Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Kajian Ayat Dan Hadis Puasa


Dosen Pengampu :

DISUSUN OLEH :

1. Rizqi Amalia R.P (2311080111)


2. Nabila Rahma Putri (2311080191)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG


PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah
ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuliah tafsir Ayat dan
Hadis Ahkam. Kami banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak dalam
penyusunan makalah ini. Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada Bapak Hilmi
Yusron Rofi’i selaku dosen pengampu mata kuliah ini.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 11 Oktober 2023

penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh
manusia sebelum Islam. 1 Islam mengajarkan antara lain agar manusia beriman kepada
Allah SWT, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rosul-
rosulNya, kepada hari akhirat dan kepada qodo qodarNya. Islam juga mengajarkan lima
kewajiban pokok, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan
kesediaan hati menerima Islam sebagai agama, mendirikan sholat, membayar zakat,
mengerjakan puasa dan menunaikan ibadah haji.
Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti
menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan
sebagainya. Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang
membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari dengan niat dan beberapa syarat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam macam puasa?
2. Bagaimana syarat wajib puasa?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :
1. Mengetahui macam macam puasa
2. Mengetahui syarat wajib puasa

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Puasa
Secara etimologis, puasa berarti menahan. Allah Swt. menceritakan apa yang harus dikatakan
Maryam,
            
      
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan “
berbicara dengan siapa pun pada hari itu,” (QS. Maryam [19]: 26)
Menurut terminologis (istilah) terdapat dalam subuh Al-Salam, para ulama fikih
mengartikan puasa sebagai berikut :
Puasa adalah menahan dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami
istri, dan lain-lainya, sepanjang hari.
Menurut ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari perkataan yang sia-sia
(membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan maupun yang di
makruhkan, pada waktu yang telah di tetapkan pula.
Dalam islam, puasa adalah rukun islam yang ketiga yang wajib dilaksanakan
seorang muslim yang mukallaf, bentuknya dengan menahan diri dari segala yang
membatalkannya mulai dari terbit fajat sampai terbenamnya matahari, dan wajib dilakukan
sesuai dengan syarat, rukun dan larangan yang telah di tentukan.

B. Macam – macam Puasa


Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terikat dengan waktu (puasa Ramadhan selama
sebulan), Puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat, dan puasa
seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syari’at ada 4 (empat) macam, yaitu
puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
1. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syari’at
Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan
perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

3
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah:183)

Ijma’ ulama tiada yang menyangkal wajibnya puasa Ramadhan, dan tiada satu imam pun
yang berbeda pendapat. Orang yang wajib berpuasa Ramadhan adalah orang yang baligh, sehat
jasmani-rohani dan bukan musafir. Puasa tidak wajib bagi wanita yang sedang haid. Dalam hal ini
tidak ada perbedaan pendapat, berdasarkan firman Allah:
“Maka barang siapa diantara kamu ada yamg menyasikkan bulan itu maka berpuasalah
(puasa Ramadhan).” (QS. Al-Baqarah: 185)
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap
suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang
mukmin mengerjakannya supaya dosanya diampuni, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara
lain :
a. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada
sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama
tiga hari.
b. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar
uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut
(An Nisa: 94).
c. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang
telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
d. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersamasama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan
binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia
sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan
sebagainya) maka berpangkas rambut (tahallul), ia harus berpuasa selama 3 hari. Menurut Imam
Syafi’I, Maliki dan Hanafi :
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan
Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari di tengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut,
karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia
berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan
berturut-turut.
c. Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan
oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk
membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan
telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari.

4
Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka
berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau
mengadakan perjalanan maka ia harus meng-qadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa
nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
d. Puasa Sunat
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan
apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
a. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia
menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa
selama setahun”.(HR.Muslim).
b. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah Pada suatu hari ada seorang Arab
dusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging
kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di
sekitar beliau untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika
si Arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut
makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-
hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka
sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima
belas.
c. Puasa hari Senin dan hari Kamis. Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada
hari Senin dan Kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari
Senin dan hari Kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka-mereka
yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
d. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji) Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa
hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan
datang” (H. R. Muslim.
e. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam. Dari Salim, dari ayahnya berkata : Nabi saw. Bersabda :
Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari
itu.
f. Puasa nabi Daud as. (satu hari b0repuasa satu hari berbuka) Bersumber dari Abdullah bin Amar ra.
dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh
Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling di sukai oleh Allah ialah sembahyang
Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan
sisanya lagi dia gunakan untuk tidur kembali, Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau

5
dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah
berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
g. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw.
berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami
mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. Menyempurnakan puasa
sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di
bulan Sya’ban (HR.Bukhori dan Muslim).
3. Puasa Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain:
a. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa
itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa. Dari
Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari
Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” (HR.Bukhori dan Muslim).
b. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau
bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau
dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
c. Puasa pada hari syak (meragukan) Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada
hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh.
Maka ‘Ammar berkata: Barang siapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal
Qasim saw.
4. Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang apabila dilakukan maka berdosa. Puasa yang diharamkan tersebut
antara lain:
a. Istri puasa sunnah tanpa sepengetahuan dari suami, atau suami tahu tapi tidak mengijinkan.
Kecuali, apabila suami sedang tidak membutuhkan seperti suami sedang bepergian, sedang haji atau
umroh. Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin
suaminya.”(HR.Bukhori dan Muslim)
b. Puasa pada hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
c. Puasa pada hari tasyriq yaitu hari ke-11, ke-12 dan ke-13 bulan Dzulhijjah. Keuali untuk dam
(sebagai ganti dari menyembelih qurban).
d. Puasa wanita haid atau nifas (baru mehirkan).
e. Puasa Dhar (puasa tiap hari tanpa buka) Hadist Rasulullah SAW: “tidak dinamakan puasa orang
yang berpuasa terus menerus”. (HR. Bukhari)

6
C. Syarat Wajib Puasa
Puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu.
Puasa memiliki banyak manfaat, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Namun, agar puasa kita
diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, kita harus memenuhi syarat-
syarat wajib dan syarat-syarat sah puasa.
Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus ada pada diri seseorang agar ia diwajibkan untuk
berpuasa. Syarat wajib puasa adalah:
1. Islam. Hanya orang yang beragama Islam yang diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang tidak
beragama Islam tidak perlu berpuasa dan tidak akan mendapatkan pahala dari puasa.
2. Baligh. Baligh adalah mencapai usia dewasa secara fisik dan mental. Orang yang sudah baligh
diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berpuasa, tetapi
dianjurkan untuk melatih diri berpuasa sejak kecil agar terbiasa.
3. Berakal. Berakal adalah memiliki kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, halal
dan haram, serta kewajiban dan larangan. Orang yang berakal diwajibkan untuk berpuasa.
Orang yang tidak berakal, seperti orang gila atau orang yang hilang ingatan, tidak diwajibkan
untuk berpuasa.
4. Sehat. Sehat adalah tidak memiliki penyakit atau gangguan kesehatan yang menghalangi atau
membahayakan puasa. Orang yang sehat diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang sakit, seperti
orang yang demam, orang yang menderita penyakit kronis, atau orang yang hamil atau
menyusui, boleh tidak berpuasa jika puasa akan membahayakan dirinya atau bayinya. Namun,
ia harus mengganti puasanya di hari lain atau membayar fidyah jika tidak mampu mengganti.
5. Mukim. Mukim adalah tinggal di suatu tempat secara menetap atau lebih dari dua hari. Orang
yang mukim diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang safar, yaitu bepergian jauh lebih dari 80
km atau dua marhalah, boleh tidak berpuasa jika perjalanannya melelahkan atau menyulitkan
puasanya. Namun, ia harus mengganti puasanya di hari lain.

D. Rukun Puasa
Rukun puasa adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam ibadah puasa agar puasanya sah dan diterima
oleh Allah. Adapun rukun puasa adalah sebagai berikut:
1. Niat. Niat adalah menyengaja melakukan ibadah puasa karena Allah semata dengan
mengetahui jenis puasanya, baik puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa sunnah seperti
Senin-Kamis. Niat harus dilakukan sebelum terbit fajar pada setiap hari puasa, kecuali untuk
puasa sunnah yang boleh berniat setelah terbit fajar asalkan belum makan, minum, atau
melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak subuh.
2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari. Hal-hal yang membatalkan puasa adalah:

7
 Makan dan minum dengan sengaja. Jika makan dan minum karena lupa atau terpaksa,
maka puasanya tidak batal.
 Berhubungan intim dengan istri atau suami. Jika berhubungan intim dengan sengaja,
maka harus membayar kaffarah (denda) yaitu memerdekakan seorang budak atau
berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan enam puluh orang miskin. Jika
berhubungan intim karena lupa atau terpaksa, maka cukup mengganti puasanya di hari
lain (qadha).
 Keluarnya mani dari kemaluan karena onani, bermimpi basah, melihat, mendengar, atau
membayangkan sesuatu yang menggairahkan. Jika keluar mani karena sakit atau tidak
sengaja, maka puasanya tidak batal.
 Haid dan nifas. Perempuan yang sedang haid atau nifas harus berhenti berpuasa dan
menggantinya di hari lain (qadha).
 Muntah dengan sengaja. Jika muntah karena sakit atau tidak sengaja, maka puasanya
tidak batal.
 Menyuntikkan cairan ke dalam tubuh yang dapat menghilangkan rasa lapar atau haus.
Jika menyuntikkan cairan yang tidak mempengaruhi rasa lapar atau haus seperti obat
atau vitamin, maka puasanya tidak batal.

E. Hal yang Membatalkan


1. Masuknya sesuatu kedalam tubuh dengan sengaja
Maksudnya adalah, puasa menjadi batal ketika suatu benda atau ‘ain baik itu berupa makanan,
minuman, maupun benda lain yang masuk dalam salah satu lubang yang berpangkal pada
organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, telinga, dan hidung.
2. Memasukan obat atau benda melalui salah satu dari dua jalan
Selanjutnya, puasa dihukumi batal ketika seseorang melakukan pengobatan dengan cara
memasukkan benda melalui jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur). Pada kasus ini,
contoh pengobatannya seperti yang diberikan kepada penderita ambeien atau bagi orang sakit
yang dipasakan kateter urin.
3. Muntah dengan sengaja
Muntah secara sengaja termasuk perkara yang membatalkan puasa. Namun, jika seseorang
muntah tanpa disengaja atau muntah tiba-tiba dan tidak sedikitpun dari puntahannya tertelan,
maka puasa tetap dihukumi sah.
4. Melakukan hubungan intim dengan sengaja
Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis di siang hari puasa secara sengaja dapat
membatalkan puasa. Bukan hanya membatalkan saja, perkara ini juga membuat orang yang
melakukannya dikenai denda atau kafarat. Dendanya berupa puasa selama dua bulan

8
berturut-turut. Jika tidak mampu, ia wajib memberi makanan pokok senilai satu mud atau
setara dengan 0,6 kilogram beras atau ¾ liter beras kepada 60 fakir miskin.
5. Keluar air mani karena bersentuhan kulit
Hal ini juga membatalkan puasa. Kondisi tersebut dapat terjadi karena sebab onani atau
bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Namun, akan berbeda jika
air mani keluar karena mimpi basah, maka keadaan tersebut tidak membatalkan puasa.
6. Mengeluarkan darah haid atau nifas
Batal puasa seorang wanita yang haid dan sedang dalam masa nifas. Wanita tersebut juga
berkewajiban mengqadha puasanya.
7. Mengalami gangguan jiwa atau murtad
Ketika seseorang yang tengah berpuasa mengalami kondisi tersebut, maka puasanya
dihukumi batal.
8. Keluar dari agama islam atau murtad
Ketika seseorang yang tengah berpuasa melakukan hal-hal yang sifatnya mengingkari keesaan
Allah swt atau mengingkari hukum syariat yang telah disepakati ulama, maka puasa orang
tersebut dihukumi batal.
F. Puasa Nazar
A.Pengertian Nazar
Nazar dalam bahasa berarti berjanji kepada dirinya untuk melakukan sesuatu, Nazar menurut istilah
berarti mewajibabkan kepada dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan
dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Nazar adalah janji kepada diri sendiri
untuk melakukan sesuatu jika maksudnya tercapai.3 Nazar memiliki beberapa prinsip yang harus
dipenuih yakni :
a. Nazar harus dengan keiinginan diri sendiri yang harus dilafskan, bukan hanya dalam hari saja. b.
Nazar bertujuan semata-mata hanya karena Allah.
c. Nazar tidak dibenarkan untuk sesuatu perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam
d. Jika seseorang bernazar meninggal dunia sebelum melaksanakan nazarnya maka keluarga yang
ditinggalkan yang membayar Nazar
B. Hukum Nazar
Adapun nadzar dapat dikatakana batal apabila:
a. Nazar itu dimaksudkan untuk bermaksiar kepada Allah swt.
b. Didalam Nazar terdapat banyak pertentangan terhadap syariat Islam.
c. Didalam nazar tersebut adanaya saling pilih kasih antar waris, yang mana hal itu sangat
bertentangan dengan hukum Islam, karena itu perbuatan maksiat. Sedangkan nazar untuk
melakukan perbuatan maksiat itu merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan.
d. Jika nazar itu diperuntukan dikuburan maka itu bukan termaksud nazar
1. Syarat Nazar

9
Nazar dianggap sah jika orang yang bernazar dan perkara yang dinazari memenuhi syarat yang telah
ditentukan. Syarat orang yang bernazar yakni :
a. Beragama islam
b. Baligh
c. Berakal
2. Jenis-Jenis Nazar
Adapun jenis-jenis nazar yakni:
a. Nazar mu‘allaq
(yang dikaitkan dengan sesuatu) Nazar mu‘allaq yakni bernazar untuk melakukan ketaatan jika
meraih kebaikan atau terhindar dari keburkan. Nazar tersebut sesuai hadits yang dirawayatkan dari
Ibnu Abbas dia berkata, sa‘ad bin U‘badah memohon fatwa kepada Nabi mengenai ibunya yang wafat
sebelum melaksanakanya nazarnya.Beliau menjawab,lakukanlah nazarnya olehmu sebagaimana
penggantinya‖.(mutafaq‘alaih). Apabila seseorang berkata. jika Allah menyembuhkan sakitku, aku
berjanji akan melakukan suatu ibadah untuk Allah, dia wajib melakukan ibadah tersebut jika benar-
benar sembuh. Namun, jika setelahnya dia berkata, Insya Allah‖, dia tidak dikenal kewajiban apa pun.
Nazar yang disadarkan pada masa yang akan datang Misalnya seseorang berkata Aku berjanji akan
berpuasa pada bulan Rajab, mengerjakan sahalat dua rakaat pada hari senin, atau bersedakah pada hari
jum‘at hanya untuk Allah.‖Dia wajib memenuih pada waktu yang telah ditentukan.
b. Nazar haji dan sejenisnya
Apabila seseorang bernazar haji dengan menggunakan kendaraan, lalu melakukan perjalanan
berjalan kaki atau sebaliknya berarti dia telah memenuih nazarnya dan wajib membayar dengan dam.
Apabila seseorang bernazar akan singgah ke Ka‘bah, Masjid Nabawa, atau Masjid Aqsha, maka dia
wajib memunaikan hal tersebut. Dia wajib mengunjungi Ka‘bah dengan niat haji dan umrah,
mengerjakan shalat di Masjid Nabawi atau Masjid Aqsha atau beri‘tikaf. Jika seseorang bernazar
hendak singgah ke selain tiga Masjid tersebut, maka dia tidak wajib menunaikanya.
c. Nazar puasa
Orang yang bernazar puasa setahun penuh, tidak wajib mengqadha harihari yang dilarang atau
―berpuasa, seperti I‘d, hari Tasyriq.Ramadhan dan saat haid atau nifas‖.Jika seseorang bernazar
berpuasa secara mutlak, dia wajib emnunaikan puasa setiap hari, karena minimal puasa adalah sehari.

B. Nazar dalam pandangan para ahli


Nazar bisa dikatak sah jika yang dimaksud untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah,
dan wajib dipenuih.Nazar yang dinamakan maksiat kepada Allah dinyatakan tidak sah. Seperti
bernazar ke kuburan terlebih mengunjungi orang-orang yang ahli-ahli maksiat, seperti seseorang
bernazar akan membunuh, bernazar akan menyakiti orang tua, jika ia bernazar demikian maka

10
nazarnya tidak wajib melaksanaknya dan tidak ada ketentuan untuk membayar kafarat. Karena
nazarnya tidak sah.

G. Ayat dan Hadis ahkam tentang puasa


Surat Al-Baqarah Ayat 183

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.". Di ayat selanjutnya, Allah SWT memberikan
keringanan boleh tidak berpuasa kepada orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan jauh untuk
tujuan ibadah

Surat Al-Baqarah Ayat 183-187

Surat Al- Baqarah Ayat 184

Surat Al-Baqarah Ayat 185

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunah.
Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terikat dengan waktu (puasa Ramadhan selama
sebulan), Puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat, dan puasa
seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.
Puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu.
Puasa memiliki banyak manfaat, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Namun, agar puasa kita
diterima oleh Allah SWT dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda, kita harus memenuhi syarat-
syarat wajib dan syarat-syarat sah puasa.
Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus ada pada diri seseorang agar ia diwajibkan untuk
berpuasa. Syarat wajib puasa adalah:
1. Islam. Hanya orang yang beragama Islam yang diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang tidak
beragama Islam tidak perlu berpuasa dan tidak akan mendapatkan pahala dari puasa.
2. Baligh. Baligh adalah mencapai usia dewasa secara fisik dan mental. Orang yang sudah baligh
diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berpuasa, tetapi
dianjurkan untuk melatih diri berpuasa sejak kecil agar terbiasa.
3. Berakal. Berakal adalah memiliki kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, halal
dan haram, serta kewajiban dan larangan. Orang yang berakal diwajibkan untuk berpuasa.
Orang yang tidak berakal, seperti orang gila atau orang yang hilang ingatan, tidak diwajibkan
untuk berpuasa.
4. Sehat. Sehat adalah tidak memiliki penyakit atau gangguan kesehatan yang menghalangi atau
membahayakan puasa. Orang yang sehat diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang sakit, seperti
orang yang demam, orang yang menderita penyakit kronis, atau orang yang hamil atau
menyusui, boleh tidak berpuasa jika puasa akan membahayakan dirinya atau bayinya. Namun,
ia harus mengganti puasanya di hari lain atau membayar fidyah jika tidak mampu mengganti.
5. Mukim. Mukim adalah tinggal di suatu tempat secara menetap atau lebih dari dua hari. Orang
yang mukim diwajibkan untuk berpuasa. Orang yang safar, yaitu bepergian jauh lebih dari 80
km atau dua marhalah, boleh tidak berpuasa jika perjalanannya melelahkan atau menyulitkan
puasanya. Namun, ia harus mengganti puasanya di hari lain.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: https://www.nu.or.id/nasional/8-hal-yang-buat-puasa-batal-3Cn5i
https://an-nur.ac.id/syarat-wajib-dan-syarat-sah-puasa/
Aulia Rahmi, PUASA DAN HIKMAHNYA TERHADAP KESEHATAN FISIK DAN
MENTAL SPIRITUAL, Vol. 3, No. 1, Januari 2015
https://www.nu.or.id/nasional/8-hal-yang-buat-puasa-batal-3Cn5i
Aso dg.mange (umur 34), wawancara pada Minggu 31 Mei 2020.
Ahsin W.Al-Hafidz, Kamus Ilmu Alquran, Jakarta: Amzah, 2006.

13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi IV, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Muammar Muhammad Bakry, FIKIH NAZAR MENURUT MAZHAB SYAFI’I DAN
MAZHAB MALIKI, vol. 1, No. 3, September 2020
https://detik,news.com
Muhammad Yahya Andi Darussalam, hadis-hadis tentang puasa AS-SYURA'

14

Anda mungkin juga menyukai