk menghapus dosa yang telah
dilakukan tersebut. Puasa kafarat sendiri dibagi, puasa kafarat karena melanggar
sumpah atas nama Allah, puasa kafarat dalam melakukan ibadah haji, puasa kafarat
karena berjima’ atau berhubungan badan suami istri di bulan ramadhan, membunuh
tanpa sengaja, membunuh binatang saat sedang ihram.

2. PUASA SUNNAH
Puasa sunnah (pahala bagi yang menjalani, namun tidak berdosa jika tidak
dilakukan). Puasa Sunnah antara lain :

1) Senin-Kamis : Seperti namanya, yakni puasa Senin dan Kamis maka puasa ini
adalah ibadah puasa yang dilakukan khusus pada hari Senin dan Kamis. Diketahui,
Rasulullah SAW telah memerintah umatnya untuk senantiasa berpuasa di dua hari
ini, sebab Senin adalah hari kelahiran Rasulullah sedangkan hari Kamsis adalah
hari pertama kali Al-Quran diturunkan. Dan pada hari Senin serta Kamis juga,
amal perbuatan manusia diperiksa, sehingga beliau menginginkan ketika sedang
diperiksa, beliau dalam keadaan berpuasa.
2) Tasu’a : Puasa sunnah yang dikerjakan setiap pada tanggal 9 Muharam. Puasa ini
dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan harinya yaitu di
tanggal 10 Muharram, atau biasa disebut puasa Asyura.
3) Asyura : Ialah puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah melakukan
puasa sunnah Tasu’a, atau dengan kata lain puasa Asyura ini adalah ibadah puasa
yang dijalankan di tanggal 10 Muharam.
4) Syawal : Puasa enam hari pada bulan Syawal atau setelah selesai bulan Ramadan.
Puasa syawal disebutkan bisa dilakukan secara berurutan dimulai dari hari kedua
syawal atau dilakukan secara tidak berurutan. Soal puasa syawal ini, Rasulullah
SAW sendiri bersabda yang artinya: “Keutamaan puasa ramadhan yang diiringi
dengan puasa syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun (HR.
Muslim).

3
5) Daud : Atau biasa dikenal dengan puasa selang-seling, satu hari ini berpuasa lalu
keesokannya harinya tidak berpuasa. Sehari puasa, sehari berbuka ( tidak puasa).
Mengenai puasa Daud ini, dari Abdullah bin Amru radhialahu ‘anhu, Rasulullah
SAW diketahui pernah bersabda; “Maka berpuasalah engkau sehari dan berbuka
sehari, inilah (yang dinamakan) puasa Daud ‘alaihissalam dan ini adalah puasa
yang paling afdhal. Lalu aku berkata, sesungguhnya aku mampu untuk puasa lebih
dari itu, maka Nabi SAW berkata: “Tidak ada puasa yang lebih afdhal dari itu, ”
(HR. Bukhari: 1840)
6) Arafah : Puasa pada hari ke-9 Dzuhijjah, di mana keistimewaan bagi yang
menjalankannya ialah, akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa- dosa
di tahun yang akan datang (HR. Muslim). Namun, dengan catata dosa- dosa yang
dimaksud ialah khusus untuk dosa-dosa kecil, bukan dosa besar karena dosa-dosa
besar hanya bisa diampuni dengan jalan bertaubat atau taubatan nasuha.
7) 3 Hari pada pertengahan bulan : Puasa ini dikenal dengan sebutan puasa Ayyamul
Bidh, dilakukan di tiga hari setiap pertengahan bulan, yaitu tanggal 13, 14, dan 15.
Keutamaan Puasa Ayyamul Bidh dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Ahmad, an-Nasai, dan at-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Dzarr,
jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada
tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah),".

3. PUASA MAKRUH
Disebutkan sebagai puasa yang dilakukan pada hari Jumat atau Sabtu, dengan
niat yang dikhususkan atau disengaja maka hukumnya makruh kecuali bermaksud
atau berniat mengqodho puasa ramadhan, puasa karena nadzar ataupun kifarat

4. PUASA H ARAM
1) Idul Fitri : Puasa di saat Hari Raya Lebaran, yang jatuh pada tanggal 1 Syawal
yang mana hari ini ditetapkan sebagai Hari Raya Umat Muslim. Di hari ini, puasa
diharamkan karena hari ini merupakan hari perayaan kemenangan karena telah
berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan.
2) Idul Adha : Sama halnya dengan puasa Idul Fitri, puasa di Hari Raya Qurban juga
dilarang untuk dilakukan. Pada tanggal 10 Dzulhijjah merupakan Hari Raya Idul
Adha dan hari Raya kedua bagi umat Muslim.

4
3) Hari Tasyrik : Berpuasa di hari Tasyrik yang jatuh pada tanggal 11, 12 dan 13
Dzulhijjah juga merupakan waktu yang diharamkan untuk berpuasa. 4. Puasa
setiap hari atau sepanjang tahun dan selamanya.

C. SYARAT DAN RUKUN SERTA YANG MEMBATLKAN PUASA

• Syarat wajib puasa


Di dalam kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja’ (w. 593 H) disebutkan bahwa
syarat wajib puasa ada 4 hal. Maksudnya adalah jika syarat wajib ini belum
terpenuhi maka seseorang belum wajib melakukan puasa.
4 syarat wajib tersebut adalah sebagai berikut:
1. Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Mampu berpuasa
• Syarat Sah Puasa :
Di dalam kitab Kaasyifatus Sajaa karya Syaikh Nawawi al-Bantani (w. 1314
H) disebutkan bahwa syarat sah puasa ada 4 hal. Maksudnya adalah seseorang
yang melakukan puasa apabila salah satu dari 4 syarat ini tidak terpenuhi maka
puasanya menjadi tidak sah.
4 syarat sah puasa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Muslim
2. Berakal
3. Suci dari haid & nifas
4. Mengetahui waktu puasa

Jika mereka sedang haid tidak diwajibkan puasa, tetapi diwajibkan


mengerjakan qadha sebanyak puasa yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa.
Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui
anaknya ia boleh membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antara meninggalkan
shalat dan meninggalkan puasa bagi orang yang sedang haid. Pada shalat, bagi orang
haid lepas sama sekali kewajiban shalat, sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi
didenda untuk dibayar (diqadha) pada waktu yang lain - Dikerjakan pada waktu atau
hari yang dibolehkan puasa.

5
• Rukun Puasa :

Rukun dan Syarat Puasa Puasa terdiri dari dua rukun. Dari dua rukun inilah
hakikat puasa terwujud. Dua rukun tersebut adalah sebagai berikut:

1) Niat
Niat itu adalah amalan hati, dan niat puasa dilakukan pada malam hari, dengan
niat itu orang mulai mengarahkan hatinya untuk berpuasa esok hari, karena Allah
SWT.
Dasar diwajibkannya niat adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Bayyinah
ayat 5 :
Artinya: “padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah
Dengan mengikhlaskan Ibadat kepadaNya, lagi tetap teguh di atas tauhid; dan
supaya mereka mendirikan sembahyang serta memberi zakat. dan Yang demikian
itulah ugama Yang benar.

2) Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenamnya matahari.

Dengan niat berpuasa sungguh-sungguh maka orang yang berpuasa tidak saja
menahan untuk tidak makan, tidak minum dan tidak pula bersetubuh dengan suami
dan istri dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tetapi juga menjauhkan segala
perbuatan kotor dan jahat. Orang yang berpuasa menahan haus dan lapar sepanjang
hari tetapi setelah malam lalu makan dan minum sebanyak-banyak menghilangkan
akan maksud puasa yang dikehendaki Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT.
dalam QS. al- A’raf ayat 31 Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-
lebihan, sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan”.

• Hal-hal yang dapat membatalkan puasa :

2
Departmen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan,Op.Cit h 598.

6
Dalam Mazhab Syafi'i, ada 6 perkara yang membatalkan puasa. Berikut
keterangan Ustaz Muhammad Ajib (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) dalam
bukunya "Fiqih Puasa dalam Mazhab Syafi'i".3
1. Sengaja Makan dan Minum.
Siapapun yang sengaja makan minum pada siang hari di bulan Ramadhan
maka puasanya batal dan wajib mengqadha puasanya. Dalil yang melandasi ini
adalah firman Allah: "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam." (QS. Al-Baqarah: ayat 187).

Dalam hadis lain menyebutkan: "Fajar itu ada dua macam yaitu Fajar yang
diharamkan makan dan diperbolehkan melakukan salat (shubuh) dan fajar yang
diharamkan melakukan salat (Shubuh) dan diperbolehkan makan." (HR Ibnu
Khuzaimah dan Hakim)

Adapun jika makan minum tanpa disengaja seperti orang yang lupa maka
puasanya tidak batal. Hal ini sesuai dengan Hadis Nabi, dari Abi Hurairah RAbahwa
Rasulullah SAW bersabda: "Siapa lupa ketika puasa lalu dia makan atau minum,
maka teruskan saja puasanya. Karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan
dan minum." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Sengaja Muntah.
Di dalam Kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja' (wafat 593 H) disebutkan
bahwa yang termasuk membatalkan puasa adalah sengaja memuntahkan apa yang
ada dalam tubuhnya. Siapapun dengan sengaja memuntahkan sesuatu maka
puasanya batal dan wajib qadha (mengganti) puasa. Namun jika muntah tidak
disengaja seperti orang yang naik mobil kemudian dia mabuk dan muntah-muntah
maka puasanya tidak batal. Dalil atas hal ini adalah sabda dari Rasulullah SAW:
"Orang yang muntah tidak perlu mengqadha, tetapi orang yang sengaja muntah
wajib mengqadha". (HR. Abu Daud, Tirmizy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-
Hakim).

3
Muhammad Ajib,Lc,.MA “Fiqih Puasa dalam Mazhab Syafi'I”,2019,H.32

7
3. Sengaja Mengeluarkan Sperma.
Apabila sedang puasa kemudian dengan sengaja mengeluarkan spermanya,
masturbasi atau onani maka puasanya batal dan wajib qadha puasa. Namun jika
keluar spermanya karena sebab mimpi basah pada siang hari maka puasanya tidak
batal. Namun ia harus mandi wajib karena keluar sperma.

4. Berhubungan Badan (Jima').


Di dalam Kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja' (wafat 593 H) disebutkan
bahwa yang termasuk membatalkan puasa adalah jima' (bersetubuh) di siang hari
dengan sengaja. Dasar ketentuan bahwa berjima' itu membatalkan puasa adalah
firman Allah: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur
dengan istri-istri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah
pakaian bagi mereka..." (QS. Al-Baqarah: ayat 187).

Wajhu ad-dilalah dari ayat ini adalah Allah menghalalkan bagi kita untuk
melakukan hubungan suami istri pada malam hari puasa. Pengertian sebaliknya
adalah bahwa pada siang hari bulan puasa, hukumnya diharamkan alias
membatalkan puasa. Perlu diketahui bahwa jika suami istri sampai melakukan
hubungan badan (kemaluan masuk ke farji) di siang hari maka puasanya batal dan
wajib qadha puasa. Diwajibkan juga baginya puasa 2 bulan berturut-turut sebagai
kaffarat. Jika tidak mampu maka ia harus memberi makan 60 faqir miskin.

5. Memasukkan Sesuatu ke Lubang Tubuh.


Di dalam Kitab Taqrib karya Imam Abu Syuja disebutkan bahwa yang
termasuk membatalkan puasa adalah sengaja memasukkan sesuatu ke dalam lubang
tubuh seperti tenggorokan, hidung bagian dalam dan telinga bagian dalam. Adapun
jika tidak disengaja maka puasanya tidak batal. Seperti ketika mandi tiba-tiba tanpa
sengaja ada yang masuk ke dalam telinga kita. Maka yang seperti ini tidak
membatalkan puasa.

6. Keluar Darah Haidh dan Nifas.


Perempuan yang sedang puasa ketika siang hari tiba-tiba keluar darah haidnya
maka puasanya batal. Dan dia wajib mengqadha puasanya. Dalilnya adalah Hadis
Nabi berikut, dari Abi Said Al-Khudhri RA berkata bahwa Rasulullah SAW

8
bersabda: "Bukankahbila wanita mendapat haidh dia tidak boleh shalat dan puasa".
(HR Muttafaq 'alaihi).

Dan juga hadis dari Sayyidah Aisyah RA berkata: "Di zaman Rasulullah SAW
dahulu kami mendapat haidh lalu kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan
tidak diperintah untuk mengqadha’ salat". (Muttafaqun Alaih). Walaupun darah itu
keluar ketika hendak berbuka puasa kurang satu menit lagi adzan Maghrib maka
puasanya tetap batal.

D. RUKHSAH DALAM PUASA

Dalam istilah ushul fikih rukhsah berarti “Hukum yang ditetapkan berdasarkan
dalil dan berbeda dengan hukum asal karena adanya uzur.” Artinya, rukhsah adalah
keringanan yang diberikan Allah sebagai pengecualian dari hukum asli karena adanya
halangan/uzur pada seorang hamba/mukallaf.

Golongan Yang Mendapatkan Rukshah dalam Ibadah Puasa :

Golongan yang mendapatkan rukhsah untuk meninggalkan puasa adalah orang


sakit, musafir, wanita yang haidh atau nifas, wanita hamil atau menyusui, dan orang tua
renta yang tak mampu lagi melaksanakan ibadah puasa.

1. Orang sakit dan musafir.

Allah Azza wajalla berfirman yang artinya:

“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain.” [QS. Al-Baqarah: 184]

Orang sakit yang dimaksud adalah mereka yang berat berpuasa karena sakitnya,
atau jika berpuasa penyakitnya akan bertambah parah. Seperti penderita diabetes,
stroke, penyakit ginjal, dll. Juga penyakit yang mengharuskan si penderita
mengonsumsi obat secara teratur di pagi atau siang hari, jika tidak maka penyakitnya
bertambah parah.

9
Sedangkan musafir yang dimaksud adalah mereka yang diperbolehkan
mengqashar shalat, walaupun safarnya tidak sulit dan tidak memberatkan. Termasuk
mereka yang kerjanya mengharuskan safar secara terus menerus, seperti kru pesawat
terbang dan kereta api, sopir taksi, dll.4

Jika orang sakit dan musafir meninggalkan puasa, maka keduanya wajib
mengganti puasa tersebut di hari yang lain dengan jumlah hari yang sama. Jika penyakit
yang diderita tidak ada harapan sembuh, maka ia boleh menggantinya dengan
membayar fidyah.

Jika orang sakit atau musafir tetap memilih untuk berpuasa, maka puasanya sah.

2. Wanita haid atau nifas.

Semua ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haidh atau nifas wajib
meninggalkan puasa dan mengqadha’ (mengganti) puasanya. Berdasarkan hadits
Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Kami (para wanita) diperintahkan mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan


mengqadha’ shalat.” [HR. Muslim]

Jika seorang wanita keguguran, atau mengalami pendarahan saat hamil,


kemudian dioperasi untuk mengeluarkan janin, jika janinnya sudah berbentuk manusia
(kira-kira berumur lebih dari 80 hari), maka ia dihukumi nifas. Ia harus berbuka puasa,
dan mengganti puasanya. Tetapi jika janinnya belum berbentuk manusia (kurang dari
80 hari), maka wanita tersebut tidak dianggap nifas, dan ia wajib berpuasa.5

3. Wanita hamil atau menyusui.

Keduanya boleh tidak berpuasa jika takut bahaya atas dirinya atau bayinya. Jika
keduanya meninggalkan puasa karena takut atas dirinya sendiri saja, maka ia hanya

4
Prof. Dr. Abdullah al-Jibrin, Syarh Umdatul Fiqh, juz I, H. 574

5
Majmu’ Fatawa Syekh Al-Utsaimin, juz XIX, H. 261-262

10
wajib mengqadha’ puasa yang ditinggalkan. Begitu pula jika keduanya berbuka karena
takut atas bayinya saja, maka keduanya wajib mengqadha’ puasanya.

Tetapi jika keduanya meninggalkan puasa karena takut atas bayinya, apakah selain
mengqadha’ puasa keduanya juga harus membayar fidyah? Ada dua pendapat masyhur
di kalangan ulama:

• Pendapat pertama mengharuskan keduanya membayar fidyah dan mengqadha’


puasanya.
• Pendapat kedua dan inilah pendapat yang kuat, bahwa keduanya cukup
mengqadha’ puasanya, dan tidak wajib membayar fidyah. Berdasarkan firman
Allah Subhanahu wata’ala yang artinya:

“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada
hari-hari yang lain.“ [QS. Al-Baqarah: 184]

Wanita hamil dan menyusui hukumnya lebih mendekati hukum orang sakit dan musafir,
dan keduanya hanya diwajibkan mengqadha’ puasa.

Juga hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya


Allah menggugurkan setengah shalat atas musafir, dan menggugurkan kewajiban
puasa atas musafir, wanita menyusui dan wanita hamil.” [HR. Ahmad, Tirmidzi, dan
Abu Dawud, hasan shahih]

Dalam hadits ini, hukum musafir, wanita hamil, dan menyusui disamakan, artinya
semuanya hanya wajib mengqadha’ puasa. Kalaupun memilih pendapat yang wajib
mengeluarkan fidyah, maka ukurannya adalah 1 mud, yaitu sekitar 7,5 ons untuk setiap
hari yang ditinggalkannya. Wallahu A’lam.

4. Orang tua renta yang tak mampu lagi menjalankan ibadah puasa.

Orang tua renta yang tidak mampu lagi melaksanakan ibadah puasa boleh
meninggalkan puasa, dan menggantinya dengan membayar fidyah, yaitu memberi
makan seorang fakir miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.

Allah Azza wajalla berfirman:

11
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.“ [QS. Al-
Baqarah: 184]

Fidyah makanan bisa diberikan berupa makanan jadi (siap saji) dengan
mengundang beberapa fakir miskin sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Inilah yang
biasa dilakukan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu setelah beliau tua.

Bisa pula dengan membagikan beras mentah atau sejenisnya sebanyak 1/2 sha’
(sekitar 1,5 kg). Lebih afdhal lagi jika bersama beras tersebut ditambahkan lauk pauk,
seperti daging, ayam, ikan, dll.

E. HIKMAH PUASA DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI


Hikmah-hikmah Puasa antara lain :
Sarana yang disediakan oleh Allah SWT untuk mencapai “Taqwa”.
Puasa merupakan sarana pendidikan dan latihan
Menumbuhkan jiwa social atau kesadaran bermasyarakat
Menyehatkan tubuh
Puasa membuat awet muda atau menunda proses penunaan.
Puasa adalah cara terbaik untuk menjaga keselarasan dan keindahan fisik.

12
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Puasa Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”. Sedangkan menurut syara’
ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit fajar
hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta disertai niat
dan syarat-syarat tertentu.

Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari
dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari

Macam-macam puasa :
1. Puasa wajib
2. Puasa sunnah
3. Puasa makruh
4. Puasa haram
Syarat-syarat Wajib Puasa :
1. Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Mampu berpuasa
Syarat Sah Puasa :
1. Muslim
2. Berakal
3. Suci dari haid & nifas
4. Mengetahui waktu puasa
Rukun puasa
1. Niat
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenamnya matahari.
Hal-hal yang dapat membatalkan puasa :
1. Sengaja Makan dan Minum.

13
2. Sengaja Muntah.
3. Sengaja Mengeluarkan Sperma.
4. Berhubungan Badan (Jima').
5. Memasukkan Sesuatu ke Lubang Tubuh.
6. Keluar Darah Haidh dan Nifas.
Rukhsah dalam puasa
1. Orang sakit dan musafir
2. Wanita haid atau nifas
3. Wanita hamil atau menyusui
4. Orang tua renta yang tak mampu lagi menjalankan ibadah puasa.
Hikmah puasa dalam kehidupan sehari-hari
- Sarana yang disediakan oleh Allah SWT untuk mencapai “Taqwa”.
- Puasa merupakan sarana pendidikan dan latihan
- Menumbuhkan jiwa social atau kesadaran bermasyarakat
- Menyehatkan tubuh
- Puasa membuat awet muda atau menunda proses penunaan.
- Puasa adalah cara terbaik untuk menjaga keselarasan dan keindahan fisik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ajib, Lc., MA.2019.” Fiqih Puasa Versi Madzhab Syafi’iy”.Jakarta


http://repository.uin-suska.ac.id/7228/4/BAB%20III.pdf
https://markazinayah.com/rukhsah-puasa/
DRS. H. Mo. Rifa’i, Fikih Islam Lengkap.Semarang
Departmen agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan
Prof. Dr. Abdullah al-Jibrin, Syarh Umdatul Fiqh, juz I
Majmu’ Fatawa Syekh Al-Utsaimin, juz XIX

15
16

Anda mungkin juga menyukai