Pendahuluan
A. Latar Belakang
Keberadaan Hukum Islam di kalangan ummat Islam adalah sebagai patokan dan
pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakat dan menciptakan masyarakat yang
islami. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya diyakini dapat diterima oleh setiap
manusia walaupun menurut manusia ukurannya berbeda-beda. Hukum Islam sebagai
Negara yang bukan mendasari berlakunya hukum atas hukum agama tertentu, maka
Indonesia mengakomodir semua agama, karena itu hukum Islam mempunyai peran besar
dalam menyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia.
Begitu juga dalam agama islam, terdapat berbagai banyak hokum dan berbagai
kewajiban yang terkandung di dalamnya, yakni Puasa, Sholat. Maka oleh itu kami
sebagai pemakalah akan mencoba untuk menjabarkan kewajiban-kewajiban yang ada di
dalam agam islam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Mengetahui apa yang di maksud dengan Sholat dan Puasa. Dan mengetahui
hukum solat dan puasa bagi orang sakit.
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Puasa
Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum serta melakukan perkara-perkara
yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.
B. Puasa Wajib
1. Puasa wajib
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib yang dikerjakan bagi setiap muslim pada
bulan Ramadhan selama sebulan penuh.
Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu bertaqwa. (Q.S. Al-
Baqarah[2]: 183)
Puasa Ramadhan juga termasuk dalam rukun Islam, sebagaimana tersebut dalam
hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a:
“Didirikan agama Islam itu atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan
melainkan Allah dan Nabi Muhammada adalah utusan Allah, mendirikan shalat lima
waktu, mengeluarkan zakat, puasa bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke
Baitullah bagi yang mampu jalannya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Puasa Nadzar
Nadzar secara bahasa berarti janji. Puasa nadzar adalah puasa yang disebabkan
karena janji seseorang untuk mengerjakan puasa. Misalkan, Rudi berjanji jika nanti
naik kelas 9 ia akan berpuasa 3 hari berturut-turut, maka apabila Rudi benar-benar
naik kelas ia wajib mengerjakan puasa 3 hari berturut-turut yang ia janjikan itu.
c. Puasa Kafarat
Kafarat berasal dari kata dasar kafara yang artinya menutupi sesuatu. Puasa
kafarat secara istilah artinya adalah puasa untuk mengganti denda yang wajib
ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang bertujuan menutup dosa
tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat tersebut, baik di dunia
maupun di akhirat.
2) Puasa Sunnah
d. Puasa Muharrom
Yaitu puasa pada bulan Muharram terutama pada hari Assyuro’. Keutamaannya
puasa ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Bukhari, yakni puasa di
bulan ini adalah puasa yang paling utama setelah puasa bulan Romadhon.
e. Puasa Assyuro’
Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharram. Nabi shalallahu ‘alaihi
wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini dan
mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini bertujuan
untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada hari ke-10.
Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR. Muslim).
f. Puasa Sya’ban.
Yang dimaksud puasa Sya’ban adalah memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.
Keutamaan: Bulan ini adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Rabb
semesta alam (HR. An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
i. Puasa Dawud
Cara mengerjakan puasa nabi Dawud adalah dengan sehari puasa sehari tidak
puasa, atau selang-seling. Puasa nabi Dawud adalah puasa yang paling disukali oleh
Allah swt. (HR. Bukhari-Muslim).
3) Puasa Makruh
Kapan puasa hukumnya makruh? Puasa yang makruh dilakukan adalah puasa
pada hari Jumat dan Sabtu yang tidak bermaksud mengqadha’ Ramadhan, membayar
nadzar atau kafarat, atau tidak diniatkan untuk puasa sunnah tertentu. Jadi seseorang
yang puasa pada hari Jumat atau Sabtu dengan niat mengqadha’ puasa Ramadhan
tidak termasuk puasa makruh. Misal tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu maka
puasa hari Sabtu pada waktu itu menjadi puasa sunnah bukan makruh. Ada pendapat
lain yang lebih keras bahkan menyatakan bahwa puasa pada hari Jumat tergolong
puasa haram jika dilakukan tanpa didahului hari sebelum atau sesudahya.
4) Puasa Haram
Ada puasa pada waktu tertentu yang hukumnya haram dilakukan, baik karena
waktunya atau karena kondisi pelakukanya.
c. Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat
Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih
diharamkan untuk berpuasa. Pada tiga hari itu masih dibolehkan utnuk menyembelih
hewan qurban sebagai ibadah yang disunnahkan sejak zaman nabi Ibrahim as.
Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk
matahari.
Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkanya itu, pada hari-hari yang lain.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.
Mayoritas ulama sependapat bahwa yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah
orang yang sakit parah yang dapat memperparah penyakitnya jika ia tetap memaksakan
diri untuk berpuasa. Para ulama mendasarkan pendapat mereka pada dua ayat di atas.
Ibnu Qudamah mengatakan dalam al Mughni, Madzhab Bukhari, Atha’ dan ulama
Zahiriyyah membolehkan seseorang berbuka karena segala macam rasa sakit, bahkan
karena telunjuk jari atau gusi yang sakit berdasarkan keumuman ayat tentang masalah ini
B. Macam-macam Solat
Dengan turunnya ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunat. Ibnu Abbas,
Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai
ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat Malam yang
mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.
D. Rukun-Rukun Sholat
Adapun beberapa rukun atau hal yang menjadi syarat syahnya sholat ada 13,
yakni diantaranya :
1. Berdiri
2. Niat
3. Takbiratul ihram
4. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
5. Ruku' dengan thuma'ninah
6. I'tidal dengan thuma'ninah
7. Sujud dua kali dengan thuma'ninah
8. Duduk antara dua sujud dengan thuma'ninah
9. Duduk dengan thu'maninah serta membaca tasyahud akhir dan
10. sholawat kepada nabi
11. berlindung kepada Allah dari siksa jahannam &kubur serta fitnah hidup dan
mati dankekejian fitnah dajjal
12. Membaca salam yang pertama
13. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)
3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan
di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat
atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat:
"Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum
melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih). Lantaran orang itu telah meninggalkan
tuma'ninah dan i'tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun.
4. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan
ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah.
Adapun gerakan yang sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab
salam, membetulkan pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang
semisalnya, maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.
7. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat,
umpamanya shalat Isya' delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan
indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu' yang mana hal ini merupakan ruhnya
shalat.
F. Syarat-syarat Solat
1. Syarat Wajib Solat
-Suci dari haid dan nifas
-Sampai dakwah islam kepadanya
-Berakal
-Baligh
-Ada Pendengaran
-Menutup Aurat
-Menghadap Kiblat
Pada dasarnya orang sakit sama dengan orang sehat dalam hal kewajiban melaksanakan
shalat, hanya bagi orang sakit ada beberapa rukhsah (keringanan) dalam melaksanakannya. Di
dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa agama Islam itu mudah tidak sulit, dan Allah tidak
menjadikan untuk kita dalam agama suatu kesempitan.
ُل َوفِيUلِ ِمينَ ِم ْن قَ ْبU َّما ُك ُم ْال ُم ْسU َو َسUُج ِملَّةَ َأبِي ُك ْم ِإب َْرا ِهي َم ه ِ ق ِجهَا ِد ِه ه َُو اجْ تَبَا ُك ْم َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي الد
ٍ ِّين ِم ْن َح َر َّ َو َجا ِهدُوا فِي هللاِ َح
ْ ِ َصالَةَ َوَآتُوا ال َّز َكاةَ َوا ْعت
وْ لَىUUوْ الَ ُك ْم فَنِ ْع َم ال َمUUص ُموا بِاهللِ هُ َو َم َأ ِ َّهَ َذا لِيَ ُكونَ ال َّرسُو ُل َش ِهيدًا َعلَ ْي ُك ْم َوتَ ُكونُوا ُشهَدَا َء َعلَى الن
َّ اس فَ قِي ُموا ال
]78 :22 ،صي ُر [الحج ِ ََّونِ ْع َم الن
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (ikutilah) Agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu
menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik
Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. [QS. al-Hajj (22): 78]
Untuk menjawab beberapa pertanyaan yang dikemukakan bapak Soejarwo, perlu kami
sampaikan beberapa hal sebagai berikut;
1. Ketika akan melaksanakan shalat hendaklah melakukan wudhu terlebih dahulu. Jika orang
sakit mampu melakukan wudhu dengan menggunakan air, maka hendaklah ia melakukannya
seperti orang sehat. Apabila ia tidak mampu melakukannya dengan menggunakan air, maka
hendaklah ia melakukan tayamum sebagai ganti dari wudhu, yaitu, dengan menekankan
kedua telapak tangan ke tanah atau tempat yang mengandung unsur tanah/ debu, kemudian
meniup kedua telapak tangan tersebut, lalu mengusapkannya pada muka dan kedua punggung
telapak tangan masing-masing satu kali.
2. Orang sakit selama ia mampu melakukan shalat dengan berdiri, maka hendaklah ia shalat
dengan berdiri. Jika ia tidak mampu melaksanakannya dengan berdiri, maka shalatlah dengan
duduk, baik dengan duduk bersila maupun dengan cara duduk tawaruk atau iftirasy.
3. Jika tidak mampu duduk karena mendapatkan kesulitan ketika duduk atau mendapatkan
madharat, seperti penyakitnya bertambah parah, maka hendaklah ia melaksanakan shalat
dengan tidur miring. Tata cara shalat orang sakit seperti itu ditegaskan dalam hadits sebagai
berikut;
َ Uَالَ ِة فَقUالص
: الU َّ ع َِن- لمUUه وسUUلى هللا عليUU ص- ى ُ َت بِى بَ َوا ِسي ُر فَ َسَأ ْل
َّ ِت النَّب ْ قَا َل َكان- رضى هللا عنه- ص ْي ٍن
َ ع َْن ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح
ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ
] [رواه البخارى. فِإن ل ْم تَ ْستَ ِط ْع ف َعلى َجنب، فِإن ل ْم تَ ْستَ ِط ْع فقا ِعدًا، ص ِّل قاِئ ًما َ
Artinya: “Diriwayatkan dari Imran bin Husein ra., ia berkata; ”Saya menderita penyakit
wasir, lalu saya bertanya kepada Rasulullah saw., maka beliau menjawab: “Shalatlah kamu
sambil duduk. Jika tidak mampu (duduk), maka hendaklah shalat sambil berbaring.”[HR. al-
Bukhari]
4. Gerakan atau cara ruku’ dan sujud orang sakit hendaklah dibedakan. Untuk sujud caranya
dengan membungkukkan badan lebih rendah (bawah) dari ruku’.
Artinya: “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra., dari Nabi saw. beliau bersabda: Orang
sakit melakukan shalat dengan berdiri jika ia mampu berdiri. Jika ia tidak mampu (berdiri),
shalatlah ia dengan duduk. Jika ia tidak mampu sujud ke tanah (tempat sujud), maka ia
memberi isyarat, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah (posisi atau caranya) dari
ruku’nya.Jika ia tidak mampu shalat dengan duduk, maka ia shalat dengan tidur miring ke
sebelah kanan dan menghadap kiblat. Jika tidak mampu tidur miring ke sebelah kanan, maka
ia shalat dengan menghadapkan kedua kakinya ke arah kiblat.” [HR. al-Baihaqi dan ad-
Daruquthni]
Dari kedua hadits di atas (hadits riwayat Imran bin Husein dan riwayat Ali bin Abi Thalib)
dapat disimpulkan bahwa tatacara shalat bagi orang sakit adalah sebagai berikut:
2. Jika tidak mampu berdiri, hendaklah melakukannya dengan duduk, baik duduk iftirasy,
duduk tawarruk atau cara duduk yang ia mampu lakukan.
3. Apabila ia tidak mampu melaksanakan shalat dengan duduk, maka ia dapat melakukannya
dengan cara tidur miring ke sebelah kanan dan menghadap kiblat jika memungkinkan.
4. Jika tidak mampu tidur miring, maka ia menghadapkan kedua kakinya ke arah kiblat jika
memungkinkan.
5. Jika tidak memungkinkan menghadap ke arah kiblat, maka shalat tetap dapat dilakukan ke
arah mana saja orang sakit itu menghadap. Allah berfirman:
]115 :2 ، [البقرة.ق َو ْال َم ْغ ِربُ فََأ ْينَ َما تُ َولُّوا فَثَ َّم َوجْ هُ هللاِ ِإ َّن هللاَ َوا ِس ٌع َعلِي ٌم
ُ َوهَّلِل ِ ْال َم ْش ِر
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
[QS. al-Baqarah (2): 115]
6. Cara ruku’ dan sujud bagi orang sakit yang tidak mampu melakukannya dengan berdiri
hendaklah dibedakan antara keduanya. Sujud dilakukan dengan cara membungkukkan badan
lebih rendah (bawah) dari cara untuk ruku.